LAMPIRAN A CONTOH PERHITUNGAN. parameter yang digunakan dalam perhitungan ini adalah:

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAMPIRAN A CONTOH PERHITUNGAN. parameter yang digunakan dalam perhitungan ini adalah:"

Transkripsi

1 A-1 LAMPIRAN A CONTOH PERHITUNGAN 1. Perhitungan Manual Perhitungan manual yang dilakukan dalam penelitian mengacu pada Metode Baji (Wedge Method), dengan bidang longsor planar. Beberapa parameter yang digunakan dalam perhitungan ini adalah: a. Kondisi Lapangan Kondisi lereng yang akan dianalisa ditunjukkan pada gambar di bawah ini: L L1 3,5 m 80º 1,5 m 48º 5 m Silty Sand : γ = 18 kn/m 3 c = 10 kn/m φ = 30 º Gambar A1. Tampak Samping Lereng Dengan Kemiringan 70 Kemiringan bidang longsor kritis adalah kemiringan bidang longsor yang menghasilkan nilai faktor keamanan yang paling kecil. Kemiringan bidang longsor kritis dalam kasus ini adalah sebesar 48º, yang didapatkan dengan proses trial and error.

2 A- b. Tanah Parameter tanah yang digunakan adalah: c = 10 kn/m γ = 18 kn/m 3 φ = 30 º c. Nail bars Nail bars yang digunakan adalah baja ulir ASTM A615 (Fy = 40 Mpa), dengan diameter 5 mm, dan panjang: L 1 =4 m, L = 6m. Nail bars dipasang lurus sejajar dengan garis horisontal seperti yang ditunjukkan pada Gambar A.1, dengan jarak horisontal antar nail bar (tegak lurus bidang) sebesar m. Dari Tabel.1 dapat diketahui parameter sebagai berikut: R n = 11 kn, dan R c = R n / = 105,5 kn Berikut ini adalah perhitungan stabilitas lereng secara manual untuk kasus di atas: Menghitung Gaya Geser Ijin (V max ), dan Gaya Tarik Ijin Global (T max ) Gaya geser ijin nail bars: V n = = tan tan = 51,18 kn R n 11 (90 α) (90 48 )

3 A-3 Gaya tarik ijin nail bars: T = 4Vtan(90 α) = 4. 51,18. tan(90 48 ) = 184,47 kn Gaya geser ijin tanah akibat tegangan lateral tanah: V = P D max L o Untuk menghitung persamaan di atas dibutuhkan parameter P max dan L o yang belum tersedia. Nilai P max dihitung dengan persamaan di bawah ini: P max = P u /, Parameter P u untuk mendapatkan P max, merupakan nilai terkecil dari dua persamaan di bawah ini: P u = (C z + C 1 D)γ)z = (1,9..5 +,6. 0,05) = 383,9 kn/m P u = C 3 Dγγz = 30.0, = 45 kn/m 3.5 Dari perhitungan di atas, didapatkan nilai P u sebesar 45kN/m, maka P max =,5 kn/m, langkah berikutnya adalah menghitung L o dengan persamaan berikut: L = o 4 EI K D s

4 A-4 Parameter-parameter yang dibutuhkan dalam persamaan di atas adalah: E = modulus elastisitas baja =.10 8 kn/m I = momen inertia penampang nail bar = 4 πd 64 4 π 0,05 = =1, m 4 64 D = diameter nail bar (dalam kasus ini tidak di-grouting) = 0,05 m K s = 45 lb/in 3 = 1456 kn/m 3 (didapatkan dari Gambar.1b) , L o = 4 = 0,471 m ,05 0,05 V s =,5..0,471 = 0,133 kn. Karena V s < V n, maka gaya geser ijin global (V max ) yang digunakan adalah sebesar 0,133 kn. Adanya pembatasan gaya geser ijin, maka gaya tarik ijin dari nail bar harus dikoreksi menjadi: V max c R 0, ,5 T + R max n Tmax + 11 = 1 = 1 T max = 10,99 kn.

5 A-5 Menghitung Gaya Geser Ijin, Dan Gaya Tarik Ijin Dari Perkuatan Soil Nailing Nail Bar 1 (h 1 = 1,5m) T 1 π DL e f = FoS max D = 0,05 m L e1 = L 1 [(tan(90º α) tan(90º β)) h 1 ] = 4 [(tan(90º 48º) tan(90º 80º))1,5] =,914 m FoS = faktor keamanan, untuk perhitungan pertama dapat menggunakan asumsi faktor keamanan sebesar 1,5 f max = 10 kn/m (didapatkan dari Tabel.) 3,14.0,05., T 1 = gaya tarik ijin nail bar 1 = = 18,3 kn < T max 1,5 Nail Bar (h = 3,5 m) T π DL e f = FoS max D = 0,05 m L e = L [(tan(90º α) tan(90º β)) h ] = 6 [(tan(90º 48º) tan(90º 80º))3,5] = 3,466 m f max = 10 kn/m (didapatkan dari Tabel.) 3,14.0,05.3, T = gaya tarik ijin nail bar = = 1,8 kn < T max 1,5

6 A-6 Gaya tarik ijin total dari nail bar (per unit panjang tegak lurus bidang) T1 + T Ti 18,3 + 1,8 ΣT i = = = 0,05 kn/m S H S H = m = spasi horisontal (tegak lurus bidang) Gaya geser ijin total dari nail bar (per unit panjang tegak lurus bidang) V1 + V Vi 0, ,133 ΣV i = = = 0,133 kn/m lari S H Menghitung Faktor Keamanan Nilai faktor keamanan dapat dihitung dengan persamaan yang di bawah ini. FoS = cl f + W cosα tanφ W sinα + ( Ti T sinα i cosα Vi V cosα) tanφ i sinα W = berat massa tanah yang longsor 1 = γh [ tan( 90 α) tan( 90 β) ] 1 = 18.5 [ tan( ) tan( )] = 16,917 kn L f = panjang bidang longsor = (H/sin α) = (5/sin 48º) = 6,78 m FoS = 10.6,78 + (16,917.cos 48.tan 30 ) + (0,05.sin 48 0,133.cos 48 ) tan 30 (16,917.sin 48 ) (0,05.cos 48 ) (0,133.sin 48 ) = 1,90

7 A-7 Nilai faktor keamanan hasil perhitungan (FoS = 1,90) berbeda dengan nilai faktor keamanan yang diasumsikan di awal perhitungan (FoS = 1,5), maka perhitungan harus dilakukan ulang dengan faktor keamanan asumsi yang berbeda. Proses iterasi harus dilakukan agar nilai faktor keamanan asumsi sama dengan nilai faktor keamanan yang didapatkan pada akhir perhitungan. Dalam penelitian ini proses iterasi dilakukan dengan menggunakan program EXCEL, dan memberikan nilai faktor keamanan yang konvergen sebesar 1,33.. Perhitungan Program PLAXIS Langkah-langkah dalam proses analisa perhitungan faktor keamanan menggunakan program Plaxis dapat dilihat pada diagram alir di bawah ini. Mulai Memodelkan Geometri Mendefinisikan Material yang Digunakan dan Penyusunan Jaring Elemen Mendefinisikan Kondisi Awal Perhitungan Keluaran Evaluasi Hasil Gambar A. Diagram Alir Proses Analisa Menggunakan Program PLAXIS

8 A-8.1 Pemodelan Soil Nailing dengan Pelat a. Memulai Program Ketika memulai sebuah proyek baru, akan muncul sebuah jendela pengaturan global seperti yang ditunjukkan pada Gambar A.3. Jendela tersebut terdiri dari dua lembar-tab. Pada lembar-tab pertama diisikan nama dari berkas, dan menentukan jenis analisis dan jenis elemen. Selain itu, percepatan gravitasi juga dapat ditentukan pada jendela ini, tetapi dalam analisa ini tidak meninjau gaya gempa sehingga percepatan gravitasi tidak diperlukan. Gambar A.3 Jendela Pengaturan Global Lembar-tab Pertama Pada lembar-tab kedua yang ditunjukkan Gambar A.4, tentukan satuan dasar panjang, gaya, dan waktu, yang akan digunakan, serta dimensi dari bidang gambar juga harus ditentukan sehingga model geometri dapat termuat dengan baik dalam bidang gambar.

9 A-9 Gambar A.4 Jendela Pengaturan Global Lembar-tab Kedua b. Pemodelan Geometri Buat model yang sesuai dengan geometri lereng untuk kasus di atas. Pembuatan geometri lereng dilakukan dengan menggunakan tombol geometry line, sedangkan untuk soil nailing menggunakan tombol plate. Pemodelan geometri di PLAXIS untuk kasus di atas akan tampak seperti pada gambar di bawah ini Gambar A5. Pemodelan Geometri Lereng Dan Soil Nailing

10 A-10 Berikut setelah geometri terbentuk, diberikan kondisi batas untuk menghindari perpindahan yang tidak terkontrol. Untuk memberikan kondisi batas standar klik tombol, maka secara otomatis Plaxis akan membentuk jepit penuh pada dasar geometri dan kondisi rol pada sisi vertikal. kondisi batas jepit akan ditampilkan pada layar berupa dua garis paralel yang tegak lurus terhadap arah yang dijepit. Hingga tahap ini maka pada layar akan tampak seperti gambar di bawah. Gambar A6. Geometri Lereng Yang Telah Diberikan Kondisi Batas Standar c. Parameter Tanah Langkah berikutnya adalah mendefinisikan properti dari material yang akan digunakan dengan menekan tombol, dan muncul jendela Kumpulan data material. Untuk memodelkan tanah pilih Tanah & Antarmuka untuk jenis kumpulan data. Klik tombol Baru... untuk membuat properti tanah. Pada jendela baru yang muncul (Gambar A.7), isi Silty Sand untuk kotak

11 A-11 identifikasi, pilih Mohr-Coulomb untuk model material, dan Drained pada kotak jenis material. Isi masing-masing parameter untuk tanah sesuai dengan data sebagai berikut: Tabel A.1 Data Parameter Tanah Untuk Masukan Program PLAXIS Parameter Nama Silty Sand Satuan Model material Model Mohr-Coulumb - Jenis perilaku material Jenis Drained - Berat isi tanah di atas garis freatik γ unsat 18 kn/m 3 Berat isi tanah di bawah garis freatik γ sat 0 kn/m 3 Permeabilitas arah horisontal k x 0 m/hari Permeabilitas arah vertikal k y 0 m/hari Modulus Young (lihat tabel 3.4) E ref kn/m 3 Angka Poisson v 0,35 - Kohesi c ref 10 kn/m Sudut geser φ 30 Sudut dilatansi ψ 0 Dalam memodelkan soil nailing pada program ini, parameter antar muka (R interface ) harus diisi secara manual. Parameter ini diperlukan untuk mengkonversikan luas bidang kontak soil nailing yang dipasang dalam jarak tertentu (tegak lurus bidang), sehingga seolah-olah menjadi suatu elemen pelat yang menerus. Cara menghitung parameter ini adalah: A nail πdl/ 3,14.0,05 R interface = = = = 0, 0196 A S L/ plate H A nail = luas selimut nail bar = πdl A plate = luas permukaan pelat yang bersinggungan dengan tanah = S H L

12 A-1 Gambar A.7 Jendela Data Tanah dan Antarmuka Setelah parameter antar muka ditentukan, agar parameter tersebut bekerja, harus diaplikasikan ke model geometri yang ada, dengan mengklik tombol interface dan klik ujung-ujung noda pelat dalam arah bolak-balik, sehingga pada elemen pelat akan menjadi seperti gambar di bawah ini. Gambar A.8 Mengaplikasikan Interface Dalam Pemodelan

13 A-13 Setelah mendefinisikan parameter tanah, klik salah satu jenis tanah pada jendela Kumpulan data material, kemudian diseret (drag) ke klaster yang akan ditunjuk sebagai jenis tanah tersebut, sehingga pada geometri akan berwarna seperti pada gambar dibawah ini. Gambar A.9 Mendefinisikan Klaster Sesuai Dengan Jenis Tanahnya Langkah berikutnya adalah mendefinisikan soil nailing dengan elemen pelat. Untuk mendefinisikan elemen pelat, pada jendela Kumpulan data material pilih plate. Pada jendela tersebut berikan nama material, kemudian pilih material elastis. Parameter kekakuan material (EA dan EI) harus dikonversi juga, dengan cara membagi kekakuan material nail bar terhadap jarak antar nail bar (tegak lurus bidang), sehingga kekakuan nail bar terbagi secara merata sepanjang jaraknya. Berikut perhitungan untuk kekakuan material untuk dimasukkan ke PLAXIS: 8 EA nail E. π.d ,14. 0,05 EA = = = = S 4S 4. H H kn/m EI nail E. π. d.10. 3,14. 0,05 EI = = = = 1, 917 knm /m S 64S 64. H H

14 A-14 w = 0,84 (didapatkan dari Tabel.1) υ = 0,3 Gambar A.10 Mendefinisikan Material Pelat Untuk Soil Nailing Elemen berikutnya yang perlu didefinisikan adalah temporary facing dengan material shotcrete. Dalam PLAXIS, elemen ini dimodelkan dengan pelat, dengan parameter sebagai berikut: Shotcrete terbuat dari adukan beton K-50 (f c = 0,75 MPa) t = tebal shotcrete = 0,1 m E = modulus elastisitas beton = 4700 f ' c =, kn/m A = t 1 unit panjang (tegak lurus bidang) = 0,10 m/m I = t 3 1unit panjang (tegak lurus bidang) 1 = 8, m 3 w = γ c t 1 unit panjang (tegak lurus bidang) = 4.0,1.1 =,4 kn/m/m EA =, kn/m EI = 1784 knm /m

15 A-15 Gambar A.11 Mendefinisikan Material Pelat Untuk Shotcrete d. Generate Mesh Setelah selesai memodelkan geometri, serta mendefinisikan properti tanah, dan pelat, maka langkah berikutnya adalah menyusun jaring elemen dengan menekan tombol. Pada langkah ini akan muncul jendela baru yang menunjukkan jaring elemen yang telah disusun, kemudian klik update (Gambar A.1). Gambar A.1 Penyusunan Jaring Elemen

16 A-16 e. Kondisi Awal Sebelum masuk ke tahapan perhitungan, kondisi awal harus ditentukan dan dihitung terlebih dahulu. Secara umum, kondisi awal teridir dari kondisi awal untuk tekanan air, konfigurasi geometri awal, dan kondisi tegangan efektif awal. Dalam penelitian ini telah dibatasi bahwa muka air tanah terletak jauh di bawah elevasi galian, maka elevasi muka air tanah tidak perlu dimasukkan, dan langsung menghitung tegangan awal efektif, yang dapat dilakukan dengan Prosedur-K o. Untuk memulai perhitungan tegangan efektif awal, lakukan konfigurasi geometri awal dengan menekan tombol sebelah kanan dari, kemudian mulai hitung tegangan efektif awal dengan menekan tombol, sehingga akan muncul jendela seperti di bawah dan kemudian di-update. Gambar A.13 Perhitungan Tegangan Efektif Awal

17 A-17 f. Tahapan Perhitungan Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam tahapan perhitungan adalah: Mendefinisikan Tahap-Tahap Perhitungan Yang Diinginkan Dalam jendela Calculation, tentukan tahap-tahap konstruksi, dan perhitungan yang diinginkan. Dalam kasus ini, pemasangan nail bar dilakukan dalam dua tahap (Nail Top dan Nail Bottom), dan kemudian menganalisa faktor keamanan (FoS). Pada tahap Nail Top dan Nail Bottom, pilih Plastic untuk jenis perhitungannya, sedangkan untuk perhitungan faktor keamanan (FoS) pilih jenis perhitungan Phi/c reduction. Gambar A.14 Mendefinisikan Langkah-Langkah Perhitungan Mengaktifkan Elemen Pelat Tahap berikutnya adalah pemasangan elemen pelat. Elemen tersebut dapat diaktifkan dengan memilih Staged construction pada

18 A-18 jendela Parameters (Gambar A.15), kemudian tekan tombol Define sehingga akan muncul jendela baru (Gambar A.16). Aktifkan elemen pelat dengan cara mengklik pada elemen tersebut. Gambar A.15 Tahap Pemasangan Elemen Pelat (a) Nail Top (b) Nail Bottom Gambar A.16 Mengaktifkan Elemen Pelat

19 A-19 Pilih titik untuk kurva Agar dapat menampilkan kurva hasil perhitungan, perlu ditentukan terlebih dahulu titik-titik yang akan ditinjau, dengan menekan tombol, dan akan muncul jendela baru (Gambar A.17) kemudian klik titik-titik yang akan ditinjau. (a) Menentukan Titik Tinjauan Deformasi (b) Menentukan Titik Tinjauan Tegangan Gambar A.17 Menentukan Titik Tinjauan Untuk Keluaran Perhitungan Faktor Keamanan Setelah selesai mendefinisikan semua tahap perhitungan, tekan tombol Calculate untuk memulai perhitungan. Gambar di bawah merupakan tampilan proses perhitungan nilai faktor keamanan (Msf). Gambar A.18 Proses Perhitungan Faktor Keamanan (Msf)

20 A-0 g. Keluaran Berikut adalah salah satu contoh keluaran program PLAXIS yang menunjukkan pola kelongsoran lereng. Gambar ini dapat ditampilkan dengan menekan tombol Deformation>Total strains pada toolbar kemudian pilih Shear shading untuk tampilannya. Gambar A.19 Pola Kelongsoran Lereng Gambar di bawah adalah informasi perhitungan yang telah dilakukan program PLAXIS, nilai faktor keamanan dapat dilihat pada baris ΣMsf. Gambar A.0 Informasi Perhitungan Program PLAXIS

21 A-1. Pemodelan Soil Nailing Dengan Node to Node Anchor Dalam pemodelan soil nailing menggunakan elemen node to node anchor, lakukan langkah-langkah yang sama ketika menggunakan elemen pelat. Hanya saja elemen pelat digantikan dengan elemen node to node anchor, dan tidak perlu diberikan parameter antar muka (Gambar A.1a). Pada saat mendefinisikan material gunakan tipe anchor (Gambar A.1b), dan parameter yang dibutuhkan adalah parameter kekakuan tarik (EA) dan spasi (L spacing). Parameter EA dalam pemodelan ini tidak perlu dikoreksi, karena jarak antar nail bar sudah ditentukan dengan parameter spasi (L spacing ). Selanjutnya setelah mendefinisikan material, gunakan langkah-langkah yang sama pada saat pemodelan dengan pelat untuk memperoleh nilai faktor keamanan. (a) Pemodelan Geometri (b) Mendefinisikan Parameter Anchor Gambar A.1 Pemodelan Soil Nailing Dengan Node to Node Anchor Analisa faktor keamanan untuk contoh kasus lereng seperti pada subab perhitungan manual, jika dimodelkan dengan node to node anchor pada PLAXIS akan memberikan nilai faktor keamanan sebesar 1,68.

22 A- 3. Perhitungan Program SLOPE/W Langkah-langkah pemodelan soil nailing dalam program SLOPE/W untuk memperoleh nilai faktor keamanan dengan contoh kasus lereng seperti dalam subab perhitungan manual, adalah sebagai berikut: Memodelkan Geometri Lereng Dalam memodelkan geometri, perlu ditentukan terlebih dahulu koordinat titik-titik yang kemudian akan dihubungkan sebagai geometri. Koordinat titik-titik tersebut dapat ditentukan dengan menekan tombol KeyIn>Points pada toolbar. Pada jendela KeyIn Points, masukkan nomor titik dan koordinatnya (koordinat X dan Y), seperti pada gambar di bawah ini. Gambar A. Menentukan Koordinat Titik Kemudian untuk membentuk bidang geometri, titik-titik tersebut harus dihubungkan, dengan cara menekan tombol KeyIn>Regions pada toolbar, sehingga muncul jendela seperti pada Gambar A.3a, dan masukkan titik-titik yang akan dihubungkan sebagai bidang geometri.

23 A-3 (a) Menentukan Titik-Titik Bidang Geometri (b) Bidang Geometri Gambar A.3 Memodelkan Geometri Lereng Setelah geometri lereng dimodelkan, parameter-parameter tanah untuk lereng perlu didefinisikan, dengan menekan tombol KeyIn>Material Properties pada toolbar, sehingga muncul jendala seperti gambar di bawah ini. Pada jendela tersebut masukkan nilai parameter tanah berikut: γ = Unit Weight = 18 kn/m 3 φ = Phi = 30º c = Cohesion = 10 kn/m Gambar A.4 Mendefinisikan Parameter Tanah

24 A-4 Memodelkan dan Mendefinisikan Material Nail Bars Langkah selanjutnya adalah memodelkan dan mendefinisikan material nail bars, yaitu dengan menekan tombol KeyIn>Reinforcement Loads. Pada jendela yang muncul, pilih tipe nail, kemudian tentukan titik-titik yang akan dihubungkan menjadi elemen nail bars, dan masukkan parameter nail bars yang digunakan, yaitu: Bond Diameter = D = 0,05 m Bond Skin Friction = f max = 10kN/m Bar Capacity = R n = 11kN ShearCapacity = R c = 105,5kN Nail Spacing = S H = m Gambar A.5 Mendefinisikan Material Nail Bars Pilihan Yes pada kotak F of S Dependent menunjukkan bahwa dalam perhitungan faktor keamanan, gaya dari perkuatan nail bars akan dibagi dengan faktor keamanan global, seperti dalam perhitungan manual. Sebaliknya jika pilih No, maka gaya dari perkuatan nail bars yang dimasukkan akan digunakan secara langsung dalam perhitungan.

25 A-5 Pada kotak Apply Shear, penerapan gaya geser dapat ditentukan. Pilihan yang tersedia adalah Perp. to Reinf., yang berarti gaya geser bekerja tegak lurus terhadap nail bars, dan Parallel to Slip, yang berarti gaya geser bekerja sejajar dengan bidang longsor. Setelah didefinisikan, maka pada geometri akan terbentuk elemen untuk nail bars, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini. Gambar A.6 Model Soil Nailing Dalam Program SLOPE/W Menentukan Titik Pusat, dan Jari-jari Kelongsoran Dalam program SLOPE/W, titik pusat dan jari-jari kelongsoran ditentukan dalam bentuk jaring, sehingga dalam perhitungan faktor keamanan, program akan menghitung dengan kombinasi titik pusat dan jari-jari kelongsoran yang terbatas dalam jaring yang telah ditentukan. Untuk menggambarkan jaring titik pusat kelongsoran menggunakan tombol, sedangkan untuk menggambarkan jaring jarijari kelongsoran menggunakan tombol. Berikut tampilan geometri yang telah diberikan jaring titik pusat dan jari-jari kelongsoran.

26 A-6 Gambar A.7 Menentukan Titik Pusat dan Jari-Jari Kelongsoran Verifikasi Pemodelan dan Perhitungan Faktor Keamanan Setelah selesai pemodelan, lakukan pemeriksaan/verifikasi terhadap model yang telah dibuat, dengan menekan tombol. Gambar A.7 adalah tampilan verifikasi yang menunjukkan tidak ada masalah dengan pemodelan dan data yang dimasukkan. Gambar A.8 Verifikasi Pemodelan Dan Masukkan Data Langkah selanjutnya yaitu perhitungan faktor keamanan, yang dilakukan dengan menekan tombol. Hasil perhitungan akan

27 A-7 menampilkan nilai faktor keamanan yang minimum, dari beberapa metode analisa. Berikut contoh hasi perhitungan program SLOPE/W dengan beberapa metode. Gambar A.9 Nilai Faktor keamanan Minimum Keluaran Untuk menampilkan keluaran dari program SLOPE/W, tekan tombol. Salah satu keluaran dari program SLOPE/W adalah bidang longsor yang disertai dengan nilai faktor keamanannya, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini. Gambar A.30 Bidang Longsor Lereng Beserta Nilai Faktor Keamanannya

28 OUTPUT UNTUK LERENG DENGAN KEMIRINGAN 60º (PEMODELAN SOIL NAILING DENGAN PLATE) Gambar Deformasi (Output Tahap Kalkulasi Nail Bottom) Gambar Kurva Faktor Keamanan (Output Tahap Kalkulasi FoS) Gambar Pola Kelongsoran Lereng (Output Tahap Kalkulasi FoS)

29 OUTPUT UNTUK LERENG DENGAN KEMIRINGAN 65º (PEMODELAN SOIL NAILING DENGAN PLATE) Gambar Deformasi (Output Tahap Kalkulasi Nail Bottom) Gambar Kurva Faktor Keamanan (Output Tahap Kalkulasi FoS) Gambar Pola Kelongsoran Lereng (Output Tahap Kalkulasi FoS)

30 OUTPUT UNTUK LERENG DENGAN KEMIRINGAN 70º (PEMODELAN SOIL NAILING DENGAN PLATE) Gambar Deformasi (Output Tahap Kalkulasi Nail Bottom) Gambar Kurva Faktor Keamanan (Output Tahap Kalkulasi FoS) Gambar Pola Kelongsoran Lereng (Output Tahap Kalkulasi FoS)

31 OUTPUT UNTUK LERENG DENGAN KEMIRINGAN 75º (PEMODELAN SOIL NAILING DENGAN PLATE) Gambar Deformasi (Output Tahap Kalkulasi Nail Bottom) Gambar Kurva Faktor Keamanan (Output Tahap Kalkulasi FoS) Gambar Pola Kelongsoran Lereng (Output Tahap Kalkulasi FoS)

32 OUTPUT UNTUK LERENG DENGAN KEMIRINGAN 80º (PEMODELAN SOIL NAILING DENGAN PLATE) Gambar Deformasi (Output Tahap Kalkulasi Nail Bottom) Gambar Kurva Faktor Keamanan (Output Tahap Kalkulasi FoS) Gambar Pola Kelongsoran Lereng (Output Tahap Kalkulasi FoS)

33 OUTPUT UNTUK LERENG DENGAN KEMIRINGAN 85º (PEMODELAN SOIL NAILING DENGAN PLATE) Gambar Deformasi (Output Tahap Kalkulasi Nail Bottom) Gambar Kurva Faktor Keamanan (Output Tahap Kalkulasi FoS) Gambar Pola Kelongsoran Lereng (Output Tahap Kalkulasi FoS)

34 OUTPUT UNTUK LERENG DENGAN KEMIRINGAN 60º (PEMODELAN SOIL NAILING DENGAN NODE TO NODE ANCHOR) Gambar Deformasi (Output Tahap Kalkulasi Nail Bottom) Gambar Kurva Faktor Keamanan (Output Tahap Kalkulasi FoS) Gambar Pola Kelongsoran Lereng (Output Tahap Kalkulasi FoS)

35 OUTPUT UNTUK LERENG DENGAN KEMIRINGAN 65º (PEMODELAN SOIL NAILING DENGAN NODE TO NODE ANCHOR) Gambar Deformasi (Output Tahap Kalkulasi Nail Bottom) Gambar Kurva Faktor Keamanan (Output Tahap Kalkulasi FoS) Gambar Pola Kelongsoran Lereng (Output Tahap Kalkulasi FoS)

36 OUTPUT UNTUK LERENG DENGAN KEMIRINGAN 70º (PEMODELAN SOIL NAILING DENGAN NODE TO NODE ANCHOR) Gambar Deformasi (Output Tahap Kalkulasi Nail Bottom) Gambar Kurva Faktor Keamanan (Output Tahap Kalkulasi FoS) Gambar Pola Kelongsoran Lereng (Output Tahap Kalkulasi FoS)

37 OUTPUT UNTUK LERENG DENGAN KEMIRINGAN 75º (PEMODELAN SOIL NAILING DENGAN NODE TO NODE ANCHOR) Gambar Deformasi (Output Tahap Kalkulasi Nail Bottom) Gambar Kurva Faktor Keamanan (Output Tahap Kalkulasi FoS) Gambar Pola Kelongsoran Lereng (Output Tahap Kalkulasi FoS)

38 OUTPUT UNTUK LERENG DENGAN KEMIRINGAN 80º (PEMODELAN SOIL NAILING DENGAN NODE TO NODE ANCHOR) Gambar Deformasi (Output Tahap Kalkulasi Nail Bottom) Gambar Kurva Faktor Keamanan (Output Tahap Kalkulasi FoS) Gambar Pola Kelongsoran Lereng (Output Tahap Kalkulasi FoS)

39 OUTPUT UNTUK LERENG DENGAN KEMIRINGAN 85º (PEMODELAN SOIL NAILING DENGAN NODE TO NODE ANCHOR) Gambar Deformasi (Output Tahap Kalkulasi Nail Bottom) Gambar Kurva Faktor Keamanan (Output Tahap Kalkulasi FoS) Gambar Pola Kelongsoran Lereng (Output Tahap Kalkulasi FoS)

40 OUTPUT PROGRAM SLOPE/W UNTUK LERENG DENGAN KEMIRINGAN 60º OUTPUT PROGRAM SLOPE/W UNTUK LERENG DENGAN KEMIRINGAN 65º

41 OUTPUT PROGRAM SLOPE/W UNTUK LERENG DENGAN KEMIRINGAN 70º OUTPUT PROGRAM SLOPE/W UNTUK LERENG DENGAN KEMIRINGAN 75º

42 OUTPUT PROGRAM SLOPE/W UNTUK LERENG DENGAN KEMIRINGAN 80º OUTPUT PROGRAM SLOPE/W UNTUK LERENG DENGAN KEMIRINGAN 85º

LAMPIRAN 1 LANGKAH PEMODELAN ANALISA STABILITAS TIMBUNAN PADA PROGRAM PLAXIS 8.6

LAMPIRAN 1 LANGKAH PEMODELAN ANALISA STABILITAS TIMBUNAN PADA PROGRAM PLAXIS 8.6 LAMPIRAN 1 LANGKAH PEMODELAN ANALISA STABILITAS TIMBUNAN PADA PROGRAM PLAXIS 8.6 LANGKAH PEMODELAN ANALISA STABILITAS TIMBUNAN PADA PROGRAM PLAXIS 8.6 Berikut ini merupakan langkah-langkah pemodelan analisa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ataupun galian, salah satunya adalah soil nailing. Dalam soil nailing, perkuatan

BAB 1 PENDAHULUAN. ataupun galian, salah satunya adalah soil nailing. Dalam soil nailing, perkuatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai metode telah dikembangkan untuk perkuatan lereng timbunan ataupun galian, salah satunya adalah soil nailing. Dalam soil nailing, perkuatan lereng dilakukan

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Langkah Program PLAXIS V.8.2

LAMPIRAN 1. Langkah Program PLAXIS V.8.2 L1-1 LAMPIRAN 1 Langkah Program PLAXIS V.8.2 Analisa Beban Gempa Pada Dinding Basement Dengan Metode Pseudo-statik dan Dinamik L1-2 LANGKAH PEMODELAN ANALISA BEBAN GEMPA PADA DINDING BASEMENT DENGAN PROGRAM

Lebih terperinci

BAB IV PERENCANAAN LERENG GALIAN

BAB IV PERENCANAAN LERENG GALIAN BAB IV PERENCANAAN LERENG GALIAN 4.1 Pendahuluan Pada perencanaan lereng galian (cut slope) ini akan membahas perhitungan stabilitas lereng yang meliputi perhitungan manual di antaranya perhitungan struktur

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Stabilitas Lereng Pada permukaan tanah yang miring, komponen gravitasi cenderung untuk menggerakkan tanah ke bawah. Jika komponen gravitasi sedemikian besar sehingga perlawanan

Lebih terperinci

LANGKAH-LANGKAH PEMODELAN MENGGUNAKAN PLAXIS V8.2. Pada bagian ini dijelaskan tentang cara-cara yang dilakukan untuk memodelkan proyek

LANGKAH-LANGKAH PEMODELAN MENGGUNAKAN PLAXIS V8.2. Pada bagian ini dijelaskan tentang cara-cara yang dilakukan untuk memodelkan proyek LANGKAH-LANGKAH PEMODELAN MENGGUNAKAN PLAXIS V8.2 Pada bagian ini dijelaskan tentang cara-cara yang dilakukan untuk memodelkan proyek 5 ke dalam bentuk model analisa yang bisa dihitung oleh Plaxis. Adapun

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR ANALISIS

BAB III PROSEDUR ANALISIS BAB III PROSEDUR ANALISIS Dalam melakukan perencanaan desain, secara umum perhitungan dapat dibagi menjadi 2 yaitu: perencanaan secara manual dan perencanaan dengan bantuan program. Dalam perhitungan secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Umum Penentuan lapisan tanah di lokasi penelitian menggunakan data uji bor tangan dan data pengujian CPT yang diambil dari pengujian yang pernah dilakukan di sekitar

Lebih terperinci

PLAXIS Versi 8. Manual Latihan

PLAXIS Versi 8. Manual Latihan PLAXIS Versi 8 Manual Latihan DAFTAR ISI DAFTAR ISI 1 Pendahuluan... 1-1 2 Memulai program... 2-1 2.1 Instalasi program... 2-1 2.2 Pemodelan secara umum... 2-1 2.3 Prosedur pemasukan data... 2-3 2.3.1

Lebih terperinci

ANALISIS TRANSFER BEBAN PADA SOIL NAILING (STUDI KASUS : KAWASAN CITRA LAND)

ANALISIS TRANSFER BEBAN PADA SOIL NAILING (STUDI KASUS : KAWASAN CITRA LAND) ANALISIS TRANSFER BEBAN PADA SOIL NAILING (STUDI KASUS : KAWASAN CITRA LAND) Yesi Natalia Sjachrul Balamba, Alva N. Sarajar Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado Email : Yessynatalia.yn23@gmail.com

Lebih terperinci

LANGKAH PEMODELAN ANALISA KAPASITAS LATERAL KELOMPOK TIANG PADA PROGRAM PLAXIS 3D FOUNDSTION

LANGKAH PEMODELAN ANALISA KAPASITAS LATERAL KELOMPOK TIANG PADA PROGRAM PLAXIS 3D FOUNDSTION LANGKAH PEMODELAN ANALISA KAPASITAS LATERAL KELOMPOK TIANG PADA PROGRAM PLAXIS 3D FOUNDSTION Berikut ini langkah-langkah pemodelan analisa kapasitas lateral kelompok tiang pada program PLAXIS 3D foundation:

Lebih terperinci

BAB III METODE KAJIAN

BAB III METODE KAJIAN 24 BAB III METODE KAJIAN 3.1 Persiapan Memasuki tahap persiapan ini disusun hal-hal penting yang harus dilakukan dalam rangka penulisan tugas akhir ini. Adapun tahap persiapan ini meliputi hal-hal sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Lokasi pengambilan sampel tanah berasal dari proyek jembatan pengarengan jalan tol Cinere Jagorawi Sesi II, Depok, Jawa Barat. Untuk pengujian pemodelan matras dan

Lebih terperinci

BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. TINJAUAN UMUM TAHAPAN PENELITIAN BERBASIS STUDI NUMERIK... 73

BAB IV. METODE PENELITIAN 4.1. TINJAUAN UMUM TAHAPAN PENELITIAN BERBASIS STUDI NUMERIK... 73 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN...

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: digilib.uns.ac.id BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Analisis Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Data Material Tanah Data material tanah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENGUMPULAN DATA Berdasarkan hasil studi literatur yang telah dilakukan, pada penelitian ini parameter tanah dasar, tanah timbunan, dan geotekstil yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. memiliki tampilan input seperti pada gambar 4.1 berikut.

BAB 4 PEMBAHASAN. memiliki tampilan input seperti pada gambar 4.1 berikut. BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Program Dalam membantu perhitungan maka akan dibuat suatu program bantu dengan menggunakan bahasa pemrograman Visual Basic. Adapun program tersebut memiliki tampilan input

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS BAB IV HASIL DAN ANALISIS 4.1 GAMBARAN UMUM Pengumpulan data penyelidikan tanah (soil investigation) dalam perencanaan dinding penahan tanah (DPT) secant pile pada basement adalah sangat penting, data

Lebih terperinci

BAB IV KRITERIA DESAIN

BAB IV KRITERIA DESAIN BAB IV KRITERIA DESAIN 4.1 PARAMETER DESAIN Merupakan langkah yang harus dikerjakan setelah penentuan type penanggulangan adalah pembuatan desain. Desain penanggulangan mencangkup perencanaan, analisa

Lebih terperinci

PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G)

PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G) PENGARUH METODE KONSTRUKSI PONDASI SUMURAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG VERTIKAL (148G) Marti Istiyaningsih 1, Endah Kanti Pangestuti 2 dan Hanggoro Tri Cahyo A. 2 1 Alumni Jurusan Teknik Sipil, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi literatur. Pemodelan numerik Plaxis 2D. Input data 1. Geometri model 2. Parameter material

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Studi literatur. Pemodelan numerik Plaxis 2D. Input data 1. Geometri model 2. Parameter material BAB III METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis dengan program PLAXIS untuk mengetahu deformasi yang terjadi pada struktur jalan rel. Tahap

Lebih terperinci

BAB IV METODE PERHITUNGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE

BAB IV METODE PERHITUNGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE BAB IV METODE PERHITUNGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE 4.1 Umum Analisis mengenai kebutuhan panjang dan stabilitas sheet pile pada studi ini akan dilakukan dengan menggunakan program komputer. Adapun program komputer

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Sekayan Kalimantan Timur bagian utara merupakan daerah yang memiliki tanah dasar lunak lempung kelanauan. Ketebalan tanah lunaknya dapat mencapai 15

Lebih terperinci

BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM

BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM Penimbunan pada tanah dengan metode drainase vertikal dilakukan secara bertahap dari ketinggian tertentu hingga mencapai elevasi yang diinginkan. Analisis penurunan atau deformasi

Lebih terperinci

1. Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Makassar Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Makassar 90245

1. Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Makassar Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Makassar 90245 STUDI EFEKTIFITAS TIANG PANCANG KELOMPOK MIRING PADA PERKUATAN TANAH LUNAK Tri Harianto, Ardy Arsyad, Dewi Yulianti 2 ABSTRAK : Studi ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas tiang pancang kelompok miring

Lebih terperinci

Adapun langkah-langkah metodologi dalam menyelesaikan tugas akhir ini dapat dilihat pada flow chart sebagai berikut. Mulai.

Adapun langkah-langkah metodologi dalam menyelesaikan tugas akhir ini dapat dilihat pada flow chart sebagai berikut. Mulai. Bab 3 3 METODOLOGI Adapun langkah-langkah metodologi dalam menyelesaikan tugas akhir ini dapat dilihat pada flow chart sebagai berikut. Mulai Pemilihan tema Pengumpulan data Studi literatur Menentukan

Lebih terperinci

PERMODELAN TIMBUNAN PADA TANAH LUNAK DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS. Rosmiyati A. Bella *) ABSTRACT

PERMODELAN TIMBUNAN PADA TANAH LUNAK DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS. Rosmiyati A. Bella *) ABSTRACT PERMODELAN TIMBUNAN PADA TANAH LUNAK DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS Rosmiyati A. Bella *) ABSTRACT In civil construction frequently encountered problems in soft soils, such as low bearing capacity and

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL ANALISIS. MRT (twin tunnel) dengan shield pada tanah lempung berlanau konsistensi lunak

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL ANALISIS. MRT (twin tunnel) dengan shield pada tanah lempung berlanau konsistensi lunak BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL ANALISIS Plaxis mempunyai fasilitas khusus untuk pembuatan terowongan dengan penampang lingkaran maupun non lingkaran serta proses simulasi konstruksi terowongan. Dalam bab

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS LERENG PADA JALAN REL SEPANCAR - GILAS STA 217 MENGGUNAKAN METODE IRISAN BISHOP DAN PERANGKAT LUNAK PLAXIS ABSTRAK

ANALISIS STABILITAS LERENG PADA JALAN REL SEPANCAR - GILAS STA 217 MENGGUNAKAN METODE IRISAN BISHOP DAN PERANGKAT LUNAK PLAXIS ABSTRAK ANALISIS STABILITAS LERENG PADA JALAN REL SEPANCAR - GILAS STA 217 MENGGUNAKAN METODE IRISAN BISHOP DAN PERANGKAT LUNAK PLAXIS Andrea Bertrand Steinmets Timisela NRP: 0421019 Pembimbing: Ir. Asriwiyanti

Lebih terperinci

BABV} PEMBAHASAN. Dalam perencanaan dinding "soil nailing" dengan menggunakan program

BABV} PEMBAHASAN. Dalam perencanaan dinding soil nailing dengan menggunakan program BABV} PEMBAHASAN 6.1 Tinjauan Umum Dalam perencanaan dinding "soil nailing" dengan menggunakan program SNAL Ver.2.11, faktor keamanan (SF) dihitung dengan iterasi. Pemasukan data perencanaan dilakukan

Lebih terperinci

4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS

4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS Bab 4 4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS 4.1 PENENTUAN PARAMETER TANAH 4.1.1 Parameter Kekuatan Tanah c dan Langkah awal dari perencanaan pembangunan terowongan adalah dengan melakukan kegiatan penyelidikan tanah.

Lebih terperinci

ANALISA DEFORMASI PONDASI TIANG BOR DENGAN MODEL ELEMEN HINGGA PADA TANAH STIFF CLAY

ANALISA DEFORMASI PONDASI TIANG BOR DENGAN MODEL ELEMEN HINGGA PADA TANAH STIFF CLAY ANALISA DEFORMASI PONDASI TIANG BOR DENGAN MODEL ELEMEN HINGGA PADA TANAH STIFF CLAY Komarudin Program Studi Magister Teknik Sipil UNPAR, Bandung Abstract Analysis of pile bearing capacity is determined

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI...

BAB II DASAR TEORI... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii UCAPAN TERIMA KASIH... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR ISTILAH... xii DAFTAR NOTASI... xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menyebabkan pembangunan berkembang secara cepat. Pembangunan khususnya pada daerah-daerah yang curam

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Maulana Abidin ( )

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Maulana Abidin ( ) TUGAS AKHIR PERENCANAAN SECANT PILE SEBAGAI DINDING PENAHAN TANAH BASEMENT DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS v8.2 (Proyek Apartemen, Jl. Intan Ujung - Jakarta Selatan) Diajukan sebagai syarat untuk meraih

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI a BAB III METODOLOGI 3.1 Umum Pada pelaksanaan Tugas Akhir ini, kami menggunakan software PLAXIS 3D Tunnel 1.2 dan Group 5.0 sebagai alat bantu perhitungan. Kedua hasil perhitungan software ini akan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 15 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian Tugas Akhir ini adalah pemodelan variasi trucuk bambu dengan program PLAXIS versi 7 dan perhitungan manual daya dukung serta penurunan

Lebih terperinci

BAB XI PERENCANAAN PONDASI TIANG PANCANG

BAB XI PERENCANAAN PONDASI TIANG PANCANG GROUP BAB XI PERENCANAAN PONDASI TIANG PANCANG 11. Perencanaan Pondasi Tiang Pancang Perencanaan pondasi tiang pancang meliputi daya dukung tanah, daya dukung pondasi, penentuan jumlah tiang pondasi, pile

Lebih terperinci

STABILITAS DERMAGA AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT (STUDI KASUS: PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PEMANGKAT KALIMANTAN BARAT)

STABILITAS DERMAGA AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT (STUDI KASUS: PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PEMANGKAT KALIMANTAN BARAT) STABILITAS DERMAGA AKIBAT KENAIKAN MUKA AIR LAUT (STUDI KASUS: PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA PEMANGKAT KALIMANTAN BARAT) Grecia Alfa, Olga Pattipawaej Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN

BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN BAB III PEMODELAN DAN HASIL PEMODELAN Data-data yang telah didapatkan melalui studi literatur dan pencarian data di lokasi penambangan emas pongkor adalah : 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukaan

Lebih terperinci

BAB IX PERENCANAAN TUBUH EMBUNG

BAB IX PERENCANAAN TUBUH EMBUNG IX- BAB IX PERENCANAAN TUBUH EMBUNG 9.. Tinjauan Umum Tubuh embung direncanakan untuk dapat menahan gaya-gaya yang menyebabkan tidak stabilnya tubuh embung. Dimensi tubuh embung direncanakan berdasarkan

Lebih terperinci

STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA

STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL OLEH

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK NAVFAC KASUS 1. Universitas Kristen Maranatha

LAMPIRAN 1 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK NAVFAC KASUS 1. Universitas Kristen Maranatha LAMPIRAN 1 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK NAVFAC KASUS 1 93 LAMPIRAN 2 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK EC7 DA1 C1 (UNDRAINED) 94 LAMPIRAN 3 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK

Lebih terperinci

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS

Analisis Perilaku Struktur Pelat Datar ( Flat Plate ) Sebagai Struktur Rangka Tahan Gempa BAB III STUDI KASUS BAB III STUDI KASUS Pada bagian ini dilakukan 2 pemodelan yakni : pemodelan struktur dan juga pemodelan beban lateral sebagai beban gempa yang bekerja. Pada dasarnya struktur yang ditinjau adalah struktur

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun oleh : TITIK ERNAWATI

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun oleh : TITIK ERNAWATI TUGAS AKHIR DESAIN TURAP PENAHAN TANAH DENGAN OPTIMASI LETAK DAN DIMENSI PROFIL PADA LOKASI SUNGAI MAHAKAM KALIMANTAN TIMUR MENGGUNAKAN PROGRAM PLAXIS V.8.2 Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS 4.1 Umum Dalam mendesain suatu pondasi bored pile, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Langkah pertama adalah menentukan jenis pondasi yang akan digunakan. Dalam mengambil

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pendahuluan Untuk dapat melakukan proses perhitungan antara korelasi beban vertikal dengan penurunan yang terjadi pada pondasi tiang sehingga akan mendapatkan prameter yang

Lebih terperinci

4 BAB VIII STABILITAS LERENG

4 BAB VIII STABILITAS LERENG 4 BAB VIII STABILITAS LERENG 8.1 Tinjauan Umum Pada perhitungan stabilitas lereng disini lebih ditekankan apakah terjadi longsoran baik di lereng bawah maupun di tanggulnya itu sendiri. Pengecekannya disini

Lebih terperinci

BAB VIII PERENCANAAN PONDASI SUMURAN

BAB VIII PERENCANAAN PONDASI SUMURAN BAB VIII PERENCANAAN PONDASI SUMURAN 8.1 IDENTIFIKASI PROGRAM Program/software ini menggunakan satuan kn-meter dalam melakukan perencanaan pondasi sumuran. Pendekatan yang digunakan dalam menghitung daya

Lebih terperinci

ANALISIS STABILITAS DAN PERKUATAN LERENG PLTM SABILAMBO KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA ABSTRAK

ANALISIS STABILITAS DAN PERKUATAN LERENG PLTM SABILAMBO KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA ABSTRAK ANALISIS STABILITAS DAN PERKUATAN LERENG PLTM SABILAMBO KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA Christy Yanwar Yosapat NRP : 1121037 Pembimbing : Hanny Juliany Dani, S.T., M.T. ABSTRAK Pada akhir tahun 2012,

Lebih terperinci

STUDI EFEKTIFITAS TIANG PANCANG KELOMPOK MIRING PADA PERKUATAN TANAH LUNAK

STUDI EFEKTIFITAS TIANG PANCANG KELOMPOK MIRING PADA PERKUATAN TANAH LUNAK Prosiding Konferensi Nasional Teknik Sipil 9 (KoNTekS 9) Komda VI BMPTTSSI - Makassar, 7-8 Oktober 25 STUDI EFEKTIFITAS TIANG PANCANG KELOMPOK MIRING PADA PERKUATAN TANAH LUNAK Tri Harianto, Ardy Arsyad

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2016 Analisis Stabilitas Lereng Bertingkat dengan Perkuatan Gabion Stability Analysis Double-decker Slope with Gabion Reinforcement SKRIPSI Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

Perhitungan Struktur Bab IV

Perhitungan Struktur Bab IV Permodelan Struktur Bored pile Perhitungan bore pile dibuat dengan bantuan software SAP2000, dimensi yang diinput sesuai dengan rencana dimensi bore pile yaitu diameter 100 cm dan panjang 20 m. Beban yang

Lebih terperinci

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN

JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN JURNAL TUGAS AKHIR PERHITUNGAN STRUKTUR BETON BERTULANG PADA PEMBANGUNAN GEDUNG PERKULIAHAN FAPERTA UNIVERSITAS MULAWARMAN Diajukan oleh : ABDUL MUIS 09.11.1001.7311.046 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Berfikir Sengkang merupakan elemen penting pada kolom untuk menahan beban gempa. Selain menahan gaya geser, sengkang juga berguna untuk menahan tulangan utama dan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian 2.1.1 Material Geosintetik Penggunaan material geosintetik pada proyek perbaikan tanah semakin luas, material geosintetik yang telah teruji kekuatannya

Lebih terperinci

ANALISIS LERENG DENGAN PERKUATAN PONDASI TIANG

ANALISIS LERENG DENGAN PERKUATAN PONDASI TIANG ANALISIS LERENG DENGAN PERKUATAN PONDASI TIANG Nama : Donald HHL NRP : 0321083 Pembimbing : Ibrahim Surya, Ir., M.Eng FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL BANDUNG ABSTRAK Akibat kondisi dan struktur dari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI PERNYATAAN ABSTRAK. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR NOTASI

DAFTAR ISI PERNYATAAN ABSTRAK. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR NOTASI DAFTAR ISI PERNYATAAN ABSTRAK. KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL.. DAFTAR GAMBAR. DAFTAR NOTASI BAB I PENDAHULUAN.. 1.1 Latar Belakang.. 1.2 Perumusan Masalah. 1.3 Tujuan Penelitian.. 1.4 Pembatasan

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN Diajukan Sebagai Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Strata Satu (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Pemodelan 3D Pada Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan Tiang Menggunakan Metode Elemen Hingga

Pemodelan 3D Pada Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan Tiang Menggunakan Metode Elemen Hingga Reka Racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Pemodelan 3D Pada Stabilitas Lereng Dengan Perkuatan Tiang Menggunakan Metode Elemen Hingga PUTRA, GILANG

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR ANALISIS

BAB III PROSEDUR ANALISIS BAB III PROSEDUR ANALISIS 3.1 Objek Penelitian Dalam penyusunan tugas akhir ini yang digunakan sebagai objek penelitian atau objek yang dianalisis adalah subway ruas Bendungan Hilir Dukuh Atas terletak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Umum Abutmen merupakan bangunan yang berfungsi untuk mendukung bangunan atas dan juga sebagai penahan tanah. Adapun fungsi abutmen ini antara lain : Sebagai perletakan

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITIS DAN ELEMEN HINGGA

ANALISIS KAPASITAS DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITIS DAN ELEMEN HINGGA ANALISIS KAPASITAS DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITIS DAN ELEMEN HINGGA Evi Dogma Sari Napitupulu 1 dan Rudi Iskandar 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera

Lebih terperinci

ANALISA KESTABILAN TOWER SUTT PLN DAN PERENCANAAN PERKUATAN TALUD DI SEKITAR TOWER (STUDI KASUS TOWER SUTT T.11 SEGOROMADU LAMONGAN, GRESIK)

ANALISA KESTABILAN TOWER SUTT PLN DAN PERENCANAAN PERKUATAN TALUD DI SEKITAR TOWER (STUDI KASUS TOWER SUTT T.11 SEGOROMADU LAMONGAN, GRESIK) ANALISA KESTABILAN TOWER SUTT PLN DAN PERENCANAAN PERKUATAN TALUD DI SEKITAR TOWER (STUDI KASUS TOWER SUTT T.11 SEGOROMADU LAMONGAN, GRESIK) Oleh: Sekar Ayu Kuncaravita 3112105031 Latar Belakang Terancamnya

Lebih terperinci

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224 PENDAHULUAN Setiap kasus tanah yang tidak rata, terdapat dua permukaan

Lebih terperinci

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER BAB I EALUASI KINERJA DINDING GESER 4.1 Analisis Elemen Dinding Geser Berdasarkan konsep gaya dalam yang dianut dalam SNI Beton 2847-2002, elemen struktur dinding geser tidak dicek terhadap kegagalan gesernya.

Lebih terperinci

TEKANAN TANAH LATERAL

TEKANAN TANAH LATERAL TEKANAN TANAH LATERAL Tekanan lateral tanah adalah tekanan oleh tanah pada bidang horizontal. Contoh aplikasi teori tekanan lateral adalah untuk desain-desain seperti dinding penahan tanah, dinding basement,

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR ANALISIS

BAB III PROSEDUR ANALISIS BAB III PROSEDUR ANALISIS 3.1 Objek Penelitian Pada penyusunan tugas akhir ini pokok bahasan yang akan diteliti adalah pondasi mesin yang dipasang di pabrik tekstil PT. AyoeTex Cimahi Bandung. Pondasi

Lebih terperinci

PENGARUH AKAR TUMBUHAN (VETIVERIA ZIZANIOIDES) TERHADAP PARAMETER GESER TANAH DAN STABILITAS LERENG

PENGARUH AKAR TUMBUHAN (VETIVERIA ZIZANIOIDES) TERHADAP PARAMETER GESER TANAH DAN STABILITAS LERENG Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 PENGARUH AKAR TUMBUHAN (VETIVERIA ZIZANIOIDES) TERHADAP PARAMETER GESER TANAH DAN STABILITAS LERENG Merry Natalia dan Harianto Hardjasaputra

Lebih terperinci

BAB I. Perencanaan Atap

BAB I. Perencanaan Atap BAB I Perencanaan Atap 1. Rencana Gording Data perencanaan atap : Penutup atap Kemiringan Rangka Tipe profil gording : Genteng metal : 40 o : Rangka Batang : Kanal C Mutu baja untuk Profil Siku L : BJ

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Tanah adalah bagian yang terdapat pada kerak bumi yang tersusun atas mineral dan bahan organik. Tanah juga merupakan salah satu penunjang yang membantu semua

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN Merupakan Syarat Untuk Menyelesaikan Pendidikan Tingkat Sarjana Strata 1 (S-1) Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS PONDASI JEMBATAN DENGAN PERMODELAN METODA ELEMEN HINGGA DAN BEDA HINGGA

ANALISIS PONDASI JEMBATAN DENGAN PERMODELAN METODA ELEMEN HINGGA DAN BEDA HINGGA ANALISIS PONDASI JEMBATAN DENGAN PERMODELAN METODA ELEMEN HINGGA DAN BEDA HINGGA TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL OLEH BERLI

Lebih terperinci

BAB IV ALTERNATIF DESAIN DAN ANALISIS PERKUATAN FONDASI

BAB IV ALTERNATIF DESAIN DAN ANALISIS PERKUATAN FONDASI BAB IV ALTERNATIF DESAIN DAN ANALISIS PERKUATAN FONDASI 4.1 ALTERNATIF PERKUATAN FONDASI CAISSON Dari hasil bab sebelumnya, didapatkan kondisi tiang-tiang sekunder dari secant pile yang membentuk fondasi

Lebih terperinci

PENGARUH KEDALAMAN PEMANCANGAN TURAP BAJA PADA BERBAGAI KEPADATAN TANAH NON-KOHESIF TERHADAP FAKTOR KEAMANAN PEMANCANGAN ABSTRAK

PENGARUH KEDALAMAN PEMANCANGAN TURAP BAJA PADA BERBAGAI KEPADATAN TANAH NON-KOHESIF TERHADAP FAKTOR KEAMANAN PEMANCANGAN ABSTRAK PENGARUH KEDALAMAN PEMANCANGAN TURAP BAJA PADA BERBAGAI KEPADATAN TANAH NON-KOHESIF TERHADAP FAKTOR KEAMANAN PEMANCANGAN Victoria Eleny Prijadi NRP: 1321022 Pembimbing: Hanny Juliany Dani, S.T.,M.T. ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Persiapan Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan di lokasi studi yaitu Jalan Raya Sekaran di depan Perumahan Taman Sentosa Gunungpati,

Lebih terperinci

BAB 4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS

BAB 4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS BAB 4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS Dari hasil analisis desain awal pada bab 3, diketahui bahwa desain awal pondasi Jembatan Cable Stayed Menado memerlukan tambahan perkuatan untuk memikul beban yang bekerja.

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. yang berdasarkan pada metode baji (wedge method), dan kalkulasi dari program

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. yang berdasarkan pada metode baji (wedge method), dan kalkulasi dari program BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan dalam penelitian ini dilakukan untuk menguji nilai faktor keamanan dari pemodelan soil nailing dengan elemen pelat (plate) dan elemen node

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... BERITA ACARA... MOTTO DAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR NOTASI... i ii

Lebih terperinci

REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH

REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH O. B. A. Sompie Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Dam dari timbunan tanah (earthfill dam) membutuhkan

Lebih terperinci

TRANSFORMASI SUMBU KOORDINAT

TRANSFORMASI SUMBU KOORDINAT TRANSFORMASI SUMBU KOORDINAT Tujuan Pembelajaran Umum Mahasiswa mampu menyelesaikan analisa struktur dengan cara Analisa Struktur Metode Matriks (ASMM) 3.5 Pendahuluan Transformasi Sumbu Koordinat Tujuan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN 1 1.

DAFTAR ISI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN 1 1. DAFTAR ISI Judul Pengesahan Persetujuan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN Halaman i ii iii iv i vi vii iiii xii

Lebih terperinci

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 SKS : 3 SKS Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa Pertemuan 13, 14 TIU : Mahasiswa dapat mendesain berbagai elemen struktur beton bertulang TIK

Lebih terperinci

Beby Hardianty 1 dan Rudi Iskandar 2

Beby Hardianty 1 dan Rudi Iskandar 2 ANALISIS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN TIANG PANCANG PADA BORE HOLE II DENGAN METODE ANALITIS DAN METODE ELEMEN HINGGA (STUDI KASUS PROYEK SKYVIEW APARTMENT MEDAN) Beby Hardianty 1 dan Rudi Iskandar 2 1 Departemen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis data tanah Data tanah yang digunakan peneliti dalam peneltian ini adalah menggunakan data sekunder yang didapat dari hasil penelitian sebelumnya. Data properties

Lebih terperinci

PENGGUNAAN TEKNIK PENAMBATAN JARUM TANAH ( SOIL NAILING ) UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS LERENG

PENGGUNAAN TEKNIK PENAMBATAN JARUM TANAH ( SOIL NAILING ) UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS LERENG PENGGUNAAN TEKNIK PENAMBATAN JARUM TANAH ( SOIL NAILING ) UNTUK MENINGKATKAN STABILITAS LERENG Ery Suryo Purnomo NRP : 9521058 NIRM : 41077011950319 Pembimbing : Theodore F. Najoan, Ir., M.Eng FAKULTAS

Lebih terperinci

Studi Geser pada Balok Beton Bertulang

Studi Geser pada Balok Beton Bertulang Dosen Pembimbing : 1. Tavio, ST, MT, Ph.D 2. Prof.Ir. Priyo Suprobo, MS, Ph.D 3. Ir. Iman Wimbadi, MS Oleh : Nurdianto Novansyah Anwar 3107100046 Studi Geser pada Balok Beton Bertulang Pendahuluan Tinjauan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan yang berada pada

III. METODE PENELITIAN. yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan yang berada pada III. METODE PENELITIAN A. Pengambilan Sampel Sampel tanah yang dipakai dalam penelitian ini adalah tanah lempung lunak yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan yang berada pada kondisi tidak

Lebih terperinci

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT 2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT Pendahuluan Elemen struktur komposit merupakan struktur yang terdiri dari 2 material atau lebih dengan sifat bahan yang berbeda dan membentuk satu kesatuan sehingga menghasilkan

Lebih terperinci

PERENCANAAN STABILITAS LERENG DENGAN SHEET PILE DAN PERKUATAN GEOGRID MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA. Erin Sebayang 1 dan Rudi Iskandar 2

PERENCANAAN STABILITAS LERENG DENGAN SHEET PILE DAN PERKUATAN GEOGRID MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA. Erin Sebayang 1 dan Rudi Iskandar 2 PERENCANAAN STABILITAS LERENG DENGAN SHEET PILE DAN PERKUATAN GEOGRID MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA Erin Sebayang 1 dan Rudi Iskandar 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl,Perpustakaan

Lebih terperinci

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15

Respect, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TSP 205. Kolom. Pertemuan 14, 15 Mata Kuliah : Mekanika Bahan Kode : TS 05 SKS : 3 SKS Kolom ertemuan 14, 15 TIU : Mahasiswa dapat melakukan analisis suatu elemen kolom dengan berbagai kondisi tumpuan ujung TIK : memahami konsep tekuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii Surat Pernyataan iv Kata Pengantar v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR NOTASI xviii DAFTAR LAMPIRAN xxiii ABSTRAK xxiv ABSTRACT

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii ABSTRAK iv ABSTRACT v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xix DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN xx BAB I PENDAHULUAN 1 1.1

Lebih terperinci

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL 3.1 PENDAHULUAN Proyek jembatan Ir. Soekarno berada di sebelah utara kota Manado. Keterangan mengenai project plan jembatan Soekarno ini dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

DESAIN PONDASI TIANG DENGAN NAVFAC DAN EUROCODE 7 ABSTRAK

DESAIN PONDASI TIANG DENGAN NAVFAC DAN EUROCODE 7 ABSTRAK DESAIN PONDASI TIANG DENGAN NAVFAC DAN EUROCODE 7 Messamina Sofyan 0821026 Pembimbing: Ibrahim Surya, Ir., M. Eng. ABSTRAK Eurocode 7 dalam desain geoteknik telah secara aktif digunakan di negara-negara

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Sipil Semester genap tahun 2007/2008 ANALISA PENGARUH GEMPA TERHADAP KONSTRUKSI LERENG DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL WOVEN. Dita Pravitra A. Kasthalisti (0700733841)

Lebih terperinci

STUDI DIFERENTIAL SETTLEMENT AKIBAT ADANYA PENAMBAHAN SIRTU PADA KELOMPOK TIANG DI BAWAH PONDASI TANGKI

STUDI DIFERENTIAL SETTLEMENT AKIBAT ADANYA PENAMBAHAN SIRTU PADA KELOMPOK TIANG DI BAWAH PONDASI TANGKI STUDI DIFERENTIAL SETTLEMENT AKIBAT ADANYA PENAMBAHAN SIRTU PADA KELOMPOK TIANG DI BAWAH PONDASI TANGKI Oleh: Komarudin Fakultas Teknik Universitas Wiralodra, Jawa Barat ABSTRAK Kondisi tanah berlapis

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS PERHITUNGAN

BAB 3 ANALISIS PERHITUNGAN BAB 3 ANALISIS PERHITUNGAN 3.1 PERHITUNGAN RESERVOIR (ALT.I) Reservoir alternatif ke-i adalah reservoir yang terbuat dari struktur beton bertulang. Pada program SAP2000 reservoir yang dimodelkan sebagai

Lebih terperinci

ANALISIS OPTIMASI JUMLAH JANGKAR PADA KONSTRUKSI TURAP BERJANGKAR MENGGUNAKAN PLAXIS 2D ABSTRAK

ANALISIS OPTIMASI JUMLAH JANGKAR PADA KONSTRUKSI TURAP BERJANGKAR MENGGUNAKAN PLAXIS 2D ABSTRAK ANALISIS OPTIMASI JUMLAH JANGKAR PADA KONSTRUKSI TURAP BERJANGKAR MENGGUNAKAN PLAXIS 2D Vincentius Christian NRP : 1021039 Pembimbing : Ir. Asriwiyanti Desiani, M.T. ABSTRAK Pada zaman sekarang pembangunan

Lebih terperinci