ANALISIS KEBIJAKAN PERKOPIAN NASIONAL TERKAIT USAHA-USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI : SUATU PENDEKATAN SISTEM DINAMIK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KEBIJAKAN PERKOPIAN NASIONAL TERKAIT USAHA-USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI : SUATU PENDEKATAN SISTEM DINAMIK"

Transkripsi

1 ANALISIS KEBIJAKAN PERKOPIAN NASIONAL TERKAIT USAHA-USAHA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI : SUATU PENDEKATAN SISTEM DINAMIK Yorida Agustin Kurniayu dan Budisantoso Wirjodirdjo Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya youree_06@yahoo.com ; santoso@ie.its.ac.id Abstrak Salah satu komoditas dari sektor perkebunan yang berperan sebagai penghasil devisa adalah komoditas kopi. Sebagian besar produksi kopi adalah diekspor dalam bentuk biji kering ke berbagai negara dan sisanya dikonsumsi di dalam negeri dan disimpan sebagai carry over stocks oleh pedagang dan eksportir, sebagai cadangan bila terjadi gagal panen. Sehingga konsekuensi dari besarnya jumlah kopi yang diekspor adalah ketergantungan Indonesia pada situasi dan kondisi pasar kopi dunia. Namun kopi di Indonesia masih memiliki kelemahan, yaitu kualitas dari biji kopi yang masih tergolong rendah. Hal ini dikarenakan sebagian besar produksi kopi adalah hasil dari perkebunan rakyat yang dikelola oleh petani, sehingga penanganannya masih dilakukan secara tradisional. Selain diekspor dalam bentuk biji kering, kopi dapat diekspor dalam bentuk kopi olahan. Besar kesempatan bagi Indonesia untuk mengembangkan industri hilir kopi yang nantinya dapat berfungsi untuk mengantisipasi kejenuhan pasar biji kopi, meningkatkan nilai tambah, mengurangi resiko fluktuasi harga biji kopi dan meningkatkan peran Indonesia dalam perkopian dunia. Namun, diindikasikan bahwa kebijakan - kebijakan pemerintah selama ini belum begitu dirasakan manfaatnya oleh para petani kopi robusta maupun arabica. Maka dalam penyelesaian masalah ini dilakukan dengan permodelan menggunakan pendekatan sistem dinamik. Fungsi dari pendekatan sistem dinamik ini adalah menggambarkan model secara keseluruhan dan melakukan simulasi skenario kebijakan pemerintah dalam upaya peningkatan kesejahteraan petani kopi di Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa skenario yang memberikan dampak paling signifikan terhadap peningkatan profit petani kopi robuasta dan arabica Indonesia adalah dengan memberikan pembiayaan untuk pasca panen yang didapatkan dari 10% pendapatan bea ekspor, serta dengan penetapan bea ekspor biji kopi sebesar 5%. Kata kunci : kualitas biji kopi, sistem dinamis, kesejahteraan petani kopi Abstract One of the plantation commodities that act as the foreign exchange is coffee. Most of the coffee exported to the various country are coffee beans and the rest are domestically consumed and stored as the carry over stocks by the traders and exporters to back up when the crop failure happens. So the consequence of the amount of coffee exported is Indonesia s dependence on the situation and condition of the world coffee market. However, the coffee of Indonesia has the weakness, namely the quality of the coffee bean is low. It is caused by the traditionally coffee production by the farmers. Apart of being exported as the coffee beans, coffee can be exported as the processed coffee. There is a great opportunity for Indonesia to develop the downstream industry of coffee that later can be used to anticipate the saturation of coffee beans market, increase the added value, reduce the risk of the coffee price fluctuation, and enhance the role of Indonesia in the world. Yet, it is indicated that the benefits of government policies have not been so perceived by the farmers of Robusta and Arabica. So, this problem is solved by the modeling using the approach of dynamical system. It functions to describe the model overall and simulate the scenario of the government policy in efforts to improve the welfare of the coffee farmers in Indonesia. Based on the research conducted, it is obtained the result that the scenario that is giving the most significant impact to the profit increasing for the farmers of Robusta and Arabica in Indonesia is by giving the finance for post-harvest that is obtained from 10% of the export duty revenues and determining the export duty revenues of the coffee beans in the amount of 5 % Keywords : the quality of coffee beans, dynamical system, the welfare of the coffee farmers.

2 1. Pendahuluan Sektor perkebunan merupakan sektor yang berperan sebagai penghasil devisa negara, salah satu komoditas perkebunan penghasil devisa adalah komoditas kopi. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan nasional yang memegang peranan cukup penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut dapat berupa pembukaan kesempatan kerja, serta sebagai sumber pendapatan petani. Menurut Ratnandari dan Tjokrowinoto (1991), pengelolaan komoditas kopi telah membuka peluang bagi lima juta petani. Disamping itu juga tercipta lapangan kerja bagi pedagang pengumpul hingga eksportir, buruh perkebunan besar dan buruh industri pengolahan kopi. Devisa dari kopi menunjukkan perkembangan yang cukup berarti bagi Indonesia. Tahun 1960-an pangsa devisa masih peringkat keenam. Pada tahun 1970 hingga an melonjak tajam dan menjadi peringkat kedua sebelum karet dalam sub sektor perkebunan. Pada tahun 1986, kopi menyumbang devisa lebih dari US $ 800 juta (46,7% dari ekspor komoditi pertanian). Sejak tahun 1999, Indonesia termasuk sebagai negara produsen dan pengekspor kopi dunia keempat setelah Brazil, Vietnam dan Columbia. Krisis kopi dunia yang terjadi pada tahun 2000 dikarenakan keberhasilan Vietnam meningkatkan produksi kopinya dan keberhasilan Brazil meminimumkan gangguan frost yang sering melanda negeri ini. Peranan komoditas kopi dalam perekonomian nasional memudar setelah harga kopi jatuh akibat membanjirnya produksi kopi dunia. Harga kopi dunia terus merosot hingga mencapai titik terendah selama 37 tahun terakhir pada awal tahun Kondisi tersebut berdampak langsung pada harga kopi di tingkat petani karena biji kopi Indonesia sangat tergantung pada pasar internasional. Harga kopi di tingkat petani sangat rendah, sehingga berdampak negatif bagi perekonomian nasional terutama di sentrasentra produksi kopi seperti Lampung dan Sumatera Selatan. Pada tahun 2004 perolehan devisa dari komoditas kopi menghasilkan nilai ekspor sebesar US$ 251 juta atau 10,1 % dari nilai ekspor seluruh komoditas pertanian, atau 0,5 % dari ekspor non-migas atau 0,4 % dari nilai total ekspor (AEKI, 2005). Volume ekspor kopi Indonesia berfluktuasi cukup tajam dengan kisaran 249 ribu ton sampai 355 ribu ton selama 10 tahun terakhir. Merupakan suatu kenyataan bahwa sebagian besar produksi kopi Indonesia diusahakan oleh petani dengan luas garapan rata-rata berkisar antara 0,5-1 ha yang berasal dari perkebunan kopi rakyat (95%), dan sisanya produksi kopi perkebunan besar milik negara (3%) dan swasta (2%). Apabila dilihat dari segi luas areal dan produksi, perkebunan kopi terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1997 total areal perkebunan kopi masih 1.105,1 ribu ha, dan pada tahun 2007 sebesar 1.258,4 ribu ha. Sementara produksi total meningkat dari 426,8 ribu ton menjadi 686,8 ribu ton. Luas areal dan produksi kopi dapat dilihat pada tabel 1.2 dan grafik pada gambar 1.1. Produksi kopi Indonesia sebagian besar yaitu sebesar 61% diekspor dan sisanya dikonsumsi di dalam negeri dan disimpan sebagai carry over stocks oleh pedagang dan eksportir, sebagai cadangan bila terjadi gagal panen. Konsekuensi dari besarnya jumlah kopi yang diekspor adalah ketergantungan Indonesia pada situasi dan kondisi pasar kopi dunia. Sementara itu, konsumsi kopi dalam negeri masih tergolong rendah dengan konsumsi per kapita sekitar 0,5-0,6 kg per tahun (Yahmadi, 2005). Indonesia tercatat sebagai negara pengekspor terbesar jenis kopi robusta di dunia. Ekspor kopi Indonesia hampir seluruhnya dalam bentuk biji kering dan hanya sebagian kecil (kurang dari 0,5%) dalam bentuk hasil olahan. Tujuan utama ekspor kopi Indonesia adalah Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Italia, Singapura, Algeria dan Inggris. Dalam pasar ekspor, masalah yang dihadapi Indonesia bukan hanya kebijakan perdagangan, tetapi juga mutu, khususnya kopi robusta yang sering dijustifikasi sebagai kopi bermutu rendah. Rendahnya mutu produksi kopi robusta terutama disebabkan oleh pengelolaan kebun, panen dan penanganan pasca panen yang kurang memadai karena hampir seluruhnya kopi robusta diproduksi oleh perkebunan rakyat. Disamping itu, pasar kopi masih menyerap seluruh produk kopi dan belum memberikan insentif harga yang memadai untuk kopi bermutu baik. Sejalan dengan perluasan areal yang ada, produksi kopi Indonesia juga meningkat dengan laju peningkatan yang lebih tajam dari perluasan areal. Produksi kopi Indonesia meningkat lebih dari 3 kali lipat selama 25 tahun terakhir yaitu dari 170 ribu ton tahun

3 1975 menjadi 516 ribu ton tahun 2000.Peningkatan produksi di perkebunan rakyat lebih pesat dibandingkan dengan peningkatan produksi perkebunan besar karena selain perluasan areal yang lebih pesat juga karena terjadi peningkatan produktivitas yang cukup besar di perkebunan rakyat. Pada tahun 1999, produktivitas perkebunan rakyat ratarata sebesar 626,7kg/ha, atau meningkat lebih dari 100 kg/ha dibanding produktivitas tahun Sementara produktivitas perkebunan besar negara dan perkebunan besar swasta relatif tetap (Direktorat Jenderal Perkebunan 1989 dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2001). Budidaya kopi ini sebenarnya sudah dilakukan oleh petani sejak jaman penjajahan, tetapi pengelolaannya masih tetap tradisional hingga saat ini. Kesalahan yang paling fatal dan umum dilakukan petani adalah pada fase pemetikan dan penanganan pasca panen, sehingga menghasilkan kopi mutu rendah. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu biji kopi antara lain melalui kebijakan peningkatan mutu kopi. Namun kebijakan ini dirasakan masih belum efektif karena sebagian besar panen kopi adalah hasil dari perkebunan rakyat, sehingga perolehan petani pun masih rendah dengan adanya kualitas kopi yang masih rendah, yaitu diantara level 5 dan 4. Rendahnya kualitas tersebut juga menjadi pemicu rendahnya perolehan petani karena biji kopi yang berasal dari petani hanya mendapatkan setengah harga dari kopi yang berkualitas baik. Kualitas dari biji kopi petani yang tidak kunjung membaik disebabkan oleh kurangnya biaya untuk membeli alat yang digunakan untuk pengeringan biji kopi. Sehingga para petani melakukannya dengan cara manual, yaitu menjemur biji-biji kopi hasil panen mereka di depan pekarangan rumah, sehingga biji kopi tersebut terkena debu, ranting, pecah, dan kotor yang menyebabkan kualitas dari biji kopi dinilai masih rendah. Dengan adanya permasalahan mutu biji kopi, hendaknya pemerintah lebih memperhatikan kebutuhan petani yaitu dapat memberikan insentif kepada petani agar kualitas biji kopi tersebut lebih baik khusunya pada saat pengolahan pasca panen. Kondisi tersebut juga menjadikan peluang bagi pengembangan industri hilir kopi di Indonesia untuk mengantisipasi kejenuhan pasar biji kopi, meningkatkan nilai tambah, mengurangi resiko fluktuasi harga biji kopi, memperkuat struktur ekspor dan meningkatkan peran Indonesia dalam perkopian dunia. Saat ini pasar ekspor kopi olahan makin terbuka, terutama ke negara-negara yang sedang berkembang seperti Malaysia, Jepang, Taiwan dan Saudi Arabica. Namun terdapat beberapa kendala yang dihadapi bidang pengolahan dan pemasaran produk kopi diantaranya adalah kebijakan pemerintah saat ini yang menetapkan bea ekspor untuk biji kopi sebesar 0% dan bea ekspor untuk kopi olahan adalah sebesar 10%. Dengan adanya bea ekspor kopi lebih tinggi maka pemerintah cenderung mengekspor kopi dalam bentuk biji kopi. Selain itu rendahnya daya saing produk kopi, baik kopi biji maupun kopi olahan yang disebabkan oleh rendahnya mutu dan tampilan produk juga menjadi penyebab masih minimnya ekspor yang dilakukan dalam bentuk kopi olahan. Dari pemaparan mengenai kondisi pangsa pasar di Indonesia, maka menjadi hal yang penting dan perlu untuk dikaji lebih lanjut mengenai kebijakan pemerintah dalam usaha meningkatkan perolehan bagi petani kopi serta menjamin keberlanjutan sektor perkopian nasional di pasar internasional dalam jangka panjang. Permasalahan ini menjadi masalah yang bersifat sistem dan menarik untuk diteliti lebih lanjut, maka metodologi pendekatan sistem dinamik dipilih sebagai alat bantu bagi pembuat kebijakan perkopian nasional. Berdasarkan uraian pada pendahuluan, diindikasikan bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai peningkatan kualitas kopi serta penetapan bea ekspor pada biji kopi dan kopi olahan selama ini belum begitu dirasakan manfaatnya oleh pelaku perkopian nasional terutama petani kopi. Perlu adanya suatu kajian yang menyangkut seberapa efektif kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah saat ini terkait dengan dinamika perkopian dunia dan kebijakan-kebijakan apa yang seharusnya dilakukan dalam usaha meningkatkan perolehan petani kopi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melakukan evaluasi terhadap kebijakan pemerintah mengenai peningkatan mutu kopi serta penetapan bea ekspor pada biji kopi dan kopi olahan selama ini atas perkopian nasional; membuat skenario kedepan perihal kebijakan perkopian nasional yang bertujuan untuk meningkatkan perolehan devisa melalui peningkatan nilai tambah dari biji kopi

4 menjadi kopi olahan; mencari skenario yang efektif dalam usaha meningkatkan perolehan petani kopi. 2. Metodologi Penelitian Pada bab berikut akan dibahas mengenai metodologi penelitian. Metodologi Penelitian ini berguna sebagai acuan sehingga penelitian dapat berjalan secara sistematis, sesuai dengan tujuan dan waktu penelitian. Pada tahap identifikasi dilakukan identifikasi mengenai kondisi existing atau gambaran umum dari sistem yang akan diamati. Dengan berdasar pada identifikasi awal tersebut, akan dapat dipahami dengan baik bentuk permasalahan yang akan diteliti. Tahap identifikasi masalah meliputi identifikasi dan perumusan masalah, penetapan tujuan dan manfaat penelitian, studi pustaka dan pengumpulan data awal. Dari identifikasi awal terhadap sistem perkopian nasional, telah dirumuskan permasalahan yang akan diselesaikan dalam penelitian ini yaitu diindikasikan bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah mengenai peningkatan kualitas kopi serta penetapan bea ekspor pada biji kopi dan kopi olahan selama ini belum begitu dirasakan manfaatnya oleh pelaku perkopian nasional terutama petani kopi. Setelah mengidentifikasi dan merumuskan masalah, selanjutnya adalah menentukan tujuan dan manfaat penelitian seperti yang telah dijelaskan pada bab pendahuluan. Sebagai dasar penelitian, digunakan studi literatur sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan penelitian. Studi pustaka yang dibutuhkan sebagai dasar dalam penelitian ini diantaranya terkait dengan kondisi perkopian nasional serta internasional, sehingga peneliti dapat memahami konsep atau teori yang akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Pustaka yang digunakan diambil dari buku buku teks, penelitian atau riset terdahulu, website dan jurnal yang dapat dijadikan sebagai referensi dalam penelitian. Sebelum membuat model sistem dinamik perkopian nasional, maka diperlukan pemahaman mengenai semua variabel yang berpengaruh, variabel apa yang menjadi inti dan variabel apa yang menjadi pendukung. Setelah mengetahui variabel-variabel yang akan berpengaruh dalam model, maka dilakukan pembuatan model awal dan diagram sebab akibat dari sistem perkopian nasional dan hubungannya dengan kesejahteraan petani kopi. Pengumpulan data disini adalah datadata yang digunakan sebagai variabel input dan asumsi dalam model perkopian nasional. Pembuatan model didahului dengan penentuan batasan model, pengidentifikasian diagram sebab akibat, kemudian menyusun diagram sebab akibat. Pembuatan model ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak yaitu Ventana Simulation (Vensim). Setelah model dibuat, maka dilakukan percobaan dan melihat apakah model telah sesuai dengan logika dikenyataan atau tidak. Tahapan selanjutnya adalah mensimulasi dan mengevaluasi kebijakan yang juga terdiri atas tahapan formulasi model, input data dan menjalankan simulasi, dan evaluasi skenario kebijakan. Formulasi model adalah proses membuat persamaan matematis dari variabelvariabel yang terdapat di dalam model. Setelah itu model diperiksa apakah sudah tidak terjadi kesalahan sehingga model dapat disimulasikan (verifikasi). Sedangkan proses validasi yaitu menguji apakah model sudah mampu mewakili atau menggambarkan sistem nyata. Berdasar pada tujuan penelitian, yaitu menyajikan skenario pengembangan ataupun perbaikan, maka pada tahap selanjutnya dilakukan penyusunan skenario tersebut. Tahap ini dilakukan dengan merubah kondisi pada model sehingga akan dihasilkan output yang berbeda dengan model awal (existing). Dari perubahan kondisi yang dilakukan, akan dihasilkan output simulasi yang berbeda. Berdasarkan output simulasi dapat dilihat pengaruh kebijakan pemerintah seperti apa yang dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani kopi secara signifikan. Setelah itu adalah menganalisis keseluruhan hasil penelitian dan membuat kesimpulan dan saran. 3. Pengumpulan dan Pengolahanm Data 3.1 Identifikasi Sistem Perkopian di Indonesia Untuk dapat mengetahui elemen-elemen yang terlibat dalam sistem, maka harus dilakukan suatu identifikasi terhadap sistem yang menjadi objek amatan tersebut. Identifikasi juga digunakan untuk melihat hubungan nyata antar elemen agar mudah dilakukan diagnosa terhadap sistem. Dari hasil diagnosa tersebut akan bisa diketahui rantai nilai dan nilai tambahnya dan dalam pembuatan model nantinya, dapat mencerminkan kondisi real sistem.

5 3.1.1 Identifikasi Variabel Tahap awal dalam konseptualisasi sistem adalah mengidentifikasi variabel-variabel yang berpengaruh dalam sistem. Identifikasi variabel ini dilakukan untuk mengenal dan mempelajari sistem yang menjadi objek amatan, yaitu sistem perkopian nasional dan kaitannya dengan tercapainya kesejahteraan petani kopi, antara lain petani kopi robusta dan kopi arabica. Hal tersebut sangat berkaitan erat dengan persediaan kopi robusta dan kopi arabica di tingkat nasional, besarnya produksi yang merupakan fungsi dari adanya demand, serta ekspor kopi yang dilakukan. Berikut ini adalah penjabaran dari masing-masing variabel: 1. Luas Lahan Perkebunan Kopi Robusta dan Arabica Pada sub model ini terdapat beberapa variabel diantaranya: 1. Penambahan luas lahan kopi robusta dan arabica Perkebunan Rakyat 2. Pengurangan luas lahan kopi robusta dan arabica Perkebunan Rakyat 3. Penambahan luas lahan kopi robusta dan arabica PTPN 4. Pengurangan luas lahan kopi robusta dan arabica PTPN 5. Penambahan luas lahan kopi robusta dan arabica Perkebunan Swasta 6. Pengurangan luas lahan kopi robusta dan arabica Perkebunan Swasta Terdapat enam level pada sub model ini yaitu luas lahan kopi robusta perkebunan rakyat, luas lahan kopi robusta PTPN, luas lahan kopi robusta perkebunan swasta, luas lahan kopi arabica perkebunan rakyat, luas lahan kopi arabica PTPN, serta luas lahan kopi arabica perkebunan swasta. Luas lahan kopi robusta maupun arabica dipengaruhi oleh penambahan dan pengurangan luas lahan. Untuk penambahan luas lahan dipengaruhi oleh faktor penambahan luas lahan, yang dipicu oleh harga biji kopi internasional. Apabila harga biji kopi di tingkat Internasional semakin tinggi, maka para petani kopi dan perkebunan akan semakin giat menanam kopi dan hasilnya akan semakin besar penambahan luas lahan yang dilakukan. Penambahan luas lahan ini akan mempengaruhi delay tanaman berproduksi. Lamanya nilai delay tanaman berproduksi pada setiap perkebunan adalah berbeda. Hal ini sangat tergantung pada jenis bibit yang digunakan. Delay tanaman berproduksi ini akan mempengaruhi luas lahan yang menghasilkan kopi. Penambahan luas lahan juga dipengaruhi oleh pengurangan luas lahan setiap tahunnya, hal ini karena dilakukan pembaharuan setiap tahunnya agar lahan yang ada produktif kembali. Sedangkan untuk pengurangan luas lahan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pengurangan luas lahan. Pada perkebunan rakyat faktor pengurangan luas lahan dipengaruhi oleh harga biji kopi serta harga komoditas yang lain, misalnya kakao. Apabila harga kopi lebih rendah, dan perolehan petani kopi sangat minim pada tahun-tahun tertentu, maka petani akan cenderung berpindah untuk menanam kakao karena harga jual kakao jauh lebih tinggi dan petani akan lebih memperoleh keuntungan jika menanam kakao. Sedangkan pada PTPN dan perkebunan swasta, faktor pengurangan luas lahan dipengaruhi harga biji kopi di tingkat internasional. Apabila harga biji kopi arabica lebih tinggi daripada harga biji kopi robusta, maka terdapat kecenderungan para perkebunan untuk mengalihkan lahan kopi robusta menjadi lahan kopi arabica. 2. Persediaan biji kopi robusta dan arabica Pada sub model ini terdapat beberapa variabel diantaranya: 1. Panen kopi robusta dan arabica 2. Konsumsi kopi robusta dan arabica dalam negeri 3. Ekspor kopi robusta dan arabica Terdapat 7 level pada sub model ini, diantaranya persediaan biji kopi robusta dan arabica perkebunan rakyat, persediaan biji kopi robusta dan arabica PTPN, persediaan biji kopi robusta dan arabica perkebunan swasta serta jumlah penduduk indonesia. Setiap kopi robusta dan arabica disajikan dalam view yang berbeda. Persediaan kopi robusta maupun arabica merupakan hasil akumulasi dari biji kopi yang dipanen setiap tahunnya dikurangi dengan biji kopi yang akan diekspor ke pasar internasional sebesar 80%, dan sisanya akan dikonsumsi di dalam negeri. Untuk hasil panen kopi yang terjadi dipengaruhi oleh beberapa variabel, seperti produktivitas dari masingmasing lahan perkebunan kopi, luas lahan menghasilkan kopi robusta dan kopi arabica, serta faktor harga kopi robusta di tingkat pedagang. Luas lahan panen kopi robusta dan arabica merupakan variabel penting yang mampu mempengaruhi kuantitas hasil panen kopi.

6 Semakin besar luas lahan tanam dan luas lahan panen yang ada maka semakin banyak hasil panen kopi yang dihasilkan, demikian juga sebaliknya. Luas lahan panen kopi robusta dan kopi arabica dibagi menjadi 3 perkebunan, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), PT. Perkebunan Nusantara (PTPN), dan Perkebuanan Swasta. Produktivitas lahan juga sangat berpengaruh terhadap hasil panen. Produktivitas dapat meningkat dengan adanya pemakaian bibit unggul serta pemakaian pupuk. Produktivitas ini juga dapat menurun yang disebabkan oleh adanya hama dan tanaman yang telah tua. Konsumsi dalam negeri dipengaruhi oleh demand biji kopi rumah tangga serta demand biji kopi untuk industri. Besarnya demand pada rumah tangga maupun yang digunakan untuk industri tidak terlalu besar, karena sebagaian besar biji kopi yang ada telah diekspor ke berbagai negara penikmat kopi. Ekspor kopi yang dilakukan dipengaruhi oleh demand internasional yang sangat dipengaruhi oleh harga biji kopi di tingkat internasional serta bea ekspor biji kopi. Semakin tinggi harga biji kopi maka demand nya akan semakin rendah. Dan pada saat ini kebijakan pemerintah untuk bea ekspor adalah sebesar 0% atau tidak dikenakan bea ekspor pada biji kopi. 3. Stock biji kopi dan kopi olahan robusta dan arabica di pasar internasional Pada sub model ini terdapat beberapa variabel diantaranya: 1. Laju supply biji kopi robusta dan arabica 2. Laju konsumsi biji kopi robusta dan arabica Terdapat 3 level pada sub model ini, diantaranya adalah stock biji kopi robusta di pasar internasional dan stock biji kopi arabica di pasar internasional. Stock biji kopi ini dipengaruhi oleh laju supply serta laju konsumsi di tingkat dunia. Mekanisme harga kopi robusta dan arabica di pasar internasional diperoleh dari selisih antara laju supply dengan laju konsumsi dunia. Apabila laju supply lebih besar daripada laju konsumsi, maka persediaan kopi dunia melimpah dan menyebabkan harga turun. Sedangkan apabila laju konsumsi lebih besar dari laju supply, maka harga akan naik seiring kelangkaan kopi yang terjadi. Biasanya hal ini dipengaruhi oleh faktor cuaca di beberapa negara pengahasil kopi, akibatnya banyak tanaman kopi yang tidak dapat dipanen. Dan stock biji kopi di dunia menjadi lebih sedikit. Sama seperti stock biji kopi di pasar internasional, stock kopi olahan di tingkat internasional juga dipengaruhi oleh laju supply dan laju konsumsi dunia. Harga kopi olahan internasional juga diperolah dari selisih antara produksi serta konsumsi yang ada di dunia. Namun stock kopi olahan di dunia tidak sebanyak stock biji kopi yang tersedia, hal ini dikarenakan kurangnya negara-negara yang mengekspor kopi dalam bentuk kopi olahan. 4. Persediaan kopi olahan industri Pada sub model ini terdapat beberapa variabel diantaranya: 1. Laju produksi kopi olahan 2. Ekspor kopi olahan 3. Konsumsi kopi olahan dalam negeri Persediaan kopi olahan industri merupakan variabel terakumulasi (level) yang dipengaruhi oleh laju produksi kopi olahan dan pengurangan persediaan kopi olahan yang terdiri dari ekspor serta dikonsumsi dalam negeri. Untuk variabel produksi kopi olahan dipengaruhi oleh beberapa variabel lain, diantaranya adalah jumlah bahan baku yang akan di produksi, dalam hal ini adalah biji kopi, kapasitas produksi serta utilitas kapasitas yang ada. Untuk variabel pengurangan persediaan kopi olahan sangat dipengaruhi oleh konsumsi dalam negeri oleh masyarakat dan industri makan dan minuman serta adanya ekspor kopi olahan ke pasar internasional. Ekspor kopi olahan juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, yang saat ini ditetapkan bea ekspor kopi olahan sebesar 10%. Dengan tingginya bea ekspor kopi olahan tersebut, maka pemerintah cenderung untuk mengekspor dalam bentuk biji kopi. 5. Perolehan petani dan perkebunan Pada sub model ini terdapat beberapa variabel diantaranya: 1. Biaya Operasional 2. Inflasi 3. Harga kopi robusta dan arabica di tingkat petani 4. Perolehan petani Pada sub model ini masing-masing dipisahkan antara perkebunan rakyat, PTPN dan perkebunan swasta, serta berdasarkan jenisnya, yaitu kopi robusta dan arabica. Biaya operasional diperoleh dari akumulasi dari beberapa variabel biaya yang ada, diantaranya biaya pupuk, biaya panen, biaya bibit, sewa lahan, biaya pasca panen, serta pengendalian hama. Selain itu, biaya operasional juga

7 dipengaruhi inflasi. Besarnya inflasi juga berpengaruh pada cost unit kopi. Cost unit kopi adalah biaya yang digunakan untuk memproduksi 1 ton kopi. Maka perolehan para petani dan perkebunan diperoleh dari pengurangan harga di tingkat petani dengan biaya operasional yang telah dikeluarkan untuk memproduksi 1 ton biji kopi. 6. Perolehan Devisa Nasional Aktivitas ekspor kopi dapat sangat bermanfaat untuk menambah perolehan devisa negara. Perolehan devisa untuk komoditas kopi didapatkan dari pendapatan ekspor biji kopi dan kopi olahan. Pendapatan ekspor biji kopi serta kopi olahan ini di pengaruhi oleh harga biji kopi serta kopi olahan internasional. Faktor lain yang berpengaruh adalah nilai tukar rupiah. Semakin tinggi harga serta semakin banyak jumlah yang di ekspor, maka perolehan devisa juga akan semakin meningkat. 7. Harga kopi di Indonesia Pada sub model ini terdapat beberapa variabel diantaranya: 1. Harga biji kopi robusta dan arabica internasional 2. Bea ekspor biji kopi 3. Inflasi 4. Nilai tukar rupiah 5. Pengaruh kualitas terhadap harga kopi Harga biji kopi tingkat eksportir di Indonesia, diadopsi dari harga biji kopi di pasar internasional. Selain itu, terdapat beberapa variabel yang berpengaruh terhadap harga biji kopi tingkat eksportir diantaranya adalah bea ekspor, inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar, serta pengaruh kualitas biji kopi. Semakin baik kualitas biji kopi yang dihasilkan, maka semakin tinggi harga yang ditetapkan untuk kopi tersebut. Dari harga di tingkat eksportir, menuju kepada harga di tingkat pedagang dan petani. Variabel yang sangat berpengaruh adalah pengurangan karena adanya profit pada masing-masing tingkat, yaitu profit eksportir serta profit pedagang. Untuk harga di petani masih dipengeruhi oleh kualitas, dimana kualitas ini masih berada pada level yang rendah karena proses penanganan pasca panen yang kurang memadai yang disebabkan oleh faktor biaya petani yang minim.untuk menjadikan kualitas biji kopi petani semakin baik, maka pemerintah diharapkan memberikan dana tambahan bagi petani agar kualitas biji kopi yang dihasilkan tidak lagi berada pada level yang terendah. 8. Nilai tambah Nilai tambah yang dimaksud adalah nilai tambah dari biji kopi menjadi kopi olahan dalam 1 ton. Variabel-variabel yang berpengaruh adalah harga beli biji kopi, harga jual kopi olahan, serta biaya produksi. Harga beli biji kopi didapatkan dari akumulasi harga biji kopi di tingkat petani dan perkebunan dikalikan dengan demand biji kopi, baik kopi robusta maupun kopi arabica. Harga jual kopi olahan dipengaruhi oleh variabel jumlah kopi olahan yang keluar serta harga kopi olahan industri. Sedangkan biaya produksi berasal dari akumulasi upah tenaga kerja, biaya perawatan, dll. Nilai tambah ini didapatkan dari harga jual dikurangi penjumlahan antara harga beli bahan baku dan biaya produksi. 3.2 Konseptualisasi Model Setelah mengidentifikasikan variabel-variabel, maka langkah yang dilakukan selanjutnya adalah konseptualisasi model. Konseptualisasi model ini akan dilakukan melalui pembatasan model big picture mapping (BPM), penyusunan diagram input-output, penyusunan causal loop diagram, dan penyusunan stock and flow diagram. Pembatasan terhadap model dilakukan agar dalam pembahasan yang dilakukan tidak keluar dari fokus penelitian Big Picture Mapping (BPM) Perkopian Nasional Gambar 3.1 Big Picture Mapping Perkopian Nasional Konseptualisasi model dapat dilakukan dengan membuat big picture mapping (BPM). Dengan big picture mapping maka jelas fokus dari penelitian yang dilakukan dalam sistem ini. Seperti yang telah digambarkan dalam gambar 3.1 big picture mapping perkopian nasional, terlihat bahwa fokus dari penelitian ini adalah

8 terletak dibeberapa pelaku sistem perkopian nasional, antara lain adalah petani kopi, pedagang pengumpul, eksportir, serta industri kopi olahan. Dalam sistem perkopian nasional, petani merupakan salah satu pelaku penting di dalamnya. Karena dengan adanya petani maka tanam dan panen biji kopi dapat dilakukan setiap tahunnya. Dimana sebagian besar kopi di Indonesia adalah untuk di ekspor ke berbagai negara. Hal yang akan menjadi fokus pengamatan itu sendiri adalah bagaimana tercapainya kesejahteran petani biji kopi Indonesia, dan seberapa efektif kebijakan pemerintah yang telah ada terhadap sistem perkopian mampu mengcover terciptanya kesejahteran bagi petani biji kopi. Elemen lain yang diperhatikan dalam sistem ini adalah pedagang pengumpul. Pedagang ini mendapatkan biji kopi dari petani yang kemudian dipasarkan di dalam negeri maupun dijual kepada para eksportir yang nantinya akan mengekspor biji kopi ke berbagai negara yang banyak mengkonsumsi kopi. Industri kopi olahan juga sangat berperan untuk mengolah biji kopi menjadi kopi olahan yang siap minum. Pemerintah juga merupakan salah satu elemen sistem yang diperhitungkan, dimana pemerintah berperan sebagai stakeholder penetap kebijakan. Fokus dari sistem yang diamati ini adalah mengenai peningkatan perolehan petani, peningkatan perolehan devisa melalui ekspor biji kopi dan kopi olahan yang dilakukan. Peran pemerinth dalam hal ini sebagai penetap kebijakan terlihat sangat nyata, dengan adanya kebijakan bea ekspor untuk biji kopi sebesar 0% sedangan bea ekspor untuk kopi olahan sebesar 10% Penyusunan Input-Output Diagram Diagram input-output disusun untuk mengetahui deskripsi skematis dari sistem perkopian nasional yang menjadi objek amatan dalam penelitian tugas akhir ini. Berikut ini merupakan diagram input-output untuk sistem perkopian nasional: Gambar 3.2 Diagram Input Output Penyusunan Causal Loop Diagram Analisa causal loop diagram berikut dilakukan untuk mengetahui keterkaitan variabel dalam sistem perkopian nasional. Dari variabel yang telah digambarkan diatas dapat diketahui seberapa jauh pengaruh yang ditimbulkan dalam usaha peningkatan kesejahteraan petani kopi Indonesia. Variabel- variabel yang mempengaruhi didefinisikan sesuai dengan identifikasi yang telah dilakukan pada sub bab sebelumnya. Pendekatan sistem perkopian nasional juga dilakukan dengan mendefinisikan interaksi yang terjadi antar elemen dalam sistem yang berikutnya akan digambarkan dalam causal loop diagram pada gambar 3.3 : Gambar 3.3 Causal Loop Diagram 3.3 Formulasi Model Setelah model konseptual tersusun secara terstruktur, tahap berikutnya adalah formulasi model. Pertama formulasi dilakukan dengan menggambarkan stock and flow diagram. Selanjutnya akan disusun formulasi matematis dalam diagram tersebut Stock and Flow Diagram Berdasarkan causal loop yang telah disusun sebelumnya maka selanjutnya dapat disusun

9 stock and flow diagram atau diaram alirnya. Diagram alir akan mampu menggambarkan sistem lebih detail karena akan memperhatikan pengaruh waktu tiap keterkaitan antar variabel, sehingga akan ada variabel yang menunjukkan hasil akumulasi dalam sistem disebut level, serta variabel yang merupakan aktivitas sistem dan mempengaruhi level yaitu rate. Setelah membangun model melalui stock and flow diagram maka selanjutnya dapat dilakukan formulasi matematis terhadap model sehingga dapat dilakukan simulasi 1. Sub model luas lahan kopi robusta dan arabica Gambar 3.4 Sub model luas lahan kopi robusta dan Arabica Dalam gambar 3.4, digambarkan variabel apa saja yang mempengaruhi diantaranya penambahan dan pengurangan luas lahan. Untuk penambahan luas lahan dipengaruhi oleh faktor penambahan luas lahan, yang dipicu oleh harga biji kopi internasional. Semakin harga biji kopi di tingkat internasional tinggi, semakin besar penambahan luas lahan yang dilakukan. Penambahan luas lahan ini akan mempengaruhi delay tanaman berproduksi. Lamanya nilai delay tanaman berproduksi pada setiap perkebunan adalah berbeda. Hal ini sangat tergantung pada jenis bibit yang digunakan. Delay tanaman berproduksi ini akan mempengaruhi luas lahan yang menghasilkan kopi. Pengurangan luas lahan dipengaruhi oleh faktor pengurangan luas lahan. Pada perkebunan rakyat faktor pengurangan luas lahan dipengaruhi oleh harga biji kopi dan harga tanaman lain, misalnya kakao. Apabila harga kopi lebih rendah, dan perolehan petani sangat minim, maka petani akan berpindah untuk menanam kakao karena harga kakao jauh lebih tinggi. Sedangkan pada perkebunan rakyat dan perkebunan swasta, faktor pengurangan luas lahan dipengaruhi harga biji kopi di tingkat internasional. 2. Sub model persediaan biji kopi robusta Gambar 3.5 Sub model persediaan biji kopi robusta Sub model persediaan biji kopi robusta pada gambar 3.5, menggambarkan produksi atau panen biji kopi robusta dengan pengurangan yang digunakan untuk sebagian besar diekspor dan sisanya dikonsumsi dalam negeri. Terdapat variabel-variabel lain yang mempengaruhi, antara lain bea ekspor biji kopi, demand internasional, produktivitas lahan, dan lain sebagainya. 3. Sub model persediaan biji kopi arabica Gambar 3.6 Sub model persediaan biji kopi arabica Sama seperti sub model persediaan biji kopi robusta, pada gambar 3.6 yaitu sub model ini juga dipengaruhi varibel-variabel lain. Hanya angka yang tertera di dalamya yang berbeda. Variabel-variabel tersebut antara lain bea ekspor biji kopi, demand internasional, produktivitas lahan, jumlah penduduk indonesia, fraksi peminum kopi, dan lain sebagainya. 4. Sub model stock biji kopi robusta dan arabica di pasar internasional Sub model stock biji kopi robusta dan arabica di pasar internasional ini dibangun untuk mengetahui mekanisme harga yang terjadi di pasar internasional, dikarenakan harga kopi yang ada di Indonesia sangat dipegaruhi oleh harga kopi di internasional. Sedangkan harga biji kopi di pasar internasional ini diperoleh dari selisih antara laju produksi kopi dunia dan

10 laju konsumsi kopi dunia. Dalam sub model ini dapat dilihat pula market share kopi robusta dan arabica indonesia di pasaran dunia. Berikut ini adalah sub model stock biji kopi robusta dan arabica di pasar internasional yang dapat dilihat pada gambar 4.7: Gambar 3.7 Sub model stock biji kopi robusta dan arabica di pasar internasional 5. Sub model stock kopi olahan di pasar internasional Pada gambar 3.8, sama seperti stock biji kopi di pasar internasional, stock kopi olahan di tingkat internasional juga dipengaruhi oleh laju supply dan laju konsumsi dunia. Harga kopi olahan internasional juga diperolah dari selisih antara produksi serta konsumsi yang ada di dunia. Dalam sub model ini dapat dilihat pula market share kopi olahan indonesia di pasaran dunia. Seperti yang terlihat pada gambar 3.8 berikut ini: Gambar 3.9 Sub model stock kopi olahan industri Sub model stock kopi olahan industri yang dapat dilihat pada gambar 3.9, merupakan variabel terakumulasi (level) yang dipengaruhi oleh laju produksi kopi olahan dan pengurangan persediaan kopi olahan yang terdiri dari ekspor serta dikonsumsi dalam negeri. Untuk variabel produksi kopi olahan dipengaruhi oleh beberapa variabel lain, diantaranya adalah jumlah bahan baku yang akan di produksi, dalam hal ini adalah biji kopi, kapasitas produksi serta utilitas kapasitas yang ada. Untuk variabel pengurangan persediaan kopi olahan sangat dipengaruhi oleh konsumsi dalam negeri oleh masyarakat dan industri makan dan minuman serta adanya ekspor kopi olahan ke pasar internasional. Ekspor kopi olahan dipengaruhi oleh permintaan kopi olahan internasional serta bea ekspor. 7. Sub Model Perolehan petani dan perkebunan Gambar 3.10 Sub model perolehan petani dan perkebunan Gambar 3.8 Sub model stock kopi olahan di pasar internasional 6. Sub Model stock kopi olahan industri Pada gambar 3.10, masing-masing dipisahkan antara perkebunan rakyat, PTPN dan perkebunan swasta, serta berdasarkan enisnya, yaitu kopi robusta dan arabica. Biaya operasional diperoleh dari akumulasi dari beberapa variabel biaya yang ada, diantaranya biaya pupuk, biaya panen, biaya bibit, sewa lahan, biaya pasca panen, serta pengendalian hama. Selain itu, biaya operasional juga dipengaruhi inflasi. Inflasi juga berpengaruh pada cost unit kopi. Cost unit kopi adalah biaya yang digunakan untuk memproduksi 1 ton kopi. Maka perolehan para petani dan perkebunan diperoleh dari pengurangan harga di tingkat petani dengan biaya yang telah dikelarkan untuk memproduksi 1 ton biji kopi. 8. Model Devisa Nasional

11 dihasilkan, maka semakin tinggi harga yang ditetapkan untuk kopi tersebut. Dari harga di tingkat eksportir, menuju kepada harga di tingkat pedagang dan petani. Variabel yang sangat berpengaruh adalah pengurangan dengan adanya profit di masing-masing tingkat, yaitu profit eksportir serta profit pedagang. Gambar 3.11 Model devisa nasional Pada gambar 3.11, digambarkan bahwa sub model ini dipengaruhi oleh pendapatan dari ekspor kopi yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu pendapatan ekspor dari biji kopi dan kopi olahan. Pendapatan ekspor biji kopi serta kopi olahan ini di pengaruhi harga biji kopi serta kopi olahan internasional. Faktor lain yang berpengaruh adalah nilai tukar rupiah. Semakin tinggi harga serta semakin banyak jumlah yang di ekspor, maka perolehan devisa juga akan semakin meningkat. Perolahen ini juga akan meningkat apabila kualitas dari biji kopi terus ditingkatkan, mengingat kualitas biji kopi dari petani masih berada pada level bawah. Hal ini sangat berpengaruh karena sebagian besar ekspor biji kopi adalah berasal dari perkebunan rakyat. 9. Model Harga kopi Gambar 3.12 Model Harga biji kopi di Indonesia Model harga biji kopi di Indonesia yang digambarkan pada gambar 3.12 ini meliputi harga biji kopi tingkat eksportir di Indonesia, yang diadopsi dari harga biji kopi di pasar internasional. Selain itu, terdapat beberapa variabel yang berpengaruh terhadap harga biji kopi tingkat eksportir diantaranya adalah bea ekspor biji kopi sebesar 0%, inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dolar, serta pengaruh kualitas biji kopi. Semakin baik kualitas biji kopi yang 10. Model Nilai Tambah Gambar 3.13 Model Nilai tambah kopi Pada gambar 3.13, nilai tambah yang dimaksud adalah nilai tambah biji kopi menjadi kopi olahan dalam 1 ton. Variabelvariabel yang berpengaruh adalah harga beli biji kopi, harga jual kopi olahan, serta biaya produksi. Harga beli biji kopi didapatkan dari penjumlahan harga biji kopi di tingkat petani dan perkebunan dikalikan dengan demand biji kopi, baik kopi robusta maupun kopi arabica. Harga jual kopi olahan dipengaruhi oleh variabel jumlah kopi olahan yang keluar serta harga kopi olahan industri. Sedangkan biaya produksi berasal dari akumulasi biaya pembelian mesin, upah tenaga kerja, biaya perawatan, dll. Nilai tambah didapatkan dari harga jual dikurangi penjumlahan antara harga beli bahan baku dan biaya produksi Formulasi Matematis Formulai matematis dilakukan pada tahap penyusunan stock and flow diagram. Dengan diberikan formulasi matematis pada model maka model akan dapat disimulasikan. Penyusunan formulasi dilakukan untuk seluruh variabel terkait sesuai dengan data real yang ada di lapangan. Selain itu pemberian formulasi juga dapat didasarkan pada adanya judgement dari pihak yang kompeten dalam bidang tersebut jika pencarian data real tidak dimungkinkan, dalam hal ini penulis melakukan brainstorming dengan pihak PTPN. Gambar 3.14 berikut ini merupakan

12 salah satu contoh formulasi matematis yang ada pada variabel persediaan biji kopi robusta pada perkebunan rakyat : Verifikasi model adalah pengujian untuk menguji kesesuaian atau ketepatan logika pada model dan memastikan tidak ada error yang terjadi pada model yang dibangun. Selain proses verifikasi, dilakukan pula pengecekan unit atau satuan variabel yang terdapat di model. Gambar 3.14 Contoh Formulasi Matematis Untuk formulasi selengkapnya akan ditampilkan pada lampiran. 3.4 Simulasi Software Vensim Model dibangun dengan menggunakan software Vensim. Simulasi dilakukan bertujuan untuk melihat perilaku dari sistem yang telah dibuat. Simulasi dapat dilakukan dengan memasukkan nilai-nilai matematis pada variabel-variabel yang disesuaikan dengan kondisi nyata. Nilai matematis yang dijadikan input adalah berupa data yang telah dikumpulkan sebelumnya. Sebelum mensimulasikan model yang dibangun terlebih dahulu harus didefinisikan berdasarkan fungsi waktu, dimana dalam model ini digunakan satuan tahun. Berikut ini merupakan salah satu contoh simuasi dari produktivitas kopi arabica pada perkebunan rakyat yang dapat dilihat pada gambar 4.15: Gambar 3.15 Contoh Simulasi Software Vensim 3.5 Verifikasi dan Validasi Simulasi dari model yang telah dilakukan, belum tentu menunjukkan bahwa model sudah sesuai dengan real sistem yang diteliti. Maka diperlukan pengujian terhadap model tersebut yang terdiri atas dua pengujian, yaitu verifikasi dan validasi Verifikasi Model Gambar 3.16 Verifikasi Model Gambar 3.17 Verifikasi Unit Validasi Model Validasi model merupakan pengujian terhadap model untuk melihat apakah model sudah mampu mewakili atau menggambarkan sistem nyata dan sudah benar. Validasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan software minitab dengan Paired-t Test untuk two-tailed test. Tingkat kepercayaan yang digunakan untuk melakukan uji validasi ini adalah 95%. Validasi meggunakan hipotesis awal (H 0 ) dan hipotesis tandingan (H 1 ) sebagai berikut : H 0 : µ d = µ 0 (tidak ada perbedaan data) H 1 : µ d µ 0 (terdapat perbedaan data) Berikut ini adalah perbandingan antara nilai aktual dan hasil running simulasi: 1. Validasi Produktivitas Kopi Robusta Perkebunan Rakyat Tabel 3.1 Produktivitas Kopi Robusta Perkebunan Rakyat Nilai Nilai Tahun Aktual Simulasi , , , , , ,4644

13 2004 0, , , , , , , , , ,5180 Berikut ini menunjukkan hasil running dengan menggunakan software minitab: Gambar 3.18 Validasi Produktivitas Robusta Perkebunan Rakyat Berdasarkan hasil running dengan menggunakan software minitab pada gambar 3.18, didapatkan nilai P-value> alpha, yaitu > 0.05 maka diterima Ho dan dinyatakan bahwa produktivitas kopi robusta di perkebunan rakyat dari hasil simulasi tidak berbeda dengan data aktualnya. 2. Validasi Produktivitas Kopi Robusta PTPN Tabel 3.2 Produktivitas Kopi Robusta PTPN Produktivitas PTPN Kopi Robusta Tahun Nilai Aktual Nilai Simulasi ,7323 0, ,8462 0, ,8666 0, ,8322 0, ,8216 0, ,7563 0, ,7677 0, ,8021 0,7064 Berikut ini menunjukkan hasil running dengan menggunakan software minitab: Berdasarkan hasil running dengan menggunakan software minitab pada gambar 3.19, didapatkan nilai P-value> alpha yaitu 0.218>0.05 maka Ho diterima dan dinyatakan bahwa produktivitas kopi robusta pada PT Perkebunan Nusantara dari hasil simulasi tidak berbeda dengan data aktualnya. 3. Validasi Produktivitas Kopi Robusta Perkebunan Swasta Tabel 3.3 Produktivitas Kopi Robusta Perkebunan Swasta Produktivitas Perkebunan Swasta Kopi Robusta Nilai Nilai Tahun Produktivitas Simulasi ,2515 0, ,2906 0, ,2976 0, ,2858 0, ,2822 0, ,2886 0, ,3176 0, ,2436 0,2758 Berikut ini menunjukkan hasil running dengan menggunakan software minitab: Gambar 4.20 Validasi Produktivitas Robusta Perkebunan Swasta Berdasarkan hasil running dengan menggunakan software minitab pada gambar 3.20, diperoleh nilai P-value > alpha yaitu > 0.05 maka Ho diterima dan dinyatakan bahwa produktivitas kopi robusta pada perkebunan swasta dari hasil simulasi tidak berbeda dengan data aktualnya. 4. Validasi Produktivitas Kopi Arabica Perkebunan Rakyat Gambar 3.19 Validasi Produktivitas Robusta PTPN Tabel 3.4 Produktivitas Kopi Arabica Perkebunan Rakyat Produktivitas Perkebunan Rakyat

14 Kopi Arabica Nilai Nilai Tahun Aktual Simulasi ,2786 0, ,2751 0, ,4362 0, ,2255 0, ,3257 0, ,2587 0, ,2898 0, ,3198 0,2858 Berikut ini menunjukkan hasil running dengan menggunakan software minitab: Gambar 3.21 Validasi Produktivitas Arabica Perkebunan Rakyat Berdasarkan hasil running dengan menggunakan software minitab pada gambar 3.21, didapatkan nilai P value> alpha yaitu > 0.05 maka Ho diterima dan dinyatakan bahwa produktivitas kopi arabica pada perkebunan rakyat dari hasil simulasi tidak berbeda dengan data aktualnya. 5. Validasi Produktivitas Kopi Arabica PTPN Tabel 3.5 Produktivitas Kopi Arabica PTPN Produktivitas PTPN Kopi Arabica Tahun Nilai Aktual Nilai Simulasi ,4997 0, ,5139 0, ,5197 0, ,5821 0, ,5823 0, ,5864 0, ,6537 0, ,6756 0,6148 Berikut ini menunjukkan hasil running dengan menggunakan software minitab: Gambar 4.22 Validasi Produktivitas Arabica PTPN Berdasarkan hasil running dengan menggunakan software minitab pada gambar 3.22, didapatkan nilai P value> alpha, yaitu > 0.05, maka Ho diterima dan dinyatakan bahwa produktivitas kopi arabica pada PTPN dari hasil simulasi tidak berbeda dengan data aktualnya. 6. Validasi Produktivitas Kopi Arabica Perkebunan Swasta Tabel 3.6 Produktivitas Kopi Arabica Perkebunan Swasta Produktivitas Perkebunan Swasta Kopi Arabica Nilai Nilai Tahun Aktual Simulasi ,1579 0, ,1559 0, ,2472 0, ,2411 0, ,2212 0, ,1586 0, ,1794 0, ,2277 0,2022 Berikut ini menunjukkan hasil running dengan menggunakan software minitab: Gambar 4.23 Validasi Produktivitas Arabica Perkebunan Swasta Berdasarkan hasil running dengan menggunakan software minitab pada gambar 3.23, nilai P-value > alpha, yaitu sebesar > 0.05, maka Ho diterima dan dinyatakan bahwa produktivitas kopi arabica pada

15 perkebunan swasta dari hasil simulasi tidak berbeda dengan data aktualnya. 7. Validasi Harga Biji Kopi Robusta Internasional Tabel 3.7 Harga Biji Kopi Robusta Internasional Harga Kopi Robusta Internasional Tahun Harga Kopi Nilai Simulasi Berikut ini menunjukkan hasil running dengan menggunakan software minitab: Gambar 3.24 Validasi Harga Kopi Robusta Internasional Berdasarkan hasil running dengan menggunakan software minitab pada gambar 3.24, nilai P-value > alpha, yaitu sebesar > 0.05, maka Ho diterima dan dinyatakan bahwa harga kopi robusta internasional dari hasil simulasi tidak berbeda dengan data aktualnya. 8. Validasi Harga Biji Kopi Arabica Internasional Tabel 4.8 Harga Biji Kopi Arabica Internasional Harga Kopi Robusta Internasional Tahun Harga Kopi Nilai Simulasi Berikut ini menunjukkan hasil running dengan menggunakan software minitab: Gambar 4.25 Validasi Harga Kopi Arabica Internasional Berdasarkan hasil running dengan menggunakan software minitab pada gambar 3.25, nilai P-value > alpha, yaitu sebesar > 0.05, maka Ho diterima dan dinyatakan bahwa harga kopi arabica internasional dari hasil simulasi tidak berbeda dengan data aktualnya. 3.5 Desain Skenario Penyusunan skenario kebijakan pada sistem yang diteliti yaitu sistem perkopian nasional dapat dilakukan dengan mengubah nilai pada variable yang berpengaruh terhadap sistem, membuat atau menambahkan model baru kedalam model yang ada ataupun mengubah struktur sistem tersebut sehingga nantinya dapat memberikan perbaikan pada tujuan semula yaitu meningkatkan perolehan petani kopi, baik kopi robusta maupun kopi arabica, meningkatnya peranan komoditas kopi bagi peningkatan devisa negara serta peranannya dipasaran internasional, dan peningkatan nilai tambah produk kopi nasional. Dalam penelitian kali ini ada beberapa skenario kebijakan yang telah disusun, yaitu: 1. Skenario 1: memberikan model pembiayaan untuk meningkatkan kualitas biji kopi pada petani yang berasal dari 10% pendapatan bea ekspor kopi olahan sebesar 50% atau setengah dari dana keseluruhan yang ada. Pada skenario ini penambahan model untuk pembiayaan pasca panen pada petani biji kopi agar memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peran penting dalam menunjang peningkatan ekspor nonmigas di Indonesia. Indonesia merupakan negara produsen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas.

I. PENDAHULUAN. Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki areal perkebunan yang luas. Komoditas yang ditanami diantaranya kelapa sawit, karet, kopi, teh, kakao, dan komoditas

Lebih terperinci

Tahun Harga Kakao Harga Simulasi

Tahun Harga Kakao Harga Simulasi Validasi Harga Harga Biji kakao = 374 US$ tiap ton Hipotesa untuk uji validasi ini, yaitu: H : μ d = μ (tidak ada perbedaan data) H 1 : μ d μ (terdapat perbedaan data) Tahun Harga Kakao Harga Simulasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka, di mana lalu

Lebih terperinci

M.Ikhlas Khasana ( ) Mengetahui berbagai dampak kebijakan persawitan nasional saat ini. Pendahuluan. ekspor. produksi.

M.Ikhlas Khasana ( ) Mengetahui berbagai dampak kebijakan persawitan nasional saat ini. Pendahuluan. ekspor. produksi. Tugas Akhir ANALISIS DAMPAK KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PERKEBUNAN SAWIT DI KABUPATEN SIAK PROVINSI RIAU: SEBUAH PENDEKATAN SISTEM DINAMIK Membuat model persawitan nasional dalam usaha memahami permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian tampaknya masih menjadi primadona perekonomian di

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian tampaknya masih menjadi primadona perekonomian di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian tampaknya masih menjadi primadona perekonomian di Indonesia, meskipun telah terjadi transformasi struktur ekonomi, dimana perekonomian negara lebih ditopang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia. hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878. V. GAMBARAN UMUM 5.1 Luas Areal Perkebunan Kopi Robusta Indonesia Luas lahan robusta sampai tahun 2006 (data sementara) sekitar 1.161.739 hektar dengan luas lahan tanaman menghasilkan (TM) seluas 878.874

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam

I. PENDAHULUAN. Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian. komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup besar dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran ekspor non migas sebagai penggerak roda perekonomian dari waktu ke waktu semakin meningkat. Lada merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peran cukup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena

I. PENDAHULUAN. penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja dengan melibatkan banyak sektor, karena pengusahaannya dimulai dari kebun sampai

Lebih terperinci

Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya

Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya 1 Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya Dewi Indiana dan Prof. Dr. Ir. Budisantoso Wirjodirdjo, M.Eng. Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor

BAB I PENDAHULUAN. berlebih, yang bisa mendatangkan suatu devisa maka barang dan jasa akan di ekspor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin berkembangnya perdagangan bebas ini, persaingan bisnis global membuat masing-masing negera terdorong untuk melaksanakan perdagangan internasional. Perdagangan

Lebih terperinci

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI

VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI VII DAMPAK PENCAPAIAN KEBIJAKAN GERNAS DAN PENERAPAN BEA EKSPOR KAKAO TERHADAP KINERJA INDUSTRI HILIR DAN PENERIMAAN PETANI Agribisnis kakao memiliki permasalahan di hulu sampai ke hilir yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam mengembangkan kegiatan ekonomi pedesaan melalui pengembangan usaha berbasis pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian

Lebih terperinci

ANALISIS POSISI EKSPOR KOPI INDONESIA DI PASAR DUNIA EXPORT POSITION ANALYSIS OF COFFEE INDONESIA IN THE WORLD MARKET

ANALISIS POSISI EKSPOR KOPI INDONESIA DI PASAR DUNIA EXPORT POSITION ANALYSIS OF COFFEE INDONESIA IN THE WORLD MARKET ANALISIS POSISI EKSPOR KOPI INDONESIA DI PASAR DUNIA EXPORT POSITION ANALYSIS OF COFFEE INDONESIA IN THE WORLD MARKET Desi Ratna Sari 1, Ermi Tety 2, Eliza 2 Department of Agribussiness, Faculty of Agriculture,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan adalah subsektor perkebunan. Sebagai salah satu subsektor yang penting dalam sektor pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha

I. PENDAHULUAN. Untuk tingkat produktivitas rata-rata kopi Indonesia saat ini sebesar 792 kg/ha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan tradisional yang mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut antara lain adalah sebagai sumber

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor unggulan subsektor perkebunan yang memegang peranan penting dalam perdagangan dan perekonomian negara. Kopi berkontribusi cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komoditas penting yang diperdagangkan secara luas di dunia. Selama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi ekonomi dalam perdagangan dan investasi menawarkan banyak peluang dan tantangan bagi agribisnis perkebunan di Indonesia. Kopi merupakan salah satu

Lebih terperinci

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK Peneliti : Dewi Prihatini 1) mahasiswa yang terlibat : -

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan perekonomian suatu negara tentunya tidak terlepas dari aktivitas perdagangan international yaitu ekspor dan impor. Di Indonesia sendiri saat

Lebih terperinci

Kata Kunci: Nilai Ekspor, GDP Amerika Serikat, Kurs Nominal, Surpus Konsumen, Surplus Produsen

Kata Kunci: Nilai Ekspor, GDP Amerika Serikat, Kurs Nominal, Surpus Konsumen, Surplus Produsen FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR KOPI ARABIKA DI SUMATERA UTARA Esterina Hia *), Rahmanta Ginting **), dan Satia Negara Lubis **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Departemen Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis.

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui, dalam kata lain cadangan migas Indonesia akan semakin menipis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian masih menjadi salah satu primadona Indonesia untuk jenis ekspor non-migas. Indonesia tidak bisa menggantungkan ekspornya kepada sektor migas saja sebab

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan sumberdaya alam, terutama dari hasil pertanian. Sektor pertanian menjadi sektor penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas

I. PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terkenal dengan sebutan negara agraris, yang ditunjukkan oleh luas lahan yang digunakan untuk pertanian. Dari seluruh luas lahan yang ada di Indonesia, 82,71

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Teh merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peran strategis dalam perekonomian Indonesia. Industri teh mampu memberikan kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar

Lebih terperinci

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan agribisnis nasional diarahkan untuk meningkatkan kemandirian perekonomian dan pemantapan struktur industri nasional terutama untuk mendukung berkembangnya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berbasis pada sektor pertanian, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hal ini dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO Pada bab sebelumnya, telah dilakukan analisis dampak kebijakan Gernas dan penerapan bea ekspor kakao terhadap kinerja industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, terutama pada sektor pertanian. Sektor pertanian sangat berpengaruh bagi perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan salah satu bisnis strategis dan andalan dalam perekonomian Indonesia, bahkan pada masa krisis ekonomi. Agribisnis subsektor ini mempunyai

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari peranan sektor perkebunan kopi terhadap penyediaan lapangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah

I. PENDAHULUAN. menjadi pemasok hasil pertanian yang beranekaragam yaitu rempah-rempah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang cukup besar di dunia. Pada masa zaman pemerintahan Hindia-Belanda, Indonesia merupakan negara terkenal yang menjadi pemasok hasil

Lebih terperinci

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor Lilis Ernawati 5209100085 Dosen Pembimbing : Erma Suryani S.T., M.T., Ph.D. Latar Belakang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia yang mengalami penurunan pada masa. krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, masih berlangsung hingga

I. PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia yang mengalami penurunan pada masa. krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, masih berlangsung hingga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia yang mengalami penurunan pada masa krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, masih berlangsung hingga akhir tahun 2000 yang ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara dan juga penyerap banyak tenaga kerja. Indonesia yang sempat menempati posisi ke-5

BAB 1 PENDAHULUAN. negara dan juga penyerap banyak tenaga kerja. Indonesia yang sempat menempati posisi ke-5 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teh merupakan salah satu dari komoditas perkebunan sebagai penyumbang devisa negara dan juga penyerap banyak tenaga kerja. Indonesia yang sempat menempati posisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang digilib.uns.ac.id 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana mata pencaharian mayoritas penduduknya dengan bercocok tanam. Secara geografis Indonesia yang juga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Sebagian besar produksi kopi di Indonesia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Sebagian besar produksi kopi di Indonesia merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas unggulan dalam subsektor perkebunan di Indonesia karena memiliki peluang pasar yang baik di dalam negeri maupun luar negeri. Sebagian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi

I. PENDAHULUAN , , , ,3 Pengangkutan dan Komunikasi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor pertanian secara potensial mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu komoditas unggulan dari sub sektor perkebunan di Indonesia adalah komoditas kopi. Disamping memiliki peluang pasar yang baik di dalam negeri maupun luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah. Memasuki era perdagangan bebas, Indonesia harus membuat strategi yang tepat untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Subsektor perkebunan merupakan salah satu sektor pertanian yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dalam pembangunan perekonomian Indonesia. Pada saat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas andalan dan termasuk dalam kelompok

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas andalan dan termasuk dalam kelompok I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas andalan dan termasuk dalam kelompok komoditas ekspor unggulan di Indonesia. Komoditas kopi berperan dalam meningkatkan devisa negara

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan perekonomian nasional dan menjadi sektor andalan serta mesin penggerak pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. meliputi sesuatu yang lebih luas dari pada pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara berkembang Indonesia selalu berusaha untuk membangun dirinya untuk mencapai kesejahteraan bangsanya. Pembangunan ekonomi dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. opportunity cost. Perbedaan opportunity cost suatu produk antara suatu negara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu kegiatan yang berperan penting dalam perekonomian suatu negara adalah kegiatan perdagangan internasional. Sehingga perdagangan internasional harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan pertanian, dalam pemenuhan kebutuhan hidup sektor ini merupakan tumpuan sebagian besar penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas di dunia. Dalam kurung waktu 150 tahun sejak dikembangkannya pertama kalinya, luas areal perkebunan karet

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi (coffea s.p) merupakan salah satu produk agroindustri pangan yang digemari oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena kopi memiliki aroma khas yang tidak dimiliki

Lebih terperinci

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12.

V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA. selama tahun tersebut hanya ton. Hal ini dapat terlihat pada tabel 12. 54 V. PERKEMBANGAN PRODUKSI DAN EKSPOR KOMODITI TEH INDONESIA 5.1 Perkembangan Produksi Teh Indonesia Perkembangan produksi teh Indonesia selama 1996-2005 cenderung tidak mengalami perubahan yang begitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik

Lebih terperinci

Skenario I, pembiayaan pasca panen sebesar 5% dari pendapatan bea ekspor.

Skenario I, pembiayaan pasca panen sebesar 5% dari pendapatan bea ekspor. Skenario I, pembiayaan pasca panen sebesar 5% dari pendapatan bea ekspor. Skenario II, pembiayaan pasca panen sebesar 10% dari pendapatan bea ekspor, serta meningkatkan bea ekspor biji kopi sebesar 2%

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab V. GAMBARAN UMUM 5.1. Prospek Kakao Indonesia Indonesia telah mampu berkontribusi dan menempati posisi ketiga dalam perolehan devisa senilai 668 juta dolar AS dari ekspor kakao sebesar ± 480 272 ton pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan.

I. PENDAHULUAN. dan jasa menjadi kompetitif, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar nasional. kerja bagi rakyatnya secara adil dan berkesinambungan. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa globalisasi, persaingan antarbangsa semakin ketat. Hanya bangsa yang mampu mengembangkan daya sainglah yang bisa maju dan bertahan. Produksi yang tinggi harus

Lebih terperinci

KOPI ANDALAN EKSPOR INDONESIA

KOPI ANDALAN EKSPOR INDONESIA JURNAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN ISSN : 2337-9572 MARKET INTELLIGENCE KOPI ANDALAN EKSPOR INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN RI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan 1.1. Latar Belakang Permasalahan BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia mempunyai keunggulan komparatif (comparative advantage) sebagai negara agraris dan maritim. Keunggulan tersebut merupakan fundamental perekonomian

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ternak. Penanaman tanaman dengan sistem agroforestri ini dapat meningkatkan

I. PENDAHULUAN. ternak. Penanaman tanaman dengan sistem agroforestri ini dapat meningkatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroforestri adalah sistem dan teknologi lahan dimana tanaman berkayu ditanam secara sengaja pada unit manajemen lahan yang sama dengan pertanian dan/atau ternak. Penanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang mengandalkan sektor migas dan non migas sebagai penghasil devisa. Salah satu sektor non migas yang mampu memberikan kontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian dan perkebunan memegang peranan penting dan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian dan perkebunan memegang peranan penting dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan perkebunan memegang peranan penting dan merupakan sektor dalam perekonomian negara berkembang termasuk Indonesia. Pentingnya sektor-sektor pertanian

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Kolombia. Dari total produksi, sekitar 67 persen kopinya diekspor sedangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji

Lebih terperinci

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT

Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Boks 1. DAMPAK PENGEMBANGAN KELAPA SAWIT DI JAMBI: PENDEKATAN INPUT-OUTPUT Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting di Indonesia yang berperan sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri agro memiliki arti penting bagi perekonomian Indonesia yang ditunjukkan oleh beberapa fakta yang mendukung. Selama kurun waktu 1981 1995, industri agro telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam BAB PENDAHULUAN. Latar Belakang Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Ekspor Karet Indonesia selama 0 tahun terakhir terus menunjukkan

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia, yaitu sebagai penghasil devisa, sumber pendapatan petani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang telah di ekspor

BAB I PENDAHULUAN. Kopi Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang telah di ekspor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang telah di ekspor ke pasar dunia. Dari total produksi kopi yang dihasilkan oleh Indonesia, sekitar 67% kopinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya di Kota Surabaya

Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya di Kota Surabaya Tugas Akhir- TI 9 Skenario Kebijakan Penentuan Upah Minimum Regional (UMR) dan Dampaknya Terhadap Perkembangan Industri Padat Karya di Kota Surabaya Oleh : Dewi Indiana (576) Pembimbing : Prof. Dr. Ir.

Lebih terperinci

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja

Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Dinamika Pengembangan Subsektor Industri Makanan dan Minuman Di Jawa Timur: Pengaruh Investasi Terhadap Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Oleh: Putri Amelia 2508.100.020 Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Ir. Budisantoso

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di. Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kopi merupakan komoditas sektor perkebunan yang cukup strategis di Indonesia. Komoditas kopi memberikan kontribusi untuk menopang perekonomian nasional dan menjadi

Lebih terperinci

Paramita Anggraini ( ) Pembimbing : Dr.Ir. Sri Gunani Partiwi. Co Pembimbing : Prof.Dr.Ir. Budisantoso Wirjodirdjo, M.

Paramita Anggraini ( ) Pembimbing : Dr.Ir. Sri Gunani Partiwi. Co Pembimbing : Prof.Dr.Ir. Budisantoso Wirjodirdjo, M. ANALISIS EFEKTIVITAS KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM PENYELARASAN SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN DUNIA INDUSTRI (STUDI KASUS : SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI 5 (SMKN 5) DAN INDUSTRI MANUFAKTUR) JURUSAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan Negara Agraris. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terkenal dengan sebutan Negara Agraris. Hal ini dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terkenal dengan sebutan Negara Agraris. Hal ini dapat ditunjukkan dengan besarnya luas lahan yang digunakan untuk pertanian dan perkebunan. Dari seluruh luas

Lebih terperinci

MAMPUKAH KEBIJAKAN PERGULAAN NASIONAL MENINGKATKAN PEROLEHAN PENDAPATAN PETANI TEBU : SEBUAH PENGHAMPIRAN DINAMIKA SISTEM

MAMPUKAH KEBIJAKAN PERGULAAN NASIONAL MENINGKATKAN PEROLEHAN PENDAPATAN PETANI TEBU : SEBUAH PENGHAMPIRAN DINAMIKA SISTEM MAMPUKAH KEBIJAKAN PERGULAAN NASIONAL MENINGKATKAN PEROLEHAN PENDAPATAN PETANI TEBU : SEBUAH PENGHAMPIRAN DINAMIKA SISTEM Ratna Novitasari dan Budisantoso Wirjodirdjo Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang. Tujuannya adalah untuk menciptakan

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA. Oleh : RIKA PURNAMASARI A ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI DAN IMPOR KEDELAI DI INDONESIA Oleh : RIKA PURNAMASARI A14302053 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya.

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan pangan nasional. Menurut Irwan (2005), kedelai mengandung protein. dan pakan ternak serta untuk diambil minyaknya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kedelai merupakan komoditas strategis di Indonesia, karena kedelai merupakan salah satu tanaman pangan penting di Indonesia setelah beras dan jagung. Komoditas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

Analisis Pengaruh Tarif Cukai Terhadap Pendapatan Negara Dan Keberlangsungan Usaha Industri Rokok (Sebuah Pendekatan Sistem Dinamik)

Analisis Pengaruh Tarif Cukai Terhadap Pendapatan Negara Dan Keberlangsungan Usaha Industri Rokok (Sebuah Pendekatan Sistem Dinamik) Presentasi Sidang Tugas Akhir Analisis Pengaruh Tarif Cukai Terhadap Pendapatan Negara Dan Keberlangsungan Usaha Industri Rokok (Sebuah Pendekatan Sistem Dinamik) oleh Puja Kristian Adiatma 2507 100 049

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menganut sistem perekonomian terbuka dimana lalu lintas perekonomian internasional sangat penting dalam perekonomian

Lebih terperinci

KONDISI EKSISTING INDUSTRI. POTENSI Tulungagung Penghasil marmer terbesar di Indonesia (wikipedia.org) (Disperindag,2009)

KONDISI EKSISTING INDUSTRI. POTENSI Tulungagung Penghasil marmer terbesar di Indonesia (wikipedia.org) (Disperindag,2009) 8// PRESENTASI SIDANG TUGAS AKHIR Departemen Perdagangan RI LATAR BELAKANG 4 subsektor industri kreatif KONTRIBUSI SDA DAERAH NurmaAnita 56..46 Dosen Pembimbing Prof.Dr.Ir.Budisantoso Wirjodirdjo, M.Eng.

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut. diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang patut diperhitungkan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci