BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG"

Transkripsi

1 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) merupakan unsur kemajuan peradaban manusia yang sangat penting, karena melalui kemajuan IPTEK, manusia dapat mendayagunakan kekayaan dan lingkungan alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa untuk menunjang kesejahteraan dan meningkatkan kualitas kehidupannya. Kemajuan IPTEK juga mendorong terjadinya globalisasi kehidupan manusia karena manusia semakin mampu mengatasi dimensi jarak dan waktu dalam kehidupannya. Perbedaan lokasi geografis dan batas-batas negara bukan lagi merupakan hambatan utama. Permodalan, perdagangan barang dan jasa, serta teknologi mengalir semakin bebas melampaui batas-batas wilayah negara sehingga kebebasan suatu negara mengendalikan perkembangan dirinya menjadi semakin terikat oleh berbagai perkembangan internasional. Kebijakan fiskal, moneter, dan administratif di suatu negara menjadi semakin terikat pada ketentuan dan kesepakatan internasional. Keadaan tersebut memberikan keuntungan tersendiri bagi negara yang mampu menguasai, memanfaatkan, dan memajukan IPTEK untuk memperkuat posisinya dalam pergaulan dan persaingan antar bangsa di dunia. Disamping memiliki kekuatan akses pasar dan finansial, negara tersebut juga memiliki keunggulan di bidang IPTEK yang memungkinkan penetrasi pasar di negara-negara lain. Sementara itu, pasar negara tersebut sulit diterobos oleh bangsa lain yang kemampuan IPTEKnya tertinggal. Bahkan, untuk menghasilkan nilai yang lebih tinggi bagi kesejahteraan bangsanya, negara tersebut dapat mengendalikan pemanfaatan kekayaan dan lingkungan alam, baik yang berada di negaranya maupun yang berada di negara lain. Hal ini menimbulkan ketimpangan antar bangsa di dunia. Kunci dari perkembangan suatu bangsa atau negara di masa yang akan datang, terletak pada efektivitas penerapan IPTEK. Ilmu pengetahuan akan berkembang terus dalam jangka waktu lama, serta terkait langsung dengan kemampuan manusia yang mampu berpikir secara sistematis dan melakukan analisis secara mendalam terhadap berbagai masalah yang ditemuinya. Di samping itu, prospek perkembangan IPTEK di suatu negara tidak terlepas dari kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan yang dihadapinya. Perubahan lingkungan strategis yang terjadi baik di dalam maupun di luar negeri, termasuk didalamnya beberapa kesepakatan internasional seperti Millenium Development Goal (MDG), World Summit on Sustainable Development (WSSD), World Summit on Information Society (WSIS) dan sebagainya membawa implikasi dalam meningkatkan peran IPTEK bagi kehidupan dan pembangunan bangsa. 1

2 1.2. POSISI DAYA SAING INDONESIA Mengingat peranan teknologi yang sangat signifikan dalam peningkatan daya saing suatu bangsa, United Nations Development Programme (UNDP), World Economic Forum (WEF), Institute for International Management Development (IMD), serta organisasi international lainnya menempatkan teknologi sebagai salah satu faktor penentu daya saing. Peringkat daya saing Indonesia secara global dapat dilihat dari beberapa hasil survei dan penerbitan internasional sebagai berikut: : 1. Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report) dikembangkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) untuk mengukur kesuksesan pembangunan suatu negara berdasarkan pencapaian tingkat harapan hidup, partisipasi pendidikan dan pendapatan per kapita riil. Berdasarkan Human Development Report 2004, Indeks Pembangunan Manusia Indonesia berada pada peringkat ke-111 (tingkat harapan hidup peringkat ke-117, partisipasi pendidikan peringkat ke-118 dan pendapatan per kapita riil peringkat ke-113) dari 177 negara pada tahun Tabel 1. Peringkat Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index Ranking) Negara Singapura Malaysia Thailand Filipina Brunai Vietnam Kamboja Peringkat Indeks Indonesia tersebut berada di bawah negara-negara Asean lainnya, seperti Singapura menempati peringkat ke-25, Brunai Darussalam peringkat ke-33, Malaysia peringkat ke-59, Thailand peringkat ke-76, sedangkan Filipina peringkat ke-83. Indonesia hanya satu tingkat di atas Vietnam yang menempati peringkat ke-112 dan lebih baik dari Kamboja yang menempati peringkat ke-130, Myanmar peringkat ke-132 dan Laos peringkat ke-135. Indonesia Peringkat Indonesia tersebut, Myanmar menunjukan bahwa sumber daya Laos manusia Indonesia belum memiliki kualitas daya saing yang andal, Sumber: Human Development Report- UNDP pada saat negara lain berupaya untuk mengejar kekuatan daya saingnya di era global. 2

3 2. Laporan Daya Saing Global (Global Competitiveness Report) Laporan tahunan Daya Saing Global (The Global Competitiveness Report) dikembangkan oleh World Economic Forum (WEF) untuk mengevaluasi daya saing ekonomi suatu negara dengan menggunakan dua kriteria yaitu sisi makro - Growth Competitiveness Index (GCI) dan sisi mikro - Business Competitiveness Index (BCI). GLOBAL COMPETITIVENESS RANGKING Business Competitiveness Rangking USA Japan Singapore Korea Thailand Malaysia China India Philipines Indonesia Vietnam Sri lanka Growth Competitiveness Rangking Growth Competitiveness Index menggunakan tiga parameter, yaitu lingkungan ekonomi makro, perkembangan lembaga publik, dan inovasi teknologi. Berdasarkan The Global Competitiveness Report , Indonesia menempati peringkat ke-72 dari 102 negara pada tahun 2003, sedangkan pada tahun 2002 menempati peringkat ke-69. Dibandingkan dengan negara-negara tetangga di Asean, Indonesia menempati posisi terendah (Tabel 2), Singapura menempati peringkat ke-6, Malaysia peringkat ke-29, Thailand peringkat ke-32, Filipina peringkat ke-66, dan bahkan Vietnam pada peringkat ke-60. 3

4 Business Competitiveness Index menggunakan dua parameter, yaitu sofistikasi strategi dan operasi perusahaan dan kualitas lingkungan bisnis nasional. Indonesia menempati peringkat ke-60 pada tahun 2003, sedangkan pada 2002 menempati peringkat ke-64. Dibandingkan negara-negara Asean yang lainnya, Indonesia hanya lebih baik dari Filipina yang menempati peringkat ke-64. Singapura menempati peringkat ke-8, Malaysia menempati peringkat ke-26, Thailand menempati peringkat ke-31, dan bahkan Vietnam juga lebih baik dari Indonesia dan menempati peringkat ke-50. Negara Tabel 2 Peringkat Indeks Daya Saing Global (The Global Competitiveness Index Ranking) Tahun 2003 Growth Competitiveness Index Rangking Teknologi Lembaga Publik Makroekonomi Business Competitiveness Index Rangking Strategi & Opreasi perusahaan Lingkungan bisnis nasional Singapura Jepang Korea Malaysia Thailand China India Vietnam Filipina Sri Lanka Indonesia Sumber: Global Competitiveness Report Salah satu penyebab rendahnya Growth Competitiveness Index Indonesia tersebut adalah semakin lemahnya kemampuan teknologi. Peringkat Growth Competitiveness Index Indonesia dalam hal teknologi (terdiri dari inovasi, telematika dan transfer technologi) menurun dari peringkat-65 di tahun 2002 menjadi peringkat-78 di tahun Dalam Business Competitiveness Index, peringkat Indonesia pada 2003 mengalami penurunan dalam strategi dan operasi perusahaan, peringkat Indonesia pada tahun 2003 memburuk dan menempati peringkat ke-62 dibandingkan dengan tahun 2002 yang menempati peringkat ke-59. Semua ini menunjukan bahwa kemampuan 4

5 penguasaan teknologi bangsa Indonesia relatif menurun dibandingkan dengan bangsa-bangsa lainnya. 3. The World Competitiveness Yearbook (WCY) Laporan Tahunan Daya Saing Dunia (World Competitiveness Yearbook) disusun oleh Institute for International Management Development (IMD) bertujuan untuk memberikan kerangka referensi dalam mengkaji bagaimana suatu negara mengelola masa depan ekonominya dengan menempatkan daya saing suatu negara yang ditentukan oleh empat faktor yaitu kinerja ekonomi (economic performance), efisiensi pemerintah (government efficiency), efisiensi bisnis (business efficiency) dan infrastruktur (infrastructure). Berdasarkan World Competitiveness Yearbook 2004, Indonesia terus mengalami penurunan dari peringkat-43 pada tahun 2000 menjadi peringkat-58 dari 60 negara pada tahun 2004 (Tabel 3). Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, Indonesia memiliki daya saing yang paling rendah (Tabel 3). Singapura berada pada peringkat- 2, Malaysia peringkat-16, Thailand peringkat-29, dan Philippines di peringkat- 52. Dalam infrasutruktur yang terdiri dari infrastruktur dasar, teknologi, saintifik, lingkungan dan kesehatan, serta pendidikan, posisi Indonesia menduduki peringkat terendah, yaitu peringkat ke-60. Tabel 3 Peringkat Daya Saing Dunia (The World Competitiveness Ranking) Tahun 2004 NEGARA (1) (2) (3) (4) Singapura Malaysia Jepang China Thailand Korea Filipina Indonesia Catatan: 1 - Economic Performance; 2 - Government Efficiency; 3 - Business Efficiency; 4 Infrastructure Sumber: World Competitiveness Yearbook

6 4. Indikator Daya Saing Berbasis Teknologi (Indicators of Technologi-Based Competitiveness) Rendahnya kemampuan Indonesia dalam penguasaan teknologi juga tercermin dalam laporan Indicators of Technologi-Based Competitiveness yang disusun oleh National Science Foundation USA yang menunjukkan tingkat dayasaing teknologi tinggi Indonesia jauh berada di bawah negara Korea, Taiwan, Singapore, China, dan Thailand, sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 4 berikut ini: Negara Output Indicator Tech Standing Tabel 4 High Tech Indicator Value 2003 Productive Capacity Technological Infrastructure (Input ndicator) Sosio- Economic Infrastructure (Input Indicators) National Orientation (Input Indicator) USA Jepang Singapura Korea Malaysia China Thailand Indonesia Filipina Sumber: Indicators of Technology-Based Competitiveness of 33 Nations Technology Polcy Assessment Center Georgia Institute of Technology - USA 6

7 5. Neraca Perdagangan Rendahnya kemampuan Indonesia dalam penguasaan teknologi juga tercermin dari neraca Perdagangan Produk Manufaktur. Walaupun ekspor produk manufaktur terus meningkat, neraca perdagangannya cenderung negatif karena impor produk barang modal dengan kepadatan teknologi menengah dan tinggi terus meningkat pula. Selain itu studi UNIDO Indonesia: Strategy for Manufacturing Juta US$ Neraca Perdagangan Produk Manufaktur Tahun (Juta US$) , , , ,00 0, , , , Teknologi Tinggi , , , , , ,80 Teknologi Menengah , , , , , ,20 Teknologi Rendah 5.413, , , , , ,20 Competitiveness (November 2000), menjabarkan bahwa sebenarnya daya saing industri manufaktur Indonesia telah mengalami penurunan sejak pertengahan dekade 1990 sebelum krisis moneter terjadi. Studi itu mengidentifikasi sejumlah kondisi yang mengakibatkan daya saing industri manufaktur di Indonesia melemah, antara lain disebabkan oleh : Tingginya tingkat ketergantungan pada impor input produksi; Jenis produk ekspor sangat terbatas (plywood, textile, garments, footware, electronics) dan sasaran pasar eksporpun sangat sempit (USA, Japan, Singapore). Tidak terjadinya pendalaman teknologi. Pada umumnya industri merupakan kegiatan perakitan yang komponen impornya mencapai sekitar 90% dan mengandalkan biaya buruh yang murah. 7

8 Studi tersebut memberikan masukan bahwa untuk meningkatkan daya saing industri manufaktur Indonesia, diperlukan upaya pengembangan industri pemasok dan industri penunjang, mendiversifikasi basis kegiatan manufaktur, dan melaksanakan pendalaman teknologi di sektor manufaktur, antara lain dengan mengembangkan : Jaringan productivity centers and technical institutes; Supplier and vendor network; Reverse-engineering dan pengadopsian kemajuan teknologi; Visi strategis tentang ke mana Indonesia akan memposisikan dirinya dalam melaksanakan industrialisasi. Hal ini berarti bahwa, Visi dan kebijakan strategis pembangunan IPTEK harus selaras dengan visi dan kebijakan strategis pembangunan industri. Kenyataan ini membawa konsekuensi bahwa IPTEK harus menjadi politik negara. Beberapa kondisi di atas menunjukkan bahwa perkembangan sumber daya IPTEK (S&T resource advantage) belum memberikan sumbangan yang signifikan bagi pembentukan keunggulan posisi (positional advantage) Indonesia dalam meningkatkan daya saing TUJUAN Tujuan Penyusunan Visi IPTEK 2025 adalah : 1) Mempersiapkan arah dan tahapan pencapaian pembangunan bidang IPTEK yang mempertimbangan kecenderungan/ perubahan di masyarakat; 2) Menjadi acuan bagi penyusunan tahapan kebijakan strategis pembangunan nasional IPTEK; 3) Memperjelas posisi penetrasi IPTEK ke dalam pembangunan bangsa; 4) Mewujudkan kesejahteraan bangsa dan meningkatkan daya saing dan harga diri bangsa, tercermin dari bagaimana cara mencapainya. Metode dalam penyusunan Visi IPTEK 2025 antara lain menggunakan : studi banding (benchmark) dengan visi beberapa negara lain; brain storming; analisis kuantitatif & kualitatif; scenario planning dan lain-lain. 8

9 BAB II MODAL DASAR, PELUANG DAN TANTANGAN 2.1. MODAL DASAR Modal dasar yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian, pengembangan dan rekayasa yang berlandaskan pada sistem inovasi nasional, antara lain adalah : Potensi sumber daya manusia dan sumber daya IPTEK lainnya; Variasi pilihan pemanfaatan, pengembangan, penguasaan IPTEK; Keanekaragaman sumber daya alam; Dunia usaha skala besar, menengah dan kecil; Potensi pasar dalam negeri; Keanekaragaman budaya dan pengetahuan tradisional (traditional knowledge); Proses demokrasi politik. Semua modal dasar dapat didayagunakan apabila pembangunan IPTEK ditunjang oleh perangkat kelembagaan dan iklim yang kondusif bagi pengembangan sistem inovasi nasional. Sistem inovasi nasional ini merupakan landasan pemikiran yang menyeluruh untuk pembangunan IPTEK yang mencakup pilar-pilar utama seperti sumber daya manusia, teknologi dan modal yang berinteraksi secara harmonis, yang dikemas dalam sektor-sektor produksi, lembaga-lembaga litbang; perguruan tinggi; dunia usaha; lembaga keuangan dan lain-lain yang mempunyai kesamaan pemahaman, keserempakan tindak dan keterpaduan yang menyeluruh PELUANG Berbagai aspek penting yang dapat dijadikan peluang dan dimanfaatkan dalam pengelolaan, pengembangan, penumbuhan dan penguasaan IPTEK, antara lain : Membaiknya Perekonomian Nasional Indonesia Diperkirakan antara tahun ekonomi Indonesia dapat tumbuh dengan laju rata-rata sekitar 6 persen per tahun. 9

10 Semangat Reformasi dan Demokrasi. Semangat reformasi dapat dijadikan momentum untuk mengadakan perubahan mendasar di segala bidang, termasuk dalam upaya pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan IPTEK. Perkembangan IPTEK Kepesatan kemajuan IPTEK pada dua dasawarsa terakhir memberikan sumbangan berharga dalam bentuk banyaknya pilihan IPTEK yang bisa didayagunakan dan dikembangkan dalam rangka mendukung penguatan ekonomi dan daya saing untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan peradaban bangsa. Kecenderungan global perkembangan IPTEK dapat dipantau dan diantisipasi secara terus menerus melalui teknik-teknik pengkajian, pemantauan dan peramalan teknologi. Hal ini diperlukan agar bangsa Indonesia dapat menyeleksi, mengadaptasi, dan memfokuskan program-program IPTEK dalam rangka penerapan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan kondisi sosial budaya masyarakat. Meningkat dan Terbukanya Akses Informasi Dengan berkembangnya teknologi informasi dan terbukanya akses informasi, tuntutan konsumen terhadap barang dan jasa pun semakin meningkat. Hal ini merupakan peluang untuk meningkatkan produktivitas dengan memperbaiki QCD (Quality, Cost & Delivery) untuk menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas; meningkatkan efisiensi biaya produksi agar menghasilkan barang dan jasa yang bernilai kompetitif (mampu bersaing); serta menambah kecepatan pelayanan yang diberikan. Globalisasi Globalisasi memberikan peluang untuk memperluas jaringan kerjasama antar negara, khususnya bagi peningkatan kemampuan IPTEK di Indonesia TANTANGAN Disamping peluang, juga terdapat sejumlah tantangan yang harus dihadapi, di antaranya : Menyelaraskan Kebijakan Pembangunan IPTEK ke dalam Kebijakan Ekonomi Perkembangan IPTEK berkait erat dengan kemajuan perekonomian bangsa. Dalam upaya menciptakan stabilitas lingkungan makroekonomi, pemerintah perlu merumuskan kebijakan industri yang berpihak terhadap penggunaan hasil riset dan produk teknologi dalam negeri. Hasil riset tidak akan dapat berkembang menjadi produk inovasi apabila tidak diserap oleh industri yang mampu memproduksi barang dan jasa yang bernilai kompetitif, serta tidak didukung oleh adanya pasar yang loyal terhadap produksi bangsa sendiri. 10

11 Di samping itu juga diperlukan iklim investasi yang kondusif untuk berkembangnya kemampuan litbangyasa di dalam negeri antara lain dengan menaikkan alokasi anggaran IPTEK dari 0.18% hingga sesuai dengan standar UNESCO, minimal 1 % dari GDP. Mengurangi Besarnya Ketergantungan pada Sumber Daya di sektor Pemerintah Kegiatan penelitian di Indonesia sebagian besar didanai dari sektor pemerintah. Dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi nasional, disamping mendorong sektor publik untuk berswadana, peran sektor swasta, khususnya untuk berinvestasi dalam kegiatan litbangpun perlu ditingkatkan. Meningkatkan peran Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi dalam Mengembangkan dan Mengakumulasikan Kemampuan Teknologi. Meningkatkan peran serta pemilik modal swasta dalam kegiatan IPTEK secara bersama untuk menciptakan lapangan kerja dan memberdayakan masyarakat ekonomi lemah untuk dapat lebih produktif. Menurunkan Ancaman Degradasi Lingkungan Hidup Pengembangan dan pemanfaatan IPTEK yang bernilai ekonomis tetapi juga ramah lingkungan, dan yang mempertimbangkan nilai-nilai sosial budaya masyarakat setempat merupakan tantangan yang perlu perhatian serius untuk bisa mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Adanya persyaratan standar lingkungan tertentu pada produk-produk yang diperdagangkan secara internasional merupakan hambatan bersaing secara global bagi industri Indonesia. Meningkatkan Sumber Daya Manusia dan Partisipasi Perempuan di bidang IPTEK Meningkatkan peran knowledge sebagai modal intelektual (intellectual capital) dalam mendorong kemajuan pembangunan ekonomi. Meningkatkan Pemahaman Pentingnya IPTEK Berbagai isu di atas memberikan gambaran bahwa pelaksanaan pembangunan harus semakin dilandaskan pada kapasitas sumber daya manusia dalam memanfaatkan, mengembangkan, serta menguasai kemajuan IPTEK untuk mengatasi berbagai permasalahan pembangunan. Pembinaan sumber daya manusia harus dilaksanakan sejalan dengan berbagai upaya untuk mentransformasikan masyarakat berbudaya pengetahuan. Pemapanan tata-nilai baru, cara berpikir, bersikap dan berperilaku, serta keterbukaannya dalam menghadapi perubahan 11

12 lingkungan alam dan sosial, tanpa mengorbankan martabat serta nilai-nilai budaya dan moral bangsa. Upaya ini haruslah ditunjang oleh penataan semua pranata IPTEK baik yang merupakan prasarana dan sarana keilmuan, sistem-sistem kelembagaan dan pemerintahan, ataupun perangkat peraturan dan perundang-undangan. 12

13 BAB III VISI IPTEK MENGAPA TAHUN 2025 Perkembangan global dalam perspektif IPTEK, akan mengacu pada banyaknya invensi dan inovasi, di mana IPTEK menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi dan merupakan indikator harkat serta harga diri bangsa. Hal ini tampak dari munculnya negara-negara industri baru, seperti Korea Selatan, Thailand, Singapura (industri jasa), Malaysia, Taiwan, dan China yang menunjukkan bahwa investasi yang didorong oleh kemajuan di bidang IPTEK sangat terkait erat dengan pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Kegiatan IPTEK di negara-negara tersebut sangat terkait dengan sektor riil. Negara-negara tersebut menyadari bahwa IPTEK tidak bisa dipisahkan lagi dari upaya menegakkan martabat dan harga diri bangsa. IPTEK telah menjadi keniscayaan untuk mengungkit produktivitas aktivitas ekonomi secara lebih besar. Keniscayaan IPTEK sebagai pilar pembangunan merupakan satu-satunya jawaban permasalahan yang muncul di negara-negara tersebut dalam upaya menjadikan bangsa yang bermartabat, berharga-diri dan mandiri dalam tatapergaulan internasional. Negara-negara tersebut juga menyadari bahwa aktivitas riset ilmu pengetahuan dan teknologi (RIPTEK) sangat rentan pada jebakan yang dapat memutus seluruh rantai kegiatan jika aktivitas penguasaan tidak menciptakan keterhubungan dengan aktivitas pemberdayaan, yang pada gilirannya, menumbuhkan kesan pemborosan sumber daya. Transformasi penguasaan IPTEK perlu diupayakan agar dapat mencapai nilai ambang batas yang dapat memicu dan memacu tumbuhnya kemandirian dalam upaya menciptakan pembaharuan sumber-sumber daya RIPTEK secara keseluruhan. Untuk mencapai tingkat itu dibutuhkan peningkatan kapasitas dan kapabilitas yang dapat membuktikan bahwa aktivitas penguasaan dan pemberdayaan IPTEK pasti akan memberikan sumbangsih bagi kehidupan negara. Oleh karena itu diperlukan waktu yang panjang (15 25 tahun) untuk melakukan investasi secara berkelanjutan sebelum teknologi potensial dapat memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi masyarakat. Mereka menyadari bahwa jika dalam tahun 2025 mereka tidak bisa mempersiapkan negaranya menjadi negara yang mempunyai basis IPTEK yang kuat, maka negara tersebut akan ditelan oleh gegap gempita kemajuan negara lain. 13

14 Pengalaman dan visi IPTEK negara-negara tersebut memacu negara-negara lain, termasuk Indonesia, untuk melakukan tinjauan ulang terhadap berbagai kebijakan dan langkah-langkah yang telah dilakukan, serta memandang jauh ke depan dalam kurun waktu 20 tahun mendatang ke tahun Pada ranah ini diperlukan penyadaran seluruh elemen bangsa bahwa eksistensi dan harga diri bangsa ini hanya akan bisa dipertahankan jika IPTEK sebagai elemen dasar kehidupan berbangsa di masa depan dapat dikuasai dan didayagunakan. Untuk mencapai tingkat penyadaran pada seluruh elemen bangsa, IPTEK harus menjadi politik negara. Untuk menciptakan keberlanjutan yang konsisten dalam upaya mewujudkan IPTEK sebagai pilar pembangunan bangsa, diperlukan sebuah visi yang memperjelas arah pembangunan IPTEK PRINSIP DASAR Pembangunan nasional di bidang IPTEK dilaksanakan berlandaskan nilai-nilai sebagai berikut : 1) Keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta nilai-nilai luhur budaya bangsa; 2) Keragaman atau kebhinekaan sebagai basis kewarganegaraan yang mengandung nilai-nilai persatuan bangsa; 3) Kesejahteraan dan kemandirian, baik dalam memanfaatkan teknologi untuk memenuhi kebutuhan dan sarana kehidupan, maupun menciptakan teknologi untuk meningkatkan kualitas hidup bangsa; 4) Budaya untuk berinovasi dan berbasis pengetahuan, dengan menekankan pada universalitas, kebenaran ilmiah, kebebasan berpikir, serta dilandasi dengan profesionalisme, transparansi, akuntabilitas dan tanggung jawab ilmiah yang tinggi; 5) Pendekatan sistem yang dapat menjembatani kepentingan makro dan mikro; serta berorientasi pada pembangunan yang berkelanjutan; 6) Hukum yang menjunjung keadilan dan kebenaran serta menghormati Hak atas Kekayaan Intelektual; 7) Kesetaraan dan keadilan gender dengan memberikan peran dan kesempatan yang sama kepada laki-laki dan perempuan dalam memperoleh akses, peluang berpartisipasi, kontrol serta manfaat dari hasil pembangunan. 14

15 3.3. VISI Visi pembangunan IPTEK 2025 adalah : Mewujudkan IPTEK sebagai pendukung dan muatan utama produk nasional untuk peningkatan peradaban, kemandirian dan kesejahteraan bangsa MISI Misi pembangunan IPTEK 2025 adalah : 1. Menyusun kebijakan yang berpihak pada pembangunan IPTEK; 2. Membangun dan mengoptimalkan peran Usaha Kecil Menengah dan Koperasi berbasis IPTEK; 3. Membangun Sumber Daya Manusia menuju masyarakat yang berpengetahuan (knowledge based society) baik laki-laki maupun perempuan, sebagai dasar pembangunan ekonomi yang berbasis pengetahuan (knowledge based economy); 4. Meningkatkan dan mengoptimalkan peran swasta dalam kegiatan dan investasi penelitian, pengembangan dan penerapan IPTEK; 5. Memberikan dukungan bagi pemeliharaan dan peningkatan kualitas kehidupan; 6. Melembagakan IPTEK dalam kehidupan bangsa melalui penguatan sistem inovasi nasional termasuk kesadaran pemahaman masyarakat terhadap IPTEK. 15

16 BAB IV TAHAPAN PENCAPAIAN DAN INDIKATOR KEBERHASILAN 4.1. TAHAPAN PENCAPAIAN Menyadari jalan panjang yang harus ditempuh, visi tersebut hanya bisa diwujudkan dalam kerangka prioritas waktu bertahap, yaitu: 1. Pertama - Jangka Pendek Tahap ketahanan nasional yang dilakukan pada 5 tahun pertama dengan indikator utama dijadikannya IPTEK sebagai elemen kunci dalam tahapan mencapai kemandirian dan ketahanan pangan, perbaikan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan, pengelolaan lingkungan termasuk pengelolaan sumberdaya genetik, sumberdaya lahan dan air serta pemanfaatan sumberdaya kelautan, kebumian dan kedirgantaraan secara terkendali; Tahap Pertama untuk pencapaian kemandirian : a. Ketahanan Pangan; a. Perbaikan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan; b. Pengelolaan lingkungan (termasuk sumberdaya genetik, sumberdaya lahan dan air) serta pemanfaatan sumberdaya kelautan, kebumian dan kedirgantaraan secara terkendali. 2. Kedua Jangka Menengah Tahap kreasi kekayaan berbasis IPTEK (wealth creation) dalam perioda 10 tahun pertama, dengan indikator utama tercapainya kemandirian dan daya saing di bidang transportasi dan logistik, energi, manufaktur, teknologi informasi dan bahan baru; Tahap kreasi asset kekayaan berbasis IPTEK (wealth creation) untuk tercapainya kemandirian dan daya saing : a. Transportasi dan logistik; b. Energi; c. Manufaktur; d. Teknologi informasi dan komunikasi; e. Bahan baru dan f. Bioteknologi. 16

17 3. Ketiga Jangka Panjang Tahap percepatan kemandirian dan kesejahteraan berbasis dukungan IPTEK dalam perncapaian waktu 20 tahun, dengan indikator utama tumbuh dan berkembangnya kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya berbasis IPTEK (Knowledge Based Economy-KBE) dan masyarakat yang inovatif (innovative society). Tahap percepatan kemandirian dan kesejahteraan berbasis dukungan IPTEK untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya berbasis IPTEK (Knowledge Based Economy-KBE). Penguatan empat pilar Knowledge Based Economy-KBE menjadi tumpuan dalam jangka panjang, yaitu : a. Sistem Pendidikan, yang menjamin masyarakat dapat memanfaatkan IPTEK secara luas; b. Sistem Inovasi, (termasuk sistem HKI) yang mampu mengangkat peneliti dan kalangan bisnis menerapkan secara komersial hasil RIPTEK; c. Infrastruktur Masyarakat Informasi, yang menjamin masyarakat dapat melakukan akses secara efektif terhadap informasi dan komunikasi; d. Kerangka Kelembagaan, peraturan-perundangan dan Ekonomi, yang menjamin kemantapan lingkungan makroekonomi, persaingan, lapangan kerja dan keamanan sosial INDIKATOR KEBERHASILAN 1. Indikator Outcome 1) Tingkat daya saing (indicator of technology competitiveness) Indonesia masuk dalam 5 kelompok negara termaju di ASIA. 2) Menumbuhkan kualitas masyarakat berdasarkan budaya IPTEK. Tumbuhnya masyarakat yang berbudaya IPTEK, dan terwujudnya pencapaian Indeks Pembangunan Manusia hingga ke 30 dan Indeks Pencapaian Teknologi hingga 0,625, serta Indeks Pembangunan gender pada urutan ke 50 di antara negara-negara di dunia. 3) Merealisasikan peningkatan ekspor berbasis teknologi menengah dan tinggi hingga mencapai rasio ekspor/impor = ) Meningkatnya kualitas dan terjaminnya ketersediaan Lingkungan Hidup termasuk sumber daya alam sebagai bagian ketersediaan bahan keperluan pembangunan industri dan masyarakat. 17

18 18

19 Glossary : 1. Kaidah yang terkandung dalam Visi IPTEK 2025 adalah : a. Peradaban mengandung karya IPTEK yang menyatu dengan nilai-nilai sosial budaya yang dapat divisualkan secara abadi menjadi ciri pertumbuhan bangsa; b. Kemandirian mengandung daya serap kemajuan IPTEK, melalui pendidikan, penelitian, pengembangan dan penerapan IPTEK, untuk menumbuh-kembangkan inovasi dan memperkuat posisi daya saing bangsa secara berkelanjutan; c. Kesejahteraan mengandung keterampilan IPTEK dalam memproduksi komoditas untuk memenuhi kebutuhan hidup dan sarana kehidupan masyarakat. 19

BAB 22 PENINGKATAN KEMAMPUAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

BAB 22 PENINGKATAN KEMAMPUAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI BAB 22 PENINGKATAN KEMAMPUAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI Pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) pada hakekatnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam rangka membangun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian di dalam negeri maupun di dunia internasional. Dampak yang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Terima kasih. Tim Penyusun. Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing Infrastruktur

KATA PENGANTAR. Terima kasih. Tim Penyusun. Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing Infrastruktur KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan, karena hanya dengan rahmat dan karunia- Nya, dapat menyelesaikan Executive Summary Penyusunan Outlook Pembangunan dan Indeks Daya Saing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan

Lebih terperinci

kelembagaan yang satu ke unsur kelembagaan yang lain. Dengan demikian, sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif.

kelembagaan yang satu ke unsur kelembagaan yang lain. Dengan demikian, sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif. P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI I. UMUM Ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep daya saing daerah berkembang dari konsep daya saing yang digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak mewarnai pengembangan dan aplikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal manusia berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara maka modal manusia merupakan faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA Pembangunan adalah suatu orientasi dan kegiatan usaha yang tanpa akhir. Development is not a static concept. It is continuously changing. Atau bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi atau penanaman modal merupakan instrumen penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang ada di suatu negara atau wilayah. Karena pada dasarnya, investasi

Lebih terperinci

BAB III VISI, MISI DAN NILAI

BAB III VISI, MISI DAN NILAI BAB III VISI, MISI DAN NILAI VISI PEMBANGUNAN KABUPATEN SIAK Dalam suatu institusi pemerintahan modern, perumusan visi dalam pelaksanaan pembangunan mempunyai arti yang sangat penting mengingat semakin

Lebih terperinci

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional

Ringkasan. Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Ringkasan Kebijakan Pembangunan Industri Nasional Era globalisasi ekonomi yang disertai dengan pesatnya perkembangan teknologi, berdampak sangat ketatnya persaingan, dan cepatnya terjadi perubahan lingkungan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia Daya Saing Global Indonesia 2008-2009 versi World Economic Forum (WEF) 1 Tulus Tambunan Kadin Indonesia Tanggal 8 Oktober 2008 World Economic Forum (WEF), berkantor pusat di Geneva (Swis), mempublikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang konstruksi berperan membangun struktur dan infra struktur di suatu negara. Infrastruktur yang memadai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH III.1. VISI Visi merupakan gambaran masa depan yang ideal yang didambakan untuk diwujudkan. Ideal yang dimaksud memiliki makna lebih baik, lebih maju, dan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Terwujudnya Masyarakat Bengkulu Utara yang Mandiri, Maju, dan Bermartabat Visi pembangunan Kabupaten Bengkulu Utara Tahun 2011-2016 tersebut di atas sebagai

Lebih terperinci

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN Sesuai dengan amanat Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Kubu Raya Tahun 2009-2029, bahwa RPJMD

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 Visi Visi dalam RPJMD Kabupaten Cilacap 2012 2017 dirumuskan dengan mengacu kepada visi Bupati terpilih Kabupaten Cilacap periode 2012 2017 yakni Bekerja dan Berkarya

Lebih terperinci

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja

PERENCANAAN KINERJA BAB. A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja BAB II PERENCANAAN KINERJA A. Instrumen untuk mendukung pengelolaan kinerja Pemerintah Kabupaten Gunungkidul dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik senantiasa melaksanakan perbaikan

Lebih terperinci

Page 1 of 15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

MENDORONG INOVASI DOMESTIK MELALUI KEBIJAKAN LINTAS LEMBAGA

MENDORONG INOVASI DOMESTIK MELALUI KEBIJAKAN LINTAS LEMBAGA MENDORONG INOVASI DOMESTIK MELALUI KEBIJAKAN LINTAS LEMBAGA PENDAHULUAN Kunci kemajuan suatu bangsa sesungguhnya tidak hanya ditentukan oleh potensi dan kekayaan sumber daya alam yang dimiliki, tetapi

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI. 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Tenaga Kerja Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Peningkatan kinerja..., Suntana Sukma Djatnika, FT UI.,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Peningkatan kinerja..., Suntana Sukma Djatnika, FT UI., BAB I PENDAHULUAN 1.1. Permasalahan penelitian. 1.1.1. Latar belakang. Jalan merupakan sarana transportasi darat yang mempunyai peranan besar dalam arus lalu lintas barang dan orang, sebagai penghubung

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 5.1 KESIMPULAN A. Hasil tipologi berdasarkan tingkat penggangguran dan openness dalam penelitian ini menemukan: 1. Posisi negara Indonesia dan Filipina rata-rata

Lebih terperinci

SEMINAR PERAN SISTEM MANUFAKTUR DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI DI INDONESIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK, 8 OKTOBER 2012 PT.

SEMINAR PERAN SISTEM MANUFAKTUR DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI DI INDONESIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK, 8 OKTOBER 2012 PT. SEMINAR PERAN SISTEM MANUFAKTUR DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI DI INDONESIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK, 8 OKTOBER 2012 1 PENGEMBANGAN INDUSTRI MANUFAKTUR SEKTOR TRANSPORTASI MELALUI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Membangun Daya Saing, Kemandirian Sains, dan Teknologi Bangsa

Membangun Daya Saing, Kemandirian Sains, dan Teknologi Bangsa Membangun Daya Saing, Kemandirian Sains, dan Teknologi Bangsa Kusmayanto Kadiman Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia Pendahuluan Hari Kebangkitan Nasional kembali kita peringati pada

Lebih terperinci

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH 3.1. Visi Berdasarkan kondisi masyarakat dan modal dasar Kabupaten Solok saat ini, serta tantangan yang dihadapi dalam 20 (dua puluh) tahun mendatang, maka

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1 Kebijakan Umum Perumusan arah kebijakan dan program pembangunan daerah bertujuan untuk menggambarkan keterkaitan antara bidang urusan pemerintahan

Lebih terperinci

2016 PENGARUH KOMPETENSI PENGUSAHA, INOVASI D AN KUALITAS PROD UK TERHAD AP D AYA SAING USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) D I KOTA BAND UNG

2016 PENGARUH KOMPETENSI PENGUSAHA, INOVASI D AN KUALITAS PROD UK TERHAD AP D AYA SAING USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) D I KOTA BAND UNG BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara dengan sumberdaya yang begitu melimpah ternyata belum mampu dikelola untuk menghasilkan kemakmuran yang adil dan merata bagi rakyat.

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era otonomi daerah ini pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada era otonomi daerah ini pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era otonomi daerah ini pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia menghadapi persoalan dalam membangun ekonomi maka suatu daerah harus membangun perekonomian yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi melalui produktivitas yang tinggi, dan mendatangkan lebih banyak input ke dalam proses produksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetap terbuka pada persaingan domestik. Daya saing daerah mencakup aspek yang

BAB I PENDAHULUAN. tetap terbuka pada persaingan domestik. Daya saing daerah mencakup aspek yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing ekonomi menunjukkan kemampuan suatu wilayah menciptakan nilai tambah untuk mencapai kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan bagian penting dari pembangunan suatu negara bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu indikator dalam menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komprehensif tentang bagaimana pemerintah daerah Kabupaten Lingga mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan

Lebih terperinci

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN Untuk memberikan gambaran yang jelas pada visi tersebut, berikut ada 2 (dua) kalimat kunci yang perlu dijelaskan, sebagai berikut : Masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas

I. PENDAHULUAN. terjadinya krisis moneter, yaitu tahun 1996, sumbangan industri non-migas I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Berbagai studi menunjukkan bahwa sub-sektor perkebunan memang memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia sebagai sumber pertumbuhan ekonomi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi saat ini telah sampai pada pembentukan pasar tunggal dan pusat produksi tunggal

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi saat ini telah sampai pada pembentukan pasar tunggal dan pusat produksi tunggal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Munculnya new economy membuat perekonomian global tumbuh dengan cepat, hal tersebut terlihat dari perkembangan teknologi informasi yang lebih maju, penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau

Lebih terperinci

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung

Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Lampung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indikator Kinerja Utama (IKU) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) merupakan upaya membangun sistem manajemen

Lebih terperinci

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA

VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA Penurunan daya saing sektor industri agro Indonesia pada tahun 1995-2000, khususnya dibandingkan dengan Thailand dan China, perlu diantisipasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM NASIONAL PENELITIAN, PENGEMBANGAN, DAN PENERAPAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Sistem IPTEK Nasional dalam Usaha untuk Meningkatkan Kemampuan Bangsa dalam Bidang Elektronika dan Telekomunikasi

Sistem IPTEK Nasional dalam Usaha untuk Meningkatkan Kemampuan Bangsa dalam Bidang Elektronika dan Telekomunikasi Sistem IPTEK Nasional dalam Usaha untuk Meningkatkan Kemampuan Bangsa dalam Bidang Elektronika dan Telekomunikasi Oleh: Samaun Samadikun Makalah disampaikan dalam seminar : Penerapan Teknologi Digital

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi rakyatnya untuk menikmati umur

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN. Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Visi pembangunan daerah dalam RPJMD adalah visi Kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih yang disampaikan pada waktu pemilihan kepala daerah (pilkada).

Lebih terperinci

VISI DAN MISI BAKAL CALON BUPATI KABUPATEN KAIMANA

VISI DAN MISI BAKAL CALON BUPATI KABUPATEN KAIMANA VISI DAN MISI BAKAL CALON BUPATI KABUPATEN KAIMANA 2015-2020 Oleh DRS. HASAN ACHMAD, M.Si KAIMANA, 2015 VISI DAN MISI 1. Visi Visi merupakan uraian berkenan dengan subtansi kualitas kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB V ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH 5.1 Sasaran Pokok dan Arah Kebijakan Pembangunan Jangka Panjang Untuk Masing masing Misi Arah pembangunan jangka panjang Kabupaten Lamongan tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda pada proses perencanaan strategis. itu dilakukan (Bryson and Roering 1988; Elbanna 2007; Hassan et al).

BAB I PENDAHULUAN. berbeda pada proses perencanaan strategis. itu dilakukan (Bryson and Roering 1988; Elbanna 2007; Hassan et al). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan strategis pada awalnya merupakan tradisi yang dikembangkan oleh organisasi sektor swasta menghadapi perubahan dalam memenangkan persaingan. Tetapi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana. pergaulan yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

BAB I PENDAHULUAN. yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana. pergaulan yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata baik materil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 OUTLINE 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 3 PELUANG BONUS DEMOGRAFI Bonus Demografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Logistik Nasional memiliki peran strategis dalam menyelaraskan kemajuan antar sektor ekonomi dan antar wilayah demi terwujudnya sistem pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN 2014 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (Bappenas,2006)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (Bappenas,2006) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Apabila dikatakan bahwa sumber daya manusia merupakan sumber daya terpenting yang dimiliki oleh suatu organisasi, salah satu implikasinya ialah bahwa investasi

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN V.5.1 Visi Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke arah mana dan bagaimana Kabupaten Situbondo akan dibawa dan berkarya agar konsisten dan eksis, antisipatif, inovatif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya yang dihasilkan dari industri agro perlu dianalisis, dipahami

I. PENDAHULUAN. khususnya yang dihasilkan dari industri agro perlu dianalisis, dipahami I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin liberalnya perdagangan dunia akan menuntut peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar global. Kemampuan bersaing produk Indonesia khususnya yang dihasilkan

Lebih terperinci

MATRIK TAHAPAN RPJP KABUPATEN SEMARANG TAHUN

MATRIK TAHAPAN RPJP KABUPATEN SEMARANG TAHUN MATRIK TAHAPAN RPJP KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2005-2025 TAHAPAN I (2005-2009) TAHAPAN I (2010-2014) TAHAPAN II (2015-2019) TAHAPAN IV (2020-2024) 1. Meningkatkan kualitas sumber daya masyarakat Kabupaten

Lebih terperinci

Keinginan Aburizal Bakri untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa terpandang, terhormat & bermartabat

Keinginan Aburizal Bakri untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa terpandang, terhormat & bermartabat Keinginan Aburizal Bakri untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa terpandang, terhormat & bermartabat menggagas blueprint cetak biru menuju negara kesejahteraan 2045, digabungkan dengan Nilai-nilai Pancasila,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana suatu negara dapat meningkatkan pendapatannya guna mencapai target pertumbuhan. Hal ini sesuai

Lebih terperinci

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013

KESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013 KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat

Lebih terperinci

Oleh: Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd

Oleh: Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd Oleh: Prof. Dr. H. Sofyan Sauri, M.Pd Pendidikan bermutu dalam pembangunan sebuah bangsa (termasuk di dalamnya pembangunan pada lingkup kabupaten/kota) adalah suatu keniscayaan, melalui pendidikan bermutu

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Dalam periode Tahun 2013-2018, Visi Pembangunan adalah Terwujudnya yang Sejahtera, Berkeadilan, Mandiri, Berwawasan Lingkungan dan Berakhlak Mulia. Sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan berbagai perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan institusi sosial,

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Sawahlunto Tahun 2013-2018, adalah rencana pelaksanaan tahap ketiga (2013-2018) dari Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas kepada pemerintah daerah untuk merencanakan dan melaksanakan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 4.1 Gambaran Umum Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hubungan antara tabungan dan investasi domestik merupakan indikator penting serta memiliki

Lebih terperinci

DIMENSI PEMBANGUNAN. Anie Eka Kusumastuti. Faculty of Animal Husbandry, Brawijaya University, Malang

DIMENSI PEMBANGUNAN. Anie Eka Kusumastuti.   Faculty of Animal Husbandry, Brawijaya University, Malang DIMENSI PEMBANGUNAN Anie Eka Kusumastuti e-mail: anieeka@ub.ac.id Faculty of Animal Husbandry, Brawijaya University, Malang Konsep Pembangunan No society can surely be flourishing and happy of which the

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH Perencanaan dan implementasi pelaksanaan rencana pembangunan kota tahun 2011-2015 akan dipengaruhi oleh lingkungan strategis yang diperkirakan akan terjadi dalam 5 (lima)

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 1. Pendahuluan Sektor pertanian merupakan tumpuan ekonomi dan penggerak utama ekonomi nasional dan sebagian besar daerah, melalui perannya dalam pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Master Plan Latar belakang Penyusunan Cetak Biru (Master Plan) Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin secara garis besar adalah Dalam rangka mewujudkan Visi

Lebih terperinci

BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN

BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN BAB II EKONOMI MAKRO DAN KEBIJAKAN KEUANGAN 2.1 EKONOMI MAKRO Salah satu tujuan pemerintah adalah meningkatkan kesejahteraan seluruh rakyat, sehubungan dengan itu pemerintah daerah berupaya mewujudkan

Lebih terperinci

Bab II. Rumusan dan Advokasi Arah Kebijakan Pertanian

Bab II. Rumusan dan Advokasi Arah Kebijakan Pertanian 12 Rapat Dengan Wakil Presiden (Membahas Special Economic Zone) Dalam konteks ekonomi regional, pembangunan suatu kawasan dapat dipandang sebagai upaya memanfaatkan biaya komparatif yang rendah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016

DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016 DRAFT RANCANGAN AWAL RPJMD KABUPATEN GUNUNGKIDUL TAHUN 2016-2021 Disampaikan pada Forum Konsultasi Publik Rabu, 6 April 2016 DASAR PENYUSUNAN Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perubahan ekonomi dalam era globalisasi mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perubahan ekonomi dalam era globalisasi mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan ekonomi dalam era globalisasi mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Proses tersebut adalah suatu perubahan di dalam perekonomian dunia, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri pariwisata merupakan industri terbesar dalam penggerak perekonomian yang tercatat mengalami pertumbuhan positif diseluruh dunia ditengah-tengah ketidakpastian

Lebih terperinci

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI

HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN SKRIPSI HUBUNGAN KAUSALITAS ANTARA EKSPOR NON MIGAS TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TAHUN 1980-2008 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi, BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses integrasi di berbagai belahan dunia telah terjadi selama beberapa dekade terakhir, terutama dalam bidang ekonomi. Proses integrasi ini penting dilakukan oleh masing-masing

Lebih terperinci

2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun

2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun BAB 2 PERENCANAAN KINERJA 2.1 RPJMD Kabupaten Bogor Tahun 2013-2018 Pemerintah Kabupaten Bogor telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) berdasarkan amanat dari Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

1 ( atau

1  (  atau VISI - MISI JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN SUMEDANG (Perda No. 2 Tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Tahun 2005-2025) 1.1. VISI DAERAH Berdasarkan kondisi sampai dengan

Lebih terperinci