PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR MELALUI SKEMA VALUE CAPTURE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR MELALUI SKEMA VALUE CAPTURE"

Transkripsi

1 PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR MELALUI SKEMA VALUE CAPTURE (STUDI KASUS: KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA) I Gusti Ayu Andani 1, Sri Maryati 2, Handini Pradhitasari 3 1 Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pengelolaan Lingkungan, Universitas Mahasaraswati Denpasar 2 Kelompok Keahlian Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Bandung 3 Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi Bandung ayu.andani@hotmail.com ABSTRACT Construction of Sunda Strait Bridge is an important part in developing the Sunda Strait Strategic Region and Infrastructure as set out in the Presidential Act No. 86 of The development of several potential areas in Sunda Strait Strategic Region will be conducted in order to support the financing of Sunda Strait Bridge construction. Financing scheme that will be used is the scheme named value capture where private will gain profit from land value increasing around the development area of those potensial regions. This study will assess the feasibility of value capture scheme to finance the construction of Sunda Strait Bridge using system dynamics modeling approach. Feasibility of value capture scheme will be assessed by the revenues received by investors by considering estimated traffic after Sunda Strait Bridge being operated. Therefore, the structure of dynamic model will be consists of three submodels, which are traffic submodel, land value submodel, and investment submodel. This model will also be tested using some policy scenarios, which are the existence of supporting infrastructure development and certain potential areas development. Simulation of dynamic model shows that most of investor revenue is derived from the increasing land value in the developed potential areas. The land value itself is increasing exponentially. Comparison of policy scenarios indicates that if the development of Sunda Strait Bridge and several potential areas followed by supporting infrastructure development, the investors revenue will be increased four times higher than without any supporting infrastructure. Then the highest land values achieved if the potential areas is developed into an industrial area, followed by urban and tourism area. Based on the system dynamic modelling simulation, it can be concluded that value capture scheme can be used to finance the construction of infrastructure. However, land value does not increase simultaneously, but in a considerable period of time. Considering the importance and benefit of this project, the government should implemented the project using value capture scheme. Related local government should also be able to plan land use development that consistent with the integrated area of the Sunda Strait, such as industries, trade, and services area. Keywords: Dynamic System Modelling, Sunda Strait Bridge, Sunda Strait Strategic Region and Infrastructure, Value Capture 1. PENDAHULUAN Pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS) merupakan bagian terpenting dalam mengembangkan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (KSISS), khususnya dalam menciptakan kawasan infrastruktur yang terintegrasi dengan berbagai prasarana utama seperti jalan tol, rel kereta api, jaringan utilitas, sistem navigasi pelayaran serta energi terbarukan. Pengembangan KSISS merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dengan Jembatan Selat Sunda. Pada perkembangannya, upaya pengembangan kawasan strategis ini akan dilakukan guna mendukung pembiayaan pembangunan Jembatan Selat Sunda. Biaya yang diperlukan untuk membangun JSS sangat besar, untuk itu kerjasama antara pemerintah swasta sangat dibutuhkan. Perpres No. 86 Tahun 2011 mengamanatkan penyiapan proyek pengembangan Kawasan Strategis Infrastruktur Selat Sunda oleh Badan Usaha Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda (BUKSISS) dalam bentuk Konsorsium Banten dan Lampung. Bentuk konsorsium telah digunakan di banyak negara untuk membiayai pembangunan infrastrukturnya. Pemerintah Jepang telah menggunakan bentuk konsorsium swasta sejak awal tahun 1900-an untuk membangun MRT Tokyo Metropolitan Region (TMR) (Hamnet dan Forbes, 2012). Pihak swasta akan membiayai pembangunan infrastruktur tersebut dan kemudian memperoleh keuntungan dari meningkatnya nilai lahan 203

2 terkait dengan pembangunan jaringan rel tersebut, antara lain dengan tumbuhnya kota baru, kampus perguruan tinggi dan lain sebagainya. Mayoritas pendapatan bersih berasal dari bisnis properti dan pembangunan terpadu rel beserta wilayah layanannya. Mekanisme pemanfaatan dana swasta untuk memadukan pembangunan infrastruktur yang terintegrasi dengan pengembangan wilayah telah dilakukan di Indonesia, seperti halnya pembangunan Tol Jakarta Cikampek. Pada awalnya, harga lahan di sepanjang lokasi jalan Tol Jakarta Cikampek hanya dihargai sekitar Rp /m 2, setelah jalan tol dibangun pada tahun 1990-an, kawasan ini berkembang dengan pesatnya dan saat ini harga lahan di daerah tersebut sudah mencapai sekitar Rp. 1,5 juta/m 2. Contoh lainnya adalah perumahan Alam Sutera Township, yang mampu menangkap nilai lebih karena adanya akses jalan tol. Fenomena fenomena yang diungkapkan tersebut merupakan bentuk value capture. Value capture adalah salah satu jenis pembiayaan publik yang mampu menggantikan beberapa atau seluruh nilai yang akan dibangkitkan oleh infrastruktur publik untuk pemilik lahan (pihak swasta) (CTS Minnesota, 2009). Investasi publik, seperti halnya infrastruktur transportasi, bangunan, dan fasilitas sekolah dapat meningkatkan nilai lahan di sekitarnya sehingga menghasilkan keuntungan bagi pemilik tanah swasta. Dalam kaitannya dengan proyek pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda, maka diperlukan kajian mengenai pembiayaan pembangunan JSS dengan menggunakan skema value capture. 2. PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA 2.1 Pembangunan Jembatan Selat Sunda Jembatan Selat Sunda (JSS) merupakan inti dari pengembangan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda. JSS rencananya akan dibangun di Provinsi Lampung dan Banten dengan spesifikasi panjang 29 km dan lebar 60 m. Rencana pembangunan JSS tidak hanya terdiri dari pembangunan jalan tol saja, melainkan juga dilengkapi dengan prasarana lainnya seperti rel kereta api, jaringan utilitas, sistem navigasi pelayaran dan infrastruktur lainnya, termasuk energi terbarukan yang terintegrasi (Perpres No. 86 Tahun 2011). Persiapan pembangunan Jembatan Selat Sunda telah dimulai dan anggaran pembangunan telah direncanakan di dalam MP3EI. Di dalam dokumen tersebut, anggaran biaya yang diperlukan untuk membangun Jembatan Selat Sunda adalah sebesar Rp. 150 triliun, atau setara dengan US$ 15 miliar. Jumlah tersebut merupakan satu angka yang besar, sehingga proyek pembangunan jembatan untuk mendukung Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda ini diharapkan mampu memberikan dampak yang besar terhadap perekonomian nasional, selain bermanfaat secara langsung sebagai prasarana penghubung yang mendukung kegiatan transportasi dan logistik Pulau Jawa dan Sumatera. 2.2 Rencana Pengembangan Kawasan Potensial Untuk dapat menstimulasi perkembangan di sekitar wilayah kaki Jembatan Selat Sunda, sekaligus sebagai upaya untuk mendukung pembiayaan pembangunan JSS, maka direncanakan beberapa pemgembangan kawasan potensial atau terpilih. Pemilihan kawasan potensial tersebut didasarkan pada RTRW Provinsi Banten dan Lampung. 204

3 3. METODE 3.1 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam kegiatan ini meliputi pengumpulan data primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan observasi lapangan (site visiting) serta wawancara. Observasi lapangan diadakan di lokasi potensial pengembangan kawasan infrastruktur terintagrasi, tepatnya di kaki-kaki jembatan selat sunda yang berlokasi di Provinsi Banten (Anyer, Merak) dan Lampung (Bakauheni). Observasi bertujuan untuk mengetahui kondisi eksisting dan potensi lokasi, beserta aksesibilitas untuk memperoleh gambaran umum dan penilaian terhadap guna lahan. Bentuk pengumpulan data yang kedua adalah melalui pengumpulan literatur (desk study) beserta survei instansional. Pengumpulan literatur mencakup teori teori yang relevan dengan tema kegiatan, serta rangkuman atau review dari studi studi terdahulu, beserta referensi peraturan perundangan. 3.2 Metode Analisis Data Metoda analisis yang digunakan dalam pekerjaan ini adalah pemodelan dinamika sistem untuk mengetahui dinamika wilayah saat sebelum dan sesudah dibangunnya JSS serta setelah dikembangkannya kawasan-kawasan potensial. Kelayakan pembiayaan pembangunan JSS akan ditinjau dari variabel penerimaan yang diperoleh oleh investor. Pemodelan dinamika sistem ini disusun dengan mempertimbangkan aspek nilai lahan dan pergerakan yang akan terjadi dengan menggunakan skenario pembangunan infrastruktur pendukung dan pengembangan beberapa kawasan potensial. Dengan demikian, pemodelan dinamika sistem ini digunakan tiga jenis submodel, yaitu submodel pergerakan, nilai lahan, dan investasi. 4. PEMODELAN DINAMIKA SISTEM 4.1 Konseptualisasi Sistem Dalam studi ini, dipergunakan diagram sebab akibat (causal loop) untuk membuat konseptualisasi sistem model pengembangan kawasan terintegrasi di sekitar Jembatan Selat Sunda. Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa diagram umpan balik memiliki banyak umpan balik (feedback loop) yang bernilai negatif. Hal ini menandakan bahwa model secara umum memiliki sifat seimbang dalam proses pencapaian tujuan. Apabila sistem tidak seimbang, maka akan berakibat pada satu atau lebih variabel yang terus meningkat atau menurun tanpa ada batasnya. Pada Gambar 2, terdapat delapan umpan balik (loop) dengan nilai tertentu. Berikut adalah penjelasannya, 1: ini menggambarkan hubungan antara variabel pergerakan melalui JSS, kebutuhan lalu lintas, dan gap penyediaan JSS. Meningkatnya arus pergerakan melalui JSS akan meningkatkan kebutuhan lalu lintas di JSS, kebutuhan lalu lintas ini akan meningkatkan gap dari penyediaan JSS. Yang dimaksud dengan gap penyediaan JSS adalah selisih antara kapasitas JSS dan beban lalu lintas atau pergerakan kendaraan yang melalui JSS. Gap penyediaan JSS ini jika semakin besar akan menurunkan pergerakan melalui JSS. Besarnya gap penyediaan ditunjukkan oleh mulai menurunkan kecepatan kendaraan akibat banyaknya kendaraan yang melalui JSS. ini bersifat negatif karena saling menyeimbangkan antarvariabelnya. 4: ini menunjukkan hubungan antara variabel nilai lahan, initial cost, investasi, dan infrastruktur pendukung. ini memiliki nilai positif karena bersifat saling meningkatkan antarvariabelnya. 205

4 Penerimaan yang berasal dari nilai lahan akan meningkatkan penerimaan total yang diperoleh pihak swasta maupun pemerintah, semakin besar nilai initial cost maka akan meningkatkan peluang untuk berinvestasi. Investasi tersebut bisa dalam bentuk infrastruktur pendukung dimana dengan ketersediaan infrastruktur pendukung, maka akan meningkatkan nilai lahan kawasan secara signifikan. pertumbuhan penduduk pergerakan Jawa - Sumatera via pelabuhan - 6 (-) pengembangan kawasan potensial 5 () infrastruktur pendukung investasi swasta / pemerintah 3 (-) - Keterangan: Submodel Pergerakan Submodel Nilai Lahan Submodel Investasi tidak dimodelkan Gambar 1. Diagram Sebab-Akibat Model Kawasan Terintegrasi 5: loop ini menunjukkan hubungan antara variabel nilai lahan, initial cost, investasi, dan pengembangan kawasan. Sama halnya dengan loop 4, pada loop ini nilai lahan di kawasan tersebut meningkat secara alami. ini bersifat positif karena saling meningkatkan antarvariabelnya. 6: loop ini menunjukkan hubungan antara variabel pengembangan kawasan, pertumbuhan penduduk, infrastruktur pendukung, nilai lahan, dan investasi. Adanya pengembangan kawasan akan meningkatkan pertumbuhan penduduk akibat meningkatnya angka imigrasi. Namun demikian, pertumbuhan penduduk akan mengurangi ketersediaan infrastruktur pendukung. Di lain pihak, keberadaan infrastruktur pendukung sendiri akan meningkatkan nilai lahan kawasan dan meningkatkan initial cost atau total penerimaan untuk pemerintah maupun swasta. Initial cost ini selanjutnya akan meningkatkan peluang dan besar investasi untuk pengembangan kawasan potensial. 7 : loop ini menunjukkan hubungan antara variabel pergerakan melalui JSS, penerimaan JSS (jalan tol), initial cost, penerimaan pemerintah, alokasi kinerja prasarana publik, kapasitas JSS, dan gap penyediaan JSS. Pergerakan melalui JSS akan meningkatkan penerimaan pemerintah melalui pengenaan tarif jalan tol pada kendaraan. Selanjutnya meningkatnya penerimaan pemerintah ini akan meningkatkan alokasi kinerja prasarana publik. Salah satu prasarana publik tersebut adalah Jembatan Selat Sundar. Peningkatan alokasi anggaran ini akan meningkatkan kinerja JSS, dalam hal ini dari segi kapasitasnya sehingga gap penyediaan JSS pun berkurang. ini bersifat negatif karena terdapat sifat penyeimbang. Pada studi ini, variabel yang meliputi penerimaan pemerintah dan alokasi kinerja prasarana publik tidak secara spesifik. kebutuhan lalu lintas gap penyediaan JSS kapasitas JSS PERGERAKAN MELALUI JSS 8: loop ini menggambarkan hubungan antara variabel pergerakan melalui JSS, penerimaan dari jalan tol, initial cost, investasi, dan pengembangan kawasan potensial. Pergerakan melalui JSS akan meningkatkan penerimaan dari jalan tol yang kemudian akan meningkatkan initial cost atau total penerimaan. Initial cost akan meningkatkan investasi untuk pengembangan kawasan potensial. - 1 (-) (-) - 7 (-) NILAI LAHAN 8 (-) alokasi kinerja prasarana publik 4 () penerimaan jalan tol INITIAL COST penerimaan pemerintah 206

5 Berdasarkan konseptualisasi sistem tersebut, dapat dilihat bahwasanya penerimaan total atau initial cost yang akan mempengaruhi investasi pemerintah maupun swasta berasal dari penerimaan jalan tol dan penerimaan dari nilai lahan. Penerimaan jalan tol dipengaruhi oleh jumlah kendaraan yang melalui JSS yang bergantung pada kapasitas JSS dan juga jumlah kendaraan yang melalui Jawa Sumatera dan sebaliknya. Sementara nilai lahan dipengaruhi oleh keberadaan infrastruktur pendukung dan pengembangan kawasan potensial di sekitar kawasan kaki Jembatan Selat Sunda. 4.2 Perumusan Model Diagram Alir Submodel Pergerakan Diagram alir submodel pergerakan menggambarkan bagaimana pergerakan melalui JSS dipengaruhi oleh bangkitan dan tarikan yang berasal dari sekitar kawasan potensial yang dikembangkan dan pertumbuhan penduduk di daerah provinsi Banten dan Lampung. Perhitungan bangkitan dan tarikan kawasan didasarkan pada perhitungan luasan kawasan yang akan dikembangkan dan standar bangkitan dan tarikan di beberapa kawasan potensial terpilih. Diagram alir submodel pergerakan ini terhubung ke diagram alir submodel nilai lahan melalui hubungan antara variabel pergerakan melalui JSS dan variabel nilai lahan dimana pergerakan melalui JSS memungkinkan untuk membangkitkan kegiatan-kegiatan di sekitarnya dan meningkatkan nilai lahan kawasan potensial yang berada di sekitar wilayah kaki JSS. Diagram alir submodel pergerakan juga terhubung ke diagram alir submodel investasi melalui hubungan antara variabel pergerakan melalui JSS dan variabel penerimaan dari jalan tol. Diagram submodel pergerakan sendiri ditunjukkan pada Gambar 3. fraksi penggunaan JSS penggunaan JSS laju pertumbuhan Lampung JSS selesai dibangun keberadaan JSS penduduk Lampung ketersediaan JSS trip rate permukiman kend via pelabuhan transfer kend via perubahan kend via pelabuhan ke JSS pelabuhan bangk perkim jarak jauh bangkitan alami dari permukiman bangk pjj kaw pengemb pertumbuhan penduduk Lampung jumlah KK bangkitan-tarikan kawasan industri bangkitan-tarikan kaw pengembangan bangkitan-tarikan kawasan perkotaan beban kend tidak dapat ditampung JSS batas kend masuk JSS per tahun kend via JSS pertumbuhan kendaraan bangkitan-tarikan kaw pengembangan laju pertumbuhan Banten pertumbuhan penduduk Banten Penduduk Banten Gambar 2. Diagram Alir Submodel Pergerakan bangkitan-tarikan kawasan wisata bangkitan-tarikan kawasan pertanian Diagram Alir Submodel Nilai Lahan Diagram alir submodel nilai lahan menggambarkan bagaimana variabel nilai lahan meningkat akibat variabel-variabel lainnya, seperti keberadaan JSS, pengembangan kawasan potensial, dan keberadaan infrastruktur pendukung. Keberadaan JSS akan meningkatkan pergerakan dan membangkitkan kegiatankegiatan tambahan di sekitar kawasan kaki JSS. Hal ini akan berdampak pada meningkatnya nilai lahan akibat meningkatnya permintaan lahan. Submodel nilai lahan terhubung dengan submodel investasi melalui variabel infrastruktur pendukung. Pembangunan infrastruktur pendukung merupakan salah satu bentuk penanaman 207

6 modal atau investasi. Investasi berasal dari initial cost atau total penerimaan yang dalam hal ini bisa berasal dari penerimaan akibat nilai lahan dan penerimaan dari tol. Keberadaan infrastruktur pendukung akan memberikan tren yang lebih tinggi pada nilai lahan kawasan potensial. Untuk lebih jelasnya, hubungan antarvariabel dalam submodel nilai lahan dapat dilihat dalam diagram alir pada Gambar 4. efek keberadaan JSS keberadaan JSS nilai lahan kaw industri pendapatan dari nilai lahan nilai lahan kaw wisata periode waktu nilai lahan kaw perkotaan nilai lahan kaw pertanian pendapatan dr peningk nilai lahan dgn infras dampak pembangunan infrastruktur pendukung Gambar 3. Diagram Alir Submodel Nilai Lahan efek investasi infras pendukung Diagram Alir Submodel Investasi Diagram alir submodel investasi menggambarkan sistem pembiayaan dalam pengembangan kawasan dan pembangunan JSS. Diagram alir ini berupaya menangkap skema value capture sebagai salah satu skema untuk pembiayaan pembangunan JSS. Pihak swasta maupun pemerintah yang berinvestasi untuk pembangunan JSS akan memperoleh penerimaan yang berasal tidak hanya dari tarif yang dikenakan kepada kendaraan yang melalui JSS, namun juga penerimaan yang berasal dari nilai lahan di sekitar kawasan kaki JSS. Penerimaan tersebut selanjutnya akan digunakan untuk kembali berinvestasi, seperti dalam hal pengembangan kawasan potensial dan pembangunan infrastruktur pendukung. inflasi transfer kend via pelabuhan ke JSS peningk tarif tol tarif tol pendapatan dari tol keberadaan JSS pendapatan dari tol laju investasi alokasi investasi swasta investasi realisasi investasi efek investasi infras pendukung penurunan real investasi inflasi pendapatan dari nilai lahan 4.3 Simulasi Model initial cost Simulasi Model Submodel Pergerakan penerimaan swasta Gambar 4. Diagram Alir Submodel Investasi Hasil simulasi submodel pergerakan dapat dilihat pada variabel kendaraan yang melalui pelabuhan laut, variabel kendaraan yang melalui JSS, serta variabel bangkitan-tarikan di kawasan potensial dan kawasan permukiman di sekitar kaki JSS. Pada Gambar 6 dapat dilihat hasil simulasi pada variabel kendaraan yang melalui pelabuhan laut. Grafik tersebut menunjukkan terjadi jumlah kendaraan yang melalui pelabuhan laut, baik Merak maupun Bakauheni. Namun terjadi titik balik, pada tahun 2025 dimana setelah tahun tersebut terjadi penurunan yang cukup signifikan hingga tahun Setelah tahun simulasi tersebut, jumlah kendaraan yang melalui pelabuhan laut cukup stagnan. 208

7 kend via JSS kend via pelabuhan /01/ /01/ /01/ /01/2040 Gambar 5. Hasil Simulasi Model pada Variabel Kendaraan yang Melalui Pelabuhan Laut Gambar 7 menunjukkan hasil simulasi pada variabel kendaraan yang melalui JSS. Grafik tersebut memperlihatkan terjadi signifikan sejak tahun dioperasikannya JSS. Namun secara signifikan tersebut hanya terjadi dalam kurun waktu 2-3 tahun dimana setelahnya yang ada tidak terlalu tinggi Gambar 6. Hasil Simulasi Model pada Variabel Kendaraan yang Melalui JSS Simulasi Model Submodel Nilai Lahan Hasil simulasi pada submodel nilai lahan dapat dilihat pada variabel nilai lahan di setiap kawasan dan variabel penerimaan. Grafik pada Gambar 9 menunjukkan bahwa kawasan yang nilai lahannya meningkat secara signifikan adalah kawasan industri, disusul dengan nilai lahan kawasan urban atau perkotaan, dan kawasan wisata. Hal ini dikarenakan adanya JSS mengakibatkan adanya perpindahan sebagian kegiatan industri dari Provinsi Banten menuju Provinsi Lampung. Potensi pertanian yang dimiliki Provinsi Lampung pun dioptimalkan nilai tambahnya dengan pembangunan kawasan industri. Kondisi ini mengakibatkan nilai lahan kawasan industri meningkat secara signifikan. Begitu pula dengan adanya pembangunan kawasan perkotaan, seperti pembangunan mixed use, expo city, maupun cyber city. Pembangunan pusat perkotaan ini akan mengakibatkan meningkatkan angka imigrasi menuju wilayah Serang dan Cilegon. Meningkatnya permintaan lahan selanjutnya akan meningkatkan nilai lahan di kawasan tersebut. Hal yang sama terjadi pula pada kawasan potensial untuk pengembangan wisata dan pertanian. Akan tetapi tren untuk kawasan pertanian tidak sama dengan kawasan lainnya. Hal ini didasarkan pada kondisi eksisting yang terjadi saat ini dan tahun-tahun sebelumnya dimana untuk kawasan pertanian tidak terlalu besar. 0 01/01/ /01/ /01/ /01/

8 Rp 6e12 3e12 nilai lahan kaw industri nilai lahan kaw perkotaan nilai lahan kaw pertanian nilai lahan kaw wisata 01/01/ /01/ /01/ /01/2040 Gambar 7. Hasil Simulasi Model pada Variabel Nilai Lahan Setiap Kawasan Pada simulasi ini juga dibandingkan penerimaan yang berasal dari nilai lahan secara alami dan yang berasal dari nilai lahan akibat adanya pembangunan infrastruktur pendukung. Hasil simulasi pada Gambar 9 menunjukkan bahwa keberadaan infrastruktur pendukung akan meningkatkan nilai lahan kawasan jauh lebih tinggi dibandingkan tanpa keberadaan infrastruktur pendukung. Keberadaan infrastruktur pendukung ini penting adanya untuk menarik investasi untuk pembangunan kawasan di sekitar kaki JSS. Infrastruktur pendukung ini dapat berupa jaringan utilitas, seperti listrik, air, dan telekomunikasi, maupun sarana dan prasarana transportasi, seperti jaringan jalan yang terhubung dengan JSS dan keberadaan terminal atau stasiun. Rp 1e14 5e13 pendapatan dari nilai lahan pendapatan dr peningk nilai lahan dgn infras 0 01/01/ /01/ /01/ /01/ /01/ /01/ /01/2040 Gambar 8. Hasil Simulasi Model pada Variabel Pendapatan/Penerimaan dari Peningkatan Nilai Lahan Simulasi Submodel Investasi Hasil simulasi submodel investasi ditunjukkan dalam variabel initial cost atau penerimaan total pada Gambar 10. Grafik simulasi tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar penerimaan berasal dari nilai lahan yang terjadi. Pada awal tahun pasca dioperasikannya JSS, penerimaan yang berasal dari tol cenderung lebih tinggi dari nilai lahan. Pada titik tertentu, seperti pada tahun 2026 dan tahun 2032 terjadi penerimaan yang berasal dari tol dan nilai lahan memiliki jumlah yang sama, namun nilai lahan memiliki kecenderungan lebih tinggi dan meningkat secara eksponensial. 210

9 Rp 3e13 2e13 pendapatan dari tol initial cost pendapatan dari nilai lahan 1e Perbandingan Skenario Kebijakan 1. Skenario dasar Gambar 9. Hasil Simulasi Submodel Investasi Skenario kebijakan ini adalah skenario dimana tidak dilakukan intervensi terhadap model. Dalam skenario ini, diasumsikan tidak ada investasi terhadap pembangunan Jembatan Selat Sunda dan tidak ada pengembangan kawasan potensial di sekitar kaki-kaki Jembatan Selat Sunda. Bentuk skenario lainnya akan dibandingkan dengan skenario ini untuk mengetahui signifikansi skenario tersebut terhadap profitabilitas investasi pembangunan JSS. Jika tidak dilakukan pembangunan JSS dan tidak ada pengembangan kawasan potensial, maka diprediksikan arus pergerakan penumpang yang menggunakan jalur penyeberangan akan turun, namun demikian pergerakan arus barang akan tetap naik. Penurunan jumlah penumpang yang menggunakan moda penyeberangan disebabkan karena adanya pilihan moda angkutan udara yang lebih atraktif dari segi tarif, kenyamanan, dan kecepatan. 2. Skenario pembangunan JSS 0 01/01/ /01/ /01/ /01/ /01/ /01/ /01/2040 Bentuk intervensi dalam model ini adalah adanya pembangunan JSS yang ditunjukkan dalam model melalui nilai dalam variabel fraksi penggunaan JSS. Dengan adanya pembangunan JSS, jumlah kendaraan yang melewati pelabuhan laut akan turun secara tajam. Pada tahun 2020 jumlah kendaraan lebih dari , namun setelah tahun 2025, saat JSS mulai beroperasi, jumlah kendaraan yang menggunakan pelabuhan turun secara drastis, menjadi kurang dari kendaraan hingga tahun Kendaraan yang akan melalui JSS, sebaliknya menjadi lebih besar. Sejak tahun 2025, jumlah kendaraan yang akan melewati JSS diatas kendaraan dan akan terus meningkat hingga lebih dari kendaraan pada tahun Namun pada suatu saat, jumlah kendaraan ini tidak bisa berkembang lagi yang disebabkan telah tercapainya kapasitas maksimum jembatan. 3. Skenario pembangunan JSS dan pengembangan kawasan industri Penerapan skenario ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari pembangunan JSS dan pengembangan kawasan industri di sekitar kaki-kaki JSS terhadap pemasukan investor JSS. Berdasarkan simulasi model, apabila kawasan potensial yang dikembangkan di kedua Provinsi adalah industri, maka sangat signifikan dan paling tinggi dibandingkan pengembangan kawasan potensial lainnya. Pada awalnya nilai lahan bergerak konstan, kemudian setelah tahun 2025 pertumbuhan nilai lahan meningkat pesat, namun masih dibawah nilai lahan kawasan perkotaan. Setelah tahun 2035, 211

10 nilai lahan kawasan industri melebihi kawasan perkotaan. Pada tahun 2040 nilai lahan kawasan potensial lebih dari Rp 8 Triliun secara total dari kawasan yang dikembangkan. 4. Skenario pembangunan JSS dan pengembangan kawasan pariwisata Skenario ini dilakukan untuk mengetahui dampak dari pembangunan JSS dan pengembangan kawasan pariwisata di sekitar kaki-kaki JSS terhadap pemasukan investor JSS. Berdasarkan simulasi model, apabila kawasan potensial yang dikembangkan di kedua Provinsi adalah pariwisata, maka lahan tidak terlalu signifikan. Pada tahun 2040 nilai lahan kawasan potensial lebih kurang dari Rp 1,5 Triliun secara total dari kawasan yang dikembangkan. Hingga tahun 2020 nilai lahan relatif konstan, kemudian setelah tahun 2030 meningkat secara eksponensial. 5. Skenario pembangunan JSS dan pengembangan kawasan pertanian Penerapan skenario ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari pembangunan JSS dan pengembangan kawasan pertanian di sekitar kaki-kaki JSS terhadap pemasukan investor JSS. Berdasarkan simulasi model, apabila kawasan potensial yang dikembangkan di kedua provinsi adalah pertanian, maka lahan tidak terlalu signifikan. Pada tahun 2040 nilai lahan kawasan potensial kurang dari Rp 1 triliun secara total dari kawasan yang dikembangkan. 6. Skenario pembangunan JSS dan pengembangan kawasan perkotaan Penerapan skenario ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari pembangunan JSS dan pengembangan kawasan perkotaan, berupa perumahan dan perdagangan di sekitar kaki-kaki JSS terhadap pemasukan investor JSS. Berdasarkan simulasi model, apabila kawasan potensial yang dikembangkan di kedua Provinsi adalah perkotaan, maka lahan akan signifikan. Pada awalnya nilai lahan untuk kawasan perkotaan memang paling tinggi, dan meningkat secara eksponensial sejak tahun Namun setelah tahun 2035, nilai lahan perkotaan berada dibawah nilai lahan untuk kawasan industri. Pada tahun 2040 nilai lahan kawasan potensial sekitar Rp 6 Triliun secara total dari kawasan yang dikembangkan. 7. Skenario pembangunan JSS dengan dan tanpa infrastruktur pendukung Perbandingan skenario dilihat pengaruhnya terhadap nilai lahan. Dihipotesakan bahwa apabila pembangunan JSS diikuti dengan pembangunan infrastruktur pendukung, nilai lahan akan lebih tinggi. Hasil simulasi skenario menunjukkan bahwa hingga tahun 2020 tidak terdapat perbedaan yang cukup signifikan dalam pendapatan yang bersumber dari nilai lahan antara skenario-skenario tersebut. Hal ini sejalan dengan pola nilai lahan, dimana hingga tahun 2020 tidak terjadi lonjakan yang signifikan. Setelah tahun 2020 perbedaan antara dua skenario tersebut mulai terlihat, skenario dengan pembangunan infrastruktur pendukung menunjukkan yang signifikan, sedangkan skenario tanpa pembangunan infrastruktur pendukung, walaupun terjadi pendapatan, namun tidak sebesar pada skenario dengan pembangunan infrastruktur pendukung. Pada tahun 2040 nilai pendapatan yang bersumber dari kenaikan nilai lahan pada skenario dengan pembangunan infrastruktur pendukung melebihi Rp Triliun, sedangkan tanpa pembangunan infrastruktur pendukung sebesar Rp Triliun, sehingga dapat disimpulkan kenaikan pendapatan dari nilai lahan berdasarkan skenario dengan infrastruktur pendukung adalah empat kali lipat dibandingkan skenario tanpa infrastruktur pendukung. 212

11 5. KESIMPULAN Simulasi terhadap model menunjukkan terjadi pergerakan di JSS dengan cukup signifikan setelah dioperasikannya JSS selama beberapa tahun, namun laju tersebut menurun setelah tahun Simulasi terhadap nilai lahan menunjukkan bahwa nilai lahan terjadi secara eksponensial. Untuk skenario pengembangan kawasan potensial, nilai lahan yang paling tinggi pada tahun 2040 dicapai apabila kawasan potensial dikembangkan menjadi kawasan industri, disusul oleh perkotaan dan pariwisata. Perbandingan skenario kebijakan menunjukkan bahwa pembangunan JSS yang disertai dengan infrastruktur pendukung menunjukkan hasil yang cukup signifikan dibandingan dengan tanpa (without) pembangunan infrastruktur pendukung. Peningkatan pendapatan dengan pembangunan infrastruktur pendukung lebih kurang empat kali lipat dibandingkan dengan tanpa pembangunan infrastruktur pendukung. Hasil simulasi submodel investasi ditunjukkan dalam variabel initial cost atau penerimaan total. Hasil simulasi menunjukkan bahwa sebagian besar penerimaan berasal dari nilai lahan yang terjadi. Berdasarkan simulasi pemodelan dinamika sistem kawasan infrastruktur terintegrasi ini dapat disimpulkan skema penangkapan nilai lahan dapat menjadi alternatif dalam pembiayaan pembangunan infrastruktur dan pengembangan kawasan sekitar infrastruktur. Namun nilai lahan tersebut tidak serta merta terjadi dalam waktu yang singkat, namun dalam periode yang cukup lama. Pembangunan JSS yang merupakan megaproyek tidak hanya merupakan suatu proyek penyediaan infrastruktur publik di sektor pengangkutan. Mengingat pentingnya proyek dan manfaat yang akan dirasakan oleh para pengguna, hendaknya pemerintah dapat merealisasikannya dengan pola pembiayaan yang memanfaatkan sumber dana/modal swasta, yaitu value capture. Pemerintah daerah terkait pun hendaknya mampu merencanakan pemanfaatan guna lahan dan kegiatan yang selaras dengan pembangunan kawasan terintegrasi Selat Sunda, misalnya kegiatan pendukung indutri, perdagangan, dan jasa. UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada segenap jajaran di Kementrian Pekerjaan Umum dan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Banten dan Lampung yang telah membantu dalam pelaksanaan survei lapangan dan pencarian data. DAFTAR PUSTAKA The Center For Transportation Studies University Of Minnesota. (2009). Value capture For Transportation Finance: Technical Research Report. Hamnet, Stephen dan Dean Forbes. (2011). Planning Asian Cities: Risk and Resilience. Routledge Press. JGC Corporation et.al. (2012). Study on The Large-Scale Bridge over The Strait of Sunda and Its Surrounding Community Development in The Republic of Indonesia - Final Report. Kementrian Pekerjaan Umum. (2013). Konsep Pengembangan Masterplan KSISS Banten dan Lampung. Peraturan Presiden No. 86 Tahun 2011 Tentang Kawasan Strategis Infrastruktur Selat Sunda. Peraturan Daerah Provinsi Banten No. 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun Peraturan Daerah Provinsi Lampung No. 1 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Lampung Tahun Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Rybeck, R. (2004). Using Value capture To Finance Infrastructure And Encourage Compact Development. Public Works Management Policy,

12 SGS Economics and Planning Pty. Ltd. (2007). Value capture Mechanisms International Models and Their Relevance to New Zealand. Sistem Infrastruktur Wilayah dan Kota ITB. (2013). Studi Kawasan Terintegrasi Selat Sunda - Laporan Akhir. Tasrif, M. (2005). Analisis Kebijakan Menggunakan Model System Dynamics Modul Kuliah/Kursus. Bandung: Program Magister Studi Pembangunan. 214

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN

BELAWAN INTERNATIONAL PORT PASSANGER TERMINAL 2012 BAB I. PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan dewasa ini merupakan salah satu kota metropolitan di Indonesia yang mengalami perkembangan dan peningkatan di segala aspek kehidupan, mencakup bagian dari

Lebih terperinci

Analisis Finansial Proyek Jalan Tol Balikpapan-Samarinda

Analisis Finansial Proyek Jalan Tol Balikpapan-Samarinda Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Analisis Finansial Proyek Jalan Tol Balikpapan-Samarinda INDRA SATYA RUSWANDI 1, DWI PRASETYANTO

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KEMACETAN DAN TINGKAT PERTUMBUHAN JUMLAH WISATAWAN DI KOTA BANDUNG: PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS TESIS NURILLAH UTAMI NIM :

HUBUNGAN TINGKAT KEMACETAN DAN TINGKAT PERTUMBUHAN JUMLAH WISATAWAN DI KOTA BANDUNG: PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS TESIS NURILLAH UTAMI NIM : HUBUNGAN TINGKAT KEMACETAN DAN TINGKAT PERTUMBUHAN JUMLAH WISATAWAN DI KOTA BANDUNG: PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut

Lebih terperinci

PENGGUNAKAN SISTEM DINAMIK DALAM MANAJEMEN TRANSPORTASI UNTUK MENGATASI KEMACETAN DI DAERAH PERKOTAAN

PENGGUNAKAN SISTEM DINAMIK DALAM MANAJEMEN TRANSPORTASI UNTUK MENGATASI KEMACETAN DI DAERAH PERKOTAAN PENGGUNAKAN SISTEM DINAMIK DALAM MANAJEMEN TRANSPORTASI UNTUK MENGATASI KEMACETAN DI DAERAH PERKOTAAN Sugeng Wiyono Jurusan Teknik Sipil Universitas Islam Riau Jl. KH Nasution Km 10 Kampus UIR P. Marpoyan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan BAB I - PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pembangunan berkelanjutan.

Lebih terperinci

TKS 7338 EKONOMI TRANSPORTASI Dr. GITO SUGIYANTO, S.T., M.T.

TKS 7338 EKONOMI TRANSPORTASI Dr. GITO SUGIYANTO, S.T., M.T. TKS 7338 EKONOMI TRANSPORTASI Dr. GITO SUGIYANTO, S.T., M.T. Investment is not just about cold cash, BUT ALSO about imagination and innovation. Imagination to make better use of what we have already. Innovation

Lebih terperinci

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN 7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN Berdasarkan analisis data dan informasi yang telah dilakukan, analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kecamatan Bakauheni yang terletak di Kabupaten Lampung Selatan merupakan gerbang masuk menuju Pulau Sumatera dari Pulau Jawa. Pulau Sumatera memiliki peranan penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 RTRW Kota Cilegon Djoko Sujarto, Perencanaan perkembangan kota baru,penerbit ITB, 2012, hlm 16

BAB I PENDAHULUAN. 1 RTRW Kota Cilegon Djoko Sujarto, Perencanaan perkembangan kota baru,penerbit ITB, 2012, hlm 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota baru di Indonesia dimulai sejak tahun 1950-an dan terus berkembang menjadi landasan pemikiran konseptual dalam memecahkan masalah mengenai fenomena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengurangan tingkat..., Arini Yunita, FE UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengurangan tingkat..., Arini Yunita, FE UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN Salah satu permasalahan kota Jakarta yang hingga kini masih belum terpecahkan adalah kemacetan lalu lintas yang belakangan makin parah kondisinya. Ini terlihat dari sebaran lokasi kemacetan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan adalah adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah penyebaran investasi yang

Lebih terperinci

BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN

BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN 6 BAB 2 LATAR BELAKANG dan PERUMUSAN PERMASALAHAN 2.1. Latar Belakang Kemacetan lalu lintas adalah salah satu gambaran kondisi transportasi Jakarta yang hingga kini masih belum bisa dipecahkan secara tuntas.

Lebih terperinci

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development

Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development C481 Penentuan Prioritas Pengembangan Kawasan Transit Stasiun Gubeng dengan Konsep Transit Oriented Development Virta Safitri Ramadhani dan Sardjito Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik

Lebih terperinci

KAJIAN INDIKATOR EKONOMI DALAM TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG BERKELANJUTAN (Studi Kasus : Kota Soreang) TUGAS AKHIR. Oleh : LYDIA

KAJIAN INDIKATOR EKONOMI DALAM TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG BERKELANJUTAN (Studi Kasus : Kota Soreang) TUGAS AKHIR. Oleh : LYDIA KAJIAN INDIKATOR EKONOMI DALAM TRANSPORTASI PERKOTAAN YANG BERKELANJUTAN (Studi Kasus : Kota Soreang) TUGAS AKHIR Oleh : LYDIA 15402011 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR PERENCANAAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Metodologi penelitian ini bertujuan untuk mempermudah. masalah dengan maksud dan tujuan yang telah ditetapkan secara sistematis.

III. METODOLOGI. Metodologi penelitian ini bertujuan untuk mempermudah. masalah dengan maksud dan tujuan yang telah ditetapkan secara sistematis. III. METODOLOGI A. Umum Metodologi penelitian merupakan suatu cara peneliti bekerja untuk memperoleh data yang dibutuhkan yang selanjutnya akan digunakan untuk dianalisa sehingga memperoleh kesimpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perekonomian Indonesia terbukti telah bangkit kembali sejak krisis keuangan global pada tahun 1990an. Pada tahun 2009, sebagai contoh, Indonesia telah mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bambang Herawan ( ) Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Bambang Herawan ( ) Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Medan, ibukota propinsi Sumatera Utara, merupakan kota terbesar ketiga di Indonesia. Dengan posisi strategis sebagai pintu gerbang utama Indonesia di wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan atau archipelago terbesar di dunia dengan lebih dari 2/3 luasnya terdiri dari wilayah perairan. Indonesia dikenal sebagai negara

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN DERMAGA MUARAJATI PELABUHAN CIREBON

STUDI PENGEMBANGAN DERMAGA MUARAJATI PELABUHAN CIREBON STUDI PENGEMBANGAN DERMAGA MUARAJATI PELABUHAN CIREBON TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh: DJOKO SANTOSO NIM : 25002017 Program

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Relokasi Stasiun Merak 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Relokasi Stasiun Merak 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarana transportasi dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dalam jumlah pelayanan kepada masyarakat, terutama tranportasi darat. Kereta api merupakan transportasi darat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya. Salah satu hal yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. menerus berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya. Salah satu hal yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang berkembang, sehingga terus menerus berupaya untuk mensejahterakan rakyatnya. Salah satu hal yang dapat dilakukan negara guna

Lebih terperinci

Analisis Ekonomi Proyek Jalan Tol Penajam Samarinda

Analisis Ekonomi Proyek Jalan Tol Penajam Samarinda Reka racana Teknik Sipil Itenas No.x Vol.xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2014 Analisis Ekonomi Proyek Jalan Tol Penajam Samarinda GLEN WEMPI WAHYUDI 1, DWI PRASETYANTO 2, EMMA AKMALAH

Lebih terperinci

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar)

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Kota Kekerabatan Maja dan Masa Depan Oleh : Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Persoalan perumahan masih menjadi salah satu issue penting dalam pembangunan ekonomi mengingat

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KEWAJIBAN PELAYANAN PUBLIK UNTUK ANGKUTAN BARANG DARI DAN KE DAERAH TERTINGGAL, TERPENCIL, TERLUAR, DAN PERBATASAN DENGAN

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr

2017, No c. bahwa untuk mempercepat penyelenggaraan kewajiban pelayanan publik untuk angkutan barang di laut, darat, dan udara diperlukan progr No.165, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PELAYANAN PUBLIK. Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, Perbatasan. Angkutan Barang. Penyelenggaraan. Pencabutan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Transportasi memegang peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian khususnya perkotaan. Hal tersebut dikarenakan transportasi berhubungan dengan kegiatan-kegiatan

Lebih terperinci

Kajian Pustaka Keterkaitan Infrastruktur Publik dan Ekonomi Oleh : Ir. Putu Rudi Setiawan Msc

Kajian Pustaka Keterkaitan Infrastruktur Publik dan Ekonomi Oleh : Ir. Putu Rudi Setiawan Msc Kajian Pustaka Keterkaitan Infrastruktur Publik dan Ekonomi Oleh : Ir. Putu Rudi Setiawan Msc Terdapat beragam pengertian tentang infrastruktur publik. Salah satunya, World Bank (1994) yang mendefinisikan

Lebih terperinci

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

DRAFT LAPORAN AKHIR KABUPATEN TUAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN STUDI SISTRANAS PADA TATARAN TRANSPORTASI LOKAL(TATRALOK) DI WILAYAH PROVINSI MALUKU DALAM MENDUKUNG PRIORITAS PEMBANGUNAN SENTRA PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan yang menjalar ke wilayah sekitarnya. Perkembangan aktivitas ini telah

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan yang menjalar ke wilayah sekitarnya. Perkembangan aktivitas ini telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Medan berkembang seiring dengan pesatnya pertumbuhan aktivitas perkotaan yang menjalar ke wilayah sekitarnya. Perkembangan aktivitas ini telah membentuk suatu

Lebih terperinci

Analisis Manajemen Waktu dan Biaya Rute Penyeberangan Baru

Analisis Manajemen Waktu dan Biaya Rute Penyeberangan Baru Analisis Manajemen Waktu dan Biaya Rute Penyeberangan Baru Dr. Ir. Sunaryo M.Sc 1), Kiki Juniarko 2) 0806 459 236 Email : red.kijun@gmail.com Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik Program Studi Teknik

Lebih terperinci

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan

18 Desember STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan 18 Desember 2013 STRATEGI PEMBANGUNAN METROPOLITAN Sebagai Pusat Kegiatan Global yang Berkelanjutan Deputi Gubernur Provinsi DKI Jakarta Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup 18 Desember 2013 Peran Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Isu keberlanjutan (sustainability) merupakan isu yang kian melekat dengan proses perencanaan dan perancangan lingkungan binaan. Dengan semakin rumitnya

Lebih terperinci

TESIS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PEMBANGUNAN JALAN TOL BENOA-BANDARA-NUSA DUA A.A. ASTRI DEWI

TESIS ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL PEMBANGUNAN JALAN TOL BENOA-BANDARA-NUSA DUA A.A. ASTRI DEWI TESIS A.A. ASTRI DEWI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2012 TESIS A.A ASTRI DEWI NIM 1091561021 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN DERMAGA DI PELABUHAN GILIMANUK, PROVINSI BALI

ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN DERMAGA DI PELABUHAN GILIMANUK, PROVINSI BALI Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 ANALISIS KEBUTUHAN PENGEMBANGAN DERMAGA DI PELABUHAN GILIMANUK, PROVINSI BALI Putu Alit Suthanaya Jurusan Teknik Sipil, Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong pembangunan ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dan perkembangan sistem transportasi mempunyai hubungan yang erat serta saling ketergantungan. Berbagai upaya terus ditempuh pemerintah guna mendorong

Lebih terperinci

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia

Gambar 3.A.1 Peta Koridor Ekonomi Indonesia - 54 - BAB 3: KORIDOR EKONOMI INDONESIA A. Postur Koridor Ekonomi Indonesia Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan masing-masing wilayah yang tersebar di

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN AWAL MODEL UMUM MANFAAT EKONOMI BAGI PENGOPERASIAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI

PENGEMBANGAN AWAL MODEL UMUM MANFAAT EKONOMI BAGI PENGOPERASIAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI PENGEMBANGAN AWAL MODEL UMUM MANFAAT EKONOMI BAGI PENGOPERASIAN INFRASTRUKTUR TRANSPORTASI Jurusan Teknik Sipil - FTSP (ITS) Surabaya ABSTRAK Investasi infrastruktur transportasi, biasanya memakan biaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Umum Metodologi penelitian ini intinya adalah menguraikan bagaimana cara penelitian dilakukan. Data yang dikumpulkan harus sesuai dengan judul tesis dan memenuhi tujuan penelitian.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dampak dari laju pertumbuhan ekonomi yang pesat di berbagai kota besar di Indonesia khususnya di Kota Yogyakarta, mengakibatkan laju pertumbuhan urbanisasi yang tinggi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG TATARAN TRANSPORTASI WILAYAH PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2012-2032 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mencapai

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENYIAPAN DOKUMEN PROYEK INVESTASI PENYELENGGARAAN MONOREL DI PULAU BATAM

KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENYIAPAN DOKUMEN PROYEK INVESTASI PENYELENGGARAAN MONOREL DI PULAU BATAM KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENYIAPAN DOKUMEN PROYEK INVESTASI PENYELENGGARAAN MONOREL DI PULAU BATAM BADAN PENGUSAHAAN BATAM Tahun anggaran 2013 KERANGKA ACUAN KERJA (KAK) PENYIAPAN DOKUMEN PROYEK INVESTASI

Lebih terperinci

KAJIAN PENERAPAN SISTEM DINAMIS DALAM INTERAKSI TRANSPORTASI DAN GUNA LAHAN KOMERSIAL DI WILAYAH PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

KAJIAN PENERAPAN SISTEM DINAMIS DALAM INTERAKSI TRANSPORTASI DAN GUNA LAHAN KOMERSIAL DI WILAYAH PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR KAJIAN PENERAPAN SISTEM DINAMIS DALAM INTERAKSI TRANSPORTASI DAN GUNA LAHAN KOMERSIAL DI WILAYAH PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: BAMBANG WIDYATMOKO L2D 098 412 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Tim Studi. Studi Pengembangan Angkutan Laut RORO di Indonesia

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Tim Studi. Studi Pengembangan Angkutan Laut RORO di Indonesia KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, dimana atas perkenanan-nya Laporan Akhir Pekerjaan Studi Pengembangan Angkutan Laut RO-RO di Indonesia Tahun Anggaran 2012, yang berisi

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Pada tahun anggaran 2012, Badan Litbang Perhubungan telah menyelesaikan 368 studi yang terdiri dari 103 studi besar, 20 studi sedang dan 243 studi kecil. Perkembangan jumlah studi dari tahun 2008 sampai

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu hal yang menjadi fokus perhatian di berbagai bidang saat ini adalah berkaitan dengan upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Definisi berkelanjutan

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN PENAMBAHAN ARMADA BUS TIC DI TINJAU DARI INVESTASI

ANALISIS KELAYAKAN PENAMBAHAN ARMADA BUS TIC DI TINJAU DARI INVESTASI ANALISIS KELAYAKAN PENAMBAHAN ARMADA BUS TIC DI TINJAU DARI INVESTASI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-I Jurusan Pendidikan Akuntansi Oleh: YUNANIK A 210 040

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Tim Studi. Studi Pengembangan Short Sea Shipping Dalam Meningkatkan Kelancaran Arus Barang

KATA PENGANTAR. Jakarta, November Tim Studi. Studi Pengembangan Short Sea Shipping Dalam Meningkatkan Kelancaran Arus Barang KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kehendak dan ridhonya kami dapat menyelesaikan laporan penelitian dan studi ini. Laporan ini berisi 5 (Lima) Bab

Lebih terperinci

NEW YOGYAKARTA INTERNATIONAL AIRPORT (NYIA)

NEW YOGYAKARTA INTERNATIONAL AIRPORT (NYIA) KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN PRA-KELAYAKAN EKONOMI RENCANA PEMBANGUNAN KA BANDARA DALAM MENDUKUNG NEW YOGYAKARTA INTERNATIONAL AIRPORT (NYIA) KEASDEPAN SISTEM TRANSPORTASI MULTIMODA KEDEPUTIAN

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH

PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH PEMBANGUNAN KORIDOR EKONOMI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH Pembangunan Koridor Ekonomi (PKE) merupakan salah satu pilar utama, disamping pendekatan konektivitas dan pendekatan pengembangan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

Sambutan Presiden RI Ttg Pengembangan Penyeberangan Merak-Bakauheni..., tgl 5 Mar 2014, di Banten Rabu, 05 Maret 2014

Sambutan Presiden RI Ttg Pengembangan Penyeberangan Merak-Bakauheni..., tgl 5 Mar 2014, di Banten Rabu, 05 Maret 2014 Sambutan Presiden RI Ttg Pengembangan Penyeberangan Merak-Bakauheni..., tgl 5 Mar 2014, di Banten Rabu, 05 Maret 2014 SAMBUTAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ATAS PAPARAN WAMENHUB TENTANG PENGEMBANGAN PENYEBERANGAN

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL ALOKASI BIAYA PENYEDIAAN AIR BERSIH STUDI KASUS P 3 KT KODYA DENPASAR TESIS. oleh. Putu Gede Suranata

PENGEMBANGAN MODEL ALOKASI BIAYA PENYEDIAAN AIR BERSIH STUDI KASUS P 3 KT KODYA DENPASAR TESIS. oleh. Putu Gede Suranata PENGEMBANGAN MODEL ALOKASI BIAYA PENYEDIAAN AIR BERSIH STUDI KASUS P 3 KT KODYA DENPASAR TESIS oleh. Putu Gede Suranata 250 94 062 PENGUTAMAAN MANAJEMEN DAN REKAYASA KONSTRUKSI JURUSAN TEKNIK SIPIL PROGRAM

Lebih terperinci

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai...

Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... Gambar 5.30 Peta Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 114 Gambar 5.31 Peta rencana Jalur Transportasi Publik Kawasan Manggarai... 115 Gambar 5.32 Kondisi Jalur Pedestrian Penghubung Stasiun dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Kereta api merupakan salah satu dari moda transportasi nasional yang ada sejak masa kolonial sampai dengan sekarang dan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi mempunyai peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan berkembangnya kehidupan masyarakat, maka semakin banyak pergerakan yang dilakukan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR

PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR PENYUSUNAN RENCANA INDUK BANDAR UDARA KABUPATEN BLITAR EXECUTIVE SUMMARY 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Maksud pelaksanaan pekerjaan pembuatan Rencana Induk Sub Sektor Transportasi Udara sebagai pendukung dan pendorong sektor lainnya serta pemicu pertumbuhan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG TATA CARA DAN KRITERIA PENETAPAN SIMPUL DAN LOKASI TERMINAL PENUMPANG SERTA LOKASI FASILITAS PERPINDAHAN MODA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 105º50 dan 103º40 Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Lampung sebelah

I. PENDAHULUAN. 105º50 dan 103º40 Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Lampung sebelah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung berada antara 3º45 dan 6º45 Lintang Selatan serta 105º50 dan 103º40 Bujur Timur. Batas wilayah Provinsi Lampung sebelah utara berbatasan dengan Provinsi

Lebih terperinci

Produk Domestik Regional Bruto/ Gross Regional Domestic Product

Produk Domestik Regional Bruto/ Gross Regional Domestic Product Produk Domestik Regional Bruto/ Bangka Selatan Dalam Angka/ Bangka Selatan In Figures 2012 327 328 Bangka Selatan Dalam Angka/ Bangka Selatan In Figures 2012 10.1 Produk Domestik Regional Bruto Produk

Lebih terperinci

KAJIAN PERPINDAHAN MODA (MODE SHIFTING) DARI PENGGUNA KENDARAAN PRIBADI KE KENDARAAN UMUM (STUDI KASUS: KOTA BANDUNG)

KAJIAN PERPINDAHAN MODA (MODE SHIFTING) DARI PENGGUNA KENDARAAN PRIBADI KE KENDARAAN UMUM (STUDI KASUS: KOTA BANDUNG) KAJIAN PERPINDAHAN MODA (MODE SHIFTING) DARI PENGGUNA KENDARAAN PRIBADI KE KENDARAAN UMUM (STUDI KASUS: KOTA BANDUNG) Tilaka Wasanta Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan

Lebih terperinci

TESIS MAGISTER. Oleh : SETA KARTIKA NIM

TESIS MAGISTER. Oleh : SETA KARTIKA NIM KAJIAN EFEKTIVITAS PENYERAPAN DANA BANTUAN LUAR NEGERI TERHADAP KINERJA PROYEK KONSTRUKSI DAN UPAYA PEMODELAN PENILAIAN EFEKTIVITASNYA Studi Kasus : Bantuan Jepang TESIS MAGISTER Oleh : SETA KARTIKA NIM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Aktivitas kota menjadi daya tarik bagi masyarakat sehingga

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN 63 BAB IV ANALISA DAN HASIL PENELITIAN Pada bab IV ini akan disajikan secara berturut-turut mengenai analisa dan hasil penelitian meliputi : 4.1. Perekonomian Pulau Jawa saat ini 4.2. Pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Keekonomian Rute Merak-Bakauheni dengan Rute Cigading-Kiluan

Analisis Perbandingan Keekonomian Rute Merak-Bakauheni dengan Rute Cigading-Kiluan Analisis Perbandingan Keekonomian Rute Merak-Bakauheni dengan Rute Cigading-Kiluan Dr. Ir. Sunaryo M.Sc 1), Slamet Kasiyanto 2) 0806 459 305 slamet.kasiyanto@ui.ac.id 1) Dosen Program Studi Teknik Perkapalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan manusia. Hampir semua orang di dunia bergantung pada transportasi untuk melangsungkan hidupnya, seperti

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

KAJIAN ASPEK RISIKO KEGAGALAN BANGUNAN PADA KELAYAKAN PROYEK PRIVATISASI INFRASTRUKTUR TESIS MAGISTER OLEH : ADI TISNA RAYADI

KAJIAN ASPEK RISIKO KEGAGALAN BANGUNAN PADA KELAYAKAN PROYEK PRIVATISASI INFRASTRUKTUR TESIS MAGISTER OLEH : ADI TISNA RAYADI KAJIAN ASPEK RISIKO KEGAGALAN BANGUNAN PADA KELAYAKAN PROYEK PRIVATISASI INFRASTRUKTUR TESIS MAGISTER OLEH : ADI TISNA RAYADI BIDANG KHUSUS.MANAJEMEN DAN REKAYASA KONSTRUKSI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci

Analisis Kelayakan Ekonomi Rencana Pembangunan Jalan Sejajar Jalan Sapan - Buah Batu Bandung

Analisis Kelayakan Ekonomi Rencana Pembangunan Jalan Sejajar Jalan Sapan - Buah Batu Bandung Rekaracana Teknik Sipil Itenas No.x Vol. xx Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Agustus 2015 Analisis Kelayakan Ekonomi Rencana Pembangunan Jalan Sejajar Jalan Sapan - Buah Batu Bandung TAUPIK HIDAYAT¹,

Lebih terperinci

Dari hasil perhitungan PDRB Kota Bandung selama periode dapat disimpulkan sebagai berikut :

Dari hasil perhitungan PDRB Kota Bandung selama periode dapat disimpulkan sebagai berikut : Penyajian statistik Produk Domestik Regional Bruto dapat digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan nasional dan regional khususnya di bidang ekonomi karena angka-angkanya dapat dipakai sebagai ukuran

Lebih terperinci

KELAYAKAN FINANSIAL PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA INTERNASIONAL HUSEIN SASTRANEGARA

KELAYAKAN FINANSIAL PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA INTERNASIONAL HUSEIN SASTRANEGARA KELAYAKAN FINANSIAL PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG BANDAR UDARA INTERNASIONAL HUSEIN SASTRANEGARA Florence Kartika Panditasiwi Universitas Katolik Parahyangan Jln. Ciumbuleuit 94 Bandung 40141 Tlp. (022)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Bandar Udara Internasional Kuala Namu merupakan sebuah bandar udara Internasional yang terletak di kawasan Kuala Namu, Deli Serdang, Sumatera Utara. Bandara ini menggantikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan luas wilayah 265 km 2 dan jumlah penduduk 2.602.612 pada tahun 2013. Pertumbuhan Kota Medan yang

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Simpulan dalam laporan ini berupa konsep perencanaan dan perancangan yang merupakan hasil analisa pada bab sebelumnya. Pemikiran yang melandasi proyek kawasan transit

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pelabuhan merupakan sebuah fasilitas di ujung samudera, sungai, atau danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya. Perkembangan pelabuhan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan dunia yang terus bergerak dinamis dan kecenderungan wisatawan untuk melakukan perjalanan pariwisata dalam berbagai pola yang berbeda merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Moda kereta api berperan untuk menurunkan biaya logistik nasional, karena daya angkutnya yang besar akan menghasilkan efisiensi

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB. I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang 1 BAB. I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Keinginan membangun jaringan Trans Sumatera dengan maksud memberdayakan sumber daya alam yang melimpah dimiliki oleh Sumatera utara dan Riau telah lama direncanakan.

Lebih terperinci

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model Boks 1 Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model I. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Riau selama beberapa kurun waktu terakhir telah mengalami transformasi.

Lebih terperinci

DEVELOPMENT OF MAXIMUM ENTROPY ESTIMATOR FOR CALIBRATING TRIP DISTRIBUTION MODELS

DEVELOPMENT OF MAXIMUM ENTROPY ESTIMATOR FOR CALIBRATING TRIP DISTRIBUTION MODELS DEVELOPMENT OF MAXIMUM ENTROPY ESTIMATOR FOR CALIBRATING TRIP DISTRIBUTION MODELS f T ( i T 3 8 8. 4 1 3 W I D SUMMARY DEVELOPMENT OF MAXIMUM ENTROPY (ME) ESTIMATOR FOR CALIBRATING TRIP DISTRIBUTION MODELS,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional Peran kereta api dalam tataran transportasi nasional telah disebutkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 43 Tahun 2011

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan transportasi, khususnya kemacetan, sudah menjadi permasalahan utama di wilayah Jabodetabek. Kemacetan umumnya terjadi ketika jam puncak, yaitu ketika pagi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Medan merupakan Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Sumatera Utara. Sebagai daerah otonom dan memiliki status sebagai Kota Metropolitan, pembangunan Kota Medan

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

TEORI Kota Cerdas dari Dimensi Mobilitas Cerdas

TEORI Kota Cerdas dari Dimensi Mobilitas Cerdas TEORI Kota Cerdas dari Dimensi Mobilitas Cerdas Mobilitas adalah gerak perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain (Malik, 2014). Alberti (2011) menyatakan pendapatnya mengenai mobilitas cerdas sebagai

Lebih terperinci

PEREMAJAAN KAWASAN PERDAGANAN SENEN DENGAN MEMANFAATKAN SISTEM TRANSPORTASI KOTA

PEREMAJAAN KAWASAN PERDAGANAN SENEN DENGAN MEMANFAATKAN SISTEM TRANSPORTASI KOTA PEREMAJAAN KAWASAN PERDAGANAN SENEN DENGAN MEMANFAATKAN SISTEM TRANSPORTASI KOTA SUNJAYA ASKARIA, MICHAEL TEDJA, INDARTOYO JURUSAN ARSITEKTUR UNIVERSITAS BINA NUSANTARA, Jl. K.H. Syahdan No.9, Kemanggisan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT Versi 23 Mei 2017 PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA

Lebih terperinci

S U T A R T O NIM : Program Studi Teknik dan Manajemen industri

S U T A R T O NIM : Program Studi Teknik dan Manajemen industri PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN SEKTOR INDUSTRI KOMPONEN ELEKTRONIKA (KBLI 321) DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM TESIS Karya Tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Magister dari Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bandara perlu didukung oleh sarana angkutan umum yang handal dan

BAB I PENDAHULUAN. suatu bandara perlu didukung oleh sarana angkutan umum yang handal dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bandar udara merupakan salah satu simpul transportasi yang memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan transportasi antarmoda, khususnya antara moda udara, moda

Lebih terperinci

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri

Rp ,- (Edisi Indonesia) / Rp ,- (Edisi Inggris) US$ 750 Harga Luar Negeri Hubungi Kami (021) 3193 0108 (021) 3193 0109 (021) 3193 0070 (021) 3193 0102 marketing@cdmione.com www.cdmione.com A ngkutan barang memegang peranan penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan suatu

Lebih terperinci

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pengembangan Kawasan Berorientasi Transit. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maksimum termanfaatkan bila tanpa disertai dengan pola operasi yang sesuai.

BAB I PENDAHULUAN. maksimum termanfaatkan bila tanpa disertai dengan pola operasi yang sesuai. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam suatu sistem transportasi, hubungan antara prasarana, sarana, dan operasi sangat erat. Suatu ketersediaan prasarana dan sarana dapat secara maksimum termanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaringan jalan sebagai bagian dari sektor transportasi memiliki peran untuk

BAB I PENDAHULUAN. Jaringan jalan sebagai bagian dari sektor transportasi memiliki peran untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi merupakan salah satu sektor penting bagi perkembangan perekonomian wilayah dan kehidupan masyarakat. Adanya pertumbuhan dan perkembangan aktivitas di suatu

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG KAPAL PENYEBERANGAN MERAK PROPINSI BANTEN

PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG KAPAL PENYEBERANGAN MERAK PROPINSI BANTEN LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN TERMINAL PENUMPANG KAPAL PENYEBERANGAN MERAK PROPINSI BANTEN Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan pasti menginginkan adanya pertumbuhan laba yang diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan pasti menginginkan adanya pertumbuhan laba yang diperoleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan pasti menginginkan adanya pertumbuhan laba yang diperoleh pada tiap tahunnya. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan laba yaitu rasio profitabilitas, rasio

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Transportasi adalah hal yang sangat penting untuk menunjang pergerakan manusia dan barang, meningkatnya ekonomi suatu bangsa dipengaruhi oleh sistem transportasi yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan infrastruktur jalan khususnya jalan bebas hambatan atau jalan tol menjadi faktor yang menentukan dalam perkembangan ekonomi wilayah serta peningkatan

Lebih terperinci