Memaknai Partisipasi Anak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Memaknai Partisipasi Anak"

Transkripsi

1 Memaknai Partisipasi Anak Model-Model Partisipasi Anak P artisipasi anak merupakan upaya konstruktif untuk mempersiapkan anak-anak menjadi aktor demokrasi di masa yang akan datang. Masa kanak-kanak, menurut Roger A. Hart menjadi saat yang tepat untuk menyemai nilai-nilai demokrasi yang berintikan menghargai HAM dan martabat semua manusia. Pada titik ini demokrasi semestinya dapat memperluas partisipasi seluruh elemen warga Negara. Partisipasi pada level orang dewasa bertujuan untuk memajukan demokrasi dan menumbuhkan kemampuan sebagai warga Negara, sementara partisipasi di level anak-anak, khususnya ketika menetapkan sebuah keputusan mengenai kehidupannya, merupakan peletakan fondasi bagi proses demokratisasi (Unicef, The State of The World s Children 2003, 2002: 4). Terdapat beberapa model partisipasi anak yang telah dikembangkan oleh pemerhati hak anak. Model-model partisipasi tersebut diantaranya sebagai berikut: 1 1. Arnstein Model partisipasi yang paling awal ditunjukkan melalui tangga partisipasi yang diperkenalkan oleh Sherry Arnstein pada Arnstein mendeskripsikan realitas derajat keterlibatan publik dalam proses perencanaan di Amerika Serikat. Model yang dikembangkan oleh Arnstein ini lebih tepat ditujukan bagi partisipasi orang dewasa sebagai warga Negara dalam upaya mengimplementasikan prinsip-prinsip demokrasi dan HAM. Model tangga partisipasi Arnstein dapat diilustrasikan dalam tampilan berikut. Sumber: NSW Commissionfor Children and Young, Research and resources about participation, tanpa tahun 1 Model-model partisipasi yang dikemukakan dalam tulisan ini mengutip NSW Commissionfor Children and Young, Research and resources about participation, tanpa tahun Hal. 1

2 2. Roger A. Hart Persepsi masyarakat yang berubah mengenai anak-anak telah menyebabkan banyak penulis memodifikasi tangga partisipasi Arnstein. Pemodifikasian ini bertujuan untuk menempatkan anak-anak dan kaum muda berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Tangga partisipasi Arnstein, kemudian diadopsi oleh Roger A. Hart untuk diterapkan pada anak-anak dan kaum muda. Tangga partisipasi yang dikembangkan Hart terdiri dari 8 (delapan) anak tangga untuk mengkerangkai partisipasi anak. Anak tangga 1-3 merepresentasikan suatu kondisi di mana anak-anak dan kaum muda dianggap tidak berpartisipasi. Anak tangga selanjutnya menunjukkan derajat partisipasi anak dengan kadar partisipasi yang berbeda-beda. Namun demikian, terdapat limitasi dari pendekatan tangga partisipasi model Hart ini karena partisipasi anak diasumsikan hanya ada pada tangga level atas sedangkan pada level anak tangga paling bawah tidak ada partisipasi anak. Pada level yang dianggap non-partisipatif dapat menjadi bentuk partisipasi selama anak atau orang muda memiliki kesempatan untuk membuat pilihan tentang apakah mereka ingin berpartisipasi atau tidak. Visualisasi model tangga partisipasi yang dikembangkan oleh Roger A. Hart dapat dilihat pada tampilan berikut. Sumber: NSW Commissionfor Children and Young, Research and resources about participation, tanpa tahun Hal. 2

3 3. Lardner Model yang digunakan oleh Clare Lardner bukan tangga tetapi kisi-kisi (grid) untuk mendeskripsikan bagaimana partisipasi anak yang tejadi. Menurut Lardner, tangga partisipasi yang mengasumsikan bahwa partisipasi anak lebih baik apabila berada pada level yang lebih tinggi. Kendati demikian, Lardner berargumentasi bahwa perbedaan tingkat ketepatan derajat partisipasi terkait pada perbedaan situasi. Untuk itu, Lardner membuat pertautan antara konsep pemberdayaan dan partispasi dan mengembangkan model kisi-kisi yang lebih merepresentasikan kompleksitas partisipasi anak. Ilustrasi pendekatan Lardner tersaji pada tampilan berikut. Sumber: NSW Commissionfor Children and Young, Research and resources about participation, tanpa tahun Hal. 3

4 4. Treseder Model yang dikembangkan oleh Phil Treseder hampir sama dengan model Roger A. Hart dan Lardner yakni dengan menyandingkan konsep orang dewasa dengan anak-anak dalam menginisiasi partisipasi anak. Treseder menyatakan bahwa anak-anak membutuhkan pemberdayaan untuk dapat dan mampu berpartisipasi. Kemampuan ini terbangun melalui pengembangan organisasi-organisasi bagi anak-anak. Pendekatan Traseder dapat diilustrasikan dalam tampilan berikut. Sumber: NSW Commissionfor Children and Young, Research and resources about participation, tanpa tahun Hal. 4

5 5. Sheir Model Sheir berdasarkan 5 (lima) level partisipasi yang bersamaan dengan (tiga) langkah komitmen dari setiap level partisipasi, yang disebut dengan membuka (openings), kesempatan (opportunities), dan kewajiban (obligations). Perbedaan derajat partisipasi dapat direpresentasikan sebagai sebuah tangga yang mana setiap anak tangga merepresentasikan berkembangnya pemberdayaan terhadap anak dan terbaginya tanggung jawab. Model tangga Sheir dapat diilustrasikan sebagai berikut: 2 Sumber: National Healthy School Standard (NHSS), 2004 Secara lengkap model partisipasi anak yang diperkenalkan oleh Sheir dapat diilustrasikan sebagai berikut: 2 National Healthy School Standard (NHSS), Promoting children and young people s participation through the National Healthy School Standard, 2004 Hal. 5

6 Sumber: NSW Commissionfor Children and Young, Research and resources about participation, tanpa tahun 6. Roda Partisipasi (The Wheel of Participation). 3 Roda partisipasi dapat digunakan untuk membantu memastikan bahwa partisipasi anak dapat efektif. Roda partisipasi menggambarkan 3 (tiga) jari-jari roda untuk merepresentasikan 3 (tiga) prinsip agar suara anak didengar dan diperhitungkan dalam proses pembuatan keputusan, yakni: kesempatan (opportunity); tanggung jawab (responsibility), dan dukungan (support). Masing-masing jari-jari diperlukan untuk 3 Paul Stephenson, Steve Gourley & Glenn Miles, Child participation, op. cit Hal. 6

7 mendukung anak-anak dalam proses partisipasi seperti ditampakkan pada ilustrasikan di bawah ini. Sumber : Paul Stephenson, Steve Gourley & Glenn Miles (2004) Pusat sumbu merepresentasikan penghargaan kepada anak (give children respect) yang mejadi dasar dari 3 (tiga) prinsip-prinsip di atas. Jika penghargaan, kesempatan, tanggung jawab, dan dukungan tidak disediakan kepada anak-anak maka partisipasi anak akan mengalami ketidakseimbangan dan melambat. Namun, manakala anak-anak diberikan penghargaan, kesempatan, tanggung jawab, dan dukungan maka anak-anak akan mampu berpartisipasi secara optimal. Partisipasi anak merupakan jalan untuk meningkatkan kemampuan untuk terlibat dalam pengambilan keputusan. Penghargaan terhadap anak merupakan hal yang esensial karena ini akan memberikan dukungan pada ketiga prinsip tersebut. Penghargaan dapat ditunjukkan dengan cara mendengarkan apa yang dikatakan anak, memberikan tanggapan atas apa yang menjadi pandangan anak, menjelaskan mengapa suatu keputusan dan tindakan diambil, dan memberikan perlakuan yang sama tanpa memandang kemampuan, bahasa, dan keahlian mereka. Model-model partisipasi di atas merupakan cara-cara untuk memfasilitasi bagaimana anak-anak berpartispasi. Aneka model juga menekankan terdapatnya limitasi yang digariskan oleh KHA bahwa partisipasi anak harus sesuai dengan usia dan tingkat perkembangan mental anak. Namun demikian, model tersebut masih menempatkan partisipasi dalam ruang mikro. Dengan kata lain partisipasi tersebut ruang lingkungnya berada pada relasi antara anak-anak dengan orang dewasa. Model partisipasi tersebut belum menyinggung ketika anak-anak akan berpartisipasi dalam locus wilayah publik atau yang dikenal dengan lingkup sistem ketatanegaraan. Pada wilayah ini maka anak akan vis a vis berhadapan dengan Negara melalui institusi-institusinya. Pada titik ini, orang dewasa memiliki peran penting untuk memfasilitasi anak-anak agar dapat berpartisipasi dalam sistem ketatanegaraan dan sistem demokrasi yang Hal. 7

8 dianut oleh Republik Indonesia. Seperti pada lembaga-lembaga negara di dunis, secara umum lembaga-lembaga negara yang ada di Indonesia juga berada pada ranah kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Partisipasi Anak Menurut Komentar Umum Komite Hak Anak No.12 (2004) 4 P asal 12 KHA merupakan aturan yang unik dalam perjanjian HAM karena pasal ini ditujukan bagi status hukum dan status sosial anak. Di satu sisi anak masih belum memiliki otonomi secara penuh sebagaimana orang dewasa, namun di sisi yang lain, anak merupakan subyek hak. Hak anak untuk didengar dan dipertimbangkan pandangannya merupakan salah satu nilai dasar KHA. Bahkan Komite menetapkan bahwa Pasal 12 sebagai salah satu dari 4 (empat) prinsip KHA. Komite juga membedakan hak anak untuk didengar sebagai hak individual dan hak kolektif. Selanjutnya, Negara juga harus memastikan bahwa hak untuk didengar harus memperhatikan usia dan tingkat kematangan anak. Ekspresi dan pandangan anak relevan untuk menambah perspektif, pengalaman, dan pertimbangan dalam persiapan pembuatan kebijakan publik. Proses terlibat dalam keseluruhan tahapan pembuatan kebijakan seringkali disebut partisipasi. Oleh karena itu, pelaksanaan hak anak untuk didengar merupakan elemen pentingdari proses dan tahapan pembuatan kebijakan. Konsep hak partisipasi anak menekankan bahwa partisipasi tersebut tidak hanya tindakan karena ada aktivitas tertentu (momentary), namun seharusnya partisipasi anak diletakkan dalam keseluruhan proses. Oleh karena itu, anak seharusnya dilibatkan sejak awal sehingga terbangun intensitas pertukaran perspektif dan pengalaman antara anak dan orang dewasa secara berkelanjutan dalam rangka pengembangan kebijakan, program, dan tindakan lain yang relevan dengan konteks kehidupan anak. Hal yang perlu menjadi catatan bahwa mengekspresikan pandangan merupakan pilihan bagi anak dan bukan sebagai suatu kewajiban. Pasal 12 memanifestasikan bahwa anak memiliki hak partisipasi terhadap setiap keputusan yang memiliki pengaruh pada dirinya atau hidupnya, dan tidak hanya berasal dari hak-haknya atau kelemahannya (perlindungan) atau ketergantungan pada orang dewasa (penyediaan). Konvensi ini mengakui anak sebagai subyek hak. Terkait dengan hak anak untuk didengar, Komite Hak Anak mengeluarkan Komentar Umum No. 12 (2004) mengenai Hak Anak untuk Didengar (General Comment No. 12 (2009): The right of the child to be heard). Dalam komentar umum tersebut Komite Hak Anak memberikan catatan sebagai hasil analisis literal terhadap Pasal 12, khususnya paragraf 1 : 1. Frasa harus menjamin (Shall assure). Hasil analisis literal Komite terhadap frasa tersebut sebagai berikut: Istilah hukum harus menjamin merupakan frasa yang ditujukan untuk menguatkan secara khusus peran negara. Di sisi yang lain, negara tidak dapat memperpanjang waktu mengambil diskresi untuk menunda pelaksanaan hak anak untuk berpartisipasi. Dengan demikian, negara memiliki kewajiban segera untuk mengambil 4 Sub bab bagian ini mengambil intisari dari Komentar Umum Komite Hak Anak No.12 mengenai Hak Anak untuk Didengar. Lihat dokumen CRC/C/GC/12, 20 Juli 2009 Hal. 8

9 langkah yang layak untuk mengimplementasikan secara penuh hak partisipasi kepada seluruh anak. Kewajiban ini terdiri dari (dua) elemen, yakni : a) Mengupayakan suatu mekanisme yang memastikan pandangan anak terkait dengan semua permasalahan yang berdampak padanya dapat terakomodasi; b) Memberikan bobot yang seharusnya terhadap pandangan anak. 2. Frasa mampu membentuk pandangannya sendiri (Capable of forming his or her own views). Hasil analisis literal Komite terhadap frasa tersebut sebagai berikut: Frasa ini bukan ditujukan untuk membatasi anak dalam mengungkapkan pandangannya, namun justru menekankan kewajiban negara untuk menilai sejauhmana kapasitas anak dapat menyatakan opini otonomnya. Artinya negara tidak boleh mulai dengan asumsi bahwa anak tidak memiliki kemampuan untuk menyatakan pandangannya. Selanjutnya, Komite menekankan bahwa Pasal 12 tidak mengatur penentuan batas usia bagi anak untuk mengekspresikan pandangannya. Di samping itu, komite mendesak negara untuk menghapus hukum dan praktik yang membatasi hak anak untuk didengar terhadap semua masalah yang berdampak pada kehidupannya. 3. Frasa hak untuk mengekspresikan pandangannya secara bebas (The right to express those views freely) Hasil analisis literal Komite terhadap frasa tersebut sebagai berikut: Istilah bebas dimaknai bahwa anak dapat mengekspresikan pandangannya tanpa tekanan dan dapat memilih apakah mereka akan menggunakan hak untuk didengar atau tidak. Istilah bebas juga dimaknai bahwa pandangan anak tidak boleh dimanipulasi atau ditundukkan untuk mempengaruhi secara tidak semestinya atau melakukan tekanan. Secara instrinsik, frasa ini terkait dengan perspektif anak itu sendiri, oleh karenanya anak memiliki hak untuk mengekspresikan pandangannya sendiri dan bukan pandangan pihak lain. Dengan demikian, negara harus memastikan kondisi yang mendukung pengekspresian hak anak dengan mempertimbangkan individu setiap anak, situasi sosial, dan lingkungan sehingga anak merasa dihargai dan aman ketika mengekspresikan pandangannya secara bebas. Realisasi hak anak untuk mengekspresikan dirinya atau pandangannya mensyaratkan bahwa anak diberitahukan tentang permasalahan, pilihan, dan keputusan yang mungkin harus diambil serta konsekuensinya oleh pihak-pihak yang bertanggung jawab untuk mendengarkan anak, orang tua anak atau wali anak. Anak juga harus diberitahu tentang kondisi di mana anak akan diminta untuk mengekspresikan dirinya atau pandangannya. Hak untuk informasi menjadi penting, karena hak atas informasi merupakan prasyarat agar anak dapat melakukan klarifikasi. 4. Frasa semua masalah yang berdampak pada kehidupan anak (In all matters affecting the child). Hasil analisis literal Komite terhadap frasa tersebut sebagai berikut: Negara harus memastikan bahwa anak dapat mengekspresikan pandangannya terhadap semua masalah yang berdampak pada dirinya. Hal ini menunjukan kualifikasi kedua hak ini bahwa anak harus didengar terhadap setiap pembicaraan setiap masalah yang Hal. 9

10 berdampak pada anak. Ini merupakan prasyarat mendasar agar pandangan anak dihargai dan dipahami secara lebih luas. Komite mendukung secara luas definisi dari permasalahan, yang juga mencakup tidak hanya isu yang secara eksplisit disebutkan dalam KHA. Pengakuan klasul yang berdampak pada anak menambah kejelasan bahwa tidak ada mandat politik yang ditujukan untuk membatasi isu anak yang hanya diatur dalam KHA. Pertemuan Tingkat Tinggi Dunia bagi Anak (The World Summit for Children) menunjukkan interpretasi yang luas dari frasa permasalahan yang berdampak pada anak, termasuk proses sosial yang berada dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini negara harus dengan teliti mendengarkan pandangan anak-anak agar perspektif anak-anak dapat dipergunakan untuk mempertinggi kualitas solusi atas permasalahan tersebut. 5. Frasa pendapat anak diberikan bobot sesuai dengan usia dan tingkat kematangan anak (Being given due weight in accordance with the age and maturity of the child) Hasil analisis literal Komite terhadap frasa tersebut sebagai berikut: Klausul ini merujuk bahwa kapasitas anak menjadi penilaian dalam rangka memberikan bobot terhadap pandangan anak atau mengkomunikasikan kepada anak a cara pandangnya tersebut dapat mempengaruhi proses yang akan dihasilkan. Pasal 12 menentukan bahwa tidak hanya cukup untuk mendengarkan pandangan anak. Pandangan anak harus secara sungguh-sungguh dipertimbangkan manakala anak telah memiliki kemampuan untuk membentuk pandangannya. Prasyarat pemberian bobot sesuai dengan usia dan tingkat kematangannya harus dipahami pandangan anak tidak seragam karena terkait dengan usia biologis mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa informasi, pengalaman, lingkungan, harapan sosial dan budaya, dan tingkat dukungan berkontribusi terhadap pengembangan kapasitas anak dalam membentuk pandangannya. Untuk alasan ini, pandangan anak harus dinilai dan diuji secara kasuistis (case by case). Sedangkan kematangan merujuk pada kemampuan anak untuk memahami dan menilai implikasi dari suatu permasalahan. Hal ini harus menjadi pertimbangan khusus karena berhubungan dengan kapasitas individual seorang anak. Kematangan memang sulit didefinisikan dalam konteks Pasal 12, untuk itu harus dikaitkan dengan kemampuan anak untuk mengekspresikan pandangannya terhadap permasalahan dengan cara yang layak dan mandiri. Lebih jauh menurut Komite, untuk mengimplementasikan aturan Pasal 12, terdapat 5 (lima) langkah untuk mengupayakan realisasi efektif hak anak untuk didengar. Kelima langkah ini, meliputi: 1. Persiapan (preparation) Langkah ini bertujuan untuk memastikan anak telah diinformasikan mengenai hak mereka untuk mengekpresikan opininya terhadap setiap masalah yang berdampak pada anak dan mengenai dampak dari hasil (outcome) setelah anak mengekspresikan pandangannya tersebut. Lebih jauh, anak-anak juga harus menerima informasi mengenai pilihan cara mengkomunikasikannya apakah secara langsung atau melalui perwakilan. Anak-anak juga harus diinformasikan kemungkinan konsekuensi yang muncul akibat pilihannya tersebut. Dalam hal ini, para pengambil kebijakan harus mempersiapkan Hal. 10

11 anak-anak secara layak sebelum dengar pendapat, memberikan penjelasan kapan, di mana, bagaimana menempatkan anak sebagai partisipan, dan mengambil pandangan anak sebagai pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. 2. Dengar Pendapat ( hearing) Dalam konteks melaksanakan hak anak untuk didengar, anak harus dimampukan dan didorong, sementara orang dewasa yang bertanggung jawab untuk melakukan dengar pendapat memiliki kemauan untuk mendengarkan dan secara sungguh-sungguh mempertimbangkan pandangan anak. 3. Penilaian terhadap kapasitas anak (Assesment of the capacity of the child) Pandangan anak harus diberikan bobot yang semestinya, analisis kasus per kasus menunjukkan bahwa setiap anak memiliki kemampuan untuk membentuk pendapatnya. Apabila anak memiliki kemampuan untuk membentuk pandangannya dengan cara yang layak dan mandiri maka pengambil keputusan harus mempertimbangkan pandangan anak sebagai faktor yang singnifikan bagi penyelesaian suatu isu. 4. Informasi mengenai bobot yang diberikan terhadap pandangan anak (umpan balik) (Information about the weight given to the views of the child (feedback) Sejak anak menikmati haknya untuk menyatakan pandangannya dan diberikan bobot yang layak, pengambil kebijakan seharusnya memberikan informasi kepada anak atas hasil proses tersebut dan menjelaskan bagaimana pandangan anak dipertimbangkan. Umpan balik a merupakan jaminan bahwa pandangan anak tidak hanya secara formalitas didengar, melainkan diambil secara sungguh-sungguh sebagai masukan. 5. Keluhan, Pemulihan, dan Perbaikan (Complaints, remedies and redress) Legislasi dibutuhkan untuk menyediakan saluran bagi prosedur keluhan dan perbaikan manakala hak anak untuk didengar dan mengungkapkan pandangan tidak dihormati dan dilanggar. Anak-anak dimungkinkan untuk mengajukan keluhannya kepada ombudsman atau seseorang yang memiliki peran terkait pada semua institusi anak, inter alia, sekolah dan pusat layanan anak. Selanjutnya hak anak untuk didengar membebankan kewajiban kepada negara untuk meninjau atau mengubah legislasi mereka dalam rangka memperkenalkan mekanisme yang menyediakan bagi anak akses informasi yang mencukupi, dukungan yang layak, jika diperlukan umpan balik atas pandangan yang telah diberikan dan prosedur keluhan dan perbaikan apabila hak ini dilanggar. Pasal 12 sebagai prinsip umum, terkait dengan prinsip umum KHA yang lain seperti, Pasal 2 (hak untuk tidak didiskriminasi), Pasal 6 (hak untuk hidup,kelangsungan hidup, dan tumbuh kembang), dan utamanya dengan Pasal 3 (kepentingan terbaik bagi anak sebagai pertimbangan utama) kedua prinsip ini tidak dapat berdiri sendiri. Pasal ini juga sangat dekat keterkaitannya dengan hak sipil dan kebebasan, khususnya Pasal 13 (hak untuk bebas menyatakan ekspresi) dan Pasal 17 (hak atas informasi). Lebih jauh, Pasal 12 ini juga terkait dengan seluruh pasal dalam KHA karena tanpa partisipasi aturan tersebut tidak dapat diimplementasikan sepenuhnya dan anak tidak dihargai sebagai subyek hak yang memiliki hak untuk menyatakan pendapat. Hal. 11

C. PERENCANAAN SKENARIO OLEH KELOMPOK ANAK DAN KAUM MUDA DALAM KERANGKA HUKUM HAK ASASI MANUSIA

C. PERENCANAAN SKENARIO OLEH KELOMPOK ANAK DAN KAUM MUDA DALAM KERANGKA HUKUM HAK ASASI MANUSIA C. PERENCANAAN SKENARIO OLEH KELOMPOK ANAK DAN KAUM MUDA DALAM KERANGKA HUKUM HAK ASASI MANUSIA KHA merupakan instrumen pertama yang mengikat secara hukum untuk mengenali spektrum penuh hak sipil, politik,

Lebih terperinci

D. PERENCANAAN SKENARIO WUJUD PARTISIPASI ANAK DAN KAUM MUDA SEBAGAI WARGA NEGARA

D. PERENCANAAN SKENARIO WUJUD PARTISIPASI ANAK DAN KAUM MUDA SEBAGAI WARGA NEGARA D. PERENCANAAN SKENARIO WUJUD PARTISIPASI ANAK DAN KAUM MUDA SEBAGAI WARGA NEGARA Kelompok anak dan kaum muda sampai saat ini masih mengalami hambatan dalam melaksanakan hak politiknya untuk berpartisipasi

Lebih terperinci

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin Bahan Bacaan: Modu 2 Pengertian Anak Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin A. Situasi-Situasi yang Mengancam Kehidupan Anak Sedikitnya

Lebih terperinci

KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1

KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1 1 KOMENTAR UMUM 9 Pelaksanaan Kovenan di Dalam Negeri 1 A. Kewajiban untuk melaksanakan Kovenan dalam tatanan hukum dalam negeri 1. Dalam Komentar Umum No.3 (1990) Komite menanggapi persoalan-persoalan

Lebih terperinci

Kebijakan Gender AIPP Rancangan September 2012

Kebijakan Gender AIPP Rancangan September 2012 Latar belakang dan konteks Kebijakan Gender AIPP Rancangan September 2012 AIPP bekerja untuk mempromosikan hak-hak masyarakat adat. Hak-hak masyarakat adat adalah bagian dari kerangka kerja hak-hak asasi

Lebih terperinci

Demokrasi Berbasis HAM

Demokrasi Berbasis HAM Demokrasi Berbasis HAM Antonio Pradjasto Jika menelusuri sejarah demokrasi, maka antara hak asasi dan demokrasi memiliki korelasi yang erat sejak diperkenalkannya konsep civil liberties pada abad XIX.

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PANDUAN PENGEMBANGAN KABUPATEN/KOTA LAYAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Oleh Agung Putri Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Implementasi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Faktor yang mempengaruhi keberhasilan inisiasi pelembagaan partisipasi perempuan dalam perencanaan dan penganggaran daerah adalah pertama munculnya kesadaran

Lebih terperinci

R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982

R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 R-166 REKOMENDASI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA, 1982 2 R-166 Rekomendasi Pemutusan Hubungan Kerja, 1982 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang bertugas memajukan

Lebih terperinci

Pembela Hak Asasi Perempuan tentang DEKLARASI ASEAN TENTANG HAK ASASI MANUSIA

Pembela Hak Asasi Perempuan tentang DEKLARASI ASEAN TENTANG HAK ASASI MANUSIA Pembela Hak Asasi Perempuan tentang DEKLARASI ASEAN TENTANG HAK ASASI MANUSIA PRINSIP Kaukus Perempuan Asia Tenggara tentang ASEAN1, yang juga dikenal sebagai Kaukus Perempuan, berkomitmen untuk menegakkan

Lebih terperinci

MENEMPATKAN SKENARIO MASA DEPAN ANEUK DAN PEMUDA ATJEH TAHUN 2018 DALAM RUANG PUBLIK ACEH

MENEMPATKAN SKENARIO MASA DEPAN ANEUK DAN PEMUDA ATJEH TAHUN 2018 DALAM RUANG PUBLIK ACEH E. MENEMPATKAN SKENARIO MASA DEPAN ANEUK DAN PEMUDA ATJEH TAHUN 2018 DALAM RUANG PUBLIK ACEH Dalam kertas kerjanya yang berjudul Models of Public Sphere in Political Philosophy, Gürcan Koçan (2008:5-9)

Lebih terperinci

LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 19. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia

LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA. Lembar Fakta No. 19. Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia LEMBAGA NASIONAL UNTUK MEMAJUKAN DAN MELINDUNGI HAK ASASI MANUSIA Lembar Fakta No. 19 Kampanye Dunia untuk Hak Asasi Manusia PENDAHULUAN PBB terlibat dalam berbagai kegiatan yang bertujuan mencapai salah

Lebih terperinci

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* Institut Internasional untuk Demokrasi dan Perbantuan Pemilihan Umum didirikan sebagai organisasi internasional antar pemerintah

Lebih terperinci

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Women can be very effective in navigating political processes. But there is always a fear that they can become pawns and symbols, especially if quotas are used. (Sawer,

Lebih terperinci

A. Definisi Perlindungan Anak dan Ruang Lingkupnya

A. Definisi Perlindungan Anak dan Ruang Lingkupnya Bahan Bacaan Modul 2: Pengertian Anak Pengertian Perlindungan Anak, Ruang Lingkup dan Pihak yang Bertanggung Jawab Memberikan Perlindungan 1 Oleh: Adzkar Ahsinin A. Definisi Perlindungan Anak dan Ruang

Lebih terperinci

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis

Lebih terperinci

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional.

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional. Definisi Global Profesi Pekerjaan Sosial Pekerjaan sosial adalah sebuah profesi yang berdasar pada praktik dan disiplin akademik yang memfasilitasi perubahan dan pembangunan sosial, kohesi sosial dan pemberdayaan

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

R-180 REKOMENDASI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992

R-180 REKOMENDASI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992 R-180 REKOMENDASI PERLINDUNGAN KLAIM PEKERJA (KEPAILITAN PENGUSAHA), 1992 2 R-180 Rekomendasi Perlindungan Klaim Pekerja (Kepailitan Pengusaha), 1992 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO)

Lebih terperinci

MAKALAH. CEDAW: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Oleh: Antarini Pratiwi Arna, S.H., LL.M

MAKALAH. CEDAW: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Oleh: Antarini Pratiwi Arna, S.H., LL.M INTERMEDIATE HUMAN RIGHTS TRAINING BAGI DOSEN HUKUM DAN HAM Hotel Novotel Balikpapan, 6-8 November 2012 MAKALAH CEDAW: Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan Oleh: Antarini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk didiskusikan, selain karena terus mengalami perkembangan, juga banyak permasalahan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program

BAB I PENDAHULUAN. demorasi secara langsung, desa juga merupakan sasaran akhir dari semua program 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Desa merupakan basis bagi upaya penumbuhan demokrasi, karena selain jumlah penduduknya masih sedikit yang memungkinkan berlangsungnya proses demorasi secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Negara Indonesia ini terdapat berbagai macam suku bangsa, adat istiadat, pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan perempuan dan

Lebih terperinci

Asesmen Gender Indonesia

Asesmen Gender Indonesia Asesmen Gender Indonesia (Indonesia Country Gender Assessment) Southeast Asia Regional Department Regional and Sustainable Development Department Asian Development Bank Manila, Philippines July 2006 2

Lebih terperinci

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia Antonio Pradjasto Tanpa hak asasi berbagai lembaga demokrasi kehilangan substansi. Demokrasi menjadi sekedar prosedural. Jika kita melihat dengan sudut

Lebih terperinci

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas

Lebih terperinci

Kekuasaan & Proses Pembuatan Kebijakan

Kekuasaan & Proses Pembuatan Kebijakan KMA Kekuasaan & Proses Pembuatan Kebijakan Departemen Administrasi Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof. Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc., Ph.D. Proses Pembuatan Kebijakan

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang menganut sistem Demokrasi, kata tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang menganut sistem Demokrasi, kata tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang menganut sistem Demokrasi, kata tersebut berasal dari bahasa Yunani yang terbentuk dari (demos) "rakyat" dan (kratos) "kekuatan"

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005

DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN 2005 (Direvisi tahun 2011) 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur Undang-Undang Arbitrase Tahun 2005 3 SUSUNAN BAGIAN

Lebih terperinci

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH A. KONDISI UMUM Keberhasilan menempatkan proses pembangunan kelembagaan politik demokrasi pada jalur dan arah yang benar selama tahun 2004 dan 2005

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS 2017 Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si KOALISI PEREMPUAN INDONESIA Hotel Ambara, 19 Januari 2017 Pengertian Keadilan dan Kesetaraan Gender

Lebih terperinci

Health and Human Rights Divisi Bioetika dan Medikolegal FK USU WHO Definition of Health Health is a state t of complete physical, mental and social well- being and not merely the absence of disease or

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK

BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK BAB III PEMBANGUNAN BIDANG POLITIK A. KONDISI UMUM Setelah melalui lima tahun masa kerja parlemen dan pemerintahan demokratis hasil Pemilu 1999, secara umum dapat dikatakan bahwa proses demokratisasi telah

Lebih terperinci

Point penting dari diskusi Panel Dalam First Session IGWG Meeting on Binding Treaty for TNCs (6-10 July 2015):

Point penting dari diskusi Panel Dalam First Session IGWG Meeting on Binding Treaty for TNCs (6-10 July 2015): Point penting dari diskusi Panel Dalam First Session IGWG Meeting on Binding Treaty for TNCs (6-10 July 2015): Panel 1 Intinya tidak ada pertentangan antara The GP dengan legally binding treaty process,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011)

DAFTAR ISI UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN Undang-undang Arbitrase Tahun (Direvisi tahun 2011) DAFTAR ISI Undang-undang Arbitrase Tahun 2005 UNDANG-UNDANG ARBITRASE TAHUN 2005 (Direvisi tahun 2011) 2 Pusat untuk Arbitrase Regional Kuala Lumpur SUSUNAN BAGIAN Bagian I Pendahuluan 1. Judul singkat

Lebih terperinci

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender

Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia Prinsip-Prinsip Usulan Terhadap RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender Mewujudkan Payung Hukum Penghapusan Diskriminasi Gender di Indonesia

Lebih terperinci

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Oleh Rumadi Peneliti Senior the WAHID Institute Disampaikan dalam Kursus HAM untuk Pengacara Angkatan XVII, oleh ELSAM ; Kelas Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan,

Lebih terperinci

STATUTA FORUM PENGURANGAN RISIKO BENCANA JAWA BARAT PEMBUKAAN

STATUTA FORUM PENGURANGAN RISIKO BENCANA JAWA BARAT PEMBUKAAN STATUTA FORUM PENGURANGAN RISIKO BENCANA JAWA BARAT PEMBUKAAN Forum Pengurangan Risiko Bencana Jawa Barat adalah sebuah wadah yang menyatukan para pihak pemangku kepentingan (multi-stakeholders) di Jawa

Lebih terperinci

Bab 1. Hak-hak Pasal 1 Setiap orang berhak atas penghidupan, kemerdekaan dan keselamatan pribadinya.

Bab 1. Hak-hak Pasal 1 Setiap orang berhak atas penghidupan, kemerdekaan dan keselamatan pribadinya. 1 Region Amerika Deklarasi Amerika tentang Hak dan Tanggung jawab Manusia (1948) Deklarasi Amerika tentang Hak dan Tanggung jawab Manusia Diadopsi oleh Konferensi Internasional Negara-negara Amerika Ke-9

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKALAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKALAN NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan dua hal yang amat penting, pertama adalah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak mempunyai hak untuk tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar baik

Lebih terperinci

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA Disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 9 Desember 1998 M U K A D I M A H MAJELIS Umum, Menegaskan kembalimakna penting dari ketaatan terhadap

Lebih terperinci

R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958

R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958 R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958 2 R-111 Rekomendasi Diskriminasi (Pekerjaan dan Jabatan), 1958 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. di berbagai belahan dunia. Di titik ini, norma-norma HAM menyebar luas ke seluruh

BAB V KESIMPULAN. di berbagai belahan dunia. Di titik ini, norma-norma HAM menyebar luas ke seluruh BAB V KESIMPULAN Pasca Perang Dunia II terdapat perubahan penting dalam sistem sosial dan politik di berbagai belahan dunia. Di titik ini, norma-norma HAM menyebar luas ke seluruh dunia dan mengalami proses

Lebih terperinci

UNOFFICIAL TRANSLATION

UNOFFICIAL TRANSLATION UNOFFICIAL TRANSLATION Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Annex, UN Doc E / CN.4 /

Lebih terperinci

TAHAPAN PENGEMBANGAN KLA

TAHAPAN PENGEMBANGAN KLA 7 2012, No.170 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PANDUAN PENGEMBANGAN KABUPATEN/KOTA LAYAK ANAK TAHAPAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good

BAB I PENDAHULUAN. Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setelah Orde Baru jatuh dikarenakan reformasi maka istilah Good Governance begitu popular. Hampir di setiap peristiwa penting yang menyangkut masalah pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai tujuan Konvensi

Lebih terperinci

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) Konvensi Hak Anak (KHA) Perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak Istilah yang perlu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut berbagai kajiannya tentang politik, para sarjana politik sepakat bahwa demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang paling baik. Sistem ini telah memberikan

Lebih terperinci

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warga negara

Lebih terperinci

KOMENTAR UMUM NO. 03

KOMENTAR UMUM NO. 03 1 KOMENTAR UMUM NO. 03 SIFAT-SIFAT KEWAJIBAN NEGARA ANGGOTA Komite Persatuan Bangsa-bangsa untuk Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya HRI/GEN/1/Rev. 1 at 45 (1994) Komite Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya,

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK 2012, No.149 4 PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Mempertimbangkan bahwa, untuk lebih lanjut mencapai

Lebih terperinci

Standar Audit SA 570. Kelangsungan Usaha

Standar Audit SA 570. Kelangsungan Usaha SA 0 Kelangsungan Usaha SA paket 00.indb STANDAR AUDIT 0 KELANGSUNGAN USAHA (Berlaku efektif untuk audit atas laporan keuangan untuk periode yang dimulai pada atau setelah tanggal: (i) Januari 0 (untuk

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI

PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI Antonio Prajasto Roichatul Aswidah Indonesia telah mengalami proses demokrasi lebih dari satu dekade terhitung sejak mundurnya Soeharto pada 1998. Kebebasan

Lebih terperinci

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Pendahuluan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Di dalam agama islam sendiri perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw, dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya.

Lebih terperinci

Komunikasi risiko 1 LAMPIRAN 2. Definisi dan tujuan

Komunikasi risiko 1 LAMPIRAN 2. Definisi dan tujuan 218 Penyakit bawaan makanan: fokus pendidikan kesehatan LAMPIRAN 2 Komunikasi risiko 1 Definisi dan tujuan Komunikasi risiko merupakan pertukaran informasi dan pandangan mengenai risiko serta faktor-faktor

Lebih terperinci

Kebijakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Bisnis. 1 Pendahuluan 2 Komitmen 3 Pelaksanaan 4 Tata Kelola

Kebijakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Bisnis. 1 Pendahuluan 2 Komitmen 3 Pelaksanaan 4 Tata Kelola Kebijakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Bisnis 1 Pendahuluan 2 Komitmen 3 Pelaksanaan 4 Tata Kelola BP 2013 Kebijakan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Bisnis 1. Pendahuluan Kami mengirimkan energi kepada dunia.

Lebih terperinci

KEAMANAN NASIONAL KEBEBASAN INFORMASI

KEAMANAN NASIONAL KEBEBASAN INFORMASI & Mencari Keseimbangan KEAMANAN NASIONAL KEBEBASAN INFORMASI Ádám Földes Transparency Interna4onal 11 September 2014 HUKUM INTERNATIONAL International Covenant on Civil and Political Rights Setiap orang

Lebih terperinci

Dukungan Masyarakat Sipil Menuju Kota HAM

Dukungan Masyarakat Sipil Menuju Kota HAM Dukungan Masyarakat Sipil Menuju Kota HAM Kedudukan Pemda Kewajiban Negara atas HAM Negara Pihak terikat dalam perjanjian HAM internasional yang diratifikasi. Kewajiban Negara atas HAM: (i) menghormati;

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa penyandang cacat

Lebih terperinci

KOMENTAR UMUM NO. 2 TINDAKAN-TINDAKAN BANTUAN TEKNIS INTERNASIONAL Komite Hak Ekonomi, Sosial, Dan Budaya PBB HRI/GEN/1/Rev.

KOMENTAR UMUM NO. 2 TINDAKAN-TINDAKAN BANTUAN TEKNIS INTERNASIONAL Komite Hak Ekonomi, Sosial, Dan Budaya PBB HRI/GEN/1/Rev. 1 KOMENTAR UMUM NO. 2 TINDAKAN-TINDAKAN BANTUAN TEKNIS INTERNASIONAL Komite Hak Ekonomi, Sosial, Dan Budaya PBB HRI/GEN/1/Rev. 1 at 45 (1994) KOMITE HAK EKONOMI, SOSIAL, DAN BUDAYA, komentar umum no. 2.

Lebih terperinci

KOMENTAR UMUM 7 (1997) Hak atas Tempat Tinggal yang Layak: Pengusiran Paksa (Pasal 11 [1]

KOMENTAR UMUM 7 (1997) Hak atas Tempat Tinggal yang Layak: Pengusiran Paksa (Pasal 11 [1] 1 KOMENTAR UMUM 7 (1997) Hak atas Tempat Tinggal yang Layak: Pengusiran Paksa (Pasal 11 [1] Perjanjian Internasional atas Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya 1. Dalam Komentar Umum No. 4 (1991), Komite

Lebih terperinci

Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid dan

Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid dan PENERAPAN KONSEP GOOD GOVERNANCE DI INDONESIA Oleh ARISMAN Widyaiswara Muda BPSDM Kementerian Hukum dan HAM RI A. Latar Belakang Secara umum, Good Governance adalah pemerintahan yang baik. Dalam versi

Lebih terperinci

TEORI PENDIDIKAN Abdur Rohim/

TEORI PENDIDIKAN Abdur Rohim/ TEORI PENDIDIKAN Abdur Rohim/15105241053 http://durrohiem.blogs.uny.ac.id/ Teori pendidikan menurut Kadir dkk. merupakan landasan dalam pengembangan praktikpraktik pendidikan, misalnya pengembangan kurikulum,

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

BAB V INSTRUMEN-INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA. 1. Memahami dan mengetahui sistem internasional hak-hak asasi manusia;

BAB V INSTRUMEN-INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA. 1. Memahami dan mengetahui sistem internasional hak-hak asasi manusia; BAB V INSTRUMEN-INSTRUMEN INTERNASIONAL TENTANG PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA A. Tujuan Instruksional Umum Setelah mempelajari pokok bahasan ini mahasiswa dapat: 1. Memahami dan mengetahui sistem internasional

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Hingga saat ini, relasi antara Pemerintah Daerah, perusahaan dan masyarakat (state, capital, society) masih belum menunjukkan pemahaman yang sama tentang bagaimana program CSR

Lebih terperinci

2012, No.168.

2012, No.168. 9 2012, No.168 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KABUPATEN/KOTA LAYAK ANAK 2012, No.168

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya kota layak anak. Mewujudkan Kota Layak Anak merupakan hak

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya kota layak anak. Mewujudkan Kota Layak Anak merupakan hak BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui bahwa anak merupakan masa depan Bangsa. Anak adalah generasi penerus cita-cita kemerdekaan dan kelangsungan hajat hidup Bangsa dan Negara.

Lebih terperinci

Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN

Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM Mengapa Instrumen Internasional? Anak berhak atas perawatan dan bantuan khusus; Keluarga, sebagai kelompok dasar masyarakat dan lingkungan alamiah

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat

Lebih terperinci

Committee s General Comment No. 7

Committee s General Comment No. 7 Committee s General Comment No. 7 Committee s General Comment No. 7......... 242 Pelaksanaan hak anak di masa usia dini (Implementing child rights in early childhood) Committee on the Rights of the Child,

Lebih terperinci

Executive Summary. PKAI Kajian Model Partisipasi Masyarakat Dalam Peningkatan Pelayanan Dasar di Beberapa Negara Asia Pasifik

Executive Summary. PKAI Kajian Model Partisipasi Masyarakat Dalam Peningkatan Pelayanan Dasar di Beberapa Negara Asia Pasifik Executive Summary P Pelayanan publik merupakan salah satu peran mulia yang sudah sejatinya diperankan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Namun, peran tersebut, dalam prakteknya,

Lebih terperinci

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk karakter individu yang bertanggung jawab, demokratis, serta berakhlak mulia.

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, REKOMENDASI DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, REKOMENDASI DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, REKOMENDASI DAN SARAN V.1 Kesimpulan Proses konsepsi adopsi teknologi informasi dan komunikasi di pedesaan adalah proses yang melibatkan interaksi antara aktor-aktor dan artifak-artifak

Lebih terperinci

Pengantar Memahami Hak Ekosob. M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID

Pengantar Memahami Hak Ekosob. M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID Pengantar Memahami Hak Ekosob M. Dian Nafi PATTIRO-NZAID Manusia dan Perjuangan Pemajuan Hak Asasinya Semua manusia memperjuangkan hak hidup layak. Agama menginspirasi perjuangan manusia itu. Berbagai

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA Mukadimah Negara-negara peserta Konvensi ini, Menimbang, kewajiban negara-negara dalam Piagam Perserikatan

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor

BAB 5 KESIMPULAN. kebutuhan untuk menghasilkan rekomendasi yang lebih spesifik bagi para aktor BAB 5 KESIMPULAN Sebagaimana dirumuskan pada Bab 1, tesis ini bertugas untuk memberikan jawaban atas dua pertanyaan pokok. Pertanyaan pertama mengenai kemungkinan adanya variasi karakter kapasitas politik

Lebih terperinci

LD NO.2 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH

LD NO.2 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH I. UMUM Pembentukan Peraturan Daerah merupakan pelaksanaan dari amanat Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas dari sebuah perencanaan baik perencanaan yang berasal dari atas maupun perencanaan yang berasal dari bawah. Otonomi

Lebih terperinci

Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial

Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial 2 Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK ANAK

PERLINDUNGAN HAK ANAK PERLINDUNGAN HAK ANAK oleh Elfina Lebrine Sahetapy, SH., LLM Penulis adalah dosen di Fakultas Hukum Universitas Surabaya Sebelum kita membahas lebih lanjut permasalahan tentang perlindungan anak, maka

Lebih terperinci

Standar Perburuhan Internasional yang mendukung kebebasan berserikat, dialog sosial tripartit, perundingan bersama dan SDG

Standar Perburuhan Internasional yang mendukung kebebasan berserikat, dialog sosial tripartit, perundingan bersama dan SDG Standar Perburuhan Internasional yang mendukung kebebasan berserikat, dialog sosial tripartit, perundingan bersama dan SDG Karen Curtis Kepala Bidang Kebebasan Berserikat Kebebasan berserikat dan perundingan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK PROFESI AKUNTAN PUBLIK Dr. Muchamad Ali Safa at, S.H., M.H.

PERLINDUNGAN HAK PROFESI AKUNTAN PUBLIK Dr. Muchamad Ali Safa at, S.H., M.H. PERLINDUNGAN HAK PROFESI AKUNTAN PUBLIK Dr. Muchamad Ali Safa at, S.H., M.H. A. Pendahuluan Profesi merupakan suatu bidang kerja yang memerlukan keahlian dan independensi yang oleh karena itu tidak dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Akuntabilitas pemerintah daerah menjadi perhatian sejak bergulirnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Akuntabilitas pemerintah daerah menjadi perhatian sejak bergulirnya 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Akuntabilitas pemerintah daerah menjadi perhatian sejak bergulirnya reformasi pada tahun 1999 pada saat presiden B. J. Habibie menandatangani Instruksi Presiden No.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak

I. PENDAHULUAN. dibagi-baginya penyelenggaraan kekuasaan tersebut, agar kekuasaan tidak I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konteks pemerintahan yang demokratis kekuasaan tidak berada dan dijalankan oleh satu badan tapi dilaksanakan oleh beberapa badan atau lembaga. Tujuan dari dibagi-baginya

Lebih terperinci