BAB II KAJIAN TEORI. terutama asap rokok. Menurut World Health Organization (WHO), kanker

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. terutama asap rokok. Menurut World Health Organization (WHO), kanker"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI A. Kanker Paru Kanker paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam jaringan paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen, terutama asap rokok. Menurut World Health Organization (WHO), kanker paru merupakan penyebab kematian utama dalam kelompok kanker. Kanker paru memerlukan penanganan yang tepat. Buruknya diagnosis penyakit ini berkaitan dengan jarangnya penderita datang ke dokter karena penyakitnya masih berada pada stadium awal (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003:1). Menurut Zhou, et al (2002: 2) hanya 15% kasus kanker paru yang ditemukan sejak stadium awal. Deteksi dini dan penanganan yang tepat pada pasien yang menderita kanker paru diharapkan mampu mengurangi angka kematian yang diakibatkan oleh kanker paru dan dapat meningkatkan angka harapan hidup. 1. Penyebab Kanker Paru Penyebab pasti kanker paru belum diketahui, tetapi paparan zat yang bersifat karsinogen merupakan faktor penyebab utama. Kejadian kanker paru sangat berkaitan dengan merokok. Asap rokok yang telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker dengan 63 jenis bersifat karsinogen dan beracun (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003: 2). Menurut American Cancer Society (2013) kasus kanker paru disebabkan oleh rokok (perokok aktif) 10

2 sebesar 80%, dimana perokok pasif 20% sampai 30% beresiko terkena kanker paru. Selain faktor utama penyebab kanker paru, terdapat faktor lain seperti polusi udara, paparan radon, genetik dan lingkungan (Urman & Hosgood, 2015: 491). 2. Jenis Kanker Paru Terdapat dua jenis kanker paru, yaitu (Varalakhsmi, 2013: 63): a. Small Cell Lung Cancer (SCLC) SCLC adalah jenis kanker paru yang tumbuh lebih cepat daripada jenis kanker NSCLC, akan tetapi pertumbuhan SCLC lebih dapat terkendali dengan kemoterapi. Sekitar 20% kasus kanker paru adalah SCLC, atau sekitar pasien setiap tahunnya terdiagnosis penyakit tersebut. b. Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC) Sekitar 75%-80% kasus kanker paru adalah NSCLC. Terdapat 3 tipe NSCLC, yaitu: 1) Adenokarsinoma Adenokarsinoma adalah jenis dari NSCLC yang paling umum dari kanker paru dan lebih banyak muncul pada wanita. Kanker tipe ini berkembang dari sel-sel yang memproduksi lendir pada permukaan saluran udara. 2) Karsinoma skuamosa 11

3 Jenis ini paling umum dari kanker paru serta paling banyak terjadi pada pria dan orang tua. Karsinoma skuamosa berkembang dalam sel yang mengisi saluran udara, dan kanker ini tumbuh relatif lambat. 3) Karsinoma sel besar Pertama kali muncul biasanya di saluran pernapasan yang lebih kecil dan dapat menyebar dengan cepat. Tipe ini sering disebut juga karsinoma tidak berdiferensiasi karena bentuk sel kanker ini bundar besar. 3. Tahapan Klasifikasi Stadium Kanker Paru Menurut Global Bioscience (2013) tahapan kanker paru adalah sebagai berikut: a. Tahap Perkembangan SCLC 1) Tahap terbatas merupakan tahapan kanker yang hanya ditemukan pada satu bagian paru-paru saja dan pada jaringan di sekitarnya. 2) Tahap ekstensif merupakan tahapan kanker yang ditemukan pada jaringan dada di luar paru-paru ataupun ditemukan pada organ-organ tubuh yang jauh. b. Tahap Perkembangan NSCLC 1) Tahap tersembunyi merupakan tahap ditemukannya sel kanker pada dahak (sputum) pasien di dalam sampel air saat bronkoskopi, tetapi tidak terlihat adanya tumor di paru-paru. 2) Stadium 0 merupakan tahap ditemukannya sel-sel kanker hanya pada lapisan terdalam paru-paru dan tidak bersifat invasif. 12

4 3) Stadium I merupakan tahap kanker yang hanya ditemukan pada paruparu dan belum menyebar ke kelenjar getah bening sekitarnya. 4) Stadium II merupakan tahap kanker yang ditemukan pada paru-paru dan kelenjar getah bening di dekatnya. 5) Stadium III merupakan tahap kanker yang telah menyebar ke daerah di sekitarnya, seperti dinding dada, diafragma, pembuluh besar atau kelenjar getah bening di sisi yang sama atau pun sisi berlawanan dari tumor tersebut. 6) Stadium IV merupakan tahap kanker yang ditemukan lebih dari satu lobus paru. Sel-sel kanker telah menyebar juga ke organ tubuh lainnya, misalnya ke otak, kelenjar adrenalin, hati, dan tulang. 4. Gejala Kanker Paru Gambaran penyakit kanker paru terdiri dari keluhan subjektif dan gejala objektif. Keluhan utama dapat berupa batuk-batuk atau tanpa dahak, batuk darah, sesak napas, suara serak, sakit dada, sulit menelan, dan terdapat benjolan di pangkal leher. Gejala atau keluhan akibat metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat di otak, pembesaran hepar, dan berat badan berkurang juga merupakan ciri dari adanya kanker paru. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003: 3) 5. Deteksi Dini Kanker Paru Kanker paru dapat terdeteksi dengan melakukan beberapa cara, yaitu biopsy dengan pemeriksaan mikroskopik menggunakan contoh jaringan tubuh. Computed tomography (CT) atau pemeriksaan radiologi dengan 13

5 menggunakan X-ray dapat digunakan untuk menghasilkan citra bagian tubuh tertentu, sedangkan magnetic resonance imaging (MRI) digunakan untuk pemeriksaan tanpa X-ray namun menggunakan medan magnet dan frekuensi radio (Agency for Toxic Subtances and Disease Registry, 2013: 4). Penelitian yang dilakukan oleh Udeshani (2011: 425) yang menyatakan bahwa pada umumnya deteksi kanker paru dilakukan melalui pemeriksaan radiologi atau CT. Deteksi dini kanker paru yang diperoleh dari hasil CT adalah proyeksi radiografi dari paru. Paru-paru yang tidak sehat akan terdapat nodul di paru-paru pada citra foto paru. Nodul tersebut tidak selalu menjadi indikasi kanker paru karena nodul yang muncul dapat juga disebabkan oleh penyakit paru lain seperti tuberculosis atau pneumonia. Menurut (Japanese Society of Radiology Technology, 1997) nodul yang terdeteksi pada paru-paru dikategorikan menjadi dua yaitu non cancerous nodule (tumor jinak) dan cancerous nodule (tumor ganas). Tumor jinak yang terdapat pada jaringan paru tidak akan menyerang selain organ paru karena tumor jinak hanya menyerang satu tempat dan tidak menyebar ke organ tubuh lainnya Agency for Toxic Subtances and Disease Registry (2013:1) menyatakan bahwa tumor jinak bukanlah kanker karena tumor jenis ini bisa diangkat dan tidak kambuh kembali, sedangkan tumor ganas adalah sel kanker yang menyebar dan membahayakan organ dan jaringan yang ada di sekitar tumor tersebut. Pertumbuhan tumor ganas pada jaringan paru sangat berbahaya apabila tidak dapat dikendalikan, karena sel kanker ini dapat menyebar hingga keluar organ paru dan berkembang. 14

6 B. Preprocessing Citra Teknik image enhancement atau operasi pengolahan citra merupakan salah satu teknik untuk meningkatkan kualitas citra. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas tampilan citra atau menonjolkan ciri tertentu dalam citra. Citra yang digunakan dalam pengolahan ini adalah citra grayscale. Citra grayscale merupakan citra digital dengan warna yang dimiliki adalah warna hitam, keabuan, dan putih. Tingkatan keabuaan di sini merupakan warna abu dengan berbagai tingkatan dari hitam hingga mendekati putih. Citra grayscale memiliki kedalaman warna 8 bit (256 komposisi warna keabuan). Pengolahan citra dapat dilakukan dengan beberapa operasi, yaitu operasi titik, operasi spasial, dan operasi transformasi (Rinaldi Munir, 2004: 83). Operasi titik dikenal juga dengan nama operasi pointwise yang terdiri dari pengaksesan pixel pada lokasi yang diberikan, memodifikasinya dengan operasi-operasi lanjar (linear) atau nirlanjar (non linear) dan menempatkan nilai pixel baru pada lokasi yang bersesuaian di dalam citra yang baru. Operasi diulangi untuk keseluruhan pixel di dalam citra. Setiap pixel mewakili tidak hanya satu titik dalam sebuah citra melainkan sebuah bagian berupa kotak yang merupakan bagian terkecil (sel) (Darma Putra, 2010: 35). Secara sistematis, operasi titik dapat dinyatakan sebagai (Gambar 2.1): keterangan, ( ) * ( )+ (2.1) 15

7 citra input citra output operasi linier maupun nonlinier titik*f(x y)+ Gambar 2.1 Operasi Titik (Rinaldi Munir, 2004: 42) Operasi titik merupakan suatu teknik operasi pengolahan citra yang bertujuan untuk memodifikasi histogram citra masukan agar sesuai dengan karakteristik yang diharapkan. Histogram citra adalah grafik yang menggambarkan penyebaran nilai-nilai intensitas pixel pada suatu citra atau bagian tertentu di dalam citra (Rinaldi Munir, 2004: 83). Beberapa teknik operasi pengolahan citra melalui operasi titik adalah intensity adjustment, histogram aqualization, dan thresholding. Teknik operasi titik yang digunakan pada tugas akhir ini adalah operasi titik intensity adjustment. Intensity adjustment bekerja dengan cara melakukan pemetaan linier terhadap nilai intensitas pada histogram awal menjadi nilai intensitas pada histogram yang baru. Histogram dapat digunakan untuk menentukan suatu konstanta yang merupakan faktor penyesuaian pada operasi titik intensity adjustment. Secara matematis, operasi titik intensity adjustment ditulis sebagai berikut. ( ) ( ) 16

8 dengan ( ) adalah citra setelah penyesuaian dan ( ) adalah citra sebelum penyesuaian, sedangkan b adalah suatu konstanta yang merupakan faktor penyesuaian. Jika b positif, kecerahan gambar bertambah, sebaliknya jika b negatif kecerahan gambar berkurang (Rinaldi Munir, 2004: 92). Menurut Darma Putra (2010: 121), proses penyesuaian dilakukan dengan menambahkan atau mengurangkan nilai setiap pixel dengan suatu konstanta. Apabila nilai pixel setelah penyesuaian melebihi nilai maksimum intensitas yang mungkin untuk citra grayscale (nilai maksimum intensitas adalah 255), maka nilai pixel tersebut akan dijadikan 255. Demikian pula sebaliknya, jika nilai pixel hasil penyesuaian lebih kecil dari 0 (nol), maka nilai pixel tersebut dijadikan 0. Perintah umum pada Matlab R2010a untuk melakukan operasi titik intensity adjustment adalah sebagai berikut: J = imadjust(i,[low_in,high_in),[low_out,high_out]) dimana, low_in merupakan nilai intensitas yang akan dipetakan sebagai low_out dan high_in merupakan nilai intensitas yang akan dipetakan sebagai high_out. Berikut contoh penggunaan teknik operasi titik intensity adjustment. 17

9 Frekuensi nilai keabuan pixel Frekuensi nilai keabuan pixel (a) Nilai keabuan pixel Gambar 2.2. (a) Citra N1.jpg sebelum dilakukan operasi titik. (b) Data histogram citra N1.jpg sebelum dilakukan operasi titik (b) Nilai keabuan pixel (a) Gambar 2.3. (a) Citra N1.jpg setelah dilakukan operasi titik. (b) Data histogram citra N1.jpg setelah dilakukan operasi titik Perintah yang dimasukkan pada Matlab adalah: I=imread( N1.jpg ); J=imadjust(I,[ ],[0 1]); figure, imshow(i); figure, imhist (I); figure, imshow(j); figure, imhist (J); Citra N1.jpg yang ditunjukkan pada (Gambar 2.2(a)) merupakan citra dengan nilai kekontrasan yang rendah. Berdasarkan histogramnya (Gambar 2.2(b)), dapat diketahui bahwa citra tersebut memiliki pixel yang rendah pada (b) 18

10 intensitas di bawah 40 dan di atas 225. Nilai-nilai keabuan pixel pada histogram (Gambar 2.2(b)) belum merata dari rentang 0 sampai 255, oleh karena itu melalui operasi titik intensity adjustment nilai-nilai keabuan pixel akan direntangkan dari 0 sampai 255 seperti pada (Gambar 2.3 (b)), dengan kata lain seluruh nilai keabuan pixel terpakai secara merata. C. Ekstraksi Citra Salah satu teknik ekstraksi citra adalah Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM). GLCM banyak digunakan dalam klasifikasi citra dan fiturfitur yang diperoleh dari GLCM dapat membantu memahami rincian gambar secara keseluruhan dalam hal tekstur (Gadkari, 2004: 8). Ekstraksi citra yang dilakukan dengan metode GLCM dapat menghasilkan 14 fitur ekstraksi yaitu energy, contrast, correlation, sum of square variance, invers difference moment, sum average, sum entropy, sum variance, entropy, difference variance, difference entropy, maximum probability, homogeneity, dan dissimiliraity. 1. Energy Energy adalah fitur yang bekerja dengan mengukur konsentrasi pasangan intensitas pada matriks koakurensi. Rumus energy (E) adalah sebagai berikut (Sharma & Mukharjee, 2013: 331): * ( )+ (2.2) dengan, ( ) menunjukkan pixel pada baris ke- dan kolom ke- dengan 19

11 banyak derajat keabuan (grayscale) yang diperoleh dari citra. Nilai energi semakin besar apabila pixel yang memenuhi syarat matriks intensitas berkumpul pada beberapa koordinat dan mengecil apabila letaknya menyebar. 2. Contrast Contrast merupakan perbedaan intensitas antara nilai tertinggi (terang) dan nilai terendah (gelap) dari pixel yang saling berdekatan. Suatu contrast merupakan ukuran variasi antar derajat keabuan dari suatu daerah citra (Gadkari, 2014: 13). Rumus contrast (C) adalah sebagai berikut (Kalas, 2010: 19): ( )( ) (2.3) dengan, ( ) menunjukkan pixel pada baris ke- dan kolom ke- dengan banyak derajat keabuan (grayscale) yang diperoleh dari citra. Nilai contrast membesar jika dipengaruhi oleh variasi intensitas dalam citra tinggi. Nilai contrast semakin kecil apabila variasi rendah. 3. Correlation Correlation suatu citra menunjukkan ukuran ketergantungan linear derajat keabuan (grayscale) citra, sehingga dapat menujukkan adanya struktur linear dalam citra yang dirumuskan sebagai berikut (Mohanaiah, et al, 2013:2): *( ) ( )+ (2.4) 20

12 dengan, ( ) menunjukkan pixel pada baris ke- dan kolom ke- dengan *( ) ( )+ (nilai rata-rata elemen kolom pada histogram citra), *( ) ( )+ (nilai rata-rata elemen baris pada histogram citra), *( ) ( )+ (standar deviasi elemen kolom pada histogram citra), {( ) ( )} (standar deviasi elemen baris pada histogram citra). banyak derajat keabuan (grayscale) yang diperoleh dari citra. 4. Sum of square (variance) Variance adalah ukuran statistik yang mengukur tingkat keragaman suatu pixel pada citra. Rumus sum of square variance (SSV) adalah sebagai berikut (Anami & Burkpalli, 2009: 11): ( )( ) (2.5) dengan, rata-rata ( ), ( ) menunjukkan pixel pada baris ke- dan kolom ke- dengan banyak derajat keabuan (grayscale) yang diperoleh dari citra. 21

13 5. Inverse Difference Moment (IDM) IDM adalah ukuran dari homogenitas lokal. Nilai IDM tinggi ketika derajat keabuan (grayscale) lokal seragam dan invers dari GLCM tinggi (Mohanaiah, et al, 2013: 2). Rumus IDM adalah sebagai berikut (Sharma & Mukharjee, 2013: 331): dengan, ( ) ( ) (2.6) ( ) menunjukkan pixel pada baris ke- dan kolom ke- dengan banyak derajat keabuan (grayscale) yang diperoleh dari citra. 6. Sum average Sum average adalah fitur yang menunjukkan seberapa banyak nilai ratarata pixel yang ada dalam citra. Rumus sum average (SA) adalah sebagai berikut (Haralick, et al, 1973: 619): dengan, {( ) ( )} (2.7) ( ) ( ) ( ) ( ) menunjukkan pixel pada baris ke- dan kolom ke- dengan banyak derajat keabuan (grayscale) yang diperoleh dari citra. 22

14 7. Sum entropy Sum entropy adalah fitur yang menunjukkan seberapa banyak derajat keabuan (grayscale) yang acak. Rumus sum entropy (SE) adalah sebagai berikut (Haralick, et al, 1973: 619): ( ) { ( ) } (2.8) dengan, ( ) ( ) ( ) menunjukkan pixel pada baris ke- dan kolom ke- dengan banyak derajat keabuan (grayscale) yang diperoleh dari citra. 8. Sum variance Sum variance menunjukkan seberapa banyak level keabu-abuan yang bervariasi dari nilai rata-rata (Sharma & Mukharjee, 2013: 331). Rumus sum variance (SV) adalah sebagai berikut (Haralick, et al, 1973: 619): ( ) ( ) (2.9) dengan, = sum entropy, ( ) ( ) banyak derajat keabuan (grayscale) yang diperoleh dari citra. 9. Entropy Entropy adalah fitur untuk mengukur ketidakteraturan dari distribusi intensitas. Entropy menunjukkan jumlah informasi dari sebuah citra yang 23

15 dibutuhkan untuk mengkompres citra (Mohanaiah, et al, 2013: 2). Rumus entropy (EN) dari suatu citra adalah sebagai berikut (Haralick, et al, 1973: 619): ( ) * ( )+ (2.10) dengan, ( ) menunjukkan pixel pada baris ke- dan kolom ke- dengan banyak derajat keabuan (grayscale) yang diperoleh dari citra. 10. Difference variance Difference variance adalah fitur yang menunjukkan perbedaan tingkat keragaman suatu pixel pada citra. Rumus difference variance (DV) adalah sebagai berikut (Haralick, et al, 1973: 619): dengan, ( ( ) ) (2.11) ( ) ( ) ( ) banyak derajat keabuan (grayscale) yang diperoleh dari citra. 11. Difference entropy Difference entropy adalah fitur yang menunjukkan ketidakteraturan dalam suatu citra. Rumus difference entropy (DE) adalah sebagai berikut (Haralick, et al, 1973: 619): dengan, ( ) { ( )} (2.12) ( ) ( ) 24

16 ( ) ( ) ( ) banyak derajat keabuan (grayscale) yang diperoleh dari citra. 12. Maximum probability Maximum probability menunjukkan derajat keabuan (grayscale) yang memenuhi relasi pada persamaan entropy dan dirumuskan sebagai berikut (Anami & Burkpalli, 2009: 11): * ( )+ (2.13) dengan, ( ) menunjukkan pixel pada baris ke- dan kolom ke- dengan banyak derajat keabuan (grayscale) yang diperoleh dari citra. 13. Homogeneity Homogeneity memberikan nilai yang merupakan ukuran kedekatan dari distribusi elemen di GLCM ke diagonal GLCM dan dirumuskan sebagai berikut (Sharma & Mukharjee, 2013: 331): ( ) (2.14) dengan, ( ) menunjukkan pixel pada baris ke- dan kolom ke- dengan banyak derajat keabuan (grayscale) yang diperoleh dari citra. 14. Dissimiliraity Dissimiliraity menunjukkan perbedaan tiap pixel dan dirumuskan sebagai berikut (Anami & Burkpalli, 2009: 11): 25

17 ( ) (2.15) dengan, ( ) menunjukkan pixel pada baris ke- dan kolom ke- dengan banyak derajat keabuan (grayscale) yang diperoleh dari citra. D. Neural Network (NN) NN merupakan sistem pengolahan informasi yang memiliki karakteristik menyerupai jaringan saraf biologis (Fauset, 1994: 3). NN juga merupakan jaringan untuk memodelkan cara kerja otak manusia. NN adalah sebuah arsitektur yang terdiri dari banyak neuron yang bekerja bersama untuk memberikan respon pada input (Yeung, et al, 2010: 1). Neuron adalah unit pemroses informasi yang menjadi dasar dalam pengoperasian NN. Terdapat 3 lapisan penyusun NN yaitu lapisan input (input layer), lapisan tersembunyi (hidden layer), dan lapisan output (output layer) (Siang, 2005: 23). 1. Lapisan input Neuron pada lapisan input menerima input dari luar yang berupa gambaran dari suatu permasalahan. 2. Lapisan tersembunyi (hidden layer) Lapisan tersembunyi tersusun atas neuron-neuron yang berperan meneruskan sinyal dari lapisan input. Neuron pada lapisan tersembunyi merupakan suatu sistem pemrosesan dimana terjadi pemrosesan informasi yang dapat meningkatkan kemampuan NN dalam menyelesaikan masalah 26

18 yang lebih kompleks. Output dari lapisan tersembunyi tidak dapat diamati secara langsung. 3. Lapisan output Output dari lapisan output merupakan hasil NN atau solusi dari permasalahan yang digambarkan pada lapisan input. Model NN ditentukan oleh tiga hal (Fausett, 1994: 3) yaitu, arsitektur jaringan, algoritma pembelajaran, dan fungsi aktivasi. Fungsi aktivasi merupakan salah satu hal yang menentukan karakteristik dari NN. Arsitektur jaringan merupakan pola hubungan yang terjalin antar neuron. Sedangkan algoritma pembelajaran merupakan metode untuk menentukan bobot-bobot pada jaringan. 1. Arsitektur Jaringan Arsitektur jaringan akan menentukan keberhasilan target yang dicapai karena tidak semua permasalahan dapat diselesaikan dengan arsitektur yang sama. Beberapa arsitektur jaringan yang sering dipakai dalam jaringan saraf antara lain (Siang, 2005: 24): a. Jaringan Lapisan Tunggal (Single Layer) Single layer adalah sekumpulan input neuron yang dihubungkan langsung dengan sekumpulan outputnya. Arsitektur single layer ditunjukkan oleh (Gambar 2.4). Beberapa neuron pada lapisan input dan lapisan output saling terhubung dan memiliki bobot masing-masing (Kriesel, 2005: 74) 27

19 X W j W Y X i W m W i W ji Y j X n W mi W n W mn W jn Y m Gambar 2.4 Arsitektur Jaringan Lapisan Tunggal (Single Layer) b. Jaringan Lapisan Banyak (Multi Layer) Jaringan multi layer memiliki satu atau lebih lapisan yang terletak diantara lapisan input dan lapisan output (memiliki satu atau lebih lapisan tersembunyi). Jaringan multi layer juga dapat menyelesaikan permasalahan yang lebih sulit dari lapisan single layer. Model jaringan multi layer dapat dilihat pada (Gambar 2.5). X V p V Z W W p Y X i V i W j Y j V pi V n Z p W m W jp X n V pn W mp Y m Lapisan Lapisan Tersembunyi Lapisan Output Gambar 2.5 Arsitektur Jaringan Lapisan Banyak (Multi Layer) 28

20 c. Jaringan Lapisan Kompetitif Jaringan syaraf dengan lapisan kompetitif memiliki bentuk yang berbeda dengan jaringan lapisan single layer maupun jaringan multi layer, dimana neuron yang satu dengan neuron yang lainnya saling terhubung. (Gambar 2.6) berikut merupakan salah satu contoh aksitektur jaringan kompetitif. 1 A ε A m 1 ε ε ε 1 ε 1 A i ε A j Gambar 2.6 Arsitektur Jaringan Lapisan Kompetitif 2. Fungsi Aktivasi Fungsi aktivasi digunakan untuk mengaktifkan setiap neuron yang ada pada jaringan. Fungsi aktivasi akan menentukan output suatu unit (mengubah sinyal input menjadi sinyal output) yang akan dikirim ke unit lain. Ada beberapa fungsi aktivasi yang sering digunakan dalam jaringan saraf tiruan (Fausett, 1994: 17-19), antara lain: a. Fungsi Undak Biner (Hard Limit) Jaringan dengan lapisan tunggal sering menggunakan fungsi undak (step function) untuk mengkonversikan input dari suatu variabel yang bernilai kontinu ke suatu output biner (0 atau 1). Fungsi ini sering digunakan pada 29

21 jaringan dengan lapisan tunggal. Pada Matlab R2010a, perintah untuk menggunakan fungsi undak biner adalah hardlim. (Gambar 2.7) adalah fungsi undak biner (hard limit) dengan rumus sebagai berikut: ( ) { (2.16) y 1 θ x Gambar 2.7 Fungsi Aktivasi Undak Biner (Hard Limit) b. Fungsi Bipolar (Symetric Hard Limit) Fungsi bipolar mirip dengan fungsi undak biner, perbedaannya terletak pada nilai output yang dihasilkan. Nilai output bipolar berupa 1 dan -1 (Gambar 2.8). Pada Matlab R2010a, perintah untuk menggunakan fungsi bipolar adalah hardlims. Fungsi bipolar dirumuskan sebagai berikut: ( ) { (2.17) y 1 0 x -1 Gambar 2.8 Fungsi Aktivasi Bipolar (Symetric Hard Limit) 30

22 c. Fungsi Identitas (Linier) Fungsi linier memiliki nilai output yang sama dengan nilai inputnya (Gambar 2.9). Fungsi identitas sering dipakai apabila menginginkan output berupa sembarang bilangan riil. Pada Matlab R2010a, perintah untuk menggunakan fungsi identitas (linier) adalah purelin. Fungsi linier dirumuskan sebagai berikut: ( ) (2.18) y x Gambar 2.9 Fungsi Aktivasi Identitas (Linier) d. Fungsi Sigmoid Biner Fungsi sigmoid biner sering digunakan karena nilai fungsinya terletak antara 0 dan 1 dan dapat diturunkan dengan mudah. Pada Matlab R2010a, perintah untuk menggunakan fungsi sigmoid biner adalah logsig. Fungsi sigmoid biner dirumuskan sebagai berikut: ( ) (2.19) dengan turunan pertama fungsi pada Persamaan (2.19) adalah: ( ) (2.20) 31

23 e. Fungsi Sigmoid Bipolar Fungsi sigmoid bipolar hampir sama dengan fungsi sigmoid biner, perbedaannya terletak pada rentang nilai outputnya. Rentang nilai output fungsi sigmoid bipolar adalah -1 sampai 1. Pada Matlab R2010a, perintah untuk menggunakan fungsi sigmoid bipolar adalah tagsig. Fungsi sigmoid bipolar dirumuskan sebagai sebagai: ( ) (2.21) dengan turunan pertama fungsi pada Persamaan (2.21) adalah: ( ) (2.22) 3. Algoritma Pembelajaran Algoritma pembelajaran bertujuan untuk melakukan pengaturan terhadap bobot yang ada pada NN, sehingga diperoleh bobot akhir yang tepat sesuai dengan pola data yang dilatih. Pada proses pembelajaran akan terjadi perbaikan bobot-bobot berdasarkan algoaritma tertentu. Nilai bobot akan bertambah jika informasi yang diberikan ke suatu neuron mampu tersampaikan ke neuron yang lain. Sebaliknya, nilai bobot akan berkurang jika informasi yang diberikan ke suatu neuron tidak tersampaikan ke neuron lainnya. Nilai bobot akan diubah secara dinamis hingga mencapai suatu nilai yang cukup seimbang pada saat pembelajaran dilakukan pada input yang berbeda. (Sri Kusumadewi dan Sri Hartati, 2006: 84). Ada 2 metode pembelajaran NN, yaitu pembelajaran terawasi (supervised learning) dan pembelajaran tak terawasi (unsupervised learning). 32

24 a. Pembelajaran Terawasi (Supervised Learning) Metode pembelajaran pada NN disebut terawasi jika, output yang diharapkan telah diketahui sebelumnya. Satu pola input akan diberikan ke suatu neuron pada lapisan input. Selanjutnya pola akan dirambatkan sepanjang NN hingga sampai ke neuron pada lapisan output. Lapisan output akan membangkitkan pola output yang akan dicocokan dengan pola output targetnya. Error muncul apabila terdapat perbedaan antara pola output hasil pembelajaran dengan pola target. Diperlukan pembelajaran lagi apabila nilai error masih cukup besar. b. Pembelajaran Tak Terawasi (Unsupervised Learning) Pembelajaran tak terawasi tidak memerlukan target output dan tidak dapat ditentukan hasil yang diharapkan selama proses pembelajaran. Pada metode ini, tidak dapat ditentukan hasil outputnya. Selama proses pembelajaran, nilai bobot disusun dalam suatu range tertentu sesuai dengan nilai input yang diberikan. Tujuan pembelajaran ini adalah untuk mengelompokkan unit-unit yang hampir sama ke dalam suatu area tertentu. E. Ketepatan Hasil Klasifikasi Keputusan medis mengenai tindakan medis yang harus dilakukan bergantung pada hasil klasifikasi (diagnosa). Kemungkinan yang dapat terjadi dalam hasil klasifikasi diagnosa ditunjukkan dalam (Tabel 2.1) berikut. 33

25 Tabel 2.1 Hasil Klasifikasi Uji Diagnosa Test/Measure True Situation / Event Total Performance Indicator Present Performance Indicator Absent Positive True Positive False Positive TP+FP (TP) (FP) Negative False Negative True Negative FN+TN (FN) (TN) Total TP+FN FP+TN TP+FP+FN+TN Berdasarkan (Tabel 2.1), terdapat empat kemungkinan hasil klasifikasi diagnosa yaitu: 1. True Positive (TP) a. Klasifikasi asli citra menyatakan tumor dan hasil pembelajaran menyatakan tumor, b. Klasifikasi asli citra menyatakan kanker dan hasil pembelajaran menyatakan kanker, c. Klasifikasi asli citra menyatakan tumor dan hasil pembelajaran menyatakan kanker, d. Klasifikasi asli citra menyatakan kanker dan hasil pembelajaran menyatakan tumor. 2. True Negative (TN) Klasifikasi asli citra menyatakan normal dan hasil pembelajaran menyatakan normal. 3. False Positive (FP) a. Klasifikasi asli citra menyatakan normal dan hasil pembelajaran menyatakan tumor, 34

26 b. Klasifikasi asli citra menyatakan normal dan hasil pembelajaran menyatakan kanker. 4. False Negative (FN) a. Klasifikasi asli citra menyatakan tumor dan hasil pembelajaran menyatakan normal, b. Klasifikasi asli citra menyatakan kanker dan hasil pembelajaran menyatakan normal. Tingkat ketelitian diagnosa dapat diukur dengan sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi. Sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi adalah statistik yang umum digunakan untuk mendeskripsikan hasil uji diagnosa (Zhu, et al, 2010: 2). Ketiganya digunakan untuk mengetahui seberapa bagus dan terpercaya hasil klasifikasi yang telah dilakukan. 1. Sensitivitas Zhu, et al (2010: 2) menyatakan proporsi dari true positive teridentifikasi secara tepat dalam uji diagnosa. Menurut Spitalnic (2004: 1) sensitivitas adalah peluang hasil uji positif yang diberikan kepada pasien dengan kondisi memang berpenyakit. Contohnya jika sensitivitas = 95%, artinya ketika dilakukan uji diagnosa pada pasien yang berpenyakit, maka pasien tersebut berpeluang 95% dinyatakan positive (berpenyakit). Rumus sensitivitas adalah sebagai berikut (Zhu, et al, 2010: 2): (2.23) 35

27 2. Spesifisitas Spesifisitas adalah proporsi dari true negative yang teridentifikasi secara tepat dalam uji diagnosa (Zhu, et al, 2010: 2). Spitalnic (2004: 1) menyatakan bahwa spesifisitas adalah peluang hasil uji negatif diberikan kepada pasien dengan kondisi memang tidak berpenyakit. Contohnya jika spesifisitas = 95%, artinya ketika dilakukan uji diagnosa pada pasien yang tidak berpenyakit maka pasien berpeluang 95% dinyatakan negative (tidak berpenyakit). Rumus spesifisitas adalah sebagai berikut (Zhu, et al, 2010: 2): (2.24) 3. Akurasi Diagnosa dikatakan akurat jika merefleksikan nilai kebenaran atau mendeteksi adanya substansi yang diukur (Lord, 2008: 11). Akurasi merupakan kemampuan dalam mengidentifikasi hasil positif maupun hasil negatif secara tepat. Contohnya, jika nilai akurasi = 95%, artinya klasifikasi akurat sebesar 95%, baik untuk pasien yang dinyatakan tidak berpenyakit maupun dinyatakan memiliki penyakit. Rumus sensitivitas adalah sebagai berikut (Zhu, et al, 2010: 2): (2.25) 36

BAB I PENDAHULUAN. terkontrol pada jaringan paru. Munculnya kanker ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. terkontrol pada jaringan paru. Munculnya kanker ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker paru adalah penyakit pertumbuhan jaringan yang tidak dapat terkontrol pada jaringan paru. Munculnya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Pengolahan Citra Digital, Ekstraksi Fitur Citra, Artificial Neural Network, SOM. Berikut adalah hal-hal mengenai Kanker Paru:

BAB II KAJIAN TEORI. Pengolahan Citra Digital, Ekstraksi Fitur Citra, Artificial Neural Network, SOM. Berikut adalah hal-hal mengenai Kanker Paru: BAB II KAJIAN TEORI Bab II berisi tentang kajian teori yang diantaranya mengenai Kanker Paru, Pengolahan Citra Digital, Ekstraksi Fitur Citra, Artificial Neural Network, SOM Kohonen clustering dan Ketepatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. berasal atau tumbuh di dalam struktur usus besar (kolon) dan atau rectum. Kanker

BAB II KAJIAN TEORI. berasal atau tumbuh di dalam struktur usus besar (kolon) dan atau rectum. Kanker BAB II KAJIAN TEORI A. Kanker Kolorektal Kanker kolorektal merupakan keadaan dimana jaringan neoplasma ganas berasal atau tumbuh di dalam struktur usus besar (kolon) dan atau rectum. Kanker kolorektal

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Arsitektur dan Model Fuzzy Neural Network untuk Klasifikasi Stadium

BAB III PEMBAHASAN. A. Arsitektur dan Model Fuzzy Neural Network untuk Klasifikasi Stadium BAB III PEMBAHASAN A. Arsitektur dan Model Fuzzy Neural Network untuk Klasifikasi Stadium Kanker Payudara Fuzzy Neural Network (FNN) adalah gabungan sistem fuzzy dengan Artificial Neural Network (ANN).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menyerang saluran pencernaan. Lebih dari 60 persen tumor ganas kolorektal

BAB I PENDAHULUAN. yang menyerang saluran pencernaan. Lebih dari 60 persen tumor ganas kolorektal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker kolorektal ( colo rectal carcinoma) atau yang biasa disebut sebagai kanker usus besar merupakan suatu tumor ganas terbayak diantara tumor lainnya yang menyerang

Lebih terperinci

KLASIFIKASI CITRA PARU MENGGUNAKAN MODEL SELF-ORGANIZING MAPS RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORKS (SOM-RBFNN) SKRIPSI

KLASIFIKASI CITRA PARU MENGGUNAKAN MODEL SELF-ORGANIZING MAPS RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORKS (SOM-RBFNN) SKRIPSI KLASIFIKASI CITRA PARU MENGGUNAKAN MODEL SELF-ORGANIZING MAPS RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORKS (SOM-RBFNN) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Bab IV berisi pembahasan yang meliputi proses penelitian yakni hasil

BAB IV PEMBAHASAN. Bab IV berisi pembahasan yang meliputi proses penelitian yakni hasil BAB IV PEMBAHASAN Bab IV berisi pembahasan yang meliputi proses penelitian yakni hasil model Radial Basis Function Neural Network untuk diagnosa kanker otak, hasil klasifikasi, dan ketepatan hasil klasifikasinya.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. di antaranya mengenai kanker payudara (breast cancer), konsep dasar Neural

BAB II KAJIAN TEORI. di antaranya mengenai kanker payudara (breast cancer), konsep dasar Neural BAB II KAJIAN TEORI Bab II berisi tentang kajian teori yang akan digunakan dalam penelitian ini di antaranya mengenai kanker payudara (breast cancer), konsep dasar Neural Network, algotitma Backpropagation,

Lebih terperinci

APLIKASI MODEL RECURRENT NEURAL NETWORK DAN MODEL RECURRENT NEURO FUZZY UNTUK KLASIFIKASI NODUL KANKER PARU DARI CITRA FOTO PARU SKRIPSI

APLIKASI MODEL RECURRENT NEURAL NETWORK DAN MODEL RECURRENT NEURO FUZZY UNTUK KLASIFIKASI NODUL KANKER PARU DARI CITRA FOTO PARU SKRIPSI APLIKASI MODEL RECURRENT NEURAL NETWORK DAN MODEL RECURRENT NEURO FUZZY UNTUK KLASIFIKASI NODUL KANKER PARU DARI CITRA FOTO PARU SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. kanker. Kanker yang tumbuh pada payudara disebut kanker payudara.

BAB II KAJIAN TEORI. kanker. Kanker yang tumbuh pada payudara disebut kanker payudara. BAB II KAJIAN TEORI A. Kanker Payudara Kanker merupakan pertumbuhan sekelompok sel yang tidak normal, yang berkembang pada bagian tubuh yang normal. Sel kanker yang tumbuh membentuk benjolan disebut tumor.

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. arsitektur, prosedur, dan hasil model Radial Basis Function Neural Network untuk

BAB III PEMBAHASAN. arsitektur, prosedur, dan hasil model Radial Basis Function Neural Network untuk BAB III PEMBAHASAN Bab III merupakan pembahasan yang meliputi proses penelitian yaitu arsitektur, prosedur, dan hasil model Radial Basis Function Neural Network untuk klasifikasi stadium kanker payudara,

Lebih terperinci

Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal

Jaringan syaraf dengan lapisan tunggal Jaringan syaraf adalah merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia. Syaraf manusia Jaringan syaraf dengan lapisan

Lebih terperinci

KLASIFIKASI STADIUM KANKER PAYUDARA MENGGUNAKAN MODEL FUZZY NEURAL NETWORK

KLASIFIKASI STADIUM KANKER PAYUDARA MENGGUNAKAN MODEL FUZZY NEURAL NETWORK KLASIFIKASI STADIUM KANKER PAYUDARA MENGGUNAKAN MODEL FUZZY NEURAL NETWORK SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta Sebagai Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Jaringan Syaraf Tiruan Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Susilo Nugroho Drajad Maknawi M0105047 M0105068 M01040 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan proses penyakit yang terjadi karena sel abnormal mengalami mutasi genetik dari DNA seluler. Sel abnormal membentuk klon dan berproliferasi secara abnormal

Lebih terperinci

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN

BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN A. OTAK MANUSIA Otak manusia berisi berjuta-juta sel syaraf yang bertugas untuk memproses informasi. Tiaptiap sel bekerja seperti suatu prosesor sederhana. Masing-masing

Lebih terperinci

Deteksi Kanker Paru-Paru Dari Citra Foto Rontgen Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation

Deteksi Kanker Paru-Paru Dari Citra Foto Rontgen Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation Deteksi Kanker Paru-Paru Dari Citra Foto Rontgen Menggunakan Jaringan Saraf Tiruan Backpropagation Tri Deviasari Wulan 1, Endah Purwanti 2, Moh Yasin 3 1,2 Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade ini. Kanker paru merupakan pertumbuhan sel-sel abnormal yang

BAB I PENDAHULUAN. beberapa dekade ini. Kanker paru merupakan pertumbuhan sel-sel abnormal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker paru telah menjadi salah satu kanker yang sering terjadi dalam beberapa dekade ini. Kanker paru merupakan pertumbuhan sel-sel abnormal yang tak terkendali pada

Lebih terperinci

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM INTRODUCTION Jaringan Saraf Tiruan atau JST adalah merupakan salah satu representasi tiruan dari otak manusia yang selalu

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Hasil Model Radial Basis Function Neural Network (RBFNN) Langkah-langkah untuk menentukan model terbaik Radial Basis Function

BAB IV PEMBAHASAN. A. Hasil Model Radial Basis Function Neural Network (RBFNN) Langkah-langkah untuk menentukan model terbaik Radial Basis Function BAB IV PEMBAHASAN A. Hasil Model Radial Basis Function Neural Network (RBFNN) Langkah-langkah untuk menentukan model terbaik Radial Basis Function Neural Network (RBFNN) untuk diagnosis penyakit jantung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Saluran pernapasan pada manusia terdiri dari rongga hidung, faring, laring, trakea, percabangan bronkus dan paru-paru (bronkiolus, alveolus). Paru-paru merupakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. penelitian ini diantaranya mengenai kanker payudara, penelitian-penelitian

BAB II KAJIAN TEORI. penelitian ini diantaranya mengenai kanker payudara, penelitian-penelitian BAB II KAJIAN TEORI Bab II berisi tentang kajian teori. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya mengenai kanker payudara, penelitian-penelitian terdahulu, pengolahan citra digital dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

BAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan bahan yang digunakan dalam membantu menyelesaikan permasalahan, dan juga langkah-langkah yang dilakukan dalam menjawab segala permasalahan yang ada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan penyakit penyebab kematian paling tinggi di dunia, berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2012 terdapat sekitar 14 juta kasus

Lebih terperinci

Jaringan Syaraf Tiruan

Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan Syaraf Tiruan Pendahuluan Otak Manusia Sejarah Komponen Jaringan Syaraf Arisitektur Jaringan Fungsi Aktivasi Proses Pembelajaran Pembelajaran Terawasi Jaringan Kohonen Referensi Sri Kusumadewi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu

Lebih terperinci

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam

Lebih terperinci

KLASIFIKASI KANKER SERVIKS MENGGUNAKAN MODEL BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK DAN PREPROCESSING CITRA DENGAN OPERASI SPASIAL

KLASIFIKASI KANKER SERVIKS MENGGUNAKAN MODEL BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK DAN PREPROCESSING CITRA DENGAN OPERASI SPASIAL KLASIFIKASI KANKER SERVIKS MENGGUNAKAN MODEL BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK DAN PREPROCESSING CITRA DENGAN OPERASI SPASIAL SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tahapan Penelitian Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14, terdiri dari tahap identifikasi masalah, pengumpulan dan praproses data, pemodelan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Jaringan Syaraf Tiruan merupakan suatu representasi buatan dari otak manusia yang dibuat agar dapat mensimulasikan apa yang dipejalari melalui proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan ikat pada payudara. Terdapat beberapa jenis kanker payudara antara lain

BAB I PENDAHULUAN. jaringan ikat pada payudara. Terdapat beberapa jenis kanker payudara antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker payudara adalah pertumbuhan sel-sel pada jaringan payudara secara abnormal, terus menerus, tidak terkontrol dan tidak terbatas. Kanker bisa mulai tumbuh di dalam

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Suara. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition adalah proses yang dilakukan

Lebih terperinci

Identifikasi Tumor Otak Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik pada Citra CT-Scan Otak Vinny Marita a, Nurhasanah a*, Iklas Sanubary a

Identifikasi Tumor Otak Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik pada Citra CT-Scan Otak Vinny Marita a, Nurhasanah a*, Iklas Sanubary a Identifikasi Tumor Otak Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik pada Citra CT-Scan Otak Vinny Marita a, Nurhasanah a*, Iklas Sanubary a a Prodi Fisika, FMIPA Universitas Tanungpura, Jalan Prof.

Lebih terperinci

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A ARTIFICIAL NEURAL NETWORK CAHYA YUNITA 5213100001 ALVISHA FARRASITA 5213100057 NOVIANTIANDINI 5213100075 TEKNIK PERAMALAN - A MATERI Neural Network Neural Network atau dalam bahasa Indonesia disebut Jaringan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. ekstraksi fitur citra, jaringan saraf tiruan, logika fuzzy, dan ketepatan hasil diagnosa.

BAB II KAJIAN TEORI. ekstraksi fitur citra, jaringan saraf tiruan, logika fuzzy, dan ketepatan hasil diagnosa. BAB II KAJIAN TEORI Bab II berisi tentang kajian teori yang akan digunakan dalam penelitian ini di antaranya mengenai kanker paru, pengolahan citra digital, perbaikan kualitas citra, ekstraksi fitur citra,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Leher rahim yaitu suatu daerah organ reproduksi wanita yang menghubungkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Leher rahim yaitu suatu daerah organ reproduksi wanita yang menghubungkan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kanker Serviks Kanker serviks adalah sel kanker yang terbentuk pada daerah leher rahim. Leher rahim yaitu suatu daerah organ reproduksi wanita yang menghubungkan rahim ke vagina.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker atau karsinoma merupakan istilah untuk pertumbuhan sel abnormal dengan kecepatan pertumbuhan melebihi normal dan tidak terkontrol. (World Health Organization,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya

BAB II LANDASAN TEORI. titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya BAB II LANDASAN TEORI 2. Citra/Image Citra atau yang lebih sering dikenal dengan gambar merupakan kumpulan dari titiktitik penyusun citra itu sendiri. Titik-titik tersebut disebut dengan pixel. Banyaknya

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan

Lebih terperinci

BAB II NEURAL NETWORK (NN)

BAB II NEURAL NETWORK (NN) BAB II NEURAL NETWORK (NN) 2.1 Neural Network (NN) Secara umum Neural Network (NN) adalah jaringan dari sekelompok unit pemroses kecil yang dimodelkan berdasarkan jaringan syaraf manusia. NN ini merupakan

Lebih terperinci

VIII.PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST)

VIII.PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) VIII.PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) 3 JARINGAN SYARAF BIOLOGIS (JSB) Otak manusia berisi sekitar 0 sel syaraf (neuron) yang bertugas untuk memproses informasi yang masuk. Tiap sel syaraf dihubungkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Kebutuhan Perangkat Keras. Perangkat Keras Spesifikasi Processor Intel Core i3. Sistem Operasi Windows 7

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Kebutuhan Perangkat Keras. Perangkat Keras Spesifikasi Processor Intel Core i3. Sistem Operasi Windows 7 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kebutuhan Sistem Sebelum melakukan penelitian dibutuhkan perangkat lunak yang dapat menunjang penelitian. Perangkat keras dan lunak yang digunakan dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sekunder berupa citra Magnetic Resonansi Image (MRI) yang diperoleh dari

BAB III METODE PENELITIAN. sekunder berupa citra Magnetic Resonansi Image (MRI) yang diperoleh dari BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. A. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan pada penelitian ini

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. Radial Basis Function Neural Network (FRBFNN), prosedur pembentukan model

BAB III PEMBAHASAN. Radial Basis Function Neural Network (FRBFNN), prosedur pembentukan model BAB III PEMBAHASAN Bab III merupakan pembahasan yang meliputi proses penelitian yaitu Fuzzy Radial Basis Function Neural Network (FRBFNN), prosedur pembentukan model FRBFNN, hasil model FRBFNN untuk deteksi

Lebih terperinci

DETEKSI DINI KANKER PARU DENGAN MODEL FUZZY RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORK (FRBFNN) DAN HIGH FREQUENCY EMPHASIS FILTER SKRIPSI

DETEKSI DINI KANKER PARU DENGAN MODEL FUZZY RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORK (FRBFNN) DAN HIGH FREQUENCY EMPHASIS FILTER SKRIPSI DETEKSI DINI KANKER PARU DENGAN MODEL FUZZY RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORK (FRBFNN) DAN HIGH FREQUENCY EMPHASIS FILTER SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. syaraf pusat yang mengkoordinir, mengatur seluruh tubuh dan pemikiran manusia.

BAB I PENDAHULUAN. syaraf pusat yang mengkoordinir, mengatur seluruh tubuh dan pemikiran manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otak adalah bagian penting dari tubuh manusia karena otak merupakan syaraf pusat yang mengkoordinir, mengatur seluruh tubuh dan pemikiran manusia. Cidera sedikit

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL PENGOLAHAN CITRA DIGITAL Aditya Wikan Mahastama mahas@ukdw.ac.id Histogram dan Operasi Dasar Pengolahan Citra Digital 3 UNIV KRISTEN DUTA WACANA GENAP 1213 v2 MAMPIR SEB EN TAR Histogram Histogram citra

Lebih terperinci

NEURAL NETWORK BAB II

NEURAL NETWORK BAB II BAB II II. Teori Dasar II.1 Konsep Jaringan Saraf Tiruan (Artificial Neural Network) Secara biologis jaringan saraf terdiri dari neuron-neuron yang saling berhubungan. Neuron merupakan unit struktural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan

Lebih terperinci

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Sari Indah Anatta Setiawan SofTech, Tangerang, Indonesia cu.softech@gmail.com Diterima 30 November 2011 Disetujui 14 Desember 2011

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Forecasting Forecasting (peramalan) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan data historis dan memproyeksikannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi mycobacterium tuberculosis complex (bakteri berbentuk basil lurus, sedikit melengkung, tidak berspora dan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM

BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM BAB 4 PENGUJIAN DAN ANALISIS SISTEM Bab ini akan membahas mengenai proses pengujian dari sistem yang dirancang terhadap beberapa citra dijital replika kulit. Pengujian terhadap sistem ini dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital dapat didefenisikan sebagai fungsi f(x,y) yaitu dua dimensi, dimana x dan y merupakan koordinat spasial dan f(x,y) disebut dengan intensitas atau

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) 1 Edisi.,Volume,. Bulan.. ISSN :

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) 1 Edisi.,Volume,. Bulan.. ISSN : Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) Edisi.,Volume,. Bulan.. ISSN : 289-933 ANALISIS METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK PENGENALAN SEL KANKER OTAK Novita Handayani Teknik Informatika

Lebih terperinci

BAB VIII PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST)

BAB VIII PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) BAB VIII PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) 8.1 Komponen Jaringan Syaraf JARINGAN SYARAF BIOLOGIS (JSB) Otak manusia berisi sekitar 10 11 sel syaraf (neuron) yang bertugas untuk memproses informasi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sel Darah Merah Sel darah merah atau eritrositmemiliki fungsi yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

Desain Perangkat Lunak Berbasis Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation untuk Klasifikasi Citra Rontgen Paru-paru

Desain Perangkat Lunak Berbasis Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation untuk Klasifikasi Citra Rontgen Paru-paru JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 10, NOMOR 1 JANUARI 2014 Desain Perangkat Lunak Berbasis Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation untuk Klasifikasi Citra Rontgen Paru-paru M. Arief Bustomi, 1, Hasan

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH HISTOGRAM EQUALIZATION TERHADAP KARAKTERISASI STATISTIK TERMAL CITRA TERMOGRAM KANKER PAYUDARA DINI

ANALISA PENGARUH HISTOGRAM EQUALIZATION TERHADAP KARAKTERISASI STATISTIK TERMAL CITRA TERMOGRAM KANKER PAYUDARA DINI ANALISA PENGARUH HISTOGRAM EQUALIZATION TERHADAP KARAKTERISASI STATISTIK TERMAL CITRA TERMOGRAM KANKER PAYUDARA DINI Afriliana Kusumadewi 1 * Sugeng Santoso 2 * Abstrak Teknik histogram equalization merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis

Lebih terperinci

Architecture Net, Simple Neural Net

Architecture Net, Simple Neural Net Architecture Net, Simple Neural Net 1 Materi 1. Model Neuron JST 2. Arsitektur JST 3. Jenis Arsitektur JST 4. MsCulloh Pitts 5. Jaringan Hebb 2 Model Neuron JST X1 W1 z n wi xi; i1 y H ( z) Y1 X2 Y2 W2

Lebih terperinci

JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN BACKPROPAGATION UNTUK MENDETEKSI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN BACKPROPAGATION UNTUK MENDETEKSI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN BACKPROPAGATION UNTUK MENDETEKSI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA Dahriani Hakim Tanjung STMIK POTENSI UTAMA Jl.K.L.Yos Sudarso Km 6.5 Tanjung Mulia Medan notashapire@gmail.com Abstrak

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION [1] Novi Indah Pradasari, [2] F.Trias Pontia W, [3] Dedi Triyanto [1][3] Jurusan Sistem Komputer,

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE CONTRAST STRETCHING UNTUK PENINGKATAN KUALITAS CITRA BIDANG BIOMEDIS

PENERAPAN METODE CONTRAST STRETCHING UNTUK PENINGKATAN KUALITAS CITRA BIDANG BIOMEDIS PENERAPAN METODE CONTRAST STRETCHING UNTUK PENINGKATAN KUALITAS CITRA BIDANG BIOMEDIS Fricles Ariwisanto Sianturi Program Studi Teknik Informatika STMIK Pelita Nusantara Medan, Jl. Iskandar Muda No 1 Medan-Sumatera

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Anatomi Jantung

BAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Anatomi Jantung 4 BAB II TEORI DASAR 2.1. Jantung Jantung merupakan otot tubuh yang bersifat unik karena mempunyai sifat membentuk impuls secara automatis dan berkontraksi ritmis [4], yang berupa dua pompa yang dihubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan piranti pengenal/pendeteksi yang handal sangat dibutuhkan. Pengembangan teknologi pengenalan yang berupa kecerdasan buatan (Artificial Intelligence)

Lebih terperinci

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUSKA RIAU. IIS AFRIANTY, ST., M.Sc

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUSKA RIAU. IIS AFRIANTY, ST., M.Sc IIS AFRIANTY, ST., M.Sc Sistem Penilaian Tugas dan Keaktifan : 15% Quiz : 15% UTS : 35% UAS : 35% Toleransi keterlambatan 15 menit Handphone: Silent Costume : aturan UIN Laki-laki Perempuan Menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan dan Praproses Data Kegiatan pertama dalam penelitian tahap ini adalah melakukan pengumpulan data untuk bahan penelitian. Penelitian ini menggunakan data sekunder

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesehatan dewasa ini tidak bisa dipisahkan dengan teknologi yang terus berkembang. Pengembangan teknologi yang erat kaitannya dengan dunia kesehatan atau dunia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul. Lembar Pengesahan Pembimbing. Lembar Pengesahan Penguji. Halaman Persembahan. Halaman Motto. Kata Pengantar.

DAFTAR ISI. Halaman Judul. Lembar Pengesahan Pembimbing. Lembar Pengesahan Penguji. Halaman Persembahan. Halaman Motto. Kata Pengantar. DAFTAR ISI Halaman Judul i Lembar Pengesahan Pembimbing ii Lembar Pengesahan Penguji iii Halaman Persembahan iv Halaman Motto v Kata Pengantar vi Abstraksi viii Daftar Isi ix Daftar Gambar xii Daftar Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan citra pada masa sekarang mempunyai suatu aplikasi yang sangat luas dalam berbagai bidang antara lain bidang teknologi informasi, arkeologi, astronomi, biomedis,

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM Analisis dan perancangan sistem ini ditujukan untuk memberikan gambaran secara umum mengenai aplikasi yang akan dibuat. Hal ini berguna untuk menunjang pembuatan

Lebih terperinci

Ekstraksi Pola Iris Mata Berwarna Biru dan Cokelat dengan Metode GrayLevel Cooccurrence Matrix Yunia Mentari a, Nurhasanah a)*, Iklas Sanubary a)

Ekstraksi Pola Iris Mata Berwarna Biru dan Cokelat dengan Metode GrayLevel Cooccurrence Matrix Yunia Mentari a, Nurhasanah a)*, Iklas Sanubary a) Ekstraksi Pola Iris Mata Berwarna Biru dan Cokelat dengan Metode GrayLevel Cooccurrence Matrix Yunia Mentari a, Nurhasanah a)*, Iklas Sanubary a) a) Program Studi Fisika, Jurusan Fisika, FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dalam kurun waktu enam bulan terhitung mulai februari 2012 sampai juli 2012. Tempat yang digunakan

Lebih terperinci

Mahasiswa: Muhimmatul Khoiro Dosen Pembimbing: M. Arief Bustomi, S.Si, M.Si.

Mahasiswa: Muhimmatul Khoiro Dosen Pembimbing: M. Arief Bustomi, S.Si, M.Si. Mahasiswa: Muhimmatul Khoiro 1110100049 Dosen Pembimbing: M. Arief Bustomi, S.Si, M.Si. Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2014 Diagnosa

Lebih terperinci

Ektraksi Fitur Citra Paru-Paru Menggunakan Gray Level Co-ocurance Matriks

Ektraksi Fitur Citra Paru-Paru Menggunakan Gray Level Co-ocurance Matriks Ektraksi Fitur Citra Paru-Paru Menggunakan Gray Level Co-ocurance Matriks Tri Deviasari Wulan Sistem Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya tridevi@unusa.ac.id ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. luar dan daging iga sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat

BAB II DASAR TEORI. luar dan daging iga sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat 6 BAB II DASAR TEORI 2.1. Daging Sapi dan Daging Babi 2.1.1.Daging Sapi Daging sapi adalah daging yang diperoleh dari sapi yang biasa dan umum digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Di setiap daerah,

Lebih terperinci

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah

Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah Vol. 14, No. 1, 61-68, Juli 2017 Penggunaan Jaringan Syaraf Tiruanuntuk Membaca Karakter pada Formulir Nilai Mata Kuliah La Surimi, Hendra, Diaraya Abstrak Jaringan syaraf tiruan (JST) telah banyak diaplikasikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah suatu penyakit dimana terjadi pertumbuhan berlebihan atau perkembangan tidak terkontrol dari sel-sel jaringan pada bagian tubuh tertentu. Kanker payudara

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Jaringan Syaraf Tiruan Artificial Neural Network atau Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah salah satu cabang dari Artificial Intelligence. JST merupakan suatu sistem pemrosesan

Lebih terperinci

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK PEMANFAATAAN BIOMETRIKA WAJAH PADA SISTEM PRESENSI MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Program Studi Matematika FMIPA Universitas Negeri Semarang Abstrak. Saat ini, banyak sekali alternatif dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Implementasi antar muka dalam tugas akhir ini terdiri dari form halaman

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Implementasi antar muka dalam tugas akhir ini terdiri dari form halaman BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Implementasi Antar Muka Implementasi antar muka dalam tugas akhir ini terdiri dari form halaman judul perangkat lunak, form pelatihan jaringan saraf tiruan, form pengujian

Lebih terperinci

Disusun oleh: Aziza Ratna Kumala

Disusun oleh: Aziza Ratna Kumala PERBANDINGAN K-MEANS DAN FUZZY C-MEANS CLUSTERING PADA MODEL RADIAL BASIS FUNCTION NEURAL NETWORK (RBFNN) UNTUK KLASIFIKASI STADIUM KANKER PAYUDARA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Prinsip Kerja Sistem Prinsip kerja sistem diawali dengan pembacaan citra rusak dan citra tidak rusak yang telah terpilih dan dikumpulkan pada folder tertentu.

Lebih terperinci

KLASIFIKASI DAUN TANAMAN THEOBROMA CACAO MENGGUNAKAN METODE NEURAL NETWORK

KLASIFIKASI DAUN TANAMAN THEOBROMA CACAO MENGGUNAKAN METODE NEURAL NETWORK KLASIFIKASI DAUN TANAMAN THEOBROMA CACAO MENGGUNAKAN METODE NEURAL NETWORK Endi Permata 1), Andri Suherman 2), Alief Maulana 3) 1) 2 )3) Program Studi S1 Teknik Elektro, Fakultas Teknik,Universitas Sultan

Lebih terperinci

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 5, No. 2, Oktober 2016, Hal

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 5, No. 2, Oktober 2016, Hal ANALISIS CITRA CT SCAN KANKER PARU BERDASARKAN CIRI TEKSTUR GRAY LEVEL CO-OCCURRENCE MATRIX DAN CIRI MORFOLOGI MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK Saitem, Kusworo Adi dan Catur Edi Widodo

Lebih terperinci

PENGOLAHAN CITRA RADIOGRAF PERIAPIKAL PADA DETEKSI PENYAKIT PULPITIS MENGGUNAKAN METODE ADAPTIVE REGION GROWING APPROACH

PENGOLAHAN CITRA RADIOGRAF PERIAPIKAL PADA DETEKSI PENYAKIT PULPITIS MENGGUNAKAN METODE ADAPTIVE REGION GROWING APPROACH PENGOLAHAN CITRA RADIOGRAF PERIAPIKAL PADA DETEKSI PENYAKIT PULPITIS MENGGUNAKAN METODE ADAPTIVE REGION GROWING APPROACH Rikko Ismail Hardianzah 1), Bambang Hidayat 2), Suhardjo 3) 1),2) Fakultas Teknik

Lebih terperinci

SAMPLING DAN KUANTISASI

SAMPLING DAN KUANTISASI SAMPLING DAN KUANTISASI Budi Setiyono 1 3/14/2013 Citra Suatu citra adalah fungsi intensitas 2 dimensi f(x, y), dimana x dan y adalahkoordinat spasial dan f pada titik (x, y) merupakan tingkat kecerahan

Lebih terperinci

APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI

APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI Putri Khatami Rizki 1), Muchlisin Arief 2), Priadhana Edi Kresnha 3) 1), 2), 3) Teknik Informatika Fakultas

Lebih terperinci

KLASIFIKASI KANKER PAYUDARA DARI CITRA MAMMOGRAFI MENGGUNAKAN MODEL FUZZY NEURAL NETWORK

KLASIFIKASI KANKER PAYUDARA DARI CITRA MAMMOGRAFI MENGGUNAKAN MODEL FUZZY NEURAL NETWORK KLASIFIKASI KANKER PAYUDARA DARI CITRA MAMMOGRAFI MENGGUNAKAN MODEL FUZZY NEURAL NETWORK SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, yaitu suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, yaitu suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kanker Serviks (Leher Rahim) Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada serviks uterus, yaitu suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan membahas landasan teori-teori yang bersifat ilmiah untuk mendukung penulisan skripsi ini. Teknik-teknik yang dibahas mengenai pengenalan pola, prapengolahan citra,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Wajah Pengenalan wajah adalah salah satu teknologi biometrik yang telah banyak diaplikasikan dalam sistem keamanan selain pengenalan retina mata, pengenalan sidik jari

Lebih terperinci

KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS

KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS KOMPRESI CITRA DIGITAL DENGAN MENGGUNAKAN HEBBIAN BASED PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS 1 Sofyan Azhar Ramba 2 Adiwijaya 3 Andrian Rahmatsyah 12 Departemen Teknik Informatika Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Lebih terperinci

Kadang kanker paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang

Kadang kanker paru (terutama adenokarsinoma dan karsinoma sel alveolar) terjadi pada orang Kanker Paru DEFINISI Sebagian besar kanker paru-paru berasal dari sel-sel di dalam paru-paru; tetapi kanker paru-paru bisa juga berasal dari kanker di bagian tubuh lainnya yang menyebar ke paru-paru. Kanker

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION UNTUK MENGENALI MOTIF BATIK Fany Hermawan Teknik Informatika Universitas Komputer Indonesia Jl. Dipatiukur 112-114 Bandung E-mail : evan.hawan@gmail.com

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Barcode Salah satu obyek pengenalan pola yang bisa dipelajari dan akhirnya dapat dikenali yaitu PIN barcode. PIN barcode yang merupakan kode batang yang berfungsi sebagai personal

Lebih terperinci