BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
|
|
- Hadian Hardja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan piranti pengenal/pendeteksi yang handal sangat dibutuhkan. Pengembangan teknologi pengenalan yang berupa kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) menjadi sangat penting dan membantu karena selain mempermudah, juga mempercepat pekerjaan manusia. Salah satu ilmu yang mendukung teknologi tersebut adalah Artificial Neural Network (Jaringan Syaraf Tiruan), dimana dalam sepuluh tahun terakhir pengaplikasiannya telah banyak dikembangkan di berbagai bidang dalam kehidupan manusia. Seperti contoh Aplikasi Adaptive Inteligent System adalah Sistem mengenali Panas, Hangat, dan Dingin Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan dan Himpunan Fuzzy begitu juga seperti Adaptive Noise Canceling yang menggunakan jaringan syaraf tiruan untuk membersihkan gangguan pada telephone (dikenal dengan echo) dan mengurangi kesalahan tranmisi modem dan lain-lain. Perkembangan perangkat lunak dan perangkat keras yang begitu pesat di era modern ini, ilmu kecerdasan buatan ini juga tidak ingin ketinggalan dengan perangkat-perangkat tersebut meskipun belum menyebar secara luas dalam masyarakat tapi bidang kecerdasan buatan ini sudah menunjukkan hasilnya terlihat seperti sedikit contoh yang disebutkan sebelumnya yang merupakan hasil dari kecerdasan buatan yang telah diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Kecerdasan buatan ini juga bisa digunakan untuk menentukan pola maupun pendektisian dan pengenalan terhadap penyakit yang menyerang berbagai tanaman terutama daunnya. Daun merupakan bagian dari tumbuhan yang bisa diketahui secara langsung dengan melihat fisik daun tersebut apakah tanaman ini atau daun ini berpenyakit atau tidak berpenyakit yaitu dengan menggunakan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence meteode perceptron. Metode perceptron ini adalah metode yang cukup handal dalam jaringan syaraf tiruan 1
2 yaitu metode mengenali pola dengan baik, bisa dikatakan handal karena metode perceptron ini memiliki prosedur belajar yang dapat mengahasilkan bobot yang konvergen sehingga memungkinkan output yang didapat sesuai dengan target tiap input pola. Metode perceptron ini yang akan digunakan untuk mengidentifikasi daun apakah terkena penyakit cacar daun atau bercak daun. Metode perceptron ini cukup ampuh untuk pengenalan gejala-gejala yang terlihat secara fisik di daun tembakau dan cengkeh dengan menggunakan pola kusus dan perhitungan matematis yang akan kita buat untuk proses sample dan testing. Metode ini nantinya yang akan kita pakai untuk mengenali atau mengidentifikasi penyakit daun berupa cacar daun dan bercak daun dari gejala fisik yang ditimbulkan oleh daun itu sendiri. Salah satu penerapan metode perceptron ini yaitu pengenalan penyakit daun pada tanaman tembakau dan tanaman cengkeh. Disini identifikasi kita tujukan pada bagian daun, seperti permukaan daun, warna daun, pola daun dll. Pemilihan daun tembakau dan daun cengkeh disini didasarkan atas manfaat yang dihasilkan oleh kedua daun tersebut yang bermanfaat untuk kebutuhan manusia itu sendiri beberapa diantaranya seperti daun tembakau untuk pembuatan rokok, kemudian yang terbaru ini yaitu tembakau mempunyai kasiat sebagai reaktor protein anti kangker. Selanjutnya yaitu daun cengkeh mempunyai manfaat banyak manfaat diantaranya adalah untuk penyedap makanan dibidang kesehatan untuk pengobatan seperti mual, muntah-muntah, melancarkan pencernaan, kolera, asma, sakit gigi dan lain-lain. Pemilihan kedua daun tersebut didasarkan pada manfaat yang dimilikinya. Daun ini sangat bermanfaat untuk kehidupan manusia dan merupakan hal yang tidak rahasia lagi bagi umum mengenai manfaat kedua daun tersebut yaitu daun tembakau dan cengkeh. Disini dengan adanya manfaat yang besar dari kedua daun tersebut maka dengan menggunakan metode perceptron ini diharapkan bisa menjadi referensi untuk mengetahui cara menentukan apakah kedua daun tersebut terkena penyakit bercak daun dan cacar daun atau tidak sama sekali. 2
3 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah bagaimana menganalisis dan mengimplementasikan sistem berbasis jaringan syaraf tiruan dengan menggunakan algoritma perceptron untuk mendeteksi penyakit pada daun tembakau. 1.3 Tujuan Berdasarkan pada perumusan masalah yang telah dibahas, tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis basis pengetahuan yang digunakan dalam jaringan syaraf tiruan untuk mendeteksi penyakit pada daun tembakau. 2. Mengimplementasikan basis pengetahuan dalam mendeteksi penyakit pada tembakau dengan menggunakan algoritma perceptron. 1.4 Manfaat Manfaat dari makalah ini dapat meningkatkan pengetahuan tentang jaringan syaraf tiruan dengan menggunakan metode pembelajaran terawasi yaitu perceptron dalam mendeteksi penyakit pada tembakau. 3
4 BAB II TINJAUAN PUSTKA 2.1 Jaringan Syaraf Tiruan Komponen Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) didefinisikan sebagai suatu system pemrosesan informasi yang mempunya karakteristik menyerupai jaringan syaraf manusia. JST tercipta sebagai suatu generalisasi model matematis dari pemahaman manusia (Andry, 2004). Jaringan syaraf tiruan (JST) adalah sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf biologi (Siang, 2005). Jaringan syaraf tiruan merupakan sistem komputasi yang didasarkan atas pemodelan sistem syaraf biologis (neuron) melalui pendekatan dari sifat-sifat komputasi biologis (biological computation) (Sekarwati, 2004). Jaringan syaraf tiruan adalah membuat model sistem komputasi yang dapat menirukan cara kerja jaringan syaraf biologi (Subiyanto, 2000). JST dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf biologi, dengan asumsi sebagai berikut : a. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron) b. Sinyal dikirimkan diantara neuron-neuron melalui penghubung-penghubung c. Penghubung antar neuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau memperlemah sinyal d. Untuk menentukan keluaran, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi (biasanya bukan fungsi linier) yang dikenakan pada jumlah masukan yang diterima. Besarnya keluaran ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas ambang. JST ditentukan oleh tiga hal sebagai berikut, yaitu : a. Pola hubungan antar neuron disebut arsitektur jaringan 4
5 b. Metode untuk menentukan bobot penghubung disebut metode pembelajaran c. Fungsi aktivasi. (Siang, 2005) Ada beberapa tipe jaringan syaraf, namun demikian hampir semuanya memiliki komponen-komponen yang sama. Seperti halnya otak manusia, JST juga terdiri dari beberapa neuron dan terdapat penghubung antara neuron-neuron tersebut (Arif H, 2006). Gambar 2.1 di bawah ini menunjukkan struktur neuron jaringan syaraf tiruan. Gambar 2.1 Struktur Neuron Jaringan Syaraf Tiruan (Sumber Arif H, Jaringan syaraf tiruan dan aplikasi) Gambar 2.1 menunjukkan bahwa neuron buatan sebenarnya mirip dengan sel neuron biologis. Neuron-neuron bekerja dengan cara yang sama pula dengan sel neuron biologis. Jaringan Syaraf Tiruan yang telah dan sedang dikembangkan merupakan pemodelan matematika dari jaringan syaraf biologis, berdasarkan asumsi : 1. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen pemroses sederhana yang disebut neuron. 2. Sinyal dilewatkan antar neuron yang membentuk jaringan neuron. 3. Setiap elemen pada jaringan neuron memiliki 1 (satu) pembobot. Sinyal yang dikirimkan ke lapisan neuron berikutnya adalah informasi dikalikan dengan pembobot yang bersesuaian. 4. Tiap-tiap neuron mengerjakan fungsi aktivasi untuk mendapatkan hasil output masing-masing. 5
6 2.1.2 Aplikasi jaringan syaraf tiruan Beberapa aplikasi jaringan syaraf tiruan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut : a. Pengenalan pola (pattern recognition) Jaringan syaraf tiruan dapat dipakai untuk mengenali pola (misal huruf, angka, suara atau tanda tangan) yang sudah sedikit berubah. Hal ini mirip dengan otak manusia yang masih mampu mengenali orang yang sudah beberapa waktu tidak dijumpainya (mungkin wajah/bentuk tubuhnya sudah sedikit berubah). Jurnal yang pernah membahas tentang pengenalan pola diantaranya yaitu : o Pemrosesan dan pengenalan suatu gambar dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan (Egmont-Petersen M, de Ridder & Handels, 2002) o Pengenalan suatu pola yang terjadi dalam suatu kegiatan industri (Bhagat, 2005) b. Pemrosesan sinyal Jaringan syaraf tiruan model ADALINE dapat dipakai untuk menekan suatu noise yang terdapat dalam saluran telepon. Aplikasi pemrosesan sinyal ini telah digunakan dalam beberapa jurnal, salah satunya adalah jurnal pemrosesan sinyal dan gambar dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan (Masters & Timothy, 1994). c. Peramalan Jaringan syaraf tiruan juga dapat dipakai untuk meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan dating berdasarkan pola kejadian yang telah ada di masa lampau. Ini dapat dilakukan mengingat kemampuan jaringan syaraf tiruan untuk mengingat dan membuat generalisasi dari apa yang sudah ada sebelumnya. Beberapa jurnal yang pernah membahas tentang penggunaan jaringan syaraf tiruan dalam peramalan ini diantaranya adalah : o Proses prediksi menggunakan jaringan syaraf tiruan recurrent (Mandic & Chambers, 2001) 6
7 o Pendekatan suatu pola kejadian dengan fungsi aktivasi sigmoid Cybenko, 1989) o Implementasi jaringan syaraf tiruan untuk memprediksi kadar gula dalam darah (Suwarno, 2010) Disamping bidang-bidang yang telah disebutkan di atas, jaringan syaraf tiruan juga dapat menyelesaikan permasalahan di dalam bidang kontrol, kedokteran, ekonomi dan lain-lain Arsitektur jaringan syaraf tiruan Beberapa arsitektur jaringan yang sering dipakai dalam jaringan syaraf tiruan, antara lain : a. Jaringan dengan lapisan tunggal (single layer network) Jaringan dengan lapisan tunggal hanya memiliki satu lapisan dengan bobot-bobot terhubung. Jaringan ini hanya menerima input kemudian secara langsung akan mengelolahnya menjadi output tanpa harus melalui lapisan tersembunyi. Gambar 2.2 Jaringan dengan Lapisan Tunggal b. Jaringan dengan banyak lapisan (multilayer net) Jaringan dengan banyak lapisan memiliki 1 atau lebih lapisan yang terletak diantara lapisan input dan lapisan output (memiliki 1 atau lebih lapisan tersembunyi). 7
8 Gambar 2.3 Jaringan dengan Banyak Lapisan c. Jaringan dengan lapisan kompetitif (competitive layer net) Umumnya, hubungan antar neuron pada lapisan kompetitif ini tidak diperlihatkan pada diagram arsitektur. Gambar 2.4 Jaringan dengan Lapisan Kompetitif Fungsi Aktivasi Ada beberapa fungsi aktivasi yang sering digunakan dalam jaringan syaraf tiruan, antara lain : a. Fungsi Undak Biner (Hard Limit) Jaringan dengan lapisan tunggal sering menggunakan fungsi undak (step function) untuk mengkonversi input dari suatu variabel yang bernilai kontinu ke suatu output biner (0 atau 1). b. Fungsi Undak Biner (dengan threshold) 8
9 Fungsi undak biner menggunakan nilai ambang sering juga disebut dengan nama fungsi nilai ambang (threshold) atau fungsi Heaviside. c. Fungsi Bipolar (Symetric Hard Limit) Fungsi bipolar sebenarnya hampir sama dengan undak biner, hanya saja output yang dihasilkan berupa 1, 0 atau -1. d. Fungsi Bipolar (dengan threshold) Fungsi bipolar sebenarnya hampir sama dengan undak biner dengan threshold, hanya saja output yang dihasilkan berupa 1, 0 atau Proses Pembelajaran Ada 2 jenis proses pembelajaran, yaitu : 1. Pembelajaran terawasi (supervised learning) Metode pembelajaran pada jaringan syaraf disebut terawasi jika output yang diharapkan telah diketahui sebelumnya. 2. Pembelajaran tak terawasi (unsupervised learning) Pada metode pembelajaran tak terawasi ini tidak memerlukan target output. Selama proses pembelajaran, nilai bobot disusun dalam suatu range tertentu tergantung pada nilai input yang diberikan Perceptron Perceptron termaksud salah satu bentuk jaringan syaraf yang sederhana. Perceptron biasanya digunakan untuk mengklasifikasikan suatu tipe pola tertentu yang sering dikenal dengan pemisahan secara linear. Pada dasarnya perceptron pada jaringan syaraf dengan satu lapisan memiliki bobot yang bisa diatur dab suatu nilai ambang (threshold). Algoritma yang digunakan oleh aturan perceptron ini akan mengatur parameter-parameter bebasnya melalui proses pembelajaran. Nilai threshold (Ѳ) pada fungsi aktivasi adalah non negatif. Fungsi aktivasi ini dibuat sedemikian rupa sehingga terjadi pembatasan antara daerah positif dan daerah negatif (Gambar 2.5). 9
10 X daerah negatif - + daerah positif daerah nol X 1 Gambar 2.5 Pembatasan Linear dengan perceptron Garis pemisah antara daerah positif dan daerah nol memiliki pertidaksamaan : W 1 X 1 + W 2 X W n X n + b > Ѳ Sedangkan garis pemisah antara daerah negatif dengan daerah nol memiliki pertidaksamaan : W 1 X 1 + W 2 X W n X n + b < - Ѳ Algoritma : 0. Insisialisasi semua bobot dan bias : (untuk sederhananya atur semua bobot dan bobot bias sama dengan nol ). Atur learning rate : α ( 0 < α 1 ). 1. Selama kondisdi herhenti bernilai false, lakukan langkah-langkah berikut : (i). Untuk setiap pasangan pembelajaran s-t, kerjakan : a. Atur input dengan nilai sam dengan vektor input : X i = S i b. Hitung respon untuk unit output : y_in = b + 10
11 y = { c. Perbaiki bobot dan bias jika terjadi error: Jika y t maka : W i (baru) = W i (lama) + α * t * X i b(baru) = b(lama) + α * t Jika tidak, maka : W i (baru) = W i (lama) b(baru) = b(lama) (ii). Tes kondisi berhenti : jika tidak terjadi perubahan bobot pada (i) maka kondisi berhenti TRUE, namun jika masih terjadi perubahan maka kondisi berhenti FALSE. 2.2 Bercak dan Cacar Daun Tembakau dan Daun Cengkeh Daun cengkeh dan daun tembakau merupakan dua jenis daun yang sering dimanfaatkan oleh masyarakat, baik itu untuk dikonsumsi langsung maupun diolah lebih lanjut untuk menghasilkan suatu produk. Kedua jenis daun ini banyak sekali memberikan manfaat. Pada daun tembakau contohnnya, digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan rokok dan dapat memproduksi protein untuk melawan sel-sel kanker. Sedangkan pada daun cengkeh, biasa dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tanaman obat dalam menyembuhkan penyakit seperti sakit gigi, mual, muntah, kembung, dan lain-lain (Asian Brain, 2010). Dikarenakan memiliki berbagai manfaat itulah, kedua jenis daun tersebut banyak diproduksi. Namun dalam produksinya, seringkali kedua jenis daun tersebut tidak memberikan kualitas yang baik pada saat pemilahan dari hasil penanaman para petani. Hal ini disebabkan daun-daun tersebut telah rusak akibat adanya jamur, bakteri atau virus dalam bentuk getah yang menghinggapi, sehingga membentuk 11
12 suatu bercak dan gelembung dipermukaannya yang lama kelamaan merusak daun. Hal ini didasarkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh seorang ilmuwan Jerman bernama Adolf Mayer terhadap daun tembakau, yang kemudian dikembangkan lagi penelitian tersebut oleh seorang ahli virus Amerika Serikat bernama Wendell Stanley, yang kemudian menyimpulkan bahwa bercak dan gelembung-gelembung yang terjadi pada permukaan daun tembakau disebabkan oleh organisme patogen bernama Tabacco Mosaic Virus (TMV). 12
13 BAB III PEMBAHASAN 3.1 Basis Pengetahuan (Knowledge Base) Basis pengetahuan yang digunakan dalam pengambilan kesimpulan dalam mendeteksi penyakit pada daun tembakau adalah berupa sekumpulan ciri-ciri atau gejala yang dapat dilihat oleh mata secara langsung pada daun cengkeh dan daun tembakau yang mengalami penyakit bercak dan cacar daun. Ciri-ciri atau gejala kedua penyakit daun tersebut dikelompokkan menjadi 8 jenis, yaitu : a. A : bercak merah kecoklatan; b. B : belang-belang; c. C : berlubang; d. D : bercak putih; e. E : bercak coklat kehijauan; f. F : bintik hitam; g. G : gugur daun; h. H : bercak menggelembung. Dimana untuk A, B, C, D, E, F merupakan gejala dari penyakit bercak daun, dan F, G, dan H adalah gejala dari penyakit cacar daun. Di bawah ini adalah tabel 3.1 yang menunjukkan data pelatihan yang akan digunakan pada proses berikutnya : Tabel 3.1 Sampel Daun untuk Pelatihan Daun ke- A B C D E F G H Target
14 Keterangan : Target / Output : o Bercak Daun = 1 o Cacar Daun = -1 Input : o Ada (+) = 1 o Tidak Ada (-) = Perancangan Motor Inferensi Deteksi penyakit pada daun tembakau dengan menerapkan algoritma Artificial Neural Network dengan menggunakan metode pembelajaran terawasi yaitu Perceptron. Data daun yang akan digunakan dalam proses JST, sebelumnya akan dikonversi ke dalam bentuk nilai-nilai bipolar [1, -1] dan biner [1, 0], dengan memiliki komposisi perbandingan 9 : 5 terhadap jumlah daun dan penyakit dari kedua jenis daun tersebut. Dengan nilai ambang (threshold) sebesar 0 dan learning rate sebesar 0,5. Dari tabel 3.1 diperoleh tabel 3.2 Sampel data pelatihan pada daun tembakau. Tabel 3.2 Sampel Data Pelatihan Pada Daun Tembakau. Daun ke- A B C D E F G H Target
15 Bobot awal : w = [0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0] Bobot bias awal : b = [0,0] Learning rate (alfa) : 0,7 Threshold (tetha Ѳ) : 0,0 Epoh ke-1 o Data 1 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 0 Hasil aktivasi = 0 (-Ѳ y_in Ѳ) Bobot baru: W 1 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 1,0 = 0,7 W 2 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 1,0 = 0,7 W3 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 1,0 = 0,7 W 4 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 1,0 = 0,7 W 5 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 0,0 = 0,0 W 6 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 1,0 = 0,7 W 7 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 1,0 = 0,7 W 8 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 0,0 = 0,0 Bias baru: b = 0,0 + 0,7 * 1,0 = 0,7 o Data 2 y_in = 0,7 + 0,7 + 0,7 + 0,0 + 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 2,8 15
16 o Data 3 y_in = 0,7 + 0,7 + 0,0 + 0, = 2,1 o Data 4 y_in = 0,7 + 0,7 + 0, , , = 3,5 o Data 5 y_in = 0, ,7 + 0, = 2,1 o Data 6 y_in = 0, ,7 + 0, , = 2,8 o Data 7 y_in = 0, , , = 2,1 o Data 8 y_in = 0, , ,7 + 0,7 + 0 = 2,8 o Data 9 y_in = 0, ,7 + 0,7 + 0 = 2,1 16
17 o Data 10 y_in = 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 0,7 Bobot baru: W 1 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 2 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 3 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 4 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 5 = 0,0 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,0 W 6 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 7 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 8 = 0,0 + 0,7 * -1,0 * 1 = -0,7 Bias baru: b = 0,7 + 0,7 * -1,0 = 0,0 o Data 11 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,7 + 0,7 + -0,7 = 0,7 Bobot baru: W 1 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 2 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 3 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 4 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 5 = 0,0 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,0 W 6 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 1 = 0,0 W 7 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 1 = 0,0 W 8 = -0,7 + 0,7 * -1,0 * 1 = -1,4 Bias baru : b = 0,0 + 0,7 * -1,0 = -0,7 17
18 o Data 12 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 =- 0,7 Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0) o Data 13 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -1,4 = -2,1 Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0) o Data 14 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = - 0,7 Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0) Epoh ke-2 o Data 1 y_in = -0,7 + 0,7 + 0,7 + 0,7 + 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 2,1 o Data 2 y_in = -0,7 + 0,7 + 0, ,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 1,4 o Data 3 y_in = -0,7 + 0, ,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 0,7 o Data 4 y_in = -0,7 + 0,7 + 0, ,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 1,4 18
19 o Data 5 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,7 + 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -1,4 = -0,7 Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0) Bobot baru: W 1 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,7 W 2 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,7 W 3 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 1 = 1,4 W 4 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 1 = 1,4 W 5 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,0 W 6 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,0 W 7 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,0 W 8 = -1,4 + 0,7 * 1,0 * 1 = -0,7 Bias baru: b = -0,7 + 0,7 * 1,0 = 0,0 o Data 6 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 1,4 + 1,4 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 2,8 o Data 7 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 0,7 o Data 8 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 1, ,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 1,4 o Data 9 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0, ,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 0,0 19
20 Hasil aktivasi = 0 (-Ѳ y_in Ѳ) Bobot baru: W 1 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,7 W 2 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,7 W 3 = 1,4 + 0,7 * 1,0 * 0 = 1,4 W 4 = 1,4 + 0,7 * 1,0 * 0 = 1,4 W 5 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 1 = 0,7 W 6 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 1 = 0,7 W 7 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 1 = 0,7 W 8 = -0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = -0,7 Bias baru: b = 0,0 + 0,7 * 1,0 = 0,7 o Data 10 y_in = 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0, ,0 + 0,0 + 0,0-0,7 = 0,0 Hasil aktivasi = 0 (-Ѳ y_in Ѳ) Bobot baru: W 1 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 2 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 3 = 1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = 1,4 W 4 = 1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = 1,4 W 5 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 6 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 7 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 8 = -0,7 + 0,7 * -1,0 * 1 = -1,4 Bias baru: b = 0,7 + 0,7 * -1,0 = 0,0 20
21 o Data 11 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0, ,0 + 0,7 + 0,7 + -1,4 = 0,0 Hasil aktivasi = 0 (-Ѳ y_in Ѳ) Bobot baru: W 1 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 2 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 3 = 1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = 1,4 W 4 = 1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = 1,4 W 5 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 6 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 1 = 0,0 W 7 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 1 = 0,0 W 8 = -1,4 + 0,7 * -1,0 * 1 = -2,1 Bias baru: b = 0,0 + 0,7 * -1,0 = -0,7 o Data 12 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0, ,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = -0,7 Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0) o Data 13 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0, ,0 + 0,0 + 0,0-2,1 = -2,8 Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0) o Data 14 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0, ,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = -0,7 Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0) 21
22 Epoh ke-3 o Data 1 y_in = -0,7 + 0,7 + 0,7 + 1,4 + 1,4 + 0,0-0,7-0,7 + 0,0 = 2,1 o Data 2 y_in = -0,7 + 0,7 + 0, ,4 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 2,1 o Data 3 y_in = -0,7 + 0, , ,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 1,4 o Data 4 y_in = -0,7 + 0,7 + 0,7 + 0,0 + 1,4 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 2,1 o Data 5 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 1,4 + 1,4 + 0,0 + 0,0 + 0,0-2,1 = 0,0 Hasil aktivasi = 0 (-Ѳ y_in Ѳ) Bobot baru: W 1 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,7 W 2 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,7 W 3 = 1,4 + 0,7 * 1,0 * 1 = 2,1 W 4 = 1,4 + 0,7 * 1,0 * 1 = 2,1 W 5 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,7 W 6 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,0 W 7 = 0,0 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,0 22
23 W 8 = -2,1 + 0,7 * 1,0 * 1 = -1,4 Bias baru: b = -0,7 + 0,7 * 1,0 = 0,0 o Data 6 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 4,2 o Data 7 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 1,4 o Data 8 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 2,8 o Data 9 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 0,7 o Data 10 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0-1,4 = -1,4 Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0) o Data 11 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0-1,4 = -1,4 Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0) o Data 12 y_in = 0,0 + 0, ,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 0,0 23
24 Hasil aktivasi = 0 (-Ѳ y_in Ѳ) Bobot baru: W 1 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 2 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 3 = 2,1 + 0,7 * -1,0 * 0 = 2,1 W 4 = 2,1 + 0,7 * -1,0 * 0 = 2,1 W 5 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 6 = 0,0 + 0,7 * -1,0 * 1 = -0,7 W 7 = 0,0 + 0,7 * -1,0 * 1 = -0,7 W 8 = -1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = -1,4 Bias baru: b = 0,0 + 0,7 * -1,0 = -0,7 o Data 13 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0-0,7 + 0,0 1,4 = -2,8 Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0) o Data 14 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0-0,7 + 0,0 + 0,0 = -1,4 Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0) Epoh ke-4 o Data 1 y_in = -0,7 + 0,7 + 0,7 + 2,1 + 2,1 + 0,0-0,7-0,7 + 0,0 = 3,5 o Data 2 y_in = -0,7 + 0,7 + 0,7 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 2,8 24
25 o Data 3 y_in = -0,7 + 0,7 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 2,1 o Data 4 y_in = -0,7 + 0,7 + 0,7 + 0,0 + 2,1 + 0,0-0,7 + 0,0 + 0,0 = 2,1 o Data 5 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0-1,4 = 2,1 o Data 6 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 2,1 + 0,0 + -0,7 + 0,0 + 0,0 = 2,8 o Data 7 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,7-0,7 + 0,0 + 0,0 = 0,0 Hasil aktivasi = 0 (-Ѳ y_in Ѳ) Bobot baru: W 1 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,7 W 2 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 1 = 1,4 W 3 = 2,1 + 0,7 * 1,0 * 0 = 2,1 W 4 = 2,1 + 0,7 * 1,0 * 0 = 2,1 W 5 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 1 = 1,4 W 6 = -0,7 + 0,7 * 1,0 * 1 = 0,0 25
26 W 7 = -0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = -0,7 W 8 = -1,4 + 0,7 * 1,0 * 0 = -1,4 Bias baru: b = -0,7 + 0,7 * 1,0 = 0,0 o Data 8 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 1,4 + 0,0-0,7 + 0,0 = 2,8 o Data 9 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 1,4 + 0,0-0,7 + 0,0 = 0,7 o Data 10 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0-1,4 = -1,4 Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0) o Data 11 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -0,7-1,4 = -2,1 Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0) o Data 12 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -0,7 + 0,0 = -0,7 Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0) o Data 13 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0-1,4 = -1,4 Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0) 26
27 o Data 14 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 0,0 Hasil aktivasi = 0 (-Ѳ y_in Ѳ) Bobot baru: W 1 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 2 = 1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = 1,4 W 3 = 2,1 + 0,7 * -1,0 * 0 = 2,1 W 4 = 2,1 + 0,7 * -1,0 * 0 = 2,1 W 5 = 1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = 1,4 W 6 = 0,0 + 0,7 * -1,0 * 1 = -0,7 W 7 = -0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = -0,7 W 8 = -1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = -1,4 Bias baru: b = 0,0 + 0,7 * -1,0 = -0,7 Epoh ke-5 o Data 1 y_in = -0,7 + 0,7 + 1,4 + 2,1 + 2,1 + 0,0 + -0,7-0,7 + 0,0 = 4,2 o Data 2 y_in = -0,7 + 0,7 + 1,4 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 3,5 o Data 3 y_in = -0,7 + 0,7 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 2,1 27
28 o Data 4 y_in = -0,7 + 0,7 + 1,4 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + -0,7 + 0,0 + 0,0 = 3,5 o Data 5 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0-1,4 = 2,1 o Data 6 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 2,1 + 0,0-0,7 + 0,0 + 0,0 = 2,8 o Data 7 y_in = -0,7 + 0,0 + 1,4 + 0,0 + 0,0 + 1,4-0,7 + 0,0 + 0,0 = 1,4 o Data 8 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 1,4 + -0,7-0,7 + 0,0 = 1,4 o Data 9 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 1,4 + -0,7-0,7 + 0,0 = -0,7 Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0) Bobot baru: W 1 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,7 W 2 = 1,4 + 0,7 * 1,0 * 0 = 1,4 W 3 = 2,1 + 0,7 * 1,0 * 0 = 2,1 W 4 = 2,1 + 0,7 * 1,0 * 0 = 2,1 28
29 W 5 = 1,4 + 0,7 * 1,0 * 1 = 2,1 W 6 = -0,7 + 0,7 *1,0 * 1 = 0,0 W 7 = -0,7 + 0,7 * 1,0 * 1 = 0,0 W 8 = -1,4 + 0,7 * 1,0 * 0 = -1,4 Bias baru: b = -0,7 + 0,7 * 1,0 = 0,0 o Data 10 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0-1,4 = -1,4 Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0) o Data 11 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0-1,4 = -1,4 Hasil aktivasi = -1 (y_in < 0) o Data 12 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 0,0 Hasil aktivasi = 0 (-Ѳ y_in Ѳ) Bobot baru: W 1 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 2 = 1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = 1,4 W 3 = 2,1 + 0,7 * -1,0 * 0 = 2,1 W 4 = 2,1 + 0,7 * -1,0 * 0 = 2,1 W 5 = 2,1 + 0,7 * -1,0 * 0 = 2,1 W 6 = 0,0 + 0,7 * -1,0 * 1 = -0,7 W 7 = 0,0 + 0,7 * -1,0 * 1 = -0,7 W 8 = -1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = -1,4 Bias baru: b = 0,0 + 0,7 * -1,0 = -0,7 29
30 o Data 13 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0-0,7 + 0,0 1,4 = -2,8 Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0) o Data 14 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0-0,7 + 0,0 + 0,0 = -1,4 Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0) Epoh ke-6 o Data 1 y_in = -0,7 + 0,7 + 1,4 + 2,1 + 2,1 + 0,0-0,7-0,7 + 0,0 = 4,2 o Data 2 y_in = -0,7 + 0,7 + 1,4 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 3,5 o Data 3 y_in = -0,7 + 0,7 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 2,1 o Data 4 y_in = -0,7 + 0,7 + 1,4 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + -0,7 + 0,0 + 0,0 = 2,8 o Data 5 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -1,4 = 2,1 30
31 o Data 6 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 2,1 + 0,0 + -0,7 + 0,0 + 0,0 = 2,8 o Data 7 y_in = -0,7 + 0,0 + 1,4 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + -0,7 + 0,0 + 0,0 = 2,1 o Data 8 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 2,1 + -0,7 + -0,7 + 0,0 = 2,1 o Data 9 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + -0,7 + -0,7 + 0,0 = 0,0 Hasil aktivasi = 0 (-Ѳ y_in Ѳ) Bobot baru: W 1 = 0,7 + 0,7 * 1,0 * 0 = 0,7 W 2 = 1,4 + 0,7 * 1,0 * 0 = 1,4 W 3 = 2,1 + 0,7 * 1,0 * 0 = 2,1 W 4 = 2,1 + 0,7 * 1,0 * 0 = 2,1 W 5 = 2,1 + 0,7 * 1,0 * 1 = 2,8 W 6 = -0,7+ 0,7 * 1,0 * 1 = 0,0 W 7 = -0,7+ 0,7 * 1,0 * 1 = 0,0 W 8 = -1,4 + 0,7 * 1,0 * 0 = -1,4 Bias baru: b = -0,7 + 0,7 * 1,0 = 0,0 o Data 10 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -1,4 = -1,4 31
32 Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0) o Data 11 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -1,4 = -1,4 Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0) o Data 12 y_in = 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 0 Hasil aktivasi = 0 (-Ѳ y_in Ѳ) Bobot baru: W 1 = 0,7 + 0,7 * -1,0 * 0 = 0,7 W 2 = 1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = 1,4 W 3 = 2,1 + 0,7 * -1,0 * 0 = 2,1 W 4 = 2,1 + 0,7 * -1,0 * 0 = 2,1 W 5 = 2,8 + 0,7 * -1,0 * 0 = 2,8 W 6 = 0,0 + 0,7 * -1,0 * 1 = -0,7 W 7 = 0,0 + 0,7 * -1,0 * 1 = -0,7 W 8 = -1,4 + 0,7 * -1,0 * 0 = -1,4 Bias baru: b = 0,0 + 0,7 * -1,0 = -0,7 o Data 13 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -0,7 + 0,0 + -1,4 = -2,8 Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0) o Data 14 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -0,7 + 0,0 + 0,0 = -1,4 Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0) 32
33 Epoh ke-7 o Data 1 y_in = -0,7 + 0,7 + 1,4 + 2,1 + 2,1 + 0,0-0,7-0,7 + 0,0 = 4,2 o Data 2 y_in = -0,7 + 0,7 + 1,4 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 3,5 o Data 3 y_in = -0,7 + 0,7 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 = 2,1 o Data 4 y_in = -0,7 + 0,7 + 1,4 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + -0,7 + 0,0 + 0,0 = 2,8 o Data 5 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 2,1 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -1,4 = 2,1 o Data 6 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 2,1 + 0,0 + -0,7 + 0,0 + 0,0 = 2,8 o Data 7 y_in = -0,7 + 0,0 + 1,4 + 0,0 + 0,0 + 2,8 + -0,7 + 0,0 + 0,0 = 2,8 33
34 o Data 8 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 2,1 + 0,0 + 2,8 + -0,7 + -0,7 + 0,0 = 2,8 o Data 9 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 2,8 + -0,7 + -0,7 + 0,0 = 0,7 o Data 10 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -1,4 = -2,1 Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0) o Data 11 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -0,7 + -0,7 + -1,4 = -3,5 Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0) o Data 12 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -0,7 + -0,7 + 0,0 = -2,1 Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0) o Data 13 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -0,7 + 0,0 + -1,4 = -2,8 Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0) o Data 14 y_in = -0,7 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + 0,0 + -0,7 + 0,0 + 0,0 = -1,4 Hasil aktivasi = -1 ( y_in < 0) 34
35 Pada epoh ke-7 sudah tidak terjadi perubahan bobot, sehingga proses pembelajaran dihentikan. Hasil akhir diperoleh : Nilai bobot, W 1 = 0,7; W 2 = 1,4; W 3 = 2,1; W 4 = 2,1; W 5 = 2,8; W 6 = -0,7; W 7 = -0,7; dan W 8 = -1,4. Bobot bias, b = - 0,7. Dengan demikian garis yang membatasi daerah positif dengan daerah nol memenuhi pertidaksamaan : 0,7 X 1 + 1,4 X 2 + 2,1 X 3 + 2,1 X 4 + 2,8 X 5 0,7 X 6 0,7 X 7 1,4 X 8 0,7 > 0 Sedangkan garis yang membatasi daerah negatif dengan daerah nol memenuhi persamaan : 0,7 X 1 + 1,4 X 2 + 2,1 X 3 + 2,1 X 4 + 2,8 X 5 0,7 X 6 0,7 X 7 1,4 X 8 0,7 < Pengujian Pada tahap ini, akan dilakukan proses pengujian akhir terhadap ke-10 data daun yang belum diketahui output atau targetnya dengan mempergunakan hasil bobot dari sampel data pelatihan sebelumnya. Tabel 3.3 menunjukan sampel data pengujian untuk mendeteksi penyakit pada daun tembakau. Tabel 3.3 Sampel Daun untuk Pengujian Daun ke- A B C D E F G H Keterangan Input : Ada (+) = 1; Tidak Ada (-) = 0 35
36 Hasil dari pengujian pada tabel 3.3 akan memiliki persentase keberhasilan 100% jika output yang dihasilkan memiliki urutan 5 daun pertama adalah bercak daun dan 5 urutan kedua adalah cacar daun. Daun ke-1 X n = [ 1,0 1,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0 0,0 ] Y = 0,7 X 1 + 1,4 X 2 + 2,1 X 3 + 2,1 X 4 + 2,8 X 5 0,7 X 6 0,7 X 7 1,4 X 8 0,7 Y = 0,7*1 + 1,4*1 + 2,1*0 + 2,1*0 + 2,8*0 0,7*0 0,7*1 1,4*0 0,7 Y = 0,7 + 0,14 0,7 0,7 = 0,7 Daun ke-1 mengalami penyakit bercak daun. Hal ini ditunjukan dengan nilai y lebih besar dari nilai threshold 0 yaitu 0,7. Daun ke-2 X n = [ 0,0 1,0 0,0 1,0 0,0 1,0 0,0 0,0 ] Y = 0,7 X 1 + 1,4 X 2 + 2,1 X 3 + 2,1 X 4 + 2,8 X 5 0,7 X 6 0,7 X 7 1,4 X 8 0,7 Y = 0,7*0 + 1,4*1 + 2,1*0 + 2,1*1 + 2,8*0 0,7*1 0,7*0 1,4*0 0,7 Y = 0,14 + 2,1 0,7 0,7 = 2,1 Daun ke-2 mengalami penyakit bercak daun. Hal ini ditunjukan dengan nilai y lebih besar dari nilai threshold 0 yaitu 2,1. Daun ke-3 X n = [ 0,0 1,0 0,0 1,0 0,0 0,0 1,0 0,0 ] Y = 0,7 X 1 + 1,4 X 2 + 2,1 X 3 + 2,1 X 4 + 2,8 X 5 0,7 X 6 0,7 X 7 1,4 X 8 0,7 Y = 0,7*0 + 1,4*1 + 2,1*0 + 2,1*1 + 2,8*0 0,7*0 0,7*1 1,4*0 0,7 Y = 0,14 + 2,1 0,7 0,7 = 2,1 Daun ke-3 mengalami penyakit bercak daun. Hal ini ditunjukan dengan nilai y lebih besar dari nilai threshold 0 yaitu 2,1. Daun ke-4 X n = [ 0,0 0,0 1,0 0,0 1,0 0,0 0,0 0,0 ] 36
37 Y = 0,7 X 1 + 1,4 X 2 + 2,1 X 3 + 2,1 X 4 + 2,8 X 5 0,7 X 6 0,7 X 7 1,4 X 8 0,7 Y = 0,7*0 + 1,4*0 + 2,1*1 + 2,1*0 + 2,8*1 0,7*0 0,7*0 1,4*0 0,7 Y = 2,1 + 2,8 0,7 = 4,2 Daun ke-4 mengalami penyakit bercak daun. Hal ini ditunjukan dengan nilai y lebih besar dari nilai threshold 0 yaitu 4,2. Daun ke-5 X n = [ 1,0 0,0 1,0 0,0 0,0 1,0 0,0 0,0 ] Y = 0,7 X 1 + 1,4 X 2 + 2,1 X 3 + 2,1 X 4 + 2,8 X 5 0,7 X 6 0,7 X 7 1,4 X 8 0,7 Y = 0,7*1 + 1,4*0 + 2,1*1 + 2,1*0 + 2,8*0 0,7*1 0,7*0 1,4*0 0,7 Y = 0,7 + 2,1 0,7 0,7 = 1,4 Daun ke-5 mengalami penyakit bercak daun. Hal ini ditunjukan dengan nilai y lebih besar dari nilai threshold 0 yaitu 1,4. Daun ke-6 X n = [ 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0 1,0 0,0 ] Y = 0,7 X 1 + 1,4 X 2 + 2,1 X 3 + 2,1 X 4 + 2,8 X 5 0,7 X 6 0,7 X 7 1,4 X 8 0,7 Y = 0,7*0 + 1,4*0 + 2,1*0 + 2,1*0 + 2,8*0 0,7*1 0,7*1 1,4*0 0,7 Y = 0,7 0,7 0,7 = - 2,1 Daun ke-6 mengalami penyakit cacar daun. Hal ini ditunjukan dengan nilai y lebih kecil dari nilai threshold 0 yaitu -2,1. Daun ke-7 X n = [ 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0 0,0 1,0 ] Y = 0,7 X 1 + 1,4 X 2 + 2,1 X 3 + 2,1 X 4 + 2,8 X 5 0,7 X 6 0,7 X 7 1,4 X 8 0,7 Y = 0,7*0 + 1,4*0 + 2,1*0 + 2,1*0 + 2,8*0 0,7*1 0,7*0 1,4*1 0,7 Y = 0,7 1,4 0,7 = - 2,8 Daun ke-7 mengalami penyakit cacar daun. Hal ini ditunjukan dengan nilai y lebih kecil dari nilai threshold 0 yaitu -2,8. 37
38 Daun ke-8 X n = [ 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0 0,0 1,0 ] Y = 0,7 X 1 + 1,4 X 2 + 2,1 X 3 + 2,1 X 4 + 2,8 X 5 0,7 X 6 0,7 X 7 1,4 X 8 0,7 Y = 0,7*0 + 1,4*0 + 2,1*0 + 2,1*0 + 2,8*0 0,7*1 0,7*0 1,4*1 0,7 Y = 0,7 1,4 0,7 = - 2,8 Daun ke-8 mengalami penyakit cacar daun. Hal ini ditunjukan dengan nilai y lebih kecil dari nilai threshold 0 yaitu -2,8. Daun ke-9 X n = [ 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0 1,0 ] Y = 0,7 X 1 + 1,4 X 2 + 2,1 X 3 + 2,1 X 4 + 2,8 X 5 0,7 X 6 0,7 X 7 1,4 X 8 0,7 Y = 0,7*0 + 1,4*0 + 2,1*0 + 2,1*0 + 2,8*0 0,7*0 0,7*1 1,4*1 0,7 Y = 0,7 1,4 0,7 = - 2,8 Daun ke-9 mengalami penyakit cacar daun. Hal ini ditunjukan dengan nilai y lebih kecil dari nilai threshold 0 yaitu -2,8. Daun ke-10 X n = [ 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 1,0 1,0 ] Y = 0,7 X 1 + 1,4 X 2 + 2,1 X 3 + 2,1 X 4 + 2,8 X 5 0,7 X 6 0,7 X 7 1,4 X 8 0,7 Y = 0,7*0 + 1,4*0 + 2,1*0 + 2,1*0 + 2,8*0 0,7*0 0,7*1 1,4*1 0,7 Y = 0,7 1,4 0,7 = - 2,8 Daun ke-10 mengalami penyakit cacar daun. Hal ini ditunjukan dengan nilai y lebih kecil dari nilai threshold 0 yaitu -2,8. Dari perhitungan di atas, dapat dilihat bahwa proses pengujian menghasilkan prediksi dengan tepat, yaitu 5 urutan pertama adalah bercak daun dan 5 urutan kedua adalah cacar daun sehingga memiliki persentase keberhasilan 100%. 38
39 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pemaparan pada makalah ini, maka dapat disimpulkan beberapa hal antara lain sebagai berikut: 1. Basis pengetahuan yang digunakan untuk menentukan prediksi penyakit pada daun tembakau adalah bercak daun dan cacar daun yang merupakan penyakit pada daun tembakau dengan bercak merah kecoklatan, belangbelang, berlubang, bercak putih, bercak coklat kehijauan, bintik hitam, gugur daun dan bercak menggelembung sebagai gejala dari penyakit daun tembakau. 2. Metode Artificial network denggan menggunakan algoritma perceptron merupakan metode untuk menentukan prediksi penyakit pada daun tembakau. Sehingga diperoleh persamaan 0,7 X 1 + 1,4 X 2 + 2,1 X 3 + 2,1 X 4 + 2,8 X 5 0,7 X 6 0,7 X 7 1,4 X 8 0,7 > 0, untuk garis yang membatasi daerah positif dengan daerah nol, Sedangkan garis yang membatasi daerah negatif dengan daerah nol memiliki persamaan 0,7 X 1 + 1,4 X 2 + 2,1 X 3 + 2,1 X 4 + 2,8 X 5 0,7 X 6 0,7 X 7 1,4 X 8 0,7 < 0. Persamaan ini diperoleh dari 14 data penyakit bercak daun dan cacar daun dengan gejala tertentu yang dimiliki yang digunakan sebagai data pelatihan. 3. Jika suatu daun memiliki nilai yang diperoleh dari persamaan lebih besar dibandingkan nilai threshold yaitu 0 maka daun tersebut terdeteksi dengan penyakit bercak daun dan jika lebih kecil dari nilai threshold maka daun terdeteksi dengan penyakit cacar daun. Hasil pengujian menggunakan data pengujian dengan perbandingan penggunaan data sebesar 50 : 50 dari data daun berpenyakit bercak dan cacar daun, memiliki persentase keberhasilan sebesar 100%. 39
40 4.2 Saran Berdasarkan hasil pemaparan makalah ini, maka penulis menyarankan sebagai berikut: 1. Diharapkan pada tahap pengujian dilakukan penambahan data pengujian dengan perbandingan penggunaan data yang tidak imbang, sehingga memiliki tingkat keberhasilan yang lebih akurat. 40
41 DAFTAR PUSTAKA Andry H Studi Kasus Mengenai Aplikasi Multilayer Perceptron Neural Network Pada Sistem Pendeteksi Gangguan (IDS) Berdasarkan Anomali Suatu Jaringan. Bandung : Institut Teknologi Bandung. Arif H Jaringan Syaraf Tiruan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Penerbit ANDI. Ary N, Satryo PH, Wahyono. Pengenalan Huruf Berbasis Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan Algoritma Perceptron. Http : // Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada. AsianBrain.com. Cengkeh dan Manfaatnya. [diakses Mei 2010] Laily Fithri, Diana Deteksi Penyakit Pada Daun Tembakau Dengan Menerapkan Algoritma Artificial Neural Network. Jurnal SIMETRIS. Vol 3 No 1. Kusumadewi, S Artificial Intelligence (Teknik dan Aplikasinya). Yogyakarta : Graha Ilmu. 41
DETEKSI PENYAKIT PADA DAUN TEMBAKAU DENGAN MENERAPKAN ALGORITMA ARTIFICIAL NEURAL NETWORK
DETEKSI PENYAKIT PADA DAUN TEMBAKAU DENGAN MENERAPKAN ALGORITMA ARTIFICIAL NEURAL NETWORK Diana Laily Fithri Dosen Fakultas Teknik, Program Studi Sistem Informasi Universitas Muria Kudus Email: dila_fitri@yahoo.com
Lebih terperinciJaringan syaraf dengan lapisan tunggal
Jaringan syaraf adalah merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia. Syaraf manusia Jaringan syaraf dengan lapisan
Lebih terperinciARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A
ARTIFICIAL NEURAL NETWORK CAHYA YUNITA 5213100001 ALVISHA FARRASITA 5213100057 NOVIANTIANDINI 5213100075 TEKNIK PERAMALAN - A MATERI Neural Network Neural Network atau dalam bahasa Indonesia disebut Jaringan
Lebih terperinciBAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN
BAB VIII JARINGAN SYARAF TIRUAN A. OTAK MANUSIA Otak manusia berisi berjuta-juta sel syaraf yang bertugas untuk memproses informasi. Tiaptiap sel bekerja seperti suatu prosesor sederhana. Masing-masing
Lebih terperinciI PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI
I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hujan merupakan salah satu unsur iklim yang berpengaruh pada suatu daerah aliran sungai (DAS). Pengaruh langsung yang dapat diketahui yaitu potensi sumber daya air. Besar
Lebih terperinciSISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON
Jurnal Informatika Mulawarman Vol. 7 No. 3 Edisi September 2012 105 SISTEM PENGENALAN KARAKTER DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN ALGORITMA PERCEPTRON Anindita Septiarini Program Studi Ilmu Komputer FMIPA,
Lebih terperinciBAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)
BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Kompetensi : 1. Mahasiswa memahami konsep Jaringan Syaraf Tiruan Sub Kompetensi : 1. Dapat mengetahui sejarah JST 2. Dapat mengetahui macam-macam
Lebih terperinciJARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Pertemuan 11 Diema Hernyka Satyareni, M.Kom
JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Pertemuan 11 Diema Hernyka Satyareni, M.Kom Outline Konsep JST Model Struktur JST Arsitektur JST Aplikasi JST Metode Pembelajaran Fungsi Aktivasi McCulloch
Lebih terperinciJaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum
Jaringan Syaraf Tiruan Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum Susilo Nugroho Drajad Maknawi M0105047 M0105068 M01040 Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret
Lebih terperinciRANCANG BANGUN TOOL UNTUK JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) MODEL PERCEPTRON
RANCANG BANGUN TOOL UNTUK JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) MODEL PERCEPTRON Liza Afriyanti Laboratorium Komputasi dan Sistem Cerdas Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknologi Industri,Universitas Islam
Lebih terperinciJARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM
JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM INTRODUCTION Jaringan Saraf Tiruan atau JST adalah merupakan salah satu representasi tiruan dari otak manusia yang selalu
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengenalan Suara. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu speech recognition dan speaker recognition. Speech recognition adalah proses yang dilakukan
Lebih terperinciDAFTAR ISI. Halaman Judul. Lembar Pengesahan Pembimbing. Lembar Pengesahan Penguji. Halaman Persembahan. Halaman Motto. Kata Pengantar.
DAFTAR ISI Halaman Judul i Lembar Pengesahan Pembimbing ii Lembar Pengesahan Penguji iii Halaman Persembahan iv Halaman Motto v Kata Pengantar vi Abstraksi viii Daftar Isi ix Daftar Gambar xii Daftar Tabel
Lebih terperinciJaringan Syaraf Tiruan
Jaringan Syaraf Tiruan Pendahuluan Otak Manusia Sejarah Komponen Jaringan Syaraf Arisitektur Jaringan Fungsi Aktivasi Proses Pembelajaran Pembelajaran Terawasi Jaringan Kohonen Referensi Sri Kusumadewi
Lebih terperinciIMPLEMENTASI ALGORITMA PERCEPTRON UNTUK PENGENALAN POLA MASUKAN BINER MAUPUN BIPOLAR MENGGUNAKAN BORLAND DELPHI
IMPLEMENTASI ALGORITMA PERCEPTRON UNTUK PENGENALAN POLA MASUKAN BINER MAUPUN BIPOLAR MENGGUNAKAN BORLAND DELPHI Andi Harmin Program Studi : Teknik Komputer STMIK Profesional Makassar andiharmin1976@gmail.com
Lebih terperinciJARINGAN SYARAF TIRUAN
JARINGAN SYARAF TIRUAN 8 Jaringan syaraf adalah merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia tersebut. Istilah
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan yang luar biasa. Otak terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang disebut
Lebih terperinciFAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SUSKA RIAU. IIS AFRIANTY, ST., M.Sc
IIS AFRIANTY, ST., M.Sc Sistem Penilaian Tugas dan Keaktifan : 15% Quiz : 15% UTS : 35% UAS : 35% Toleransi keterlambatan 15 menit Handphone: Silent Costume : aturan UIN Laki-laki Perempuan Menggunakan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.6. Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan syaraf tiruan atau neural network merupakan suatu sistem informasi yang mempunyai cara kerja dan karakteristik menyerupai jaringan syaraf pada
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dielaskan mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penelitian ini, sehingga dapat diadikan sebagai landasan berpikir dan akan mempermudah dalam hal pembahasan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengenalan Pola Pengenalan pola adalah suatu ilmu untuk mengklasifikasikan atau menggambarkan sesuatu berdasarkan pengukuran kuantitatif fitur (ciri) atau sifat utama dari suatu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jaringan Syaraf Tiruan (artificial neural network), atau disingkat JST menurut Hermawan (2006, hlm.37) adalah sistem komputasi dimana arsitektur dan operasi
Lebih terperinciJARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORKS)
JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORKS) (Artificial Neural Networks) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Sejarah JST JST : merupakan cabang dari Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence ) JST : meniru
Lebih terperinciAnalisis Jaringan Saraf Tiruan Model Perceptron Pada Pengenalan Pola Pulau di Indonesia
Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasi ASIA (JITIKA) Vol.11, No.1, Februari 2017 ISSN: 0852-730X Analisis Jaringan Saraf Tiruan Model Perceptron Pada Pengenalan Pola Pulau di Indonesia Muhammad Ulinnuha
Lebih terperinciJaringan Syaraf Tiruan
Jaringan Syaraf Tiruan (Artificial Neural Network) Intelligent Systems Pembahasan Jaringan McCulloch-Pitts Jaringan Hebb Perceptron Jaringan McCulloch-Pitts Model JST Pertama Diperkenalkan oleh McCulloch
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses
8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Neuro Fuzzy Neuro-fuzzy sebenarnya merupakan penggabungan dari dua studi utama yaitu fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. menjawab segala permasalahan yang ada dalam penelitian ini.
BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan bahan yang digunakan dalam membantu menyelesaikan permasalahan, dan juga langkah-langkah yang dilakukan dalam menjawab segala permasalahan yang ada
Lebih terperinciPREDIKSI PENDAPATAN ASLI DAERAH KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION
PREDIKSI PENDAPATAN ASLI DAERAH KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Dwi Marisa Midyanti Sistem Komputer Universitas Tanjungpura Pontianak Jl Prof.Dr.Hadari Nawawi, Pontianak
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 21 Anatomi Ayam Pengetahuan tentang anatomi ayam sangat diperlukan dan penting dalam pencegahan dan penanganan penyakit Hal ini karena pengetahuan tersebut dipakai sebagai dasar
Lebih terperinciPenerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6
Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6 Sari Indah Anatta Setiawan SofTech, Tangerang, Indonesia cu.softech@gmail.com Diterima 30 November 2011 Disetujui 14 Desember 2011
Lebih terperinciArchitecture Net, Simple Neural Net
Architecture Net, Simple Neural Net 1 Materi 1. Model Neuron JST 2. Arsitektur JST 3. Jenis Arsitektur JST 4. MsCulloh Pitts 5. Jaringan Hebb 2 Model Neuron JST X1 W1 z n wi xi; i1 y H ( z) Y1 X2 Y2 W2
Lebih terperinciMODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA
MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA Ramli e-mail:ramli.brt@gmail.com Dosen Tetap Amik Harapan Medan ABSTRAK Jaringan Syaraf Tiruan adalah pemrosesan
Lebih terperinciJaringan Syaraf Tiruan
07/06/06 Rumusan: Jaringan Syaraf Tiruan Shinta P. Sari Manusia = tangan + kaki + mulut + mata + hidung + Kepala + telinga Otak Manusia Bertugas untuk memproses informasi Seperti prosesor sederhana Masing-masing
Lebih terperinciT 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX
T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX Oleh: Intan Widya Kusuma Program Studi Matematika, FMIPA Universitas Negeri yogyakarta
Lebih terperinciBAB VIII PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST)
BAB VIII PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) 8.1 Komponen Jaringan Syaraf JARINGAN SYARAF BIOLOGIS (JSB) Otak manusia berisi sekitar 10 11 sel syaraf (neuron) yang bertugas untuk memproses informasi
Lebih terperinciAPLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION
APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION [1] Novi Indah Pradasari, [2] F.Trias Pontia W, [3] Dedi Triyanto [1][3] Jurusan Sistem Komputer,
Lebih terperinciPENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT
PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT Havid Syafwan Program Studi Manajemen Informatika, Amik Royal, Kisaran E-mail: havid_syafwan@yahoo.com ABSTRAK:
Lebih terperinciMODEL N EURON NEURON DAN
1 MODEL NEURON DAN ARSITEKTUR JARINGAN 1 1 Model Neuron Mengadopsi esensi dasar dari system syaraf biologi, syaraf tiruan digambarkan sebagai berikut : Menerima input atau masukan (baikdari data yang dimasukkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semua negara mempunyai mata uang sebagai alat tukar. Pertukaran uang dengan barang yang terjadi disetiap negara tidak akan menimbulkan masalah mengingat nilai uang
Lebih terperinciPENGENALAN AKSARA JAWAMENGGUNAKAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ)
PENGENALAN AKSARA JAWAMENGGUNAKAN LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ) Alfa Ceria Agustina (1) Sri Suwarno (2) Umi Proboyekti (3) sswn@ukdw.ac.id othie@ukdw.ac.id Abstraksi Saat ini jaringan saraf tiruan
Lebih terperinciIMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI NILAI KURS JUAL SGD-IDR
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Multimedia 205 STMIK AMIKOM Yogyakarta, 6-8 Februari 205 IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI
Lebih terperinciBAB II NEURAL NETWORK (NN)
BAB II NEURAL NETWORK (NN) 2.1 Neural Network (NN) Secara umum Neural Network (NN) adalah jaringan dari sekelompok unit pemroses kecil yang dimodelkan berdasarkan jaringan syaraf manusia. NN ini merupakan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Analisis adalah kemampuan pemecahan masalah subjek kedalam elemen-elemen konstituen, mencari hubungan-hubungan internal dan diantara elemen-elemen, serta mengatur
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Citra Digital Citra digital dapat didefenisikan sebagai fungsi f(x,y) yaitu dua dimensi, dimana x dan y merupakan koordinat spasial dan f(x,y) disebut dengan intensitas atau
Lebih terperinciVIII.PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST)
VIII.PENGANTAR JARINGAN SYARAF TIRUAN (JST) 3 JARINGAN SYARAF BIOLOGIS (JSB) Otak manusia berisi sekitar 0 sel syaraf (neuron) yang bertugas untuk memproses informasi yang masuk. Tiap sel syaraf dihubungkan
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Forecasting Forecasting (peramalan) adalah seni dan ilmu untuk memperkirakan kejadian di masa yang akan datang. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan data historis dan memproyeksikannya
Lebih terperinciAPLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM PENGHITUNGAN PERSENTASE KEBENARAN KLASIFIKASI PADA KLASIFIKASI JURUSAN SISWA DI SMA N 8 SURAKARTA
APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM PENGHITUNGAN PERSENTASE KEBENARAN KLASIFIKASI PADA KLASIFIKASI JURUSAN SISWA DI SMA N 8 SURAKARTA Pembimbing: Desi Fitria Utami M0103025 Drs. Y. S. Palgunadi, M. Sc
Lebih terperinciANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN
ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN Jasmir, S.Kom, M.Kom Dosen tetap STIKOM Dinamika Bangsa Jambi Abstrak Karyawan atau tenaga kerja adalah bagian
Lebih terperinciPERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN
Feng PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK... 211 PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN Tan
Lebih terperinciBAB II MODEL NEURON DAN ARSITEKTUR JARINGAN
BAB II MODEL NEURON DAN ARSITEKTUR JARINGAN Neuron adalah unit pemroses informasi yang menjadi dasar dalam pengoperasian JST. Neuron terdiri dari 3 elemen: Himpunan unit2 yang dihubungkan dengan jalus
Lebih terperinciNeural Network (NN) Keuntungan penggunaan Neural Network : , terdapat tiga jenis neural network Proses Pembelajaran pada Neural Network
Neural Network (NN) adalah suatu prosesor yang melakukan pendistribusian secara besar-besaran, yang memiliki kecenderungan alami untuk menyimpan suatu pengenalan yang pernah dialaminya, dengan kata lain
Lebih terperinciPENGENAL HURUF TULISAN TANGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE LVQ (LEARNING VECTOR QUANTIZATION) By. Togu Sihombing. Tugas Ujian Sarjana
PENGENAL HURUF TULISAN TANGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN METODE LVQ (LEARNING VECTOR QUANTIZATION) By. Togu Sihombing Tugas Ujian Sarjana. Penjelasan Learning Vector Quantization (LVQ) Learning
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Jaringan Syaraf Biologi Jaringan Syaraf Tiruan merupakan suatu representasi buatan dari otak manusia yang dibuat agar dapat mensimulasikan apa yang dipejalari melalui proses pembelajaran
Lebih terperinciAPLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER PERCEPTRON PADA APLIKASI PRAKIRAAN CUACA
Aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan Multilayer Perceptron (Joni Riadi dan Nurmahaludin) APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER PERCEPTRON PADA APLIKASI PRAKIRAAN CUACA Joni Riadi (1) dan Nurmahaludin
Lebih terperinciBAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK
BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK 2.1 KONSEP DASAR Pada penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teori yang dijadikan acuan untuk menyelesaikan penelitian. Berikut ini teori yang akan digunakan penulis
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Jaringan Syaraf Tiruan Artificial Neural Network atau Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah salah satu cabang dari Artificial Intelligence. JST merupakan suatu sistem pemrosesan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan materi yang mendukung dalam pembahasan evaluasi implementasi sistem informasi akademik berdasarkan pengembangan model fit HOT menggunakan regresi linier
Lebih terperinciJARINGAN SYARAF TIRUAN PREDIKSI PENYAKIT LUDWIG ANGINA
doi: https://doi.org/10.5281/zenodo.1207339 JARINGAN SYARAF TIRUAN PREDIKSI PENYAKIT LUDWIG ANGINA Siti Aisyah (1), Abdi Dharma (2), Mardi Turnip (3) Sistem Informasi Fakultas Teknologi dan Ilmu Komputer
Lebih terperinciIMPLEMENTASI SEGMENTASI CITRA DAN ALGORITMA LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ) DALAM PENGENALAN BENTUK BOTOL
IMPLEMENTASI SEGMENTASI CITRA DAN ALGORITMA LEARNING VECTOR QUANTIZATION (LVQ) DALAM PENGENALAN BENTUK BOTOL Andri STMIK Mikroskil Jl. Thamrin No. 122, 124, 140 Medan 20212 andri@mikroskil.ac.id Abstrak
Lebih terperinciANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKTIVITAS PEGAWAI. Jasmir, S.Kom, M.Kom
ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKTIVITAS PEGAWAI Jasmir, S.Kom, M.Kom Dosen tetap STIKOM Dinamika Bangsa Jambi Abstrak Pegawai atau karyawan merupakan
Lebih terperinciBAB 2 JARINGAN NEURAL SATU LAPIS
BAB 2 JARINGAN NEURAL SATU LAPIS Jaringan neural dapat dilatih untuk melakukan klasifikasi pola. Dalam klasifikasi pola setiap vektor masukan diklasifikasi menjadi anggota atau tidak dari suatu kelas tertentu
Lebih terperinciSATIN Sains dan Teknologi Informasi
SATIN - Sains dan Teknologi Informasi, Vol. 2, No. 1, Juni 2015 SATIN Sains dan Teknologi Informasi journal homepage : http://jurnal.stmik-amik-riau.ac.id Jaringan Syaraf Tiruan untuk Memprediksi Prestasi
Lebih terperinciMuhammad Fahrizal. Mahasiswa Teknik Informatika STMIK Budi Darma Jl. Sisingamangaraja No. 338 Simpanglimun Medan
IMPLEMENTASI JARINGAN SARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI SERVICE KENDARAAN RODA 4 DENGAN METODE BACKPROPAGATION (STUDI KASUS PT. AUTORENT LANCAR SEJAHTERA) Muhammad Fahrizal Mahasiswa Teknik Informatika STMIK
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengklasifikasian merupakan salah satu metode statistika untuk mengelompok atau menglasifikasi suatu data yang disusun secara sistematis. Masalah klasifikasi sering
Lebih terperinciPOSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :
Modifikasi Estimasi Curah Hujan Satelit TRMM Dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan Propagasi Balik Studi Kasus Stasiun Klimatologi Siantan Fanni Aditya 1)2)*, Joko Sampurno 2), Andi Ihwan 2) 1)BMKG Stasiun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otak manusia memiliki struktur yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan yang sangat luar biasa. Otak terdiri dari neuron-neuron dan penghubung yang disebut sinapsis.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perangkat keras komputer berkembang dengan pesat setiap tahunnya selalu sudah ditemukan teknologi yang lebih baru. Meskipun demikian masih banyak hal yang belum dapat
Lebih terperinciIMPLEMENTASI JARINGAN SARAF TIRUAN HAMMING DALAM KASUS PENGENALAN POLA ANGKA DAN HURUF. Oleh : M. Husaini., S.T., M.T Dosen IAIN Bandar Lampung
IMPLEMENTASI JARINGAN SARAF TIRUAN HAMMING DALAM KASUS PENGENALAN POLA ANGKA DAN HURUF Oleh : M. Husaini., S.T., M.T Dosen IAIN Bandar Lampung 1. ABSTRAKSI Jaringan Saraf Tiruan (JST) mempunyai prinsip
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jaringan Saraf Tiruan (JST) Jaringan saraf tiruan pertama kali secara sederhana diperkenalkan oleh McCulloch dan Pitts pada tahun 1943. McCulloch dan Pitts menyimpulkan bahwa
Lebih terperinciPENENTUAN MODEL RETURN HARGA SAHAM DENGAN MULTI LAYER FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA RESILENT BACKPROPAGATION
ISSN: 2339-2541 JURNAL GAUSSIAN, Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016, Halaman 203-209 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian PENENTUAN MODEL RETURN HARGA SAHAM DENGAN MULTI LAYER FEED FORWARD
Lebih terperinciBAB II TEORI DASAR. Gambar 2.1 Anatomi Jantung
4 BAB II TEORI DASAR 2.1. Jantung Jantung merupakan otot tubuh yang bersifat unik karena mempunyai sifat membentuk impuls secara automatis dan berkontraksi ritmis [4], yang berupa dua pompa yang dihubungkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam seperti halnya hewan lain juga tidak terlepas dari serangan penyakit. Antisipasi untuk mencegah dan mengenali gejala penyakit yang berbahaya sangatlah penting.
Lebih terperinciIMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM
IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM Ayu Trimulya 1, Syaifurrahman 2, Fatma Agus Setyaningsih 3 1,3 Jurusan Sistem Komputer, Fakultas MIPA Universitas
Lebih terperinciPERBANDINGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION DAN REGRESI PADA PERAMALAN WAKTU BEBAN PUNCAK
Jurnal POROS TEKNIK, Volume 6, No. 2, Desember 2014 : 55-10 PERBANDINGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION DAN REGRESI PADA PERAMALAN WAKTU BEBAN PUNCAK Nurmahaludin (1) (1) Staff Pengajar Jurusan
Lebih terperinciANALISIS JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION TERHADAP PERAMALAN NILAI TUKAR MATA UANG RUPIAH DAN DOLAR
Jurnal Barekeng Vol. 8 No. Hal. 7 3 (04) ANALISIS JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION TERHADAP PERAMALAN NILAI TUKAR MATA UANG RUPIAH DAN DOLAR Analysis of Backpropagation Artificial Neural Network to
Lebih terperinciAPLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI VOLUME PEMAKAIAN AIR BERSIH DI KOTA PONTIANAK
APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI VOLUME PEMAKAIAN AIR BERSIH DI KOTA PONTIANAK [1] Meishytah Eka Aprilianti, [2] Dedi Triyanto, [3] Ilhamsyah [1] [2] [3] Jurusan Sistem Komputer, Fakultas
Lebih terperinciJaringan Syaraf Tiruan Bidirectional Associative Memory (BAM) Sebagai Identifikasi Pola Sidik jari Manusia
Jurnal Informatika Mulawarman Vol 4 No. 1 Feb 2009 21 Jaringan Syaraf Tiruan Bidirectional Associative Memory (BAM) Sebagai Identifikasi Pola Sidik jari Manusia ZAINAL ARIFIN Program Studi Ilmu Komputer,
Lebih terperinciVOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN :
PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH PRODUKSI AIR MINUM MENGGUNAKAN ALGORITMA BACKPROPAGATION (STUDI KASUS : PDAM TIRTA BUKIT SULAP KOTA LUBUKLINGGAU) Robi Yanto STMIK Bina Nusantara
Lebih terperinciPENGGUNAAN METODE JARINGAN NEURAL PERCEPTRON UNTUK MENGENAL POLA KARAKTER KAPITAL
J. Pilar Sains 6 (2) Juli 2007 Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Riau ISSN 1412-5595 PENGGUNAAN METODE JARINGAN NEURAL PERCEPTRON UNTUK MENGENAL POLA KARAKTER KAPITAL Zaiful Bahri 1 Dosen Program
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 JARINGAN SARAF SECARA BIOLOGIS Jaringan saraf adalah salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak
Lebih terperinciSISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION
SISTEM PENGENALAN BARCODE MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Barcode Rcognition System Using Backpropagation Neural Networks M. Kayadoe, Francis Yuni Rumlawang, Yopi Andry Lesnussa * Jurusan
Lebih terperinciArchitecture Net, Simple Neural Net
Architecture Net, Simple Neural Net 1 Materi 1. Perceptron 2. ADALINE 3. MADALINE 2 Perceptron Perceptron lebih powerful dari Hebb Pembelajaran perceptron mampu menemukan konvergensi terhadap bobot yang
Lebih terperinciAnalisis Jaringan Saraf Tiruan Pengenalan Pola Huruf Hiragana dengan Model Jaringan Perceptron
Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasi ASIA (JITIKA) Vol.11, No.1, Februari 017 ISSN: 085-70X Analisis Jaringan Saraf Tiruan Pengenalan Pola Huruf Hiragana dengan Model Jaringan Perceptron Irfan Ramadhani
Lebih terperinciPERANCANGAN APLIKASI MENGIDENTIFIKASI PENYAKIT MATA DENGAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION
Jurnal Riset Komputer (JURIKOM), Volume : 3, Nomor:, Februari 206 ISSN : 2407-389X PERANCANGAN APLIKASI MENGIDENTIFIKASI PENYAKIT MATA DENGAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION Fahmi Hasobaran Dalimunthe
Lebih terperinciAPLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENJUALAN OBAT Pada PT. METRO ARTHA PRAKARSA MENERAPKAN METODE BACKPROPAGATION
APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI PENJUALAN OBAT Pada PT. METRO ARTHA PRAKARSA MENERAPKAN METODE BACKPROPAGATION Zulkarnain Mahasiswa Teknik Informatika STMIK Budi Darma Jl. Sisingamangaraja
Lebih terperinciAPLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGENALI TULISAN TANGAN HURUF A, B, C, DAN D PADA JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA
APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGENALI TULISAN TANGAN HURUF A, B, C, DAN D PADA JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA (Studi Eksplorasi Pengembangan Pengolahan Lembar Jawaban Ujian Soal Pilihan Ganda di
Lebih terperinciJARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN BACKPROPAGATION UNTUK MENDETEKSI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN BACKPROPAGATION UNTUK MENDETEKSI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA Dahriani Hakim Tanjung STMIK POTENSI UTAMA Jl.K.L.Yos Sudarso Km 6.5 Tanjung Mulia Medan notashapire@gmail.com Abstrak
Lebih terperinciKLASIFIKASI KELAINAN JANTUNG ANAK MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN ALGORITMA BACKPROPAGATION A B S T R A K
KLASIFIKASI KELAINAN JANTUNG ANAK MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN ALGORITMA BACKPROPAGATION Oleh : Gunawan Abdillah, Agus Komarudin, Rachim Suherlan A B S T R A K Kelainan jantung anak merupakan salah
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran untuk penelitian ini seperti pada Gambar 9. Penelitian dibagi dalam empat tahapan yaitu persiapan penelitian, proses pengolahan
Lebih terperinciBAB II DASAR TEORI. 2.1 Meter Air. Gambar 2.1 Meter Air. Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus
BAB II DASAR TEORI 2.1 Meter Air Gambar 2.1 Meter Air Meter air merupakan alat untuk mengukur banyaknya aliran air secara terus menerus melalui sistem kerja peralatan yang dilengkapi dengan unit sensor,
Lebih terperinciSISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE BERBASIS ANDROID MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN
SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE BERBASIS ANDROID MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN Ahyuna 1), Komang Aryasa 2) 1), 2) Jurusan Teknik Informatika, STMIK Dipanegara Makassar 3) Jl. Perintis
Lebih terperinciImplementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series
Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series Oleh: ABD. ROHIM (1206 100 058) Dosen Pembimbing: Prof. Dr. M. Isa Irawan, MT Jurusan Matematika
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Barcode Salah satu obyek pengenalan pola yang bisa dipelajari dan akhirnya dapat dikenali yaitu PIN barcode. PIN barcode yang merupakan kode batang yang berfungsi sebagai personal
Lebih terperinciBACKPROPAGATION NEURAL NETWORK AS A METHOD OF FORECASTING ON CALCULATION INFLATION RATE IN JAKARTA AND SURABAYA
BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK AS A METHOD OF FORECASTING ON CALCULATION INFLATION RATE IN JAKARTA AND SURABAYA Anggi Purnama Undergraduate Program, Computer Science, 2007 Gunadarma Universiy http://www.gunadarma.ac.id
Lebih terperinciMEMPREDIKSI KECERDASAN SISWA MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS ALGORITMA BACKPROPAGATION (STUDI KASUS DI LP3I COURSE CENTER PADANG)
MEMPREDIKSI KECERDASAN SISWA MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BERBASIS ALGORITMA BACKPROPAGATION (STUDI KASUS DI LP3I COURSE CENTER PADANG) R. Ayu Mahessya, S.Kom, M.Kom, Fakultas Ilmu Komputer Universitas
Lebih terperinciJARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN)
JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN) Marihot TP. Manalu Mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, STMIK Budidarma
Lebih terperinciPerbandingan Antara Metode Kohonen Neural Network dengan Metode Learning Vector Quantization Pada Pengenalan Pola Tandatangan
Jurnal Sains & Matematika (JSM) ISSN Kajian 0854-0675 Pustaka Volume14, Nomor 4, Oktober 2006 Kajian Pustaka: 147-153 Perbandingan Antara Metode Kohonen Neural Network dengan Metode Learning Vector Quantization
Lebih terperinciANALISIS PERBANDINGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN REGRESI LINEAR BERGANDA PADA PRAKIRAAN CUACA
ANALISIS PERBANDINGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN REGRESI LINEAR BERGANDA PADA PRAKIRAAN CUACA Nurmahaludin (1) (1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Banjarmasin Ringkasan Kebutuhan
Lebih terperinciKLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati
KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION Dhita Azzahra Pancorowati 1110100053 Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi
Lebih terperinciPREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK
PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK Yudhi Andrian 1, Erlinda Ningsih 2 1 Dosen Teknik Informatika, STMIK Potensi Utama 2 Mahasiswa Sistem Informasi, STMIK
Lebih terperinci