BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Transkripsi

1 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah menempatkan pangan dan penyediaannya sebagai hal yang sangat mendasar. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Salah satu jenis pangan yang menjadi bahan makananan pokok bagi mayoritas penduduk Indonesia adalah beras. Mubyarto (1977) menyatakan bahwa dalam jangka panjang beras akan tetap menjadi pangan pokok penduduk Indonesia, sehingga pertanian padi akan tetap menjadi inti dalam pembangunan pertanian. Pertanian padi memiliki kepentingan ekonomi dan sosial-politik yang besar. Sejumlah besar tenaga kerja bergantung pada pertanian padi sawah. Terkait dengan pertanian padi, aspek kesejahteraan petani menjadi sangat penting seperti halnya peningkatan produksi untuk ketahanan pangan nasional (Rachbini, 2006). Namun, produktivitas petani dan sawah yang rendah menjadi persoalan utama pada lingkup nasional dan regional. Pemerintah pusat harus rutin setiap tahun mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang tidak dapat dicukupi oleh produksi nasional (Harian Kompas 24 Februari 2007). Pemenuhan kebutuhan dasar rakyat Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang, menjadi tergantung pada negara-negara asing. Hal tersebut menunjukkan kerapuhan yang dapat berakibat negatif pada masa mendatang. Kebijakan pemerintah sangat berpengaruh terhadap arah pengembangan sektor pertanian. Dalam hal ini, produksi pangan akan sangat ditentukan oleh kebijakan dan program-program strategis pemerintah dalam mengembangkan faktor-faktor produksi pertanian. Kebijakan pertanian adalah serangkaian tindakan yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan tujuan umum dari kebijakan pertanian adalah memajukan pertanian, mengusahakan agar pertanian menjadi lebih produktif, produksi dan efisiensi produksi naik dan akibatnya tingkat penghidupan petani yang lebih tinggi dan kesejahteraan yang lebih sempurna (Mubyarto, 1995).

2 2 Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa pertanian merupakan sektor strategis yang harus diperhatikan secara serius. Dalam hal ini, pemerintah perlu untuk menyusun kebijakan dan program pengembangan sektor pertanian agar mampu memenuhi kebutuhan domestik serta sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani. Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan beras, peningkatan produksi padi menjadi syarat mutlak seiring dengan bertambahnya permintaan setiap tahun sebagai hasil dari pertambahan penduduk. Fokus perhatian pemerintah dalam hal pemenuhan kebutuhan bahan pangan di tingkat nasional telah ditetapkan, yaitu berupaya mendorong dan mempertahankan swasembada atas lima komoditas pangan : beras, jagung, kedelai, gula dan daging sapi. Khusus mengenai beras, kebijakan pengembangan pertanian padi periode diarahkan untuk mencapai swasembada secara berkelanjutan. Berkaitan dengan hal tersebut, Presiden RI telah memutuskan melalui Sidang Kabinet Terbatas di Departemen Pertanian pada tanggal 8 Januari 2007 untuk melaksanakan Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) mulai tahun Melalui program ini, kenaikan produksi beras harus mencapai minimal sebesar 2 juta ton atau setara dengan 3,5 juta ton gabah dengan kenaikan sekitar 5% dari produksi tahun Program ini tidak hanya tugas Departemen Pertanian, tetapi melibatkan pemerintah daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota (Arahan Umum Menteri Pertanian pada Rapat Koordinasi Percepatan Pembangunan Pertanian Wilayah Kalimantan, Februari 2007). Menurut Hohnholz (1986), produksi padi terkait dengan dua hal pokok, yaitu luas lahan dan intensifikasi pembudidayaan. Luas lahan sawah penting dalam menjamin ketersediaan beras; jika berkurang, produksi beras pun akan berkurang. Sebagaimana diketahui luas lahan sawah secara nasional terus menyusut setiap tahun. Misalnya untuk Pulau Jawa selama kurun waktu 1979 sampai dengan 1999 telah terjadi penyusutan lahan sawah seluas hektare (Irawan, 2001). Akibatnya, produksi beras Pulau Jawa berkurang sebesar 6 % dari total produksi beras nasional pada tahun 2000 sejak tercapainya swasembada beras pada tahun Daerah-daerah yang selama ini dikenal sebagai basis produksi padi terletak di Pulau Jawa. Pada saat Indonesia berhasil mencapai swasembada beras pada tahun 1984, Pulau Jawa berkontribusi sebesar 62 % dari total produksi beras nasional (Ashari, 2003). Sampai saat ini peran Pulau Jawa masih cukup besar, meskipun

3 3 luasnya hanya 7 % dari luas daratan Indonesia, kontribusi Pulau Jawa terhadap produksi beras nasional tidak pernah kurang dari 50 % (Ashari, 2003). Salah satu daerah yang menjadi andalan di Pulau Jawa, khususnya Jawa Barat, dalam produksi pangan adalah Kabupaten Garut. Pada Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2010, Kabupaten Garut diklasifikasikan sebagai salah satu kabupaten unggulan untuk sektor pertanian selain Karawang, Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, Ciamis, Subang, Bogor, dan Indramayu. Sektor pertanian penting dalam struktur perekonomian Kabupaten Garut terutama dalam kontribusi terhadap PDRB dan penyerapan tenaga kerja. Data BPS pada 2005 menyebutkan bahwa kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB senilai Rp 6,81 triliun dari total PDRB sebesar Rp 13,05 triliun atas dasar harga berlaku. Tenaga kerja pada sektor pertanian sebesar 30,85 % dari jumlah penduduk pada tahun Sektor pertanian dapat menjadi basis ekonomi Kabupaten Garut karena memiliki kemampuan untuk mengekspor ke wilayah lain, sehingga sangat potensial untuk dikembangkan. Subsektor yang memiliki daya saing dan potensial untuk menjadi basis ekspor adalah subsektor pertanian tanaman bahan makanan (Muslimansyah, 2006). Salah satu misi pembangunan yang terdapat pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Garut adalah mewujudkan Garut sebagai Daerah Agribisnis dan Agroindustri. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah Kabupaten Garut menyusun kebijakan dan program yang mendukung misi tersebut. Salah satu program yang sedang dijalankan di Kabupaten Garut pada saat ini adalah Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui pencapaian peningkatan sasaran produksi pangan. Peningkatan produksi tanaman pangan, khususnya padi, merupakan salah satu upaya dalam mengatasi persoalan yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Garut. Dominasi sektor pertanian terhadap struktur perekonomian makro Kabupaten Garut membuat program peningkatan produksi padi menjadi kebijakan yang sangat strategis bagi daerah yang bersangkutan. Keberhasilan program tersebut diharapkan mampu meningkatkan produksi pertanian, sehingga turut meningkatkan pendapatan petani dan pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan petani secara umum. Sasaran program tidak hanya sebatas meningkatkan produksi padi, tetapi juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia petani sebagai pelaku utama dalam

4 4 proses produksi pertanian (Pemerintah Daerah Kabupaten Garut, 2001 dan 2006). Sektor pertanian diharapkan akan menghasilkan multiplier effects dengan mendorong perkembangan sektor-sektor lainnya yang kemudian bersama-sama akan meningkatkan intensitas kegiatan ekonomi wilayah. Seiring dengan hal tersebut maka akan terjadi proses pengembangan wilayah. Data dari Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Garut menunjukkan bahwa sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2006, produksi padi Kabupaten Garut tidak mengalami peningkatan. Kondisi ini tentu bertolak belakang dengan tujuan yang ingin dicapai dari Proksi Mantap. Proksi Mantap diduga tidak efektif dalam mencapai tujuan dan sasarannya. Untuk membuktikan dugaan tersebut dan untuk mengetahui sejauh mana keefektifan pelaksanaan Proksi Mantap, maka studi ini diarahkan pada penelitian keefektifan Proksi Mantap di Kabupaten Garut. Mengingat potensi yang dimiliki oleh Kabupaten sebagai daerah unggulan pertanian tanaman pangan, diharapkan hasil evaluasi dapat menjadi bahan rekomendasi untuk pengembangan kebijakan pertanian di Kabupaten Garut. 1.2 Rumusan Persoalan Jika dilihat secara makro (PDRB dan proporsi tenaga kerja), struktur perekonomian Kabupaten Garut masih didominasi oleh sektor pertanian (BPS, 2005). Oleh karena itu, perkembangan sektor pertanian diharapkan menjadi penggerak terciptanya proses pengembangan wilayah Kabupaten Garut. Pertanian tanaman pangan, khususnya padi, menjadi andalan dan potensial untuk berkembang. Upaya mengembangkan sektor pertanian telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Garut melalui pencanangan Proksi Mantap sejak tahun Fokus utama dari Proksi mantap adalah berusaha meningkatkan produksi padi. Peningkatan produksi padi dijadikan sebagai titik tolak kemajuan perekonomian wilayah. Produksi padi meningkat, sehingga pendapatan petani meningkat dan mendorong naiknya tingkat kesejahteraan petani (Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Garut, 2006). Pada kenyataannya, produksi padi Kabupaten Garut selama tahun 2002 sampai dengan 2006 tidak menunjukkan peningkatan (Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Garut). Hal ini menimbulkan dugaan bahwa Proksi Mantap tidak efektif dalam mencapai tujuannya. Pengembangan sektor pertanian padi

5 5 yang menjadi basis ekonomi lokal terancam tidak tercapai jika peningkatan hasil produksi padi stagnan. Dengan potensi Kabupaten Garut sebagai daerah yang memiliki sentra produksi padi hampir di seluruh kecamatan dari total 42 kecamatan yang ada, perlu dievaluasi apakah Proksi Mantap yang selama ini dijalankan telah berjalan dengan baik dan menghasilkan keluaran yang optimal sesuai dengan tujuan dan sasarannya. Evaluasi ini penting sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Garut dalam mengembangkan sektor pertanian melalui pelaksanaan kebijakan yang lebih efektif. Sejalan dengan pendapat dari Patton (1980) bahwa kegiatan evaluasi tidak hanya menjawab pertanyaan apa yang terjadi, mengapa, bagaimana, tetapi juga menjawab apa yang sebaiknya harus dilakukan. Bertolak dari persoalan studi yang telah dikemukakan di atas, maka pertanyaan studi yang diangkat adalah : Sejauh mana keefektifan Proksi Mantap di Kabupaten Garut dan apa rekomendasi untuk meningkatkan keefektifan program sejenis di masa mendatang? 1.3 Tujuan dan Sasaran Studi Tujuan studi ini adalah mengevaluasi keefektifan Proksi Mantap di Kabupaten Garut, sedangkan sasarannya adalah : 1. Mengidentifikasi tujuan dan sasaran Proksi Mantap di Kabupaten Garut berdasarkan kebijakan, peraturan, dan dokumen resmi terkait yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Garut; 2. Menetapkan indikator dan tolok ukur keefektifan Proksi Mantap; 3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keefektifan Proksi Mantap; 4. Merumuskan rekomendasi agar pelaksanaan program sejenis lebih optimal. 1.4 Ruang Lingkup Studi Ruang lingkup studi terdiri atas ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah studi Ruang Lingkup Materi Sumberdaya lokal pertanian wilayah studi adalah pertanian padi. Dasar pemilihan program peningkatan produksi padi sebagai program yang akan dievaluasi karena hingga saat ini padi masih merupakan komoditas yang sangat penting dan strategis mengingat :

6 6 1. Tingginya konsumsi beras Indonesia disertai kenyataan bahwa beras menyangkut penghidupan lebih dari separuh keluarga Indonesia (Rachbini, 2000 dalam Afandi, 2001). Konsumsi beras per kapita per tahun Indonesia secara rata-rata berdasarkan data konsumsi dan produksi beras mencapai 147,8 kilogram (Ellis, 1993 dalam Afandi, 2001). Padahal kebutuhan normal konsumsi beras bagi orang yang makanan pokoknya nasi adalah cukup sekitar 120 kilogran per kapita per tahun (Mears dan Moejono, 1982 dalam Afandi 2001). 2. Beras tidak saja menyangkut kebutuhan konsumen melainkan juga menyangkut kepentingan para petani sebagai produsennya. Menurut International Fund for Agricultural Development (IFAD) ternyata para petani adalah bagian terbesar dari penduduk miskin di Indonesia (Jazairy, Alamgir dan Panuccio, 1992 dalam Afandi, 2001). Studi ini menekankan pada penilaian keefektifan program Proksi Mantap dalam meningkatkan produksi padi di Kabupaten Garut. Keefektifan tidak hanya fokus pada pencapaian angka target produksi padi, tetapi juga proses produksi yang berkelanjutan, sehingga kesejahteraan petani penting untuk dipertimbangkan. Lingkup materi studi meliputi : Kajian literatur mengenai konsep produksi padi dan metoda evaluasi kebijakan; Kajian empirik dengan menganalisis data primer dan sekunder; Evaluasi keefektifan proses produksi di wilayah studi dengan membandingkan antara kondisi yang terjadi di lapangan dan indikator evaluasi Ruang Lingkup Wilayah Wilayah yang akan dijadikan sebagai wilayah studi adalah Kecamatan Karang Pawitan, Kabupaten Garut. Adapun dasar penetapan wilayah studi tersebut adalah sebagai berikut : Kabupaten Garut adalah salah satu daerah unggulan pertanian di Jawa Barat berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Jawa Barat Tahun Subsektor pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan adalah tanaman padi.

7 7 Struktur ekonomi Kabupaten Garut dari tahun ke tahun selalu didominasi oleh sektor pertanian, khususnya tanaman pangan. Dengan komposisi ini, Garut tergolong kabupaten yang berbasis pertanian. Subsektor pertanian yang menjadi andalan Kabupaten Garut, yaitu tanaman pangan, berpeluang dapat lebih mendorong roda perekonomian Garut khususnya. Sesuai dengan arahan kegiatan Proksi Mantap, sejak tahun 2002 sampai dengan 2006 telah dibentuk lima kecamatan yang menjadi pusat pertumbuhan untuk pertanian tanaman pangan di Kabupaten Garut, yaitu Kecamatan Kadungora, Kecamatan Bayongbong, Kecamatan Karang Pawitan, Kecamatan Tarogong Kidul dan Kecamatan Balubur Limbangan. Kelima kecamatan tersebut termasuk dalam kelompok wilayah yang homogen berdasarkan keseragaman karakteristik masing-masing yang dimiliki, sehingga dimasukkan dalam cluster IV (RPJMD Kabupaten Garut Tahun 2009). Keseragaman karakteristik yang dimaksud adalah aktivitas perdagangan dan jasa telah berkembang dengan baik, sehingga laju pertumbuhan ekonominya relatif berjalan dengan cepat. Wilayah ini memiliki komoditas unggulan dalam bidang pertanian, peternakan dan perikanan. Permasalahan pada kelompok wilayah ini adalah dukungan akses transportasi dinilai kurang memadai. Kecamatan Karang Pawitan yang dipilih sebagai wilayah studi karena telah ditetapkan sebagai daerah percontohan untuk pengembangan pusat pertumbuhan pertanian padi, termasuk dalam kecamatan penghasil padi tertinggi di Kabupaten Garut. Kecamatan-kecamatan lain (Kecamatan Kadungora, Kecamatan Bayongbong, Kecamatan Tarogong Kidul dan Kecamatan Balubur Limbangan) berada dalam cluster yang sama dengan Kecamatan Karang Pawitan. Kecamatan Karang Pawitan dapat merepresentasikan cluster tersebut dan memenuhi kriteria sebagai wilayah studi sesuai tujuan yang hendak dicapai dalam studi ini. Desa di Kecamatan Karang Pawitan tidak seluruhnya melaksanakan kegiatan dalam rancang bangun program. Oleh karena itu, pendekatan dasar evaluasi yang digunakan adalah membandingkan antara desa yang melaksanakan program secara penuh dan daerah yang tidak melaksanakannya (with and without comparison). Desa

8 8 yang melaksanakan program secara penuh dan dijadikan sebagai objek adalah Situjaya, sedangkan pembandingnya adalah Desa Situsari. Karakteristik kedua desa memiliki kesamaan antara lain merupakan daerah sentra produksi padi sawah, mayoritas penduduk bekerja sebagai petani (80% rumah tangga kedua desa tersebut adalah rumah tangga tani) dan memiliki kondisi fisik yang relatif sama (topografi berupa dataran dan guna lahan bercorak perdesaan). Sedangkan untuk periode waktu yang dijadikan sebagai titik pengamatan adalah musim tanam tahun 2001 dan tahun Pengamatan pada kedua titik waktu yang berbeda tersebut bertujuan untuk mengetahui perbedaan kondisi objek studi sebelum pelaksanaan program dan setelah pelaksanaan program. Pendekatan yang digunakan adalah before and after comparison. Kedua pendekatan yang disebutkan di atas dikombinasikan agar menghasilkan gambaran tentang pengaruh pelaksanaan Proksi Mantap dengan lebih jelas. Penjelasan lebih rinci mengenai pendekatan yang digunakan dalam studi ini akan dipaparkan pada bahasan metoda analisis pada Subbab 1.5.3

9 9

10 Metoda Penelitian Kajian yang dilakukan bersifat deskriptif. Dalam hal ini Proksi Mantap dievaluasi agar dapat diketahui sampai sejauh mana keefektifannya dalam mencapai tujuan dan sasaran program berdasarkan indikator dan tolok ukur penilaian tertentu. Dunn (1994) menyatakan bahwa suatu kebijakan dapat dikatakan efektif apabila tujuan kebijakan tersebut dapat tercapai. Selain itu, keefektifan dapat ditinjau dari segi proses dan produk. Untuk menilai keefektifan Proksi Mantap, dilakukan evaluasi terhadap ketercapaian sasaran-sasaran program yang diinginkan. Dengan demikian, evaluasi keefektifan yang dilakukan dalam penelitian ini lebih menekankan pada evaluasi by product. Agar dapat mencapai tujuan dan sasaran studi, pengumpulan data dan metoda analisis data yang dilakukan adalah sebagai berikut Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri atas dua jenis, yaitu data sekunder dan data primer. 1. Data sekunder dikumpulkan dari beberapa instansi pemerintah terkait, yaitu : Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian Republik Indonesia, Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jawa Barat, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Garut, Kantor Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian dan Ketahanan Pangan, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Garut. Data yang diperoleh antara lain : gambaran umum wilayah, arahan kebijakan pemerintah pusat dan Pemda Garut dalam pengembangan pertanian padi, RTRW Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Garut, Renstra dan RPJMD Kabupaten Garut, kependudukan, tenaga kerja, infrastruktur wilayah, serta produksi padi Kabupaten Garut. 2. Data primer diperoleh melalui dua tahap, yaitu : Pada tahap pertama dilakukan wawancara semi terstruktur kepada responden yang memiliki pengetahuan tentang pertanian padi di Kabupaten Garut. Hal ini dilakukan untuk menemukenali pertanian padi secara makro dan arah kebijakan pengembangan pertanian padi di Kabupaten Garut. Narasumber yang dipilih berasal dari kalangan pejabat dari dinas terkait dan petani.

11 11 TABEL I.1 DAFTAR NARASUMBER WAWANCARA Nama Lembaga Jabatan Yudi Hernawan Kantor Pengembangan SDM Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Garut Kasie Pengembangan SDM Oking H. Kantor Pengembangan SDM Pertanian dan Kasie Tata Usaha Ketahanan Pangan Kabupaten Garut Sri Hartati Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kabupaten Garut Staf Bidang Padi dan Palawija Endang Kontak Tani Nelayan Andalan Kabupaten Garut Ketua Solihin Ade S. Gabungan Kelompok Tani Kecamatan Karang Ketua Pawitan, Kabupaten Garut Wawan Dani Petani di Kecamatan Karang Pawitan, Kab. Garut - Pada tahap ke-2 dilakukan penyebaran kuesioner. Objek dari kuesioner adalah petani di Desa Situjaya dan Situsari, Kecamatan Karang Pawitan. Survei ini bertujuan untuk menilai keefektifan program berdasarkan indikator-indikator yang ditetapkan. Selain itu juga dimaksudkan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keefektifan program Pengambilan Sampel Pengambilan sampel yang dilakukan pada studi ini digunakan untuk mengetahui: 1. Proses produksi padi dan arah kebijakan pertanian tanaman pangan secara umum di Kabupaten Garut. 2. Pelaksanaan proses produksi secara mikro, hasil yang dicapai dengan adanya intervensi program serta faktor-faktor yang mendukung dan/atau menghambat keefektifan program. Sampel yang dipilih (lihat Tabel I.1) merupakan hasil dari purposive sampling, yaitu suatu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu yang dimaksud adalah peran atau posisi yang sedang diemban

12 12 oleh responden sehingga sampel mampu dan kredibel dalam pertanyaan yang diajukan. Penentuan jumlah sampel tidak ditentukan, melainkan berdasarkan pertimbangan kecukupan informasi atau redundancy (data telah jenuh sehingga penambahan sampel tidak akan memberikan informasi yang baru) (Budiyanto dan Yuniarto, 2006). Teknik sampling yang digunakan untuk pengambilan sampel pengisi kuesioner (petani) adalah teknik gugus bertahap. Teknik ini dapat digunakan untuk populasi yang letaknya sangat tersebar sehingga sulit untuk mendapatkan kerangka sampel dari semua unsur-unsur yang terdapat dalam populasi tersebut. Tahap pengambilan sampel meliputi : i. Penentuan populasi dari desa yang terpilih. Populasi yang dipilih adalah rumah tangga tani. Dari 11 desa dan 1 kelurahan yang memenuhi kriteria sebagai wilayah studi, dipilih dua desa sentra produksi padi. Desa yang terpilih adalah Desa Situjaya dan Desa Situsari. Desa Situjaya mewakili desa program, yaitu desa yang melaksanakan program secara keseluruhan, sedangkan Desa Situsari mewakili desa nonprogram, yaitu desa yang tidak melaksanakan kegiatan program, untuk diperbandingkan satu sama lain. Berdasarkan data Potensi Desa Kabupaten Garut Tahun 2005, diketahui bahwa populasi untuk Desa Situjaya sebanyak 585 keluarga tani. Sedangkan populasi untuk Desa Situsari adalah 577 keluarga tani. ii. Penentuan jumlah sampel dari populasi. Dari jumlah populasi keluarga tani di desa-desa terpilih, ditentukan jumlah sampel yang akan dipilih melalui random sampling. Dengan demikian jumlah sampel yang diambil, dengan menggunakan rumus Slovin (dalam Sitanggang, 2002) adalah : n = N/{(N.d²) + 1} n = jumlah sampel minimum N = populasi dari dua desa d = tingkat reabilitas (100% - d = tingkat kepercayaan) Dengan tingkat kepercayaan sebesar 83%, maka d = 17% Jumlah sampel untuk Desa Situjaya adalah : 585/{(585.17%²)+1} = 32,67 sampel. Jumlah sampel untuk Desa Situsari adalah : 577/ {(577.17%²)+1 = 32,22 sampel.

13 13 Pada saat pelaksanaan survei, jumlah responden yang diambil sebanyak 35 petani untuk masing-masing desa, sehingga jumlah total sampel adalah 70 petani. Jumlah sampel tersebut telah memenuhi jumlah minimal sampel yang harus diambil dari populasi sebagaimana hasil perhitungan tersebut Analisis Pendekatan dasar evaluasi yang digunakan meliputi (Purdon, Lessof, Woodfield, and Bryson. Research Methods for Policy Evaluation, 2001) : Pendekatan before and after comparison, yaitu membandingkan kondisi objek yang diteliti sebelum dan setelah pelaksanaan program untuk melihat perbedaan pengukuran (difference measurements) antara kedua titik waktu tersebut. In a standard before-after study, outcomes will be measured on the population eligible for a programme both before the programme is implemented and after. The difference between the before and after measurements is taken to be the impact of the policy. (In this instance, the before or baseline measurements act as the control measurements.) Typically outcomes are measured at just one point in time before programme implementation and at one point in time after implementation. (Purdon dkk, 2001) Proksi Mantap sendiri dimulai sejak tahun 2002, sehingga kondisi yang dibandingkan adalah pada tahun 2001 dan tahun Before and after comparison sering digunakan sebagai tambahan (supplement) bagi pendekatan evaluasi lainnya. Pendekatan with and without comparison, yaitu membandingkan kondisi dua objek yang mendapat perlakuan berbeda. Perlakuan yang dimaksud adalah ada atau tidak adanya intervensi program. Satu objek yang mendapat perlakuan/intervensi tertentu dari kegiatan-kegiatan program dibandingkan dengan objek lain yang tidak mendapat perlakuan program sebagai kontrol atau pembanding. Purdon dkk (2001) juga menyatakan bahwa kedua pendekatan di atas dapat dikombinasikan dan menghasilkan gambaran tentang dampak pelaksanaan kebijakan

14 14 dengan lebih baik. Hasil kombinasi dari kedua pendekatan tersebut dikenal dengan pendekatan difference-in-differences. two groups are compared both before and after a programme or policy is implemented. Typically the two groups will be participants and non-participants from the same eligible population, but the two groups could be the eligible population and some other population (which might be the eligible population from a control area). In all cases, one group represents the intervention group and the second is the control group. The idea behind the approach is that two measures of change over time (i.e. differences ) are calculated - one for the intervention group and one for the control group. The difference for the control group gives an estimate of the change over time that would have happened if the programme had not been introduced (i.e. it measures natural change). The difference for the intervention group is a measure of this natural change plus change due to the introduction of the programme. the difference between the intervention and control group after the implementation of the policy minus the difference between the groups before the intervention of the policy. (Purdon dkk, 2001) Tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Mengkaji dokumen-dokumen formal program peningkatan produksi padi untuk memahami tujuan dan sasaran yang hendak dicapai melalui pelaksanaan program, serta memahami operasionalisasi pelaksanaannya di lapangan, 2. Menetapkan indikator dan tolok ukur penilaian dari hasil kajian dokumen program dan dilengkapi dengan konsep pertanian padi dari hasil kajian literatur, sehingga tersusun indikator dan tolok ukur keefektifan program dalam mencapai tujuan dan sasarannya, 3. Mengidentifikasi proses dan hasil pelaksanaan program di lapangan sebagai bahan untuk penilaian keefektifan program, 4. Mengevaluasi keefektifan program berdasarkan ketercapaian indikator dan tolok ukur yang telah ditetapkan sebelumnya serta mengidentifikasi faktorfaktor yang turut mempengaruhinya, baik faktor yang menghambat maupun faktor yang mendukung keefektifan program.

15 15 Metoda analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah metoda kuantitatif dan kualitatif. Teknik analisis kuantitatif digunakan sebagai alat untuk mendeskripsikan secara proporsional data primer dari hasil perolehan survei. Sedangkan untuk menganalisis data primer hasil wawancara digunakan metoda kualitatif. Metoda kualitatif akan memberikan kesempatan bagi peneliti untuk menemukan persoalan secara mendalam dan detail (Patton, 1986). 1.6 Sistematika Pembahasan Studi ini dibagi dalam beberapa bagian dan disistematisasikan sebagai berikut: BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini membahas mengenai peranan pertanian dalam pengembangan wilayah, tinjauan teori tentang metoda evaluasi dan indikator dalam penilaian keefektifan program peningkatan produksi padi. BAB 3 GAMBARAN UMUM PERTANIAN PADI KABUPATEN GARUT Bab ini membahas gambaran umum pertanian padi di Kabupaten Garut, khususnya menyangkut proses produksi, arah kebijakan dan mekanisme pelaksanaan program di lapangan. BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini membahas tentang penilaian keefektifan program peningkatan produksi padi di Kabupaten Garut berdasarkan tingkat ketercapaian indikator-indikator keefektifannya dan identifikasi faktor pendukung serta penghambat keberhasilan program. BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada Bab 5 ini terdapat kesimpulan dari hasil studi yang telah dilakukan dan rekomendasi sebagai masukan dalam pelaksanaan program peningkatan produksi padi di Kabupaten Garut.

16 16 GAMBAR 1.2 KERANGKA PEMIKIRAN STUDI Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah andalan sektor pertanian di Jawa Barat berdasarkan RTRW Jabar Tahun 2011, khususnya subsektor tanaman pangan Pencanangan program peningkatan produksi padi di Kabupaten Garut (Proksi Mantap) Latar belakang studi Produksi padi tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan sejak awal implementasi Proksi Mantap. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa Proksi Mantap tidak berjalan secara efektif Rumusan Persoalan Belum dilakukan evaluasi keefektifan Proksi Mantap agar menjadi masukan dalam pelaksanaan program sejenis Mengevaluasi keefektifan Proksi Mantap di Kabupaten Garut Tujuan Studi Penentuan indikator beserta tolok ukur penilaian Studi literatur dan dokumen program Membandingkan antara indikator dan tolok ukur dengan kondisi di lapangan sebelum implementasi program dan setelah implementasi program (before and after comparison) di desa program dan desa nonprogram (with and without comparison) untuk menilai keefektifan program Metoda analisis deskriptif Kajian faktor yang mempengaruhi keefektifan Proksi Mantap Statistik deskriptif dan analisis kualitatif Analisis Keefektifan Proksi Mantap dalam mencapai tujuan dan sasarannya Faktor yang mempengaruhi keefektifan program Temuan Studi Kesimpulan dan Rekomendasi

17 17

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kekayaan sumber daya alam dalam bidang pertanian merupakan keunggulan yang dimiliki Indonesia dan perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan rakyat. Pertanian merupakan aset

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas perekonomian di suatu wilayah akan menyebabkan semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan bagian pokok didalam kehidupan dimana dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan pemenuhan sandang, pangan, maupun papan yang harus

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih 1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum dan khususnya program pembangunan bidang pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

PRODUKSI PANGAN INDONESIA 65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM AKSI MASYARAKAT AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN (PROKSI MANTAP) DI KABUPATEN GARUT TUGAS AKHIR. Oleh : YUSMAN PERMADI

EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM AKSI MASYARAKAT AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN (PROKSI MANTAP) DI KABUPATEN GARUT TUGAS AKHIR. Oleh : YUSMAN PERMADI EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM AKSI MASYARAKAT AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN (PROKSI MANTAP) DI KABUPATEN GARUT TUGAS AKHIR Oleh : YUSMAN PERMADI 15402041 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR,

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Subsektor hortikultura merupakan bagian dari sektor pertanian yang mempunyai peran penting dalam menunjang peningkatan perekonomian nasional dewasa ini. Subsektor ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang DINAS PETERNAKAN PROV.KALTIM 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Administratif Provinsi Kalimantan Timur terdiri atas 14 Kabupaten/Kota, namun sejak tgl 25 April 2013 telah dikukuhkan Daerah

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI

RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI SETIADI DJOHAR IDQAN FAHMI RINGKASAN EKSEKUTIF HENNY NURLIANI, 2005. Strategi Pengembangan Agribisnis dalam Pembangunan Daerah Kota Bogor. Di bawah bimbingan SETIADI DJOHAR dan IDQAN FAHMI. Sektor pertanian bukan merupakan sektor

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 18 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan bagian dari pembangunan ekonomi Nasional yang bertumpu pada upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011]

BAB I. PENDAHULUAN. Tahun. Pusat Statistik 2011.htpp://www.BPS.go.id/ind/pdffiles/pdf [Diakses Tanggal 9 Juli 2011] BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sumber mata pencaharian masyarakat Indonesia. Sektor pertanian yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan merupakan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Saat ini pelaksanaan pembangunan pertanian di tingkat petani umumnya masih bersifat parsial (per sub sektor). Sebagai contoh, lahan sawah masih dipandang sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan. Globalisasi dan liberasi

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS)

PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) BAB II PENCAPAIAN SURPLUS 10 JUTA TON BERAS PADA TAHUN 2014 DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMICS) Agung Prabowo, Hendriadi A, Hermanto, Yudhistira N, Agus Somantri, Nurjaman dan Zuziana S

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 I. LATAR BELAKANG Peraturan Presiden No.83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan menetapkan bahwa Dewan Ketahanan Pangan (DKP) mengadakan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat. Pertambahan penduduk ini menjadi ancaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia yang memberikan energi dan zat gizi yang tinggi. Beras sebagai komoditas pangan pokok dikonsumsi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special product) dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROV. SULAWESI TENGAH 2016 PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS DALAM MENGAKSELERASI PROGRAM PANGAN BERKELANJUTAN DAN PENINGKATAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dan beragam, mulai dari sumberdaya yang dapat diperbaharui

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dan beragam, mulai dari sumberdaya yang dapat diperbaharui 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki potensi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan yang sangat besar dan beragam, mulai dari sumberdaya yang dapat diperbaharui seperti

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan ).

PENDAHULUAN. (Rencana Aksi Pemantapan Ketahanan Pangan ). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya dibentuk berdasarkan pada Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya nomor 8 tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN 2019-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA Jl. PEMBANGUNAN NO. 183 GARUT

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 5.1. Kondisi Geografis V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50 Lintang Selatan dan 104 o 48-108 o 48 Bujur Timur, dengan batas wilayah

Lebih terperinci

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI :

JURIDIKTI, Vol. 6 No. 1, April ISSN LIPI : Identifikasi Dan Pengembangan Komoditi Pangan Unggulan di Humbang Hasundutan Dalam Mendukung Ketersediaan Pangan Berkelanjutan Hotden Leonardo Nainggolan Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko. RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, 2005. Analisis Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan Agribisnis di Kabupaten Dompu Propinsi Nusa Tenggara Barat. Di Bawah bimbingan E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang

I. PENDAHULUAN. tani, juga merupakan salah satu faktor penting yang mengkondisikan. oleh pendapatan rumah tangga yang dimiliki, terutama bagi yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian sebagai sektor primer memiliki kewajiban untuk memberikan kontribusi secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rumah tangga tani.

Lebih terperinci

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8% VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh pada Tabel 16 menunjukkan bahwa model yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor

I. PENDAHULUAN. berkaitan dengan sektor-sektor lain karena sektor pertanian merupakan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang memiliki peran besar dalam perekonomian di Indonesia. Hal ini dikarenakan pertanian merupakan penghasil bahan makanan yang dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah.

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah. Sektor pertanian sampai

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

Seuntai Kata. Denpasar, November 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Ir. I Gde Suarsa, M.Si.

Seuntai Kata. Denpasar, November 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Ir. I Gde Suarsa, M.Si. Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada

Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada 47 Produksi Padi Tahun 2005 Mencapai Swasembada Abstrak Berdasarkan data resmi BPS, produksi beras tahun 2005 sebesar 31.669.630 ton dan permintaan sebesar 31.653.336 ton, sehingga tahun 2005 terdapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perolehan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia agar dapat hidup secara berkualitas. Oleh karena itu hak atas kecukupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih

I. PENDAHULUAN. utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih menggantungkan hidupnya pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah

BAB I PENDAHULUAN. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang penting dalam membentuk Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya. Sektor pertanian telah memberikan kontribusi

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan,

I.PENDAHULUAN Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan, I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada Pembangunan Jangka Panjang Kedua (PJP II) yang sedang berjalan, khususnya dalam Repelita VI, sektor pertanian masih mempunyai peranan strategis, yaitu sebagai sumber

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian merupakan basis utama perekonomian nasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat

Lebih terperinci

Identifikasi Potensi Agribisnis Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk Untuk Meningkatkan Ekonomi Wilayah

Identifikasi Potensi Agribisnis Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk Untuk Meningkatkan Ekonomi Wilayah JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Identifikasi Potensi Agribisnis Bawang Merah di Kabupaten Nganjuk Untuk Meningkatkan Ekonomi Wilayah Ani Satul Fitriyati dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom baru yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan, I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh setiap negara di dunia. Sektor pertanian salah satu sektor lapangan usaha yang selalu diindentikan dengan kemiskinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cocok dan mendukung untuk digunakan dalam budidaya tanaman, khususnya

BAB 1 PENDAHULUAN. cocok dan mendukung untuk digunakan dalam budidaya tanaman, khususnya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan Geografis Indonesia termasuk Jawa Tengah yang merupakan wilayah tropis, beriklim basah, serta berada diwilayah khatulistiwa sangat cocok dan mendukung

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK Peneliti : Dewi Prihatini 1) mahasiswa yang terlibat : -

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian adalah bagian dari pembangunan ekonomi yang berupaya dalam mempertahankan peran dan kontribusi yang besar dari sektor pertanian terhadap pembangunan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh)

Lebih terperinci

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH Joko Sutrisno 1, Sugihardjo 2 dan Umi Barokah 3 1,2,3 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang 56 BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN A. Letak Wilayah dan Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 Lintang selatan dan 104 48-108 48 Bujur Timur, dengan luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang sangat strategis terutama dalam penyediaan pangan, penyediaan bahan baku industri, peningkatan ekspor dan devisa negara,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang hal-hal yang mendasari penelitian diantaranya yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) No. 13/12/Th. VII, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 29.083 RUMAH TANGGA, TURUN 36,17 PERSEN DARI TAHUN 2003 Jumlah rumah tangga usaha

Lebih terperinci

Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai Rabu, 07 Juli 2010

Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai Rabu, 07 Juli 2010 Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai Rabu, 07 Juli 2010 Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Rusman Heriawan memperingatkan adanya penyusutan luas panen lahan padi nasional. Tahun ini saja

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN Oleh : Sumaryanto Muhammad H. Sawit Bambang Irawan Adi Setiyanto Jefferson Situmorang Muhammad Suryadi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 45 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi Administrasi Secara geografis, Kabupaten Garut meliputi luasan 306.519 ha yang terletak diantara 6 57 34-7 44 57 Lintang Selatan dan 107 24 3-108 24 34 Bujur Timur.

Lebih terperinci

METODOLOGI. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 37

METODOLOGI. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 37 Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 37 Penyusunan Master Plan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Timur meliputi beberapa tahapan kegiatan utama, yaitu : 1) Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Garam merupakan komoditas vital yang berperan penting dalam kehidupan sehari-hari untuk dikonsumsi maupun untuk kegiatan industri. Permintaan garam terus meningkat seiring

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 DKI JAKARTA (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 DKI JAKARTA (ANGKA TETAP) BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI DKI JAKARTA No. 57/12/31 Th. XV, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 DKI JAKARTA (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 8.611 RUMAH TANGGA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia

I. PENDAHULUAN. bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian petani. Meskipun Indonesia negara agraris namun Indonesia belum mampu memenuhi kebutuhan bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci