BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi bencana alam yang cukup besar. Indonesia yang terdiri atas beribu pulau dan sebagian besar daerahnya berupa lautan sangat berpotensi untuk terpengaruh pergerakan lempengan-lempengan besar dunia sehingga bencana alam gempa bumi seringkali terjadi di berbagai daerah Indonesia. Di sisi lain, Indonesia juga terletak pada sabuk pegunungan berapi dunia sehingga sebagian besar gunung yang ada di Indonesia merupakan gunung berapi yang aktif setiap waktu. Oleh karena alasan terakhir tersebut, kejadian meletusnya gunung-gunung berapi di Indonesia hampir sering terjadi sepanjang tahun. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki gunung api teraktif di dunia, yaitu gunung merapi. Hampir setiap tahun gunung merapi ini mengeluarkan laharnya, baik dengan intensitas rendah, sedang, maupun tinggi. Kejadian terbaru di Bulan November 2010, gunung merapi meletus dengan mengeluarkan laharnya dan materialmaterial panasnya berupa awan panas yang dapat menyapu segala bentuk kehidupan dengan kecepatan tinggi pada daerah yang dilaluinya. Keberadaan gunung merapi di bagian Utara DIY dan berbatasan dengan Jawa Tengah ini memiliki dilema tersendiri karena berhubungan dengan keberlanjutan kehidupan masyarakat di sekitarnya. Kejadian meletusnya gunung merapi merupakan fenomena alam yang tidak dapat kita prediksi secara cepat dan tepat. Bagi masyarakat sekitar gunung merapi, kejadian-kejadian alam seperti itu seringkali dianggap memilik hal-hal yang bernuansa mistis. Kejadian meletusnya gunung merapi yang memakan korban manusia telah membuka mata dan pikiran masyarakat lereng merapi. Tingkat bahaya yang sangat besar apabila terjadi gunung meletus telah banyak disadari oleh masyarakat sehingga mereka menjadi lebih paham akan pentingnya penyelematan diri dan keluarga ketika gunung merapi akan memuntahkan lahar dan awan panasnya. 1

2 Kejadian mengerikan itu sangat mungkin akan membekas secara mendalam pada semua orang yang berada di daerah rawan bencana gunung merapi. Lebih mengkhawatirkan lagi, kejadian tersebut tentu membekas pada anak-anak, sehingga banyak anak-anak korban erupsi merapa mengalami trauma pasca bencana. Ketakutan yang mengakibatkan trauma bila melihat laut karena tsunami, merasakan gempa bumi dan sebagainya bisa berakar hingga menjadi trauma mendalam. Anak-anak lebih mudah mengalami trauma karena pandangan mereka tentang bencana jauh berbeda dengan orang dewasa. Hal inilah yang bisa mempengaruhi mental anak-anak (Kidnesia, 2010). Trauma terhadap bencana pada anak-anak dapat menimbulkan dampak masalah psikologis pada perkembangan jiwa mereka. Kehilangan kesenangan bermain, harta benda, dan bahkan orang yang dicintai telah membawa anakanak pada guncangan jiwa yang mendadak. Mencegah terjadinya gangguan perkembangan kejiwaan akibat ketakutan yang sangat, akibat pengalaman bencana tersebut maka sangat diperlukan pemulihan trauma pasca bencana. Penelitian yang dilakukan Soni Nopembri, dkk (2011) menemukan bahwa stress anak-anak pasca bencana erupsi merapi berada pada tingkat sedang sebanyak 86,36 %, sedangkan tingkat tinggi hanya 4,55 %, dan tingkat rendah, 9,09%. Hal ini diperlukan kegiatan pemulihan Pemulihan trauma pasca bencana pada anak-anak mutlak diperlukan untuk mengembalikan semangat dan keceraiaan mereka terutama dalam menjalani kegiatan-kegiatan yang penting bagi kehidupannya kelak. Berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga sudah banyak memberikan bantuan, baik dalam bentuk material maupuan psikologis. Akan tetapi, bantuan yang diberikan terhadap upaya pemulihan trauma pasca bencana pada anakanak belum banyak dilakukan dikarenakan program pemulihan yang belum memiliki konsep jelas dalam pelaksanaanya. Olahraga sebagai sebuah bentuk khusus dari aktivitas manusia yang lebih menekankan pada gerak manusia secara utuh dapat dijadikan sebagai wahana dalam upaya pemulihan trauma pasca bencana pada anak-anak korban bencana. Olahraga memiliki dampak yang signifikan dalam pengembangan 2

3 manusia, baik secara fisik maupun psikologis. Berbagai penelitian sudah membuktikan bahwa olahraga secara signifikan dapat memberikan dampak pada perubahan psikologis dan sosial seseorang. Seperti yang diungkapkan oleh Coakley (2001:2) menekankan bahwa sports are more than just games and meets; they are also social phenomena that have meanings that go far beyond scores and performance statistic. Oleh karena itu, olahraga dapat memberikan konstribusi pada pemulihan psikologis dan sosial manusia. B. Landasan Teori 1. Stress Traumatis Pasca Bencana Secara sederhana, trauma berarti luka atau kekagetan (syok/shock). Penyebab trauma adalah peristiwa yang sangat menekan, terjadi secara tibatiba dan di luar kontrol/kendali seseorang, bahkan seringkali membahayakan kehidupan atau mengancam jiwa (Irma S. Martam, 2009). Peristiwa ini begitu mengagetkan, menyakitkan dan melebihi situasi stress yang dialami sehari-hari. Peristiwa ini dinamakan sebagai peristiwa traumatis. Ciri-ciri peristiwa traumatis (Irma S. Martam, 2009) adalah : a. Terjadi secara tiba-tiba. b. Mengerikan, menimbulkan perasaan takut yang amat sangat. c. Mengancam keutuhan fisik maupun mental. d. Dapat menimbulkan dampak fisik, pikiran, perasaan, dan perilaku yang amat membekas bagi mereka yang mengalami ataupun yang menyaksikan. Bencana alam seperti gunung meletus jelas merupakan peristiwa traumatis, karena tidak pernah ada yang bisa meramalkan kapan akan datang dan menimbukan perasaan takut dan mengerikan, sehingga dapat menimbukan trauma bagi yang mengalaminya. Kondisi seperti stres yang kita rasakan setelah munculnya peristiwa traumatis disebut sebagai stres traumatis. Kondisi inilah yang biasa kita kenal sebagai trauma. 3

4 Gejala trauma sebenarnya dapat juga dialami oleh orang yang tidak mengalami langsung peristiwa traumatis. Misalnya, seseorang yang menonton berita bencana secara terus menerus (Irma S. Martam, 2009). Ia kemudian menjadi sulit tidur, mengalami rasa takut dan waspada berlebihan. Hal semacam ini disebut sebagai trauma sekunder, yaitu stres traumatis yang dialami oleh orang yang tidak mengalami secara langsung. Sesungguhnya setiap manusia, memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah dan menyesuaikan diri terhadap masalah, termasuk dalam menghadapi peristiwa traumatis. Akan tetapi, berbeda dengan stres sehari-hari yang umumnya lebih mudah ditangani, trauma bila tidak segera ditangani dengan baik akan mempengaruhi aktivitas kita dan sangat mengganggu. Seperti telah disebutkan sebelumnya, peristiwa traumatis adalah peristiwa yang sangat mengagetkan, menyakitkan, bahkan mengancam keselamatan jiwa. Oleh karenanya, amatlah wajar jika segera atau beberapa lama setelah mengalami peristiwa tersebut kita mengalami sulit tidur, selalu terbayang peristiwa tersebut, sangat takut, atau menghindari tempat kejadian. Siapapun orangnya, sekuat dan sehebat apapun dia, biasanya akan menunjukkan respon tertentu. Respon yang muncul mungkin berbeda-beda bagi tiap orang, namun umumnya respon yang muncul (Irma S. Martam, 2009) adalah: a. Memiliki ingatan atau bayangan yang sulit dilupakan, seperti mencengkeram, atau ingatan lainnya tentang traumanya. Merasakan peristiwa seperti terjadi lagi (flashback). b. Merasa terganggu bila diingatkan, atau teringat peristiwa c. Traumatis karena sesuatu yang dilihat, didengar, dirasakan, atau diciumnya. d. Ketakutan, merasa kembali berada dalam bahaya e. Kesulitan mengendalikan perasaan karena tidak mampu f. mengendalikan ingatan tentang peristiwa traumatis. 4

5 Selain respon-respon tersebut, kita mungkin akan mengalami perubahan perasaan ataupun perilaku. Perubahan perasaan yang mungkin dialami antara lain: a. Cepat sedih b. Cepat marah c. Ingin menangis d. Merasa bersalah e. Merasa tidak berdaya f. Suasana hati tidak menentu atau mudah berubah g. Merasa tidak dipahami oleh orang-orang disekitarnya Sementara perubahan perilaku yang mungkin terjadi antara lain: Lebih banyak menyendiri, Gemetar, Tidak mau keluar rumah, Mudah tersinggung, Mengalami gangguan tidur, seperti: sering mimpi buruk, susah tidur atau justru terlalu banyak tidur, Gelisah, Kewaspadaan berlebih, sangat ingin menjaga dan melindungi diri, Mengalami gangguan makan, seperti : mual, muntah, tidak mau makan, atau justru terlalu banyak makan, Mudah merasa was-was, Tiba-tiba dicekam bayangan menakutkan, Sulit berkonsentrasi atau berpikir jernih, Badan sering terasa lemas dan keluar keringat dingin, Sesak napas. Biasanya perubahan perilaku maupun perasaan tersebut akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu. Namun, kita perlu mewaspadai apabila perubahan tersebut dirasakan lebih dari 6-8 minggu dan mengganggu kehidupan kita sehari-hari. Dampak yang dialami mungkin lebih besar daripada yang kita bayangkan. Jika memungkinkan, segeralah mencari bantuan ke ahli (psikolog atau psikiater). Apabila tidak tersedia, bisa bercerita kepada pendamping, keluarga atau teman. Yang perlu diingat, trauma bukanlah miring atau tidak waras. Gejala trauma wajar dan bisa dialami oleh siapapun, segera atau beberapa lama setelah mengalami peristiwa sulit. Kejadian psikologis yang sering ditemukan pada para korban bencana alam adalah Posttraumatic Stress Disorder (PTSD). Keadaan ini 5

6 terjadi pada orang-orang yang pernah mengalami suatu peristiwa tragis atau luar biasa. Orang yang bersangkutan menjadi sangat terpukul, marah, kecewa, meratapi nasib, sangat sedih, cemas, gelisah, sulit tidur, takut berlebihan, waspada berlebihan, manarik diri, sulit konsentrasi, tidak percaya apa yang dialaminya, merasa tidak berdaya, bingung tidak tahu apa yang harus dilakukan, kehilangan jati diri dan sebagainya (wanitadanbuahcinta.blogspot.com dalam Ike Agustina, 2010:3-4). Pengukuran PTSD dilakukan dengan Depression Anxiety Stress Scales (DASS). 2. Dampak Bencana terhadap Anak-anak Bencana dalam hal ini bencana alam merupakan suatu peristiwa yang tak terduga dan muncul tiba-tiba. Akibat dari bencana adalah perubahan struktur alam dan penghuninya. Manusia sebagai salah satu korban bencana selalu berfikir untuk menyelamatakan dirinya. Anak-anak adalah korban yang belum mampu berfikir seperti orang dewasa dalam menghadapi bencana alam. Beberapa fakta disebutkan oleh Country Director Plan Indonesia, John McDonough (2011) yang dirilis melalui Kompas (13 Oktober 2011) bahwa Setiap tahun diperkirakan sekitar 66 juta anak di seluruh dunia terkena dampak bencana. Oleh karena itu, anak-anak dan remaja harus diutamakan dalam pengurangan risiko bencana. Anak-anak, khususnya yang berada di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan, terkena dampak kemarau berkepanjangan, gempa bumi, tsunami, dan banjir besar. Menurut Ehrenreich (2001) ada dua mitos yang merupakan hambatan potensial untuk mengenali respon anak terhadap bencana yang harus ditolak, adapun mitos tersebut adalah: (1) anak -anak yang mempunyai bawaan sifat yang ulet akan sembuh dengan cepat akan lebih cepat pulih dari trauma yang sangat parah, (2) bahwa anak-anak, terutama anak muda, tidak terpengaruh oleh bencana kecuali mereka terbawa pengaruh oleh tanggapan orangtua mereka. Kedua keyakinan adalah salah. Sebuah bukti yang nyata menunjukkan bahwa anak-anak mengalami dampak ganda dari bencana yang dialami. Bahkan, anak yang sangat muda secara langsung dipengaruhi oleh pengalaman kematian, penghancuran, teror, penyerangan 6

7 fisik pribadi, dan bahkan kematian atau ketidakberdayaan orang tua mereka. Mereka juga secara tidak langsung terpengaruh efek dari bencana yang menimpa pada orang tua serta guru mereka. Dalam jangka pendek, rasa tidak aman anak dapat menghambat ekspresi dari perasaan sendiri. Kebanyakan anak merespons bijaksana dan tepat terhadap bencana, terutama jika mereka mengalami perlindungan, dukungan, dan stabilitas dari orang tua mereka dan orang dewasa terpercaya lainnya. Namun, seperti orang dewasa, mereka mungkin merespon bencana dengan berbagai gejala. Tanggapan mereka umumnya sama dengan orang dewasa, meskipun mereka dapat muncul di lebih langsung. Di antara anak-anak pra-sekolah (usia 1-5), gejala kecemasan dapat muncul dalam bentuk umum karena kekhawatiran tentang perpisahan, ketakutan pada orang asing, ketakutan dari "hantu" atau hewan, atau gangguan tidur. Anak juga dapat menghindari situasi tertentu atau lingkungan, yang mungkin atau tidak mungkin memiliki hubungan yang jelas terhadap bencana. Anak mungkin menunjukkan ekspresi emosi yang terbatas. Anak lebih tua (usia 6-11 atau lebih) Anak dapat mengekspresikan (secara terbuka atau secara halus) kekhawatiran tentang keadaan bahaya. Gangguan tidur, lekas marah, atau perilaku agresif dan rasa marah mungkin muncul (Ehrenreich, 2001). Ehrenreich (2001) juga menyampaikan bahwa anak mungkin menunjukkan kecemasan terpisah dengan orang tuanya, hal ini menunjukkan bahwa pendapat mereka sudah menyerupai orang dewasa. Akan tetapi, beberapa perilaku yang agresif, menentang orang tua, kenakalan, penyalahgunaan obat terlarang, bisa saja semakin nyata bentuknya. Anak-anak dari segala usia sangat dipengaruhi oleh respon dari orang tua mereka atau pengasuh lainnya untuk bencana. Anak-anak sangat rentan terhadap perasaan ditinggalkan saat mereka terpisah dari orang tua mereka atau kehilangan. "Melindungi" anak-anak dengan mengajak mereka meninggalkan lokasi bencana, sehingga mereka terpisah dari orang yang mereka cintai, dapat menambahkan trauma bagi anak, sehingga dengan 7

8 didekatkan dengan orang tua mereka, diharapkan trauma anak akan bencana akan semakin menurun. 3. Olahraga Sebagai Sebuah Fenomena Sosial dan Psikologis. Olahraga dengan jelas lebih penting dari apapun, baik bagi individu maupun bagi masyarakat dalam hubungan-hubungan ekonomi, budaya, dan keuangan. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Lawrence (2005:1) bahwa Sports are clearly more important than ever to both the individual and society in economic, cultural and financial terms. Sedangkan Coakley (2001:9) menyatakan bahwa sports clearly are an important part of cultures and societies around the world. Olahraga secara jelas merupakan bagian penting dari budaya dan masyarakat di seluruh dunia. Hubungannya dengan kebudayaan, Coakley (2001:3) lebih lanjut menjelaskan bahwa sports are cultural practices that differ from place to place and time to time. Artinya, olahraga merupakan praktik budaya yang berbeda dari tempat ke tempat dan waktu ke waktu. Beberapa pernyataan tersebut menggaris bawahi pentingnya olahraga dalam aspek-aspek kehidupan manusia termasuk budaya yang akan berbeda seiring dengan perubahan tempat dan waktu. Olahraga merupakan sebuah fenomena sosial-budaya yang perlu untuk dipahami dan pelajari. Hal ini dikarenakan olahraga secara budaya telah melekat kuat dalam diri individu dan masyarakat. Coakley (2001:2) menekankan bahwa sports are more than just games and meets; they are also social phenomena that have meanings that go far beyond scores and performance statistic. Olahraga bukan hanya sekedar permainan dan pertandingan tetapi juga merupakan sebuah fenomena sosial yang memiliki makna lebih jauh dari sekedar angka dan penampilan. Olahraga menunjukkan tiga pola, yaitu: merefleksikan budaya dan masyarakat, mempertebal perbedaan sosial, dan merupakan sebuah wahana untuk konflik sosial (Freeman, 2001:41-42). Olahraga merupakan produk sosial dan budaya yang memiliki makna nyata bagi individu, komunitas, dan masyarakat secara umum (Maguire et al, 2002:168). Lebih lanjut Maguire mengungkapkan bahwa... through sport we can begin to understand 8

9 societies, nations, and communities. Artinya, memahami masyarakat, komunitas, dan bangsa dapat dimulai melalui olahraga. Olahraga merupakan produk sosial dan budaya yang dapat dipelajari, dipahami, dan dicermati melalui pendalaman secara detail pada individu dan masyarakat terhadap kontak-kontak sosial yang mereka lakukan dalam lingkup perilaku olahraganya. 4. Pendidikan Jasmani dan Olahraga sebagai sarana intervensi psikososial Salah satu dampak psikososial bencana pada anak adalah timbulnya traumatic disorder atau trauma, sehingga diperlukan sebuah bentuk model pemulihan melalui berbagai pendekatan termasuk olahraga dan pendidikan jasmani. Soni Nopembri, dkk (2011) telah mengembangkan sebuah model pemulihan trauma pasca bencana melalui olahraga yang disusun berdasarkan hasil kajian terhadap tingkat traumatik, kajian terhadap berbagai bahan pustaka dan juga kajian kebutuhan dari anak-anak korban bencana erupsi merapi. Model ini menekankan bahwa adanya lima tahapan dalam mengimplementasikan pemulihan trauma pasca bencana melalui olahraga. Kelima tahapan tersebut adalah Persiapan, Asesmen, Perencanaan, Pelaksanaan, dan Monitoring dan Implementasi. Tahapantahapan tersebut hendaknya dapat dilakukan secara sistematis agar dapat diperoleh tujuan akhir yaitu menurunnya tingkat trauma pasca bencana pada anak-anak. Tahap persiapan, mengidentifikasi profil olahraga dan permainan atau latar/setting masyarakat yang terkena dampak adalah prasayarat pokok dalam memformulasikan program. Tujuannya adalah untuk mendesain program sehingga dapat sesuai mungkin dengan struktur yang telah ada. Ini melibatkan penyelenggara program yang melaksanakan riset dalam wilayah historis dan praktik olahraga kini, sebelum memulai program. Tahap Asesmen, perlu adanya eksplorasi tipe kegiatan anak-anak yang biasanya melibatkan anak-anak dan bagaimana ini dapat dimodifikasi untuk memberikan dukungan psikososial yang diperlukan, serta 9

10 mengidentifikasikan individu-individu dalam masyarakat yang dipercaya oleh anak-anak agar orang-orang tersebut dapat terlibat dalam intervensi. Beberapa sumber informasi yang penting adalah (1) Anak-anak dan orang tua dari masyarakat yang terkena bencana, (2) pemimpin, kelompok rentan, wanita, pekerja kesehatan, guru sekolah, institusi, CBO, dsb, (3) Struktur olahraga lokal, (4) Kantor dan perwakilan pemerintah setempat, (5) Organisasi-organisasi local, dan (5) Media lokal. Sedangkan data yang berhubungan dengan anak-anak dan olahraga diantaranya (1) Jumlah anakanak yang terkena dampak (laki-laki dan perempuan) di area yang terkena dampak, (2) Jumlah anak-anak difabel/cacat yang terkena dampak dan tipe difabel, (3) Kegiatan olahraga dan rekreasi yang sudah ada dan kegiatan yang ingin dilakukan, (4) Ketersediaan ruang pada saat itu untuk kegiatan olahraga dan permanan (yang dapat diakses bagi mereka yang difabel dan cocok untuk remaja putri), (5) Rekomendasi untuk orang -orang yang berperan sebagai mentor, (6) Jadwal harian anak-anak (untuk menghindari konflik dengan sekolah, tugas rumah tangga, dan tanggung jawab lain). Gambar 1. Pemulihan Trauma Pasca Bencana melalui Olahraga Sumber: Soni Nopembri, dkk (2011:56) Tahap Perencanaan, program olahraga harus memperhatikan seluruh masyarakat, mengidentifikasikan, mengangkat kesadaran dan mengajak keterlibatan kakak, ibu, guru, dan penguasa lokal adalah sangat penting (khususnya untuk partisipasi anak perempuan). Untuk mendorong partisipasi anak-anak dari seluruh bagian masyarakat, keterlibatan 10

11 masyarakat harus mencakup isu/masalah seperti struktur kekuasaan, etnis, agama, dan jender. Kegiatan harus mencerminkan tetapi sesekali menunjukkan pendirian yang kritis terhadap sistem dan sumber daya kepercayaan budaya lokal (Duncan, 2004). Tahap Pelaksanaan dan Monev, pelaksanaan kegiatan olahraga dapat dilakukan melalui berbagai bentuk. Model ini merekomendasikan format kompetisi ( sport education) yang ditekankan pada penanaman tanggungjawab personal dan sosial dalam menerapkan olahraga bagi anakanak korban bencana yang diakhiri dengan sebuah penghargaan bagi para pemenang dan juga bagi para parisipan. Kegiatan monev dilakukan secara berkelanjutan dan terus-menerus. Kegiatan monev meliputi berbagai hal yang dapat diukur dan diamati selama pelaksanaan program. Model pemulihan trauma pasca bencana melalui olahraga hasil penelitian pengembangan tahun sebelumnya dapat dijelaskan pada gambar 1. C. Identifikasi dan Perumusan Masalah Berdasarkan Analisis Situasi dan Landasan Teori tersebut di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi bencana alam cukup besar. 2. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki beberapa titik daerah rawan bencana alam akan tetapi masyarakat masih kurang menyadari hal tersebut. 3. Bencana alam yang terjadi di DIY sering kali dikait dengan hal-hal mistis oleh masyarakat sekitar. 4. Indonesia pada umumnya dan DIY pada khususnya masih memiliki kemampuan yang terbatasnya dalam memprediksi keterjadian bencana alam dengan akurat. 5. Pemerintah pusat maupun daerah seringkali kurangnya perhatian responsif terhadap pemulihan dampak psikososial masyarakat korban bencana alam. 11

12 6. Dampak psikososial bencana alam erupsi merapi sangat terlihat pada anakanak korban bencana tersebut tetapi pemerintah dan masyarakat masih beranggapan sesuatu yang biasa dan wajar. 7. Dampak psikososial bencana alam erupsi merapi pada anak-anak lebih besar dan berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhannnya di masa depan. 8. Belum digarapnya olahraga sebagai model aktivitas pemulihan trauma bencana, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Begitu banyaknya permasalahan yang ada sehingga perlu untuk dilakukan pembatasan agar program pengabdian ini dapat dilaksanakan. Permasalahan Program PPM ini dapat dirumuskan bahwa dampak psikososial bencana alam pada anak-anak perlu dilakukan pemulihan melalui pendidikan jasmani dan olahraga yang terprogram, baik pelatihan maupun pendampingan. D. Tujuan Kegiatan Kegiatan PPM ini bertujuan untuk melakukan pelatihan dan pendampingan pada para guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan (penjasorkes) untuk memberikan intervensi psikososial melalui program pendidikan jasmani dan olahraga kepada anak-anak korban bencana alam erupsi Gunung Merapi, sehingga anak-anak memiliki kemampuan psikososial untuk kesiapsiagaan dalam menghadapi kejadian serupa dan melanjutkan kehidupannya. E. Manfaat Kegiatan Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya pemulihan dampak psikososial bencana alam khusus erupsi Merapi, bagi: 1. Anak-anak, sebagai suatu upaya pemulihan psikologis dan sosial dalam upaya menumbuhkan kembali semangat dan keceriaan. 2. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang ingin memanfaatkan olahraga untuk proses pemulihan dampak psikososial pasca bencana. 3. Pemerintah Daerah dan Pusat diharapkan bisa menjalin kerjasama untuk lebih fokus melakukan trauma recovery dan kesiapsiagaan bencana dengan model aktivitas olahraga dan pendidikan jasmani. 12

PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN PENGUATAN PSIKOSOSIAL MELALUI PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA DI DAERAH RAWAN BENCANA

PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN PENGUATAN PSIKOSOSIAL MELALUI PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA DI DAERAH RAWAN BENCANA PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN PENGUATAN PSIKOSOSIAL MELALUI PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA DI DAERAH RAWAN BENCANA Oleh: Soni Nopembri, Eka Novita Indra, Saryono, & Herka Maya Jatmika Fakultas Ilmu Keolahragaan

Lebih terperinci

MATERI KEGIATAN PERAN AKTIVITAS FISIK SEBAGAI TRAUMA RELEASING EXERCISE PADA DAERAH TERDAMPAK BENCANA MERAPI

MATERI KEGIATAN PERAN AKTIVITAS FISIK SEBAGAI TRAUMA RELEASING EXERCISE PADA DAERAH TERDAMPAK BENCANA MERAPI MATERI KEGIATAN PERAN AKTIVITAS FISIK SEBAGAI TRAUMA RELEASING EXERCISE PADA DAERAH TERDAMPAK BENCANA MERAPI Oleh: Cerika Rismayanthi, M.Or NIP 19830127 200604 2 001 FIK UNY Pada setiap kejadian bencana,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu 9 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu masih menyisakan pilu bagi banyak pihak, terutama bagi orang yang terkena dampak langsung

Lebih terperinci

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS

TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS TIM CMHN BENCANA DAN INTERVENSI KRISIS TUJUAN Memahami pengertian bencana dan krisis Memahami penyebab terjadinya bencana Mengidentifikasi proses terjadinya bencana Mengidentifikasi respons individu terhadap

Lebih terperinci

Dampak Peliputan Traumatik pada Masyarakat Umum dan Wartawan

Dampak Peliputan Traumatik pada Masyarakat Umum dan Wartawan Dampak Peliputan Traumatik pada Masyarakat Umum dan Wartawan Oleh: Cinintya Dewi, YAYASAN PULIH Untuk Pemulihan dari Trauma dan Penguatan Psikososial Yayasan Pulih 2011 Sekilas program Jurnalisme dan Trauma

Lebih terperinci

Makalah Analisis Kasus : Bencana Merapi. Disusun oleh : Carissa Erani

Makalah Analisis Kasus : Bencana Merapi. Disusun oleh : Carissa Erani Makalah Analisis Kasus : Bencana Merapi Disusun oleh : Carissa Erani 190110080106 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2011 BAB I Ilustrasi Kasus Kasus : Letusan Gunung Merapi yang terjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Bencana menurut Undang-Undang No.24 tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Dari uraian yang telah disampaikan dari Bab I sampai Bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Begitu banyak anak-anak di Nanggroe Aceh Darussalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini berbagai bencana terjadi di Indonesia. Dimulai dari gempa bumi, tsunami, banjir bandang hingga letusan gunung merapi. Semua bencana tersebut tentu saja

Lebih terperinci

OLEH : Letkol Laut ( K/W) Drg. R Bonasari L Tobing, M.Si INTERVENSI PSIKOSOSIAL PADA BENCANA

OLEH : Letkol Laut ( K/W) Drg. R Bonasari L Tobing, M.Si INTERVENSI PSIKOSOSIAL PADA BENCANA OLEH : Letkol Laut ( K/W) Drg. R Bonasari L Tobing, M.Si INTERVENSI PSIKOSOSIAL PADA BENCANA Letkol Laut (K/W) drg. R. Bonasari L.T, M.Si Dikum Terakhir : Magister Sains Psikologi UI Jakarta Dikmil Terakhir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. aspek fisik, psikis, dan psikososial (Dariyo, 2004). Jika dilihat dari BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Adolesen (remaja) adalah masa transisi/peralihan dari masa kanak kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial

Lebih terperinci

MANAJEMEN STRES PADA INDIVIDU YANG SELAMAT (SURVIVOR) DARI BENCANA ALAM. Kartika Adhyati Ningdiah

MANAJEMEN STRES PADA INDIVIDU YANG SELAMAT (SURVIVOR) DARI BENCANA ALAM. Kartika Adhyati Ningdiah MANAJEMEN STRES PADA INDIVIDU YANG SELAMAT (SURVIVOR) DARI BENCANA ALAM Kartika Adhyati Ningdiah 10508117 Latar Belakang Masalah Bencana merupakan peristiwa atau kejadian yang dapat menyebabkan kerugian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya pada usia ini sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung

Lebih terperinci

Laporan Hasil Assessmen Psikologis Penyintas Bencana Tanah Longsor Banjarnegara Tim Psikologi UNS 1. Minggu ke-1 (18 Desember 2014)

Laporan Hasil Assessmen Psikologis Penyintas Bencana Tanah Longsor Banjarnegara Tim Psikologi UNS 1. Minggu ke-1 (18 Desember 2014) Laporan Hasil Assessmen Psikologis Penyintas Bencana Tanah Longsor Banjarnegara Tim Psikologi UNS 1 Minggu ke-1 (18 Desember 2014) 1. Gambaran situasi Situasi gawat darurat bencana tanah longsor di Desa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan fenomena yang sering terjadi, hal ini disebabkan oleh kecenderungan para pengemudi angkutan umum maupun kendaraan pribadi untuk mengambil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja, yang dapat menimbulkan kerugian materiel dan imateriel bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia secara geografis terletak di wilayah yang rawan bencana. Bencana alam sebagai peristiwa alam dapat terjadi setiap saat, di mana saja, dan kapan saja,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA

ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN DAN BERDUKA Sepanjang daur kehidupan tidak terlepas dari situasi yang dapat mempengaruhi respon emosi individu. Salah satu situasi yang mempengaruhi emosi individu adalah

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN PPM

BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN PPM BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN PPM A. Pelaksanaan Kegiatan PPM Kegiatan PPM ini telah dilaksanakan sesuai dengan tahapan/langkah kegiatan yang telah dirancang sebelumnya, akan tetapi ada beberapa sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Olahraga hingga kini kian meluas dan memiliki makna sebagai sebuah fenomena yang bersifat global, mencakup wilayah kajian hampir seluruh sendisendi kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS. reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss).

BAB II LANDASAN TEORITIS. reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss). BAB II LANDASAN TEORITIS A. GRIEF 1. Definisi Grief Menurut Rando (1984), grief merupakan proses psikologis, sosial, dan reaksi fisik yang disebabkan karena persepsi seseorang terhadap kehilangan (loss).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai dari gempa bumi berkekuatan 8.9 SR diikuti tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 silam

Lebih terperinci

Dampak. terhadap anak-anak Reaksi anak-anak terhadap situasi darurat

Dampak. terhadap anak-anak Reaksi anak-anak terhadap situasi darurat Dampak terhadap anak-anak Reaksi anak-anak terhadap situasi darurat TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Mengenali dampak bencana terhadap anakanak (dan masyarakat serta kelompok rentan) 2. Mengenali reaksi anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian bencana yang datang silih berganti menimbulkan trauma pada

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian bencana yang datang silih berganti menimbulkan trauma pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejadian bencana yang datang silih berganti menimbulkan trauma pada korbannya, stres pascatrauma merupakan sebuah respon emosional dan behavioral terhadap berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang sangat diinginkan oleh semua orang. Setiap orang memiliki harapan-harapan yang ingin dicapai guna memenuhi kepuasan dalam kehidupannya. Kebahagiaan

Lebih terperinci

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma

Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma Materi ini merupakan salah satu bahan kuliah online gratis bagi anggota keluarga, relawan kesehatan jiwa dan perawat pendamping Mengenal Gangguan Stress Pasca Trauma Oleh: Tirto Jiwo Juni 2012 Tirto Jiwo

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih banyak daripada anak yang tidak mengalaminya, tetapi mereka memiliki gejala yang lebih sedikit dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki karakteristik bencana yang kompleks, karena terletak pada tiga lempengan aktif yaitu lempeng Euro-Asia di bagian utara, Indo-Australia di bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki lebih dari 17.000 pulau. Indonesia terletak diantara 2 benua yaitu benua asia dan benua australia

Lebih terperinci

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1

RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI. Naskah Publikasi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 RESILIENSI PADA PENYINTAS PASCA ERUPSI MERAPI Naskah Publikasi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Diajukan oleh: ARYA GUMILANG PUTRA PRATHAMA F.100090190 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

BAB 1 PENDAHULUAN. peristiwa atau serangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar belakang Indonesia menjadi negara yang paling rawan terhadap bencana di duniakarena posisi geografis Indonesia terletak di ujung pergerakan tiga lempeng dunia yaitu Eurasia,

Lebih terperinci

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. antara keduanya yang terjadi secara tiba-tiba sehingga menimbulkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. antara keduanya yang terjadi secara tiba-tiba sehingga menimbulkan dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana merupakan suatu kejadian alam, buatan manusia, atau perpaduan antara keduanya yang terjadi secara tiba-tiba sehingga menimbulkan dampak negatif yang dahsyat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kondisi Kebencanaan Kota Yogyakarta dan Perencanaan Partisipatif Dalam Pengurangan Risiko Bencana (PRB) di Tingkat Kampung A. Kondisi Kebencanaan Kota Yogyakarta

Lebih terperinci

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga Suami Rosa biasa memukulinya. Ia memiliki dua anak dan mereka tidak berani berdiri di hadapan ayahnya karena mereka takut akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Ringkasan Temuan Penahapan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud terdapat lima tahap, yaitu tahap perencanaan penanggulangan bencana erupsi Gunung Kelud 2014, tahap

Lebih terperinci

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BUKU SISWA ILMU PENGETAHUAN SOSIAL KELAS VI SEMESTER 2 CARA- CARA PENANGGULANGAN BENCANA ALAM A. CARA- CARA MENGHADAPI BENCANA ALAM 1. Menghadapi Peristiwa Gempa Bumi Berikut adalah upaya yang dapat dilakukan

Lebih terperinci

BIMBING SI KECIL UNGKAPKAN EMOSI

BIMBING SI KECIL UNGKAPKAN EMOSI BIMBING SI KECIL UNGKAPKAN EMOSI Di usia batita, anak sudah bisa dilatih memahami rasa takut, sedih, marah, cemburu, iri, gembira, dan sayang. Di usia batita, umumnya emosi anak menjadi sangat kuat. Biasanya

Lebih terperinci

1. Bab II Landasan Teori

1. Bab II Landasan Teori 1. Bab II Landasan Teori 1.1. Teori Terkait 1.1.1. Definisi kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk daerah yang rawan bencana dan memiliki jumlah penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam maupun akibat dari ulah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Selama beberapa tahun terakhir Bangsa Indonesia banyak menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Selama beberapa tahun terakhir Bangsa Indonesia banyak menghadapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Selama beberapa tahun terakhir Bangsa Indonesia banyak menghadapi masalah kekerasan, baik yang bersifat masal maupun yang dilakukan secara individual. Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN UNY TAHUN ANGGARAN 2011

LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN UNY TAHUN ANGGARAN 2011 LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN UNY TAHUN ANGGARAN 2011 ILMU KEOLAHRAGAAN PENGEMBANGAN MODEL PEMULIHAN TRAUMA PASCA BENCANA MELALUI OLAHRAGA BAGI ANAK-ANAK KORBAN ERUPSI MERAPI Oleh: Soni Nopembri, M.Pd Saryono,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

BAB I LATAR BELAKANG. negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia yang berada di salah satu belahan Asia ini ternyata merupakan negara yang paling rawan bencana alam di dunia (United Nations International Stategy

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008).

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008). BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak 2.1.1. Pengertian Hospitalisasi Hospitalisasi adalah suatu keadaan dimana seseorang yang sakit yang membutuhkan perawatan secara intensif

Lebih terperinci

Postraumatik stress bisa timbul akibat luka berat atau pengalaman yang menyebabkan organisme menderita kerusakan fisik maupun psikologis

Postraumatik stress bisa timbul akibat luka berat atau pengalaman yang menyebabkan organisme menderita kerusakan fisik maupun psikologis Traumatik event adalah pengalaman dengan tiba-tiba mengejutkan yang meninggalkan kesan yang mendalam pada jiwa seseorang sehingga dapat merusak fisik maupun psikologis Postraumatik stress bisa timbul akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan diantaranya adalah tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang mengarah

BAB I PENDAHULUAN. dan diantaranya adalah tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang mengarah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi tindak kekerasan yang terjadi di berbagai tempat di lingkungan sekitar kita. Tindak kekerasan yang terjadi berbagai macam dan diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa awal adalah masa dimana seseorang memperoleh pasangan hidup, terutama bagi seorang perempuan. Hal ini sesuai dengan teori Hurlock (2002) bahwa tugas masa

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI A. Masyarakat Tangguh Bencana Berdasarkan PERKA BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana, yang dimaksud dengan Desa/Kelurahan Tangguh Bencana adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL 1 2015 No.22,2015 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bantul. Perubahan, Peraturan Daerah Kabupaten Bantul, Penanggulangan, bencana. BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Bencana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kapan terjadinya dan dapat menimbulkan korban luka maupun jiwa, serta mengakibatkan kerusakan dan

Lebih terperinci

Pengetahuan Dasar Mengenai Kegiatan Relawan Bencana

Pengetahuan Dasar Mengenai Kegiatan Relawan Bencana Pengetahuan Dasar Mengenai Kegiatan Relawan Bencana Gempa yang melanda Prefektur Kumamoto pada tanggal 14 April lalu telah mengakibatkan kerusakan parah. Di situasi seperti inilah, para relawan mengerahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia memberikan dampak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sejumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia memberikan dampak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejumlah bencana alam yang terjadi di Indonesia memberikan dampak yang buruk bagi korban maupun lingkungan yang terkena bencana alam tersebut. Kesedihan karena hilangnya

Lebih terperinci

Kebijakan Kesehatan Jiwa Paska Bencana: Terapi Pemberdayaan Diri Secara Kelompok Sebagai Sebuah Alternatif

Kebijakan Kesehatan Jiwa Paska Bencana: Terapi Pemberdayaan Diri Secara Kelompok Sebagai Sebuah Alternatif Kebijakan Kesehatan Jiwa Paska Bencana: Terapi Pemberdayaan Diri Secara Kelompok Sebagai Sebuah Alternatif Ni Wayan Suriastini 1, Bondan Sikoki 1, Nur Suci Arnashanti 1 1 SurveyMETER Erupsi Merapi 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai

Lebih terperinci

Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD)

Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) Oleh : Husna Nadia 1102010126 Pembimbing : dr Prasila Darwin, SpKJ DEFINISI PTSD : Gangguan kecemasan yang dapat terjadi setelah mengalami /menyaksikan suatu peristiwa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis, hidrologis, dan demografis, merupakan wilayah yang tergolong rawan bencana. Badan Nasional Penanggulangan

Lebih terperinci

REVITALISASI USAHA PEDAGANG KLITHIKAN PASCA GEMPA BUMI 27 MEI 2006 di DIY (Tinjauan Aspek psikologis)

REVITALISASI USAHA PEDAGANG KLITHIKAN PASCA GEMPA BUMI 27 MEI 2006 di DIY (Tinjauan Aspek psikologis) REVITALISASI USAHA PEDAGANG KLITHIKAN PASCA GEMPA BUMI 27 MEI 2006 di DIY (Tinjauan Aspek psikologis) Oleh: Kartika Nur Fathiyah, M.Si Disampaikan dalam acara seminar tentang Revitalisasi Usaha Pedagang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan kondisi iklim global di dunia yang terjadi dalam beberapa tahun ini merupakan sebab pemicu terjadinya berbagai bencana alam yang sering melanda Indonesia. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 2000-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa 2011, pada tahun 2000- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari kehidupan dan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari oleh setiap individu. Menurut Undang Undang No.13 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api. Tidak kurang dari 30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bencana alam adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat yang disebabkan oleh gejala alam sehingga mengakibatkan timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkembang secara perlahan selama bertahuntahun, namun biasanya tidak dapat disembuhkan melainkan hanya diberikan penanganan

Lebih terperinci

Sekolah Petra (Penanganan Trauma) Bagi Anak Korban Bencana Alam

Sekolah Petra (Penanganan Trauma) Bagi Anak Korban Bencana Alam Sekolah Petra (Penanganan Trauma) Bagi Anak Korban Bencana Alam Dwi Utari Nugroho *), Nurulia Unggul P.R *), Nur Shinta Rengganis *), Putri Asmita Wigati **) *) Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kecemasan 1. Defenisi Kecemasan adalah keadaan yang menggambarkan suatu pengalaman subyektif mengenai ketegangan mental kesukaran dan tekanan yang menyertai suatu konflik atau

Lebih terperinci

Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan

Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan Implementasi PFA pada Anak dan Remaja di Satuan Pendidikan Yogyakarta, 11 Februari 2017 Wahyu Cahyono hanyasatukata@yahoo.com Pusat Krisis Fakultas Psikologi UI Diskusi Jika kita mengalami situasi sulit

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Menolong Anak2 Mengatasi Trauma di Pulau Jawa

Menolong Anak2 Mengatasi Trauma di Pulau Jawa Menolong Anak2 Mengatasi Trauma di Pulau Jawa Pedoman untuk para perawat/pembimbing. Respon masyarakat dari seluruh dunia yang iba hati telah mengarahkan perhatian kepada kebutuhan anak2 yang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana

BAB I PENDAHULUAN. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Skripsi ini menganalisis tentang partisipasi masyarakat dalam mitigasi bencana. Artinya, bagaimana partisipasi/keterlibatan masyarakat dalam penanggulangan bencana terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengalami trauma sekunder tidak mengalami langsung kejadian. korban trauma. (Figley, McCann & Pearlman, dalam Motta 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengalami trauma sekunder tidak mengalami langsung kejadian. korban trauma. (Figley, McCann & Pearlman, dalam Motta 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Secondary Traumatic Stress Istilah secondary traumatic stress mengacu pada pengalaman kondisi psikologis negatif yang biasanya dihasilkan dari hubungan yang intens dan dekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara periodik setiap tiga tahun, empat tahun atau lima tahun. Krisis Merapi yang berlangsung lebih dari

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DAERAH BENCANA

ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DAERAH BENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS DAERAH BENCANA Disusun untuk memenuhi tugas Komunitas Dosen pengampu : M. Hasib Ardani, S.Kp., M.Kes. Disusun Oleh : Kelompok III Ana Rusfita 010501004 Arif Budi Wibowo 010501011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Seseorang yang mengalami hal besar dalam hidupnya, seperti kecelakaan lalu lintas yang cukup parah, bisa mengakibatkan cedera sementara ataupun menetap pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas,

BAB I PENDAHULUAN. imbas dari kesalahan teknologi yang memicu respon dari masyarakat, komunitas, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Parker (1992), bencana ialah sebuah kejadian yang tidak biasa terjadi disebabkan oleh alam maupun ulah manusia, termasuk pula di dalamnya merupakan imbas dari

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI PASKA BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang dilintasi oleh jalur api (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan Australia. Letak wilayah

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNSI PELAKSANA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KABUPATEN BLITAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Erupsi Merapi yang terjadi dua tahun lalu masih terngiang di telinga masyarakat lereng Gunung Merapi. Banyaknya korban jiwa, harta benda dan kehilangan mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan wilayah yang mempunyai keunikan dan keistimewaan yang khas di dunia. Dengan jumlah pulau lebih dari 17.000

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA BENCANA :

MITIGASI BENCANA BENCANA : MITIGASI BENCANA BENCANA : suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap berbagai jenis bencana, termasuk bencana alam. Bencana alam merupakan fenomena alam yang dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penduduk Usia Lanjut merupakan bagian dari anggota keluarga dananggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Pada

Lebih terperinci

OLAHRAGA DAN BENCANA. (Kontribusi Olahraga dalam Pemulihan Pasca Bencana)

OLAHRAGA DAN BENCANA. (Kontribusi Olahraga dalam Pemulihan Pasca Bencana) OLAHRAGA DAN BENCANA (Kontribusi Olaharaga dalam Pemulihan Pasca Bencana) Penulis : Soni Nopembri, Saryono Hak cipta dilindungi oleh Undang Undang Dilarang mengutip, memperbanyak sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan unit sosial terkecil di dalam lingkungan masyarakat. Bagi anak, keluarga merupakan tempat pertama mereka untuk berinteraksi. Keluarga yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan kelompok primer yang terpenting dalam masyarakat. Hampir semua penduduk di dunia ini hidup dalam unit-unit keluarga. Setiap individu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari ketidakpuasan seseorang terhadap kondisi hidupnya sehingga melihat anak yang tidak berdaya sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah-masalah ini akan mendorong tumbuh dan berkembangnya fisik, mental,

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah-masalah ini akan mendorong tumbuh dan berkembangnya fisik, mental, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Permasalahan Dalam menjalani hidup, setiap manusia akan menemui berbagai permasalahan. Masalah-masalah ini akan mendorong tumbuh dan berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan wilayah seyogyanya dilakukan dengan mengacu pada potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang ada di suatu lokasi tertentu. Di samping itu, pembangunan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai bencana alam, bencana non alam, dan bencana sosial. BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor non-alam maupun

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN SOSIAL BAGI KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I A. Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN Pembelajaran merupakan suatu sistem yang terdiri dari suatu komponen yangsaling berhubungan satu dengan yang lainnya. Komponen dalam pembelajaran diantaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan wanita sebagai makhluk yang terlahir dengan keindahan dan kelembutan. Setiap wanita akan menjaga keindahan yang telah dikaruniakan Tuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terutama bagi perempuan dewasa, remaja, maupun anak anak. Kasus kekerasan seksual

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terutama bagi perempuan dewasa, remaja, maupun anak anak. Kasus kekerasan seksual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan seksual merupakan suatu ancaman yang sangat mengerikan saat ini terutama bagi perempuan dewasa, remaja, maupun anak anak. Kasus kekerasan seksual terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Meninggalnya seseorang merupakan salah satu perpisahan alami dimana seseorang akan kehilangan orang yang meninggal dengan penyebab dan peristiwa yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. lokasi penelitian, yaitu di YOGA ATMA CONSULTING PEKANBARU. Counsulting Pekanbaru, penulis mendapatkan informasi bahwasanya :

BAB III PENYAJIAN DATA. lokasi penelitian, yaitu di YOGA ATMA CONSULTING PEKANBARU. Counsulting Pekanbaru, penulis mendapatkan informasi bahwasanya : BAB III PENYAJIAN DATA Dalam bab ini penulis akan memaparkan data yang penulis peroleh dari lokasi penelitian, yaitu di YOGA ATMA CONSULTING PEKANBARU. Adapun data yang penulis paparkan adalah data yang

Lebih terperinci