TINJAUAN PUSTAKA. : Artiodactyla

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. : Artiodactyla"

Transkripsi

1 4 TINJAUAN PUSTAKA Domba Domba merupakan hewan ruminansia kecil yang telah dijinakkan sejak ribuan tahun yang lalu sebagai hewan gembala dataran rendah. Hal ini didasarkan pada penemuan tulang-belulang hewan domba di sekitar pemukiman manusia pada zaman dahulu menurut Smith & Mangkoewidjojo (1988). Klasifikasi domba dalam Herren (2000) adalah sebagai berikut (Gambar 1): kingdom filum kelas ordo famili genus spesies : Animalia : Chordata : Mamalia : Artiodactyla : Bovidae : Ovis : aries Gambar 1 Domba lokal (Ovis aries). (sumber: foto hasil penelitian) Domba merupakan hewan gembala dataran rendah, sehingga memiliki kecenderungan untuk membentuk kelompok besar. Domba juga memiliki perilaku yang cenderung mengabaikan atau menjauhi manusia. Tingkah laku ini penting untuk diketahui dalam pemeliharaan domba di laboratorium, karena domba akan mengalami stres jika dipelihara terpisah dari domba lain (Smith & Mangkoewidjojo 1988). Domba dipelihara untuk dimanfaatkan wol dan dagingnya (Hafes 2000). Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), domba juga dapat dimanfaatkan sebagai hewan percobaan di laboratorium. Hal ini karena pemeliharaan domba tidak terlalu mahal, persyaratan kandang sederhana dan persyaratan pakan tidak sulit. Menurut Smith dan Mangkoewidjojo (1988), dalam aplikasi penelitian, domba biasanya digunakan sebagai sumber sel darah merah untuk memproduksi antibodi dan dapat diperoleh serum dalam jumlah yang besar. Domba dapat pula

2 5 digunakan dalam percobaan dasar seperti percobaan fisiologi, farmakologi, endokrinologi, biokimia, percobaan bedah eksperimental dan penelitian anestesi. Ukuran tubuh domba yang besar dan memiliki bobot tubuh yang menyerupai manusia, sangat cocok dan sesuai bila digunakan dalam aplikasi penelitian sebagai hewan model untuk manusia (Wolfensohn & Lloyd 2000). Menurut Pearce et al. (2007), domba memiliki kelebihan dibandingkan dengan anjing. Secara makrostruktur tulang, domba dewasa memiliki dimensi tulang panjang yang serupa dengan manusia bila dibandingkan dengan anjing. Oleh karena itu domba sangat cocok dan sesuai bila digunakan sebagai hewan model dalam percobaan implantasi material tulang untuk tujuan aplikasi pada manusia. Darah Darah diklasifikasikan sebagai jaringan konektif. Jaringan ini berupa cairan yang mengalir ke seluruh tubuh melalui pembuluh pada sistem kardiovaskular (Colville & Bassert 2008). Total volume darah pada ruminansia berkisar antara 6-7% dari bobot badan. Total volume darah pada hewan muda yang sedang tumbuh dapat melebihi 10% dari total bobot badan (Meyer & Harvey 2004). Darah dibagi menjadi dua bagian, yaitu cairan dan padatan (sel). Bagian cairan disebut plasma yang sebagian besar terdiri atas 91-94% air. Bagian padatan mengandung sekitar 30-45% dari total kandungan (Lawhead & Baker 2005), yang terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan platelet (trombosit) (Gambar 2). Menurut Colville dan Bassert (2008), darah memiliki tiga fungsi utama dalam tubuh, diantaranya adalah sebagai sistem transportasi, sistem regulasi, dan sistem pertahanan tubuh. Darah sebagai sistem transportasi berperan dalam membawa oksigen, karbondioksida, zat nutrisi, hasil sisa metabolisme dan hormon. Peranannya sebagai sistem regulasi adalah menjaga homeostasis dan suhu tubuh, sedangkan dalam pertahanan tubuh berperan dalam melawan benda asing. Proses pembentukan darah secara umum disebut hematopoiesis. Sel darah ini tidak abadi di dalam tubuh, suatu ketika akan mengalami kerusakan dan

3 6 kematian, sehingga harus digantikan dan diproduksi secara teratur. Oleh karena itu hematopoiesis merupakan suatu proses yang berkelanjutan (Colville & Bassert 2008). Colville dan Bassert (2008) mengatakan bahwa hematopoiesis pada fetus terjadi di hati dan limpa, dan secara bertahap akan diproduksi di dalam sumsum tulang. Sel darah diproduksi secara aktif di dalam sumsum tulang pada hewan yang baru lahir. Sumsum tulang merah pada hewan dewasa ditemukan di tulang panjang (tulang panggul, sternum dan iga) (Gambar 2). Sumsum tulang Gambar 2 Lokasi pembentukan darah (sumsum tulang panjang) dan komponen sel darah putih (Colville & Bassert 2008). Sel Darah Putih (Leukosit) Sel darah putih disebut juga leukosit. Sel ini dikategorikan sebagai granulosit (neutrofil, eosinofil dan basofil) dan agranulosit (limfosit dan monosit). Sel granulosit dikarakteristikkan dengan segmentasi atau lobulasi, memiliki nukleus dan bergranul. Sedangkan agranulosit berupa sel mononuklear dan tidak bergranul (McCurnin & Bassert 2006). Pembentukan sel darah putih disebut leukopoiesis. Proses pembentukan ini terjadi di sumsum tulang (Meyer & Harvey 2004) dan di jaringan limfe. Sel granulosit dan monosit dibentuk di sumsum tulang, sedangkan sel limfosit sebagian dibentuk di jaringan limfe (Guyton & Hall 2006). Saat awal proses leukopoiesis, seluruh sel darah putih yang belum matang terlihat serupa, namun

4 7 saat perkembangannya memperlihatkan karakter yang unik (Colville & Bassert 2008). Setelah selesai dibentuk, sel-sel ini akan diangkut dalam darah menuju ke berbagai bagian tubuh yang membutuhkan (Guyton & Hall 2006). Fungsi utama sel darah putih adalah mempertahankan tubuh dari benda asing. Setiap tipe sel darah putih memiliki peran unik dalam sistem pertahanan tersebut. Saat terjadi serangan benda asing, sel darah putih akan menuju jaringan. Sel ini memanfaatkan darah perifer untuk mengantarkannya dari sumsum tulang menuju ke lokasi (jaringan yang membutuhkan). Aliran sel darah putih secara tetap berasal dari sumsum tulang dan masuk menuju jaringan sebagai usaha untuk mengontrol serangan benda asing dalam tubuh setiap saat (Colville & Bassert 2008). Menurut Lawhead dan Baker (2005), jumlah total dan tipe sel darah putih dalam pemeriksaan hematologi dapat digunakan untuk membantu mendiagnosa keadaan atau status infeksi pada hewan. Jumlah total sel darah putih lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah sel darah merah dan jumlah platelet. Jumlah total sel darah putih berkisar antara (5 20) x 10 3 /µl pada mamalia (Meyer & Harvey 2004). Limfosit Limfosit biasanya berukuran kecil sampai sedang, merupakan sel mononuklear dengan lingkaran tipis terang sampai gelap (McCurnin & Bassert 2006), sitoplasma berwarna jernih dan tidak bergranul (Gambar 3). 16 µm Gambar 3 Sel limfosit dalam preparat ulas darah. (sumber: foto hasil penelitian. Perbesaran mikroskop 1000x)

5 8 Limfosit diproduksi di berbagai jaringan limfoid, khususnya di kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil dan sebagian sumsum tulang (Guyton & Hall 2006). Limfosit memiliki nukleus tunggal yang penting dalam fungsi kekebalan. Limfosit memproduksi antibodi untuk membantu dalam melawan penyakit. Limfosit dapat ditemukan di semua jaringan dan organ dalam melawan infeksi (Lawhead & Baker 2005). Limfosit memiliki sistem sirkulasi secara kontinu, bersama dengan aliran limfe dari limfonodus dan jaringan limfoid lain. Setelah beberapa jam limfosit keluar dari aliran darah dan kembali ke jaringan dengan cara diapedesis. Selanjutnya memasuki pembuluh limfe dan kembali ke dalam sirkulasi darah, demikian seterusnya, sehingga terjadi sirkulasi limfosit yang terus-menerus di seluruh tubuh. Limfosit memiliki masa hidup berminggu-minggu atau berbulanbulan. Masa hidup ini bergantung pada kebutuhan tubuh terhadap sel-sel tersebut (Guyton & Hall 2006). Limfosit bersirkulasi secara berulang dari darah menuju jaringan, limfe dan kembali ke dalam sirkulasi darah. Populasi limfosit terdiri atas sel T dan sel B. Masa hidup sel bervariasi, tergantung pada klasifikasinya. Sel T secara umum memiliki masa hidup yang panjang ( hari), sedangkan sel B memiliki masa hidup yang pendek (2-4 hari). Menurut Reece (2006), sel T dan sel B memori memiliki masa hidup yang sangat panjang (dalam hitungan tahun). Monosit Monosit memiliki warna biru abu-abu, bersitoplasma dan bentuk nukleus bervariasi. Nukleus dapat bergerombol, berbentuk oval, amuboid, atau lobulasi (Gambar 4). Ukuran monosit biasanya lebih besar dibandingkan dengan limfosit dan neutrofil, yaitu µm (Brown 1980). Sitoplasma monosit biasanya lebih gelap dibandingkan dengan neutrofil band (McCurnin & Bassert 2006). Monosit dibentuk di dalam sumsum tulang dan bersirkulasi dalam darah dengan singkat sebelum memasuki jaringan dan berubah menjadi makrofag (McCurnin & Bassert 2006). Monosit bersirkulasi di dalam darah dan memiliki masa hidup yang singkat, yaitu berkisar antara jam sebelum menuju ke dalam jaringan (Guyton & Hall 2006). Makrofag dapat berada di dalam jaringan

6 9 untuk beberapa bulan (Reece 2006) atau bahkan bertahun-tahun sampai sel ini terpanggil untuk melakukan fungsi pertahanan lokal spesifik (Guyton & Hall 2006). 20 µm Gambar 4 Sel monosit dalam preparat ulas darah. (Anonim a Agustus 2010) Monosit memiliki aktivitas dalam fagositosis mikroba, yaitu dengan menghilangkan mikroorganisme, mematikan sel atau partikel asing (Lawhead & Baker 2005). Makrofag memfagosit (memakan) partikel besar dan sel debris sisa hasil aktivitas neutrofil (McCurnin & Bassert 2006). Monosit dapat menghancurkan bakteri, virus, partikel asing dan sel debris yang menyerbu masuk ke dalam tubuh. Monosit mempunyai kemampuan hebat untuk memberantas agen-agen penyakit di dalam jaringan. Sel ini mampu memfagosit bakteri sampai 100 bakteri dan mempunyai kemampuan untuk menelan partikel yang ukurannya jauh lebih besar dari ukuran tubuhnya (Guyton & Hall 2006). Neutrofil Neutrofil memiliki nukleus (inti sel) yang terlihat segmentasi atau terbagi (Lawhead & Baker 2005) dan warna kromatin yang padat (Underwood 1992) (Gambar 5A). Tipe ini merupakan neutrofil yang telah matang. Neutrofil yang belum matang biasa disebut neutrofil band. Sel ini memiliki nukleus yang berbentuk seperti huruf U (Lawhead & Baker 2005) (Gambar 5B). Sitoplasma berwarna pink dan mengandung granul (Underwood 1992). Tingginya persentase

7 10 sel band dalam darah menggambarkan aktivitas sel dalam melawan agen infeksi (Lawhead & Baker 2005). A B 15 µm 15 µm Gambar 5 Sel neutrofil dalam preparat ulas darah. A) sel neutrofil segmen; B) sel neutrofil band. (sumber: foto hasil penelitian. Perbesaran mikroskop 1000x) Neutrofil memiliki kemampuan fagositik dan bakterisidal yang sangat berperan dalam kondisi inflamasi (McCurnin & Bassert 2006). Peran neutrofil yaitu dengan fagositosis (memakan dalam bentuk endositosis) dan menghancurkan mikroorganisme. Jika tubuh mengalami infeksi, neutrofil akan berpindah menuju jaringan yang terinfeksi. Sumsum tulang akan melepaskan neutrofil band dalam jumlah besar sebagai cadangan dalam waktu beberapa jam. Sumsum tulang akan mulai meningkatkan produksi neutrofil. Produksi neutrofil yang tinggi memerlukan waktu tiga sampai empat hari sebelum ditransfer menuju pembuluh darah. Sumsum tulang akan melepaskan sedikit neutrofil dewasa kedalam darah (Lawhead & Baker 2005). Neutrofil berada di dalam darah sekitar 10 jam dan jumlah neutrofil bergantung pada banyaknya stimulus yang terjadi (McCurnin & Bassert 2006). Eosinofil Eosinofil dikarakteristikkan oleh nukleus segmentasi atau lobulasi, tidak berwarna, dengan sitoplasma biru pucat (McCurnin & Bassert 2006). Eosinofil memiliki granul besar dan berwarna merah, inti sel berlobus, biasanya terdapat 2-

8 11 3 lobus (Underwood 1992) (Gambar 6). Eosinofil terlihat serupa dengan neutrofil yang juga memiliki nukleus segmented. Eosinofil juga memiliki ukuran yang besar dan granul-granul pada sitoplasmanya. Eosinofil berperan dalam melawan parasit dan juga reaksi alergi. Granul-granul yang terdapat dalam eosinofil membantu mengontrol peradangan/inflamasi (Lawhead & Baker 2005). McCurnin & Bassert (2006) memaparkan bahwa eosinofil membantu dalam mengontrol alergi atau reaksi hipersensitivitas anafilaksis. Eosinofil menuju lokasi reaksi akibat pelepasan suatu substansi dari sensitisasi sel mast. 15 µm Gambar 6 Sel eosinofil dalam preparat ulas darah. (sumber: foto hasil penelitian. Perbesaran mikroskop 1000x) Eosinofil berperan dalam merespon adanya reaksi alergi dan pertahanan terhadap infeksi agen parasit (Underwood 1992) dan mengurangi inflamasi (Bush 1991). Eosinofil diproduksi dalam jumlah besar saat terjadi infeksi parasit. Eosinofil bekerja dengan melekatkan diri pada parasit melalui permukaan molekul dan melepaskan zat-zat yang dapat membunuh parasit. Eosinofil akan bermigrasi ke daerah jaringan alergik yang meradang akibat pelepasan faktor kemotaktik yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil yang berperan dalam reaksi alergi. Eosinofil diduga mampu mendetoksifikasi beberapa zat pencetus peradangan yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil, memfagositosis dan menghancurkan kompleks alergen antibodi, sehingga mencegah penyebaran proses peradangan setempat (Guyton & Hall 2006). Basofil

9 12 Basofil berwarna gelap dengan granul dan nukleus yang segmented (lobulasi) (Lawhead & Baker 2005). Basofil memiliki granul basofilik gelap (biru), tetapi juga sangat bervariasi pada tiap spesies (McCurnin & Bassert 2006) (Gambar 7). Basofil serupa dengan eosinofil, keduanya termasuk sel yang merespon terhadap reaksi alergi. Beberapa granul dalam basofil mengandung histamin. Histamin menyebabkan peradangan pada lapisan saluran hidung dan sistem pernafasan. Peradangan akan menimbulkan gejala bersin, hidung berair, bahkan dapat menyebabkan demam (Lawhead & Baker 2005). Basofil relatif jarang ditemukan dalam preparat ulas darah (McCurnin & Bassert 2006). 15 µm Gambar 7 Sel basofil dalam preparat ulas darah. (Anonim b Agustus 2010). Peradangan dan Persembuhan Luka Cedera yang dialami oleh suatu jaringan dapat menyebabkan kerusakan sel. Kerusakan sel akan melepaskan mediator yang menghasilkan akumulasi sel polimorfik (neutrofil, eosinofil dan basofil) dan makrofag, serta faktor humoral seperti antibodi menuju lokasi kerusakan. Proses ini disebut inflamasi yang merupakan proses dalam persembuhan (Wolfensohn & Lloyd 2000). Inflamasi merupakan respon pertahanan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi atau menahan agen pencedera maupun jaringan yang cedera (Dorland 2002). Wolfensohn dan Lloyd (2000) mengatakan bahwa proses inflamasi dapat menunjukkan berbagai gambaran klinis sebagai tanda utama inflamasi, yang meliputi: 1. Panas (kalor), lokasi tersebut akan panas saat disentuh,

10 13 2. Kemerahan (rubor), kemerahan terjadi akibat dilatasi pembuluh darah, 3. Pembengkakan (tumor), infiltrasi sel dan cairan menyebabkan area tersebut membengkak, 4. Sakit (dolor), stimuli mediator inflamasi pada syaraf menyebabkan sakit. Beberapa analgesik bekerja dengan memblok pelepasan mediator inflamasi, 5. Functio laesa (kehilangan fungsi). Setelah kerusakan sel, terjadi perubahan pada jaringan yang merupakan hasil dari inflamasi dan persembuhan. Rangkaian kejadian tersebut terdiri atas beberapa fase, diantaranya yaitu: Fase Inflamasi 1) Hemoragi, perdarahan terjadi akibat kerusakan pembuluh darah dan kemudian ditahan oleh platelet dan fibrin sehingga membentuk keropeng (Wolfensohn & Lloyd 2000). McGavin dan Zachary (2007) memaparkan bahwa hemostasis terjadi dengan segera setelah terjadi perlukaan (Gambar 8) kecuali terdapat kelainan pada proses pembekuan darah. Hemostasis dikontrol melalui vasoplasma, yang merupakan proses pengkerutan pembuluh darah dalam merespon perlukaan. Selama awal periode vasokonstriksi, platelet berkumpul dan melekat pada kolagen, terutama kolagen yang terdapat di dasar membran sel epitel yang cedera. Sewaktu melekat, platelet mensekresikan bahan vasokonstriktif untuk: 1) mempertahankan konstriksi pembuluh darah, 2) menginisiasi proses trombogenesis untuk menyumbat kebocoran, dan 3) menginisiasi perbaikan pembuluh darah (angiogenesis). Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya akumulasi darah yang berlebihan, kenaikan permeabilitas kapiler yang disertai kebocoran cairan dalam jumlah besar ke dalam ruang interstitial, dan migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan (Gambar 8A), sehingga terjadi pembengkakan sel jaringan (Guyton & Hall 2006). 2) Inflamasi, menurut McGavin dan Zachary (2007), terjadi selama 24 jam setelah perlukaan vascular. Fase inflamasi (inflamasi akut) pada perbaikan jaringan terbentuk secara penuh dan akan berlanjut dalam 96 jam (± 4 hari) atau lebih jika proses persembuhan tersebut mengalami infeksi, trauma atau

11 14 beberapa gangguan lainnya. Pada fase ini terlihat gejala inflamasi yang meliputi kemerahan, kebengkakan, sakit dan kehilangan fungsi (functio laesa). Sejumlah mediator dari sel yang rusak menyebabkan datangnya sel polimorfik dan faktor humoral (Wolfensohn & Lloyd 2000). Menurut McGavin dan Zachary (2007), neutrofil dan makrofag memfagosit dan mendegradasi enzim, mengurangi dan membersihkan sel debris hasil jaringan yang rusak. Makrofag mensekresikan berbagai faktor kemotaktik dan growth factor yang mendukung fase proliferasi (granulasi) (Gambar 8B). 3) Pengerutan luka pertama, sel fibroblas setempat mengkerut untuk mengurangi area luka. Fase Proliferasi (Granulasi Jaringan) 1) Proliferasi Epitel Fase ini terjadi selama jam. Sel membelah dan bermigrasi menuju permukaan luka. 2) Granulasi Fibroblas dan kapiler di bawah epitel memulai proliferasi kurang lebih selama 36 jam (Wolfensohn & Lloyd 2000), dan dapat terjadi kurang lebih 4 hari setelah perlukaan dan berlanjut hingga 3-4 minggu atau lebih bergantung besarnya luka. Fase ini dikarakteristikkan dengan pembentukan endotelium baru (angiogenesis), epitelium (epitelisasi) dan stroma jaringan konektif untuk memulihkan struktur dan fungsi normal jaringan tersebut (McGavin & Zachary 2007). Granulasi jaringan terbentuk sewaktu inflamasi berkurang dan area tersebut akan dibersihkan dari sel nekrotik debris oleh makrofag (Wolfensohn & Lloyd 2000). Fase Maturasi (Remodelling) Fase remodelling (maturasi, perubahan bentuk) terjadi kurang lebih 3-4 minggu setelah perlukaan jaringan terjadi, fase ini terjadi setelah didahului oleh fase inflamasi dan proliferasi yang sempurna. Fase ini merupakan perubahan granulasi jaringan dari jaringan konektif yang belum matang dan mengubahnya menjadi jaringan konektif dewasa membentuk kolagen ekstraselular (Gambar 8C).

12 15 Remodelling akan berakhir dalam waktu 2 tahun atau lebih (McGavin & Zachary 2007). A Scab B Neutrophils Clot Mitoses Granulation tissue Macrophage Fibroblast New capillary 24 hours 3-7 days C Fibrous union Weeks Gambar 8 Proses perbaikan kerusakan jaringan (McGavin & Zachary 2007). Tulang Tulang terdiri atas bahan organik dan anorganik. Kurang lebih 20% tulang terdiri atas air dan sisanya terdiri atas bahan anorganik berupa kalsium fosfat (65-70%), matriks protein dan kolagen (30-35%). Bahan anorganik mengandung komponen utama yaitu kalsium fosfat dan kalsium karbonat, dengan sedikit magnesium, fluoride dan sodium (Kalfas 2001), fosfor, mangan, timah dan tembaga (McGavin & Zachary 2007). Sel tulang meliputi struktur yang menopang keutuhan tulang yang terdiri atas osteoblas, osteosit dan osteoklas (McGavin & Zachary 2007). Osteoblas merupakan sel yang berasal dari fibroblas (Dorland 2002). Sel ini banyak terdapat di permukaan tulang (periosteal, endosteal, trabekular, intracortical) yang memproduksi matriks tulang (osteoid), menginisiasi mineralisasi matriks (deposisi hidroksiapatit). Osteosit merupakan sel yang terletak di dalam matriks tulang. Sel ini mendeteksi adanya perubahan saat terjadi tekanan pada tulang dan perubahan

13 16 bentuk struktur tulang. Sel osteosit menempati ruang yang kecil pada tulang yang disebut lakuna yang memiliki hubungan dengan osteoblas dan osteosit lainnya yang dihubungkan dengan kanalikuli. Osteoklas merupakan sel yang berasal dari hematopoietik stem sel tipe granulosit monosit. Sel ini berupa sel multinuklear yang berespon terhadap resorpsi tulang (McGavin & Zachary 2007). Osteoklas menjadi sangat aktif dengan adanya hormon paratiroid yang menyebabkan terjadi peningkatan resorpsi tulang dan pelepasan garam-garam tulang (fosfor dan khususnya kalsium) ke dalam cairan ekstraseluler (Dorland 2002). Mineral kristal dari hidroksiapatit merupakan hasil pengendapan di sekitar serabut kolagen yaitu osteoid (Kalfas 2001). Osteoid menyerupai tulang, merupakan matriks tulang atau tulang muda yang belum mengalami kalsifikasi (Dorland 2002). Persembuhan dan Perbaikan Fraktur Tulang Persembuhan fraktur diawali dengan memperbaiki jaringan yang dipengaruhi berbagai faktor lokal dan sistemik. Persembuhan terjadi pada tiga tahap atau lebih, diantaranya adalah: 1) tahap inflamasi awal; 2) tahap perbaikan; dan 3) tahap remodelling. Saat berada dalam tahap inflamasi, terjadi hematoma di daerah sekitar fraktur pada beberapa jam pertama hingga beberapa hari (Gambar 9). Sel inflamatori (makrofag, monosit, limfosit dan sel polimorfonuklear) dan fibroblas menginfiltrasi tulang dengan mediasi prostaglandin (Kalfas 2001). Saat terjadi hematoma, faktor pertumbuhan melepaskan makrofag dan platelet dalam pembekuan darah dan ploriferasi jaringan osteogenik. Faktor pertumbuhan (protein tulang, Transforming growth factor-β/tgf-β dan platelet) merupakan komponen penting dalam menstimulasi terjadinya proliferasi sel mesenkim dalam perbaikan jaringan. Sel mesenkim yang memiliki kemampuan osteogenik, secara aktif berproliferasi sehingga memulai terjadinya penetrasi hematoma dari perifer dalam waktu jam. Proliferasi sel mesenkim yang terjadi saat hematoma, membuat jaringan kolagen merenggang atau terlepas. Proliferasi ini membentuk kolagen dan vaskularisasi baru yang disebut granulasi jaringan (McGavin & Zachary 2007).

14 17 McGavin dan Zachary (2007) mengatakan bahwa kalus terbentuk pada 4-6 minggu setelah fraktur terjadi. Kalus merupakan gumpalan jalinan tulang tak terorganisasi yang berkembang mengikuti pola bekuan fibrin yang terbentuk sebelumnya dan akan digantikan oleh tulang dewasa yang keras (Dorland 2002). Gambar 9 menunjukkan pembentukan kalus yang terjadi pada bagian eksternal (dibentuk oleh periosteum) atau bagian dalam (dibentuk antara ujung fragmen dan endosteum atau medullary cavity). Kalus pertama ini menghubungkan antar celah dan mengelilingi daerah di sekitar fraktur. Pada suatu saat, jalinan antara fraktur tersebut akan digantikan oleh tulang dewasa menjadi lebih kuat, yaitu dengan terbentuknya lamella dewasa (sebagai kalus kedua). Bergantung pada kekuatan mekanis, kalus pada akhirnya akan dikurangi (diresorpsi) oleh osteoklas sampai terbentuk tulang normal. Kalus tersebut mengandung kartilago hialin. Jumlah kartilago yang ada menggambarkan kecukupannya dalam suplai darah (McGavin & Zachary 2007). Gambar 9 Diagram skematik pembentukan kalus dan perbaikan fraktur. (McGavin & Zachary 2007) Proses penyempurnaan perbaikan tulang (bone remodelling) terjadi dalam hitungan bulan hingga tahun (McGavin & Zachary 2007). Proses ini terjadi melalui absorpsi jaringan tulang dan deposisi simultan tulang baru. Pada tulang normal, kedua proses tersebut berada dalam keseimbangan yang dinamis (Dorland 2002).

15 18 Perbaikan fraktur bergantung oleh sejumlah faktor, seperti umur hewan, banyaknya suplai darah menuju tulang, keberadaan agen infeksi dan adanya kerusakan di sekitar jaringan. Persembuhan paling baik terjadi pada hewan muda dan dengan suplai darah yang cukup (Frandson 1992). Implantasi material (logam, plastik dan semen tulang) sering dipisahkan dengan daerah di sekitar tulang oleh selaput tipis pada jaringan fibrous, kadangkadang dengan kartilago metaplastik yang merupakan bentuk dari respon trauma operasi, pergerakan implan, atau korosi dari material implan. Permukaan material implan dapat memicu pertumbuhan bakteri, dan campuran bakteri dengan cairan akan membentuk sesuatu yang tahan terhadap antibiotika dan sel inflamatori. Partikel mikroskopis debris dari fiksasi material implan akan mendatangkan respon makrofag atau giant cell multinuclear. Sel inflamatori akan melepaskan sitokin dan growth factor yang menghasilkan resorpsi tulang dan merusak permukaan implan tulang, menyebabkan pelepasan dan kerusakan implan (McGavin & Zachary 2007). Material Implan Tulang Biomaterial menurut Darwis (2008) adalah suatu material, baik alami maupun buatan manusia (sintetis) yang digunakan untuk berkontak dengan sistem biologi. Penggunaan biomaterial ini bertujuan untuk memperbaiki (repair), memulihkan (restore) atau mengganti (replace) jaringan yang rusak atau sakit. Beberapa contoh biomaterial alamiah yaitu autograft, allograft, kolagen dan serat protein, sedangkan biomaterial sintetik atau sering disebut biomedical material adalah keramik (Darwis 2008). Autograft menurut Kalfas (2001) merupakan jenis graft yang ditransplantasikan dari bagian lain tubuh resipien (individu itu sendiri). Dorland (2002) menyatakan bahwa autograft atau autologous merupakan pencangkokan jaringan yang berasal dari tempat lain di dalam atau pada bagian organisme itu sendiri. Menurut Kalfas (2008), allograft ditransplantasikan dari gen nonidentik pada tubuh donor. Pencangkokan jaringan pada jenis ini dilakukan di antara individu dari spesies yang sama tetapi berbeda genotipe-nya (Dorland 2002).

16 19 Penggunaan material alamiah terkadang memiliki keterbatasan, antara lain membutuhkan sayatan tambahan, dapat menyebarkan penyakit menular (Kalfas 2001), dan kemungkinan terdapatnya perbedaan karakter mineral pada tulang (Stavropoulos 2008). Biomaterial yang digunakan sebagai material implan tulang harus memiliki struktur dan sifat yang mirip dengan tulang, sehingga dapat membantu mempercepat proses persembuhan tulang (Guyton & Hall 2006). Idealnya bone graft harus memiliki kemampuan: 1) osteoinduktif dan osteokonduktif; 2) stabilitas biomekanik; 3) bebas penyakit; 4) memiliki faktor antigen minimal (Kalfas 2001), 5) bioaktif, biodegradable, bioresorbable dan biocompatible dengan tubuh (Lane et al. 1999), dan tidak bersifat toksik (Laurenchin & Yusuf 2009). Material tersebut biasanya berupa bahan keramik seperti hidroksiapatit (HA) dan trikalsium fosfat (TKF) serta bahan polimer seperti kitosan. Hidroksiapatit (HA) Hidroksiapatit (HA) merupakan mineral alami dari senyawa apatit kalsium fosfat yang berupa garam kristal dengan rumus Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2. HA merupakan senyawa kalsium apatit yang paling stabil dibandingkan dengan kalsium fosfat lainnya, yaitu oktakalsium fosfat (OKF), dikalsium fosfat dihidrat (DKFD), dan trikalsium fosfat (TKF) (Saraswathy et al. 2001). Biomaterial HA pada dasarnya digunakan sebagai bahan pengganti tulang atau untuk melapisi implan prostetik yang akan ditumbuhkan ke dalam tulang, untuk gigi, ortopedik dan praktik medis lainnya (Aoki 1991). Laporan lain mengatakan bahwa HA banyak digunakan sebagai bahan pengganti dalam cangkok tulang (Fujishiro et al. 2005). HA memiliki sifat biocompatible, osteoconduction dan osteoinduction (Shi 2004, Fujishiro et al. 2005). Biocompatible dalam hal ini memiliki arti bahwa terjadi harmonisasi dengan sistem tubuh, tidak mempunyai efek toksik atau mengganggu fungsi biologis (Dorland 2002). Osteoconduction adalah sifat fisik yang dimiliki graft untuk menyediakan ruang dan sebagai perancah agar persembuhan tulang dapat berjalan. Sifat ini memberikan ruang bagi pertumbuhan vaskularisasi baru dan infiltrasi sel prekursor osteogenik ke dalam tulang (Kalfas

17 ) sehingga mempercepat proses regenerasi tulang (Fujishiro et al. 2005). Osteoconductive dapat ditemukan pada autograft dan allograft, demineralisasi matriks tulang, hidroksiapatit, kolagen, dan kalsium fosfat. Osteoinduction berarti kemampuan material graft untuk menginduksi stem sel menjadi sel tulang dewasa. Proses ini berhubungan dengan kehadiran faktor pertumbuhan tulang dengan material graft atau suplemen bone graft. Protein morfogenik tulang dan demineralisasi matriks tulang merupakan prinsip osteoconductive material (Kalfas 2001). Sifat lain yang dimiliki HA yaitu biodegradable dan incorporation (Sunil et al. 2008). Biodegradable berarti material tersebut mudah mengalami dekomposisi melalui proses biologi normal (Dorland 2002). Hal ini berarti bahwa material HA dapat terdegradasi dengan sendirinya. Guyton dan Hall (2006) menjelaskan HA dan fosfat merupakan garam kristal yang terdapat pada struktur matriks organik tulang dan gigi, sehingga penggabungan antara HA dengan fosfat dapat memberikan persembuhan tulang dengan baik karena HA memiliki sifat fisis, kimia, mekanis dan biologis yang mirip dengan struktur tulang. Struktur HA relatif stabil, memiliki sifat biokompatibilitas yang baik sehingga cepat bergabung dengan jaringan tulang (Ratajska et al. 2008). Struktur HA adalah berpori, terserap ulang (resorpsi), tidak korosi, inert, tahan aus dan bioaktif (Putri 2008). Bioaktif berarti mampu berkontak dengan sistem jaringan dan mampu bereaksi dengan jaringan (Purnama 2006). Akan tetapi kelemahan sifat-sifat pada HA adalah getas dan mudah patah (Putri 2008). HA memiliki sifat yang stabil, namun kemampuan penyerapannya kecil. Maka untuk menyeimbangkan sifat stabil ini ditambahkan trikalsium fosfat (TKF) yang memiliki daya penyerapan yang lebih tinggi. HA dan TKF merupakan bahan sintetis yang memiliki umur simpan panjang, menyebabkan reaksi inflamasi yang minimal, memiliki resiko penularan agen dan reaksi imonologi yang rendah (Brown 2002). Saat diimplantasikan ke hewan atau manusia, HA tidak menimbulkan respon tubuh terhadap benda asing (Aprilia 2008). Ratajska et al. (2008) melaporkan bahwa HA tidak menginduksi respon penolakan imun.

18 21 Nurlaela (2009) melaporkan bahwa senyawa kalsium fosfat HA dapat dibuat dengan melakukan presipitasi larutan pada suhu 37ºC dengan menggunakan prekursor CaO untuk kalsium dan prekursor KH 2 PO 4 untuk fosfat. CaO sendiri dihasilkan melalui kalsinasi dari cangkang telur ayam maupun bebek pada suhu 1000 ºC selama 5 jam (untuk cangkang telur ayam) dan 900 ºC selama 3-5 jam (untuk cangkang telur bebek). Kedua prekursor ini, yaitu CaO dan KH 2 PO 4 akan bereaksi membentuk HA dengan persamaan reaksi: 10CaO + 6KH 2 PO 4 + 2KOH Ca 10 (PO 4 ) 6 (OH) 2 + 8KOH + 2H 2 O. Tri Kalsium Fosfat (TKF) Trikalsium fosfat (TKF) adalah senyawa dengan rumus Ca 3 (PO 4 ) 2. Senyawa ini dikenal sebagai tribasic calsium phosphate atau "abu tulang". TKF dapat berbentuk kristal alfa dan beta. Kristal alfa biasanya dibentuk dengan temperatur tinggi. Kristal β-tkf dalam bentuk granul halus dapat diserap sempurna, sedangkan dalam bentuk blok hanya diserap sebagian (Schwartz et al. 2004). Senyawa ini banyak ditemukan pada kerangka tulang maupun gigi hewan vertebrata. Senyawa ini di alam tidak sepenuhnya murni. Sebagian besar mengandung kadar fosfat 30% - 40%. Kandungan senyawa ini sering digunakan sebagai pengganti untuk memperbaiki kerusakan jaringan tulang (Anonim ). Menurut Aoki (1991), TKF sejenis dengan kalsium fosfat dengan rasio Ca/P TKF memiliki sifat biodegradable, terutama β-tkf (Cai et al. 2009), memiliki tingkat kerapuhan yang tinggi (Viswanath et al. 2008) dan cepat diserap (Bohner 2000). Sifat ini menunjukkan bahwa material tersebut mampu didegradasi oleh tubuh. TKF bersifat osteoconductive (Laurenchin & Yusuf 2009). Kemampuan ini memungkinkan terjadinya vaskularisasi baru dan infiltrasi sel-sel prekursor osteogenik ke dalam celah atau pori-pori bone graft (Kalfas 2001). Jika dibandingkan dengan HA, TKF lebih bersifat bioresorbable (mudah diserap) tetapi kurang bersifat osteoinductive. Hal ini menunjukkan bahwa TKF tidak mampu menginduksi stem sel menjadi sel tulang dewasa, sehingga diperlukan waktu yang lebih lama untuk menyelesaikan proses pembentukan

19 22 jaringan tulang yang baru (Zerwek et al. 1992). Trikalsium fosfat memiliki kemampuan biodegradation dan incorporation yang lebih baik ketika digabungkan dengan HA (Sunil et al. 2008). TKF dapat digunakan sebagai senyawa tunggal ataupun dikombinasikan dengan senyawa lain yang biodegradable, polimer resorbable seperti asam polyglycolic. TKF dapat juga digabungkan dengan bahan autologus untuk kepentingan cangkok tulang (Anonim ). Penggabungan antara HA dan TKF dalam pembuatan biomaterial untuk aplikasi biomedis sangat menguntungkan karena dapat meningkatkan kekuatan mekaniknya (Viswanath et al. 2008). HA-TKF yang merupakan senyawa apatit alami dalam tulang (Saraswaty et al. 2009) memungkinkan bahan tersebut dapat diterima oleh tubuh. Senyawa ini tidak menimbulkan inflamasi, respon imunologi dan respon iritasi terhadap jaringan (Murugan & Ramakrishna 2004) Kitosan Kitosan adalah polisakarida linear yang terdiri dari β-(1-4)-d-glukosamin dan N-asetil-D-glukosamin (asetat). Kitosan diproduksi dari deasetilasi kitin yang merupakan struktur elemen dalam eksoskeleton krustasea (kepiting, udang) (Anonim 2 ). Kitosan banyak dijumpai di alam dan memiliki kemampuan osteoconduction serta biocompatibility yang baik dalam jaringan (Hua et al. 2005). Keutamaan kitosan adalah bersifat biodegradable dan biocompatible (Maachou et al. 2008). Saraswaty et al. (2001) menambahkan bahwa kitosan juga memiliki biodegradabilitas, fleksibilitas dan ketahanan terhadap panas yang tinggi karena ikatan intramolekul hidrogen yang terbentuk antara gugus hidroksil dan amino. Penelitian dengan implan yang dilapisi kitosan menunjukkan hasil yang terjadi granulasi dan kapsulasi pada jaringan di sekitar implan akibat material implan yang tidak stabil (Turck et al. 2007), sehingga biasanya digabungkan dengan senyawa kalsium fosfat seperti HA (Feng Zhao et al. 2002) yang memiliki sifat senyawa yang stabil (Saraswathy et al. 2001). Polimer kitosan sebagian besar digunakan sebagai campuran untuk perekat dalam penggunaannya dengan HA.

20 23 Kombinasi HA-Kitosan baik untuk memproduksi scaffold (perancah, tempat bertaut/bergantungan) (Ratajaska et al. 2008). Idealnya campuran tersebut harus memiliki porositas tinggi, ruang yang besar (berpori), untuk memberi ruang yang cukup bagi perkembangan jaringan dan vaskularisasi baru. Penggabungan ini berbentuk pelet berpori sehingga menyediakan jejaring untuk migrasi sel yang memungkinkan terjadinya pertumbuhan jaringan (Feng Zhao et al. 2002). Kitosan dapat meningkatkan rasio persembuhan luka, mendukung pertumbuhan sel dan memberikan hasil yang baik dalam aplikasi pada bidang rekayasa jaringan. Kitosan juga menunjukkan sifat bakteriostatik dan fungistatik yang mencegah infeksi (Aprilia 2008). Penelitian yang dilakukan Nurlaela (2009) menunjukkan bahwa pembuatan senyawa gabungan HA-Kitosan dapat dilakukan dengan presipitasi secara ex situ, yaitu dengan melarutkan serbuk kitosan ke dalam asam asetat 3% sehingga didapatkan larutan kitosan 2%. Penggabungan dengan senyawa HA dilakukan dengan meneteskan larutan kitosan pada hasil presipitasi senyawa kalsium fosfat.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari sampai waktu panen domba. Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah pemeriksaan suhu tubuh,

Lebih terperinci

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan pencangkokan tulang. Tulang merupakan jaringan kedua terbanyak. tahun dilakukan diseluruh dunia (Greenwald, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan pencangkokan tulang. Tulang merupakan jaringan kedua terbanyak. tahun dilakukan diseluruh dunia (Greenwald, 2002). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan unsur pokok kerangka orang dewasa, jaringan tulang yang menyangga struktur berdaging, melindungi organ vital seperti yang terdapat didalam tengkorak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang seperti halnya jaringan hidup lainnya pada tubuh manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang seperti halnya jaringan hidup lainnya pada tubuh manusia dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan salah satu penyusun tubuh yang sangat penting dan merupakan salah satu jaringan keras yang terdapat dalam tubuh manusia. Tulang mengandung 30% serabut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Makroskopis Tulang Kelinci Implan terlihat jelas sebagai massa berbentuk padat berwarna putih pada bagian korteks hingga bagian medula tulang. Hasil pemeriksaan makroskopis

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan antara gigi dan tulang alveolar. Di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan jaringan karena penyakit keturunan, luka berat dan kecelakaan menempati posisi kedua penyebab kematian di dunia. Pengobatan konvensional yang umum dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan tulang adalah salah satu jaringan yang sering digunakan untuk transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah ortodontik, bedah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori Hidroksiapatit berpori digunakan untuk loading sel (Javier et al. 2010), pelepas obat (drug releasing agents) (Ruixue et al. 2008), analisis kromatografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah wilayah dengan dataran rendah yaitu berupa sungai dan rawa yang di dalamnya banyak sekali spesies ikan yang berpotensi tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. prosedur yang kompleks dengan kemungkinan resiko terhadap pasien

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. prosedur yang kompleks dengan kemungkinan resiko terhadap pasien BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Prosedur tandur tulang (bone grafting) merupakan prosedur operasi untuk menggantikan tulang dimana prosedur ini merupakan prosedur yang kompleks dengan kemungkinan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Makroskopis

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Makroskopis 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Makroskopis Keadaan normal struktur tulang panjang seperti os tibia memiliki bentuk yang kompak dan padat. Pembuatan lubang dengan menggunakan bor gigi pada os tibia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang merupakan suatu jaringan ikat tubuh terkalsifikasi yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang merupakan suatu jaringan ikat tubuh terkalsifikasi yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan suatu jaringan ikat tubuh terkalsifikasi yang terdiri dari matriks dan sel-sel. Tulang mengandung matriks organik sekitar 35%, dan matriks anorganik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terjadi akibat kerusakan serat kolagen ligamentum periodontal dan diikuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terjadi akibat kerusakan serat kolagen ligamentum periodontal dan diikuti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket infraboni merupakan kerusakan tulang yang terjadi pada jaringan pendukung gigi dengan dasar poket lebih apikal daripada puncak tulang alveolar yang terjadi akibat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kerbau lumpur betina, diperoleh jumlah rataan dan simpangan baku dari total leukosit, masing-masing jenis leukosit, serta rasio neutrofil/limfosit

Lebih terperinci

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah

BAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009 didapatkan sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah tulang yang

Lebih terperinci

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam

Lebih terperinci

SISTEM PEREDARAN DARAH

SISTEM PEREDARAN DARAH SISTEM PEREDARAN DARAH Tujuan Pembelajaran Menjelaskan komponen-komponen darah manusia Menjelaskan fungsi darah pada manusia Menjelaskan prinsip dasar-dasar penggolongan darah Menjelaskan golongan darah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang kedokteran gigi. Indikasi pencabutan gigi bervariasi seperti pernyakit periodontal,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jaringan tulang merupakan salah satu jaringan yang paling sering digunakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jaringan tulang merupakan salah satu jaringan yang paling sering digunakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan tulang merupakan salah satu jaringan yang paling sering digunakan untuk prosedur transplantasi (Ana dkk., 2008). Setiap tahun, lebih dari lima ratus ribu prosedur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Proses Penyembuhan Fraktur Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 10 kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa zat warna lalu dikeringkan. Selanjutnya, DPX mountant diteteskan pada preparat ulas darah tersebut, ditutup dengan cover glass dan didiamkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian luka pada kecelakaan seiring waktu semakin meningkat. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO) melaporkan kecelakaan lalu lintas

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN IKAT SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. Kompetensi Dasar 1. Mengetahui penyusun jaringan ikat 2. Memahami klasifikasi jaringan ikat 3. Mengetahui komponen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses kesembuhan fraktur dimulai segera setelah tulang mengalami kerusakan, apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis dan biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aplikasi implan tulang merupakan pendekatan yang baik (Yildirim, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. aplikasi implan tulang merupakan pendekatan yang baik (Yildirim, 2004). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia menghadapi permasalahan serius dalam aktivitasnya yang disebabkan oleh kecelakaan dan penyakit. Kasus kecelakaan kerap mengakibatkan korbannya menderita

Lebih terperinci

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu.

Jaringan adalah kumpulan dari selsel sejenis atau berlainan jenis termasuk matrik antar selnya yang mendukung fungsi organ atau sistem tertentu. Kelompok 2 : INDRIANA ARIYANTI (141810401016) MITA YUNI ADITIYA (161810401011) AYU DIAH ANGGRAINI (161810401014) NURIL NUZULIA (161810401021) FITRI AZHARI (161810401024) ANDINI KURNIA DEWI (161810401063)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitemia Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur tertunas (TET). Namun terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. periodontitis. Dalam kondisi kronis, periodontitis memiliki gambaran klinis berupa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. periodontitis. Dalam kondisi kronis, periodontitis memiliki gambaran klinis berupa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia kedokteran gigi erat sekali kaitannya dengan penyakit yang dapat berujung pada kerusakan atau defek pada tulang alveolar, salah satunya adalah periodontitis. Dalam

Lebih terperinci

I.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh

I.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh berbagai hal. Nekrosis jaringan pulpa dan penyakit periodontal, misalnya, dapat menyebabkan

Lebih terperinci

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. Praktikum IDK 1 dan Biologi, 2009 Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. 1 TUJUAN Mengetahui asal sel-sel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan, setelah transplantasi gigi. Meskipun ada kemungkinan bahwa prosedur

BAB I PENDAHULUAN. jaringan, setelah transplantasi gigi. Meskipun ada kemungkinan bahwa prosedur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bone grafting merupakan prosedur kedua terbanyak dalam hal transplantasi jaringan, setelah transplantasi gigi. Meskipun ada kemungkinan bahwa prosedur ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Data hasil penghitungan jumlah leukosit total, diferensial leukosit, dan rasio neutrofil/limfosit (N/L) pada empat ekor kerbau lumpur betina yang dihitung

Lebih terperinci

Jaringan Hewan. Compiled by Hari Prasetyo

Jaringan Hewan. Compiled by Hari Prasetyo Jaringan Hewan Compiled by Hari Prasetyo Tingkatan Organisasi Kehidupan SEL JARINGAN ORGAN SISTEM ORGAN ORGANISME Definisi Jaringan Kumpulan sel sejenis yang memiliki struktur dan fungsi yang sama untuk

Lebih terperinci

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Eritrosit Fungsi

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 Darah adalah jaringan cair

Lebih terperinci

Makalah Sistem Hematologi

Makalah Sistem Hematologi Makalah Sistem Hematologi TUGAS I untuk menyelesaikan tugas browsing informasi ilmiah Disusun Oleh: IBNU NAJIB NIM. G1C015004 PROGRAM DIPLOMA IV ANALISI KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

Lebih terperinci

STRUKTUR & PERKEMBANGAN HEWAN. Achmad Farajallah

STRUKTUR & PERKEMBANGAN HEWAN. Achmad Farajallah STRUKTUR & PERKEMBANGAN HEWAN Achmad Farajallah Sistem Sirkulasi: mode umum Sistem transportasi internal akibat ukuran & strukturnya menempatkan sel-sel tubuh berada jauh dari lingkungan luar sistem yang

Lebih terperinci

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed

FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH. TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed FISIOLOGI SISTEM PERTAHANAN TUBUH TUTI NURAINI, SKp., M.Biomed 1 PENDAHULUAN Sistem imun melindungi tubuh dari sel asing & abnormal dan membersihkan debris sel. Bakteri dan virus patogenik adalah sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi laka lantas MABES Polri tercatat ada 61,616 kasus kecelakaan lalu lintas di

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi laka lantas MABES Polri tercatat ada 61,616 kasus kecelakaan lalu lintas di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kecelakaan dan penyakit merupakan permasalahan serius yang dihadapi oleh manusia didalam menjalani aktivitas kesehariannya. Tercatat kecelakaan lalu lintas di Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepadatan Ayam Petelur Fase Grower Ayam petelur adalah ayam yang efisien sebagai penghasil telur (Wiharto, 2002). Keberhasilan pengelolaan usaha ayam ras petelur sangat ditentukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah LeukositTotal Leukosit merupakan unit darah yang aktif dari sistem pertahanan tubuh dalam menghadapi serangan agen-agen patogen, zat racun, dan menyingkirkan sel-sel rusak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tulang

TINJAUAN PUSTAKA Tulang 4 TINJAUAN PUSTAKA Tulang Tulang merupakan jaringan ikat khusus yang berfungsi sebagai alat penyokong, pelekatan, perlindungan, dan penyimpanan mineral. Konsekuensinya, jaringan ini dilengkapi dengan rigiditas,

Lebih terperinci

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI

DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI DAYA TAHAN TUBUH & IMMUNOLOGI Daya Tahan tubuh Adalah Kemampuan tubuh untuk melawan bibit penyakit agar terhindar dari penyakit 2 Jenis Daya Tahan Tubuh : 1. Daya tahan tubuh spesifik atau Immunitas 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah

BAB I PENDAHULUAN. biomaterial logam, keramik, polimer dan komposit. kekurangan. Polimer mempunyai kekuatan mekanik yang sangat rendah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam aktivitasnya banyak menghadapi permasalahan serius yang disebabkan oleh kecelakaan dan penyakit. Tercatat kecelakaan lalu lintas (lakalantas)

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba 3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama

Lebih terperinci

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya SISTEM SIRKULASI Kompetensi Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya Suatu sistem yang memungkinkan pengangkutan berbagai bahan dari satu tempat ke tempat lain di dalam tubuh organisme Sistem

Lebih terperinci

Tulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi

Tulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi Tulang Rawan Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi Suatu tulang rawan memiliki khondrosit yang tersimpan di dalam ruangan (lacunae) dalam matriks ekstraselular. Tulang rawan mengandung banyak air (menyebabkannya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Fungsi utama eritrosit:

Lebih terperinci

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI

BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI 1 BAHAYA AKIBAT LEUKOSIT TINGGI TUGAS I Disusun untuk memenuhi tugas praktikum brosing artikel dari internet HaloSehat.com Editor SHOBIBA TURROHMAH NIM: G0C015075 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Taksonomi domba lokal (Ovis aries) yaitu (Herren 2000): Gambar 1 Domba Lokal Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Ordo : Artiodactyla Famili : Bovidae

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age

Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Immunology Pattern in Infant Born with Small for Gestational Age Dr. Nia Kurniati, SpA (K) Manusia mempunyai sistem pertahanan tubuh yang kompleks terhadap benda asing. Berbagai barrier diciptakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu formula yang diberikan kepada bayi sebagai pengganti ASI, kerap kali memberikan efek samping yang mengganggu kesehatan bayi seperti alergi. Susu formula secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 40% kerusakan jaringan keras tubuh karena tulang rapuh, kanker tulang atau kecelakaan banyak terjadi di Indonesia, sisanya karena cacat bawaan sejak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan

I. PENDAHULUAN. putih (leukosit). Eritrosit berperan dalam transpor oksigen dan. Sebagian dari sel-sel leukosit bersifat fagositik, yaitu memakan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Darah merupakan komponen yang berfungsi dalam sistem transportasi pada tubuh hewan tingkat tinggi. Jaringan cair ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian cair yang disebut

Lebih terperinci

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh Apabila tubuh mendapatkan serangan dari benda asing maupun infeksi mikroorganisme (kuman penyakit, bakteri, jamur, atau virus) maka sistem kekebalan tubuh akan berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei

BAB I PENDAHULUAN. infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia, diare merupakan penyebab kematian nomor dua karena infeksi setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Berdasarkan hasil Survei Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolitis Ulserativa (ulcerative colitis / KU) merupakan suatu penyakit menahun, dimana kolon mengalami peradangan dan luka, yang menyebabkan diare berdarah, kram perut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma 3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Darah 2.1.1 Definisi Darah Darah merupakan jaringan cair yang terdiri dari dua bagian yaitu plasma darah dan sel darah. Plasma darah adalah bagian cair yang terdiri dari air,

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ

Lebih terperinci

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan.

BAB PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Imunologi imunitas alami dan imunitas perolehan. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Kedudukan dan Reran Imunologi dalam Ilmu Kefarmasian Untuk mengerti bagaimana kedudukan dan peran imunologi dalam ilmu kefarmasian, kita terlebih dahulu harus mengetahui apakah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka pencabutan gigi di Indonesia relatif masih tinggi. Rasio penambalan dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar daripada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal dan gangguan metabolisme karbohidrat,

Lebih terperinci

Struktur dan Fungsi Hewan Tujuan Instruksional Khusus

Struktur dan Fungsi Hewan Tujuan Instruksional Khusus Struktur dan Fungsi Hewan Tujuan Instruksional Khusus Menjelaskan: Struktur Hewan Fungsi Hayati Hewan Energi dan Materi Kuliah Hewan 1 Homeostasis Koordinasi dan Pengendalian Kuliah Kontinuitas Kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi sel darah. Karena peranannya ini, kerusakan tulang dapat

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi sel darah. Karena peranannya ini, kerusakan tulang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tulang memiliki peranan yang penting dalam tubuh manusia. Fungsi tulang antara lain sebagai pembentuk kerangka tubuh, tempat menempelnya otot dan jaringan, penyimpan

Lebih terperinci

Migrasi Lekosit dan Inflamasi

Migrasi Lekosit dan Inflamasi Migrasi Lekosit dan Inflamasi Sistem kekebalan bergantung pada sirkulasi terusmenerus leukosit melalui tubuh Untuk Respon kekebalan bawaan - berbagai limfosit, granulosit, dan monosit dapat merespon Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi, PENGETAHUAN DASAR IMUNOLOGI KULIT Dr. Ariyati Yosi, SpKK PENDAHULUAN Kulit: end organ banyak kelainan yang diperantarai oleh proses imun kulit berperan secara aktif sel-sel imun (limfoid dan sel langerhans)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka merupakan rusaknya integritas kulit, permukaan mukosa atau suatu jaringan organ (Harper dkk., 2014). Luka trauma pada jaringan lunak rongga mulut umumnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Persentase Parasit Darah Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut

Lebih terperinci

Bila Darah Disentifus

Bila Darah Disentifus Judul Fungsi Darah Bila Darah Disentifus Terdiri dari 3 lapisan yaitu : Darah di sentrifuse q Lapis paling bawah (merah) 45% adalah Eritrosit atau hematokrit q Lapis tengah (abu-abu putih) 1 % adalah

Lebih terperinci

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa

serta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah

BAB VI PEMBAHASAN. Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari. Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah BAB VI PEMBAHASAN Mencit Balb/C yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Yogyakarta. Banyaknya mencit yang digunakan adalah 24

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan Conducted by: Jusuf R. Sofjan,dr,MARS 2/17/2016 1 Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan pertumbuhan yang cepat dan abnormal pada sel, tidak terkontrol, dan tidak terlihat batasan yang jelas dengan jaringan yang sehat serta mempunyai sifat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh (Guyton 2008). Kondisi tubuh dan lingkungan yang berubah setiap saat akan mengakibatkan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah kondisi patologis yang ditandai adanya kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal

Lebih terperinci

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. Jaringan Tulang 1. Jaringan Tulang Rawan 2. Jaringan Tulang Keras / Sejati 1. Jaringan Tulang Rawan Fungsi jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG. Tumbuhnya insidensi lesi yang terjadi pada tulang. rawan ditandai oleh peningkatan tajam dari individu

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG. Tumbuhnya insidensi lesi yang terjadi pada tulang. rawan ditandai oleh peningkatan tajam dari individu BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Tumbuhnya insidensi lesi yang terjadi pada tulang rawan ditandai oleh peningkatan tajam dari individu dalam bidang olahraga dan terjadinya penekanan lebih besar pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus

HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus Jaringan limfoid sangat berperan penting untuk pertahanan terhadap mikroorganisme. Ayam broiler memiliki jaringan limfoid primer (timus dan bursa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan rusak atau hilangnya sebagian dari jaringan tubuh. Penyebab keadaan ini dapat terjadi karena adanya trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat

Lebih terperinci

Gambar: Struktur Antibodi

Gambar: Struktur Antibodi PENJELASAN TENTANG ANTIBODY? 2.1 Definisi Antibodi Secara umum antibodi dapat diartikan sebagai protein yang dapat ditemukan pada plasma darah dan digunakan oleh sistem kekebalan tubuh untuk mengidentifikasikan

Lebih terperinci

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus

Sistem Imun. Organ limfatik primer. Organ limfatik sekunder. Limpa Nodus limfa Tonsil. Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ limfatik sekunder Limpa Nodus limfa Tonsil SISTEM PERTAHANAN TUBUH MANUSIA Fungsi Sistem Imun penangkal benda asing yang masuk

Lebih terperinci