PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A"

Transkripsi

1 PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO Oleh DIDIK YULIANTO A PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTIT UT PERTANIAN BOGOR 2006

2 RINGKASAN DIDIK YULIANTO. Studi Kualitas Estetika dan Ekologi pada jalur Wisata Alam Taman Nasional Gede Pangrango. (Dibimbing oleh ANDI GUNAWAN dan AKHMAD ARIFIN HADI). Taman Nasional Gede Pangrango merupakan kawasan dengan beragam tujuan, antara lain untuk konservasi dan rekreasi. Di dalam kawasan ini terdapat tiga jalur wisata alam, yaitu: jalur Cibodas, jalur Gunung Putri, dan jalur Selabintana. Untuk mengetahui kondisi kualitas ekologi dan estetik pada ketiga jalur itu, maka dilakukan penelitian terhadap ketiganya. Penelitian ini dimulai dengan studi pustaka untuk identifikasi karakter kualitas ekologi dan penentuan titik-titik lanskap di sepanjang jalur wisata alam TNGP. Hasil studi pustaka berupa karakteristik kualitas ekologi yang terdiri dari tujuh variabel, yaitu: biodiversitas, kerapatan, penutupan lahan, kesuburan, tingkat erosi, kelembaban, dan intensitas penyinaran. Sedangkan jumlah titik pengamatan ada 17 buah, terdiri dari 8 pos di jalur Cibodas, 4 pos di jalur Gunung Putri, dan 5 pos di jalur Selabintana. Kemmudian dilakukan pengambilan data sekunder dan data primer di lapangan. Data sekunder berupa kondisi umum lokasi, sedangkan data primer berupa data pengamatan karakteristik kualitas estetik dan ekologi, serta foto dari 17 pos. Foto-foto lanskap TNGP dipresentasikan kepada responden dalam bentuk slide yang ditayangkan dengan program Microsoft Office Power Point 2003, dimana responden adalah mahasiswa Arsitektur Lanskap semester 6 yang berjumlah 46 orang. Hasil penilaian responden berupa data kualitatif untuk penduga nilai keindahan dan kualitas ekologi lanskap pada setiap pos. Data tersebut dianalisis dengan metode Scenic Beauty Estimation untuk penduga nilai keindahan dan Semantic Differential untuk penduga kualitas ekologi (Daniel dan Boster, 1976). Berdasarkan analisis di atas diketahui bahwa selang nilai keindahan lanskap pada ketiga jalur antara sampai Nilai keindahan tertinggi terdapat pada lanskap Puncak dan Kawah Gede (Nilai SBE = ), yang artinya lanskap ini merupakan lanskap yang paling banyak diminati, karena

3 memiliki obyek pemandangan yang unik berupa kawah. Lanskap yang mempunyai nilai SBE terendah adalah lanskap Resor Cibodas (Nilai SBE = 34.22), dengan demikian lanskap ini merupakan lanskap yang paling tidak disukai, karena terdapat bangunan di tapak yang membuat pemandangan menjadi kurang alami dan unik. Menurut hasil analisis pada ketiga jalur dapat diketahui bahwa rata-rata nilai keindahan lanskap di jalur Cibodas lebih tinggi dari kedua jalur lainnya. Penyebaran nilai keindahan mempunyai pola tertentu yang mengikuti pola ketinggian letak pos pada ketiga jalur, yaitu bertambahnya nilai keindahan seiring dengan bertambahnya ketinggian tempat. Pengamatan lebih lanjut adalah analisis karakteristik kualitas estetik pada kelompok keindahan lanskap tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan hasil pengamatan ini dapat diketahui bahwa karakteristik yang meningkatkan nilai keindahan lanskap adalah dominasi tipe lanskap, keteraturan vegetasi yang tumbuh, dan variasi bentuk, tekstur, dan warna yang tinggi. Sedangkan karakteristik yang dapat mengurangi nilai keindahan adalah bentuk penggunaan lahan yang tidak alami, serta vegetasi yang terlalu rapat dan kurang teratur. Analsis terhadap kualitas ekologi menunjukkan bahwa kondisi ekologi pada jalur wisata alam TNGP relatif masih bagus, yang dicirikan oleh biodiversitas, kerapatan, penutupan lahan, dan kesuburan yang tinggi. Selanjutnya, hasil analisis korelasi antara karakteristik estetik dan ekologi menunjukkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara keduanya. Berdasarkan kedua hasil pengamatan di atas, yaitu pengamatan kondisi kualitas ekologi dan estetik pada kawasan TNGP, dapat diketahui bahwa kualitas keduanya masih bagus. Dengan demikian, potensi penyediaan wisata alam pada kawasan tersebut sangat tinggi. Hal ini didukung oleh keberadaan obyek-obyek pemandangan yang menarik dan masih alami di tapak. Selain itu upaya pengembangan kegiatan wisata alam juga didukung oleh aksesibilitas yang mudah, serta informasi tentang kawasan yang cukup memadai.

4 PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh DIDIK YULIANTO A PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTIUT PERTANIAN BOGOR 2006

5 Judul Nama NRP Program Studi : PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO : Didik Yulianto : A : Arsitektur Lanskap Menyetujui, Dosen Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Andi Gunawan, MSc. Akhmad Arifin Hadi, SP NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. NIP Tanggal lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Gunung Kidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 17 Juli Penulis meupakan anak ketiga dari enam bersaudara dari Bapak Ramto Sunarto dan Ibu Sumarsih Ramto Sunarto. Tahun 1996 penulis lulus dari SD Kragilan II Gantiwarno, kemudian pada tahun 1999 penulis menyelesaikan studi di SLTPN II Klaten, Klaten. Selanjutnya penulis lulus dari SMUN I Klaten, Klaten pada tahun Tahun 2002 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI. Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Arsitektur Lanskap, Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian. Penulis ikut aktif dalam organisasi mahasiswa sewaktu masih kuliah. Tahun 2004/2005 penulis menjadi Penanggung Jawab Bidang Produksi di Studio Pro Lanskap. Penulis juga ikut terlibat dalam dekorasi taman untuk acara-acara yang menggunakan jasa Studio Pro Lanskap. Selain aktif di organisasi dalam kampus, penulis juga aktif di OMDA (Organisasi Mahasiswa Daerah). Di mana pada tahun 2004/2005 penulis menjadi Koordinator Kerohanian Islam KMK (Keluarga Mahasiswa Klaten). Di samping memperoleh pengalaman berorganisasi, penulis juga memperoleh pengalaman kerja. Pengalaman kerja diperoleh dari usaha wiraswasta yang pernah dilakukan penulis selama satu tahun yaitu dari

7 KATA PENGANTAR Puji Syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang atas rahmat, hidayah dan karunia-nya penelitian ini dapat diselesaikan. Terdorong oleh keinginan untuk memahami arti penting kelestarian alam bagi kehidupan, dengan jalan mempelajari adanya hubungan yang selaras antara keindahan dengan keseimbangan lingkungan, maka penulis melakukan penelitian ini. Topik penilitian ini adalah persepsi kualitas ekologi dengan kualitas estetik pada suatu lanskap wisata alam. Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasinal Gede Pangrango (TNGP) yaitu pada jalur wisata alam Cibodas, Gunung Putri, dan Selabintana. Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr. Ir. Andi Gunawan MSc dan Akhmad Arifin Hadi SP atas bimbingan dan pengarahannya selama kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada staf TNGP, staff departemen Arsitektur Lanskap dan semua pihak atas segala bantuannnya selama pelaksanaan penelitian. Kepada kedua orang tua, keluarga, dan Wieke Oktaviani yang telah memberikan dukungan yang tulus baik moril maupun materiil, penulis mengucapkan terimakasih. Akhirnya, semoga hasil penelitian ini berguna bagi yang memerlukan. Bogor, Agustus 2006 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Kegunaan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Taman Nasional... 3 Tujuan dan Pengelolaan Taman Nasional... 3 Zona Taman Nasional... 4 Zona Pemanfaatan... 5 Rekreasi... 6 Dampak Rekreasi... 6 Etika Lingkungan dan Konsep Wisata Berkelanjutan... 8 Ekoturisme... 8 Potensi Suplai Rekreasi Transportasi dan Pelayanan Informasi dan Promosi Atraksi Ekologi Lanskap Pendekatan Ekologi dan Kualitas Ekologi Persepsi Estetika Lingkungan Kualitas Estetika Elemen Pengalaman Estetik Evaluasi Kualitas Estetik Metode Pendugaan Nilai Keindahan Evaluasi Lanskap dengan Menggunakan Model SBE METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Evaluasi Kualitas Estetik Kecenderungan Nilai Estetik pada Tiga Alternatif Jalur Karakteristik Kualitas Estetik Evaluasi Karakteristik Kualitas Ekologi pada Jalur Wisata Alam TNGP Korelasi Kualitas Ekologi dan Estetik Potensi Rekreasi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 50

9 DAFTAR TABEL Nomor Halaman Tabel 1. Tabel Kuesioner Semantic Differntial Tabel 2. Hubungan Kelompok Keindahan Lanskap dengan Zona Hutan dan Jalur Tabel 3. Karakteristik Kualitas Ekologi pada Tiga Kelompok Keindahan Lanskap... 43

10 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Taman Nasional Gede-Pangrango... 8 Gambar 2. Jalur Wisata Alam TNGP Gambar 3. Bagan Alur Pelaksanaan Studi Gambar 4. Lanskap dengan Nilai Keindahan Tertinggi dan Terendah Gambar 5. Nilai SBE pada Tiga Jalur Wisata Alam Gambar 6. Kecenderungan Nilai Keindahan pada Tiga Alternatif Jalur Gambar 7. Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Tinggi Gambar 8. Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Sedang Gambar 9. Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Rendah Gambar 10. Grafik Nilai Tengah Penilaian Variabel Ekologi untuk Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Tinggi Gambar 11. Grafik Nilai Tengah Penilaian Variabel Ekologi untuk Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Sedang Gambar 12. Grafik Nilai Tengah Penilaian Variabel Ekologi untuk Kelompok Lanskap dengan Kualitas Keindahan Rendah... 49

11 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Format Kuesioner SBE Format Kuesioner Semantic Differential Foto-Foto Lanskap dan Hasil Perhitungan SBE Hasil Perhitungan SBE Hasil Analisis Statistik Deskriptif Nilai SBE Hasil Uji Beda Nilai Keindahan pada Tiga Jalur Korelasi Kualitas Ekologi dan Estetik pada Jalur Wisata Alam TNGP... 68

12 PENDAHULUAN Latar Belakang Pelestarian alam merupakan upaya penting dalam memelihara keberlanjutan sumberdaya alam. Jaminan keberlanjutan alam menjadi inti dari konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu bentuk pengelolaan dan pemanfaatan alam yang menekankan pada asas manfaat jangka panjang. Pemanfaatan alam bukan menjadi milik generasi sekarang, tetapi juga menjadi milik generasi mendatang, sehingga sumberdaya alam harus tetap lestari. Untuk itu setiap bentuk pemanfaatan alam harus berpegang pada asas pelestarian, tidak terkecuali pada taman nasional (Soemarwoto, 1991; Turner et al. 2001). Pemanfaatan taman nasional sebagai tempat pariwisata dan rekreasi menjadi salah satu tanggapan atas kebutuhan masyarakat terhadap pariwisata dan rekreasi. Taman nasional menjadi pilihan tersendiri bagi masyarakat, karena kondisinya yang masih alami dan mempunyai pemandangan yang indah. Sebagai tempat wisata yang masih alami dan pemandangannya indah, taman nasional sesuai dengan kecenderungan minat masyarakat dewasa ini, di mana mereka lebih menyukai kegiatan wisata atau rekreasi ke tempat yang alami dan indah (Lindberg, 1993). Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) adalah salah satu tempat rekreasi untuk masyarakat luas. Lokasinya berada di Propinsi Jawa Barat, dan termasuk dalam tiga kabupaten, yaitu: Kabupaten Bogor, Kabupaten Cianjur, dan Kabupaten Sukabumi (Haris, 2001). Taman nasional ini menjadi salah satu tempat rekreasi pilihan bagi sebagian besar masyarakat, terutama yang tinggal di kota-kota di dekat TNGP. Kegiatan rekreasi alam oleh pengunjung TNGP antara lain pendakian gunung dan berkemah. Kegiatan pendakian gunung menjadi pilihan para pengunjung karena dapat memberikan suatu pengalaman berbeda dari bentuk kegiatan rekreasi alam lainnya. Pengunjung menyukai kegiatan ini karena tantangannya, pemandangan yang indah di sepanjang jalur, dan manfaat pelajaran tentang hidup di alam.

13 2 Potensi kegiatan rekreasi alam yang dapat ditawarkan pada setiap tempat berbeda, karena karakteristik masing-masing tempat berbeda termasuk dalam hal ekologi dan kualitas visualnya. Karakter ekologi dan kualitas visual yang unik dapat memberi nilai tambah dan daya tarik tersendiri dari suatu kawasan, karena menjanjikan suatu pengalaman yang berbeda pula bagi pengunjung. Taman Nasional Gede Pangrango memiliki karakteristik kawasan yang unik, baik dari segi ekologi maupun kualitas visualnya. Kedua faktor ini menentukan penilaian potensi penyediaan rekreasi pada taman nasional. Penilaian ini sejalan dengan konsep lanskap ekologis sekaligus estetik yang sesuai dengan isu pembangunan yang berkelanjutan. Hal yang ingin dicapai darinya sangat jelas, yaitu terwujudnya keselarasan kepentingan manusia dengan kelestarian alam. Menurut Thorne dan Huang (1990) dasar konsep ini adalah evaluasi pola spasial tapak serta pengaruhnya terhadap integritas ekologi lanskap dan daya tarik estetik. Lebih lanjut dijelaskan dua langkah pokok penerapan konsep tersebut adalah evaluasi kualitas lingkungan, yaitu: kualitas lingkungan fisik, bentuk teknologi dan budidaya, serta evaluasi daya tarik estetik, yaitu: penilaian oleh indera manusia, arti simbolik tapak, dan nilai positif emosional tapak. Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempelajari karakteristik kualitas estetik dan kualitas ekologi serta hubungan antara keduanya pada jalur wisata alam Taman Nasional Gede Pangrango (TNGP). Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan masukan bagi pihak-pihak yang terkait dalam pengembangan dan pengelolaan tapak. Dan sebagai sumbangan pengetahuan bagi dunia akademik.

14 TINJAUAN PUSTAKA Taman Nasional Taman nasional merupakan kawasan dengan ekosistem yang masih asli dan fungsi utamanya untuk pelestarian alam. Secara umum taman nasional dimanfaatkan untuk kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Untuk mendukung berbagai kegiatan pemanfaatan tersebut dan menghindari terjadinya tumpang tindih kegiatan, maka pengelolaan taman nasional harus berdasarkan sistem zonasi (Undang-Undang RI No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem). Tujuan dan Pengelolaan Taman Nasional Pemanfaatan taman nasional harus dengan pengelolaan yang baik dan jelas. Menurut Miller (1978) tujuan yang harus dijadikan pedoman dalam pengelolaan taman nasional adalah : 1. Untuk memelihara unit-unit biotik utama untuk melestarikan fungsinya dalam ekosistem 2. Untuk menjaga keanekaragaman hayati dan hukum lingkungan 3. Untuk melindungi kekayaan sumberdaya plasma nutfah 4. Untuk memelihara obyek, struktur dan tapak peninggalan atau warisan kebudayaan 5. Untuk melindungi panorama alam yang indah 6. Untuk memfasilitasi kegiatan pendidikan, penelitian dan pemantauan lingkungan di dalam areal alamiah 7. Untuk menyediakan fasilitas kegiatan rekreasi dan wisata 8. Untuk mendukung pembangunan atau pengembangan daerah pedesaan dan penggunaan lahan marginal secara rasional 9. Untuk memelihara produksi dan kelestarian daerah aliran sungai 10. Untuk mengendalikan erosi dan pengendapan serta melindungi investasi daerah hilir

15 4 Tujuan pengelolaan taman nasional dapat dicapai jika dalam pelaksanaannya digunakan sebuah sistem pengelolaan yang baik. Pengelolaan taman nasional perlu menggunakan sistem pengaturan ruang pemanfaatan yang jelas dan tidak tumpang tindih. Pengaturan ruang ini perlu dilakukan di dalam kawasan, karena bentuk pemanfaatan dan fungsi taman nasional tidak hanya satu jenis, contohnya konservasi dan rekreasi. Kegiatan konservasi dan rekreasi mempunyai bentuk dan sifat kegiatan yang berbeda, selain itu hasil dan dampak dari kedua jenis pemanfaatan ini juga berbeda. Kedua bentuk pemanfaatan ini mempunyai cara pengelolaan yang berbeda, sehingga antara ruang konservasi dan rekreasi harus mempunyai batas yang jelas. Untuk penetapan batas batas ruang kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan sitem zonasi (MacKinnon, 1993). Zona Taman Nasional Menurut Undang-Undang RI No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem pengelolaan kawasan taman nasional menggunakan sistem zonasi. Sistem zonasi merupakan cara pengaturan kegiatan yang berdasarkan pada pembagian ruang. Pada umumnya kawasan taman nasional terbagi dalam beberapa zona, yaitu: 1. Zona Inti Zona inti merupakan zona dengan persyaratan yang ketat. Manusia dapat melakukan kegiatan di dalam zona inti, tetapi kegiatan tersebut tidak boleh menyebabkan perubahan apapun pada ekosistem kawasan. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan adalah kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan kegiatan penunjang budi daya. 2. Zona Pemanfaatan Zona pemanfaatan merupakan zona yang mempunyai bentuk kegiatan paling luas. Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam zona pemanfaatan adalah kegiatan pariwisata alam, rekreasi, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, pemulihan jenis tumbuhan dan satwa asli, dan kegiatan penunjang budi daya. Selain itu pembangunan sarana pariwisata alam boleh dilakukan di dalam zona pemanfaatan.

16 5 3. Zona khusus Zona khusus adalah zona di luar zona inti dan zona pemanfaatan. Zona khusus biasanya memiliki kondisi dan fungsi yang khas. Zona khusus dapat berupa zona rimba, zona pemanfaatan tradisional, dan zona rehabilitasi. Zona Pemanfaatan Berdasarkan intensitas pemanfaatannya, maka zona pemanfaatan dibedakan ke dalam zona pemanfaatan intensif dan zona pemanfaatan terbatas. Zona pemanfaatan intensif dan zona pemanfaatan terbatas mempunyai perbedaan pada bentuk dan arah pengembangan wisatanya, terutama dalam pembangunan fasilitas untuk pengunjung. Fasilitas yang dibangun di dalam zona pemanfaatan intensif dapat bersifat permanen, sedang fasilitas di dalam zona pemanfaatan terbatas bersifat nonpermanen. Fasilitas permanen yang dapat dibangun di dalam zona pemanfaatan intensif seperti bangunan administratif, pelayanan umum, tempat parkir, kantor staf, instalasi pekerjaan umum, shelter, kantin, bumi perkemahan, dan fasilitas khusus lainnya. Sedangkan pengadaan fasilitas rekreasi di dalam zona pemanfaatan terbatas diupayakan seminimal mungkin, contoh tempat MCK tidak permanen (Undang-Undang RI No. 5 tahun 1990). Penetapan setiap zona harus berdasarkan pada kriteria tertentu yang sesuai dengan fungsi dan tujuannya. Menurut Undang-Undang RI No. 5 tahun 1990 kriteria penetapan zona pemanfaatan adalah: 1. Mempunyai obyek wisata yang menarik dan mempunyai potensi untuk menjadi pusat kegiatan pariwisata alam. 2. Mempunyai kondisi lingkungan yang memungkinkan pembangunan sarana dan prasarana pengunjung. 3. Memiliki topografi lahan yang relatif datar dan mempunyai jenis tanah yang tidak tahan erosi. 4. Memiliki penutupan vegetasi tidak terlalu rapat dan ruang yang cukup terbuka. 5. Memiliki aksesibilitas yang bagus.

17 6 Rekreasi Rekreasi merupakan salah bentuk aktivitas manusia untuk mengisi waktu luangnya. Manusia melakukan rekreasi untuk menghilangkan beban pikiran akibat tekanan dan rutinitas pekerjaannya. Rekreasi dapat memulihkan kondisi mental dan fisik yang lelah, serta memberikan kepuasan rasa senang bagi manusia (Brockman, 1979; Soekotjo, 1980; Soemarwoto, 1991). Minat masyarakat terhadap rekreasi mulai meningkat sejak awal tahun 90-an, terutama minat terhadap obyek wisata alam. Latar belakang fenomena tersebut adalah meningkatnya tekanan hidup karena rutinitas kerja dan beban aktivitas yang berat, sehingga mereka membutuhkan akivitas yang dapat mengembalikan semangat kerjanya (Lindberg, 1993). Berdasarkan tempatnya, Mercer (1981) menggolongkan rekreasi menjadi dua, yaitu rekreasi di tempat tertutup dan rekreasi di tempat terbuka. Lebih lanjut dinyatakan bahwa rekreasi di tempat terbuka lebih baik karena dapat diperoleh pengalaman yang khas, baru dan berbeda. Brockman (1979) mengemukakan kelebihan rekreasi di alam terbuka adalah pengalaman yang lebih baik bagi fisik dan mental manusia, karena untuk melakukan rekreasi di alam terbuka manusia harus mempunyai kesehatan fisik, pengalaman, pengetahuan dan ketrampilan. Bentuk kegiatan rekreasi di alam terbuka adalah memancing, berburu, mendaki gunung, berkuda, piknik, dan berkemah. Pilihan bentuk kegiatan rekreasi yang akan dilakukan manusia tergantung pada latar belakang ketersediaan kesempatan, kesesuaian dengan kondisi pelaku, serta kemampuan fisik dan intelektual. Bentuk kegiatan rekreasi dapat bersifat fisik, intelektual, estetik, emosi, atau kombinasinya. Karena latar belakang dan sifat yang berbeda, maka bentuk kegiatan rekreasi menjadi spesifik bagi setiap individu, dimana pilihan individu yang satu berbeda dengan individu lainnya (Brockman, 1979). Dampak Kegiatan Rekreasi Pembangunan sektor wisata dewasa ini terus meningkat dan membuka kesempatan baru dalam lapangan kerja. Kemajuan ini memberikan hasil yang positif bagi pembangunan, tetapi kegiatan wisata juga menimbulkan dampak

18 7 negatif bagi lingkungan dan manusia. Menurut Gunn (1997) dampak negatif tersebut adalah: 1. Terjadinya pencemaran lingkungan di lokasi wisata, sehingga menyebabkan degradasi sumber daya alam. 2. Tergesernya budaya masyarakat lokal yang diakibatkan oleh desakan budaya luar dari wisatawan. 3. Timbulnya biaya ekonomi tambahan yang diakibatkan oleh tindakan pengembangan wisata yang tidak sesuai kemampuan sumber daya alam. 4. Bentuk tata guna lahan menjadi tidak terpadu, sebagai akibat dari pembangunan wisata tidak memperhatikan peraturan tata guna lahan. 5. Kualitas sumber daya tapak berkurang, karena pengembangan bentuk kegiatan wisata, atraksi, fasilitas pelayanan yang tidak sesuai dengan kondisi tapak. 6. Kerusakan kualitas tapak yang diakibatkan oleh tindakan cut and fill pada terhadap bentuk lahan yang asli dan introduksi spesies tanaman dan hewan yang baru. Tindakan tersebut meningkatkan resiko bahaya erosi dan hilangnya spesies asli di tapak. Dampak negatif dari kegiatan rekreasi secara garis besar disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor pengelola dan faktor pengunjung. Pertama, faktor yang berasal dari pengelola antara lain: 1) Kegiatan pengembangan tapak yang tidak sesuai dengan daya dukung dan kemampuan tapak, contoh ukuran tapak yang tidak sebanding dengan jumlah dan intensitas pengunjung, 2) Kegiatan pengelolaan yang tidak optimal, contoh manajemen pengelolaan sampah yang tidak tepat. Kedua, faktor yang berasal dari pengunjung antara lain: 1) Tindakan vandalisme, 2) Tindakan membuang sampah sembarangan, 3) Pencemaran air oleh bahan-bahan kimia dari pasta gigi dan sabun yang berasal dari pengunjung. (Soemarwoto, 1991; Lindberg, 1993; Gunn, 1997).

19 8 Etika Lingkungan dan Konsep Wisata Berkelanjutan Menurut Gunn (1997) etika lingkungan merupakan turunan dari etika tapak. Etika lingkungan merupakan pernyataan tentang penghargaan dan pengakuan terhadap hak hidup tumbuhan, binatang, dan seluruh isi alam. Lebih lanjut dinyatakan bahwa tumbuhan, binatang, dan alam mempunyai hak yang setara dengan manusia. Konsep wisata berkelanjutan merupakan jawaban atas permasalahan yang terjadi dalam pembangunan wisata. Konsep wisata berkelanjutan mengikuti konsep pembangunan berkelanjutan, sehingga mempunyai prinsip dasar yang sama. Prinsip dasar yang dipegang adalah pembangunan yang ramah lingkungan, yaitu dengan tercapainya keselarasan antara pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan. Syarat untuk suksesnya pembangunan berkelanjutan adalah integrasi serta kerjasama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat umum. Langkah pertama untuk menciptakan integritas dan kerjasama ketiga pelaku pembangunan tersebut adalah pemahaman dan penanaman makna dasar serta tujuan utama dari konsep pembangunan berkelanjutan (Gunn, 1997; Lindberg, 2001). Menurut Gunn (1997) dimensi yang harus diperhatikan dalam pembangunan wisata berkelanjutan ada tiga, yaitu: 1) Jenis wisata harus sesuai dengan kondisi sumber daya tapak, 2) Ketersediaan sumber daya yang menentukan tingkat dan arah pembangunan wisata, dan 3) Perbandingan antara jumlah kunjungan nyata ke tapak dengan jumlah kunjungan yang potensial. Ekoturisme Bentuk pariwisata yang sesuai dengan konsep sadar dan ramah lingkungan adalah ekoturisme. Karena bentuk pariwisata ini mampu menanggapi respon adanya dampak negatif dari kegiatan pariwisata komersial dan massal selama ini. Dengan demikian kehadiran ekoturisme merupakan jawaban atas kepentingan terhadap pelestarian sumber daya alam dan adanya permintaan terhadap wisata (Soemarwoto, 1991; Lindberg, 1993; Gunn, 1997).

20 9 Menurut Gunn (1997) hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam ekoturisme adalah: 1. Pengalaman, penghargaan, pemahaman terhadap sumber daya alam 2. Perolehan pengalaman yang berasal dari lingkungan dan penghargaan terhadap lingkungan 3. Penggunaan fasilitas pelayanan dan pendukung yang ramah lingkungan 4. Memberikan kontribusi langsung bagi pembangunan ekonomi lokal Ketertarikan masyarakat terhadap ekoturisme dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, dimana alasan tersebut bervariasi antar individu. Kesamaan alasan dapat ditemukan pada bentuk kegiatan dan tujuan yang ingin dicapai. Menurut Gunn (1997) bentuk kegiatan dan tujuan pengunjung dalam ekoturisme adalah: 1. Mengetahui tempat baru atau mendapatkan pengalaman yang baru 2. Mendapatkan pengalaman hidup di alam bebas 3. Mendapatkan suasana tempat rekreasi yang tenang 4. Melakukan aktivitas di tapak seperti berkemah, hiking 5. Melakukan kegiatan wisata air seperti memancing, olahraga arung jeram, berenang, dan bersampan 6. Melihat atraksi budaya lokal 7. Mempelajari atau mengamati alam dan budaya masyarakat lokal secara langsung 8. Melihat dan mengenal kehidupan alam bebas seperti kegiatan mengamati kehidupan burung, orang hutan, dan kera 9. Menikmati pemandangan yang indah atau alami seperti laut, pantai, danau, pegunungan dan air terjun 10. Menyalurkan hobi fotografi

21 10 Potensi Suplai Rekreasi Potensi suplai rekreasi adalah peluang pengembangan suatu tapak untuk penyediaan kegiatan rekreasi. Pengembangan suatu tapak menjadi tempat rekreasi harus memperhitungkan dua hal, yaitu: 1) kondisi permintaan masyarakat terhadap kebutuhan wisata, dan 2) Penawaran jasa wisata yang tersedia. (Lindberg, 1993; Gunn, 1997). Lebih lanjut Gunn (1997) mengemukakan bahwa penawaran dan permintaan dalam wisata mempunyai hubungan yang dinamis dan saling berpengaruh, dimana perubahan pada jumlah permintaan akan mempengaruhi jumlah penawaran. Menurut Gunn (1997) komponen yang membentuk penawaran ada lima, yaitu : atraksi, pelayanan, transportasi, informasi, dan promosi. Karakteristik dan kondisi komponen penawaran tersebut berbeda pada setiap tempat. Perbedaan tersebut disebabkan perbedaan kondisi sumber daya alam, fisik lokasi, dan sosial budaya masyarakatnya. Transportasi dan Pelayanan Transportasi merupakan penghubung antara pengunjung dengan lokasi wisata. Pengembangan bidang trasnportasi perlu memperhatikan masalah jaringan jalan dan sarana transportasi, yaitu yang mampu mendukung kelancaran dan kenyamanan pengunjung. Menurut Gunn (1997) pengembangan transportasi yang seimbang harus memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini: 1. Kemampuan mengakomodasi kebutuhan masyarakat 2. Mengutamakan kelancaraan aksesibilitas 3. Keseimbangan antara penggunaan lahan untuk pembangunan sarana transportasi dengan penggunaan lahan yang lain 4. Menggunakan pendekatan matematika dalam perhitungan kapasitas lalu lintas jalan, untuk mengetahui perkiraan batas jumlah maksimum dan minimum kendaraan yang melewati jalan 5. Membuat rancangan hirarki jalan untuk jalur pejalan kaki, sepeda, motor, dan mobil

22 11 6. Memperhatikan fungsi sosial dan aktifitas lain yang ada di dekat jalur transportasi 7. Penyediaan area parkir kendaraan 8. Pembuatan rancangan harus berdasarkan skala manusia 9. Pembangunan sarana transportasi mampu menambah nilai estetik Pelayanan dan fasilitas yang baik akan meningkatkan daya tarik tempat wisata. Pengembangan jenis pelayanan dan fasilitasnya harus memperhatikan kondisi dan karakteristik setempat. Selain itu kegiatan pengembangan pelayanan dan fasilitas harus menjaga keserasian dengan kondisi eksisting (Gunn, 1997). Lebih lanjut Gunn (1997) menyatakan bahwa penyediaan bentuk pelayanan dan fasilitas dapat dilakukan oleh pengelola resmi tempat wisata, pemerintah, atau swasta. Pengelola resmi umumnya menyediakan pelayanan dan fasilitas yang bersifat umum, contoh: tempat informasi, lapangan parkir, tempat pendaftaran dan tempat ibadah. Sedangkan penyediaan layanan rumah makan, tempat belanja suvenir dan makanan, atau penginapan biasanya dilakukan oleh swasta. Informasi dan Promosi Harapan pengunjung saat mengunjungi tempat wisata adalah ingin mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru, karena itu mereka membutuhkan informasi yang cukup tentang tempat wisata sebelum mereka mengunjunginya. Informasi yang cukup juga membantu calon pengunjung menetapkan pilihan tempat dan waktu kunjungan yang tepat. Menurut Gunn (1997) informasi penting yang harus disampaikan ke masyarakat atau calon pengunjung antara lain: 1. Letak tempat wisata 2. Jenis atraksi dan bentuk kegiatan yang ditawarkan 3. Jenis pelayanan dan fasilitas pendukung yang tersedia 4. Alternatif rute jalan menuju tempat wisata dan perkiraan biaya perjalanan Promosi merupakan bagian upaya penyampaian informasi ke masyarakat yang berupa gambaran tentang tempat wisata. Bentuk dan strategi promosi secara umum dikelompokkan dalam promosi resmi dan tidak resmi. Promosi resmi

23 12 adalah bentuk promosi yang sengaja dilakukan oleh pengelola. Media promosi resmi umumnya berupa media periklanan, yaitu media massa dan media elektronik. Selain itu pengelola dapat mempromosikan tempat wisatanya melalui jaringan informasi yang melibatkan kerjasama dengan penyedia jasa hotel atau restoran. Sedangkan bentuk promosi tidak resmi merupakan akibat tidak langsung dari tingkat kepuasan pengunjung. Pengunjung akan menceritakan pengalamannya ke orang lain, sehingga orang lain menjadi tertarik untuk berkunjung ke tempat wisata tersebut. Jadi promosi tidak langsung adalah promosi yang berasal dari upaya pengelola dalam menciptakan citra baik ke pengunjung (Gunn, 1997). Atraksi Menurut Gunn (1997) atraksi merupakan inti dari wisata. Atraksi merupakan bentuk kegiatan atau suasana tapak yang menjadi daya tarik utama tempat wisata. Atraksi wisata dapat dikelompokkan dalam dua kelompok umum, yaitu touring circuit dan longer stay. Touring circuit adalah pengunjung menikmati atraksi selama perjalanan dan dalam waktu pendek, sehingga pengunjung tidak perlu menginap. Contoh touring circuit adalah wisata pantai, pemandangan pegunungan, dan air terjun. Sedangkan longer stay adalah pengunjung menikmati atraksi dalam waktu lama, sehingga pengunjung perlu menginap, contoh wisata budaya. Bentuk atraksi yang ditampilkan tergantung potensi lingkungan dan sosial budaya, karena adanya perbedaan karakteristik lingkungan dan sosial budaya yang dimiliki setiap tempat wisata. Karakteristik lingkungan ditentukan oleh jenis vegetasi, bentuk kehidupan alami di tapak, kualitas air, bentuk topografi tapak, dan iklim. Sedangkan karakteristik sosial budaya tergantung karakteristik masyarakat pendukung tapak (Gunn, 1997). Lebih lanjut Gunn (1997) menyatakan bahwa kekayaan fisik lingkungan, kekayaan alam dan budaya, serta kualitas merupakan unsur esensial yang mendukung kenyamanan pengunjung, pengalaman pengunjung, dan bagi kehidupan setempat.

24 13 Fungsi taman nasional sebagai tempat rekreasi dapat menjadi alternatif bagi masyarakat dalam memilih tempat rekreasi. Kondisi taman nasional yang masih alami sesuai dengan minat masyarakat dewasa ini, karena perkembangan permintaan masyarakat terhadap rekreasi mengarah pada obyek wisata yang masih alami. Latar belakang terjadinya peningkatan minat terhadap obyek wisata alam adalah ketertarikan masyarakat terhadap keindahan alam dan kondisi lingkungannya yang masih alami. Masyarakat berharap mendapatkan kepuasan fisik dan mental dengan melihat keindahan alam (Lindberg, 1993). Penyediaan rekreasi harus mempertimbangkan dampak dari kegiatan pengunjung. Pengetahuan tentang dampak yang mungkin timbul dan upaya pengelola untuk meminimalisir dampak dapat menjamin kualitas lingkungan dan keindahan obyek rekreasi (Gold, 1980; Lindberg, 1993). Lebih lanjut dinyatakan bahwa dalam pengembangan tapak untuk rekreasi diperlukan pendekatan yang tepat, agar kegiatan rekreasi sesuai dengan kemampuan tapak. Alat pendekatan yang sesuai dengan tujuan pemeliharaan kualitas keindahan dan lingkungan adalah pendekatan ekologi lanskap. Orientasi utama pendekatan ekologi lanskap adalah perlindungan kualitas visual lanskap dan ekologi. Ekologi Lanskap Kegiatan pembangunan menyebabkan perubahan pola ruang dan perubahan hubungan antar elemen dalam ruang. Perubahan pada pola ruang akan berakibat pada perubahan proses ekologi di dalamnya. Perubahan proses ekologi dapat menimbulkan dampak positif dan negatif. Dampak positif berupa kondisi lingkungan yang seimbang dan lestari. Sedangkan dampak negatif berupa kerusakan lingkungan (Merriam, 1994; Turner et al. 2001). Ekologi lanskap memberikan suatu konsep, teori, dan metode baru dalam memahami interaksi yang dinamis dalam ekosistem berdasarkan pola ruang. Pemahaman proses ekologi di dalam tapak dapat membantu pengambilan keputusan pembangunan yang tepat. Dengan demikian hasil yang diharapkan dari kegiatan pembangunan berupa hasil yang positif (Thorne dan Huang,1990; Merriam, 1994; Turner et al. 2001).

25 14 Prinsip utama dalam ekologi lanskap adalah integritas ruang dan proses ekologi di dalamnya. Keterkaitan antar ruang merupakan implikasi logis dari proses ekologi, karena proses ekologi dalam suatu tapak tidak dapat terlepas dari lingkungan sekitarnya. Jalinan proses ekologi antar tapak terjadi melalui aliran massa dan energi. Aliran massa dan energi terjadi dalam bentuk perpindahan unsur-unsur atau mineral melalui gerakan air, udara, dan gravitasi (Thorne dan Huang, 1990; Merriam, 1994; Turner et al. 2001) Skala pembangunan lanskap mempunyai selang yang lebar. Contoh pembangunan lanskap berskala kecil adalah lanskap rumah, sedang yang berskala besar adalah lanskap wilayah kota, taman nasional, dan hutan. Semakin besar skala pembangunan lanskap berarti semakin kompleks proses ekologi di dalamnya, sehingga hal ini memerlukan pedoman yang tepat dalam pelaksanaannya. Menurut Merriam (1994) terdapat tiga pedoman dasar dalam skala pembangunan lanskap yang besar, yaitu: 1. Komposisi lanskap yang menjadi sumber daya dan pembentuk tapak serta mempengaruhi lingkungan di dalam tapak. Sumber daya atau habitat yang penting harus mendapat perhatian utama. Jenis sumber daya yang penting adalah sumber daya yang mempengaruhi keberadaan spesies di dalam tapak. Jika sumber daya atau habitat ini rusak maka berakibat pada hilangnya spesies tertentu. 2. Pola ruang harus mendukung proses ekologi di dalam tapak. Pola ruang harus memperhatikan bentuk dan ukuran ruang. Elemen pengaturan pola ruang adalah perimeter ruang, rasio ruang, dan jarak antar ruang yang membatasi spesies dengan perilaku berbeda. Pembatasan dan pengaturan jarak antar ruang dapat mencegah persaingan antar spesies dalam mencari makan dan berkembang biak. 3. Upaya antisipasi terhadap bentuk gangguan yang potensial di masa depan. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan manusia, pencemaran lingkungan, dan masuknya spesies eksotik.

26 15 Pendekatan Ekologi dan Kualitas Ekologi Menurut Gold (1980) pendekatan ekologi merupakan penilaian karakteristik ekologi melalui serangkaian analisis terhadap faktor-fakor ekologi serta hubungan di antara faktor-faktor tersebut. Penjelasan tentang kondisi setiap faktor dan hubungan di antaranya dapat digunakan untuk penjelasan kondisi ekologinya. Secara umum faktor-faktor ekologi tersebut terbagi dalam tigasumber daya tapak yang paling dasar, yaitu: 1. Lingkungan atmosfer yang terdiri dari udara, uap air, dan mikroorganisme. 2. Lingkungan air yang terdiri dari air, tumbuhan, binatang, mikroorganisme, dan habitat. 3. Lingkungan tanah yang terdiri dari tanah, tumbuhan, binatang, mikroorganisme dan habitat. Udara, air, tanah, tumbuhan dan hewan merupakan komponen proses ekologi di alam. Dalam proses di alam dijelaskan bahwa udara berhubungan dengan metabolisme tumbuhan dan isolasi. Sedang air mempunyai peran yang penting dalam proses metabolisme tumbuhan dan hewan untuk proses respirasi dan regulasi. Lebih jauh tumbuhan, binatang, dan mikroorganisme berperan dalam siklus rantai makanan, di mana siklus ini merupakan wujud dari aliran massa dan energi (Gold, 1980; Wirakusumah, 2003). Lebih lanjut Wirakusumah (2003) menyatakan bahwa aliran massa dan energi berada dalam kondisi seimbang jika tidak ada kelas dalam mata rantai makanan yang terganggu. Dalam kondisi demikian dapat dinyatakan bahwa kualitas ekologinya bagus, karena terjadi keseimbangan distribusi massa dan energi. Kualitas ekologi adalah derajat penilaian yang menggambarkan status keadaan lingkungan di suatu tapak Status keadaan lingkungan disebut baik jika nilai kualitasnya tinggi dan sebaliknya. Penilaian kualitas ekologi suatu tapak memerlukan indikator yang berasal dari komponen ekologi. Komponen ekologi merupakan indikator yang dapat diukur secara kuantitatif atau dijelaskan secara kualitatif. Komponen tersebut adalah siklus energi, kestabilan lingkungan abiotik, daya lenting lingkungan, suksesi ekologi, biodiversitas, nilai unik tapak, dan kestabilan spesies (Thompson dan Stainer, 1997; Wirakusumah, 2003).

27 16 Persepsi Persepsi merupakan suatu gambaran, pengertian, serta interpretasi seseorang terhadap suatu obyek, terutama bagaimana orang menghubungkan informasi yang diperolehnya dengan diri dan lingkungan dimana dia berada. Bentuk persepsi tersebut berbeda pada setiap orang, karena pengaruh latar belakang intelektual, pengalaman emosional, pergaulan, dan sikap seseorang. Sedangkan, kedalaman persepsi akan sebanding dengan kedalaman intelektual dan semakin banyaknya pengalaman emosional yang dialami seseorang (Eckbo, 1964). Lebih lanjut Porteous (1977) menambahkan bahwa persepsi akan menentukan tindakan seseorang terhadap lingkungannya. Bentuk obyek yang diamati seseorang salah satunya adalah lanskap, dimana seseorang akan melakukan persepsi terhadap lanskap yang sudah diamatinya (Nasar, 1988). Lebih lanjut dinyatakan bahwa persepsi seseorang terhadap kualitas suatu lanskap ditentukan oleh interaksi yang kuat antara variabel lanskap dan pengetahuan seseorang terhadap lanskap tersebut. Hasilnya berupa penilaian yang bagus atau tidak bagus. Tingkat penilaian tersebut tergantung pada kepuasan perasaan seseorang terhadap lanskap tersebut. Estetika Lingkungan Lingkungan merupakan wadah bagi manusia untuk beraktifitas dan berinteraksi dengan sesama manusia dan alam beserta isinya. Manusia selalu melakukan persepsi dan interpretasi terhadap lingkungannya. Proses persepsi dan interpretasi merupakan rangkaian tindakan manusia sebagai upaya mendapatkan gambaran dari lingkungannya, sehingga manusia dapat menetapkan tindakan selanjutnya terhadap lingkungan tersebut. Arah dan bentuk tindakan manusia terhadap lingkungannya dapat berupa hal-hal yang positif atau negatif, dimana pilihan tindakan tersebut sangat bergantung dari hasil persepsi dan interpretasi sebelumnya. Tindakan yang positif seperti pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam dengan bijaksana merupakan hasil pemahaman yang benar terhadap lingkungannya, sebaliknya tindakan negatif seperti perusakan dan pemborosan terhadap sumber daya alam merupakan hasil pemahaman yang salah terhadap lingkungannya. Dengan demikian perlu penanaman pengetahuan tentang persepsi

28 17 dan interpretasi yang benar, sehingga manusia dapat menetapkan tindakan yang benar dalam mengelola lingkungannya (Foster, 1982). Estetika adalah sesuatu yang dirasakan oleh manusia sebagai hasil hubungan yang harmonis dari semua elemen, baik itu elemen pada suatu obyek, ruang maupun kegiatan. Estetika berkaitan erat dengan penilaian secara visual, karena penampilan suatu obyek otomatis dinilai dari penampakkan visualnya (Simonds, 1983; Nasar, 1988). Selanjutnya Heath (1988) menambahkan bahwa manusia pada umumnya menyukai keindahan. Untuk itu manusia senantiasa menjadikan lingkungannya tetap indah. Salah satu upaya yang dilakukan manusia adalah perlindungan terhadap kualitas keindahan lingkungan. Kualitas Estetika Nilai estetik suatu tempat atau lanskap merupakan dimensi penting dalam pengamatan ekologi dan kekuatan nilai estetik telah menjadi aspek utama dalam tindakan konservasi. Perumusan kebijakan tentang estetik juga membawa pada pemahaman yang baik atas masalah lingkungan. Sebagai contoh pemandangan pegunungan yang masih alami dengan hutan yang gundul dimana tidak hanya nilai estetiknya berbeda, tetapi kondisi ekologi keduanya juga berbeda. Nilai estetik dapat menjadi salah satu alat ukur lingkungan, karena indera manusia mampu menangkap dan membedakan kondisi lingkungan di sekitarnya melalui indera penglihatan, pendengaran atau penciuman (Foster, 1982). Penilaian terhadap kualitas estetik lingkungan menjadi alat yang relevan dalam lingkup pengamatan lanskap alami maupun nonalami. Meskipun kualitas estetik merupakan sumber daya alam yang tidak dapat dimakan, tetapi dapat memberikan kepuasan secara mental bagi manusia. Pemenuhan terhadap kepuasan estetik merupakan puncak dari kebutuhan manusia, karena pada dasarnya manusia tidak hanya menghendaki kepuasan secara fisik, tetapi yang lebih utama adalah kepuasan mental atau jiwa. Keindahan lingkungan sebagai salah satu alat pemenuhan kebutuhan estetik perlu dipelajari dan dibuat metode penilaiannya, sehingga lingkungan dapat dikelola dengan baik agar kualitas estetiknya dapat terlindungi dan tetap terjaga (Daniel dan Boster, 1976; Foster, 1982).

29 18 Elemen Pengalaman Estetik Kualitas estetik tapak akan menentukan pengalaman estetik pengguna tapak tersebut. Inti pembentuk kualitas estetik adalah integritas elemen fisik dan visual tapak. Elemen fisik tapak berupa bentuk lahan, tata guna lahan, mosaik vegetasi, badan air. Sedangkan elemen visual berupa bentuk, ruang, skala, warna, pola, komposisi dan hubungan antar elemen fisik (Gold, 1980; Foster, 1982). Berikut ini penjelasan dari masing-masing elemen tapak: 1. Bentuk lahan merupakan tulang punggung dalam lanskap, dan secara visual merupakan hasil gabungan dari bentuk lahan yang cembung dan cekung. Karakteristik bentuk lahan adalah kontur (skyline silhouettes), skala dan jarak pengulangan elemen, dan variasi permukaan (warna dan penutupan vegetasi). Selain itu bentuk lahan yang khas seperti lembah dan ngarai mempengaruhi bentuk ruang di tapak. 2. Mosaik vegetasi menentukan pola utama dari variasi visual permukaan lanskap. Perbedaan bentuk fisik vegetasi, warna, teksur, skala, bentuk pola utama, batas tepi, dan perubahan fisik karena musim merupakan unsur dasar dari mosaik vegetasi. 3. Badan air merupakan elemen yang spesial dan langka dalam lanskap yang alami. Keberadaannya tidak hanya menambah nilai estetik tapak, tetapi juga menjadi pendukung kehidupan di sekitarnya. Dalam suatu lanskap, badan air dapat menjadi pemandangan yang berdiri sendiri atau dapat juga membentuk kesatuan pemandangan dengan vegetasi serta bentuk lahan di dekatnya. Menurut Foster (1982) pengamatan terhadap elemen tapak dapat melalui pengamatan peta atau analisis laporan tertulis atau representasi grafis berupa foto, diagram, dan sketsa. Bentuk hasil pengamatan visual terhadap elemen tapak dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu: 1) Elemen yang berupa area seperti danau, petak lahan sawah, petak kebun teh, dan petak hutan pinus; 2) Elemen yang berupa koridor seperti sungai, jalan raya, dan jalan setapak. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pengamatan visual dapat memberikan hasil yang baik dan relevan jika unit pengamatan mempunyai batas yang jelas dan tidak terlalu luas

30 19 skalanya. Hasil pengamatan setiap unit memberikan gambaran kondisi yang berbeda. Kondisi setiap unit biasanya bergantung pada karakteristik spasial serta hubungan antara bentuk lahan, vegetasi, dan badan air di dalam unit tersebut. Evaluasi Kualitas Estetik Evaluasi kualitas estetik merupakan penilaian terhadap nilai keindahan suatu lanskap. Evaluasi kualitas estetik dapat menggunakan tiga kriteria estetika, yaitu kesatuan, variasi, dan kontras. Pertama, kesatuan adalah kualitas total elemen yang terlihat menyatu dan harmonis. Dalam lanskap, kesatuan merupakan ekspresi dari tipe komposisi lanskap. Salah satu tipe komposisi lanskap adalah pemandangan yang dominan, contohnya pemandangan puncak gunung yang terlihat menonjol dari lanskap sekitarnya. Kedua, variasi adalah banyaknya jenis elemen dalam tapak dan hubungan antar elemen yang berbeda. Variasi atau kekayaan sumber daya adalah dua hal yang dipandang penting oleh ahli biologi dan seniman, karena variasi yang besar sama artinya dengan kualitas tapak yang tinggi. Tetapi diperlukan juga kesatuan elemen disamping variasi elemen untuk tercapainya kualitas tapak yang tinggi. Contoh variasi elemen dalam lanskap adalah jenis pohon deciduous tumbuh di antara pohon berdaun jarum. Ketiga, kontras adalah perbedaan antar elemen yang terlihat menonjol tetapi tetap harmonis. Kontras dapat berupa perbedaan warna, tekstur, atau bentuk elemen (Foster, 1982). Metode Pendugaan Nilai Keindahan Menurut Daniel dan Boster (1976) metode pendugaan nilai keindahan merupakan alat pendekatan dalam penilaian kualitas estetik tapak atau lanskap tertentu. Terdapat tiga metode umum dalam pendugaan nilai keindahan, yaitu: 1. Pengamatan deskriptif adalah bentuk metode yang digunakan secara eketensif dalam representasi dan evaluasi kualitas lanskap. Hasil penilaian kualitas keindahan digambarkan dalam karakter yang relevan dengan lanskap, seperti rasa hangat, nyaman, keanekaragaman elemen, dan harmonis. Penyajian hasil dapat berupa angka, dimana setiap karakter diberi nilai tertentu misal dalam satuan persen, kemudian nilai seluruh

31 20 karakter dijumlahkan. Nilai yang diperoleh dari penjumlahan seluruh karakter merupakan gambaran kualitas lanskap yang diamati. 2. Survei dan kuisioner adalah bentuk metode yang sudah digunakan secara luas, dan hasil penilaian kualitas lanskap berdasarkan preferensi terhadap setiap sampel. Preferensi yang tinggi terhadap sampel tertentu menunjukkan nilai keindahan sampel tersebut juga tinggi. 3. Evaluasi persepsi pilihan adalah metode penilaian kualias lanskap yang berdasarkan pendapat pengamat yang dipandang relevan. Penilaian dilakukan tidak secara langsung di tapak, tetapi dengan foto atau slide yang diambil dari tapak dan dianggap sesuai dengan kondisi tapak. Masing-masing metode di atas mempunyai bentuk khusus untuk penerapan secara praktis di lapangan. Salah satu metode khusus penilaian kualitas keindahan adalah metode SBE (Scenic Beauty Estimation). Konsep yang mendasari metode ini adalah keindahan merupakan hasil interaksi manusia dengan alam, yaitu sebagai bentuk persepsi terhadap pemandangan lanskap melalui indera penglihatannya (Daniel dan Boster, 1976). Evaluasi Lanskap dengan Menggunakan Model SBE Konsep yang mendasari metode ini adalah keindahan merupakan hasil interaksi manusia dengan alam, yaitu sebagai bentuk persepsi terhadap pemandangan lanskap melalui indera penglihatannya. Tahap pelaksanaan metode SBE adalah pengambilan foto lanskap, penyajian foto dalam bentuk slide, dan evaluasi penilaian kualitas keindahan. Tahap pertama, pengambilan foto dilakukan secara acak pada sudut pandang 1 0 sampai 360 0, dimana pemilihan sudut pandang harus mewakili kondisi lanskap. Level pengambilan foto juga harus sama dengan level mata manusia yang berdiri pada posisi normal. Tahap kedua, foto setiap lanskap disusun sesuai kelompok lanskap, lalu dipresentasikan dalam bentuk slide. Penyusunan foto antar lanskap dibuat acak, sedangkan foto untuk lanskap yang sama disusun dalam satu kelompok. Penilaian terhadap slide dilakukan oleh pengamat. Pengamat dapat berupa individu atau kelompok. Selain itu pengamat diberi pengarahan yang cukup sebelum presentasi dimulai, tetapi

32 21 pengarahan harus bersifat netral dan tidak berpengaruh pada penilaian yang akan dilakukan pengamat. Presentasi harus dilakukan sekali dan penilaian pengamat berkisar pada nilai 0 (sangat jelek) dan 9 (sangat indah). Tahap ketiga, hasil penilaian pengamat untuk setiap lanskap dikumpulkan dan diurutkan dari nilai terkecil sampai tertinggi. Selanjutnya dilakukan analisis nilai keindahan secara statistik deskriptif. Nilai keindahan yang diperoleh dapat dijadikan representasi kualitas keindahan lanskap.

33 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) yang terletak di Propinsi Jawa Barat. Pengamatan secara langsung dilakukan di tiga jalur wisata alam pada kawasan TNGP. Waktu penelitian dimulai dari bulan Februari 2006 sampai dengan bulan Agustus U Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Taman Nasional Gede-Pangrango Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survai untuk pengumpulan data ekologis dan pengambilan foto lanskap. Pengolahan data foto dengan menggunakan metode Scenic Beauty Estimation (SBE), yang bertujuan untuk menilai kualitas estetik lanskapnya. Sedangkan pengolahan data ekologi

34 23 menggunakan metode Semantic Differential (SD). Hasil pengolahan data ekologi dan estetik dianalisis lebih lanjut dengan uji statistik, sehingga dapat diketahui hubungan antara kualitas ekologi dan estetik tapak. Secara umum penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, yaitu: 1. Tahap Persiapan Tahap persiapan mencakup kegiatan studi pustaka, penentuan karakter kualitas ekologi kawasan TNGP, dan penentuan titik pemotretan untuk penilaian kualitas estetik kawasan. 2. Tahap Pegumpulan Data Tahap pengumpulan data mencakup kegiatan pengumpulan data sekunder, pengamatan karakter ekologi secara langsung di tapak, dan pengambilan foto vantage point pada setiap pos. 3. Tahap pengolahan data Tahap pengolahan data merupakan tahap penilaian kualitas ekologi, penilaian kualitas estetika, uji multikolinearitas, dan korelasi karakter ekologi dengan estetika. Tahap Persiapan Tahap kegiatan ini dimulai dengan studi pustaka. Hasil studi pustaka berupa identifikasi karakter kualitas ekologi dan titik pemotretan di sepanjang jalur wisata alam TNGP. Menurut Thompson dan Stainer (1997) karakter kualitas ekologi berupa variabel-variabel ekologi, yaitu keanekaragaman hayati, kerapatan vegetasi, tingkat penutupan, kesuburan tanah, kepekaan terhadap erosi, tingkat kelembaban, dan intensitas cahaya. Variabel-variabel tersebut dianggap sebagai indikator penilaian kualitas ekologi. Sedangkan yang menjadi variabel estetik adalah nilai keindahan lanskap. Analisis kualitas ekologi juga didukung dengan data sekunder dari masing-masing karakter ekologi. Pengamatan kualitas ekologi dan estetika dilakukan pada titik lanskap tertentu di sepanjang jalur wisata alam. Titik lanskap yang dipilih adalah pos-pos perhentian sementara pengunjung saat melakukan kegiatan pendakian. Pada pospos tersebut peluang pengunjung untuk menikmati pemandangan dan kondisi lingkungan sangat intensif. Pos pendakian yang diamati ada 17 buah yang tersebar

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO Oleh DIDIK YULIANTO A34202008 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTIT UT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Estetika

TINJAUAN PUSTAKA Estetika 4 TINJAUAN PUSTAKA Estetika Istilah estetika dikemukakan pertama kali oleh Alexander Blaumgarten pada tahun 1750 untuk menunjukkan studi tentang taste dalam bidang seni rupa. Ilmu estetika berkaitan dengan

Lebih terperinci

Gambar 12. Lokasi Penelitian

Gambar 12. Lokasi Penelitian III. METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di jalur wisata Puncak, terletak di Kabupaten Bogor. Jalur yang diamati adalah jalur pemasangan reklame yang berdasarkan data

Lebih terperinci

METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian Kebun Raya Cibodas

METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian Kebun Raya Cibodas 10 METODE Waktu dan Tempat penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Maret hingga Juli 2010. Penelitian dilakukan di Kebun Raya Cibodas, Desa Cimacan, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat (Gambar

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH ELEMEN LANSKAP TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA DEPOK. Oleh: Medyuni Ruswan A

ANALISIS PENGARUH ELEMEN LANSKAP TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA DEPOK. Oleh: Medyuni Ruswan A ANALISIS PENGARUH ELEMEN LANSKAP TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA DEPOK Oleh: Medyuni Ruswan A34201045 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kebun Raya Objek Wisata

TINJAUAN PUSTAKA Kebun Raya Objek Wisata 3 TINJAUAN PUSTAKA Kebun Raya Menurut LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya merupakan suatu kawasan yang mengkoleksi berbagai jenis tumbuhan. Tumbuhan yang dikoleksi kebun raya memiliki

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODOLOGI. Jawa Barat Kab. Kuningan Desa Ancaran. Gambar 2. Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Jawa Barat Kab. Kuningan Desa Ancaran. Gambar 2. Lokasi Penelitian 12 METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada akhir bulan Maret 2011 hingga bulan Juni 2011. Penelitian ini dilakukan di Desa Ancaran, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, yang memiliki

Lebih terperinci

STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR

STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR Oleh : YAYAT RUHIYAT A34201018 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YAYAT RUHIYAT. Studi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari penelitian ini menunjukkan kualitas estetika pohon-pohon dengan tekstur tertentu pada lanskap jalan dan rekreasi yang bervariasi. Perhitungan berbagai nilai perlakuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak potensi wisata yang unik, beragam dan tersebar di berbagai daerah. Potensi wisata tersebut banyak yang belum dimanfaatkan

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peraturan Pendakian

Lampiran 1. Peraturan Pendakian 93 Lampiran 1. Peraturan Pendakian 1. Semua pengunjung wajib membayar tiket masuk taman dan asuransi. Para wisatawan dapat membelinya di ke empat pintu masuk. Ijin khusus diberlakukan bagi pendaki gunung

Lebih terperinci

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung

VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR. dari 67 orang laki-laki dan 33 orang perempuan. Pengunjung TWA Gunung VI. KARAKTERISTIK PENGUNJUNG TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 6.1 Karakteristik Responden Penentuan karakteristik pengunjung TWA Gunung Pancar diperoleh berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner dari 100

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI

PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI PENGARUH REKLAME TERHADAP KUALITAS ESTETIK LANSKAP JALAN LINGKAR KEBUN RAYA BOGOR RAKHMAT AFANDI DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 Judul Nama NRP : Pengaruh

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA Oleh : RIDHO DWIANTO A34204013 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya laju kerusakan hutan tropis yang memicu persoalan-persoalan lingkungan telah mendorong kesadaran publik terhadap isu-isu mengenai pentingnya transformasi paradigma

Lebih terperinci

EVALUASI ASPEK FUNGSI DAN KUALITAS ESTETIKA TANAMAN LANSKAP KEBUN RAYA BOGOR (Kasus : Pohon dan Perdu) IPAH NAPISAH A

EVALUASI ASPEK FUNGSI DAN KUALITAS ESTETIKA TANAMAN LANSKAP KEBUN RAYA BOGOR (Kasus : Pohon dan Perdu) IPAH NAPISAH A EVALUASI ASPEK FUNGSI DAN KUALITAS ESTETIKA TANAMAN LANSKAP KEBUN RAYA BOGOR (Kasus : Pohon dan Perdu) IPAH NAPISAH A34204014 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR. Oleh : Annisa Budi Erawati A

PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR. Oleh : Annisa Budi Erawati A PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR Oleh : Annisa Budi Erawati A34201035 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Nasional Undang-undang No. 5 Tahun 1990 menyatakan bahwa taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang

Lebih terperinci

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) Oleh : GITA ALFA ARSYADHA L2D 097 444 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan bentuk industri pariwisata yang belakangan ini menjadi tujuan dari sebagian kecil masyarakat. Pengembangan industri pariwisata mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI Indikator Perkuliahan Menjelaskan kawasan yang dilindungi Menjelaskan klasifikasi kawasan yang dilindungi Menjelaskan pendekatan spesies Menjelaskan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai kekayaan alam dan keragaman yang tinggi dalam berbagai bentukan alam, struktur historik, adat budaya, dan sumber daya lain yang terkait dengan wisata.

Lebih terperinci

II. LANSKAP DAN KARAKTERISTIK

II. LANSKAP DAN KARAKTERISTIK Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) II. LANSKAP DAN KARAKTERISTIK Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Siti Nurul Rofiqo Irwan, SP., MAgr, PhD. LANSKAP DAN KARAKTERISTIK Tujuan: Memahami dasar pemikiran merencana

Lebih terperinci

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan saat ini sangat ramai dibicarakan karena berkembangnya sektor pariwisata maka pengaruh terhadap sektor lainnya sangat besar, oleh karena itu permintaan

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA BANYUMULEK, KECAMATAN KEDIRI, LOMBOK BARAT

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA BANYUMULEK, KECAMATAN KEDIRI, LOMBOK BARAT PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA BANYUMULEK, KECAMATAN KEDIRI, LOMBOK BARAT Oleh : RINRIN KODARIYAH A 34201017 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS

Lebih terperinci

Kecamatan Beji. PDF created with pdffactory Pro trial version METODE PENELITIAN

Kecamatan Beji. PDF created with pdffactory Pro trial version  METODE PENELITIAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian evaluasi kualitas ecological aesthetics lanskap kota ini dilaksanakan di Kecamatan Beji Kota Depok. Periode penelitian berlangsung dari Maret 2004 sampai Nopember

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 33 METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian mengenai Rencana Penataan Lanskap Kompleks Candi Muara Takus sebagai Kawasan Wisata Sejarah dilakukan di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA U M U M Bangsa Indonesia dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa kekayaan berupa

Lebih terperinci

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati 1 Konservasi Lingkungan Lely Riawati 2 Dasar Hukum Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber

Lebih terperinci

PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TERHADAP FUNGSI DAN LOKASI OBYEK-OBYEK REKREASI DI KEBUN RAYA BOGOR

PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TERHADAP FUNGSI DAN LOKASI OBYEK-OBYEK REKREASI DI KEBUN RAYA BOGOR PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TERHADAP FUNGSI DAN LOKASI OBYEK-OBYEK REKREASI DI KEBUN RAYA BOGOR Oleh SEPTA ARI MAMIRI A34203047 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang juga dikenal sebagai Undang-Undang Otonomi Daerah mendorong setiap daerah untuk menggali

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan di daerah tropis dengan luas laut dua pertiga dari luas negara secara keseluruhan. Keberadaan Indonesia di antara dua benua dan

Lebih terperinci

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR Oleh: Nadya Tanaya Ardianti A07400018 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2005 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata 2.2 Perencanaan Kawasan Wisata

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata 2.2 Perencanaan Kawasan Wisata 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata Secara etimologi kata rekreasi berasal dari bahasa Inggris yaitu recreation yang merupakan gabungan dari kata re yang berarti kembali dan creation yang berarti

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR Oleh : TEMMY FATIMASARI L2D 306 024 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LANSKAP KAWASAN BERTEMA (THEME PARK) DI DUNIA FANTASI TAMAN IMPIAN JAYA ANCOL JAKARTA UTARA DKI JAKARTA. Oleh: PUTERA RAMADHON A

PENGELOLAAN LANSKAP KAWASAN BERTEMA (THEME PARK) DI DUNIA FANTASI TAMAN IMPIAN JAYA ANCOL JAKARTA UTARA DKI JAKARTA. Oleh: PUTERA RAMADHON A PENGELOLAAN LANSKAP KAWASAN BERTEMA (THEME PARK) DI DUNIA FANTASI TAMAN IMPIAN JAYA ANCOL JAKARTA UTARA DKI JAKARTA Oleh: PUTERA RAMADHON A34204046 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A

PERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A PERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A34204040 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2010 TENTANG PENGUSAHAAN PARIWISATA ALAM DI SUAKA MARGASATWA, TAMAN NASIONAL, TAMAN HUTAN RAYA, DAN TAMAN WISATA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Sumberdaya hutan yang ada bukan hanya hutan produksi, tetapi juga kawasan konservasi.

Lebih terperinci

Prosiding SN SMAP 09 ABSTRAK PENDAHULUAN. FMIPA UNILA, November

Prosiding SN SMAP 09 ABSTRAK PENDAHULUAN. FMIPA UNILA, November Prosiding SN SMAP 09 UJI SCENIC BEAUTY ESTIMATION TERHADAP KONFIGURASI TEGAKAN-TEGAKAN VEGETASI DI KEBUN RAYA BOGOR Imawan Wahyu Hidayat 1 1 Kebun Raya Cibodas, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pacet

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 6 Peta lokasi penelitian. Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008.

METODOLOGI. Gambar 6 Peta lokasi penelitian. Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008. METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian berlokasi di Yayasan Pengembangan Insan Pertanian Indonesia (YAPIPI) yang secara administratif berlokasi di Kp. Bojongsari RT 03 RW 05 Kecamatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan 116 VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar perencanaan adalah mengembangkan laboratorium lapang PPDF sebagai tempat praktikum santri sesuai dengan mata pelajaran yang diberikan dan juga dikembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat

BAB I PENDAHULUAN. penunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Taman Nasional Kerinci Seblat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Undang-Undang No. 05 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (KSDHE), Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai

Lebih terperinci

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN TAMAN WISATA SENGKALING MALANG

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN TAMAN WISATA SENGKALING MALANG LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN DAN PENGEMBANGAN TAMAN WISATA SENGKALING MALANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik diajukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata

II. TINJAUAN PUSTAKA. Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Obyek Wisata Obyek wisata adalah salah satu komponen yang penting dalam industri pariwisata dan salah satu alasan pengunjung melakukan perjalanan ( something to see).

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG MUTIARA SANI A

PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG MUTIARA SANI A PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG MUTIARA SANI A34203015 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERENCANAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada karya tulis ini merupakan kesimpulan penulis dari istilah-istilah dan tipologitipologi

BAB I PENDAHULUAN. pada karya tulis ini merupakan kesimpulan penulis dari istilah-istilah dan tipologitipologi BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Agro Village Agro Village belum menjadi istilah yang baku, sehingga definisi agro village pada karya tulis ini merupakan kesimpulan penulis dari istilah-istilah

Lebih terperinci

ANALISIS PRIORITAS STRATEGI BAURAN PEMASARAN PADA AGROWISATA RUMAH SUTERA ALAM KECAMATAN PASIR EURIH, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

ANALISIS PRIORITAS STRATEGI BAURAN PEMASARAN PADA AGROWISATA RUMAH SUTERA ALAM KECAMATAN PASIR EURIH, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ANALISIS PRIORITAS STRATEGI BAURAN PEMASARAN PADA AGROWISATA RUMAH SUTERA ALAM KECAMATAN PASIR EURIH, KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT Oleh : FANDY AKHDIAR A14104101 PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS

Lebih terperinci

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR

persepsi pengunjung yang telah dibahas pada bab sebelumnya. VIII. PROSPEK PENGEMBANGAN WISATA TAMAN WISATA ALAM GUNUNG PANCAR 17.270 kunjungan, sehingga dari hasil tersebut didapat nilai ekonomi TWA Gunung Pancar sebesar Rp 5.142.622.222,00. Nilai surplus konsumen yang besar dikatakan sebagai indikator kemampuan pengunjung yang

Lebih terperinci

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN SIMPUL CURUG GEDE DI KAWASAN WISATA BATURADEN

PENATAAN DAN PENGEMBANGAN SIMPUL CURUG GEDE DI KAWASAN WISATA BATURADEN P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN DAN PENGEMBANGAN SIMPUL CURUG GEDE DI KAWASAN WISATA BATURADEN Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah 1 Pengelolaan Taman Hutan Raya (TAHURA) Pengertian TAHURA Taman Hutan Raya adalah Kawasan Pelestarian Alam (KPA) Untuk tujuan

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian... 29

DAFTAR ISI. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian... 29 DAFTAR ISI Halaman Pengesahan... Halaman Pernyataan... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran... Intisari... Abstract... i ii iii v viii x xi xii xiii BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan TINJAUAN PUSTAKA Danau Perairan pedalaman (inland water) diistilahkan untuk semua badan air (water body) yang ada di daratan. Air pada perairan pedalaman umumnya tawar meskipun ada beberapa badan air yang

Lebih terperinci

Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan

Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan Deskripsi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus 30 KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Wilayah perencanaan situs Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jarak kompleks candi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA Oleh : Dr. Ir. Sriyadi., MP (8 Januari 2016)

PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA Oleh : Dr. Ir. Sriyadi., MP (8 Januari 2016) PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA Oleh : Dr. Ir. Sriyadi., MP (8 Januari 2016) A. Latar Belakang Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat sehingga membawa

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) TUGAS AKHIR Oleh: LISA AGNESARI L2D000434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan industri penting sebagai penyumbang Gross Domestic Product (GDP) suatu negara dan bagi daerah sebagai penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Lebih terperinci

PUSAT PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA AGRO PAGILARAN BATANG JAWA TENGAH Dengan Tema Ekowisata

PUSAT PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA AGRO PAGILARAN BATANG JAWA TENGAH Dengan Tema Ekowisata LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PUSAT PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA AGRO PAGILARAN BATANG JAWA TENGAH Dengan Tema Ekowisata Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propinsi Lampung merupakan wilayah yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan Propinsi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada Agustus Oktober 2010, mencakup pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP AGROWISATA IKAN HIAS AIR TAWAR DI BALAI PENGEMBANGAN BENIH IKAN CIHERANG KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT

PERANCANGAN LANSKAP AGROWISATA IKAN HIAS AIR TAWAR DI BALAI PENGEMBANGAN BENIH IKAN CIHERANG KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT PERANCANGAN LANSKAP AGROWISATA IKAN HIAS AIR TAWAR DI BALAI PENGEMBANGAN BENIH IKAN CIHERANG KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT Oleh: GIN GIN GINANJAR A34201029 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 3. Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 3. Lokasi Penelitian METODOLOGI Waktu dan Lokasi Penelitian mengenai pengaruh reklame ini dilakukan pada lanskap Jalan Lingkar Kebun Raya Bogor, Jawa Barat (Gambar 3). Jalan Lingkar (Ringroad Way) pada penelitian ini meliputi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA KOPENG. Oleh : Galuh Kesumawardhana L2D

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA KOPENG. Oleh : Galuh Kesumawardhana L2D STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA KOPENG Oleh : Galuh Kesumawardhana L2D 098 432 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2004 ABSTRAK Pariwisata saat ini

Lebih terperinci

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam Untuk penentuan prioritas kriteria dilakukan dengan memberikan penilaian atau bobot

Lebih terperinci

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Sumberdaya Alam Hayati : Unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama dengan

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL SEGENTER, PULAU LOMBOK, SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA. Oleh MUHAMMAD IMAM SULISTIANTO A

PERENCANAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL SEGENTER, PULAU LOMBOK, SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA. Oleh MUHAMMAD IMAM SULISTIANTO A PERENCANAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL SEGENTER, PULAU LOMBOK, SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA Oleh MUHAMMAD IMAM SULISTIANTO A34201037 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata selama ini terbukti menghasilkan berbagai keuntungan secara ekonomi. Namun bentuk pariwisata yang menghasilkan wisatawan massal telah menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata Perencanaan merupakan suatu bentuk alat yang sistematis yang diarahkan untuk mendapatkan tujuan dan maksud tertentu melalui pengaturan, pengarahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu kawasan yang mempunyai berbagai macam jenis tumbuhan dan hewan yang saling berinteraksi di dalamnya. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci