BAB II TINJAUAN PUSTAKA. femur (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut Sjamsuhidajat (2004) fraktur femur

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. femur (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut Sjamsuhidajat (2004) fraktur femur"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fraktur Femur Definisi Fraktur Femur Fraktur femur adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang femur (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut Sjamsuhidajat (2004) fraktur femur adalah fraktur pada tulang femur yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung. Fraktur femur juga didefinisikan sebagai hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha (Helmi, 2012) Dari beberapa penjelasan tentang fraktur femur di atas, dapat disimpulkan bahwa fraktur femur merupakan suatu keadaan dimana terjadi kehilangan kontinuitas tulang femur yang dapat disebabkan oleh trauma langsung maupun trauma tidak langsung dengan adanya kerusakan jaringan lunak Klasifikasi Fraktur Femur Menurut Helmi (2012) faktur femur dapat dibagi lima jenis berdasarkan letak garis fraktur seperti dibawah ini: 9

2 10 a. Fraktur Intertrokhanter Femur Merupakan patah tulang yang bersifat ekstra kapsuler dari femur, sering terjadi pada lansia dengan kondisi osteoporosis. Fraktur ini memiliki risiko nekrotik avaskuler yang rendah sehingga prognosanya baik. Penatalaksanaannya sebaiknya dengan reduksi terbuka dan pemasangan fiksasi internal. Intervensi konservatif hanya dilakukan pada penderita yang sangat tua dan tidak dapat dilakukan dengan anestesi general. b. Fraktur Subtrokhanter Femur Garis fraktur berada 5 cm distal dari trokhanter minor, diklasifikasikan menurut Fielding & Magliato sebagai berikut: 1) Tipe 1 adalah garis fraktur satu level dengan trokhanter minor; 2) Tipe 2 adalah garis patah berada 1-2 inci di bawah dari batas atas trokhanter minor; 3) Tipe 3 adalah 2-3 inci dari batas atas trokhanter minor. Penatalaksanaannya dengan cara reduksi terbuka dengan fiksasi internal dan tertutup dengan pemasangan traksi tulang selama 6-7 minggu kemudian dilanjutkan dengan hip gips selam tujuh minggu yang merupakan alternatif pada pasien dengan usia muda. c. Fraktur Batang Femur Fraktur batang femur biasanya disebabkan oleh trauma langsung, secara klinis dibagi menjadi: 1) fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan jaringan lunak, risiko infeksi dan perdarahan dengan penatalaksanaan berupa debridement, terapi antibiotika serta fiksasi internal maupun ekternal; 2) Fraktur tertutup dengan penatalaksanaan konservatif berupa pemasangan skin traksi serta operatif dengan pemasangan plate-screw.

3 11 d. Fraktur Suprakondiler Femur Fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya aksial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi. Penatalaksanaan berupa pemasanga traksi berimbang dengan menggunakan bidai Thomas dan penahan lutut Pearson, cast-bracing dan spika pinggul serta operatif pada kasus yang gagal konservatif dan fraktur terbuka dengan pemasangan nail-phroc dare screw. e. Fraktur Kondiler Femur Mekanisme trauma fraktur ini biasanya merupakan kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai denga tekanan pada sumbu femur ke atas. Penatalaksanaannya berupa pemasangan traksi tulang selama 4-6 minggu dan kemudian dilanjutkan dengan penggunaan gips minispika sampai union sedangkan reduksi terbuka sebagai alternatif apabila konservatif gagal Proses Penyembuhan Fraktur Fraktur akan menyatu baik di bebat atau tidak, tanpa suatu mekanisme alami untuk menyatu. Namun tidak benar bila dianggap bahwa penyatuan akan terjadi jika suatu fraktur dibiarkan tetap bergerak bebas. Sebagian besar fraktur dibebat, tidak untuk memastikan penyatuan, tetapi untuk meringankan nyeri, memastikan bahwa penyatuan terjadi pada posisi yang baik dan untuk melakukan gerakan lebih awal dan mengembalikan fungsi (Smeltzer & Bare, 2002). Proses penyembuhan fraktur beragam sesuai dengan jenis tulang yang terkena dan jumlah gerakan di tempat fraktur. Penyembuhan dimulai dengan lima tahap, yaitu sebagai berikut:

4 12 a) Tahap kerusakan jaringan dan pembentukan hematom (1-3 hari) Pada tahap ini dimulai dengan robeknya pembuluh darah dan terbentuk hematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada permukaan fraktur, yang tidak mendapat persediaan darah, akan mati sepanjang satu atau dua milimeter. Hematom ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dan vaskuler sehingga hematom berubah menjadi jaringan fibrosis dengan kapiler di dalamnya (Black & Hawks, 2001). b) Tahap radang dan proliferasi seluler (3 hari 2 minggu) Setelah pembentukan hematoma terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi sel di bawah periosteum dan di dalam saluran medula yang tertembus. Ujung fragmen dikelilingi oleh jaringan sel yang menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang halus berkembang ke dalam daerah tersebut (Black & Hawks, 2001; Sjamsuhidajat dkk, 2011). c) Tahap pembentukan kalus (2-6 minggu) Sel yang berkembangbiak memiliki potensi kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan dalam beberapa keadaan, juga kartilago. Populasi sel juga mencakup osteoklas yang mulai membersihkan tulang yang mati. Massa sel yang tebal, dengan pulau-pulau tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kalus atau bebat pada permukaan periosteal dan endosteal. Sementara tulang fibrosa yang imatur menjadi lebih padat, gerakan pada tempat fraktur semakin

5 13 berkurang pada empat minggu setelah fraktur menyatu (Black & Hawks, 2001; Sjamsuhidajat dkk, 2011). d) Osifikasi (3 minggu-6 bulan) Kalus (woven bone) akan membentuk kalus primer dan secara perlahan lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi struktur lamellar dan kelebihan kalus akan di resorpsi secara bertahap. Pembentukan kalus dimulai dalam 2-3 minggu setelah patah tulang melalaui proses penulangan endokondrial. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar bersatu (Black & Hawks, 2001; Smeltzer & Bare, 2002). e) Konsolidasi (6-8 bulan) Bila aktivitas osteoklastik dan osteoblastik berlanjut, fibrosa yang imatur berubah menjadi tulang lamellar. Sistem itu sekarang cukup kaku untuk memungkinkan osteoklas menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan dekat di belakangnya osteoblas mengisi celah-celah yang tersisa antara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu sebelum tulang cukup kuat untuk membawa beban yang normal (Black & Hawks, 2001; Sjamsuhidajat dkk, 2011). f) Remodeling (6-12 bulan) Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bulan, atau bahkan beberapa tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorpsi dan pembentukan tulang akan memperoleh bentuk

6 14 yang mirip bentuk normalnya (Black & Hawks, 2001; Sjamsuhidajat dkk, 2011; Smeltzer & Bare, 2002) Komplikasi Fraktur Femur Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanent jika tidak ditangani segera. Adapun beberapa komplikasi dari fraktur femur yaitu: a) Syok Syok hipovolemik atau traumatik akibat pendarahan (baik kehilangan darah eksterna maupun interna) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan vertebra karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar sebagai akibat trauma, khususnya pada fraktur femur pelvis (Suratum, dkk, 2008). b) Emboli lemak Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis, fraktur multiple atau cidera remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada pria dewasa muda tahun. Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat termasuk ke dalam darah karna tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karna katekolamin yang di lepaskan oleh reaksi stres pasien akan memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya globula lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk

7 15 emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ lain. Awitan dan gejalanya yang sangat cepat, dapat terjadi dari beberapa jam sampai satu minggu setelah cidera gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardia, dan pireksia (Suratun, dkk, 2008). c) Sindrom kompartemen (Volkmann s Ischemia) Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan interstisial di dalam ruangan yang terbatas, yaitu di dalam kompartemen osteofasial yang tertutup. Peningkatan tekanan intra kompartemen akan mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan tekanan oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan fungsi jaringan di dalam ruangan tersebut. Ruangan tersebut terisi oleh otot, saraf dan pembuluh darah yang dibungkus oleh tulang dan fascia serta otot-otot individual yang dibungkus oleh epimisium. Sindrom kompartemen ditandai dengan nyeri yang hebat, parestesi, paresis, pucat, disertai denyut nadi yang hilang. Secara anatomi sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak dan paling sering disebabkan oleh trauma, terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas (Handoyo, 2010). d) Nekrosis avaskular tulang Cedera, baik fraktur maupun dislokasi, seringkali mengakibatkan iskemia tulang yang berujung pada nekrosis avaskular. Nekrosis avaskuler ini sering dijumpai pada kaput femoris, bagian proksimal dari os. Scapphoid, os. Lunatum, dan os. Talus (Suratum, 2008).

8 16 e) Atrofi otot Atrofi adalah pengecilan dari jaringan tubuh yang telah mencapai ukuran normal. Mengecilnya otot tersebut terjadi karena sel-sel spesifik yaitu selsel parenkim yang menjalankan fungsi otot tersebut mengecil. Pada pasien fraktur, atrofi terjadi akibat otot yang tidak digerakkan (disuse) sehingga metabolisme sel otot, aliran darah tidak adekuat ke jaringan otot (Suratum, dkk, 2008) Penatalaksanaan Fraktur Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi) (Sjamsuhidajat dkk, 2011). a) Reposisi Tindakan reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti pada fraktur radius distal. Reposisi dengan traksi dilakukan terus-menerus selama masa tertentu, misalnya beberapa minggu, kemudian diikuti dengan imobilisasi. Tindakan ini dilakukan pada fraktur yang bila direposisi secara manipulasi akan terdislokasi kembali dalam gips. Cara ini dilakukan pada fraktur dengan otot yang kuat, misalnya fraktur femur (Nayagam, 2010). Reposisi dilakukan secara non-operatif diikuti dengan pemasangan fiksator tulang secara operatif, misalnya reposisi patah tulang pada fraktur kolum femur. Fragmen direposisi secara non-operatif dengan meja traksi, setelah

9 17 tereposisi, dilakukan pemasangan prosthesis secara operatif pada kolum femur (Nayagam, 2010). Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar (OREF) dilakukan untuk fiksasi fragmen patahan tulang, dimana digunakan pin baja yang ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pin baja disatukan secara kokoh dengan batangan logam di kulit luar. Beberapa indikasi pemasangan fiksasi luar antara lain fraktur dengan rusaknya jaringan lunak yang berat (termasuk fraktur terbuka), dimana pemasangan internal fiksasi terlalu berisiko untuk terjadi infeksi, atau diperlukannya akses berulang terhadap luka fraktur di sekitar sendi yang cocok untuk internal fiksasi namun jaringan lunak terlalu bengkak untuk operasi yang aman, pasien dengan cedera multiple yang berat, fraktur tulang panggul dengan perdarahan hebat, atau yang terkait dengan cedera kepala, fraktur dengan infeksi (Nayagam, 2010). Reposisi secara operatif dikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan pemasangan fiksasi interna (ORIF), misalnya pada fraktur femur, tibia, humerus, atau lengan bawah. Fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum tulang panjang, bisa juga plat dengan skrup di permukaan tulang. Keuntungan reposisi secara operatif adalah dapat dicapai reposisi sempurna, dan bila dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi tidak diperlukan pemasangan gips lagi dan segera bisa dilakukan imobilisasi. Indikasi pemasangan fiksasi interna adalah fraktur tidak bisa di reduksi kecuali dengan operasi, fraktur yang tidak stabil dan cenderung terjadi displacement kembali setelah reduksi fraktur dengan penyatuan yang buruk

10 18 dan perlahan (fraktur femoral neck), fraktur patologis, fraktur multiple dimana dengan reduksi dini bisa meminimkan komplikasi, fraktur pada pasien dengan perawatan yang sulit (paraplegia, pasien geriatri) (Nayagam, 2010; Sjamsuhidajat dkk, 2011; Bucholz; Heckman; Court-Brown, 2006). b) Imobilisasi Pada imobilisasi dengan fiksasi dilakukan imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap memerlukan imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah pengelolaan fraktur tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting. Imobilisasi yang lama akan menyebabkan mengecilnya otot dan kakunya sendi. Oleh karena itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin (Nayagam, 2010). c) Rehabilitasi Rehabilitasi berarti upaya mengembalikan kemampuan anggota yang cedera atau alat gerak yang sakit agar dapat berfungsi kembali seperti sebelum mengalami gangguan atau cedera (Widharso, 2010). 2.2 Traksi Pengertian Traksi Traksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot. Tujuan traksi adalah untuk menangani fraktur, dislokasi atau spasme otot dalam usaha untuk memperbaiki deformitas dan mempercepat penyembuhan. Traksi menggunakan beban untuk menahan anggota gerak pada tempatnya. Traksi longitudinal yang

11 19 memadai diperlukan selama 24 jam untuk mengatasi spasme otot dan mencegah pemendekan, dan fragmen harus ditopang di posterior untuk mencegah pelengkungan. Traksi pada anak-anak dengan fraktur femur harus kurang dari 12 kg, jika penderita yang gemuk memerlukan beban yang lebih besar (Smeltzer & Bare, 2002) Jenis Traksi Terdapat beberapa jenis traksi yang dapat digunakan pada pasien dengan fraktur, yaitu: a) Skin Traksi Skin traksi digunakan untuk penanganan patah tulang pada pasien anak dan dewasa yang membutuhkan kekuatan tarikan sedang, dengan beban tidak lebih dari lima kilogram serta lama pemasangan tidak lebih dari 3-4 minggu karena dapat menyebabkan iritasi kulit (Anderson, et al, 2009). Adapun beberapa jenis skin traksi menurut Smeltzer & Bare (2002).antara lain: 1. Traksi buck Ektensi buck (unilateral/bilateral) adalah bentuk traksi kulit dimana tarikan diberikan pada satu bidang bila hanya imobilisasi parsial atau temporer yang diinginkan. Traksi buck digunakan untuk memberikan rasa nyaman setelah cidera pinggul sebelum dilakukan fiksasi dengan intervensi bedah. 2. Traksi Russell Traksi Russel dapat digunakan pada fraktur plato tibia, menyokong lutut yang fleksi pada penggantung dan memberikan gaya tarik horizontal melalui pita traksi balutan elastis ketungkai bawah.

12 20 3. Traksi Dunlop Traksi Dunlop adalah traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada lengan bawah dalam posisi fleksi. 4. Traksi kulit Bryant Traksi ini sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang paha. Traksi Bryant sebaiknya tidak dilakukan pada anakanak yang berat badannya lebih dari 30 kg apabila batas ini dilampaui maka kulit dapat mengalami kerusakan berat. b) Skletal Traksi Traksi langsung pada tulang dengan menggunakan pins, wires, screw untuk menciptakan kekutan tarikan besar (9-14 kilogram) serta waktu yang lebih dari empat minggu, serta memiliki tujuan tarikan ke arah longitudinal serta mengontrol rotasi dari fragmen tulang. Pada patah tulang panjang digunakan steinmann pins (2-4,8mm) atau kirschner wires (7-15mm) yang penggunaannya ditentukan oleh densitas tulang serta kekuatan tarikan yang dibutuhkan (Anderson et al, 2009). Beberapa tempat pemasangan pin seperti proksimal tibia, kondilus femur, olekranon, kalkaneus, trokanter mayor atau bagian distal metakarpal lalu diberi pemberat (Sjamsuhidajat dkk, 2011) Komplikasi Penggunaan Traksi Penggunaan traksi mengakibatkan pasien mengalami imobilisasi sehingga beberapa komplikasi penggunaan traksi berhubungan dengan kondisi imobilisasi yang terjadi, diantaranya:

13 21 a. Iritasi Kulit Skin traksi digunakan untuk penanganan patah tulang pada pasien anak dan dewasa yang membutuhkan kekuatan tarikan sedang, dengan beban tidak lebih dari lima kilogram serta lama pemasangan tidak lebih dari 3-4 minggu karena dapat menyebabkan iritasi kulit (Anderson, et al, 2009). b. Disuse Atrofi Otot Bila otot tidak digunakan/hanya melakukan aktivitas ringan (seperti: tidur dan duduk) maka terjadi penurunan kekuatan otot sekitar 5% dalam tiap harinya, atau setelah dua minggu dapat menurun sekitar 50%. Disamping terjadi kelemahan otot, juga terjadi atrofi otot (disuse athrophy). Hal ini disebabkan karena serabut-serabut otot tidak berkontraksi dalam waktu yang cukup lama, sehingga perlahan-lahan akan mengecil (atrofi), dimana terjadi perubahan perbandingan antara serabut otot dan jaringan fibrosa. Atrofi otot sering terjadi pada anggota gerak yang diletakkan dalam pembungkus gips, sehingga dapat mencegah terjadinya kontraksi otot (Guyton & Hall, 2008) c. Demineralisasi tulang Demineralisasi tulang terjadi selama immobilisasi, menyebabkan disuse osteoporosis. Demineralisasi tulang ini dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu: menurunnya aktivitas otot dan menurunnya aktivitas tubuh. Pasien yang immobilisasi aktivitasnya menjadi terbatas dan tidak ada penopang berat badan pada tulang panjang di ekstremitas bawah (Kusnanto, 2006).

14 22 d. Infeksi dan Parase saraf Infeksi yang umumnya didapat melalui invasi bakteri melalui pin atau kawat yang digunakan pasien. Parase saraf akibat penggunaan traksi yang berlebihan (overload) atau apabila pin mengenai saraf. Kedua komplikasi ini umumnya terjadi pada penggunaan skeletal traksi (Smeltzer & Bare, 2002). 2.3 Disuse Atrofi Otot Plantar Flexor Pengertian Disuse Atrofi Otot Plantar Flexor Disuse atrofi otot merupakan suatu keadaan dimana terjadi pengurangan ukuran normal otot secara patologi setelah inaktivitas yang lama akibat tirah baring, trauma, pemakaian gips, traksi, atau kerusakan saraf lokal (Potter & Perry, 2006). Hal ini disebabkan karena serabut-serabut otot tidak berkontraksi dalam waktu yang cukup lama, sehingga perlahan-lahan akan mengecil (atrofi), dimana terjadi perubahan perbandingan antara serabut otot dan jaringan fibrosa. Atrofi otot sering terjadi pada anggota gerak yang diletakkan dalam pembungkus gips, sehingga dapat mencegah terjadinya kontraksi otot (Guyton & Hall, 2008). Otot plantar flexor merupakan otot yang berfungsi untuk pergerakan kaki. Betis (calves) terdiri dari otot-otot gastrocnemius dan soleus, dimana gastrocnemius adalah otot betis yang menonjol dan mudah dilihat. Otot ini menempel pada tulang paha dan sebagian kecil menempel pada tendon achilles. Sedangkan otot soleus adalah otot betis yang lebih kecil dan terletak di bawah otot gastrocnemius. Otot betis hampir terlibat dalam semua pergerakan kaki, mulai

15 23 dari berjalan, berlari, menjaga keseimbangan dan kordinasi tubuh bagian atas dan bawah (Anderson, et al, 2009). Gambar 1. Anatomi otot betis (calves) (sumber: Anatomica s Body Atlas, 2002) Lingkar ekstremitas harus diukur untuk memantau pertambahan atau pengurangan ukuran akibat atrofi. Pengukuran dilakukan pada bagian terbesar ekstremitas. Pengukuran harus dilakukan pada tempat yang sama, posisi yang sama dan pada keadaan istirahat (Smeltzer & Bare, 2002). Lingkar betis dapat diukur baik dalam keadaan berdiri maupun duduk. Jika subjek berdiri, berat badan harus tertumpu pada kedua kaki secara merata, dan jarak kedua kaki sekitar 25 cm. Jika subjeknya duduk, kedua kaki harus dijuntaikan. Pita pengukur kemudian dilingkarkan ke betis (tegak lurus dengan aksis memanjang betis), dan diturunnaikkan untuk mencari diameter terbesar. Hasil pengukuran ulang tidak boleh berbeda lebih dari 2 mm. Pengukuran juga dapat dilakukan dari pangkal betis (lutut bagian belakang) 10 sentimeter ke bawah untuk mendapatkan titik tengah. Kemudian baru diukur diameter lingkar betisnya. Pengukuran dilakukan tiga kali dan diambil ukuran rata-ratanya dari tiga kali pengukuran yang dilakukan. Pengukuran lingkar betis dapat dilakukan dengan menggunakan waist ruler atau meteran metal,

16 24 meteran dan juga pita ukur non elastis (Arisman, 2007). Semakin besar massa otot betis seseorang maka semakin besar pula ukuran betisnya dan dapat menambah massa jaringan tubuh. Penelitian dari Fahda (2010) mendapatkan nilai rata-rata ukuran lingkar betis pada 96 anak usia tahun yaitu laki-laki 32,21 cm dan perempuan 32,42 cm. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan disuse atrofi otot plantar flexor merupakan pengurangan ukuran otot dari kondisi normal pada otot plantar flexor akibat inaktivitas yang lama meskipun kondisi persarafannya utuh dimana pengukuran lingkar betis dilakukan untuk memantau pengurangan ukuran akibat atrofi Fisiologi Disuse Atrofi Otot Plantar Flexor Otot plantar flexor begitu juga otot lain yang mempuyai kemampuan mengubah energi kimia menjadi energi mekanik atau gerak sehingga dapat berkontraksi untuk menggerakkan rangka (Guyton & Hall, 2008). Secara mikroskopik sel otot rangka terdiri atas sarkolema (membran sel serabut otot), yang terdiri atas membran sel yang disebut membran plasma dan sebuah lapisan luar yang terdiri atas satu lapis mengandung kolagen (Guyton & Hall, 2008). Tiap sel otot (serabut otot) mengandung miofibril yang tersusun atas sekelompok sarkomer, yang merupakan unit kontraktil otot rangka. Komponen sarkomer terdiri dari filamin aktin dan filamen miosin. Terdapat sekitar 1500 filamen miosin dan 3000 filamen aktin yang merupakan molekul protein polimer besar yang bertanggung jawab untuk kontraksi otot. Filamen miosin dan aktin sebagian saling bertautan sehingga menyebabkan miofibril memiliki pita terang

17 25 dan pita gelap yang berselang-seling. Pita-pita terang mengandng filamen aktin dan disebut pita I karena bersifat isotropik terhadap cahaya yang dipolarisasikan, sedangkan pita-pita gelap mengandung filamen miosin yang disebut pita A karena bersifat anisotropik terhadap cahaya yang didepolarisasikan (Guyton & Hall, 2008). Filamen aktin terdiri dari tiga komponen protein yaitu aktin, tropomiosin dan troponin yang mengatur aktivitas filamen aktin. Protein tropomiosin terbungkus secara spiral, dimana pada stadium istirahat terletak pada ujung atas tempat yang aktif dari untaian aktin. Protein troponin terdiri dari tiga subunit protein yaitu troponin I yang berikatan kuat dengan filamen aktin, troponin c yang berikatan kuat dengan ion kalsium dan troponin t yang berikatan kuat dengan tropomiosin. Apabila troponin c berikatan dengan ion kalsium yang dikeluarkan oleh retikulum sarkoplasma, akan terjadi perubahan bentuk dari ujung filamen aktin dimana tropomiosin akan tertarik lebih kedalam di lekukan diantara filamen aktin sehingga bagian aktif dari komplek aktin akan tersingkap dan memungkinkannya menarik kepala jembatan silang miosin dan menyebabkan terjadinya kontraksi (Guyton & Hall, 2008). Otot rangka memiliki pigmen protein yang serupa dengan hemoglobin yang disebut Mioglobin. Mioglobin bermanfaat sebagai transpor oksigen untuk memenuhi kebutuhan metabolik sel dari kapiler ke motokondria sel otot. Otot mengandung sejumlah besar mioglobulin (otot merah) yang berkontraksi lebih lambat dan lebih kuat dan otot yang tidak mengandung mioglobulin (otot putih) berkontraksi cepat dalam waktu yang lama. Miofibril-miofibril yang terpendam

18 26 dalam serat otot di dalam suatu matriks yang disebut sarkoplasma, yang terdiri dari unsur-unsur intraseluler terdapat mitokondria dalam jumlah yang banyak terletak di antara dan sejajar dengan miofibril. Hal ini menunjukkan bahwa miofibril-miofibril yang berkontraksi membutuhkan sejumlah besar Adenosin Triphosfat (ATP) yang dibentuk oleh mitokondria yang akan berdampak terhadap besar serat otot dan volume mitokondria itu sendiri. Sehingga apabila sirkulasi darah ke otot terganggu akan menrunkan jumlah nutrisi dan oksigen ke jaringan otot untk melakukan metabolisme aerob yang akan menurunkan jumlah dan volume mitokondria akibat tidak terjadinya metabolisme oksidatif yang berlangsung terus-menerus (Smeltzer & Bare, 2002; Campellone, 2007; Wiarto, 2013). Kontraksi otot terjadi akibat kontraksi sarkomer yang disebabkan oleh interaksi filamen miosin dan filamen aktin yang saling mendekat dengan adanya peningkatan lokal kadar kalsium. Serabut otot akan berkontraksi sebagai respon terhadap rangsangan listrik sehingga terjadi suatu potensial aksi yang menjalar ke sepanjang membran sel dan mengakibatkan pelepasan ion kalsium yang sebelumnya tersimpan dalam retikulum sarkoplasmikum. Energi dibutuhkan dalam kontraksi dan relaksasi otot dalam jumlah yang meningkat selama latihan. Sumber energi otot adalah ATP yang dibangkitkan melalui metabolisme oksidatif seluler. Pada aktivitas tinggi bila oksigen tidak memadai glukosa terutama dimetabolisme menjadi asam laktat namun tidak efektif sehingga diperlukan lebih banyak glukosa yang disediakan oleh glikogen otot. Glikogen merupakan suatu

19 27 tepung yang terbuat dari glukosa disimpan selama periode istirahat (Smeltzer & Bare, 2002) Mekanisme kontraksi diawali dengan adanya stimulus saraf dari kornu anterior medulla spinalis yang dihantarkan oleh saraf motorik ke neuromuscular junction yang diikuti oleh pengeluaran neurotransmitter asetikolin yang diterima oleh reseptor spesifik. Teraktivasinya reseptor spesifik ini menyebabkan terbukanya kanal-kanal berbasis asetikolin sehingga ion natrium dapat masuk kedalam sel otot dan ion kalium keluar dari dalam sel otot sehingga membentuk potensial aksi. Menjalarnya potensial aksi ini menyebabkan terbukanya tubulus tranversal sehingga ion kalsium yag berada di dalam retikulum sarkoplasma masuk ke dalam sel otot dan berikatan serta mengaktifkan filamen aktin (Guyton & Hall, 2008). Sebelum terjadi kontraksi, aktivitas ATPase dari kepala miosin segera memecah ATP menjadi Adenosin Diphosfat (ADP) dan ion fospat. Kompleks troponin-tropomiosin berikatan dengan ion-ion kalsium, bagian aktif pada filamen aktin menjadi tidak tertutup dan kemudian kepala jembatan penyeberangan miosin berikatan dengan filamen aktin yang menyebabkan perubahan kedudukan kepala, yaitu miring ke arah lengan jembatan penyeberangan dan memberikan kedudukan power stroke untuk menarik filamen. Adanya pelepasan ATP yang sebelumnya melekat pada filamen aktin, sebuah molekul ATP yang baru dipecah untuk memulai siklus baru yang menimbulkan power stroke (Guyton & Hall, 2008). Helmi (2012) menyatakan dengan adanya kontraksi tersebut manusia dapat melakukan aktivitas berdiri, berjalan dan

20 28 sebagainya serta massa otot akan disesuaikan dengan tingkat stimulasi kontraksi yang diterima. Pada otot rangka meskipun inti tidak mampu bermiosis, jaringannya mengalami regenerasi yang terbatas. Sumber regenerasi sel diyakini adalah sel satelit. Sel satelit adalah populasi kecil sel mononukleus berbentuk gelendong yang terletak dalam lamina basalis yang mengelilingi setiap serat otot matang. Karena hubungannya yang erat dengan permukaan serat otot, maka sel satelit hanya dapat dikenali dengan mikroskop elektron. Sel satelit dianggap sebagai mioblast tidak aktif yang menetap sehabis deferensiasi otot. Setalah cedera atau rangsangan tertentu lainnya, maka sel satelit yang biasanya diam, menjadi aktif, berproliferasi, dan bergabung membentuk serat otot rangaka baru (Eroschenko, 2003). Apabila otot berulang-ulang mnegalami tegangan maksimal selama waktu yang lama maka irisan melintang otot akan mengalami pembesaran. Hal ini diakibatkan oleh penambahan ukuran masing-masing serat otot tanpa penambahan jumlah serat otot. Namun apabila suatu otot tidak digunakan dalam waktu yang lama, maka kandungan aktin dan miosinnya akan berkurang, serat-seratnya menjadi lebih kecil. Keadaan yang seperti ini disebut dengan atrofi otot. Otot rangka (otot lurik) berperan dalam gerakan tubuh, postur dan fungsi produksi panas. Otot dihubungkan oleh tendon (tali jaringan ikat fibrus) ke tulang, jaringan ikat, atau kulit. Kontraksi otot menyebabkan perlekatan satu sama lain. Otot memiliki variasi ukuran dan bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan aktivitas yang dibutuhkan. Otot akan berkembang dan terpelihara apabila digunakan secara

21 29 aktif. Proses penuaan dan disuse menyebabkan kehilangan fungsi otot sehingga jaringan otot kontraktil diganti oleh jaringan fibrolitik (Smeltzer & Bare, 2002) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Disuse Atrofi Otot a. Imobilisasi Setelah tindakan reduksi pada fraktur femur, fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Gangguan mobilisasi fisik (imobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) (2011) sebagai suatu keadaan ketika individu mengalai atau berisiko mengalami keterbatasan gerak fisik. Perubahan tingkat mobilisasi fisik dapat disebabkan instruksi pembatasan dalam bentuk tirah baring, pembatasan gerak fisik selama penggunaan alat bantu ekternal (gips atau traksi rangka), pembatasan gerakan volunter atau kehilangan fungsi motorik. Menurut Delisa (2002), dengan kondisi total bed rest, otot akan kehilangan kekuatan 10-15% perminggu, atau sekitar 1-3% perhari, dengan bed rest dan imobilisasi selama 3-5 minggu pasien akan kehilangan setengah dari kekuatan ototnya. Menurut Salmond & Pellino (2002), individu yang membatasi pergerakannya (imobilisasi) akan menyebabkan tidak stabilnya pergerakan sendi dan terjadinya atrofi otot dalam 4 6 hari. Atrofi otot dihasilkan dari immobilisasi yang teramati dan terukur. Contoh: otot betis pada seseorang yang telah dirawat selama enam minggu, nampak menjadi lebih kecil daripada sebelum immobilisasi. Selain menjadi atrofi,

22 30 otot-otot tersebut juga menjadi lemah. Apabila pasien tersebut tidak mau melakukan latihan mobilisasi, maka akan terjadi beberapa gangguan dan mengalami penurunan stabilitas fisik (Hamid, 1992). b. Status Kesehatan Miopati, amyotrophic lateral sclerosis, sindrom guillain-barre, cedera otot, neuropati, distropi otot, penyakit serebrovaskuler, osteoarthritis, polio, trauma spinal dapat mempengaruhi metabolisme protein kontraktil otot serta mengurangi stimulasi otot untuk mempertahankan massa otot. Multiple trauma, luka bakar dan terapi kortikosteroid jangka panjang dapat menimbulkan respon stres yang berlebihan sehingga terjadi hipermetabolik yang dapat menyebabkan peningkatan katabolisme karbohidrat, lemak dan protein termasuk protein pembentuk otot (Price & Wilson, 2005). Gangguan metabolisme dan endokrin seperti gangguan hormon tiroid, growth hormone, diabetes mellitus, hormon seksual yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel-sel dalam tubuh manusia (Guyton & Hall, 2008). c. Umur Tubuh anak-anak sedang mengalami masa pertumbuhan dan penyempurnaan fungsi, dengan bertambahnya umur, massa otot akan semakin besar. Pembesaran massa otot berkaitan erat dengan kekuatan otot yang juga meningkat, hal ini dapat juga dipengaruhi oleh aktivitas ototnya. Usia tahun baik laki-laki dan wanita akan mencapai puncak kekuatan otot, diatas umur ini kekuatan otot akan menurun, kecuali diberikan pelatihan. Walaupun demikian di atas umur 65 tahun kekuatan ototnya sudah berkurang sebanyak

23 31 20% dibandingkan waktu muda (Nala, 2011). Chen, et al (2008) dalam artikelnya menyatakan ektremitas yang tidak digunakan memicu adaptasi sistem antioksidan, pada otot plantar flexor tikus dewasa tidak terdapat perbedaan kadar glutathione setelah disuse 14 hari, namun pada tikus tua terdapat penurunan sebesar 60%, hal ini disebabkan karena terjadi penurunan kapasitas stress antioksidan pada penuaan yang menyebabkan kerusakan protein otot. d. Jenis Kelamin Menurut Martinez (2000) dalam penelitiannya menyatakan perbedaan jenis kelamin berpengaruh terhadap perbedaan diameter dari serat otot, namun tidak berpengaruh berbeda terhadap kecepatan atrofi otot. Menurut Nala (2011), pada umur tahun kekuatan otot anak laki-laki lebih kuat sedikit dari wanita, dengan meningkatnya usia kekuatan otot laki-laki semakin jauh meningkat hal ini disebabkan perbedaan pertumbuhan dan aktivitas fisik serta pengaruh hormon testosteron. Pada usia 18 tahun ke atas, kekuatan otot bagian atas tubuh (dada, bahu, lengan) pada laki-laki dua kali lebih kuat daripada wanita, sedangkan otot bagian bawah (pinggul dan tungkai) hanya berbeda sepertiganya. e. Status Hidrasi Hidrasi diartikan sebagai keseimbangan cairan dalam tubuh dan merupakan syarat penting untuk menjamin fungsi metabolisme sel tubuh. Sementara dehidrasi berarti kurangnya cairan di dalam tubuh karena jumlah yang keluar lebih besar dari jumlah yang masuk. Dalam penelitiannya, Balavy, et al

24 32 (2009) menyampaikan juga adanya perpindahan cairan tubuh pada pasien dengan posisi supine (terlentang) yang dapat mempengaruhi ukuran otot dimana hal ini secara umum komplit terjadi pada dua jam pertama bedrest. f. Status Nutrisi dan Status Gizi Pemberian vitamin D dosis rendah setiap hari dapat mempertahankan kekuatan otot serta mencegah terjadinya atrofi pada serat otot tipe 2. Hal ini dapat dijelaskan oleh karena jaringan otot memiliki reseptor seluler spesifik terhadap 1,25-dihydroxyvitamin yang akan memediasi sintesis protein sehingga berefek terhadap pertumbuhan sel otot (Sato, et al, 2005). Kekurangan energi protein sangat berpengaruh terhadap terjadinya atrofi karena kecukupan sumber energi sangat dibutuhkan untuk sumber energi kontraksi untuk mencegah katabolisme kompensata, serta kecukupan asupan protein khususnya protein esensial yang sangat penting untuk sintesis DNA dan pertumbuhan sel otot. Pasien yang mengalami kekurangan gizi akan mengalami penurunan jumlah protein yang mengakibatkan penggantian protein kontraktil (filamen aktin dan miosin) otot mengalami penurunan akibat sediaan protein yang berkurang. Salah satu indikator status gizi baik adalah dengan pengukuran lingkar lengan yang tidak dominan bagian atas sebesar 23,5-25 centimeter (Potter & Perry, 2006). g. Gangguan Neuromuskuler Suatu otot, apabila kehilangan suplai sarafnya akibat penyakit yang merusak neuromuskuler seperti poliomielitis, lesi nerves post trauma tidak akan

25 33 menerima sinyal kontraksi yang dibutuhkan untuk mempertahankan ukuran otot normal, oleh karena itu atrofi otot hampir segera terjadi. Pada tahap akhir dari atrofi akibat denervasi, sebagian besar serabut otot akan rusak, dan digantikan oleh jaringan fibrosa dan jaringan lemak. Serabut-serabut yang tersisa hanya terdiri dari membran sel panjang dengan barisan inti sel otot tetapi dengan beberapa atau tanpa sifat kontraksi dan sedikit atau tanpa kemampuan untuk membentuk kembali myofibril jika saraf tumbuh kembali. Jaringan fibrosa yang menggantikan serabut otot memiliki kecendrungan untuk terus memendek yang disebut kontraktur (Potter & Perry, 2006). 2.4 Ankle Pumping Exercise Definisi Ankle Pumping Exercise Latihan Ankle Pumping merupakan suatu latihan isometrik untuk otot betis dan pergelangan kaki. Ankle pump dapat dilakukan dengan menginstruksikan pasien untuk melakukan fleksi (dorsofleksi) dan ekstensi (plantarflexi) pergelangan kaki dan kontraksi otot otot betis (latihan pemompaan betis), kemudian instruksikan pasien mempertahankan posisi ini selama 5 10 detik dan biarkan pasien rileks. Ulangi latihan ini, 10 kali dalam satu jam ketika pasien terjaga (Smeltzer & Bare, 2002). Sementara menurut Scott (2011), Ankle pumping dilakukan dengan mengelevasikan kaki dan mendorong sendi pada pergelangan kaki fleksi ekstensi secara berulang ulang atau menggambarkan huruf A Z dengan menggunakan pergelangan kaki diulang 3 4 menit selama 3 5 kali perhari. Pollak (2013)

26 34 menambahkan ankle pumping exercise dilakukan dengan menggerakkan pergelangan kaki secara maksimal ke atas dan ke bawah dan mengelevasikan kaki apabila ada pembengkakan distal untuk melancarkan aliran darah balik. Gerakan mendorong kaki ke atas atau ekstensi akan mengkontraksikan otot tibial dan mendorong kaki ke bawah atau fleksi akan mengkontraksikan otot betis yang mana akan berpengaruh terhadap massa otot plantar flexor itu sendiri (Pollak, 2013) Gambar 2. Latihan ankle Pump (sumber:cpmc.org) Dari beberapa pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa ankle pumping exercise merupakan suatu bentuk ambulasi dini yang dilakukan dengan mengintervensi pergelangan kaki fleksi dan ekstensi yang bertujuan untuk menggerakkan otot yang diimobilisasikan dan melancarkan peredaran darah distal untuk mencegah atrofi otot akibat imobilisasi Manfaat Latihan Ankle Pumping a) Latihan pergelangan kaki bermanfaat dalam melancarkan sirkulasi darah balik dari distal. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan pembengkakakn distal akibat sirkulasi darah yang lancar. Selain itu, sirkulasi darah balik yang baik dapat mencegah kejadian atrofi otot dimana atrofi otot dapat disebabkan oleh aliran darah yang buruk (Kwon, et al, 2003).

27 35 b) Latihan pergelangan kaki dapat mencegah penyakit-penyakit vena, seperti DVT (Deep Vein Thrombosis), hipertensi vena dan lainnya. Ankle pumping dilakukan untuk meminimalkan statis vena dan mencegah thrombosis vena dalam (Eldawati, 2011; Dixy; Brooke; McCollum, 2003). c) Latihan ankle pumps sebagai salah satu jenis latihan yang dapat mengembalikan fungsi aktivitas normal otot post operasi penggantian tulang lutut (Scott, 2011) Indikasi dan Kontra Indikasi Latihan Ankle Pumping A. Indikasi Ankle Pumping Exercise 1) Terapi Rehabilitasi Post Operasi Ankle pumping merupakan salah satu jenis terapi yang dapat mengembalikan fungsi aktivitas normal kaki post operasi penggantian tulang lutut (Scott, 2011). 2) Pasien dengan pembengkakan. Ankle pumping membantu melancarkan aliran vena balik sehingga dapat mengurangi statis pada aliran darah dan mengurangi pembengkakan pada ekstremitas distal (Kwon, 2003). 3) Pasien dengan bedrest/imobilisasi yang lama. Pasien dengan bedrest/imobilisasi beresiko tinggi mengalami penurunan masa otot sehingga perlu dilakukan latihan pergerakan untuk mengurangi penurunan massa otot (Smeltzer & Bare, 2002).

28 36 4) Pasien dengan DVT. Trombosis/DVT beresiko menimbulkan gangguan pada sirkulasi darah sehingga akan menimbulkan penurunan konsentrasi oksigen dan penurunan kadar hemoglobin. Perawat membantu pasien pascaoperatif fraktur femur melakukan Latihan isometrik (ROM, Ankle Pumping, Gluteal Set) dan mengatur posisi kaki lebih tinggi, sehingga akan meningkatkan aliran darah ke ekstermitas dan stasis berkurang. Kontraksi otot kaki bagian bawah akan meningkatkan aliran balik vena sehingga mempersulit terbentuknya bekuan darah atau DVT (Eldawati, 2011; Smeltzer & Bare, 2002). B. Kontra Indikasi Ankle Pumping Exercise Ankle pumping merupakan latihan yang cukup aman dan mudah untuk dilakukan pada sebagian besar kondisi. Namun menurut Potter and Perry (2006) ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan latihan ini antara lain: 1) Nyeri Pasien yang mengalami nyeri sedang sampai dengan berat akan mengalami penurunan toleransi terhadap pergerakan. 2) Kondisi kesehatan pasien Kondisi emosi pasien dapat meningkatkan perubahan perilaku yang dapat menurunkan kemampuan untuk melakukan mobilisasi dengan baik. Orang yang depresi, khawatir, dan cemas sering tidak tahan melakukan aktivitas

29 37 sehingga cepat mengalami kelelahan akibat pengeluaran energi yang besar dari ketakutan dan kecemasannya. 3) Perdarahan Prinsip penanganan pada kasus perdarahan adalah Rest, Imobilization, Compress, Elevation (RICE) dimana salah satu tindakan penangan perdarahan adalah imobilisasi. Latihan ataupun mobilisasi dengan menggerakkan sebagian anggota tubuh akan meningkatkan perfusi ke daerah yang digerakkan sehingga dapat meningkatkan tingkat perdarahan itu sendiri Pengaruh Latihan Ankle Pumping terhadap Atrofi Otot Atrofi otot plantar flexor pada pasien fraktur dengan traksi disebabkan akibat penggunaan traksi yang menyebabkan pasien mengimobilisasikan bagian tubuh yang fraktur sehingga mengakibatkan seluruh otot ekstremitas bawah tidak dapat berkontraksi. Latihan akan meningkatkan koordinasi intermuskular dengan meningkatkan kerjasama antara kelompok otot yang berbeda agar terjadi peningkatan hipertrofi otot yang merupakan restrukturisasi pada jaringan otot sebagai peningkatan fungsional pada massa otot. Hipertrofi otot secara langsung berhubungan dengan sintesis material seluler, tertama pada protein elemen kontraktil yang berhubungan dengan peningkatan jumlah volume mitokondria dalam sel otot (Hardjono, 2008). Terdapat dua macam adaptasi dari hasil latihan yaitu pengaruh terhadap mitokondra, adanya peningkatan aktivitas atau konsentrasi enzim yang terlibat dalam siklus kreb s dan sistem transpor elektron (Fox & Bowers, 1993).

30 38 Pemberian latihan diharapkan mampu beradaptasi terhadap beban yang diberikan yaitu adanya peningkatan jumlah, ukuran dan daerah permukaan membran dengan proses adaptasi tersebut, latihan kekuatan otot menyebabkan perubahan jumlah dan atau ukuran mitokondria pada otot yang dilatih. Latihan kekuatan juga dikatakan dapat meningkatkan regulasi Central Nervous System, kapasitas sistem transpor oksigen, proses oksidasi dan jumlah Na K pump (Perdesen, 1997). Latihan Ankle Pumping berfungsi untuk menggantikan aktivitas otot plantar flexor sehari-hari yang berfungsi untuk berdiri dan berjalan. Kontraksi otot yang dilakukan melibatkan sebanyak mungkin motor unit dalam kelompok otot tersebut, terjadi aktivitas pemendekan jembatan silang komponen aktinmiosin yang diaktifasi oleh refluk kalsium dalam kepala aktin, serta terjadi tranformasi ATP menjadi ADP dan Fosfat sebagai sumber energi serta peningkatan aliran darah sebagai mekanisme kompensasi peningkatan kebutuhan oksigen. Aktivitas ini memberi stimulasi kepada sel satelit untuk menyeimbangkan proses remodeling otot sehingga terjadi eleminasi dan dekomposisi protein kontraktil dengan jumlah yang sama. Secara klinis otot akan dapat mempertahankan kekuatan, massa dan ketahanannya (Barton & Morris, 2003; Guyton & Hall, 2008; Braddom, 2011). Latihan yang dilakukan teratur, terarah dan terprogram mempengaruhi bentuk dan fungsi fisiologis otot. Beberapa perubahan fisiologis yang terjadi antara lain peningkatan kepadataan kapiler darah, jumlah serabut syaraf, konsentrasi mioglobin, ukuran dan jumlah mitokondria (Fox & Bower, 1993). Selain terjadi perubahan jumlah dan atau ukuran mitokondria juga terdapat adanya

31 39 perubahan yang menyertai besarnya kapasitas mitokondria yang terlatih utnuk memproduksi ATP sebagai hasil dari tingginya aktivitas enzim pada siklus Kreb s, sistem transpor elektron, dan sisitim metabolisme yang lain yang berhubungan dengan produksi ATP. Apabila imobilisasi akibat penggunaan modalitas penanganan (gips, traksi) efek imobilisasi dapat dikurangi dengan latihan isometrik pada otot yang diimobilisasi sehingga dapat mencapai kemampuan fungsional dan kekuatan sebelum cedera. Bila dilakukan latihan, ukuran serabut-serabut otot akan kembali bertambah. Semakin cepat kontraksi otot maka otot tersebut memiliki retikulum sarkoplasmik yang lebih banyak sehingga dapat mempengaruhi volume serat otot (Guyton & Hall, 2007; Smeltzer & Bare, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sebagai alat pergerakan yang membantu manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sebagai alat pergerakan yang membantu manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tulang merupakan bagian tubuh manusia yang memiliki peran penting dalam kehidupan manusia sebagai alat pergerakan yang membantu manusia untuk melakukan aktivitas sehari-harinya.

Lebih terperinci

Tinjauan Umum Jaringan Otot. Tipe Otot

Tinjauan Umum Jaringan Otot. Tipe Otot Tinjauan Umum Jaringan Otot Tipe Otot Otot rangka menempel pada kerangka, lurik, dapat dikontrol secara sadar Otot jantung menyusun jantung, lurik, dikontrol secara tidak sadar Otot polos, berada terutama

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. berhubungan dengan asetabulum menbentuk kepala sendi yang disebut kaput

BAB I KONSEP DASAR. berhubungan dengan asetabulum menbentuk kepala sendi yang disebut kaput BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Sistem muskuloskeletal adalah suatu sistem yang terdiri dari tulang, otot, kartilago, ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian (Depkes, 1995: 3). Fraktur adalah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada setiap sediaan otot gastrocnemius dilakukan tiga kali perekaman mekanomiogram. Perekaman yang pertama adalah ketika otot direndam dalam ringer laktat, kemudian dilanjutkan

Lebih terperinci

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan.

Insidens Dislokasi sendi panggul umumnya ditemukan pada umur di bawah usia 5 tahun. Lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dislokasi Sendi Panggul Dislokasi sendi panggul banyak ditemukan di Indonesia akibat trauma dan sering dialami oleh anak-anak. Di Negara Eropa, Amerika dan Jepang, jenis dislokasi sendi panggul yang sering

Lebih terperinci

Otot rangka tersusun dari serat-serat otot yang merupakan unit. penyusun ( building blocks ) sistem otot dalam arti yang sama dengan

Otot rangka tersusun dari serat-serat otot yang merupakan unit. penyusun ( building blocks ) sistem otot dalam arti yang sama dengan MORFOLOGI Organisasi Otot rangka tersusun dari serat-serat otot yang merupakan unit penyusun ( building blocks ) sistem otot dalam arti yang sama dengan neuron yang merupakan unit penyusun sistem saraf.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam BAB I PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum, dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma /ruda paksa atau tenaga fisik yang ditentukan

Lebih terperinci

Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:

Menurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi: DEFINISI Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang,

Lebih terperinci

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya fraktur.

Fraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya fraktur. Definisi fraktur Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa

Lebih terperinci

Wan Rita Mardhiya, S. Ked

Wan Rita Mardhiya, S. Ked Author : Wan Rita Mardhiya, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UR http://www.yayanakhyar.co.nr PENDAHULUAN Fraktur femur mempunyai pengaruh sosial ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara berkembang dan menuju industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat terutama dalam bidang penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa perubahan ke arah perkembangan di bidang industri yang lebih maju. Hal ini ditandai dengan munculnya industri-industri

Lebih terperinci

DEWI BARIRIET BAROROH PSIK FIKES UMM 2014/2016. Patah tulang Adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya

DEWI BARIRIET BAROROH PSIK FIKES UMM 2014/2016. Patah tulang Adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya DEWI BARIRIET BAROROH PSIK FIKES UMM 2014/2016 Definisi Patah tulang Adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya Penyebab Pukulan langsung Gaya meremuk Gerakan puntir

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. stress yang lebih besar dari kemampuannya untuk absorbsi. Stres dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. stress yang lebih besar dari kemampuannya untuk absorbsi. Stres dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Fraktur Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer dan Brenda, 2006). Fraktur terjadi jika tulang

Lebih terperinci

Thompson-Epstein Classification of Posterior Hip Dislocation. Type I Simple dislocation with or without an insignificant posterior wall fragment

Thompson-Epstein Classification of Posterior Hip Dislocation. Type I Simple dislocation with or without an insignificant posterior wall fragment Dislokasi Hips Posterior Mekanisme trauma Caput femur dipaksa keluar ke belakang acetabulum melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diafisis femur dimana sendi panggul dalam posisi fleksi atau semifleksi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 4 BAB II TINJAUAN TEORI A. Konsep Range of Motion (ROM) 1. Pengertian Range Of Motion (ROM), merupakan istilah baku untuk menyatakan batas/besarnya gerakan sendi baik normal. ROM juga di gunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai fungsi yang berbeda dan saling mempengaruhi. Sistem saraf mengatur kegiatan tubuh yang cepat seperti

Lebih terperinci

LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT

LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT Tulang yang kuat benar-benar tidak terpisahkan dalam keberhasilan Anda sebagai seorang atlet. Struktur kerangka Anda memberikan kekuatan dan kekakuan yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena musibah yang diberikan oleh-nya hendaknya tidak mudah berputus asa,

BAB I PENDAHULUAN. karena musibah yang diberikan oleh-nya hendaknya tidak mudah berputus asa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika manusia mendapatkan sebuah ujian salah satunya diberikan rasa sakit karena musibah yang diberikan oleh-nya hendaknya tidak mudah berputus asa, bahwa terdapat

Lebih terperinci

Patofisiologi Tulang yang mengalami fraktur biasanya diikuti kerusakan jaringan di sekitarnya, seperti di ligamen, otot tendon, persarafan dan pembulu

Patofisiologi Tulang yang mengalami fraktur biasanya diikuti kerusakan jaringan di sekitarnya, seperti di ligamen, otot tendon, persarafan dan pembulu Fraktur Femur Fraktur Femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang atau osteoporosis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan

BAB I PENDAHULUAN. atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, lempeng epiphyseal atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan lunak, tekanan fisik yang

Lebih terperinci

Mekanisme Kerja Otot

Mekanisme Kerja Otot Mekanisme Kerja Otot 1. Sarkolema Sarkolema adalah membran yang melapisi suatu sel otot yang fungsinya sebagai pelindung otot 2. Sarkoplasma Sarkoplasma adalah cairan sel otot yang fungsinya untuk tempat

Lebih terperinci

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA

FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. osteoporosis yang menyebabkan fraktur-fraktur yang patologis (Enggram. memasukkan paku, screw, pen kedalam tempat fraktur untuk

BAB I KONSEP DASAR. osteoporosis yang menyebabkan fraktur-fraktur yang patologis (Enggram. memasukkan paku, screw, pen kedalam tempat fraktur untuk BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang (Dongoes, 2000). Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves, 2001). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas

Lebih terperinci

MEKANISME KERJA OTOT LURIK

MEKANISME KERJA OTOT LURIK MEKANISME KERJA OTOT LURIK Otot rangka adalah masa otot yang bertaut pada tulang yang berperan dalam menggerakkan tulang-tulang tubuh. MEKANISME OTOT LURIK/OTOT RANGKA Mekanisme kerja otot pada dasarnya

Lebih terperinci

RUPTUR TENDO ACHILLES

RUPTUR TENDO ACHILLES RUPTUR TENDO ACHILLES LI 1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Makro Tendon Achilles berasal dari gabungan tiga otot yaitu gastrocnemius, soleus, dan otot plantaris. Pada manusia, letaknya tepat di bagian

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Of Motion ( ROM ) aktif pada Tn. K dengan post operasi fraktur di ruang

BAB IV PEMBAHASAN. Of Motion ( ROM ) aktif pada Tn. K dengan post operasi fraktur di ruang BAB IV PEMBAHASAN A. Pembahasan Pada bab ini penulis akan membahas mengenai pemberian Range Of Motion ( ROM ) aktif pada Tn. K dengan post operasi fraktur di ruang ayyub III rumah sakit Roemani Semarang

Lebih terperinci

FISIOLOGI SEL & OTOT OLEH: NINING WIDYAH KUSNANIK

FISIOLOGI SEL & OTOT OLEH: NINING WIDYAH KUSNANIK FISIOLOGI SEL & OTOT OLEH: NINING WIDYAH KUSNANIK SEL-SEL SEBAGAI SATUAN HIDUP TUBUH Dasar satuan hidup tubuh adalah sel, dan tiap-tiap organ sebenarnya merupakan kumpulan banyak sel yang tidak sama, yang

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Frakur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves,

BAB I KONSEP DASAR. Frakur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves, BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Frakur adalah pemisahan atau patahnya tulang (Doenges, 2000:761). Frakur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves, 2001:248). Frakur adalah terputusnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menghambat aktivitas kegiatan sehari-hari, di Jerman persentase BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Cedera ligamen kolateral medial sendi lutut merupakan salah satu gangguan yang dapat menyebabkan gangguan mobilitas dan fungsional, sehingga menghambat aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif), yang

BAB I PENDAHULUAN. upaya penyembuhan (kuratif) dan upaya pemulihan (rehabilitatif), yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Struktur Anatomi Otot Rangka

TINJAUAN PUSTAKA Struktur Anatomi Otot Rangka 3 TINJAUAN PUSTAKA Struktur Anatomi Otot Rangka Otot rangka (skeletal muscle) bertanggung jawab atas pergerakan tubuh secara sadar. Otot rangka disebut juga otot lurik (striated muscle) karena pengaturan

Lebih terperinci

Medical First Responder. Cedera musculoskeletal (Cedera pada tulang & otot)

Medical First Responder. Cedera musculoskeletal (Cedera pada tulang & otot) Medical First Responder Cedera musculoskeletal (Cedera pada tulang & otot) SASARAN Selesai mengikuti pelajaran, peserta mampu: 1. Menjelaskan patah tulang terbuka & tertutup, serta menyebutkan 4 tanda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif kronik non inflamasi yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Penyakit ini bersifat progresif lambat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur ekstremitas atas cukup sering terjadi, biasanya disebabkan karena jatuh dengan tangan terentang. Sebagian besar fraktur tersebut ditangani dalam unit rawat

Lebih terperinci

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari

Lebih terperinci

PATOFISIOLOGI CEDERA

PATOFISIOLOGI CEDERA PATOFISIOLOGI CEDERA Dr.dr.BM.Wara Kushartanti, MS FIK-UNY Ada dua jenis cedera yang sering dialami oleh atlet, yaitu trauma akut dan Overuse Syndrome (Sindrom Pemakaian Berlebih). Trauma akut adalah suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang

BAB II TINJAUAN TEORI. tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang di tandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi (Doenges, 2002). Fraktur

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILITAS

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILITAS LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILITAS DISUSUN OLEH: PUTU EKA ANGGA RIANTINI P. 17420112108 PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEMARANG JURUSAN KEPERAWATAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Praktikum Manfaat Praktikum

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Praktikum Manfaat Praktikum I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memiliki kemampuan untuk bergerak. Salah satu bagian tubuh yang berfungsi sebagai alat gerak adalah otot. Otot merupakan jaringan yang terbentuk dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA

JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA JARINGAN PADA HEWAN & MANUSIA TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Menjelaskan pengertian dan fungsi jaringan embrional 2. Menjelaskan ciri dan fungsi jaringan epitelium 3. Menjelaskan ciri dan fungsi jaringanjaringan

Lebih terperinci

KELAS XI SMA IPA KODE SOAL 713 SENIN 20 NOVEMBER 2017

KELAS XI SMA IPA KODE SOAL 713 SENIN 20 NOVEMBER 2017 713 Try Out Ke-3 Kelas XI SMA IPA PEMBAHASAN TO-3 KELAS XI SMA IPA KODE SOAL 713 SENIN 20 NOVEMBER 2017 halaman 10 dari 8 halaman Website: www.quin.web.id, e-mail: belajar yuk@hotmail.com 713 Try Out Ke-3

Lebih terperinci

SISTEM MUSKULOSKELETAL PADA MANUS. Regita Tanara / B1

SISTEM MUSKULOSKELETAL PADA MANUS. Regita Tanara / B1 SISTEM MUSKULOSKELETAL PADA MANUS Regita Tanara 102015121 / B1 SKENARIO Seorang anak 5 tahun dibawa ibunya ke UGD rumah sakit dengan keluhan jari telunjuknya memar akibat terjepit daun pintu IDENTIFIKASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat,

BAB I PENDAHULUAN. patah dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur adalah patahan tulang merupakan suatu kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan umumnya disebabkan oleh tulang patah dapat berupa trauma

Lebih terperinci

iii. Bekerja di luar kesadaran, gerakan lambat, ritmis dan tidak mudah lelah. b. Otot Lurik

iii. Bekerja di luar kesadaran, gerakan lambat, ritmis dan tidak mudah lelah. b. Otot Lurik III. OTOT 1. Jenis-Jenis Jaringan Otot Ada beberapa jeni jaringan otot pada tubuh manusia yang perlu diketahui, antara lain: a. Jaringan Otot polos (Otot Volunter) Jaringan otot polos merupakan otot yang

Lebih terperinci

Oleh : DWI BRINA HESTILIANA J

Oleh : DWI BRINA HESTILIANA J PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 TENGAH DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSO. PROF DR. R SOEHARSO SURAKARTA Oleh : DWI BRINA HESTILIANA J 100 050 035

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN (KONTRAKTUR)

LAPORAN PENDAHULUAN (KONTRAKTUR) LAPORAN PENDAHULUAN (KONTRAKTUR) I. KONSEP DASAR MEDIS A. Definisi 1. Kontraktur merupakan suatu keadaan patologis tingkat akhir dari suatu kontraksi. Umumnya kontraktur terjadi apabila pembentukan sikatrik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Metabolisme Energi Otot Rangka Kreatin fosfat merupakan sumber energi pertama yang digunakan pada awal aktivitas kontraktil. Suatu karakteristik khusus dari energi yang dihantarkan

Lebih terperinci

HISTOLOGI JARINGAN OTOT

HISTOLOGI JARINGAN OTOT Judul Mata Kuliah : Biomedik 1 (7 SKS) Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran Kompetensi Dasar : Menerapkan ilmu kedokteran dasar pada blok biomedik 1 Indikator : Mampu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada (kurangnya aktivitas fisik), merupakan faktor resiko independen. menyebabkan kematian secara global (WHO, 2010) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI 1. Aktivitas Fisik a. Definisi Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN JARINGAN DASAR HEWAN Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN Tubuh hewan terdiri atas jaringan-jaringan atau sekelompok sel yang mempunyai struktur dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan sangat penting bagi manusia untuk hidup dan untuk melakukan segala aktifitas dalam kehidupan sehari-hari nya. Sehat adalah suatu keadaan dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fisik dengan menggunakan anggota tubuhnya. Biasanya anggota yang. badan, pergerakan tersebut bisa terjadi pada saat beraktivitas.

BAB I PENDAHULUAN. fisik dengan menggunakan anggota tubuhnya. Biasanya anggota yang. badan, pergerakan tersebut bisa terjadi pada saat beraktivitas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk hidup yang banyak melakukan kerja fisik dengan menggunakan anggota tubuhnya. Biasanya anggota yang sering digunakan terutama bagian kaki. Gerak

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN B. KLASIFIKASI

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN B. KLASIFIKASI BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Fraktur / patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan / atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Mansjoer, 2000) Fraktur adalah patah

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI LATERAL INKLIN 30 0 TERHADAP KEJADIAN DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE DI BANGSAL ANGGREK I RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA

PENGARUH POSISI LATERAL INKLIN 30 0 TERHADAP KEJADIAN DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE DI BANGSAL ANGGREK I RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA PENGARUH POSISI LATERAL INKLIN 30 0 TERHADAP KEJADIAN DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE DI BANGSAL ANGGREK I RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ergonomi 2.1.1. Pengertian Ergonomi Ergonomi adalah ilmu, seni dan penerapan teknologi untuk menyerasikan atau menyeimbangkan antara segala fasilitas yang digunakan baik dalam

Lebih terperinci

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang 3. PERENCANAAN TINDAKAN PERAWATAN NO DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan rasa nyaman TUJUAN DAN HASIL YANG DIHARAPKAN Tujuan : RENCANA TINDAKAN - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : RASIONAL - Nyeri dapat menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fraktur adalah rusaknya kontinuitas struktur tulang, tulang rawan dan

I. PENDAHULUAN. Fraktur adalah rusaknya kontinuitas struktur tulang, tulang rawan dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur adalah rusaknya kontinuitas struktur tulang, tulang rawan dan lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma maupun non trauma. Kejadian fraktur dapat diakibatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini gaya hidup modern dengan menu makanan dan cara hidup yang kurang sehat semakin menyebar ke seluruh lapisan masyarakat, sehingga meyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental. Akan tetapi, olahraga yang dilakukan tanpa mengindahkan

BAB I PENDAHULUAN. maupun mental. Akan tetapi, olahraga yang dilakukan tanpa mengindahkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Olahraga, baik yang bersifat olahraga prestasi maupun rekreasi merupakan aktivitas yang dapat memberikan manfaat bagi kesehatan fisik maupun mental. Akan tetapi,

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 7 PERAWATAN PASIEN YANG MENGGUNAKAN TRAKSI DAN ELASTIS BANDAGE

PRAKTIKUM 7 PERAWATAN PASIEN YANG MENGGUNAKAN TRAKSI DAN ELASTIS BANDAGE PRAKTIKUM 7 PERAWATAN PASIEN YANG MENGGUNAKAN TRAKSI DAN ELASTIS BANDAGE Station 1: Perawatan Pasien yang Menggunakan Traksi Gambaran Umum Traksi merupakan alat immobilisasi yang menggunakan kekuatan tarikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Proses Penyembuhan Fraktur Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan

Lebih terperinci

DISUSUN OLEH MUHAMMAD HANAFI ( ) HERKA ARDIYATNO ( ) LESTARI PUJI UTAMI

DISUSUN OLEH MUHAMMAD HANAFI ( ) HERKA ARDIYATNO ( ) LESTARI PUJI UTAMI OTOT MANUSIA UNIVERSITAS PGRI Y O G T A Y A K A R DISUSUN OLEH MUHAMMAD HANAFI (09144600025) HERKA ARDIYATNO (09144600172) LESTARI PUJI UTAMI (09144600214) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya dan dapat menyebabkan terjadinya disfungsi motorik dan sensorik yang berdampak pada timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Menuju Indonesia Sehat 2010 merupakan program pemerintah dalam mencapai tingkat derajad kesehatan masyarakat secara makro. Berbagai macam kondisi yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu gerak yang merupakan kebutuhan dasar manusia untuk beraktivitas adalah berjalan. Untuk dapat menghasilkan mekanisme pola berjalan yang harmonis, maka kita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia setiap hari melakukan gerakan untuk melakukan suatu tujuan atau aktivitas sehari-hari dalam kehidupannya. Salah satu contoh aktivitas seharihari adalah bersekolah,kuliah,bekerja

Lebih terperinci

Tubuh kita juga memiliki komponen yang membuatnya dapat bergerak atau beraktivitas. Apa saja yang terlibat bila kita melakukan gerak?

Tubuh kita juga memiliki komponen yang membuatnya dapat bergerak atau beraktivitas. Apa saja yang terlibat bila kita melakukan gerak? Belajar IPA itu asyik, misalnya saat mempelajari tentang astronomi dan benda-benda langit, kita bisa mengenal lebih dekat tentang planet, bintang, dan benda-benda langit lainnya. Pelajaran seperti ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen. digilib.uns.ac.id 18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laktat merupakan produk akhir dari metabolisme anaerobik, proses ini berlangsung tanpa adanya oksigen. Selama latihan fisik akan terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunya mengalami peningkatan, total jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan pusat statistik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan umumnya di karenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008). Dikehidupan sehari hari yang semakin

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan menjadi sekitar 11,34%. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan menjadi sekitar 11,34%. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah lansia di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 7,28% dan pada tahun 2020 diperkirakan menjadi sekitar 11,34%. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menyatakan bahwa

Lebih terperinci

FIRMAN FARADISI J

FIRMAN FARADISI J PERBEDAAN EFEKTIFITAS PEMBERIAN TERAPI MUROTAL DENGAN TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI FRAKTUR EKSTREMITAS DI RUMAH SAKIT Dr.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pusat pertokoan (mall) di Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan perekonomian. Setiap pembangunan mall dapat meningkatkan pendapatan negara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penatalaksanaanpatah tulang, sebab seringkali penanganan patah tulang ini. kekerasan yang timbul secara mendadak (Syaiful, 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. penatalaksanaanpatah tulang, sebab seringkali penanganan patah tulang ini. kekerasan yang timbul secara mendadak (Syaiful, 2009). 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Seiring dengan perkembangan jaman, salah satu dampak kemajuan teknologi adalah semakin padatnya arus lalu lintas dewasa ini mengakibatkan meningkatnya angka kecelakaan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan teori dan proses asuhan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 7-9 Agustus 2014 di Ruang Prabu Kresna

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bersama dengan kemajuan zaman yang dirasakan dan perkembangan ilmu

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bersama dengan kemajuan zaman yang dirasakan dan perkembangan ilmu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bersama dengan kemajuan zaman yang dirasakan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang dirasakan akan mempengaruhi kehidupan kesehatan dimasyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut ringan atau berat sehingga dalam proses penyembuhan pasien. buruk dari rawat inap atau long bed rest.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut ringan atau berat sehingga dalam proses penyembuhan pasien. buruk dari rawat inap atau long bed rest. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat pelayanan kesehatan di masyarakat saat ini semakin maju dan berkembang sesuai tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Hal ini sebagai dampak dari perubahan pola penyakit-penyakit

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN RANGE OF MOTION (ROM)

SATUAN ACARA PENYULUHAN RANGE OF MOTION (ROM) SATUAN ACARA PENYULUHAN RANGE OF MOTION (ROM) Dosen Pembimbing: Iis Fatimawati, S.Kep.Ns,M.Kes Oleh : Astriani Romawati 141.0020 Lina Ayu Dika 141.0057 Miftachul Rizal H. 141.0064 Varinta Putri P. 141.0103

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal Sistem muskuloskeletal merupakan sistem otot rangka atau otot yang melekat pada tulang yang terdiri atas otot-otot serat lintang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membuat otot tertarik lebih dari pada kapasitas yang dimilikinya. Berbeda

BAB I PENDAHULUAN. yang membuat otot tertarik lebih dari pada kapasitas yang dimilikinya. Berbeda 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, penyakit muskuloskletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia dan menjadi penyebab tingginya angka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Olahraga merupakan kebutuhan yang tidak asing lagi.

BAB I PENDAHULUAN. sosial serta tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Olahraga merupakan kebutuhan yang tidak asing lagi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lain sehingga manusia harus memiliki kemampuan untuk bergerak atau melakukan aktivitas demi memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

OTOT DAN SKELET Tujuan 1. Mengidentifikasi struktur otot 2. Mempelajari mekanisme otot pada saat berkontraksi 3. Mengetahui macam-macam otot

OTOT DAN SKELET Tujuan 1. Mengidentifikasi struktur otot 2. Mempelajari mekanisme otot pada saat berkontraksi 3. Mengetahui macam-macam otot OTOT DAN SKELET Tujuan. Mengidentifikasi struktur otot. Mempelajari mekanisme otot pada saat berkontraksi. Mengetahui macam-macam otot berdasarkan lokasi 4. Mengetahui macam-macam kerja otot yang menggerakan

Lebih terperinci

BIOMEKANIKA SISTEM MUSKULOSKELETAL & FISIOLOGI OTOT

BIOMEKANIKA SISTEM MUSKULOSKELETAL & FISIOLOGI OTOT BIOMEKANIKA SISTEM MUSKULOSKELETAL & FISIOLOGI OTOT dr. Aditya Candra Fakultas Kedokteran Abulyatama PENDAHULUAN Biomekanika merupakan kombinasi antara disiplin ilmu mekanika terapan dan ilmu-ilmu biologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa mengalami kegemukan. Di Amerika orang meninggal. penduduk menderita kegemukan (Diana, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa mengalami kegemukan. Di Amerika orang meninggal. penduduk menderita kegemukan (Diana, 2004). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modernisasi dan era globalisasi yang mulai memasuki sebagian besar negara-negara berkembang telah memberikan beberapa kemajuan kepada masyarakat dalam hal standar kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kesehatan adalah salah satu unsur kesejateraan umum yang wajib diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang pada UUD 1945 pasal 28 H ayat

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas

Lebih terperinci

Tindakan keperawatan (Implementasi)

Tindakan keperawatan (Implementasi) LAMPIRAN CATATAN PERKEMBANGAN No. Dx Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Hari/ Pukul tanggal 1 Senin / 02-06- 14.45 15.00 15.25 15.55 16.00 17.00 Tindakan keperawatan (Implementasi) Mengkaji kemampuan

Lebih terperinci

Department of Rehabilitative Medicine University of Southern California School of Medicine

Department of Rehabilitative Medicine University of Southern California School of Medicine LOW BACK PAIN SYNDROME RENE CAILlIET, M. D. Professor and Chainnan Department of Rehabilitative Medicine University of Southern California School of Medicine Edition 3 F. A. DAVIS COMPANY Philadelphia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang,

BAB I PENDAHULUAN. Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteoarthritis berasal dari bahasa Yunani yaitu osteo yang berarti tulang, arthro yang berarti sendi dan itis yang berarti inflamasi. Osteoarthritis tergolong penyakit

Lebih terperinci

KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK

KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK PENGERTIAN MOBILISASI Adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, teratur dan mempunyai tujuan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup sehat. Semua manusia yang

Lebih terperinci

PENGANTAR STRUKTUR DAN FUNGSI HEWAN

PENGANTAR STRUKTUR DAN FUNGSI HEWAN PENGANTAR STRUKTUR DAN FUNGSI HEWAN Tingkat-tingkat tingkat Organisasi Struktural Pada jaringan hewan, fungsi berkorelasi dengan struktur Sistem-sistem organ hewan saling bergantung satu sama lain Pengantar

Lebih terperinci

Oleh : RIGI RAMDANI J

Oleh : RIGI RAMDANI J PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI POST OPERASI RELEASE KNEE BILATERAL A/C POLIOMIELITIS DENGAN PEMASANGAN WIRE PADA 1/3 DISTAL FEMUR BILATERAL DI BBRSBD DR. SOEHARSO SURAKARTA Oleh : RIGI RAMDANI J 100 070 021

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penulisan, dan

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penulisan, dan BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas mengenai pendahuluan penulisan laporan kasus ini yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penulisan, dan ruang lingkup penelitian,

Lebih terperinci

A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka tim

A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka tim PERAWATAN LUKA by : Rahmad Gurusinga A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka timbul, beberapa

Lebih terperinci