BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. kepemimpinan kepala BKPP Kota Sukabumi, peneliti juga menggunakan teori

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. kepemimpinan kepala BKPP Kota Sukabumi, peneliti juga menggunakan teori"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka Tinjauan Penelitian Terdahulu Berbicara Kepemimpinan dalam praktek tidak luput dari teknik, cara atau gaya seperti apa yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam menjalankan peran kepemimpinannya. Karenanya dalam penelitian ini, untuk mengukur kepemimpinan kepala BKPP Kota Sukabumi, peneliti juga menggunakan teori tentang gaya kepemimpinan dari beberapa tokoh dan hasil penelitian terdahulu sebagai bahan referensi. Terdapat beberapa penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan topik kepemimpinan. Diantaranya penelitian yang dilakukan oleh R.Untung Gesang (2001) dengan judul Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Pada Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bandung mengemukakan bahwa kepemimpinan itu dipengaruhi beberapa unsur, yaitu: Pemimpin yang mempunyai wewenang untuk memimpin, Bawahan atau pengikut yang harus dipimpin dan Tujuan atau sasaran yang harus dicapai oleh pemimpin bersamasama dengan bawahan. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa dalam kepemimpinan terdapat beberapa unsur yang harus ada di dalamnya yaitu pimpinan, bawahan dan tujuan organisasi yang dicapai bersama-sama antara pimpinan dan bawahan. Optimalisasi pelaksanaan kewajiban dan tanggung jawab organisasi terletak pada seberapa produktifnya peranan kepemimpinan yang diciptakan dalam mencapai 1

2 pelaksanaan tugas demi tercapainya tujuan organisasi. Kekompakan dan keteguhan komitmen para pegawai dalam melaksanakan tugas adalah modal pokok yang harus ditampilkan dalam organisasi. Artinya dengan pegawai sebagai modal utama dalam mencapai tujuan organisasi perlu dikembangkan sumber daya manusianya. Usan Bagao (2002) melakukan penelitian Hubungan Tingkat Kematangan Pengikut dengan Pemimpin dan Sumber Kekuatan pada Kepemimpinan Situasional, menunjukkan bahwa suatu organisasi kepemimpinan merupakan suatu faktor determinant guna berlangsungnya pencapaian tujuan organisasi karena kepemimpinan merupakan motor penggerak bagi sumber dan alat-alat lainnya yang terdapat dalam suatu organisasi. Pemimpin tersebut melakukan pertukaran dengan yang dipimpin, terdapat pula yang berpendapat bahwa pemimpin timbul karena situasinya yang memungkinkan dia ada. Penelitian mengenai gaya kepemimpinan juga pernah dilakukan oleh saudara Yulianis pada tahun 2007, dari Universitas Padjadjaran dengan bidang kajian utama Administrasi Publik. Dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh gaya kepemimpinan terhadap prestasi kerja pegawai pada dinas kebudayaan, kesenian dan pariwisata propinsi Riau. Penelitian saudara Yulianis yang menggunakan metode eksplanatory research menyimpulkan bahwa gaya kepemimpinan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kerja pegawai di dinas kebudayaan, kesenian dan pariwisata propinsi Riau Kematangan Pegawai 2

3 Konsep Kematangan Pegawai Untuk mendapatkan kinerja yang baik dan hasil kerja yang meningkat di suatu organisasi kerja, pegawai harus memenuhi persyaratan atau memiliki: (1) keahlian dan kemampuan dasar, yaitu sekelompok kemampuan, yang meliputi kemampuan komunikasi, kemampuan teknik, kemampuan konseptual, (2) kualitas pribadi yang meliputi mental, fisik, emosi, watak sosial, sikap, komitmen, integritas, kesadaran, serta perilaku yang baik, (3) kemampuan administrasi meliputi kemampuan menganalisis persoalan, memberi pertimbangan, pendapat, keputusan, mengatur sumberdaya, dan berbagai macam kegiatan, lapang dada, sabar, berpartisipasi aktif dalam berbagai aktivitas, dan motivasi yang tinggi (Wahjosumidjo, 2001). Kinerja pegawai yang baik harus ditopang oleh kualitas professional dalam melaksanakan tugas. Perwujudan kualitas professional harus ditopang oleh jiwa professionalisme sebagai sikap mental pegawai yang senantiasa mendorong dirinya untuk mewujudkan dirinya sebagai pegawai yang professional. Kualitas professional ditunjukkan oleh lima indikator, yaitu (1) keinginan untuk selalu menempatkan perilaku yang mendekati standar ideal, (2) meningkatkan, dan memelihara citra profesi, (3) keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan professional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan keterampilan, (4) mengejar kualitas dan cita-cita profesi, (5) memiliki kebanggaan terhadap profesi (Surya, 2003: 32). Kualitas profesional tidak lain merupakan gambaran dari atau berkaitan dengan kematangan pegawai di suatu organisasi kerja. 3

4 Lebih jauh Hersey dan Blanchard (1982: 179), mendefinisikan bahwa kematangan kerja bawahan atau pegawai adalah kemampuan dan kemauan pegawai dalam memikul tugas pekerjaan yang menjadi wewenang dan ditanggungjawabi untuk mengarahkan perilakunya sendiri. Kematangan kerja pegawai ini dikaitkan dengan tugas atau pekerjaan, aktivitas, fungsi, dan peran tertentu yang perlu dilaksanakan, artinya pegawai tidak dapat dikatakan matang atau tidak matang dalam arti menyeluruh. Pada dasarnya, sebagian besar pegawai cenderung kurang matang dalam kaitannya dengan tugas, fungsi, peran, dan sasaran spesifik yang diupayakan pemimpin untuk diselesaikan melalui pegawainya atau bawahannya. Berdasarkan uraian di atas, dapatlah diinduksi, bahwa kematangan pegawai terkait dengan dua aspek yaitu (1) aspek kemampuan kerja pegawai, dan (2) aspek kemauan kerja pegawai. 1) Kemampuan Kerja Pegawai Kematangan kerja pegawai yang tercakup dalam aspek kemampuan kerja pegawai meliputi dua ranah yaitu (1) ranah pengetahuan dan (2) ranah keterampilan. Artinya, pegawai yang memiliki kematangan kerja yang tinggi dalam bidang tugas pekerjaan tertentu memiliki pengetahuan, kemampuan, dan pengalaman untuk melaksanakan tugas pekerjaannya tersebut tanpa arahan orang lain (Blanchard, 1996: 56). Kemampuan kerja pegawai adalah kapabilitas atau kebisaan, kebolehan, dan keahlian pegawai di suatu organisasi kerja, dalam melaksanakan tugas pekerjaan tertentu yang menjadi wewenang dan tanggungjawabnya. Kemampuan kerja pegawai mencakup kemampuan kerja intelektual, dan kemampuan kerja fisik. Kemampuan kerja intelektual yaitu kapabilitas untuk 4

5 melaksanakan suatu tugas pekerjaan pada tataran atau yang berkaitan kegiatan mental, dan kemampuan kerja fisik adalah kapabilitas menjalankan suatu tugas pekerjaan yang menuntut stamina, keterampilan, kekuatan, dan karakteristik fisik lainnya (Robbins, 1982: 187), dan merupakan sifat yang dibawa sejak lahir atau yang dipelajari (Gibson, dkk. 1985: 54). Dengan kemampuan kerja, pegawai mau, dapat, dan mampu menyelesaikan tugas pekerjaan yang menjadi wewenang dan tanggungjawabnya dengan baik dan berhasil. Sedangkan keterampilan kerja adalah kecakapan yang berhubungan dengan tugas pekerjaan, yang dimiliki, dan digunakan pegawai untuk mengerjakan tugas pekerjaan yang menjadi wewenang dan tanggungjawabnya, pada waktu yang tepat. Jadi, kemampuan kerja pegawai adalah kadar sejauhmana pegawai memiliki keterampilan, kemauan, mampu, bisa, serta dapat menyelesaikan suatu tugas pekerjaan yang menjadi wewenang dan tanggungjawabnya sehingga memberikan hasil dan mencapai tujuan organisasi kerjanya. Berdasarkan uraian di atas, jika diinduksi dapat dinyatakan, bahwa kemampuan kerja pegawai meliputi dua ranah yaitu (1) pengalaman kerja pegawai, dan (2) pengetahuan dan pemahaman akan syarat pekerjaan pegawai. (1) Pengalaman Kerja Pegawai. Pengalaman kerja pegawai dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan, baik pendidikan formal, nonformal, maupun informal, dan masa kerja baik di satu unit organisasi kerja maupun di beberapa unit organisasi kerja. Jadi, pengalaman kerja yang dimiliki pegawai bisa didapat selama mereka duduk di bangku sekolah atau kuliah, pelatihan, seminar, dan kegiatan ilmiah lainnya, sehingga menjadi pengalaman, kecakapan, dan keterampilan yang dimiliki untuk melakukan suatu 5

6 pekerjaan tertentu. Pengalaman kerja dapat dikatakan sebagai keahlian atau keterampilan khusus yang dimiliki pegawai, yang meliputi tingkat pendidikan, pelatihan yang pernah diikuti, yang mencerminkan kemampuan intelektual dan keterampilan. Pengalaman kerja pegawai merupakan faktor penting untuk dipertimbangkan tatkala pemimpin memberi tugas kepada pegawainya. Artinya, pemimpin dalam memberikan tugas kepada pegawainya harus mempertimbangkan berbagai hal, diantaranya bagaimana pekerjaan dilakukan dan tingkat pengalaman kerja pegawainya atas pekerjaan tersebut, dengan tujuan agar pekerjaan yang diberikan dapat dikerjakan secara baik, benar, efektif, dan efisien sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dengan optimum. Jika pegawai kurang berpengalaman di bidang kerja yang akan diberikan kepadanya, maka pemimpinan perlu menjelaskan kepada pegawai tersebut, bagaimana cara melakukannya, di mana dan kapan dilakukan, dengan cara dan alat apa dikerjakan, sehingga pegawainya memahami pekerjaan dan dapat mengerjakannya dengan baik dan berhasil. (2) Pengetahuan dan Pemahaman Akan Syarat Pekerjaan Pegawai. Pengetahuan dan pemahaman akan syarat pekerjaan pegawai adalah segala hal yang layak dan tidak layak dikerjakan dengan baik oleh pegawai. Artinya, pengetahuan tentang syarat pekerjaan merupakan faktor utama yang harus dimiliki oleh pegawai. Pekerjaan tidak terlaksana dengan baik dan berhasil, jika pegawai tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang syarat pekerjaan yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya. Jika kondisi pegawai kurang memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang syarat pekerjaannya, maka pimpinan hendaknya mengusahakan agar pegawainya dapat menyelesaikan 6

7 pekerjaan dan mengetahui serta memahami tentang pekerjaan yang akan dilakukan pegawainya. Pemimpin dapat melakukan dengan cara menjelaskan kepada pegawainya berbagai hal yang harus dipenuhi pegawai sehingga mereka mampu melakukan pekerjaannya, diantaranya menunjukkan cara, tempat, waktu, syarat, dll., dan membiarkan pegawai untuk mencoba melakukan suatu tugas pekerjaan yang menjadi wewenang dan tanggungjawabnya, serta mengarahkan dan memuji kemajuan yang diraiha atas hasil kerjanya (Blanchard, dkk. 1996:79-82). 1) Kemauan Kerja Pegawai Kemauan kerja pegawai adalah kematangan psikologis atau kematangan 'soft skill', yang dikaitkan dengan komitmen, integritas, kemauan, dan motivasi, untuk melakukan suatu tugas pekerjaan (Hersey & Blanchard, 1982: 187). Artinya, pegawai yang sangat matang secara psikologis di suatu bidang tugas pekerjannya, adalah pegawai yang bertanggung jawab, memiliki komitmen, integritas, motivasi, dan memiliki keyakinan terhadap diri sendiri bahwa ia merasa mampu melakukan suatu pekerjaan tertentu, dan tidak membutuhkan dorongan untuk melakukan pekerjaan tersebut. Sebaliknya, pegawai yang tidak bertanggung jawab, tidak memiliki komitmen, integritas, motivasi, dan tidak memiliki keyajinan terhadap diri sendiri, bahwa ia merasa mempu melakukan suatu pekerjaan tertentu, adalah pegawai yang memiliki kematangan psikologis rendah di bidang tugas pekerjaannya. Pegawai yang kematangan psikologis rendah, perlu mendapat dukungan dari pimpinan agar kinerjanya menjadi lebih baik, dan hasil kerjanya meningkat, dan tujuan organisasi dapat dicapai sebagaimana yang telah ditentukan sebelumnya. Berdasarkan uraian di atas, secara umum, kemampuan 7

8 kerja pegawai mencakup dua ranah yaitu (1) motivasi kerja pegawai, dan (2) tanggung jawab kerja pegawai. (1) Motivasi Kerja Pegawai Motivasi kerja pegawai adalah 'perhatian dan antusiasme pegawai untuk melaksanakan tugas yang menjadi wewenang dan tanggungjawabnya dengan baik dan benar' (Blanchard, dkk., 1996: 57), 'sesuatu yang membuat orang bertindak dalam cara-cara tertentu' (Nawawi, 2003: 3328), dan 'berupa konsep yang menguraikan tentang kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri pegawai yang memulai dan mengarahkan perilakunya' (Gibson, dkk., 1985: 94). Motivasi kerja pegawai memiliki dua bentuk dasar berupa (1) motivasi hakiki (intrinsic motivation), yaitu faktor dari dalam diri pegawai yang mempengaruhi untuk melakukan suatu tugas pekerjaan yang menjadi wewenang dan tanggungjawabnya, dan (2) motivasi buatan (extrinsic motivation), yaitu sesuatu yang dilakukan pimpinan (orang lain) terhadap pegawainya untuk memotivasi pegawainya sehingga mau melakukan suatu tugas pekerjaan yang menjadi wewenang dan tanggungjawabnya, misalnya memberikan insentif, menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, menempatkan pegawai sesuai dengan kompetensinya, dan sesuai dengan pekerjaan yang disenanginya. (2) Tanggung Jawab Kerja Pegawai Tanggung jawab kerja pegawai pada hakekatnya adalah tanggung jawab pegawai dalam melaksanakan suatu tugas pekerjaan yang diembankan padanya dan dalam lingkup wewenangnya. Tanggung jawab kerja pegawai, adalah suatu pengertian yang di dalamnya mengandung norma etika, sosial, dan scientific. Artinya, aktivitas pegawai di suatu bidang tugas pekerjaan yang dipertanggung-jawabkan 8

9 itu adalah baik, dapat diterima, disetujui orang-orang lain, dan mengandung kebenaran yang bersifat umum. Tanggung jawab pegawai juga mengandung keberanian mengambil resiko terhadap tantangan, hambatan, dan rintangan yang menghalangi tercapainya tujuan pekerjaan yang telah diyakini kebaikan dan kebenarannya. Jadi, tanggung jawab pegawai di bidang tugas pekerjaannya adalah kesanggupan pegawai, yaitu kesanggupan untuk menjalankan tugas pekerjaan yang menjadi wewenang yang diembankan padanya dengan sebaik-baiknya. Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan bahwa kematangan pegawai melaksanakan tugas pekerjaannya mencakup dua aspek, yaitu (1) kemampuan kerja pegawai, dan (2) tanggung jawab kerja pegawai, dan masing-masin aspek meliputi pengalaman kerja pegawai, pengetahuan dan pemahaman akan syarat pekerjaan pegawai, motivasi kerja pegawai, dan tanggung jawab terhadap prkerjaan pegawai. Kematangan pegawai dalam melaksanakan tugas pekerjaannya direntang menjadi empat tingkatan, yaitu tingkat kematangan rendah (M1), tingkat kematangan sedang (M2), tingkat kematangan cukup matang (M3), dan tingkat kematangan sangat matang (M4) (Hersey & Blanchard, 1982:87). Masingmasing tingkat kematangan pegawai tersebut memiliki cirri-ciri khusus, dan diuraikan seperti pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 2.1 Ciri-Ciri Tingkat Kematangan Kerja Pegawai No. Tingkat Kematangan Ciri-Ciri Kerja Pegawai 1. Rendah (M1) Pegawai tidak mau dan tidak mampu melaksanakan tugas yang menjadi wewenang 9

10 dan tanggungjawabnya, artinya kemampuan pegawai dalam melaksanakan tugas rendah, dan tidak mau bertanggung jawab. Faktor penyebabnya, adalah tugas dan pekerjaan yang menjadi wewenangnya jauh di atas kemampuan pegawai, kurang mengerti apa kaitan antara tugas dan tujuan organisasi kerja, mempunyai sesuatu yang diharapkan tetapi tidak sesuai dengan ketersediaan di tempat kerja. 2. Sedang (M2) Pegawai tidak mampu melaksanakan tugas yang menjadi wewenang dan tanggungjawabnya, tetapi mau bertanggung jawab, artinya walaupun kemampuan dalam melaksanakan tugas rendah, tetapi memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi sehingga ada upaya untuk berprestasi, dan mereka yakin akan pentingnya tugas, dan tahu pasti tujuan organisasi kerja yang akan dicapai. Faktor penyebabnya, adalah pegawai belum berpengalaman atau belum mengikuti pelatihan, tetapi memiliki motivasi yang tinggi, jabatan yang didududki baru, dimana semangat kerjanya tinggi, tetapi bidangnya baru, dan selalu berupaya mencapai prestasi, punya harapan yang sesuai dengan ketersediaan yang ada di tempat kerja. 3. Cukup Matang (M3) Pegawai mampu melaksanakan tugas yang menjadi wewenang dan tanggungjawabnya, tetapi tidak mau melakukannya karena satu atau beberapa hal, tidak yakin akan keberhasilan kerjanya, sehingga tugas tersebut tidak dilaksanakannya. Pegawai seperti ini ingin didengarkan keluhan, pendapat, dan sarannya, serta perlu bantaun dalam memecahkan masalah tugas pekerjaannya. Faktor penyebabnya, adalah pegawai merasa kecewa atau frustasi, misalnaya baru saja mengalami alih tugas, restrukturisasi tugas pekerjaan, atau organisasi kerja, dan tidak puas dengan penempatan tugas pekerjaan yang baru. 4. Sangat Matang (M4) Pegawai mau dan mampu melaksanakan tugas yang menjadi wewenang dan tanggungjawabnya, artinya mereka memiliki kemampuan yang tinggi dalam menyelesaikan tugasnya dengan baik dan berhasil, memechkan masalah tugas pekerjaan yang dihadapi, memiliki motivasi kerja yang tinggi, 10

11 dan besar tanggung jawabnya, serta kurang membutuhkan pujian dan pengawasan yang ketat dari pemimpin atau orang lain. Mereka berpengalaman dan berkemampuan tinggi dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya, serta mendapat kepuasan atas prestasi kerja yang diraih, dengan penuh keyakinan akan selalu berhasil dalam kinerjanya. Sumber : Rivai, 2008: Kematangan pegawai dalam melaksanakan suatu tugas pekerjannya sebagaimana uraian di atas, dalam kondisi empirik keadannya relative bervariasi dari pegawai ke pegawai lain, dan di suatu organisasi kerja yang satu ke suatu organisasi kerja yang lain. Konsekuensinya, pemimpin dalam kepemimpinannya di suatu organisasi kerja harus mengaplikasikan gaya kepemimpinan yang bervariasi, yang sesuai dan serasi dengan tingkat kematangan pegawai sebagai bawahannya, dalam melaksanakan suatu tugas pekerjaan yang menjadi wewenang dan tanggungjawab pegawai Gaya kepemimpinan, Secara langsung maupun tidak langsung mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan produktivitas kerja karyawan/pegawai/bawahan. Hal ini didukung oleh Sinungan (1987) yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang termasuk di dalam lingkungan organisasi merupakan faktor potensi dalam meningkatkan produktivitas kerja. Sehingga para bawahan bisa secara cepat menjadi bawahan yang profesional. Sekarang ini, banyak para ahli yang menawarkan gaya kepemimpinan yang dapat meningkatkan produktivitas kerja pegawai, dimulai dari yang paling klasik yaitu teori sifat sampai kepada teori situasional.gaya kepemimpinan situasional adalah yang paling baru dan sering di gunakan pemimpin saat ini. Gaya kepemimpinan 11

12 situasional dianggap para ahli manajemen sebagai gaya yang sangat cocok untuk diterapkan saat ini untuk kematangan bawahan. Sedangkan untuk bawahan yang tergolong pada tingkat kematangan yaitu bawahan yang tidak mampu tetapi berkemauan, maka gaya kepemimpinan yang seperti ini masih pengarahan, karena kurang mampu, juga memberikan perilaku yang mendukung. Dalam hal ini pimpinan/pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah (two way communications), yaitu untuk membantu bawahan dalam meningkatkan motivasi kerjanya. Selanjutnya, yang mampu tetapi tidak mau melaksanakan tugas/tangung jawabnya. Bawahan seperti ini sebenarnya memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan, akan tetapi kurang memiliki kemauan dalam melaksanakan tugas. Untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, dalam hal ini pemimpin harus aktif membuka komunikasi dua arah dan mendengarkan apa yang diinginkan oleh bawahan. Sedangkan gaya delegasi adalah gaya yang cocok diterapkan pada bawahan yangmemiliki kemauan juga kemampuan dalam bekerja. Dalam hal ini pemimpin tidak perlu banyak memberikan dukungan maupun pengarahan, karena dianggap bawahan sudah mengetahui bagaimana, kapan dan dimana mereka barus melaksanakan tugas/tangung jawabnya. Dengan penerapan gaya kepemimpinan situasional ini, maka bawahan/pegawai merasa diperhatikan oleh pemimpin, sehingga diharapkan produktivitas kerjanya akan meningkat. Menurut Paul Hersey dan Ken Blanchard, seorang pemimpin harus memahami kematangan bawahannya dengan cermat sehingga dia tidak akan salah dalam menerapkan gaya kepemimpinan. Tingkat kematangan yang dimaksud adalah sebagai berikut: 12

13 1.Tingkat kematangan M1 (Tidak mampu dan tidak ingin) maka gaya kepemimpinan yang diterapkan pemimpin untuk memimpin bawahan seperti ini adalah Gaya Telling (S1), yaitu dengan memberitahukan, menunjukkan, mengistruksikan secara spesifik. 2.Tingkat kematangan M2 (tidak mampu tetapi mau), untuk menghadapi bawahan seperti ini maka gaya yang diterapkan adalah Gaya Selling/Coaching, yaitu dengan Menjual, Menjelaskan, Memperjelas, Membujuk. 3.Tingkat kematangan M3 (mampu tetapi tidak mau/ragu-ragu) maka gaya pemimpin yang tepat untuk bawahan seperti ini adalah Gaya Partisipatif, yaitu Saling bertukar Ide & beri kesempatan untuk mengambil keputusan. 4.Tingkat kematangan M4 (Mampu dan Mau) maka gaya kepemimpinan yang tepat adalah Delegating, mendelegasikan tugas dan wewenang dengan menerapkan system control yang baik. Bagaimana cara pemimpin memimpin haruslah dipengaruhi oleh kematangan orang yang kita pimpin supaya tenaga kepemimpinan kita efektif dan juga pencapaian hasil optimal. Dengan mengenal tipe bawahan (kematangan dan kesediaan) maka seorang pemimpin akan dapat memakai gaya kepemimpinan yang sesuai. Northouse (2001), bahwa seseorang yang dapat menampilkan kepemimpinan transformasional ternyata dapat juga menunjukkan sebagai seorang pemimpin yang efektif dengan hasil kerja yang lebih baik. Oleh karena itu, merupakan awal positif untuk sebuah sekolah untuk berkembang menjadi lebih baik. Karena kepemimpinan transformasional harus bisa membangun rasa percaya diri bawahan sehingga merasa yakin kemammpuan yang akan dimiliki. Pemimpin harus 13

14 berharapan yang lebih tinggi kemungkinan harapan kepada bawahan untuk menuju keberhasilan yang di harapkan Northouse (2001) memberikan beberapa tips untuk menerapkan kepemimpinan transformasional, yakni sebagai berikut: 1. Memberdayakan seluruh bawahan untuk melakukan hal yang terbaik untuk organisasi 2. Berusaha menjadi pemimpin yang bisa diteladani yang didasari nilai yang tinggi 3. Mendengarkan semua pemikiran bawahan untuk mengembangkan semangat kerja sama 4.Menciptakan visi yang dapat diyakini oleh semua orang dalam organisasi 5.Bertindak sebagai agen perubahan dalam organisasi dengan memberikan contoh bagaimana menggagas dan melaksanakan suatu perubahan 6.Menolong organisasi dengan cara menolong orang lain untuk berkontribusi terhadap organisasi Mengubah Kematangan Bawahan Melalui Modifikasi Perilaku Modifikasi perilaku dapat diartikan sebagai: (1) upaya, proses, atau tindakan untuk mengubah perilaku, (2) aplikasi prinsip-prinsip belajar yg teruji secara sistematis untuk mengubah perilaku tidak adaptif menjadi perilaku adaptif, (3) penggunaan secara empiris teknik-teknik perubahan perilaku untuk memperbaiki perilaku melalui penguatan positif, penguatan negatif, dan hukuman, atau (4) usaha untuk menerapkan prinsip-prinsip proses belajar maupun prinsip-prinsip 14

15 psikologi hasil eksperimen pada manusia. Menurut pandangan para ahli, menurut Eysenk modifikasi Perilaku adalah upaya mengubah perilaku dan emosi manusia dengan cara yang menguntungkan berdasarkan teori yangg modern dalam prinsip psikologi belajar. B.F Skinner : modifikasi perilaku : (1)perilaku yang menimbulkan konsekuensi positif (imbalan) cenderung diulangi lagi. (2)dengan memberi imbalan secara tepat dapat mempengaruhi perilaku. (3)perilaku lebih penting daripada sebab-sebabnya, misal : motif, (4)perilaku yang timbul sebab motif nyata (uang, hukuman, dll) adalah hal penting untuk memperbaiki masalah kinerja, (5)kebutuhan tak nyata, misal : penghargaan. Tujuan pengembangan bawahan sebagai pematangan adalah membangkitkan perasaan mereka untuk mau bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Atasan yang mempunyai perhatian kepada bawahannya dapat membantu bawahannya dalam pengembangan diri. Ada empat faktor penting yang dibutuhkan dalam pengembangan untuk kematangan bawahan. Dalam memperhatikan faktor-faktor tersebut harus bekerja sama dengan bawahannya bertanggung jawab dalam mencapai target hasil yang direncanakan. 1. Menetapkan Target Hasil Penetapan target hasil ini merupakan bagian dari rencana kerja yang melandasi peraturan-peraturan dasar yang mengkoordinasikan usaha-usaha para mandor, supervisior dan manajer dalam kerjasamanya. Menetapkan standar pelaksanaan yang terpadu akan banyak keuntungannya bagi semua pihak yang berkepentingan dan akan mempermudah mencapai sasaran organisasi. 15

16 Dalam istilah standar pelaksanaan perlu dibedakan, bahwa istilah tersebut mencakup dua segi yaitu penetapan standar target yang harus dicapai oleh kelompok dan peroranangan kedua hal tersebut saling berkaitan erat. Organisasi secara keseluruhan sebagai suatu sistem dan bagian-bagian yang dikoordinirnya adalah sebagai sub sistem, melaksanakan tujuan utama organisasi secara sinkron. Akan tetapi dalam hal ini harus kita perhatikan bahwa ada perbedaan yang prinsipil dalam pelaksanaanya antar manajer tengah dan bawah untuk mewujudkan hasil kerjatujuan umum itu. Dengan tidak menyimpang terlalu jauh dari standar pelaksanaan umum, setiap manajer-bagian sebagai kepala subsistem mempunyai pola kebijakan sendiri-sendiri untuk memimpin, mengatur dan mengelola bawahannya dalam subsistemnya. Tetapi walaupun setiap bagian sebagai subsistem dalam suatu sistem itu mempunyai standar pelaksanaan yang berbeda namun secara garis besarnya akan tetap menuju kepada tujuan umum. Setiap manajer bagian dalam subsistem menggariskan kebijakannya secara kelompok yang dipertanggung jawabkan kepada manajer atas. Dengan demikian setiap manajer bagian dikatakan membuat standar pelaksanaan untuk target kelompok. Sedangkan top-manajer membuat kebijakan umum sebagai kepala eksekutif sistim, untuk mengelola dan mencapai tujuan pokok organisasi, adalah dalam hal standar pelaksanaan target hasil personal. Dia bertanggung jawab kepada pemilik perusahaan atau kepada para pemegang saham. Seluruh target hasil yang dinyatakan dalam standar pelaksanaan itu dikatakan efektif bila mengandung karakteristik sebagai berikut : 16

17 Sebagai hasil musyawarah antara atasan dan bawahan mengenai apa yang harus dikerjakan dengan baik. Jika mungkin merupakan sejumlah bilangan hasil perbanyakan dan terukur. Istilah kualitatifnya hanya digunakan sebagai usaha terakhir. Istilah-istilah yang samar atau mengaburkan seperti biasanya, kadangkadang dan beberapa harus dihindarkan karena akan menimbulkan salah pengertian. Terbuka kepada bawahan bahwa mereka dibatasi oleh beberapa faktor dalam pengawasan, dan mereka harus jujur menerima pengarahan bagi kepentingan organisasi daripada melaksanakannya setengah-setengah. Mencurahkan perhatian 20% dari waktu dalam pertemuan untuk pengembangan usaha penjualan (sebagai segi positifnya) dan penyerahan urusan perusahaan harus kurang dari 5% (sebagai segi negatifnya) Dapat memperoleh hasil dan terus mendorong usaha-usaha bawahan yang baik. Melengkapi peralatan kerja yang harus dikerjakan. Mencerminkan urutan prioritas yang rasional. Setelah menempuh suatu periode waktu tertentu, diadakan penelitian kembali dan perbaikan seperlunya. 2. Keuntungan Bagi Bawahan Standar bukan hanya memberikan pengarahan oleh supervisior tetapi juga memun gkinkan energinya lebih bertujuan. Bawahan percaya bahwa supervisior pada dasarnya akan menilai dari segi pelaksanaan daripada dari segi-segi yang tidak relevan seperti politik, favoritisme, azas senioritas, dsb. 17

18 Hal yang lebih penting, dengan adanya standar memungkinkan para supervisior akan memperoleh pengalaman sbb : Melakukan kewajiban sendiri Karena manajer atau supervisior berpartisipasi dalam menetapkan standar maka patut menerima dan berusaha keras untuk mengukurnya. Merencakan sendiri Tahu akan hasil-hasil tertentu yang akan dipertanggung jawabkannya maka selanjutnya dapat merencanakan bagaimana mencapai hasil yang lebih baik. Memotivasi sendiri Jika standar tersebut realistik maka hal tersebut merupakan tantangan baginya untuk berhasil. Mengawasi sendiri Begitu sasaran menjadi jelas maka beban pengawasan bergeser dari atasan kepadanya. Mendisiplinkan diri sendiri Dia cenderung untuk mendisiplinkan dirinya sendiri daripada menunnggu sampai majikannya menegurnya. Mengelola sendiri Standar dalam arti tertentu adalah suatu kepercayaan kepada atasan. Supervisior mempunyai kebebasan untuk mengurus sumber-sumber miliknya supaya mencapai sasaran. Mengembangkan sendiri Karena standar dapat diterima dan daripada pelaksanaanya setengah-setengah, maka dia berpendapat hasil harus dicapai secara ketat. 18

19 Mengajar sendiri Menunaikan kewajibannya menghasilkan memungkinkan dia mersa puas karena bertambahnya kecakapan dan kemauan. 3. Keuntungan Bagi Organisasi Jika setiap orang berhasil (bekerja) maka kemudia sasaran tujuan perusahaan akan dicapai. Penaikan pangkat dapat diteliti segera dan perencanaan tenaga kerja manusia dapat disedehanakan. Ketidakberhasilan mencapai target memberikan suatu dasar untuk pelatihan dan penyuluhan. Analisis sebab-sebab ketidakberhasilan menolong bawahan itu untuk meningkatkan atau menunjukkan kepindahannya ke bagian lain dalam perusahaan dimana dia mungkin akan sukses. 4. Menempatkan Target Hasil Cara yang dilakukan dalam menempatkan target hasil yaitu dengan menyususn keadaan kondisi yang dapat dikuasai jika setiap aspek dari seluruh tugas itu dapat dikerjakan, dengan menggunakan deskripsi posisinya sebagai titik tolaknya. Empat macam cara menempatkan target hasil : Aspek pekerjaan harus selektif Aktivitas harus digambarkan Sasaran yang hendak dicapai aktivitas harus diperinci Kriteria sukses harus didefinisikan secara tegas Ada 10 langkah dalam proses mengubah dan membentuk perilaku bawahan: 1. Menampung proses perubahan perilaku. Perilaku berubah secara bertahap, bukan sekaligus. Seseorang menguasai satu komponen, bergerak maju, mengubah tahap berikutnya, hingga semua 19

20 komponen dikuasai, dan sebuah perilaku baru yang kompleks terbentuk. Dalam hal ini bisa memberikan prioritas kepada setiap aspek dan menghargainya secara berurutan, bisa dalam bentuk pujian lisan, promosi, dan segala sesuatu yang berarti bagi mereka. 2. Tentukan pola-pola perilaku baru dengan rinci. Menyatakan apa yang diinginkan untuk dicapai secara menyeluruh serta rinci atau detil, dan dibagi dalam jumlah kecil yang mudah dicapai, yaitu dilakukan dengan kerincian. 3. Memberikan umpan balik pada setiap prestasi Sebagian besar orang selalu tertarik dengan seberapa baik prestasi. Tidak adanya umpan balik, sering menimbulkan perilaku setengah-setengah, atau bahkan tidak dapat diterima sama sekali.memberikan pemahaman tentang hasil-hasil perilaku bawaha. Hal ini bisa memotivasi untuk terus memperbaikinya. 4. Menanggapi perilaku secepat mungkin. Menginformasikan kepada bawahan, bahwa mengetahui perilaku bawahan begitu perilaku tersebut terjadi. Misalnya, jika seseorang datang ke kantor tepat waktu, maka ketepatan waktu ini harus diakui dan dicatat. 5. Menggunakan penguatan (reinforcement) yang kuat. Untuk dapat menjadi efektif, maka penghargaan penting bagi pegawai. Sebagai bentuk penguatan, penguatan juga harus cukup kuat, baik untuk mengundang perilaku baru maupun mempertahankan perilaku yang benar. Penghargaan yang ada harus diterangkan dengan bijak dan rinci. 6. Menggunakan penguatan secara berkesinambungan. 20

21 Perilaku-perilaku baru harus ditanggapi setiap waktu terjadi. Penguatan ini harus dilanjutkan hingga perilaku ini menjadi sebuah kebiasaan, yaitu secara konsistensi. 7. Menggunakan beragam penguatan untuk perawatan. Meskipun perilaku tersebut telah menjadi kebiasaan, itu perlu dihargai, meskipun tidak harus setiap kali. 8. Menghargai kerjasama kelompok (teamwork) bukan persaingan. Hubungan yang saling membantu adalah suatu keharusan untuk membina semangat kelompok. Oleh karena itu, sistem penghargaan harus menerapkan hal ini. Sasaran kelompok dan penghargaan kelompok adalah satu cara untuk mendorong kerjasama, dalam keadaan-keadaan dimana pekerjaan dan prestasi saling bergantung. Dengan melakukan pertemuanpertemuan pemecahan masalah kelompok, maka setiap orang dapat terlibat dalam kerjasama kelompok dan prestasi kerja yang tinggi. 9. Mengaitkan semua penghargaan dengan prestasi kerja. Untuk dapat belajar, maka pegawai perlu tahu: mengapa mereka dihargai atau mengapa dalam beberapa hal tidak dihargai, bahkan bisa mendapatkan hukuman. Misalnya, kenaikan gaji secara rutin setahun sekali, menjadi tidak jelas, mengapa kenaikan gaji diberikan, ini tidak bisa memberikan motivasi perilaku. Oleh karena itu, mengkaitkan semua penghargaan itu langsung dengan perilaku adalah hal yang penting pula. 10. Tetap mengingat dan menghargai prestasi kerja yang tinggi. Memastikan bahwa orang-orang yang berprestasi tinggi menyadari, bahwa mereka diakui sebagai orang yang berprestasi tinggi, dan dihargai 21

22 sewajarnya. Jika dilupakanmereka yang berprestasi tinggi, dan tidak menghargainya, maka itu akhirnya akan merusak prestasi kerja mereka selanjutnya. Begitu mereka sudah berprestasi tinggi, perlu tetap diberikan motivasi tinggi kepadanya Gaya Kepemimpinan Gaya kepemimpinan, mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau diacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan. Hersey dan Blanchard (1992) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan. Bertolak dari pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard (1992) mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi dari pimpinan (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s)., yang dapat dinotasikan sebagai : k = f (p, b, s). Menurut Hersey dan Blanchard, pimpinan (p) adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan 22

23 berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan (b) adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin. Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan. Ellis O. Kelly dalam Soebagio S. (1999:44) membagi pola tata laku umum gaya kepemimpinan sebagai berikut: 1) Gaya kepemimpinan Otoriter; 2) Gaya Kepemimpinan Demokrasi; 3) Gaya Kepemimpinan Laissez-faire. Gaya kepemimpinan otoriter pertanggungjawaban sepenuhnya ada pada pimpinan, pada gaya kepemimpinan demokrasi pertanggungjawaban ada di tangan seluruh anggota kelompok, sedangkan gaya kepemimpinan laissez-faire 23

24 pertanggungjawaban didistribusikan kepada setiap anggota sebagai individu yang terpisah-pisah. Gaya kepemimpinan otoriter dan demokratis memiliki garis kepemimpinan yang jelas, sedangkan laissez-faire tidak terdapat garis kepemimpiann yang jelas, sehingga cenderung mengarah kepada kebebasan total. Menurut Kartini Kartono(1998:167) bahwa gaya kepemimpinan demokratis dalam situasi normal, keadaannya lebih superior daripada gaya kepemimpinan otoriter dan laissez-faire. Sebab utamanya adalah: 1) orang biasa menghimpun dan memanfaatkan semua informasi dan kearifan dari semua anggota kelompok, 2) orang tidak menyandarkan diri kepada kepandaian atau kemampuan pribadi pemimpin saja. Hasil penelitian Fiedler (1997:28-29) dalam pengukuran orientasi kepemimpinan yang mengembangkan Least-Preferred Co-Worker (LPC) Scale untuk mengukur dua gaya kepemimpinan: 1) tugas (melakukan kontrol, memberikan struktur) kepemimpinan, dan 2) pengaruh (pasif, pengertian) kepemimpinan, menemukan bahwa tiap gaya kepemimpinan akan efektif dalam situasi tertentu. Hal ini berarti bahwa efektivitas kepemimpinan sangat tergantung dari situasi yang sedang dihadapi (situasional). Adakalanya pada situasi tertentu gaya kepemimpinan yang berorientasi pada tugas lebih efektif digunakan oleh pemimpin daripada berorientasi pada hubungan dan pada situasi lain kepemimpinan yang berorientasi pada pengaruh yang lebih efektif digunakan daripada berorientasi pada tugas. Davis dan Newstrom (1985:167) mengemukakan bahwa pendekatan yang digunakan oleh Fiedler telah memberikan sumbangan penting. Dikatakannya bahwa pendekatan tersebut telah mendorong agar manajer untuk: 1) Mengkaji 24

25 situasi mereka orang-orang, tugas dan organisasi, 2) Luwes menggunakan berbagai keterampilan dalam keseluruhan gaya, 3) Mempertimbangkan untuk memodifikasi unsur-unsur pekerjaan guna memperoleh kesesuaian yang lebih baik dengan gaya yang lebih mereka sukai. Menurut Veithzal Rivai (2004:91) Kepemimpinan memerlukan tiga hal yaitu: (1) melakukan, (2) memfasilitasi sehingga orang lain bisa bekerja secara lebih efektif, dan (3) tak lakukan apa-apa, merefleksi dan menghabiskan waktu untuk berfikir. Menurut Henry Mintzberg (dalam Veithzal Rivai, 2004:91), seoarang Amerika yang mengadakan studi eksekutif puncak beberapa tahun lalu, aktivitas pemimpin dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu: 1) Kepemimpinan Interpersonal. Pemimpin bertindak sebagai puncak figur dan simbol, memiliki tanggung jawab untuk memotivasi dan memimpin staf dan membutuhkan hubungan dengan kontak jaringan kerja. 2) Kepemimpinan Informasional. Pemimpin memonitor informasi dalam skala luas menyebarkan informasi dan bertindak sebagai juru bicara. 3) Kepemimpinan Desisional. Pemimpin berperan sebagai pekerja wiraswastawan yang mencari kesempatan, menginisiasi kemajuan, membawa perubahan dan mengawasi beberapa proyek serta pemcah hambatan dengan tanggung jawab untk mengambil tindakan korektif. Iajuga bertanggung jawab untuk mengalokasikan berbagai sumber daya dan bernegosiasi untuk organisasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Veithzal Rivai (2004:13) mengemukakan bahwa ketika seorang pemimpin mengungkap beberapa strategi dalam 25

26 memainkan perannya dalam menentukan emosi bersama, dimana para pemimpin dengan gayanya yang khas berbicara dan ketika itu sudah dapat dipastikan bahwa bawahannya akan mendengarkannya dengan seksama. Pada dasarnya ketika pemimpin memberi pujian, mengkritik sifat baik atau buruk, memberi dukungan atau tidak mau tahu kebutuhan masyarakat, mereka dapat mengemas misi kelompok itu dengan cara-cara yang dapat memberikan arti labih ke kontribusi masing-masing anggota kelompok. Sebagai pemimpin dapat memandu dengan cara yang lebih jelas dalam pekerjaan mereka dan itu mendorong fleksibilitas, memberikan kebebasan orang untuk mengungkapkan perasaan mereka dan bagaimana cara mendapatkan pekerjaan. Semua upaya ini penting artinya dalam menentukan dampak emosional pimpinan. Pemimpin akan selalu berusaha untuk mempengaruhi para anggota atau pengikutnya agar mau melaksanakan apa yang dikehendakinya. Untuk dapat memenuhi kehendak itu, para pemimpin menggnakan berbagai cara agar keinginannya itu dilaksanakan. Cara-cara yang digunakan/dipraktekkan oleh para pemimpin dalam mempengaruhi pengikutnya itulah yang disebut dengan gaya kepemimpinan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sugandha (1986:70) yang mengatakan bahwa tiap-tiap pemimpin memiliki cara-cara tersendiri dalam mendorong pengikutnya untuk mau bekerja sama. Sedangkan teori gaya kepemimpinan yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah teori gaya kepemimpinan situasional dari Paul Hersey dan Ken Blanchard, yang mengemukakan bahwa: 26

27 The theory states that instead of using just one style, successful leaders should change their leadership styles based on the maturity of the people they re leading and the details of the task. Using this theory, leaders should be able to place more or less amphasis onthe task, and more or less amphasis onthe relationships with the people they re leading, depending on what s needed to get the job done successfully. Pemahaman fundamental dari teori kepemimpinan situasional adalah tentang tidak adanya gaya kepemimpinan yang terbaik. Kepemimpinan yang efektif adalah bergantung pada relevansi tugas, dan hampir semua pemimpin yang sukses selalu mengadaptasi gaya kepemimpinan yang tepat. Definisi kepemimpinan situasional adalah A Leadership Contingency Theory That Focuses on Followers Readiness/Maturity. Dimana inti dari teori kepemimpinan situasional adalah bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan berbeda-beda, tergantung dari tingkat kesiapan para pengikutnya. Teori kepemimpinan situasional bertumpu pada dua konsep fundamental yaitu: (1) tingkat kesiapan/kematangan individu atau kelompok sebagai pengikut dan (2) gaya kepemimpinan. Dimana gaya kepemimpinan yang tepat bergantung pula pada kesiapan/kematangan individu atau kelompok sebagai pengikut. Tingkat kesiapan/kematangan pengikut ditandai oleh dua karakteristik, yaitu: (i) The ability and willingness for directing their own behavior; dan (ii) The extent towhich people have and willingness to accomplish a specific task. Berdasarkan kriteria mampu dan mau, maka diperoleh empat tingkat kesiapan/kematangan pengikut (Follower Readiness) sebagai berikut: Readiness1- Kesiapan tingkat 1 menunjukkan bahwa pengikut tidak mampu dan tidak mau mengambil tanggungjawab untuk melakukan tugas. Pada tingkat ini, pengikut tidak memiliki kompetensi dan tidak percaya diri. Readiness 2- Menunjukkan pengikut tidak mampu melakukan suatu tugas, tetapi ia sudah memiliki kemauan. Motivasi yang kuat tidak didukung oleh pengetahuan dan keterampilan kerja yang 27

28 memadai untuk melaksanakan tugas-tugas. Readiness 3- Menunjukkan situasi dimana pengikut memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas. Tetapi pengikut tidak mau melaksanakan tugastuas yang diberikan oleh pemimpinnya. Readiness 4- Menunjukkan bahwa pengikut telah memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas, disertai dengan kemauan yang kuat untuk melaksanakannya. Tingkat kesiapan/kematangan individu atau kelompok yang berbeda menuntut gaya kepemimpinan yang berbeda pula. Hersey dan Blanchard memilah gaya kepemimpinan dalam perilaku kerja dan perilaku hubungan yang harus diterapkan terhadap pengikut dengan derajat kesiapan/kematangan tertentu. Perilaku kerja meliputi penggunaan komunikasi satu arah, pendiktean tugas, dan pemberitahuan pada pengikut seputar hal apa saja yang harus mereka lakukan, kapan, dan bagaimana melakukannya. Berikut ini empat gaya kepemimpinan (leadership styles) yang disarankan sesuai dengan tingkat kematangan pegawai, menurut Hersey dan Blanchard: S1 (Telling/pemberitahu)- gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut rendah (M1). Ini menekankan perilaku tugas tinggi dan perilaku hubungan yang terbatas. Gaya kepemimpinan telling (kadang-kadang disebut directing) adalah karakteristik gaya kepemimpinan dengan komunikasi satu arah. Pemimpin memberitahu individu atau kelompok soal apa, bagaimana mengapa, kapan dan dimana sebuah pekerjaan dilaksanakan. Pemimpin ini selalu memberikan instruksi yang jelas, arahan yang rinci, serta mengawasi pekerjaan secara langsung. S2 (Selling/penjual)- gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut moderat (M2). Ini menekankan pada jumlah 28

29 tugas dan perilaku hubungan yang tinggi. Pada tahapan gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin masih memberi arahan namun ia menggunakan komunikasi dua arah dan memberi dukungan secara emosional terhadap individu atau kelompok guna memotivasi dan rasa percaya diri pengikut. Gaya ini muncul kala kompetensi individu atau kelompok meningkat, sehingga pemimpin perlu terus menyediakan sikap membimbing akibat individu atau kelompok belum siap mengambil tanggung jawab penuh atas proses dalam pekerjaan. S3 (Participating/Partisipatif)- gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut tinggi dengan motivasi moderat (M3). Ini menekankan pada jumlah tinggi perilaku hubungan tetapi jumlah perilaku tugas rendah. Gaya kepemimpinan pada tahap ini mendorong individu atau kelompok untuk saling berbagi gagasan dan sekaligus memfasilitasi pekerjaan dengan semangat yang mereka tunjukkan. Gaya ini muncul tatkala pengikut merasa percaya diri dalam melakukan pekerjaannya sehingga pemimpin tidak lagi terlalu bersikap sebagai pengarah. Pemimpin tetap memelihara komunikasi terbuka, tetapi kini melakukannya dengan cenderung untuk lebih menjadi pendengar yang baik serta siap membantu pengikutnya. Tugas seorang pemimpin adalah memelihara kualitas hubungan antar individu atau kelompok. S4 (Delegating/pendelegasian)- gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut tinggi (M4). Ini menekankan pada kedua sisi yaitu tingginya perilaku kerja dan perilaku hubungan dimana gaya kepemimpinan pada tahap ini cenderung mengalihkan tanggungjawab atas proses pembuatan keputusan dan pelaksanaannya. Gaya ini muncul tatkala individu atau kelompok berada pada level kompetensi yang tinggi sehubungan dengan pekerjaannya.gaya ini efektif karena pengikut dianggap telah kompeten dan termotivasi penuh untuk 29

30 mengambil tanggung jawab atas pekerjaannya. Tugas seorang pemimpin hanyalah memonitor berlangsungnya sebuah pekerjaan. Dari keempat notasi di atas, tidak ada yang bisa disebut teroptimal setiap saat bagi seorang pemimpin. Pemimpin yang efektif butuh fleksibilitas, dan harus beradaptasi di setiap situasi. Prinsip One Size Fits All tidak berlaku dalam gaya kepemimpinan, terutama menghadapi tingkat kesiapan bawahan yang berbeda. Menurut Robbins ( 2001 : ) terdapat teori-teori kepemimpinan yang dapat diklasifikasikann diantaranya yaitu : 1. Teori karakteristik ( Traits Theories ) Pandangan teori sifat/ karakter menyatakan karakteristik atau sifat tertentu yang dimiliki seseorang mempengaruhi efektifitas kepemimpinan kualitas pribadi seseorang sangat menentukan kepemimpinan. Kualitas pribadi tersebut tidak dapat dialihkan kepada orang lain, karena tidak semua orang bisa jadi pemimpin, kecuali bagi mereka yang memiliki kualitas pribadi. Teori ini memandang pemimpin sebagai suatu kombinasi pencairan atribut karakter (traits) kepribadian, sosial, fisik, intelektual yang membedakan pemimpin dan bukan pemimpin. Teori ini mencoba untuk mencari karakterkarakter yang konsisten dan unik yang berlangsung secara universal yang dimiliki oleh seorang pemimpin yang efektif. Terdapat enam karakter yang cenderung membedakan peminpin dan bukan pemimpin meliputi : ambisi dan energi, hasrat untuk memimpin, kejujuran dan integritas (keutuhan ) percaya diri, kecerdasan dan pengetahuan yang relevan dalam pekerjaan. Disamping itu, penelitian baru ini memberikan bukti yang kuat bahwa orang-orang yang mempunyai sifat pemantauan yang tinggi artinya 30

31 sangat luwes dalam menyelesaikan perilaku mereka dalam situasi yang berlainan, jauh lebih besar kemungkinannya untuk muncul sebagai pemimpin dalam kelompok-kelompok dari pada yang pemantauan dirinya rendah. Pendekatan sifat/karakter belum terbukti dalam menjelaskan kepemimpinan. Terdapat empat alasan yaitu pendekatan ini mengabaikan kebutuhan para pengikut (bawahan) pendekatan ini gagal dalam memperjelas kepentingan relatif pada berbagai karakter, pendekatan ini tak memisahkan sebab dari akibat dan mengabaikan faktor-faktor situasional. 2. Teori Contingensi Pendekatan kesipatan dan perilaku belum sepenuhnya dapat menjelaskan kepemimpinan. Menjadi makin jelas bahwa mereka yang sedang menelaah fenomena kepemimpinan bahwa memanfaatkan sukses kepemimpinan lebih rumit daripada memisahkan beberapa karakter atau perilaku yang lebih di sukai. Kegagalan untuk memperoleh hasil yang konsisten mendorong perhatian pada pengaruh situasional. Sebagian besar penelitian pada masa kini menyimpulkan bahwa tidak ada satupun gaya kepemimpinan yang tepat bagi setiap pemimpin dalam suatu kondisi. Hasil penelitian coba memilah faktor situasional yang mempengaruhi keefektifan kepemimpinan variabel ini digunakan dalam mengembangkan teori kemungkinan yang mencakup tingkat struktur tugas yang akan dikerjakan, kualitas hubungan pemimpin anggota, kekuasaan jabatan pemimpin, kejelasan peran bawahan, norma kelompok, ketersediaan informasi, penerimaan bawahan akan keputusan pemimpin dan kematangan bawahan. 31

32 Menurut Rivai Veithzal (2004:14-15) bahwa kajian terbaru terhadap teori kepemimpinan terdapa tiga pendekatan, yaitu : teori atribusi, kepemimpinan kharismatik, kepemimpinan transaksional versus kepemimpinan transformasional. 1. Teori Atribusi Kepemimpinan Dalam konteks kepemimpinan teori atribusi mengemukakan bahwa kepemimpinan semata-mata suatu atribusi yang dibuat orang bagi individuindividu lain. Dengan menggunakan kerangka atribusi, para peneliti mengemukakan bahwa orang menggolongkan para pemimpin sebagai penyandang karakteristik yang menonjol seperti kecerdasan, kepribadian, ramah tamah, keterampilan verbal yang kuat, keagresifan, pemahaman dan kerajinan. Salah satu yang menarik dalam literatur teori atribusi kepemimpinan adalah persepsi bahwa pemimpin yang efektif umumnya dianggap konsisten dan tidak goyah dalam keputusan mereka. 2. Teori Kepemimpinan Kharismatik Teori kepemimpinan kharismatik merupakan pengembangan dari teori atribusi.teori ini mengemukakan para pengikut membuat atribusi (penghubungan) dari kemampuan kepmimpinan yang heroik atau luar biasa bila mereka mengamati perilaku-perilaku tertentu. Pemimpin kharismatik memiliki tujuan ideal yang ingin dicapai, memiliki komitmen yang kuat pada tujuan, tidak konvensional, teguh dalam pendirian dan percaya diri, sebagai agen perubahan, bukan manajer dari status quo. 3. Kepemimpinan Traksaksional Versus Kepemimpinan Transformasional 32

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.2 Ruang Lingkup

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.2 Ruang Lingkup BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Di dalam kepemimpinan tidak hanya bagaimana seseorang dapat mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Dalam praktiknya, seorang pemimpin juga dituntut

Lebih terperinci

Pengembangan Kepemimpinan

Pengembangan Kepemimpinan Penempatan Pegawai School of Communication & Business Inspiring Creative Innovation Pengembangan Kepemimpinan KEPEMIMPINAN SITUASIONAL Mahasiswa dapat mengetahui tentang kepemimpinan situasional Pertemuan

Lebih terperinci

Tingkat Kematangan Bawahan

Tingkat Kematangan Bawahan Tingkat Kematangan Bawahan Disusun untuk Memenuhi Tugas Terstuktur Mata Kuliah Kepemimpinan Oleh : 1. Allen Ayu Oktavianda (135030201111163) 2. Haninta Wanda Pratiwi (135030201111080) 3. Annissa Dwi Arbaningrum

Lebih terperinci

MSDM Handout 10. Seminar Manajemen Sumber Daya Manusia

MSDM Handout 10. Seminar Manajemen Sumber Daya Manusia MSDM Handout 10 Seminar Manajemen Sumber Daya Manusia Latar belakang Organisasional dan Gaya individual Dalam sessi ini akan disampaikan hal-hal yang terjadi dan berlaku dalam suatu organisasi yang melatar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang

BAB II LANDASAN TEORI. dengan referensi pada sejumlah standar seperti biaya-biaya masa lalu atau yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kinerja Kinerja menurut Soetjipto (1997) merupakan suatu istilah secara umum yang digunakan untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan bersama, namun untuk

BAB I PENDAHULUAN. Suatu organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan bersama, namun untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu organisasi dibentuk untuk mencapai tujuan bersama, namun untuk mencapai tujuan secara efektif diperlukan manajemen yang baik dan benar. Manajemen merupakan

Lebih terperinci

HP : Bisa diunduh di: teguhfp.wordpress.com

HP : Bisa diunduh di: teguhfp.wordpress.com e-mail : sitisyamsiar@yahoo.com HP : 081-1286833 Bisa diunduh di: teguhfp.wordpress.com A. Pendahuluan Mengapa Pemimpin Dibutuhkan? Karena banyak orang memerlukan figur pemimpin. Dalam beberapa situasi

Lebih terperinci

MODUL KELIMA KEPEMIMPINAN. Di Susun Oleh: Erna Multahada, M.Si

MODUL KELIMA KEPEMIMPINAN. Di Susun Oleh: Erna Multahada, M.Si MODUL KELIMA KEPEMIMPINAN Di Susun Oleh: Erna Multahada, M.Si UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI JURUSAN TEKNIK INDUSTRI 2011 1 MODUL KELIMA KEPEMIMPINAN 1. Tujuan Instruksional Umum Dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan (2009:10) manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif

Lebih terperinci

LEMBAR KONFIRMASI KOMPETENSI

LEMBAR KONFIRMASI KOMPETENSI LEMBAR KONFIRMASI KOMPETENSI Jabatan/Eselon : Unit Kerja : NO. KOMPETENSI LEVEL KOMPETENSI STANKOM 1 ANALISIS STRATEGI (AS) Mengidentifikasi,menguraikan, 1. Mempelajari informasi yang didapatkan meghubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana yang paling strategis karena diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan wahana yang paling strategis karena diharapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan wahana yang paling strategis karena diharapkan dapat mempersiapkan generasi muda yang sadar IPTEK, kreatif, dan memiliki solidaritas sebagai

Lebih terperinci

Rangkaian Kolom Kluster I, 2012

Rangkaian Kolom Kluster I, 2012 Beratus-ratus tahun yang lalu dalam sistem pemerintahan monarki para raja atau ratu memiliki semua kekuasaan absolut, sedangkan hamba sahaya tidak memiliki kuasa apapun. Kedudukan seorang raja atau ratu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari

BAB II KAJIAN TEORI. jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan secara harfiah berasal dari kata pimpin. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan

Lebih terperinci

Bab l. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab l. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Bab l Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman saat ini banyak membawa perubahan, baik itu perubahan pada manusia, alam ataupun teknologi. Perubahan ini juga telah menyebabkan pola berpikir

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Kepemimpinan

II. TINJAUAN PUSTAKA Kepemimpinan 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepemimpinan Pemimpin adalah seseorang dengan wewenang kepemimpinannya mengarahkan bawahannya untuk mengerjakan sebagian dari pekerjaannya dalam mencapai tujuan (Hasibuan, 2008).

Lebih terperinci

LEADERSHIP DI SUSUN OLEH : HARRY SATRIA PUTRA ERPEN JUANDA

LEADERSHIP DI SUSUN OLEH : HARRY SATRIA PUTRA ERPEN JUANDA LEADERSHIP DI SUSUN OLEH : HARRY SATRIA PUTRA 112.6211.060 ERPEN JUANDA 112.6211.068 Manajer Vs Pemimpin Manajer Ditunjuk untuk posisinya. Dapat mempengaruhi didasarkan pada wewenang formal yang melekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. organisasi dan kelangsungan hidup organisasi. Peran kepemimpinan yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gaya kepemimpinan suatu organisasi merupakan salah satu faktor lingkungan intern yang sangat jelas mempunyai pengaruh terhadap perumusan kebijaksanaan dan penentuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu aktivitas dalam menentukan apa pekerjaan yang dilakukan dan siapa yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suatu aktivitas dalam menentukan apa pekerjaan yang dilakukan dan siapa yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembagian Kerja 2.1.1 Pengertian Pembagian Kerja Induk kajian pembagian kerja adalah analisis jabatan yang merupakan suatu aktivitas dalam menentukan apa pekerjaan yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efektivitas dan keberhasilan organisasi (Yulk, 2005: 4). Kepemimpinan didefinisikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. efektivitas dan keberhasilan organisasi (Yulk, 2005: 4). Kepemimpinan didefinisikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepemimpinan 2.1.1. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan adalah kemampuan individu untuk mempengaruhi, memotivasi, dan membuat orang lain mampu memberikan kontribusinya demi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perilaku Organisasi Menurut Thoha (2007:5) perilaku organisasi merupakan suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya

BAB II URAIAN TEORITIS. Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Herfina (2006), Kualitas Sumber Daya Manusia dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Kinerja di Balai Ternak Embrio Bogor. Hasil penelitian ini menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian terdahulu (Nanang, 2007) dengan judul Pengaruh Gaya Kepemimpian terhadap Prestasi Kerja Karyawan Bagian Produksi pada Perusahaan Pengolahan

Lebih terperinci

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team

Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Materi 10 Organizing/Pengorganisasian: Manajemen Team Anda mungkin memiliki banyak pengalaman bekerja dalam kelompok, seperti halnya tugas kelompok, tim olahraga dan lain sebagainya. Kelompok kerja merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Kontingensi Teori kontingensi dalam kepemimpinan pemerintah adalah salah satu teori yang berdasarkan pada tiga hal yakni hubungan atasan dengan bawahan,

Lebih terperinci

Pendetakan tradisional

Pendetakan tradisional teori dasar KEPEMIMPINAN BISNIS TEORI CIRI Pendetakan tradisional fisik: tinggi, besar, daya tarik, ketahanan tubuh, dll. sosiologis: ketegasan, kebijaksanaan, status, kepercayaan pada orang, dll. kepribadian:

Lebih terperinci

BABI PENDAHULUAN. Kepemimpinan menjadi suatu kekuatan yang sangat penting dalam pengelolaan

BABI PENDAHULUAN. Kepemimpinan menjadi suatu kekuatan yang sangat penting dalam pengelolaan BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepemimpinan menjadi suatu kekuatan yang sangat penting dalam pengelolaan sekolah. Oleh karena itu kemampuan memimpin secara efektif merupakan kunci untuk keberhasilan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang yang memimpin, yang tergantung dari macam-macam faktor, baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang yang memimpin, yang tergantung dari macam-macam faktor, baik BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan suatu kemampuan yang melekat pada diri seseorang yang memimpin, yang tergantung dari macam-macam faktor, baik faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi

BAB II LANDASAN TEORI. Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi BAB II LANDASAN TEORI A. Kesejahteraan Psikologis 1. Definisi Kesejahteraan Psikologis Teori kesejahteraan psikologis yang menjelaskan sebagai pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang dan suatu

Lebih terperinci

2.1.2 Tipe-Tipe Kepemimpinan Menurut Hasibuan (2009: ) ada tiga tipe kepemimpinan masing-masing dengan ciri-cirinya, yaitu:

2.1.2 Tipe-Tipe Kepemimpinan Menurut Hasibuan (2009: ) ada tiga tipe kepemimpinan masing-masing dengan ciri-cirinya, yaitu: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan Menurut Wukir (2013:134), kepemimpinan merupakan seni memotivasi dan mempengaruhi sekelompok orang untuk bertindak mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menuntut setiap organisasi dan perusahaan untuk bersikap lebih responsif agar

BAB I PENDAHULUAN. menuntut setiap organisasi dan perusahaan untuk bersikap lebih responsif agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan lingkungan organisasi yang semakin kompleks dan kompetitif, menuntut setiap organisasi dan perusahaan untuk bersikap lebih responsif agar sanggup bertahan

Lebih terperinci

Tugas : e Learning Administrasi Bisnis Nama : Erwin Febrian Nim :

Tugas : e Learning Administrasi Bisnis Nama : Erwin Febrian Nim : Tugas : e Learning Administrasi Bisnis Nama : Erwin Febrian Nim : 14121005 A. Pengertian Manajemen Bisnis memliki arti luas, bisa diartikan menjadi beberapa arti, antara lain 1) Manajemen sebagai suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. inovasi. Perusahaan yang ingin tetap bertahan dalam lingkungan bisnis harus

BAB I PENDAHULUAN. inovasi. Perusahaan yang ingin tetap bertahan dalam lingkungan bisnis harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manajemen sumber daya manusia sangat penting bagi perusahaan dalam mengelola, mengatur, dan memanfaatkan sumber daya manusia yang dimiliki sehingga dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menuntut perusahaan untuk dapat mengambil keputusan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi menuntut perusahaan untuk dapat mengambil keputusan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Era globalisasi menuntut perusahaan untuk dapat mengambil keputusan strategi yang tepat agar dapat bersaing di lingkungan industri yang semakin ketat dan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia merupakan asset dalam suatu organisasi atau perusahaan dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya para pelaku yang terdapat dalam setiap instansi. Pada sebuah organisasi

BAB I PENDAHULUAN. upaya para pelaku yang terdapat dalam setiap instansi. Pada sebuah organisasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu instansi didirikan karena mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Dalam mencapai tujuannya setiap instansi dipengaruhi oleh perilaku dan sikap orang- orang yang terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1. Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan Pemberian definisi antara pemimpin dan kepemimpinan tidak dapat disamakan. Oleh karena pemimpin merupakan individunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan institusi yang kompleks. Kompleksitas tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan institusi yang kompleks. Kompleksitas tersebut, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan institusi yang kompleks. Kompleksitas tersebut, bukan saja dari masukannya yang bervariasi, melainkan dari proses pembelajaran yang diselenggarakan

Lebih terperinci

KEPEMIMPINAN KEPERCAYAAN

KEPEMIMPINAN KEPERCAYAAN KEPEMIMPINAN KEPERCAYAAN LEADERSHIP Kemampuan mendorong/ mempengaruhi suatu kelompok/ anggota group dalam upaya pencapaian/ mewujudkan tujuan organisasi Suatu organisasi membutuhkan : PEMIMPIN untuk :

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah cara untuk

II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah cara untuk 13 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya Kepemimpinan 2.1.1. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masukan selama periode tersebut (Dossett dan Greenberg, 1981). a. Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masukan selama periode tersebut (Dossett dan Greenberg, 1981). a. Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produktivitas 2.1.1 Pengertian Produktivitas Secara umum, produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya dimana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. organisasi, agar individu dapat memuaskan kebutuhannya sendiri walaupun

BAB 1 PENDAHULUAN. organisasi, agar individu dapat memuaskan kebutuhannya sendiri walaupun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembicaraan mengenai MSDM (manajemen sumberdaya manusia) dewasa ini semakin mendapat perhatian. Pada hakekatnya MSDM merupakan suatu upaya pengintegrasian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepemimpinan adalah kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepemimpinan adalah kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan adalah kekuatan dinamis penting yang memotivasi dan mengkoordinasikan organisasi dalam rangka mencapai tujuan. Tanpa inspirasi pemimpin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen, hal ini dikarenakan kepemimpinan merupakan motor

BAB I PENDAHULUAN. manajemen, hal ini dikarenakan kepemimpinan merupakan motor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu organisasi atau unit usaha baik itu formal ataupun informal, membutuhkan seorang pribadi pemimpin yang dapat memberikan semangat kepada bawahannya untuk

Lebih terperinci

Kepemimpinan PRESENTED BY: M ANANG FIRMANSYAH

Kepemimpinan PRESENTED BY: M ANANG FIRMANSYAH Kepemimpinan PRESENTED BY: M ANANG FIRMANSYAH Arti kepemimpinan Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi sekelompok anggota agar bekerja mencapai tujuan dan sasaran Teori Kepemimpinan Teori Sifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terhadap Kinerja Pegawai pada kantor Departemen Agama Kabupaten

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Terhadap Kinerja Pegawai pada kantor Departemen Agama Kabupaten BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Baedawi (2004) dengan judul Pengaruh gaya kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai pada kantor Departemen Agama Kabupaten Bantaeng. Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas dan sumber daya yang dimiliki perusahaan. perusahaan sektor publik. Salah satu perusahaan sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas dan sumber daya yang dimiliki perusahaan. perusahaan sektor publik. Salah satu perusahaan sektor publik yang menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan usaha yang semakin ketat dewasa ini menuntut perusahaan untuk dapat beroperasi secara efektif dan efisien. Terwujudnya efisiensi bagi perusahaan sangat bergantung

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia mulai dikenal sejak abad 20, terutama setelah terjadi revolusi industri,

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka Dalam bab ini akan berisikan teori-teori mengenai variable-variable, teori subjek penelitian yang akan diteliti dan juga kerangka berfikir. Teori variable akan terdiri dari teori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karyawan dalam sebuah perusahaan sangat dibutuhkan untuk mencapai prestasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. karyawan dalam sebuah perusahaan sangat dibutuhkan untuk mencapai prestasi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kinerja Pegawai 2.1.1 Pengertian Kinerja Kinerja merupakan tingkat pencapaian hasil ataas pelaksanaan tugas tertentu. Dalam konteks pengembangan sumber daya manusia kinerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efektivitas Kinerja. sesuatu yang tepat ( Stoner, 1996). Menurut Yukl (1994) efektivitas diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efektivitas Kinerja. sesuatu yang tepat ( Stoner, 1996). Menurut Yukl (1994) efektivitas diartikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Kinerja 1. Pengertian Efektivitas (efectiveness) secara umum dapat diartikan melakukan sesuatu yang tepat ( Stoner, 1996). Menurut Yukl (1994) efektivitas diartikan

Lebih terperinci

Pengambilan Keputusan

Pengambilan Keputusan PENGAMBILAN KEPUTUSAN Merkuria Karyantina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur, seperti guru, sarana pembelajaran, aktivitas siswa, kurikulum dan faktor lain seperti

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. Ada pengaruh positif dan signifikan gaya kepemimpinan kepala sekolah

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. Ada pengaruh positif dan signifikan gaya kepemimpinan kepala sekolah BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain : 1. Ada pengaruh positif dan signifikan gaya kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB V KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN DAN KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN

BAB V KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN DAN KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN BAB V KARAKTERISTIK KEPEMIMPINAN DAN KARYAWAN DALAM ORGANISASI PERUSAHAAN 5.1 Karakteristik Kepemimpinan Pemimpin di Showa Indonesia Manufacturing yang ada menggunakan prinsip keterbukaan terhadap karyawan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan gaya kepemimpinan..., Eka Prasetiawati, FISIP 1 UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan gaya kepemimpinan..., Eka Prasetiawati, FISIP 1 UI, 2009 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam upaya menjalankan usaha, setiap perusahaan baik perusahaan yang bergerak dalam sektor jasa maupun industri pasti memiliki tujuan yang harus dicapai dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah salah satu unsur produksi selain itu juga faktor penting dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah salah satu unsur produksi selain itu juga faktor penting dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah salah satu unsur produksi selain itu juga faktor penting dan utama di dalam segala bentuk organisasi. Sehingga perlu mendapatkan perhatian, penanganan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dengan seefektif mungkin. suatu tujuan perusahaan. Pengertian kepemimpinan adalah kemampuan yang

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dengan seefektif mungkin. suatu tujuan perusahaan. Pengertian kepemimpinan adalah kemampuan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan sebagai suatu organisasi bisnis akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan perusahaan, yaitu mengoptimalkan laba.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran atau serangkaian sasaran bersama (Robbins, 2006:4). Akibat

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran atau serangkaian sasaran bersama (Robbins, 2006:4). Akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan unit sosial yang dengan sengaja diatur, terdiri atas dua orang atau lebih yang berfungsi secara relatif terus menerus untuk mencapai sasaran

Lebih terperinci

Disusun Oleh Lista Kuspriatni. Universitas Gunadarma 2014

Disusun Oleh Lista Kuspriatni. Universitas Gunadarma 2014 Disusun Oleh Lista Kuspriatni Universitas Gunadarma 2014 Manajer mempunyai kegiatan yang lebih luas daripada pemimpin. Manajer melakukan assesment, melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab untuk menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan suatu usaha yang dikelola ataupun dijalankan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan suatu usaha yang dikelola ataupun dijalankan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perusahaan merupakan suatu usaha yang dikelola ataupun dijalankan perorangan atau secara bersama-sama (beberapa orang) untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Secara umum manajemen adalah mengelola atau mengatur. Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber sumber lainnya

Lebih terperinci

PROFESSIONAL IMAGE. Budaya Kerja Humas yang Efektif. Syerli Haryati, S.S. M.Ikom. Modul ke: Fakultas FIKOM. Program Studi Public Relations

PROFESSIONAL IMAGE. Budaya Kerja Humas yang Efektif. Syerli Haryati, S.S. M.Ikom. Modul ke: Fakultas FIKOM. Program Studi Public Relations Modul ke: PROFESSIONAL IMAGE Budaya Kerja Humas yang Efektif Fakultas FIKOM Syerli Haryati, S.S. M.Ikom Program Studi Public Relations www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Professional Image Modul - 10 Syerli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan tugas dan penyelenggaraan pemerintahan, dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan tugas dan penyelenggaraan pemerintahan, dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada sebuah organisasi pemerintahan, kesuksesan atau kegagalan dalam pelaksanaan tugas dan penyelenggaraan pemerintahan, dipengaruhi oleh kepemimpinan, melalui kepemimpinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Manajemen Manajemen adalah suatu proses yang terdiri dari serangkaian kegiatan seperti perencanaan, pengendalian/pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan dan mencapai

Lebih terperinci

1. Peran individu dalam organisasi olahraga. 2. Menjelaskan tentang perilaku organisasi.

1. Peran individu dalam organisasi olahraga. 2. Menjelaskan tentang perilaku organisasi. mansur@uny.ac.id 1. Peran individu dalam organisasi olahraga. 2. Menjelaskan tentang perilaku organisasi. 3. Membahas sejumlah topik yang terkait dengan individu yang bekerja dalam manajemen olahraga.

Lebih terperinci

MAKALAH KEPEMIMPINAN / LEADERSHIP Makalah Kepemimpinan Leadership Gratis Dipersembahkan oleh : www.tipspublicspeaking.net TipsPublicSpeaking.NET adalah website berisi cara belajar public speaking secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tidak akan dapat bekerja tanpa adanya ide dan kreatifitas dari para

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tidak akan dapat bekerja tanpa adanya ide dan kreatifitas dari para BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keberhasilan sebuah perusahaan bukan hanya tergantung dari permodalan secara riil yaitu berbentuk uang, namun salah satu hal yang juga berpengaruh adalah sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai the way an

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai the way an BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepuasan Kerja Wexley dan Yukl mengartikan kepuasan kerja sebagai the way an employee feels about his or her job. Artinya bahwa kepuasan kerja adalah cara pegawai merasakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Disiplin Kerja 2.1.1 Pengertian Disiplin Menurut Sastrohadiwiryo (2005:291) Disiplin Kerja adalah suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan

Lebih terperinci

KEPEMIMPINAN. Kepemimpinan Kemampuan untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran.

KEPEMIMPINAN. Kepemimpinan Kemampuan untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran. BAB VI KEPEMIMPINAN 11 0 Apa itu Kepemimpinan? Kepemimpinan Kemampuan untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran. Manajemen Menggunakan wewenang inhern dalam peringkat formal terencana untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. memengaruhi tersebut. Berdasarkan pengertian diatas dan dikaitkan dengan kegiatan

BAB II KAJIAN TEORITIS. memengaruhi tersebut. Berdasarkan pengertian diatas dan dikaitkan dengan kegiatan BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Kepemimpinan Pembahasan tentang kepemimpinan secara umum dapat dijelaskan bahwa Kepemimpinan adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh orang untuk mempengaruhi orang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Kepemimpinan dimasukkan dalam kategori ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial,

BAB II LANDASAN TEORI. Kepemimpinan dimasukkan dalam kategori ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial, BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan dimasukkan dalam kategori ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsip-prinsip, definisi dan teori-teorinya diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan sangat penting apabila berbicara tentang kualitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan sangat penting apabila berbicara tentang kualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sangat penting apabila berbicara tentang kualitas pembangunan manusia pada suatu negara. Sesuai amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam meningkatan sumber daya manusia. Menurut UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan organisasi dalam berbagai tuntutan masyarakat dan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. dan mengembangkan organisasi dalam berbagai tuntutan masyarakat dan zaman. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan aset paling penting dalam suatu organisasi karena merupakan sumber yang mengarahkan organisasi serta mempertahankan dan mengembangkan

Lebih terperinci

PROFESSIONAL IMAGE. Modul ke: Fakultas FIKOM. Program Studi Public Relations.

PROFESSIONAL IMAGE. Modul ke: Fakultas FIKOM. Program Studi Public Relations. Modul ke: PROFESSIONAL IMAGE Fakultas FIKOM Kompetensi komunikasi PR: Motivasi yang positif dan membangun komunikasi efektif dua arah dengan Tuhan, diri sendiri, orang lain. Syerli Haryati, S.S. M.Ikom

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI. Kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam

BAB II KERANGKA TEORI. Kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian kepemimpinan Kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh kalangan orang banyak, baik dalam organisasi yang kecil maupun dalam

BAB I PENDAHULUAN. oleh kalangan orang banyak, baik dalam organisasi yang kecil maupun dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepemimpinan merupakan topik menarik yang sering dibicarakan oleh kalangan orang banyak, baik dalam organisasi yang kecil maupun dalam organisasi yang besar.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Penelitian Robbins (2001:39) Pemimpin Wahid (1997:3) Pemimpin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Penelitian Robbins (2001:39) Pemimpin Wahid (1997:3) Pemimpin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Penelitian Untuk mencapai sasaran dan tujuan yang diharapkan oleh perusahaan tidak hanya di pengaruhi oleh besarnya dana yang diinvestasikan, teknologi yang dimiliki,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pelaksanaan (actuating), dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. yaitu fungsi perencanaan (planning), fungsi pelaksanaan (actuating), dan fungsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anggaran adalah salah satu komponen penting dalam perencanaan organisasi. Anggaran merupakan rencana pendanaan kegiatan di masa depan dan dinyatakan secara

Lebih terperinci

SUPERVISORY DEVELOPMENT PROGRAM EFFECTIVE TEAM LEADERSHIP PPM MANAJEMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI 12/22/2016 1

SUPERVISORY DEVELOPMENT PROGRAM EFFECTIVE TEAM LEADERSHIP PPM MANAJEMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI 12/22/2016 1 SUPERVISORY DEVELOPMENT PROGRAM EFFECTIVE TEAM LEADERSHIP BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI 12/22/2016 1 SASARAN PELATIHAN Setelah mengikuti pelatihan ini peserta diharapkan dapat : 1.Mengembangkan gaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi berbagai krisis yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi berbagai krisis yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi berbagai krisis yang ditemui setiap individu dalam kehidupannya. Ketidakmampuan mereka sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perwujudan manusia yang berkualitas tersebut menjadi tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perwujudan manusia yang berkualitas tersebut menjadi tanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perwujudan manusia yang berkualitas tersebut menjadi tanggung jawab pendidikan terutama dalam mempersiapkan peserta didik menjadi subyek yang makin berperan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepemimpinan Sebagaimana diketahui bahwa sumber daya manusia memegang peranan penting diperusahaan dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan, dimana terdapat sekelompok orang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang kita ketahui bahwa pada saat ini persaingan antar perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Seperti yang kita ketahui bahwa pada saat ini persaingan antar perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seperti yang kita ketahui bahwa pada saat ini persaingan antar perusahaan semakin ketat. Di satu pihak peralatan kerja semakin modern dan efisien, dan di lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yudi Fika Ismanto, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permainan bola voli di Indonesia merupakan salah satu cabang olahraga yang banyak digemari masyarakat, karena dapat dilakukan oleh anak-anak hingga orang dewasa,

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah B A B I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah PT. Bank BRI (persero) Tbk adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah berpengalaman lebih dari 111 tahun dan telah go publik pada tanggal 10 November

Lebih terperinci

KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI: Perspektif Teoritik dan Metodologi

KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI: Perspektif Teoritik dan Metodologi Ulas Balik (Review) 1 KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI: Perspektif Teoritik dan Metodologi (Leadership in Organization: Theory and Methodology Perspectives) Oleh/By Suci Wulandari Peneliti pada Puslitbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemimpin. Setiap pemimpin perlu memiliki aspek-aspek kepribadian yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. pemimpin. Setiap pemimpin perlu memiliki aspek-aspek kepribadian yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kepemimpinan yang efektif sangat dipengaruhi oleh kepribadian pemimpin. Setiap pemimpin perlu memiliki aspek-aspek kepribadian yang dapat menunjang usahanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pemimpin Pemimpin adalah seorang yang memiliki kemampuan mempengaruhi orang lain untuk mengarahkan ataupun mengkoordinasi untuk mencapai tujuan dalam suatu organisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengarahkan bawahannya. Selain itu dibutuhkan pemimpin yang

BAB I PENDAHULUAN. mampu mengarahkan bawahannya. Selain itu dibutuhkan pemimpin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu organisasi, kelompok atau masyarakat tentunya membutuhkan dan memiliki pemimpin. Masyarakat yang ingin berkembang membutuhkan tidak saja adanya pemimpin namun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. penulis mengemukakan beberapa definisi dari beberapa ahli yaitu :

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia. penulis mengemukakan beberapa definisi dari beberapa ahli yaitu : 13 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk mendapat pengertian tentang Manajemen Sumber Daya Manusia, maka penulis mengemukakan beberapa definisi dari beberapa ahli yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tuti Rohayati, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tuti Rohayati, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah adalah salah satu institusi yang berperan menyiapkan sumber daya manusia. Sejalan dengan kemajuan ilmu dan teknologi (iptek) sistem pendidikan harus

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG STANDAR KOMPETENSI JABATAN MANAJERIAL DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota pariwisata di Indonesia. Kota ini

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota pariwisata di Indonesia. Kota ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Bandung merupakan salah satu kota pariwisata di Indonesia. Kota ini telah dikenal oleh wisatawan domestik dan wisatawan manca negara. Berbagai lokasi wisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang di kemukakan oleh Martoyo (2000), bahwa kepuasan kerja adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang di kemukakan oleh Martoyo (2000), bahwa kepuasan kerja adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepuasan kerja merupakan salah satu faktor yang penting dalam setiap pekerjaan. Kepuasan kerja merupakan sisi afektif atau emosi. Seperti yang di kemukakan oleh Martoyo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Saat ini pertumbuhan dan perkembangan perekonomian di Indonesia semakin pesat sehingga persaingan diantara para pengusaha juga semakin ketat. Masingmasing

Lebih terperinci

BAB 8 KEPEMIMPINAN (LEADERSHIP)

BAB 8 KEPEMIMPINAN (LEADERSHIP) BAB 8 KEPEMIMPINAN (LEADERSHIP) KEPEMIMPINAN Pokok-pokok bahasan: Definisi kepemimpinan Kepemimpinan dan kekuasaan (power) Pendekatan studi kepemimpinan Pendekatan Sifat (Trait Approach) Pendekatan Perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perusahaan go public di Indonesia berkembang dengan sangat cepat, hal

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perusahaan go public di Indonesia berkembang dengan sangat cepat, hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini perusahaan go public di Indonesia berkembang dengan sangat cepat, hal tersebut dapat terlihat berdasarkan data statistik di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada

Lebih terperinci

KAMUS KOMPETENSI. 1. Mendengarkan ucapan orang lain Berupaya mendengarkan ucapan atau perkataan orang lain dengan seksama.

KAMUS KOMPETENSI. 1. Mendengarkan ucapan orang lain Berupaya mendengarkan ucapan atau perkataan orang lain dengan seksama. KAMUS KOMPETENSI NO. KOMPETENSI DASAR PENGERTIAN TINGKAT KOMPETENSI 1. Berorientasi pada pelayanan Keinginan untuk membantu atau melayani orang lain guna memenuhi kebutuhan mereka, artinya selalu berusaha

Lebih terperinci