KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS"

Transkripsi

1 PEMERINTAH KABUPATEN ACEH SELATAN PROVINSI ACEH KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS RANPERDA RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN O34 September 2014

2 KATA PENGANTAR Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah kabupaten, yang merupakan penjabaran dari RTRW provinsi, dan yang berisi tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah kabupaten, rencana struktur ruang wilayah kabupaten, rencana pola ruang wilayah kabupaten, penetapan kawasan strategis kabupaten, arahan pemanfaatan ruang wilayah kota, dan ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) memuat diantaranya klausul mengenai Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sebagai salah satu instrumen dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Di dalam UUPPLH ini diamanatkan bahwa penyusunan KLHS merupakan hal yang wajib pada setiap penyusunan dokumen perencanaan, diantaranya dalam penyusunan RTRW. Petunjuk teknis pelaksanaannya saat ini salah satunya diatur melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup (Permen LH) No. 09/2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Dengan dasar hukum yang demikian Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan menyelenggarakan penyusunan dokumen KLHS untuk RTRW Kabupaten Aceh Selatan. Proses penyusunan dokumen KLHS ini dimulai sejak bulan Januari tahun 2013 dan pendokumentasian atau penyusunan laporan ini dilakukan pada bulan Agustus Penyusunan KLHS ini dimaksudkan tidak saja sebagai memenuhi prasyarat undang-undang tersebut diatas, melainkan juga sebagai salah satu bentuk periksa yang ditujukan untuk perbaikan proses penyusunan RTRW di Kabupaten Aceh Selatan. Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Selatan dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih, utamanya kepada kepada para pihak yang mendukung penyelenggaraan penyusunan KLHS ini diantaranya kepada USAID dengan Programnya Indonesia Forest and Climate Support (IFACS) dan Tim Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah (YIPD) serta pihak lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Tapaktuan, September 2014 Tim KLHS Kabupaten Aceh Selatan

3 KATA PENGANTAR Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Singkatan Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Pelaksanaan KLHS Pelaksana KLHS Waktu Pelaksanaan KLHS Muatan KLHS Strategi Pembangunan Emisi Rendah... 5 BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN DAN LINGKUP PERENCANAAN TATA RUANG Profil Kabupaten Aceh Selatan Letak Geografis Topografi dan Morfologi Wilayah Geologi dan Jenis Tanah Iklim dan Cuaca Pemerintahan Sosial dan Budaya Tinjauan Singkat Materi Teknis RTRW Kedudukan dan Proses Penyusunan RTRW Kabupaten Aceh Selatan Iktisar Materi Rencana Tata Ruang Kabupaten Aceh Selatan Kajian Konsistensi Tujuan, Kebijakan dan Strategi RTRW BAB III PROSES DAN METODOLOGI Persiapan Pelaksanaan KLHS Identifikasi dan Pelibatan Pemangku Kepentingan Identifikasi dan Pelingkupan Isu Strategis KLHS Analisis Data Dasar (Baseline Analysis) Isu Strategis : Frekuensi banjir yang masih sering terjadi... 31

4 3.4.2 Isu strategis : Pertambangan yang tidak ramah lingkungan Isu strategis : Alih Fungsi Lahan Sawah untuk Perkebunan Isu strategis : Sebaran hama dan penyakit tanaman pala yang semakin meluas Identifikasi Muatan RTRW terkait Isu Strategis Pembangunan Berkelanjutan Dokumentasi Dan Penjaminan Mutu Dokumentasi Penjaminan Mutu BAB IV PENGKAJIAN PENGARUH Implikasi Rencana Struktur Tata Ruang Implikasi dan Mitigasi Pengembangan PKL Tapaktuan Implikasi dan Mitigasi Pengembangan PKLp Bakongan Implikasi dan Mitigasi Pengembangan Jaringan Jalan Baru Implikasi Rencana Pola Ruang Implikasi dan Mitigasi Rencana Kawasan Peruntukan Perkebunan Rakyat seluas Ha yang Dikembangkan pada Kawasan APL Implikasi dan Mitigasi Rencana Kawasan Peruntukan Perkebunan Rakyat pada Kawasan Hutan yang Diusulkan untuk Perubahan Status Implikasi dan Mitigasi Rencana Pengembangan Kawasan Peruntukan Pertambangan Rekomendasi untuk Muatan RTRW BAB V STRATEGI PEMBANGUNAN EMISI RENDAH Ringkasan Hasil Analisa Emisi Strategi Pembangunan Emisi Rendah Kabupaten Aceh Selatan BAB VI KESIMPULAN dan TINDAK LANJUT Kesimpulan Tindak Lanjut Daftar Pustaka Daftar Lampiran.. 81

5 Daftar Tabel Tabel 1 : Pelaksanaan Tahapan Penyusunan KLHS... 4 Tabel 2 : Suku Bangsa di Aceh Selatan Tabel 3 : Proses Penetapan Qanun RTRW Kabupaten Aceh Selatan Tabel 4 : Ikhtisar Muatan RTRW Kabupaten Aceh Selatan Tabel 5 : Catatan Media Bencana Banjir di Aceh Selatan Tabel 6 : Sebaran dan Luas Kawasan Rawan Banjir di Aceh Selatan Tabel 7 : Lokasi dan Dampak Penambangan Batuan Tabel 8 : Lokasi dan Dampak Penambangan Mineral Tabel 9 : Jumlah Produksi dan Luas Perkebunan Kelapa Sawit Tabel10 : Rangkuman Identifikasi Muatan RTRW Kabupaten Aceh Selatan Tabel 11 : Rekomendasi Mitigasi Terhadap Muatan Rencana Struktur Ruang Tabel 12 : Rekomendasi Mitigasi terhadap Pelaksanaan Muatan Rencana Pola Ruang... 70

6 Daftar Gambar Gambar 1. Peta Batas Adminitrasi Kabupaten Aceh Selatan... 8 Gambar 2. Peta Morfologi Wilayah Kabupaten Aceh Selatan Gambar 3. Kedudukan RTRW Kabupaten dalam Sistem Penataanan Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Gambar 4. Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Aceh Selatan Tahun Gambar 5. Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Aceh Selatan Tahun Gambar 6. Peta Curah Hujan di Kabupaten Aceh Selatan Gambar 7. Kondisi Banjir di Kecamatan Trumon Tahun Gambar 8. Penurunan Luas Sawah di Aceh Selatan Tahun Gambar 9. Produksi Tanaman Pala tahun Gambar 10. Luas Lahan Pala Aceh Selatan Gambar 11. Peta Identifikasi Rencana Struktur Ruang Terkait Isu Strategis Pembangunan Berkelanjutan Gambar 12. Kawasan Terbangun di Bakongan yang Sudah Berkembang Gambar 13. Peta Identifikasi Rencana Pola Ruang Terkait Isu Strategis Pembangunan Berkelanjutan Gambar 14. Pengolahan Tambang Rakyat Gambar 15. Kondisi Pertambangan di Aceh Selatan... 66

7 Daftar Singkatan AMDAL : Analisis Dampak Lingkungan BKIA : Balai Kesehatan Ibu dan Anak BKPRD : Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah BKPRN : Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional DED : Detail Engineering Design Ditjen : Direktorat Jenderal DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah HP : Hutan Produksi HPH : Hak Pengusahaan Hutan HPT : Hutan Produksi Terbatas IFACS : Indonesia Forest and Climate Support KEL : Kawasan Ekosistem Leuser KLHS : Kajian Lingkungan Hidup Strategis KRP : Kebijakan, Rencana, dan/atau Program KSK : Kawasan Strategis Kabupaten LH : Lingkungan Hidup MCK : Mandi Cuci Kakus MSF : Multi Stkaholder Forum Permen : Peraturan Menteri PKL : Pusat Kegiatan Lokal PKLp : Pusat Kegiatan Lokal Promosi PLTA : Pembangkit Listrik Tenaga Air PNS : Pegawai Negeri Sipil Posyandu : Pos Pelayanan Terpadu PPK : Pusat Pelayanan Kawasan PTT : Pegawai Tidak Tetap Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat RDTR : Rencana Detail Tata Ruang RKP : Rencana Kerja Pemerintah RPJMD/K : Rencana Pembangunan Jangka MenengahDaerah/Kabupaten RPJPD/K : Rencana Pembangunan Jangka PanjangDaerah/Kabupaten RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

8 RTRWK : Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten 32RTRWP : Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi SK SKPD/K SLHD SPER TBM TM TNGL TR USAID : Surat Keputusan : Satuan Kerja Perangkat Daerah/Kabupaten : Status Lingkungan Hidup Daerah : Strategi Pembangunan Emisi Rendah : Tanaman Belum Menghasilkan : Tanaman Menghasilkan : Taman Nasional Gunung Leuser : Tanaman Rusak : United State Agency International Development UUPPLH : Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup YIPD : Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah

9 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan dan lingkungan hidup adalah dua bidang yang saling berkaitan. Di satu sisi pembangunan dirasakan perlu untuk meningkatkan harkat hidup manusia. Tapi di sisi lain tidak jarang program dan proyek pembangunan tanpa disadari mengakibatkan rusaknya lingkungan. Bencana banjir, kekeringan, longsor dan kepunahan keanekaragaman hayati merupakan beberapa contoh dari kerusakan lingkungan yang dapat kita lihat saat ini. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menetapkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup akan lebih efektif dicegah bila sejak proses formulasi Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) telah mempertimbangkan masalah lingkungan hidup dan ancaman terhadap keberlanjutannya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Peraturan Menteri Negera Lingkungan Hidup Nomor 09 Tahun 2011 memberikan Pedoman Umum tentang KLHS, sedangkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2012 memberikan Pedoman Pelaksanaan KLHS dalam Penyusunan atau Evaluasi Rencana Pembangunan Daerah. Berdasarkan amanat UU Nomor 32 Tahun 2009 tersebut, Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib melaksanakan KLHS dalam penyusunan dan/atau evaluasi terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) baik di tingkat Nasional, Provinsi, maupun Kabupaten/Kota; serta kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup. Pada prinsipnya KLHS adalah suatu kajian/penilaian mandiri (self assessment) untuk melihat sejauh mana Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) yang 1

10 diusulkan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah telah mempertimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Saat ini Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan sedang menyiapkan Rancangan Qanun tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Aceh Selatan Tahun Setelah mendapatkan Rekomendasi Gubernur Aceh dan persetujuan substansi dari Menteri Pekerjaan Umum, saat ini Rancangan Qanun tersebut sedang menunggu untuk pembahasan dengan DPRK guna dicapai kesepakatan antara pihak legislative dan eksekutif terkait muatan rancangan Qanun. Bersamaan dengan proses untuk penetapan Rancangan Qanun tentang RTRW Kabupaten Aceh Selatan Tahun tersebut, dan dengan sesuai amanat UU Nomor 32 Tahun 2009, Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan menyiapkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) guna memastikan bahwa muatan yang ditetapkan dalam RTRW Kabupaten Aceh Selatan telah memperimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan, sehingga diharapkan dampak lingkungan yang dapat ditimbulkan akibat rencana yang ditetapkan dapat diminimalisir. Hasil KLHS mengkonfirmasi apakah Rancangan RTRW Kabupaten telah mempertimbangkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, antara lain dalam Rencana Struktur Ruang, Pola Ruang, dan Kawasan Strategis Kabupaten. Hasil KLHS berupa rekomendasi dan mitigasi bagi penyempurnaan muatan (KRP) RTRW yang disusun berdasarkan hasil analisis yang partisipatif. KLHS terhadap RTRW Kabupaten Aceh Selatan Tahun ini disusun mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan dan rujukan dalam penyusunan KLHS RTRW Kabupaten Aceh Selatan Tahun ini adalah sebagai berikut: a. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; b. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; c. Undang-undang Nomor 32 Nomor 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008; d. Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; e. Undang Undang Nomor 32 Tahun 2010 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 2

11 f. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan; g. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; h. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang i. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2009 tentang PedomanPenyusunan RTRW-Kabupaten; j. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan; k. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah; l. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis; m. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan KLHS dalam Penyusunan dan Evaluasi Rencana Pembangunan Daerah Tujuan Pelaksanaan KLHS Tujuan pelaksanaan KLHS ini adalah: 1. Memastikan bahwa prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan telah dipertimbangkan dalam muatan RTRWK Aceh Selatan; 2. Meningkatkan kualitas RTRW sebagai upaya meminimalkan potensi pengaruh negatif dan/atau risiko pelaksanaannya terhadap kondisi lingkungan hidup. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi kedalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 9 Tahun 2011 terdapat tiga nilai penting dalam penyelenggaraan KLHS yang mencerminkan penerapan prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu keterkaitan, keseimbangan dan keadilan. Keterkaitan dimaksudkan agar penyelenggaraan KLHS menghasilkan 3

12 kebijakan, rencana atau program yang mempertimbangkan keterkaitan antar sektor, antar wilayah, dan global-lokal. Nilai ini juga bermakna holistik dengan adanya keterkaitan analisis antar komponen fisik-kimia, biologi dan sosial ekonomi. Keseimbangan bermakna agar penyelenggaraan KLHS senantiasa dijiwai keseimbangan antar kepentingan, seperti antara kepentingan sosial-ekonomi dengan kepentingan lingkungan hidup, kepentingan jangka pendek dan jangka panjang dan kepentingan pembangunan pusat dan daerah. Keadilan dimaksudkan agar penyelenggaraan KLHS menghasilkan kebijakan, rencana dan/atau program yang tidak mengakibatkan marjinalisasi sekelompok atau golongan tertentu masyarakat karena adanya pembatasan akses dan kontrol terhadap sumber-sumber alam, modal atau pengetahuan Pelaksana KLHS Proses-proses KLHS terhadap RTRW Kabupaten Aceh Selatan Tahun dilaksanakan oleh Tim KLHS yang dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan. Tim KLHS beranggotakan personil-personil dari Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK) yang terkait dan anggota-anggota forum lintas pemangku kepentingan Waktu Pelaksanaan KLHS Pelaksanaan KLHS terhadap RTRW Kabupaten Aceh Selatan Tahun ini telah dimulai sejak bulan Januari 2013 hingga Januari Tabel berikut menunjukkan tahapan pelaksanaan penyusunan KLHS terhadap RTRW Kabupaten Aceh Selatan Tahun Tabel 1 : Pelaksanaan Tahapan Penyusunan KLHS No Kegiatan Pelaksanaan 1 Pengkajian pengaruh RTRW 1) Perancangan proses KLHS 14 Januari ) Identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan Januari ) Identifikasi isu strategis Maret ) Pelingkupan isu strategis 22 Mei ) Analisis data dasar 23 Mei ) Identifikasi muatan RTRW 24 Mei ) Telaah muatan RTRW November Perumusan alternatif, mitigasi dan rekomendasi 8 Januari Pendokumentasian Januari

13 No Kegiatan Pelaksanaan 4 Lokakarya Integrasi Hasil KLHS April Konsultasi Publik Hasil KLHS 25 Agustus 2014 Sumber: Bappeda Kab. Aceh Selatan, Muatan KLHS Dalam melakukan kajian pengaruh untuk menentukan implikasi dari program yang ada dalam RTRW, perlu ditentukan aspek menjadi pendasaran kajian. Dalam Pasal 16 UU Nomor 32 Tahun 2009 disebutkan 6 aspek muatan yang dapat digunakan dalam melakukan kajian pengaruh yaitu 1) Kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup untuk pembangunan; 2) Perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup; 3) Kinerja layanan/jasa ekosistem; 4) Efisiensi pemanfaatan sumber daya alam; 5) Tingkat kerentanan dan kapasitas adaptasi terhadap perubahan iklim dan 6) Tingkat ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati. Dari enam aspek muatan tersebut, KLHS Kabupaten Aceh Selatan menggunakan tiga aspek sebagai pertimbangan utama yaitu 1) perkiraan mengenai dampak dan risiko lingkungan hidup; 2) kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan; dan 3) kinerja layanan/jasa ekosistem. Pengaruh muatan rencana tata ruang misalnya dikaji dampak dan risikonya dengan memperkirakan kemungkinan perubahan ekosistem yang terjadi jika program dilaksanakan. Untuk daya dukung misalnya, kajian memperhatikan kemampuan ekosistem di mana program direncanakan dengan mempertimbangkan kemampuan lingkungan mendukung kehidupan masyarakat lokal dan mahluk lain jika program dilaksanakan. Selain ketiga aspek tersebut, kinerja layanan/jasa ekosistem dan ketahanan dan potensi keanekaragaman hayati juga menjadi aspek yang diperhatikan dalam mengkaji pengaruh muatan RTRW mengingat keberadaan Taman Nasional Gunung Leuser dan Suaka Margasatwa Rawa Singkil yang menjadi salah satu wilayah dengan keanekaragaman hayati yang terbesar di dunia Strategi Pembangunan Emisi Rendah Strategi Pembangunan Emisi Rendah (SPER) atau Low Emission Development Strategies (LEDS) merupakan kerangka strategis yang menggambarkan aksi konkret, kebijakan, program dan rencana implementasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, perbaikan pengelolaan lingkungan dan pemenuhan target pembangunan. Tujuan dari strategi pembangunan emisi rendah ini adalah: 1) mengurangi emisi GRK melalui penyusunan kembali rencana tata ruang; 2) fokus pada pembangunan dan rencana pada area yang rusak dan 5

14 karbon rendah; 3) menggunakan energi terbarukan untuk pertumbuhan ekonomi. Pendekatan dan metode yang disebutkan diatas, memiliki catatan sebagai berikut: Penghitungan proyeksi emisi GRK di masa yang akan datang dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: 1) ekstrapolasi berdasarkan perubahan emisi di masa lalu; 2) perubahan emisi sebagai dampak dari implementasi RTRW. Dengan adanya SPER, diharapkan dapat menjadi pertimbangan kemungkinan emisi GRK yang akan muncul dalam melaksanakan program perencanaan pembangunan yang termuat dalam RTRW dengan memperhatikan hasil yang termuat dalam dokumen KLHS ini. 6

15 BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN DAN LINGKUP PERENCANAAN TATA RUANG 2.1 Profil Kabupaten Aceh Selatan Letak Geografis Secara geografis Kabupaten Aceh Selatan merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Aceh yang terletak di wilayah pantai Barat Selatan dan beribukota di Tapaktuan. Luas wilayah daratan Kabupaten Aceh Selatan adalah 4.176,59 Km 2 atau ,85 Ha, yang meliputi daratan utama di pesisir Barat Selatan Provinsi Aceh. Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia skala 1 : , wilayah daratan Kabupaten Aceh Selatan secara geografis terletak pada LU dan BT. Dengan batas-batas wilayah adalah: Sebelah Utara : Berbatas dengan Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten AcehTenggara, dan Kota Sabulussalam; Sebelah Selatan : Berbatas dengan Kota Subulussalam, Kabupaten Aceh Singkil, dan Samudera Hindia; Sebelah Barat : Berbatas dengan Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Samudera Hindia; dan Sebelah Timur : Berbatas dengan Kabupaten Gayo Lues, Kabupaten Aceh Tenggara, Kota Subulussalam dan Kabupaten Aceh Singkil. Wilayah Kabupaten Aceh Selatan secara administrasi Pemerintahan terbagi atas 18 (Delapan Belas) wilayah Kecamatan, 43 mukim dan 248 desa atau gampong. Pembagian wilayah ini sesuai dengan penetapan dalam Undangundang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, dimana pembagian administrasi pemerintahan Kabupaten/Kota terdiri berturut-turut atas: Kecamatan, Mukim, dan Gampong. Sebahagian besar wilayah terdiri dari daratan dengan ketinggian di atas 500 meter dari permukaan laut yang terdiri dari hutan berbukit- bukit dengan kemiringan curam sampai terjal. 7

16 Gambar 1. Peta Batas Adminitrasi Kabupaten Aceh Selatan Topografi dan Morfologi Wilayah Sebagian besar wilayah di pesisir pantai Kabupaten Aceh Selatan berada pada ketinggian di bawah 100 meter, tersebar di Kecamatan Trumon, Trumon Timur, Bakongan, Bakongan Timur, Kluet Selatan, Kluet Utara dan Pasieraja. Sedangkan wilayah di bagian Utara Kabupaten Aceh Selatan sebagian besar mempunyai ketinggian > 100 meter dan merupakan gugusan bukit barisan, seperti pada Kecamatan Labuhanhaji Barat, Labuhanhaji Timur, Labuhanhaji, Meukek, Sawang, Samadua, Tapaktuan, Kluet Tengah dan Kluet Timur serta bagian utara Kecamatan Bakongan, Bakongan Timur, Trumon dan Trumon Timur. Ketinggian di atas 1000 meter sebagian besar berada di kawasan Hutan Lindung dan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Wilayah Kabupaten Aceh Selatan terletak pada lahan dengan keadaan morfologi datar bergelombang sampai berbukit-bukit dan pegunungan dengan kelompok kelerengan 0-8%, 8-15%, %, 25-40%, >40%. terdiri dari: 1. Dataran dengan kondisi kemiringan lahan 0 8% pada umumnya memiliki relief permukaan landai hingga berombak dengan luas ,99 ha (33,30%), Kawasan ini merupakan kawasan yang sangat ideal untuk dipergunakan sebagai lahan pengembangan pertanian. 8

17 Bentuk dataran ini juga sangat ideal untuk lokasi pengembangan perkotaan dan kegiatan budidaya jangka pendek. Dominan wilayah berombak terdapat di Kecamatan Bakongan, Bakongan Tinur, Kluet Timur, Samadua dan Sawang. 2. Wilayah landai dengan kondisi kemiringan 8 15% dengan luas ,34 ha (3,39%). Wilayah dan kawasan dengan kondisi kemiringan ini mempunyai kecocokan sebagai lokasi pengembangan budidaya perkebunan atau tanaman tahunan. Bentuk permukaan bergelombang ini tersebar di setiap kecamatan, yang dominan terletak di Kecamatan Trumon Timur, Bakongan Timur dan Sawang. 3. Wilayah ini merupakan wilayah bergelombang dengan kondisi kemiringan 15 25% tersebar disetiap kecamatan dengan luas ,17 Ha (9,43%). Bentuk permukaan bergelombang paling banyak dijumpai di Kecamatan Kota Bahagia, Kluet Timur, dan Meukek. 4. Wilayah perbukitan dan curam dengan kondisi kemiringan 25 40% tersebar disetiap kecamatan dengan luas ,84 ha (37,76%). Wilayah perbukitan tersebar hampir semua kecamatan yang dominan terletak di Kecamatan Kluet Tengah, Kluet Timur, dan Meukek. 5. Wilayah pegunungan dengan kondisi kemiringan >40%, bentuk permukaannya yang sangat curam bervariasi terjal, umumnya dijumpai sebagai kerucut dan puncak vulkan, lahan mudah longsor hingga kawasan ini sebaiknya hanya digunakan sebagai kawasan lindung. Wilayah pengunungan ini memiliki luas ,51 (16,12%) dengan penyebaran paling dominan terdapat di Kecamatan Kluet Tengah, Meukek dan Kluet Timur. Berdasarkan kondisi morfologi wilayah tersebut, sebesar lebih kurang 46.12% wilayah Kabupaten Aceh Selatan merupakan lahan dengan tingkat kemiringan 0 25% dan 53,88% merupakan kawasan perbukitan dan pengunungan karena memiliki tingkat kemiringan di atas 25% Geologi dan Jenis Tanah Berdasarkan hasil pembacaan Peta Jenis Tanah yang disusun oleh Pusat Penelitian Tanah Bogor, terdapat 7 (tujuh) jenis tanah yang di Kabupaten Aceh Selatan, yaitu : (1) Andosol, (2) Komplek Podsolik Coklat, Podsolik dan Podsol dan Litosol, (3) Komplek Podsolik Merah Kuning, Latosol dan Litosol, (4) Komplek Rensing dan Litosol, (5) Organosol dan Gle Humus, (6) Podsolik Merah Kuning dan (7) Regosol. 9

18 Gambar 2. Peta Morfologi Wilayah Kabupaten Aceh Selatan Jenis tanah regosol merupakan jenis tanah yang paling sedikit berdasarkan luas sebarannya, yaitu berada di bagian Utara Kecamatan Labuhanhaji, Labuhanhaji Barat dan Labuhanhaji Timur yang merupakan lereng Gunung Leuser. Sedangkan jenis tanah andosol menyebar di bagian Utara Kecamatan Labuhanhaji, Labuhanhaji Timur, Labuhanhaji Barat, Meukek dan Kluet Tengah yang merupakan lereng Gunung Leuser. Jenis tanah Komplek Rensing dan Litosol tersebar di bagian tengah Kecamatan Labuhanhaji, Labuhanhaji Barat, Labuhanhaji Timur dan Meukek. Sementara itu penyebaran jenis tanah Komplek podsolik coklat, Podsol dan Litosol terdapat di bagian utara Kecamatan Kluet Tengah. Jenis tanah Komplek Podsolik Merah Kuning, Latosol dan Litosol menyebar hampir di seluruh Kecamatan di Kabupaten Aceh Selatan, terutama pada bagian utara dan barat Kecamatan Kluet Tengah, sebagian besar wilayah Kluet Timur serta bagian utara Kecamatan Bakongan, Bakongan Timur, Trumon dan Trumon Timur. Sebagian besar wilayah penyebaran Komplek Podsolik Merah Kuning, Latosol dan Litosol merupakan morfologi lahan yang berbukit dan bergunung-gunung. Sedangkan jenis tanah Organosol dan Gle 10

19 Humus menyebar di bagian selatan Kecamatan Kluet Utara, Kluet Selatan, Bakongan dan Bakongan Timur serta sebagian besar wilayah Kecamatan Trumon dan Trumon Timur yang berada dalam Kawasan Suaka Margasatwa Rawa Trumon. Jenis tanah Podsolik Merah Kuning (PMK) menyebar dari utara sampai ke selatan dari Kabupaten Aceh Selatan. Penyebaran jenis tanah PMK terdapat pada bagian selatan Kecamatan Labuhanhaji, Labuhanhaji Barat, Labuhanhaji Timur, Kluet Tengah dan Meukek. Jenis tanah PMK juga menyebar seluruh lahan pada Kecamatan Sawang, Samadua, Tapaktuan dan Pasieraja. Jenis tanah PMK juga terdapat pada bagian tengah Kecamatan Bakongan dan Bakongan Timur serta pada bagian utara Kecamatan Trumon dan Trumon Timur. Ditinjau dari aspek geologi, sebagian besar batuan dasar wilayah Kabupaten Aceh Selatan tersusun dari batuan gunung api, batuan sedimen dan meta sedimen serta batuan terobosan. Batuan gunung api terdiri dari andesite,tuff dan vulcanic rock. Sebaran andesite terdapat hampir seluruh kecamatan yang membentang dari utara Kecamatan Labuhanhaji Barat sampai ke Bakongan. Batuan tuff terdapat di Trumon Timur, sedangkan vulcanic rock terdapat di bagian selatan Kecamatan Bakongan Timur, bagian utara Kecamatan Trumon dan Trumon Timur. Batuan sedimen dan meta-sedimen terdiri dari arrenite-sandstone, bouldersandstone, calcilutites, conglomerate, gravel, meta-limestone, microgabro, sandstone dan sandstone-siltstone. Batuan sedimen dengan penyebaran terluas adalah arrenite-sandstone yang terdapat di bagian utara Kecamatan Labuhanhaji Barat, Labuhanhaji, Labuhanhaji Timur, Meukek, Sawang, Bakongan Timur, sebagian besar Kecamatan Kluet Tengah dan Kluet Timur. Boulder-sandstone terdapat di dataran rendah dan sepanjang aliran sungai dan muara sungai serta di pesisir pantai yang menyebar di Kecamatan Labuhanhaji Barat, Labuhanhaji, Labuhanhaji Timur, Meukek, Sawang, Samadua, Tapaktuan, Pasieraja, sepanjang aliran Krueng Kluet serta sebagian besar rawa dan pesisir di Kecamatan Bakongan, Bakongan Timur, Trumon dan Trumon Timur. Sebaran batuan sedimen dan meta-sedimen selengkapnya disajikan pada peta lithologi Kabupaten Aceh Selatan. Batuan teroboson terdiri dari diorite dan granite. Diorite terdapat di Kecamatan Bakongan Timur dan Trumon sedangkan granite menyebar di Kecamatan Labuhanhaji Timur, Labuhanhaji, Labuhanhaji Barat, Meukek, Sawang, Samadua, Tapaktuan, Kluet Tengah, Kluet Timur dan Bakongan. 11

20 2.1.4 Iklim dan Cuaca Berdasarkan Atlas Iklim Pertanian Indonesia (Balitklimat 2007) yang disusun berdasarkan data klimatologi dari Tahun menggunakan kombinasi klasifikasi iklim Oldeman dan Smith-Ferguson, pola iklim di Kabupaten Aceh Selatan sebagian besar berpola IVC (97.9%) dan hanya sebagian kecil yang berpola IIIC (2.1%) di bagian utara Kecamatan Kluet Tengah. Pola Iklim IVC mempunyai bulan kering berturut-turut kurang dari 3 bulan dan bulan basah berturut-turut 7-9 bulan, sehingga dapat ditanami padi umur pendek dua kali setahun dan satu kali palawija. Sedangkan pola Iklim IIIC mempunyai curah hujan mm.tahun -1 dan mempunyai bulan kering berturut-turut kurang dari 4 bulan dan bulan basah berturut-turut 6-8 bulan sehingga dapat ditanami sekali padi dan sekali palawija tetapi penanaman jangan pada bulan kering. Sebaran curah hujan di Kabupaten Aceh Selatan berkisar dari mm/tahun Curah hujan tertinggi mm.tahun -1 terjadi di sebelah selatan Kecamatan Kluet Selatan, sebelah selatan Kecamatan Trumon dan Trumon Timur, sedangkan yang terendah mm.tahun -1 terjadi di sebelah timur laut Kecamatan Trumon Timur. Sebagian Besar curah hujan Kabupaten Aceh Selatan mm.tahun -1 atau 54.32% luas wilayah Kabupaten Aceh Selatan dan hampir jatuh di setiap kecamatan Pemerintahan Sistem pemerintahan yang berlaku di Aceh Selatan sama seperti wilayah lainnya di Provinsi Aceh yakni menganut 2 (dua) sistem pemerintahan yaitu sistem Pemerintahan Lokal (Aceh) dan Sistem Pemerintahan Nasional (Indonesia). Berdasarkan penjenjangannya, perbedaan adalah adanya Pemerintahan Mukim di antara kecamatan dan Gampong. Kabupaten Aceh Selatan membawahi 18 Kecamatan yaitu sebagai berikut: 1. Bakongan 2. Bakongan Timur 3. Kluet Selatan 4. Kluet Tengah 5. Kota Bahagia 6. Kluet Timur 7. Kluet Utara 8. Labuhanhaji 9. Labuhanhaji Barat 10. Labuhanhaji Timur 11. Meukek 12. Pasieraja 13. Samadua 14. Sawang 15. Tapak Tuan 16. Trumon 17. Trumon Timur 18. Trumon Tengah Kecamatan adalah suatu wilayah kerja camat sebagai perangkat daerah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan pemerintahan kecamatan yang terdiri atas beberapa kemukiman dan dibagi atas beberapa Mukim. Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum di bawah kecamatan yang terdiri atas 12

21 gabungan beberapa Gampong yang mempunyai batas wilayah tertentu yang dipimpin oleh Imeum Mukim atau nama lain dan berkedudukan langsung di bawah Camat. Mukim dibagi atas kelurahan dan Gampong. Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan Qanun Kabupaten/Kota yang dipimpin oleh Lurah yang dalam pelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/Walikota. Kelurahan di Provinsi Aceh dihapus secara bertahap menjadi Gampong atau nama lain dalam Kabupaten/Kota. Gampong atau nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang berada di bawah Mukim dan dipimpin oleh Keuchik atau nama lain yang berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri. Pada saat ini Kabupaten Aceh Selatan terdiri atas 18 wilayah kecamatan, 43 wilayah kemukiman, dan 369 desa atau gampong. Sebagaimana Kabupaten lainnya, Kabupaten Aceh Selatan dipimpin oleh Bupati terpilih untuk periode tahun 2013 s/d 2017 yaitu H. T. Sama Indra, SH sebagai Bupati dan Kamarsyah, S.Sos., M.M sebagai Wakil Bupati Sosial dan Budaya Perkembangan penduduk Kabupaten Aceh Selatan dalam kurun waktu lima tahun terakhir memperlihatkan angka yang fluktuatif. Berdasarkan data yang ada, selama tahun , jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Selatan mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 0,79 persen per tahun. Pada awal Tahun 2008, penduduk di kabupaten ini adalah sebesar jiwa. Jumlah ini terus meningkat secara signifikan menjadi jiwa pada Tahun 2009 dan sedikit menurun menjadi Tahun 2010, dan lalu menjadi jiwa pada tahun Memasuki akhir Tahun 2012, jumlah penduduk Kabupaten Aceh Selatan diperkirakan telah mencapai jiwa. Sebagian penduduk Aceh Selatan terpusat di sepanjang jalan raya pesisir dan pinggiran sungai dengan aktivitas sebagian besar bermata pencaharian di sektor pertanian (80 %) disamping usaha-usaha lainnya (20 %). Selain itu di Kabupaten ini masih ditemukan adanya masyarakat terasing di kawasan pedalaman yang populasinya diperkirakan mencapai jiwa (458 KK). Seluruh masyarakat Aceh selatan menganut agama Islam dan terkenal dengan ketaatannya beragama walaupun ada beberapa pedagang pendatang yang bukan pemeluk agama islam. Penyebaran penduduk Kabupaten Aceh Selatan berdasarkan suku adalah sebagai berikut: 13

22 Tabel 2 : Suku Bangsa di Aceh Selatan Suku bangsa Suku Aceh Suku Aneuk Jamee Suku Kluet Sumber : Aceh Selatan dalam Angka 2011 Kecamatan Sawang, Meukek, Pasieraja, Kluet Utara, Bakongan, Bakongan Timur, Kota Bahagia, Trumon, Trumon Tengah dan Trumon Timur. Kluet Selatan, Labuhanhaji, Labuhanhaji Barat, Labuhanhaji Timur, Samadua, Tapaktuan. Kluet Timur, Kluet Tengah, Kluet Utara (mayoritas suku Aceh), Kluet Selatan (mayoritas suku Aneuk Jamee). Sebaran penduduk miskin Aceh lebih dominan di pedesaan yaitu 80,14 persen, sedangkan diperkotaan hanya 19,86 persen. Jumlah penduduk di Kabupaten Aceh Selatan sampai tahun 2012 mencapai jiwa dengan persentase masyarakat miskin rata-rata mencapai 20%. Kategori masyarakat miskin di di kawasan pedesaan menurut BPS Aceh adalah mereka yang berpenghasilan Rp per bulan, maka termasuk dalam katagori miskin. Pemerintah harus segera berupaya menyusun program-program pengentasan kemiskinan baik melalui penciptaan lapangan kerja maupun peningkatan keterampilan masyarakat yang didukung oleh pembangunan infrastruktur dasar yang terintegritas menjadi prioritas. Secara struktural dan kultural, kemiskinan masyarakat di Kabupaten Aceh Selatan dapat terlihat dari beberapa aspek antara laian adalah: (a) Tingginya tingkat pengangguran di Aceh Selatan, terlihat dari angkatan kerja pada tahun 2012 mencapai dan pencari kerja sekitar orang; (b) Berdasarkan catatan Badan Statistik Aceh Selatan diketahui bahwa persentase rumah tangga yang sudah mendapat distribusi jaringan listrik Negara mencapai 89,78%, (c) kondisi kemiskinan masyarakat juga tergambar dari fasilitas MCK yakni persentase rumah tangga yang mempunyai MCK sendiri hanya 44,25%, MCK bersama 4,08%, rumah tangga yang menggunakan MCK umum 5,71%, dan 45,96% rumah tangga belum menggunakan sarana MCK yang memadai dalam kehidupan rumah tangganya, (d) dilihat dari aspek akses terhadap air minum yang layak dan sehat menurut standar baku air minum ternyata hanya 5,21% rumah tangga di Kabupaten Aceh Selatan yang sudah mendapat suplai air dari PDAM setempat, 12,12% rumah tangga lainnya menggunakan air isi ulang, serta selebihnya masih menggunakan sumber air berupa air sumur dan air sungai. 14

23 2.2 Tinjauan Singkat Materi Teknis RTRW Kedudukan dan Proses Penyusunan RTRW Kabupaten Aceh Selatan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang memberikan landasan dasar baru bagi penataan ruang di Indonesia. Undang-undang ini menggantikan Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang dipandang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan serta perkembangan baru yang terjadi. Mengacu pada peraturan perundangundangan yang baru tersebut, Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan tengah menyiapkan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Aceh Selatan Tahun Penyusunan RTRW Kabupaten Aceh Selatan dimulai sejak tahun 2010, yaitu sejak dimulainya penyusunan materi teknis RTRW Kabupaten Aceh Selatan. Tahap berikutnya adalah proses penetapan qanun yang memakan waktu cukup lama. Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007, RTRW Kabupaten Aceh Selatan Tahun merupakan rencana umum. Penyusunan RTRW tersebut mengacu pula pada RTRW Provinsi Aceh dan RTRW Nasional yang ditetapkan dalam PP Nomor 26 Tahun Pada tahap berikutnya, Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan perlu menyiapkan rencana rinci sebagai operasionalisasi dari rencana umum yang disusun, yaitu berupa Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) pada beberapa bagian wilayah yang bersifat perkotaan, serta Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang berada dalam satu wilayah kabupaten. Sebagaimana amanat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 pula, maka penyusunan RTRW Kabupaten Aceh Selatan harus mengacu pada RPJPD Kabupaten Aceh Selatan. Selanjutnya RPJPD Kabupaten Aceh Selatandan RTRW Kabupaten Aceh Selatan menjadi acuan bagi menyusunan RPJMD Kabupaten Aceh Selatan. Gambar di bawah ini menggambarkan kedudukan RTRW Kabupaten Aceh Selatan dalam sistem penataan ruang dan sistem perencanaan pembangunan daerah. 15

24 Gambar 3. Kedudukan RTRW Kabupaten dalam Sistem Penataanan Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 mengamanatkan untuk menetapkan RTRW Kabupaten melalui Peraturan Daerah, atau di wilayah Provinsi Aceh lebih dikenal dengan istilah Qanun. Proses untuk menetapkan RTRW Kabupaten melalui Qanun telah diatur dalam berbagai peraturan perundangundangan, yaitu: Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Ranperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah; Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 Tahun 2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi Dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota beserta Rencana Rincinya. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang memberikan landasan awal bahwa RTRW Kabupaten harus ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Qanun), setelah sebelumnya mendapatkan Rekomendasi Gubernur dan Persetujuan Substansi dari Menteri (Pekerjaan Umum). Proses pemberian Rekomendasi Gubernur maupun Persetujuan Substansi dari Menteri dimaksudkan untuk memastikan bahwa muatan rencana tata ruang di tingkat pusat (RTRWN) maupun di tingkat provinsi (RTRWP) yang 16

25 berlokasi di kabupaten yang bersangkutan telah terakomodasi di dalam RTRW Kabupaten yang bersangkutan. Hal ini untuk menjamin harmonisasi, sinkronisasi, dan keselarasan mautan rencana tata ruang secara berjenjang. Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut di atas, maka secara umum tahapan dalam proses penetapan Qanun tentang RTRW Kabupaten Aceh Selatan meliputi tahapan sebagai berikut: 1. Tahap Penyusunan Materi Teknis RTRW Kabupaten Aceh Selatan; 2. Tahap Penyusunan Rancangan Qanun tentang RTRW Kabupaten Aceh Selatan; 3. Tahap Rekomendasi Gubernur Aceh; 4. Tahap Persetujuan Substansi dari Menteri Pekerjaan Umum; 5. Tahap Kesepakatan antara Bupati/Walikota dengan DPRD; 6. Tahap Evaluasi Rancangan Qanun oleh Gubernur; dan 7. Tahap Penetapan Qanun Saat ini RTRW Kabupaten Aceh Selatan telah sampai pada tahap menunggu untuk pembahasan materi RTRW Kabupaten Aceh Selatan dengan DPR Kabupaten Aceh Selatan untuk mendapat kesepakatan antara pihak eksekutif (Bupati) dengan pihak legislatif (DPRK). Proses penetapan Ranqanun tentang RTRW Kabupaten Aceh Selatan Tahun disarikan pada Tabel di bawah ini. Tabel 3 : Proses Penetapan Qanun RTRW Kabupaten Aceh Selatan No. Tahapan Keterangan 1. Tahap Penyusunan Materi Teknis RTRW Kab. Aceh Selatan 2. Tahap Penyusunan Rancangan Qanun 3. Tahap Rekomendasi Gubernur Aceh disusun pada tahun anggaran 2010 Dibantu oleh pihak ketiga (konsultan) disusun pada tahun 2011 Rekomendasi Gubernur Aceh terhadap materi RTRW Kabupaten Aceh Selatan No. 650/33022 tanggal 14 November Tahap Persetujuan Substansi Pembahasan BKPRN tanggal 28 November 2012 Persetujuan substansi telah diperoleh berdasarkan Surat Persetujuan Menteri PU No HK Dr/535 tanggal 18 Desember Tahap Kesepakatan antara Bupati dengan DPRD Saat ini PemKab Aceh Selatan sedang menunggu jadwal untuk pembahasan RanQanun dengan DPRK. Surat permohonan untuk pembahasan RanQanun kepada DPRD Kab. Aceh Selatan sudah dikirimkan oleh Bupat Aceh Selatan pada bulan Maret

26 No. Tahapan Keterangan 6. Tahap Evaluasi Ranqanun oleh Gubernur Aceh 7. Tahap Penetapan Qanun Sumber: Pemkab Aceh Selatan, Iktisar Materi Rencana Tata Ruang Kabupaten Aceh Selatan Rancangan Qanun RTRW Kabupaten Aceh Selatan terdiri dari 13 Bab dan 66 pasal. Secara umum Rancangan Qanun RTRW Kabupaten Aceh Selatan berisi: Bab I Ketentuan Umum Bab II Azas Penataan Ruang Kabupaten Bab III Fungsi dan Kedudukan RTRW Kabupaten Bab IV Ruang Lingkup Penataan Ruang Kabupaten Bab V Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Bab VI Rencana Struktur Ruang Bab VII Rencana Pola Ruang Bab VIII Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten Bab IX Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Bab X Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Bab XI Kelembagaan Bab XII Hak dan Kewajiban Masyarakat Bab XIII Ketentuan Penutup Sesuai dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007, secara umum muatan RTRW Kabupaten Aceh Selatan terdiri dari: 1. Tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah Kabupaten Aceh Selatan 2. Rencana struktur ruang Kabupaten Aceh Selatan 3. Rencana pola ruang Kabupaten Aceh Selatan 4. Penetapan kawasan strategis kabupaten 5. Arahan pemanfaatan ruang Kabupaten Aceh Selatan 6. Ketentuan umum pengendaliaan pemanfaatan ruang Kabupaten Aceh Selatan Selanjutnya Tabel 4 menguraikan keenam muatan RTRW Kabupaten Aceh Selatan berdasarkan RanQanun Kabupaten Aceh Selatan tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Aceh Selatan. 18

27 Tabel 4 : Ikhtisar Muatan RTRW Kabupaten Aceh Selatan No Komponen Muatan RTRWK Ikhtisar Muatan RTRW Kabupaten Aceh Selatan Tujuan, Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang a. Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang Kabupaten Aceh Selatan adalah: Mewujudkan Kabupaten Aceh Selatan Sebagai Kabupaten Agrobisnis, Pariwisata Dengan Memperhatikan Konservasi Dan Mitigasi Kebencanaan b. Kebijakan dan Strategi Penataan Ruang Tujuan penataan ruang Kab. Aceh Selatan diterjemahkan dalam 13 kebijakan dan 76 strategi penataan ruang. Masing-masing kebijakan diterjemahkan dalam strategi penataan ruang. Kebijakan penataan ruang tersebut adalah: 1. penguatan dan pemulihan fungsi kawasan lindung memuat 3 strategi; 2. pengembangan bentuk pemanfaatan sumber daya alam yang berbasis konservasi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat memuat 4 strategi; 3. Peningkatan produktivitas wilayah melalui intensifikasi lahan dan modernisasi pertanian dengan pengelolaan yang ramah lingkungan memuat 4 strategi; 4. penataan lahan pertanian lahan basah memuat 3 strategi; 5. pengembangan wisata potensial ramah lingkungan dan ramah budaya memuat 4 strategi; 6. penataan lahan hutan memuat 6 strategi; 7. penataan lahan perkebunan memuat 3 strategi; 8. pengembangan pemanfaatan potensi perikanan dan kelautan sesuai potensi lestari memuat 4 strategi; 9. pengembangan sektor industri, peternakan, dan perdagangan yang mendukung agrobisnis memuat 6 strategi; 10. pengembangan pusat kegiatan agrobisnis, pariwisata dan permukiman memuat 5 strategi; 11. pembangunan prasarana dan sarana wilayah yang berkualitas untuk pemenuhan hak dasar dan dalam rangka perwujudan tujuan penataan ruang yang berimbang, berbasis konservasi serta mitigasi kebencanaan memuat 19 strategi; 12. pengembangan pemanfaatan sumberdaya alam dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan kebencanaan memuat 12 strategi; dan 19

28 No Komponen Muatan RTRWK Ikhtisar Muatan RTRW Kabupaten Aceh Selatan peningkatan fungsi kawasan pertahanan dan keamanan negara memuat 3 strategi. 2. Rencana Struktur Ruang (Gambar 4) a. Sistem Pusat Kegiatan Penetapan pusat-pusat kegiatan di: PKL Tapaktuan PKLp Labuhan Haji, Bakongan, dan Kotafajar PPK Simpang Empat, Keude Rundeng, Seubadeh, Ladang Rimba, Kuta Buloh I PPL Keude Trumon, Krueng Luas, Bukit Gadeng, Paya Dapur, Terbangan, Managgamat, Aluepaku, Peulumat, Blangkeujeren b. Sistem Jaringan Prasarana Utama (Transportasi) Terdiri dari: Jaringan transportasi darat, meliputi: Penetapan jaringan jalan (jalan kolektor primer, jalan lokal primer, dan rencana pembangunan jalan baru); Penetapan terminal B (di Tapaktuan) dan C (di Labuhanhaji, Trumon Timur, Kota Fajar, dan Bakongan). Jaringan Sungai dan Penyeberangan berupa penyeberangan regional dan penyeberangan lokal Jaringan Kereta Api perencanaan jalur KA Subulussalam Tapaktuan Aceh Barat Daya Jaringan Transportasi Laut meliputi pengembangan pelabuhan pengumpan di Tapaktuan dan pengembangan terminal khusus (barang) di Meukek. Jaringan transportasi udara, berupa otimalisasi bandara Teuku Cut Ali sebagai bandara pengumpan c. Sistem Jaringan Prasarana Pendukung Meliputi: rencana jaringan listrik pengembangan PLTA dan PLTMH, PLTD, dan sumber energi alternatif; rencana jaringan telekomunikasi; rencana sumber air bersih pengembangan DI Provinsi seluas 5.564,39 Ha dan DI Kabupaten seluas 5.259,86 Ha. rencana prasarana lainnya 20

29 No Komponen Muatan RTRWK Ikhtisar Muatan RTRW Kabupaten Aceh Selatan Rencana Pola Ruang a. Kawasan Lindung Meliputi penetapan: Hutan lindung, seluas ,55 Ha; Kawasan perlindungan setempat, meliputi sempadan pantai, sempadan sungai dan kawasan sekitar danau; Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya berupa Taman Nasional Gunung Leuseur seluas ,14 Ha dan Suaka Margasatwa Rawa Singkil seluas ,45 Ha; Kawasan bencana alam, berupa kawasan rawan rawan banjir dan gelombang pasang; Kawasan lindung geologi, berupa kawasan gempa bumi, rawan tsunami, rawan gerakan tanah tinggi, dan rawan abrasi; Kawasan lindung lainnya berupa Kawasan lindung diluar kawasan hutan seluas 2.976,14 Ha. b. Kawasan Budidaya Meliputi rencana pengembangan untuk: 1) Hutan produksi, yang meliputi: Hutan produksi tetap seluas 4.580,35 Ha; Hutan produksi terbatas seluas 3.545,18 Ha; 2) Kawasan peruntukan pertanian, yang terdiri dari: Pertanian lahan basah seluas ,53 Ha; Pertanian lahan kering dan hortikultura seluas ,41 Ha; Tanaman pangan berkelanjutan seluas 7.256,38 Ha; Perkebunan, meliputi perkebunan besar seluas 4.915,37 Ha dan perkebunan rakyat seluas ,09 Ha; Peternakan seluas 2.125,11 Ha. 3) Kawasan peruntukan perikanan, terutama perikanan laut, baik perikanan tangkap maupun budidaya perikanan; 4) Kawasan peruntukan pariwisata, yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten; 5) Kawasan peruntukan permukiman, meliputi: Permukiman perkotaan seluas 1.675,56 Ha; Permukiman perdesan seluas 2.312,66 Ha. 21

30 No Komponen Muatan RTRWK Ikhtisar Muatan RTRW Kabupaten Aceh Selatan ) Kawasan peruntukan khusus, meliputi: Kawasan hankam; Kawasan transmigrasi seluas ,98 Ha dan tersebar di 6 kecamatan; dan Kawasan adat terpencil seluas 18,40 Ha dan tersebar di 2 kecamatan. Pola Ruang Laut Meliputi: Zona konservasi, meliputi: Kawasan Konservasi Perairan (KKP) seluas 4.022,39 Ha; dan kawasan yang diusulkan sebagai KKP seluas ,43 Ha. Zona pemanfaatan umum (untuk perikanan tangkap) seluas ,56 Ha meliputi seluruh wilayah perairan selain kawasan konservasi perairan 4. Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten Menetapkan KSK, yaitu: KSK Perkotaan Labuhanhaji; KSK Perkotaan Tapaktuan; KSK Perkotaan Kotafajar; KSK Perkotaan Bakongan; KSK Perkotaan Meukek; KSK Minapolitan (5 kecamatan); KSK Agropolitan (9 kecamatan) 5. Arahan Pemanfaatan Ruang Menetapkan indikasi program pemanfataan ruang dalam rangka perwujudan rencana struktur dan pola ruang. Indikasi program ditetapkan dalam bentuk matriks indikasi program pemanfaatan ruang yang memuat uraian mengenai program, sumber pendanaan, instansi pelaksana, serta waktu dan tahapan pelaksanaan program. 6. Ketentuan Umum Pengendalian Pemanfaatan Meliputi: Ruang ketentuan umum peraturan zonasi; ketentuan perizinan; ketentuan pemberian insentif dan disinsentif; serta arahan pengenaan sanksi Sumber: disarikan dari Rancangan Qanun tentang RTRW Kabupaten Aceh Selatan,

31 Gambar 4. Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Aceh Selatan Tahun

32 Gambar 5. Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Aceh Selatan Tahun

33 2.2.3 Kajian Konsistensi Tujuan, Kebijakan dan Strategi RTRW Dalam Peraturan Pemerintah nomor 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dinyatakan bahwa dalam rangka pemanfaatan ruang dilakukan : (a) perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang, (b) perumusan program sektoral dan kewilayahan dalam rangka perwujudan struktur ruang dan pola ruang; dan pelaksanaan pembangunan sektoral dan pengembangan wilayah sesuai dengan program pemanfaatan ruang. Berdasarkan telaah dengan metoda content analysis terhadap penetapan tujuan, kebijakan, strategi, rencana struktur dan rencana pola ruang Kabupaten Aceh Selatan, berikut beberapa hal penting terkait hasil kajian yang diperoleh: 1) Berdasarkan tujuan penataan ruang, sektor unggulan di Kabupaten Aceh Selatan adalah agrobisnis dan pariwisata. Dengan demikian pengembangan kawasan perlu diarahkan kepada dua sektor utama tersebut, yaitu pertanian dan pariwisata dengan didukung oleh sektor lainnya. Meskipun tidak dijelaskan subsektor pertanian yang menjadi unggulan, namun ditinjau dari rencana pola ruang, maka sektor perkebunan dan pertanian tanaman pangan menjadi dominasi sektor yang akan dikembangkan. 2) Ditinjau dari rencana pola ruangnya, peruntukan budidaya pertanian terutama diarahkan untuk pertanian tanaman pangan lahan kering. Sedang untuk peruntukan perkebunan rakyat terdapat sejumlah kawasan hutan yang cukup besar (38.094,09 Ha) untuk diusulkan perubahan fungsi dan statusnya menjadi perkebunan rakyat. Hal ini tampak kurang konsisten dengan kebijakan penguatan dan pemulihan fungsi kawasan lindung; kebijakan pengembangan bentuk pemanfaatan sumber daya alam yang berbasis konservasi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat; serta kebijakan penataan lahan hutan. Kebijakan pengembangan lahan perkebunan sendiri mengarahkan strateginya pada pengembangkan kawasan perkebunan pada wilayah yang memiliki kesesuaian lahan optimal dan prospektif bagi pengembangan tanaman perkebunan serta upaya intensifikasi dan diversikasi komoditas perkebunan; 3) Terkait dengan kebijakan penguatan dan pemulihan fungsi kawasan lindung, strategi mengembangkan permukiman perkotaan dan perdesaan sesuai daya dukung dan daya tampung dipandang kurang selaras dengan kebijakan yang ditetapkan. Semestinya kebijakan penguatan dan pemulihan kawasan lindung diarahkan pada strategi untuk pemantapan 25

34 kawasan lindung serta strategi-strategi untuk pemulihan kawasan lindung yang telah terganggu oleh aktivitas budidaya. Sedang pengembangan permukiman perkotaan dan perdesaan meskipun dikembangkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung semestinya merupakan bagian dari kebijakan pengembangan pusat kegiatan. 4) Dalam mewujudkan kebijakan penataan lahan pertanian lahan basah, ditetapkan tiga strategi pengembangan, yaitu strategi pengembangan kawasan agropolitan, strategi penetapan fungsi lahan pangan pertanian berkelanjutan, serta strategi penetapan kawasan strategis lumbung padi. Beberapa hal terkait konsistensi kebijakan dan strategi penataan ruang tersebut dengan perwujudan rencana pola ruang yang ditetapkan, berikut hal yang perlu diperhatikan: Terkait strategi pengembangan kawasan agropolitan, RTRWK Aceh Selatan telah menetapkan 9 (sembilan) kawasan agropolitan dalam penetapan Kawasan Strategis Kabupaten, yaitu di Kecamatan Kluet Utara, Pasieraja, Kluet Timur, Labuhanhaji Barat, Labuhanhaji, Labuhanhaji Timur, Trumon, Trumon Tengah, dan Trumon Timur. Terkait strategi penetapan fungsi lahan pangan pertanian berkelanjutan, meskipun dalam rancangan Qanun pada Pasal 32 ayat (4) telah ditetapkan lahan pangan pertanian berkelanjutan seluas 7.256,38 Ha, namun dalam peta rencana pola ruang belum terakomodasi, sehingga lokasi penetapannya perlu ditetapkan dengan lebih jelas. Terkait strategi penetapan kawasan strategis lumbung padi, baik di dalam rencana pola ruang maupun dalam penetapan KSK belum terdapat arahan lokasi yang ditetapkan sebagai lumbung padi. Dengan demikian, penetapan strategi untuk mewujudkan kebijakan penataan lahan pertanian lahan basah perlu diarahkan pada lokasi yang lebih jelas dalam rencana pola ruang maupun penetapan kawasan strategis kabupaten. 5) Dalam mewujudkan kebijakan pengembangan wisata potensial ramah lingkungan dan ramah budaya, salah satu strategi yang ditetapkan adalah mengembangkan ekowisata, agrowisata, wisata budaya, dan jasa lingkungan. Namun dalam rencana pola ruang khususnya terkait kawasan peruntukan pariwisata, tidak terdapat kejelasan mengenai kawasan yang akan dikembangkan sebagai kawasan ekowisata dan agrowisata. Pembagian kawasan pariwisata mengacu pada pembagian kawasan wisata alam, wisata budaya, dan wisata minat khusus. Dalam rencana pola ruang tidak terdapat kejelasan wisata alam dan wisata minat khusus mana saja yang akan dikembangkan untuk ekowisata dan agrowisata. 26

35 6) Dalam mewujudkan kebijakan pengembangan pemanfaatan potensi perikanan dan kelautan sesuai potensi lestari, terdapat 4 (empat) strategi pengembangan yang ditetapkan. Terkait dengan perwujudan dalam rencana pola ruang dan penetapan kawasan strategis kabupaten, berikut beberapa hal yang dapat dikaji: Terkait strategi mengoptimalkan pemanfaatan perikanan tangkap, budidaya laut, air payau, dan air tawar, rencana pola ruang tidak merinci secara detail jenis perikanan budidaya (laut, air payau, air tawar) yang akan dikembangkan di 6 (enam) kecamatan yang ditetapkan sebagai kawasan peruntukan budidaya perikanan dalam rencana pola ruang. Terkait strategi pembangunan sarana dan prasarana kelautan, rencana struktur ruang maupun rencana pola ruang belum memberikan arahan pembangunan sarana dan prasarana kelautan untuk mendukung pengembangan perikanan dan kelautan; Terkait strategi pengembangan industri pengolahan ikan, rencana pola ruang juga belum memberikan arahan lokasi untuk pengembangan industri pengolahan ikan. Pada bagian arahan untuk penetapan kawasan peruntukan industri juga tidak menyebutkan arahan untuk pengembangan industri pengolahan ikan. Terkait strategi pengembangan kawasan minapolitan, terdapat 5 (lima) kecamatan yang ditetapkan sebagai KSK minapolitan. Dengan demikian, beberapa strategi untuk mewujudkan kebijakan pengembangan pemanfaatan potensi perikanan dan kelautan belum diwujudkan dalam rencana struktur, rencana pola, maupun penetapan kawasan strategis kabupaten. 7) Terkait upaya untuk mewujudkan kebijakan pembangunan prasarana dan sarana wilayah yang berkualitas untuk pemenuhan hak dasar dan dalam rangka perwujudan tujuan penataan ruang yang berimbang berbasis konservasi serta mitigasi kebencanaan, 22 strategi yang ditetapkan belum mengarah pada pengembangan sarana dan prasarana yang berbasis konservasi dan mitigasi kebencanaan. Sebagai contoh, strategi meningkatkan status dan kualitas jalan tidak memberikan arahan strategi berbasis konservasi dan mitigasi kebencanaan. Demikian juga strategi peningkatan tipe terminal selaras hirarki kota belum memberi arahan berbasis konservasi dan mitigasi kebencanaan. 27

36 BAB III PROSES DAN METODOLOGI 3.1 Persiapan Pelaksanaan KLHS Persiapan pelaksanaan KLHS, dilakukan dengan mengadakan pertemuan yang dihadiri beberapa SKPD terkait, perwakilan masyarakat dan pihak lain yang mendukung kegiatan penyusunan KLHS. Pertemuan ini dilakukan pada tanggal 14 Januari Pertemuan tanggal 14 Januari 2013 ini membicarakan beberapa hal yang penting, yaitu: 1. Status persetujuan substansi RTRW Kabupaten Aceh Selatan sebagaimana diatur di dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi Dalam Penetapan Rancangan peraturan Daerah tentang RTRW Provinsi, Kabupaten/Kota Beserta Rencana Rincinya. 2. Diskusi terkait pemangku lintas kepentingan (multi-stakeholder forum) yang selama ini menjadi mitra Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan. 3. Pembahasan rencana kerja, peran dan tanggung jawab para pihak yang akan berpartisipasi di dalam proses KLHS dan proses pelaksanaan KLHS yang didukung oleh kajian Strategi Pembangunan Emisi Rendah (SPER); analisis KLHS ini disertai dengan penilaian analisis untuk menyusun kajian SPER. Hal ini ditujukan untuk memasukan pertimbangan perubahan iklim dalam penyusunan KLHS. 4. Rencana pendokumentasian rangkaian kegiatan KLHS dan SPER, serta akses publik dalam proses KLHS. 5. Pengumpulan data dan informasi awal yang diperkirakan dibutuhkan pada saat menyusun KLHS, diantaranya Draft Ranqanun RTRW, Materi Teknis RTRW, Aceh Selatan Dalam Angka, dan lain sebagainya. 3.2 Identifikasi dan Pelibatan Pemangku Kepentingan Salah satu prinsip KLHS adalah partisipatif, dimana proses penyusunan KLHS dilakukan secara terbuka dan melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya yang terkait dengan kebijakan, rencana, dan/atau program (KRP). Identifikasi dan Pelibatan pemangku kepentingan pada proses penyusunan KLHS, diawali dengan pembentukan Tim KLHS Kabupaten yang juga melibatkan perwakilan masyarakat, kemudian pada setiap 28

37 lokakarya yang diadakan selama proses penyusunan KLHS dilibatkan perwakilan masyarakat. Pemilihan peserta lokakarya merupakan peran dari Bappeda Kabupaten Aceh Selatan selaku penanggung jawab kegiatan. Sementara itu masukan untuk pemilihan peserta diberikan oleh para pihak yang mendukung kegiatan ini. 3.3 Identifikasi dan Pelingkupan Isu Strategis KLHS Identifikasi dan Pelingkupan Isu Strategis dilakukan dalam sebuah lokakarya yang melibatkan pemangku kepentingan. Tim Kerja KLHS mempelajari materi teknis RTRW Kabupaten Aceh Selatan (Matek RTRW) serta berbagai data dan informasi terkait kondisi fisik, lingkungan, kependudukan, ekonomi, sosial, dan lain sebagainya untuk keperluan penyusunan pra pelingkupan. Diskusi dengan metode brainstorming dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil prapelingkupan dan menggali isu-isu lain yang belum tercantum pada hasil prapelingkupan tersebut. Aplikasi kartu metaplan menjadi alat bantu dalam proses diskusi ini. Hasil diskusi identifikasi isu strategis ini kemudian menjadi bahan bagi proses pelingkupan. Hasil pra pelingkupan (disajikan pada Lampiran 3) digunakan oleh Tim Kerja KLHS dan Pemangku Lintas Kepentingan sebagai bahan diskusi lebih lanjut. Hasil pelingkupan isu-isu strategis tersebut adalah sebagai berikut: 1. Alih fungsi lahan hutan 2. Frekuensi banjir yang masih sering terjadi 3. Pertambangan yang tidak ramah lingkungan 4. Perubahan penggunaan lahan pertanian 5. Hama dan Penyakit tanaman Pala 6. Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan 7. Persediaan kayu olahan terbatas 8. Kearifan lokal memudar 9. Pendidikan lingkungan 10. Penegakan hukum lingkungan yang lemah 11. Konflik penggunaan lahan. Setelah proses pra-pelingkungan dilakukan, tahap berikutnya adalah proses pelingkungan terhadap isu strategis pembangunan berkelanjutan. Pada tahap ini dilakukan seleksi atau pemilihan terhadap isu strategis yang paling prioritas/signifikan. Proses pelingkungan dilakukan dengan cara sebagai berikut: 29

38 Memeriksa duplikasi terhadap berbagai isu strategis yang diidentifikasi pada tahap pra-pelingkupan. Hal ini dilakukan sebagai satu langkah awal sebelum memeriksa isu-isu ini menggunakan kriteria strategis. Memilih isu strategis yang paling signifikan berdasarkan kriteria strategis yang ditetapkan, yaitu: (1) bersifat lintas sektor; (2) bersifat lintas wilayah; (3) potensi dampak kumulatif & efek ganda; serta (4) berdampak negatif jangka panjang jika tidak diselesaikan. Setiap isu strategis yang diidentifikasi diberi nilai berdasarkan keempat kriteria yang ditetapkan tersebut. Memilih isu yang memiliki dimensi keruangan untuk dianalisis lebih jauh. Setelah melalui proses kajian dan penilaian berdasarkan keempat kriteria yang ditetapkan di atas, Tim Kerja KLHS menetapkan isu strategis pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Aceh Selatan. Konsultasi publik dilakukan untuk memperoleh tanggapan dan masukan dari publik yang lebih luas terkait dengan isu-isu strategis ini. Konsultasi public dilakukan pada tanggal 16 November 2013 dan menghasilkan 4 (empat) isu strategis pembangunan berkelanjutan, yaitu: 1. Frekuensi banjir yang masih sering terjadi 2. Pertambangan yang tidak ramah lingkungan 3. Alih fungsi lahan sawah untuk perkebunan 4. Sebaran Hama dan Penyakit tanaman Pala yang Makin Meluas 3.4 Analisis Data Dasar (Baseline Analysis) Setelah tahap pelingkungan isu strategis pembangunan berkelanjutan, tahap berikutnya yang dilakukan adalah melakukan kajian Analisis Data Dasar (baseline analysis). Analisis data dasar ini diperlukan untuk mendukung identifikasi isu strategis pembangunan berkelanjutan yang telah dilakukan. Dalam proses ini dibutuhkan data dan informasi yang mendukung setiap isu strategis pembangunan berkelanjutan yang telah ditetapkan. Hal ini diperlukan untuk proses verifikasi isu-isu strategis pembangunan berkelanjutan hasil proses pelingkupan sebelumnya. Data dan informasi yang dikumpulkan meliputi data sekunder yang dikumpulkan dari berbagai SKPD terkait, data primer yang dikumpulkan oleh SKPD terkait, catatan masyarakat, data empiris stakeholders secara kualitatif, dan lain sebagainya. 30

39 Metode yang digunakan pada proses analisis data dasar adalah analisis kecenderungan terhadap parameter dan indikator yang terkait dengan tiap isu strategis. Analisis data dasar untuk setiap isu strategis memuat deskripsi sebagai berikut: 1) Gambaran Isu Strategis, dimaksudkan untuk menjelaskan kondisi/fakta dan masalah isu dimaksud; lokasi isu strategis, faktor penyebab isu yang terkait dan implikasi masalah dimaksud. 2) Analisis Kecenderungan, dimaksudkan untuk menjelaskan proses yang muncul dan berkembangnya masalah yang dimaksud semenjak 5 tahun yang lalu di masing-masing lokasi, kelompok masyarakat yang mengalami kerugian akibat masalah dimaksud; apakah masalah dimaksud sudah mencapai titik kritis; mengapa masalah ini cenderung meningkat, apakah karena pembiaran? 3) Perkiraan kecenderungan pada masa yang akan datang, dimaksudkan untuk menjelaskan prakiraan 5 tahun yang akan datang apabila masalah tersebut tidak ditangani; bagaimana akumulasi kerugian (finansial dan lingkungan hidup), kelompok masyarakat yang mengalami kerugian; apakah memang masalah dimaksud tidak dapat dicegah dan/atau ditanggulangi dan/atau dipulihkan?. 4) Rangkuman atau kesimpulan hasil analisis kecenderungan 5) Analisis kecenderungan didukung dengan data tabuler, grafik, peta, grafik, dan lain sebagainya Isu Strategis : Frekuensi banjir yang masih sering terjadi Dengan kondisi topografi, geologi, dan curah hujan, wilayah Kabupaten Aceh Selatan relatif rawan terhadap ancaman bencana alam terutama banjir di daerah dataran banjir. Sebagai daerah yang memiliki DAS cukup banyak, Kabupaten Aceh Selatan juga rawan terhadap bahaya banjir, terutama banjir sungai. Sebagian besar banjir terjadi di kawasan paparan banjir, yaitu yang berada di sepanjang sisi sungai-sungai yang mengalir di Kabupaten Aceh Selatan. Kawasan dataran rendah di bagian Selatan Kabupaten Aceh Selatan juga dikenal sebagai daerah rawa yang memang merupakan kawasan paparan banjir. Selain itu, curah hujan di kawasan Selatan relatif cukup tinggi. Data klimatologi menunjukkan curah hujan di wilayah Selatan ini juga didominasi dengan curah hujan yang cukup tinggi, yaitu mm/tahun. 31

40 Data Bappeda Kabupaten Aceh Selatan 2010 menunjukkan daerah-daerah yang rawan terhadap banjir tersebar di Kecamatan Samadua, Sawang, Kluet Selatan, Kluet Utara, Trumon, Trumon Timur, Tapaktuan, dan Meukeuk. Beberapa lokasi rawan banjir juga merupakan daerah rawan erosi dan longsor. Diduga kondisi topografi dan geologi di kawasan Aceh Selatan mempengaruhi kejadian longsor dan erosi yang berakibat pada banjir bandang. Data Kabupaten Aceh Selatan Dalam Angka 2010 menunjukkan tahun 2009 tercatat kejadian banjir sebanyak 29 kali dan tersebar di 11 kecamatan. Frekuensi kejadian banjir terbanyak terjadi di Kecamatan Bakongan, Kota Bahagian, Trumon dan Trumon Timur. Kejadian banjir tahun 2008 tercatat sebanyak 35 kali, sedang tahun 2007 tercatat sebanyak 16 kali. Jumlah korban akibat kejadian bencana alam, terutama banjir terbanyak terjadi pada tahun 2008 dibanding tahun 2009 dan Pada tahun 2009, data Kabupaten Aceh Selatan Dalam Angka 2010 mencatat jumlah korban yang terkena dampak sebanyak jiwa, sedang pada tahun 2009 mencatat jumlah korban yang terkena dampak banjir jiwa. Sedangkan jika ditinjau dari kelas lerengnya, meskipun 46% wilayah Kabupaten Aceh Selatan merupakan dataran rendah dengan kemiringan di bawah 25%, namun sebagian besar merupakan kawasan rawa dengan tingkat curah hujan yang tinggi sehingga rawan terjadi banjir (Gambar 6). Kawasan di bagian paling selatan Kabupaten Aceh Selatan merupakan SM Rawa Singkil, sehingga kawasan Trumon dan sekitarnya juga merupakan kawasan rawa. Sementara kawasan Kluet dan sekitarnya yang merupakan kawasan dataran rendah diindikasikan merupakan daerah rawa. Tabel 5 menggambarkan banjir yang terjadi setiap tahunnya berdasarkan catatan beberapa media. 32

41 Gambar 6. Peta Curah Hujan di Kabupaten Aceh Selatan Tabel 5 : Catatan Media Bencana Banjir di Aceh Selatan Kejadian Lokasi dan Deskripsi Banjir 10 Mei 2013 Kecamatan Sawang, Kluet Tengah, Kluet Utara, Kota Bahagia, Bakongan, dan Kluet Selatan. Ribuan rumah terendam banjir hingga ketinggian 2,5 meter. 2 Desember 2012 Trumon - ketinggian air mencapai 1 hingga 2 meter, evakuasi korban dilakukan dari tiga wilayah dalam kecamatan Trumon, yakni wilayah Cot Bayu, wilayah Ie Jerneh, dan Padang Harapan. Sumber Merdeka.com 11 Mei m/peristiwa/ribuanrumah-terendam-banjirdi-aceh-seorang-bocahtewas.html Badan SAR Nasional id/index.php/baca/berita /1729/banjir-kembalidatang-di-trumon-acehselatan 33

42 Kejadian Banjir 1 Desember Oktober Desember 2010 Pertengahan November awal Desember 2008 Lokasi dan Deskripsi Kota Bahagia dan Bakongan - delapan desa di Kecamatan Kota Bahagia dan dua desa di Kecamatan Bakongan dilanda banjir besar. Kecamatan Kota Bahagia meliputi Desa Butong, Ujung Gunong Rayeuk, Ujong Gunong Cut, Ujong Tanoh, Jambo Kepok, Alur Dua Mas, Rambong dan Desa Buket Gadeng. Sedangkan di Kecamatan Bakongan meliputi Desa Ujung Padang dan Gampong Drien. Banjir akibat meluapnya Krueng Bakongan ini juga telah mengakibatkan lima desa di wilayah itu terisolir, yakni Desa Beutong, Ujong Tanoh dan Ujong Pulo Cut, Alur Dua Mas dan Jambo Kepok. Ketinggian air 1 2 meter. Banjir di 5 kecamatan yaitu Kec. Kluet Tengah, Kec. Kluet Utara, Kec. Kluet Timur, Kec. Kluet Selatan dan Kec. Bakongan. Kecamatan Trumon dan Trumon Timur. Banjir akibat luapan sungai Singkil karena curah hujan tinggi. Desa yang terpapar banjir: Desa Lhok Raya, Cot Bayu, Desa Seuneubok Jaya, Ujong Tanoh, dan Padang Harapan. Kecamatan Trumon dan Trumon Timur Sumber: Disarikan oleh Tim KLHS dari Berbagai Media Sumber Serambi Indonesia, 2 Desember om/2011/12/02/banjirlanda-kota-bahagia-danbakongan Berita Kementerian Kesehatan, Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan, 4 Oktober isis.depkes.go.id/article/ view/6/958/banjir-di- Kabupaten-Aceh- Selatan.htm Surya Online, 2 Desember ws.com/2010/12/02/ba njir-aceh-selatan-kianparah Jejak dari 9/04/refleksi-daribanjir-aceh.html Kawasan Rawan Banjir di Kabupaten Aceh Selatan tersebar hampir setiap kecamatan dengan tingkat potensi banjir sangat ringan seluas ,19 ha (4,41%) dan potensi banjir ringan seluas ,12 ha (3,96%) yang berada di Kecamatan Bakongan, Trumon, dan Trumon Timur. 34

43 No. Gambar 7. Kondisi Banjir di Kecamatan Trumon Tahun 2011 Tabel 6 : Sebaran dan Luas Kawasan Rawan Banjir di Aceh Selatan Kecamatan Luas Total (ha) Tidak Berpotensi Banjir (ha) Luas Wilayah Potensi Banjir Berpoensi Banjir Sangat Ringan (ha) Berpotensi Banjir Ringan (ha) 1. Trumon , ,92 2. Trumon Timur , ,23 3. Bakongan ,02 437, ,97 4. Bakongan Timur Kluet Selatan , ,95-6. Kluet Timur , ,10-7. Kluet Utara , ,84-8. Pasieraja , ,44-9. Kluet Tengah ,64 162, Tapaktuan ,18 525, Samadua , Sawang ,23 870, Meukek , , Labuhanhaji ,01 181, Labuhanhaji Timur ,10 521, Labuhanhaji Barat , , Kota Bahagia Trumon Tengah Aceh Selatan , , ,12 Sumber: SLHD Kabupaten Aceh Selatan Tahun 2011 Potensi Banjir ini terjadi pada musim penghujan, yaitu Bulan Nopember sampai Bulan Maret. Ketinggian air bisa mencapai satu meter pada kawasan 35

44 dengan potensi banjir ringan.potensi banjir di Kecamatan Bakongan, Trumon, dan Trumon Timur sebagian besar disebabkan oleh perubahan penutupan lahan dari hutan menjadi bukan hutan dan sebagian juga terjadi alih fungsi dari hutan menjadi perkebunan sawit. Kecenderungan banjir akan semakin tinggi di masa akan datang, mengingat pembangunan yang akan semakin berkembang di daerah ini Isu strategis : Pertambangan yang tidak ramah lingkungan Potensi pertambangan di Aceh Selatan meliputi pertambangan mineral dan batuan (galian C). Pertambangan mineral diantaranya adalah emas, besi, timah, tembaga, airraksa, dsb); sedang potensi pertambangan batuan diantaranya sirtu dan tanah urug. Salah satu kegiatan pertambangan yang telah beroperasi di Kabupaten Aceh Selatan adalah perusahaan PT. Pinang Sejati Utama, tepatnya di Kawasan Gunung Desa Simpang Dua, Menggamat Kecamatan Kluet Tengah. Saat ini aksi penambangan illegal marak terjadi di Aceh Selatan, akibatnya, pemerintah mengalami kerugian yang besar serta mengancam keselamatan warga di sekitar penambangan tersebut. Kegiatan pertambangan, terutama pertambangan ilegal cenderung dilakukan dengan cara yang tidak ramah lingkungan, sehingga mengakibatkan kerusakan lingkungan. Laporan SLHD menggambarkan sejumlah dampak lingkungan yang ditimbulkan dari kegitan pertambangan. Tabel 7 menunjukkan lokasi dan dampak lingkungan akibat kegiatan penambangan batuan; sedang Tabel 8 menunjukkan dampak dari kegiatan penambangan mineral. Berbeda dengan kegiatan penambangan batuan, kegiatan penambangan bahan mienral mengakibatkan dampak yang lebih luas, meliputi kegiatan penggalian, pencucian, pengangkutan, dan pengolahan. Tabel 7 : Lokasi dan Dampak Penambangan Batuan Bahan Lokasi Tambang 1. Sirtu Desa Seneubok Keranji Kecamatan Bakongan ,0 m 3 ; Desa Pinto Rimba Kecamatan Trumon dengan Deposit ,000,0 m 3, Desa Tepi Gunung Kecamatan Kluet Utara ,0 Dampak Dampak dari kegiatan penambangan Pasir/tanah urug: Penurunan permukaan air sungai yang mengakibatkan banyak saluran irigasi tidak teraliri sehingga menyebabkan keringnya lahan pertanian di beberapa tempat ; Rusaknya beberapa bangunan sungai yang sangat vital, seperti rusaknya Dam yang disebabkan oleh penambangan pasir yang terlalu dekat, rusaknya pondasi Jembatan Krueng Baroe Kecamatan Labuhanhaji 36

45 Bahan Tambang 2. Tanah urug Lokasi m 3 ; Desa Pulo Ie II Kecamatan Kluet Utara ,0 m 3 dan Desa Ladang Rimba Kecamatan Trumon dengan Deposit ,0 m 3. Gunung Kemenyan Kecamatan Kluet Selatan ,0 m 3 ) Desa Paya Ateuk Kecamatan Pasieraja ,0 m 3 Kampung Pisang Kecamatan Labuhanhaji ,0 m 3 Desa Ie Mirah Kecamatan Kluet Utara ,0 m 3 di Desa Pulo Ie II Kecamatan Kluet Utara dengan deposit ,0 m 3 Sumber: SLHD Kabupaten Aceh Selatan 2011 Dampak kemungkinan disebabkan kegiatan penambangan di sekitar tiang-tiang penyangga jembatan. Penurunan permukaan sungai mempengaruhi penurunan permukaan air sumur penduduk; Hilangnya gundukan pasir di pantai yang berguna sebagai benteng alam yang efektif terhadap ancaman terjadinya abrasi atau gelombang pasang. Penambangan Pasir pada Lahan Sawah atau Pekarangan, bila penambangan pasir di sawah dekat dengan irigasi teknis akan memberikan dampak, diantaranya adalah hilangnya top soil tanah sehingga lahan menjadi tidak subur dan rusaknya jaringan irigasi teknis yang dapat mempengaruhi aliran air ke lahan-lahan yang lain. Sedangkan penambangan pasir di pekarangan akan berdampak pada hilangnya kesuburan tanah sehingga terjadi peningkatan luas lahan kritis. Dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan penambangan batu: meningkatnya kerawanan terhadap bahaya longsor, hilangnya keseimbangan ekosistem lokal; kemungkinan adanya kepunahan organisme endemik ekosistem perbukitan batu kapur ; munculnya konflik dengan masyarakat sekitar lokasi penambangan yang disebabkan oleh: peningkatan kerawanan terhadap bahaya longsor yang dapat mengancam permukiman mereka, peningkatan kebisingan, getaran dan konsentrasi partikel debu yang disebabkan oleh kegiatan penambangan yang dapat menurunkan kualitas udara sekitar, lalu lintas kendaraan berat yang dapat menimbulkan kerawanan gangguan lalu lintas, peningkatan konsentrasi partikel debu, kebisingan dan getaran serta kerusakan sarana dan prasarana jalan Tabel 8 : Lokasi dan Dampak Penambangan Mineral Bahan Galian B Lokasi Dampak Tembaga (a). 4 km Barat Laut Tapaktuan; (b). 16 km Barat Laut Panton Luas; (c). 15 km Barat laut Tapaktuan bagian Dampak-dampak yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan sebagai berikut : 1). Kerusakan habitat dan biodiversity 37

46 Bahan Galian B Lokasi Dampak utara; (d). 1 km Tenggara Tapaktuan; (e). 12 km Timur Laut Tapaktuan bagian Timur; (f). 15 km timur laut Tapaktuan bagian timur; (g). 15 km Tenggara Air Pinang. Emas Labuhanhaji Besi a). Desa Panton Luas Tapaktuan, dan (b). 15 km Tenggara Desa Air Pinang. Lokasi Deposit pasir besi terdapat di Kecamatan Samadua Timah Desa Panton Luas, Barat Laut Kecamatan Tapaktuan. Air Raksa Krueng Simpali Kecamatan Tapaktuan dan Batu Bara sebelah Timur Kota Tapaktuan. Sumber : SLHD Kabupaten Aceh Selatan 2011 pada lokasi pertambangan. 2). Perlindungan ekosistem/habitat/biodiversity di sekitar lokasi pertambangan. 3). Perubahan lanskap/gangguan visual/kehilangan penggunaan lahan. 4). Stabilitas site dan rehabilitasi. 5). Limbah tambang dan pembuangan tailing. 6). Kecelakaan/terjadinya longsoran fasilitas tailing. 7). Peralatan yang digunakan, limbah padat, limbah rumah tangga. 8). Emisi udara. 9). Debu. 10). Perubahan iklim. 11). Konsumsi energi. 12). Pelumpuran dan perubahan aliran sungai. 13). Buangan air limbah dan air asam tambang. 14). Limbah B3 dan bahan kimia. 15). Pengelolaan bahan kimia, keamanan, dan pemaparan bahan kimia di tempat kerja. 16). Kebisingan. 17). Radiasi. 18). Keselamatan dan Kesehatan kerja. 19). Toksisitas logam berat. 20). Peninggalan budaya dan situs arkeologi 21). Kesehatan masyarakat dan pemukiman di sekitar tambang. Kegiatan pertambangan umum, misalnya pertambangan emas di beberapa tempat di Kabupaten Aceh Selatan, telah menghasilkan sejumlah limbah padat dan cair yang berupa tailling dari hasil pengolahan bahan tambang. Kebiasaan ini berdampak terhadap perubahan pola hidrologi sekitar kegiatan, perubahan peruntukan lahan dan sungai, penurunan kualitas air sungai dan air tanah, serta penurunan keanekaragaman hayati. Pemerintah harus bersikap bijak untuk menanggapi kemungkinan akan timbulnya pencemaran sungai akibat penambangan emas rakyat. Salah satu obyek yang berpotensi terjadi pencemaran merkuri adalah Sungai Krueng Kluet dan Krueng Sawang karena di hulu Sungai tersebut terdapat penambangan emas rakyat menggunakan merkuri. Jika jatuh ke air akan memunculkan reaksi lanjutan (residu) yang jika diuraikan bakteri akan 38

47 menjadi senyawa beracun bernama metil mercury (CH3 Hg). Apabila merkuri yang jatuh ke air melalui sisa-sisa ikatan tambang emas sampai ke dasar sungai, sifatnya sudah beracun (toksin). Pada manusia, dampaknya bisa mengenai kinerja saraf tubuh sebagaimana terjadi di tragedi Minamata Jepang. Karenanya badan sungai yang diduga menjadi aliran pergerakan merkuri perlu diantisipasi sedini mungkin. Pada saat proses pengolahan ternyata juga cukup rawan bagi kesehatan manusia. Mereka yang membakar emas yang menggunakan mercury, terancam gangguan saluran pernafasan karena udara yang dihirup masuk hingga menuju paru-paru. Kecenderungan masa depan untuk kegiatan penambangan ini diperkirakan akan semakin tinggi, hal ini dilihat dari potensi kandungan bahan galian yang masih dinilai cukup banyak dan diminati masyarakat Isu strategis : Alih Fungsi Lahan Sawah untuk Perkebunan Lahan pertanian di Kabupaten Aceh Selatan meliputi lahan untuk budidaya padi (padi sawah dan padi ladang), sayur-sayuran, tanaman buah-buahan, tanaman perkebunan, dan areal yang dikembangkan untuk budidaya perairan (kolam ikan dan tambak). Lahan pertanian di Kabupaten Aceh Selatan umumnya berada di wilayah dataran rendah pada jalur yang sempit di sepanjang pantai dan sebagian kecil bukit-bukit yang berbatasan dengan daerah pesisir. Lahan pada jalur yang sempit tersebut sekitar 15% dari total areal kabupaten. Sisanya 85% dari areal kabupaten merupakan perbukitan dan pegunungan yang sebagian besar merupakan bagian dari kawasan hutan. Komoditi kelapa sawit saat ini menjadi potensi untuk pengembangan perkebunan di Kabupaten Aceh Selatan. Kelapa sawit mulai menjadi primadona setelah komoditi lada sejak dicanangkannya penggalakan kebun kelapa sawit oleh Pemerintah Provinsi Aceh untuk pengurangan kemiskinan pada sekitar tahun Pada saat itu Pemerintah Provinsi Aceh mendorong kegiatan perkebunan kelapa sawit dengan membagikan benih kelapa sawit kepada masyarakat. Perkebunan kelapa sawit umumnya berada di bagian Selatan Kabupaten Aceh Selatan, yaitu di Kecamatan Bakongan, Kota Bahagia, Trumon, Trumon Timur, Trumon Tengah, Kluet Timur, Kluet Selatan, dan Kluet Tengah. Perkebunan kelapa sawit yang kelola oleh masyarakat banyak ditanam di lereng gunung dan berbatasan dengan TNGL (Gampong Pucuk Lembang). Data terkait dengan kondisi perkebunan kelapa sawit di Aceh Selatan masih terbatas. Berikut ini tabel data produksi dan luasan perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Aceh Selatan. 39

48 Luas areal irigasi (ha) Kelapa Sawit Produksi (Ton) Tabel 9 : Jumlah Produksi dan Luas Perkebunan Kelapa Sawit Luas Lahan Rakyat (Ha) Luas Lahan Sawit (Ha) Sumber: BKPM Nasional dan SLHD Aceh Selatan Dari tabel di atas terlihat bahwa produksi kelapa sawit di Aceh Selatan meningkat tajam pada tahun 2010 dan 2011, dan diperkirakan jumlah produksi tersebut akan terus meningkat di masa akan datang. Luas lahan perkebunan kelapa sawit yang dikelola masyarakat berjumlah sekitar 30% dari luas lahan perkebunan kelapa sawit sedangkan sebagian besar lainnya dikelola perusahaan perkebunan. Berdasarkan keterangan stakeholder pada lokakarya telaah dampak muatan RTRW, diketahui bahwa sebagian masyarakat mengalihkan lahan sawahnya menjadi perkebunan kelapa sawit atau mengalihkan lahan kebunnya yang sebelumnya ditanami tanaman kebun lainnya menjadi kelapa sawit. Data yang mendukung hal ini adalah data penurunan lahan sawah, walaupun tidak seluruhnya berubah menjadi kelapa sawit, namun setidaknya dikatakan sebagian berubah menjadi kebun kelapa sawit Teknis Semi teknis Sederhana Total Gambar 8. Penurunan Luas Sawah di Aceh Selatan Tahun

49 Kondisi yang demikian menjadikan kekhawatiran, bila berlanjut terus, utamanya dampak yang terkait dengan produksi padi dan tanaman pangan lainnya, selain juga kerusakan lingkungan yang diperkirakan disebabkan oleh kebun kelapa sawit Isu strategis : Sebaran hama dan penyakit tanaman pala yang semakin meluas Salah satu produk unggulan Kabupaten Aceh Selatan adalah Pala. Tanaman Pala di Aceh Selatan merupakan tanaman kebun yang paling banyak ditanam oleh masyarakat. Dari total luas tanaman pala di Provinsi Aceh, sebanyak lebih kurang 87 persen berasal dari Aceh Selatan. Pada masa lalu perawatan tanaman yang minim namun nilai buah yang tinggi menjadikan tanaman Pala menjadi sumber penghasilan utama bagi sebagian besar petani di Aceh Selatan. Jumlah produksi pala Aceh Selatan mengalami fluktuasi dalam sepuluh tahun tahun terakhir, seperti terlihat pada bagan berikut ini : Gambar 9. Produksi Tanaman Pala tahun Bagan di atas memperlihatkan kecenderungan produksi pala yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Bila diperhatikan terdapat kurun waktu dimana terjadi penurun yang signifikan, misalnya , dan tahun Penyebab penurunan produksi tersebut, menurut stakeholder pada diskusi telaah dampak, salah satunya disebabkan hama dan penyakit tanaman pala. Lebih jelasnya dapat dilihat perkembangan luas lahan tanaman pala dalam sepuluh tahun terakhir, sebagaimana terlihat pada bagan berikut: 41

50 Gambar 10. Luas Lahan Pala Aceh Selatan Keterangan : TBM : Tanaman Belum Menghasilkan TM : Tanaman Menghasilkan TR : Tanaman Rusak Data tersebut di atas memperlihatkan bahwa luas lahan pala terus meningkat dari tahun ke tahun, terlihat dari jumlah TBM yang meningkat, bahkan meningkat signifikan pada tahun Data tersebut juga memperlihatkan jumlah tanaman rusak (TR) yang terus menurun. Apabila dihubungkan antara bagan 8 dan bagan 9 di atas, diperkirakan penyebab penurunan produksi ditahun disebabkan banyaknya tanaman yang rusak. Jenis hama yang kerap mengganggu tanaman pala adalah hama penggerak batang (kumbang Batocera hercules) yang menyerang batang tanaman. Ulat ini sangat cepat berkembang biak dan menyerang batang tanaman segala usia. Hal ini diperkirakan karena mulai hilangnya burung murai batu, murai kampong, cempala, dan beberapa jenis burung lain pemakan hama ulat. Masalah lainnya adalah hadirnya penyakit akar yang menyerang akar tanaman pala, yaitu jamur akar putih (Rigidoporus microporus) dan jamur akar hitam (Rosselina pepo). Penyakit ini sangat mematikan, satu pohon pala yang terkena penyakit ini akan mati hanya dalam hitungan hari. Walaupun jumlah tanaman rusak terus menurun, namun hal ini tetap mengkhawatirkan dan merugikan sebagian masyarakat di Aceh Selatan, utamanya bagi masyarakat yang hanya menggantungkan mata pencahariannya pada tanaman pala. 42

51 3.5 Identifikasi Muatan RTRW terkait Isu Strategis Pembangunan Berkelanjutan Tim KLHS Aceh Selatan melakukan kegiatan identifikasi muatan RTRW yang memiliki potensi dampak negatif terhadap isu strategis pembangunan berkelanjutan pada kegiatan lokakarya yang diselenggarakan pada tanggal Mei 2013 di Kota Tapaktuan, yaitu di ruang aula Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Aceh Selatan. Proses identifikasi muatan RTRW dimulai dengan mengidentifikasi program dalam materi teknis RTRW yang terkait dengan isu strategis. Keterkaitan dinilai berdasarkan dampak dari program tersebut terhadap setiap isu strategis. Selanjutnya telaah detail dilakukan terhadap program yang dinilai dapat memberikan dampak negative terhadap isu strategis pembangunan berkelanjutan. Secara umum muatan RTRW Kabupaten Aceh Selatan yang dikaji meliputi: 1) Rencana Struktur Ruang, yang terdiri atas: Rencana pusat-pusat pelayanan/kegiatan yang berisi penetapan pusat-pusat kegiatan/pelayanan secara berhirarki; Rencana sistem jaringan prasarana utama, yang berisi rencana sistem jaringan transportasi, meliputi sistem transportasi darat dan sistem transportasi udara; Rencana sistem jaringan prasarana lainnya, yang berisi rencana sistem jaringan energi/kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem sumberdaya air, dan sistem prasarana lainnya; 2) Rencana Pola Ruang, yang merupakan alokasi distribusi ruang bagi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya. 3) Penetapan Kawasan Strategis Kabupaten (KSK), yang berisi penetapan 7 (tujuh) KSK yang ditetapkan berdasarkan sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi. Lingkup identifikasi muatan RTRW adalah untuk memahami keterkaitan rencana tata ruang (struktur dan pola ruang) dan program-program perwujudan ruang dengan isu strategis KLHS. Sebagai panduan diskusi pada lokakarya ini, digunakan beberapa pertanyaan uji berikut ini: 1) Adakah muatan RTRW yang berpotensi menyebabkan kejadian seperti banjir, longsor dan kekeringan? 43

52 2) Apakah muatan RTRW yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan? 3) Adakah muatan RTRW yang berpotensi menyebabkan sulitnya dipenuhi kebutuhan masyarakat akan sumber daya alam yang mendasar seperti bahan pangan dan air bersih? 4) Adakah muatan RTRW yang berpotensi menyebabkan gangguan terhadap ekosistem yang berfungsi lindung? 5) Adakah muatan RTRW yang berpotensi menyebabkan terjadinya gangguan terhadap kehidupan makhluk hidup lain dan keseimbangannya dengan kehidupan manusia? Berdasarkan hasil diskusi pada lokakarya tersebut, terdapat 11 (sebelas) muatan RTRW Kabupaten Aceh Selatan yang diidentifikasikan memberikan dampak terhadap isu strategis pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Aceh Selatan sebagaimana terangkum pada Tabel 10 di bawah ini. No Tabel10 : Rangkuman Identifikasi Muatan RTRW Kabupaten Aceh Selatan yang Terkait Isu Strategis Pembangunan Berkelanjutan A. Rencana Struktur Ruang Muatan RTRW Kab. Aceh Selatan 1. Pengembangan Sistem Pusat Kegiatan Isu Strategis a. Pengembangan PKL Tapaktuan b. Pengembangan PKLp Bakongan 2. Pengembangan jaringan jalan baru pada 6 (enam) ruas, yaitu: a. ruas Despot Keude Trumon Cut Bayu b. ruas Buloh Seuma Kuala Baru c. ruas Alue Rumbia Simpang Tiga d. ruas Bukit Mas Alue Saya e. ruas Brahan Seuneubok Keranji f. ruas Seunebok Keranji Laot Bangko B. Rencana Pola Ruang 1. Kawasan peruntukan perkebunan rakyat seluas Ha yang dikembangkan pada kawasan APL 2. Kawasan peruntukan perkebunan rakyat seluas Ha yang dikembangkan pada kawasan hutan yang diusulkan untuk perubahan status 3. Kawasan peruntukan pertambangan, yang meliputi: Potensi pertambangan Emas di Lab. Haji Timur, Kluet 44

53 No Muatan RTRW Kab. Aceh Selatan Tengah, Pasieraja, Sawang, Meukek, Samadua Potensi pertambangan Tambang Bijih Besi di Trumon Tengah, Luet Tengah, Trumon Timur, Meukek, Sawang, Pasieraja Potensi pertambangan Galena/Timah Hitam di lokasi: Bakongan, Kota Bahagia Potensi pertambangan Batubara di lokasi: Pasieraja dan Tapaktuan Isu Strategis Sumber: Hasil kajian Tim KLHS, 2013 Keterangan Isu Strategis: Isu 1 = Peningkatan frekuensi banjir Isu 2 = Penambangan yang tidak ramah lingkungan Isu 3 = Alih Fungsi Lahan Sawah untuk Perkebunan Isu 4 = Hama/penyakit tanaman pala 3.6 Dokumentasi Dan Penjaminan Mutu Dokumentasi Permen Lingkungan Hidup No. 09/2011 menyebutkan mengenai dokumentasi proses KLHS. Proses-proses KLHS perlu didokumentasikan, dengan tujuan membuka akses bagi publik untuk menilai dan menanggapi khususnya dari sisi substansi. Tim KLHS Kabupaten melakukan dokumentasi pada proses penyusunan KLHS, dokumentasi ini berupa berita acara dan catatan hasil lokakarya/konsultasi publik. Selanjutnya sebuah laporan KLHS sebagai hasil akhir dari proses penyusunan KLHS dipersiapkan. Karena keterbatasan sumberdaya, dokumentasi ini belum dipublikasikan secara luas. Bagi masyarakat yang memerlukan dokumentasi ini dapat menghubungi pihak Bappeda Kabupaten Aceh Selatan Penjaminan Mutu Penjaminan mutu KLHS sebagaimana dimuat dalam Permen LH No. 09/2011 adalah sebuah upaya untuk memastikan bahwa proses KLHS sudah dilaksanakan sesuai dengan mekanisme atau tahapannya, termasuk substansi hasil KLHS telah direkomendasikan. Pelaksanaan penjaminan mutu menjadi tanggung jawab pembuat kebijakan, rencana, dan/atau program itu sendiri. Publik dan pihak lain yang berkepentingan dapat melakukan penilaian mutu KLHS. Dalam proses penyusunan KLHS ini, Tim KLHS menggunakan Permen LH 09/2011 sebagai panduan untuk memeriksa penjaminan mutu penyusunan 45

54 KLHS. Secara umum hal yang diperhatikan dalam memastikan mutu pelaksanaan KLHS antara lain: 1. kejelasan tujuan kebijakan, rencana dan/atau program; 2. kejelasan perumusan isu strategis pembangunan berkelanjutan; 3. keterkaitan antara kebijakan, rencana, dan/atau program dengan isu strategis; 4. kejelasan rumusan alternatif penyempurnaan dan rekomendasi; 5. kelengkapan dokumentasi; dan 6. terlaksananya seluruh proses KLHS. 46

55 BAB IV PENGKAJIAN PENGARUH Pada bagian berikut akan dijelaskan secara berjenjang (tiering) implikasi rencana tata ruang (rencana struktur ruang dan rencana pola ruang) dan implikasi program perwujudan ruang.implikasi rencana tata ruang dimaksud, utamanya dikaitkan dengan isu strategis KLHS, dimana dalam telaahnya juga membahas potensi implikasi terhadap TNGL dan kawasan lindung lainnya sebagai sistem penopang kehidupan yang sangat penting bagi Kabupaten Aceh Selatan. Beberapa jasa lingkungan yang nyata seperti sebagai pencegah banjir dan erosi, penyuplai air untuk pertanian, industri, kebutuhan seharihari masyarakat dan keindahan alam (dapat dikembangakan untuk pariwisata). Selain itu, TNGL dan Kawasan Ekosistem Leuser, juga Suaka Margasatwa Rawa Singkil juga memiliki fungsi penting dalam pengaturan iklim lokal yang berkontribusi pada pencegahan pemanasan global, karena diperkirakan sekitar 1,5 milyar ton karbon terkandung di hutan ini. 4.1 Implikasi Rencana Struktur Tata Ruang Pada dasarnya Rencana Struktur Ruang Kabupaten Aceh Selatan terdiri dari dua bagian yaitu 1) sistem pusat kegiatan, dan 2) sistem jaringan prasarana utama. Hasil identifikasi implikasi muatan RTRW terhadap isu strategis pembangunan berkelanjutna di Kabupaten Aceh Selatan menghasilkan 8 (delapan) muatan rencana struktur ruang yang dapat memberikan dampak negative terhadap isu pembangunan berkelanjutan, yaitu sebagai berikut: 1) Pengembangan Sistem Pusat Kegiatan a. Pengembangan PKL Tapaktuan b. Pengembangan PKLp Bakongan 2) Pengembangan jaringan jalan baru pada 6 ruas yaitu a. ruas Despot Keude Trumon Cut Bayu b. ruas Buloh Seuma Kuala Baru c. ruas Alue Rumbia Simpang Tiga d. ruas Bukit Mas Alue Saya e. ruas Brahan Seuneubok Keranji f. ruas Seunebok Keranji Laot Bangko Gambaran lokasi dari tiap muatan rencana struktur ruang yang memiliki dampak terhadap isu strategis adalah sebagaimana terlihat pada gambar berikut ini: 47

56 Gambar 11. Peta Identifikasi Rencana Struktur Ruang Terkait Isu Strategis Pembangunan Berkelanjutan Implikasi dan Mitigasi Pengembangan PKL Tapaktuan Tapaktuan yang merupakan ibukota Kabupaten Aceh Selatan ditetapkan sebagai kawasan perkotaan Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Dengan demikian kawasan Tapaktuan akan dikembangkan sebagai kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. Sebagian besar areal Tapaktuan adalah daerah pegunungan dengan elevasi curam. Dari luas areal sekitar Ha, hanya 5 persen saja yang dapat dikembangkan sebagai areal terbangun atau hanya sekitar 500 Ha. Kawasan yang dapat dibangun umumnya berada di sebelah barat, yaitu di daerah pesisir yang rawan abrasi dan berpotensi terpapar hantaman tsunami. Pembangunan pada sebelah timur umumnya berada pada areal dengan elevasi curam dapat dilakukan dengan memperhatikan elevasi yang aman agar tidak menyebabkan atau terkena dampak longsor. Lokasi pengembangan PKL Tapaktuan berada di daerah dataran rendah dan merupakan daerah rawan banjir akibat buruknya drainase. Saat ini kejadian banjir sering terjadi di Tapaktuan, setidaknya sekali dalam setahun terutama 48

57 di daerah yang jalan raya lebih tinggi dari pada areal pemukiman. Pada beberapa lokasi, ketinggian banjir dapat mencapai 50 cm. Lokasi pengembangan PKL Tapaktuan saat ini telah berupa kawasan terbangun yang dilengkapi berbagai fasilitas, seperti fasilitas perdagangan, fasilitas pendidikan, dan lain sebagainya; serta infrastruktur wilayah. Rencana pengembangan PKL Tapaktuan di daerah rawan banjir terkait dengan isu strategis peningkatan frekuensi kejadian banjir dan meluasnya hama/penyakit tanaman pala. Rencana pengembangan Tapaktuan sebagai PKL di daerah rawan banjir, terutama daerah yang tidak memiliki drainase yang baik diperkirakan dapat meningkatkan potensi frekuensi banjir. Sebagai kawasan perkotaan, Tapaktuan akan dikembangkan sebagai kawasan dengan ciri kegiatan budidaya perkebunan pada sisi utara dan kegiatan non pertanian pada sisi barat dengan dominasi kawasan berupa kawasan terbangun. Pembangunan kawasan terbangun akan mengurangi kemampuan dataran rendah dan dataran banjir dalam menampung dan menyalurkan air, sehingga dapat berdampak pada meningkatnya intensitas banjir di kawasan tersebut. Untuk mengurangi dampak terhadap peningkatan frekuensi banjir, maka mitigasi/alternatif yang perlu dilakukan adalah: Pembangunan kawasan perkotaan diarahkan pada lokasi yang lebih tinggi namun berada pada elevasi yang aman untuk dijadikan kawasan terbangun disertai upaya-upaya mitigasi terhadap tanah longsor dan pengurangan kecepatan aliran air pada saat hujan; Perbaikan drainase kawasan perkotaan, baik yang sudah terbangun maupun yang direncanakan sebagai kawasan pengembangan perkotaan disertai upaya-upaya perubahan perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah; Melakukan normalisasi dan optimalisasi sungai yang diharapkan dapat memperbesar daya tampung sungai terutama pada saat hujan disertai dengan upaya reboisasi lahan kritis dan daerah aliran sungai. Menetapkan kawasan lindung di luar kawasan hutan atau ruang terbuka terbuka hijau. Hal ini perlu dilakukan terutama pada rencana kawasan terbangun yang berada pada atau dekat dengan lokasi yang elevasinya curam dan pada sempadan sungai; Mendorong peran serta masyarakat untuk melakukan penanaman tanaman perkebunan (pala) dengan memperhatikan aspek lingkungan. Pembukaan lahan baru pada kawasan budidaya untuk penanaman pala diharapkan tidak dilakukan secara sekaligus pada hamparan yang luas. Pembangunan jalan produksi menuju kebun masyarakat harus dilakukan dan direncanakan secara matang sehingga memberi manfaat 49

58 yang besar kepada perkebunan, karena umumnya jalan produksi di Tapaktuan dibangun pada lokasi yang curam. Kerjasama lintas sektor dalam pengelolaan sampah melibatkan solidaritas masyarakat Peninjauan Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) Peningkatan sumberdaya manusia pekebun pala, termasuk melalui penyuluhan Melakukan inovasi penyediaan bibit tanaman pala, termasuk penyambungan antar varietas dengan tanaman atasnya pala lokal yang ada Larangan penangkapan burung predator/pemangsa ulat dan pengayaan jenis burung pemangsa ulat Implikasi dan Mitigasi Pengembangan PKLp Bakongan Bakongan direncanakan dikembangkan sebagai kawasan perkotaan yang dipromosikan sebagai PKL. Dengan demikian kawasan Bakongan akan dikembangkan sebagai pusat pelayanan yang merupakan kawasan perkotaan dengan skala pelayanan beberapa kecamatan/desa. Lokasi pengembangan PKLp Bakongan berada di daerah dataran rendah dan merupakan daerah rawan banjir. Saat ini kejadian banjir sering terjadi di Bakongan, setidaknya sekali dalam setahun terutama di daerah yang merupakan kawasan rawa. Ketinggian banjir dapat mencapai 75 cm. Lokasi pengembangan PKLp Bakongan saat ini telah berupa kawasan terbangun yang dilengkapi berbagai fasilitas, seperti fasilitas perdagangan, fasilitas pendidikan, dan lain sebagainya; serta infrastruktur wilayah. Gambar 12. Kawasan Terbangun di Bakongan yang Sudah Berkembang 50

59 Rencana pengembangan PKLp Bakongan di daerah rawan banjir terkait dengan isu strategis peningkatan frekuensi kejadian banjir. Rencana pengembangan Bakongan sebagai PKLp di daerah rawan banjir, terutama daerah rawa diperkirakan dapat meningkatkan potensi frekuensi banjir. Sebagai kawasan perkotaan, Bakongan akan dikembangkan sebagai kawasan dengan ciri kegiatan budidaya non-pertanian, sehingga dominasi kawasan berupa kawasan terbangun. Pembangunan kawasan terbangun yang akan mengurangi kemampuan dataran rendah dan dataran banjir dalam menampung air, sehingga dapat berdampak pada meningkatnya intensitas banjir di kawasan tersebut. Pengembangan kawasan perkotaan tanpa perencanaan sistem drainase yang baik juga dapat meningkatkan potensi ancaman terjadinya banjir. Perkembangan kawasan terbangun di Bakongan disadari diperlukan untuk memberikan pelayanan bagi wilayah Kabupaten Aceh Selatan, terutama kawasan Bakongan, Kota Bahagia dan sekitarnya. Di sisi lain kawasan Bakongan merupakan kawasan daerah yang sering terlanda banjir oleh karena berada di dataran rendah yang merupakan dataran banjir serta rawa. Untuk mengurangi dampak terhadap peningkatan frekuensi banjir, maka mitigasi/alternatif yang perlu dilakukan adalah: Pembangunan kawasan perkotaan diarahkan pada daerah yang tidak berawa dan bukan merupakan kawasan hutan. Berdasarkan data citra satelit, saat ini kawasan lokasi pengembangan PKL yang sudah terbangun berada di sebelah Utara Sungai yang melewati Bakongan. Sejumlah areal di kawasan tersebut merupakan dataran yang sebagian lagi berupa rawa (terutama kawasan di sekitar sungai). Pengembangan kawasan perkotaan yang didelineasi pada saat penyusunan rencana rinci perlu diarahkan pada kawasan yang bukan berupa rawa. Pengembangan kawasan perkotaan Bakongan perlu diarahkan dengan model intensif dengan membatasi luas areal kawasan perkotaan sesuai kebutuhan lahan pengembangan 20 tahun ke depan. Delineasi kawasan perkotaan yang jelas perlu dilakukan pada saat penyusunan rencana rinci dengan mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan untuk mencegah pengembangan kawasan perkotaan di daerah yang sering terpapar banjir. Penyiapan rencana mitigasi bencana banjir untuk kawasan perkotaan. Sebagai kawasan yang rawan banjir, maka rencana mitigasi bencana banjir perlu disiapkan dan menjadi kesatuan dalam rencana 51

60 pembangunan kawasan perkotaan, termasuk didalamnya pembangunan drainase yang baik; Mendorong pemanfaatan lahan kawasan perkotaan pada kawasan yang tidak rawan banjir (bukan kawasan berawa) melalui pengembangan kebijakan insentif/disinsentif; Pengembangan peraturan zonasi untuk kawasan rawan banjir sebagai bagian dari upaya mitigasi bencana banjir; Pembangunan tanggul pada beberapa lokas, contoh Desa Ujong Pulo Cut dan Desa Cangoi Seubadeh, Muara Bakongan, Muara Desa Ujong Panju Bakotim, Kuala Cangkuni Seubadeh; Normalisasi Sungai; Dilakukan upaya-upaya mengurangi kegiatan penebangan liar Implikasi dan Mitigasi Pengembangan Jaringan Jalan Baru Berdasarkan kajian tim KLHS Kabupaten Aceh Selatan, terdapat 6 (enam) ruas rencana pembangunan jalan baru yang diidentifikasi dapat memberikan implikasi terhadap isu strategi pembangunan berkelanjutan. Keenam rencana ruas jalan baru tersebut adalah: 1) Ruas Despot Keude Trumon Cut Bayu, sepanjang 7,48 km; 2) Ruas Buloh Seuma Kuala Baru, sepanjang 19,43 km; 3) Ruas Alue Rumbia Simpang Tiga, sepanjang 20,92 km; 4) Ruas Bukit Mas Alue Saya, sepanjang 5,10 km; 5) Ruas Brahan Seunebok Keranji, sepanjang 9,54 km; dan 6) Ruas Seunebok Keranji Laot Bangko, sepanjang 5,44 km Berikut adalah uraian terkait implikasi rencana pembangunan ruas jalan baru terhadap isu strategis pembangunan berkelanjutan serta rekomendasi alternatif/mitigasi Ruas Despot Keude Trumon Cut Bayu (kolektor primer K4) sepanjang 7,48 km Rencana pembangunan jalan baru ruas Despot Keude Trumon Cut Bayu berlokasi di kawasan Trumon. Trase jalan direncanakan melewati daerah rawa. Rencana pembangunan jalan pada ruas ini diperkirakan dapat memberikan implikasi terhadap isu peningkatan frekuensi banjir, terutama karena pembangunan jalan baru dapat berpotensi mendorong pengembangan kawasan terbangun di sekitarnya yang pada gilirannya mengakibatkan 52

61 berkurangnya kapasitas rawa dalam menampung air hujan sehingga mengakibatkan banjir. Pembangunan jalan juga dapat mendorong pengembangan kawasan budidaya di sekitarnya. Peningkatan kawasan budidaya akan membuka dan mengalih fungsi kawasan rawa dan berakibat pada berkurangnya kapasitas rawa dalam menampung air hujan sehingga dapat mengakibatkan banjir. Kejadian banjir dapat mengakibatkan berbagai kerugian bagi masyarakat, seperti kegagalan panen, terganggunya aktivitas masyarakat, penurunan kesehatan masyarakat, dan lain sebagainya. Pengembangan jaringan jalan pada ruas Despot Keude Trumon Cut Bayu dipandang penting untuk meningkatkan akses masyarakat. Agar pembangunan ruas jalan tetap dapat berjalan dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan mengurangi ancaman banjir, maka usulan mitigasi yang perlu dilakukan adalah: Melakukan kajian lingkungan yang lebih detail terkait dampak pembangunan jalan baru pada ruas Despot Keude Trumon Cut Bayu yang berada di kawasan rawa. Kajian lingkungan tersebut untuk mengkaji kelayakan dan dampak lingkungan pembangunan jaringan jalan baru di daerah rawa. Peningkatan upaya pengendalian alih fungsi lahan pada kawasan di sekitar jaringan jalan yang akan dibangun agar tidak berkembang menjadi kawasan budidaya; Pembangunan jalan baru dilakukan dengan melalui meningkatan elevasi jalan yang dibangun lebih tinggi serta dilengkapi dengan sistem drainase dengan kapasitas yang cukup besar; Pengintegrasian rencana pembangunan jaringan jalan baru dengan rencana pengendalian banjir kawasan Ruas Buloh Seuma Kuala Baru sepanjang 19,43 km Rencana pembangunan jalan baru ruas Buloh Seuma Kuala Baru berlokasi di kawasan Trumon dan melintasi kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil. Kawasan SM Rawa Singkil merupakan kawasan hutan konservasi, sehingga penggunaan lahan di kawasan ini untuk pembangunan jalan memerlukan perijinan dari Kementerian Kehutanan. Rencana pembangunan jalan pada ruas ini diperkirakan dapat memberikan dampak terhadap isu peningkatan frekuensi banjir. Pembangunan jalan baru akan membuka lahan rawa serta dapat berpotensi mendorong berkembangnya kawasan budidaya di sekitar jaringan jalan yang dibangun. 53

62 Pembukaan lahan untuk pembangunan jalan dan ditambah oleh potensi pembukaan lahan untuk pengembangan kawasan budidaya lainnya akan berimplikasi pada berkurangnya kemampuan kawasan rawa dalam menampung air sehingga dapat meningkatkan ancaman kejadian banjir di kawasan tersebut. Beberapa usulan mitigasi/alternatif untuk mengurangi potensi peningkatan kejadian banjir akibat pembangunan ruas jalan Buloh Seuma Kuala Baru adalah: Melakukan kajian lingkungan yang lebih detail terkait dampak pembangunan jalan baru pada ruas Buloh Seuma Kuala Baru yang berada di kawasan rawa. Kajian lingkungan tersebut untuk mengkaji kelayakan dan dampak lingkungan pembangunan jaringan jalan baru di daerah rawa. Peningkatan upaya pengendalian alih fungsi lahan pada kawasan di sekitar jaringan jalan yang akan dibangun agar tidak berkembang menjadi kawasan budidaya; Melakukan proses perijinan pembangunan jalan baru pada Kementerian Kehutanan. Pembangunan jalan baru dilakukan dengan melalui meningkatan elevasi jalan yang dibangun lebih tinggi serta dilengkapi dengan sistem drainase dengan kapasitas yang cukup besar; Pengintegrasian rencana pembangunan jaringan jalan baru dengan rencana pengendalian banjir kawasan Ruas Alue Rumbia Simpang Tiga sepanjang 20,92 km Rencana pembangunan jalan baru dengan ruas Alue Rumbia Simpang Tiga merupakan jaringan jalan yang direncanakan menghubungkan Samadua dengan Manggamat sepanjang 20,92 km. Ruas jalan baru ini melintasi kawasan hutan lindung serta perbukitan dengan kelerengan lahan yang cukup tinggi. Rencana pembangunan jalan di kawasan hutan lindung harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Kementerian Kehutanan. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku proses pemanfaatan lahan kawasan hutan lindung untuk pembangunan jalan dapat dilakukan melalui pelepasan status kawasan hutan pada lahan untuk pembangunan jalan baru atau melalui proses pinjam pakai. Rencana pembangunan jalan baru pada ruas ini diperkirakan dapat memberikan implikasi terhadap isu strategis peningkatan frekuensi banjir. Pengembangan ruas jalan baru ini dapat mendorong berkembangnya kegiatan budidaya yang mengalih fungsi kawasan hutan yang dilintasi jaringan jalan. 54

63 Berkembangnya kawasan budidaya pada kawasan hutan pada gilirannya dapat mengurangi kemampuan kawasan untuk meresapkan air ke dalam tanah sehingga berpotensi meningkatkan kejadian banjir di kawasan hilirnya. Pembangunan jaringan jalan pada kawasan perbukitan dengan kelerengan lahan yang cukup tinggi juga pada berimplikasi pada peningkatan kejadian tanah longsor yang diakibatkan oleh pembukaan lahan untuk pembangunan jalan. Dengan kata lain, kinerja layanan/jasa ekosistem terutama layanan dari manfaat yang didapat dari pengaturan ekosistem seperti fungsi hidrologis dan pengaturan tentang pengendalian banjir harus betul-betul diperhatikan. Pembukaan jalan selebar 0,06 x m 2 atau sekitar 125 hektar yang sepertinya tidak luas dibandingkan luas dataran atau DAS di Tapaktuan (10- an ribu ha), namun akan tetap mengganggu aliran air karena trase jalan tersebut memotong lereng. Pada saat hujan yang lama (terlebih deras), pembukaan sebagian hutan lindung tersebut akan mengurangi jumlah air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan akan menjadi konsentrasi aliran permukaan (overlandflow) yang dapat menyebabkan banjir. Semakin kecil luas hutan di suatu DAS, semakin tinggi niali debit maksimumnya. Usulan tindakan mitigasi untuk mengurangi potensi peningkatan kejadian banjir akibat pembangunan ruas jalan Alue Rumbia Simpang Tiga adalah: Melakukan kajian lingkungan yang lebih detail terkait dampak pembangunan jalan baru pada ruas Alue Rumbia Simpang Tiga yang berada di kawasan hutan. Kajian lingkungan tersebut untuk mengkaji kelayakan dan dampak lingkungan pembangunan jaringan jalan baru di kawasan hutan. Peningkatan upaya pengendalian alih fungsi lahan pada kawasan di sekitar jaringan jalan yang akan dibangun agar tidak berkembang menjadi kawasan budidaya; Melakukan proses perijinan pembangunan jalan baru pada Kementerian Kehutanan. Pembangunan jalan baru dilakukan denegan melakukan peningkatan elevasi jalan yang dibangun lebih tinggi serta dilengkapi dengan sistem drainase dengan kapasitas yang cukup besar; Pengintegrasian rencana pembangunan jaringan jalan baru dengan rencana pengendalian banjir kawasan 55

64 Ruas Bukit Mas Alue Saya sepanjang 5,10 km Rencana pembangunan jalan baru dengan ruas Bukit Mas Alue Saya berada di Kecamatan Meukek. Rencana pembangunan ruas jalan baru ini akan melintasi kawasan hutan lindung serta perbukitan dengan kelerengan lahan yang cukup tinggi. Rencana pembangunan jalan di kawasan hutan lindung harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Kementerian Kehutanan. Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku proses pemanfaatan lahan kawasan hutan lindung untuk pembangunan jalan dapat dilakukan melalui pelepasan status kawasan hutan pada lahan untuk pembangunan jalan baru atau melalui proses pinjam pakai. Rencana pembangunan jalan baru pada ruas ini diperkirakan dapat memberikan dampak terhadap isu strategis peningkatan frekuensi banjir. Pengembangan ruas jalan baru ini dapat mendorong berkembangnya kegiatan budidaya yang mengalih fungsi kawasan hutan yang dilintasi jaringan jalan. Berkembangnya kawasan budidaya pada kawasan hutan pada gilirannya dapat mengurangi kemampuan kawasan untuk meresapkan air ke dalam tanah sehingga berpotensi meningkatkan kejadian banjir di kawasan hilirnya. Usulan tindakan mitigasi untuk mengurangi potensi peningkatan kejadian banjir akibat pembangunan ruas jalan Bukit Mas Alue Saya adalah: Melakukan kajian lingkungan yang lebih detail terkait dampak pembangunan jalan baru pada ruas Bukit Mas Alue Saya yang berada di kawasan hutan. Kajian lingkungan tersebut untuk mengkaji kelayakan dan dampak lingkungan pembangunan jaringan jalan baru di kawasan hutan. Peningkatan upaya pengendalian alih fungsi lahan pada kawasan hutan di sekitar jaringan jalan yang akan dibangun agar tidak berkembang menjadi kawasan budidaya; Melakukan proses perijinan pembangunan jalan baru pada Kementerian Kehutanan. Pembangunan jalan baru dilakukan dengan melakukan peningkatan elevasi jalan yang dibangun lebih tinggi serta dilengkapi dengan sistem drainase dengan kapasitas yang cukup besar; Pengintegrasian rencana pembangunan jaringan jalan baru dengan rencana pengendalian banjir kawasan; 56

65 Ruas Brahan Seuneubok Keranji sepanjang 9,54 km Pembangunan jalan baru ruas Brahan Seuneubok Keranji direncanakan melintasi kawasan sawah dan lahan bergambut. Sebagai informasi areal gambut di Kabupaten Aceh Selatan terdapat di Kecamatan Kluet Selatan, Bakongan, Bakongan Timur, Trumon, dan Trumon Timur. Pembangunan jaringan jalan di kawasan lahan gambut berpotensi mengurangi kapasitas kawasan untuk menampung air sehingga dapat meningkatkan kejadian banjir. Lahan bergambut atau gambut (kedalaman > 50 cm) merupakan lahan atau kawasan yang selalu tergenang baik terkena pengaruh pasang surut air laut atau tidak. Pembukaan lahan bergambut atau gambut dapat dipastikan akan mengganggu ekosistem gambut tersebut baik terutama dari fungsi hidrologis maupun ekologisnya sebagai wujud daya dukung lingkungan. Pembangunan jalan yang akan mengokupasi lahan seluas lebih kurang 65 ha pasti akan mengganggu aliran air dan pergerakan atau aktifitas fauna darat atau satwa di sekitarnya. Kejadian banjir dapat berimplikasi pada sejumlah kerugian bagi masyarakat, seperti kegagalan panen, terhambatnya perekonomian dan aktivitas masyarakat lainnya, terganggunya kesehatan masyarakat, dan lain sebagainya. Usulan tindakan mitigasi untuk mengurangi potensi peningkatan kejadian banjir akibat pembangunan ruas jalan Brahan Seuneubok Keranji adalah: Melakukan kajian lingkungan yang lebih detail terkait dampak pembangunan jalan baru pada ruas Brahan Seuneubok Keranji yang berada di kawasan rawa. Kajian lingkungan tersebut untuk mengkaji kelayakan dan dampak lingkungan pembangunan jaringan jalan baru di daerah rawa. Pembangunan jalan baru dilakukan dengan melakukan peningkatan elevasi jalan yang dibangun lebih tinggi serta dilengkapi dengan sistem drainase dengan kapasitas yang cukup besar; Pengintegrasian rencana pembangunan jaringan jalan baru dengan rencana pengendalian banjir kawasan 57

66 Ruas Jalan baru ruas Seunebok Keranji Laot Bangko (lokal primer) sepanjang 6,55 km (jaringan jalan menuju Danau Laot Bangko) Pembangunan jalan baru ruas Seunebok Keranji Laot Bangko direncanakan untuk memberikan akses ke kawasan wisata Danau Laot Bangko yang berada di kawasan TNGL. Pembangunan jalan baru ini melintasi zona inti Taman Nasional Gunung Leuseur. Pembangunan jalan baru ini menjadikan akses menuju Danau Laot Bangko bertambah dibanding akses masuk berupa jalan setapak dan aliran sungai yang sudah tersedia sebelumnya. Pembangunan jalan baru pada zona inti TNGL yang merupakan kawasan hutan konservasi memerlukan persetujuan dari Kementerian Kehutanan. Danau Laot Bangko yang berada di hamparan dataran rendah di bagian hilir dan lembah Krueng Kluet yang sangat rawan banjir bila curah hujan tinggi. Kondisi ini disebabkan ketidakmampuan sungai-sungai yang melewati dataran rendah ini untuk menampung volume air, sehingga menggenangi dataran rendah tersebut. Perubahan mendasar terhadap komponen biofisik, seperti tanah, air, udara, serta flora dan fauna akan terjadi, disamping juga akan terjadi kecenderungan perubahan keanekaragaman hayati, misal penurunan indeks keanekaragaman hayati terhadap stabilitas ekosistem. Pembangunan ruas jalan baru ruas Seuneubok Keranji Laot Bangko dapat berimplikasi pada terbukanya akses dari kawasan budidaya ke zona inti TNGL. Terbukanya akses tersebut dapat mendorong berkembangnya kegiatan budidaya yang mengalih fungsi kawasan hutan yang dilintasi jaringan jalan baru apabila tidak dilakukan pengawasan dan pengendalian pemanfaatan lahan yang ketat. Berkembangnya kawasan budidaya pada kawasan hutan di TNGL pada gilirannya dapat mengurangi kemampuan kawasan untuk meresapkan air ke dalam tanah sehingga berpotensi meningkatkan kejadian banjir di kawasan hilirnya. Selain itu, potensi alih fungsi lahan hutan untuk kegiatan budidaya juga dapat mengancam kelestarian keanekagaman hayati serta ekosistem TNGL. Rekomendasi bagi rencana pembangunan jalan baru pada ruas Seunebok Keranji Danau Laot Bangko adalah memberikan alternative rencana pembangunan lain, aitu melalui pengembangan jaringan jalan setapak yang sudah ada, yaitu pada ruas Indra Damai Laot Bangko. Ruas jalan setapak ini sudah ada dan digunakan untuk kepentingan pemantauan TNGL serta jalur untuk kegiatan ekowisata. Akses menuju kawasan danau Laot Bangko selanjutnya dilanjutkan dengan jalan setapak ke arah danau. Pengembangan alternatif jaringan jalan baru ini untuk mencegah terbukanya banyak terlalu 58

67 banyak akses ke Danau Laot Bangko yang dapat menganggu kelestarian ekosistem TNGL di sekitar kawasan tersebut. Pengembangan alternatif jaringan jalan baru ini juga telah mengikuti rencana pengembangan kawasan ekowisata (siteplan) Danau Laot Bangko yang telah dikembangkan oleh Balai TNGL. 4.2 Implikasi Rencana Pola Ruang Rencana Pola Ruang Aceh Selatan terdiri dari tiga bagian yaitu 1) kawasan lindung, 2) kawasan budidaya, dan 3) pola ruang laut. Hasil identifikasi muatan RTRW yang memiliki potensi dampak negatif terhadap isu strategis untuk Rencana Pola Ruang, mencatat bahwa terdapat tiga rencana yang terkait dengan kawasan budidaya dinilai memiliki potensi dampak negative, yaitu: 1) Kawasan peruntukan perkebunan rakyat seluas Ha yang dikembangkan pada kawasan APL 2) Kawasan peruntukan perkebunan rakyat seluas Ha yang dikembangkan pada kawasan hutan yang diusulkan untuk perubahan status 3) Kawasan peruntukan pertambangan, yang meliputi: Potensi pertambangan Emas di Labuhan Haji Timur, Kluet Tengah, Pasieraja, Sawang, Meukek dan Samadua. Potensi pertambangan Tambang Bijih Besi di Trumon Tengah, Luet Tengah, Trumon Timur, Meukek, Sawang dan Pasieraja. Potensi pertambangan Galena/Timah Hitam di Bakongan dan Kota Bahagia Potensi pertambangan Batubara di Pasieraja dan Tapaktuan Implikasi dan Mitigasi Rencana Kawasan Peruntukan Perkebunan Rakyat seluas Ha yang Dikembangkan pada Kawasan APL Pengembangan kawasan perkebunan rakyat direncanakan dalam 2 (dua) jenis kawasan, yaitu pengembangan kawasan peruntukan perkebunan rakyat yang berada di kawasan APL (area penggunaan lain) serta pengembangan kawasan peruntukan perkebunan rakyat di kawasan hutan yang diusulkan perubahan status lahannya. Pada bagian ini dijelaskan implikasi terkait dengan rencana kawasan peruntukan perkebunan rakyat yang dikembangkan pada kawasan APL. Implikasi pertama terkait dengan isu alih fungsi lahan sawah menjadi perkebunan dan kedua terkait isu hama/penyakit tanaman pala. 59

68 Gambar 13. Peta Identifikasi Rencana Pola Ruang Terkait Isu Strategis Pembangunan Berkelanjutan Perluasan lahan perkebunan rakyat seluas Ha dapat berpotensi mendorong alih fungsi lahan sawah. Berdasarkan pengamatan lapangan, terdapat sejumlah lahan sawah yang terlantar dan berubah menjadi lahan untuk perkebunan, salah satunya untuk kelapa sawit. Perluasan areal perkebunan rakyat yang mengalih fungsi lahan sawah dikhawatirkan dapat mengganggu kestabilan ketahanan pangan daerah. Untuk mencegah meluasnya alih fungsi lahan sawah menjadi perkebunan, maka mitigasi rencana pengembangan kawasan peruntukan perkebunan rakyat untuk isu ini adalah sebagai berikut: Proses perijinan perubahan status hutan dari Kementerian Kehutanan; Larangan pengembangan perkebunan (terutama kelapa sawit) pada kawasan pertanian lahan basah (sawah) agar tidak terjadi penurunan produksi pertanian tanaman pangan; Menetapkan PLP2B melalui qanun untuk mencegah alih fungsi lahan sawah untuk kawasan perkebunan kelapa sawit; Mengembangkan aplikasi konservasi tanah dan air (KTA) untuk mencegah banjir dan longsor akibat kerusakan lahan Komoditas unggulan perkebunan rakyat di Kabupaten Aceh Selatan adalah tanaman pala. Saat ini permasalahan utama yang dialami petani pala adalah 60

69 hama/penyakit. Terutama yang disebabkan oleh jamur akar putih dan tanaman penggerek. Apabila pengembangan perkebunan rakyat untuk tanaman pala dilakukan dengan tidak memperhatikan pemeliharaan yang baik serta prinsip konservasi tanah dan air, maka dikhawatir pengembangan perkebunan rakyat untuk tanaman pala akan meningkatkan jumlah tanaman pala yang terserang hama/penyakit. Untuk mencegah meluasnya areal lahan perkebunan pala yang terserang hama/penyakit, maka mitigasi rencana pengembangan kawasan peruntukan perkebunan rakyat, khususnya yang akan dikembangkan untuk tanaman pala adalah: Tidak menanam tanaman pala dalam satu hamparan luas secara monokultur; Mem-bera-kan lahan terlebih dahulu sebelum ditanam dengan tanaman pala yang baru. Umumnya masyarakat segera mengganti tanaman pala yang terserang hama/penyakit dengan tanaman pala yang baru. Untuk mencegah meluasnya hama/penyakit tanaman pala, maka lahan terlebih dahulu harus di-bera sebelum ditanam kembali dengan tanaman pala yang baru. Hal ini terkait dengan prinsip konservasi tanah dan air; Peningkatan peningkatan sumberdaya manusia pekebun pala, termasuk melalui penyuluhan Implikasi dan Mitigasi Rencana Kawasan Peruntukan Perkebunan Rakyat pada Kawasan Hutan yang Diusulkan untuk Perubahan Status Selain perkebunan rakyat yang direncakan di kawasan APL, RTRW Kabupaten Aceh Selatan juga menetapkan rencana pengembangan perkebunan rakyat pada kawasan hutan yang diusulkan perubahan statusnya. Kawasan perkebunan rakyat ini meliputi areal seluas Ha dan tersebar di: Kec. Kluet Selatan seluas 1.102,04 Ha; Kec. Bakongan seluas 40,22 Ha; Kec. Bakongan Timur seluas 2.300,34 Ha; Kec. Kluet Timur seluas 4.700,6 Ha; Kec. Trumon seluas 2.434,53 Ha; Kec. Trumon Tengah seluas 1.466,08 Ha; serta Kec. Trumon Timur seluas 1.890,90 Ha. Perubahan status hutan yang diusulkan berubah adalah sebagai berikut: Hutan lindung (HL) seluas ha di seluruh Aceh Selatan kecuali Trumon 61

70 Suaka Margasatwa Rawa Trumon (Singkil) seluas ha Hutan produksi terbatas seluas ha di Kluet Timur dan Kota Bahagia. Berdasarkan potensi komoditas unggulan di Kabupaten Aceh Selatan, perkebunan rakyat yang akan dikembangkan di kawasan hutan dapat dikembangkan baik untuk komoditas pala yang merupakan komoditas unggulan serta kelapa sawit. Pengembangan kawasan hutan untuk perkebunan rakyat dapat berimplikasi terhadap isu peningkatan frekuensi banjir serta meningkatnya serangan hama/penyakit tanaman pala. Terkait dengan isu peningkatan frekuensi banjir, pembukaan kawasan hutan untuk perkebunan rakyat dikhawatirkan dapat meningkatkan frekuensi banjir, terutama saat lahan baru dibuka dan akan ditanami oleh tanaman perkebunan (atau saat tanaman masih berusia muda). Pembukaan lahan dapat mengurangi kemampuan lahan untuk menginfiltrasi air hujan ke dalam tanah sehingga dapat mengakibatkan banjir di kawasan bawahannya. Pengembangan kawasan perkebunan rakyat yang akan dikembangkan di kawasan hutan, terutama yang berlokasi di wilayah Selatan Kabupaten Aceh Selatan berpotensi untuk dikembangkan sebagai perkebunan kelapa sawit. Beberapa tahun terakhir, pengembangan kebun kelapa sawit mulai menjadi primadona, terutama di bagian Selatan Kabupaten Aceh Selatan. Penetapan kawasan peruntukan perkebunan dapat dimungkinkan dikembangkan menjadi kawasan perkebunan kelapa sawit sehingga luas perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Aceh Selatan dapat meningkat dengan pesat terutama di Kecamatan Bakongan, Bakongan Timur, Trumon Timur, dan Trumon. Perluasan ini sangat didorong oleh pendirian pabrik kelapa sawit (PKS) yang mengolah tandan buah kelapa sawit segar (TBS) menjadi minyak kelapa sawit mentah (Crude Plam Oil = CPO) di PT Sawit Sukses Selalu (Kluet), Subulusalam dan Singkil yang lebih dekat lokasinya dari pada di Meulaboh. Disamping itu, harga kelapa sawit relatif menjanjikan lebih banyak keuntungan dari pada harga tanaman pangan. Perluasan kebun kelapa sawit di kawasan hutan dan daerah berlereng akan dapat mengganggu kinerja layanan/jasa ekosistem karena tanaman bawah (undercover) tanaman kelapa sawit umumnya jarang sehingga memudahkan kejadian aliran permukaan dibandingkan hutan sekunder yang lebih rapat. Kebun kelapa sawit yang telah berumur remaja (10 tahun) dan tajuknya telah rapat menutupi tanah mempunyai nilai koefisien aliran permukaan (C) sebesar 0,20-0,25 (Murtilaksono, 2008), sedangkan hutan yang tutupan tajuknya atau luasnya lebih dari 35% dari luas daerah aliran sungai (DAS) 62

71 mempunyai nilai C lebih kecil dari 0,18 (Yuwono, 2011). Semakin besar nilai C, semakin besar debit aliran sungai dan semakin besar peluang kejadian banjir dalam suatu DAS, dan sebaliknya. Untuk mengurangi potensi banjir yang disebabkan oleh pembukaan lahan perkebunan di kawasan hutan, maka rekomendasi mitigasinya adalah sebagai berikut: Proses perijinan perubahan status kawasan hutan dari kementerian kehutanan; Penyiapan dokumen kajian lingkungan untuk mengkaji kelayakan pengembangan perkebunan rakyat serta pengkajian dampak pengembangan kawasan perkebunan terhadap lingkungan di sekitarnya; Pembukaan lahan perkebunan rakyat dilakukan secara bertahap; Pengembangan lahan perkebunan rakyat dilakukan dengan memperhatikan kaidah konservasi tanah dan air; Membuat kanal-kanal untuk mengendalikan banjir yang didahului dengan kajian lingkungan hidup untuk pembangunan kanal ini Sedang terkait dengan isu peningkatan hama/penyakit tanaman pala, pengembangan kawasan perkebunan rakyat khususnya yang akan dikembangkan untuk tanaman pala apabila tidak diimbangi dengan upaya pemeliharaan serta melakukan konservasi tanah dan air yang baik, maka dapat mengakibatkan meningkatnya lahan perkebunan tanaman pala yang terserang hama/penyakit tanaman pala. Untuk mengurangi dampak tersebut, maka tindakan mitigasi yang direkomendasikan adalah sebagai berikut: Tidak menanam tanaman pala dalam satu hamparan luas secara monokultur; Mem-bera-kan lahan terlebih dahulu sebelum ditanam dengan tanaman pala yang baru. Umumnya masyarakat segera mengganti tanaman pala yang terserang hama/penyakit dengan tanaman pala yang baru. Untuk mencegah meluasnya hama/penyakit tanaman pala, maka lahan terlebih dahulu harus di-bera sebelum ditanam kembali dengan tanaman pala yang baru. Hal ini terkait dengan prinsip konservasi tanah dan air; Peningkatan kemampuan masyarakat dalam pemeliharaan tanaman pala 63

72 4.2.3 Implikasi dan Mitigasi Rencana Pengembangan Kawasan Peruntukan Pertambangan Rencana pengembangan kawasan peruntukan pertambangan - apapun jenis tambang dan lokasinya - di Kabupaten Aceh Selatan dapat berimplikasi terhadap 2 (dua) isu strategis, yaitu isu peningkatan frekuensi banjir serta isu pertambangan tidak ramah lingkungan. Implikasi terhadap peningkatkan intensitas banjir, disebabkan didasarkan pada terbukanya lahan (termasuk kawasan hutan) untuk kegiatan pertambangan mengakibatkan perubahan bentang alam dan mengurangi kemampuan lahan untuk menyerap (menginflitrasi) air hujan ke dalam tanah. Akibatnya pembukaan lahan untuk kegiatan pertambangan dapat mengakibatkan intensitas banjir di kawasan hilirnya. Sebagai informasi kegiatan pertambangan di Aceh Selatan menggunakan metode tambang terbuka atau surface mining, artinya kegiatan menambang dilakukan dengan melakukan bukaan di atas permukaan tanah. Kegiatan ini akan membabat habis vegetasi di atasnya dan membongkar tanah dan batuan di atas deposit tersebut. Agar pengembangan kawasan peruntukan pertambangan tidak mengakibatkan peningkatan frekuensi banjir, maka tindakan mitigasi yang perlu dilakukan adalah: Penyiapan dokumen lingkungan untuk mengkaji kelayakan kegiatan pertambangan serta mengkaji dampak terhadap lingkungan di sekitarnya; Penyiapan rencana mitigasi banjir yang diakibatkan oleh pembukaan lahan untuk kegiatan pertambangan; Penetapan kewajiban reklamasi kawasan tambang paska kegiatan penambangan; Peningkatan pengawasan dan pengendalian kegiatan pertambangan; Perlu penetapan yang jelas wilayah pertambangan rakyat sehingga dapat dipilih daerah yang dikaji tidak akan menimbulkan banjir Implikasi terhadap isu tambang yang tidak ramah lingkungan didasarkan pada proses dan pertambangan yang dilakukan terutama oleh masyarakat/perorangan yang tidak terkontrol dan terawasi dengan baik dilakukan secara tidak ramah lingkungan. Salah satu proses penambangan yang tidak ramah lingkungan adalah tidak memiliki sistem pembuangan dan pengolahan limbah yang baik. Implikasi kegiatan tambang ini pada lingkungan, diantaranya: 64

73 Pencemaran sungai karena sebagian pembuangan limbah langsung dialirkan ke sungai Pencemaran air tanah karena sebagian zat hasil proses terbuang terbuka, meresap ke dalam tanah Sedimentasi pada sungai akibat proses bukaan tambang Potensi penyakit berbahaya dari cemaran zat kimia yang terakumulasi Dampak pencemaran akan dirasakan oleh masyarakat hilir dari lokasi front tambang, dan biasanya bersifat akumulatif atau dirasakan dalam jangka waktu lama. Dengan demikian, ke depan kinerja layanan/jasa lingkungan akan semakin terpengaruh negatif. Daya tampung yang berupa kemampuan media air untuk mengasimilasi bahan pencemar semakin menurun jika tanpa pengelolaan yang memadai. Kegiatan pemrosesan tambang yang menggunakan bahan sianida Kegiatan pemrosesan hasil tambang skala rumah tangga yang banyak ditemukan di kawasan Manggamat dengan menggunakan mercuri Gambar 14. Pengolahan Tambang Rakyat 65

BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN DAN LINGKUP PERENCANAAN TATA RUANG

BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN DAN LINGKUP PERENCANAAN TATA RUANG BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN DAN LINGKUP PERENCANAAN TATA RUANG 2.1 Profil Kabupaten Aceh Selatan 2.1.1 Letak Geografis Secara geografis Kabupaten Aceh Selatan merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan dan lingkungan hidup adalah dua bidang yang saling berkaitan. Di satu sisi pembangunan dirasakan perlu untuk meningkatkan harkat hidup manusia. Tapi di

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PEMERINTAH KABUPATEN GAYO LUES PROVINSI ACEH KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN GAYO LUES TAHUN 2013 2O33 (QANUN No. 15 TAHUN 2013) September 2014 KATA PENGANTAR Rencana

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 11 /PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN PERSETUJUAN SUBSTANSI DALAM PENETAPAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PEMERINTAH KABUPATEN ACEH SELATAN PROVINSI ACEH RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS RANPERDA RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN 2014 2O34 September 2014 1. Pendahuluan

Lebih terperinci

Kementerian Kelautan dan Perikanan

Kementerian Kelautan dan Perikanan Jakarta, 6 November 2012 Wilayah Pesisir Provinsi Wilayah Pesisir Kab/Kota Memiliki 17,480 pulau dan 95.181 km panjang garis pantai Produktivitas hayati tinggi dengan keanekaragaman hayati laut tropis

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.228, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5941) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

LAMPIRAN BERITA ACARA

LAMPIRAN BERITA ACARA LAMPIRAN BERITA ACARA KONSULTASI PUBLIK HASIL KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN 2012-2032 Tapaktuan, 25 Agustus 2014 Proses penyampaian masukan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TRENGGALEK 2012-2032 BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Oleh : Ir. Bahal Edison Naiborhu, MT. Direktur Penataan Ruang Daerah Wilayah II Jakarta, 14 November 2013 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG Pendahuluan Outline Permasalahan

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan

Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA BANJARMASIN 2013-2032 APA ITU RTRW...? Rencana Tata Ruang Wilayah kota yang mengatur Rencana Struktur dan Pola Ruang Wilayah Kota DEFINISI : Ruang : wadah yg meliputi

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 gg Tentang Penataan Ruang 1 Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN FERRY INDARTO, ST DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TIMUR Malang, 24 Oktober 2017 DEFINISI KLHS : RANGKAIAN ANALISIS

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen Memorandum Program Sanitasi ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS UNTUK EKOSISTEM TERPADU RIMBA ASISTEN DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN WILAYAH DAN SEKTOR KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS UNTUK EKOSISTEM TERPADU RIMBA ASISTEN DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN WILAYAH DAN SEKTOR KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS UNTUK EKOSISTEM TERPADU RIMBA ASISTEN DEPUTI KAJIAN KEBIJAKAN WILAYAH DAN SEKTOR KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif

Lebih terperinci

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab.

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab. LAMPIRAN IV PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR : 3 TAHUN 2012 TANGGAL : 11 SEPTEMBER 2012 TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOALEMO TAHUN 2011-2031 I. RENCANA STRUKTUR RUANG No Rencana

Lebih terperinci

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera

Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera Penyelamatan Ekosistem Sumatera Dalam RTR Pulau Sumatera 1 2 3 Pendahuluan (Sistem Perencanaan Tata Ruang - Kebijakan Nasional Penyelamatan Ekosistem Pulau Sumatera) Penyelamatan Ekosistem Sumatera dengan

Lebih terperinci

Profil Tata Ruang. Provinsi Gorontalo

Profil Tata Ruang. Provinsi Gorontalo Profil Tata Ruang Provinsi Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Profil Tata Ruang Provinsi Direktorat Tata Ruang dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KRITERIA DAN SYARAT KAWASAN PERTANIAN DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah

Lebih terperinci

MODUL 6 : PENILAIAN KELENGKAPAN SUBSTANSI MATERI TEKNIS, RAPERDA, DAN PETA UNTUK STANDAR REKOMENDASI GUBERNUR

MODUL 6 : PENILAIAN KELENGKAPAN SUBSTANSI MATERI TEKNIS, RAPERDA, DAN PETA UNTUK STANDAR REKOMENDASI GUBERNUR 0 2 5 12 15 24 25 PENDAHULUAN EVALUASI MATERI TEKNIS EVALUASI RAPERDA EVALUASI PETA PEMBENTUKAN TIM UNTUK PENILAIAN KEAN SUBSTANSI REFERENSI DASAR HUKUM PENILAIAN KEAN SUBSTANSI TUJUAN INSTRUKSIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI Administrasi Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam 45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan sektor sanitasi dari berbagai

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR. TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR. TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR. TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Administrasi Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6º56'49'' - 7 º45'00'' Lintang Selatan dan 107º25'8'' - 108º7'30'' Bujur Timur

Lebih terperinci

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR 1-1

BAB 1 PENDAHULUAN LAPORAN AKHIR 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kabupaten Jayapura Tahun 2013-2017 merupakan dokumen perencanaan pembangunan daerah yang harus ada dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENINJAUAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur

Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR Keterkaitan Rencana Strategis Pesisir dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Kutai Timur Oleh: Ir. Suprihanto, CES (Kepala BAPPEDA Kab. Kutai Timur)

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2011 2031 UMUM Ruang wilayah Kabupaten Karawang dengan keanekaragaman

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

BAB IV PENGKAJIAN PENGARUH

BAB IV PENGKAJIAN PENGARUH BAB IV PENGKAJIAN PENGARUH Pada bagian berikut akan dijelaskan secara berjenjang (tiering) implikasi rencana tata ruang (rencana struktur ruang dan rencana pola ruang) dan implikasi program perwujudan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Pendahuluan

Bab I Pendahuluan. Pendahuluan Bab I Pendahuluan LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH KOTA SUNGAI PENUH NOMOR TAHUN 2012 TANGGAL JUNI 2012 Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah untuk periode 5 (lima)

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 9 2011 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN PERIZINAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BEKASI,

Lebih terperinci

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Kawasan Pantai Utara Jakarta ditetapkan sebagai kawasan strategis Provinsi DKI Jakarta. Areal sepanjang pantai sekitar 32 km tersebut merupakan pintu gerbang dari

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

PENDEKATAN ASPEK LINGKUNGAN DALAM KEBIJAKAN PENATAAN RUANG NASIONAL

PENDEKATAN ASPEK LINGKUNGAN DALAM KEBIJAKAN PENATAAN RUANG NASIONAL PENDEKATAN ASPEK LINGKUNGAN DALAM KEBIJAKAN PENATAAN RUANG NASIONAL Ir. Iman Soedradjat, MPM DIREKTUR PENATAAN RUANG NASIONAL disampaikan pada acara: SEMINAR NASIONAL PERTIMBANGAN LINGKUNGAN DALAM PENATAAN

Lebih terperinci

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2.1. Tujuan Penataan Ruang Kota Bengkulu Tujuan penataan ruang wilayah kota dirumuskan berdasarkan: 1) visi dan misi pembangunan wilayah kota; 2) karakteristik wilayah kota;

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN

BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN - 0 - BUPATI PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PEMALANG TAHUN 2011-2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN KLATEN

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN KLATEN BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN KLATEN Rancangan Sekolah Luar Biasa tipe C yang direncanakan berlokasi di Kabupaten Klaten. Perencanaan suatu pembangunan haruslah mengkaji dari berbagai aspek-aspek

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN KOORDINASI PENATAAN RUANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menserasikan

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

KONDISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH ACEH TAHUN 2013 DISAMPAIKAN GUBERNUR ACEH PERTEMUAN DENGAN DUTA BESAR NORWEGIA/SCANDINAVIA 22 MEI 2013

KONDISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH ACEH TAHUN 2013 DISAMPAIKAN GUBERNUR ACEH PERTEMUAN DENGAN DUTA BESAR NORWEGIA/SCANDINAVIA 22 MEI 2013 KONDISI RENCANA TATA RUANG WILAYAH ACEH 2012 2032 TAHUN 2013 DISAMPAIKAN GUBERNUR ACEH PERTEMUAN DENGAN DUTA BESAR NORWEGIA/SCANDINAVIA 22 MEI 2013 PENDAHULUAN PEMERINTAH ACEH Rencana umum tata ruang merupakan

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH (RPJM) KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN ACEH SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN 2013-2018 1.1. Latar Belakang Lahirnya Undang-undang

Lebih terperinci