PENGGUNAAN Bacillus spp. SEBAGAI AGENS BIOKONTROL UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN CABAI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGGUNAAN Bacillus spp. SEBAGAI AGENS BIOKONTROL UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN CABAI"

Transkripsi

1 JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2012 Vol.2. No.3. hal ISSN: PENGGUNAAN Bacillus spp. SEBAGAI AGENS BIOKONTROL UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN CABAI Utilization of Bacillus spp. As Biological Control Agents to Control Fusarium Wilt Disease on Hot Pepper ANDI KHAERUNI *), GUSNAWATY HS, Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Haluoleo, Kendari ABSTRACT The use of Bacillus spp. Bacteria as biocontrol agents is one alternative disease control for Fusarium wilt Fusarium oxysporum f.sp. Lycopersici on chilli plant. this study aimed to determine the effectiveness of Bacillus spp. As a biocontrol agent in various ways of application to control Fusarium wilt disease in pepper in in-vivo. Experiments were prepared using two factor factorial in a completely randomized design (CRD). Factor 1 (Applications) consisted of levels, namely: application of biocontrol agent Bacillus spp. M11 isolates (B1), application of biocontrol agents Bacillus spp. isolates F133 (B2), and application biocontrol agent Bacillus spp. mix. M11 isolates and isolates F133 (B3). The second factor (time of inoculation/application) consisted 3 levels, namely: inoculating the seed (S1), inoculation of Bacillus spp. simultaneously with pathogen inoculation (S2), inoculation of Bacillus spp. one week after pathogen inoculation (S3), to see the effect of the two isolates of Bacillus spp. that the latent period, the biocontrol agents Bacillus spp. mix isolates M11 and F133, was the best treatment with the longest latency period of the disease (16 hsi), the best plant growth by plant height reached 57,39 cm, and the lowest disease incidence and severity were 12,96 % and 11,11 %, respectively interaction between agent Bacillus spp. mix. Isolates M11 and F133 at the time of application on seed significantly affected the incidence of disease and plat height. Keyword: biocontrol agents, Bacillus spp., and Fusarium oxysporum f.sp. Lycopersici 1 PENDAHULUAN Fusarium oxysporum f.sp lycopersici penyebab penyakit layu Fusarium merupakan salah satu patogen tular tanah yang cukup penting pada tanaman cabai. Patogen ini menyerang dari fase vegetatif sampai pada fase generatif dan menyebabkan tanaman menjadi layu dan kemudian tanaman mati (Setiadi 2000). Kerugian yang dialami akibat patogen ini, dapat semakin meningkat pada tanaman yang ditanam di lahan yang kering. Pada umumnya patogen ini dapat bertahan hidup meskipun ketersediaan air dalam tanah sangat kurang. Selama ini upaya pengendalian penyakit layu Fusarium dilakukan dengan rotasi tanaman dan menggunakan pestisida kimiawi. *) Alamat Korespondensi: akhaeruni@yahoo.com Rotasi tanaman sering kali tidak efektif karena patogen dapat bertahan lama dalam tanah selama tidak ada inang. Pengendalian dengan fungisida memang cukup efektif, namun penggunaannya berdampak buruk pada lingkungan dan selalu memerlukan perlakuan ulangan yang dapat menyebabkan resistensi terhadap patogen. Oleh karena itu perlu dicari pengendalian yang lebih aman dengan mempertahankan kelestarian ekosistem agar tujuan pengendalian dapat mencapai sasaran tanpa menimbulkan dampak negatif, sehingga pengendalian secara biologi mulai dipertimbangkan. Salah satu alternatif pengendalian penyakit tular tanah secara biologi ialah penggunaan sejumlah mikroorganisme seperti Trichoderma harzianum, Trichoderma viride, Gliocladium sp., Pseudomonas flourescens dan Bacillus sp. yang dapat menghasilkan senyawa anti fungi (Susanto et al. 2005). Kelompok

2 Vol. 2 No.3, 2012 Penggunaan Bacillus spp. Sebagai Agens Biokontrol 183 Bacillus memiliki keunggulan dibandingkan kelompok bakteri lain, karena bakteri ini menghasilkan endospora yang dapat bertahan pada temperatur tinggi (tahan panas) (Kim et al. 1997). Bakteri ini bisa juga diaplikasi pada benih untuk mencegah infeksi patogen tular tanah. Kelompok Bacillus ini juga menghasilkan berbagai senyawa penghambat dan antibiotik seperti tirotrisin, basitrasi dan polimiksin (Dwijoseputro 1985; Claus dalam Ernawati, 2003). Dewasa ini penggunaan Bacillus spp sebagai agens biokontrol mulai banyak dilakukan karena mikroba ini mempunyai keunggulan seperti kemampuan untuk menghasilkan endospora sehingga mudah ditumbuhkan dan mampu bertahan dalam kondisi lingkungan yang ekstrim. Beberapa peneliti mengemukakan potensi bakteri kelompok Bacillus sebagai agens biokontrol anaara lain Bacillus polymyxa dan B. subtilis mampu mengatasi penyakit layu bakteri (Aspiras & Crus 1985). Untuk mendapatkan agens biokontrol yang potensial diaplikasikan di lapangan perlu dilakukan penelitian tentang kemampuan agens biokontrol tersebut beradaptasi dalam lingkungan yang berbeda. Bacillus spp. M11 dan Bacillus spp. F133 adalah dua isolat bakteri Bacillus spp. dari rizosfer tanaman yang menunjukkan kemampuan penghambatan yang kuat secara in-vitro terhadap F. oxysporum f. sp. lycopersici (Tandrasasmita, 2006). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas Bacillus spp. sebagai agens biokontrol dengan berbagai cara aplikasi untuk mengendalikan penyakit layu Fusarium pada tanaman cabai secara in-vivo. BAHAN DAN METODE Isolat Bakteri dan Cendawan Patogen. Biakan murni Bacillus sp. isolat F133 dan M11 merupakan koleksi dari Laboratorium Teknologi DNA Universitas Atmajaya Jakarta, Fusarium oxysporum f.sp lycopersici meruapakan koleksi Laboratorium Unit IHPT Unhalu Rancangan Penelitian. Percobaan ini disusun menggunakan faktorial dua faktor dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dimana faktor I (Aplikasi Bacillusis spp.) terdiri atas 3 taraf yaitu: Aplikasi agens biokontrol Bacillus spp. isolat M11 (B 1), Aplikasi agens biokontrol Bacillus spp. isolat F133 (B 2) dan Aplikasi campuran agens biokontrol Bacillus spp. isolat M11 dan isolat F133 (B3). Sedangkan faktor II (waktu inokulasi/aplikasi) terdiri dari 3 taraf yaitu: Inokulasi pada benih (S 1), Inokulasi Bacillus spp. bersamaan dengan inokulasi patogen (S 2), Inokulasi Bacillus spp. satu minggu setelah diinokulasi patogen (S 3). Kombinasi dari kedua faktor tersebut enghasilkan 9 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 27 unit percobaan. Setiap unit terdapat 6 tanaman sehingga secara keseluruhan terdapat 162 tanaman. Sebagai pembanding disiapkan satu unit percobaan sebagai kontrol yaitu tanaman diinokulasi patogen tanpa diaplikasi agens biokontrol. Persiapan tanah dan tanaman. Tanah yang digunakan adalah campuran tanah dan pupuk kandang steril dengan perbandingan 2 : 1 (v/v). Tanah ini kemudian dimasukkan ke dalam polibag berdiameter 20 cm (6 kg tanah per polybag). Benih cabai yang digunakan adalah varietas TIT SUPER LV yang diketahui rentan terhadap layu Fusarium. Benih cabai ini disemai dalam baki semai berisi campuran tanah pasir steril dengan perbandingan 2:1 (v/v), setelah berumur 30 hari benih cabai dipindahkan ke polybag. Inokulasi patogen. F. oxysporum f.sp lycopersici yang digunakan sebagai sumber inokulum diperbanyak pada media beras steril. Selanjutnya diinokulasi pada saat tanaman berumur 7 hari setelah dipindahkan dari persemaian. Inokulasi dilakukan dengan cara: membuat lubang lubang kecil disekitar tanaman kemudian biakan ditabur ke dalam lubang tersebut. Jumlah biakan patogen atau cendawan yang diinokulasi sebanyak 10 g/tanaman. Aplikasi Agens Biokontrol. Biakan murni Bacillus sp. isolat M11 dan F133 diperbanyak dalam media Tryptic Soy Broth (TSB) 250 ml dalam gelas Erlemmeyer 500 ml dan dishaker selama 48 jam pada suhu ruang. Setelah itu suspensi larutan diencerkan dengan menggunakan air akuades steril dengan perbandingan 1:2 (v/v) dan digunakan sebagai suspensi agens biokontrol. Aplikasi agens biokontrol dilakukan sesuai perlakuan yaitu : S1, agens biokontrol diaplikasikan pada benih sebelum semai, dengan cara benih direndam dalam suspensi agens biokontrol semalam dalam cawan petri dan langsung

3 184 KHAERUNI DAN GUSNAWATY J. AGROTEKNOS disemai. Perlakuan S2, yaitu agens biokontrol diaplikasi bersamaan dengan inokulasi patogen, sedangkan S3, agens biokontrol diaplikasi satu minggu setelah inokulasi patogen. Aplikasi agens biokontrol dilakukan dengan penyiraman suspensi biokontrol disekitar perakaran tanaman sebanyak 10 ml/tanaman. Pengamatan. Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah (1) periode laten, pengamatan periode laten dilakukan setiap hari setelah dilakukan inokulasi patogen dengan mengamati timbulnya gejala awal secara eksternal pada etiap perlakuan. (2) tinggi tanaman, tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang di atas permukaan tanah sampai ujung tanaman tertinggi yang dilakukan setiap minggu sejak tujuh hari setelah inokulasi patogen sampai berakhirnya waktu pengamatan. (3) kejadian penyakit, Perhitungan tingkat kejadian penyakit pada tanaman dilakukan dengan cara mengamati gejala eksternal pada tanaman. Perhitungan dilakukan setiap minggu setelah timbulnya gejala awal. Tingkat kejadian penyakit dihitung dengan menggunakan metode Abbolt dengan rumus sebagai berikut: n KP x100% N Keterangan : KP = tingkat kejadian penyakit (%), n = jumlah tanaman layu yang diamati, N = jumlah tanaman yang diamati (4) keparahan penyakit, tingkat keparahan penyakit diketahui berdasarkan kerusakan akar tanaman cabai pada akhir penelitian. Pengamatan dilakukan dengan cara membongkar tanaman kemudian perakaran dicuci secara hati-hati dan dinilai derajat infeksinya berdasarkan rumus sebagai berikut: I n 0 5 n xv 1 1 x100% ZxN Keterangan: I= tingkat keparahan penyakit (%), n 1= jumlah pembuluh yang ter serang pada setiap kategori serangan, v 1= nilai numerik masing masing kategori serangan, Z= nilai numerik kategori serangan tertinggi, N= jumlah berkas pembuluh yang diamati. Nilai skala diskolorisasi setiap kategori serangan yang digunakan adalah (menurut INIBAP, 1994 dalam Asniah & Khaeruni, 2006) yaitu: 0 = tidak ada diskolorisasi pada berkas pembuluh, 1 = ada sedikit diskolorisasi, 2 = diskolorisasi sampai 1/3 berkas pembuluh, 3 = diskolorisasi 1/3 2/3, 4 = diskolorisasi lebih besar dari 2/3, 5 = berkas pembuluh penuh dengan diskolorisasi. Analisis Data. Data hasil pengamatan setiap respon, kecuali periode laten, dianalisi dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL), untuk perlakuan yang berbeda nyata pada analisis sidik ragam dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) pada taraf kepercayaan 95%. HASIL DAN PEMBAHASAN Periode Laten. Pengamatan periode laten pada perlakuan jenis dan waktu aplikasi agens biokontrol yang berbeda pada tanaman cabai dilakukan dengan mengamati munculnya gejala layu dari setiap perlakukan secara mandiri. Hasil pengamatan terhadap periode laten tercepat dari perlakuan jenis biokontrol dan waktu aplikasinya yang dibandingkan dengan perlakuan tanpa agens biokontrol Bacillus sp (kontrol) disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Pengaruh perlakuan jenis agens biokontrol (B) dan waktu aplikasi (P) secara mandiri terhadap periode laten tercepat penyakit layu Fusarium pada cabai Perlakuan Periode Jenis Agens Biokontrol Laten (HSI) B1(Bacillus sp M11) 12 B2(Bacillus sp F133) 10 B3(Bacillus sp M11+F133) 16 Waktu Aplikasi Agen Biokontrol S1(inokulasi pada benih) 10 S2(besamaan inokulasi 15 patogen) S3(satu minggu setelah 12 inokulasi patogen) Kontrol 6 Keterangan : HSI=hari setelah inokulasi Pada Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa periode laten tercepat terdapat pada perlakuan kontrol yaitu 6 hari setelah inokulasi telah ditemukan tanaman yang menunjukkan gejala layu. Pada perlakuan jenis agens biokontol secara mandiri

4 Vol. 2 No.3, 2012 Penggunaan Bacillus spp. Sebagai Agens Biokontrol 185 menunjukkan bahwa perlakuan B3 yang terdiri atas campuran kedua agens biokontrol yang diuji memiliki periode laten terlama yaitu 16 hari setelah inokulasi, sementara periode laten tercepat selain tanaman kontrol terdapat pada perlakuan B2, kemudian diikuti perlakuan B1 yaitu masing-masing 10 dan 12 hari setelah inokulasi patogen. Perlakuan waktu aplikasi agens biokontrol yang bersamaan dengan inokulasi patogen (S2) menunjukkan periode laten terlama yaitu 15 hari setelah inokulasi, peride laten ini lebih lambat jika dibandingkan dengan dua perlakuan lainnya masing-masing 12 dan 10 hari setelah inokulasi yang ditemui secara berurut pada perlakuan S3 dan S2. Tinggi Tanaman. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pengaruh interaksi antar perlakuan jenis agens biokontrol dan waktu aplikasi yang berbeda terhadap tinggi tanaman terjadi pada pengamatan minggu ke 1, 2 dan 7 msi. Pada ketiga waktu pengamatan tersebut perlakuan B3S3 memiliki tinggi tanaman yang lebih baik dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, kecuali pada minggu kedua yang tidak berbeda nyata pada perlakuan B3S2 (Tabel 2). Tabel 2. Pengaruh interaksi agens biokontrol (B) dan waktu aplikasi (S) terhadap tinggi tanaman cabai yang diinokulasi dengan F. oxysporum f.sp. lycopersicum Perlakuan Interaksi Rata-rata Tinggi tanaman (cm) pada minggu ke B1S1 40,36 d 59,55 c 151,10 f B1S2 33,03 g 52,52 d 172,63 b B1S3 34,83 f 52,85 d 150,85 f B2S1 40,55 d 61,52 c 155,10 e B2S2 49,55 c 67,57 b 173,62 b B2S3 37,75 e 55,32 d 167,12 c B3S1 40,48 d 56,20 d 163,63 d B3S2 51,50 b 75,15 a 170,78 b B3S3 53,12 a 76,07 a 180,08 a Kontrol 10,64 9,84 10,40 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak bea nyata pada Duncan s Mutiple Range Test (DMRT) 95 % Hasil pengamatan rata-rata tinggi tanaman pada setiap jenis perlakuan secara mandiri beserta hasil uji lanjut DMRTnya pada Tabel 3. pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 hari setelah inokulasi patogen disajikan pada Tabel 3. Pengaruh perlakuan agens biokontrol (B) dan waktu aplikasi (P) secara mandiri terhadap tinggi tanaman cabai yang diinokulasi dengan F. oxysporum f.sp. lycopersici Perlakuan Jenis Agens Biokontrol Rata-Rata Tinggi Tanaman (cm) pada pengamatan ke..msi B1 12,02 c 18,32 C 25,51 c 35,99 c 43,04 C 48,17 c 52,73 c B2 14,21 b 20,49 B 28,94 b 39,80 b 45,65 B 50,31 b 55,09 b B3 16,12 a 23,05 A 31,17 a 41,47 a 47,71 A 53,16 a 57,17 a Waktu Aplikasi S1 13,49 c 19,70 B 26,72 b 36,45 c 42,69 C 48,25 c 52,20 c S2 14,90 a 21,69 A 30,75 a 41,67 a 48,39 A 52,70 a 57,45 a S3 13,97 b 20,47 ab 28,15 b 39,13 b 45,32 B 50,68 b 55,34 b Kontrol 10,64 9,84 8,58 7,23 8,38 9,43 10,40 DMRT 0,05 : 2 = 2,92 0,41 1,45 1,96 1,88 1,49 1,74 1,47 3 = 3,07 0,43 1,52 2,06 1,97 1,57 1,83 1,55 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak bea nyata pada Duncan s Mutiple Range Test (DMRT) 95 %, MSI=minggu setelah inokulasi

5 186 KHAERUNI DAN GUSNAWATY J. AGROTEKNOS Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa pada setiap waktu pengamatan jenis agens biokontrol perlakuan B3 (campuran isolat F133 dan M11) selalu memperlihatkan tinggi tanaman yang terbaik dan berbeda nyata dengan perlakuan agens biokontrol secara tunggal pada perlakuan B1 dan B2. Sedangkan pengamatan pada perlakuan waktu aplikasi secara mandiri menunjukkan bahwa perlakuan S2 juga selalu menunjukkan tinggi tanaman terbaik dan berbeda nyata dengan perlakuan S1 dan S3 pada semua waktu pengamatan. Tabel 4. Kejadian Penyakit. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara kedua perlakuan tidak berbeda nyata, namun secara mandiri, perlakuan jenis agens biokontrol berpengaruh tidak nyata terhadap kejadian penyakit layu Fusarium pada tanaman cabai pada pengamatan minggu ke-7, sementara perlakuan waktu aplikasi secara mandiri berbeda nyata pada pengamatan ke-3, dan ke- 4. Uji rata-rata kejadian penyakit layu fusarium pada setiap perlakuan secara mandiri disajikan pada Tabel 4. Pengaruh perlakuan jenis agens biokontrol (B) dan waktu aplikasi (S) secara mandiri terhadap kejadian penyakit layu Fusarium pada cabai Perlakuan Kejadian penyakit (%) pada minggu ke Jenis Agens Biokontrol B1 0, a 3.75a 5.56a 14.81a 14.81a 14.81a B2 0, a 7.41a 12.96a 14.81a 16.67a 20.37a B3 0, a 3.70a 11.11a 11.11a 12.96a 12.96a Perlakuan Waktu Aplikasi S1 0, a 0.00a 1.85a 11.11a 14.81a 14.81a S2 0, a 9.26a 9.26a 12.96a 12.96a 14.81a S3 0, a 5.56a 14.81a 16.67a 16.67a 18,51a Kontrol 38,88 66,67 66,67 66,67 66,67 66,67 66,67 DMRT 2= 0,25 0,38 0,35 0,,35 0,35 0,38 3= 2,25 0,40 0,37 0,37 0,37 0,40 Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak bea nyata pada Duncan s Mutiple Range Test (DMRT) 95 % Walaupun analisis sidik ragam menunjukkan perbedaan nyata diantara perlakuan jenis agens biokontrol yang diujikan terhadap kejadian penyakit secara mandiri hanya terjadi pada akhir pengamatan, dimana perlakuan B3 memiliki kajadian penyakit terendah namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan B1. Secara keseluruhan terdapat kecenderungan kejadian penyakit pada perlakuan B3 selalu lebih rendah dibanding perlakuan B1 dan B2. Sementara itu pada perlakuan waktu aplikasi secara mandiri, pengaruh yang berbeda nyata terhadap kejadian penyakit terdapat pada waktu pengamatan minggu ke 3 dan ke 4, namun terdapat kecenderungan bahwa perlakuan aplikasi biokontrol pada benih (S1) memperlihatkan kejadian penyakit yang terendah dibanding perlakuan lainnya, khususnya pada pengamatan minggu pertama hingga minggu keenam. Keparahan Penyakit. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa baik interaksi antara kedua perlakuan maupun secara mandiri, perlakuan jenis agens biokontrol dan perlakuan waktu aplikasinya tidak berpengaruh nyata terhadap kejadian penyakit layu Fusarium pada tanaman cabai. Uji rata-rata kejadian penyakit layu fusarium pada setiap perlakuan secara mandiri disajikan pada Tabel 5. Hasil pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan jenis agens biokontrol B1 cenderung memiliki keparahan penyakit yang terendah dibanding perlakuan lainnya. Pengamatan terhadap periode laten dilakukan dengan melihat gejala awal dari penyakit layu Fusarium. Menurut Snyder & Hansen (2007) gejala awal penyakit layu Fusarium ditandai dengan tulang-tulang daun sebelah atas menjadi pucat, tangkai daun merunduk dan tanaman menjadi layu. Gejala layu biasanya terlihat pada tanaman mulai dari daun bagian bawah dan anak tulang daun menguning.

6 Vol. 2 No.3, 2012 Penggunaan Bacillus spp. Sebagai Agens Biokontrol 187 Hasil pengamatan terhadap periode laten menunjukkan bahwa jenis agens biokontrol dan waktu aplikasi agens biokontrol terbaik adalah B3 (jenis agens biokontrol perlakuan Bacillus spp. M11 + F133) dan S2 (waktu aplikasi agens biokontrol bersamaan dengan inokulasi patogen) yang mana jenis agens biokontrol dan waktu aplikasi agens biokontrol mampu memperlambat munculnya gejala penyakit layu Fusarium pada tanaman cabai, yaitu dengan periode laten terlama yaitu 16 dan 15 hari setelah inokulasi patogen. Perlakuan B3 mencapai periode laten terlama diduga karena perlakuan B3 yang merupakan gabungan dari agens biokontrol Bacillus. M11 dan F133 sehingga pengaruh sinergis yang lebih efektif menghalangi infeksi patogen terhadap tanaman. Tabel 5. Pengaruh perlakuan jenis agens biokontrol (B) dan waktu aplikasi (S) secara mandiri terhadap keparahan penyakit layu Fusarium pada cabai. Perlakuan Keparahan Penyakit Jenis Agens Biokontrol (%) B1(Bacillus sp M11) 11,11 a B2(Bacillus sp F133) 12,09 a B3(Bacillus sp M11+F133) 13,07 a Waktu Aplikasi Agen Biokontrol S1(inokulasi pada benih) a S2(besamaan inokulasi patogen) a S3(satu minggu setelah inokulasi patogen) a Kontrol Lain halnya dengan pengaruh perlakuan waktu aplikasi (S) terhadap periode laten yang memperlihatkan bahwa pemberian agens biokontrol bersamaan dengan inokulasi patogen (S2) menunjukkan periode laten terlama dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini diduga pula disebabkan karena inokulasi agens biokontrol bersamaan dengan inokulasi patogen layu Fusarium menyebabkan terjadi interaksi antara patogen dan agens biokontrol, sehingga secara langsung terjadi kompetisi nutrisi dan ruang yang antara patogen dan agens biokontrol sebelum patogen melakukan infeksi pada tanaman. Baker & Cook (1983) mengemukakan bahwa salah satu mekanisme pengendalian hayati patogen tular tanah melalui mekanisme kompetisi nutrisi dan ruang antara patogen dengan agens biokontrol, hal ini juga semakin mempertegas hasil penelitian Tandrasasmita (2006), yang menduga daya hambat yang kuat yang dimiliki oleh Bacillus sp F133 dan M13 melalui mekanisme kompetisi, karena kedua bakteri tersebut tidak menghasilkan enzim kitinase yang dapat menghambat perkembangan F. oxysporum f.sp. lycopersici melalui mekanisme antibiosis. Namun jika dibandingkan periode laten pada tanaman kontrol yang hanya 6 hari secara nyata DMRT 0,05 2 = 0,90 3 = 0,40 2 = 0,30 3 = 0,40 memperlihatkan bahwa aplikasi Bacillus M11 dan F133, mampu memperlambat munculnya gejala penyakit layu Fusarium pada tanaman cabai. Hasil pengamatan kejadian penyakit menunjukkan bahwa pada tanaman yang diberi perlakuan agens biokontrol Bacillus M11 dan F133 serta campuran keduanya pada setiap waktu aplikasi mulai teramati pada minggu kedua setelah inokulasi patogen. Tanaman yang terserang penyakit dapat diketahui dengan adanya gejala layu yang ditimbulkan akibat aktifitas patogen ketika melakukan penetrasi ke jaringan tanaman. Cendawan Fusarium melakukan serangan pada jaringan tanaman dengan mengeluarkan toksin dan perkembangan patogen dalam jaringan vaskular tanaman menghambat translokasi air dan hara dari akar ke jaringan atas sehingga dapat menyebabkan kelayuan tanaman (Summerell et al. 2003). Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan agens biokontrol B3 secara mandiri (Bacillus spp. M11 + F133) dan perlakuan waktu aplikasi agens biokontrol S1 (inokulasi patogen pada benih) dan S2 (waktu aplikasi agens biokontrol bersamaan inokulasi patogen) secara mandiri memperlihatkan persentase kejadian penyakit layu Fusarium terendah pada setiap waktu pengamatan, meskipun tidak berbeda nyata dengan

7 188 KHAERUNI DAN GUSNAWATY J. AGROTEKNOS perlakuan lain kecuali perlakuan S1 berbeda nyata dengan perlakuan S2 dan S3 pada pengamatan 3 dan 4 msi. Hasil tersebut semakin menguatkan bahwa aplikasi agens biokontrol berupa campuran dua atau lebih isolat akan menyebabkan penghambatan penyakit layu Fusarium yang lebih baik bila dibandingkan dengan perlakuan agens biokontrol secara tunggal, karena disamping dapat memperlambat infeksi patogen juga dapat menekan kejadian penyakit. Beberapa hasil penelitian sebelumnya juga menunjukkan hal yang sama bahwa pencampuran dua jenis agens biokontrol yang berbeda mampu menekan perkembangan penyakit yang lebih tinggi dibandingkan dengan aplikasi agens biokontrol tersebut secara tunggal (Raupach & Klopper 1998; Singh et al. 1998), sebagai contoh aplikasi agens biokontrol Paenibacillus sp. 300 dan Streptomyces sp 385 kejadian penyakit layu Fusarium pada tanaman timun hanya sekitar 19%, sementara jika kedua agens biokontrol tersebut diaplikasikan secara terpisah kejadian penyakit sekitar 35% untuk timun yang diberi Paenibacillus sp. 300 dan 70 % untuk timun yang diberi Streptomyces sp 385 (Singh et al. 1998). Namun secara umum terlihat bahwa kejadian penyakit pada tanaman yang diberi agens biokontrol F133 dan M11 baik secara tunggal maupun campuran keduanya pada waktu yang berbeda menunjukkan perkembangan penyakit sangat lambat, sementara pada tanaman kontrol perkembangan penyakit berlangsung sangat cepat (Gambar 3) B1 B2 B3 K S1 S2 S3 K Gambar 3. Waktu Pengamatan (minggu setelah Perkembangan penyakit layu Fusarium pada setiap waktu pengamatan. Perlakuan jenis agens biokontrol(kiri), Perlakuan waktu aplikasi (kanan) Hasil pengamatan pengaruh perlakuan agens biokontrol (B) dan waktu aplikasi (S) secara mandiri terhadap keparahan penyakit layu Fusarium pada tanaman cabai menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata. Nilai keparahan penyakit berkisar antara 11,11% hingga 13,70% pada perlakuan agens biokontrol dan waktu aplikasi yang berbeda. Jika keparahan penyakit pada perlakuan tersebut dibandingkan dengan keparahan penyakit pada tanaman kontrol yang mencapai 77,78%, maka hasil tersebut secara signifikan berbeda. Dwijoseputro & Claus dalam Ernawati (2003) mengemukakan bahwa Bacillus spp. menghasilkan berbagai senyawa penghambat dan antibiotik seperti Tirotrisin, Basitrasi dan Polimiksin oleh karena itu mampu menekan cendawan atau bakteri lain dengan mekanisme antibiosis, kompetisi nutrisi atau parasitisme langsung. Sebagai data tambahan pengaruh aplikasi agens biokontrol pada waktu berbeda dilakukan pengamatan terhadap tinggi tanaman. Hasil pengamatan tinggi tanaman pada Tabel 2, terjadi interaksi pada umur 1, 2, dan 7 msi terlihat bahwa perlakuan B3S3 lebih baik dari perlakuan lain dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan B2S2. Hal ini di sebebkan karena laju tinggi tanaman sejalan dengan periode laten yang mana semakin kecil pengaruh patogen terhadap tanaman semakin baik laju pertumbuhan tinggi tanaman, yang semakin jelas bila di bandingkan dengan kontrol yang hanya diinokulasi patogen tanpa

8 Vol. 2 No.3, 2012 Penggunaan Bacillus spp. Sebagai Agens Biokontrol 189 perlakuan agens biokontrol sehingga tinggi tanaman kontrol yang lebih rendah dari tinggi tanaman perlakuan lain. Hasil penelitian terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan jenis agens biokontrol B3 (Bacillus spp. M11 + F133) dan waktu aplikasi satu minggu setelah inokulasi patogen lebih baik dari pada perlakuan lain walaupun tidak terjadi interaksi yang nyata pada umur 3, 4, 5, dan 6 minggu setelah inokulasi patogen, namun terjadi pengaruh yang sangat nyata dengan jenis agens biokontrol terhadap tinggi tanaman cabai yang diinokulasi dengan F. oxysporum f.sp oxysporum secara mandiri dimana perlakuan jenis agens biokontrol B3 (Bacillus spp. M11 + F133) memberi pengaruh yang lebih baik terhadap tinggi tanaman dibanding dengan perlakuan jenis agens biokontrol lain. Begitu pula perlakuan waktu aplikasi agens biokontrol S2 (waktu aplikasi bersamaan dengan inokulasi patogen) berpengaruh sangat nyata dan lebih baik dari perlakuan waktu aplikasi agens biokontrol yang lain. Hasil ini memberikan indikasi bahwa aplikasi agens biokontrol tidak hanya memperlambat periode laten dan menghambat perkembangan penyakit namun juga dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman, sehingga bakteri tersebut berpeluang digunakan sebagai inokulan yang dapat memacu pertumbuhan tanaman. SIMPULAN Penggunaan agens biokontrol campuran Bacillus spp. isolat M11 dan F133, merupakan perlakuan terbaik dengan periode laten penyakit terpanjang (16 hsi), pertumbuhan tanaman terbaik dengan tinggi tanaman mencapai 57,39 cm, serta kejadian dan keparahan penyakit terendah yaitu 12,96% dan 11,11%. Interaksi agens biokontrol campuran Bacillus spp. isolat M11 dan F133 dengan waktu aplikasi pada benih berpengaruh nyata terhadap kejadian penyakit dan tinggi tanaman. DAFTAR PUSTAKA Asniah, Khaeruni A Pengaruh waktu aplikasi VA mikoriza dalam mengendalikan penyakit layu Fusarium (Fusarium oxysporum) pada tanaman tomat. Agriplus, 16(1):12-17 Aspiras RB, Cruz AR Potential biological control of bacterial wilt in tomato and potato with Bacillus polymyxa FU6 and Pseudomonas flourescens, Di dalam: Persley GJ (ed.) Bacterial Wilt Disease in Asia and The South Pacific. Proc. International Workshop held at PCARRD, Los Banos, 8 10 Okt ACIAR Canberra. Hlm Baker KF, dan Cook J, The Nature and Practice of Biological Control of Plant Pathogens. APS Press The American Phytopathological Society. St Paul, Minnesota. Ernawati Potensi Mikroorganisme Tanah Sebagai Agent Biokontrol. Program Penelitian Pasca Sarjana/S3 IPB. Bogor. tumoutou.net/ /nml Ernawati.htm [ ]. Kim DS, Cook RJ, Weller DM Bacillus sp. L for Biological Control of three root diseases of wheat grown with reduced tillage. Phytopathology 87 : Kumalasari V Pengaruh agen biokontrol terhadap pertumbuhan Colletotrichum capsici (syd.) Butl. Et Bisby secara in-vitro dan mutu benih Cabai [Skripsi]. Fakultas Pertanian Institut Pertanian. Bogor. Raupach GS, Kloepper JW Mixtures of plant growth-promoting rhizobakteria enhance biological control of multiple cucumber patogens. Phytopathol. 88: Snyder WC dan Hansen HN Tomat. Technical Support. Jakarta. ngan/index.php?mnu=2&id=2007 Singh P, P., Shin, CS., Park and Chung, YR Biological control of Fusarium wilt of cucumber by chitinolitic bacteria. Phytophatol. 89:92-99 Summerell BA., Saleh B., Leslie JF A utilitarian approach to Fusarium identificationis. Plant Dis. 87: Susanto A, Sudharto PS, Purba RY Enhancing biological control of basal stem rot disease (Ganoderma boninense) in oll palm plantations. J Mycopathologia. 159: Tandrasasmita OM Penapisan dan identifikasi bakteri sebagai agens biokontrol Fusarium sp. [Skripsi]. Fakultas Teknobiologi, Universitas Katolik Indonesia Atmajaya Jakarta.

PENGGUNAAN Bacillus spp. SEBAGAI AGENS BIOKONTROL UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN CABAI

PENGGUNAAN Bacillus spp. SEBAGAI AGENS BIOKONTROL UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN CABAI JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2012 Vol. 2 No. 3. Hal: 143-150 ISSN: 2087-7706 PENGGUNAAN Bacillus spp. SEBAGAI AGENS BIOKONTROL UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN CABAI Utilization of

Lebih terperinci

RESPON KETAHANAN BERBAGAI VARIETAS TOMAT TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum)

RESPON KETAHANAN BERBAGAI VARIETAS TOMAT TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) JURNAL AGROTEKNOS Juli 2012 Vol.2. No.2. hal. 63-68 ISSN: 2087-7706 RESPON KETAHANAN BERBAGAI VARIETAS TOMAT TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) Resistance Response of Tomato Varieties

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2010 Maret 2011. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di Rumah Kaca, University Farm,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen 14 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Percobaan dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Juli 2012 di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor serta di Laboratorium Bakteriologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Hama dan Penyakit dan rumah kaca Balai penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor; pada bulan Oktober

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikologi, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan Laboratorium Mikrobiologi dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di Rumah Kasa Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m dpl pada Bulan Mei

Lebih terperinci

BAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4

BAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian serta di Rumah Kaca University Farm, Institut

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universtitas Lampung dari Desember

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan dan Rumah Kaca University Farm, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PEMBERIAN MIKORIZA VESIKULAR ARBUSKULAR PERTUMBUHAN TOMAT

PENGARUH WAKTU PEMBERIAN MIKORIZA VESIKULAR ARBUSKULAR PERTUMBUHAN TOMAT J. Agrivigor 9(3): 280-284, Mei Agustus 2010; ISSN 1412-2286 PENGARUH WAKTU PEMBERIAN MIKORIZA VESIKULAR ARBUSKULAR PERTUMBUHAN TOMAT Effects of inoculation time of mycorrhiza vesicular arbuscular on fusarium

Lebih terperinci

CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA

CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA CARA APLIKASI Trichoderma spp. UNTUK MENEKAN INFEKSI BUSUK PANGKAL BATANG (Athelia rolfsii (Curzi)) PADA BEBERAPA VARIETAS KEDELAI DI RUMAH KASSA SKRIPSI OLEH: RAFIKA HUSNA 110301021/AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari Oktober 2010

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Februari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri Kejadian penyakit adalah angka yang menunjukkan jumlah tanaman sakit dibandingkan dengan jumlah tanaman

Lebih terperinci

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT ISSN 1411939 PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT Trias Novita Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat, Jambi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan

Lebih terperinci

FORMULASI Streptomyces sp. DAN Trichoderma sp. BERBAHAN DASAR MEDIA BERAS JAGUNG, BEKATUL DAN KOMPOS

FORMULASI Streptomyces sp. DAN Trichoderma sp. BERBAHAN DASAR MEDIA BERAS JAGUNG, BEKATUL DAN KOMPOS Plumula Volume 5 No.1 Januari 2016 ISSN : 2089 8010 FORMULASI Streptomyces sp. DAN Trichoderma sp. BERBAHAN DASAR MEDIA BERAS JAGUNG, BEKATUL DAN KOMPOS Formulation Streptomyces sp. and Trichoderma sp.

Lebih terperinci

*Corresponding author : ABSTRACT

*Corresponding author :   ABSTRACT 702. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 PENGGUNAAN JAMUR ANTAGONIS Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN BAWANG

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3 bulan dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2016.

METODE PENELITIAN. 3 bulan dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2016. 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di laboratorium Universitas Muhammadiyah Purwokerto dan di Desa Dukuwaluh, Kecamatan Kembaran pada ketinggian tempat

Lebih terperinci

SKRIPSI PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT

SKRIPSI PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT SKRIPSI PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) YANG DIPENGARUHI OLEH JENIS LIMBAH CAIR RUMAH TANGGA DENGAN FREKUENSI YANG BERBEDA Oleh: JenniKania 10982005365 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PENGARUH TEPUNG DAUN CENGKEH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TOMAT ORGANIK

PENGARUH TEPUNG DAUN CENGKEH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TOMAT ORGANIK PENGARUH TEPUNG DAUN CENGKEH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TOMAT ORGANIK (Effect of Cloves (Syzygium aromaticum) Leaves Powder on The Growth and Yield of Organik Tomatoes (Solanum lycopersicum )) Evita

Lebih terperinci

Seleksi Bakteri Antagonis Asal Rizosfer Tanaman Cabai (Capsicum sp) untuk Menekan Penyakit Layu Fusarium secara in vitro

Seleksi Bakteri Antagonis Asal Rizosfer Tanaman Cabai (Capsicum sp) untuk Menekan Penyakit Layu Fusarium secara in vitro Jurnal Sainsmat, September 2016, Halaman 152-156 Vol. V, No. 2 ISSN 2579-5686 (Online) ISSN 2086-6755 (Cetak) http://ojs.unm.ac.id/index.php/sainsmat Seleksi Bakteri Antagonis Asal Rizosfer Tanaman Cabai

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS AGENS ANTAGONIS TRICHODERMA SP PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH TERHADAP PENYAKIT LAYU TANAMAN TOMAT

EFEKTIVITAS AGENS ANTAGONIS TRICHODERMA SP PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH TERHADAP PENYAKIT LAYU TANAMAN TOMAT Muhammad Taufik : Efektivitas Agens Antagonis Tricoderma Sp pada Berbagai Media Tumbuh Terhadap Penyakit Layu Tanaman Tomat EFEKTIVITAS AGENS ANTAGONIS TRICHODERMA SP PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH TERHADAP

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca dan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

POTENSI RIZOBAKTERI INDIGENOUS ULTISOL UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BUSUK BATANG PHYTOPHTHORA (Phytophthora capsici) PADA TANAMAN CABAI.

POTENSI RIZOBAKTERI INDIGENOUS ULTISOL UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BUSUK BATANG PHYTOPHTHORA (Phytophthora capsici) PADA TANAMAN CABAI. JURNAL AGROTEKNOS Maret 2011 Vol.1. No.1. hal. 8-13 ISSN: 2087-7706 POTENSI RIZOBAKTERI INDIGENOUS ULTISOL UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BUSUK BATANG PHYTOPHTHORA (Phytophthora capsici) PADA TANAMAN CABAI.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan Kebun 17 III. BAHAN DAN MEODE 3.1 empat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit umbuhan dan ebun Percobaan di dalam kampus di Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH Nurbaiti Pendahuluan Produktifitas cabai di Aceh masih rendah 10.3 ton/ha (BPS, 2014) apabila dibandingkan dengan potensi produksi yang

Lebih terperinci

CAMPURAN BERBAGAI BAHAN ORGANIK DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENGEMBANGAN

CAMPURAN BERBAGAI BAHAN ORGANIK DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENGEMBANGAN CAMPURAN BERBAGAI BAHAN ORGANIK DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENGEMBANGAN Trichoderma sp. UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT LAYU Fusarium sp. PADA CABAI KERITING (Capsicum annuum L.) (Mixed Various Organic Materials

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antraknosa merupakan salah satu penyakit tanaman yang dapat menurunkan produksi tanaman bahkan dapat mengakibatkan gagal panen. Penyakit ini menyerang hampir semua tanaman.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan November

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Juni 2011 sampai Januari 2012.

I. METODE PENELITIAN. Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Juni 2011 sampai Januari 2012. I. METODE PENELITIAN 1.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Lahan sekitar laboratorium Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Juni 2011 sampai Januari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang 8 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang Proteksi Tanaman, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp. 4 Tinggi tanaman kumulatif dikonversi menjadi LADKT (luasan area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman) menggunakan rumus sama seperti perhitungan LADKP. KB dihitung dengan rumus (Sutopo 2002): Perhitungan

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU PEMBERIAN MIKORIZA VESIKULAR ARBUSKULAR PERTUMBUHAN TOMAT KELOMPOK 6 MATA KULIAH MIKORHIZA

PENGARUH WAKTU PEMBERIAN MIKORIZA VESIKULAR ARBUSKULAR PERTUMBUHAN TOMAT KELOMPOK 6 MATA KULIAH MIKORHIZA PENGARUH WAKTU PEMBERIAN MIKORIZA VESIKULAR ARBUSKULAR PERTUMBUHAN TOMAT KELOMPOK 6 MATA KULIAH MIKORHIZA Presented by 6 group Ifa ahdiyah (1508 100 001) Najwa (1509 100 005) Hanum Kusuma Astuti (1509

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai PGPR sebagai rizobakteria memberikan pengaruh tertentu terhadap pertumbuhan tanaman kedelai yang diujikan di rumah

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Rencana Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di

TATA CARA PENELITIAN. A. Rencana Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di III. TATA CARA PENELITIAN A. Rencana Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di Laboratorium Penelitian, Lahan Percobaan fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

SINERGI ANTARA NEMATODA

SINERGI ANTARA NEMATODA SINERGI ANTARA NEMATODA Radopholus similis DENGAN JAMUR Fusarium oxysporum f.sp. cubense TERHADAP LAJU SERANGAN LAYU FUSARIUM PADA BEBERAPA KULTIVAR PISANG (Musa sp ) DI LAPANGAN SKRIPSI OLEH : M. ALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp. merupakan salah satu penyakit yang sering menyerang tanaman pertanian termasuk tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di Indonesia masih banyak mengandalkan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung, pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan tanaman sayuran yang memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Hal tersebut menyebabkan permintaan bawang merah

Lebih terperinci

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN :

Jurnal AgriSains Vol. 4 No. 6., Mei 2013 ISSN : OPTIMALISASI KONSENTRASI MIKROKONIDIUM DALAM FORMULASI AGENS HAYATI FUSARIUM OXYSPORUM F. SP. CEPAE AVIRULEN DAN DOSIS PENGGUNAANNYA UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT MOLER PADA BAWANG MERAH Bambang Nugroho

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di green house milik UMY dan Laboratorium

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di green house milik UMY dan Laboratorium III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di green house milik UMY dan Laboratorium Agrobioteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian

Lebih terperinci

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN [STUDY ON THREE EGG PLANT VARIETIES GROWN ON DIFFERENT COMPOSITION OF PLANT MEDIA, ITS EFFECT ON GROWTH

Lebih terperinci

AKTIVITAS PENGHAMBATAN SENYAWA ANTIMIKROB Streptomyces spp. TERHADAP MIKROB PATOGEN TULAR TANAH SECARA IN VITRO DAN IN PLANTA NURMAYA PAPUANGAN

AKTIVITAS PENGHAMBATAN SENYAWA ANTIMIKROB Streptomyces spp. TERHADAP MIKROB PATOGEN TULAR TANAH SECARA IN VITRO DAN IN PLANTA NURMAYA PAPUANGAN AKTIVITAS PENGHAMBATAN SENYAWA ANTIMIKROB Streptomyces spp. TERHADAP MIKROB PATOGEN TULAR TANAH SECARA IN VITRO DAN IN PLANTA NURMAYA PAPUANGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS AGEN HAYATI DALAM MENEKAN PENYAKIT REBAH SEMAI PADA BENIH PEPAYA

EFEKTIFITAS AGEN HAYATI DALAM MENEKAN PENYAKIT REBAH SEMAI PADA BENIH PEPAYA EFEKTIFITAS AGEN HAYATI DALAM MENEKAN PENYAKIT REBAH SEMAI PADA BENIH PEPAYA Octriana, L. dan Noflindawati Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika Jl. Raya Solok-Aripan Km. 8, Solok Sumatera Barat 27301

Lebih terperinci

Diterima September 2012 disetujui untuk diterbitkan Januari 2014

Diterima September 2012 disetujui untuk diterbitkan Januari 2014 Abstract Longevitas dan Efikasi Pelet Trichoderma harzianum terhadap Sclerotium rolfsii Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum L.) Longevity and Efication of Trichoderma harzianum

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor. Sejarah lahan sebelumnya digunakan untuk budidaya padi konvensional, dilanjutkan dua musim

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Agrobioteknologi, Laboratorium Tanah, dan Green house Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Lebih terperinci

Oleh: Norma Rahmawati Dosen Pembimbing: Tutik Nurhidayati, S.Si.,M.Si.

Oleh: Norma Rahmawati Dosen Pembimbing: Tutik Nurhidayati, S.Si.,M.Si. Uji Multilokasi Pengaruh Bakteri Penambat Nitrogen, Bakteri Pelarut Fosfat, dan Mikoriza Asal Desa Condro, Kecamatan Pasirian, Lumajang terhadap Pertumbuhan Sawi Hijau (Brassica rapa var. Parachinensis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai prospek pengembangan dan pemasaran yang cukup baik karena banyak dimanfaatkan oleh

Lebih terperinci

APLIKASI AGENS HAYATI DAN BAHAN NABATI SEBAGAI PENGENDALIAN LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA BUDIDAYA TANAMAN TOMAT

APLIKASI AGENS HAYATI DAN BAHAN NABATI SEBAGAI PENGENDALIAN LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA BUDIDAYA TANAMAN TOMAT 506 JURNAL PRODUKSI TANAMAN Vol. 1 No. 6 JANUARI-2014 ISSN: 2338-3976 APLIKASI AGENS HAYATI DAN BAHAN NABATI SEBAGAI PENGENDALIAN LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA BUDIDAYA TANAMAN TOMAT APPLICATION

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Gedung Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung mulai

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Antagonis Trichoderma sp. Terhadap Fusarium sp. Secara In Vitro (Metode Dual Kultur)

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Antagonis Trichoderma sp. Terhadap Fusarium sp. Secara In Vitro (Metode Dual Kultur) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Antagonis Trichoderma sp. Terhadap Fusarium sp. Secara In Vitro (Metode Dual Kultur) Uji antagonis adalah suatu cara yang digunakan membuktikan bahwa mikroorganisme yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas

BAB I PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas yang bersifat multiguna dan banyak diminati oleh masyarakat, khususnya di Indonesia, saat ini tomat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) III. METODE PENELITIAN A. Bagan Alir Penelitian Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar) Pengambilan sampel tanah dekat perakaran tanaman Cabai merah (C.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian

BAHAN DAN METODE Bahan Waktu dan Tempat Penelitian Rancangan Percobaan ProsedurPenelitian 11 BAHAN DAN METODE Bahan Bahan tanaman yang digunakan adalah benih jagung hibrida varietas BISI 816 produksi PT. BISI International Tbk (Lampiran 1) dan benih cabai merah hibrida varietas Wibawa F1 cap

Lebih terperinci

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama 6 bulan pada bulan Februari Juli 2017 di Laboratorium Bioteknologi dan Greenhouse Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian, Medan dengan ketinggian tempat + 25 meter di atas permukaan laut pada bulan

Lebih terperinci

BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA

BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA 65 BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA Pendahuluan Penyakit tanaman terjadi ketika tanaman yang rentan dan patogen penyebab penyakit bertemu pada lingkungan yang mendukung (Sulivan 2004). Jika salah satu

Lebih terperinci

Potensi Agen Hayati dalam Menghambat Pertumbuhan Phytium sp. secara In Vitro

Potensi Agen Hayati dalam Menghambat Pertumbuhan Phytium sp. secara In Vitro Potensi Agen Hayati dalam Menghambat Pertumbuhan Phytium sp. secara In Vitro Liza Octriana Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Jl. Raya Solok Aripan Km. 8 PO Box 5, Solok 27301 Telp. (0755) 20137; Faks.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi patogen tular tanah (Yulipriyanto, 2010) penyebab penyakit pada beberapa tanaman family Solanaceae

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE

II. MATERI DAN METODE II. MATERI DAN METODE 2.1 Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 2.1.1 Materi Alat yang digunakan dalam penelitian adalah cawan petri, tabung reaksi, gelas ukur, pembakar spiritus, pipet, jarum ose, erlenmeyer,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015). 12 PENDAHULUAN Latar Belakang Sub-sektor perkebunan merupakan penyumbang ekspor terbesar di sektor pertanian dengan nilai ekspor yang jauh lebih besar dibandingkan nilai impornya. Sebagian besar produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merupakan tanaman hortikultura yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan diusahakan secara komersial baik dalam skala besar maupun skala kecil (Mukarlina et

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Botani, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada bulan Agustus 2012 sampai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way 31 III. BAHAN DAN METODE A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kebun PT NTF (Nusantara Tropical Farm) Way Jepara, Lampung Timur dan Laboratorium Penyakit Tumbuhan, Bidang Proteksi

Lebih terperinci

FORMULASI BAKTERI PERAKARAN (PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA-PGPR)

FORMULASI BAKTERI PERAKARAN (PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA-PGPR) FORMULASI BAKTERI PERAKARAN (PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA-PGPR) Pendahuluan Pemanfaatan bakteri perakaran atau PGPR dalam bidang perlindungan telah banyak dilaporkan pada beberapa tanaman dan dilaporkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) tunggal, dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura yang tergolong tanaman semusiman. Tanaman berbentuk perdu

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura yang tergolong tanaman semusiman. Tanaman berbentuk perdu 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Cabai merah (Capcicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang tergolong tanaman semusiman. Tanaman berbentuk perdu dengan ketinggian antara 70-120

Lebih terperinci

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK INDUKSI KETAHANAN KULTUR JARINGAN PISANG TERHADAP LAYU FUSARIUM MENGGUNAKAN Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK Arif Wibowo, Aisyah Irmiyatiningsih, Suryanti, dan J. Widada Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU INOKULASI Trichoderma spp. DAN Glomus sp. TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI AKASIA (Acacia mangium)

PENGARUH WAKTU INOKULASI Trichoderma spp. DAN Glomus sp. TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI AKASIA (Acacia mangium) PENGARUH WAKTU INOKULASI Trichoderma spp. DAN Glomus sp. TERHADAP PERTUMBUHAN SEMAI AKASIA (Acacia mangium) The Influence Of Inoculation Time Of Trichoderma Spp. And Glomus Sp. To The Growth Of Acacia

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar 21 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kel. Gunung sulah, Kec.Way Halim, Kota Bandar Lampung dengan kondisi iklim tropis, memiliki curah hujan 2000 mm/th dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dari bulan Februari sampai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Bahan

BAHAN DAN METODE. Bahan 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Patologi Serangga, dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, mulai bulan Maret sampai Mei

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Persiapan Lahan dan Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan pola dua faktor. Faktor pertama adalah

Lebih terperinci

INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum sp) PADA VARIETAS/GALUR DAN HASIL SORGUM

INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum sp) PADA VARIETAS/GALUR DAN HASIL SORGUM INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum sp) PADA VIETAS/GALUR DAN HASIL SORGUM Soenartiningsih dan A. Haris Talanca Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros ABSTRAK Penyakit antraknosa yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan 11 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan Agroteknologi Bidang Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 PENGGUNAAN JAMUR ANTAGONIS Gliocladium virens Miller UNTUK MENGHAMBAT PERTUMBUHAN PENYAKIT Fusarium oxysporum f. sp. passiflora PADA PEMBIBITAN MARKISA DI RUMAH KASSA SKRIPSI OLEH: SULASTRY SIMANJUNTAK

Lebih terperinci

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Isolasi dan perbanyakan sumber inokulum E. carotovora dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS METABOLIT Trichoderma spp. UNTUK MENGENDALIKAN Ganoderma spp. SECARA In Vitro SKRIPSI OLEH : NI MAL HAMDI BM AGROEKOTEKNOLOGI

EFEKTIFITAS METABOLIT Trichoderma spp. UNTUK MENGENDALIKAN Ganoderma spp. SECARA In Vitro SKRIPSI OLEH : NI MAL HAMDI BM AGROEKOTEKNOLOGI EFEKTIFITAS METABOLIT Trichoderma spp. UNTUK MENGENDALIKAN Ganoderma spp. SECARA In Vitro SKRIPSI OLEH : NI MAL HAMDI BM 100301008 AGROEKOTEKNOLOGI PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Aviva Aviolita Parama Putri, M. Martosudiro dan T. Hadiastono

Aviva Aviolita Parama Putri, M. Martosudiro dan T. Hadiastono Jurnal HPT Volume 1 Nomor 3 September 2013 ISSN : 2338-4336 1 PENGARUH PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA (PGPR) TERHADAP INFEKSI SOYBEAN MOSAIC VIRUS (SMV), PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADA TANAMAN KEDELAI

Lebih terperinci

Pengaruh Pupuk Hayati Terhadap Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas Bhaskara di PT Petrokimia Gresik

Pengaruh Pupuk Hayati Terhadap Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas Bhaskara di PT Petrokimia Gresik TUGAS AKHIR - SB09 1358 Pengaruh Pupuk Hayati Terhadap Produktivitas Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Varietas Bhaskara di PT Petrokimia Gresik Oleh : Shinta Wardhani 1509 100 008 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS LIMBAH CAIR PERTANIAN SEBAGAI MEDIA PERBANYAKAN DAN FORMULASI Bacillus subtilis SEBAGAI AGENS HAYATI PATOGEN TANAMAN

EFEKTIVITAS LIMBAH CAIR PERTANIAN SEBAGAI MEDIA PERBANYAKAN DAN FORMULASI Bacillus subtilis SEBAGAI AGENS HAYATI PATOGEN TANAMAN JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013 Vol. 3 No. 3. Hal 144-151 ISSN: 2087-7706 EFEKTIVITAS LIMBAH CAIR PERTANIAN SEBAGAI MEDIA PERBANYAKAN DAN FORMULASI Bacillus subtilis SEBAGAI AGENS HAYATI PATOGEN TANAMAN

Lebih terperinci

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH) I. Latar Belakang Kebijakan penggunaan pestisida tidak selamanya menguntungkan. Hasil evaluasi memperlihatkan, timbul kerugian yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kondisi Umum Tanaman Phalaenopsis pada setiap botol tidak digunakan seluruhnya, hanya 3-7 tanaman (disesuaikan dengan keadaan tanaman). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempatdan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, JalanH.R. Soebrantas No.155

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE A.

III. BAHAN DAN METODE A. III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari hingga September 2014 di Laboratorium Kimia Fakultas MIPA untuk identifikasi senyawa ekstrak, Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

III. BAHAN DAN METODE. Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca, Laboratorium Produksi Tanaman, dan Laboratorium Produksi Perkebunan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan bulan Juni 2011 Oktober 2011.

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan bulan Juni 2011 Oktober 2011. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian dilakukan bulan Juni 2011 Oktober 2011. Bahan dan Alat

Lebih terperinci

METODE Lokasi dan Waktu Materi Alat dan Bahan Rancangan percobaan Perlakuan Model

METODE Lokasi dan Waktu Materi Alat dan Bahan Rancangan percobaan Perlakuan Model METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret sampai Juni

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Kabupaten Bantul, Daerah istimewa Yogyakarta. Waktu pelaksanaan dimulai

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Kabupaten Bantul, Daerah istimewa Yogyakarta. Waktu pelaksanaan dimulai III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

Lebih terperinci

AKTIVITAS PENGHAMBATAN SENYAWA ANTIMIKROB Streptomyces spp. TERHADAP MIKROB PATOGEN TULAR TANAH SECARA IN VITRO DAN IN PLANTA NURMAYA PAPUANGAN

AKTIVITAS PENGHAMBATAN SENYAWA ANTIMIKROB Streptomyces spp. TERHADAP MIKROB PATOGEN TULAR TANAH SECARA IN VITRO DAN IN PLANTA NURMAYA PAPUANGAN AKTIVITAS PENGHAMBATAN SENYAWA ANTIMIKROB Streptomyces spp. TERHADAP MIKROB PATOGEN TULAR TANAH SECARA IN VITRO DAN IN PLANTA NURMAYA PAPUANGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci