Diajukan Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman SKRIPSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Diajukan Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman SKRIPSI"

Transkripsi

1 PEMBATALAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA SUKU DINAS PENGAWASAN DAN PENERTIBAN BANGUNAN (P2B) KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN NOMOR 722/ /SPB/S/2011 TENTANG PELAKSANAAN PEMBONGKARAN BANGUNAN (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor: 214/G/2011/PTUN-Jakarta) Diajukan Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman SKRIPSI Oleh : NUR LAILA E1A KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2015 i

2

3 SKRIPSI PEMBATALAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA SUKU DINAS PENGAWASAN DAN PENERTIBAN BANGUNAN (P2B) KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN NOMOR 722/ /SPB/S/2011 TENTANG PELAKSANAAN PEMBONGKARAN BANGUNAN (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor: 214/G/2011/PTUN-Jakarta) Oleh: NUR LAILA E1A Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Diterima dan disahkan Pada tanggal Februari 2015 Para Penguji/Pembimbing Penguji I/ Pembimbing I Penguji II/ Pembimbing II Penguji III Weda Kupita, S.H., M.H. NIP Sanyoto, S.H.,M.Hum. NIP H. Kadar Pamuji, S.H., M.H. NIP Mengetahui, Dekan Dr. Angkasa, S.H., M.Hum. NIP ii

4 PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama : NUR LAILA NIM : E1A Program Studi : Ilmu Hukum Judul Skripsi : PEMBATALAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA SUKU DINAS PENGAWASAN DAN PENERTIBAN BANGUNAN (P2B) KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN NOMOR 722/ /SPB/S/2011 TENTANG PELAKSANAAN PEMBONGKARAN BANGUNAN (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor: 214/G/2011/PTUN-Jakarta) Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya, bukan merupakan pengambil alihan tulisan atau pikiran orang lain yang saya aku sebagai tulisan atau pikiran saya, kecuali yang tersebut di dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi ini hasil jiplakan, atas perbuatan tersebut maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Purwokerto, Februari 2015 Yang membuat pernyataan NUR LAILA NIM. E1A iii

5 KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil alamin... Puji syukur penyusun panjatkan kepada allah SWT atas limpahan karunia-nya, sehinga peyusun dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PEMBATALAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA SUKU DINAS PENGAWASAN DAN PENERTIBAN BANGUNAN (P2B) KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN NOMOR 722/ /SPB/S/2011 TENTANG PELAKSANAAN PEMBONGKARAN BANGUNAN (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor: 214/G/2011/PTUN-Jakarta). Skripsi ini disusun sebagai persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Proses penyusunan skripsi ini penyusun banyak menerima bantuan dan dukungan dari berbagai pihak Untuk itu penyusun mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada: 1. Dr. Angkasa, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. 2. Weda Kupita, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing I/Penguji I, yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi terselesaikannya skripsi ini. 3. Sanyoto, S.H.,M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II/Penguji II, yang telah meluangkan waktu beliau sehingga proses penyusunan dan pembimbingan skripsi ini dapat diselesaikan. 4. H. Kadar Pamuji, S.H., M.H., selaku Dosen Penguji III yang telah memberikan revisi guna perbaikan. iv

6 5. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. 6. Orang tua tercinta yang telah memberikan dukungan serta motivasi hingga studi untuk meraih gelar Sarjana Hukum tercapai. 7. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan motivasi yang mampu menumbuhkan semangat untuk menyelesaikan studi ini. Penyusun menyadari bahwa skripsi ini mengandung banyak kelemahan, oleh sebab itu penyusun dengan terbuka menerima segala bentuk kritik dari pembaca dengan harapan skripsi ini dapat dijadikan bahan wacana dan kepustakaan bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya Hukum Administrasi Negara. Purwokerto, Februari 2015 Penyusun v

7 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL DEPAN... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... ABSTRAK... ABSTRACT... i ii iii iv v vii ix x BAB I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah... 6 C. Kerangka Teori... 7 D. Tujuan Penelitian E. Kegunaan Penelitian BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Negara Hukum B. Peradilan Tata Usaha Negara Pengertian Peradilan Tata Usaha Negara Pengertian Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Asas-asas Khusus Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Kompetensi Absolut vi

8 C. Keputusan Tata Usaha Negara Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara Keabsahan Keputusan Tata Usaha Negara D. Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik E. Menara Telekomunikasi Tata Cara Mendirikan Menara Telekomunikasi Izin Mendirikan Menara Telekomunikasi Tata Cara Membongkar Menara Telekomunikasi BAB III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian B. Pendekatan Penelitian C. Spesifikasi Penelitian D. Lokasi Penelitian E. Sumber Bahan Hukum F. Metode Pengumpulan Bahan Hukum G. Metode Penyajian Bahan Hukum H. Metode Analisis Bahan Hukum BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian B. Pembahasan BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA vii

9 PEMBATALAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA SUKU DINAS PENGAWASAN DAN PENERTIBAN BANGUNAN (P2B) KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN NOMOR 722/ /SPB/S/2011 TENTANG PELAKSANAAN PEMBONGKARAN BANGUNAN (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor: 214/G/2011/PTUN-Jakarta) Oleh: NUR LAILA E1A ABSTRAK Penelitian ini bersumber pada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor: 214/G/2011/PTUN-Jakarta, bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan hukum Hakim dalam Pelaksanaan Pembongkaran Bangunan dan mengetahui serta menganalisis pertimbangan hukum Hakim apakah telah sesuai atau tidak dengan Peraturan Perundang-undangan dan Asasasas Umum Pemerintahan yang Baik. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Penggugat dalam perkara a-quo yakni PT. Konsorsium Komet, Tergugatnya Kepala Suku Dinas Pengawasan dan Penerbitan Bangunan (P2B) Kota Administrasi Jakarta Selatan, objek gugatannya Surat Perintah Bongkar (SPB) Nomor: 722/ /SPB/S/2011 terhadap Menara Telekomunikasi milik Penggugat. Pertimbangan hukum Hakim menyatakan bahwa Surat Keputusan Objek Sengketa bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan dari segi wewenang, karena Tergugat tidak berwenang menerbitkan Surat Keputusan Objek Sengketa, seharusnya yang berwenang menerbitkan Surat Keputusan Objek Sengketa adalah Walikota Jakarta Selatan. Pertimbangan hukum Hakim sudah sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yakni Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1068 Tahun 1997, dan sudah sesuai dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik yakni khususnya asas kepastian hukum, asas keterbukaan dan asas akuntabilitas. Kata Kunci : Pembatalan, Surat Keputusan, Pembongkaran dan Putusan PTUN. viii

10 PEMBATALAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA SUKU DINAS PENGAWASAN DAN PENERTIBAN BANGUNAN (P2B) KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN NOMOR 722/ /SPB/S/2011 TENTANG PELAKSANAAN PEMBONGKARAN BANGUNAN (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor: 214/G/2011/PTUN-Jakarta) Oleh: NUR LAILA E1A ABSTRACT This research source in decision of state Administrative Court Number 214/G/2011/PTUN-Jakarta, purposed to recognize and analyze judge s law consideration wheter it is proper with the statute and principles of Good Governance. The method that used this research is normative juridical with statute approach and case approach. Plaintiff in case a-quo that Konsorsium Komet Company, Defendants to Chief of the Supervision ang Building Publishing Official (P2B) of South Jakarta, the object lawsuit is Demolition Order Letter (SPB) Nomor 722/ /SPB/5/2011 against the Telecommunication Tower s Plaintiff. The consideration law Judge in this case a-quo council object of dispute that the decree has ben in contracdition with the statute in term of authority, because defendants is not authorized issue the object of dispute, authorities should issue the object of dispute is the Mayor of South Jakarta. Judge law considerations are in accordance with the statute that decree of the Governor of Jakarta Number 1068 of 1997, and is in conformity with the Principles of Good Governance in particular the principles of legal security, principles of openness and principles of accountability. Key Word : Cancellation, decree, demolition and decision PTUN. ix

11 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dapat dikatakan sebagai negara hukum karena memenuhi unsur-unsur konsep negara hukum rechstaat, salah satunya pada unsur yaitu adanya peradilan administrasi. 1 Sedangkan dalam prinsip negara hukum demokrasi terdapat adanya pembagian kekuasaan dan salah satu kekuasaan dalam pemerintahan adalah kekuasaan kehakiman (judicative). Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara, yang berada di bawah Mahkamah Agung. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 hasil amandemen Jo Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan bahwa: kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman menentukan bahwa susunan, kekuasaan serta hukum acara Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya diatur dalam undang-undang. Atas dasar ketentuan tersebut, untuk 1 Ridwan H.R, Hukum Administrasi Negara, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008, hlm. 3.

12 2 badan peradilan yang ada di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, kemudian mengalami perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk melindungi kepentingan rakyat dan memberikan perlindungan hukum sesuai dengan konsep dari negara hukum. Selain itu Peradilan Tata Usaha Negara juga memiliki tugas dan berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun Pengertian sengketa Tata Usaha Negara ditentukan dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009, yang menyatakan sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau pejabat Tata Usaha Negara baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tersebut di atas, berarti terbitnya Keputusan Tata Usaha Negara menjadi sebab terjadinya sengketa Tata Usaha Negara. Orang atau Badan 2 R. Wiyono, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Edisi Kedua, Jakarta, 2010, hlm. 6.

13 3 Hukum Perdata yang kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan ke Pengadilan, hal ini sesuai dengan ketentuan hak gugat sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat (1) Undang- Undang Nomor 9 Tahun Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa orang atau badan hukum perdata yang merasa dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan tertulis ke Pengadilan yang berwenang dengan tuntutan agar Keputusan Tata Usaha Negara yang disengketakan dinyatakan batal atau tidak sah dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan atau rehabilitasi. Dasar pengajuan gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia adalah Pasal 53 ayat (2) Undang- Undang No. 5 Tahun 1986 yang kini direvisi melalui UU Nomor 9 Tahun Pasal 53 tersebut menurut Philipus M. Hadjon mengandung asas keabsahan dalam pemerintahan yang memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu sebagai berikut: a) Bagi aparat pemerintahan, asas keabsahan berfungsi sebagai norma pemerintahan (bestuursnormen); b) bagi masyarakat, asas keabsahan berfungsi sebagai alasan mengajukan gugatan terhadap tindak pemerintahan (beroepsgronden); c) bagi hakim, asas keabsahan berfungsi sebagai dasar pengujian suatu tindak pemerintahan (toetsingsgronden). 3 Pengadilan yang berwenang, yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 sebagaimana tercantum dalam Pasal Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang menyatakan 3 Riawan. Tjandra W. Perbandingan Sistem Peradilan Tata Usaha Negara dan Conseil d eat sebagai Institusi Pengawas Tindakan Hukum Tata Usaha Negara. law.uii.ac.id/images/stories/jurnal%20hukum/ /w-riawan-tj.pdf. Diakses pada tanggal 31 Desember 2014

14 4 bahwa pengadilan yang berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara yang daerah hukumnya ada pada tempat kedudukan tergugat. Alasan pengajuan gugatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 kemudian direvisi melalui Pasal 53 ayat (2) Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 sehingga alasan pengajuan gugatan di Peradilan Tata Usaha Negara terdiri dari: a) Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku; b) Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan dengan Asasasas Umum Pemerintahan yang Baik. Hak gugat yang dimiliki orang atau Badan Hukum Perdata dimaksudkan untuk menggugat ke Pengadilan yang berwenang, guna menuntut agar Keputusan Tata Usaha Negara yang merugikannya dinyatakan batal atau tidak sah. Salah satu putusan Peradilan Tata Usaha Negara tentang pembatalan suatu Keputusan Tata Usaha Negara dengan pertimbangan hukum Hakim bahwa Tergugat tidak berwenang mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara terdapat dalam Putusan PTUN Jakarta dalam Perkara Nomor: 214/G/2011/Ptun-Jakarta. Para pihak dalam gugatan Tata Usaha Negara tersebut yakni, PT. Konsorsium Komet sebagai Penggugat dan Kepala Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) Kota Administrasi Jakarta Selatan sebagai Tergugat, sedangkan obyek sengketanya yaitu Surat Keputusan Kepala Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B)

15 5 Kota Administrasi Jakarta Selatan Nomor 722/ /SPB/5/2011, tanggal 12 September Sengketa Tata Usaha Negara tersebut di atas dapat digambarkan, pertama: Penggugat telah membangun atau memiliki Menara Telekomunikasi dengan ketinggian + 42 M, terletak di JL. Bunga Mayang III, Rt. 04, Rw. 01 Kel. Bintaro Kec. Pesanggrahan Jakarta Selatan sejak tahun 2003, tetapi Pengggugat mendapat izin membangun berdasarkan Keputusan Kepala Suku Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan Kodya Jakarta Selatan Nomor : 71/KM/S/2005 tanggal 6 Juni 2005, karenanya masa berlaku Menara tersebut terhitung sejak tahun Kedua: dengan berakhirnya masa berlaku Menara Telekomunikasi tersebut pada tahun 2008, maka Penggugat mengajukan perpanjangan izin kepada Tergugat sesuai dengan persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan. Meskipun telah memenuhi persyaratan untuk mengajukan perpanjangan Menara Telekomunikasi tersebut, Tergugat tidak mengeluarkan izin perpanjangan karena salah satu alasan yaitu, penolakan dari warga sekitar untuk perpanjangan Menara Telekomunikasi beroperasi lagi. Ketiga: Bukannya menerbitkan izin perpanjangan, Tergugat justru mengeluarkan Surat Perintah Bongkar (SPB) No. 722/ /SPB.S/2011, tanggal 12 September 2011, sehingga dengan diterbitkannya SPB tersebut Penggugat merasa dirugikan dan mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta. Hakim dalam Amar Putusannya mengabulkan seluruh gugatan Penggugat dan menganggap bahwa Surat Keputusn Obyek Sengketa tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, yakni Keputusan Gubernur

16 6 Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 1068 Tahun 1997 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penertiban Kegiatan Membangun Dan Menggunakan Bangunan Di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan tidak sesuai dengan Asasasas Umum Pemerintahan yang Baik. Berdasarkan uraian masalah di atas dapat dideskripsikan adanya persoalan hukum mengenai pembatalan suatu Keputusan Tata Usaha Negara ditinjau dari aspek kewenangan Pejabat Tata Usaha Negara. Dari persoalan tersebut maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap sengketa tersebut, dan hendak menuangkannya dalam bentuk skripsi dengan judul Pembatalan Surat Keputusan Kepala Suku Dinas Pengawasan dan Penerbitan Bangunan (P2B) Kota Administrasi Jakarta Selatan Nomor 722/ /SPB/5/2011 tentang Pelaksanaan Pembongkaran Bangunan (Tinjauan Yuridis Putusan Nomor : 214/G/2011/Ptun-Jakarta). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis mengambil pokok permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pertimbangan hukum Hakim dalam membatalkan Surat Keputusan Kepala Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) Kota Administrasi Jakarta Selatan yang mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: 722/ /SPB.S/2011 tentang pelaksanaan Pembongkaran Bangunan?

17 7 2. Apakah pertimbangan hukum Hakim dalam membatalkan Surat Keputusan Kepala Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) Kota Administrasi Jakarta Selatan yang mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: 722/ /SPB.S/2011 tentang pelaksanaan Pembongkaran Bangunan telah sesuai dengan Peraturan Perundangundangan dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik? C. Kerangka Teori Negara hukum menurut A. Hamid S. Attamimi, dengan mengutip Burkens, mengatakan bahwa negara hukum secara sederhana adalah negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan di bawah kekuasaan hukum. 4 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, menyatakan bahwa negara Indonesia merupakan negara hukum. Negara hukum menentukan bahwa pemerintah harus tunduk pada hukum, bukannya hukum yang harus tunduk pada pemerintah. Dalam negara hukum, eksistensi hukum dijadikan sebagai instrumen dalam menata kehidupan kenegaraan, pemerintahan dan kemasyarakatan. Pemikiran manusia mengenai negara hukum lahir dan berkembang dalam situasi kesejarahan. Oleh karena itu, meskipun konsep negara hukum di anggap sebagai konsep universal, tetapi pada tataran implementasi ternyata memiliki karakteristik beragam. Hal ini terjadi, karena pengaruh-pengaruh 4 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara Edisi Revisi, Jakarta: PT RajaGrafindo Cetakan ke-7, 2011, hlm. 21.

18 8 situasi kesejarahan dan juga di samping itu baik secara historis dan praktis konsep negara hukum muncul dalam berbagai model, seperti negara hukum menurut konsep Eropa Kontinental yang dinamakan Rechstaat, negara hukum menutup konsep Anglo Saxon Rule of Law), konsep Socialist Legality dan konsep negara hukum Pancasila. Berdasarkan uraian di atas, negara hukum bertujuan untuk mengendalikan negara atau pemerintah dari kemungkinan adanya tindakan sewenang-wenang atau penyalahgunaan kekuasaan. Untuk menjamin agar tidak terjadinya hal tersebut, maka diperlukan adanya suatu lembaga yang dapat mewujudkan ketertiban dan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam penegakan hukum ada 3 (tiga) unsur yang selalu harus mendapat perhatian, yaitu keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Tujuan pokok dari hukum adalah ketertiban. Tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan. Untuk mencapai ketertiban dibutuhkan adanya kepastian hukum dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat. Peradilan merupakan suatu lembaga yang memberi harapan bagi setiap pencari keadilan untuk mendapatkan suatu keadilan dan kepastian hukum yang memuaskan dalam suatu perkara. Di Indonesia terdapat 4 (empat) lingkungan Peradilan, salah satunya Peradilan Tata Usaha Negara, yang mengadili sengketa antara Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dengan orang atau badan hukum perdata dalam lapangan hukum publik. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009,

19 9 sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik dipusat maupun di daerah sebagai akibat dikeluarkannya suatu Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Peradilan Tata Usaha Negara dalam menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara, merupakan peradilan yang mencari kebenaran materiil disamping kebenaran formilnya. Karena dalam Peradilan Tata Usaha Negara terdapat hukum acara yang merupakan salah satu cara untuk mencari dan mempertahankan hukum materiil. Hukum acara menurut Sjachran Basah merupakan hukum formal, karena ia merupakan salah satu unsur dari peradilan, demikian pula dengan hukum materialnya. Peradilan tanpa hukum maka akan lumpuh, sebab tidak tahu apa yang akan dijelmakan, sebaliknya peradilan tanpa hukum formal akan liar, sebab tidak ada batas-batas yang jelas dalam melakukan wewenangnya. 5 Sengketa dalam Peradilan Tata Usaha Negara merupakan akibat dikeluarkannya suatu Keputusan Tata Usaha Negara yang melanggar Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, di samping itu juga melanggar Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik. Permasalahan dalam sengketa ini adalah Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan Kepala Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan Kota Administrasi Jakarta Selatan oleh Penggugat dianggap tidak memenuhi kriteria untuk dikatakan sebagai 5 Zairin Harahap, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Edisi Revisi 5, PT RajaGrafindo Persada, 2007, hlm

20 10 Keputusan Tata Usaha Negara yang sah. Dalam hal ini Penggugat menganggap bahwa Tergugat telah melanggar ketentuan dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku yaitu Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Informasi dan Komunikasi, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Jo Peraturan Gubernur Nomor 89 Tahun 2006 Jo Peraturan gubernur Nomor 138 Tahun 2007 dan Peraturan Gurbernur Nomor 126 Tahun 2009 serta melanggar Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik ketika mengeluarkan Surat Perintah Bongkar kepada Penggugat. Berdasarkan uraian di atas, Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dapat dikatakan sah menurut hukum (rechmatig), harus memenuhi syarat materiil dan syarat formil dalam pembuatannya. Sebagaimana juga telah disebutkan oleh S.F. Marbun, keabsahan suatu Keputusan Tata Usaha Negara mencakup syarat materiil dan syarat formal seperti wewenang, substansi dan prosedur. 6 Selain itu keabsahan suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat dinilai dengan tolok ukur Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik. Penjelasan Pasal 53 ayat (2) huruf b Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2004 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Asas-asas Pemerintahan Umum yang Baik adalah meliputi asas: kepastian hukum, tertib penyelenggaraan negara, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas dan akuntabilitas sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. 6 S.F. Marbun, Administrasi Negara dan Upaya Administratif Di Indonesia, cet 3, Yogyakarta: FH. UII Press, 2011, hlm. 162

21 11 Berdasarkan sengketa di atas, dapat dilihat bahwa untuk mendirikan bangunan Menara Telekomunikasi harus memenuhi syarat-syarat yang berlaku sebagaimana diatur dalam Peraturan Perundang-undangan. Selain itu, juga harus memiliki izin mendirikan bangunan yang dikeluarkan oleh Walikota masing-masing daerah dimana Menara tersebut di bangun, kecuali untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta harus mendapatkan izin dari Gubernur. Begitu pula mempunyai izin mendirikan bangunan dari masyarakat sekitar. Berbicara mengenai pembangunan suatu bangunan, juga berbicara persoalan mengenai pembongkaran bangunan, begitu pula dengan pembangunan Menara telekomunikasi. Untuk melakukan pembongkaran Menara harus mengikuti Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, sehingga tidak akan menimbulkan sengketa yang berujung pada pengadilan. D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pertimbangan hukum Hakim dalam membatalkan Surat Keputusan Kepala Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) Kota Administrasi Jakarta Selatan yang mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: 722/ /SPB.S/2011 tentang pelaksanaan Pembongkaran Bangunan. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis pertimbangan hukum Hakim dalam membatalkan Surat Keputusan Kepala Suku Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) Kota Administrasi Jakarta Selatan yang

22 12 mengeluarkan Surat Keputusan Nomor: 722/ /SPB.S/2011 tentang pelaksanaan Pembongkaran Bangunan dengan Peraturan Perundangundangan dan Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik. E. Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan kepustakaan di bidang Hukum Administrasi Negara yang lebih khususnya mengenai Hukum Peradilan Tata Usaha Negara. 2. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan bagi penulis sekaligus untuk menjadi pedoman dan acuan bagi mereka yang akan melakukan penelitian serupa, serta para praktisi Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.

23 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Negara Hukum Negara hukum berasal dari istilah bahasa Jerman Rechsstaat, bahasa Perancis Etat de Droit, dalam bahasa Italia Stato di Diritto dan masuk ke dalam kepustakaan Indonesia melalui bahasa Belanda Rechtsstaat. Istilah Rechtsstaat berasal dari Robert von Mohl dan merupakan ciptaan golongan borjuis yang ketika itu kehidupan ekonominya sedang meningkat, sekalipun kehidupan politiknya sebagai suatu kelas sedang menurun. 7 Indonesia beberapa kali mengalami perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam perubahan ke-empat Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada tahun 2002, konsepsi Negara Hukum atau Rechtsstaat yang sebelumnya hanya tercantum dalam Penjelasan UUD 1945, dirumuskan dengan tegas dalam Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan, Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Dalam konsep Negara Hukum itu, diidealkan bahwa yang harus dijadikan panglima dalam dinamika kehidupan kenegaraan adalah hukum, bukan politik ataupun ekonomi. Karena itu, jargon yang biasa digunakan dalam bahasa Inggris untuk menyebut prinsip Negara Hukum adalah the rule of law, not of man. Yang disebut pemerintahan pada pokoknya adalah 7 Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum. Peraturan Kebijakan, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, PT. Gelora Aksara Pratama, Erlangga, 2010, hlm. 47

24 14 hukum sebagai sistem, bukan orang per orang yang hanya bertindak sebagai wayang dari skenario sistem yang mengaturnya. 8 Hukum merupakan sebagai suatu sistem, menurut Lon Fuller di dalam suatu negara hukum terdapat sistem-sistem hukum sebagai berikut: 1) Hukum harus dituruti oleh semua orang, termasuk oleh penguasa negara. 2) Hukum harus dipublikasikan. 3) Hukum harus berlaku kedepan 4) Kaedah hukum harus ditulis secara jelas, sehingga dapat diketahui dan diterapkan secara benar. 5) Hukum harus menghindari diri dari kontradiksi-kontradiksi. 6) Hukum jangan mewajibkan sesuatu yang tidak mungkin dipenuhi. 7) Hukum harus bersifat konstan sehingga ada kepastian hukum. Tetapi hukum harus juga diubah jika situasi politik dan sosial telah berubah. 8) Tindakan para aparat pemerintah dan penegak hukum haruslah konsisten dengan hukum yang berlaku. 9 Negara hukum (rechtsstaat) bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban umum, yakni tata tertib yang umumnya berdasarkan hukum terdapat pada rakyat. Negara hukum menjaga ketertiban hukum supaya jangan terganggu dan agar semuanya berjalan menurut hukum. Negara hukum menurut F.R. Bothlingk adalah De staat, waarin de wilsvrijheid van gezagdsdragers is beperkt door grezen van recht (negara, di mana kebebasan kehendak pemegang kekuasaan dibatasi oleh ketentuan hukum). Lebih lanjut disebutkan bahwa dalam rangka merealisasi pembatasan pemegang kekuasaan tersebut, maka diwujudkan dengan cara, Enerzijds in een binding van rechter en administratie aan de wet, anderjizds in een begrenzing van de bevoegdheden van de wetgever, (di satu sisi keterikatan 8 Jimly Asshiddiqie. Konsep Negara Hukum Di Indonesia. Diakses pada tanggal 29 Oktober Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern, Bandung PT. Refica Aditama, 2009, hlm. 9.

25 15 Hakim dan pemerintah terhadap undang-undang, dan di sisi lain pembatasan kewenangan oleh pembuat undang-undang). A. Hamid S. Attamimi, dengan mengutip Burkens, mengatakan bahwa negara hukum secara sederhana adalah negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan di bawah kekuasaan hukum. 10 Menurut Aristoteles, suatu negara yang baik ialah negara yang diperintah dengan konstitusi dan berkedaulatan hukum. Menurutnya ada tiga unsur pemerintahan yang berkonstitusi, yaitu: pertama, pemerintahan dilaksanakan untuk kepentingan umum; kedua, pemerintahan dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan pada ketentuan-ketentuan umum, bukan hukum yang dibuat secara sewenang-wenang yang menyampingkan konvensi dan konstitusi; ketiga, pemerintahan berkonstitusi berarti pemerintahan yang dilaksanakan atas kehendak rakyat, bukan berupa paksaan-tekanan yang dilaksanakan pemerintahan despotik. Dalam kaitannya dengan konstitusi, Aristoteles mengatakan, konstitusi merupakan penyusunan jabatan dalam suatu negara dan menentukan apa yang dimaksudkan dengan badan pemerintahan dan apa akhir dari setiap masyarakat, konstitusi merupakan aturan-aturan dan penguasa harus mengatur negara menurut aturan-aturan tersebut. 11 Philipus M. Hadjon mengemukakan 3 (tiga) macam konsep negara hukum, yaitu; rechtsstaat, the rule of law, dan negara hukum pancasila Loc. Cit., hlm Ibid., hlm Zairin Harahap, Op. Cit., hlm. 3

26 16 Negara hukum rechtsstaat pada dasarnya bertumpu pada sistem hukum kontinental Romawi-Jerman yang disebut civil law system. Salah satu ciri utama dari sistem hukum ini adalah melakukan pembagian dasar ke dalam hukum perdata dan hukum publik. Munculnya konsep rechtsstaat dari Freidrich Julius Stahl, yang diilhami oleh pemikiran Immanuel Kant, unsurunsur negara hukum menurut Stahl adalah sebagai berikut: 1) Perlindungan hak-hak asasi manusia; 2) Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu; 3) Pemerintahan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan; dan 4) Peradilan administrasi dalam perselisihan. 13 Gagasan negara hukum yang berasal dari Stahl ini dinamakan negara hukum formil, karena lebih menekankan pada suatu pemerintahan yang berdasarkan pada undang-undang. Konsep Rechsstaat di Eropa Kontinental sejak semula didasarkan pada filsafat liberal yang individualistik, maka ciri individualistik itu sangat menonjol dalam pemikiran negara hukum Eropa Kontinental itu. Dalam sejarah modern, Perancis dapat disebut sebagai negara yang terdahulu mengembangkan sistem hukum ini. Sistem hukum Kontinental mengutamakan hukum tertulis yaitu Peraturan Perundang-undangan sebagai sendi utama sistem hukum kontinental, selalu berusaha untuk menyusun hukum-hukumnya dalam bentuk tertulis. Bahkan dalam satu sistematika yang diupayakan selengkapnya mungkin dalam sebuah kitab undang-undang, 13 Ridwan HR, Op. Cit., hlm. 3

27 17 penyusunan ini disebut kodifikasi. Sistem hukum kontinental sering pula disebut sistem hukum kodifikasi (codified law). 14 Negara hukum Rule of Law dipelopori oleh Dicey yang berasal dari Inggris yang berkembang di negara-negara Anglo Saxon. Konsep ini menekankan pada tiga tolak ukur atau unsur utama yaitu: 1) Supremasi hukum (supremacy of law), dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan (absence of arbitrary power), sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum. 2) Kedudukan yang sama di depan hukum (equality before the law), baik bagi rakyat biasa maupun bagi pejabat. 3) Terjaminya hak-hak asasi manusia dalam undang-undang atau keputusan pengadilan. 15 Sistem Anglo Saxon tidak menjadikan Peraturan Perundang-undangan sebagai sendi utama sistemnya. Sendi utamanya adalah yurisprudensi. Sistem hukum Anglo Saxon berkembang dari kasus-kasus konkret dan dari kasus konkret tersebut lahir sebagai kaidah dan asas hukum, karena itu sistem hukum ini disebut sebagai sistem hukum yang berdasar kasus (case law system). 16 Perkembangan unsur-unsur negara hukum di atas, menjadikan pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibanya harus sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Terdapat korelasi yang jelas antara negara hukum, yang bertumpu pada konstitusi dan Peraturan Perundang-undangan, dengan kedaulatan rakyat. Korelasi ini tampak dari kemunculan istilah demokrasi kontitusional, sebagaimana disebutkan disebutkan di atas. Dalam sistem demokrasi, penyelenggaraan negara itu 14 Ibid., hlm Ibid., hlm Ibid., hlm. 7

28 18 harus bertumpu pada partisipasi dan kepentingan rakyat. Demokrasi merupakan cara paling aman untuk mempertahankan kontrol atas negara hukum. Dengan demikian, negara hukum yang bertopang pada sistem demokrasi dapat disebut sebagai negara hukum demokratis (democratische rechtsstaat). Disebut negara hukum demokratis, karena di dalamnya mengakomodir prinsip-prinsip negara hukum dan prinsip-prinsip demokrasi. J.B.J.M. ten Berge menyebutkan prinsip-prinsip negara hukum dan prinsipprinsip demokrasi tersebut sebagai berikut: 1. Prinsip-prinsip negara hukum; a. Asas legalitas. Pembatasan kebebasan warga negara (oleh pemerintah) harus ditemukan dasarnya dalam undang-undang yang merupakan peraturan umum. Undang-undang secara umum harus memberikan jaminan (terhadap warga negara) dari tindakan (pemerintah) yang sewenang-wenang, kolusi, dan berbagai jenis tindakan yang tidak benar. Pelaksanaan wewenang oleh pemerintahan harus ditemukan dasarnya pada undang-undang tertulis (undang-undang formal). b. Perlindungan hak-hak asasi. c. Pemerintah terikat pada hukum. d. Monopoli paksaan pemerintah untuk menjamin penegakan hukum. Hukum harus dapat ditegakkan, ketika hukum itu dilanggar. Pemerintah harus menjamin bahwa di tengah masyarakat terdapat instrumen yuridis penegakan hukum. Pemerintah dapat memaksa seseorang yang melanggar hukum melalui sistem peradilan negara. Memaksakan hukum publik secara prinsip merupakan tugas pemerintah. e. Pengawasan oleh Hakim yang merdeka. Superioritas hukum tidak dapat ditampilkan, jika aturan-aturan hukum hanya dilaksanakan organ pemerintahan. Oleh karena itu, dalam setiap negara hukum diperlukan pengawasan oleh Hakim yang merdeka. 2. Prinsip-prinsip demokrasi; a. Perwakilan politik. Kekuasaan politik tertinggi dalam suatu negara dan dalam masyarakat diputuskan oleh badan perwakilan, yang dipilih melalui pemilihan umum. b. Pertanggungjawaban politik. Organ-organ pemerintahan dalam menjalankan fungsinya sedikit banyak tergantung secara politik, yaitu kepada lembaga perwakilan. c. Pemencaran kewenangan. Konsentrasi kekuasaan dalam masyarakat pada satu organ pemerintahan adalah kesewenang-wenangan.oleh

29 19 karena itu, kewenangan badan-badan publik itu harus dipencarkan pada organ-organ yang berbeda. d. Pengawasan dan kontrol. Penyelenggaraan pemerintahan harus dapat dikontrol. e. Kejujuran dan keterbukaan pemerintahan untuk umum. f. Rakyat diberi kemungkinan untuk mengajukan keberatan. 17 Negara hukum menentukan bahwa pemerintah harus tunduk pada hukum, bukannya hukum yang harus tunduk pada pemerintah. Negara hukum dijadikan sebagai instrumen dalam menata kehidupan kenegaraan, pemerintahan dan kemasyarakatan. Penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan kenegaraan dalam suatu negara hukum itu terdapat aturanaturan hukum yang tertulis dalam konstitusi atau peraturan-peraturan yang terhimpun dalam konstitusi atau peraturan-peraturan yang terhimpun dalam hukum tata negara serta penyelenggaraan negara itu harus bertumpu pada partisipasi dan kepentingan rakyat. B. Peradilan Tata Usaha Negara 1. Pengertian Peradilan Tata Usaha Negara Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara, yang berada di bawah Mahkamah Agung. Pentingnya Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya sengketa antara pemerintah dengan warga Negara akibat adanya kegiatan pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugasnya. 17 Ibid., hlm. 9-10

30 20 Mengenai apa yang dimaksud dengan Tata Usaha Negara, Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menentukan bahwa Tata Usaha Negara adalah Administrasi Negara yang melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Dalam praktik, Tata Usaha Negara tidak hanya melaksanakan fungsi untuk menyelenggarakan kegiatan yang bersifat pelaksanaan Peraturan Perundang-undangan, tetapi juga melaksanakan fungsi untuk menyelesaikan urusan pemerintahan yang penting dan mendesak yang belum diatur dalam Peraturan Perundangundangan. Menurut Philipus M. Hadjon dkk, mengemukakan Penjelasan Pasal 1 angka 1 menyatakan apa yang dimaksud dengan urusan pemerintahan adalah kegiatan yang bersifat eksekutif. Pada dasarnya pemerintah tidak hanya melaksanakan undang-undang, tetapi atas dasar Freis Ermessen dapat melakukan perbuatan lainnya meskipun belum diatur secara tegas oleh undang-undang. 18 Menurut Indroharto arti pada urusan pemerintahan dalam Pasal 1 angka 1 yaitu semua kegiatan penguasa dalam negara yang tidak merupakan kegiatan atau aktivitas pembuatan peraturan perundangundangan (legislasi) dan bukan pula kegiatan atau aktivitas mengadili (yudikatif) yang dilakukan oleh badan-badan pengadilan yang bebas. 19 Pemahaman terhadap Peradilan Adminstrasi akan lebih mudah jika terlebih dahulu dimengerti unsur-unsur yang melengkapinya. Menurut S.F. Marbun, setidaknya terdapat lima unsur dalam Peradilan Adminstrasi, yaitu: 1. Adanya suatu instansi atau badan yang netral dan dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan, sehingga mempunyai kewenangan untuk memberikan putusan. Dalam hal ini adalah adanya Pengadilan 18 R. Wiyono, Op. Cit., hlm Indroharto, Usaha Memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku I, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Cetakan IV, 1993, hlm. 78

31 21 Tata Usaha Negara, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, dan berpuncak pada Mahkamah Agung. 2. Terdapatnya suatu peristiwa hukum konkret yang memerlukan kepastian hukum. Peristiwa hukum konkret disini adalah adanya Sengketa Tata Usaha Negara akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara oleh pejabat TUN. 3. Terdapatnya suatu peristiwa hukum yang abstrak dan mengikat umum. Aturan hukum tersebut terletak di lingkungan Hukum Administrasi Negara. 4. Adanya sekurang-kurangnya dua pihak. Sesuai dengan ketentuan hukum positif, yakni Pasal 1 angka 4 UU PTUN, dua pihak disini adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang selalu sebagai Tergugat dan rakyat pencari keadilan (orang perorang atau badan hukum privat). 5. Adanya hukum formal. Hukum formal disini adalah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan peraturan-peraturan lainnya. 20 Pengadilan Tata Usaha Negara berdasarkan Pasal 47 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986 memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara. Pengadilan tata usaha negara merupakan pengadilan tingkat pertama untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara bagi rakyat pencari keadilan, sedang pengadilan tinggi tata usaha negara merupakan pengadilan tingkat banding terhadap sengketa yang telah diputus oleh pengadilan tata usaha negara, kecuali beberapa hal berikut ini: a. Sengketa kewenangan mengadili antar pengadilan tata usaha negara di daerah hukumnya; dalam hal ini pengadilan tinggi tata usaha negara bertindak sebagai pengadilan tingkat pertama dan terakhir. b. Sengketa yang terhadapnya telah digunakan upaya administrasi; dalam hal ini pengadilan tinggi tata usaha negara bertindak sebagai pengadilan tingkat pertama Riki Septiawan. Pengertian-Pengartian dalam Hukum Acara PTUN. acara.html. Diakses pada tanggal 05 September Mr. Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara dan UU PTUN 2004, Bogor: Ghalia Indonesia Cetakan 1, 2004, hlm. 5.

32 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara disamping memiliki tugas dan wewenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara, mengatur mengenai susunan dan kekuasaan dari lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, juga diatur mengenai tata acara dari pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Mengenai susunan dari pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, oleh Pasal 8 ditentukan bahwa pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara terdiri dari: 1) Pengadilan Tata Usaha Negara yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama; 2) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang merupakan Pengadilan Tingkat Banding. Adapun kekuasaan dari pengadilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara adalah sebagai berikut: a. Pasal 50 menentukan bahwa: Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara di tingkat pertama; b. Pasal 51 menentukan: (1) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara ditingkat banding. (2) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara juga bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam daerah hukumnya. (3) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan di tingkat pertama sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dala Pasal 48. (4) Terhadap putusan Pengadilan tinggi Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (3) dapat diajukan permohonan kasasi. Hukum Peradilan Tata Usaha Negara dapat disimpulkan sebagai hukum yang mengatur urusan pemerintahan yang bersifat eksekutif dan

33 23 memiliki kebebasan bertindak dalam memutus suatu perkara yang menjadi wewenang dari badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. 2. Pengertian Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Hukum materiil dapat ditegakkan dengan adanya hukum acara atau sering juga disebut hukum formil. Hukum acara merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana cara dan siapa yang berwenang menegakkan hukum materiil dalam hal terjadi pelanggaran terhadap hukum materiil. Tanpa hukum acara yang jelas dan memadai, maka pihak yang berwenang menegakkan hukum materiil akan mengalami kesulitan menegakkan hukum materiil. Untuk menegakkan ketentuan hukum materiil Tata Usaha Negara, maka digunakan hukum acara Tata Usaha Negara. Secara sederhana Hukum Acara diartikan sebagai Hukum Formil yang bertujuan untuk mempertahankan Hukum Materiil. Hukum acara menurut Sjachran Basah merupakan hukum formal, karena ia merupakan salah satu unsur dari peradilan, demikian pula dengan hukum materialnya. Peradilan tanpa hukum maka akan lumpuh, sebab tidak tahu apa yang akan dijelmakan, sebaliknya peradilan tanpa hukum formal akan liar, sebab tidak ada batas- batas yang jelas dalam melakukan wewenangnya. 22 Pada umumnya secara teoretis cara pengaturan terhadap hukum formal dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu: a. ketentuan prosedur berperkara diatur bersama-sama dengan hukum materiilnya atau dengan susunan, kompetensi dari badan yang 22 Zairin Harahap, Op. Cit., hlm

34 24 melakukan peradilan dalam bentuk undang-undang atau peraturan lainnya. b. ketentuan prosedur berperkara diatur tersendiri masing-masing dalam bentuk undang-undang atau bentuk peraturan lainnya. Apabila mengikuti penggolongan tersebut di atas, maka Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, mengikuti kelompok yang pertama, karena dalam Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara tersebut memuat hukum materiil sekaligus hukum formilnya. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara dimuat dalam Pasal 53 sampai Pasal 141. Undang-Undang Peradilan Tata Usaha Negara terdiri atas 145 Pasal, dengan hukum materiil sebanyak 56 Pasal, sedangkan hukum materiil sebanyak 89 Pasal. 23 Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi Negara). Dengan kata lain hukum yang mengatur tentang cara-cara bersengketa di Peradilan Tata Usaha Negara serta mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak yang terkait dalam proses penyelesaian sengketa tersebut. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Undang-undang tersebut dapat dikatakan sebagai suatu hukum acara dalam arti luas, karena undang- 23 Ibid., hlm

35 25 undang ini tidak saja mengatur tentang cara-cara berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara, tetapi juga sekaligus mengatur tentang kedudukan, susunan dan kekuasaan dari Pengadilan Tata Usaha Negara. Untuk hukum acara yang berlaku di Peradilan Tata Usaha Negara tidak dapat digunakan Hukum Acara Tata Usaha Negara seperti halnya Hukum Acara Pidana atau Hukum Acara Perdata, hal ini disebabkan karena Hukum Acara Tata Usaha Negara mempunyai arti sendiri, yaitu peraturan yang mengatur tentang tata cara pembuatan suatu ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara. Aturan ini biasanya secara inklusif ada dalam Peraturan Perundang-undangan yang menjadi dasar pembuatan ketetapan atau Keputusan Tata Usaha Negara tersebut. Ada beberapa ciri khusus yang membedakan antara Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara dengan Hukum Acara peradilan lainnya, yaitu sebagai berikut: 1) Peranan Hakim yang aktif karena ia dibebani tugas untuk mencari kebenaran materiil (Pasal 63 ayat (2) huruf a dan hurf b, pasal 80 ayat (1), pasal 85, pasal 95 ayat (1), pasal 103 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986). 2) Adanya ketidakseimbangan antara kedudukan Penggugat dan Tergugat. Dengan mengingat hal ini maka perlu diatur adanya kompensasi, karena diasumsikan bahwa kedudukan Penggugat adalah dalam posisi yang lebih lemah dibandingkantergugat selaku pemegang kekuasaan publik. 3) Sistem pembuktian yang mengarah kepada pembuktian bebas.

36 26 4) Gugatan di Pengadilan tidak mutlak bersifat menunda pelaksanaan Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat (Pasal 67 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986). 5) Putusan Hakim tidak boleh melebihi tuntutan Penggugat, tetapi dimungkinkan membawa Penggugat ke dalam keadaan yang lebih buruk sepanjang hal ini diatur dalam undang-undang. 6) Putusan Hakim tidak hanya berlaku bagi para pihak yang bersengketa, tetapi juga berlaku bagi pihak-pihak yang terkait. 7) Para pihak yang terlibat dalam sengketa harus didengar penjelasannya sebelum Hakim membuat putusannya. 8) Dalam mengajukan gugatan harus ada kepentingan dari sang Penggugat. 9) Kebenaran yang dicapai adalah kebenaran materiil dengan tujuan menyelaraskan, menyerasikan, menyeimbangkan kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara tidak dapat terlepas dari hukum Peradilan Tata Usaha Negara. Karena hukum acara merupakan hukum formil yang bertujuan untuk mempertahankan hukum materiilya. Dalam hal ini hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara akan mempertahankan hukum Peradilan Tata Usaha Negara. Dimana hukum Peradilan Tata Usaha Negara mengatur cara bagaimana bersengketa di Peradilan Tata Usaha Negara serta mengatur hak dan kewajiban pihakpihak yang terkait dalam proses penyelesaian sengketa tersebut. Sehingga

37 27 hukum acara Peradilan Tata Usaha Negara sangat penting adanya berada di Peradilan Administrasi. 3. Asas-asas Khusus Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa barangkali tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa asas hukum merupakan jantungnya peraturan hukum. Bahwa dengan adanya asas hukum, hukum itu bukan sekedar kumpulan peraturan-peraturan, oleh karena itu asas mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan etis. Paul Scholten sebagaimana dikutip oleh Bruggink memberikan definisi asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusanputusan Hakim, yang berkenaan dengannya ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya. 24 Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, maka secara garis besarnya dapat menggali beberapa asas hukum yang terdapat dalam Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Asas hukum dalam acara peradilan tata usaha negara, bukanlah asas-asas umum yang sering digunakan dalam hukum-hukum lainnya. Hukum acara peradilan tata usaha negara memiliki ciri khas pada asas-asas hukum yang melandasinya, yaitu: a. Asas praduga rechmatig (vermoeden van rechmatigheid = praesumptio iustae causa). Asas ini mengandung makna bahwa setiap tindakan 24 Zairin Harahap, Loc Cit.

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Peradilan administrasi merupakan salah satu perwujudan negara hukum, peradilan administrasi di Indonesia dikenal dengan sebutan Pengadilan Tata Usaha Negara.

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM INDONESIA

NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM INDONESIA NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM INDONESIA Angga Setiawan P.U Ari Widido Bayu Gilang Purnomo Arsyadani Hasan Binabar Sungging L Dini Putri P K2510009 K2510011 K2510019 K2111007 K2511011 K2511017 N E G A R

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar

BAB I PENDAHULUAN. menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat awal kemerdekaan, para pendiri bangsa telah sepakat menggariskan Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat) dan tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang termaktub dalam UUD NRI 1945, yang bertujuan menciptakan kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan negara dengan perantaraan pemerintah harus berdasarkan hukum. 1 Penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah

Lebih terperinci

KEWENANGAN SERTA OBYEK SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA SETELAH ADA UU No. 30 / 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

KEWENANGAN SERTA OBYEK SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA SETELAH ADA UU No. 30 / 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KEWENANGAN SERTA OBYEK SENGKETA DI PERADILAN TATA USAHA NEGARA SETELAH ADA UU No. 30 / 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN Aju Putrijanti Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Jl Prof Soedarto, S.H.,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG NEGARA HUKUM, KEKUASAAN KEHAKIMAN, PERADILAN TATA USAHA NEGARA, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG NEGARA HUKUM, KEKUASAAN KEHAKIMAN, PERADILAN TATA USAHA NEGARA, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN BAB II KAJIAN PUSTAKA TENTANG NEGARA HUKUM, KEKUASAAN KEHAKIMAN, PERADILAN TATA USAHA NEGARA, DAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN A. Negara Hukum Negara Hukum merupakan esensi yang menitikberatkan pada tunduknya

Lebih terperinci

PROSES PELAKSANAAN GUGATAN INTERVENSI DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PADANG

PROSES PELAKSANAAN GUGATAN INTERVENSI DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PADANG SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Serjana Hukum PROSES PELAKSANAAN GUGATAN INTERVENSI DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PADANG

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI

NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI A. PENGANTAR Istilah Negara Hukum baru dikenal pada Abad XIX tetapi konsep Negara Hukum telah lama ada dan berkembang sesuai dengan tuntutan keadaan. Dimulai dari jaman Plato

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (Rechstaat). Landasan yuridis sebagai negara hukum ini tertera pada Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

AAUPB SEBAGAI DASAR PENGUJIAN DAN ALASAN MENGGUGAT KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA Oleh : I GEDE EKA PUTRA, SH.MH. (Hakim PTUN Palembang)

AAUPB SEBAGAI DASAR PENGUJIAN DAN ALASAN MENGGUGAT KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA Oleh : I GEDE EKA PUTRA, SH.MH. (Hakim PTUN Palembang) AAUPB SEBAGAI DASAR PENGUJIAN DAN ALASAN MENGGUGAT KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA Oleh : I GEDE EKA PUTRA, SH.MH. (Hakim PTUN Palembang) I. Pendahuluan. Perubahan ke empat Undang Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum dan untuk mewujudkan kehidupan tata negara yang adil bagi

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Teoritis tentang Negara Hukum, Kekuasaan Kehakiman, Peradilan Tata Usaha Negara dan Izin Mendirikan Bangunan

BAB II. Tinjauan Teoritis tentang Negara Hukum, Kekuasaan Kehakiman, Peradilan Tata Usaha Negara dan Izin Mendirikan Bangunan BAB II Tinjauan Teoritis tentang Negara Hukum, Kekuasaan Kehakiman, Peradilan Tata Usaha Negara dan Izin Mendirikan Bangunan A. Negara Hukum Negara ialah pelaksanaan kekuasaan dalam arti menciptakan dan

Lebih terperinci

PEMBATALAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA DESA SINOMWIDODO TENTANG PENGANGKATAN KEPALA URUSAN KEUANGAN DESA SINOMWIDODO, KECAMATAN TAMBAKKROMO, KABUPATEN PATI

PEMBATALAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA DESA SINOMWIDODO TENTANG PENGANGKATAN KEPALA URUSAN KEUANGAN DESA SINOMWIDODO, KECAMATAN TAMBAKKROMO, KABUPATEN PATI PEMBATALAN SURAT KEPUTUSAN KEPALA DESA SINOMWIDODO TENTANG PENGANGKATAN KEPALA URUSAN KEUANGAN DESA SINOMWIDODO, KECAMATAN TAMBAKKROMO, KABUPATEN PATI (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan PTUN Semarang Nomor:

Lebih terperinci

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN

Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Makalah Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum. Oleh:

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum. Oleh: ANALISIS PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUSKAN MASALAH SENGKETA TATA USAHA NEGARA TENTANG IZIN PRINSIP PENANAMAN MODAL (Studi Kasus Putusan No. 080/G/2015/Ptun.Smg) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibentuklah suatu lembaga yang dikenal dengan nama Lembaga Ombudsman

BAB I PENDAHULUAN. dibentuklah suatu lembaga yang dikenal dengan nama Lembaga Ombudsman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semangat reformasi mengharapkan suatu penyelenggaraan negara dan pemerintahan yang bersih dari segala bentuk Korupsi, Kolusi dan Nepotisme di seluruh wilayah

Lebih terperinci

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA KOMPETENSI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA Oleh : H. Yodi Martono Wahyunadi, S.H., MH. I. PENDAHULUAN Dalam Pasal 24 Undang-Undang Dasar 1945 sekarang (hasil amandemen)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Arti Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia Ketentuan Tentang Kekuasaan Kehakiman Diatur Dalam Bab IX, Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-undang Dasar 1945.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA Dosen : 1. Zainal Muttaqin, S.H., MH. 2. Deden Suryo Raharjo, S.H. PENDAHULUAN Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara (Haptun) membahas dan mengkaji bagaimana Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF KEPADA PEJABAT PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK. A. Sejarah Kelahiran Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik

BAB III TINJAUAN ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK. A. Sejarah Kelahiran Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik BAB III TINJAUAN ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK A. Sejarah Kelahiran Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik Sejak dianutnya konsepsi welfare state, yang menempatkan pemerintah sebagai pihak yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun, dan mempunyai tipe welfare state, yaitu negara yang berusaha

BAB I PENDAHULUAN. membangun, dan mempunyai tipe welfare state, yaitu negara yang berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara berkembang yang sedang membangun, dan mempunyai tipe welfare state, yaitu negara yang berusaha menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kedudukannya sebagai instrumen hukum publik yang mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil, maka Undang-Undang Nomor 8 Tahun

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 I. PEMOHON Chandra Furna Irawan, Ketua Pengurus Yayasan Sharia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum 1. Pengertian Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah sebuah hak yang bisa

Lebih terperinci

DISUSUN OLEH: FARIDA RIANINGRUM Rombel 05

DISUSUN OLEH: FARIDA RIANINGRUM Rombel 05 MAKALAH ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK Menganalisis pelanggaran AAUPB terhadap Surat Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi

Lebih terperinci

Asas asas Hukum Tata Negara

Asas asas Hukum Tata Negara Asas asas Hukum Tata Negara MAKALAH Dibuat untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Pengantar Hukum Indonesia di Bawah Bimbingan Dosen Ibu. Mas Anienda TF, SH, M.Hum Oleh : KELOMPOK 8 KELAS A PROGRAM STUDI ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan perspektif sejarah, ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan perspektif sejarah, ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan perspektif sejarah, ide dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi antara pemerintah dengan warga negaranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kecenderungan dasar manusia untuk hidup bermasyarakat dan berorganisasi

BAB I PENDAHULUAN. dari kecenderungan dasar manusia untuk hidup bermasyarakat dan berorganisasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Partai politik merupakan salah satu bentuk perwujudan kebebasan berserikat sebagai salah satu persyaratan berjalannya demokrasi. Kebebasan berserikat lahir dari kecenderungan

Lebih terperinci

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA oleh Susi Zulvina email Susi_Sadeq @yahoo.com Widyaiswara STAN editor Ali Tafriji Biswan email al_tafz@stan.ac.id A b s t r a k Pemikiran/konsepsi

Lebih terperinci

PEMBUBARAN PARTAI POLITIK (Kajian Yuridis Terhadap Kedudukan Hukum Pemohon dan Akibat Hukum Pembubaran Partai Politik) S K R I P S I.

PEMBUBARAN PARTAI POLITIK (Kajian Yuridis Terhadap Kedudukan Hukum Pemohon dan Akibat Hukum Pembubaran Partai Politik) S K R I P S I. PEMBUBARAN PARTAI POLITIK (Kajian Yuridis Terhadap Kedudukan Hukum Pemohon dan Akibat Hukum Pembubaran Partai Politik) S K R I P S I Oleh : EIA007323 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Hukum dianggap merupakan terjemahan yang tepat dari istilah rechtsstaat. Istilah rechsstaat banyak dianut di negara-negara Eropa Kontinental yang bertumpu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gugatan terhadap pejabat atau badan Tata Usaha Negara dapat diajukan apabila terdapat sengketa Tata Usaha Negara, yaitu sengketa yang timbul karena dirugikannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang

BAB I PENDAHULUAN. Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pidana bersyarat merupakan suatu sistem pidana di dalam hukum pidana yang berlaku di Indonesia. Hukum pidana tidak hanya bertujuan untuk memberikan pidana atau nestapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dipercaya sebagai kunci utama dalam sistem informasi manajemen. Teknologi informasi ialah seperangkat alat yang sangat penting untuk bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis pada abad ke-18 (delapan belas), memunculkan gagasan dari para pakar hukum dan negarawan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004

BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 BAB III KEWENANGAN HAKIM TATA USAHA NEGARA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2004 A. Kedudukan dan Tanggung Jawab Hakim Pada pasal 12 ayat 1 undang-undang No 9 tahun 2004 disebutkan bahwa hakim pengadilan

Lebih terperinci

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN A. Mahkamah Agung dalam Sistem Peradilan Agama di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gagalnya konsep legal state atau negara penjaga malam, melahirkan

BAB I PENDAHULUAN. Gagalnya konsep legal state atau negara penjaga malam, melahirkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagalnya konsep legal state atau negara penjaga malam, melahirkan konsep baru yang populer dengan sebutan negara kesejahteraan atau welfare state. Semula dalam konspsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dalam konsep rule of law terdapat sendi-sendi yaitu pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, legalitas dari tindakan Negara/pemerintah

Lebih terperinci

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara BAB III Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara oleh Pejabat Tata Usaha Negara A. Upaya Hukum Ada kalanya dengan keluarnya suatu putusan akhir pengadilan sengketa antara Penggugat

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan I. PEMOHON 1. Elisa Manurung, SH 2. Paingot Sinambela, SH, MH II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Pasal 1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR 2.1 Pengertian penegakan hukum. Mengenai pengertian dari penegakan hukum menunjuk pada batasan pengertian dari para sarjana. Identifikasi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 93/PUU-XIV/2016 Kepengurusan Partai Politik Yang Berselisih Harus Didaftarkan dan Ditetapkan dengan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Meskipun Kepengurusan Tersebut Telah

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016 TINJAUAN YURIDIS TENTANG SAH ATAU TIDAKNYA SUATU KEPUTUSAN ADMINISTRASI PEMERINTAHAN (BESCHIKKING) 1 Oleh : Samgeri Ezra Repi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

INSTRUMEN PEMERINTAH

INSTRUMEN PEMERINTAH INSTRUMEN PEMERINTAH Dibuat untuk Melengkapi Tugas Mata Kuliah Hukum Administrasi Negara KELOMPOK 8 KELAS A PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL "VETERAN" JAWA TIMUR

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Pada Harian Kompas tanggal 4 Januari 2016, Adrianto 1 menulis bahwa

BAB I. Pendahuluan. Pada Harian Kompas tanggal 4 Januari 2016, Adrianto 1 menulis bahwa BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pada Harian Kompas tanggal 4 Januari 2016, Adrianto 1 menulis bahwa beban target penerimaan pajak yang terlalu berat telah melahirkan kebijakan pemeriksaan yang menghambat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 73/PUU-XIII/2015 Ketentuan Persentase Selisih Suara sebagai Syarat Pengajuan Permohonan Pembatalan Penetapan Hasil Penghitungan Perolehan Suara ke Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017 KAJIAN YURIDIS TINDAK PIDANA DI BIDANG PAJAK BERDASARKAN KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN PERPAJAKAN 1 Oleh: Seshylia Howan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM DEMOKRASI

NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM DEMOKRASI NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM DEMOKRASI By. FAUZUL FAKULTAS HUKUM UPN VETERAN JATIM 1 PEMBAHASAN Sekilas tentang Negara Hukum Negara Hukum yang Demokratis Istilah dan Pengertian HAN Ruang Lingkup HAN Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat), yang berarti Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat), yang berarti Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat), yang berarti Indonesia menjunjung tinggi hukum dan kedaulatan hukum. Hal ini sebagai konsekuensi dari ajaran kedaulatan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY SKRIPSI PENGUJIAN TERHADAP UNDANG - UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DAN UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

DALAM PRESPEKTIF HUKUM ACARA PERDATA INDONESIA. Efa Laela Fakhriah. Hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat sebagaimana dikemukakan oleh

DALAM PRESPEKTIF HUKUM ACARA PERDATA INDONESIA. Efa Laela Fakhriah. Hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat sebagaimana dikemukakan oleh ACTIO POPULARIS (CITIZEN LAWSUIT ) DALAM PRESPEKTIF HUKUM ACARA PERDATA INDONESIA Efa Laela Fakhriah I. Pendahuluan Hukum sebagai sarana pembaruan masyarakat sebagaimana dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu unsur penegak hukum yang diberi tugas dan wewenang melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai Pasal 30 ayat 1(d)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. menentukan pilar lainnya, yaitu kedaulatan rakyat. Hal yang demikian

BAB I. Pendahuluan. menentukan pilar lainnya, yaitu kedaulatan rakyat. Hal yang demikian BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara hukum, hal ini dapat kita lihat dalam Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945)

Lebih terperinci

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN

KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KEPUTUSAN TATA USAHA NEGARA BERDASAR UU PERADILAN TATA USAHA NEGARA DAN UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DEFINISI UU PERATUN UU 51/2009 Psl. 1 angka 9. Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Kemandirian dan kemerdekaan dalam

I. PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Kemandirian dan kemerdekaan dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbedaan pendapat merupakan suatu keniscayaan dalam kehidupan manusia sehingga diperlukan adanya jaminan kemandirian dan kemerdekaan seseorang dalam menyampaikan

Lebih terperinci

PERTENTANGAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/ PUU-XI/ 2013 TERKAIT PENINJAUAN KEMBALI

PERTENTANGAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/ PUU-XI/ 2013 TERKAIT PENINJAUAN KEMBALI PERTENTANGAN SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 DENGAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 34/ PUU-XI/ 2013 TERKAIT PENINJAUAN KEMBALI Oleh : I Gusti Made Agus Mega Putra Ni Made Yuliartini Griadhi

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Universitas Indo Global Mandiri Palembang NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Pengertian Hukum yaitu : Seperangkat asas dan akidah yang mengatur kehidupan manusia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup kompleks di seluruh dunia. Berbagai pandangan seperti kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas penyelenggaraan

Lebih terperinci

JAKSA AGUNG DAN PENGESAMPINGAN PERKARA DEMI KEPENTINGAN UMUM Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 13 Oktober 2016

JAKSA AGUNG DAN PENGESAMPINGAN PERKARA DEMI KEPENTINGAN UMUM Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 13 Oktober 2016 JAKSA AGUNG DAN PENGESAMPINGAN PERKARA DEMI KEPENTINGAN UMUM Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 8 Agustus 2016; disetujui: 13 Oktober 2016 Jaksa Agung Muhammad Prasetyo memutuskan untuk mengesampingkan

Lebih terperinci

KONSTITUSI DAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL

KONSTITUSI DAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL KONSTITUSI DAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL SAMSURI FISE UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Semester Gasal 2010/2011 TOPIK MATERI PEKAN INI KONSEP KONSTITUSI dan DEMOKRASI KONSTITUSIONAL PERAN WARGA NEGARA MENURUT

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 018/PUU-IV/2006 Perbaikan Permohonan Secara on the Spot Tanggal 09 Oktober 2006 I. PEMOHON : MAYOR JENDERAL (PURN) H. SUWARNA ABDUL FATAH bertindak selaku perorangan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tegas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. tegas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eksistensi Negara Indonesia sebagai negara hukum telah diatur secara tegas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan Negara Indonesia

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis Yuridis Putusan Hakim Praperadilan Mengenai Penetapan Status Tersangka Menurut Pasal 77 Kuhap Jo Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-VIII/2014 tentang Perluasan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI v. HALAMAN JUDUL i HALAMAN PERSETUJUAN. ii KATA PENGANTAR. iii ABSTRAK... iv

DAFTAR ISI v. HALAMAN JUDUL i HALAMAN PERSETUJUAN. ii KATA PENGANTAR. iii ABSTRAK... iv DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PERSETUJUAN. ii KATA PENGANTAR. iii ABSTRAK...... iv DAFTAR ISI v BAB I PENDAHULUAN. i 1.1. Latar Belakang Masalah...1 1.2. Rumusan Masalah.... 7 1.3. Tujuan Penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum, 1 tidak berdasarkan kekuasaan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum, 1 tidak berdasarkan kekuasaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara hukum, 1 tidak berdasarkan kekuasaan belaka. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 119/PUU-XII/2014 Pengujian Formil Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Perppu 2/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) dinyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) dinyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat), maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 24 ayat (1) dan (2), dalam rangka menyelenggarakan peradilan guna menegakkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.292, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. Penyelengaraan. Kewenangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601) UNDANG UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

EKSISTENSI MENGGUGAT PROSEDUR DISMISSAL PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA

EKSISTENSI MENGGUGAT PROSEDUR DISMISSAL PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA EKSISTENSI MENGGUGAT PROSEDUR DISMISSAL PADA PERADILAN TATA USAHA NEGARA Oleh I Gede Kuntara Sidi Anak Agung Ngurah Yusa Darmadhi Bagian Hukum Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Pengadilan

Lebih terperinci

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) I Pembahasan tentang dan sekitar membangun kualitas produk legislasi perlu terlebih dahulu dipahami

Lebih terperinci

Demokrasi seringkali mati dalam kamar dengan pintu tertutup Dalam negara hukum, hukum adalah raja. Omnes legume servi sumus ut liberi esse possimus

Demokrasi seringkali mati dalam kamar dengan pintu tertutup Dalam negara hukum, hukum adalah raja. Omnes legume servi sumus ut liberi esse possimus NEGARA HUKUM Demokrasi seringkali mati dalam kamar dengan pintu tertutup Dalam negara hukum, hukum adalah raja. Omnes legume servi sumus ut liberi esse possimus (CICERO) Pada dasarnya manusia ingin bebas,

Lebih terperinci

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA

Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA berlaku. 3 Dari definisi berdasar pasal 1 ayat (4) tersebut, maka unsur-unsur yang harus dipenuhi Diskusi Mata Kuliah Perkumpulan Gemar Belajar (GEMBEL) HUKUM ACARA TATA USAHA NEGARA Hukum Acara Tata Usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dalam situasi kesejahterahan dengan berbagai pengaruhnya.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dalam situasi kesejahterahan dengan berbagai pengaruhnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemikiran atau konsepsi manusia merupakan anak zaman yang lahir dan berkembang dalam situasi kesejahterahan dengan berbagai pengaruhnya. Pemikiran atau konsepsi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diskursus mengenai Mahkamah Konstitusi muncul saat dirasakan perlunya sebuah mekanisme demokratik, melalui sebuah lembaga baru yang berwenang untuk menafsirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi Nasional tahun 1998 telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disakralkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat penting. Oleh sebab itu banyak pengusaha asing yang berlomba BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Tidak dapat kita pungkiri bahwa merek merupakan suatu aset yang sangat berharga dalam dunia perdagangan sehingga memegang peranan yang sangat penting. Oleh

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang

Lebih terperinci

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA A. Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilukada di Mahkamah Agung 1. Tugas dan Kewenangan Mahkamah

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA

SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA SENGKETA TATA USAHA NEGARA PEMILU DAN PENYELESAINNYA OLEH PERADILAN TATA USAHA NEGARA Oleh : Herma Yanti ABSTRAK Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD dan DPRD telah

Lebih terperinci