Membuka Ruang Partisipasi Bagi Kelompok Anak dan Kaum Muda Dalam Proses Pembangunan Perdamaian di Aceh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Membuka Ruang Partisipasi Bagi Kelompok Anak dan Kaum Muda Dalam Proses Pembangunan Perdamaian di Aceh"

Transkripsi

1 53

2 IV. PERENCANAAN SKENARIO MASA DEPAN ANEUK DAN PEMUDA ATJEH TAHUN 2018 OLEH KELOMPOK ANAK DAN KAUM MUDA A. MENGAPA DI ACEH? Transisi merupakan sebuah perjalanan menghidupi kekinian dan menyambut masa depan tetapi dengan membawa masa lalu. Berdasarkan ontologis-politis, transisi adalah perjuangan menyambut harapan akan tatanan sosial yang lebih demokratis dan humanistik seiring dengan upaya menegasikan kembalinya otoritarianisme. Pada titik ini diperlukan redefinisi peran negara sebagai institusi tatanan politik menuju demokrasi dan berkeadilan (Eddie Riyadi Terre, 2003: 3). Titik awal masa transisi di Aceh ditandai dengan dihasilkan MoU antara GAM dengan pemerintah Republik Indonesia. MoU menjadi landasan etik dan legal sebagai wujud dari itikad baik kedua belah pihak untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung lebih dari 30 tahun. MoU Helsinski menjadi modalitas awal untuk mengantarkan rakyat Aceh menuju terciptanya perdamaian dan demokratisasi. Artinya momentum ini sangat krusial karena mengarahkan pada situasi yang paradoksal, Aceh pada arah yang benar atau yang salah. Dengan kata lain, Aceh memasuki masa transisi yang genting dan penting. Menurut pandangan Tony Addison (2009:112), pada umumnya, masyarakat yang tengah menjalani masa transisi menghadapi beraneka ragam tujuan. Tony Addison mengidentifikasi terdapat 5 (lima) tujuan yang diharapkan terjadi, yakni: 1. Keadilan Transisi (Transitional Justice) Meminta pertanggungjawaban pelaku pelanggaran hak asasi manusia dan pengakuan korban melalui tuntutan pidana, pengakuan kebenaran, dan reformasi institusional; 2. Keadilan Distributif (Distributive Justice) Pada tingkat minimal menghapus kemiskinan yang absolut. Masyarakat dapat menetapkan pada diri mereka sendiri tujuan yang lebih luas dalam mengupayakan pengurangan ketidakadilan; 3. Kemakmuran (Prosperity) Peningkatan tingkat pengeluaran dan pendapatan masyarakat (pertumbuhan ekonomi), skala tersebut bergantung pada seberapa jauh dampak ekonomi dari masa otoriterianisme dan/atau masa konflik; 54

3 4. Partisipasi (Participation) Gejala yang paling sering terlihat terjadinya demokratisasi dan kembalinya demokratisasi setelah era politik yang otoriter; 5. Perdamaian (Peace) Berakhirnya eskalasi kekerasan atau menurunnya intensitas kekerasan sangat bergantung pada asal muasal (sumber konflik) dan cara penanganannya. Masa transisi Aceh mendapatkan pengakuan secara yuridis dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Pasal 229 yang menjadi landasan hukum pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh menandai Aceh dalam situasi transisi. UU ini merupakan hasil elaborasi lebih lanjut beberapa substansi Perjanjian Helsinki (MoU). Beberapa hal yang diatur dalam MoU Helsinki relevan apabila dikerangkai melalui keadilan transisi berdasarkan pandangan Ross Clarke, Galuh Wandita, & Samsidar (2008: 14) terkait dengan halhal sebagai berikut: 1. Amnesti; 2. Demobilisasi/Pelucutan Senjata; 3. Reintegrasi; 4. Pengadilan HAM serta Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi; 5. Penegakan Hukum. Dalam konteks ini, secara definitif demokratisasi merupakan suatu masa transisi suatu rezim politik dari suatu rezim yang autoritarian menuju sistem pemerintahan yang demokratis atau transisi dari sistem politik semi autoritarian menuju sistem yang politik yang demokratis ( en.wikipedia.org/wiki/democratization). Laurenz Ennser (2007) membagi tahap masa transisi pada menjadi 3 tahap yakni liberalisasi demokratisasi konsolidasi. Bahkan menurutnya ketiga tahap ini sebagai hukum besi demokratisasi (iron law of democratization). Terkait dengan proses demokratisasi, Samuel P. Huntington (1995) menyatakan bahwa transisi demokrasi yang terjadi pada suatu rezim dapat menuju pada 3 kondisi, yaitu : (i) berakhirnya sebuah rezim otoriter; (ii) dibangunnya sebuah rezim demokratis; dan (iii) pengkonsolidasian rezim demokratis. Pandangan serupa juga diberikan oleh Alfred Stepan (1993) yang menyebutkan transisi demokrasi dari rezim otoriter terdapat 3 model, yakni: (i) penjajahan dari luar dan peperangan internal; (ii) tranformasi internal dari elit rezim otoriter menuju rezim demokratis; dan (iii) kekuatan internal kelompok oposisi yang menumbangkan kekuasaan otoriter yang berkuasa. 55

4 Selanjutnya untuk memperkuat pandapatnya, Alfred Stepan mengutip pandangan Vladimir Gelman yang membagi transisi demokrasi terbagi menjadi 5 tahap, yakni: berakhirnya rezim masa lalu pergantian ketidakpastian pembangunan rezim baru institusionalisasi rezim baru. Berdasarkan perspektif keadilan transisional tersebut di atas, situasi Aceh pasca MoU Helsinki dapat dikategorikan sebagai masa transisi di mana masyarakat Aceh secara kolektif terlepas dari masa konflik bersenjata dan pemerintahan militeristik, melalui penetapan status Daerah Operasi Militer (DOM), menuju kedamaian dan pemerintahan yang demokratis dengan pemberian otonomi khusus. Tujuan ini diharapkan dapat terwujud melalui pembentukan komisi kebenaran dan rekonsiliasi di Aceh sebagaimana dimandatkan dalam MoU dan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Situasi di Aceh yang tengah menuju transisi dapat dikerangkai dengan pandangan Ruti G. Teitel (2003) mengenai keadilan transisional. Ruti G. Teitel menyatakan bahwa keadilan transisional (transitional justice) merupakan suatu konsep keadilan yang diletakkan pada suatu perubahan politik yang ditandai dengan tanggapan hukum untuk mengkonfrontasikan tindakan salah yang telah dilakukan oleh rezim yang represif. Sedangkan menurut Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa keadilan transisional sebagai: Suatu rentang waktu yang penuh dengan penuh proses dan mekanisme yang terkait dengan upaya masyarakat untuk berdamai dengan warisan skala besar pelanggaran masa lalu dalam rangka memastikan terdapatnya akuntabilitas, melayani keadilan, dan mencapai rekonsiliasi. Hal ini dapat mencakup peradilan dan mekanisme nonyudisial dengan tingkat yang berbeda, keterlibatan internasional serta penuntutan individu, reparasi, pencarian kebenaran, reformasi kelembagaan, pemeriksaan dan pemecatan, atau kombinasi daripadanya. Dengan demikian, melekat pada definisi transisi adalah mekanisme dan proses-proses yang hanya bersifat sementara, dirancang untuk menyediakan jembatan dari masa kini ke masa depan - dari perang untuk perdamaian, dari pelanggaran hak menuju perlindungan hak asasi manusia, dari kediktatoran ke demokrasi. Artinya tujuan keadilan transisional adalah mempromosikan perdamaian, mencapai rekonsiliasi, penguatan aturan hukum, dan meningkatkan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Di samping itu, keadilan transisional bertujuan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga negara; memperbaiki hubungan antara individu-individu, antara negara-negara di kawasan atau dengan 56

5 masyarakat internasional. atau bahkan mencoba untuk menutup sebuah bagian di masa lalu (Alison Smith, 2010: 34). Dalam penanganan pasca konflik, kendati anak-anak dan kaum muda merupakan kelompok yang paling terkena dampak sosial, ekonomi, politik, serta psikologis konflik dan warisan pelanggaran HAM masa lalu. Mekanisme keadilan transisional, termasuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, reformasi kelembagaan dan reparasi, secara historis masih terbatas dalam memberikan perhatian pada pengalaman anak-anak dan kaum muda [International Center for Transitional Justice (ICTJ), 2009]. Seharusnya kelompok anak dan kaum muda tidak hanya memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan dalam prosedur administrasi serta peradilan yang mempengaruhi mereka, tetapi juga mereka diberikan fasilitas untuk mengekspresikan pandangan dan pengalaman unik mereka sehingga dapat berkontribusi bagi upaya prosesproses rekonstruksi nasional. Sementara itu, ukuran pasti dampak dari penggunaan proses dan mekanisme keadilan transisional pada kehidupan anak-anak juga sering kali belum tersedia. Pada wilayah ini, apabila penggunaan mekanisme keadilan transisional tanpa melibatkan anakanak maka negara tidak hanya gagal mematuhi Konvensi Hak Anak (KHA) tetapi juga berkompromi atas hasil dari proses yang tidak melibatkan anak-anak dan kaum muda (Graça Machel, 2010: x). Sering kali keadilan transisional hanya difokuskan terutama pada pelanggaran hak sipil dan politik seperti pembunuhan, penghilangan, penyiksaan, penangkapan sewenang-wenang, penahanan dan ancaman lain terhadap keamanan pribadi. Padahal sebenarnya, konflik bersenjata dan kekerasan politik membahayakan dan mengancam penikmatan semua hak-hak anak. Dalam konteks ini, KHA telah menempatkan hak ekonomi, sosial serta budaya, termasuk hak setiap anak atas standar hidup yang memadai secara fisik, mental, spiritual, moral, dan pengembangan sosial, setara dengan hak sipil dan hak politik. Selama konflik bersenjata, jutaan anak-anak memang menjadi korban pelanggaran hak sipil dan politik, namun demikian, jumlah anak yang harus mengalami berpindah-pindah tempat tinggal karena harus mengungsi, kelaparan, penyakit, dan kurangnya pendidikan di negara-negara yang terkena dampak perang jauh lebih besar. Dalam analisis mengenai dampak konflik bersenjata terhadap anak-anak negara-negara Afrika ditemukan bahwa jumlah terbesar anak-anak yang kehilangan nyawa justru akibat terjadinya pelanggaran hak ekonomi, sosial, dan budaya. Kematian anak-anak disebabkan oleh kurangnya akses perawatan kesehatan, gizi, air bersih, dan fasilitas sanitasi, perumahan yang layak, serta ketidakadilan ekonomi dan kekerasan struktural. Lebih jauh, konflik bersenjata juga memiliki dampak serius terhadap anak-anak yang selamat dari kekerasan konflik, mereka tumbuh 57

6 dan berkembang dalam kemiskinan, menderita kekurangan gizi, dan kurangnya akses pendidikan dan perawatan kesehatan. Oleh karenanya, selama upaya rekonstruksi pasca-konflik semestinya perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak tidak hanya difokuskan pada perlindungan hak diranah hak sipil dan politik semata, akan tetapi juga ditujukan bagi pembangunan kembali akses-akses perawatan kesehatan, perlindungan sistem pendidikan, reformasi kelembagaan, termasuk sektor keamanan dan keadilan (Saudamini Siegrist, 2010: 6). Keadilan transisional dan proses pembangunan perdamaian memberikan suatu rentang mekanisme untuk mempertemukan kejahatan masa lalu dan membuka jalan bagi pembangunan masyarakat yang damai dan berkeadilan. Dalam hal ini, Jonathan Sisson dari KOFF-Swisspeace, sebagaimana dikutip oleh Sylvia Servaes dan Nicole Birtsch (2008:3) memaparkan kerangka kerja konseptual dari keadilan transisional yang menempatkan korban dan pelaku sebagai pusatnya. Menurutnya, setiap mekanisme keadilan transisional mengambil tekanan yang berbeda berdasarkan pada 2 kategori, yaitu: 1. Mekanisme yang ditujukan bagi korban dengan penekanan pada hak untuk mengetahui (right to know) dan hak mendapatkan reparasi (right to reparation); dan 2. Mekanisme yang difokuskan pada pelaku dengan kewajiban memberikan hak atas keadilan (right to justice), misal melalui pengadilan, dan jaminan tidak berulang kembali (guarantee of non recurrence). Kedua mekanisme yang diungkapkan oleh Jonathan Sisson secara visualisasi dapat dilihat pada ragaan di bawah ini. 58

7 Hak untuk mengetahui Komisi Kebenaran Komisi Penyelidikan Dokumentasi Materi-materi Pendidikan Ekshumasi Rekonsiliasi Negara berdasarkan hukum Korban Jaminan tidak berulang kembali Pelucutan senjata, Demobilisasi, Reintegrasi Reformasi Institusional Lustrasi Pelaku Hak atas pemulihan Pengadilan Internasional Pengadilan campuran dan domestik Perlindungan saksi Tidak memberikan Impunitas Transformasi Konflik Hak atas pemulihan Rehabilitasi, Kompensasi, Restitusi Permintaan maaf aparat Memperingati kembali Gambar 16: Skema Keadilan Transisional menurut Jonathan Sisson (Sumber: Sylvia Servaes dan Nicole Birtsch, 2008) Proses politik dan hukum mekanisme keadilan transisional di atas tentu berdampak pada setiap individu masyarakat, termasuk kelompok anak, utamanya apabila mereka menjadi korban pelanggaran HAM di masa lalu Namun demikian, setiap terjadi proses pemeliharaan perdamaian, rekonsiliasi, dan restrukturisasi dalam rentang masa transisi di suatu negara, negara justru mengabaikan kebutuhan spesifik anak-anak dan tidak mendorong anak-anak untuk terlibat dalam proses-proses tersebut. Oleh karenanya, partisipasi korban di dalam proses transisi tersebut menjadi niscaya (conditio sina quanon), mengingat setiap anak memiliki pengalaman dan penerimaan yang berbeda akibat konflik bersenjata. Meskipun demikian, setiap terjadi proses pemeliharaan perdamaian, rekonsiliasi, dan restrukturisasi dalam rentang masa transisi di suatu negara, negara justru mengabaikan kebutuhan spesifik anak-anak dan tidak mendorong anak-anak untuk terlibat dalam proses-proses tersebut (Rachel Harvey, tanpa tahun: 65-66). 59

8 Satu pertanyaan yang bersifat mendasar adalah mengapa isu yang difokuskan pada hak-hak anak dalam proses keadilan transisional begitu terbatas. Padahal anak-anak lebih menderita dampak dari kejahatan atau pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu. Dalam konteks ini, apakah anak-anak secara khusus ditargetkan atau tidak sebagai elemen masyarakat yang berhak memperoleh keadilan. Apakah anak-anak memiliki hak untuk berpartisipasi terkait dengan proses dan mekanisme keadilan transisional yang tengah dibangun yang mempengaruhi kehidupan mereka? Apakah anak-anak juga berhak untuk mendapatkan ganti rugi untuk kesalahan yang dilakukan terhadap mereka? Pertanyaan mendasar ini sudah semestinya mendapatkan jawaban karena anakanak sesungguhnya merupakan elemen masyarakat yang juga berhak mendapatkan akses mengawal proses transisi sesuai dengan kepentingan terbaiknya. Oleh karena itu, mereka memiliki penting peran dalam proses ini. Pertanyaan tentang mengapa keadilan transisional harus memiliki dimensi khusus bagi anak-anak karena salah satu tujuan keadilan transisional adalah membuat negara sebagai tempat yang lebih baik untuk generasi mendatang. Terkait dengan hal tersebut pada titik ini perspektif hak anak perlu dijalin dalam proses dan mekanisme pencarian bentuk keadilan transisional untuk memastikan bahwa proses pencarian bentuk keadilan transisional memberikan fokus pada hak-hak dan isu-isu anak-anak. Untuk tujuan ini, ada kebutuhan yang jelas untuk konsultasi dengan anak-anak dan pemangku kepentingan lain untuk menentukan tujuan dan aspirasi mereka dan untuk memastikan bahwa proses dan mekanisme yang ada responsif terhadap anak-anak (Alison Smith, 2010: 46-47). Tujuan keadilan transisional, seperti yang diungkapkan dalam laporan Sekretaris Jenderal PBB, adalah untuk memungkinkan masyarakat yang telah terkoyak oleh kekejaman pelanggaran HAM masa lalu memulihkan kemanusiaan mereka dan memberdayakan individu baik sebagai korban, saksi dan pelaku, dan dapat menceritakan pengalaman mereka serta setuju pada ukuran keadilan untuk menginformasikan masa depan mereka. Pada akhirnya, keadilan transisional berupaya untuk mengakhiri berulangnya kembali pelanggaran HAM di masa yang akan datang dan mewujudkan masyarakat yang aman, adil, dan damai. Artinya keadilan transisional mengacu pada sejumlah mekanisme atau proses yang dipergunakan untuk memastikan adanya tanggung jawab, memberikan keadilan, dan mewujudkan rekonsiliasi, khususnya ketika terjadinya kekerasan secara masif dan penyalahgunaan kekuasaan yang meluas di masa lalu. Melekat pada definisi ini transisional sifatnya sementara yang dirancang untuk menjembatani masa lalu dan masa kini, dari perang menjadi damai, dari pelanggaran HAM menuju perlindungan terhadap HAM, dari pemerintahan yang diktator menjadi demokratis. 60

9 Dalam konteks ini, terdapat konsensus bahwa keadilan transisional penting bagi kelompok anak karena mereka adalah anggota penting masyarakat. Setiap anak akan mengalami transisi menjadi orang-orang dewasa di masa depan nanti dan sudah dipastikan mereka yang akan mewarisi hasil transisi tersebut. Selain itu, secara demografis di banyak negara, anakanak dan kaum muda jauh melebihi jumlah orang dewasa, maka dari itu mereka juga sudah dipastikan membutuhkan keadilan transisional agar pada suatu saat nanti anak-anak dan kaum muda menikmati tatanan yang damai, melindungi HAM, dan demokratis. Sudah dipastikan apapun kebijakan yang diambil oleh para politisi berdampak pada anak-anak karena mereka secara psikologis menggantungkan kehidupannya pada orang-orang dewasa di sekitarnya. Dengan demikian, apabila kebijakan yang ditetapkan menutup akses bagi orang dewasa yang dilekati identitas tertentu tempat anak-anak bergantung untuk menikmati hak asasinya maka dampaknya akan dirasakan oleh anak-anak. Artinya setiap terjadi pelanggaran HAM akibat ditetapkannya suatu kebijakan maka sudah dapat dipastikan terjadi pula pelanggaran hak asasi anak. Pendekatan keadilan transisional perlu disesuaikan untuk memenuhi situasi tertentu tetapi ini tidak berarti bahwa keadilan transisional sama untuk semua. Terdapat prinsip-prinsip dasar yang mengatur bagaimana keadilan itu harus diberikan, termasuk prinsip-prinsip yang berkaitan dengan keterlibatan dan partisipasi kelompok anak dan kaum muda selama masa transisi. Kelompok anak merupakan bagian dari komponen konstituen transisi keadilan sehingga para pembuat kebijakan dan para pembuat keputusan perlu merenungkan bagaimana mekanisme baru atau yang ada dapat secara efektif dan aman melibatkan kelompok anak dan kaum muda berdasarkan kepentingan terbaik mereka. Untuk itu, merancang mekanisme dan proses keadilan transisional berperspektif hak anak adalah salah satu cara utama yang digunakan untuk memenuhi harapan, aspirasi, dan hak-hak mereka selama dan setelah transisi. Oleh karenanya apabila perspektif anak-anak tidak diintegrasikan dalam proses dan mekanisme keadilan transisional maka kebutuhan anak-anak yang bersifat khusus dapat terkesampingkan (Alison Smith, 2010: 34-47). 61

10 Masa transisi di Aceh merupakan konteks kehidupan seluruh anak-anak Aceh. Artinya situasi politik tersebut menjadi pengalaman anak-anak yang akan membentuk karakter mereka di masa yang akan datang. Studi pendekatan ekologi dan pengaruhnya terhadap anak dilakukan oleh Bronfenbrener dan Garbarino. Hasil studi Bronfenbrenner dan Garbarino mengungkapkan bahwa pendekatan yang melihat lingkungan-lingkungan dengan aktor dan relasi antar aktor tersebut berpengaruh terhadap kehidupan anak-anak (Vachel W. Miller dan Friedrich W. Affolter, 2002). Melihat keterkaitan antara anak dengan lingkungan sekitar sesuai dengan pendekatan ekologis di atas maka dalam rangka menjamin perdamaian yang berkelanjutan, terciptanya keamanan, dan pembangunan suatu negara maka keterlibatan anak-anak dalam proses pembangunan perdamaian signifikan dilakukan. Mengingat keterlibatan tersebut terkait dengan permasalahan korban, kesaksian, dan pelaku kekerasan dan pelanggaran HAM di masa lalu. Oleh karena itu, program kemanusiaan dan pembangunan, proses perdamaian, perjanjian perdamaian, dan proses pemeliharaan perdamaian harus menjadikan anak-anak sebagai titik perhatian serta lebih ditujukan bagi perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak sebagaimana dimandatkan oleh KHA (Rachel Harvey, tanpa tahun: 65). Di Aceh dalam mewujudkan keadilan transisional, mekanisme yang dipilih melalui pembentukan 2 mekanisme yaitu: (i) pembentukan KKR dan (ii) pengadilan HAM. Pembentukan KKR Aceh merupakan mandat MoU Helsinki sebagaimana tercantum pada angka 2.3 yaitu: Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi akan dibentuk di Aceh oleh Komisi kebenaran dan rekonsiliasi Indonesia dengan tugas merumuskan dan menentukan upaya rekonsiliasi. Mandat MoU pembentukan KKR tersebut kemudian diatur lebih lanjut melalui UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Pasal 229 ayat (2) menetapkan bahwa: KKR Aceh merupakan bagian tak terpisahkan dengan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional. Selain memandatkan pembentukan KKR Aceh, MoU Helsinski juga memandatkan dibentuknya Pengadilan HAM. Mandat ini kemudian kembali dipertegas melalui UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh pada Pasal 228. Meskipun demikian, proses keadilan transisional sebagai upaya rekonsiliasi dan pemeliharaan perdamaian yang berkelanjutan di Aceh seperti halnya dengan upaya serupa di belahan dunia yang lain keterlibatan anak dalam proses tersebut masih sangat terbatas. Melihat 62

11 masih minimalnya keterlibatan anak dalam proses dan mekanisme keadilan transisional maka upaya untuk menyediakan ruang serta akses partisipasi bagi kelompok anak dan kaum muda untuk menyuarakan aspirasi politiknya sudah seharusnya diakomodasi. Skenario Masa Depan Aneuk dan Pemuda Atjeh Tahun 2018 yang dibuat oleh kelompok anak dan kaum muda untuk mengkonstruksikan masa depan Aceh pada 2018 dapat diletakkan sebagai bagian integral proses transisi Aceh menuju perdamaian yang berkelanjutan, berkeadilan, dan demokratis. Dalam hal ini skenario yang dihasilkan dapat digunakan untuk pengembangan kebijakan dan transformasi konflik di berbagai tingkat baik negara, pemerintah, daerah, dan masyarakat sipil. Perencanaan skenario termasuk sebagai bagian dari 5 elemen inti sistem transformasi konflik menurut pembagian yang diungkapkan oleh Oliver Wils, et. al. (2006: 31) dari Berghof Foundation for Peace. Menurut pandangan mereka 5 elemen inti sistem transformasi konflik terdiri dari: 1. Sistem analisis konflik dan pemantauan konflik (systemic conflict analysis and conflict monitoring) ; 2. Intervensi sistemik perencanaan strategis (strategic planning of systemic interventions); 3. Perjanjian dengan pemangku kepentingan kunci (engagement with key stakeholders); 4. Mobilisasi pelaku perubahan perdamaian (mobilisation of agents of peaceful change); 5. Menciptakan dalam imajinasi solusi yang berkelanjutan (creativity in the imagination of sustainable solutions). Oliver Wils, et. al. (2006: 31) selanjutnya mengatakan bahwa 2 elemen pertama yakni, (i) analisis konflik sistemik dan pemantauan konflik; dan (ii) intervensi sistemik perencanaan strategis terkait dengan aspek metodologis analisis serta perencanaan intervensi. Sementara 3 elemen inti yang lainnya diarahkan bagi semua intervensi pihak ketiga, yakni: 1. Proses dan dimensi hubungan: bagaimana dan atas dasar apa kita bekerja dengan aktor konflik? (Keterlibatan dengan pemangku kepentingan kunci); 2. Kelompok sasaran tindakan kita (mobilisasi agen perubahan perdamaian); 3. Pengelolaan konstruktif substantif permasalahan dan permasalahan itu sendiri (kreativitas dalam imajinasi solusi yang berkelanjutan). 63

12 Perencanaan skenario merupakan strategi dasar dari perencanaan strategis. Perencanaan skenario terkait dengan analisis konflik sistematik yang menyediakan proyeksi untuk membangun masa depan dengan perspektif yang beragam. Hasil dari perencanaan skenario potensial untuk didialogkan dengan para pemangku kepentingan. Langkah-langkah strategis diperlukan untuk mengupayankan skenario yang diinginkan dapat direalisasikan. Di samping itu, perencanaan skenario dapat dipergunakan sebagai piranti untuk melakukan analisis kontekstualitas transformasi konflik sebagaimana diungkapkan oleh Simon Fisher & Lada Zimina (2009:21). Kotak 11: Lima elemen utama transformasi konflik sistemik Lima Elemen Utama Transformasi Konflik yang Sistemik Analisis Konflik Sistemik dan Pemantauan Konflik Perencanaan Strategis dari Intervensi Sistemik Kreativitas Dalam Membangun Imajinasi Suatu Solusi yang Berkelanjutan Pelibatan Pemangku Kepentingan Kunci Mobilisasi Agen Perubahahan Perdamaian Sumber: Oliver Wils, et. al. (2006) B. MENGAPA OLEH KELOMPOK ANAK DAN KAUM MUDA? Pasca konflik, perhatian utama cenderung hanya tertuju pada siapa yang disebut sebagai korban generasi pertama yang telah menjadi korban selama hidup mereka. Namun demikian anak-anak dan cucu-cucu mereka akan selalu membawa konsekuensi dari apa yang terjadi dan yang mungkin mereka rasakan manakala mereka menjadi seperti korban karena harus merasakan luka yang mendalam dan duka cita. Generasi kedua, terutama, cenderung akan membawa jejak pengalaman masa lalu menuju masa kedewasaan. Hal ini merupakan warisan permasalahan yang dapat mengancam masa depan suatu masyarakat (David Bloomfield, Teresa Barnes, & Luc Huyse, 2003: 55). Dengan demikian,dalam konteks pengembangan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sebagai salah model mekanisme keadilan transisi juga harus melibatkan anak dalam proses 64

C. PERENCANAAN SKENARIO OLEH KELOMPOK ANAK DAN KAUM MUDA DALAM KERANGKA HUKUM HAK ASASI MANUSIA

C. PERENCANAAN SKENARIO OLEH KELOMPOK ANAK DAN KAUM MUDA DALAM KERANGKA HUKUM HAK ASASI MANUSIA C. PERENCANAAN SKENARIO OLEH KELOMPOK ANAK DAN KAUM MUDA DALAM KERANGKA HUKUM HAK ASASI MANUSIA KHA merupakan instrumen pertama yang mengikat secara hukum untuk mengenali spektrum penuh hak sipil, politik,

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Negara-Negara Pihak pada Protokol ini, Didorong oleh dukungan penuh terhadap Konvensi tentang Hak-Hak Anak, yang

Lebih terperinci

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL Resolusi disahkan oleh konsensus* dalam Sidang IPU ke-128 (Quito, 27 Maret 2013) Sidang ke-128 Inter-Parliamentary

Lebih terperinci

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin Bahan Bacaan: Modu 2 Pengertian Anak Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin A. Situasi-Situasi yang Mengancam Kehidupan Anak Sedikitnya

Lebih terperinci

RAN HAM SEBAGAI KERANGKA DASAR PROSES REKONSTRUKSI SOSIAL MEMASUKI ERA INDONFSIA BARU. Oleh: Dr Hafid Abbas Dirjen Perlindungan HAM

RAN HAM SEBAGAI KERANGKA DASAR PROSES REKONSTRUKSI SOSIAL MEMASUKI ERA INDONFSIA BARU. Oleh: Dr Hafid Abbas Dirjen Perlindungan HAM RAN HAM SEBAGAI KERANGKA DASAR PROSES REKONSTRUKSI SOSIAL MEMASUKI ERA INDONFSIA BARU Oleh: Dr Hafid Abbas Dirjen Perlindungan HAM RAN HAM SEBAGAI KERANGKA DASAR PROSES REKONSTRUKSI SOSIAL MEMASUKI ERA

Lebih terperinci

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional.

Definisi tersebut dapat di perluas di tingkat nasional dan atau regional. Definisi Global Profesi Pekerjaan Sosial Pekerjaan sosial adalah sebuah profesi yang berdasar pada praktik dan disiplin akademik yang memfasilitasi perubahan dan pembangunan sosial, kohesi sosial dan pemberdayaan

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 116) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

Lebih terperinci

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN 26 Juni 2014 No Rumusan RUU Komentar Rekomendasi Perubahan 1 Pasal 1 Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH -1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI ACEH I. UMUM Salah satu kewenangan Pemerintah Aceh yang diamanatkan dalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah

Lebih terperinci

D. PERENCANAAN SKENARIO WUJUD PARTISIPASI ANAK DAN KAUM MUDA SEBAGAI WARGA NEGARA

D. PERENCANAAN SKENARIO WUJUD PARTISIPASI ANAK DAN KAUM MUDA SEBAGAI WARGA NEGARA D. PERENCANAAN SKENARIO WUJUD PARTISIPASI ANAK DAN KAUM MUDA SEBAGAI WARGA NEGARA Kelompok anak dan kaum muda sampai saat ini masih mengalami hambatan dalam melaksanakan hak politiknya untuk berpartisipasi

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Skripsi ini meneliti mengenai peran Aceh Monitoring Mission (AMM)

BAB V PENUTUP. Skripsi ini meneliti mengenai peran Aceh Monitoring Mission (AMM) BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Skripsi ini meneliti mengenai peran Aceh Monitoring Mission (AMM) dalam proses peacebuilding di Aceh paska konflik GAM dengan Pemerintah Indonesia. Paska konflik GAM dengan

Lebih terperinci

c. Menyatakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27

c. Menyatakan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 RINGKASAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 006/PUU- IV/2006 TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI TANGGAL 7 DESEMBER 2006 1. Materi muatan ayat, Pasal dan/atau

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

ALASAN-ALASAN DIBALIK DIBATALKANNYA UNDANG- UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DI INDONESIA

ALASAN-ALASAN DIBALIK DIBATALKANNYA UNDANG- UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DI INDONESIA ALASAN-ALASAN DIBALIK DIBATALKANNYA UNDANG- UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DI INDONESIA Kasus Posisi Mochammad Tanzil Multazam Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Wacana

Lebih terperinci

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BAPPENAS Pada Penandatanganan MoU

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peacebuilding. Tulisan-tulisan terebut antara lain Aid, Conflict, and Peacebuilding 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini lebih mengacu pada tulisan-tulisan yang berkaitan dengan peran organisasi internasional dalam peacebuilding.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY

Lebih terperinci

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional Oleh Agung Putri Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Implementasi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis

Lebih terperinci

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK

PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Seri Bahan Bacaan Kursus HAM untuk Pengacara XI Tahun 2007 PENGANTAR KONVENSI HAK ANAK Supriyadi W. Eddyono, S.H. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jl Siaga II No 31 Pejaten Barat, Jakarta 12510 Telp

Lebih terperinci

Pengadilan Rakyat Internasional Kasus 1965

Pengadilan Rakyat Internasional Kasus 1965 Sepuluh Hal yang Perlu Anda Ketahui Tentang Pengadilan Rakyat Internasional Kasus 1965 Banyak kesalahpahaman terjadi terhadap Pengadilan Rakyat Internasional. Berikut sepuluh hal yang belum banyak diketahui

Lebih terperinci

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum

Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum Lampiran Usulan Masukan Terhadap Rancangan Undang-Undang Bantuan Hukum No. Draft RUU Bantuan Hukum Versi Baleg DPR RI 1. Mengingat Pasal 20, Pasal 21, Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat

Lebih terperinci

UNOFFICIAL TRANSLATION

UNOFFICIAL TRANSLATION UNOFFICIAL TRANSLATION Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Annex, UN Doc E / CN.4 /

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

Penyandang Disabilitas di Indonesia: Fakta Empiris dan Implikasi untuk Kebijakan Perlindungan Sosial

Penyandang Disabilitas di Indonesia: Fakta Empiris dan Implikasi untuk Kebijakan Perlindungan Sosial Ringkasan terjemahan laporan Persons with Disabilities in Indonesia: Empirical Facts and Implications for Social Protection Policies (Penyandang Disabilitas di Indonesia: Fakta Empiris dan Implikasi untuk

Lebih terperinci

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk

negara-negara di Afrika Barat memiliki pemerintahan yang lemah karena mereka sebenarnya tidak memiliki kesiapan politik, sosial, dan ekonomi untuk BAB IV KESIMPULAN Sejak berakhirnya Perang Dingin isu-isu keamanan non-tradisional telah menjadi masalah utama dalam sistem politik internasional. Isu-isu keamanan tradisional memang masih menjadi masalah

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Bapak Presiden SMU PBB, Saya ingin menyampaikan ucapan

Lebih terperinci

Di sisi lain, penulis juga hendak bercerita tentang perjuangan mengungkap keadilan. Kendatipun tradisi impunitas telah menjadi borok dalam kehidupan

Di sisi lain, penulis juga hendak bercerita tentang perjuangan mengungkap keadilan. Kendatipun tradisi impunitas telah menjadi borok dalam kehidupan Bab 5 Kesimpulan Persidangan Rios Montt merupakan pars pro toto dari dinamika perlawanan terhadap impunitas di Guatemala. Kasus ini memilliki potensi yang besar untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia

23 Oktober Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia 23 Oktober 2017 Kepada Yth: Ibu Retno L.P. Marsudi Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Setelah mengikuti siklus ketiga Tinjauan Periodik Universal (Universal Periodic Review - UPR) Indonesia, saya menyambut

Lebih terperinci

MENGHADIRKAN KOMISI KEBENARAN DI ACEH: SEBUAH TANTANGAN INDONESIA UNTUK BERPIHAK PADA KEBENARAN DAN KEADILAN

MENGHADIRKAN KOMISI KEBENARAN DI ACEH: SEBUAH TANTANGAN INDONESIA UNTUK BERPIHAK PADA KEBENARAN DAN KEADILAN MENGHADIRKAN KOMISI KEBENARAN DI ACEH: SEBUAH TANTANGAN INDONESIA UNTUK BERPIHAK PADA KEBENARAN DAN KEADILAN I. Pengantar 1. Sebuah capaian signifikan dalam mengahiri konflik sipil berkepanjangan di Indonesia

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sejatinya dibentuk untuk memenuhi

BAB V PENUTUP. Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi sejatinya dibentuk untuk memenuhi ! 140 BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Et erit opus justitiae pax et cultus justitiae silentum et securitas usque in sempiternu (Setiap karya keadilan dan kebenaran pada akhirnya melahirkan perdamaian, kedamaian,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE INVOLVEMENT OF CHILDREN IN ARMED CONFLICT (PROTOKOL OPSIONAL

Lebih terperinci

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA Disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 9 Desember 1998 M U K A D I M A H MAJELIS Umum, Menegaskan kembalimakna penting dari ketaatan terhadap

Lebih terperinci

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia Antonio Pradjasto Tanpa hak asasi berbagai lembaga demokrasi kehilangan substansi. Demokrasi menjadi sekedar prosedural. Jika kita melihat dengan sudut

Lebih terperinci

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK)

KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) KONVENSI HAK ANAK (HAK-HAK ANAK) Konvensi Hak Anak (KHA) Perjanjian yang mengikat secara yuridis dan politis antara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak Istilah yang perlu

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Promosi dan proteksi Hak Asasi Manusia (HAM) boleh dikatakan telah menjadi agenda internasional. Jika sebelumnya, selama lebih dari 40 tahun, ide dan pelaksanaan HAM

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

Nota Kesepahaman. antara Pemerintah Republik Indonesia Dan. Gerakan Aceh Merdeka

Nota Kesepahaman. antara Pemerintah Republik Indonesia Dan. Gerakan Aceh Merdeka Lampiran Terjemahan resmi ini telah disetujui oleh delegasi RI dan GAM. Hanya terjemahan resmi ini yang Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Gerakan Aceh Merdeka Pemerintah Republik

Lebih terperinci

Akses Terhadap Keadilan dalam Rencana Pembangunan Indonesia

Akses Terhadap Keadilan dalam Rencana Pembangunan Indonesia Akses Terhadap Keadilan dalam Rencana Pembangunan Indonesia Tujuan Akses thd Keadilan melindungi dan memperkuat mereka yang miskin, lemah dan tertindas memberi mereka pintu untuk bisa masuk ke dalam pengadilan

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H. TRAINING RULE OF LAW SEBAGAI BASIS PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk - Jakarta, 2 5 November 2015 MAKALAH Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM Oleh: Eko Riyadi,

Lebih terperinci

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN WALIKOTA MATARAM NOMOR : 7 TAHUN 2017 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANGGULANGAN

Lebih terperinci

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata 12 Februari 2002 Negara-negara yang turut serta dalam Protokol ini,terdorong oleh dukungan yang melimpah atas Konvensi

Lebih terperinci

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Oleh Asep Mulyana Hak atas informasi atau right to know merupakan hak fundamental yang menjadi perhatian utama para perumus DUHAM. Pada 1946, majelis umum Perserikatan

Lebih terperinci

Prinsip Dasar Peran Pengacara

Prinsip Dasar Peran Pengacara Prinsip Dasar Peran Pengacara Telah disahkan oleh Kongres ke Delapan Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ) mengenai Pencegahan Kriminal dan Perlakuan Pelaku Pelanggaran, Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7

Lebih terperinci

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar. Tiga Gelombang Demokrasi Demokrasi modern ditandai dengan adanya perubahan pada bidang politik (perubahan dalam hubungan kekuasaan) dan bidang ekonomi (perubahan hubungan dalam perdagangan). Ciriciri utama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelanggaran hak asasi

Lebih terperinci

Nota Kesepahaman. antara. Pemerintah Republik Indonesia. dan. Gerakan Aceh Merdeka

Nota Kesepahaman. antara. Pemerintah Republik Indonesia. dan. Gerakan Aceh Merdeka Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menegaskan komitmen mereka untuk penyelesaian konflik Aceh secara

Lebih terperinci

KOMENTAR UMUM no. 08

KOMENTAR UMUM no. 08 1 KOMENTAR UMUM no. 08 KAITAN ANTARA SANKSI EKONOMI DENGAN PENGHORMATAN TERHADAP HAK- HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA Komite Persatuan Bangsa-bangsa untuk Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya E/C.12/1997/8

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.324, 2013 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Hukum. Humaniter. Hak Asasi Manusia. Penyelenggaraan Pertahanan Negara. Penerapan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA 1 PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA Ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Pada tanggal 25 Mei 2000 Negara-negara Pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi membuka kesempatan besar bagi penduduk dunia untuk melakukan mobilisasi atau perpindahan tanpa batas yang menciptakan sebuah integrasi dalam komunitas

Lebih terperinci

Mempertimbangkan Kembali Relevansi Studi HAM dan Demokrasi 1

Mempertimbangkan Kembali Relevansi Studi HAM dan Demokrasi 1 Mempertimbangkan Kembali Relevansi Studi HAM dan Demokrasi 1 AE Priyono DEMOS, Jakarta 1. Dengan tidak adanya cukup informasi mengenai kegiatan pusat-pusat studi HAM berbasis Universitas sejak pembentukannya

Lebih terperinci

Demokrasi Berbasis HAM

Demokrasi Berbasis HAM Demokrasi Berbasis HAM Antonio Pradjasto Jika menelusuri sejarah demokrasi, maka antara hak asasi dan demokrasi memiliki korelasi yang erat sejak diperkenalkannya konsep civil liberties pada abad XIX.

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK SALINAN BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

PERNYATAAN KEBIJAKAN HAK ASASI MANUSIA UNILEVER

PERNYATAAN KEBIJAKAN HAK ASASI MANUSIA UNILEVER PERNYATAAN KEBIJAKAN HAK ASASI MANUSIA UNILEVER Kami meyakini bahwa bisnis hanya dapat berkembang dalam masyarakat yang melindungi dan menghormati hak asasi manusia. Kami sadar bahwa bisnis memiliki tanggung

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelanggaran hak asasi manusia

Lebih terperinci

MAKALAH HAM UNTUK STABILITAS POLITIK DAN KEAMANAN SERTA PEMBANGUNAN SOSIAL DAN EKONOMI

MAKALAH HAM UNTUK STABILITAS POLITIK DAN KEAMANAN SERTA PEMBANGUNAN SOSIAL DAN EKONOMI FOCUS GROUP DISCUSSION DAN WORKSHOP PEMBUATAN MODUL MATERI HAM UNTUK SPN DAN PUSDIK POLRI Hotel Santika Premiere Yogyakarta, 17 18 Maret 2015 MAKALAH HAM UNTUK STABILITAS POLITIK DAN KEAMANAN SERTA PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

DEKLARASI PERSERIKATAN BANGSA BANGSA TENTANG HAK HAK MASYARAKAT ADAT

DEKLARASI PERSERIKATAN BANGSA BANGSA TENTANG HAK HAK MASYARAKAT ADAT DEKLARASI PERSERIKATAN BANGSA BANGSA TENTANG HAK HAK MASYARAKAT ADAT Disahkan dalam sidang umum PBB tanggal 13 September 2007 di New York, Indonesia Adalah salah satu Negara yang menyatakan mendukung Deklarasi

Lebih terperinci

Penyiksaan dalam RUU KUHP: Beberapa catatan kritis

Penyiksaan dalam RUU KUHP: Beberapa catatan kritis Penyiksaan dalam RUU KUHP: Beberapa catatan kritis Indriaswati Dyah Saptaningrum Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Konvensi Menentang penyiksaan

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA Diadopsi pada 20 Desember 2006 oleh Resolusi Majelis Umum PBB A/RES/61/177 Mukadimah Negara-negara

Lebih terperinci

digunakan untuk mengenyampingkan dan atau mengabaikan hak-hak asasi lainnya yang harus dipenuhi negara, sebagaimana ketentuan hukum

digunakan untuk mengenyampingkan dan atau mengabaikan hak-hak asasi lainnya yang harus dipenuhi negara, sebagaimana ketentuan hukum Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Masukan Draf Rancangan Undang-Undang Keamanan Nasional 2011 Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Jakarta, 4 Juli 2011 No Pasal Tanggapan 1 Definisi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan SEMINAR KOALISI PEREMPUAN INDONESIA (KPI) Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan 20 Januari 2016 Hotel Ambhara 1 INDONESIA SAAT INI Jumlah Penduduk Indonesia per 201 mencapai 253,60 juta jiwa, dimana

Lebih terperinci

Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945:

Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945: Jakarta 14 Mei 2013 Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945: a. Pertama, dimensi internal dimana Negara Indonesia didirikan dengan tujuan untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

HAM DI ERA REFORMASI. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1. Keberadaan negara adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak

HAM DI ERA REFORMASI. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1. Keberadaan negara adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak HAM DI ERA REFORMASI Oleh: Muchamad Ali Safa at 1 Tanggungjawab Negara Terhadap Penegakan HAM Keberadaan negara adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia yang tidak mungkin dapat dipenuhi secara individu.

Lebih terperinci

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM*

STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* STATUTA INSTITUT INTERNASIONAL UNTUK DEMOKRASI DAN PERBANTUAN PEMILIHAN UMUM* Institut Internasional untuk Demokrasi dan Perbantuan Pemilihan Umum didirikan sebagai organisasi internasional antar pemerintah

Lebih terperinci

MENEMPATKAN SKENARIO MASA DEPAN ANEUK DAN PEMUDA ATJEH TAHUN 2018 DALAM RUANG PUBLIK ACEH

MENEMPATKAN SKENARIO MASA DEPAN ANEUK DAN PEMUDA ATJEH TAHUN 2018 DALAM RUANG PUBLIK ACEH E. MENEMPATKAN SKENARIO MASA DEPAN ANEUK DAN PEMUDA ATJEH TAHUN 2018 DALAM RUANG PUBLIK ACEH Dalam kertas kerjanya yang berjudul Models of Public Sphere in Political Philosophy, Gürcan Koçan (2008:5-9)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RESUME 21 BUTIR PLATFORM KEBIJAKAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (1) PEMANTAPAN EKONOMI MAKRO

RESUME 21 BUTIR PLATFORM KEBIJAKAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (1) PEMANTAPAN EKONOMI MAKRO RESUME 21 BUTIR PLATFORM KEBIJAKAN PARTAI KEADILAN SEJAHTERA (1) PEMANTAPAN EKONOMI MAKRO Membangun kembali fundamental ekonomi yang sehat dan mantap demi meningkatkan pertumbuhan, memperluas pemerataan,

Lebih terperinci

Kesimpulan Diskusi Oleh: [Kelompok 3] Aspek-Aspek Sosial Konflik dan Kerentanan

Kesimpulan Diskusi Oleh: [Kelompok 3] Aspek-Aspek Sosial Konflik dan Kerentanan Kesimpulan Diskusi Oleh: [Kelompok 3] Aspek-Aspek Sosial Konflik dan Kerentanan Latar Belakang Masalah Implementasi kebijakan tidak pro rakyat Kerentanan terhadap pluralisme budaya dan sentimen agama Penguasaan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN ATAS HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA Hak asasi merupakan hak yang bersifat dasar dan pokok. Pemenuhan hak asasi manusia merupakan suatu keharusan agar warga negara

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH Bengkulu Tengah yang Lebih Maju, Sejahtera, Demokratis, Berkeadilan, Damai dan Agamis 1. Maju, yang diukur dengan : (a) meningkatnya investasi;

Lebih terperinci

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

B. Struktur Organisasi

B. Struktur Organisasi 1 A. Gambaran Umum akarta sebagai Ibukota Negara merupakan barometer bagi kotakota lain di Indonesia, sehingga mempunyai peranan penting dan strategis dalam menciptakan suasana tertib, menumbuhkan kesadaran,

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA E/CN.4/2005/WG.22/WP.1/REV.4 23 September 2005 (Diterjemahkan dari Bahasa Inggris. Naskah Asli dalam Bahasa Prancis) KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN

Lebih terperinci

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 10, 2015 Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) NAMA : HARLO PONGMERRANTE BIANTONG NRS : 094 PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang 5 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Apa perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA... Daftar Isi v DAFTAR ISI DAFTAR ISI...v PENGANTAR PENERBIT...xv KATA PENGANTAR Philip Alston...xvii Franz Magnis-Suseno...xix BAGIAN PENGANTAR Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci