BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bronkiektasis, emfiesema, dan asma. PPOK merupakan kondisi irreversibel yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bronkiektasis, emfiesema, dan asma. PPOK merupakan kondisi irreversibel yang"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Penyakit Paru Obstuktif Kronik (PPOK) Definisi PPOK adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkhitis kronis, bronkiektasis, emfiesema, dan asma. PPOK merupakan kondisi irreversibel yang berkaitan dengan diaspneu saat beraktivitas dan penurunan aliran udara masuk dan keluar paru-paru (Bruner & Suddarth, 2002). PPOK adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan kondisi obstruksi irreversibel progresif aliran udara ekspirasi. Kelainan utama yang tampak pada individu dengan PPOK adalah bronkhitis kronis, emfisema dan asma (Asih & Effendy, 2004). PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Bronkhitis kronik, emfesema paru dan asma bronkhial membentuk kesatuan yang disebut PPOK (Price & Wilson, 2006). PPOK adalah keadaan penyakit yang ditandai keterbatasan aliran udara yang tidak irreversibel sepenuhnya. Keterbatasan aliran udara biasanya progresif dan berkaitan dengan respon inflamasi abnormal pada paru terhadap partikel dan gas berbahaya. Istilah PPOK digunakan untuk beberapa gabungan penyakit meliputi emfisema dan bronkitis kronis (Morton, Fontaine, Hudak & Gallo, 2012). 8

2 9 PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik dengan lingkungan. Merokok, polusi udara, dan pemajanan di tempat kerja (terhadap batubara, kapas, padi-padian) merupakan faktor-faktor risiko penting yang menunjang pada terjadinya pada penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20 sampai 30 tahun (Brunner & Suddarth, 2002). Meski setiap penyakit bermanifestasi dalam bentuk murninya, adalah lazim penyakit bronkhitis kronis dan emfisema untuk timbul bersamaan pada klien yang sama. Asma lebih mudah dipisahkan dari bronkhitis kronis dan emfisema karena awitanya yang mendadak (Asih & Effendy, 2004). a. Definisi Bronkitis Kronik Bronkitis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung tiga bulan dalam satu tahun selama dua tahun berturut-turut (Brunner & Suddarth, 2002). Bronkhitis kronis secara fisiologi ditandai oleh hipertropi dan hipersekresi kelenjar mukosa bronkhial, dan perubahan struktur bronkhi dan bronkhioles (Asih & Effendy, 2004). Bronkhitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif lebih dari 250cc per hari selama minimal tiga bulan per tahun berturut-turut, tanpa ada penyebab medis lain (Morton, Fontane, Hudak & Gallo, 2012). Bronkhitis kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai pembentukan mukus berlebihan dalam bronkus dan bermanifestasi sebagai batuk kronik dan pembentukan sputum selama tiga bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya dalam dua tahun berturut-

3 10 turut. Sputum yang terbentuk dapat mukoid atau mukopurulen (Price & Wilson, 2006). Pada pasien dengan bronkitis kronik lebih rentan terhadap kekambuhan infeksi saluran pernapasan bawah. Kisaran infeksi virus, bakteri dan mikroplasma yang luas dapat menyebabkan episode bronkitis akut. Eksaserbasi bronkitis kronik hampir terjadi selama musim dingin (Brunner & Suddarth, 2002). b. Definisi Emfisema Paru Emfisema paru didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara di luar bronkiulus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. Pada kenyataannya, ketika pasien mengalami gejala, fungsi paru sering mengalami kerusakan yang ireversibel (Brunner & Suddarth, 2002). Emfisema didefinisikan sebagai kehilangan elastik paru dan pembesaran abnormal dan permanen pada ruang udara yang jauh dari bronkiolus terminal dengan destruksi dinding alveolar dan bantalan kapiler tanpa fibrosis yang nyata (Morton, Fontaine, Hudak & Gallo, 2012). Emfisema paru adalah perubahan anatomis dari parenkim paru yang ditandai pembesaran abnormal alveoli dan duktus alveolar serta kerusakan dinding alveolar (Asih & Effendy, 2004). Emfisema paru merupakan suatu perubahan anatomi parenkim paru yang ditandai oleh pembesaran alveolus dan duktus alveolaris yang tidak normal serta destruksi dinding alveolar. Emfesema dapat didiagnosis secara tepat menggunakan CT scan resolusi tinggi (Price & Wilson, 2006).

4 Manisfestasi Klinis a. Manisfestasi Klinis Bronkitis Kronis Batuk produktif kronis pada bulan-bulan musim dingin adalah tanda dini bronkitis kronis. Batuk mungkin dapat diperburuk oleh cuaca yang dingin, lembab dan iritan paru. Pasien biasanya mempunyai riwayat merokok dan sering mengalami infeksi pernapasan (Brunner & Suddarth, 2002). Tanda dan gejala bronkhitis kronis adalah batuk produktif ketika bangun tidur pagi (Asih & Effendy, 2004). Tanda dan gejala bronkitis kronis, ekspektorasi sputum yang berlebih saat tidur, peningkatan volume sputum dan perubahan warna sputum dari putih sampai kuning atau hijau, hemoptisis selama eksaserbasi akut, penurunan suara napas, mengi atau ronkhi, frekuensi pernapasan yang lebih dari 16 kali permenit, waktu ekspirasi kuat yang lama (lebih 4 detik normal) (Morton, Fontaine, Hudak & Gallo, 2012). b. Manisfestasi Klinis Emfisema Paru Ketika insfeksi, pasien biasanya tampak mempunyai barrel chest akibat terperangkapnya udara, penipisan masa otot, pernapasan dengan bibir dirapatkan. Pernapasan dada, pernapasan abnormal tidak efektif dan penggunaan otot-otot aksesori pernapasan (sternokleidomastoid) adalah umum terjadi. Pada tahap lanjut dispnea terjadi saat aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti makan dan mandi. Ketika dada diperiksa, ditemukan hiersonans dan penur Auskultasi menunjukkan tidak terdengarnya bunyi napas dengan krekles, ronki dan perpanjangan ekspirasi. Kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbon dioksida yang tinggi (hiperkapnea) pada tahap penyakit lanjut (Brunner & Suddarth, 2002). Gejala

5 12 yang menandakan emfesema adalah dispnea, pembentukan sputum sedikit atau tidak ada, penggunaan otot-otot eksesori pernapasan peningkatan frekuensi pernapasan dan perpanjangan fase ekspiratori (Asih & Effendy, 2004). Keluhan utama emfesema, dispnea, batuk jarang terjadi, pasien kurus disertai penurunan berat badan, dada tanpa suara tambahan, tidak terjadi edema perifer, pasien tampak tidak nyaman dengan penggunaan otot bantu pernafasan (Morton, Fontaine, Hudak & Gallo, 2012) Penatalaksanaan PPOK a. Terapi Non Farmakologi Terapi non farmakologi terdiri dari, program aktivitas olah raga, konseling nutrisi dan penyuluhan. Program aktivitas terdiri dari, sepeda ergometri, latihan tredmill, atau berjalan dengan diatur waktunya, setiap hari dari durasi 10 menit sampai 45 menit per sesi. Konseling nutrisi diberikan karena 50% pasien PPOK yang masuk ke rumah sakit mengalami malnutrisi. Malnutrisi mengakibatkan penurunan otot pernafasan dan kelemahan otot pernafasan lebih lanjut. Memperbaiki status nutrisi pasien PPOK yang mengalami penurunan berat badan dapat meningkatkan kekutaan otot pernafasan.penyuluhan tentang berhenti merokok merupakan metode tunggal yang paling efektif dalam mengurangi resiko terjadinya PPOK dan memperlambat kemajuan penyakit (Morton, Fontaine, Hudak & Gallo, 2012). Menurut Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan PPOK di Indonesia, penatalaksanaan PPOK non farmakologi meliputi, edukasi, terapi oksigen, nutrisi dan rehabilitasi (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). Pengobatan non farmakologi pasien PPOK meliputi, menghentikan merokok, perkusi dan drainase

6 13 postural, pengobatan dengan oksigen aliran rendah, hidrasi dan program kerja fisik (Price & Wilson, 2006). b. Terapi Farmakologi Menurut GOLD (2001), terapi farmakologi untuk pasien PPOK adalah bronkodilator dan glukokortikosteroid. Bronkodilator memperbaiki pengosongan paru, mengurangi hiperinflasi pada saat istirahat dan selama latihan, dan memperbaiki perfoma latihan. Terapi inhalasi glukortikokoid yang lama dapat mengurangi gejala, namun tidak merubah penurunan jangka panjang forced expiratory volume (FEV), yang biasanya dilihat pada pasien PPOK (Morton, Fontaine, Hudak & Gallo, 2012). Pengobatan farmakologi pasien PPOK meliputi, antibiotik, vaksin pneumokus dan influenza, bronkodilator, alfa 1 -antitripsin, reseksi bedah (pada kasus-kasus tertentu) (Price & Wilson, 2006). Menurut Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan PPOK di Indonesia, penatalaksanaan farmakologi meliputi, ventilasi mekanik dan obat-obatan. Obatan-obatan yang diberikan yaitu bronkodilator, antiinflamasi, antibiotika, antioksidan, mukolitik, (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003) Pendidikan Pasien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah Pasien diintruksikan untuk menghindari panas dan dingin yang ekstrim. Panas meningkatkan suhu tubuh, karenanya meningkatkan kebutuhan oksigen tubuh., dingin cenderung meningkatkan bronkospasme. Tempat ketinggian (seperti pegunungan) memperburuk hipoksia. Pasien PPOK harus diimformasikan dengan jelas dan tegas bahwa merokok sangat berbahaya. Pasien juga dianjurkan

7 14 melakukan aktivitas sedang. Situasi yang menekan, yang dapat mencetuskan batuk atau gangguan emosional harus dihindari (Brunner & Suddarth, 2002). Menurut Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan PPOK di Indonesia, edukasi yang perlu diberikan antara lain berhenti merokok, penggunan obat dengan tepat, mengenal dan mengataasi efek samping obat dan oksigen, penilaian tanda eksaserbasi akut (sesak bertambah, batuk bertambah, sputum berubah warna), menghindari pencetus eksaserbasi, menyesuaikan keterbatasan hidup dengan aktivitas (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). 2.2 Fisioterapi Dada Fisioterapi dada merupakan kelompok terapi yang digunakan dengan kombinasi untuk memobilisasi sekresi pulmonal. Terapi ini terdiri dari drainase postural, perkusi dada, dan vibrasi. Klien yang mengalami retensi sekresi dan gangguan oksigenasi, seperti pneumonia, penyakit paru obstuksf kronik membutuhkan bantuan ini untuk mengencerkan dan mengeluarkan sekresi. Fisioterapi dada mencakup tiga tehnik drainase postural, perkusi dada dan vibrasi (Asih & Effendy, 2004). Drainase postural, perkusi, dan vibrasi dada merupakan metode fisioterapi dada yang digunakan untuk memperbesar upaya klien dan memperbaiki fungsi paru. Metode ini dapat digunakan secara berurutan pada posisi drainase yang berbeda dan harus diawali dengan bronkodilator (jika diprogramkan), dan dilanjutkan dengan napas dalam dan batuk (Morton, Fontaine, Hudak & Gallo, 2012) Drainase Postural

8 15 Drainase postural menggunakan posisi spesifik yang memungkinkan gaya gravitasi untuk membantu membuang sekresi pulmonal. Jika drainase postural digunakan, pasien dibaringkan secara bergantian dalam posisi yang berbeda, sehingga gaya gravitasi membantu mengalirkan sekresi dari jalan nafas bronkial yang lebih kecil ke bronki yang lebih besar dan trakea. (Brunner, Suddart, 2002). Posisi drainase postural memfasilitasi drainase sekret paru ke arah bronkus utama dan trakea dengan bantuan gaya gravitasi berdasarkan anatomi segmen-segmen paru (Morton, Fontaine, Hudak & Gallo, 2012). Pengaturan posisi pasien dengan menempatkan paru yang sakit di sebelah bawah cenderung menyebabkan hipoksia, yang disertai ketidakselarasn ventilasi - perfusi dan pemintasan. Akan tetapi pertukaran posisi tersebut diubah jika pasien mengalami abses paru (Morton, Fontaine, Hudak & Gallo, 2012). Latihan drainase dapat diarahkan pada semua segmen paru (Brunner & Suddart, 2002). Pasien dibaringkan dalam lima posisi meliputi kepala lebih rendah, pronasi, lateral kanan dan kiri serta duduk tegak. Satu posisi untuk mendrainase setiap lobus. Bronkus lobus yang lebih rendah dan lobus tengah mengalir lebih efektif jika kepala lebih rendah, bronkus lobus yang atas mengalir lebih efektif bila kepala tegak (Brunner & Suddart, 2002). Bantu klien memperoleh posisi yang tepat untuk drainse area yang mengalami penumpukan sekresi. Bantu klien memilih posisi sesuai kebutuhan dan ajarkan memposisikan tubuh, lengan dan kaki yang tepat. Letakkan bantal untuk menyangga dan memberi kenyamanan (Eni Kusyanti dkk, 2013).

9 16 Pasien diinstruksikan untuk tenang dalam setiap posisi selama 10 sampai 15 menit dan menghirup dengan lambat melalui hidung. Kemudian menganjurkan menghembuskan napas dengan perlahan sambil merapatkan bibir untuk membantu mempertahankan jalan napas terbuka sehingga sekresi dapat dialirkan ketika dalam berbagai posisi (Brunner & Suddarth, 2002). Minta klien untuk mempertahankan posisi selama 15 sampai 45 menit. Pada klien anak-anak prosedur ini membutuhkan waktu 3-5 menit (Eni Kusyanti dkk, 2013). Kontra indikasi untuk drainase postural: peningkatan tekanan intra intrakranial, setelah makan dan pemberian makan melalu selang, tidak mampu batuk, hipoksia, ketidaksatabilan hemodinamik, penurunan status mental, setelah operasi mata, obesitas (Morton, Fontaine, Hudak & Gallo, 2012) Perkusi Dada (Clapping) Perkusi dada dilakukan dengan mengetuk dinding dada di atas daerah yang akan didrainase. Tangan diposisikan sehingga jari-jari dan ibu jari saling menyentuh dan tangan membentuk mangkuk. Perkusi pada permukaan dinding dada akan mengirimkan gelombang berbagai amplitudo dan frekuensi melalui sehingga mengubah konsistensi dan lokasi sputum. Perkusi dada dilakukan dengan mengubah gerakan tangan melawan dinding dada. Perkusi dilakukan di atas sebuah lapisan pakaian, tidak di atas kancing, kancing jepret, atau risleting (Potter & Perry, 2006). Pergelangan tangan secara bergantian dan fleksi dan ektensi sehingga dada dipukul atau ditepuk tidak menimbulkan nyeri. Pakaian halus atau handuk dapat diletakkan di atas segmen dada yang ditepuk untuk mencegah iritasi

10 17 kulit dan kemerahan akibat kontak langsung. (Brunner & Suddarth, 2002). Perkusi setiap segmen paru selama 1-2 menit. Hindari melakukan perkusi pada struktur yang mudah cidera seperti payudara, sternum, kolumna spinalis dan ginjal (Eni Kusyanti dkk, 2013) Vibrasi Vibrasi adalah tehnik memberikan kompresi dan getaran manual pada dinding dada selama fase ekshalasi pernapasan. Maneuver ini membantu meningkatkan velositas udara yang diekspirasi dari jalan napas yang kecil sehingga mampu membebaskan mukus. Setelah tiga atau empat kali vibrasi, pasien dianjurkan untuk batuk dengan menggunakan otot-otot abdomen untuk meningkatkan keefektifan batuk (Brunner & Suddart, 2002). Vibrasi dilakukan saat pasien menghembuskan nafas (ekhalasi) melalui mulut. Vibrasi meningkatkan kecepatan dan turbulensi udara ekhalasi guna melepas sekret. Tehnik ini dilakukan dengan menempatkan kedua tangan secara berdampingan, posisi jari tangan ekstensi, dan telapak tangan menempel di area dada yang mengalami gangguan. Pasien mengambil nafas dalam dan kemudian menghembuskannya secara perlahan. Saat pasien ekhalasi, perawat memvibrasi dada pasien dengan mengencangkan dan melemaskan kedua otot lengan dan bahu dalam gerak yang cepat. Vibrasi sebagai pengganti perkusi, jika dinding dada mengalami nyeri (Morton, Fontaine, Hudak & Gallo, 2021). Vibrasi meningkatkan pengeluaran udara yang terperangkap dan menggoyangkan mukus sehingga lepas dan menyebabkan batuk (Potter & Perry, 2006).

11 18 Kontra indikasi perkusi /vibrasi, Fraktur tulang iga atau osteoporosis, pembedahan pada dada atau abdomen, hemoragi atau emboli paru, malignansi dada/masktomi, pneumotorak/emfesema subkutan, trauma medula servikal, tuberkulosis, efusi fleura/emfiema, asma (Morton, Fontaine, Hudak & Gallo, 2012). Sebagai kewaspadaan, perkusi di atas selang drainase dada, sternum, tulang belakang, ginjal, limpa, atau payudara (pada wanita) dihindari (Brunner & Suddarth, 2002). 2.3 Saturasi Oksigen Saturasi oksigen (O 2 sat) adalah presentase haemoglobin yang disaturasi oksigen (Potter & Perry, 2006). Oksigen (O 2 ) dapat diangkut dari paru-paru ke jaringan melalui dua jalan, secara fisik larut dalam plasma atau secara kimiawi berikatan dengan Hb (HbO 2 ). Ikitan kimia O 2 dengan Hb ini bersifat irreversibel, yang jumlah sesungguhnya yang diangkut dalam bentuk ini mempunyai hubungan nonlinear dengan tekanan parsial O 2 dalam darah arteri (PaO 2 ), yang ditentukan oleh jumlah O 2 secara fisik larut dalam plasma. Selanjutnya jumlah O 2 yang terlarut dalam plasma mempunyai hubungan langsung dengan tekanan parsial alveoli (PAO 2 ) (Price &Wilson, 2006). Pada keadaan normal, kira-kira 97 persen oksigen yang ditranspor dari paru ke jaringan dibawa dalam campuran kimiawi dengan hemoglobin dalam sel darah merah. Tiga persen sisanya dibawa dalam cairan plasma dan sel. Dengan demikian, dalam keadaan normal, oksigen dibawa ke jaringan hampir seluruhnya oleh hemoglobin (Guyton, 2000). Pada tingkat jaringan, O 2 akan melepaskan diri dari Hb ke dalam plasma dan berdifusi dari plasma ke sel-sel jaringan tubuh untuk

12 19 memenuhi kebutuhan jaringan yang bersangkutan. Meskipun kebutuhan jaringan bervariasi, namun sekitar 75% hb masih berikatan dengan O 2 pada waktu Hb kembali ke paru dalam bentuk vena darah campuran. Jadi hanya 25% O 2 dalam darah arteri yang digunakan dalam keperluan jaringan (Price & Wilson, 2006). Oksigen dibutuhkan untuk memenuhi katabolisme kimia yang terjadi dalam memproduksi energi seluler. Saat difusi dari paru-paru ke darah, sebagian kecil dari oksigen akan larut dalam plasma dan cairan sel, tetapi lebih dari 60 kali banyaknya berikatan cepat dengan hemoglobin. Pada PAO 2 100mm Hg, hampir 96% dari semua molekul hemoglobin telah berkombinasi dengan oksigen. Persentase ini menunjukkan saturasi hemoglobin atau saturasi oksigen arteri (SaO 2 ) (Guyton, 2000). Jumlah oksigen yang bergabung dengan haemoglobin juga tergantung padapao 2, tetapi hanya pao 2 sekitar 150 mmhg. Jika Pao 2 kurang dari 150 mmhg, prosentase haemoglobin yang tersaturasi akan lebih reendah. Sebagai contoh, pada PaO mmhg (nilai normal ), saturasi oksigen 97%, dan pada PaO 2 40 mmhg saturasi adalah 70% (Brunner & Suddarth, 2002). Faktor saturasi dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut : CO 2, ph, suhu, dan 2,3 disfogliserat (Price & Wilson,2006). Dengan haemoglobin normal yaitu 15g/100 ml dan tingkat PaO 2 40 mmhg (saturasi oksigen 75%), tersedia oksigen yang adekuat untuk jaringan tetapi tidak untuk cadangan. Ketika terjadi insiden serius (misal bronkopasme, aspirasi, hipotensi, disritmia jantung) yang mengurangi masukan oksigen dari paru-paru, akan tejadi hipoksia jaringan. Nilai normal PaO 2

13 20 adalah 80 sampai 100 mmhg. Dengan tingkat oksigenasi ini, terdapat batas kelebihan oksigen 155 tersedia untuk jaringan (Brunner & Suddarth, 2002). 2.4 Tehnih-Tehnik Pengukuran Saturasi Oksigen Arteri Pengukuran Saturasi oksigen arteri dapat dilakukan dengan dua cara : Gas Darah Arteri Tekanan oksigen arteri (PaO 2 ) menunjukkan derajat oksigenasi darah dan tekanan karbon dioksida arteri, menunjukkan keaadekuatan ventilasi alveolar. Pemeriksaan gas darah arteri membantu mengkaji tingkat tingkat dimana paruparu mampu memberikan oksigen yang adekuat dan membuang karbon dioksida serta tingkat dimana ginjal mampu menyerap kembali dan mengekskresikan ionion bikarbonat untuk mempertahankan ph darah yang normal (Brunner &Suddarth, 2002). Artei radialis (brakialis) sering dipilh karena arteri mudah dicapai. Gas-gas darah arteri didapat melalui fungsi arteri pada arteri radialis, arteri brakiali, arteri femoralis atau melalui arteri indwwlling (Brunner & Suddarth, 2002) Pergelangan tangan diektensikan dengan menempatkan di atas gulungan handuk, setelah kulit disterilkan, lalu arteri distabilkan dengan dua jari dari satu tangan, sedangkan tangan yang lain menusuk arteri tersebut dengan alat suntik yang berisi heparin. Setelah lima ml darah terhisap ke dalam alat suntik, udara dikeluarkan, dan darah disimpan di atas es dan langsung dibawa ke laboratorium (Price & Wilson, 2006) Bila PaCO 2 meningkat, penyebab langsung hipoventilasi alveolar. Hipoventilasi menyebabkan asidosis respiratorik dan penurunan ph darah. Hipoventilasi dapat

14 21 meterjadi pada kelebihan dosis narkotik atau barbiturat. Penyebab PaCO 2 menurun adalah selalau hiperventilasi alveolar. Hiperventilasi menyebabkan alkalosis respiratorik dan kenaikan ph darah. Hiperventilasi sering timbul pada asma dan pneumonia dan menggambarkan usaha tubuh untuk meningkatkan PaCO 2 dengan usaha membuang CO 2 yang berlebihan dari paru (Price &Wilson, 2006). PaO 2 (tekanan parsial kelarutan oksigen di dalam darah), nilai normal mmhg. PaCO 2 (tekanan kelarutan parsial CO 2 dalam darah), nilai normal mmhg. SaO 2 (presentasi ikatan oksigen dengan haemoglobin), nilai normal 95%-98%. Kosentrasi ion hidrogen (ph), nilai normal 7,35-7,45 (Asih & Effendy, 2006). Kosentrasi bikarbonat HCO 3, nilai normal meq/l (Price & Wilson, 2006). Perubahan asam - basa pada asidosis dan alkalosis yaitu, (a) asidosis respiratorik: ph menurun, HCO 3 meningkat, PaCO 2 meningkat, (b) alkalosis respiratorik: ph meningkat, HCO 3 menurun, PaCO 3 menurun, (c) asidosis metabolik: ph menurun, HCO 3 menurun, PaCO 2 menurun, Alkalosi metabolik: ph meningkat, HCO 3 meningkat, PaCO 2 meningkat (Price & Wilson, 2006) Oksimetri Nadi (Pulse Oximetry) Oksimetri nadi adalah metode pemantauan non invasif, secara kontinu terhadap saturasi oksigen haemoglobin (SaO 2). Meski oksimetri arteri tidak bisa menggantikan gas-gas darah arteri, oksimetri nadi merupakan suatu cara efektif untuk memantau terhadap perubahan saturasi oksigen yang kecil dan mendadak (Brunner & Suddarth, 2002). Oksimetri tidak menimbulkan nyeri jika dibandingkan pungsi arteri. Menurut Ahrens & Ruhterford (1993), klien yang

15 22 mengalami kelainan perfusi/ventilasi, seperti pneumonia, emfesema, bronkitis kronik, asma, embolisme pulmonar, gagal jantung merupakan kandidat ideal untuk menggunakan oksimetri nadi (Potter & Perry, 2006). Oksimetri nadi digunakan dalam banyak lingkungan, termasuk unit perawatan kritis, unit perawatan umum, Oksimetri nadi juga digunakan pada area diagnostik dan pengobatan selama pelaksanaan prosedur. (Brunner & Sudarth, 2002). Pemantauan saturasi oksigen yang kontinu bermanfaat dalam pengkajian gangguan tidur, toleransi dalam latihan fisik, penyapihan dari ventilasi mekanis dan penurunan sementara saturasi oksigen (Potter & Perry, 2006). Sensor atau probe dilekatkan pada ujung jari, dahi, daun telinga atau batang hidung. Sensor mendeteksi perubahan tingkat saturasi oksigen dengan memantau signal cahaya yang dibangkitkan oleh oksimetri dan direfleksikan oleh darah yang berdenyut melalui jaringan pada probe (Brunner, Suddarth, 2002). Nasal probe (alat yang menyelidiki kedalaman) direkomendasikan untuk kondisi perfusi darah yang rendah. Keakuratan nilai oksimetri nadi secara tidak langsung berhubungan dengan perfusi di daerah probe. Pengukuran oksimetri nadi di daerah yang memiliki perfusi jaringan buruk, yang disrbabkan oleh syok, hipotermi, atau penyakit vaskuler perifer mungkin tidak dapat dpercaya (Potter & Perry, 2006) Saturasi oksigen arteri (SpO 2 ) normal adalah 95% sampai 100%. Nilai dibawah 85% menunjukkan bahwa jaringan tidak mendapatkan cukup oksigen dan pasien membutuhkan evaluasi lebih jauh (Brunner & Suddarth, 2002). Respon yang

16 23 diharapkan saturasi oksigen klien 96% sampai 100%, dan klien mamapu metoleransi prosedur (Asih & Effendy, 2006). 2.5 Hipoksia Hipoksia adalah oksigenasi jaringan yang tidak adekuat pada tingkat jaringan. Kondisi ini terjadi akibat penggunaan oksigen di selluler dan difisiensi penghantaran oksigen di seluler (Potter & Perry, 2006). Hipoksia dapat disebabkan oleh : 1. Penurunan kadar haemoglobin dan penurunan kapasitas darah yang membawa oksigen. 2. Penurunan kosentrasi oksigen yang diinspirasi. 3. Ketidakmampuan jaringan untuk mengambil oksigen dari darah, seperti pada kasus keracunan sianida. 4. Penurunan difusi oksigen dari alveoli ke darah, seperti pada kasus pneumonia. 5. Perfusi darah yang mengandung oksigen di jaringan yang buruk, seperti pada pasien syok. 6. Kerusakan ventilasi seperti yang terjadi pada fraktur iga multiple dan trauma dada. Tanda dan gejala hipoksia (Potter & Perry, 2006) Gelisah, rasa takut dan ansietas, disorientasi, penurunan kemampuan berkosentrasi, penurunan tingkat kesadaran, peningkatan keletihan, pusing, peningkatan nadi, peningkatan frekuensi dan kedalaman pernapasan, peningkatan tekanan darah, disritmia jantung, pucat, sianosis,clubbing dan dispnea. Hipoksia

17 24 merupakan kondisi yang mengancam kehidupan. Apabila tidak ditangani menyebabkan disritmia jantung yang menyebabkan kematian. Hipoksia ditangani dengan pemberian oksigen dan mencari penyebab yang mendasari seperti obstruksi jalan napas (Potter & Perry, 2006). Hipoksemia (penurunan tekanan arteri dalam darah) muncul sebagai perubahan status mental (yang berkembang mulai dari gangguan penilaian, agitasi, disorientasi, kelam pikir, letargi, koma), dispnea, peningkatan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, disritmia, sianosis sentral (tanda lnjut), diaforesis dan ektremita dingin. Hipoksemia biasanya mengarah pada hipoksia, yaitu penurunan suplai oksigen ke jaringan. Hipoksia jika cukup parah dapat mengancam nyawa. Hipoksia jangka panjang pada pasien PPOK dan gagal jantung kronik menimbulkan keletihan, mengantuk, apatis, tidak perhatian (Brunner & Suddarth, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena penyakit ini merupakan penyebab kematian dengan nomor urut lima di Indonesia.

Lebih terperinci

ASIDOSIS RESPIRATORIK

ASIDOSIS RESPIRATORIK ASIDOSIS RESPIRATORIK A. PENGERTIAN. Asidosis Respiratorik (Kelebihan Asam Karbonat). 1. Asidosis Respiratorik adalah gangguan klinis dimana PH kurang dari 7,35 dan tekanan parsial karbondioksida arteri

Lebih terperinci

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut. B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oksigen dalam darah. Salah satu indikator yang sangat penting dalam supply

BAB I PENDAHULUAN. oksigen dalam darah. Salah satu indikator yang sangat penting dalam supply BAB I PENDAHULUAN Darah memerlukan oksigen untuk dapat berfungsi dengan baik. Kekurangan oksigen dalam darah bisa membuat tubuh mengalami masalah serius. Selain olahraga dan transfusi darah, nutrisi tertentu

Lebih terperinci

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD)

SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD) SOP TINDAKAN ANALISA GAS DARAH (AGD) 1. Analisa Gas Darah Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran ph (dan juga keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi

Lebih terperinci

MACAM-MACAM SUARA NAFAS

MACAM-MACAM SUARA NAFAS MACAM-MACAM SUARA NAFAS Asuhan Keperawatan Aplikasi NANDA Diposkan oleh Rizki Kurniadi, Amd.Kep SUARA NAFAS NORMAL Suara nafas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan nafas dari laring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibutuhkan manusia dan tempat pengeluaran karbon dioksida sebagai hasil sekresi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibutuhkan manusia dan tempat pengeluaran karbon dioksida sebagai hasil sekresi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Paru-paru merupakan salah satu organ vital pada manusia yang berfungsi pada sistem pernapasan manusia. Bertugas sebagai tempat pertukaran oksigen yang dibutuhkan

Lebih terperinci

Kesetimbangan asam basa tubuh

Kesetimbangan asam basa tubuh Kesetimbangan asam basa tubuh dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Departemen Biokimia, Biologi Molekuler dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ph normal darah Dipertahankan oleh sistem pernafasan

Lebih terperinci

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan

5. Pengkajian. a. Riwayat Kesehatan 5. Pengkajian a. Riwayat Kesehatan Adanya riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya : batuk, pilek, demam. Anoreksia, sukar menelan, mual dan muntah. Riwayat penyakit yang berhubungan dengan imunitas

Lebih terperinci

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL O 1 Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produk mucus berlebihan dan kental, batuk tidak efektif. Mempertahankan jalan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ASIDOSIS RESPIRATORI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ASIDOSIS RESPIRATORI ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ASIDOSIS RESPIRATORI A. PENGAKAJIAN. 1. Teliti Riwayat Klinis Dari Perjalanan Penyakit Yang Dapat Mengakibatkan Asidosis Respiratorik. 2. Teliti Tanda Dan Gejala Klinis Yang

Lebih terperinci

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( ) 1 INSUFISIENSI PERNAFASAN Ikbal Gentar Alam (131320090001) Pendahuluan 2 Diagnosa dan pengobatan dari penyakit penyakit respirasi tergantung pada prinsip dasar respirasi dan pertukaran gas. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTEK KOMPREHENSIF I DENGAN DIAGNOSA MEDIS PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK)

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTEK KOMPREHENSIF I DENGAN DIAGNOSA MEDIS PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTEK KOMPREHENSIF I DENGAN DIAGNOSA MEDIS PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) A. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan penyakit paru kronik dengan karakteristik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis dapat bersifat acute maupun chronic ( Manurung, 2008). Bronchitis adalah suatu peradangan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan

BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance base dan BAB IV PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini membahas tentang gambaran pengelolaan terapi batuk efektif bersihan jalan nafas dan nutrisi dengan kesenjangan antara teori dan intervensi sesuai evidance

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SHOCK HYPOVOLEMIK Setiawan, S.Kp., MNS KLASIFIKASI SHOCK HYPOVOLEMIC SHOCK CARDIOGENIC SHOCK SEPTIC SHOCK NEUROGENIC SHOCK ANAPHYLACTIC SHOCK TAHAPAN SHOCK TAHAP INISIAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam

BAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi kronik ini menyebabkan saluran pernapasan menjadi hiperesponsif

Lebih terperinci

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen

A. Pengertian Oksigen B. Sifat Oksigen C. Tujuan Oksigenasi D. Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigen A. Pengertian Oksigen Oksigen adalah suatu komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel secara normal yang diperoleh dengan cara menghirup

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT Faisal Yunus Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI - RS Persahabatan Jakarta PENDAHULUAN Asma penyakit kronik saluran napas Penyempitan saluran napas

Lebih terperinci

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani KEDARURATAN ASMA DAN PPOK Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani Bagian Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr. Moewardi Surakarta WORKSHOP PIR 2017 PENDAHULUAN PPOK --> penyebab utama mortalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA A. Organ-Organ Pernapasan Bernapas merupakan proses yang sangat penting bagi manusia.

Lebih terperinci

REFERAT WSD. Oleh : Ayu Witia Ningrum Pembimbing : Dr. Fachry, Sp.P

REFERAT WSD. Oleh : Ayu Witia Ningrum Pembimbing : Dr. Fachry, Sp.P REFERAT WSD ( Water Seal Drainage ) Oleh : Ayu Witia Ningrum 2007730022 Pembimbing : Dr. Fachry, Sp.P Tugas Kepaniteraan Klinik Rumah Sakit Islan Jakarta Utara, Sukapura Stase Ilmu Penyakit Dalam 2012

Lebih terperinci

Anatomi dan Fisiologi saluran pernafasan. 1/9/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes 1

Anatomi dan Fisiologi saluran pernafasan. 1/9/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes 1 Anatomi dan Fisiologi saluran pernafasan 1/9/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes 1 Anatomi Sistem Pernafasan Manusia 1/9/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes 2 Sistem pernafasan atas 1/9/2009 Zullies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit saluran napas dan paru seperti infeksi saluran napas akut,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit saluran napas dan paru seperti infeksi saluran napas akut, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit dan gangguan saluran napas masih merupakan masalah terbesar di Indonesia pada saat ini. Angka kesakitan dan kematian akibat penyakit saluran napas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial

BAB I PENDAHULUAN. pemantauan intensif menggunakan metode seperti pulmonary arterial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ICU atau Intensive Care Unit merupakan pelayanan keperawatan khusus yang dikelola untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cidera dengan penyulit yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan pengobatan, memberikan pelayanan gawat darurat, rawat jalan dan rawat inap (Kemenkes,2008).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut. A. Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia sangat dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Infeksi pada saluran pernafasan jauh lebih sering terjadi dibandingkan dengan infeksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel

Lebih terperinci

Sistem Pernapasan - 2

Sistem Pernapasan - 2 Anatomi sistem pernapasan Proses inspirasi dan ekspirasi Definisi pernapasan Eksternal Internal Mekanik pernapasan Inspirasi dan ekspirasi Peran otot pernapasan Transport gas pernapasan Ventilasi, difusi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN ETIOLOGI EPIDEMIOLOGI PENDAHULUAN Hemotoraks adalah kondisi adanya darah di dalam rongga pleura. Asal darah tersebut dapat dari dinding dada, parenkim paru, jantung, atau pembuluh darah besar. Normalnya, rongga pleura hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk proses respirasi. Respirasi merupakan proses

Lebih terperinci

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru Exit Hidung Faring Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia Laring Trakea Bronkus Bronkiolus Alveolus Paru-paru Hidung Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra pembau. Pada hidung

Lebih terperinci

PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD

PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD PRAKTIKUM 10 AUSKULTASI PARU, SUCTION OROFARINGEAL, PEMBERIAN NEBULIZER DAN PERAWATAN WSD Sebelum melakukan percobaan, praktikan menonton video tentang suction orofaringeal dan perawatan WSD. Station 1:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh kesadaran. Pusat pernafasan terletak dalam medulla oblongata dan pons

BAB I PENDAHULUAN. oleh kesadaran. Pusat pernafasan terletak dalam medulla oblongata dan pons 19 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernafasan merupakan fungsi yang berjalan secara otomatis tanpa dikendalikan oleh kesadaran. Pusat pernafasan terletak dalam medulla oblongata dan pons bagian atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global

BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global Initiatif for Asthma

Lebih terperinci

1. Batuk Efektif. 1.1 Pengertian. 1.2 Tujuan

1. Batuk Efektif. 1.1 Pengertian. 1.2 Tujuan MAKALAH BATUK EFEKTIF 1. Batuk Efektif 1.1 Pengertian Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah mengeluarkan dahak secara maksimal.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC,

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC, 1 BAB 1 A. Latar Belakang PENDAHULUAN Beberapa penyakit yang dapat menggangu sistem oksigenasi yaitu seperti TBC, PPOK, ISPA, dan lain-lain. WHO melaporkan bahwa 0,5% dari penduduk dunia terserang Penyakit

Lebih terperinci

Anatomi & Fisiologi Sistem Respirasi II Pertemuan 7 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

Anatomi & Fisiologi Sistem Respirasi II Pertemuan 7 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN Anatomi & Fisiologi Sistem Respirasi II Pertemuan 7 Trisia Lusiana Amir, S. Pd., M. Biomed PRODI MIK FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka masa balita disebut juga sebagai "masa keemasan" (golden period),

BAB I PENDAHULUAN. maka masa balita disebut juga sebagai masa keemasan (golden period), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa lima tahun pertama kehidupan merupakan masa yang sangat peka terhadap lingkungan dan masa ini sangat pendek serta tidak dapat diulang lagi, maka masa

Lebih terperinci

2. PERFUSI PARU - PARU

2. PERFUSI PARU - PARU terapi oksigen TAHAPAN RESPIRASI 1. VENTILASI 2. PERFUSI PARU - PARU 3. PERTUKARAN GAS DI PARU-PARU 4. TRANSPORT OKSIGEN 5. EKSTRAKSI ( OXYGEN UPTAKE ) Sumbatan jalan nafas pasien tak sadar paling sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini zaman semakin berkembang seiring waktu dan semakin memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. Saat ini tingkat ozon naik hingga

Lebih terperinci

OKSIGENASI DALAM SUATU ASUHAN KEPERAWATAN

OKSIGENASI DALAM SUATU ASUHAN KEPERAWATAN TINJAUAN PUSTAKA OKSIGENASI DALAM SUATU ASUHAN KEPERAWATAN Ikhsanuddin Ahmad Harahap* ABSTRAK Perawat dalam menjalankan perannya berorientasi terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Salah satu kebutuhan

Lebih terperinci

TERAPI OKSIGEN. Oleh : Tim ICU-RSWS. 04/14/16 juliana/icu course/2009 1

TERAPI OKSIGEN. Oleh : Tim ICU-RSWS. 04/14/16 juliana/icu course/2009 1 TERAPI OKSIGEN Oleh : Tim ICU-RSWS juliana/icu course/2009 1 Definisi Memberikan oksigen (aliran gas) lebih dari 20 % pada tekanan 1 atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah meningkat

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh : NOLDI DANIAL NDUN NPM :

KARYA TULIS ILMIAH. Oleh : NOLDI DANIAL NDUN NPM : STUDI KASUS PADA Tn. A 72 TAHUN YANG MENGALAMI MASALAH KEPERAWATAN KETIDAKEFEKTIFAN BERSIHAN JALAN NAPAS DENGAN DIAGNOSA MEDIS PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK) DI RUANG SEDAP MALAM RSUD GAMBIRAN KOTA

Lebih terperinci

PENGARUH FISIOTERAPI DADA TERHADAP EKSPEKTORASI SPUTUM DAN PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PENDERITA PPOK DI RSP DUNGUS MADIUN

PENGARUH FISIOTERAPI DADA TERHADAP EKSPEKTORASI SPUTUM DAN PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PENDERITA PPOK DI RSP DUNGUS MADIUN PENGARUH FISIOTERAPI DADA TERHADAP EKSPEKTORASI SPUTUM DAN PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PENDERITA PPOK DI RSP DUNGUS MADIUN (The Effect of Chest Physiotherapy toward Expectorated Sputum and the Increase

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Saturasi Oksigen 1. Pengertian Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam arteri, saturasi oksigen normal adalah antara 95 100 %. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Mekanisma ini terbahagi kepada tarikan nafas dan hembusan nafas. B.Ia melibatkan perubahan kepada :

BAB I PENDAHULUAN. A.Mekanisma ini terbahagi kepada tarikan nafas dan hembusan nafas. B.Ia melibatkan perubahan kepada : KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan

Lebih terperinci

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9

Kanker Paru-Paru. (Terima kasih kepada Dr SH LO, Konsultan, Departemen Onkologi Klinis, Rumah Sakit Tuen Mun, Cluster Barat New Territories) 26/9 Kanker Paru-Paru Kanker paru-paru merupakan kanker pembunuh nomor satu di Hong Kong. Ada lebih dari 4.000 kasus baru kanker paru-paru dan sekitar 3.600 kematian yang diakibatkan oleh penyakit ini setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia dijuluki oleh William Osler pada abad ke-19 sebagai The

BAB I PENDAHULUAN. pneumonia dijuluki oleh William Osler pada abad ke-19 sebagai The BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai macam masalah penyakit pernafasan yang sering ditemui adalah ISPA, tuberculosis, kanker paru, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), asma, dan pnemonia.

Lebih terperinci

Asma sering diartikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan.

Asma sering diartikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan. A S M A DEFINISI Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulun tertentu. Asma dimanifestasikan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik

BAB I PENDAHULUAN. biasanya progresif dan berhubungan dengan peningkatan respon inflamasi kronik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, yang ditandai oleh adanya keterbatasan aliran udara persisten yang biasanya

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya Bab I Pendahuluan Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya reversibel,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang telah membudaya bagi masyarakat di sekitar kita. Di berbagai wilayah perkotaan sampai pedesaan, dari anak anak sampai orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Saat ini asma semakin berkembang menjadi penyakit pembunuh bagi masyarakat di dunia, selain penyakit jantung. Serangan yang terjadi akibat asma menjadi momok

Lebih terperinci

ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN

ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK Juniartha Semara Putra ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan penyakit paru obstruktif kronik telah di bahas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1022/MENKES/ SK/XI/2008 tentang pedoman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Saturasi oksigen 1. Oksigen Oksigen atau zat asam adalah salah satu bahan farmakologi, merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau digunakan untuk proses pembakaran dan

Lebih terperinci

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus PENDAHULUAN Survei Kesehatan Rumah Tangga Dep.Kes RI (SKRT 1986,1992 dan 1995) secara konsisten memperlihatkan kelompok penyakit pernapasan yaitu pneumonia, tuberkulosis dan bronkitis, asma dan emfisema

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia luas dengan prevalensi, dan biaya yang tinggi. Penyakit ini telah menjadi enam

Lebih terperinci

LATIHAN BATUK EFEKTIF DAN NAFAS DALAM PADA KLIEN DENGAN PNEMONIA. Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat

LATIHAN BATUK EFEKTIF DAN NAFAS DALAM PADA KLIEN DENGAN PNEMONIA. Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat LATIHAN BATUK EFEKTIF DAN NAFAS DALAM PADA KLIEN DENGAN PNEMONIA A. Pengertian 1. Batuk efektif Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak

Lebih terperinci

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG Pendahuluan asma merupakan proses inflamasi kronik dimana yang berperan adalah sel-sel inflamasi maupun struktural dari bronkus GINA 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Asma merupakan penyakit yang sering di jumpai di masyarakat, asma

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah

BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Efusi Pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan di rongga pleura selain cairan dapat juga terjadi penumpukan pus atau darah (Soeparman, 1996 : 789).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah inflamasi saluran napas kecil. Pada bronkitis kronik terdapat infiltrat dan sekresi mukus di saluran pernapasan. Sedangkan

Lebih terperinci

Dika Fernanda Satya Wira W Ayu Wulandari Aisyah Rahmawati Hanny Dwi Andini Isti Hidayah Tri Amalia Nungki Kusumawati

Dika Fernanda Satya Wira W Ayu Wulandari Aisyah Rahmawati Hanny Dwi Andini Isti Hidayah Tri Amalia Nungki Kusumawati Dika Fernanda Satya Wira W Ayu Wulandari Aisyah Rahmawati Hanny Dwi Andini Isti Hidayah Tri Amalia Nungki Kusumawati Siti Sarifah Sonia Mahdalena Ranny Dwi H Novita Sari CANTIK Wardah Afipah Mitha Nur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit sistem pernapasan merupakan penyebab 17,2% kematian di dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease) 5,1%, infeksi pernapasan bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pasien kritis adalah pasien dengan penyakit atau kondisi yang mengancam jiwa pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive Care

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. disebabkan oleh virus, dan merupakan suatu peradangan yang menyebabkan. lumen pada bronkiolus (Suriadi & Rita, 2006).

BAB II TINJAUAN TEORI. disebabkan oleh virus, dan merupakan suatu peradangan yang menyebabkan. lumen pada bronkiolus (Suriadi & Rita, 2006). BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Bronchiolitis Bronchiolitis adalah suatu peradangan pada bronchiolus yang disebabkan oleh virus, dan merupakan suatu peradangan yang menyebabkan adanya edema atau pembengkakan

Lebih terperinci

Sistem Pernafasan Manusia

Sistem Pernafasan Manusia Sistem Pernafasan Manusia Udara masuk kedalam sepasang rongga hidung melalui lubang hidung. Rongga hidung dilengkapi oleh rongga-rongga kecil (silia) dan selaput lendir. Dalam rongga hidung, udara dilembabkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, terdapat sekitar 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN BRONKHITIS KRONIS

LAPORAN PENDAHULUAN BRONKHITIS KRONIS LAPORAN PENDAHULUAN BRONKHITIS KRONIS A. DEFINISI Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paruparu). Peradangan ini menyebabkan penghasilan mukus yang banyak dan beberapa perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri

BAB I PENDAHULUAN. dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Asma bronkial merupakan penyakit kronik tidak menular yang paling sering dan paling banyak ditemui menyerang anak-anak maupun dewasa. Asma sendiri berkorelasi

Lebih terperinci

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka

Profesi _Keperawatan Medikal Bedah_cempaka PNEUMOTHORAX A. Definisi Pneumotoraks adalah suatu kondisi adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura (Price & Willson, 2003). Pneumotoraks terjadi ketika pleura parietal ataupun visceral

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ASUHAN KEPERAWATAN PADA USILA DENGAN GANGGUAN SISTEM CARDIOVASKULER (ANGINA PECTORIS) ANGINA PECTORIS I. PENGERTIAN Angina pectoris adalah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat serangan sakit dada

Lebih terperinci

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA)

PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA) PATENT DUCTUS ARTERIOSUS (PDA) DEFENISI PDA kegagalan menutupnya duktus arteriosus ( arteri yang menghubungkan aorta dan arteri pulmonal ) pd minggu pertama kehidupan, yang menyebabkan mengalirnya darah

Lebih terperinci

Kontusio paru A. PENGERTIAN

Kontusio paru A. PENGERTIAN Kontusio paru A. PENGERTIAN Kontusio paru didefinisikan sebagai cedera fokal dengan edema, perdarahan alveolar dan interstisial. Ini adalah cedera yang paling umum yang berpotensi mematikan. Kegagalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini sangat memberi berbagai dampak, baik itu dampak positif

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18 1. Perhatikan gambar berikut! Image not found http://www.primemobile.co.id/assets/uploads/materi/bio9-18-01.png Bagian yang ditunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat

BAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) mempengaruhi 15 juta orang Amerika dan mengakibatkan kematian 160.000 jiwa pertahun, peringkat ke-empat sebagai penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Suctioning 1. Definisi Suction ETT yaitu membersihkan sekret dari saluran endotracheal disamping membersihkan sekret, suction juga merangsang reflek batuk. Prosedur ini memberikan

Lebih terperinci

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan Bronkitis pada Anak 1. Pengertian Secara harfiah bronkitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu penyakit atau gangguan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. BAB ini penulis akan membahas tentang penerapan posisi semi fowler untuk

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. BAB ini penulis akan membahas tentang penerapan posisi semi fowler untuk BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan BAB ini penulis akan membahas tentang penerapan posisi semi fowler untuk mengurangi sesak nafas pada pasien asma di ruang IGD Rumah Sakit Roemani Semarang tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan adanya trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma

Lebih terperinci

Saat. penyakit paling. atau. COPD/ Indonesia 1

Saat. penyakit paling. atau. COPD/ Indonesia 1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik Saat ini belum ada obat untuk mengobati Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK/COPD Chronic Obstructive Pulmonary Disease) dann penyakit ini akan memburuk secara berkalaa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dini pada usia bayi, atau bahkan saat masa neonatus, sedangkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah kelainan struktur dan fungsi pada jantung yang muncul pada saat kelahiran. (1) Di berbagai negara maju sebagian besar pasien PJB

Lebih terperinci

Farmakoterapi Sistem Pencernaan dan. Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt. Dr. Agung Endro Nugroho, MSi, Apt. PENGANTAR

Farmakoterapi Sistem Pencernaan dan. Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt. Dr. Agung Endro Nugroho, MSi, Apt. PENGANTAR Farmakoterapi Sistem Pencernaan dan Pernafasan Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt. Dr. Agung Endro Nugroho, MSi, Apt. PENGANTAR Tujuan Manfaat Mata kuliah terkait Pokok bahasan Pustaka acuan pokok Sistem Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

Lebih terperinci

VENTRIKEL SEPTAL DEFECT

VENTRIKEL SEPTAL DEFECT VENTRIKEL SEPTAL DEFECT 1. Defenisi Suatu keadaan abnormal yaitu adanya pembukaan antara ventrikel kiri dan ventrikel kanan 2. Patofisiologi Adanya defek ventrikel, menyebabkan tekanan ventrikel kiri

Lebih terperinci

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Rahmy Sari S.Pd PERNAPASAN/RESPIRASI Proses pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida (CO 2 ), dan menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh) Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Pernapasan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN. ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN. ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi 5 BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Definisi ALI ALI/ARDS adalah suatu keadaan yang menggambarkan reaksi inflamasi yang luas dan parah dari parenkim paru. 10 ALI/ARDS merupakan kumpulan gejala akibat inflamasi

Lebih terperinci

REGULASI PERNAPASAN Pusat Pernapasan. Pusat pernapasan adalah beberapa kelompok neuron yang terletak di sebelah bilateral medula oblongata dan pons.

REGULASI PERNAPASAN Pusat Pernapasan. Pusat pernapasan adalah beberapa kelompok neuron yang terletak di sebelah bilateral medula oblongata dan pons. REGULASI PERNAPASAN Pusat Pernapasan Pusat pernapasan adalah beberapa kelompok neuron yang terletak di sebelah bilateral medula oblongata dan pons. Organisasi pusat pernapasan Daerah ini dibagi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit akibat kerja adalah penyakit yang timbul akibat pajanan terhadap bahan kimia dan biologis, juga bahaya fisik di tempat kerja (Ikhsan dkk, 2009). Kelainan saluran

Lebih terperinci