STRATEGI DAN TEKNIK PEMBELAJARAN PADA ANAK DENGAN AUTISME

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STRATEGI DAN TEKNIK PEMBELAJARAN PADA ANAK DENGAN AUTISME"

Transkripsi

1 STRATEGI DAN TEKNIK PEMBELAJARAN PADA ANAK DENGAN AUTISME Fauziah Nuraini Kurdi Dosen Penjasorkes FKIP Universitas Sriwijaya Abstract: Autism is a behaviorally defined disorder which occurs within the first three years of life first described by Leo Kanner. Autism is a life-long, complex, and severe disorder. Children with autism have many common characteristics. Language delay is one of the most significant and serious characteristics of students with autism. They also often experience abnormal responses to sensations, relate to people and object in abnormal ways, and have disturbed social skills. The causes of this disorder are still unknown but researchers have made significant progress. Past theories of blaming the parents have been replaced by theories about differences in autistic persons neurological and brain systems. Educating students with autism presents a challenge to special education teachers. Many effective technologies have been developed to ensure that these students can function adequately in society. Overcoming stimulus over selectivity and a lack of motivation are just as important as teaching these students academic skills. Keywords: autistic children, special education,adequate function Autisme merupakan kelainan pertumbuhan seumur hidup yang pertama kali didefinisikan oleh Leo Kanner pada tahun 1943 walaupun ada bukti bahwa kelainan ini sudah diketahui jauh sebelumnya. Berdasarkan pengamatannya terhadap 11 anak dengan autisme Kanner menemukan beberapa ciri umum, yaitu: extreme autistic aloneness, keinginan yang obsesif untuk mempertahankan kesamaan, kemampuan menghafal yang luar biasa, dan terbatasnya jenis aktivitas yang dilakukan secara spontan. Pada waktu yang hampir bersamaan Hans Asperger pada tahun 1944 meneliti empat anak yang menunjukkan kesulitan dalam interaksi sosial dan hanya memperlihatkan ekspresi wajah yang terbatas. Ternyata deskripsinya ini mirip dengan yang dikemukakan oleh Kanner dan keduanya juga menggunakan istilah autistic untuk menekankan pada masalah utama anak-anak tersebut, yaitu kecenderungan menarik diri dari lingkungan sosial, kesulitan dalam reaksi afektif, minat yang sempit, dan keterbatasan pengunaan bahasa secara sosial. Sampai saat ini belum dapat ditemukan penyebab pasti dari gangguan autisme ini, sehingga belum dapat dikembangkan cara pencegahan maupun penanganan yang tepat. Autisme diperkirakan sebagai gangguan yang disebabkan oleh faktor psikologis, yaitu pola pengasuhan orang tua yang tidak baik secara emosional, namun beberapa penelitian neurologis membuktikan bahwa autisme disebabkan oleh adanya abnormalitas pada otak (Frith, 2003). Autisme didefinisikan sebagai gangguan perkembangan dengan tiga trias gangguan perkembangan yaitu gangguan pada interaksi sosial, gangguan pada komunikasi dan keterbatasan minat serta kemampuan imajinasi (Baron-Cohen, 2005). Gillber dan Coleman (2000) menetapkan lima kriteria untuk mendiagnosis autisme yakni gejala interaksi sosial yang sangat berat, perkembangan komunikasi yang sangat berat, tingkah laku yang berulang-ulang dan gangguan imajinasi bersamaan dengan munculnya gejala/ simtom serta respon abnormal terhadap sensori. Anak dengan autisme dapat dengan jelas dibedakan dari anak dengan retardasi mental dengan keinginannya atau ketidakmampuannya untuk mengerjakan tugas sensori motorik (Mandelbaum, 2006). Ketidakmampuan anak dengan autisme melakukan tugas ini mungkin karena retardasi mental atau ketidak mampuan berbahasa, ketidak mampuan menerima imbalan atau atensi. Gejala autisme biasanya terjadi pada usia di bawah 3 tahun di mana anak laki terkena empat kali lebih banyak dari anak perempuan (Taylor, 2006). Anak dengan autisme berbeda dibanding dengan anak yang berkelainan lainnya 14

2 Kurdi, Strategi dan Teknik Pembelajaran pada Anak 15 sehingga perlu didekati dengan pendekatan humanistik yang memandang mereka sebagai individu yang utuh dan unik (Zelan, 2004). Diperkirakan terdapat anak dengan autisme di Amerika Serikat atau 1 dari 150 anak di AS menderita autisme, di Inggris 1 dari 100 anak, di Australia 1:50. Di Indonesia, autisme juga mendapat perhatian luas dari masyarakat maupun profesional karena jumlah anak autistik yang meningkat dengan cepat, namun belum ditemukan data yang akurat. Diperkirakan satu per anak, dan sekarang meningkat menjadi satu per 500 anak atau kurang lebih anak. Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari dalam pembukaan rangkaian Expo Peduli Autisme 2008 lalu mengatakan, jumlah penderita autis di Indonesia di tahun 2004 tercatat sebanyak 475 ribu penderita dan sekarang diperkirakan setiap 1 dari 150 anak yang lahir, menderita autisme (Kompas,2000). Dengan semakin berkembangnya penelitian-penelitian mengenai autisme maka semakin disadari bahwa gangguan autistik merupakan suatu spektrum yang luas. Setiap anak autistik adalah unik, masing-masing memiliki simtomsimtom dalam kuantitas dan kualitas yang berbeda. Menurut Gilberg (2000), autisme bukanlah penyakit tetapi adalah varian dari spektrum autis. Karena itulah beberapa tahun terakhir ini muncul istilah ASD (Autistic Spectrum Disorder). Anak autisme perlu penanganan dini yang terpadu yang melibatkan orangtua dan profesional di bidang medis, psikologis, dan pendidikan. Pemberian penanganan secara terpadu, intensif, dan dimulai sejak usia dini akan memberikan hasil yang positif, yaitu membantu anak dengan autisme beradaptasi dengan lingkungannya dan belajar berbagai kemampuan kognitif. PROFIL ANAK DENGAN AUTISME Dikenal ada dua jenis anak dengan autisme yakni low functioning dan high functioning autism di mana kekurangan pada kedua jenis ini sama hanya berbeda pada tingkatan IQ-nya. Kurang lebih dua puluh lima persen anak dengan autisme mempunyai IQ yang normal. Anak perempuan IQ-nya lebih rendah daripada anak laki, namun anak perempuan dengan IQ tinggi lebih banyak dari anak lelaki (Prior & Ozonof, 1998). Profil anak dengan autisme ditandai dengan gejala klinis berikut. Gejala Klinis Manifestasi dari gejala klinis pada anak dengan autisme berubah dengan berjalannya waktu dan bahkan membaik. Berikut ini gejala autisme yang terdapat pada anak (Gillbert dan Coleman, 2000; Tuchman & Rapin, 2006). (1) Autisme Pada Bayi. Pada bayi biasanya ditemukan gejala yang tidak begitu spesifik seperti kurang inisiatif, hiperaktivitas, gangguan tidur dan gangguan makan. Anak mungkin bisa berbicara sampai umur dua tahun kemudian berhenti. Lima belas persen anak dengan autisme sering mengalami kejang pada tahun pertama dan diduga kejang ini yang menyebabkan autisme di masa mendatang. (2) Masa Pra Sekolah Pada masa ini perilaku austik mulai tampak. Diagnosis dapat dibuat pada saat anak berusia 30 bulan atau lebih. Gejala tantrum sering terjadi karena aktivitas yang berulang. Anak dengan autis tidak mampu berbicara, tidak menunjukkan ketertarikan bahkan penolakan terhadap anak lain. (3) Masa Sekolah Pada adanya pertumbuhan pada stadium ini anak mulai lebih mudah diatur, kurang menyendiri dan lebih bisa diajak kerjasama. Perkembangan kemampuan berbicara juga berbeda antara satu anak dengan yang lainnya. Sebagian anak bisa berbicara lebih berarti tetapi sebagian masih tetap seperti anak berusia 3 tahun. Hiperaktivitas mulai menurun begitu juga dengan temper tantrum. Anak juga sudah bisa tidur sendiri dan tidak mengganggu yang lain. Disebut juga periode tenang. (4) Masa Remaja Banyak komplikasi terjadi pada anak dengan autisme pada masa remaja. Sebagian anak menjadi epilepsi, dua puluh sampai 32 persen menunjukkan kemunduran kognitif dan tingkah laku, sering diikuti dengan regresi dan munculnya pola tingkah laku pada usia pra sekolah (Gillberg & Coleman, 2000). Pubertas akan mengaktifasi gejala gejala pada anak dengan autisme, sering menyakiti badan sendiri, hiperaktivitas dan gelisah. Peningkatan gejala ini dikarenakan pertumbuhan fisik dan kekuatan menjadi dewasa dan gejala ini dirasakan lebih tidak enak pada saat dewasa dibandingkan pad anak autis pada saat usia mereka masih muda

3 16 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 29, NOMOR 1, SEPTEMBER 2009 (Gillberg & Coleman, 2000). Sebagian kecil anak akan mengalami perbaikan menjelang dewasa dan ini biasanya ada kaitannya dengan high functioning sehingga anak ini menjadi dewasa dengan sedikit gangguan. (5) Dewasa. Mayoritas anak dengan autisme pada saat dewasa akan menunjukkan gejala gangguan kejiwaan seumur hidupnya tetapi ada juga yang menjadi normal (Gillberg & Coleman, 2000). Kadang ada perbaikan hubungan sosial namun ada gangguan kemampuan bicara. Perilaku stereotip mungkin turun tetapi jalan dan postur tetap abnormal. Penyebab Autisme dalam Bidang Psikologi Dalam bidang psikologi dikenal beberapa penyebab autisme sebagai berikut. (1) Refrigerator Mother Buten (2004) menjelaskan autisme dari sudut pandang psikologis disebabkan oleh pengasuhan ibu yang tidak hangat, sehingga anakanak autistik cenderung menarik diri dan bersibuk diri dengan dunianya dan mengalami kerusakan ego yang parah karena sejak lahir tidak mampu dan tidak tertarik menjadikan ibu atau orang-orang lain sebagai patner dalam melakukan eksplorasi terhadap dunia luar dan dunia dalamnya. (2) Mindblindness Theory/ Mentalizing Berdasarkan pengamatan terhadap anak-anak autistik, tiga kelompok gangguan tingkah laku yang tampak pada mereka (interaksi sosial, komunikasi, dan imajinasi) disebabkan oleh kerusakan pada kemampuan dasar manusia untuk membaca pikiran. Pada anak-anak normal, sejak usia empat tahun umumnya mereka sudah mengerti bahwa semua orang memiliki pikiran dan perasaan yang akan mengarahkan tingkah laku. Sebaliknya, anak-anak autistik memiliki kesulitan untuk mengetahui pikiran dan perasaan orang lain yang berakibat mereka tidak mampu memprediksi tingkah laku orang tersebut. Kondisi ini oleh Baron- Cohen (2005) disebut mindblindness, sementara Frith menjelaskannya dengan istilah mentalizing (Frith, 2003). (3) Penyebab Neurologis Anak dengan autisme sering mengalami kegagalan dalam melaksanakan tugas atau masalah dalam melakukan fungsi eksekutif, bukan defisit kompetensi. Fungsi eksekutif antara lain adalah kemampuan untuk melakukan sejumlah tugas secara bersamaan, berpindah-pindah fokus perhatian, membuat keputusan tingkat tinggi, membuat perencanaan masa depan, dan menghambat respon yang tidak tepat (Frith, 2003). Kelainan otak pada anak dengan autisme diduga pada sirkuit batang otak-serebelum, sistem limbik, dan sirkuit korteks serebri (Nash, 2002). Para peneliti berpendapat bahwa pada saat lahir bayi autistik memiliki ukuran otak yang normal. Namun setelah mencapai usia dua atau tiga tahun, ukuran otak mereka membesar melebihi normal, terutama pada lobus frontalis dan otak kecil, yang disebabkan oleh pertumbuhan white matter dan gray matter yang berlebihan. Sementara sel saraf yang ada lebih sedikit dibandingkan pada otak normal dan kekuatannya juga lebih lemah. Kondisi inilah yang tampaknya berkaitan dengan gangguan pada perkembangan kognitif, bahasa, emosi dan interaksi sosial. (4) Gangguan Sensorik Anak dengan autisme memiliki gangguan pengolahan sensorik (sensory processing disorder) sehingga muncul tingkah laku hiperaktif, bermasalah dalam melakukan gerakan, memiliki tonus otot yang lemah, dan sulit berkonsentrasi. Gangguan ini memunculkan sekumpulan simtom yang merupakan respon aversif terhadap stimulus sensorik yang sebenarnya tidak berbahaya (Kranowitz, 2005). Masalah dalam memproses input sensorik juga menyebabkan anak dengan autisme menyaring input-input yang tidak relevan sehingga seringkali gagal dalam mengolah informasi penting dan cenderung mudah stres dan cemas. Ayres mengembangkan teori Integrasi Sensorik (IS) yang mendasarkan pada pemahaman bahwa sensasi dari lingkungan dicatat dan diinterpretasikan di otak atau susunan saraf pusat. Sensasi ini kemudian mempengaruhi gerakan atau respon motorik yang selanjutnya merupakan umpan balik bagi otak (Rydeen, 2001). Terdapat tiga sistem yang dianggap paling penting dalam perkembangan keterampilan yang kompleks, yaitu vestibular, proprioseptif, dan taktil. Di samping itu terdapat pula sistem visual (penglihatan), auditori (pendengaran), olfaktori (pembau), dan gustatori (pengecap).

4 Kurdi, Strategi dan Teknik Pembelajaran pada Anak 17 Diagnosis Autisme Berdasarkan DSM IV Jenis gangguan perkembangan pada anak pada autis adalah berdasarkan ICD 10 (International Classification of Diseases) dan DSM (Diagnostic And Statistical Manual) IV termasuk dalam kategori Gangguan Perkembangan Perpasiv (Perpasive Developmental Disorder/ PDD) (Wing.1996). Autisme ditunjukkan bila ditemukan 4 atau lebih dari 11 gejala yang mengacu pada 3 bidang utama gangguan, yaitu: Interaksi Sosial-Komunikasi-Perilaku. Dalam DSM-IV, secara ringkas kriteria diagnostik gangguan autistik adalah sebagai berikut. (1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial timbal balik (minimal 2): (a) gangguan yang nyata dalam berbagai tingkah laku non verbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, dan posisi tubuh; (b) kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya sesuai dengan tingkat perkembangan; (c) kurangnya spontanitas dalam berbagi kesenangan, minat atau prestasi dengan orang lain; dan (d) kurang mampu melakukan hubungan sosial atau emosional timbal balik. (2) Gangguan kualitatif dalam komunikasi (minimal 1): (a) keterlambatan perkembangan bahasa atau tidak bicara sama sekali; (b) pada individu yang mampu berbicara, terdapat gangguan pada kemampuan memulai atau mempertahankan percakapan dengan orang lain; (c) penggunaan bahasa yang stereotip, repetitif atau sulit dimengerti; dan (d) kurangnya kemampuan bermain pura-pura. (3) Pola-pola repetitif dan stereotip yang kaku pada tingkah laku, minat dan aktivitas (minimal 1): (a) mempertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan, baik intensitas dan fokusnya; (b) terpaku pada suatu kegiatan ritualistik/rutinitas yang tidak berguna; (c) Ada gerakangerakan aneh yang khas dan berulang-ulang. Seringkali sangat terpukau pada bagianbagian tertentu dari suatu benda. Seorang anak dapat didiagnosis memiliki gangguan autistik bila simtom-simtom di atas telah tampak sebelum anak mencapai usia 36 bulan. STRATEGI PENANGANAN PENDIDIKAN ANAK AUTISME Gambar 1. Alur Pendidikan Untuk Anak Dengan Autisme

5 18 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 29, NOMOR 1, SEPTEMBER 2009 Program Intervensi Dini Discrete Trial Training (DTT) DDT adalah teknik terbaik dari analisis tingkah laku (behavior analysis) untuk meningkatkan keterampilan pada anak dengan autisme (Smith, 2001). DDT mempunyai program membagi ketrampilan yang sangat kompleks menjadi ketrampilan dengan unit yang lebih kecil dan mengajarkannya dengan cara dipraktekkan berulang-ulang. Setiap unit yang diinstruksikan disebut a trial (Leaf dan McEachin,1999). Teknik DDT ini sudah dipakai sejak tahun 1920 namun untuk pembelajaran pada anak baru dimulai pada tahun 1950 (Lindsley,1996). Walaupun teknik ini sudah dikenal lebih dari 80 tahun yang lalu oleh Lovaas dan kawankawannya (1971,1081,1987) menjadi populer sebagai sarana pembelajaran bagi anak dengan autisme. Metode ini juga merupakan cara intervensi awal yang disenangi dari metode applied behavior analysis (ABA) untuk masyarakat. (Smith, 2001). Discrete dalam DDT dinamakan demikian karena setiap instructional trial harus ada tanda mulai dan tanda berakhir (Leaf dan McEachin, 1999). Berdasarkan tiga kumpulan terminologi dalam ABA, discrete trial adalah unit instruksi yang terdiri dari antecedent, respons dan konsekuensi. Termasuk ketiga kumpulan terminologi tadi ada lima bagian dari discrete trial yakni (a) an antecedent stimulus, (b) a prompt, (c) a response, (d) a consequence, dan (e) intertrial interval (Smith,2001). Stimulus antecedent adalah apa saja yang ada di sekitar kita yang bisa menimbulkan respons, dapat dalam bentuk stimulus vokal dalam bentuk kalimat tanya seperti Kamu mau apa atau stimulus non vokal cookie. Bila anak memberi respons dengan betul akan mendapat hadiah sebagai kosekuensi sudah mengerjakan yang diperintahkan dan stimulus antecedent akan menjadi stimulus diskriminatif atau S D. Prompt adalah stimulus tambahan yang diberikan bersama-sama dengan stimulus antecedent atau segera sesudahnya yang berfungsi untuk membantu anak dengan autis untuk memberikan respon dengan baik. Sebagai contoh seorang guru akan menyiapkan model vokal untuk membantu anak autis untuk merespon pertanyaan dengan mengatakan cookie. Anak akan menggemakan vokal prompt tetapi tidak sempurna seperti dari cook ke coo, ke co dan ke huruf c dan akhirnya tidak berbicara. Goal-nya adalah mentransfer kontrol stimulus dari prompt ke S D sehingga anak bisa memberi respon dengan benar ke S D tanpa adanya prompt. Respons bisa tidak ada jawaban atau ada jawaban dan biasanya dikategorikan sebagai respons yang betul atau salah atau gagal memberikan respons. Sebagai contoh bila anak memberi respon cookie pada stimulus antecedent kamu mau apa, maka respon adalah betul. Bila anak hanya menjawab cook maka responnya adalah salah. Bila anak tidak menjawab berarti tidak ada respons. Anak diberi waktu 3 sampai 5 detik untuk merespong ke S D sebelum diberi konsekuensi. (Leaf dan McEachin, 1999). Konsekuensi tergantung dari renpons anak. Bila anak responsnya betul, konsekuensinya adalah penghargaan seketika, tepukan, barang yang disukai anak. Bila respons anak salah maka konsekuensinya adalah suara jawaban seperti no, coba lagi, uh, uh atau absen penghargaan, atensi, ditinggal pergi (Smith, 2001). Intertrial interval terjadi sesudah konsekuensi dan berakhir untuk beberapa detik sebelum discrete trial yang lain. Bila anak mendapat hadiah karena menjawab dengan betul maka intertrial interval waktunya cukup panjang untuk anak menikmati hadiahnya. Tetapi bila anak tidak diberi hadiah intertrial interval akan cukup panjang untuk guru mencatat data dari respons anak dan memindah atau memutar posisi dari stimulus antecedent yang tampak untuk tes berikutnya dimulai. Intervensi LEAP (Learning Experience: an Alternative Program for Peschoolers and Parents) LEAP merupakan salah satu model EIBI atau Early Intensive Behavior Intervention yang melakukan proses pembelajaran diutamakan di sekolah dibanding di rumah. Dengan metode LEAP pelayanan prasekolah di mana anak dengan autisme diintegrasi dengan orang tua dilatih bersama. Dengan metode LEAP didapat intervensi yang kuat untuk memperbaiki keterampilan sosial melalui teknik ABA (Strain dan Hoyson, 2002). Tehnik LEAP ini merupakan pembelajaran yang digabungkan untuk membentuk sebuah kerangka konsep. Meskipun metode ini menerima berbagai kelebihan dan kekurangan pada anak-anak penyandang autistik, titik berat utama dari teori dan implementasi

6 Kurdi, Strategi dan Teknik Pembelajaran pada Anak 19 praktis yang mendasari program ini adalah perkembangan sosial anak. Oleh sebab itu, dalam penerapan teori ini dipusatkan pada central social deficit. Melalui beragamnya pengaruh teoretis yang diperolehnya, model LEAP menggunakan teknik pengajaran reinforcement dan kontrol stimulus. Prinsip yang mendasarinya adalah (1) semua anak mendapat keuntungan dari lingkungan yang terpadu; (2) anak penyandang autistik semakin membaik jika intervensi berlangsung konsisten baik di rumah, sekolah, mau pun masyarakat; (3) keberhasilan semakin besar jika orang tua dan guru bekerja bersama-sama; (4) anak penyandang autistik bisa saling belajar dari teman-teman sebaya mereka; (5) intervensi haruslah terancang, sistematis, individual; (6) anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus dan yang normal akan mendapat keuntungan dari kegiatan yang mencerminkan ABA. The DIR/Floortime Assesment Ada 3 komponen pada DIR/Floortime model: (1) taraf pengembangan fungsi emosional, (2) perbedaan individu dalam sensori, modulasi, proses dan pengembangan motorik, (3) keterikatan dan interaksi. Pendekatan DIR atau Difference Relationship-Based/Floortime berdasarkan pada teori perkembangan interaktif yang mengatakan bahwa perkembangan keterampilan kognitif dalam 4 atau 5 tahun pertama kehidupan didasarkan pada emosi dan relationship (Greenspan dan Wieder, 1998,2007). Jadi hubungan pengaruh dan interaksi merupakan komponen utama dalam teori dan praktek model ini. Greenspan dkk mengembangkan suatu pendekatan perkembangan terintegrasi untuk intervensi anak yang mempunyai kesulitan besar (severe) dalam berhubungan (relationship) dan berkomunikasi, dan teknik intervensi interaktif yang sistematik inilah yang disebut Floortime. Kerangka konsep program ini di antaranya (1) dua atau lebih 45 menit observasi klinik dari petugas kesehatan kepada anak dengan autisme; (2) pengembangan sejarah dan review fungsi; (3) menilai ulang fungsi keluarga dan petugas kesehatan; (4) menilai ulang program yang sedang berjalan dan pola interaksi; (5) perlu konsultasi dengan ahli terpi wicara, okupasi; (6) terapi, fisioterapi,pendidik ahli kesehatan mental; dan (7) evaluasi biomedikal. Metode DIR/Floortime membuat anak tumbuh secara unik dan menjadikan program menyesuaikan dengan kebutuhan anak. Pola interaktif di masyarakat termasuk perbedaan pola interaksi yang tersedia terhadap anak di rumah, di sekolah dengan kelompok dan situasi yang lain. TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related Communication Handicapped Children) TEACCH merupakan program nasional di North Carolina USA sejak 1960, yang melayani anak penyandang autistik, dan diakui secara internasional sebagai sistem pelayanan yang tidak terikat/bebas. Dibandingkan dengan ketiga program yang telah dibicarakan, program TEACCH menyediakan pelayanan yang berkesinambungan untuk individu, keluarga dan lembaga pelayanan untuk anak penyandang autistik. Penanganan dalam program ini termasuk diagnosis, terapi/treatment, konsultasi, kerjasama dengan masyarakat sekitar, tunjangan hidup dan tenaga kerja, dan berbagai pelayanan lainnya untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang spesifik. Para terapis dalam program TEACCH harus memiliki pengetahuan dalam berbagai bidang termasuk, speech pathology, lembaga kemasyarakatan, intervensi dini, pendidikan luar biasa dan psikologi. Konsep pembelajaran dari model TEACCh berdasarkan tingkah laku, perkembangan dan dari sudut pandang teori ekologi, yang berhubungan erat dengan teori dasar autisme (Schopler & Reichler,1971). TEACCH adalah organisasi yang unik pada Bagian Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Carolina Utara dengan misinya adalah pen-didikan, pelayanan kesehatan dan penelitian. Tabel 1 memberikan gambaran program TEACCH, konsep dan strateginya. Program Terapi Penunjang Beberapa jenis terapi bagi anak autistik, antara lain (1) terapi wicara: membantu anak melancarkan otot-otot mulut sehingga membantu anak berbicara lebih baik; (2) terapi okupasi: untuk melatih motorik halus anak; (3) terapi bermain: mengajarkan anak melalui belajar sambil bermain; (4) terapi medikamentosa/obatobatan (drug therapy): dengan pemberian obatobatan oleh dokter yang berwenang; (5) terapi melalui makanan (diet therapy): untuk anak-anak dengan masalah alergi makanan tertentu; (6) Sensory Integration Therapy: untuk anak-anak yang mengalami gangguan pada sensorinya; (7) Auditory Integration Therapy: agar pendengaran

7 20 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 29, NOMOR 1, SEPTEMBER 2009 Tabel.1 Gambaran Program TEACCH Konsep dan Strateginya Source: Clinical Manual for the teatment of Autism, pg.213. anak lebih sempurna; (8) Biomedical treatment/ therapy: penanganan biomedis yang paling mutakhir, melalui perbaikan kondisi tubuh agar terlepas dari faktor-faktor yang merusak (dari keracunan logam berat, efek casomorphine dan gliadorphin, alergen, dsb). Layanan Pendidikan Lanjutan Pada anak autistik yang telah diterapi dengan baik dan memperlihatkan keberhasilan yang menggembirakan, anak tersebut dapat dikatakan sembuh dari gejala autistiknya Ini terlihat bila anak tersebut sudah dapat mengendalikan perilakunya sehingga tampak berperilaku normal, berkomunikasi dan berbicara normal, serta mempunyai wawasan akademik yang cukup sesuai anak usianya. Pada saat ini anak sebaiknya mulai diperkenalkan untuk masuk ke dalam kelompok anak-anak normal, sehingga ia (yang sangat bagus dalam meniru/imitating) dapat mempunyai figur/role model anak normal dan meniru tingkah laku anak normal seusianya. Kelas Terpadu sebagai Kelas Transisi Kelas ini ditujukan untuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu dan terstruktur, dan merupakan kelas persiapan dan pengenalan akan pengajaran dengan kurikulum sekolah biasa, tetapi melalui tata cara pengajaran untuk anak autistik ( kelas kecil dengan jumlah guru besar, dengan alat visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan konsisten, dsb). Tujuan kelas terpadu adalah: (1) membantu anak dalam mempersiapkan transisi ke sekolah reguler; (2) belajar secara intensif pelajaran yang tertinggal di kelas reguler, sehingga dapat mengejar ketinggalan dari teman-teman sekelasnya. Prasyarat yang diperlukan dalam hal ini (1) diperlukan guru SD dan terapis sebagai pendamping, sesuai dengan keperluan anak didik (terapis perilaku, terapis bicara, terapis okupasi dsb); (2) kurikulum masing-masing anak dibuat melalui pengkajian oleh satu team dari berbagai bidang ilmu (psikolog, pedagog, speech patologist, terapis, guru dan orang tua/relawan); (3) Kelas ini berada dalam satu lingkungan sekolah reguler untuk memudahkan proses transisi dilakukan (misal mulai latihan bergabung dengan kelas reguler pada saat olahraga atau istirahat atau prakarya dsb). Program Inklusi (Mainstreaming) Pendidikan inklusif adalah pendidikan dengan pendekatan transformasi sistem pendidikan yang tanggap dan responsive terhadap keragaman pelajar. Pendidikan inklusif bertujuan untuk memudahkan guru dan pelajar untuk merasa nyaman dalam keragaman dan melihat keragaman ini sebagai tantangan dan pengayaan lingkungan pembelajaran, daripada melihatnya sebagai masalah (UNESCO, 1994). Belum terpadunya penyelenggaraan pendidikan bagi anak dengan autisme di sekolah. Dalam Pasal 4 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah diamanatkan pendidikan yang demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, dukungan ini membuka peluang yang besar bagi para penyandang autisme untuk masuk dalam sekolah-sekolah

8 Kurdi, Strategi dan Teknik Pembelajaran pada Anak 21 umum (inklusi) karena hampir 500 sekolah negeri telah diarahkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan inklusi. Program ini dapat berhasil bila (1) ada keterbukaan dari sekolah umum, (2) test masuk tidak didasari hanya oleh test IQ untuk anak normal; (3) Peningkatan SDM/guru terkait; (4) proses shadowing/dapat dilaksanakan Guru Pembimbing Khusus (GPK); (5) idealnya anak berhak memilih pelajaran yang ia mampu saja (Mempunyai IEP/Program Pendidikan Individu sesuai dengan kemampuannya); (6) anak dapat tamat (bukan lulus) dari sekolahnya karena telah selesai melewati pendidikan di kelasnya bersama-sama teman sekelasnya/peers; (7) tersedianya tempat khusus (special unit) bila anak memerlukan terapi 1:1 di sekolah umum. Pada bulan-bulan pertama ini sebaiknya anak autistik didampingi oleh seorang terapis yang berfungsi sebagai shadow/guru pembimbing khusus (GPK). Tugas seorang shadow guru pembimbing khusus (GPK) adalah: (1) menjembatani instruksi antara guru dan anak; (2) mengendalikan perilaku anak dikelas; (3) membantu anak untuk tetap berkonsentrasi; (4) membantu anak belajar bermain/berinteraksi dengan teman-temannya; (5) menjadi media informasi antara guru dan orangtua dalam membantu anak mengejar ketinggalan dari pelajaran di kelasnya. Guru pembimbing khusus adalah seseorang yang dapat membantu guru kelas dalam mendampingi anak penyandang autistik pada saat diperlukan, sehingga proses pengajaran dapat berjalan lancar tanpa gangguan. Guru kelas tetap mempunyai wewenang penuh akan kelasnya serta bertanggung jawab atas terlaksananya peraturan yang berlaku. Sekolah Khusus Pada kenyataannya dari kelas terpadu terevaluasi bahwa tidak semua anak autistik dapat transisi ke sekolah reguler. Anak-anak ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi di sekeliling mereka. Beberapa anak memperlihatkan potensi yang sangat baik dalam bidang tertentu misalnya olah raga, musik, melukis, komputer, matematika, keterampilan dsb. Anak-anak ini sebaiknya dimasukkan ke dalam Kelas khusus, sehingga potensi mereka dapat dikembangkan secara maksimal. Contoh sekolah khusus: Sekolah Ketrampilan, Sekolah Pengembangan Olahraga, Sekolah Musik, Sekolah Seni Lukis, Sekolah Ketrampilan untuk Usaha Kecil, Sekolah Komputer, dan lain sebagainya Program Sekolah Di Rumah (Homeschooling Program) Adapula anak autistik yang bahkan tidak mampu ikut serta dalam Kelas Khusus karena keterbatasannya, misalnya anak non verbal, retardasi mental, masalah motorik dan auditory dsb. Anak ini sebaiknya diberi kesempatan ikut serta dalam Program Sekolah Di rumah (Homeschooling Program). Melalui bimbingan para guru/terapis serta kerjasama yang baik dengan orangtua dan orang-orang di sekitarnya, dapat dikembangkan potensi/strength anak. Kerjasama guru dan orangtua ini merupakan cara terbaik untuk menggeneralisasi program dan membentuk hubungan yang positif antara keluarga dan masyarakat. Bila memungkinkan, dengan dukungan dan kerjasama antara guru sekolah dan terapis di rumah anak-anak ini dapat diberi kesempatan untuk mendapat persamaan pendidikan yang setara dengan sekolah reguler/ SLB untuk bidang yang ia kuasai. Di lain pihak, perlu dukungan yang memadai untuk keluarga dan masyarakat sekitarnya untuk dapat menghadapi kehidupan bersama seorang autistik. Pengembangan Kurikulum Anak autistik memiliki kemampuan yang berdeferensiasi, serta proses perkembangan dan tingkat pencapaian programpun juga tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu kurikulum dapat dipilih, dimodifikasi, dikembangkan oleh guru/pelatih/terapis/pembimbing, dengan bertitik tolak pada kebutuhan masingmasing anak berdasarkan hasil identifikasi. Pemilihan dan modifikasi kurikulum juga disesuaikan dengan tingkat perkembangan kemampuan anak, dan ketidakmampuannya, usia anak, serta memperhatikan sumber daya/lingkungan yang ada. Pelayanan pendidikan bagi anak autistik akan lebih baik apabila dimulai sejak dini (intervensi dini). Sehingga untuk mengembangkan kurikulum mengacu pada (1) program pengembangan kelompok bermain (usia 2-3 tahun); (2) kurikulum Taman Kanak-kanak (usia 4-5 tahun); 3. kurikulum Sekolah Dasar; (4) kurikulum SLB Tuna Rungu; (5) kurikulum SLB Tunarungu dan Tunagrahita. Penyusunan program layanan pendidikan dan pengajaran diambil dari kurikulum tersebut, dengan mempertimbangkan kemam-

9 22 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 29, NOMOR 1, SEPTEMBER 2009 puan dan ketidakmampuan (kebutuhan) anak, dengan modifikasi. Kurikulum bagi anak autistik dititikberatkan pada pengembangan kemampuan dasar, yaitu (1) kemampuan dasar kognitif, (2) kemampuan dasar bahasa/komunikasi, (3) kemampuan dasar sensomotorik, (4) kemampuan dasar bina diri, dan (5) sosialisasi. Apabila kemampuan dasar tersebut dapat dicapai oleh anak dengan mengacu pada kemampuan anak yang sebaya dengan usia biologi/ kalendernya, maka kurikulum dapat ditingkatkan pada kemampuan pra akademik dan kemampuan akademik, meliputi kemampuan membaca, menulis, dan matematika (berhitung). Ketenagaan Ketenagaan dalam penyelenggaraan pendidikan autistik meliputi beberapa komponen yang sangat terkait satu dengan yang lain sebagaimana dijelaskan di bawah ini. Tenaga Kependidikan Tenaga kependidikan yang dimaksud disini, bisa guru atau terapis. Tenaga kependidikan untuk anak autistik ini idealnya dari disiplin ilmu yang sesuai seperti PGTK, PGSD dan Sarjana PLB atau Sarjana Psikolog. Bukan berarti dari disiplin ilmu yang lain tidak mampu dalam menangani anak autistik, tetapi harus ada pelatihan dan bimbingan. Yang paling diperlukan dalam diri seorang pendidik terutama dalam penanganan terhadap anak autistik adalah: (1) mau menerima dan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan sepenuh hati dan disertai rasa kasih sayang; (2) mau banyak belajar untuk memperbanyak pengetahuan dan wawasan. Tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya terhadap anak diperlukan kreativitas yang tinggi. Karena, dalam penanganan anak autistik tidak bisa disamakan antara anak yang satu dengan anak yang lain. Tenaga Non Kependidikan Selain tenaga kependidikan dalam penanganan terhadap anak autistik yang sangat berperan adalah: (a) tenaga terapi perilaku yang menjadi dasar bagi terapi selanjutnya; (b) tenaga terapi wicara karena banyak anak autistik yang juga mengalami gangguan dalam berbahasa atau berkomunikasi; (c) tenaga terapi sensori motorik integrasi: seperti materi penjaskes SLB Tunagrahita; (d) tenaga profesional yang lain seperti Psikolog, Psikiater, Dokter, Relawan, ahli gizi, dan (e) tenaga administrasi. Tanaga administrasi juga sangat diperlukan untuk membantu penyelenggaraan pendidikan anak autistik. Adapun tujuannya untuk membantu memperlancar tugastugas dari penyelenggara pendidikan anak autistik. Sarana Dan Prasarana Sarana dan prasarana ini disesuaikan dengan tahapan usia sekolah sebagai berikut (Dikdasmen Depdiknas, 2004). (1) Usia Pendidikan Prasekolah-Alat Peraga: pengenalan warna, bentuk, huruf dan angka, benda-benda sekitar, buah, binatang, kendaraan. Alat bantu komunikasi: berupa gambargambar yang mewujudkan tujuan komunikasi dari anak. Alat bantu pengembangan motorik halus: cara memegang pensil, menggunting, mewarna, dan sebagainya. Alat bantu pengembangan motorik kasar: bola, tali, dlsb. Kurikulum Tanan Kanak-kanak. Terapi wicara (terapi dan alatnya) baik manual atau elektronik. Terapi sensori motorik integrasi (ayunan, lorong, balok titian dan sebagainya). (2) Usia Pendidikan Sekolah Dasar (Dikdasmen Depdiknas, 2004). Segala sarana belajar yang ada pada sekolah dasar pada umumnya. Alat peraga konkret sebagai penunjang sarana belajar. Guru pendamping, Sarana untuk bersosialisasi. (3) Usia Pendidikan Menengah (Dikdasmen Depdiknas, 2004). Pada usia ini jika dimungkinkan anak mengikuti kurikulum sekolah menengah maka sarana belajar bisa mengikuti sarana yang diperlukan untuk sekolah menengah akan tetapi jika anak harus berada pada sekolah khusus, maka sarana yang dibutuhkan harus mengacu pada pengembangan kemampuan fungsional yang ada pada setiap anak autistik. Kegiatan belajar mengajar merupakan interaksi antara siswa (anak autistik) yang belajar dan guru pembimbing yang mengajar. Dalam upaya membelajarkan anak autistik tidak mudah. Guru pembimbing sebagai model untuk anak autistik harus memiliki kepekaan, ketelatenan, kreativitas dan konsistensi di dalam kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan. Oleh karena anak autistik pada umumnya mengalami kesulitan untuk memahami dan mengerti orang lain, maka guru pembimbing diharuskan mampu me-

10 Kurdi, Strategi dan Teknik Pembelajaran pada Anak 23 mahami dan mengerti anak autistik. Prinsip-Prinsip Pendidikan dan Pengajaran Pendidikan dan pengajaran anak autistik pada umumnya dilaksanakan berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut (Dikdasmen Depdiknas, 2004). (a) Terstruktur. Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik diterapkan prinsip terstruktur, artinya dalam pendidikan atau pemberian materi pengajaran dimulai dari bahan ajar/ materi yang paling mudah dan dapat dilakukan oleh anak. Setelah kemampuan tersebut dikuasai, ditingkatkan lagi ke bahan ajar yang setingkat di atasnya namun merupakan rangkaian yang tidak terpisah dari materi sebelumnya. Sebagai contoh, untuk mengajarkan anak mengerti dan memahami makna dari instruksi "Ambil bola merah". Maka materi pertama yang harus dikenalkan kepada anak adalah konsep pengertian kata "ambil", "bola". Dan "merah". Setelah anak mengenal dan menguasai arti kata tersebut langkah selanjutnya adalah mengaktualisasikan instruksi "Ambil bola merah" kedalam perbuatan kongkrit. Struktur pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik meliputi struktur waktu, struktur ruang, dan struktur kegiatan. (b) Terpola. Kegiatan anak autistik biasanya terbentuk dari rutinitas yang terpola dan terjadwal, baik di sekolah maupun di rumah (lingkungannya), mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali. Oleh karena itu dalam pendidikannya harus dikondisikan atau dibiasakan dengan pola yang teratur. Namun, bagi anak dengan kemampuan kognitif yang telah berkembang, dapat dilatih dengan memakai jadwal yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi lingkungannya, supaya anak dapat menerima perubahan dari rutinitas yang berlaku (menjadi lebih fleksibel). Diharapkan pada akhirnya anak lebih mudah menerima perubahan, mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan (adaptif) dan dapat berperilaku secara wajar (sesuai dengan tujuan behavior therapy). (c) Terprogram. Prinsip dasar terprogram berguna untuk memberi arahan dari tujuan yang ingin dicapai dan memudahkan dalam melakukan evaluasi. Prinsip ini berkaitan erat dengan prinsip dasar sebelumnya. Sebab, program materi pendidikan harus dilakukan secara bertahap dan berdasarkan pada kemampuan anak, sehingga target program pertama tersebut menjadi dasar target program yang kedua, demikian pula selanjutnya. (d) Konsisten. Dalam pelaksanaan pendidikan dan terapi perilaku bagi anak autistik, prinsip konsistensi mutlak diperlukan. Artinya: apabila anak berperilaku positif memberi respon positif terhadap susatu stimulus maka guru pembimbing harus cepat memberikan respon positif (reward/ penguatan), begitu pula apabila anak berperilaku negatif. Hal tersebut juga dilakukan dalam ruang dan waktu lain yang berbeda (maintenance) secara tetap dan tepat, dalam arti respon yang diberikan harus sesuai dengan perilaku sebelumnya. Konsisten memiliki arti tetap, bila diartikan secara bebas konsisten mencakup tetap dalam berbagai hal, ruang, dan waktu. Konsisten bagi guru pembimbing berarti tetap dalam bersikap, merespon dan memperlakukan anak sesuai dengan karakter dan kemampuan yang dimiliki masing-masing individu anak autistik. Sedangkan arti konsisten bagi anak adalah tetap dalam mempertahankan dan menguasai kemampuan sesuai dengan stimulan yang muncul dalam ruang dan waktu yang berbeda. Orang tua pun dituntut konsisten dalam pendidikan bagi anaknya, yakni dengan bersikap dan memberikan perlakukan terhadap anak sesuai dengan program pendidikan yang telah disusun bersama antara pembimbing dan orang tua sebagai wujud dari generalisasi pembelajaran di sekolah dan di rumah (Dikdasmen Depdiknas, 2004). (e) Kontinyu. Pendidikan dan pengajaran bagi anak autistik sebenarnya tidak jauh berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Maka, prinsip pendidikan dan pengajaran yang berkesinambungan juga mutlak diperlukan bagi anak autistik. Kontinyu di sini meliputi kesinambungan antara prinsip dasar pengajaran, program pendidikan dan pelaksanaannya. Kontinyuitas dalam pelaksanaan pendidikan tidak hanya di sekolah, tetapi juga harus ditindaklanjuti untuk kegiatan di rumah dan lingkungan sekitar anak. Kesimpulannya, terapi perilaku dan pendidikan bagi anak autistik harus dilaksanakan secara berkesinambungan, simultan dan integral (menyeluruh dan terpadu).

11 24 FORUM KEPENDIDIKAN, VOLUME 29, NOMOR 1, SEPTEMBER 2009 Faktor Penentu Keberhasilan Pendidikan dan Pengajaran bagi Anak Autistik Tingkat keberhasilan pelaksanaan program pendidikan dan pengajaran anak autistik dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu (1) berat ringannya kelainan/gejala, (2) usia pada saat diagnosis. (3) tingkat kemampuan berbicara dan berbahasa, (4) tingkat kelebihan dan kekurangan yang dimiliki anak, (5) kecerdasan/iq, (6) kesehatan dan kestabilan emosi anak, dan (7) terapi yang tepat dan terpadu meliputi guru, kurikulum, metode, sarana pendidikan, lingkungan (keluarga, sekolah dan masyarakat (Dikdasmen Depdiknas, 2004). PENUTUP Autisme merupakan spektrum sindroma kelainan neurologis yang tidak bisa disembuhkan; dengan kelainan terutama adanya gangguan pada trias komunikasi, imajinasi dan interaksi sosial. Dengan teknik ABA dan berbagai modifikasinya anak dengan autisme bisa ditingkatkan kemampuannya untuk berkomunikasi. Penanganan dan pembelajaran pada anak autis memerlukan team yang cukup kuat dan lengkap agar proses pembelajaran yang diharapkan bisa berhasil. Karena kondisi masing-masing anak sangat berbeda, modal awal dan hasil akhir setiap individu akan sangat tergantung pada banyak faktor, antara lain: kuantitas dan kualitas gejala autisme pada anak, intensitas penanganan dini, tingkat inteligensi anak, kemampuan anak berkomunikasi, konsistensi pola asuh dalam keluarga, sikap sekolah dalam membantu anak, pengetahuan guru, dan sebagainya. DAFTAR RUJUKAN Baron-Cohen, S. & Belmonte, M.K Autism: A window onto the development of the social and the analytic brain. Annual Review Neuroscience, 28: Buten, H Through the glass wall. A therapist s lifelong journey to reach the children of autism. Nerw York: Bantam Books. Dikdasmen Depdiknas, Frith, U Autism. Explaining the enigma. 2nd ed. Carlton : Blackwell Publishing. Ginanjar, A.S Penanganan terpadu bagi anak autis. Majalah Ilmu Kesehatan Com. Greenspan, SI & Wieder, S The Developmental Individual-Difference, Relationship-Based (DIR/Floortime) Model Approach to Autism Spectrum Disorder. Clinical Manual for the Treatment of Autism. London: American Psychiatric Publishing, Inc. Greenspan, SI; Wieder, S The Child With Special Needs:Encouraging Intellectual and Emotional Growth Reading, MA, Perseus Books. dalam Clinical Manual for the Treatment of Autism. London: American Psychiatric Publishing, Inc. Kanner, L "Autistic disturbances of affective contact". Nerv Child 2: "Reprint". Acta Paedopsychiatr 35 (4): Kebijakan Kegiatan Prioritas Direktorat Pendidikan Luar Biasa Diknas. Kranowitz, C. S The out-of-sync child. Recognizing and coping withsensory processing disorder. 2nd ed. New York: A Skylight Press Book. Leaf, R. & McEachin, J.A Work in Progress: Behavior Management Strategies and Curriculum for Intensive Behavior Treatment of Autism. in Effective Practices for Children With Autism, Educational and Behavioral Support Interventions. New York: Oxford University Press. Lindsley, O.R The four operant freedom. in Effective Practices for Children With Autism, Educational and Behavioral Support Interventions. New York: Oxford University Press, Inc. Lovaas, O.I The Autistic Child: Languange Training through Behavior Modification in Effective Practices for Children With Autism, Educational and Behavioral Support Interventions. New York: Oxford University Press, Inc. Lovaas, O.I., Ackerman, A.B., Alexander, D, Firestone, Perkins, J., and Young, D Teaching developmentally disabled children in Effective Practices for Children With Autism, Educational and Behavioral Support Interventions. New York: Oxford University Press, Inc. Lovaas, O.I Behavioral Treatment and Normal Education and Intellectual Functioning in Young Autistic Children in Effective Practices for Children With Autism, Educational and Behavioral

12 Kurdi, Strategi dan Teknik Pembelajaran pada Anak 25 Support Inter-ventions. New York: Oxford University Press, Inc. Mandelbaum, D.E., Steven, M., Rosenberg, E., Wiznitzer, M,. Steinschneider, M., Filipek, & Rapin, I Sensorimotor performance in school age children with autism, development languange disorder, or low IQ. Developmental Medicine & Child Neurology, 48(1): Marcus, L. Schopler, E Educational Approaches for Autism-TEACCH Dalam Clinical Manual for the Treatment of Autism. London: American Psychiatric Publishing, Inc. Nash, J.M. (2002, November 11). The secrets of autism. Time, O Neill, J.M Through the Eyes of Aliens. A Book about Autistic People. 4th impression. London: Jessica Kingsley Publishers. Rydeen, K Integration of Sensorimotor and Neurodevelopmental Approaches. Dalam R.A. Huebner (Ed). Autism. A Sensorimotor Approach to Management. Gaithersburg: An Aspen Publication. Vintage Books. Strain, P.S., & Hoyson, M The Need for Longitudinal, Intensive Social Skill Intervention LEAP Follow-Up Outcomes for Children with Autism. New York: American Psychiatric, Inc. Schoper, E., Reichler, R.J The Childhood Autism Rating Skill dalam Clinical Manual for the Treatment of Autism. Washington: American Psychiatric Publishing, Inc. Smith, T Discrete trial training in the treatment of Autism.Focus on Autism and other Development Disabilities in Effective Practices for Children With Autism, Educational and Behavioral Support Interventions. New York: Oxford University Press, Inc. Smith, T Outcome of early intervention for children with autism in Effective Practices for Children With Autism, Educational and Behavioral Support Interventions. New York: Oxford University Press, Inc. Taylor, B Vaccines and changing epidemiology of autism. Child care, health and development,32(5): UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Wing, L The Autistic Spectrum: A Guide for Parents and Professionals. London: Constable and Company Limited. Zelan, K Between their world and ours. Breakthroughs with autistic children. New York: St Martin s Press.

PENANGANAN LAYANAN PENDIDIKAN ANAK AUTISTIK. Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS

PENANGANAN LAYANAN PENDIDIKAN ANAK AUTISTIK. Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS PENANGANAN LAYANAN PENDIDIKAN ANAK AUTISTIK Mata Kuliah PENDIDIKAN ANAK AUTIS PROGRAM INTERVENSI DINI Discrete Trial Training (DTT) dari Lovaas (Metode Lovaas) ABA (Applied Behaviour Analysis) TEACCH (Treatment

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN ANAK AUTIS. Sukinah,M.Pd Staf pengajar Jurusan Pendidikan luar Biasa FIP UNY

PEMBELAJARAN ANAK AUTIS. Sukinah,M.Pd Staf pengajar Jurusan Pendidikan luar Biasa FIP UNY PEMBELAJARAN ANAK AUTIS Sukinah,M.Pd Staf pengajar Jurusan Pendidikan luar Biasa FIP UNY PENGERTIAN Istilah autisme berasal dari kata autos yang berarti sendiri, dan Isme yang berati aliran. Autisme berarti

Lebih terperinci

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK

SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK SEKOLAH UNTUK ANAK AUTISTIK Oleh Augustina K. Priyanto, S.Psi. Konsultan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus dan Orang Tua Anak Autistik Berbagai pendapat berkembang mengenai ide sekolah reguler bagi anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

I. FLOOR TIME: Intervensi Perkembangan yang Terintegrasi

I. FLOOR TIME: Intervensi Perkembangan yang Terintegrasi 1 I. FLOOR TIME: Intervensi Perkembangan yang Terintegrasi oleh: Fridiawati Sulungbudi, Psikolog Anak Intervensi Perkembangan yang Terintegrasi DIR Model: Developmental, Individual-difference, Relationship-based

Lebih terperinci

Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi

Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi Adriatik Ivanti, M.Psi, Psi Autism aritnya hidup sendiri Karakteristik tingkah laku, adanya defisit pada area: 1. Interaksi sosial 2. Komunikasi 3. Tingkah laku berulang dan terbatas A. Adanya gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai

BAB I PENDAHULUAN. UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak autis di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Data UNESCO pada tahun 2014 mencatat bahwa jumlah anak autis di dunia mencapai 35 juta jiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini banyak dijumpai berbagai macam gangguan psikologis yang terjadi pada anak-anak, diantaranya adalah ganguan konsentrasi (Attention Deficit Disorder) atau yang

Lebih terperinci

2015 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROGRAM SON-RISE PADA KELUARGA DALAM MENGURANGI PERILAKU OFF-TASK PADA ANAK AUTIS

2015 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN PROGRAM SON-RISE PADA KELUARGA DALAM MENGURANGI PERILAKU OFF-TASK PADA ANAK AUTIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis bukan sesuatu hal yang baru lagi bagi dunia, pun di Indonesia, melainkan suatu permasalahan gangguan perkembangan yang mendalam di seluruh dunia termasuk

Lebih terperinci

PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS. Mohamad Sugiarmin

PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS. Mohamad Sugiarmin PENDIDIKAN BAGI ANAK AUTIS Mohamad Sugiarmin Pengantar Perhatian pemerintah dan masyarakat Upaya bantuan Sumber dukungan Tantangan dan Peluang Konsep Anak Autis dan Prevalensi Autism = autisme yaitu nama

Lebih terperinci

Retardasi Mental. Dr.dr. Tjhin Wiguna, SpKJ(K)

Retardasi Mental. Dr.dr. Tjhin Wiguna, SpKJ(K) Retardasi Mental Dr.dr. Tjhin Wiguna, SpKJ(K) Retardasi Mental (RM) Suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap atau tidak sesuai dengan tingkat perkembangan anak seusianya. Ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat berkembang secara baik atau tidak. Karena setiap manusia memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Setiap orang tua menginginkan anaknya lahir secara sehat sesuai dengan pertumbuhannya. Akan tetapi pola asuh orang tua yang menjadikan pertumbuhan anak tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari keluarga, dimana sebagian besar kelahiran disambut bahagia oleh anggota keluarganya, setiap orang tua mengharapkan anak yang sehat,

Lebih terperinci

Anak Penyandang Autisme dan Pendidikannya. Materi Penyuluhan

Anak Penyandang Autisme dan Pendidikannya. Materi Penyuluhan Anak Penyandang Autisme dan Pendidikannya Materi Penyuluhan Disajikan pada Penyuluhan Guru-guru SD Citepus 1-5 Kecamatan Cicendo, Kota Bandung Dalam Program Pengabdian Masyarakat Dosen Jurusan PLB, FIP,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak adalah karunia yang diberikan oleh Tuhan kepada umatnya. Setiap orang yang telah terikat dalam sebuah institusi perkawinan pasti ingin dianugerahi seorang anak.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang berbeda-beda, diantaranya faktor genetik, biologis, psikis dan sosial. Pada setiap pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat 400% menjadi 1 banding 625 (Mash & Wolfe, 2005). Tahun 2006,

BAB I PENDAHULUAN. meningkat 400% menjadi 1 banding 625 (Mash & Wolfe, 2005). Tahun 2006, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka pertumbuhan anak autis di dunia dalam dekade terakhir sungguh mengkhawatirkan, lihat saja pada awal tahun 2000 prevalensi penyandang autis masih 1:2.500 (Tanguay,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali rangsang dari lingkungannya. Perilaku yang kita ketahui, baik pengalaman kita sendiri ataupun

Lebih terperinci

Kata kunci: Anak autis, pengajaran berstruktur, metode TEACCH.

Kata kunci: Anak autis, pengajaran berstruktur, metode TEACCH. PENINGKATAN KEMAMPUAN KOORDINASI MOTORIK ANAK AUTIS MELALUI PENGAJARAN BERSTRUKTUR BERDASARKAN METODE TEACCH (TREATMENT EDUCATION OF AUTISTIC AND RELATED COMMUNICATION HANDICAPPED CHILDREN) Dra. Sri Widati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penjelasan dari individu dengan gejala atau gangguan autisme telah ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penjelasan dari individu dengan gejala atau gangguan autisme telah ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penjelasan dari individu dengan gejala atau gangguan autisme telah ada sejak sekitar abad 18, namun titik kritis dalam sejarah keilmuan gangguan autisme adalah pada

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN Uji validitas dan reliabilitas Uji signifikansi

HASIL PENELITIAN Uji validitas dan reliabilitas Uji signifikansi HASIL PENELITIAN Uji validitas dan reliabilitas Validitas alat ukur dalam penelitian ini adalah validitas isi, yaitu taraf sejauh mana isi atau item item alat ukur dianggap dapat mengukur hal hal yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Autisme merupakan fenomena yang masih menyimpan banyak rahasia walaupun telah diteliti lebih dari 60 tahun yang lalu. Sampai saat ini belum dapat ditemukan penyebab

Lebih terperinci

TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER)

TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER) TIME OUT : ALTERNATIF MODIVIKASI PERILAKU DALAM PENANGANAN ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT/HYPERACTIVITY DISORDER) SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah individu yang masih bergantung pada orang dewasa dan lingkungannya, artinya membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH

Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Oleh TIM TERAPIS BALAI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KHUSUS DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH Pendahuluan Tidak ada anak manusia yang diciptakan sama satu dengan lainnya Tidak ada satupun manusia tidak memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dapat dipastikan dalam kehidupan ini, bahwa setiap pasangan yang telah menikah pastilah mendambakan hadirnya buah hati di tengah-tengah kehidupan mereka, yaitu

Lebih terperinci

Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER

Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER I.1. Latar Belakang Anak-anak adalah anugerah dan titipan Tuhan Yang Maha Esa yang paling berharga. Anak yang sehat jasmani rohani merupakan idaman setiap keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah suatu titipan Tuhan yang sangat berharga. Saat diberikan kepercayaan untuk mempunyai anak, maka para calon orang tua akan menjaga sebaik-baiknya dari mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ADHD merupakan istilah berbahasa Inggris kependekan dari Attention Deficit Hiperactivity Disorder (Attention = perhatian, Deficit = kekurangan, Hiperactivity

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, jumlah kasus autisme mengalami peningkatan yang signifikan di seluruh dunia. Pada awal tahun 1990-an, jumlah penyandang autisme diperkirakan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah

BAB I PENDAHULUAN. meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan yang meluas, meliputi berbagai aspek kehidupan (Pervasive Developmental Disorder) yang sudah ditemukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar anak berkembang dengan kondisi fisik atau mental yang normal. Akan tetapi, sebagian kecil anak mengalami hambatan dalam perkembangannya atau memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hasil survei Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menyatakan bahwa dari 237.641.326 jiwa total penduduk Indonesia, 10% diantaranya yaitu sebesar + 22.960.000 berusia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Sebagai manusia pastinya akan mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun mental. Proses dan tugas tugas

PENDAHULUAN Sebagai manusia pastinya akan mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun mental. Proses dan tugas tugas PENDAHULUAN Sebagai manusia pastinya akan mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan baik secara fisik maupun mental. Proses dan tugas tugas individu dalam kaitannya dengan perkembangan akan berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh selama perkembangan sejak dilahirkan dan sesuai keadaan dan tingkatan tahapan perkembangan.

Lebih terperinci

Volume 2 Nomer 1 Juli 2016

Volume 2 Nomer 1 Juli 2016 PROFIL SISWA AUTIS DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI FILIAL SLBN BEKASI JAYA Syarifah Komala Dewi 1) dkk dan Rahmita Nurul Muthmainnah 2) Universitas Muhammadiyah Jakarta 1) syarifahkomala@gmail.com 2)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan harapan bagi setiap orang tua agar kelak menjadi orang yang berguna bagi nusa dan bangsa. Setiap orang tua berharap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, seperti yang tercantum dalam Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2005). Memiliki

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2005). Memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan individu yang berbeda dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, 2005). Memiliki anak adalah suatu kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleks pada anak, mulai tampak sebelum usia 3 tahun. Gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. kompleks pada anak, mulai tampak sebelum usia 3 tahun. Gangguan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Autisme dipandang sebagai kelainan perkembangan sosial dan mental yang disebabkan oleh gangguan perkembangan otak akibat kerusakan selama pertumbuhan fetus, atau saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, seorang bayi mulai bisa berinteraksi dengan ibunya pada usia 3-4 bulan. Bila ibu merangsang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan di seluruh dunia. Jumlah penyandang autis di Indonesia naik delapan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan di seluruh dunia. Jumlah penyandang autis di Indonesia naik delapan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, prevalensi anak penyandang autisme telah mengalami peningkatan di seluruh dunia. Jumlah penyandang autis di Indonesia naik delapan kali lipat dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Gangguan autistik muncul sekitar tahun 1990-an. Autistik mulai dikenal secara luas sekitar tahun 2000-an (Yuwono, 2009: 1). Berbicara adalah salah satu aspek yang sangat

Lebih terperinci

MODEL PENDIDIKAN YANG DIBERIKAN OLEH GURU PADA ANAK AUTIS DI SLB NEGERI I PALANGKA RAYA. Dwi Sari Usop ABSTRACT

MODEL PENDIDIKAN YANG DIBERIKAN OLEH GURU PADA ANAK AUTIS DI SLB NEGERI I PALANGKA RAYA. Dwi Sari Usop ABSTRACT MODEL PENDIDIKAN YANG DIBERIKAN OLEH GURU PADA ANAK AUTIS DI SLB NEGERI I PALANGKA RAYA Dwi Sari Usop ABSTRACT Children with autism are children with distinctive characteristics that require unique education

Lebih terperinci

PERKENALAN: Mata Kuliah pendidikan anak autis Oleh: dr.riksma. NRA

PERKENALAN: Mata Kuliah pendidikan anak autis Oleh: dr.riksma. NRA PERKENALAN: Mata Kuliah pendidikan anak autis Oleh: dr.riksma. NRA Peningkatan masalah autisme yang sangat pesat terjadi di seluruh dunia termasuk di Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah dan Pemuda Departemen Pendidikan Indonesia, Fasli Jalal (Harian BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia jumlah anak berkebutuhan khusus semakin mengalami peningkatan, beberapa tahun belakangan ini istilah anak berkebutuhan khusus semakin sering terdengar

Lebih terperinci

Fenomena-fenomena Anak-anak anak tuna grahita merupakan individu yang utuh dan unik yang pada umumnya juga memiliki potensi atau kekuatan dalam mengim

Fenomena-fenomena Anak-anak anak tuna grahita merupakan individu yang utuh dan unik yang pada umumnya juga memiliki potensi atau kekuatan dalam mengim TANGGUNG JAWAB MORAL ORANG TUA ANAK ABK DALAM MENGHADAPI PERMASALAHAN PENDIDIKAN DAN SOLUSINYA Oleh: Rahayu Ginintasasi JURUSAN PSIKOLOGI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2009 Fenomena-fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang anak juga merupakan suatu kesatuan yang utuh, pembagian tersebut semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. seorang anak juga merupakan suatu kesatuan yang utuh, pembagian tersebut semata-mata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan anak merupakan hal yang sangat kompleks, meliputi perkembangan motorik, perseptual, bahasa, kognitif, dan sosial. Selain itu, perkembangan seorang

Lebih terperinci

Sandu Siyoto* *Progam Studi Pendidikan Ners STIKES Surya Mitra Husada Kediri Jl. Manila Sumberece No. 37 Kediri

Sandu Siyoto* *Progam Studi Pendidikan Ners STIKES Surya Mitra Husada Kediri Jl. Manila Sumberece No. 37 Kediri VISUAL SCHEDULE TERHADAP PENURUNAN BEHAVIOR PROBLEM SAAT AKTIVITAS MAKAN DAN BUANG AIR PADA ANAK AUTIS (Visual Schedule towards the Decline of Behavioral Problems in Feeding Activities and Defecation in

Lebih terperinci

Penerapan Model Lingusitik Klinis dalam Terapi Anak-anak Penderita Autis

Penerapan Model Lingusitik Klinis dalam Terapi Anak-anak Penderita Autis Judul Penerapan Model Lingusitik Klinis dalam Terapi Anak-anak Penderita Autis 1. Pendahuluan Penderita autis di Indonesia sampai tahun 2004 telah mencapai angka 7000 orang (Depkes, 2004). Setiap tahunnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Sekolah Luar Biasa : Autisme Boyolali Alam Taman Terapi :

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Sekolah Luar Biasa : Autisme Boyolali Alam Taman Terapi : BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Sekolah Luar Biasa :Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sekolah khusus bagi anak usia sekolah yang memiliki kebutuhan khusus. (http://repository.usu.ac.id, diakses 27

Lebih terperinci

PELATIHAN DASAR TERAPI ABA (APPLIED BEHAVIOR ANALYSIS)

PELATIHAN DASAR TERAPI ABA (APPLIED BEHAVIOR ANALYSIS) PELATIHAN DASAR TERAPI ABA (APPLIED BEHAVIOR ANALYSIS) APPLIED BEHAVIOR ANALYSIS ABA adalah sebuah pendekatan psikologi pendidikan yang digunakan untuk membantu proses pembelajaran anakanak dalam spektrum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi anak yang menderita autism dan Attention Deficit

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi anak yang menderita autism dan Attention Deficit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses tumbuh kembang dimulai dari dalam kandungan, masa bayi, dan masa balita. Setiap tahapan pada tumbuh kembang anak memiliki ciri khas tersendiri, sehingga jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Autis adalah suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner yang dicirikan dengan ekspresi wajah yang kosong

Lebih terperinci

MENGENAL ANAK ASPERGER Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog*

MENGENAL ANAK ASPERGER Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog* MENGENAL ANAK ASPERGER Oleh : L. Rini Sugiarti, M.Si, psikolog* Mengapa ada anak yang tampak menyendiri, ketika anak anak lain sebayanya sedang asyik bermain? Mengapa ada anak yang tampak sibuk berbicara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan

BAB I PENDAHULUAN. Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak berkebutuhan khusus (Heward dan Orlansky, 1992) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan

Lebih terperinci

Analisis Kemampuan Berkomunikasi Verbal dan Nonverbal pada Anak Penderita Autis (Tinjauan psikolinguistik)

Analisis Kemampuan Berkomunikasi Verbal dan Nonverbal pada Anak Penderita Autis (Tinjauan psikolinguistik) Analisis Kemampuan Berkomunikasi Verbal dan Nonverbal pada Anak Penderita Autis (Tinjauan psikolinguistik) Oleh Kartika Panggabean Drs. T.R. Pangaribuan, M.Pd. ABSTRAK Anak Autisme merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial (Sintowati, 2007). Autis merupakan gangguan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial (Sintowati, 2007). Autis merupakan gangguan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis adalah suatu gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan perkembangan fungsi psikologis yang meliputi gangguan dan keterlambatan dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sistriadini Alamsyah Sidik, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu fungsi manusia selain sebagai makhluk individu adalah sebagai makhluk sosial. Dengan fungsi tersebut, antara satu individu dengan individu lain

Lebih terperinci

PARTISIPASI ORANG TUA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM TERAPI PADA ANAK AUTISME. Oleh. Edi Purwanta

PARTISIPASI ORANG TUA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM TERAPI PADA ANAK AUTISME. Oleh. Edi Purwanta PARTISIPASI ORANG TUA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM TERAPI PADA ANAK AUTISME Oleh Edi Purwanta Abstrak Orangtua, sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap perkembangan anak, perlu mempersiapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial, tidak bisa mengamati dan mengolah informasi. Orang

BAB I PENDAHULUAN. interaksi sosial, tidak bisa mengamati dan mengolah informasi. Orang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autisme merupakan gangguan dalam perkembangan komunikasi, interaksi sosial, tidak bisa mengamati dan mengolah informasi. Orang dengan Autisme Spectrum Disorder (ASD)

Lebih terperinci

[SEKOLAH KHUSUS AUTIS DI YOGYAKARTA]

[SEKOLAH KHUSUS AUTIS DI YOGYAKARTA] BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG EKSISTENSI PROYEK Autisme Dalam Masyarakat Autis bukanlah penyakit menular tetapi merupakan kumpulan gejala klinis atau sindrom kelainan pertumbuhan anak ( pervasive

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan sangatlah penting bagi setiap manusia dalam rangka mengembangkan segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI MONITORING PERKEMBANGAN TERAPI AUTISME PADA SEKOLAH INKLUSI

SISTEM INFORMASI MONITORING PERKEMBANGAN TERAPI AUTISME PADA SEKOLAH INKLUSI SISTEM INFORMASI MONITORING PERKEMBANGAN TERAPI AUTISME PADA SEKOLAH INKLUSI Tan Amelia 1, M.J. Dewiyani Sunarto 2, Tony Soebijono 3 1 Institut Bisnis dan Informatika Stikom Surabaya, Jl. Raya Kedung Baruk

Lebih terperinci

LAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dan PENDIDIKAN INKLUSIF

LAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dan PENDIDIKAN INKLUSIF LAYANAN PENDIDIKAN UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS dan PENDIDIKAN INKLUSIF Aini Mahabbati, S.Pd., M.A Jurusan PLB FIP UNY HP: 08174100926 Email: aini@uny.ac.id Disampaikan dalam PPM Sosialisasi dan Identifikasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan

BAB I PENDAHULUAN. Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Kelainan ini dikenal dan diperkenalkan tahun 1943 oleh seorang psikolog anak di Amerika Serikat bernama Leo Kanner

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN SENSORIMOTOR UNTUK ANAK AUTIS DI PAUD INKLUSI SEBUAH TINJAUAN PSIKOLOGIS

PEMBELAJARAN SENSORIMOTOR UNTUK ANAK AUTIS DI PAUD INKLUSI SEBUAH TINJAUAN PSIKOLOGIS PEMBELAJARAN SENSORIMOTOR UNTUK ANAK AUTIS DI PAUD INKLUSI SEBUAH TINJAUAN PSIKOLOGIS Wiwik Widiyati Program Studi Pendidikan Guru PAUD Universitas Slamet Riyadi Surakarta, 57126, Indonesia wiwik45@gmail.com

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN DI KELAS INKLUSIF

PEMBELAJARAN DI KELAS INKLUSIF PROGRAM PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT DLINGO, 3 OKTOBER 2011 PEMBELAJARAN DI KELAS INKLUSIF Aini Mahabbati Jurusan PLB FIP UNY HP : 08174100926 EMAIL : aini@uny.ac.id IMPLIKASI PENDIDIKAN INKLUSIF (Diadaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam gangguan perkembangan yang diderita oleh anak-anak antara

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam gangguan perkembangan yang diderita oleh anak-anak antara BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Anak merupakan anugerah terindah yang dimiliki oleh orang tua. Namun anugerah tersebut kadang-kadang memiliki kekurangan atau banyak dari mereka yang mengalami gangguan

Lebih terperinci

Seri penyuluhan kesehatan

Seri penyuluhan kesehatan Seri penyuluhan kesehatan Penyakit Autisme Klinik Umiyah Jl. Lingkar Utara Purworejo, Jawa Tengah, Indonesia Pengertian dan gejala Autisme Autisme adalah salah satu dari sekelompok masalah gangguan perkembangan

Lebih terperinci

MANFAAT EMOTIONAL INTELLIGENCE BAGI PENGAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR

MANFAAT EMOTIONAL INTELLIGENCE BAGI PENGAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR MANFAAT EMOTIONAL INTELLIGENCE BAGI PENGAJAR DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR Astrini Jurusan Psikologi, Fakultas Psikologi, Bina Nusantara University, Jln. Kemanggisan Ilir III No 45, Kemanggisan, Palmerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan gangguan neurologis yang mempengaruhi fungsi otak (American

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebabkan gangguan neurologis yang mempengaruhi fungsi otak (American BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gangguan spektrum autis adalah gangguan perkembangan komplek disebabkan gangguan neurologis yang mempengaruhi fungsi otak (American Psychiatric Association,

Lebih terperinci

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1 POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Mencapai derajat Sarjana S-1 Fakultas Psikologi Disusun Oleh : YULI TRI ASTUTI F 100 030

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada setiap budaya dan lingkungan masyarakat, keluarga memiliki struktur yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada setiap budaya dan lingkungan masyarakat, keluarga memiliki struktur yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada setiap budaya dan lingkungan masyarakat, keluarga memiliki struktur yang mungkin saja berbeda dan terbentuk dengan cara-cara yang juga beragam. Namun sebagian

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR TAHUN 2016 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SEKOLAH LUAR BIASA AUTIS DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah salah satu aktivitas yang sangat fundamental dalam

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah salah satu aktivitas yang sangat fundamental dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komunikasi adalah salah satu aktivitas yang sangat fundamental dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan suatu kebutuhan mutlak manusia untuk berinteraksi dengan

Lebih terperinci

MANFAAT GERAK FISIK OLAHRAGA BAGI KEMANDIRIAN INTELEKTUAL DISABILITAS

MANFAAT GERAK FISIK OLAHRAGA BAGI KEMANDIRIAN INTELEKTUAL DISABILITAS MANFAAT GERAK FISIK OLAHRAGA BAGI KEMANDIRIAN INTELEKTUAL DISABILITAS Mumpuniati PLB-FIP-UNY 1. Menstimulasi peredaran darah 2. Mestimulasi pertumbuhan syaraf 3. Menambah koordinasi gerak yang selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan saat seseorang mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang sangat pesat dalam kehidupannya. Perkembangan dan pertumbuhan pada anak usia

Lebih terperinci

Karakteristik Anak Usia Sekolah

Karakteristik Anak Usia Sekolah 1 Usia Sekolah Usia Sekolah 2 Informasi Umum dengan Disabilitas 3 Usia Sekolah Anak dengan Disabilitas Anak Dengan Disabilitas adalah anak yang mempunyai kelainan fisik dan/ atau mental yang dapat mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Autis merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis

BAB I PENDAHULUAN. Autis merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autis merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan jenis gangguan perkembangan pervasif anak yang mengakibatkan gangguan keterlambatan pada bidang kognitif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang penelitian, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi terminologi, dan cakupan batasan penelitian. 1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan tumbuh kembang pada anak merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di kehidupan masyarakat. Kemajuan teknologi dan informasi dalam ilmu kesehatan

Lebih terperinci

AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme

AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme AUTISME MASA KANAK-KANAK Autis berasal dari kata auto, yg berarti sendiri. Istilah autisme diperkenalkan oleh Leo Kanner, 1943 Pandangan lama: autisme mrpk kelainan seumur hidup. Fakta baru: autisme masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Untuk mendapatkan gambaran tentang pengertian Pusat Pendidikan dan Terapi Anak Autis di Sukoharjo dengan Pendekatan Behaviour Architecture, perlu diketahui tentang:

Lebih terperinci

Modul Pengajaran Terstruktur Dengan Metode TEACCH (Treatment and. Education of Autistic and Related Communication Handicapped Children).

Modul Pengajaran Terstruktur Dengan Metode TEACCH (Treatment and. Education of Autistic and Related Communication Handicapped Children). Modul Pengajaran Terstruktur Dengan Metode TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related Communication Handicapped Children). Oleh: Dra. Ehan A. Tujuan Instruksional Khusus 1. Agar mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses belajar seumur hidup yang didapatkan baik secara formal maupun nonformal. Pendidikan berlaku untuk semua anak, tanpa memandang jenis

Lebih terperinci

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty

TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI. Rita Eka Izzaty TUMBUH KEMBANG ANAK USIA DINI Rita Eka Izzaty SETUJUKAH BAHWA Setiap anak cerdas Setiap anak manis Setiap anak pintar Setiap anak hebat MENGAPA ANAK SEJAK USIA DINI PENTING UNTUK DIASUH DAN DIDIDIK DENGAN

Lebih terperinci

KEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS. Skripsi

KEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS. Skripsi i KEBAHAGIAAN SAUDARA KANDUNG ANAK AUTIS Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan oleh: RONA MARISCA TANJUNG F 100 060 062 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Anak Autistik dan Anak Kesulitan Belajar. Mohamad Sugiarmin Pos Indonesia Bandung, Senin 27 April 2009

Anak Autistik dan Anak Kesulitan Belajar. Mohamad Sugiarmin Pos Indonesia Bandung, Senin 27 April 2009 Anak Autistik dan Anak Kesulitan Belajar Mohamad Sugiarmin Pos Indonesia Bandung, Senin 27 April 2009 Pengantar Variasi potensi dan masalah yang terdapat pada ABK Pemahaman yang beragam tentang ABK Koordinasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. JOGJA.AUTISM.CARE Pusat Terapi Anak Autis di Yogyakarta

BAB 1 PENDAHULUAN. JOGJA.AUTISM.CARE Pusat Terapi Anak Autis di Yogyakarta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Saat ini Autistic Spectrum Disorder (ASD) yang lebih dikenal dengan nama autisme, telah merebak menjadi permasalahan yang menakutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Autisme adalah gangguan perkembangan saraf yang kompleks dan ditandai dengan kesulitan dalam interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku terbatas, berulang-ulang dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan saraf tepi. Perkembangan dari susunan sistem saraf anak dimulai dari. berkebutuhan khusus termasuk autis.

BAB I PENDAHULUAN. dengan saraf tepi. Perkembangan dari susunan sistem saraf anak dimulai dari. berkebutuhan khusus termasuk autis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting, banyak faktor internal maupun external yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak, salah satunya adalah kematangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya

BAB I PENDAHULUAN. lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat mempunyai kelompok-kelompok sosial maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan. Kelompok-kelompok ini biasanya mengadakan hubungan kerjasama yaitu melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. Kehilangan pendengaran yang ringan

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa dalam upaya memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sesungguhnya bersifat terbuka, demokratis, tidak diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam konteks pendidikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap manusia akan melalui tahap perkembangan dari masa bayi hingga masa dewasa. Perkembangan yang dilalui tersebut merupakan suatu perubahan yang kontinu

Lebih terperinci

Indonesian Journal of Early Childhood Education Studies

Indonesian Journal of Early Childhood Education Studies IJECES 1 (1) (2012) Indonesian Journal of Early Childhood Education Studies http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ijeces STUDI DESKRIPTIF TERAPI TERHADAP PENDERITA AUTISME PADA ANAK USIA DINI DI MUTIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan setiap manusia pasti diikuti dengan beberapa macam perkembangan, mulai dari perkembangan kognisi, emosi, maupun sosial. Secara umum, seorang individu

Lebih terperinci