ANALISIS PERTUMBUHAN MELASTOMA (Melastoma malabathricum auct. non L. dan M. affine D. Don.) YANG MENDAPAT CEKAMAN ph RENDAH DAN ALUMINIUM MUHAEMIN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PERTUMBUHAN MELASTOMA (Melastoma malabathricum auct. non L. dan M. affine D. Don.) YANG MENDAPAT CEKAMAN ph RENDAH DAN ALUMINIUM MUHAEMIN"

Transkripsi

1 ANALISIS PERTUMBUHAN MELASTOMA (Melastoma malabathricum auct. non L. dan M. affine D. Don.) YANG MENDAPAT CEKAMAN ph RENDAH DAN ALUMINIUM MUHAEMIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya mengatakan bahwa tesis berjudul Analisis Pertumbuhan Melastoma (Melastoma malabathricum auct. non L. dan M. affine D. Don.) yang Mendapat Cekaman ph Rendah dan Aluminium adalah hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2008 Muhaemin G

3 ABSTRACT MUHAEMIN. Analysis of Growth of Melastoma (Melastoma malabathricum auct. non L. and M. affine D. Don.) Stressed by Low ph and Aluminum. Under the direction of SUHARSONO and MUHAMMAD JUSUF. Mealstoma is frequently used as low ph indicator vegetation, that means these plant are well adaptive to low ph. The aim of this experiment is to study the growth response of Melastoma in to application of low ph and high concentration aluminum. It was applied three levels of Al concentration : 0.8 mm, 1.6 mm and 3.2 mm at ph 3, 4, 5. The experiment was carried out on nutrient solution culture. The result of experiment indicated that there were no significant effect of ph and Al treatment to the growth of Melastoma, except on ph 3 condition. The Al at ph 3 inhibed root growth, the low ph in nature are ph 4.3 (in Jasinga and Gajrug). The experiment confirme the information that Melastoma is well adapted to low ph nature condition. Key words : Melastoma, stress, low ph, high Al.

4 RINGKASAN MUHAEMIN. Analisis Pertumbuhan Melastoma (Melastoma malabathricum auct. non L. dan M. affine D. Don.) yang Mendapat Cekaman ph Rendah dan Aluminium. Dibimbing oleh SUHARSONO dan MUHAMMAD JUSUF. Melastoma (Melastoma malabathricum auct. non L. dan M. affine D. Don.) merupakan tanaman yang tumbuh di lahan asam dengan kandungan Al tinggi dan mampu mengakumulasi Al pada akar dan daun tanpa mengalami gangguan. Kemampuan adaptasi ini dimungkinkan bahwa tumbuhan ini mempunyai mekanisme detoksifikasi Al secara internal dan dapat dimanfaatkan sebagai sumber gen untuk pemuliaan ketahanan ph rendah. Kemampuan tumbuh pada ph rendah dan aluminium yang tinggi, memungkinkan Melastoma dapat dijadikan sebagai perangkat untuk rehabilitasi lahan kritis, khususnya yang mempunyai ph rendah. Kemampuan Melastoma menyerap aluminium dapat dijadikan landasan pemanfaatan tumbuhan ini sebagai alat fitoremidiasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan Melastoma malabathricum auct. non L. dan M. affine D. Don. yang mendapat perlakuan ph rendah dan konsentrasi aluminium yang tinggi. Karakter yang diamati meliputi panjang akar, jumlah akar, panjang batang, jumlah tunas, panjang tunas dan jumlah daun, serta kerusakan akar. Percobaan ini dilakukan menggunakan bahan tanaman dari stek pucuk yang ditumbuhkan dalam media kultur cair dengan nutrisi standar menurut Watanabe et al. (2005a). Perlakuan yang diberikan adalah cekaman ph dan aluminium. Perlakuan ph meliputi ph 6, 5, 4 dan 3, dengan ph 6 sebagai kontrol, sedangkan perlakuan Al yang dikombinasikan dengan ph 5, 4, dan 3 adalah 0 mm, 0.8 mm, 1.6 mm, dan 3.2 mm. Karena ph 6 tidak dapat dikombinasikan dengan Al maka perlakuan ph tidak dapat dibandingkan dengan perlakuan Al. Setiap satuan percobaan terdiri dari 6 tanaman yaitu 3 tanaman M. malabathricum dan 3 tanaman M. affine. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 ulangan dengan lama waktu perlakuan untuk setiap ulangan 8 minggu. Pada ph 3 sampai dengan 6 tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan Melastoma. Hal ini menunjukkan bahwa Melastoma sangat toleran terhadap ph rendah. Karena toleransi ini, Melastoma sering digunakan sebagai indikator tanah asam dan pada tanah ini Melastoma adalah tumbuhan yang paling dominan. Pertumbuhan akar pada M. malabathricum dan M. affine diinduksi oleh perlakuan Al pada ph 4. Al yang terlarut dalam bentuk Al +3 yang dominan, Al(OH) +2 dan Al(OH) + 2 dan mekanisme absorbsi Al berlangsung melalui jalur apoplas dan simplas serta induksi Al dalam sintesis asam sitrat dan oksalat dalam sitosol sel-sel akar menyebabkan Al mudah diserap dan dengan cepat ditranspor dan diakumulasi di sel-sel epidermis dan korteks akar serta epidermis dan mesofil daun (Watanabe & Osaki 2002; Watanabe et al. 2001; Watanabe et al. 1998a). Keberadaan Al pada sel korteks ujung akar menyebabkan akumulasi lignin yang rendah sehingga daya elastisitas dan viskositas dinding sel tidak terganggu dan merangsang pemanjangan sel-sel korteks dan pertumbuhan akar (Watanabe et al. 2005a). Aktivitas penyerapan N, P dan K meningkat menunjang pertumbuhan akar Melastoma (Watanabe et al. 2005a). Pertambahan panjang akar M. malabathricum dan M. affine sudah mulai pada konsentrasi Al 0.8 mm.

5 Pertambahan panjang akar mencapai lebih dari 50% pada perlakuan Al 1.6 mm dan 3.2 mm. Gangguan pertumbuhan akar pada M. malabathricum dan M. affine mulai terjadi pada ph 3 dan konsentrasi Al 0.8 mm. Konsentrasi Al +3, Al(OH) +2 dan Al(OH) 2 + yang sangat tinggi merusak tudung akar yang merupakan sensor akar terhadap cekaman lingkungan (Al) (Marschner 1995). Akumulasi Al yang tinggi pada inti sel menyebabkan hambatan pembelahan sel-sel meristem apikal (Matsumoto 1991; Rincon & Gonzales 1992) dan ikatan Al yang kuat pada dinding sel-sel zona pemanjangan menyebabkan hambatan perpanjangan sel (Ma et al. 2004). Rusaknya bagian ujung akar menyebabkan hambatan perpanjangan akar M. malabathricum dan M. affine. M. malabathricum dan M. affine mempunyai daya adaptasi yang tinggi terhadap ph rendah dan cekaman aluminium. Hambatan pertumbuhan akar mulai terjadi pada ph 3 dan konsentrasi Al 0.8 mm, yaitu kondisi ph yang lebih rendah dari ph alam 4.3 (Jasinga dan Gajrug). Kata kunci : Melastoma, cekaman, ph rendah, Al tinggi.

6 @ Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

7 ANALISIS PERTUMBUHAN MELASTOMA (Melastoma malabathricum auct. non L. dan M. affine D. Don.) YANG MENDAPAT CEKAMAN ph RENDAH DAN ALUMINIUM MUHAEMIN Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Hamim, M.Si.

9 Judul Tesis : Analisis Pertumbuhan Melastoma (Melastoma malabathricum auct. non L. dan M. affine D. Don.) yang Mendapat Cekaman ph Rendah dan Aluminium. Nama : Muhaemin NRP : G Program Studi : Biologi Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Suharsono, DEA. Ketua Dr. Ir. Muhammad Jusuf Anggota Diketahui Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Dedy Duryadi S, DEA. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S. Tanggal Ujian : 29 Agustus 2008 Tanggal Lulus :

10 PRAKATA Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT. atas rahmat, karunia serta ridlo-nya sehingga tesis yang berjudul Analisis Pertumbuhan Melastoma (Melastoma malabathricum auct. non L. dan M. affine D. Don.) yang Mendapat Cekaman ph Rendah dan Aluminium ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada : Dr. Ir. Suharsono, DEA. dan Dr. Ir. Muhammad Jusuf selaku pembimbing, yang telah ikut mencurahkan waktu dan tenaga sejak penulis masuk IPB, penyusunan proposal, penelitian dan hingga penulisan tesis ini. Dr. Ir. Hamim, M.Si. sebagai anggota tim penguji yang telah ikut mengkoreksi dan arahan yang berarti. Jajaran pimpinan di Dep. Agama Pusat, Kantor Wilayah Lampung yang telah mendukung dan memberi ijin tugas belajar bagi penulis. Rektor dan Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua Program Studi Biologi IPB, beserta selauruh dosen dan tenaga administratif. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi IPB atas segala fasilitas penelitiannya. Staf Laboratorium Genetika dan Rumah Kaca PPSHB IPB atas segala fasilitas penelitiannya. Kepala MAN Kotabumi Lampung Utara Lampung, seluruh guru dan tenaga administratif. Teman-teman penulis, khususnya peserta Program Beasiswa Pascasarjana Departemen Agama dan pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Khususnya kepada istri dan anak-anak tercinta. Semoga amalnya mendapat pahala berlimpah. Harapan penulis agar tesis ini dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri maupun para pembaca pada umumnya. Bogor, Agustus 2008 Muhaemin

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Brebes, Jawa Tengah pada tanggal 2 April 1972 dari ayah Ramu (alm.) dan ibu Adwi. Penulis merupakan anak keenam dari 6 bersaudara. Pendidikan Dasar sampai Menengah Atas diselesaikan di Brebes. Pendidikan Sarjana ditempuh pada Program Studi Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Metro, Lampung, dan lulus tahun Pada tahun 2006, penulis mendapatkan beasiswa dari Departemen Agama Republik Indonesia untuk melanjutkan studi di Program Studi Biologi pada Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis bekerja sebagai guru di lingkungan Departemen Agaman Kantor Wilayah Propinsi Lampung dan ditempatkan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Kotabumi, Lampung Utara, Lampung sejak tahun Mata pelajaran yang diampu ialah Biologi. Pada tanggal 20 Maret 2000 penulis menikah dengan Windarti dan dikaruniai tiga anak, yaitu M. Hafidillah Mahdi (6 tahun), M. Arif Faturrahman (4 tahun) dan Zaki Rahmadani Mubarok (2 tahun).

12 xii DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Manfaat Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA Karakter Melastoma... 3 Toksisitas Tanah Asam... 5 Toksisitas Aluminium... 7 Pengaruh Aluminium pada Tanaman... 7 Toleransi Tanaman terhadap Aluminium... 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Rancangan Penelitian Pelaksanaan Percobaan Persiapan Bahan Tanaman Perlakuan ph dan Al Pengamatan dan Pengumpulan Data Pembuatan Sayatan Ujung Akar Melastoma Analisis Data Analisis Karakter Pertumbuhan Melastoma Analisis Statistik HASIL Pengamatan terhadap Karakter Kuantitatif M. malabathricum Morfologi Akar M. malabathricum Pengamatan terhadap Karakter Kuantitatif M. affine Morfologi Akar M. affine PEMBAHASAN KESIMPULAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii xiii xiv xvi

13 xiii DAFTAR TABEL Halaman 1 Kombinasi perlakuan Al dan ph pada percobaan Melastoma Pengaruh ph terhadap pertumbuhan M. malabathricum Pengaruh Al terhadap pertumbuhan M. malabathricum pada ph Pengaruh Al terhadap pertumbuhan M. malabathricum pada ph Pengaruh Al terhadap pertumbuhan M. Malabathricum pada ph Pengaruh ph terhadap pertumbuhan M. Affine Pengaruh Al terhadap pertumbuhan M. affine pada ph Pengaruh Al terhadap pertumbuhan M. affine pada ph Pengaruh Al terhadap pertumbuhan M. affine pada ph Pengaruh Al pada ph 4 terhadap pertambahan panjang akar M. malabathricum Pengaruh Al pada ph 4 terhadap pertambahan panjang akar M. affine Pengaruh Al pada ph 3 terhadap pertambahan panjang akar M. malabathricum Pengaruh Al pada ph 4 terhadap pertambahan panjang akar M. affine... 32

14 xiv DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Skema Tahapan Penelitian Morfologi akar M. malabathricum akibat perlakuan ph dan Al Anatomi ujung akar M. malabathricum akibat perlakuan Al pada ph Anatomi ujung akar M. malabathricum akibat perlakuan Al pada ph Morfologi akar M. affine akibat perlakuan ph dan Al Anatomi ujung akar M. affine akibat perlakuan Al pada ph Anatomi ujung akar M. affine akibat perlakuan Al pada ph Hubungan antara kelarutan Al dengan ph media... 29

15 xv DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh ph terhadap karakter pertumbuhan M. malabathricum Rekapitulasi sidik ragam pengaruh Al pada ph 5 terhadap karakter pertumbuhan M. malabathricum Rekapitulasi sidik ragam pengaruh Al pada ph 4 terhadap karakter pertumbuhan M. malabathricum Rekapitulasi sidik ragam pengaruh Al pada ph 3 terhadap karakter pertumbuhan M. malabathricum Rekapitulasi sidik ragam pengaruh ph terhadap karakter pertumbuhan M. affine Rekapitulasi sidik ragam pengaruh Al pada ph 5 terhadap karakter pertumbuhan M. affine Rekapitulasi sidik ragam pengaruh Al pada ph 4 terhadap karakter pertumbuhan M. affine Rekapitulasi sidik ragam pengaruh Al pada ph 3 terhadap karakter pertumbuhan M. affine Komposisi hara standar media kultur Melastoma (Watanabe et al. 2005a) Rekapitulasi pertambahan karakter pertumbuhan M. malabathricum minggu ke Rekapitulasi pertambahan karakter pertumbuhan M. affine minggu ke

16 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu tanaman indikator tanah asam yang cukup dominan ialah melastoma (Melastoma affine D. Don.). Tanaman ini tahan terhadap cekaman Al dan mampu mengakumulasi Al mencapai 14.4 g.kg -1 berat kering daunnya tanpa mengakibatkan kematian (Osaki et al. 1997; Watanabe et al. 1998a). Pertumbuhan melastoma juga lebih cepat pada media yang mengandung Al dari pada yang tidak mengandung Al (Watanabe et al. 2001). Keadan ini disebabkan karena melastoma dipastikan memiliki mekanisme spesifik detoksifikasi Al secara internal yang dikendalikan oleh gen. Selain M. affine D. Don. juga dikenal jenis lain yaitu M. malabathricum auct. non L. yang merupakan tumbuhan kayu yang mengakumulasi Al dan tumbuhan tersebut tumbuh di Asia Tenggara pada tanah asam dengan konsentrasi Al yang tinggi. Spesies ini mengakumulasi Al 10 mg. g -1 dalam daun dewasa dan 7 mg.g -1 dalam daun muda (Watanabe et al. 1997). Akumulasi aluminium di daun dalam bentuk monomerik Al dan komplek Al-oksalat. Bentuk Al yang ditranslokasikan dari akar ke pucuk dalam bentuk komplek Al-sitrat (Watanabe & Osaki 2002). Melastoma merupakan salah satu sumber gen ketahanan ph rendah dan aluminium. Gen-gen ini dapat dimanfaatkan untuk merakit tanaman yang toleran terhadap cekaman ph rendah dan aluminium. Kemampuan tumbuh pada ph rendah dan aluminium yang tinggi, memungkinkan Melastoma dapat dijadikan sebagai perangkat untuk rehabilitasi lahan kritis, khususnya yang mempunyai ph rendah. Kemampuan Melastoma menyerap aluminium dapat dijadikan landasan pemanfaatan tumbuhan ini sebagai alat fitoremidiasi. Melastoma dapat dijadikan sebagai model toleransi tanaman terhadap Al. Gen yang diduga bertanggung jawab terhadap toleransi tanaman terhadap Al dapat diuji dengan menghambat ekspresi gen ini di dalam Melastoma. Pengujian pertumbuhan dan batas toleransinya Melastoma terhadap Al sangat penting

17 2 sebagai landasan dalam melakukan pengujian Melastoma yang telah direkayasa secara genetik sehingga toleransinya terhadap aluminium berubah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan Melastoma yang mendapat perlakuan ph rendah dan konsentrasi aluminium yang tinggi. Manfaat Penelitian Informasi toleransi Melastoma terhadap cekaman ph rendah dan aluminium tinggi dapat digunakan sebagai landasan dalam rehabilitasi lahan-lahan kritis, terutama yang disebabkan oleh rendahnya ph tanah dan kandungan Al yang tinggi. Selain itu, informasi ini sangat bermanfaat dalam pengujian toleransi Melastoma terhadap aluminium yang telah mengalami modifikasi secara genetik.

18 TINJAUAN PUSTAKA Karakter Melastoma Melastoma merupakan genus yang memiliki anggota spesies cukup besar. Kedudukan melastoma dalam taksonomi adalah sebagai berikut (Meyer 1999): Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Rosidae Ordo : Myrtales Famili : Melastomaceae Genus : Melastoma Spesies : Melastoma affine D. Don. Sinonim : M. Malabathricum L. Ssp. malabathricum L., M. malabathricum auct. non L., M. polyanthum Blume. Distribusi melastoma mulai dari Kepulauan Samudera India yang meliputi Asia Selatan dan Asia Tenggara, Cina, Taiwan, Australia dan Benua Pasifik Selatan (Sudarsan & Rifai 1975). Di Indonesia, melastoma memiliki nama daerah seperti sengganen (Jawa), harendong (Sunda), sikadoekdoek (Sumatera), dan cengkodok (Kalimantan). Melastoma merupakan tumbuhan perdu yang tegak dengan tinggi antara 0.5 m sampai 4 m. Daun melastoma merupakan daun tunggal, bertangkai, letak berhadapan dan jarang berkarang, bentuk daun lancet, ujung runcing, pangkal membulat, tepi rata dan permukaan bersisik. Bunga melastoma merupakan bunga majemuk berupa malai rata dengan jumlah 5-12 kuntum bunga, kelopak bunga (kaliks) dengan 5 sepal, mahkota (korola) dengan 5 petal tersusun secara menyirap (imbricate). Hipantium tertutup dan agak muncul. Bentuk mahkota membulat dengan warna ungu cerah. Benang sari lurus dan panjangnya tidak sama. Bakal buah terdiri atas 5 ruang yang dihubungkan oleh tabung kelopak,

19 4 buah buni berbentuk periuk. Biji berukuran sangat kecil dan keras berwarna coklat muda. Berkembang biak dengan biji. Dapat tumbuh hingga ketinggian 1650 m dpl di tempat agak terbuka. Merupakan tanaman gulma yang merugikan pada perkebunan karet (Nasution 1986). Menurut Tjitrosemito (1986), jenis-jenis gulma yang dominan pada perkebunan karet meliputi Ottochloa nodosa, Ischaemum rugosum, dan Melastoma malabathricum. Secara vertikal melastoma merupakan salah satu dari beberapa jenis gulma lapisan teratas dari tumbuhan semak, dengan ketebalan sekitar cm dengan tinggi vegetasi yang dapat mencapai lebih dari 2 meter. Melastoma banyak ditemukan di daerah tropis terutama di lahan asam, sehingga sering disebut tanaman indikator tanah asam (Osaki et al. 1997; Baker et al. 2000). Melastoma mengakumulasi Al 10 mg.g -1 dalam daun dewasa dan 7 mg.g -1 pada daun muda. Hasil ini menunjukkan bahwa Melastoma memiliki kemampuan menyerap Al tinggi dan mobilisasi secara internal terhadap Al (Watanabe et al. 1997). Pada percobaan Watanabe et al. (1998a) dinyatakan bahwa akumulasi Al pada daun Melastoma terjadi pada jaringan epidermis dan jaringan mesofil. Sedangkan pada akar, Al terakumulasi pada jaringan epidermis dan korteks. Konsentrasi Al pada daun muda, daun dewasa, dan daun tua secara berurutan adalah 8.0 g.kg -1, 9.2 g.kg -1 dan 14,4 g.kg -1 berat kering daun. Sedangkan konsentrasi Al pada akar adalah 10.1 g.kg -1 berat kering akar. Aluminium yang terakumulasi pada daun dan akar dalam bentuk monomerik Al dan kompleks Aloksalat. Asam sitrat merupakan ligand utama dari Al di dalam cairan xilem pada Melastoma. Watanabe dan Osaki (2002) menyatakan bahwa adanya peningkatan asam sitrat beberapa saat setelah penampakan Al dalam cairan xilem, dan pola peningkatan asam sitrat sebanding dengan peningkatan konsentrasi Al. Bentuk kompleks Al-sitrat merupakan kompleks Al dalam translokasi Al dari akar ke daun melalui xilem. Asam oksalat sebagai ligand pengkelat Al di daun, tidak dijumpai di dalam cairan xilem. Pada awalnya, asam malat merupakan asam organik terbanyak dalam cairan xilem, tetapi mengalami pengurangan yang nyata pada hari ketiga perlakuan Al. Begitu juga dengan konsentrasi asam α-

20 5 ketoglutarat dan asam suksinat menurun konsentrasinya dalam cairan xilem, seiring dengan meningkatnya konsentrasi asam sitrat dan Al. Watanabe dan Osaki (2002) melaporkan bahwa akar Melastoma juga mengeksudasi asam oksalat ke daerah rhizosfer. Di daerah rhizosfer, asam oksalat memiliki dua peran, yaitu (1) asam oksalat melarutkan P terlarut (aluminiumfosfat) membentuk Al-oksalat di dalam rhizosfer dan selanjutnya melepaskan Al untuk diabsorbsi oleh akar, dan (2) asam oksalat memfungsikan diri sebagai ligand untuk akumulasi Al di daun. Konsentrasi asam oksalat yang tinggi setelah melepaskan Al dan absorbsi NH 4 menyebabkan tingkat keasaman meningkat di daerah rhizosfer tanaman Melastoma. Eksudasi asam oksalat dari akar tidak menyebabkan penurunan konsentrasi Al dalam simplas akar. Terdapat dua bentuk persenyawaan pengkelat Al dalam akar Melastoma yaitu kompleks Al-oksalat dan Al-sitrat, dan kompleks Al-oksalat paling banyak dibandingkan dengan kompleks Al-sitrat (Watanabe et al. 2005b). Melastoma mampu menginaktifkan Al yang masuk ke dalam sel, walaupun Al +3 memiliki afinitas 10.7 kali lebih kuat daripada kemampuan Mg +2. Aluminium cenderung terikat kuat pada komponen sel yang memiliki gugus hidroksil, karboksil, pospat dan sulfida. Watanabe et al. (2003) menyatakan bahwa Al mempu menembus jaringan endodermis dan masuk ke pembuluh xilem yang kemudian ditimbun di daun. Melastoma memiliki kemampuan menyerap Al, memobilisasi dan menimbunnya di daun tanpa masalah kelainan fisiologis. Melihat ketahanan Melastoma terhadap cekaman Al di lahan asam, tentunya tanaman ini memiliki mekanisme spesifik untuk menghindari pengaruh toksik Al. Toksisitas Tanah Asam Tanah asam terbentuk dari bahan induk asam dengan mineral liat utamanya kaolinit di daerah dengan curah hujan mm/th, bereaksi asam sampai sangat asam dengan variasi ph , miskin unsur hara dan mempunyai kejenuhan Al tinggi. Rendahnya ph tanah dan tingginya kejenuhan Al pada tanah ini merupakan faktor pembatas untuk pertanaman secara luas. Sebagian besar area tanah asam (60%) berada di daerah tropis (Kochian 2000).

21 6 Terdapat dua jenis tanah asam yaitu tanah asam mineral dengan kandungan Al dan Fe tinggi, dan tanah asam bahan organik, terdapat deposit kandungan bahan organik. Purwowidodo (2003) mengklasifikasikan keasaman tanah menjadi 5 katagori yaitu luar biasa asam (ph < 4.4), sangat asam (ph 4.5-5), masam (ph ), cukup asam (ph ) dan agak masam (ph ). Penyebab keasaman pada tanah mineral adalah ion H + dan Al +3 dalam larutan tanah dan komplek jerapan (exchange site). Makin tinggi kandungan hidrogen dan Al dalam larutan tanah dan komplek jerapan, maka akan semakin rendah ph. Tanah asam umumnya kurang baik untuk pertumbuhan tanaman karena mempunyai ph, kapasitas tukar kation, dan kejenuhan basa yang rendah, serta kejenuhan Al yang tinggi (Mansur & Koko 2000). Menurut Djayusman (1993), pembentukan asam yang melewati daya sangga tanah dapat menghancurkan kisi mineral liat sehingga semakin banyak ion Al +3 yang menjauhi komplek jerapan, menjadi bentuk tersedia. Pada ph rendah terjadi penghambatan pertumbuhan tanaman disebabkan oleh keracunan Al dan kekurangan unsur hara mineral. Disamping itu juga disebabkan oleh Al bebas dan Al dapat ditukar yang berlebihan, keracunan Mn dan kekurangan P, Ca dan Mg serta ketersediaan nitrogen sangat rendah (Marschner 1995). Pada lahan asam, keracunan yang utama disebabkan oleh kandungan Al yang tinggi dan aluminium berada dalam bentuk Al +3 yang sangat toksik karena dapat mengkelat unsur hara sehingga menghambat penyerapan unsur terkelat itu oleh akar tanaman. Akibatnya tanaman kekurangan unsur hara dan pertumbuhannya terhambat. Proses asidifikasi tanah bisa disebabkan oleh pencucian kation dari tanah, praktek-praktek pertanian dan hujan asam. Kelarutan Al dalam tanah sangat dipegaruhi oleh ph tanah. Aluminium dalam bentuk Al +3 yang mendominasi lahan asam dengan ph < 5 dan merupakan fitotoksik utama. Jenis Al(OH) 2+ dan Al(OH) + 2 menggantikan bentuk Al +3 ketika terjadi peningkatan ph. Pada ph tanah mendekati netral, Al berada dalam bentuk padat Al(OH) 3 atau gibsit, - sebaliknya Al(OH) 4 atau aluminat mendominasi kondisi alkalin. Pengaruh Al tidak terlihat pada tanaman pada ph tanah di atas 5.5 (Delhaize & Ryan 1995).

22 7 Toksisitas Aluminium Keracunan aluminium merupakan salah satu kendala dalam produksi tanaman pada tanah asam. Pada tanah asam umumnya ketersediaan hara sangat terbatas dan kemampuan tanaman untuk menyerap hara juga dibatasi oleh adanya kandungan Al yang tinggi. Dari beberapa percobaan diketahui bahwa penyerapan P, Ca, Mg dan K oleh tanaman berkurang secara nyata. Pada tanaman barley yang di tanam pada media yang mengandung Al, kandungan Ca +2 dan K + hanya setengahnya bila dibandingkan dengan kontrol (Matsumoto et al. 1992). Defisiensi P pada umumnya juga diinduksi oleh kandungan Al yang tinggi. Hal ini disebabkan terbentuknya komplek Al-fosfat (baik di larutan tanah maupun di dalam sel) yang tidak tersedia bagi tanaman. Kemampuan tanaman untuk dapat memanfaatkan kandungan P yang rendah secara efisien selalu dihubungkan dengan sifat toleransi tanaman terhadap Al. Kation trivalen Al +3 menghambat transpor Ca +2 secara efektif ke dalam akar, protoplas dan membran vasicles. Hasil studi pada lipid bilayer menunjukkan bahwa Al dapat memblok Ca +2 dan saluran K + (Ryan et al. 1997). Pada akar barley, perlakuan Al menurunkan kandungan Ca pada membran sampai 50% dan menyebabkan penurunan aktivitas H-ATPase dalam menghidrolisis ATP (Matsumoto et al. 1992). Pengaruh Aluminium pada Tanaman Aluminium tidak dikenal sebagai hara tanaman walaupun banyak dilaporkan dalam jumlah kecil menguntungkan bagi tanaman. Kadar Al yang tinggi dapat meracuni tanaman. Foy et al. (1978) menyatakan keracunan Al ditentukan oleh jenis maupun varietas tanaman. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa target utama keracunan Al adalah jaringan akar tanaman (Sasaki et al. 1992, 1994; Ryan et al. 1993, 1994; Delhaize & Ryan 1995). Gejala yang tampak dari keracunan Al adalah sistem perakaran yang tidak berkembang (pendek dan tebal) sebagai akibat penghambatan perpanjangan sel. Selain itu pengaruh buruk yang lain yaitu terjadi gangguan penyerapan hara mineral, penggabungan Al dengan dinding sel dan penghambatan pembelahan sel (Matsumoto 1991).

23 8 Penelitian pada gandum (Triticum aestivum) kultivar Neepawa (Al seneitif) dan PT741 (Al toleran) umur 3 hari, didapatkan bahwa setelah 3 hari ditumbuhkan pada media yang mengandung berbagai konsentrasi Al, terlihat penurunan panjang akar pada kultivar sensitif sebanyak 57% pada konsentrasi Al 25 µm, sedangkan pada kultivar resisten belum berpengaruh (Basu et al. 1994). Penelitian yang dilakukan oleh Ryan et al. (1993) pada gandum, ditemukan bahwa Al lebih banyak terakumulasi pada ujung akar dan pada daerah ini lebih banyak kerusakan fisik dibanding pada jaringan akar dewasa. Marschner (1995) menyatakan gejala pertama yang tampak akibat pengaruh buruk Al adalah sistem perakaran yang tidak berkembang sebagai akibat penghambatan perpanjangan sel. Sutarto et al. (1989) melaporkan keracunan Al pada akar tanaman antara lain ditandai perubahan warna menjadi coklat kekuningan, turgiditas menurun, pertumbuhan akar primer menebal dan melengkung, tudung akar hancur serta perkembangan akar cabang memendek dan membesar. Menurut Marschner (1995) pada tanaman yang sensitif, Al ditemukan pada inti dan dinding sel. Pada dinding sel, penghambatan terjadi karena Al menggantikan kedudukan Ca +2 pada lamela tengah. Ikatan Al dengan grup karboksil akan menimbulkan ikatan yang kuat sehingga sel tidak dapat membesar. Matsumoto et al. (1979) menyatakan bahwa pada inti sel, Al berasosiasi dengan DNA sehingga menghentikan proses pembelahan sel meristem apikal. Al dalam bentuk polimer memiliki muatan positif yang besar serta memiliki banyak situs pengikatan. Polimer Al ini dapat mengikat fosfat yang ada pada kedua utas DNA, mengakibatkan gagalnya utas ganda DNA berpisah (Matsumoto 1991). Marschner (1995) menyatakan bahwa akumulasi Al yang tinggi pada inti sel tudung akar yang menghambat perpanjangan akar merupakan akibat dari kerusakan pada sel tudung akar yang berfungsi sebagai sensor terhadap cekaman lingkungan. Hal ini menyebabkan permukaan akar berwarna coklat-kekuningan, berbintik dan mudah patah (Foy 1974). Pada percobaan Matsumoto et al. (1979), pembelahan sel pada ujung akar bawang berhenti setelah diberi perlakuan 10-3 M AlCl 3 selama 10 hari. Pada membran sel, pengaruh Al lebih banyak disebabkan oleh adanya perubahan atau kerusakan sifat permeabilitas. Pada membran sel barley, Al

24 9 ditemukan berasosiasi dengan gugus fosfolipid membran yang menyebabkan kerusakan struktur membran atau perubahan dalam permeabilitas membran. Hal ini menyebabkan penyerapan hara yang dikatalis oleh pompa proton akan terganggu (Matsumoto 1988). Ion Al yang bermuatan positif dapat berasosiasi dengan gugus fosfat dari ATP atau fosfolipid pada membran yang akan mempengaruhi efektivitas transpor proton. Penelitian mengenai pengaruh toksisitas Al terhadap pertumbuhan tanaman lebih banyak dilakukan pada media air (Fleming & Foy 1968). Hal ini karena adanya kemudahan dalam pengaturan konsentrasi Al yang diinginkan serta lebih memungkinkan untuk mengadakan pengamatan terhadap akar yang dianggap merupakan bagian tanaman yang paling sensitif terhadap Al. Oleh karena itu parameter panjang akar biasanya digunakan untuk menilai ketenggangan tanaman terhadap keracunan Al. Toleransi Tanaman Terhadap Al Tanaman yang toleran terhadap keracunan Al memiliki kemampuan menekan pengaruh buruk keracunan Al tersebut. Kriteria tanaman yang toleran antara lain (a) akar sanggup tumbuh terus dan ujung akar tidak rusak, (b) mengurangi absorbsi Al, (c) memiliki berbagai cara untuk menetralkan pengaruh toksik Al setelah diserap tanaman, (d) sanggup menciptakan keadaan yang kurang asam di daerah perakaran, (e) translokasi dan akumulasi ion Al pada vakuola daun, (f) karena suatu mekanisme tertentu maka ion Al tidak sanggup menghambat serapan Ca, Mg dan K. Menurut Taylor (1988) mekanisme toleransi tanaman terhadap Al terbagi menjadi dua kelompok yaitu (1) dengan mencegah Al masuk ke dalam simplas dan sampai daerah metabolik yang peka di dalam sel tanaman (mekanisme exclusion), dan (2) dengan detoxifikasi, immobilisasi atau perubahan dalam metabolisme saat Al telah masuk ke dalam simplas sehingga memungkinkan tanaman melanjutkan proses tumbuhnya (Mekanisme Internal). Mekanisme pengeluaran (eksklusi) dapat berupa (1) Immobolisasi Al dalam dinding sel sehingga menurunkan perembesan Al dari apoplas ke dalam simplas akar. (2) Sifat permeabilitas selektif pada membran plasma yang berfungsi sebagai

25 10 barier terhadap pergerakan Al masuk ke sitosol. (3) Meningkatkan ph di sekitar perakaran sehingga dapat menghidrolisis Al menjadi bentuk yang tidak beracun. (4) Khelatisasi Al oleh asam organik di daerah rhizosfer. Mekanisme toleransi internal mencakup (1) Kelatisasi Al dalam sitosol oleh asam organik atau protein sehingga mengurangi fitotoksik Al dalam sitosol. (2) Kompartemensasi Al di vakuola yakni Al diasingkan pada tempat yang tidak peka terhadap Al. (3) Sintesis protein pengikat Al seperti fitokelatin. Pada wortel (Daucus carota), tanaman yang toleran terhadap Al mampu memproduksi lebih banyak sitrat pada media pertumbuhan daripada tanaman yang sensitif, penambahan asam malat atau sitrat pada tanaman yang peka menurunkan pengaruh buruk Al. Pada tanaman kedelai asam malat dapat menetralisir pengaruh buruk Al (Suthipradit et al. 1990). Aluminium dapat berinteraksi baik dengan senyawa organik maupun anorganik. Interaksi dengan senyawa (anion) organik paling kuat terjadi dengan asam-asam dikarboksilat seperti sitrat dan malat (Jackson 1982). Dan asam-asam dikarboksilat tersebut sangat efektif sebagai bahan amelioran untuk mendetoksifikasi Al (Neet et al. 1982). Sedangkan interaksi Al dengan senyawa (anion) anorganik seperti sulfat, fosfat, flor dan silikat membentuk suatu kompleks yang mempunyai afinitas tinggi terhadap oksigen atau air (Konishi & Miyamoto 1983). Interaksi Al dengan anion tersebut berpotensi untuk meningkatkan ph perakaran sekaligus dapat membuat rancu pengaruh toksisitas Al dengan defisiensi unsur tertentu seperti fosfat, karena terbentuk komplek Al-P sehingga P tidak tersedia bagi tanaman. Disamping itu ada pendapat yang menyatakan bahwa toleransi terhadap Al dipengaruhi juga oleh mucilage pada tanaman. Mucilage adalah bahan seperti gel yang dihasilkan pada bagian ujung akar yang sedang berkembang. Mucilage adalah partikel penting pada tanah mineral asam untuk mengikat Al pada daerah rhizoplan pada zona apikal akar dan untuk melindungi meristem akar. Pada Vigna anguiculata, tanaman yang toleran terhadap Al mampu menghasilkan lebih banyak mucilage jika dibandingkan dengan yang sensitif (Suthipradit et al. 1990) Mekanisme eksklusi adalah imobilisasi Al di dinding sel dengan permeabilitas membran yang selektif, peningkatan ph rizosfer atau apoplas,

26 11 eksudasi ligan pengkelat, eksudasi fosfat, dan effluks Al (Taylor 1991). Kemampuan apoplas sel akar menyerap Al dianggap sebagai salah satu mekanisme ketenggangan terhadap Al, semakin kecil kemampuan akar untuk menyerap Al, tanaman semakin peka terhadap Al (Ducan & Baligar 1990). Marschner (1995) menambahkan bahwa tanaman yang toleran terhadap Al akan meningkatkan ph pada daerah perakaran sehingga menurunkan kelarutan dan keracunan aluminium. Disamping apoplas, plasma membran dapat dianggap sebagai penghalang penyerapan Al secara selektif. Duncan dan Baligar (1990) menyatakan bahwa perbedaan permeabilitas membran terhadap Al merupakan salah satu mekanisme toleran terhadap Al. Mekanisme toleran Al internal meliputi pengkelatan di sitosol, kompartemensasi di vakuola, dan adanya protein pengikat Al (Taylor 1991). Matsumoto (1991) menyimpulkan dari penelitian pada membran mikrosomal akar barley bahwa aktivitas transpor H + tonoplas memegang peranan penting dalam pertukaran proton dengan Al yang terkompartemensasi di vakuola. Beberapa karakter fisiologis toleransi terhadap Al menunjukkan bahwa sifat tanaman yang lebih toleran terhadap cekaman Al mampu: (1) mengakumulasi Al lebih sedikit sehingga toksisitas Al relatif kecil (Sopandie et al. 1996); (2) mengakumulasi anion nitrat lebih tinggi dibanding kation amonium dan menginduksi ph rizosfir lebih tinggi mendekati ph optimal untuk pertumbuhan tanaman (Degenhard et al. 1998); (3) mensintesis senyawa-senyawa asam dikarboksilat seperti malat, oksalat, sitrat dan sulfat serta senyawa fenil propanoat seperti kaffeat sebagai pengkelat Al sehingga toksisitas menjadi rendah (Zheng 1998); (4) meningkatkan aktivitas H + -ATPase membran plasma, yang mengatur keseimbangan ion proton antara di dalam dan di luar plasma membran sel, sehingga terjadi depolarisasi di membran plasma dan secara berantai mempengaruhi aktivitas metabolisme turunannya seperti aktivitas K-chanel dan Ca-transporter yang masing-masing berfungsi di dalam proses detoksifikasi Al (Maathuis et al. 1998); (5) mensintesis protein spesifik pada membran (Picton et al. 1991) dan protein tertentu dari ujung akar (Marzuki 1997), yang tidak

27 12 ditemukan pada genotipe peka; serta (6) meningkatkan aktivitas enzim tertentu seperti reduktase nitrat (Anwar et al. 1995).

28 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penanaman stek pucuk Melastoma dengan media kultur cair dilakukan di Rumah Kaca Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB. Penelitian histologi akar dilakukan di Laboratorium Anatomi dan Sitologi LIPI Cibinong. Penelitian ini dilkakukan dari bulan April 2007 sampai dengan bulan April Tahapan penelitian disajikan pada Gambar 1. Persiapan bahan percobaan Stek pucuk berakar Perlakuan cekaman ph dan Al Analisis Pertumbuhan Analisis kerusakan akar Gambar 1 Skema tahapan pelaksanaan penelitian Bahan dan Alat Bahan-bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah M. malabathricum dan M. affine. Media tumbuh menggunakan media cair menurut Watanabe et al. (2005a) (Lampiran 9). Al yang diberikan dalam perlakuan adalah AlCl 3.6H 2 O.

29 14 Metode Rancangan Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga macam perlakuan dan empat ulangan yang disusun dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan yang diberikan adalah (1) dua jenis tumbuhan, (2) empat tingkat ph, dan (3) empat tingkat konsentrasi Al, masing-masing perlakuan dibuat 4 ulangan sehingga terdapat 104 satuan percobaan. Perlakuan ph yang diberikan adalah (A 1 ) ph 6, (A 2 ) ph 5, (A 3 ) ph4 dan (A 4 ) ph 3. Konsentrasi Al yang diberikan adalah (B 1 ) 0 mm, (B 2 ) 0.8 mm, (B 3 ) 1.6 mm, dan (B 4 ) 3.2 mm. Kombinasi perlakuan Al dan ph dapat dilihat pada Tabel 1. Model linier dari percobaan ini adalah (Mattjik & Sumertajaya 2002) : Υ ij = µ + τ i + β j + ε ij; di mana : Υ ij : Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j µ : Nilai rata-rata umum τ i β j : Pengaruh perlakuan ke-i : Pengaruh kelompok ke-j ε ij : Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j i : 1, 2,..., t; j : 1, 2,..., r. Tabel 1 Kombinasi perlakuan Al dan ph pada percobaan Melastoma. (A1) ph 6 (A2) ph 5 (A3) ph 4 (A4) ph 3 (B1) 0 mm A1B1 A2B1 A3B1 A4B1 (B2) 0.8 mm X A2B2 A3B2 A4B2 (B3) 1.6 mm X A2B3 A3B3 A4B3 (B4) 3.2 mm X A2B4 A3B4 A4B4 Keterangan : X : Tidak ada perlakuan

30 15 Pelaksanaan Percobaan Persiapan Bahan Tanaman Sebelum diperlakukan dengan berbagai tingkat cekaman ph dan konsentrasi Al, tumbuhan M. malabathricum dan M. Affine diperbanyak dengan stek pucuk dengan panjang 5 7 cm dan disemai pada media tanah dicampur kompos (1:1) dan disungkup rapat dengan plastik. Stek yang berumur 1.5 bulan dengan panjang akar sekitar 3 cm digunakan sebagai bahan percobaan. Perlakuan ph dan Al Stek pucuk M. malabathricum dan M. Affine dengan berumur 1.5 bulan yang sudah berakar dengan panjang sekitar 3 cm ditanam pada media kultur cair yang mengandung nutrisi standar Watanabe et al. (2005a) dengan cara dijepit dengan spon dan diletakkan di antara anyaman kawat (1 cm 2 ) yang diletakkan di atas ember 2.5 liter tanpa penambahan AlCl 3.6H 2 O. Setiap ember berisi 6 tumbuhan yang terdiri dari 3 tumbuhan M. malabathricum dan 3 tumbuhan M. affine. Setelah 1 minggu, media cair diganti dengan media yang sama yang ditambah dengan AlCl 3 dengan ph yang berbeda sebagai perlakuan selama 8 minggu. Perlakuan ph yang diberikan adalah ph 6, ph 5, ph 4, dan ph 3, sedangkan AlCl 3. 6H 2 O yang diberikan adalah 0 mm, 0.8 mm, 1.6 mm, dan 3.2 mm. Pada ph 6 tidak ada penambahan AlCl 3. 6H 2 O karena Al akan mengalami pengendapan sehingga tidak ada pengaruhnya terhadap Melastoma. Agar Melastoma tidak mengalami kekurangan oksigen (anoksi) pada media cair diberi aerasi dengan aerator terus menerus. Untuk mempertahankan kondisi ph dan kandungan hara maka media cair diganti seminggu sekali. Pengamatan dan Pengumpulan Data Pengamatan dilakukan terhadap : (i) pertumbuhan Melastoma; dan (ii) kerusakan akar Melastoma. Pertumbuhan Melastoma yang diamati meliputi : Panjang akar, jumlah akar, panjang batang, jumlah tunas, panjang tunas dan jumlah daun. Pengamatan dilakukan setiap minggu selama 8 minggu

31 16 Pengamatan terhadap kerusakan akar Melastoma dilakukan pada minggu kedelapan dengan mengamati warna dan tekstur akar tanaman Melastoma dan struktur jaringan ujung akar Melastoma. Pembuatan Sayatan Ujung Akar Melastoma Bahan difiksasi di dalam larutan FAA [5 bagian formalin, 5 bagian asam asetat glasial, 90 bagian alkohol 70% (v/v)]. Sampel yang telah difiksasi selama 24 jam di dalam larutan FAA, didehidrasi secara bertahap menggunakan alkohol 50% - 100% masing-masing selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan dealkoholisasi (clearing) secara bertahap menggunakan campuran alkohol-xylol dilanjutkan dengan xylol murni 1 dan xylol murni 2 masing-masing 30 menit. Parafin diinfiltrasi sedikit demi sedikit sampai jenuh dan disimpan dalam oven pada suhu 60 0 C selama 3 jam. Parafin diganti dengan parafin murni dan disimpan di dalam oven pada suhu C selama tiga hari. Sampel ditanam di dalam parafin. Blok sampel diiris dengan ketebalan µm menggunakan mikrotom putar (Yamato RV-240). Pita parafin yang diperoleh direkatkan pada gelas objek yang telah diolesi larutan albumin-gliserin dan dikeringkan di atas hot plate dengan suhu 40 0 C selama 3-5 jam. Sampel diwarnai dengan safranin 2% (b/v) dan fastgreen 0.5% (b/v). Analisis Data Analisis Karakter Pertumbuhan Melastoma Analisis data dilakukan terhadap pertambahan karakter yang diamati selama 8 minggu perlakuan pada M. malabathricum dan selama 6 minggu pada M. affine. M. affine mengalami kematian pada hari ke 45 setelah diperlakukan dengan ph 3 dan konsentrasi 3.2 mm Al. Pertumbuhan kedua spesies Melastoma dihitung dengan rumus : PT = Pi - Po ; dimana : PT : Pertumbuhan Melastoma Pi : Pengamatan minggu ke-i. Po : Pengamatan minggu ke-0.

32 17 Persentase pertumbuhan dihitung dengan rumus : PP = PTi PTo X 100% PTo dimana : PP : Persentase pertumbuhan PTi : Pertumbuhan minggu ke-i PTo : Pertumbuhan minggu ke-o Analisis Statistika Analisis data secara statistika dilakukan terhadap semua karakter pertumbuhan Melastoma. Untuk melihat keragaman dari setiap karakter, dilakukan Analisis Ragam (ANOVA) pada taraf kepercayaan 95%. Untuk melihat pengaruh beda nyata dari data akibat perlakuan serta interaksinya dilakukan uji jarak ganda Duncan (DMRT : Duncan Multiple Range Test) pada taraf kepercayaan 95%.

33 HASIL Pengamatan Terhadap Karakter Kuantitatif M. malabathricum Analisis ragam terhadap karakter kuantitatif (Lampiran 1 sampai 4) menunjukkan bahwa secara umum baik perlakuan ph (tanpa Al) maupun perlakuan Al tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap sebagian besar karakter yang diamati. Pengaruh perlakuan terlihat nyata hanya pada karakter jumlah daun untuk perlakuan Al pada ph 5 (Lampiran 2), serta karakter panjang akar untuk perlakuan Al pada ph 4 dan ph 3 (Lampiran 3 dan 4). Tabel 2 Pengaruh ph terhadap pertumbuhan M. malabathricum selama 8 minggu perlakuan. ph Pj Akar (cm) Jml Akar Pj Batang (cm) Jml Tunas Pj Tunas (cm) Jml Daun a 24.67a 13.79a 5.33a 11.9a 19.17a a 20.1a 15.77a 5.1a 17.61a 25.2a a 22.33a 12.17a 5.17a 13.45a 18.5a a 14.8a 15.28a 4.4a 8.26a 13.6a Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada taraf nyata 95%. Tabel 3 Pengaruh Al pada ph 5 terhadap pertumbuhan M. malabathricum selama 8 minggu perlakuan. Al (mm) Pj Akar (cm) Jml Akar Pj Batang (cm) Jml Tunas Pj Tunas (cm) Jml Daun a 20.1a 15.77a 5.1a 17.61a 25.2b a 23a 17.53a 6.45a 24.45a 25b a 33.11a 15.1a 4.78a 16.82a 20.89b a 28.5a 11.88a 4a 16.5a 6.75a Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada taraf nyata 95%. Tabel 4 Pengaruh Al pada ph 4 terhadap pertumbuhan M. malabathricum selama 8 minggu perlakuan. Al (mm) Pj Akar (cm) Jml Akar Pj Batang (cm) Jml Tunas Pj Tunas (cm) Jml Daun a 22.33a 12.17a 5.17a 13.43a 18.5a ab 24a 15.33a 5.9a 16.1a 19.2a bc 23.08a 18.46a 4a 17.11a 14.33a c 16.82a 18.45a 6.73a 18.25a 19.82a Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada taraf nyata 95%.

34 19 Tabel 5 Pengaruh Al pada ph 3 terhadap pertumbuhan M. malabathricum selama 8 minggu perlakuan. Al (mm) Pj Akar (cm) Jml Akar Pj Batang (cm) Jml Tunas Pj Tunas (cm) Jml Daun b 14.8a 15.28a 4.4a 8.26a 13.6a ab 16.38a 15.03a 3.86a 4.8a 8.63a a 25.1a 10.94a 2a 3.87a 9.3a a 18.5a 8.95a 4a 10.75a 10.5a Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada taraf nyata 95%. Dari uji DMRT terlihat adanya penurunan yang nyata jumlah daun pada perlakuan Al 3.2 mm ph 5 dibandingkan dengan konsentrasi Al yang lain (0 mm, 0.8 mm, dan 1.6 mm). Perubahan ini sulit ditafsirkan sebagai akibat cekaman Al, karena pada perlakuan yang sama tidak terdapat perubahan yang nyata pada pertumbuhan akar (Tabel 3). Deteksi cekaman Al biasanya pertama kali dilihat dari gangguan pertumbuhan akar. Dari uji DMRT terlihat bahwa perbedaan ph dari 6 sampai 3, tanpa adanya Al tidak menunjukkan pengaruh yang nyata untuk semua karakter yang diamati termasuk panjang akar (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa M. malabathricum dapat beradaptasi baik terhadap perubahan ph, sampai ph ekstrim sekalipun seperti ph 3. Gangguan pertumbuhan akar baru terlihat akibat kehadiran Al pada media tumbuh, yaitu pada ph 3 (Tabel 5). Pada ph 3 pemberian 0.8 mm Al telah menyebabkan hambatan pertumbuhan akar, secara statistik terlihat panjang akar pada 0.8 mm Al lebih pendek dibandingkan panjang akar pada 0 mm Al. Derajat gangguan semakin meningkat dengan penambahan kosentrasi Al menjadi 1.6 mm dan 3.2 mm. Di atas ph 3, perlakuan Al tidak mengganggu pertumbuhan akar, bahkan pada ph 4 pemberian Al merangsang pertumbuhan akar (Tabel 4). Hal ini secara statistik, terlihat dengan adanya peningkatan pertambahan panjang akar dengan pemberian Al mulai 0.8 mm sampai 3.2 mm.

35 20 Morfologi Akar M. malabathricum Perlakuan ph 6, 5, dan 4 pada M. malabathricum menghasilkan akar yang berwarna putih dan pada bagian ujungnya diselimuti lendir, sedangkan pada ph 3 akar berwarna coklat dan ujungnya tidak diselimuti lendir (Gambar 2A). Pada ph 5, perlakuan Al menyebabkan ujung akar tidak diselimuti lendir (Gambar 2B). Kelarutan Al pada ph 5 rendah yang ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna putih pada dasar ember. Endapan semakin tebal dengan meningkatnya konsentrasi Al dari 0.8 mm sampai 3.2 mm. Seperti ph 5, pemberian Al pada ph 4 menampakkan ujung akar tidak diselimuti lendir (Gambar 2C). Pada ph 4 kelarutan Al tinggi yang terbukti dengan tidak terbentuknya endapan putih dalam media kultur. Morfologi ujung akar M. malabathricum yang berbeda terjadi pada perlakuan Al pada ph 3 dibandingkan ph 5 dan 4. Lendir tidak terdapat pada ujung akar baik yang tidak diperlakukan maupun yang diperlakukan Al. Ujung akar berwarna hitam pada perlakuan 0.8 mm Al, dan permukaan akar berwarna coklat dan berbintik yang diberi perlakuan 1.6 mm Al. Adapun tekstur akar yang lembek dengan pengelupasan kulit pada ujung akar terjadi pada konsentrasi 3.2 mm Al (Gambar 2D).

36 21 ph 6 0 mm Al ph mm Al ph mm Al ph mm Al ( A ) ( C ) 0 mm Al 0 mm Al 0.8 mm Al 0.8 mm Al 1.6 mm Al 1.6 mm Al 3.2 mm Al 3.2 mm Al ( B ) ( D ) Gambar 2. Morfologi akar M. malabathricum akibat (A) perlakuan ph; (B) perlakuan Al pada ph 5; (C) perlakuan Al pada ph 4; (D) perlakuan Al pada ph 3 selama 8 minggu perlakuan. Dari pengamatan histologi ujung akar M. malabathricum, perlakuan Al pada ph 4 tidak menunjukkan kerusakan jaringan. Struktur anatomi yang lengkap

37 22 ditunjukkan pada konsentrasi 1.6 mm Al dibandingkan dengan tanpa perlakuan Al. Pada konsentrasi 3.2 mm Al memperlihatkan penyempitan zona tudung akar (Gambar 3). ep kor ta ep kor A1 ep kor ta A2 ep kor B1 ep kor ta B2 ep kor C1 Gambar 3 Anatomi ujung akar M. malabathricum yang mendapat perlakuan beberapa konsentrasi Al pada ph 4 selama 8 minggu perlakuan. A1, A2 = 0 mm Al; B1, B2 = 1.6 mm Al; dan C1, C2 = 3.2 mm Al. ep = epidermis; kor = korteks; ta = tudung akar. Pada ph 3, perlakuan Al menyebabkan kerusakan jaringan ujung akar M. malabathricu, terutama jaringan korteks dan silinder pusat. Peningkatan kosentrasi Al menjadi 1.6 mm dan 3.2 mm meningkatkan kerusakan ujung akar (Gambar 4) C2

38 23 ep kor ta ep kor D1 ep kor ta D2 ep kor E1 ep kor ta E2 ep kor F1 ep kor ta F2 ep kor G1 Gambar 4 Anatomi ujung akar M. malabathricum yang mendapat perlakuan beberapa konsentrasi Al pada ph 3 selama 8 minggu perlakuan. D1, D2 = 0 mm Al; E1, E2 = 0.8 mm Al; F1, F2 = 1.6 mm Al; dan G1, G2 = 3.2 mm Al. ep = epidermis; kor = korteks; ta = tudung akar. G2 Pengamatan Terhadap Karakter Kuantitatif M. affine Analisis ragam terhadap karakter kuantitatif (Lampiran 5 sampai 8) menunjukkan bahwa perlakuan ph (tanpa Al) maupun perlakuan Al tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap sebagian besar karakter yang diamati. Pengaruh nyata hanya pada karakter panjang akar dan panjang batang untuk

39 24 perlakuan Al pada ph 4 (Lampiran 7), dan karakter panjang akar untuk perlakuan Al pada ph 3 (Lampiaran 8). Tabel 6 Pengaruh ph terhadap pertumbuhan M. affine selama 6 minggu perlakuan. ph Pj Akar (cm) Jml Akar Pj Batang (cm) Jml Tunas Pj Tunas (cm) Jml Daun a 12.7a 17.62a 4.2a 8.85a 17a a 16.43a 21.21a 9.71a 21.44a 29.57a a 18.78a 14.58a 5.22a 9.97a 19.11a a 12a 20a 2.75a 9.5a 10.5a Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada taraf nyata 95%. Tabel 7 Pengaruh Al pada ph 5 terhadap pertumbuhan M. Affine selama 6 minggu perlakuan. Al (mm) Pj Akar (cm) Jml Akar Pj Batang (cm) Jml Tunas Pj Tunas (cm) Jml Daun a 16.43a 21.21a 9.71a 21.44a 29.57a a 18.27a 17.77a 8.55a 16.45a 23.82a a 13.71a 11.94a 4.43a 5.99a 13.86a a 22.88a 12.33a 3.63a 6.46a 10a Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada taraf nyata 95%. Tabel 8 Pengaruh Al pada ph 4 terhadap pertumbuhan M. affine selama 6 minggu perlakuan. Al (mm) Pj Akar (cm) Jml Akar Pj Batang (cm) Jml Tunas Pj Tunas (cm) Jml Daun a 18.78a 14.58a 5.22a 9.97a 19.11a a 31.6a 11.08a 9.4a 9.4a 25.9a ab 17.09a 23.17b 8.45a 14.34a 21.64a b 15.08a 14.68a 6.08a 5.4a 16.58a Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada taraf nyata 95%.

40 25 Tabel 9 Pengaruh Al pada ph 3 terhadap pertumbuhan M. Affine selama 6 minggu perlakuan. Al (mm) Pj Akar (cm) Jml Akar Pj Batang (cm) Jml Tunas Pj Tunas (cm) Jml Daun c 12a 20a 2.75a 9.5a 10.5a c 6.5a 21.03a 4a 12.47a 12.83a b 8a 18.58a 3a 5.78a 10a a 9.75a 9.48a 3a 5.63a 7.96a Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak beda nyata pada taraf nyata 95%. Dari uju DMRT terlihat bahwa perbedaan ph dari 6 sampai 3, tanpa Al tidak menunjukkan pengaruh yang nyata untuk semua karakter yang diamati (Tabel 6). Hal ini menunjukkan bahwa M. affine dapat beradaptasi baik terhadap ph asam. Gangguan terhadap pertumbuhan akar baru terlihat akibat perlakuan Al yaitu pada ph 3. Pemberian 0.8 mm Al sudah menyebabkan hambatan pertumbuhan akar, dan derajat gangguan semakin meningkat dengan penambahan konsentrasi Al menjadi 1.6 mm dan 3.2 mm (Tabel 9). Di atas ph 3, perlakuan Al tidak mengganggu pertumbuhan akar. Pada ph 4, perlakuan Al merangsang pertumbuhan akar, yang secara statistik terlihat bahwa konsentrasi 3.2 mm Al cenderung menyebabkan pertumbuhan akar yang lebih panjang dari pada perlakuan Al pada konsentrasi yang lebih rendah. Selain itu, perlakuan Al mempunyai pengaruh positif untuk perpanjangan batang M. affine (Tabel 8). Sedangkan pada ph 5, perlakuan Al tidak menampakkan pengaruh nyata terhadap semua karakter yang diamati (Tabel 7). Morfologi Akar M. affine Perlakuan ph 6, 5, dan 4 menghasilkan akar berwarna putih dengan ujungnya terdapat lendir. Sedangkan ph 3 selain menyebabakn ujung akar berwarna coklat, juga tidak diselimuti lendir (Gambar 5H). Perlakuan Al pada ph 5 dan 4 menghasilkan morfologi akar M. affine yang sama, yaitu warna putih dan tidak terdapat lendir pada ujungnya (Gambar 5I dan 5J). Kenampakkan akar yang berbeda akibat perlakuan Al pada ph 3, yaitu ujung akar berwarna hitam pada konsentrasi 0.8 mm Al serta permukaan akar berwarna coklat dengan bintik

TINJAUAN PUSTAKA Distribusi dan Botani Melastoma

TINJAUAN PUSTAKA Distribusi dan Botani Melastoma TINJAUAN PUSTAKA Distribusi dan Botani Melastoma Melastoma dikenal sebagai gulma di perkebunan teh dan karet. Tumbuhan ini dapat tumbuh hingga ketinggian 1650 m dpl dan terdapat di daerah terbuka. Penyebaran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

124 tinggi yaitu sebesar 2.73 me/100 g (Tabel 1.1). Perbedaan kondisi cekaman ini menyebabkan perbedaan tingkat toleransi untuk genotipe ZH ,

124 tinggi yaitu sebesar 2.73 me/100 g (Tabel 1.1). Perbedaan kondisi cekaman ini menyebabkan perbedaan tingkat toleransi untuk genotipe ZH , PEMBAHASAN UMUM Di Indonesia, kondisi lahan untuk pengembangan tanaman sebagian besar merupakan lahan marjinal yang kering dan bersifat masam. Kendala utama pengembangan tanaman pada tanah masam adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Umumnya lahan kering di Indonesia didominasi oleh tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisol). Masalah utama yang dihadapi pada t

PENDAHULUAN Latar Belakang Umumnya lahan kering di Indonesia didominasi oleh tanah Podsolik Merah Kuning (Ultisol). Masalah utama yang dihadapi pada t TOLERANSI SORGUM (Sorghum bicolor L. Moench) TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM DI LARUTAN HARA Abstrak Percobaan mengenai tanggap toleransi sorgum terhadap cekaman aluminium di larutan hara telah dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Cekaman Aluminium pada Lahan Respon Fisiologis Tanaman terhadap Cekaman Al

TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Cekaman Aluminium pada Lahan Respon Fisiologis Tanaman terhadap Cekaman Al TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Cekaman Aluminium pada Lahan Pembukaan areal pertanian di luar Jawa, khususnya tanaman pangan di lahan kering ditujukan pada jenis tanah Podsolik Merah Kuning dengan luas areal

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya Botani Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Subdivisio: Angiospermae, Kelas: Monocotyledonae, Ordo: Liliales/ Liliflorae, Famili:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. 19 TINJAUAN PUSTAKA Botani tanaman Bawang merah merupakan tanaman yang tumbuh tegak dengan tinggi antara 15-50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak

Lebih terperinci

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN Ubi kayu menghasilkan biomas yang tinggi sehingga unsur hara yang diserap juga tinggi. Jumlah hara yang diserap untuk setiap ton umbi adalah 4,2 6,5 kg N, 1,6 4,1 kg 0 5 dan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Karakteristik Tanah Awal Podsolik Jasinga Hasil analisis kimia dan fisik Podsolik Jasinga disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan kriteria PPT (1983), Podsolik Jasinga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) 4 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.) Setelah perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Padi

TINJAUAN PUSTAKA Botani Padi TINJAUAN PUSTAKA Botani Padi Tanaman padi dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan ke dalam divisio Spermatophyta, dengan sub division Angiospermae, termasuk ke dalam kelas monocotyledoneae,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah

BAB 3 KIMIA TANAH. Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah Kimia Tanah 23 BAB 3 KIMIA TANAH Kompetensi Dasar: Menjelaskan komponen penyusun, sifat fisika dan sifat kimia di tanah A. Sifat Fisik Tanah Tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponenkomponen

Lebih terperinci

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh PEMBAHASAN UMUM Kebutuhan pangan berupa beras di Indonesia terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Akan tetapi di masa datang kemampuan pertanian di Indonesia untuk menyediakan beras

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Spermatophyta Superdivisio : Angiospermae Divisio

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setelah N dan P. Umumnya K diserap tanaman dalam bentuk K larut (soluble K) yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. setelah N dan P. Umumnya K diserap tanaman dalam bentuk K larut (soluble K) yang PENDAHULUAN Latar Belakang Kalium merupakan hara makro yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak setelah N dan P. Umumnya K diserap tanaman dalam bentuk K larut (soluble K) yang berada dalam reaksi keseimbangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Botani Tanaman Bayam Bayam (Amaranthus sp.) merupakan tanaman semusim dan tergolong sebagai tumbuhan C4 yang mampu mengikat gas CO 2 secara efisien sehingga memiliki daya adaptasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanaman Sorgum Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas dan daerah beriklim sedang. Sorgum dibudidayakan pada ketinggian 0-700 m di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Tanaman Gandum Tanaman gandum (Triticum aestivum L) merupakan jenis dari tanaman serealia yang mempunyai tektur biji yang keras dan bijinya terdiri dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Pertumbuhan Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) mempunyai sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang yang terbentuk dari calon akar, akar sekunder,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Pupuk dan Pemupukan Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hadisuwito, 2008). Tindakan mempertahankan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Paremeter pertumbuhan tanaman yang diukur dalam penelitian ini adalah pertambahan tinggi dinyatakan dalam satuan cm dan pertambahan diameter tanaman dinyatakan dalam satuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Kacang Tanah Tanaman kacang tanah (Arachis hypogaea, L.) merupakan tanaman yang berasal dari benua Amerika, khususnya dari daerah Brazilia (Amerika Selatan). Awalnya kacang tanah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kota Yogyakarta (lokasi 1) dari pusat kota ke arah Gunung Merapi sebagai lokasi yang relatif tercemar dan di Kota Solo

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung-terungan (Solanaceae). Keluarga ini memiliki sekitar 90 genus dan sekitar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan, dibudidayakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari sebuah akar tunggang yang terbentuk dari calon akar,

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K TANAMAN JAGUNG. Mamihery Ravoniarijaona

APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K TANAMAN JAGUNG. Mamihery Ravoniarijaona APLIKASI ASAM OKSALAT DAN Fe PADA VERTISOL DAN ALFISOL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SERAPAN K TANAMAN JAGUNG Mamihery Ravoniarijaona SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 APLIKASI ASAM OKSALAT

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 22 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2010 sampai dengan Pebruari 2011. Tempat pelaksanaan kultur jaringan tanaman adalah di Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Srikaya (Annona squamosa L.). 2.1.1 Klasifikasi tanaman. Tanaman srikaya memiliki bentuk pohon yang tegak dan hidup tahunan. Klasifikasi tanaman buah srikaya (Radi,1997):

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengaruh cekaman Al terhadap pertumbuhan tanaman, paling nyata terlihat pada perpanjangan dan pertumbuhan akar. Tingkat ker

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengaruh cekaman Al terhadap pertumbuhan tanaman, paling nyata terlihat pada perpanjangan dan pertumbuhan akar. Tingkat ker ANALISIS ROOT REGROWTH AKAR SORGUM [Sorghum bicolor (L.) Moench) TERHADAP CEKAMAN ALUMINIUM DI LARUTAN HARA Abstrak Penelitian dilaksanakan di rumah kaca kebun percobaan University Farm IPB, Cikabayan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa media tanam yang digunakan berpengaruh terhadap berat spesifik daun (Lampiran 2) dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang tersebar luas di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Irian Jaya serta sebagian kecil di pulau

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1

PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1 Perlakuan irradiasi sinar gamma menyebabkan tanaman mengalami gangguan pertumbuhan dan menunjukkan gejala tanaman tidak normal. Gejala ketidaknormalan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilakukan dalam dua tahapan pelaksanaan, yaitu tahap kultur in vitro dan aklimatisasi. Tahap kultur in vitro dilakukan di dalam Laboratorium Kultur Jaringan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENGARUH KOMPOS, PUPUK FOSFAT DAN KAPUR TERHADAP PERBAIKAN SIFAT KIMIA TANAH PODZOLIK MERAH KUNING, SERAPAN FOSFAT DAN KALSIUM SERTA PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG TONY BASUKI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007).

TINJAUAN PUSTAKA. kedalaman tanah sekitar cm (Irwan, 2006). dan kesuburan tanah (Adie dan Krisnawati, 2007). 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Akar kedelai terdiri atas akar tunggang, lateral, dan serabut. Pertumbuhan akar tunggang dapat mencapai panjang sekitar 2 m pada kondisi yang optimal, namun umumnya hanya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung merupakan tanaman berumah satu, bunga jantan terbentuk pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jagung merupakan tanaman berumah satu, bunga jantan terbentuk pada 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Jagung Jagung merupakan tanaman berumah satu, bunga jantan terbentuk pada malai dan bunga betina terletak pada tongkol di pertengahan batang secara terpisah tapi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang

I. TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Botani Gladiol Gladiol (Gladiolus hybridus L) tergolong dalam famili Iridaceae yang mempunyai jenis 180 jenis. Tanaman gladiol ditemukan di Afrika, Mediterania, dan paling banyak

Lebih terperinci

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Bawang Merah. rumpun, tingginya dapat mencapai cm, Bawang Merah memiliki jenis akar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bawang Merah Bawang Merah merupakan tanaman yang berumur pendek, berbentuk rumpun, tingginya dapat mencapai 15-40 cm, Bawang Merah memiliki jenis akar serabut, batang Bawang Merah

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA

PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA PENGARUH PEMBERIAN FOSFAT ALAM DAN PUPUK N TERHADAP KELARUTAN P, CIRI KIMIA TANAH DAN RESPONS TANAMAN PADA TYPIC DYSTRUDEPTS DARMAGA RAFLI IRLAND KAWULUSAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Padi (Oryza sativa L.) adalah tanaman pangan utama sebagian besar penduduk Indonesia. Produksi padi nasional mencapai 68.061.715 ton/tahun masih belum mencukupi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Tanah-tanah yang tersedia untuk pertanian sekarang dan akan datang adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti ordo Ultisol. Ditinjau dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Pemadatan Tanah 3 TINJAUAN PUSTAKA Pemadatan Tanah Hillel (1998) menyatakan bahwa tanah yang padat memiliki ruang pori yang rendah sehingga menghambat aerasi, penetrasi akar, dan drainase. Menurut Maryamah (2010) pemadatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. muda. Tanaman ini merupakan herba semusim dengan tinggi cm. Batang

TINJAUAN PUSTAKA. muda. Tanaman ini merupakan herba semusim dengan tinggi cm. Batang Tanaman bawang sabrang TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi bawang sabrang menurut Gerald (2006) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Magnoliophyta : Spermatophyta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai (Capsicum sp.) berasal dari Amerika dan menyebar di berbagai negara di dunia. Cabai termasuk ke dalam famili terong-terongan (Solanaceae). Menurut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Jagung (Zea mays.l) Tanaman jagung merupakan tanaman asli benua Amerika yang termasuk dalam keluarga rumput-rumputan dengan spesies Zea mays

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia sebagai sumber utama

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di net house Gunung Batu, Bogor. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

Sediaan Mikroskopis untuk Pengamatan dengan Mikroskop Elektron Transmisi (TEM). Pengukuran Parameter Fotosintesis . Pengamatan Anatomi Daun HASIL

Sediaan Mikroskopis untuk Pengamatan dengan Mikroskop Elektron Transmisi (TEM). Pengukuran Parameter Fotosintesis . Pengamatan Anatomi Daun HASIL dan dihitung status air medianya (Lampiran 1). Pengukuran kadar air relatif dilakukan dengan mengambil 1 potongan melingkar dari daun yang telah berkembang penuh (daun ke-3 dari atas) dengan diameter 1

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih

BAHAN DAN METODE. Penapisan ketahanan 300 galur padi secara hidroponik 750 ppm Fe. Galur terpilih. Galur terpilih BAHAN DAN METODE Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang penapisan galur-galur padi (Oryza sativa L.) populasi RIL F7 hasil persilangan varietas IR64 dan Hawara Bunar terhadap cekaman besi ini dilakukan

Lebih terperinci

Mekanisme Serapan Hara oleh Akar: Transport Jarak Dekat AGH 322

Mekanisme Serapan Hara oleh Akar: Transport Jarak Dekat AGH 322 Mekanisme Serapan Hara oleh Akar: Transport Jarak Dekat AGH 322 Penyerapan Hara Dalam beberapa hari, dalam media: -Volume air berkurang diabsorpsi -K, P, NO 3-, konsentrasinya menurun diabsorpsi -Na +

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari genus Vignadan termasuk ke dalam kelompok yang disebut catjangdan

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN

bio.unsoed.ac.id MATERI DAN METODE PENELITIAN III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian 1.1 Bahan Bahan yang digunakan antara lain daun salak [Salacca zalacca (Gaertn.) Voss] kultivar Kedung Paruk,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Ultisol. merupakan tanah yang terkikis dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Ultisol. merupakan tanah yang terkikis dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Ultisol Ultisol berasal dari bahasa Latin Ultimius, yang berarti terakhir yang merupakan tanah yang terkikis dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang lanjut. Ultisol memiliki

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4,

HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c. Pada proses pembentukan magnetit, urea terurai menjadi N-organik (HNCO), NH + 4, 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis Magnetit Pembentukan magnetit diawali dengan reaksi reduksi oleh natrium sitrat terhadap FeCl 3 (Gambar 1). Ketika FeCl 3 ditambahkan air dan urea, larutan berwarna jingga.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan 14 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gladiol Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan pada bentuk daunnya yang sempit dan panjang seperti pedang. Genus gladiolus terdiri

Lebih terperinci

KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI

KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.) 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu (Saccharum officinarum L.) Saccharum officinarum L., merupakan spesies tebu yang termasuk dalam kelas monokotiledon, ordo Glumaceae, famili Graminae, dan genus Saccharum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan tanaman buncis Setelah dilakukan penyiraman dengan volume penyiraman 121 ml (setengah kapasitas lapang), 242 ml (satu kapasitas lapang), dan 363 ml

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kentang Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) dikenal sebagai The King of Vegetable dan produksinya menempati urutan keempat dunia setelah beras, gandum dan jagung (The International

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FERMENTASI PULP KAKAO DALAM PRODUKSI ASAM ASETAT MENGGUNAKAN BIOREAKTOR VENTY INDRIANI PAIRUNAN

KARAKTERISTIK FERMENTASI PULP KAKAO DALAM PRODUKSI ASAM ASETAT MENGGUNAKAN BIOREAKTOR VENTY INDRIANI PAIRUNAN KARAKTERISTIK FERMENTASI PULP KAKAO DALAM PRODUKSI ASAM ASETAT MENGGUNAKAN BIOREAKTOR VENTY INDRIANI PAIRUNAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kentang(Solanum tuberosum L) merupakan tanaman umbi-umbian dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kentang(Solanum tuberosum L) merupakan tanaman umbi-umbian dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Tanaman Kentang Kentang(Solanum tuberosum L) merupakan tanaman umbi-umbian dan tergolong tanaman berumur pendek. Tumbuhnya bersifat menyemak dan menjalar dan memiliki

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Alat dan bahan tercantum dalam Lampiran 1. 2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Struktur dan Perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pupuk merupakan suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, dan jika ditambahkan ke dalam tanah atau ke tanaman. Pupuk dapat memperbaiki sifat fisik, kimia, biologi

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN

IV. HASIL PENELITIAN IV. HASIL PENELITIAN Karakterisasi Tanah Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki tekstur lempung dan bersifat masam (Tabel 2). Selisih antara ph H,O dan ph KC1 adalah 0,4; berarti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 38 Pencemaran Getah Kuning Pencemaran getah kuning pada buah manggis dapat dilihat dari pengamatan skoring dan persentase buah bergetah kuning pada aril dan kulit buah, serta persentase

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penanaman bayam dilakukan sebanyak tiga kali penanaman. Pertumbuhan tanaman bayam baik pada ketiga perlakuan interval pemberian hara.tanaman dibudidayakan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat Tomat (Lycopersicum esculantum MILL.) berasal dari daerah tropis Meksiko hingga Peru. Semua varietas tomat di Eropa dan Asia pertama kali berasal dari Amerika Latin

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas 23 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Kaca, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Kampus Gedung Meneng, Bandar Lampung pada bulan Desember 2013

Lebih terperinci