UPAYA PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE NASIONAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UPAYA PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE NASIONAL"

Transkripsi

1 UPAYA PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE NASIONAL (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XII/2014) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh : FITRIANA NIM : K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S PROGRAM STUDI I L M U HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1436 H/ 2015 M

2 UPAYA PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE NASIONAL (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XII/2014) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Oleh: FITRIANA NIM : PEMBIMBING DWI PUTRI CAHYAWATI, S.H., M.H K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S PROGRAM STUDI I L M U HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1436 H/2015 M i

3 ii

4 LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan telah tercantum sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan karya asli saya atau jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 15 April 2015 iii

5 ABSTRAK FITRIANA, NIM , UPAYA PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE NASIONAL (ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 15/PUU-XII/2014). Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/ 2015 M. viii + 85 halaman + 77 hal lampiran. Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah upaya pembatalan putusan arbitrase berdasarkan UU No.30 Tahun Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme pembatalan putusan arbitrase berdasarkan UU No.30 Tahun 1999, untuk mengetahui pertimbangan hukum putusan Mahkamah Kontitusi No.15/PUU- XII/2014 atas pengujian penjelasan pasal 70 UU No.30 Tahun 1999 dan untuk mengetahui akibat hukum atas lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi terhadap upaya pembatalan putusan arbitrase. Tipe penelitian ini adalah yuridis normatif, yaitu mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pembatalan putusan arbitrase serta mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 15/PUU-XII/2014. Pendekatan masalah yang digunakan yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Selanjutnya ada tiga bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan tertier. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitan kepustakaan (library research). Hasil dari penenlitian ini adalah pertama, mengenai mekanisme pembatalan arbitrase berdasarkan UU No. 30 Tahun 1999 sebagaimana telah diatur dalam Ps.70 s.d Ps.72 yaitu para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan ke Pengadilan Negeri, dengan alasan pembatalan yang terdapat pada Ps.70 yang bersifat limitatif dan atas putusan PN terhadap permohonan pembatalan putusan arbitrase dapat dilakukan upaya hukum banding ke Mahkamah Agung dengan putusan yang bersifat final dan binding. Kedua, pertimbangan hukum pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 15/PUU-XII/2014 terhadap pengujian penjelasan pasal 70 UU No.30 Tahun 1999 adalah bahwa pasal 70 sudah cukup jelas (expressis verbis), dan penjelasan pasal 70 telah mengubah norma pasal, menimbulkan norma baru dan multitafsir sehingga mengakibatkan ketidakpastian hukum dan bertentangan dengan pasal 28D ayat (1) UUD Ketiga, akibat hukum atas lahirnya putusan MK No.15/PUU-XII/2014 adalah dalam hal mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase atas adanya unsur pembatalan dalam pasal 70 tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu melalui putusan pengadilan, sebagaimana ketentuan penjelasan pasal 70 yang telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat berdasarkan amar putusan MK No.15/PUU-XII/2014. Kata Kunci: Putusan Arbitrase, Pembatalan, Pasal 70, Mahkamah Konstitusi. Dosen Pembimbing: Dwi Putri Cahyawati, S.H.,M.H Daftar Pustaka : Tahun 1987 Tahun 2012 iv

6 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim... Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT. Berkat rahmat, nikmat serta anugerah-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Upaya Pembatalan Putusan Arbitrase Nasional (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XII/2014). Sholawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang ini. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini mungkin tidak dapat diselesaikan oleh penulis tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak selama penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat: 1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA,. 2. Ketua dan Sekertaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bapak Dr. Djawahir Hejjaziey, S.H.,MA, MH. dan Bapak Arip Purkon, SHI., MA. 3. Pembimbing Skripsi penulis, ibu Dwi Putri Cahyawati, S.H.,M.H. Terimakasih atas waktu, arahan dan kritik serta saran yang diberikan. 4. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya dosen program studi Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat kepada penulis, khususnya kepada Bapak Nur Rohim Yunus, LLM dan Andi Syafrani, SH., MCCL. yang telah memberikan arahan terhadap skripsi penulis. 5. Kepada staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syari ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. v

7 6. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Ahmad dan Ibunda Euis Hamidah, terimakasih atas segala doa dan kasih sayang, motivasi, perhatian dan bantuan yang telah dicurahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. kepada Kedua Kakak tercinta Yuni Mega Rahayu, S.E dan Nur Rianti A.md terimakasih atas segala support, kasih sayang dan doa yang kalian berikan. 7. Teman-teman Ilmu Hukum angkatan Khususnya Sahabat-sahabatku tercinta Neysa Sabila, Verina Pradita, Citra Chandrika Gita Putri, Clara Fenty Zahara, Lidia Asrida dan Syahirah Banun dan teman-teman seperjuangan konsentrasi hukum bisnis yang telah sama sama berjuang dan saling memberikan motivasi serta semangat dalam menyelesaikan studi demi meraih cita-cita. 8. Kepada Sahabat-sahabatku tersayang Amaliah, Fitria Tanzila, Sindy Pariamanda, Tuti Purwaningsih, Serta Gusti Anugrah, Eko, Rudy dan Rano yang telah memberikan support dan semangat tiada henti kepada penulis dalam menyelesaikan studi yang penulis tempuh. 9. Semua Pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu. Semoga Allah SWT membalas seluruh kebaikan pihak-pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, untuk itu penulis haturkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya. Sekian dan terimakasih. Wassalamu alaikum Wr. Wb Jakarta, 15 April 2015 Fitriana vi

8 DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... i LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii ABSTRAK... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vi BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Pembatasan Masalah dan Permusan Masalah... 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 6 D. Tinjauan (Riview) Studi Terdahulu... 8 E. Kerangka Konseptual F. Metode Penelitian G. Sistematika Penulisan BAB II : TINJAUAN UMUM ARBITRASE A. Pengertian Arbitrase B. Sumber Hukum Arbitrase C. Asas-asas Dalam Arbitrase D. Keunggulan dan Kelemahasan Arbitrase E. Jenis-Jenis Arbitrase F. Perjanjian Arbitrase G. Kewenangan Arbitrase vii

9 BAB III : PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE A. Jenis Putusan Arbitrase B. Pelaksanaan Putusan Arbitrase C. Pembatalan Putusan Arbitrase BAB IV :UPAYA PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE NASIONAL (ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 15/PUU-XII/2014) A. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 15/PUU-XII/ Posisi Kasus Pertimbangan dan Amar Putusan Mahkamah Konstitusi No.15/PUU-XII/ Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No.15/PUU-XII/ B. Akibat hukum putusan Mahkamah Konstitusi No.15/PUU- XII/2014 terhadap upaya pembatalan putusan arbitrase BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XII/2014 viii

10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada kegiatan perdagangan, tak jarang timbul suatu konflik atau sengketa dengan bentuk yang beraneka ragam. Sengketa pada dasarnya, hal yang harus dihindari, karena akibat yang akan ditimbulkan. Sehingga, dalam hubungan kerjasama perdagangan harus diantisipasi kemungkinan-kemungkinan timbulnya suatu sengketa. Sebelum timbulnya sengketa, langkah terlebih dahulu yang dapat dilakukan yaitu dengan membuat suatu perjanjian atau memasukan suatu klausul penyelesaian sengketa dengan memilih upaya yang akan ditempuh sesuai kesepakatan bersama melalui pengadilan atau luar pengadilan. 1 Upaya penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh selain melalui pengadilan yakni melalui jalur non litigasi atau di luar pengadilan yaitu melalui mediasi, negosiasi, dan konsiliasi serta arbitrase. Penyelesaian sengketa melalui litigasi di pengadilan, cenderung dapat menghasilkan masalah baru karena sifatnya yang win-lose, tidak responsif, time consuming proses berperkaranya, dan terbuka untuk umum. 2 Untuk itu penggunaan 1 Meria Utama, Hukum Ekonomi Internasional (Jakarta: PT. Fikahati Aneska, 2012), h Frans hendra Winarta, Hukum Penyelesaian sengketa; Arbitrase nasional Indonesia dan Internasional (Jakarta: PT Sinar Grafika, 2011), h.9. 1

11 2 mekanisme penyelesaian sengketa diluar pengadilan mulai di minati oleh pelaku usaha bidang perdagangan, khususnya mekanisme penyelesaian melalui arbitrase. Arbitrase merupakan sebuah pilihan alternatif penyelesaian sengketa yang paling menarik, khususnya bagi kalangan atau pihak dalam kegiatan perdagangan kerena arbitrase dinilai sebagai suatu penyelesaian sengketa yang independen dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan. Arbitrase pada umumnya merupakan pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan secara judisial, walaupun disederhanakan seperti yang dikehendaki oleh para pihak yang bersengketa, dalam pemecahannya didasarkan kepada bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak tersebut. 3 Sebagai alternatif penyelesaian sengketa arbitrase menawarkan beberapa kelebihan di banding ranah pengadilan yaitu penyelesaian yang relatif lebih cepat, sifat kerahasiaan sengketa terjamin dan para pihak memiliki kebebasan untuk memilih hakimnya (arbiter) yang netral dan ahli mengenai pokok sengketa yang dihadapi para pihak serta tentunya dengan biaya terukur. 4 Pada penyelesaian melalui arbitrase, para pihak harus menyatakan dalam perjanjian yang memuat klausul bahwa para pihak menyetujui suatu sengketa yang terjadi atau akan terjadi di antara mereka untuk diselesaikan melalui arbitrase dengan 3 Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa Sengketa (APS), (Jakarta: PT. Fikahati Aneska, 2011), h.12 4 Meria Utama, Hukum Ekonomi Internasional, h.59.

12 3 suatu perjanjian yang tertulis yang telah disepakati para pihak. Dengan begitu penyelesaian sengketa yang timbul merupakan kewenangan dari arbitrase. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase dan Pengadilan tetap mempunyai keterkaitan. Dalam hal ini, keterkaitan atau peranan pengadilan dalam penyelesaian sengketa melalui arbitrase disebut dalam beberapa pasal, sebagai bentuk memperkuat proses arbitrase sampai pelaksanaan putusan arbitrase. Dalam hal pelaksanaan putusan arbitrase nasional, putusan arbitrase wajib diserahkan dan didaftarkan ke Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 hari terhitung sejak tanggal putusan di ucapkan, agar putusan arbitrase dapat dilaksanakan. Putusan arbitrase bersifat final dan mengikat (binding), sehingga tidak dapat diajukan upaya hukum banding dan kasasi. Namun, terhadap putusan Arbitrase dapat diajukan upaya pembatalan putusan arbitrase apabila mengandung unsur-unsur, yang telah diatur dalam pasal 70 Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang berbunyi : Terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan pemohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengadung unsurunsur antara lain sebagai berikut : a. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu. b. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau c. putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa Selanjutnya penjelasan pasal 70 mengenai unsur pembatalan putusan arbitrase, yang berbunyi :

13 4 Permohonan pembatalan hanya dapat diajukan terhadap putusan arbitrase yang sudah didaftarkan di pengadilan. alasan-alasan pembohonan pembatalan yang disebut dalam pasal ini harus dibuktikan dengan putusan pengadilan. Apabila pengadilan menyatakan bahwa alasan-alasan tersebut terbukti atau tidak terbukti, maka putusan pengadilan ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan bagi hakim untuk mengabulkan atau menolak permohonan. Dengan demikian, Undang-Undang No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memberikan ruang dalam upaya pembatalan putusan arbitrase yang didasarkan atas terpenuhinya Pasal 70 serta penjelasan pasal 70. Persyaratan pembatalan putusan arbitrase yang tertuang dalam Pasal 70 beserta Pejelasannya sebenarnya harus dipandang dalam satu kesatuan, hal tersebut dilakukan untuk membatasi secara tegas agar putusan arbitrase tidak dengan mudah dibatalkan. 5 Namun dalam perkembangannya, mengenai penjelasan pasal 70 Undang- Undang No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, telah diajukan permohonan uji materil ke Mahkamah Konstitusi oleh pemohon yaitu Ir.Darma Ambiar, M.M., Direktur PT Minerina Cipta Guna sebagai pihak pemohon I, dan Drs.Sujana Sulaeman, Direktur utama PT. Bangun Bumi Bersatu sebagai pihak pemohon II. Dalam hal ini kedua pemohon mempersoalkan penjelasan pasal 70 Undang-undang No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa karena dianggap rancu karena mengandung norma baru dan selanjutnya, menurut pemohon karena disebabkan oleh penjelasan tersebut, norma pokok Pasal 70 sendiri menjadi tidak operasional dan menghalangi hak hukum pemohon memperoleh 5 Media Indonesia, Pembatalan Putusan Arbitrase Munculkan Kesangsian, Artikel diakses Pada 4 Februari 2015 dari Arbitrase-Munculkan-Kesangsian/2014/08/27

14 5 keadilan dengan mengajukan pembatalan putusan arbitarase. 6 Atas permohonan uji materil penjelasan pasal 70 Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang telah diajukan kepada Mahkamah Konstitusi, kemudian lahirlah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XII/2014 menyatakan Penjelasan Pasal 70 Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Berdasarkan hal tersebut diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang membahas mengenai mekanisme dari upaya pembatalan putusan arbitrase berdasarkan Undang-Undang No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pertimbangan hukum hakim majelis Mahkamah Konstitusi dalam Putusan No. 15/PUU-XII/2014 dan akibat hukum putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XII/2014 terhadap upaya pembatalan putusan arbitrase, sehingga penulis tuangkan dalam bentuk penelitian skripsi dengan judul Upaya Pembatalan Putusan Arbitrase Nasional (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XII/2014). 6 Hukum Online, MK Perjelas Alasan Pembatalan Putusan Arbitrase Dihapusnya, Penjelasan Pasal 70 AAPS tidak ada lagi hambatan bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan atas putusan arbritase Artikel di akses 5 Februari 2015 dari

15 6 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Agar pembahasan pada penelitian ini terarah dan tidak meluas maka penulis hanya memfokuskan pembahasan pada substansi pengaturan hukum yang terkait dengan pembatalan putusan arbitrase pada Undang-undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XII/ Perumusan Masalah Berdasarkan uraian yang penulis jelaskan dalam latar belakang masalah, penulis merumuskan permasalahan ke dalam beberapa pertanyaan, sebagai berikut: a. Bagaimana mekanisme pembatalan putusan arbitrase berdasarkan Undangundang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa? b. Bagaimana pertimbangan hukum dalam putusan nomor 15/PUU-XII/2014? c. Bagaimana akibat hukum atas putusan Mahkamah konstitusi Nomor 15/PUU- XII/2014, terhadap upaya pembatalan putusan arbitrase? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Berdasarkan penelitian yang dilakukan, berikut penjelasan tujuan dan manfaat dari penelitian ini :

16 7 1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah yang telah diketengahkan oleh penulis, maka tujuan penulisan pada penelitian ini yakni sebagai berikut : a. Untuk mengetahui mekanisme pembatalan putusan arbitrase berdasarkan Undang-undang No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan APS. b. Untuk mengetahui pertimbangan hukum dalam putusan Mahkamah Konstitusi No. 15/PUU-XII/2014. c. Untuk mengetahui akibat hukum setelah lahirnya putusan Mahkamah konstitusi Nomor 15/PUU-XII/2014, terhadap upaya pembatalan putusan arbitrase. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penulisan penelitian ini, dibedakan menjadi dua, yakni : a. Manfaat Teoritis Manfaat dari hasil penelitian ini secara teoritis, diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam Ilmu Hukum, khususnya dalam Hukum Bisnis yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa melalui arbitrase. b. Manfaat Praktis Manfaat dari hasil penelitian ini secara praktik, diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta dapat menambah bahan rujukan bagi mahasiswa dalam memahami upaya pembatalan putusan arbitrase.

17 8 D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu Untuk menghindari kesamaan dalam penelitian ini, penulis melakukan pelusuran kajian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, berikut kajian terdahulu yang penulis temukan: 1. Tesis Program Magister Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro 2005, yang disusun oleh Abdul Wahid, SH., dengan judul Mekanisme Penyelesaian Sengketa Bisnis Melalui Arbitrase, pada penelitian ini membahas mengenai mekanisme penyelesaian sengeketa melalui arbitrase dan pada penelitian ini juga menelaah mengenai mekanisme penyelesaian sengketa bisnis melalui arbitrase dari pengaturan dalam peraturan perundang-undangan maupun aturan prosedural (rules) arbitrase institusional, menelaah pada penerapan dari berbagai kasus-kasus arbitrase. Berbeda dengan penelitian penulis yang membahas mengenai mekanisme upaya pembatalan putusan arbitrase nasional berdasarkan Undangundang No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Akibat Hukum putusan Mahkamah Konstitusi No.15/PUU- XII/2014 terhadap upaya pembatalan putusan arbitrase. 2. Tesis Fakultas Pascasarjana, Program studi kajian ilmu kepolisian, Universitas Indonesia Jakarta Juni 2011, yang disusun oleh Arman, SIK., dengan judul Analisis Yuridis Terhadap Pembatalan Putusan Arbitrase Di Pengadilan Negeri Indonesia Dalam Hal Adanya Dugaan Pemalsuan Dikaitkan dengan Sistem Peradilan Pidana Indonesia, pada penelitian membahas pada permasalahan utamanya mengenai kasus arbitrase antara PT. Krakatau Steel dan

18 9 International Piping Product (IPP) dan meneliti penerapan Undang-undang No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa khususnya dalam hal pembatalan putusan arbitrase karena adanya dugaan pemalsuan dokumen. Berbeda halnya, dengan penelitian penulis yang ingin membahas mengenai mekanisme pembatalan putusan arbitrase berdasarkan Undang-undang No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dan khususnya menganalisis terhadap putusan Mahkamah Konstitusi No. 15/PUU- XII/2014 dengan meneliti dasar dari putusan tersebut yaitu pertimbangan hukum hakim majelis Mahkamah konsitusi serta meneliti akibat hukum dari lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi No.15/PUU-XII/ Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2014, yang disusun oleh Atiek AF Idata dengan judul Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional (Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 631 K/Pdt.Sus/2012), pada penelitian ini membahas peraturan mengenai pembatalan putusan arbitrase Internasional serta praktek beracara yang dilakukan oleh lembaga peradilan di Indonesia terutama terkait hukum acara arbitrase asing. Berbeda halnya, dengan penelitian penulis yang ingin membahas mengenai mekanisme pembatalan putusan arbitrase berdasarkan Undang-undang No.30 Tahu 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dan khususnya menganalisis terhadap putusan Mahkamah Konstitusi No. 15/PUU- XII/2014 dengan meneliti dasar dari putusan tersebut yaitu pertimbangan hukum

19 10 hakim majelis Mahkamah konsitusi serta meneliti akibat hukum dari lahirnya putusan Mahkamah Konstitusi No.15/PUU-XII/2014. E. Kerangka Konseptual Suatu kerangka konseptual, merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus, yang ingin atau akan diteliti. 7 Dalam kerangka konseptual ini dituangkan beberapa konsepsi atau pengertian yang digunakan sebagai dasar dari penelitian hukum. berikut kerangka konsepsi yang digunakan dalam penulisan skripsi ini : 1. Alternatif Penyelesaian sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. (Pasal 1 angka 10 UU No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan APS) 2. Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. (pasal 1 angka 1 UU No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan APS) 3. Perjanjian arbitrase adalah suatu kesepakatan berupa klausul arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum 7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. (Jakarta: UI PRESS, 2010), h. 132.

20 11 timbulnnya sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa. (pasal 1 angka 3 UU No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan APS) 4. Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh pengadilan negeri atau oleh lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase. (Pasal 1 angka 7 UU No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan APS) 5. Lembaga arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu; lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbulnya sengketa. (pasal 1 angka 8 UU No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan APS). 6. Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan di luar wilayah hukum Republik Indonesia, atau putusan suatu lembaga arbitrase atau arbiter perorangan yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase international. (pasal 1 angka 9 UU No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan APS). 7. Pengadilan Negeri adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal termohon. (pasal 1 angka 4 UU No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan APS).

21 12 F. Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya. 8 Selanjutnya, langkah-langkah yang diambil dalam suatu penelitian hukum harus jelas serta ada pembatasan-pembatasan tertentu untuk menghindari jalan yang menyesatkan dan tidak terkendali. 9 berikut uraian mengenai metode penelitian yang akan penulis gunakan: 1. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang penulis gunakan adalah yuridis normatif, yaitu penelitian di fokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau normanorma dalam hukum positif. 10 Pada penelitian ini, penulis mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan, berkaitan dengan pembatalan putusan arbitrase nasional serta mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 15/PUU-XII/ Pendekatan Masalah Dalam penelitian hukum memiliki beberapa pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis (historical approach) dan pendekatan komparatif 8 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum h Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif. (Malang: Bayumedia) h. 10 Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif. h.295

22 13 (comparative approach) serta pendekatan konseptual (conceptual approach). 11 Pendekatan-pendekatan masalah tersebut digunakan tujuannya untuk mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang akan diteliti. Pendekatan masalah yang akan penulis gunakan yakni pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan merupakan suatu pendekatan yang melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang menjadi tema sentral penelitian, 12 dalam penelitian ini peraturan yang menjadi tema sentral penelitian adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Selanjutnya, pendekatan kasus (case approach) yang penulis gunakan yaitu mengacu pada pendekatan kasus pada putusan Mahkamah Kontitusi No.15/PUU-XII/ Bahan Hukum Pada penelitian hukum normatif yang diteliti adalah bahan pustaka atau data sekunder, 13 yang terdiri dari : a. Bahan hukum primer, adalah bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya yang mempunyai otoritas, yang terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan h Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005) 12 Johnny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif. h Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum h. 5.

23 14 perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. 14 Dalam penelitian ini bahan hukum yang digunakan adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Putusan MK No.15/PUU-XII/2014 dan peraturan hukum lainnya yang berkaitan dengan pembatalan putusan arbitrase. b. Bahan hukum sekunder, yakni bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang penulis gunakan terdiri dari buku-buku, artikel-artikel dalam jurnal dan karya ilmiah lainnya. yang berkaitan dengan Arbitrase. c. Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, 15 contohnya adalah kamus hukum, indeks artikel, ensiklopedia yang berkaitan dengan Arbitrase. 4. Teknik Pengumpulan data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitan kepustakaan (library research) dengan melakukan penelusuran untuk mencari bahan-bahan hukum yang relevan yang dapat terdiri dari literatur kepustakaan, peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan sumber lainnya. 14 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. h. 5.

24 15 5. Pengolahan dan analisis bahan hukum Adapun bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder yang telah diperoleh melalui penelitian kepustakaan serta peraturan perundang-undangan penulis uraikan dan hubungkan, sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Kemudian, cara pengolahan bahan hukum dilakukan dilakukan secara deduktif yaitu menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi. 6. Teknik Penulisan Dalam penulisan penelitian ini, mengacu pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatulah Jakarta, tahun G. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah penulis dalam mengkaji dan menelaah skripsi yang berjudul Upaya Pembatalan Putusan Arbitrase Nasional (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XII/2014), Maka dirasa perlu untuk menguraikan kedalam sistematika penulisan sebagai gambaran singkat skripsi, yakni sebagai berikut : 16 Tim Penyusun FSH, Pedoman penulisan Skripsi, (Jakarta: Pusat Peningkatan dan Jamian Mutu (PPJM), 2012). h

25 16 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pertama ini penjelasannya meliputi, latar belakang masalah, Pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka konseptual, tinjauan (review) kajian terdahulu, dan metode penelitian serta sistematika penelitian. Dengan demikian pada bab I ini merupakan gambaran kecil pada proses menelaah penelitian hukum. BAB II TINJAUAN UMUM ARBITRASE Dalam bab Kedua ini akan dibahas mengenai tinjauan umum arbitrase yakni dengan membahas pengertian arbitrase, sumber hukum arbitrase, asas-asas dalam arbitrase, keunggulan dan kelemahan arbitrase, jenisjenis arbitrase, dan perjanjian arbitrase serta kewenangan arbitrase. BAB III PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE Dalam bab ketiga akan dibahas mengenai jenis putusan arbitrase, pelaksanaan putusan arbitrase dan pembatalan putusan arbitrase berdasarkan Undang-Undang No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. BAB IV UPAYA PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE (ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 15/PUU-XII/2014)

26 17 Dalam bab keempat ini akan dipaparkan hasil penelitian yakni, bagian pertama, menelaah Putusan Mahkamah Konstitusi No.15/PUU- XII/2014 yang terdiri dari posisi kasus, pertimbangan hukum dan amar putusan Mahkamah Konstitusi No.15/PUU-XII/2014 dan analisis putusan Mahkamah Konstitusi No.15/PUU-XII/2014. Bagian kedua, mengetahui akibat hukum putusan Mahkamah Konstitusi No.15/PUU- XII/2014 terhadap upaya pembatalan putusan arbitrase. BAB V PENUTUP Dalam bab kelima merupakan bab penutup berisi tentang kesimpulan dan saran atas hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh penulis.

27 BAB II TINJAUAN UMUM ARBITRASE A. Pengertian Arbitrase Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, definisi arbitrase pada pasal 1 ayat berbunyi: Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Mengenai arbitrase para ahli hukum juga memberikan definisinya, yakni sebagai berikut: Pertama, menurut Subekti arbitrase merupakan suatu penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang wasit atau para wasit yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk atau menaati keputusan yang akan diberikan wasit atau para wasit yang mereka pilih atau yang ditunjuk. 17 Kedua, Abdulkadir Muhammad, memberikan definisi arbitrase adalah suatu badan peradilan swasta diluar lingkungan peradilan umum yang dikenal khusus dalam dunia perusahaan R. Subekti, Arbitrase Perdagangan, (Bandung: Bina Cipta, 1987), h.1 18 Elsi Kartika dan Advendi Simangunsong. Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana,2008). h

28 19 Ketiga, Sudikno Mertokusumo memberikan definisi yaitu arbitrase adalah suatu prosedur penyelesaian sengketa di luar pengadilan berdasarkan persetujuan para pihak yang berkepentingan untuk menyerahkan sengketa mereka kepada seorang wasit atau arbiter. 19 Keempat, menurut Priyatna Abdurrasyid, arbitrase merupakan suatu tindakan hukum dimana ada pihak yang menyerahkan sengketa atau selisih pendapat antara dua orang (atau lebih) maupun dua kelompok (atau lebih) kepada seorang atau beberapa ahli yang disepakati bersama dengan tujuan memperoleh satu keputusan final dan mengikat. 20 Kelima, menurut Meria Utama, dalam bukunya hukum ekonomi internasional memberika definisi arbitrase adalah penyerahan sengketa secara sukarela kepada pihak ketiga yang netral. 21 Keenam, Gunawan Widjaja mendefinsikan arbitrase merupakan suatu perjanjian yang melibatkan dua pihak yang saling bersengketa untuk mecari penyelesaian sengketa di luar pengadilan. 22 Dengan merujuk pada definisi diatas, arbitrase merupakan suatu upaya penyelesaian sengketa di luar badan peradilan, yang dapat ditempuh oleh para pihak 19 Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia (Jakarta: PT Gramedia PustakaUtama, 2006) h. 25, mengutip sudikno mertokusumo, mengenal hukum: suatu pengantar (yogyakarta: penerbit Liberty), h Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS); Suatu Pengantar (Jakarta: PT.Fikahati Aneska, 2011), h Meria Utama, Hukum Ekonomi Internasional, h Gunawan Widjaja, Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis; Arbitrase VS Pengadilan Persoalan Kompetensi (Absolut) yang Tidak Pernah Selesai (Jakarta:Kencana, 2008), h. 182

29 20 yang bersengketa berdasarkan suatu perjanjian yang dibuat sebelum atau setelah terjadinya sengketa, dan dalam proses penyelesaiannya ditengahi oleh pihak ketiga yaitu arbiter. B. Sumber Hukum Arbitrase Sumber hukum yang mengatur keberadaan arbitrase dalam sistem tata hukum Indonesia, yaitu bertitik tolak pada pasal 377 Herzien Inlandsch Reglement (HIR) atau Pasal 705 Rechtsreglement Buitengewesten (RBG), yang berbunyi: Jika orang Indonesia dan orang timur asing menghendaki perselisihan mereka diputuskan oleh juru pisah, maka mereka wajib menuruti peraturan pengadilan yang berlaku bagi bangsa eropa. Pasal ini menegaskan mengenai kebolehan pihak-pihak yang bersengketa untuk: Menyelesaikan sengketa melalui juru pisah atau arbitrase; 2. Arbitrase diberi fungsi dan kewenangan untuk menyelesaikannya dalam bentuk keputusan ; 3. Untuk itu, baik para pihak maupun arbitrator atau arbiter, wajib tunduk menuruti peraturan hukum acara yang berlaku bagi bangsa atau golongan eropa Dengan demikian, berdasarkan pasal 377 HIR/705 RBG memberikan ruang kepada para pihak untuk dapat membawa dan menyelesaikan perkara yang timbul di luar jalur kekuasaan pengadilan, apabila menghendakinya dengan begitu penyelesaian 23 Yahya harahap, Arbitrase ditinjau dari Reglemen Acara Perdata (RV), Peraturan dan prosedur BANI, International Center For the Settlement Of Investment Dispute (ICSID), UNCITRAL Arbitration Rules, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreing Arbitral Award, Perma No.1 Tahun 1990, (Jakarta: Sinar Grafika,2006). h.1

30 21 dan keputusannya dapat mereka serahkan sepenuhnya kepada juru pisah yang lazim dikenal dengan nama arbitrase. 24 Pada pasal 377/705 RBG yang merupakan landasan dari penyelesaian arbitrase ini tidak memberikan aturan lebih lanjut mengenai arbitrase, hanya dalam pasal tersebut menyebutkan maka mereka wajib menuruti peraturan pengadilan yang berlaku bagi bangsa eropa. Maka selanjutnya mengikuti aturan yang mengatur golongan penduduk eropa, yakni kitab undang-undang hukum acara perdata (Reglement op de Bergerlijk rechsvordering atau RV), arbitrase diatur pada buku ketiga tentang aneka acara. Mengenai arbitrase, undang-undang hukum acara perdata (Reglement op de Bergerlijk rechsvordering atau RV) mengaturnya dalam lima bagian pokok: Bagian pertama ( Rv): persetujuan arbitrase dan pengangkatan arbitrator atau arbiter. 2. Bagian kedua ( Rv): pemeriksaan di muka badan arbitrase 3. Bagian ketiga ( Rv): putusan arbitrase 4. Bagian keempat ( Rv): upaya-upaya terhadap putusan arbitrase. 5. Bagian kelima ( Rv): berakhirnya Acara-acara arbitrase Kebolehan penyelesaian sengketa diluar pengadilan juga termaktub dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, undang-undang tersebut mengatur mengenai penyelenggara kekuasaan kehakiman di Indonesia yaitu yang dilaksanakan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya 24 Yahya harahap, Arbitrase ditinjau dari Reglemen Acara Perdata (RV), Peraturan dan prosedur BANI, International Center For the Settlement Of Investment Dispute (ICSID), UNCITRAL Arbitration Rules, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreing Arbitral Award, Perma No.1 Tahun 1990, h.2 25 Yahya Harahap, h.2.

31 22 dilingkup peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha negara dan oleh Mahkamah Konstitusi. Dan mengenai kebolehan penyelesaian sengketa melalui arbitrase termaktub dalam pasal 58 yang berbunyi: Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilaksanakan melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa.. Mengenai arbitrase, Indonesia telah lama membahas tentang perubahan pedoman arbitrase yang sesuai dan dapat diterima, baik secara nasional dan internasional serta perlunya pelembagaan alternatif penyelesaian sengketa, maka melalui perangkat perundang-undangan pada tanggal 12 Agustus 1999 pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. 26 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa pasal 5, objek sengketa arbitrase hanya sengketa dibidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh para pihak yang bersengketa dan sengketa yang dapat diselesaikan melalui perdamaian. Dalam undang-undang ini pun diatur mengenai alternatif penyelesaian sengketa ke dalam beberapa jenis yaitu konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi atau penilaian ahli. Selanjutnya, pengaturan mengenai arbitrase asing di Indonesia dapat dilihat dengan disahkannya UU No.3 Tahun 1968 yang merupakan persetujuan atas 26 Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa; Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional (Jakarta: Sinar Grafika,2011), h.7

32 23 Konvensi tentang Penyelesaian Perselisihan Antar negara dan Warga Negara Asing Mengenai Penanaman Modal (Convention on the Settlement of Investment Disputes Between States and national of Other States/ (ICSID)). Tujuan menetapkan persetujuan ratifikasi atas konvensi tersebut untuk mendorong dan membina perkembangan penanaman modal asing atau joint venture di Indonesia. Sebab dengan diakui konvensi tersebut oleh Pemeritah Indonesia sedikit banyak akan memberikan banyak keyakinan kepada pihak pemodal asing bahwa sengketa yang timbul kelak dapat dibawa ke forum arbitrase. 27 Pengaturan lain mengenai keberlakuan arbitrase asing ialah Keputusan Presiden (Keppres) No.34 Tahun Keppres ini mengatur tentang pengesahan Covention on the Recognition and Enforment of Foreign Arbitral Award yang lazim disebut Konvensi New York Dengan berlakunya Keppres ini Indonesia telah mengikatkan diri dengan suatu kewajiban hukum, untuk mengakui dan mematuhi pelaksanaan eksekusi atas setiap putusan arbitrase asing di Indonesia namun tidak terlepas dengan asas resiprositas, dengan kata lain pelaksanaan putusan arbitrase asing di Indonesia didasarkan atas asas ikatan bilateral atau multilateral. Selanjutnya, pada tanggal 1 maret 1990 telah berlaku Peraturan Mahkamah Agung No.1 Tahun 1999 (Selanjutnya disebut Perma No. 1 Tahun 1990). Perma No. 1 Tahun 1999 mengatur tata cara pelaksanaan putusan arbitrase asing, yang bertujuan 27 Yahya harahap, Arbitrase ditinjau dari Reglemen Acara Perdata (RV), Peraturan dan prosedur BANI, International Center For the Settlement Of Investment Dispute (ICSID), UNCITRAL Arbitration Rules, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreing Arbitral Award, Perma No.1 Tahun 1990, h.5

33 24 untuk mengantisipasi hambatan atau permasalahan pengakuan dan pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase asing. C. Asas-asas dalam Arbitrase Berikut ini merupakan asas-asas umum dalam arbitrase, yaitu antara lain: Asas final dan mengikat (binding) Asas final dan mengikat (binding) terhadap putusan arbitrase, jelas diatur pada pasal 60 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pada bab VI mengenai pelaksanaan putusan arbitrase, yang menyatakan: putusan arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak dan dalam ketentuan pasal 68 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang menyatakan bahwa: terhadap putusan ketua pengadilan Negeri sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 huruf d yang mengakui dan melaksanakan putusan arbitrase internasional, tidak dapat diajukan banding atau kasasi. Menurut asas ini, putusan dari arbitrase tidak dapat diganggu gugat walaupun oleh pengadilan, karena dalam putusan arbitrase tidak dapat dilakukan upaya banding dan kasasi. Di sini pengadilan hanya berfungsi sebagai eksekutor, yang hanya meneliti apakah ada pelanggaran atas asas-asas tersebut, maka pengadilan dapat menolak pemberian eksekutor. 28 Gunawan Widjaja, Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis; Arbitrase VS. Pengadilan Persoalan Kompetensi (Absolut) Yang Tidak Pernah Selesai, h.188.

34 25 2. Asas resiprositas Asas ini tercermin dalam ketentuan pasal 66 huruf a, Undang-undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang menyatakan bahwa putusan arbitrase internasional hanya diakui serta dapat dilaksanakan di wilayah hukum Indonesia. Asas ini mempunyai arti adanya ikatan hubungan timbal balik antara suatu negara dengan negara lain dimana dalam hubungan tersebut antara negara sama-sama mengakui putusan arbitrase negara, begitu juga sebaliknya. Menurut asas resiprositas tidak semua putusan arbitrase asing dapat diakui (recognize) dan dieksekusi (enforcement), hanya terbatas pada putusan yang diambil di negara asing yang mempuyai ikatan bilateral dengan Indonesia dan terkait bersama dengan negara Indonesia dalam suatu konvensi internasional Asas ketertiban umum Asas ketertiban umum tercermin dalam ketentuan pasal 66 huruh c, Undang-Undang No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang menentukan bahwa putusan arbitrase internasional hanya dapat dilaksanakan di Indonesia terbatas pada ketentuan yang tidak bertentangan dengan ketertiban umum. Asas ini mempunyai arti, bahwa apabila ada putusan arbitrase yang bertentangan dengan ketertiban umum di Indonesia, permintaan eksekusinya dapat ditolak. 2010), h Tim Pengkaji, Masalah Hukum Arbitrase Online, (Jakarta: BPHN- KEMENKUMHAM RI,

35 26 4. Asas separabilitas Dalam suatu perjanjian yang dibuat oleh, para pihak dapat memasukan perjanjian arbitrase yang berupa klasula arbitrase, yang merupakan bagian dari perjanjian tersebut atau merupakan perjanjian yang terpisah dari perjanjian pokok. Apabila perjanjian arbitrase menjadi bagian dari perjanjian, maka hal ini sering disebut klausul arbitrase. Asas separabilitas atau lebih dikenal dengan severable clause ini, mempunyai arti bahwa dalam suatu perjanjian, jika ada salah satu perikatan dalam perjanjian tersebut batal, maka pembatalan tersebut tidak mengakibatkan perikatan yang lain menjadi batal. Penerapan asas ini pada perjanjian arbitrase artinya jika perjanjian pokok tersebut berakhir atau batal, klausul atau pasal mengenai arbitrase masih tetap eksis. 30 Mengenai perjanjian arbitrase Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, telah mengatur dalam pasal 10 Tentang suatu perjanjian arbitrase tidak menjadi batal disebabkan oleh keadaan, yaitu : a. Meninggalnya salah satu pihak b. Bangkrutnya salah satu pihak c. Novasi d. Insolvensi salah satu pihak e. Pewarisan f. Berlakunya Syarat-syarat hapusnya perikatan pokok; 30 Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia (Jakarta: PT Gramedia PustakaUtama, 2006), h. 25.

36 27 g. Bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut; atau h. berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok. Jadi, apabila suatu perjanjian pokok batal, tidak menjadikan klausul arbitrase yang ada didalam perjanjian pokok tersebut ikut batal namun klasul arbitrase harus tetap dilaksanakan. Karena klausul arbitrase adalah independen terhadap pemenuhan kewajiban atau perikatan lain dalam perjanjian tersebut dan karenanya berlakulah asas separabilitas terhadapnya. 31 D. Keunggulan dan Kelemahan Arbitrase Upaya hukum dalam penyelesaian sengketa, para pihak dengan menimbang keunggulan dan kelemahan suatu jalur yang akan ditempuhnya agar terakomodir keinginan-keinginan para pihak. Dalam hal ini akan dibahas mengenai keunggulan dan kelemahan arbitrase. Berikut penjelasan keunggulan dan kelemahan arbitrase, menurut pendapat para ahli: Menurut Subekti, untuk dunia perdagangan atau bisnis, penyelesaian sengketa lewat arbitrase atau perwasitan mempunyai beberapa keuntungan yaitu bahwa dapat dilakukan dengan cepat, oleh para ahli dan secara rahasia. 2. HMN Purwosutjipto, memberikan pendapat mengenai arti penting peradilan wasit (arbitrase) yaitu 31 Gunawan Widjaja, Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis; Arbitrase VS Pengadilan Persoalan Kompetensi (Absolut) yang Tidak Pernah Selesai. h Tim Pengkaji, Masalah Hukum Arbitrase Online. h.24

37 28 a. Penyelesaian sengketa dapat dilaksanakan dengan cepat b. Para wasit terdiri dari orang-orang ahli dalam bidang yang dipersengketakan, yang diharapkan mampu membuat putusan yang memuaskan para pihak. c. Putusan akan lebih sesuai dengan perasaan keadilan para pihak. d. Putusan Peradilan wasit dirahasiakan, sehingga umum tidak mengetahui tentang kelemahan-kelemahan perusahaan yang bersangkutan. Sifat rahasia inilah yang dikehendaki oleh para pihak. 3. Gatot Sumartono, memberikan kesimpulan bahwa penyelesaian sengketa melalui arbitrase selalu didasarkan pada asumsi-asumsi, sebagai berikut: 33 a. Lebih cepat, karena putusannya bersifat final dan mengikat, sehingga menghemat waktu, biaya, dan tenaga; b. Dilakukan oleh ahli di bidangnya, karena arbitrase menyediakan para pakar dalam bidang tertentu yang menguasai persoalan yang disengketakannya, sehingga hasilnya (putusan arbitrase) dapat lebih dipertanggungjawabkan; dan c. Kerahasiaan terjamin karena proses pemeriksaan dan putusannya tidak terbuka untuk umum, sehingga kegiatan usaha tidak terpengaruh. 4. Frans Hendra Winarta, memberikan pedapat bahwa lembaga arbitrase mempunyai kelebihan dibandingkan dengan lembaga peradilan umum, yaitu sebagai berikut: 34 a. Sidang arbitrase tertutup untuk umum, sehingga kerahasiaan sengketa para pihak terjamin. b. Kelambatan yang diakibatkan oleh hal prosedural dan adminstratif dapat dihindari. c. Para pihak yang bersengketa dapat memilih arbiter yang menurut keyakinan mempunyai pengalaman, pengetahuan, jujur dan adil serta latar belakang yang cukup mengenai masalah yang disengketakan. 33 Gatot sumartono Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia (Jakarta: PT Gramedia PustakaUtama, 2006) h Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa; Arbitrase Nasional Indonesia dan Internasional. h

38 29 d. Sikap arbiter atau majelis arbiter dalam menangani perkara arbitrase didasarkan pada sikap yang mengusahakan win-win solution terhadap pihak yang bersengketa. e. Pilihan hukum untuk menyelesaikan sengketa serta proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase dapat ditentukan oleh para pihak. f. Putusan arbitrase mengikat para pihak (Final and binding) dangan melalui tata cara (prosedur) sederhana ataupun langsung dapat dilaksanakan. g. Suatu perjanjian arbitrase (klausul arbitrase) tidak menjadi batal karena berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok. h. Di dalam proses arbitrase, arbiter atau majelis arbitrase harus mengutamakan perdamaian diantara para pihak yang bersengketa. Berdasarkan keunggulan yang dikemukaan oleh para ahli, maka penyelesaian melalui arbitrase lebih disukai dan semakin dipertimbangkan selain melalui badan peradilan. Namun selain memiliki keunggulan, Penyelesaian sengketa melalui arbitrase juga memiliki kelemahan yaitu: Putusan arbitrase ditentukan oleh kemampuan teknis arbiter untuk memberikan keputusan yang memuaskan dan sesuai dengan rasa keadilan para pihak. 2. Apabila pihak yang kalah tidak mau melaksanakan putusan arbitrase, maka diperlukan perintah dari pengadilan untuk melakukan eksekusi atas putusan arbitrase tersebut. 3. Pada praktiknya pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing masih menjadi hal yang sulit. 4. Pada umumnya pihak-pihak yang bersengketa di arbitrase adalah perusahaanperusahaan besar. Oleh karena itu untuk, mempertemukan kehendak para pihak yang bersengketa dan membawanya ke badan arbitrase tidaklah mudah. 5. Tidak adanya legal precendence atau keterikatan terhadap putusan arbitrase sebelumnya Frans Hendra Winarta, h Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia. h.15

39 30 E. Jenis-Jenis Arbitrase Arbitrase merupakan penyelesaian sengketa di luar peradilan. Dalam Hal ini arbitrase mempunyai dua jenis yaitu arbitrase ad hoc (arbitrase Volunter) dan arbitrase institusional. Yang dimaksud dengan jenis arbitrase adalah macam-macam arbitrase yang diakui eksistensinya dan kewenangannya untuk memeriksa dan memutus perselisihan yang terjadi antara para pihak yang mengadakan perjanjian. 37 Berikut penjelasannya dari kedua jenis arbitrase : Abitrase ad hoc (arbitrase volunter) Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunter merupakan arbitrase yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan atau memutuskan perselisihan tertentu. 39 Arbitrase ad hoc pada dasarnya dibentuk setelah sengketa timbul, dan akan berakhir apabila sudah selesai dan diputuskannya sengketa. Penyelesaian melalui arbitrase ad hoc, pada umumnya ditentukan berdasarkan perjanjian yang menyebutkan penunjukan majelis arbitrase serta prosedur pelaksanaan yang disepakati oleh para pihak, untuk itu perlu disebutkan dalam klausul arbitrase. 40 Sebuah arbitrase ad hoc pada dasarnya dilaksanakan berdasarkan aturan-aturan 37 Yahya Harahap, Arbitrase ditinjau dari Reglemen Acara Perdata (RV), Peraturan dan prosedur BANI, International Center For the Settlement Of Investment Dispute (ICSID), UNCITRAL Arbitration Rules, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreing Arbitral Award, Perma No.1 Tahun 1990, h Elsi Kartika Sari dan Advendi simangunsong, Hukum dalam ekonomi. h Yahya harahap, Arbitrase ditinjau dari Reglemen Acara Perdata (RV), Peraturan dan prosedur BANI, International Center For the Settlement Of Investment Dispute (ICSID), UNCITRAL Arbitration Rules, Convention on the Recognition and Enforcement of Foreing Arbitral Award, Perma No.1 Tahun 1990, h Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia h.27

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama di bidang bisnis. Apabila kegiatan bisnis meningkat, maka sengketa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang dalam melakukan kehidupan sehari-hari, seringkali tidak pernah lepas dalam melakukan hubungan dengan orang lain. Hubungan tersebut menimbulkan hak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai fakta-fakta. Dengan adanya bahan yang mengenai fakta-fakta itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin. pihak yang terlibat dalam lapangan usaha tersebut, sangat berpotensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia usaha yang diwarnai dengan semakin kompleksnya permasalahan dalam bidang ekonomi dan semakin hiterogennya pihak yang terlibat dalam lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa sekarang ini banyak terjadi sengketa baik dalam kegiatan di dunia bisnis, perdagangan, sosial budaya, ekonomi dan lain sebagainya, namun dalam penyelesaiannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih

BAB I PENDAHULUAN. Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam berbagai perjanjian penanaman modal asing, investor asing cenderung memilih arbitrase internasional daripada arbitrase nasional sebagai pilihan forum penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk sengketa beraneka ragam dan memiliki sekian banyak liku-liku yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini perkembangan bisnis dan perdagangan sangat pesat dan tidak dapat dibatasi oleh siapa pun. Pelaku bisnis bebas dan cepat untuk menjalani transaksi bisnis secara

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014

PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014 PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN Ada dua bentuk penyelesaian sengketa perdagangan yakni melalui jalur litigasi (lembaga peradilan) dan jalur non litigasi (di luar lembaga peradilan) Penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan melalui 2 (dua) jalur, yaitu melalui jalur litigasi dan jalur non litigasi. Jalur litigasi merupakan mekanisme

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdurrasyid, Priyatna, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2000).

DAFTAR PUSTAKA. Abdurrasyid, Priyatna, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2000). 145 DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Abdurrasyid, Priyatna, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT Fikahati Aneska, 2000). Ashshofa, Burhan, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui negosiasi, mediasi, dan arbitrase. Pengertian arbitrase termuat dalam

BAB I PENDAHULUAN. melalui negosiasi, mediasi, dan arbitrase. Pengertian arbitrase termuat dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembahasan dalam suatu hubungan bisnis atau perjanjian selalu ada kemungkinan timbulnya sengketa yang perlu diantisipasi adalah mengenai bagaimana cara

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2)

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2) BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 9 ARBITRASE (2) G. Prosedur Pemeriksaan Perkara Prosedur pemeriksaan di arbitrase pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan di pengadilan karena

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani

ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA Firda Zulfa Fahriani Pendahuluan Setiap subjek hukum baik orang maupun badan hukum terdapat suatu kebiasaan untuk menyelesaikan suatu masalah masalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam hubungan bisnis atau perjanjian, selalu ada kemungkinan timbulnya perselisihan/sengketa. Sengketa yang perlu diantisipasi adalah mengenai bagaimana cara

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Suatu perkara perdata itu diajukan oleh pihak yang bersangkutan kepada Pengadilan untuk mendapatkan pemecahan atau penyelesaian. 1 Untuk mendapatkan pemecahan atau

Lebih terperinci

PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita

PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA. Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita PENOLAKAN EKSEKUSI PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI PENGADILAN NASIONAL INDONESIA Oleh: Ida Bagus Gde Ajanta Luwih I Ketut Suardita Program Kekhususan Hukum Internasional dan Hukum Bisnis Internasional

Lebih terperinci

Bergabungnya Pihak Ketiga Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase dan Permasalahan Yang Mungkin Timbul

Bergabungnya Pihak Ketiga Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase dan Permasalahan Yang Mungkin Timbul Bergabungnya Pihak Ketiga Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase dan Permasalahan Yang Mungkin Timbul Oleh: Hengki M. Sibuea, S.H., C.L.A. apple I. Pendahuluan Arbitrase, berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA 1 of 27 27/04/2008 4:06 PM UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya. selalu mempunyai keinginan untuk berkumpul dengan manusia-manusia lainnya

BAB I PENDAHULUAN. zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya. selalu mempunyai keinginan untuk berkumpul dengan manusia-manusia lainnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam dunia filsafat, para filosof, khususnya Aristoteles menjuluki manusia dengan zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya selalu mempunyai keinginan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan yang

BAB I PENDAHULUAN. sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Arbitrase sebagai salah satu bentuk penyelesaian sengeketa di Luar Pengadilan sebenarnya bukanlah hal yang baru dan telah lama dikenal. Salah satu ketentuan

Lebih terperinci

PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA

PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA PUBLIC POLICY SEBAGAI ALASAN PEMBATALAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DI INDONESIA Oleh: Anastasia Maria Prima Nahak I Ketut Keneng Bagian Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang

I. PENDAHULUAN. menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian pada era globalisasi dan modernisasi dewasa ini, menimbulkan pengaruh terhadap berkembangnya transaksi-transaksi bisnis yang melibatkan pihak-pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di Indonesia mau tidak mau akan menghadapi situasi baru dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. khususnya di Indonesia mau tidak mau akan menghadapi situasi baru dalam dunia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini Indonesia akan menghadapi ASEAN Free Trade Area atau (AFTA) yang akan aktif pada tahun 2015 1. Masyarakat dikawasan ASEAN khususnya di Indonesia mau tidak

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 1/Jan/2016 PELAKSANAAN DAN PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 1 Oleh : Martin Surya 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara pelaksanaan

Lebih terperinci

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum dalam Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Segala tingkah laku yang diperbuat

Lebih terperinci

HPI PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV. By Malahayati, SH, LLM

HPI PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV. By Malahayati, SH, LLM HPI 1 PEMAKAIAN HUKUM ASING PERTEMUAN XIII, XIV & XV By Malahayati, SH, LLM TOPIK 2 PEMAKAIAN HUKUM ASING PELAKSANAAN PUTUSAN PUTUSAN PAILIT PUTUSAN ARBITRASE ICC 3 International Chamber of Commerce, Paris;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mencabut gugatan adalah tindakan ini menarik kembali suatu gugatan yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan perkara perdata

Lebih terperinci

PROSES PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE DITINJAU DARI UU No. 30 TAHUN 1999 (Studi Putusan No. 86/PDT.G/2002/PN.JKT.PST)

PROSES PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE DITINJAU DARI UU No. 30 TAHUN 1999 (Studi Putusan No. 86/PDT.G/2002/PN.JKT.PST) PROSES PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE DITINJAU DARI UU No. 30 TAHUN 1999 (Studi Putusan No. 86/PDT.G/2002/PN.JKT.PST) Astri Maretta astrimaretta92@gmail.com Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak.

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam praktik sehari-hari, hubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain maupun hubungan antara manusia dengan badan hukum atau badan hukum dengan badan

Lebih terperinci

Oleh : Komang Eky Saputra Ida Bagus Wyasa Putra I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja

Oleh : Komang Eky Saputra Ida Bagus Wyasa Putra I Gusti Ngurah Parikesit Widiatedja SENGKETA KOMPETENSI ANTARA SINGAPORE INTERNATIONAL ARBITRATION CENTRE (SIAC) DENGAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN DALAM PENYELESAIAN KASUS ASTRO ALL ASIA NETWORKS PLC BESERTA AFILIASINYA DAN LIPPO

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. terhadap pokok persoalan yang dikaji dalam karya ini, yaitu: 1. Pertimbangan hukum penerimaan dan pengabulan permohonan

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. terhadap pokok persoalan yang dikaji dalam karya ini, yaitu: 1. Pertimbangan hukum penerimaan dan pengabulan permohonan BAB IV SIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan diskusi yang telah dikupas pada bagian sebelumnya dalam skripsi ini, maka dapat ditarik dua kesimpulan sebagai jawaban terhadap pokok persoalan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana termuat dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut UUD RI 1945).

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA DALAM KONTRAK DAGANG INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum OLEH SETIAWAN KARNOLIS LA IA NIM: 050200047

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU HUKUM RENCANA KEGIATAN PROGRAM PEMBELAJARAN (RKPP) Mata Kuliah Kode SKS Semester Nama Dosen Hukum dan Peradilan Niaga SHPDT1210 2 VI Marnia Rani Deskripsi Mata Kuliah Standar Kompetensi Mata kuliah Hukum dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahap pembangunan diberbagai bidang, sehingga mempengaruhi sebagian bidang

BAB I PENDAHULUAN. tahap pembangunan diberbagai bidang, sehingga mempengaruhi sebagian bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang dalam tahap pembangunan diberbagai bidang, sehingga mempengaruhi sebagian bidang kehidupan manusia.

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID

PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID PENYELESAIAN SENGKETA KASUS INVESTASI AMCO VS INDONESIA MELALUI ICSID Oleh : Aldo Rico Geraldi Ni Luh Gede Astariyani Dosen Bagian Hukum Tata Negara ABSTRACT This writing aims to explain the procedure

Lebih terperinci

ARBITRASE. Diunduh dari :

ARBITRASE. Diunduh dari : ARBITRASE Diunduh dari : http://ualawyer.ru/id/media/95/ A. Latar Belakang Dalam suatu perjanjian antara para pihak atau suatu hubungan bisnis, selalu ada kemungkinan timbulnya sengketa. Sengketa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri tidak hanya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri tidak hanya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sektor kegiatan bisnis yang terjadi saat ini tidak dapat dipungkiri tidak hanya berdampak pada peningkatan kondisi perekonomian saja, tetapi juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi adalah merupakan kajian tentang aktivitas manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi adalah merupakan kajian tentang aktivitas manusia yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ekonomi adalah merupakan kajian tentang aktivitas manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi dan konsumsi baik berupa barang maupun jasa, hal ini sejalan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH

BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH BAB II PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN SYARIAH A. Undang - Undang No. 30 Tahun 1990 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Arbitrase merupakan lembaga penyelesaian sengketa di

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS

BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS Di dalam menjalankan suatu bisnis para pelaku usaha kadang terlibat dalam conflict of interest, kenyataan ini dapat terjadi karena bermula dari situasi dimana ada salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terhindar dari sengketa. Perbedaan pendapat maupun persepsi diantara manusia yang menjadi pemicu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin. pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkembangan dunia usaha dalam perkembangan dunia yang semakin pesat membutuhkan suatu hukum guna menjamin kepastian dan memberi perlindungan bagi

Lebih terperinci

PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE NASIONAL OLEH PENGADILAN NEGERI *

PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE NASIONAL OLEH PENGADILAN NEGERI * PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE NASIONAL OLEH PENGADILAN NEGERI * Muhammad Andriansyah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Waste4change Blok B A2 No. 1-2 Jl. Raya H. Djole Mustika Jaya Bekasi E-mail: mandrian040991@gmail.com

Lebih terperinci

BAB V P E N U T U P. forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi

BAB V P E N U T U P. forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi BAB V P E N U T U P A. Kesimpulan Sebagaiman telah dikemukakan di awal, bahwa lembaga arbitrase adalah forum penyelesaian sengketa yang pada awalnya diharapkan dapat menjadi solusi permasalahan dan ketidakpuasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Arbitrase berasal dari Bahasa Latin yaitu arbitrare, artinya kekuasaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Arbitrase berasal dari Bahasa Latin yaitu arbitrare, artinya kekuasaan 26 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Arbitrase 2.1.1. Pengertian Arbitrase Istilah Arbitrase berasal dari Bahasa Latin yaitu arbitrare, artinya kekuasaan untuk menyelesaikan suatu masalah berdasarkan kebijaksanaan.

Lebih terperinci

FUNGSI PERJANJIAN ARBITRASE

FUNGSI PERJANJIAN ARBITRASE 20 FUNGSI PERJANJIAN ARBITRASE Oleh : Suphia, S.H., M.Hum. Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Jember Abstract Disputes or disagreements can happen anytime and anywhere without being limited space and

Lebih terperinci

PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET

PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET TERHADAP PUTUSAN VERSTEK DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA JOMBANG (Studi Perkara No. 1455/Pdt.G/2013/PA.Jbg) BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara merupakan empat badan Peradilan yang ada di Indonesia. Masing-masing badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak konsumen yang seharusnya dimiliki dan diakui oleh pelaku usaha 2. Oleh karena itu, akhirnya naskah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sosial yang dialami, setiap manusia memiliki kepentingankepentingan tertentu yang berkaitan dengan kebutuhan dan keinginannya untuk mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ekonomi syariah tengah berkembang secara pesat. Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia sudah berjalan dua dekade lebih. Hal ini ditandai dengan berdirinya Bank Muamalat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Arbitrase 1. Pengertian Arbitrase Berdasarakan Pasal 1 angka (1) UU No. 30 Tahun 1999 menentukan bahwa pengertian Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Bogor, hlm M. Husseyn Umar, 1995, Hukum dan Lembaga Arbitrase di Indonesia, Proyek Pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Bogor, hlm M. Husseyn Umar, 1995, Hukum dan Lembaga Arbitrase di Indonesia, Proyek Pengembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkembangan globalisasi saat ini telah membawa bangsa Indonesia dalam free market dan free competition. Dengan adanya free market dan free competition

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 19/PUU-XIII/2015 Batas Waktu Penyerahan/Pendaftaran Putusan Arbitrase Internasional

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 19/PUU-XIII/2015 Batas Waktu Penyerahan/Pendaftaran Putusan Arbitrase Internasional RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 19/PUU-XIII/2015 Batas Waktu Penyerahan/Pendaftaran Putusan Arbitrase Internasional I. PEMOHON PT. Indiratex Spindo, yang diwakili oleh Ongkowijoyo Onggowarsito

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA., 2011, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung.

DAFTAR PUSTAKA., 2011, Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, Refika Aditama, Bandung. DAFTAR PUSTAKA A. Buku Abdurrasyid, Prijatna 2002, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian sengketa (Suatu Pengantar), Fikahati Aneska, Adjie, Habib, 2009, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 10/Nov/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 10/Nov/2015 FUNGSI PERADILAN ARBITRASE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DI LUAR PENGADILAN 1 Oleh: Klenen Wowor 2 ABSTRAK Hukum di Indonesia tebagi atas 3 bagian penting, yaitu; Hukum Perdata, Hukum Pidana

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu penelitian hukum dengan mengkaji bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan

Lebih terperinci

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN A. Mahkamah Agung dalam Sistem Peradilan Agama di Indonesia

Lebih terperinci

SKRIPSI UPAYA PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI

SKRIPSI UPAYA PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI SKRIPSI UPAYA PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI (Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 855 K/Pdt.Sus/2008) EFFORTS LAWSUIT OF THE CANCELLATION

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut:

BAB IV PENUTUP. (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut: BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Proses pembatalan putusan arbitrase oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara (perkara Nomor: 305/Pdt.G/BANI/ 2014/PNJkt.Utr) adalah sebagai berikut: tahap pertama Pemohon mengajukan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan badan yang menyelesaikan sengketa konsumen melalui cara di luar pengadilan. BPSK memiliki tujuan sebagai

Lebih terperinci

Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia oleh: M. Husseyn Umar *)

Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia oleh: M. Husseyn Umar *) Pokok-Pokok Masalah Pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional di Indonesia oleh: M. Husseyn Umar *) Ketentuan ketentuan tentang pelaksanaan (eksekusi) putusan Arbitrase Asing (Internasional) di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum, Indonesia menjujung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk politik (zoonpoliticon). Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa berhubungan dengan sesamanya, dan sebagai makhluk politik

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase I. PEMOHON Zainal Abidinsyah Siregar. Kuasa Hukum: RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase Ade Kurniawan, SH., Heru Widodo, SH., MH., dkk, advokat/ penasehat hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya

Lebih terperinci

BAB SATU PENDAHULUAN

BAB SATU PENDAHULUAN 1 BAB SATU PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam negara hukum, pembentukan undang-undang merupakan suatu bagian penting yang mendapat perhatian serius. Undang-undang dalam negara hukum berfungsi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI LUAR PENGADILAN MELALUI ARBITRASE 1 Oleh : Hartarto Mokoginta 2

PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI LUAR PENGADILAN MELALUI ARBITRASE 1 Oleh : Hartarto Mokoginta 2 PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI LUAR PENGADILAN MELALUI ARBITRASE 1 Oleh : Hartarto Mokoginta 2 ABSTRAK Arbitrase merupakan suatu bentuk peradilan yang diselenggarakan oleh dan berdasarkan kehendak serta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kodratnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan haruslah hidup bersama dengan manusia lainnya. Proses tersebut dikenal dengan istilah bermasyarakat, dalam

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. yang dikemukakakan sebelumnya maka Penulis memberikan kesimpulan sebagai

BAB IV PENUTUP. yang dikemukakakan sebelumnya maka Penulis memberikan kesimpulan sebagai BAB IV PENUTUP Setelah melakukan penelitian dan analisis mengenai bagaimanakah pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing di indonesia, maka dalam bab IV yang merupakan bab penutup ini, Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kita adalah negara hukum, demikianlah makna yang tersirat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini berarti di negara Indonesia ada tata hukum

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENYELESAIAN SENGKETA DI BIDANG PENANAMAN MODAL ANTARA PEMERINTAH DAN PENANAM MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERANAN PENGADILAN DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL

PERANAN PENGADILAN DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL Safrina No. 53, Th. XIII (April, 2011), pp. 135-151. PERANAN PENGADILAN DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL ROLE OF COURTS IN THE IMPLEMENTATION OF THE DECISIONS OF INTERNATIONAL ARBITRATION

Lebih terperinci

Oleh Helios Tri Buana

Oleh Helios Tri Buana TINJAUAN YURIDIS TERHADAP MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEWARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (Studi Kasus Perkara Nomor : 168/Pdt.G/2013/PN.Ska) Jurnal Ilmiah Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sebagai makhluk sosial manusia harus hidup bermasyarakat dan berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini tidak lepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk. peradilan agama telah menjadikan umat Islam Indonesia terlayani dalam

BAB I PENDAHULUAN. Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk. peradilan agama telah menjadikan umat Islam Indonesia terlayani dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Agama merupakan lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015 KLAUSUL ARBITRASE DAN PENERAPANNYA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS 1 Oleh : Daru Tyas Wibawa 2 ABSTRAK Dari segi tipe penelitian, maka penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menurut

Lebih terperinci

KEWENANGAN PENGADILAN NEGERI DALAM MENGADILI SENGKETA PEMBATALAN PUTUSAN BANI

KEWENANGAN PENGADILAN NEGERI DALAM MENGADILI SENGKETA PEMBATALAN PUTUSAN BANI SKRIPSI KEWENANGAN PENGADILAN NEGERI DALAM MENGADILI SENGKETA PEMBATALAN PUTUSAN BANI (Studi Putusan Banding MA RI Tanggal 17 Mei 2006 No. 03/Arb.Btl/2005) AUTHORITY OF STATE COURT DECISIONS IN PASSING

Lebih terperinci