TAX INCENTIVES AND FISCAL SUPPORT TO ENCOURAGE INNOVATION AND TECHNOLOGICAL ADVANCEMENT: A COMPARATIVE STUDY

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TAX INCENTIVES AND FISCAL SUPPORT TO ENCOURAGE INNOVATION AND TECHNOLOGICAL ADVANCEMENT: A COMPARATIVE STUDY"

Transkripsi

1 Insentif Pajak dan Dukungan Fiskal untuk Mendorong Inovasi dan Kemajuan Teknologi: Sebuah Studi Komparatif INSENTIF PAJAK DAN DUKUNGAN FISKAL UNTUK MENDORONG INOVASI DAN KEMAJUAN TEKNOLOGI: SEBUAH STUDI KOMPARATIF TAX INCENTIVES AND FISCAL SUPPORT TO ENCOURAGE INNOVATION AND TECHNOLOGICAL ADVANCEMENT: A COMPARATIVE STUDY Eddy Mayor Putra Sitepu Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan I N F O A R T I K E L Naskah Masuk : 15/10/2014 Naskah Revisi : 10/11/2014 Naskah Terima : 15/12/2014 Keywords: Tax incentive Fiscal support Research and development Global competitiveness Comparative advantage A B S T R A C T Human resources and technology are the greatest capital of a nation at this time. Innovation and technology as a driving force of growth requires investment in enormous amount. Studies show that tax incentives and fiscal support contribute significantly to the level of investment in research and development. The varying forms of tax incentives and fiscal support results in different impact on the development of technology and innovation. This study aims to conduct a comparative study of the various forms of tax incentives and fiscal support for research and development as well as provide recommendations on the suitable form of tax incentives and fiscal support to be implemented in Indonesia. Methodology used in this research is literature study by using descriptive analysis. There are broadly three forms of tax incentives and fiscal support given in various countries, namely: (i) super deduction; (ii) tax credit; and (iii) direct subsidy. The results of this study indicate that Indonesia needs to take aggressive measures in encouraging innovation and technology to improve global competitiveness. To support these measures, an aggressive tax incentives formulation is also required in the midst of the competition and to keep pace with other countries in the region. Tax incentives given need to be focused on the areas where Indonesia has comparative advantage. S A R I K A R A N G A N Kata kunci: Insentif pajak Dukungan fiskal Penelitian dan pengembangan Daya saing global Keunggulan komparatif Sumber daya manusia dan teknologi merupakan modal terbesar suatu bangsa pada saat ini. Inovasi dan teknologi sebagai motor penggerak pertumbuhan membutuhkan investasi dalam jumlah besar. Hasil penelitian membuktikan bahwa insentif pajak dan dukungan fiskal berperan signifikan terhadap tingkat investasi di sektor penelitian dan pengembangan teknologi (research and development). Bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal yang berbeda-beda memberikan dampak yang berbeda pula terhadap perkembangan teknologi dan inovasi. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian komparatif terhadap berbagai bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan serta memberikan rekomendasi mengenai bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal yang tepat untuk diimplementasikan di Indonesia. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur dengan menggunakan analisis deskriptif. Secara garis besar terdapat 3 bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal yang lazim diberikan di berbagai negara, yaitu: (i) super deduction; (ii) tax credit; dan (iii) direct subsidy. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia perlu melakukan langkah agresif dalam mendorong inovasi dan teknologi untuk meningkatkan daya saing global. Untuk mendukung langkah tersebut, diperlukan formulasi insentif pajak yang agresif pula di tengah- * Korespondensi Pengarang, Ged. R.M. Notohamiprodjo Lt. 6, Jl. Dr. Wahidin No. 1, Jakarta Telp./Fax: , Eddy.Sitepu@gmail.com ISSN: Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI

2 E.M.P. Sitepu (2014) tengah persaingan dan untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain di kawasan. Pemberian insentif pajak perlu dititikberatkan pada bidang-bidang yang merupakan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh Indonesia. Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014: PENDAHULUAN Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat dalam satu dasawarsa terakhir. Hal ini dapat terlihat antara lain dari peningkatan produk domestik bruto (PDB) per kapita. Pada tahun 2004, PDB per kapita Indonesia (berdasarkan harga konstan tahun 2000) adalah sebesar Rp ,61. Dalam waktu 10 tahun angka tersebut meningkat menjadi Rp ,58 atau meningkat sebesar 52,73 persen. Tingkat pertumbuhan PDB mencapai 5,76 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat, Eropa dan Jepang pada kurun waktu yang sama. Bahkan setelah terjadinya krisis keuangan global di benua Eropa dan Amerika yang berimbas ke seluruh dunia, perekonomian Indonesia masih tumbuh sebesar 4,63 persen pada tahun pada tahun Terlepas dari fakta menggembirakan tersebut di atas, perekonomian Indonesia digambarkan tengah menghadapi ancaman jebakan negara pendapatan menengah atau biasa diistilahkan dengan middle income trap (Tho, 2013). Middleincome trap adalah situasi di mana pertumbuhan suatu negara melambat setelah mencapai tingkat pendapatan menengah (Global Economic Symposium, 2014). Transisi ke tingkat pendapatan tinggi, tampaknya menjadi tak terjangkau. Studi empiris menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan PDB per kapita biasanya melambat secara substansial pada tingkat pendapatan antara US $ dan US $ Perlambatan pertumbuhan sering dapat dikaitkan dengan hilangnya faktor yang menghasilkan pertumbuhan yang tinggi selama fase awal perkembangan yang pesat. Daya saing internasional terkikis dan output dan pertumbuhan melambat. Sumber daya manusia dan teknologi merupakan modal yang diperlukan agar keluar dari middle-income trap. Berdasarkan pengalaman negara-negara maju yang telah mengalami industrialisasi sejak 250 tahun yang lalu, inovasi teknologi telah terbukti menjadi pendorong pembangunan ekonomi (Janeway, 2013). Pertumbuhan yang berkelanjutan menuju tingkat pendapatan tinggi harus semakin ditandai dengan kelimpahan relatif modal sumber daya manusia dan ketersediaan sumber daya teknologi dan manajerial. Negara berpenghasilan menengah terjepit di antara negara-negara miskin dengan upah tenaga kerja rendah yang menguasai industri yang sudah matang/ dewasa dan negara-negara kaya yang menjadi inovator yang mendominasi industri perubahan teknologi yang cepat. Investasi di bidang penelitian dan pengembangan merupakan pendorong yang signifikan bagi kemajuan teknologi dan inovasi. Keterlibatan penuh pemerintah dan swasta mutlak diperlukan untuk memenuhi kebutuhan investasi yang bernilai strategis tersebut. Kontribusi pemerintah dalam mendanai aktivitas penelitian dan pengembangan terbatas ruang lingkup dan dampaknya. Hal ini disebabkan antara lain oleh keterbatasan anggaran serta berbagai regulasi yang memberikan hambatan. Karena itu, peran aktif sektor swasta menjadi yang dominan diharapkan dalam melakukan investasi di bidang penelitian dan pengembangan. Pemerintah dalam hal ini dituntut perannya dalam menciptakan iklim investasi yang mendukung sehingga para investor terangsang untuk menanamkan modalnya di sektor tersebut. Dukungan pemerintah yang diharapkan untuk mendorong investasi swasta di bidang penelitian dan pengembangan diwujudkan antara lain dalam bentuk pemberian insentif fiskal yang memberikan kemudahan serta keringanan pajak dalam berbagai skema. Selain itu, dukungan pemerintah juga dapat diberikan dalam bentuk bantuan langsung (hibah) bagi lembaga yang melaksanakan penelitian dan pengembangan dengan menjalin kemitraan dengan pihak swasta. Keterlibatan dan peran aktif pemerintah tersebut diharapkan dapat berperan sebagai katalisator dalam menggerakkan pertumbuhan inovasi dan memajukan teknologi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dalam peta inovasi dan teknologi global, Indonesia masih jauh tertinggal dibandingkan dengan banyak negara di Asia, bahkan sebagian negara di Asia Tenggara. Anggaran riset di Indonesia stagnan selama 10 tahun terakhir. Rasio antara anggaran riset dan produk domestik bruto tak banyak berubah. Rasio anggaran riset hanya 0,08 persen dari PDB. Padahal, menurut Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lukman Hakim, negara yang sukses membangun ekonomi, rasio anggaran risetnya minimal 1 persen terhadap PDB (Kompas, 2014a). Belanja riset Tiongkok mencapai 1,9 persen dari PDB, 152 ISSN: Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,

3 Insentif Pajak dan Dukungan Fiskal untuk Mendorong Inovasi dan Kemajuan Teknologi: Sebuah Studi Komparatif bahkan Korea Selatan mencapai 3,74 persen (World Bank 2014). Dalam hal publikasi hasil riset dalam jurnal, Indonesia jauh tertinggal dari Singapura yang telah menerbitkan artikel dalam jurnal internasional, sedangkan Indonesia hanya memiliki 270 artikel. Untuk ekspor berbasis teknologi tinggi, Indonesia juga tertinggal dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, Thailand, bahkan Filipina. Hakim dalam Kompas (2014a) berpendapat bahwa ada tiga kendala dalam mengembangkan riset, yaitu masalah kelembagaan, terbatasnya peneliti, dan kebijakan moneter serta fiskal yang belum berpihak kepada riset. Kendala yang terakhir meliputi juga masih rendahnya insentif pajak dan dukungan fiskal terhadap kegiatan di bidang penelitian dan pengembangan. Karena itu, Indonesia perlu melakukan langkah agresif untuk mendorong peningkatan inovasi dan teknologi. Mengingat peran penting dukungan insentif pajak, pemerintah perlu merancang skema insentif pajak dan dukungan fiskal yang agresif pula. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian komparatif terhadap berbagai bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan serta memberikan rekomendasi mengenai bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal yang tepat untuk diimplementasikan di Indonesia. Negara-negara menerapkan strategi dan kebijakan yang berbeda dalam mendorong inovasi dan kemajuan teknologi melalui kegiatan penelitian dan pengembangan. Beberapa negara menerapkan kebijakan insentif pajak yang sangat luas untuk mendorong peran swasta dalam kegiatan penelitian dan pengembangan, sedangkan sebagian negara lainnya memilih untuk berfokus pada bidang usaha dan kelompok usaha tertentu. Indonesia dapat memperoleh manfaat dari pengalaman negara-negara yang lebih maju untuk merancang skema fasilitas perpajakan untuk mendorong aktivitas penelitian dan pengembangan. 2. KERANGKA TEORI/KERANGKA KONSEP Sebagaimana telah diuraikan di awal tulisan ini, inovasi dan kemajuan teknologi merupakan motor penggerak ekonomi untuk dapat terhindar dari middle income trap. Secara sederhana, inovasi dapat dipahami sebagai penemuan suatu pengetahuan yang baru, sedangkan teknologi diartikan sebagai cara pemanfaatan suatu pengetahuan untuk memberikan manfaat bagi penggunanya. Dalam konteks regulasi (berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), inovasi didefinisikan sebagai kegiatan penelitian, pengembangan, dan/atau perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi. Dalam Undang-Undang yang sama, diberikan pula definisi teknologi yaitu cara atau metode serta proses atau produk yang dihasilkan dari penerapan dan pemanfaatan berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan, kelangsungan, dan peningkatan mutu kehidupan manusia. Kunci sukses majunya inovasi dan teknologi adalah tumbuh suburnya kegiatan penelitian dan pengembangan. Kesadaran terhadap pentingnya sektor penelitian dan pengembangan dalam mendukung kemajuan suatu negara mendorong pemerintah untuk memberikan dukungan serta stimulus. Dari sisi regulasi, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 telah memberikan ruang bagi dukungan pemerintah terhadap pengembangan teknologi dan inovasi. Pasal 21 (3) Undang-Undang tersebut mengatur bahwa pemberian insentif merupakan salah satu bentuk instrumen kebijakan yang dikembangkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai bentuk kemudahan dan dukungan yang dapat mendorong pertumbuhan dan sinergi semua unsur Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Ada beberapa hal yang menjadi alasan pemerintah dalam mendukung kegiatan penelitian dan pengembangan oleh dunia usaha. Pertama, kegiatan penelitian dan pengembangan dipandang sebagai investasi yang krusial untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Berdasarkan hasil riset di negara-negara anggota OECD (OECD 2010), peningkatan produktivitas telah menjadi faktor utama pertumbuhan ekonomi. Peningkatan produktivitas tersebut berkaitan erat dengan peningkatan aktivitas penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta. Intensitas kegiatan penelitian dan pengembangan di negara-negara tersebut dan kinerja pertumbuhannya berkorelasi dengan proporsi penelitian yang didanai oleh sektor swasta. Kedua, kegiatan penelitian dan pengembangan yang didanai oleh sektor swasta dapat mempertahankan lapangan kerja, terutama di waktu terjadinya krisis. Campur tangan pemerintah dapat membuat perbedaan antara keberhasilan dan kegagalan usaha. Sebagai contoh, untuk memban- ISSN: Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI 153

4 E.M.P. Sitepu (2014) tu perusahaan dalam menghadapi krisis keuangan, beberapa negara telah memberikan insentif fiskal yang bersifat temporer namun lebih luas untuk kegiatan penelitian dan pengembangan, seperti memperluas kriteria untuk memenuhi syarat mendapatkan kredit pajak (seperti di Jepang dan Belanda), memberikan kelonggaran jangka waktu untuk membawa ke depan (carry forward) kredit pajak yang tidak terpakai ke tahun-tahun berikutnya (Jepang), atau mempersingkat jangka waktu untuk pengembalian kredit (Perancis). Ketiga, keterlibatan pihak swasta dalam kegiatan penelitian dan pengembangan berkontribusi terhadap peningkatan daya saing nasional. Di dunia dimana kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh perusahaan multinasional semakin mengglobal, pemerintah juga bersaing dalam menarik minat perusahaanperusahaan terebut agar kegiatan penelitian dan pengembangan dilakukan di negaranya. Insentif yang luas melalui insentif pajak untuk kegiatan penelitian dan pengembangan dapat menjadikan suatu negara menjadi lokasi yang relatif lebih menarik bagi investasi di bidang penelitian dan pengembangan dibanding negara pesaingnya. Keempat, investasi di bidang penelitian dan pengembangan mengandung risiko yang tinggi. Hanya sebagian kecil dari proyek penelitian dan pengembangan akan menghasilkan suatu produk atau proses baru yang dapat dipasarkan, dan sering kali hal tersebut terjadi setelah jangka waktu yang lama dengan periode pengembalian yang tidak pasti. Selain itu, sangat sulit bagi institusi keuangan untuk menilai kualitas investasi di bidang penelitian dan pengembangan karena ketidakpastian yang tinggi dan perusahaan enggan untuk mengungkap semua informasi yang relevan. Akibatnya, perusahaan, khususnya perusahaan kecil dan pemula, akan cenderung sulit untuk mendapatkan kredit untuk investasi di bidang penelitian dan pengembangan. Kelima, kegiatan penelitian dan pengembangan menghasilkan barang publik. Pengetahuan mengalir ke luar ke perusahaan dan organisasi lain yang tidak menanggung ongkos investasi. Karena perusahaan yang berinvestasi tidak akan mampu untuk menangkap semua manfaat dari investasinya, perusahaan tersebut akan cenderung melakukan investasi yang lebih sedikit dari yang optimal secara sosial. Risiko-risiko tersebut berkontribusi terhadap membesarnya gap antara belanja untuk penelitian dan pengembangan dan keinginan untuk mencapai tingkat inovasi yang diperlukan untuk kemajuan suatu negara. Pemerintah dapat memilih diantara berbagai instrumen yang tersedia untuk mendorong keterlibatan pihak swasta dalam penelitian dan pengembangan. Pemerintah dapat menawarkan dukungan langsung melalui hibah atau pengadaan atau pemerintah juga dapat menggunakan insentif fiskal seperti insentif pajak untuk penelitian dan pengembangan. Hibah/subsidi langsung untuk penelitian dan pengembangan dapat menyasar proyek tertentu dengan dampak sosial yang tinggi sementara kredit pajak berdampak mengurangi biaya marjinal yang ditimbulkan oleh belanja sektor penelitian dan pengembangan dan memberi kesempatan bagi perusahaan swasta untuk memilih proyek mana yang akan didanai. Negara-negara mempunyai preferensi masingmasing dalam memberikan dukungan langsung atau tidak langsung. Amerika Serikat (melalui kontrak penelitian dan pengembangan yang kompetitif) dan Spanyol lebih mengutamakan dukungan langsung, sementara Kanada dan Jepang lebih dominan menggunakan dukungan tidak langsung untuk mempercepat kegiatan penelitian dan pengembangan industri (OECD 2010). Keseimbangan optimal antara dukungan langsung dan tidak langsung terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan berbeda dari satu negara ke negara lain, karena masing-masing instrumen memperbaiki kegagalan pasar yang berbeda dan merangsang penelitian dan pengembangan yang berbeda pula. Di satu sisi, kredit pajak untuk penelitian dan pengembangan tidak ditujukan terhadap kelompok perusahaan atau proyek tertentu, tetapi terhadap semua pihak yang berpotensi untuk melakukan penelitian dan pengembangan. Karena itu, insentif tersebut bersifat netral terhadap jenis industri, daerah maupun perusahaan. Di sisi lain, hibah dapat diarahkan terhadap proyek tertentu yang berdasarkan pertimbangan pemerintah mempunyai tingkat pengembalian sosial (social return) yang tinggi dan lebih bergantung pada diskresi kebijakan pemerintah. Secara umum, kredit pajak paling banyak digunakan untuk mendorong penelitian terapan jangka pendek, sedangkan subsidi langsung ditujukan lebih kepada penelitian jangka panjang. Dibandingkan dengan satu dekade yang lalu, saat ini sudah lebih banyak negara yang menggunakan instrumen insentif pajak dengan skema yang lebih longgar dan luas. Hingga tahun 2010, berdasarkan studi OECD (OECD, 2010), lebih dari 20 negara anggota OECD memberikan insentif fiskal untuk mendorong keberlanjutan penelitian dan pengembangan oleh dunia usaha, meningkat dari 12 negara di tahun 1995 dan 18 negara di tahun Dari negara-negara yang tidak mempunyai insentif pajak untuk penelitian dan pengembangan, Jerman dan Finlandia tengah 154 ISSN: Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,

5 Insentif Pajak dan Dukungan Fiskal untuk Mendorong Inovasi dan Kemajuan Teknologi: Sebuah Studi Komparatif membicarakan tentang pemberian insentif tersebut. Negara-negara non-oecd seperti Brazil, Tiongkok, India, Singapura, dan Afrika Selatan juga menyediakan iklim perpajakan yang ramah dan kompetitif bagi investasi di sektor penelitian dan pengembangan. Tiongkok memberikan pengurangan pajak umum untuk perusahaan yang bergerak di bidang penelitian dan pengembangan yang berlokasi di kawasan teknologi baru tertentu atau berinvestasi di bidang-bidang yang menjadi sektor kunci seperti bioteknologi, teknologi informasi dan komunikasi, dan bidang-bidang teknologi tinggi lainnya. Kecenderungan umum diantara negara-negara OECD adalah menyesuaikan insentif pajak untuk penelitian dan pengembangan untuk membuatnya menjadi lebih longgar dan sederhana untuk dimanfaatkan. Misalnya, Perancis (di tahun 2008) dan Australia (di tahun 2010) mengganti skema insentif lama yang lebih kompleks dan berbasis inkremental dengan skema yang lebih sederhana dan longgar dengan berbasis volume. Belgia, Irlandia, Korea Selatan, Norwegia, Portugal dan Inggris meningkatkan dan memperpanjang pemberian kredit pajak atau batas atas untuk biaya penelitian dan pengembangan dalam beberapa tahun terakhir. Kanada telah memperkenalkan ketentuan administratif yang baru untuk memberikan kemudahan akses bagi program kredit pajak untuk penelitian dan pengembangan, memperbaiki konsistensi dan prediktabilitas, dan meningkatkan kualitas proses klaim. Berkebalikan dengan kecenderungan secara umum, Meksiko dan Selandia Baru telah menghentikan pemberian kredit pajak. Meksiko mengalihkan kredit pajak untuk penelitian dan pengembangan menjadi bantuan langsung pada tahun Selandia Baru memperkenalkan kredit pajak untuk penelitian dan pengembangan pada tahun 2008 namun telah dihentikan satu tahun kemudian. Untuk membantu perusahaan-perusahaan dalam menghadapi krisis keuangan, beberapa negara telah menyediakan insentif fiskal yang lebih longgar namun bersifat sementara. Misalnya, Jepang dan Belanda yang meningkatkan untuk sementara batas maksimum biaya penelitian dan pengembangan yang dapat diklaim. Jepang juga memberikan jangka waktu carry-forward yang lebih panjang untuk kredit pajak dalam rangka penelitian dan pengembangan yang tidak terpakai karena mengetahui bahwa beberapa perusahaan tidak dalam posisi untuk mengklaim keseluruhan kredit pajak untuk penelitian dan pengembangan pada beberapa tahun ke depan dikarenakan turunnya laba perusahaan-perusahaan Jepang. Terakhir, Perancis pada tahun 2009 mengembalikan semua klaim yang tertunda dari tahun-tahun sebelumnya. Sebelum 2009, perusahaan harus menunggu hingga tiga tahun sebelum memperoleh pengembalian kredit pajak yang tidak terpakai. Dengan skema tahun 2009 tersebut, perusahaan akan dapat memperoleh pengembalian dari kredit pajak yang tidak terpakai yang didapatkan pada tiga tahun terakhir. Kebijakan ini diperkirakan dapat meningkatkan pendapatan pajak yang hilang hingga mencapai 6 milyar dollar AS pada tahun 2009 (0,29 persen dari PDB). 3. METODE PENELITIAN Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur dengan menggunakan analisis deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan eksplorasi terhadap penerapan kebijakan insentif pajak dan dukungan fiskal untuk kegiatan penelitian dan pengembangan di beberapa negara yang dijadikan referensi. Secara garis besar terdapat 3 bentuk insentif pajak dan dukungan fiskal yang lazim diberikan di berbagai negara, yaitu: (i) super deduction; (ii) tax credit; dan (iii) direct subsidy.selanjutnya dilakukan analisis terhadap bentuk insentif yang berbedabeda tersebut dan terhadap kondisi sektor penelitian dan pengembangan di Indonesia serta potensi yang dimiliki. Dari hasil analisis tersebut, dapat disusun rekomendasi kebijakan insentif pajak dan dukungan fiskal untuk kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini hendak meninjau beberapa negara untuk dijadikan referensi dalam merumuskan kebijakan terkait dukungan fiskal yang diberikan oleh pemerintah terhadap sektor penelitian dan pengembangan. Terdapat 4 negara yang dipilih yang kesemuanya merupakan negaranegara yang unggul dalam hal kemajuan teknologi dan inovasi. Beberapa indikator yang digunakan dalam pemilihan negara yang dijadikan acuan adalah: (i) besarnya anggaran yang dikeluarkan untuk belanja di sektor penelitian dan pengembangan; (ii) luasnya cakupan insentif yang diberikan; serta (iii) keberpihakan terhadap pengembangan penelitian dan pengembangan di sektor atau golongan usaha tertentu. India dipilih sebagai salah satu acuan karena negara tersebut memberikan insentif yang sangat luas terhadap pengembangan penelitian dan pengembangan, meliputi insentif pajak langsung, pajak tidak langsung, serta insentif daerah. Ameri- ISSN: Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI 155

6 E.M.P. Sitepu (2014) ka Serikat dipilih karena negara tersebut merupakan negara dengan belanja di sektor penelitian dan pengembangan terbesar di dunia, mencapai 405,3 miliar dollar AS pada tahun 2011 atau sebesar 2,7 persen dari PDB. Inggris dipilih karena negara ini menunjukkan keberpihakan yang nyata untuk mendukung sektor UMKM dalam pengembangan penelitian dan pengembangan. Terakhir, Jerman dipilih karena negara tersebut memberikan dukungan fiskal yang berbeda bentuknya dibanding negara-negara lain, yaitu dengan memberikan hibah (grant) dalam jumlah yang besar. Masingmasing insentif pajak dan dukungan fiskal di keempat negara tersebut akan diuraikan berikut ini. India Pemerintah India menawarkan insentif yang menarik bagi kegiatan penelitian dan pengembangan. Insentif tersebut meliputi pengurangan super (super deduction) untuk biaya-biaya penelitian dan pengembangan oleh perusahaan manufaktur, kontribusi yang diberikan kepada lembaga penelitian, pembebasan bea masuk untuk impor barang modal tertentu, dan lain-lain (Deloitte 2011). Insentif pajak langsung Insentif pajak langsung yang tersedia berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan (Income Tax Act) dapat dikelompokkan sebagai berikut: a. Insentif untuk biaya-biaya penelitian dan pengembangan yang diajukan oleh pemohon yang melaksanakan kegiatan-kegiatan penelitian dan pengembangan yang berkaitan dengan usaha. Insentif yang diberikan berupa pengurangan super (super deduction) sebesar 100 persen atas biaya perolehan pendapatan dan biaya modal (kecuali biaya akuisisi tanah) yang dikeluarkan atau dibiayakan dalam penelitian ilmiah yang berkaitan dengan usaha. Untuk dapat memenuhi syarat mendapatkan insentif tersebut di atas, biaya yang dikeluarkan harus memenuhi kriteria penelitian ilmiah yang berkaitan dengan usaha sebagaimana didefinisikan dalam Undang-Undang (UU). b. Insentif untuk perusahaan manufaktur yang melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan. Insentif yang diberikan berupa pengurangan tertimbang (weighted deduction) sebesar 200 persen untuk biaya penelitian dan pengembangan yang dilakukan di dalam perusahaan (in-house), termasuk biaya modal (kecuali tanah dan bangunan) yang dikeluarkan oleh perusahaan yang berkecimpung dalam bisnis manufaktur dan produksi barang-barang. Berdasarkan ketentuan dalam UU tentang pajak langsung (The Direct Taxes Code Bill) yang mulai berlaku efektif pada 1 April 2012, pemanfaatan insentif tersebut tidak lagi dibatasi hanya untuk perusahaan manufaktur saja, namun tersedia untuk semua industri. Apabila suatu biaya memenuhi syarat untuk dapat memperoleh insentif pengurangan tertimbang ini, maka biaya tersebut tidak dapat diklaim lagi sebagai biaya berdasarkan UU. Pengurangan tertimbang diberikan dalam jumlah bersih (net). Realisasi penjualan, hibah/ hadiah, sumbangan, dana sponsor untuk pusat penelitian dan pengembangan harus diselisihkan dengan biaya-biaya penelitian dan pengembangan. Dengan diberikannya insentif tersebut di atas, India telah tergabung dengan negara-negara yang juga memberikan pengurangan tertimbang sebesar 200 persen, yaitu Singapura, Hungaria, dan Malaysia. Insentif ini diberikan hanya jika kegiatan penelitian terkait dilaksanakan di wilayah India dan biaya yang terjadi dikeluarkan di India. c. Kontribusi bagi kegiatan penelitian dan pengembangan. Insentif yang diberikan berupa pengurangan sebesar persen atas kontribusi yang diberikan kepada asosiasi penelitian ilmiah, universitas, sekolah tinggi, atau institusi lainnya yang digunakan untuk penelitian ilmiah. Pengurangan tertimbang sebesar 175 persen diberikan kepada pemohon atas setiap kontribusi oleh setiap orang kepada asosiasi penelitian yang mempunyai tujuan untuk melakukan penelitian ilmiah atau kepada universitas, sekolah tinggi, atau lembaga lainnya yang digunakan untuk penelitian ilmiah. Pengurangan tertimbang sebesar 125 persen diberikan kepada pemohon atas kontribusi oleh setiap orang kepada asosiasi penelitian yang mempunyai tujuan untuk melakukan penelitian di bidang ilmu sosial atau penelitian statistik, atau kepada universitas, sekolah tinggi, atau lembaga lainnya yang digunakan untuk penelitian di bidang ilmu sosial atau penelitian statistik. Ketentuan ini diperbaharui dengan The Direct Taxes Code Bill dimana insentif pengurangan tertimbang diperluas menjadi 175 persen. Pengurangan tertimbang sebesar 125 persen diberikan kepada pemohon atas setiap kontribusi yang diberikan kepada perusahaan yang digunakan untuk penelitian ilmiah dengan 156 ISSN: Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,

7 Insentif Pajak dan Dukungan Fiskal untuk Mendorong Inovasi dan Kemajuan Teknologi: Sebuah Studi Komparatif memenuhi persyaratan sebagaimana diatur. Pengurangan tertimbang sebesar 200 persen diberikan kepada pemohon atas setiap kontribusi yang diberikan kepada laboratorium nasional, universitas, lembaga teknologi atau orang tertentu dengan arahan spesifik bahwa kontribusi tersebut akan digunakan untuk penelitian ilmiah yang akan dilaksanakan dalam suatu program yang telah mendapat persetujuan dari instansi yang berwenang. d. Penyusutan dipercepat. Insentif berupa penyusutan dipercepat sebesar 40 persen diperbolehkan atas pabrik dan mesin yang digunakan dalam menaufaktur barang-barang selain yang dikecualikan dalam daftar Eleventh Schedule dengan menggunakan teknologi tertentu yang asli India. Tarif depresiasi yang normal adalah 15 persen. Insentif penyusutan dipercepat tersebut diberikan terhadap manufaktur atau produksi barang yang memenuhi persyaratan: (i) dihasilkan atau diproduksi dengan menggunakan teknologi (termasuk setiap proses) atau kecakapan teknik (know-how) lainnya yang dikembangkan di dalam negeri, atau (ii) ditemukan di laboratorium yang dimiliki atau dibiayai oleh pemerintah, atau laboratorium yang dimiliki oleh perusahaan sektor publik atau universitas atau lembaga yang diakui oleh instansi yang berwenang. Insentif pajak tidak langsung Insentif pajak tidak langsung dikelompokkan ke dalam tiga bagian: Bagian I: Insentif untuk penelitian dan pengembangan yang dibangun di dalam perusahaan (inhouse) 1. Export Promotion Capital Goods (EPCG) Scheme Dengan skema ini, pengadaan barang modal untuk kegiatan pra-produksi, produksi dan pascaproduksi dapat diberikan tarif bea masuk yang lebih rendah dengan komitmen ekspor produk yang dihasilkan. Penyedia jasa, perusahaan manufaktur eksportir atau perusahaan dagang eksportir yang terikat dengan perusahaan manufaktur pendukungnya, yang melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan di dalam perusahaan dapat mengimpor barang modal dengan tarif nol persen atau dengan tarif sebesar 3 persen atau melakukan pengadaan barang modal secara domestik dengan mendapatkan fasilitas bebas cukai. Perusahaan yang memanfaatkan skema EPCG tersebut harus memenuhi kewajiban sebagaimana diatur. 2. Pembebasan bea masuk untuk impor barang tertentu untuk penelitian dan pengembangan Perusahaan yang terdaftar berdasarkan ketentuan dapat mengimpor barang tertentu untuk digunakan dalam kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi dan biotek-nologi dengan tarif bea masuk nol persen atau dengan tarif yang direndahkan yaitu 5 persen tergantung dari sifat barang yang diimpor. 3. Pembebasan bea masuk untuk perusahaan manufaktur di bidang agro kimia Perusahaan manufaktur di bidang agro kimia yang melakukan ekspor minimal 200 juta rupee dalam tahun sebelumnya dan memiliki unit penelitian dan pengembangan yang terdaftar sesuai ketentuan, dapat diberikan insentif pembebasan bea masuk atas impor barang tertentu untuk tujuan penelitian dan pengembangan dengan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur. Bagian II: Insentif untuk melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan sebagai pekerjaan kolaboratif Pembebasan atas bea masuk umum dan tambahan dapat diberikan untuk impor peralatan, instrumen, bahan mentah, komponen, mesin pra-cetak, dan perangkat lunak komputer yang diimpor untuk proyek penelitian dan pengembangan. Pembebasan tersebut dibatasi hanya diberikan apabila pendanaan dilakukan oleh badan yang relevan dengan memenuhi persyaratan sebagaimana diatur. Bagian III: Insentif untuk kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan untuk pihak lain 1. Served From India Scheme (SFIS) Perusahaan India yang menjadi penyedia jasa yang memperoleh pendapatan dalam valuta asing paling sedikit 1 juta rupee pada tahun sebelumnya berhak mendapatkan kupon kredit bea masuk. Kupon kredit bea masuk setara dengan 10 persen atas valuta asing yang diperoleh selama tahun berjalan. Jasa yang memenuhi syarat untuk diberikan fasilitas tersebut antara lain jasa penelitian dan pengembangan di bidang pengetahuan alam atau ilmu sosial dan humaniora atau jasa penelitian dan pengembangan antar disiplin ilmu. Kupon kredit bea masuk dapat digunakan untuk mendapatkan: (i) bebas bea masuk untuk ISSN: Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI 157

8 E.M.P. Sitepu (2014) impor barang modal beserta suku cadang dan perlengkapannya, dan (ii) bebas cukai untuk pengadaan barang modal dari domestik beserta suku cadang dan perlengkapannya. Barang yang diimpor serta kupon kredit bea masuk tidak dapat dipindahtangankan dan dipergunakan sesuai peruntukannya. 2. Export Promotion Capital Goods (EPCG) Scheme Skema ini juga diberikan untuk pekerjaan kegiatan penelitian pengembangan bagi pihak lain. 3. Pembebasan bea masuk Insentif pembebasan bea masuk yang diberikan kepada pusat-pusat penelitian dan pengembangan yang diadakan di dalam perusahaan juga berlaku untuk kegiatan penelitian dan pengembangan yang dikerjakan untuk pihak lain. Demikian pula untuk insentif yang diberikan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan yang dikerjakan secara kolaboratif. Insentif pengurangan bea masuk menjadi 5 persen dan pembebasan penuh atas bea masuk tambahan diberikan terhadap instrumen ilmiah dan teknik, bahan-bahan, peralatan, suku cadang, binatang hidup (untuk tujuan eksperimental), perangkat lunak komputer, dan prototipe. 4. Pembebasan cukai Pembebasan terhadap semua barang kena cukai yang diproduksi di lembaga teknik, pendidikan dan penelitian dalam rangka pelaksanaan eksprerimen atau penelitian, diberikan apabila memenuhi persyaratan sesuai ketentuan. Pembebasan cukai atas barang yang diproduksi oleh perusahaan yang sepenuhnya milik dalam negeri India yang didesain dan dibangun oleh perusahaan nasional, laboratorium nasional, lembaga penelitian yang didanai oleh publik atau universitas, diberikan apabila memenuhi persyaratan sesuai ketentuan. Pembebasan cukai diberikan atas pembelian instrumen ilmiah dan teknik, bahan-bahan, peralatan, suku cadang, perangkat lunak komputer, dan prototipe. Insentif ini diberikan kepada lembaga penelitian, universitas, Indian Institute of Science, Bangalore atau Regional Engineering College. Inisiatif pemerintah daerah Selain pemberian insentif oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah juga mengambil peran dengan membuat inisiatif pemberian insentif untuk mendorong pengembangan bidang penelitian dan pengembangan berdasarkan keunggulan masing-masing daerah. Inisiatif tersebut biasanya disusun dalam bentuk kebijakan industri dan insentif yang diberikan bersifat komprehensif dalam satu paket. Pemerintah daerah Karnataka menyusun kebijakan industri yang mencakup rencana pengembangan pusat penelitian dan pengembangan dengan pemberian fasilitas subsidi dan pembebasan pajak. Pemerintah daerah Tamil Nadu melakukan hal yang sama lebih awal dengan menyusun kebijakan industri 2007 dengan target yang hampir sama dengan Karnataka. Daerah Gujarat yang mempunyai keunggulan komparatif di bidang agro industri menyusun kebijakan industri agro pada tahun 2000 dan dikembangkan dengan menerbitkan kebijakan bioteknologi Demikian pula halnya dengan pemerintah daerah Maharashtra yang juga mempunyai keunggulan di bidang bioteknologi. Di pihak lain, pemerintah Andhra Pradesh berkomitmen untuk mengembangkan keunggulan daerahnya di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Setiap daerah tersebut memberikan insentif yang sangat luas bagi pelaku usaha yang hendak berinvestasi di bidang penelitian dan pengembangan di daerahnya. Amerika Serikat Insentif perpajakan yang diberikan oleh pemerintah Amerika Serikat adalah dalam bentuk kredit pajak (tax credit). Kredit pajak disediakan untuk biaya-biaya penelitian yang memenuhi syarat, dimana kredit pajak diselisihkan dengan pajak penghasilan federal dan pajak penghasilan negara bagian (Deloitte, 2013). Pemerintah Amerika Serikat memberikan dua metode penghitungan kredit pajak untuk tahun 2011: a. 20 persen kredit: kredit pajak tradisional sebesar 20 persen dari besarnya biaya-biaya yang melebihi nilai dasar (base amount), penghitungan kredit dengan metode ini rumit; atau b. 14 persen kredit: alternatif penghitungan kredit yang disederhanakan dengan insentif kredit pajak sebesar 14 persen dari selisih besarnya biaya penelitian yang memenuhi syarat, dan 50 persen dari rata-rata biaya penelitian selama tiga tahun sebelumnya. c. Insentif pajak yang lain adalah kredit khusus untuk penelitian dasar (yaitu penelitian yang dilakukan di universitas), pembayaran kepada konsorsium penelitian bidang energi, dan penelitian di bidang orphan drug (bahan sediaan farmasi yang dikembangkan secara 158 ISSN: Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,

9 Insentif Pajak dan Dukungan Fiskal untuk Mendorong Inovasi dan Kemajuan Teknologi: Sebuah Studi Komparatif khusus untuk mengobati kondisi medis yang langka). Pemerintah Amerika Serikat menawarkan kredit pajak untuk meng-offset kewajiban pajak pada periode saat ini, sebelumnya, maupun yang akan datang. Kredit pajak yang tidak terpakai dapat dibawa ke belakang (carried back) untuk periode 1 tahun dan dibawa ke depan (carried forward) untuk periode 20 tahun. Bagi perusahaan kecil dengan pendapatan kotor kurang dari 50 juta dollar AS diberikan kelonggaran dengan 5 tahun carry back dan 20 tahun carry forward. Pemberian kredit pajak tidak menerapkan batas maksimum. Secara umum, kredit pajak untuk penelitian tidak dapat diuangkan. Namun demikian, dalam kondisi yang sangat terbatas, wajib pajak dapat memperoleh refund atas kredit pajak yang dicarry forward sebelum tahun 2006 sebagai pengganti mengambil bonus penyusutan (periode ). Insentif dimaksudkan untuk memberikan kemudahan bagi semua industri yang mengadakan penelitian yang memenuhi persyaratan. Dengan demikian, semua industri memenuhi syarat untuk mendapatkan kredit pajak atas kegiatan penelitian. Biaya-biaya yang dapat dimasukkan dalam rangka mendapatkan kredit pajak antara lain: gaji untuk tenaga kerja internal perusahaan, 65 persen dari tenaga kerja kontrak, dan perlengkapan yang digunakan dalam proses penelitian. Biaya overhead dan biaya modal dikecualikan. Tidak ada batasan wilayah dimana kekayaan intelektual berlokasi. Aktivitas yang memenuhi syarat harus dilakukan di wilayah Amerika Serikat dan biaya-biaya terkait harus dikeluarkan oleh wajib pajak Amerika Serikat (meskipun biayabiaya tersebut mungkin saja diganti oleh perusahaan afiliasi asing). Inggris Inggris menawarkan dua insentif berbasis volume: yang pertama adalah insentif yang disediakan untuk perusahaan yang memenuhi definisi usaha kecil dan menengah (UKM), dan yang kedua adalah insentif bagi perusahaan yang tidak memenuhi definisi tersebut (perusahaan besar) (Deloitte 2013). Secara umum, usaha kecil dan menengah harus mempunyai karyawan kurang dari 500 orang dan pendapatan kotor kurang dari 100 juta euro serta aset kotor kurang dari 86 juta euro. Perusahaan terafiliasi biasanya dipertimbangkan dalam menentukan apakah suatu perusahaan memenuhi definisi UKM atau tidak. Fasilitas perpajakan yang diberikan: a. Untuk perusahaan besar: pengurangan super (super deduction) 130 persen; b. Untuk UKM: pengurangan super (super deduction) 225 persen; dan c. Kredit tunai: tersedia untuk UKM dalam posisi rugi, mencapai 24,75 persen dari pengeluaran yang memenuhi syarat. Insentif pajak yang tidak dimanfaatkan dapat ditarik ke depan (carry forward) untuk jangka waktu yang tidak terbatas untuk diselisihkan dengan laba di masa depan yang berasal dari perdagangan yang sama dengan syarat tidak ada perubahan kepemilikan dan perubahan sifat perdagangan dalam waktu tiga tahun. Saat ini tidak ada pembatasan maksimal besarnya biaya penelitian dan pengembangan yang dapat dikurangkan untuk perusahaan besar. Namun demikian, untuk UKM ada pembatasan maksimal insentif pajak yang dapat diberikan, yaitu 7,5 juta euro untuk setiap proyek penelitian dan pengembangan. Belanja modal dikecualikan dari super deduction, tapi pengurangan penuh untuk barang modal yang digunakan dalam kegiatan penelitian dan pengembangan dapat diklaim pada tahun terjadinya biaya tersebut; bukan diamortisasi untuk penghitungan pajak sesuai dengan ketentuan yang umum. Rezim Patent Box memperbolehkan perusahaan untuk mengajukan tarif pajak penghasilan badan yang lebih rendah untuk laba yang dihasilkan setelah 1 April 2013 yang diperoleh dari penemuan yang dipatenkan dan inovasi tertentu lainnya. Keringanan tersebut akan mulai diberlakukan pada 1 April 2013 dan tarif yang akan diterapkan adalah 10 persen. Sementara tarif pajak penghasilan badan secara umum berkisar antara persen. Pemberian insentif tidak mempunyai keterkaitan dengan jenis industri. Kualifikasi semata-mata didasarkan pada sifat aktivitas yang dilakukan. Perusahaan dapat mengajukan klaim untuk mendapatkan insentif atas biaya yang ditimbulkannya apabila masuk dalam kategori berikut: a. Mempekerjakan karyawan yang secara langsung dan aktif melaksanakan penelitian dan pengembangan; b. Membayar jasa penyedia karyawan untuk mempekerjakan karyawan yang secara langsung dan aktif melaksanakan penelitian dan pengembangan (dibatasi hingga 65 persen dari total biaya); c. Bahan baku yang dikonsumsi atau diolah yang digunakan secara langsung dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan; d. Biaya energi, air, bahan bakar dan perangkat ISSN: Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI 159

10 E.M.P. Sitepu (2014) lunak komputer yang digunakan secara langsung dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan; e. UKM dapat mengklaim 65 persen biaya terkait subkontrak. Perusahaan besar hanya dapat mengklaim biaya subkontrak hanya jika dibayarkan kepada universitas, otoritas kesehatan, lembaga amal, organisasi penelitian ilmiah, individu, atau kemitraan antar perorangan; dan f. Pembayaran kepada relawan yang berpartisipasi dalam uji coba klinis. Biaya-biaya terkait tanah, paten dan perlindungan paten dikecualikan untuk mendapatkan insentif. Perusahaan besar dapat mengajukan klaim pengembalian biaya yang terkait dengan pekerjaan yang dikontrakkan kepada perusahaan tersebut sepanjang pekerjaan itu dikontrakkan oleh perusahaan besar atau orang lain yang tidak menjadi subjek pajak Inggris. Jerman Insentif yang diberikan oleh pemerintah Jerman untuk kegiatan penelitian dan pengembangan terutama dalam bentuk hibah tunai tanpa kewajiban untuk membayar kembali (Deloitte, 2013). Insentif tersebut diberikan berdasarkan proyek, yang sering kali diberikan terhadap proyek yang bersifat kolaboratif. Tidak ada klaim legal untuk pendanaan kegiatan penelitian dan pengembangan. Persentase pendanaan hibah dapat mencapai 50 persen dari biaya proyek yang disetujui. Persentase yang lebih tinggi dapat diberikan untuk proyek yang dilaksanakan oleh pelaku usaha kecil dan menengah. Kriteria pemilihan proyek yang layak mendapatkan insentif hibah tunai tersebut antara lain: (i) tingkat inovasi; (ii) tingkat risiko teknis; dan (iii) tingkat risiko ekonomi. Selain hibah, pemerintah juga memberikan bantuan dalam bentuk pinjaman sebagai alternatif pendanaan kegiatan penelitian dan pengembangan. Pinjaman untuk kegiatan penelitian dan pengembangan yang diberikan tidak tergantung pada kegiatan penelitian dan pengembangan di bidang teknologi tertentu dan tidak ada batas akhir pengajuan. Pinjaman tersebut disediakan melalui program pemerintah yang berbeda dari hibah. Pemerintah Jerman belum memberikan insentif pajak untuk kegiatan penelitian dan pengembangan. Namun demikian, insentif tersebut sudah diperkenalkan dalam agenda politik. Kelayakan untuk mendapatkan dukungan pembiayaan tidak terbatas pada industri tertentu. Perusahaan-perusahaan dalam industri berikut biasanya mengajukan permintaan untuk mendapatkan hibah: (i) bioteknologi dan ilmu hayat; (ii) teknologi informasi dan komunikasi; (iii) manufaktur; dan (iv) energi dan utilitas. Namun demikian, beberapa industri biasanya dikecualikan untuk mendapatkan dukungan pembiayaan: (i) bank dan perusahaan jasa keuangan; dan (ii) perusahaan asuransi. Biaya-biaya yang dapat dibiayai dari hibah atau pinjaman antara lain: upah tenaga kerja, bahan baku, biaya overhead, biaya subkontrak, amortisasi, dan biaya perjalanan. Hibah tunai secara umum diberikan untuk mengganti biayabiaya yang sudah dikeluarkan. Kegiatan yang memenuhi syarat untuk mendapatkan pendanaan antara lain: a. Penelitian dasar (fundamental research) pekerjaan eksperimental atau teoretikal yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan baru; b. Penelitian industri (industrial research) penelitian dengan tujuan praktis yang spesifik yang dimaksudkan untuk mengembangkan produk baru, proses baru, atau pelayanan baru atau untuk memperbaiki yang sudah ada; dan c. Penelitian eksperimental (experimental research) penelitian yang ditujukan untuk menghasilkan draft, rencana, dan prototipe. Kegiatan penelitian dan pengembangan dan biaya yang timbul harus terjadi di wilayah Jerman. Eksploitasi terhadap hasil proyek tersebut, termasuk hak kekayaan intelektual, harus tetap berlangsung di Jerman. Indonesia Insentif yang sudah ada saat ini Bercermin pada pengalaman negara-negara lain, Indonesia masih jauh tertinggal dalam memberikan insentif pajak dan dukungan fiskal bagi kegiatan penelitian dan pengembangan. Ketentuan terkait insentif pajak tersebut terserak di berbagai tingkatan perundang-undangan baik Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Menteri Keuangan. Hal ini menyulitkan bagi para pelaku penelitian dan pengembangan untuk mendapatkan informasi yang lengkap. Akibat dari informasi yang tidak diperoleh secara utuh, berbagai insentif pajak yang sudah tersedia tersebut menjadi kurang menarik karena manfaat yang bisa diperoleh dianggap tidak signifikan. Pada kenyataannya, fasilitas insentif pajak tersebut memang hingga saat ini belum banyak dimanfaatkan oleh pihakpihak yang menyelenggarakan kegiatan penelitian dan pengembangan. 160 ISSN: Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek,

11 Insentif Pajak dan Dukungan Fiskal untuk Mendorong Inovasi dan Kemajuan Teknologi: Sebuah Studi Komparatif Apabila ditelaah lebih jauh, insentif pajak yang diberikan masih sangat terbatas bahkan dapat dikatakan pemerintah masih pelit dalam memberikan fasilitas. Terkait dengan fasilitas pajak penghasilan, insentif yang diberikan adalah dalam bentuk tambahan waktu 1 tahun untuk kompensasi kerugian apabila mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5 persen dari investasi dalam jangka waktu 5 tahun 1. Fasilitas pajak penghasilan tersebut merupakan bagian dari insentif untuk wajib pajak badan dalam negeri yang melakukan penanaman modal pada bidang usaha tertentu atau daerah-daerah tertentu. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut juga diatur bahwa fasilitas Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dapat dimanfaatkan setelah Wajib Pajak merealisasikan rencana penanaman modal paling sedikit 80 persen. Di samping itu, pemerintah juga memberikan insentif berupa pengurangan yang diperbolehkan sampai jumlah tertentu dari penghasilan bruto dalam rangka penghitungan penghasilan kena pajak. Insentif pengurangan sampai jumlah tertentu tersebut diperbolehkan atas sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan, yang merupakan sumbangan untuk penelitian dan pengembangan yang dilakukan di wilayah Republik Indonesia yang disampaikan melalui lembaga penelitian dan pengembangan 2. Dalam peraturan pelaksanaannya 3, diatur bahwa persyaratan agar sumbangan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yaitu: (i) Wajib Pajak mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak sebelumnya; (ii) pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun Pajak sumbangan diberikan; (iii) didukung oleh bukti yang sah; dan (iv) lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur dalam UU tentang Pajak Penghasilan. Bentuk insentif pajak lainnya yang sudah ada untuk kegiatan penelitian dan pengembangan adalah dalam bentuk pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan. Barang impor yang dapat diberikan fasilitas tersebut adalah barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan adalah barang yang benar-benar digunakan untuk memajukan ilmu pengetahuan, termasuk untuk penyelenggaraan penelitian dengan tujuan untuk mempertinggi tingkat ilmu pengetahuan yang ada 4. Terkait dengan barang yang berasal dari impor, selain fasilitas pembebasan bea masuk dan cukai, pemerintah juga memberikan insentif tidak dipungut pajak penghasilan pasal 22 atas barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan 5. Secara spesifik pembebasan cukai juga dapat diberikan atas etil alkohol dengan kadar paling rendah 85 persen yang digunakan untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan 6. Untuk memperoleh pembebasan cukai dimaksud, Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Pengusaha Tempat Penyimpanan khusus pencampuran, atau importir mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pelayanan dan Pengawasan Bea dan Cukai. Permohonan tersebut diajukan berdasarkan pesanan lembaga/badan resmi pemerintah yang bergerak di bidang penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dengan mencantumkan rincian jumlah etil alkohol yang dimintakan pembebasan cukai dan tujuan Pasal 2 ayat (2) huruf d angka 4, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-daerah Tertentu, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Tahun Pasal 1 huruf b, Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 76/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pencatatan dan Pelaporan- Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto. 4 Pasal 1 dan 2, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 143/KMK.05/1997 tentang Pembebasan Bea Masuk dan Cukai atas Impor Barang untuk Keperluan Penelitian dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 51/PMK.04/ Pasal 3 ayat (1) huruf b angka 5, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain. 6 Pasal 5, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.04/2007 tentang Pembebasan Cukai. ISSN: Warta KIML Vol. 12 No. 2 Tahun 2014, Pusat Penelitian Perkembangan Iptek, LIPI 161

KEBIJAKAN INSENTIF PAJAK DAN DUKUNGAN FISKAL UNTUK R&D DI BEBERAPA NEGARA: INDIA

KEBIJAKAN INSENTIF PAJAK DAN DUKUNGAN FISKAL UNTUK R&D DI BEBERAPA NEGARA: INDIA LATAR BELAKANG Indonesia diprediksi menjadi negara dengan ekonomi terbesar ke-7 di dunia pada tahun 2030, mengalahkan Inggris dan Jerman (McKinsey 2012). Namun demikian, perekonomian Indonesia digambarkan

Lebih terperinci

MENDORONG DAYA SAING INDUSTRI MELALUI R&D: KAJIAN KOMPARATIF DUKUNGAN FISKAL DAN INSENTIF

MENDORONG DAYA SAING INDUSTRI MELALUI R&D: KAJIAN KOMPARATIF DUKUNGAN FISKAL DAN INSENTIF MENDORONG DAYA SAING INDUSTRI MELALUI R&D: KAJIAN KOMPARATIF DUKUNGAN FISKAL DAN INSENTIF ENHANCING INDUSTRY COMPETITIVENESS THROUGH R&D: COMPARATIVE STUDY ON FISCAL SUPPORT AND INCENTIVES Eddy Mayor Putra

Lebih terperinci

BAB VII PERPAJAKAN. Tahun 8 10: pengurangan pajak penghasilan badan dan perorangan sebesar 50%

BAB VII PERPAJAKAN. Tahun 8 10: pengurangan pajak penghasilan badan dan perorangan sebesar 50% BAB VII PERPAJAKAN PERPAJAKAN DI INDONESIA DIRASAKAN KURANG BERSAING UNTUK MENARIK INVESTASI. Pandangan ini umumnya diutarakan dalam 3 hal, yaitu: pelayanan pajak yang rendah, tarif pajak yang kurang bersaing

Lebih terperinci

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

Aspek Perpajakan Viability Gap Fund 1

Aspek Perpajakan Viability Gap Fund 1 Aspek Perpajakan Viability Gap Fund 1 Oleh: Sofia Arie Damayanty dan Hadi Setiawan 2 Incentives are not strategy, they are tactics. Defensive measures. Carlos Ghosn Pemerintah Indonesia terus berupaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi sebuah negara, keberhasilan pembangunan ekonominya dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2007) menyatakan

Lebih terperinci

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

Antiremed Kelas 10 Ekonomi Antiremed Kelas 10 Ekonomi Pendapatan Nasional - Soal Halaman 1 01. Pada metode pendapatan, besar pendapatan nasional suatu negara akan sama dengan (A) jumlah produksi ditambah upah (B) jumlah investasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Insentif Pajak untuk Investasi Insentif pajak untuk investasi merupakan sebuah keringanan pajak yang diberikan oleh negara untuk meningkatkan investasi di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam perjalanan menuju negara maju, Indonesia memerlukan dana yang tidak sedikit untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam mewujudkan pembangunannya, suatu negara membutuhkan biaya yang besar. Biaya biaya tersebut dapat diperoleh melalui pembiayaan dalam negeri maupun pembiayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda

BAB I PENDAHULUAN. Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar belakang Meskipun pertumbuhan ekonomi setelah krisis ekonomi yang melanda indonesia pada tahun 1998 menunjukkan nilai yang positif, akan tetapi pertumbuhannya rata-rata per

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri sehingga akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Investasi merupakan modal penting bagi negara-negara berkembang, karena memiliki peranan yang besar dalam proses pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang

Lebih terperinci

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia

Daya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia Daya Saing Global Indonesia 2008-2009 versi World Economic Forum (WEF) 1 Tulus Tambunan Kadin Indonesia Tanggal 8 Oktober 2008 World Economic Forum (WEF), berkantor pusat di Geneva (Swis), mempublikasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu faktor penggerak perekonomian dunia saat ini adalah minyak mentah. Kinerja dari harga minyak mentah dunia menjadi tolok ukur bagi kinerja perekonomian dunia

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE 4.1. Kerjasama Ekonomi ASEAN Plus Three Kerjasama ASEAN dengan negara-negara besar di Asia Timur atau lebih dikenal dengan istilah Plus Three

Lebih terperinci

Kebijakan Fiskal untuk Mendukung Akselerasi Sektor Industri yang Berdaya Saing

Kebijakan Fiskal untuk Mendukung Akselerasi Sektor Industri yang Berdaya Saing KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Kebijakan Fiskal untuk Mendukung Akselerasi Sektor Industri yang Berdaya Saing Andin Hadiyanto Kementerian Keuangan RI Tantangan Utama Sektor Industri Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN tentang PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN UNTUK KEGIATAN PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN

PERATURAN MENTERI KEUANGAN tentang PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN UNTUK KEGIATAN PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN tentang PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN UNTUK KEGIATAN PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN DIREKTORAT JENDERAL PAJAK 17 Maret 2010 Dasar Pemikiran - Mengurangi

Lebih terperinci

Bab II. Rumusan dan Advokasi Arah Kebijakan Pertanian

Bab II. Rumusan dan Advokasi Arah Kebijakan Pertanian 12 Rapat Dengan Wakil Presiden (Membahas Special Economic Zone) Dalam konteks ekonomi regional, pembangunan suatu kawasan dapat dipandang sebagai upaya memanfaatkan biaya komparatif yang rendah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Muhammad Lutfi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah tidak bisa

Lebih terperinci

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI A. Definisi Pengertian perdagangan internasional merupakan hubungan kegiatan ekonomi antarnegara yang diwujudkan dengan adanya proses pertukaran barang atau jasa atas dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Apabila kita membicarakan tentang pembangunan daerah maka akan erat

I. PENDAHULUAN. Apabila kita membicarakan tentang pembangunan daerah maka akan erat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apabila kita membicarakan tentang pembangunan daerah maka akan erat kaitannya dengan apa yang disebut pendapatan daerah. Pendapatan daerah dalam struktur APBD masih merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar Pembangunan Nasional difasilitasi oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pajak merupakan penerimaan negara terbesar yang dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan salah satunya untuk pembangunan nasional. Perubahan yang semakin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang

I. PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 1997 kondisi perekonomian Indonesia mengalami krisis yang hebat, yang berdampak pada semua aktivitas bisnis di sektor riil. Selama dua tiga tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tidak bisa berjalan sendiri karena dibutuhkan biaya yang sangat besar. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan disegala bidang harus terus dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Untuk melaksanakan pembangunan, pemerintah

Lebih terperinci

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Perkembangan Industri JUNI 2017 Analisis Perkembangan Industri Pusat Data dan Informasi Juni 2017 Pendahuluan Membaiknya perekonomian dunia secara keseluruhan merupakan penyebab utama membaiknya kinerja ekspor Indonesia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Perekonomian di Negara-negara ASEAN+3 4.1.1 Produk Domestik Bruto (PDB) Selama kurun waktu tahun 2001-2010, PDB negara-negara ASEAN+3 terus menunjukkan tren yang meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. mengejar ketertinggalan pembangunan dari negara-negara maju, baik di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia selalu mengalami perjalanan yang berfluktuasi, minyak dan gas alam yang selama ini menjadi mesin pertumbuhan, harganya dipasar internasional

Lebih terperinci

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014

ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 OUTLINE 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 3 PELUANG BONUS DEMOGRAFI Bonus Demografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini adalah sangat lambat. Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi. Salah satunya adalah terjadinya krisis di Amerika.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penerimaan Dalam Negeri, (dalam miliar rupiah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Penerimaan Dalam Negeri, (dalam miliar rupiah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini pajak merupakan sumber penerimaan yang paling dominan, hal tersebut terbukti dari angka yang terdapat pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan dapat dengan bebas bergerak ke setiap Negara di penjuru dunia. yang secara langsung berpengaruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Krisis keuangan global memberi dampak sangat serius bagi perekonomian Indonesia. Imbas dari krisis keuangan tersebut membuat pemerintah harus secepat mungkin

Lebih terperinci

VII. SIMPULAN DAN SARAN

VII. SIMPULAN DAN SARAN VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan Hasil analisis menunjukkan bahwa secara umum dalam perekonomian Indonesia terdapat ketidakseimbangan internal berupa gap yang negatif (defisit) di sektor swasta dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pendapatan negara memiliki dua komponen yakni penerimaan dalam negeri dan hibah. Sebagaimana tercantum di dalam Nota Keuangan 0 pendapatan negara selain menjadi sumber pembiayaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan nasional yang hendak dicapai negara Indonesia sebagaimana ditegaskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah terwujudnya masyarakat

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan Aviliani 10 Maret 2016

Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan Aviliani 10 Maret 2016 Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan 2016 Aviliani 10 Maret 2016 SISTEM PEREKONOMIAN Aliran Barang dan Jasa Gross Domestic Bruto Ekonomi Global Kondisi Global Perekonomian Global masih

Lebih terperinci

ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL

ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL ANALISIS PELUANG INTERNASIONAL SELEKSI PASAR DAN LOKASI BISNIS INTERNASIONAL Terdapat dua tujuan penting, konsentrasi para manajer dalam proses penyeleksian pasar dan lokasi, yaitu: - Menjaga biaya-biaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomensa globalisasi dalam bidang ekonomi mendorong perkembangan ekonomi yang semakin dinamis antar negara. Dengan adanya globalisasi, terjadi perubahan sistem ekonomi

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.4, 2014 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Perencanaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengeluaran Pemerintah memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi dari penerimaan negara

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah b LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.146, 2015 Sumber Daya Industri. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5708). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 Tahun 2015

Lebih terperinci

Keuangan Negara dan Perpajakan. Avni Prasetia Putri Fadhil Aryo Bimo Nurul Salsabila Roma Shendry Agatha Tasya Joesiwara

Keuangan Negara dan Perpajakan. Avni Prasetia Putri Fadhil Aryo Bimo Nurul Salsabila Roma Shendry Agatha Tasya Joesiwara Keuangan Negara dan Perpajakan Avni Prasetia Putri Fadhil Aryo Bimo Nurul Salsabila Roma Shendry Agatha Tasya Joesiwara SUMBER-SUMBER PENERIMAAN NEGARA SUMBER PENERIMAAN Pajak Retribusi Keuntungan BUMN/BUMD

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi karena adanya upaya untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dari

BAB I PENDAHULUAN. terjadi karena adanya upaya untuk mengejar ketertinggalan pembangunan dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang cukup besar untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kebutuhan dana yang besar tersebut terjadi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS DAN KEMUDAHAN DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS DAN KEMUDAHAN DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS DAN KEMUDAHAN DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN Disepakatinya suatu kesepakatan liberalisasi perdagangan, sesungguhnya bukan hanya bertujuan untuk mempermudah kegiatan perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi pada dasarnya untuk memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (social welfare) tidak bisa sepenuhnya

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3 4.1 Gambaran Umum Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik Negara ASEAN 5+3 Hubungan antara tabungan dan investasi domestik merupakan indikator penting serta memiliki

Lebih terperinci

1 of 5 21/12/ :18

1 of 5 21/12/ :18 1 of 5 21/12/2015 14:18 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dampak globalisasi di bidang ekonomi memungkinkan adanya hubungan saling terkait dan saling memengaruhi antara pasar modal di dunia. Dampak globalisasi di bidang ekonomi diikuti

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5783 EKONOMI. Perdagangan. Kawasan Ekonomi Khusus. Fasilitas. Kemudahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 309). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

Indonesia SCM Summit 2015: Stimulus Iklim Investasi Bagi Peningkatan Kapasitas Nasional

Indonesia SCM Summit 2015: Stimulus Iklim Investasi Bagi Peningkatan Kapasitas Nasional Indonesia SCM Summit 2015: Stimulus Iklim Investasi Bagi Peningkatan Kapasitas Nasional Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI Jakarta, 14 April 2015 1 Outline Peran Kementerian Keuangan Dalam

Lebih terperinci

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2 I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 94 TAHUN 2010 TENTANG PENGHITUNGAN PENGHASILAN KENA PAJAK DAN PELUNASAN PAJAK PENGHASILAN DALAM TAHUN BERJALAN Dengan diundangkannya

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.011/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.011/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.011/2010 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN UNTUK KEGIATAN PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN DENGAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan berbagai perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan institusi sosial,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21

TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/21 21/PBI/2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya PBI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Iklim investasi yang baik akan mendorong terjadinya pertumbuhan ekonomi melalui produktivitas yang tinggi, dan mendatangkan lebih banyak input ke dalam proses produksi.

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor perikanan Indonesia dalam era perdagangan bebas mempunyai peluang yang cukup besar. Indonesia merupakan negara bahari yang sangat kaya dengan potensi perikananan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1)

BAB I PENDAHULUAN. termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana termaktub dalam alenia ke-4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: (1) melindungi segenap bangsa

Lebih terperinci

Disampaikan: Edy Putra Irawady Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan

Disampaikan: Edy Putra Irawady Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan Disampaikan: Edy Putra Irawady Deputi Menko Perekonomian Bidang Industri dan Perdagangan 1 PENGAMANAN UMUM Penempatan likuiditas dana di Bank2 BUMN Menerbitkan 2 Perpu (Penjaminan, kolateral Pinjaman)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

Meningkatkan Tax Ratio Indonesia

Meningkatkan Tax Ratio Indonesia Meningkatkan Tax Ratio Indonesia A. Pendahuluan Penerimaan perpajakan merupakan salah satu pilar penerimaan dalam APBN, hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN

V. KESIMPULAN DAN SARAN V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Latar belakang kenaikan harga minyak dunia yang terjadi akhir-akhir ini berbeda dengan fenomena kenaikan harga minyak dunia sebelumnya. Saat ini, kenaikan harga minyak

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Potret ekonomi dikawasan ASEAN+3 hingga tahun 199-an secara umum dinilai sangat fenomenal. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS DAN KEMUDAHAN DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS DAN KEMUDAHAN DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS DAN KEMUDAHAN DI KAWASAN EKONOMI KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

LATAR BELAKANG MODERASI PERTUMBUHAN EKONOMI GLOBAL

LATAR BELAKANG MODERASI PERTUMBUHAN EKONOMI GLOBAL LATAR BELAKANG MODERASI PERTUMBUHAN EKONOMI GLOBAL PEREKONOMIAN AMERIKA YANG BELUM STABIL PERLAMBATAN PERTUMBUHAN TIONGKOK KETIDAKPASTIAN KEBIJAKAN MONETER HARGA KOMODITAS YANG NAIK-TURUN RISIKO GEOPOLITIK:

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah

BAB I PENDAHULUAN. Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penanaman modal yang sering disebut juga investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Adanya modal dalam sebuah perusahaan menjamin berlangsungnya proses

Lebih terperinci

Account Representative

Account Representative Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative FASILITAS PEMBEBASAN ATAU PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA

Lebih terperinci