TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Escherichia coli (

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Escherichia coli (www.textbookofbacteriology.net)"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Escherichia coli Genus Escherichia dinamai demikian sebagai bentuk penghormatan bagi Theordor Escherich, seorang dokter anak yang pertama kali mengisolasi spesies Escherichia coli. Terdapat lima spesies pada genus Escherichia namun Escherichia coli yang paling patogen (ditunjukkan pada Gambar 1). Menurut Todar (2008), klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria Filum : Proteobacteria Kelas : Gamma Proteobacteria Ordo : Enterobacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia Species : Escherichia coli Gambar 1 Escherichia coli ( Eschericia coli (E. coli) adalah bakteri batang gram negatif fermentatif dengan panjang 0,4 0,7 µm, lebar 1 3 µm, dan dapat berupa satu individu maupun berpasangan (Gyles et al. 2010; Songer dan Post 2005). Bakteri ini dapat tumbuh dengan baik pada media bakteri sederhana, seperti agar MacConkey, dan membentuk koloni besar berwarna merah. Selain itu, dapat pula diidentifikasi dengan reaksi positif pada uji indol, reaksi negatif pada uji produksi urease, dan hidrogen sulfida (Gyles et.al. 2010). E. coli dapat dengan mudah ditumbuhkan dari spesimen klinis ke media umum atau selektif pada suhu 37 C, dalam kondisi anaerob (Nataro dan Kaper 1998).

2 5 Menurut Songer dan Post (2005), habitat E. coli pada sebagian besar vertebrata adalah ileum bawah dan usus besar. Berkolonisasi pada saluran pencernaan neonatal dalam waktu satu jam pasca lahir. E.coli merupakan flora fakultatif utama di dalam usus. Pada umumnya, E. coli menetap secara normal di lumen usus inang tetapi apabila inang dalam keadaan lemah (immunosupresi) atau saat sistem pelindung gastrointestinal terganggu maka bakteri normal non patogenik tersebut dapat menyebabkan infeksi (Nataro dan Kaper 1998). Berbeda strain (tipe) akan berbeda pula bentuk penyakitnya. Maka dari itu sangat penting membedakan antara strain yang patogenik dan nonpatogenik. Secara serologis, penggolongan E. coli dibedakan berdasarkan antigen permukaan yaitu antigen O pada lipopolisakarida dan antigen H pada flagella. Antigen O digunakan untuk menentukan serogrup sedangkan antigen H untuk menentukan serotipe. Terdapat setidaknya 170 macam antigen O yang saat ini diakui (Nataro dan Kaper 1998). Selain itu antigen kapsular (K) juga dapat digunakan dalam penggolongan (Songer dan Post 2005). Keberadaan antigen K ditentukan dengan uji aglutinasi bakteri bahwa suatu strain E. coli tidak dapat teraglutinasi dengan antiserum O tetapi teraglutinasi apabila kultur tersebut dipanaskan (Nataro dan Kaper 1998). Infeksi E. coli patogenik dapat hanya terjadi pada permukaan mukosa usus atau dapat pula menyebar ke seluruh tubuh. Tiga gejala umum yang terjadi apabila terinfeksi E. coli patogen yaitu (1) infeksi saluran urinari, (2) sepsis/ meningitis, dan (3) diare/ enteritis (Nataro dan Kaper 1998). E. coli patogen merupakan penyebab diare terbanyak di Jawa Barat (Pudjarwoto et al. 1991). Menurut Nataro dan Kaper (1998), terdapat enam tipe E. coli yang menyebabkan penyakit diare yaitu enterotoxigenic E. coli (ETEC), enteroinvasive E. coli (EIEC), enterohemorrhagic E. coli (EHEC), enterophatogenic E. coli (EPEC), enteroaggregative E. coli (EAEC), dan diffusely adherent E. coli (DEAC). Bakteri EPEC menyebabkan diare berair hingga berdarah (Todar 2008). EPEC merupakan penyebab diare akut dan kronis pada anak-anak di negara berkembang (Jerse et al. 1990). Ciri khas infeksi EPEC adalah pada gambaran histopatologi attachingand-effacing (A/E); melekat dan menghilangkan, yang dapat diamati melalui

3 6 biopsi (Gambar 2). Hal ini ditandai dengan penghilangan mikrovili dan menunjukkan perlekatan antara bakteri dan membran sel epitel (Nataro dan Kaper 1998). Proses infeksi dimulai dengan EPEC yang tertelan menempel dengan bebas pada sel epitel usus kemungkinan dengan melalui adhesin spesifik seperti AF/R1, AF/R2, dan Ral pada kelinci serta Bfp pada anjing. Sinyal kemudian dikirim dari bakteri menuju sel epitel, kemungkinan melalui TTSS dan protein yang disekresikan. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya jumlah kalsium intraseluler, fosforilasi dari protein tertentu sel epitel, aktivasi kinase dan aktivitas pengikatan reseptor Tir (Gyles et al. 2010). Gambar 2 Perlekatan EPEC (panah) pada membran enterosit dengan kerusakan pada sitoskeleton apikal (Nataro dan Kaper 1998) Salmonella enterica serovar Enteritidis Genus Salmonella dinamai demikian setelah ditemukan oleh Daniel Elmer Salmon, seorang dokter hewan ahli patologi (Anonim 2010). Genus ini memiliki hampir 2500 serovar, yang dibedakan berdasarkan skema Kauffman-White yaitu menentukan dengan berdasarkan pada antigen H (flagella) dan antigen O (somatik). Antigen O bersifat stabil dalam panas dan tahan terhadap alkohol sedangkan antigen H merupakan protein yang tidak stabil dalam panas (Todar 2008). Namun demikian, elektroforesis enzim multilokus dan analisis hibridisasi DNA-DNA mengungkapkan bahwa genus ini dapat dibagi menjadi dua spesies yaitu Salmonella enterica dan Salmonella bongori. Salmonella enterica dibagi kembali menjadi enam subspesies yaitu salamae, arizonae, diarizonae, houtenae, indica, dan enterica (Songer dan Post 2005).

4 7 Menurut Todar (2008), klasifikasi Salmonella Enteritidis adalah sebagai berikut: Kingdom : Bacteria Filum : Proteobacteria Kelas : Gamma Proteobacteria Ordo : Enterobacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Salmonella Species : Salmonella enterica Subspesies : enterica serovar Enteritidis (Salmonella Enteritidis) Gambar 3 Salmonella sp. ( Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif fakultatif yang hidup normal pada usus baik hewan berdarah panas ataupun berdarah dingin (Todar 2008). Gambar 3 menunjukkan morfologi dari Salmonella sp. (warna merah). Genus Salmonella yang sering menyerang saluran cerna pada manusia yaitu Salmonella enterica. Sedikitnya terdapat 2500 serotipe (serovar) pada Salmonella enterica (Callaway et al. 2008). Beberapa serovar utama yang sering ditemukan sebagai sumber penyakit antara lain Typhimurium, Enteritidis, dan Typhi. Adaptasi terhadap inang merupakan ciri epidemiologik yang penting pada beberapa infeksi akibat Salmonella namun S. Enteritidis tidak termasuk dalam kelompok tersebut. Ditemukan bahwa S. Enteritidis tidak memilih inang karena sering ditemukan pada banyak vertebrata dengan atau tanpa penyakit klinis (Songer dan Post 2005). Kerentanan seseorang terhadap S. Enteritidis tergantung

5 8 pada beberapa faktor seperti jumlah bakteri yang masuk, jenis makanan, dan usia inang serta status imunitas individu. Dosis S. Enteritidis yang dapat menyebabkan simptom yaitu Pada makanan tinggi lemak seperti kuning telur, keju, dan coklat, kemungkinan jumlah yang dibutuhkan untuk menginfeksi lebih kecil karena dapat menyebabkan S.Enteritidis bertahan terhadap lingkungan asam pada lambung sebelum melalui usus dan berpenetrasi pada mukosa usus (Saeed 1999). Salmonella pada umumnya masuk melalui mulut menuju usus halus kemudian melekat dan menyerang fimbrae enterosit. Protein membran luar bakteri berperan dalam invasi tersebut. Masuknya Salmonella pada infeksi sistemik terjadi tanpa adanya kerusakan mukosa tetapi pada enteritis terjadi kerusakan lokal tanpa sepsis (Soner dan Post 2005). Salmonellosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella dan menunjukkan gejala seperti demam, sakit kepala, muntah-muntah, dan diare (WHO 2007). Salmonellosis adalah penyakit asal makanan (foodborne illness) utama di sebagian besar negara. Diestimasikan 1,3 juta manusia terkena foodborne illness dan lebih 500 jiwa meninggal akibat Salmonella setiap tahunnya di Amerika Serikat (Callaway et al. 2008). Selama 20 tahun terakhir, Salmonella enterica serovar Enteritidis merupakan penyebab utama keracunan makanan di Amerika Serikat (Anonim 1999). Salmonella Enteritidis sering ditemukan pada produk asal hewan terutama produk unggas, yaitu telur dan daging (WHO 2002). Masa inkubasi S. Enteritidis bervariasi mulai dari beberapa jam hingga 72 jam dan durasi kesakitan bervariasi mulai dari 4-10 hari. Simptom yang biasa terjadi adalah diare dimulai dari 12 jam hingga seminggu setelah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi, sakit kepala, sakit pada abdomen, nausea, meriang, demam dan muntah. Kerusakan pada membran mukus pada usus halus dan kolon akan menyebabkan malabsorpsi dan kekurangan nutrisi. Selain itu, pada beberapa penderita, dapat mengalami dehidrasi berat, diare berdarah, dan penyebaran S. Enteritidis menuju tulang, meningen pada anak-anak (Anonim 2005; Saeed 1999). Flu Burung Flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit unggas menular yang disebabkan oleh virus dari keluarga Orthomyxoviridae. Virus AI dibagi

6 9 menjadi lima genera yaitu Influenza tipe A, B, C, Isavirus, dan Thogotovirus (Swayne 2008). Virus AI yang saat ini ramai dibicarakan adalah virus AI tipe A H5N1. Asam nukleat virus ini beruntai tunggal, terdiri dari 8 segmen gen yang mengkode sekitar 11 jenis protein. Virus influenza mempunyai selubung/simpai yang terdiri dari kompleks protein dan karbohidrat. Virus ini mempunyai tonjolan (spikes) yang digunakan untuk menempel pada reseptor yang spesifik pada sel-sel hospesnya pada saat menginfeksi sel. Terdapat 2 jenis spikes yaitu mengandung hemaglutinin (HA) dan mengandung neuraminidase (NA) yang terletak dibagian terluar dari virion. Virus influenza mempunyai 4 jenis antigen yang terdiri dari protein nukleokapsid (NP), Hemaglutinin (HA), Neuraminidase (NA), dan protein matriks (MP) (Horimoto dan Kawaoka 2001). Virus AI memiliki berbagai subtipe yang dibedakan menurut antigen hemagglutinin (HA) dan neuraminidase (NA) yang menyelubungi permukaan virus (CDC 2007). Enam belas antigen hemagglutinin yang berbeda (H1-H16) dan sembilan neuraminidase telah dikenali dan masing-masing subtipe virus diidentifikasi melalui kombinasi antigen tertentu yang dimiliki (misalnya H5N1 atau H3N2) (FAO 2008). Menurut Soejoedono (2005), dengan variasi antigen H dan N tersebut dapat menghasilkan 135 kemungkinan subtipe virus yang muncul, diantaranya H1N1, H1N2, H3N3, H5N1, H7N7, dan H5N9. Infeksi virus AI diawali dengan perlekatan antigen HA dari virus pada asam sialat reseptor sel inang. Asam sialat adalah tempat umum bagi terminal gula-gula yang memiliki rantai glikoprotein N- dan O- yang dapat dibuat dari turunan asam neuramin. Setelah virus melekat, virus berendositosis dan ketika endosom menjadi asam, hal tersebut menggertak penyatuan domain protein HA aktif serta RNA virus dilepaskan ke dalam sitoplasma (Suarez 2008). Pada awalnya H5N1 hanya menyerang unggas dan berdasarkan patogenitasnya dibedakan menjadi dua bentuk yaitu Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dan Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) (pustakadeptan.go.id; Wibawan et al. 2009). Virus HPAI dapat menyebabkan penyakit sistemik berat pada ayam dan kalkun dengan kematian 100%, sedangkan virus LPAI menyebabkan infeksi lokal yang ringan pada saluran pernapasan dan saluran pencernaan. Semua virus HPAI bersubtipe H5 dan H7 sedangkan LPAI

7 10 dapat bersubtipe H1 hingga H16. Meskipun demikian, virus LPAI subtipe H5 dan H7 dapat bermutasi menjadi HPAI sehingga LPAI H5 dan H7 serta HPAI ditetapkan sebagai kasus penyakit yang harus dilaporkan (notifiable disease) oleh OIE (Suarez 2008). Imunoglobulin Y Antibodi merupakan substansi khusus yang dibentuk oleh tubuh sebagai respon terhadap stimulasi antigenik (Michael 1988). Antibodi adalah molekul protein yang dihasilkan oleh sel plasma sebagai akibat interaksi antara limfosit B peka antigen dan antigen khusus (Tizard 1988). Semua molekul antibodi termasuk ke dalam kelas khusus protein serum yang disebut globulin, meskipun tidak semua globulin serum merupakan antibodi. Jadi, antibodi juga disebut imunoglobulin (Michael 1988). Antibodi yang dibentuk akibat reaksi terhadap suatu antigen akan berbeda susunan asam aminonya dengan antibodi terhadap antigen yang lain. Hal ini disebut sebagai spesivitas antibodi (Wibawan et al. 2003). Satu unit struktur antibodi adalah glikoprotein yang terdiri dari empat rantai polipeptida. Semua antibodi memiliki struktur yang sama yaitu dua rantai pendek (V L ) dan dua rantai panjang (V H ). kedua bentuk tersebut dihubungkan dengan bentuk kovalen (disulfida) (Darmono tanpa tahun). Imunoglobulin utama yang terdapat pada kuning telur ayam adalah Imunoglobulin Y (IgY) (Gambar 4). IgY memiliki beberapa sifat unik namun memiliki fungsi yang sama dengan IgG pada mamalia. IgG mamalia pengendapannya 7S dan berat molekulnya dalton sedangkan pada ayam pengedapannya 8S dan berat molekulnya dalton (Tizard 1988). IgY lebih berperan sebagai sistemik antibodi daripada sekretori antibodi, namun IgY dapat ditemukan dalam saluran pencernaan duodenum, trachea, dan seminal plasma. Mekanisme transfer IgY dari serum ke dalam kuning telur berlangsung seperti proses transfer antibodi lintas plasenta pada mamalia. IgY yang telah diproduksi oleh limfosit B akan mengalir dalam pembuluh darah ke seluruh bagian tubuh termasuk ke dalam ovarium. IgY didepositkan melalui jaringan arteri kecil ovarium-oosit ke dalam kuning telur sebagai bahan perlindungan bagi embrio yang akan berkembang (Carlander 2002).

8 11 Seperti protein pada umumnya, IgY juga mudah terdenaturasi. Menurut Soejoedono (2005), IgY pada kuning telur ayam hanya mampu bertahan pada suhu pemanasan dibawah 68,9 C. IgY dilaporkan mampu bertahan terhadap pemanasan 65 C selama 30 menit tetapi tidak tahan terhadap pemanasan 75 C selama 30 menit (Wibawan et al. 2009). IgY tahan terhadap ph diatas 4 namun pada ph 2 dengan suhu 37 C, aktivitas IgY akan menurun dengan cepat (Carlander 2002). IgY banyak dimanfaatkan sebagai imunisasi pasif untuk melawan penyakit berasal dari bakteri, virus, maupun antigen lainnya. Amaral et al. (2002) menyatakan bahwa IgY mampu menjadi imunisasi pasif terhadap EPEC pada ayam. IgY juga terbukti mampu menghambat perkembangan E. coli patogen dan Staphylococcus aureus penyebab mastitis pada sapi perah (Zhen et al. 2007; Zhen et al. 2008), koksidiosis pada ayam (Lee et al. 2009), dan virus White Spot Syndrome (WSS) pada udang (Lu et al. 2008). Selain itu, IgY dapat digunakan sebagai sumber antibodi alternatif dalam diagnosa penyakit IBD (Malmarugan et al. 2005). Gambar 4 Imunoglobulin Y ( Telur Asin Umumnya telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari dua minggu (Ginting 2007). Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan telur diantaranya adalah suhu, kelembaban dan mikroorganisme. Kerusakan telur selama penyimpanan biasanya ditandai dengan membesarnya kantong udara,

9 12 pengenceran putih telur dan lemahnya selaput kuning telur sehingga kuning telur memipih dan pecah yang mengakibatkan kuning telur menjadi bercampur dengan putih telur (Winarti dan Triyantini 2005). Oleh sebab itu, perlu dilakukan usaha pengawetan telur. Selain untuk memperpanjang daya simpan, tujuan pengawetan telur antara lain memperoleh hasil olahan sesuai keinginan, meningkatkan kualitas dan nilai jual, serta pemenuhan kebutuhan pasar (Hariadi 2010). Secara prinsip pengawetan telur adalah mencegah masuknya bakteri pembusuk ke dalam telur dan mencegah keluarnya air dari dalam telur. Pengawetan telur dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya melapisi kulit telur dengan pembungkus kering (dry packing), perendaman (immersion liquid), penutupan kulit telur dengan bahan pengawet (shell sealing), dan penyimpanan pada ruangan dingin (cool store). Telur asin adalah salah satu bentuk pengawetan immersion liquid. Telur asin adalah telur utuh yang diawetkan dengan adonan yang dibubuhi garam (Depristek 2000). Terdapat tiga cara pembuatan telur asin yaitu: (1) telur asin dengan adonan garam berbentuk padat atau kering, (2) telur asin dengan adonan garam ditambah ekstrak daun teh, (3) telur asin dengan adonan garam dan kemudian direndam dalam ekstrak atau cairan teh. Berat pada telur yang diasinkan akan meningkat karena terjadi penetrasi garam ke dalam telur. Proporsi putih telur semakin meningkat sedangkan proporsi kuning telur semakin menurun apabila semakin lama waktu pengasinan. Selain itu, pada albumin, semakin lama waktu pengasinan maka komposisi protein semakin menurun. Sebaliknya, pada kuning telur, komposisi protein dan lemak semakin meningkat. Komposisi abu meningkat dan kelembaban menurun pada albumin dan kuning telur (Kaewmanee et al. 2008). Agar Gel Precipitation Test Agar Gel Precipitation Test (AGPT) merupakan salah satu teknik immunodifusi yang bertujuan untuk menganalisis secara kualitatif dan kuantitatif keberadaan antibodi. Antigen yang diletakan disumur bagian tengah akan berdifusi ke sekitarnya, begitu juga dengan antibodi yang diletakkan di sumur sekelilingnya Antibodi yang digunakan akan berdifusi melalui gel agar menuju

10 13 antigen. Jika homolog maka akan terbentuk garis presipitasi pada daerah gel agar antara antigen-antibodi (Wibawan et al. 2009). Perbandingan konsentrasi antigen dan antibodi adalah faktor terpenting dalam reaksi presiptasi. Dalam campuran yang rasio antara antigen dan antibodi seimbang, akan terbentuk ikatan silang yang ekstensif dan terjadi pembentukan kisi-kisi. Kisi-kisi ini berkembang menjadi besar, tidak larut dan akhirnya mengendap. Ikatan kompleks antigen-antibodi yang mengendap dan terlihat sebagai garis berwarna putih ini disebut garis presipitasi (Tizard 1988). Wibawan et al. (2009) menyatakan bahwa reaksi presipitasi terjadi apabila titer IgY di atas 2 7. Hemagglutination Inhibition Test Secara bahasa hemagglutination inhibition dapat diartikan sebagai hambatan hemaglutinasi. Uji ini yang dapat dilakukan untuk mengidentifikasi virus-virus yang dapat mengaglutinasi sel darah merah (Siregar et al. 2006). Virus yang dapat mengaglutinasi sel darah merah misalnya ortho- dan paramyxovirus; alfa-, flavi-, dan bunyavirus; serta adeno-, reo-, parvo-, dan coronavirus (Tizard 1982). Penghambatan aglutinasi sel darah merah oleh virus dilakukan dengan cara virus diikat oleh antibodi yang homolog sehingga tidak dapat melekat pada reseptor membran sel darah merah dan aglutinasi sel darah merah tidak terjadi (Siregar et al. 2006). Prinsip kerja dari HI test ialah mereaksikan antigen dan antibodi dengan pengenceran tertentu sehingga dapat diketahui tingkat pengenceran antibodi yang dapat menghambat terjadinya aglutinasi eritrosit. Kemampuan suatu mikroba mengaglutinasi darah bersifat antigenik sehingga dapat menggertak antibodi spesifik. Antibodi tersebut memiliki kemampuan menghambat terjadinya aglutinasi darah yang disebabkan oleh hemaglutinin dari mikroba (Anonim 2008). Uji HI dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode alpha (α) dan metode beta (β). Metode alpha digunakan untuk mengidentifikasi jenis antigen, dalam metode ini antigen diencerkan secara seri sementara antibodi tidak diencerkan. Metode beta digunakan untuk menguji serta untuk mengidentifikasikan antibodi, menghitung titer antibodinya, dan menguji jenis

11 14 antigen. Pada metode ini yang diencerkan secara seri adalah antibodi. Metode ini harus melakukan uji Hemaglutinasi (HA) terlebih dahulu untuk membuat virus standar. Uji HI dapat dilakukan secara makro dan mikro titrasi tergantung volume reagen-reagen yang digunakan. Pada uji HI mikro titrasi hanya menggunakan masing-masing reagen sebanyak µl (ditunjukkan pada Gambar 5). Virus standar yang digunakan adalah 4 HAU (Hemagglutination Unit)/ 50 µl (Siregar et al. 2006). Gambar 5 Hasil HI Test (A: tidak terjadi aglutinasi, B: terjadi aglutinasi) (

DETEKSI IMUNOGLOBULIN Y PADA TELUR ASIN ANTI DIARE DAN FLU BURUNG DENGAN METODE AGAR GEL PRECIPITATION TEST

DETEKSI IMUNOGLOBULIN Y PADA TELUR ASIN ANTI DIARE DAN FLU BURUNG DENGAN METODE AGAR GEL PRECIPITATION TEST DETEKSI IMUNOGLOBULIN Y PADA TELUR ASIN ANTI DIARE DAN FLU BURUNG DENGAN METODE AGAR GEL PRECIPITATION TEST (AGPT) DAN HEMAGGLUTINATION INHIBITION TEST (HI TEST) WINDA MAYANG SARI FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Ayam yang diimunisasi dengan antigen spesifik akan memproduksi antibodi spesifik terhadap antigen tersebut dalam jumlah banyak dan akan ditransfer ke kuning telur (Putranto 2006).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Titrasi Virus Isolat Uji Berdasarkan hasil titrasi virus dengan uji Hemaglutinasi (HA) tampak bahwa virus AI kol FKH IPB tahun 3 6 memiliki titer yang cukup tinggi (Tabel ). Uji HA

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian

METODE PENELITIAN. Metode Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan, mulai Maret 2010 sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Terpadu Bagian Mikrobiologi Medik dan laboratorium Bakteriologi

Lebih terperinci

Morfologi dan Taksonomi Escherichia coli

Morfologi dan Taksonomi Escherichia coli Morfologi dan Taksonomi Escherichia coli Bakteri ini termasuk flora normal tubuh yang berbentuk batang pendek (kokobasil) berukuran 0,4-0,7 μm x 1,4 μm. Bersifat Gram negatif. E. coli memiliki 150 tipe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. 2004). Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hasil penelitian menunjukan bahwa penyakit ternak di Indonesia dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya, bakteri, virus, dan parasit. Dari ketiga faktor tersebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok

II. TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang tidak tercerna. Alat pencernaan itik termasuk ke dalam kelompok II. TINJAUAN PUSTAKA A. Usus Itik Semua saluran pencernaan hewan dapat disebut sebagai tabung dari mulut sampai anus, yang memiliki fungsi untuk mencerna, mengabsorbsi, dan mengeluarkan sisa makanan yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tomat dapat dijadikan sebagai bahan dasar kosmetik atau obat-obatan. Selain 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Tomat Tanaman tomat merupakan komoditas yang multiguna. Tidak hanya berfungsi sebagai sayuran dan buah saja, tomat juga sering dijadikan pelengkap bumbu, minuman

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh

BAB II TUJUAN PUSTAKA. jalan seperti es dawet, es kelapa muda, dan es rumput laut. Pecemaran oleh BAB II TUJUAN PUSTAKA A. ES JUS Es Jus merupakan salah satu bentuk minuman ringan yang dapat langsung diminum sebagai pelepas dahaga. Es Jus terbuat dari beberapa bahan antara lain es batu,buah,,sirup,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Escherichia coli adalah sebagai berikut:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Taksonomi Escherichia coli adalah sebagai berikut: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Escherichia coli Taksonomi Escherichia coli adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Familia Genus : Bacteria : Proteobacteria : Gamma Proteobacteria : Enterobacteriales

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Diare dan Penyebabnya

TINJAUAN PUSTAKA Diare dan Penyebabnya 4 TINJAUAN PUSTAKA Diare dan Penyebabnya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan, negara-negara berkembang khususnya di Asia Tenggara perlu lebih memperhatikan kasus diare dan pneumonia dalam program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mayarakat secara umum harus lebih memberi perhatian dalam pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif,

II. TINJAUAN PUSTAKA. motil, tidak membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob, katalase positif, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aeromonas salmonicida 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi A. salmonicida A. salmonicida merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang pendek, tidak motil, tidak membentuk spora,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Daging Sapi Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya pencegahan dan pengobatan berbagai jenis penyakit yang ditimbulkan oleh mikroorganisme patogen seperti virus dan bakteri sangat perlu mendapat perhatian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat 21 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, mulai Maret sampai dengan Agustus 2010 di laboratorium Mikrobiologi Medis, laboratorium Terpadu unit pelayanan mikrobiologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Geografis Kecamatan Abiansemal adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Badung Utara, berbatasan dengan Kecamatan Petang disebelah Utara, Kabupaten Gianyar disebelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging

BAB I PENDAHULUAN. komoditas ternak yang memiliki potensi cukup besar sebagai penghasil daging BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi merupakan hewan berdarah panas yang berasal dari famili Bovidae. Sapi banyak dipelihara sebagai hewan ternak. Ternak sapi merupakan salah satu komoditas ternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi IgY Anti Salmonella Enteritidis pada Telur Ayam Antibodi spesifik terhadap S. Enteritidis pada serum ayam dan telur dideteksi dengan menggunakan uji agar gel presipitasi

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella sp. 2.1.1 Klasifikasi Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C termasuk famili Enterobacteriaceae, ordo Eubacteriales, kelas Schizomycetes

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Campylobacter jejuni

TINJAUAN PUSTAKA Campylobacter jejuni 5 TINJAUAN PUSTAKA Campylobacter jejuni Taksonomi dan nomenklatur dari genus Campylobacter diperbaharui pada tahun 1991. Genus Campylobacter memiliki 16 spesies dan 6 subspesies (Ray & Bhunia 2008). Campylobacter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong

BAB I PENDAHULUAN. influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Avian influenza (AI) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe A termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus AI tergolong virus RNA (Ribonucleic acid)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sosis 1. Pengolahan sosis Bahan dasar sosis adalah daging giling, dan bahan tambahan antara lain bumbu bawang merah, bawang putih, jahe, garam halus, tapioka, minyak, penyedap,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti

Lebih terperinci

PATOGENISITAS MIKROORGANISME

PATOGENISITAS MIKROORGANISME PATOGENISITAS MIKROORGANISME PENDAHULUAN Pada dasarnya dari seluruh m.o yg terdapat di alam, hanya sebagian kecil saja yg patogen maupun potensial patogen. Patogen adalah organisme yg menyebabkan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya, masyarakat hanya mengetahui bahwa telur ayam merupakan sumber protein hewani pelengkap gizi pada makanan, dan sebagian menggunakannya sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009)

TINJAUAN PUSTAKA. (a) (b) (c) (d) Gambar 1. Lactobacillus plantarum 1A5 (a), 1B1 (b), 2B2 (c), dan 2C12 (d) Sumber : Firmansyah (2009) TINJAUAN PUSTAKA Lactobacillus plantarum Bakteri L. plantarum termasuk bakteri dalam filum Firmicutes, Ordo Lactobacillales, famili Lactobacillaceae, dan genus Lactobacillus. Lactobacillus dicirikan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Serum dan Kuning Telur Hasil AGPT memperlihatkan pembentukan garis presipitasi yang berwarna putih pada pengujian serum dan kuning telur tiga dari sepuluh ekor ayam yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging,

I. PENDAHULUAN. Produk yang dihasilkan oleh itik yang bernilai ekonomis antara lain: telur, daging, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Itik merupakan salah satu unggas penting yang diternakkan di Indonesia. Ternak ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dengan produk yang dihasilkannya. Produk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai salah satu dari tujuh negara yang memiliki keanekaragaman hayatinya terbesar kedua setelah Brazil. Kondisi tersebut tentu sangat potensial

Lebih terperinci

BIOKIMIA Kuliah 2 KARBOHIDRAT

BIOKIMIA Kuliah 2 KARBOHIDRAT BIOKIMIA Kuliah 2 KARBOHIDRAT 1 2 . 3 . 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Biokimia Kuliah 2 POLISAKARIDA 17 POLISAKARIDA Sebagian besar karbohidrat dalam bentuk polisakarida. Suatu polisakarida berbeda

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Kuta Selatan terletak di selatan Kabupaten Badung tepatnya pada 8º

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Kuta Selatan terletak di selatan Kabupaten Badung tepatnya pada 8º BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Geografis Kecamatan Kuta Selatan Kecamatan Kuta Selatan terletak di selatan Kabupaten Badung tepatnya pada 8º46 58.7 LS dan 115º05 00-115º10 41.3 BT, berada pada ketinggian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini kajian ilmiah terhadap kejadian penyakit yang disebabkan oleh agen yang bersifat patogen merupakan prioritas utama untuk dilakukan pada bidang kesehatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Makanan dan minuman merupakan kebutuhan primer bagi manusia sebagai penghasil energi yang digunakan tubuh dalam melakukan aktivitas demi kelangsungan hidupnya. Ada berbagai jenis

Lebih terperinci

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING

Deskripsi. IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO PADA ANJING 1 I Gst Ayu Agung Suartini(38) FKH - Universitas Udayana E-mail: gaa.suartini@gmail.com Tlf : 081282797188 Deskripsi IMUNOGLOBULIN YOLK (IgY) ANTI Canine parvovirus MURNI UNTUK TERAPI INFEKSI VIRUS PARVO

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN

METODELOGI PENELITIAN 17 METODELOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner FKH IPB, kandang hewan percobaan

Lebih terperinci

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B RHINOVIRUS: Bila Anda sedang pilek, boleh jadi Rhinovirus penyebabnya. Rhinovirus (RV) menjadi penyebab utama dari terjadinya kasus-kasus flu (common cold) dengan presentase 30-40%. Rhinovirus merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri-ciri Salmonella sp. Gambar 1. Mikroskopis kuman Salmonella www.mikrobiologi Lab.com) sp. (http//. Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Escherichia coli BAB II TINJAUAN PUSTAKA Escherichia coli merupakan bakteri komensal yang dapat bersifat patogen, bertindak sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas diseluruh dunia (Tenailon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Susu merupakan salah satu sumber protein yang baik dikonsumsi oleh manusia, baik dalam bentuk segar maupun sudah diproses dalam bentuk produk. Susu adalah bahan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan susu hasil sekresi dari payudara setelah ibu melahirkan. ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan tanpa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur . Sistem Kekebalan pada Ayam 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam peliharaan merupakan hasil domestikasi dari ayam hutan yang ditangkap dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan kepada manusia melalui makanan (Suardana dan Swacita, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan kepada manusia melalui makanan (Suardana dan Swacita, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Foodborne disease adalah penyakit yang ditularkan lewat makanan, dengan ciri berupa gangguan pada saluran pencernaan dengan gejala umum sakit perut, diare dan atau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. xvii

TINJAUAN PUSTAKA. xvii xvii TINJAUAN PUSTAKA Daging Ayam Karkas ayam adalah bobot tubuh ayam setelah dipotong dikurangi kepala, kaki, darah, bulu serta organ dalam. Persentase bagian yang dipisahkan sebelum menjadi karkas adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini jenis sampel diambil berupa serum dan usap kloaka yang diperoleh dari unggas air yang belum pernah mendapat vaksinasi AI dan dipelihara bersama dengan unggas

Lebih terperinci

Rickettsia prowazekii

Rickettsia prowazekii Rickettsia prowazekii Nama : Eva Kristina NIM : 078114026 Fakultas Farmasi Sanata Dharma Abstrak Rickettsia prowazekii adalah bakteri kecil yang merupakan parasit intraseluler obligat dan ditularkan ke

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare adalah buang air besar (defekasi) yang berbentuk tinja cair atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare adalah buang air besar (defekasi) yang berbentuk tinja cair atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare adalah buang air besar (defekasi) yang berbentuk tinja cair atau setengah cair dengan kandungan air tinja lebih dari 200ml perhari atau buang air besar (defekasi)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat TINJAUAN PUSTAKA Bakteri Asam Laktat Sifat yang terpenting dari bakteri asam laktat adalah memiliki kemampuan untuk memfermentasi gula menjadi asam laktat. Berdasarkan tipe fermentasi, bakteri asam laktat

Lebih terperinci

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air

4 Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin larut lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air TINJAUAN PUSTAKA Telur Telur merupakan bahan pangan asal hewan yang mempunyai daya pengawet alamiah yang paling baik, karena memiliki suatu pelindung kimia dan fisis terhadap infeksi mikroba. Mekanisme

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari keberadaan mikroorganisme. Lingkungan di mana manusia hidup terdiri dari banyak jenis dan spesies mikroorganisme. Mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjaga kebersihan tangan merupakan salah satu cara untuk mencegah penyebaran infeksi melalui jalan fecal-oral, seperti diare. Diare didefinisikan sebagai buang air

Lebih terperinci

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus AgroinovasI Waspadailah Keberadaan Itik dalam Penyebaran Virus Flu Burung atau AI Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus penyakit flu burung, baik yang dilaporkan pada unggas

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN.. HALAMAN PENGESAHAN.. RIWAYAT HIDUP.. i ABSTRAK... ii ABSTRACT.. iii UCAPAN TERIMAKASIH. iv DAFTAR ISI....... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat mutu susu segar menurut SNI tentang Susu Segar 4 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Susu Susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam subfamily Paramyxovirinae, family Paramyxoviridae (OIE, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Newcastle Disease (ND) atau penyakit tetelo disebabkan oleh strain virulen avian Paramyxovirus serotipe tipe 1 (AMPV-1) dari genus Avulavirus yang termasuk dalam subfamily

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk.,

PENDAHULUAN. Latar Belakang. dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., PENDAHULUAN Latar Belakang Tortikolis adalah gejala yang umum terlihat di berbagai jenis unggas yang dapat disebabkan oleh kausa infeksius, non-infeksius dan nutrisional (Ali dkk., 2014). Menurut Capua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan masalah yang paling banyak dijumpai pada kehidupan sehari-hari. Kasus infeksi disebabkan oleh bakteri atau mikroorganisme patogen yang masuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Escherich 1885) dengan seluruh patogenitasnya di infeksi saluran pencernaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Escherich 1885) dengan seluruh patogenitasnya di infeksi saluran pencernaan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Escherichia coli Escherichia coli pertama kali diidentifikasikan oleh dokter hewan Jerman, Theodor Escherich dalam studinya mengenai sistem pencernaan pada bayi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Adonis Fitness pada tanggal 2-9 Agustus 2016 dan dilakukan di Sanggar Senam Adinda pada tanggal 16-30 Agustus

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Salah Satu Manajemen Perkandangan pada Peternakan Ayam Broiler.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Salah Satu Manajemen Perkandangan pada Peternakan Ayam Broiler. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peternakan Ayam Broiler Ayam ras pedaging disebut juga broiler, yang merupakan jenis ras unggulan hasil persilangan bangsa-bangsa ayam yang memiliki daya produktivitas tinggi, terutama

Lebih terperinci

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae

UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK TANAMAN PUTRI MALU (Mimosa pudica) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella dysentriae SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Prodi Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar karena makanan adalah sumber energi manusia. Makanan yang dikonsumsi manusia mempunyai banyak jenis dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan antibodi sebagai respon terhadap vaksinasi dapat dideteksi melalui pengujian dengan teknik ELISA. Metode ELISA yang digunakan adalah metode tidak langsung. ELISA

Lebih terperinci

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN

KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN KERACUNAN PANGAN AKIBAT BAKTERI PATOGEN Pangan merupakan kebutuhan esensial bagi setiap manusia untuk pertumbuhan maupun mempertahankan hidup. Namun, dapat pula timbul penyakit yang disebabkan oleh pangan.

Lebih terperinci

: Vibrio vulnificus. Klasifikasi

: Vibrio vulnificus. Klasifikasi Vibrio vulnificus Vibrio vulnificus merupakan bakteri yang relatif baru dalam identifikasinya sebagai bakteri yang patogen bagi manusia. Bakteri ini ditemukan sebagai patogen di tiram pada tahun1976 dan

Lebih terperinci

Rickettsia typhi Penyebab Typhus Endemik

Rickettsia typhi Penyebab Typhus Endemik Rickettsia typhi Penyebab Typhus Endemik (Manda Ferry Laverius/078114010) Penyakit typhus disebabkan oleh beragai macam bakteri. Meskipun penyakit ini memiliki kesamaan ciri secara umum, namun typhus dapat

Lebih terperinci

Mamah: susuku tercemar!

Mamah: susuku tercemar! Mamah: susuku tercemar! ABSTRAK Akhir-akhir ini marak diberitakan tentang susu bubuk formula bayi tercemar bakteri. Bakteri yang marak diperbincangkan tersebut adalah Enterobacter sakazakii (dibaca: enterobakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di

BAB I PENDAHULUAN. Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letak geografis Kecamatan Kuta Selatan berada di ketinggian sekitar 0-28 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Kuta Selatan sejak tahun 2013 masih mempunyai beberapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara

TINJAUAN PUSTAKA. melindungi kebersihan tangan. Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Higienis dan Sanitasi Higienis adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli

BAB I PENDAHULUAN. Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali merupakan salah satu bangsa sapi asli Indonesia dan keturunan asli banteng dan telah mengalami proses domestikasi. Sapi bali telah tersebar di seluruh wilayah

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. sayap (terbang) yang berbentuk membran. Hanya sesekali bergerak

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. sayap (terbang) yang berbentuk membran. Hanya sesekali bergerak BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lalat Lalat adalah insekta yang lebih banyak bergerak menggunakan sayap (terbang) yang berbentuk membran. Hanya sesekali bergerak menggunakan kakinya. Oleh karenanya daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi adalah hewan ternak yang merupakan famili Bovidae dari subfamili

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi adalah hewan ternak yang merupakan famili Bovidae dari subfamili BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sapi Sapi adalah hewan ternak yang merupakan famili Bovidae dari subfamili Bovinae. Sapi banyak dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bangsa ( breed) sapi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit Avian Influenza (AI) adalah salah satu penyakit infeksi penting yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi (Wibowo, 2014). Hal ini disebabkan adanya kematian yang tinggi

Lebih terperinci

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI DIARE

DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI DIARE DETEKSI KEBERADAAN ANTIBODI ANTI DIARE (Escherichia coli dan Salmonella Enteritidis) DAN ANTI FLU BURUNG (H5N1) PADA KUNING TELUR AYAM ISA BROWN YANG DIBERI PERLAKUAN PEMANASAN BERTINGKAT TRI YULIANTI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bakteriofage

TINJAUAN PUSTAKA Bakteriofage TINJAUAN PUSTAKA Bakteriofage Bakteriofage merupakan virus yang menginfeksi bakteri, ditemukan secara terpisah oleh Frederick W. Twort di Inggris pada tahun 1915 dan oleh Felix d Herelle di Institut Pasteur

Lebih terperinci

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar.

b. Bahan pangan hewani bersifat lunak dan lembek sehingga mudah terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar. pengertian Bahan Pangan Hewani dan Nabati dan pengolahannya Secara garis besar, bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu bahan pangan asal tumbuhan (nabati) dan bahan pangan asal hewan (hewani).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

Proses Penyakit Menular

Proses Penyakit Menular Proses Penyakit Menular Bagaimana penyakit berkembang? Spektrum penyakit Penyakit Subklinis (secara klinis tidak tampak) Terinfeksi tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda penyakit; biasanya terjadi perubahan

Lebih terperinci

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea)

3. HASIL PENELITIAN Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) 3. HASIL PENELITIAN 3.1. Acar Kubis Putih (Brassica oleracea) Bahan utama yang digunakan sebagai substrat untuk proses fermentasi acar ini adalah kubis putih yang berasal dari daerah Getasan, Kopeng (Gambar

Lebih terperinci

Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Umumnya tipe ini ditemukan pada burung dan unggas. Kasus penyebaran :

Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Umumnya tipe ini ditemukan pada burung dan unggas. Kasus penyebaran : !!"!!#$ Dewasa ini virus H5N1 atau yang lazim dikenal sebagai virus flu burung (Avian Influenza) telah mewabah dimana mana. Virus ini pada awalnya hanya menginfeksi unggas. Namun akhir akhir ini diberitakan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap total protein darah ayam Sentul dapat dilihat pada Tabel 6.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Hayati et al., 2010). Tanaman ini dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5-10 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Potensi Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi Linn) merupakan salah satu jenis tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Foodborne Disease

TINJAUAN PUSTAKA Foodborne Disease TINJAUAN PUSTAKA Foodborne Disease Foodborne disease adalah suatu penyakit ditimbulkan akibat mengonsumsi makanan atau minuman yang tercemar. Foodborne disease disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya peningkatan sistem kekebalan tubuh terhadap serangan berbagai virus atau antigen spesifik lainnya dewasa ini sangat perlu mendapat perhatian serius.

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Porphyridium cruentum

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Porphyridium cruentum 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Porphyridium cruentum Porphyridium cruentum adalah mikroalga merah bersel satu yang termasuk kelas Rhodophyceae, hidup bebas atau berkoloni yang terikat

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

Nama : Tiwi Anggraini NIM : Kelas : C PENYAKIT LEGIONAIRE

Nama : Tiwi Anggraini NIM : Kelas : C PENYAKIT LEGIONAIRE Nama : Tiwi Anggraini NIM : 078114106 Kelas : C PENYAKIT LEGIONAIRE Pada tahun 1976, dunia digemparkan oleh penyakit misterius yang menyerang 221 orang anggota konvensi American Legion di Philadelphia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini masyarakat dunia dan juga Indonesia mulai mengutamakan penggunaan obat secara alami (back to nature). Pemanfaatan herbal medicine ramai dibicarakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agustine(2008) kerang hijau (green mussels) diklasifikasikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Agustine(2008) kerang hijau (green mussels) diklasifikasikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerang Hijau (Perna viridis) 1. Klasifikasi Menurut Agustine(2008) kerang hijau (green mussels) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Mollusca Class

Lebih terperinci

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN

ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN ASPEK MIKROBIOLOGIS PENGEMASAN MAKANAN Anna Rakhmawati,M.Si Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY Email:anna_rakhmawati@uny.ac.id Bahan makanan merupakan salah satu kebutuhan primer manusia yang penting

Lebih terperinci