Penerapan Konseling Kelompok Realita untuk Meningkatkan Disipin Belajar Siswa. Elly Nur Syavanah 1 dan Najlatun Naqiyah 2

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penerapan Konseling Kelompok Realita untuk Meningkatkan Disipin Belajar Siswa. Elly Nur Syavanah 1 dan Najlatun Naqiyah 2"

Transkripsi

1 Penerapan Konseling Kelompok Realita untuk Meningkatkan Disipin Belajar Siswa Elly Nur Syavanah 1 dan Najlatun Naqiyah 2 Abstrak : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan disiplin belajar setelah diberi konseling kelompok realita. Dalam penerapan konseling kelompok realita ini menggunakan intervensi model WDEP yang terdiri dari 4 tahap yaitu : yaitu tahap eksplorasi kebutuhan (wants), tahap tindakan (doing), tahap evaluation, tahap perencanaan (planning). Penelitian ini termasuk jenis pre test-post test one group design. Alat pengumpul data yang digunakan adalah angket untuk mendapatkan data disiplin belajar siswa yang rendah, dokumentasi dan wawancara sebagai data pelengkap yang digunakan untuk mengetahui perubahan perilaku disiplin belajar siswa setelah diberikan perlakuan. Subjek dalam penelitian ini adalah 5 siswa kelas XI IS 1 SMA Negeri 1 Manyar yang memiliki disiplin belajar kategori rendah. Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik non parametik dengan menggunakan uji tanda (sign test). Hasil analisis uji tanda (sign test) menunjukkan bahwa peningkatan skor disiplin belajar siswa setelah diberikan perlakuan konseling kelompok realita dengan menggunakan intervensi model WDEP signifikan, karena ρ = 0,031 memiliki harga yang lebih kecil dari α = 0,05, dengan demikian H 0 ditolak dan H a diterima. Sehigga dapat disimpulkan bahwa penerapan konseling kelompok realita dapat meningkatkan disiplin belajar siswa. Kata kunci : Konseling Kelompok Realita, dan Disiplin Belajar Siswa Pendahuluan 1 Alumnus Prodi BK FIP Unesa 2 Staf Pengajar Prodi BK FIP Unesa

2 Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan formal memiliki tujuan yang sama dengan tujuan pendidikan nasional. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 yaitu : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, sehat, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Banyak faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan pendidikan baik faktor dari peserta didik maupun dari pihak sekolah. Salah satu faktor yang berasal dari peserta didik yaitu disiplin belajar yang rendah, yakni perilaku siswa yang tidak mematuhi peraturan dan kurang tanggung jawab dalam kegiatan belajar mengajar. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan pendidikan salah satunya dengan meningkatkan disiplin belajar para peserta didik. Menurut Widodo (2009), Bentuk indisipliner siswa antara lain, perilaku membolos, terlambat masuk sekolah, ribut di kelas, ngobrol di kelas saat guru sedang menjelaskan mata pelajaran, tidak mengenakan atribut sekolah secara lengkap, dan menyontek. Brown dan Brown dalam (Sudrajat, 2008) mengelompokkan beberapa penyebab perilaku siswa yang indisiplin, antara lain: perilaku tidak disiplin bisa disebabkan oleh guru, kondisi sekolah yang kurang menyenangkan, kurang teratur, siswa yang berasal dari keluarga yang broken home, kurikulum yang tidak terlalu kaku, tidak atau kurang fleksibel, terlalu dipaksakan dan lainlain bisa menimbulkan perilaku yang tidak disiplin, dalam proses belajar mengajar pada khususnya dan dalam proses pendidikan pada umumnya. Tentu saja, semua itu membutuhkan upaya pencegahan dan penanggulanggannya. Perilaku indisiplin siswa tersebut apabila dibiarkan akan membawa dampak yang kurang menguntungkan terhadap prestasi belajar maupun sikap mental para siswa, ketidakdisiplinan akan mengganggu pembelajaran sehingga berpengaruh terhadap kurang berkembangnya prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, agar proses belajar mengajar berjalan lancar salah satu upaya yaitu, dengan meningkatkan disiplin belajar pada peserta didik. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan guru BK di SMA Negeri 1 Manyar pada tahun ajaran , bahwasanya sebanyak 40% dari jumlah seluruh siswa ± orang mengalami disiplin belajar yang rendah. Dari keterangan guru BK, masih banyak siswa terkesan kurang serius bahkan kadang terkesan belajar semaunya sendiri dalam mengikuti pelajaran. Hal ini dapat diketahui pada saat pelajaran belangsung banyak siswa yang datang terlambat dalam masuk kelas, tidak pernah mencatat, suka ngobrol dengan teman, siswa tidak mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru karena sibuk mengerjakan PR bidang studi yang lain, lambat dalam mengumpulkan tugas maupun PR. Perilaku tersebut timbul karena banyaknya penyebab, misalnya aktifitas siswa yang menyebabkan rasa letih dan jenuh sehingga dalam

3 menerima pelajaran siswa malas dan kurang serius, siswa tidak suka dengan guru bidang studi tertentu, adanya rasa takut dan menganggap pelajaran tertentu sulit dan lain sebagainya. Hal ini dikarenakan kurangnya tanggung jawab dan kesadaran siswa akan pentingnya belajar, siswa kurang mengarahkan dan mengendalikan perilaku yang menyimpang dari kegiatan belajar. Dan akibatnya prestasi belajar siswa menurun dan proses belajar siswa terganggu. Siswa yang disiplin belajarnya rendah ini membutuhkan pemahaman diri agar mereka sadar dan bisa bertanggung jawab serta merubah perilakunya agar dapat disiplin belajar. Maka dari itu perilaku disiplin belajar rendah ini membutuhkan intervensi secara intensif ataupun khusus. Konseling kelompok adalah salah satu upaya bantuan kepada peserta didik dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan dan diarahkan kepada pemberian kemudahan dalam rangka perkembangan dan pertumbuhannya. Intervensi melalui konseling kelompok, dapat dilaksanakan dengan berbagai pendekatan, salah satunya melalui pendekatan realita. Pendekatan realita adalah salah satu pendekatan konseling yang memfokuskan pada tingkah laku sekarang, (Corey, 2007:264). Konseling realita menyiratkan bahwa masing-masing orang memikul tanggung jawab untuk menerima konsekuensi-konsekuensi dari tingkah lakunya sendiri. Menurut Mappiare (2006), konseling realita memusatkan pada pentingnya 3-R, yakni tanggung jawab klien (Responbility=R), norma dan nilai sosial yang dapat jadi milik individu melalui internalissai (Rights=R) dan kenyataan dunia dimana individu bertingkah laku (Reality=R). Diharapkan konseling kelompok realita dapat digunakan untuk menolong individu dalam mengontrol hidupnya agar menjadi lebih baik, dapat belajar bertingkahlaku secara realistik dan bertanggung jawab. Melihat permasalahan yang ada di SMA Negeri 1 Manyar, dimana setiap harinya masih terdapat siswa yang tidak disiplin belajar, sehingga perilaku tidak disiplin belajar siswa di SMA Negeri 1 Manyar merupakan permasalahan yang membutuhkan intervensi secara khusus. Berdasarkan paparan tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Apakah penerapan konseling kelompok realita dapat meningkatkan disiplin belajar siswa kelas XI IS1 SMA Negeri 1 Manyar? Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji penerapan konseling kelompok realita dalam meningkatkan disiplin belajar siswa. Disiplin Belajar Menurut Gie arti dari disiplin belajar adalah melaksanakan pedoman-pedoman yang baik di dalam usaha belajar dengan penerapan cara belajar yang baik. Kartono (1985:205), menyatakan bahwa disiplin adalah sifat bertanggung jawab seseorang terhadap suatu peraturan-peraturan. Hurlock menyebutkan bahwa tujuan pemberian disiplin adalah untuk memberitahu atau mengajarkan individu perilaku mana yang baik dan mana yang buruk sehingga individu terdorong untuk berperilaku sesuai dengan peraturan hyang ada.

4 Gunarsa (1995:136) meyatakan fungsi utama disiplin adalah untuk mengajarkan individu mengendalikan diri dengan mudah, menghormati, dan mematuhi8 otoritas. Hurlock juga menyatakan bahwa disiplin dapat dibagi menjadi tiga macam, antara lain : 1) Disiplin Belajar Otoriter, 2) Disiplin Belajar Permisif, 3) Disiplin Belajar Demokratis Selain itu disiplin terdiri dari empat unsur yaitu : Peraturan adalah pola yang ditetapkan untuk tingkah laku. (2) Hukuman diberikan kepada seseorang karena suatu kesalahan, perlawanan atau pelanggaran sebagai ganjaran atau pembalasan. (3) Penghargaan merupakan setiap bentuk penghargaan untuk suatu hasil yang baik. (4) Konsistensi berarti tingkat keseragaman atau stabilitas. Disiplin yang konstan akan mengakibatkan tiadanya perubahan untuk menghadapi kebutuhan perkembangan yang berubah. Gie menyatakan ciri-ciri siswa yang memiliki disiplin belajar yang baik, yaitu : (1) Mencurahkan perhatian penuh. (2) Membaca buku secara tekun. (3) Mengikuti kegiatan pembelajaran dengan tertib. (4) Mencatatat bahan bacaan secara rapi. (5) Mengelola waktu belajar secara teratur, dan (6) Mengendalikan diri agar dapat melaksanakan semua tugas belajar disekolah dengan baik. Dengan demikian, berdasarkan definisi dari disiplin dan belajar di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin belajar adalah sikap siswa yang secara suka rela dan tanggung jawab untuk memenuhi semua ketaatan, peraturan dan tata tertib yang berlaku, dan dapat mengontrol tingkah lakunya dengan menerapkan cara belajar yang baik, sehingga hasil belajar atau prestasi yang diinginkan dapat tercapai. 2. Konseling Kelompok Realita Konseling kelompok adalah suatu bentuk konseling dengan memanfaatkan kelompok untuk membantu, memberikan umpan balik (feedback) dan pengalaman belajar dimana dalam prosesnya menggunakan prinsip-prinsip dinamika kelompok (group dynamic), (Latipun). Menurut Mappiare (2006), konseling realita memusatkan pada pentingnya 3-R, yakni tanggung jawab klien (Responbility=R), norma dan nilai sosial yang dapat jadi milik individu melalui internalisasi (Rights=R) dan kenyataan dunia dimana individu bertingkah laku (Reality=R). Konsep utama konseling realita menurut pandangan Glesser (dalam Fauzan & Sudjiono, 1991) secara ringkas dikemukakan sebagai berikut : (a) Manusia adalah makhluk rasional (Rational Being), (b) Manusia memiliki potensi dan dorongan untuk belajar dan tumbuh (grow force), (c) Manusia memiliki kebutuhan dasar (basic needs) (c) Manusia memerlukan hubungan dengan orang lain, (d) Manusia mempunyai motivasi dasar untuk mendapat idenstitas diri yang sukses (succes identity)(e) Manusia selalu menilai tingkah lakunya. (f) Dalam memenuhi kebutuhannya, manusia terikat pada 3-R (responbility, reality, dan right. Menurut Corey (2007:265), Ciri-ciri terapi realita adalah sebagai berikut (a) Menolak adanya konsep sakit mental pada setiap individu, tetapi yang ada adalah perilaku tidak bertanggungjawab tetapi masih dalam taraf mental yang sehat. (b) Berfokus pada tingkah laku sekarang dan menekankan bahwa perubahan sikap mengikuti perubahan tingkah laku. (c)

5 Berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau. (d) Menekankan pertimbanganpertimbangan nilai. (e) Tidak menegaskan transfer dalam rangka usaha mencari kesuksesan. (f) Menekankan aspek kesadaran dari konseli yang harus dinyatakan dalam perilaku tentang apa yang harus dikerjakan dan diinginkan oleh konseli. (g) Menekankan konsep tanggung jawab agar konseli dapat berguna bagi dirinya dan bagi orang lain melalui perwujudan perilaku nyata. Sedangkan yang dikemukakan oleh Corey, tujuan konseling realita adalah membuat anggota kelompok untuk dapat membuat keputusan nilai tentang perilaku mereka dan dalam memutuskan rencana tindakan untuk berubah, (Fauzan dan Sudjiono). Dari pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok realita adalah salah satu bentuk konseling dalam suasana kelompok yang berfokus pada tingkah laku sekarang dengan menekankan pada proses pemenuhan kebutuhan individu saat ini, untuk menolong individu dalam mengontrol hidupnya agar menjadi lebih baik, dapat bertingkah laku secara realistik dan bertanggung jawab. Tahap-Tahap Konseling Kelompok menurut Nursalim yang mengutip pendapat Prayitno, yang meliputi : 1. Tahap Pembentukan a. Mengungkapkan pengertian dan tujuan kegiatan kelompok dalam rangka konseling kelompok b. Menjelaskan cara-cara dan asasasas kegiatan kelompok c. Saling memperkenalkan dan mengungkapkan diri d. Teknik khusus e. Permainan penghangatan / pengakraban 2. Tahap Peralihan a. Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya b. Menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya c. Membahas suasana yang terjadi d. Meningkatkan kemampuan keikutsertaan anggota e. Kalau perlu, kembali ke beberapa aspek tahap pertama (tahap pembentukan) 3. Tahap Kegiatan a. Masing-masing anggota secara bebas mengutarakan masalah atau topik pembahasan b. Menetapkan masalah atau topik yang akan dibahas terlebih dahulu c. Anggota membahas masingmasing topik secara mendalam dan tuntas d. Kegiatan selingan 4. Tahap Pengakhiran a. Pemimpin kelompok mengutarakan bahwa kegiatan segera diakhiri b. Pemimpin dan anggota kelompok mengutarakan kesankesan dan hasil kegiatan c. Membahas kegiatan lanjutan d. Mengutarakan kesan dan harapan. Sistem intervensi dalam konseling realitas yang dikembangkan oleh Wubbolding (1991) disebut dengan akronin W-D-E-P. Menurut Loekmono, Intervensi WDEP dalam konseling realitas, yang meliputi : a. W = Want, adalah kegiatan untuk menjelajahi keinginan dan persepsi konseli. Menolong konseli untuk merumuskan apa yang diinginkan

6 dan bagian ini adalah bagian yang penting dalam konseling realitas. b. D = Doing, adalah kegiatan menjelajahi tindakan, perbuatan, pikiran dan perasaan konseli. c. E = Evaluation, adalah kegiatan membantu konseli untuk mengevaluasi diri. d. P = Plans, adalah kegiatan menolong konseli untuk membuat rencana tindakan. Tahap-tahap Konseling Realita dalam meningkatkan disiplin belajar siswa 1. Tahap Pembentukan Dalam Tahap pembentukan ini konselor akan melakukan pembukaan dengan cara: a. Menerima secara terbuka dan mengucapkan terima kasih b. Berdoa c. Menjelaskan pengertian konseling kelompok d. Menjelaskan tujuan konseling kelompok e. Menjelaskan cara-cara dan asasasas dalam konseling kelompok yakni asas kerahasiaan, kesukarelaan, kegiatan, keterbukaan dan kenormatifan. Seperti perlunya menjaga kedisiplinan, hadir dalam setiap pertemuan, menjaga rahasia teman dan sebagainya. f. Melaksanakan perkenalan dan permainan penghangat. 2. Tahap Peralihan a. Menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya. b. Menawarkan atau mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap selanjutnya. 3. Tahap Kegiatan Dalam tahap ini kelompok membahas hal-hal yang bersifat nyata dan benar-benar sedang mereka alami dan mengarah kepada pencapaian tujuan. a. Pengemukaan Permasalahan. Konselor meminta setiap anggota untuk mengemukakan persoalan b. Pemilihan masalah. Kelompok menentukan masalah mana yang akan dibahas terlebih dahulu. c. Pembahasan Masalah. Konselor membahas masalah tiap anggota dengan menggunakan teknik realita dengan menggunakan model WDEP yang meliputi : - W = Want, konselor menjelajahi keinginan dan persepsi konseli. Dalam hal ini konselor membantu klien mengetahui harapan atau keinginan klien saat ini. - D = doing, konselor menjelajahi tindakan, perbuatan, pikiran dan perasaan klien. Dalam hal ini konselor lebih memusatkan perhatian pada perilaku, pikiran dan perasaan klien saat ini yang indisiplin dalam belajar. Dalam kasus semacam ini, konselor berusaha menghubungkan dengan fungsi saat ini dengan menanyakan kepada konseli apa yang telah klien perbuat untuk menguranginya atau alternatif apa yang dapat atau mungkin dipilih dalam situasi ini. - E = Evaluation, konselor membantu konseli untuk mengevaluasi diri. Setelah membahas perilaku klien yang sekarang (tidak disiplin belajar), konselor mengajak klien untuk mengevaluasi perilaku mereka yang

7 indisiplin belajar, bertanggung jawab atau tidak, perilakunya merugikan diri sendiri atau tidak. - P = Plans, konselor menolong konseli untuk membuat rencana tindakan. Setelah klien memberikan penilaian dan membuat keputusan atas perilakunya yang indisiplin belajar, konselor membantu mereka membuat perencanaan untuk mengubah perilaku mereka lebih disiplin belajar dan bertanggung jawab. 4. Tahap Pengakhiran a. Menjelaskan bahwa kegiatan konseling kelompok sudah dapat diakhiri b. Anggota kelompok mengutarakan kesan dan hasil setelah melakukan konseling kelompok c. Membahas kegiatan lanjutan. Konselor dan para anggota membuat kesepakatan waktu untuk melanjutkan konseling kelompok dilain waktu. d. Ucapan terimakasih dan berdoa. Metode Dalam penelitian ini yang dijadikan subjek penelitian adalah 5 orang siswa kelas XI IS 1 SMA Negeri 1 Manyar yang memiliki skor rendah. Bentuk rancangan pre-test dan post-test dalam satu kelompok. Adapun prosedur atau langkahlangkah dari rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) pemberian pre-test untuk mengukur skor disiplin belajar siswa, (2) memberikan treatment atau perlakuan kepada siswa yang memiliki skor ketegori rendah dalam disiplin belajarnya yakni dengan penerapan konseling kelompok realita dengan intervensi model WDEP, dan (3) Memberikan post-test untuk mengetahui adanya peningkatan skor disiplin belajar siswa. Sedangakan Alat pengumpul data yang digunakan berupa angket yang dikembangkan oleh Hikmah Suryo Aji dan diadaptasi oleh peneliti, selain itu dokumentasi dan wawancara digunakan sebagai data pelengkap untuk mengetahui perubahan perilaku disiplin belajar siswa. Dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji tanda (sign test). Hasil Penelitian Tabel Analisis Pre-test dan Post-test No Nama (XB) (XA) Arah Tanda 1 PRW XA>XB + 2 JIH XA>XB + 3 SRK XA>XB + 4 FRP XA>XB + 5 DWM XA>XB + Hasil yang diperoleh setelah melakukan konseling kelompok realita untuk meningkatkan disiplin belajar siswa dapat diketahui dari angket disiplin belajar siswa yang diberikan kepada subjek penelitian. Berdasarkan data dari hasil post-test skor yang diperoleh oleh masingmasing konseli lebih besar dari skor pre-test. Peningkatan skor antara pre-test dan post-test menunjukkan adanya peningkatan disiplin belajar pada siswa. Hasil analisis uji tanda (sign test) menunjukkan bahwa peningkatan skor disiplin belajar siswa setelah diberikan perlakuan konseling kelompok realita dengan menggunakan intervensi model WDEP signifikan, karena ρ = 0,031 memiliki harga yang lebih kecil dari α = 0,05, dengan demikian H 0 ditolak dan H a diterima. Selain itu dari hasil dokumentasi nilai tugas dan wawancara yang dilakukan kepada

8 guru BK maupun guru bidang studi menunjukkan PRP, JIH, SRK, FRP dan DWM mulai memperhatikan penjelasan guru dengan baik, menunjukkan keaktifan dalam mengikuti pelajaran, dan menyelesaikan tugas di sekolah maupun PR dengan baik dan tepat waktu. Gejala-gejala ini mengindikasikan suatu kesimpulan bahwa tingkat disiplin belajar siswa meningkat. Hal ini dapat dilihat dari kelima siswa yang dijadikan subjek penelitian mulai menunjukkan perilaku tanggung jawab dan kemandiriannya dalam belajar. Hal ini membuktikan bahwa konseling kelompok realita dapat meningkatkan disiplin belajar siswa Kelas XI IS 1 SMA Negeri 1 Manyar- Gresik. Penutup Kesimpulan dari penelitian ini adalah penerapan konseling kelompok realita dengan intervensi model WDEP, dapat meningkatkan disiplin belajar siswa yang ditandai dengan meningkatnya aspek pengendalian diri dan tanggung jawab dalam kegiatan belajar dan menurunnya perilaku indisiplin belajar siswa. Hal ini berarti penerapan konseling kelompok realita dapat meningkatkan tanggung jawab serta kemandirian siswa dalam belajar dan siswa dapat belajar secara terarah dan teratur. Daftar Rujukan Afriliyah, Ristiningtyas Indah, 2009, Mengurangi Kebiasaan Mencontek Siswa Dengan Menggunakan Konseling Kelompok Realita. Skripsi tidak diterbitkan, Surabaya; PPB FIP Unesa. Ahmadi, Abu dan Supriyono, 2004, Psikologi Belajar, Jakarta; Rineka Cipta. Aji, Hikmah Suryo, 2009, Penerapan Strategi Self Management Untuk Meningkatkan Disiplin Belajar Siswa Kelas VIII B Di SMP Negeri 1 Palang Kabupaten Tuban, Skripsi tidak diterbitkan, Surabaya; PPB FIP UNESA. Corey, Gerald, 2007, Konseling dan Psikoterapi, Bandung; Refika Aditama Djarwanto, 2003, Statistik Non Parametik, Yogyakarta; BPFE Yogyakarta Fauzan, Lutfi dan Sudjiono Modul Reality Therapy Sebagai Pendekatan Rasional Dalam Konseling Kelompok. Malang: IKIP Malang. Gie, Liang Cara Belajar Yang Efisien Edisi Keempat. Yogyakarta: Gajah Mada Unipress. Gunarsa, Singgih D Psikologi Membimbing. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. Handayani, Riska Wilyanti Konseling Kelompok Realita Dalam Mengurangi Tingkah Laku Membolos Di Kelas XI IPS 3 SMA GIKI 1 Surabaya. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: PPB FIP UNESA. Hurlock, Elizabeth Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga Kartono, Kartini Bimbingan dan Dasar-Dasar Pelaksanaannya. Jakarta: CV. Rajawali. Latipun Psikologi Konseling. Malang: UMM press Loekmono, L.T.J Intervensi Konseling Realitas, Makalah disampaikan pada Kongres XI

9 dan Konvrensi Nasional XVI ABKIN. Tanggal November Di Surabaya Mappiare, Andi Kamus Istilah Konseling dan Terapi. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Mardiyah, Heni Sulisatul Efektivitas Teknik Permainan Dialog Dalam Konseling Kelompok Gestalt Untuk Mengurangi Kecemasan Komunikasi Siswa Pada Proses Belajar Mengajar Di Kelas. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya: PPB FIP UNESA. Mudjijo Kesehatan Mental. Surabaya: UNESA University Press. Muhidin, Ali Sambas dan Maman Abdurrahman Analisis Korelasi Regresi dan Jalur dalam Penelitian. Bandung: Pustaka Setia. Nurihsan, Ahmad Jundika Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Refika Aditama. Nursalim dan Hariastuti Konseling Kelompok. Surabaya: Unesa University Press. Prayitno dan Eman Amti Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Rineka Cipta. Schaefer, Charles Cara Efektif Mendidik dan Mendisiplinkan Anak. Jakarta : Mitra utama Sudrajad, Ahmad. Terapi Realitas. s.com/2008/07/14/terapirealitas/(online), diakses 23 Desember 2009, Pkl WIB Widodo, Bernardus. Keefektivan Konseling Kelompok Realitas Untuk Meningkatkan Perilaku Disiplin Siswa Di Sekolah, (Online). tasi/article/view/3055, diakses 10 januari 2010, Pkl WIB

10

PENERAPAN KONSELING KELOMPOK REALITA UNTUK MENINGKATKAN DISIPIN BELAJAR PESERTA DIDIK SMA. NURHAYATI, M.Pd

PENERAPAN KONSELING KELOMPOK REALITA UNTUK MENINGKATKAN DISIPIN BELAJAR PESERTA DIDIK SMA. NURHAYATI, M.Pd PENERAPAN KONSELING KELOMPOK REALITA UNTUK MENINGKATKAN DISIPIN BELAJAR PESERTA DIDIK SMA NURHAYATI, M.Pd Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peningkatan disiplin belajar setelah subjek di

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN KEDISIPLINAN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK BEHAVIOR PADA SISWA

UPAYA MENINGKATKAN KEDISIPLINAN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK BEHAVIOR PADA SISWA UPAYA MENINGKATKAN KEDISIPLINAN MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK BEHAVIOR PADA SISWA Lilik Widosari (10220121) Mahasiswa Pendidikan Bimbingan dan Konseling IKIP Veteran Semarang Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Orang tua yang penuh perhatian tidak akan membiarkan anak untuk mengerjakan sesuatu sendiri, melainkan orang tua harus menemani dan memberi bimbingan sampai

Lebih terperinci

Penerapan Konseling Kelompok Realita Untuk Membantu Siswa Meningkatkan Motivasi Belajar. Desti Fatayati 1 dan Eko Darminto 2

Penerapan Konseling Kelompok Realita Untuk Membantu Siswa Meningkatkan Motivasi Belajar. Desti Fatayati 1 dan Eko Darminto 2 Penerapan Konseling Kelompok Realita Untuk Membantu Siswa Meningkatkan Motivasi Belajar Desti Fatayati 1 dan Eko Darminto 2 Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk menguji penerapan konseling kelompok

Lebih terperinci

Penerapan Konseling Kelompok Realita untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri di Sekolah. Nurin Cholifatul Ma rifa 1 dan Titin Indah Pratiwi 2

Penerapan Konseling Kelompok Realita untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri di Sekolah. Nurin Cholifatul Ma rifa 1 dan Titin Indah Pratiwi 2 Penerapan Konseling Kelompok Realita untuk Meningkatkan Penyesuaian Diri di Sekolah Nurin Cholifatul Ma rifa 1 dan Titin Indah Pratiwi 2 Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji penerapan konseling

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK DISKUSI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA. Lailatul Mufidah 1 dan Mochamad Nursalim 2

PENGGUNAAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK DISKUSI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA. Lailatul Mufidah 1 dan Mochamad Nursalim 2 PENGGUNAAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK DISKUSI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA Lailatul Mufidah 1 dan Mochamad Nursalim 2 Abstrak : Penelitian ini bertujuan untuk menguji penggunaan

Lebih terperinci

PENERAPAN KONSELING KELOMPOK REALITA UNTUK MENURUNKAN KEBIASAAN MENGGUNAKAN HANDPHONE PADA SAAT JAM PELAJARAN BERLANGSUNG PADA SISWA SMP

PENERAPAN KONSELING KELOMPOK REALITA UNTUK MENURUNKAN KEBIASAAN MENGGUNAKAN HANDPHONE PADA SAAT JAM PELAJARAN BERLANGSUNG PADA SISWA SMP 1 PENERAPAN KONSELING KELOMPOK REALITA UNTUK MENURUNKAN KEBIASAAN MENGGUNAKAN HANDPHONE PADA SAAT JAM PELAJARAN BERLANGSUNG PADA SISWA SMP Nuzul Kurnia Pratiwi 1 *) Elisabeth Christiana,S.Pd.,M.Pd 2 1)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membolos merupakan salah satu perilaku siswa di sekolah yang dapat menimbulkan masalah. Sebab dari kebiasaan membolos seorang siswa dapat memperoleh pengaruh yang kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui

Lebih terperinci

Jurnal Bimbingan dan Konseling Ar-Rahman Volume 3, Nomor 2, Tahun 2017 Tersedia Online: e-issn

Jurnal Bimbingan dan Konseling Ar-Rahman Volume 3, Nomor 2, Tahun 2017 Tersedia Online:  e-issn Tersedia Online: http://ojs.uniska.ac.id/index.php/bka PENERAPAN KONSELING KELOMPOK REALITA UNTUK MENINGKATKAN PENYESUAIAN DIRI DI SEKOLAH SMK Negeri 2 Banjarmasin seriwatisiti@gmail.com ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN

saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN saaaaaaaa1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebab melalui pendidikan diharapkan dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya.

BAB II LANDASAN TEORI. Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu. batasan lain apabila dibandingkan dengan ahli lainnya. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Disiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Disiplinan Belajar Disiplin mempunyai makna yang luas dan berbeda beda, oleh karena itu disiplin mempunyai berbagai macam pengertian. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan akan layanan bimbingan dan konseling dalam pendidikan berkaitan erat dengan hakekat makna dan fungsi pendidikan dalam keseluruhan aspek kehidupan. Selain

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DENGAN KEDISIPLINAN SISWA DALAM MENAATI TATA TERTIB SEKOLAH.

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DENGAN KEDISIPLINAN SISWA DALAM MENAATI TATA TERTIB SEKOLAH. HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI SISWA TERHADAP PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING DENGAN KEDISIPLINAN SISWA DALAM MENAATI TATA TERTIB SEKOLAH Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1

Lebih terperinci

Psikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy)

Psikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy) Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Konseling Pendekatan Terapi Realitas (Reality Therapy) Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Terapi Realitas (Reality

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh tingkat keberhasilan pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, dan bangsa. Kemajuan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SISWAKELAS XI SMK PGRI 4 KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SISWAKELAS XI SMK PGRI 4 KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 EFEKTIVITAS PENGGUNAAN LAYANAN KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SISWAKELAS XI SMK PGRI 4 KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya manusia tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan muncul generasi-generasi yang berkualitas. Sebagaimana dituangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan satu hal yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pembangunan. Pemerintah berusaha untuk mewujudkan pendidikan yang kedepan diharapkan muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena

BAB I PENDAHULUAN. dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini prokrastinasi sudah menjadi fenomena di kalangan umum dan menjadi perilaku yang tidak baik dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena penunda-nundaan pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual. tertuang dalam sistem pendidikan yang dirumuskan dalam dasar-dasar

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual. tertuang dalam sistem pendidikan yang dirumuskan dalam dasar-dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Pada Jurusan Bimbingan dan Konseling (BK)

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Pada Jurusan Bimbingan dan Konseling (BK) PENERAPAN KONSELING KELOMPOK REALITA DENGAN TEKNIK WDEP UNTUK MENINGKATKAN KEDISIPLINAN BELAJAR SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 SEMEN KABUPATEN KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di SMP Nawa Kartika, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wonogiri, yang berlokasi di Jalan Raya Solo Wonogiri

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Jurusan Bimbingan dan Konseling

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Jurusan Bimbingan dan Konseling Artikel Skripsi EFEKTIVITAS PEMBERIAN LAYANAN INFORMASI BIMBINGAN BELAJAR UNTUK MENINGKATKAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS X JURUSAN TKJ SMK NEGERI 1 NGASEM KABUPATEN KEDIRI TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan lembaga formal sebagai wadah untuk kegiatan belajar mengajar. Agar proses belajar mengajar lancar, maka seluruh siswa harus mematuhi tata tertib

Lebih terperinci

[ISSN VOLUME 3 NOMOR 2, OKTOBER] 2016

[ISSN VOLUME 3 NOMOR 2, OKTOBER] 2016 PENERAPAN LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN METODE BRAINSTORMING TERHADAP KEDISIPLINAN SISWA KELAS X SMA SANTO MICHAEL SEMARANG TAHUN AJARAN 2014/2015 Irma Oktaviani Program Studi Bimbingan dan Konseling

Lebih terperinci

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa banyak perubahan di seluruh aspek kehidupan manusia. Pada masa sekarang ini sangat dibutuhkan masyarakat

Lebih terperinci

PENINGKATAN DISIPLIN SISWA MENGGUNAKAN KONSELING KELOMPOK PENDEKATAN BEHAVIOR SISWA SMP KELAS VIII

PENINGKATAN DISIPLIN SISWA MENGGUNAKAN KONSELING KELOMPOK PENDEKATAN BEHAVIOR SISWA SMP KELAS VIII PENINGKATAN DISIPLIN SISWA MENGGUNAKAN KONSELING KELOMPOK PENDEKATAN BEHAVIOR SISWA SMP KELAS VIII F. Ivana Yudiastri (Fransiskai777@gmail.com)¹ Yusmansyah² Ranni Rahmayanthi³ ABSTRACT The purpose of this

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung pada dekade saat ini yang ditandai dengan ledakan besar ilmu

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung pada dekade saat ini yang ditandai dengan ledakan besar ilmu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, apalagi ketika akulturasi, globalisasi, dan modernisasi yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. warganya belajar dengan potensi untuk menjadi insan insan yang beradab, dengan

BAB I PENDAHULUAN. warganya belajar dengan potensi untuk menjadi insan insan yang beradab, dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemerintah kini telah ramai membicarakan penekanan untuk merencanakan pendidikan berkarakter pada siswa. Pendidikan berkarakter akan mengantarkan warganya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermatabat dan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. bermatabat dan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam ruang lingkup pendidikan, tujuan proses pembelajaran diharapkan mampu memperoleh hasil yang optimal. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

Lebih terperinci

PENERAPAN KONSELING KELOMPOK DENGAN STRATEGI SELF MODELLING UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN BELAJAR SISWA

PENERAPAN KONSELING KELOMPOK DENGAN STRATEGI SELF MODELLING UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN BELAJAR SISWA PENERAPAN KONSELING KELOMPOK DENGAN STRATEGI SELF MODELLING UNTUK MENINGKATKAN DISIPLIN BELAJAR SISWA Fitriana Dyah Wulandari 1 dan Muhari 2 Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah menguji penerapan konseling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan karena banyaknya siswa yang kurang disiplin di sekolah. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan karena banyaknya siswa yang kurang disiplin di sekolah. Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Disiplin merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam dunia pendidikan karena banyaknya siswa yang kurang disiplin di sekolah.

Lebih terperinci

Volume 1 Nomor 1, Oktober ISSN

Volume 1 Nomor 1, Oktober ISSN PENGARUH LANYANAN KONSELING KELOMPOK DENGAN PENDEKATAN BEHAVIORAL TERHADAP PERILAKU PROKRASTINASI AKADEMIK SISWA KELAS XI SMK PERINTIS 29 UNGARAN TAHUN AJARAN /2015 Rahayu Praptiana Muhamad Rozikan Abstrak

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 43 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian adalah lokasi tertentu yang digunakan untuk objek dan subjek yang akan diteliti dalam penelitian. Sesuai dengan judul penelitian

Lebih terperinci

JURNAL KEEFEKTIFAN TEKNIK DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SISWA KELAS XI DI SMK PEMUDA PAPAR KAB KEDIRI TAHUN AJARAN 2016/2017

JURNAL KEEFEKTIFAN TEKNIK DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SISWA KELAS XI DI SMK PEMUDA PAPAR KAB KEDIRI TAHUN AJARAN 2016/2017 JURNAL KEEFEKTIFAN TEKNIK DISKUSI UNTUK MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SISWA KELAS XI DI SMK PEMUDA PAPAR KAB KEDIRI TAHUN AJARAN 2016/2017 THE EEFECTIVENESS OF DISCUSSION TECHNIQUES TO IMPROVE DISCIPLIN IN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm Eva Latipah, Pengantar Psikologi Pendidikan, PT Pustaka Insani Madani, Yogyakarta,

BAB I PENDAHULUAN. hlm Eva Latipah, Pengantar Psikologi Pendidikan, PT Pustaka Insani Madani, Yogyakarta, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang unik. Keunikan tersebut karena melibatkan subjek berupa manusia dengan segala keragaman dan ciri khasnya masing-masing.

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SISWA MELALUI LAYANAN PENGUASAAN KONTEN DENGAN TEKNIK MODELLING PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 8 TEBING TINGGI

UPAYA MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SISWA MELALUI LAYANAN PENGUASAAN KONTEN DENGAN TEKNIK MODELLING PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 8 TEBING TINGGI UPAYA MENINGKATKAN KEDISIPLINAN SISWA MELALUI LAYANAN PENGUASAAN KONTEN DENGAN TEKNIK MODELLING PADA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 8 TEBING TINGGI Debora Simanungkalit Surel: deborasimanungkalit@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan di Indonesia secara tidak langsung menuntut guru atau dosen untuk selalu mengembangkan keterampilan dan pola pikir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan manusia lainnya. Ketika seorang anak masuk dalam lingkungan sekolah, maka anak berperan sebagai

Lebih terperinci

mendapatkan penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebijaksanaan.

mendapatkan penguasaan pengetahuan, kecakapan, kebijaksanaan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kedisiplinan Belajar 2.1.1. Pengertian Kedisiplinan Belajar Kedisiplinan belajar adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari sekolah yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PENGENDALIAN DIRI DENGAN PERILAKU MEMBOLOS PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PAKEL TAHUN PELAJARAN 2015/2016

HUBUNGAN ANTARA PENGENDALIAN DIRI DENGAN PERILAKU MEMBOLOS PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PAKEL TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Artikel Skripsi HUBUNGAN ANTARA PENGENDALIAN DIRI DENGAN PERILAKU MEMBOLOS PADA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 PAKEL TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hal yang sangat terpenting bagi setiap individu, pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hal yang sangat terpenting bagi setiap individu, pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah hal yang sangat terpenting bagi setiap individu, pendidikan dibutuhkan oleh siapapun karena pendidikan mampu membantu seseorang dalam mencapai masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melakukan hal itu, sekolah-sekolah tidak akan bisa menghindari diri dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. melakukan hal itu, sekolah-sekolah tidak akan bisa menghindari diri dari berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan pendidikan pada hakekatnya memiliki tujuan utama untuk menghasilkan dan menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Untuk melakukan hal itu, sekolah-sekolah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam suatu penelitian. Dalam metode penelitian dijelaskan tentang urutan suatu penelitian yang dilakukan yaitu dengan teknik dan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Pada Jurusan Bimbingan dan Konseling OLEH :

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) Pada Jurusan Bimbingan dan Konseling OLEH : EFEKTIVITAS LAYANAN KONSELING INDIVIDU MELALUI TEKNIK OPERANT CONDITIONING TERHADAP PERILAKU MEMBOLOS PADA SISWA KELAS XI APK DI SMKN 2 KEDIRI TAHUN PELAJARAN 2015-2016 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang paling tinggi derajatnya, makhluk yang berkualitas dan merupakan makhluk seutuhnya. Makhluk yang seutuhnya adalah mereka yang

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK. Abdul Aziz SMP Negeri 2 Kota Tegal, Jawa Tengah

UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK. Abdul Aziz SMP Negeri 2 Kota Tegal, Jawa Tengah Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling Vol. 1, No. 1, Januari 2015 ISSN 2442-9775 UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI LAYANAN KONSELING KELOMPOK Abdul Aziz SMP Negeri 2 Kota Tegal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini memiliki peran yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada saat ini memiliki peran yang sangat penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada saat ini memiliki peran yang sangat penting dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Didalam UU No.20/2003 tentang sistem pendidikan

Lebih terperinci

Penerapan Konseling Kelompok Trait Factor untuk Mengatasi Kesulitan dalam Perencanaan Karir pada Siswa

Penerapan Konseling Kelompok Trait Factor untuk Mengatasi Kesulitan dalam Perencanaan Karir pada Siswa Penerapan Konseling Kelompok Trait Factor untuk Mengatasi Kesulitan dalam Perencanaan Karir pada Siswa Abstrak Ary Wahyu Ratnaningtyas 1 dan Satiningsih 2 Tujuan penelitian ini untuk menguji keefektifan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan memerlukan bantuan guru pembimbing. Gunarsa (2002) mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. dan memerlukan bantuan guru pembimbing. Gunarsa (2002) mengemukakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebiasaan membolos merupakan suatu permasalahan yang perlu ditangani dan memerlukan bantuan guru pembimbing. Gunarsa (2002) mengemukakan bahwa perilaku di sekolah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia menurut Islam pada hakekatnya adalah makhluk monopluralis

BAB I PENDAHULUAN. Manusia menurut Islam pada hakekatnya adalah makhluk monopluralis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia menurut Islam pada hakekatnya adalah makhluk monopluralis (wahdatul anasir), manusia memiliki empat fungsi yaitu manusia sebagai makhluk Allah SWT, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri sendiri dan tanpa tanggung jawab untuk keselamatan atau kebahagiaan dirinya

BAB I PENDAHULUAN. diri sendiri dan tanpa tanggung jawab untuk keselamatan atau kebahagiaan dirinya BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Anak memulai kehidupannya dengan sedikit sumber daya untuk menjaga diri sendiri dan tanpa tanggung jawab untuk keselamatan atau kebahagiaan dirinya dan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam 15 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang memiliki peran penting dalam membentuk pribadi siswa, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN. Oleh M. Andi Setiawan, M.

MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN. Oleh M. Andi Setiawan, M. MENGATASI PERILAKU MEMBOLOS MELALUI PENDEKATAN KONSELING REALITA PADA SISWA KELAS VII Di MTS NU UNGARAN Oleh M. Andi Setiawan, M.Pd ABSTRAK Penelitian ini berdasarkan atas fenomena yang terjadi di lapangan

Lebih terperinci

BIMBINGAN KELOMPOK DAN PENILAIANNYA Oleh: Indiati Dosen FKIP Univ. Muhammadiyah Magelang. Abstraction

BIMBINGAN KELOMPOK DAN PENILAIANNYA Oleh: Indiati Dosen FKIP Univ. Muhammadiyah Magelang. Abstraction BIMBINGAN KELOMPOK DAN PENILAIANNYA Oleh: Indiati Dosen FKIP Univ. Muhammadiyah Magelang Abstraction Group counseling services are services that provide assistance to students through the group to obtain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif dan efesien

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif dan efesien BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dimaknai sebagai usaha sadar dan terencana manusia untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif dan efesien dalam rangka menggali dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan yang lainnya pasti membutuhkan kerjasama. Ketergantungan manusia satu dengan yang lain merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu sendi kehidupan. Melalui pendidikan, kecerdasan dan keterampilan manusia lebih terasah dan teruji dalam menghadapi dinamika kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 (dalam Triana, 2015) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. pada Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 (dalam Triana, 2015) menyatakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan diadakan untuk mengembangkan kemampuan setiap individu yang terlibat di dalamnya agar menjadi manusia yang berkembang dan bertanggung jawab dalam

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. (http://www.indomedia.com/bpost/042011/30belia/belia2.html). Diunduh tanggal 30 April 2011

DAFTAR PUSTAKA. (http://www.indomedia.com/bpost/042011/30belia/belia2.html). Diunduh tanggal 30 April 2011 DAFTAR PUSTAKA Anwar, Chairil. 2011. Pelajaran Pasti Ketinggalan (http://www.indomedia.com/bpost/042011/30belia/belia2.html). Diunduh tanggal 30 April 2011 Apriyatni, Dian. 2011. Bosan Di Sekolah, Siswa

Lebih terperinci

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan jalur pendidikan formal yang berfungsi untuk mendidik, mengajar dan melatih siswa mempersiapkan dirinya di masa yang akan datang. Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga, masyarakat, bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Sekolah merupakan wadah bagi peserta didik dalam menempuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Sekolah merupakan wadah bagi peserta didik dalam menempuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan wadah bagi peserta didik dalam menempuh pendidikan guna mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

Lebih terperinci

Marina Tri Handhani. Universitas Sebelas Maret Surakarta

Marina Tri Handhani. Universitas Sebelas Maret Surakarta PENGARUH KEDISIPLINAN BELAJAR DAN PEMANFAATAN FASILITAS BELAJAR TERHADAP PRESTASI BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS XI IPS DI SMA BATIK 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2013/2014 Marina Tri Handhani Universitas Sebelas

Lebih terperinci

permasalahan di akibatkan rasa rendah diri. PENDAHULUAN Dari akibat rasa rendah diri di sekolah ± 15 Rasa rendah diri adalah perasaan bahwa

permasalahan di akibatkan rasa rendah diri. PENDAHULUAN Dari akibat rasa rendah diri di sekolah ± 15 Rasa rendah diri adalah perasaan bahwa PENDAHULUAN Rasa rendah diri adalah perasaan bahwa seseorang lebih rendah dibanding orang lain dalam satu atau lain hal. Perasaan demikian dapat muncul sebagai akibat sesuatu yang nyata atau hasil imajinasinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa

BAB I PENDAHULUAN. dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun bangsa dan negara. Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan. sengaja agar peserta didik memiliki pengetahuan, sikap dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan. sengaja agar peserta didik memiliki pengetahuan, sikap dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan kegiatan yang dilakukan dengan sengaja agar peserta didik memiliki pengetahuan, sikap dan kepribadian yang baik sesuai Undang-Undang No. 20 tahun

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ISTRUMEN EVALUASI LAYANAN KONSELING KELOMPOK PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING

PENGEMBANGAN ISTRUMEN EVALUASI LAYANAN KONSELING KELOMPOK PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING PENGEMBANGAN ISTRUMEN EVALUASI LAYANAN KONSELING KELOMPOK PENYELENGGARAAN BIMBINGAN DAN KONSELING Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Instrumen dan Media Bimbingan Konseling Dosen Pengampu:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SISDIKNAS) No. 20 Tahun 2003 yang terdapat pada bab 2 pasal 3 yang berbunyi:

BAB 1 PENDAHULUAN. (SISDIKNAS) No. 20 Tahun 2003 yang terdapat pada bab 2 pasal 3 yang berbunyi: BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dari kehidupan manusia dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri, karena tanpa pendidikan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. didik dapat mempertahankan hidupnya kearah yang lebih baik. Nasional pada Pasal 1 disebutkan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era zaman sekarang, pendidikan merupakan salah satu aspek utama yang memiliki peranan penting dalam mempersiapkan sekaligus membentuk generasi muda. Di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebut dengan tata tertib. Siswa dituntut untuk menaati tata tertib sekolah di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. disebut dengan tata tertib. Siswa dituntut untuk menaati tata tertib sekolah di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah adalah sebagai lembaga pendidikan mempunyai kebijakan tertentu yang dituangkan dalam bentuk aturan. Salah satunya adalah aturan sekolah yang disebut

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS LAYANAN KONSELING KELOMPOK TERHADAP PERILAKU MEMBOLOS SISWA KELAS X SMK BINA KARYA PACITAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI

EFEKTIVITAS LAYANAN KONSELING KELOMPOK TERHADAP PERILAKU MEMBOLOS SISWA KELAS X SMK BINA KARYA PACITAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI EFEKTIVITAS LAYANAN KONSELING KELOMPOK TERHADAP PERILAKU MEMBOLOS SISWA KELAS X SMK BINA KARYA PACITAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gia Nikawanti, 2015 Pendidikan karakter disiplin pada anak usia dini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gia Nikawanti, 2015 Pendidikan karakter disiplin pada anak usia dini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya disiplin merupakan kebutuhan dasar bagi perkembangan perilaku anak mengingat masa ini merupakan masa yang sangat efektif untuk pembentukan perilaku moral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah adalah lembaga formal tempat siswa menimba ilmu dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah adalah lembaga formal tempat siswa menimba ilmu dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah adalah lembaga formal tempat siswa menimba ilmu dalam mengembangkan bakat, minat dan kemampuanya. Untuk mencapai keberhasilan di masa depan. Pendidikan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KARAKTER CERDAS FORMAT KELOMPOK (PKC - KO) DALAM MEMBENTUK KARAKTER PENERUS BANGSA

PENDIDIKAN KARAKTER CERDAS FORMAT KELOMPOK (PKC - KO) DALAM MEMBENTUK KARAKTER PENERUS BANGSA PENDIDIKAN KARAKTER CERDAS FORMAT KELOMPOK (PKC - KO) DALAM MEMBENTUK KARAKTER PENERUS BANGSA Ramtia Darma Putri tyadhuarrma27@gmail.com Universitas PGRI Palembang Erfan Ramadhani erfankonselor@gmail.com

Lebih terperinci

PENERAPAN KONSELING KELOMPOK REALITA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA BERPRESTASI KURANG (UNDERACHIEVER) Eko Abdul Surozaq 1

PENERAPAN KONSELING KELOMPOK REALITA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA BERPRESTASI KURANG (UNDERACHIEVER) Eko Abdul Surozaq 1 PENERAPAN KONSELING KELOMPOK REALITA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA BERPRESTASI KURANG (UNDERACHIEVER) Eko Abdul Surozaq 1 ABSTRAK ; Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan skor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukkan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional merupakan salah satu tujuan dari kemerdekaan Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

Lebih terperinci

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3) menyatakan bahwa Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah perkembangan kepribadian manusia. Telah dirumuskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah perkembangan kepribadian manusia. Telah dirumuskan bahwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan unsur dari berbagai bidang dalam kegiatan pendidikan di sekolah atau lembaga pendidikan formal. Pada umumnya ada tiga ruang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetap diatasi supaya tidak tertinggal oleh negara-negara lain. pemerintah telah merancang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. tetap diatasi supaya tidak tertinggal oleh negara-negara lain. pemerintah telah merancang Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam mempersiapkan masa depan. Saat ini pendidikan tidak hanya mementingkan kuantitas tetapi juga kualitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya. Pengetahuan ini dapat juga disebut sebagai pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. sebelumnya. Pengetahuan ini dapat juga disebut sebagai pendidikan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidup seseorang. Perubahan-perubahan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. diberikan gambaran umum mengenai bidang-bidang bimbingan yang ada

II. TINJAUAN PUSTAKA. diberikan gambaran umum mengenai bidang-bidang bimbingan yang ada 18 II. TINJAUAN PUSTAKA Sebelum membahas lebih lanjut mengenai bimbingan kelompok, disini akan diberikan gambaran umum mengenai bidang-bidang bimbingan yang ada dalam bimbingan dan konseling. Bidang-bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 3

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 3 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 3 menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

Lebih terperinci

PENGARUH LAYANAN DISKUSI KELOMPOK TERHADAP PENINGKATAN PERILAKU PROSOSIAL SISWA (STUDI KASUS di SMP NEGERI 4 PALU) Irsan 1 Abdul Munir 2 Munifah 3

PENGARUH LAYANAN DISKUSI KELOMPOK TERHADAP PENINGKATAN PERILAKU PROSOSIAL SISWA (STUDI KASUS di SMP NEGERI 4 PALU) Irsan 1 Abdul Munir 2 Munifah 3 PENGARUH LAYANAN DISKUSI KELOMPOK TERHADAP PENINGKATAN PERILAKU PROSOSIAL SISWA (STUDI KASUS di SMP NEGERI 4 PALU) Irsan 1 Abdul Munir 2 Munifah 3 Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan diperlukan sebagai salah satu upaya untuk mencapai. keseimbangan jasmaniah dan rohani menuju kedewasaan, disinilah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan diperlukan sebagai salah satu upaya untuk mencapai. keseimbangan jasmaniah dan rohani menuju kedewasaan, disinilah untuk BAB I PENDAHULUAN A...Latar Belakang Masalah Pendidikan diperlukan sebagai salah satu upaya untuk mencapai keseimbangan jasmaniah dan rohani menuju kedewasaan, disinilah untuk mencapai manusia Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan wadah bagi individu untuk mengembangkan aspek-aspek

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan wadah bagi individu untuk mengembangkan aspek-aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Undang- Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3, tentang sistem pendidikan, yaitu: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak

Lebih terperinci

[ISSN VOLUME 3 NOMOR 2, OKTOBER] 2016

[ISSN VOLUME 3 NOMOR 2, OKTOBER] 2016 EFEKTIVITAS KONSELING KELOMPOK RASIONAL EMOSI KEPERILAKUAN UNTUK MENGURANGI PERILAKU PROKRASTINASI AKADEMIK PADA SISWA KELAS XII MIPA SMA N 2 SEMARANG TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Desi haryanti, Tri Hartini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamika perubahan sosial budaya masyarakat. mengembangkan dan menitikberatkan kepada kemampuan pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamika perubahan sosial budaya masyarakat. mengembangkan dan menitikberatkan kepada kemampuan pengetahuan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai kegiatan pembelajaran telah dilakukan manusia dalam pelaku pendidikan. Pendidikan merupakan suatu sistem yang harus dijalankan secara terpadu

Lebih terperinci

MENGURANGI PERSEPSI NEGATIF SISWA TENTANG KONSELOR SEKOLAH DENGAN STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR (COGNITIVE RESTRUCTURING)

MENGURANGI PERSEPSI NEGATIF SISWA TENTANG KONSELOR SEKOLAH DENGAN STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR (COGNITIVE RESTRUCTURING) MENGURANGI PERSEPSI NEGATIF SISWA TENTANG KONSELOR SEKOLAH DENGAN STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR (COGNITIVE RESTRUCTURING) Ika Kusuma Wardani 1 dan Retno Tri Hariastuti 2 Penelitianyang dilakukan bertujuan

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA

HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA Ririn Anggraini (10220127) Mahasiswa Pendidikan Bimbingan dan Konseling IKIP Veteran Semarang Email: ririn_a71@yahoo.com Abstrak Ririn Anggraini.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN 55 BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Hasil Penelitian Bab IV mendeskripsikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hasil penelitian. Baik dengan rumusan masalah penelitian, secara berurutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan sebagai upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai upaya dasar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan yang berlangsung

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN STRATEGI SELF-MANAGEMENT DALAM KONSELING KELOMPOK TERHADAP INTENSITAS MINAT BELAJAR SISWA KELAS X SMK AL-ISLAH SURABAYA

PENGARUH PENGGUNAAN STRATEGI SELF-MANAGEMENT DALAM KONSELING KELOMPOK TERHADAP INTENSITAS MINAT BELAJAR SISWA KELAS X SMK AL-ISLAH SURABAYA PENGARUH PENGGUNAAN STRATEGI SELF-MANAGEMENT DALAM KONSELING KELOMPOK TERHADAP INTENSITAS MINAT BELAJAR SISWA KELAS X SMK AL-ISLAH SURABAYA Indra Ovalia Program Studi Bimbingan Konseling Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Penelitian Sebelum melaksanakan penelitian pada tanggal 3 Maret 2012 penulis terlebih dahulu meminta surat ijin penelitian dari Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci

Penerapan Strategi Self Management Dalam Meningkatkan Disiplin Anak Usia Dini (Studi Pada RA DWP UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Penerapan Strategi Self Management Dalam Meningkatkan Disiplin Anak Usia Dini (Studi Pada RA DWP UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta) 69 Al-Athfal: Jurnal Pendidikan Anak ISSN Cetak : 2477-4715 Diterima : 12 September 2015 Vol. 1 (2), 2015, ISSN Online : 2477-4189 Direvisi : 20 Oktober 2015 www.al-athfal.org DOI Disetujui : 10 Desember

Lebih terperinci

Anjar Raharyanti Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya

Anjar Raharyanti Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya PENERAPAN KONSELING KELOMPOK REALITA UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BERPRESTASI PADA PELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS X-9 DI SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 SURABAYA APPLICATION OF REALITY GROUP COUNSELING TO IMPROVE

Lebih terperinci