HYGIENE DAN SANITASI KERJA. HACCP & Work Safety and Health on Food Industry

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HYGIENE DAN SANITASI KERJA. HACCP & Work Safety and Health on Food Industry"

Transkripsi

1 HYGIENE DAN SANITASI KERJA HACCP & Work Safety and Health on Food Industry Disusun oleh : Titis Budi Rahayu PKK S1 Tata Boga Teknologi Jasa dan Produksi Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang 2013

2 Kata Pengantar Saya panjatkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat-nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah Hygiene dan Sanitasi Kerja yang berjudul HACCP & Work Safety and Health on Food Industry. Makalah ini membahas tentang Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP), keamanan pangan, dan penerapan HACCP padaindustri pangan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Hygiene dan Sanitasi Kerja. Untuk mengetahui perkembangan tentang keamanan pangan dari otoritas kesehatan masyarakat, industri makanan dan konsumen di seluruh dunia akibat adanya pembuktian dari WHO tentang peningkatan yang signifikan dalam kejadian penyakit bawaan makanan di banyak negara selama beberapa tahun terakhir, maka makalah ini disusun. Saya mengucapkan terimaksih kepada WHO, FAO, buku Hygiene dan Sanitasi Makanan karya Siti Fathonah, Pak Bambang selaku dosen Hygiene dan Sanitasi Kerja Fakultas Teknik UNNES, serta pihak-pihak yang telah membantu lancarnya penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna sebagai sumber refrensi lain dalam kegiatan pembelajaran. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari kekurangan dan kelemahan. Oleh sebab itu kritik dan saran selalu penyusun nantikan untuk perbaikan makalah ini. Semarang, Desember 2013 Penyusun

3 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Sistem Hazard Analysis Critical Control Point ( HACCP ) telah menjadi metode universal diakui dan diterima untuk jaminan keamanan pangan. Perhatian terakhir dan berkembang tentang keamanan pangan dari otoritas kesehatan masyarakat, industri makanan dan konsumen di seluruh dunia telah menjadi dorongan utama dalam penerapan sistem HACCP. Kekhawatiran ini telah dibuktikan dengan peningkatan yang signifikan dalam kejadian penyakit bawaan makanan di banyak negara selama beberapa tahun terakhir. WHO telah mengakui pentingnya sistem HACCP untuk pencegahan penyakit bawaan makanan selama lebih dari 30 tahun dan telah memainkan peran penting dalam pengembangan dan promosi. Pedoman Kode untuk Penerapan sistem HACCP telah diadopsi oleh Alimentarius Commission FAO / WHO Codex. Semua Codes relevan Higienis Praktek termasuk HACCP Prinsip, termasuk Kode Codex tentang Prinsip Umum Higiene Pangan. Pedoman Kode memainkan peran penting dalam harmonisasi internasional penerapan sistem Codex. Standar Codex, pedoman ( termasuk Pedoman Penerapan sistem HACCP ) dan rekomendasi merupakan referensi untuk persyaratan keamanan pangan dalam perdagangan internasional. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana sejarah tentang sistem HACCP? 2. Apa yang dimaksud dengan sistem HACCP? 3. Bagaimana prinsip sistem HACCP? 4. Apa pedoman penerapan Sistem HACCP 5. Bagaimana penerapan prinsip HACCP? C. Tujuan Promosi dari penerapan sistem HACCP didasarkan pada Codex Prinsip Umum Higiene Pangan harmonis dan GMP Pengembangan program untuk melatih para pelatih yang berada dalam posisi untuk melatih orang lain yang dapat menerapkan pengetahuan yang diperoleh Identifikasi dan penyediaan referensi yang tepat dan materi pelatihan tentang penerapan HACCP untuk mendukung pelatihan

4 Penyediaan pelatihan untuk individu yang terlibat untuk berbagai tingkat dengan persiapan, monitoring, administrasi dan verifikasi rencana HACCP Peningkatan peran ilmu pengetahuan dan penilaian risiko dalam pengembangan sistem HACCP Penciptaan kerangka kerja untuk menentukan kesetaraan program pengendalian keamanan pangan melalui pendekatan yang harmonis untuk penerapan HACCP. D. Manfaat Sistem HACCP, yang berlaku untuk manajemen keamanan pangan, menggunakan pendekatan pengendalian titik kritis dalam penanganan makanan untuk mencegah masalah keamanan pangan. Sistem, yang berbasis ilmu pengetahuan dan sistematis, mengidentifikasi bahaya dan langkah-langkah khusus untuk kontrol mereka untuk menjamin keamanan makanan. HACCP didasarkan pada pencegahan dan mengurangi ketergantungan pada pemeriksaan produk akhir dan pengujian. Sistem HACCP dapat diterapkan di seluruh rantai makanan dari produsen utama untuk konsumen. Selain meningkatkan keamanan pangan, manfaat lain dari penerapan HACCP meliputi lebih efektif menggunakan sumber daya, penghematan untuk industri makanan dan respon yang lebih tepat waktu untuk masalah keamanan pangan. HACCP meningkatkan tanggung jawab dan tingkat kontrol pada tingkat industri makanan. Sebuah sistem HACCP diterapkan dengan benar mengarah pada keterlibatan yang lebih besar dari penjamah makanan dalam memahami dan menjamin keamanan pangan sehingga memberikan mereka dengan motivasi baru dalam pekerjaan mereka. Menerapkan HACCP bukan berarti prosedur jaminan kualitas kehancuran atau good manufacturing practices yang telah ditetapkan oleh perusahaan itu, bagaimanapun memerlukan revisi prosedur ini sebagai bagian dari pendekatan yang sistematis dan untuk integrasi yang tepat mereka ke dalam rencana HACCP. Penerapan sistem HACCP dapat membantu inspeksi oleh otoritas pengawas kontrol makanan dan mempromosikan perdagangan internasional dengan meningkatkan kepercayaan pembeli. Setiap sistem HACCP harus mampu mengakomodasi perubahan, seperti kemajuan dalam desain peralatan, perubahan dalam prosedur pengolahan atau perkembangan teknologi.

5 BAB II Pembahasan A. Sejarah HACCP HACCP telah menjadi identik dengan keamanan pangan. Ini adalah pendekatan yang sistematis dan preventif diakui di seluruh dunia yang membahas biologi, kimia dan fisik bahaya melalui antisipasi dan pencegahan, daripada melalui inspeksi produk akhir dan pengujian. Sistem HACCP untuk mengelola masalah keamanan pangan tumbuh dari dua perkembangan utama. Terobosan pertama dikaitkan dengan WE Deming, yang teori manajemen mutu secara luas dianggap sebagai faktor utama dalam berbalik kualitas produk Jepang di tahun 1950-an. Dr Deming dan lain-lain mengembangkan manajemen kualitas total (TQM) sistem yang menekankan pendekatan sistem total untuk manufaktur yang dapat meningkatkan kualitas sambil menurunkan biaya. Terobosan besar kedua adalah pengembangan dari konsep HACCP itu sendiri. Konsep HACCP dirintis pada tahun 1960 oleh Pillsbury Company, Angkatan Darat Amerika Serikat dan Amerika Serikat National Aeronautics and Space Administration (NASA) sebagai pengembangan kolaboratif untuk produksi makanan yang aman untuk program luar angkasa Amerika Serikat. NASA ingin program " nol cacat " untuk menjamin keamanan makanan yang astronot akan mengkonsumsi di ruang angkasa. Oleh karena itu Pillsbury memperkenalkan dan mengadopsi HACCP sebagai sistem yang dapat memberikan keamanan terbesar sekaligus mengurangi ketergantungan pada pemeriksaan produk akhir dan pengujian. HACCP menekankan pengendalian proses sejauh hulu dalam sistem pengolahan mungkin dengan memanfaatkan kontrol operator dan / atau teknik pemantauan kontinu pada titik kontrol kritis. Pillsbury disajikan konsep HACCP publik pada konferensi untuk perlindungan pangan pada tahun Penggunaan prinsipprinsip HACCP dalam diberlakukannya peraturan untuk rendah asam makanan kaleng selesai pada tahun 1974 oleh Amerika Serikat Food and Drug Administration (FDA).

6 Pada awal 1980-an, pendekatan HACCP diadopsi oleh perusahaan-perusahaan makanan besar lainnya. Amerika Serikat National Academy of Science pada tahun 1985 merekomendasikan bahwa pendekatan HACCP diadopsi di perusahaan pengolahan makanan untuk memastikan keamanan pangan. Baru-baru ini berbagai kelompok, misalnya Komisi Internasional tentang Spesifikasi mikrobiologi untuk Makanan (ICMSF) dan Asosiasi Internasional Susu, Makanan dan sanitarian Lingkungan (IAMFES), telah merekomendasikan aplikasi yang luas dari HACCP untuk keamanan pangan. B. Sistem HACCP Sistem HACCP, yang berbasis ilmu pengetahuan dan sistematis, mengidentifikasi bahaya dan langkah-langkah khusus untuk kontrol mereka untuk menjamin keamanan makanan. HACCP adalah alat untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem kontrol yang berfokus pada pencegahan daripada mengandalkan terutama pada pengujian produk akhir dan inspeksi. Setiap sistem HACCP mampu menampung perubahan, seperti kemajuan dalam desain peralatan, prosedur pengolahan atau perkembangan teknologi. Control (verb) : Untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk memastikan dan menjaga kepatuhan dengan kriteria yang ditetapkan dalam rencana HACCP. Control (noun) : Untuk menyatakan dimana prosedur yang benar sedang diikuti dan kriteria terpenuhi. Mengukur Control: Setiap tindakan dan aktivitas yang dapat digunakan untuk mencegah atau menghilangkan bahaya keamanan pangan atau menguranginya ke tingkat yang dapat diterima. Tindakan perbaikan : Setiap tindakan untuk betaken ketika hasil pemantauan di PKC menunjukkan hilangnya kontrol. Critical Control Point (CCP) : Suatu langkah dimana pengendalian dapat diterapkan dan sangat penting untuk mencegah atau menghilangkan bahaya keamanan pangan atau menguranginya ke tingkat yang dapat diterima. Batas kritis : Sebuah kriteria yang memisahkan penerimaan dari tidak dapat diterima. Deviasi : Kegagalan untuk memenuhi batas kritis. Membajak diagram : Sebuah representasi sistematis urutan langkah atau operasi yang digunakan dalam produksi atau pembuatan item makanan tertentu.

7 HACCP : Sebuah sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengendalikan bahaya yang signifikan untuk keamanan pangan. Rencana HACCP : Sebuah dokumen yang disiapkan sesuai dengan prinsip-prinsip HACCP untuk menjamin pengendalian bahaya yang signifikan untuk keamanan pangan di segmen rantai makanan dalam pertimbangan. Hazard : A biologis, kimia atau agen fisik, atau kondisi dari pangan yang berpotensi menimbulkan efek kesehatan menolak. Analisis bahaya : Proses pengumpulan dan penilaian informasi mengenai bahaya dan kondisi loading untuk kehadiran mereka untuk memutuskan yang signifikan untuk keamanan pangan dan karena itu harus ditangani dalam rencana HACCP. Memantau : Tindakan melakukan urutan direncanakan pengamatan atau pengukuran parameter kontrol untuk menilai apakah suatu CCP berada di bawah kendali. Langkah : Sebuah titik, prosedur, operasi atau tahap dalam rantai makanan termasuk bahan baku, dari produksi primer hingga konsumsi akhir. Validasi : Memperoleh bukti bahwa unsur-unsur rencana HACCP yang efektif. Verifikasi : Penerapan metode, prosedur, tes dan evaluasi lainnya, selain pemantauan untuk menentukan kesesuaian dengan rencana HACCP. C. Prinsip Sistem HACCP Sistem HACCP terdiri dari tujuh prinsip berikut : 1. Analisis Bahaya Analisis bahaya adalah prinsip HACCP pertama. Seperti nama menyiratkan HACCP, analisis bahaya adalah salah satu tugas yang paling penting. Sebuah analisis bahaya akurat pasti akan mengarah pada pengembangan rencana HACCP yang tidak memadai. Analisis bahaya memerlukan keahlian teknis dan latar belakang ilmiah dalam berbagai domain untuk identifikasi yang tepat dari semua potensi bahaya. Pengetahuan tentang ilmu makanan dan HACCP diperlukan untuk memuaskan kinerja analisis bahaya. Bahaya akan bervariasi antara perusahaan membuat produk yang sama karena perbedaan : Sumber bahan Formulasi Peralatan Pengolahan Metode Pengolahan dan persiapan Durasi proses Kondisi penyimpanan Pengalaman, pengetahuan dan sikap personil

8 Oleh karena itu analisis bahaya harus dilakukan pada semua yang ada dan produk baru. Perubahan bahan baku, formulasi produk, pengolahan atau persiapan prosedur, pengemasan, distribusi dan / atau penggunaan produk akan memerlukan tinjauan dari analisis bahaya aslinya. Langkah pertama dalam pengembangan rencana HACCP untuk operasi makanan adalah identifikasi semua bahaya potensial yang terkait dengan produk di semua tahap dari bahan baku untuk konsumsi. Semua bahaya biologis, kimia dan fisik harus dipertimbangkan. Macam-macam bahaya (hazard) : Bahaya Biologis Bahaya Kimiawi Bahaya Fisik Cara melakukan analisis bahaya : 1. Tinjau bahan masuk 2. Evaluasi operasi pengolahan untuk bahaya 3. Amati praktik operasi yang sebenarnya 4. Melakukan pengukuran 5. Analisis pengukuran 2. Tentukan Critical Control Points (CCP) Pedoman Codex menentukan titik kontrol kritis (CCP) sebagai "langkah di mana kontrol dapat diterapkan dan sangat penting untuk mencegah atau menghilangkan bahaya keamanan pangan atau menguranginya ke tingkat yang dapat diterima ". Jika bahaya telah diidentifikasi pada langkah di mana kontrol diperlukan untuk keselamatan / dan jika tidak ada tindakan kontrol ada pada langkah itu atau lainnya, maka produk atau proses harus dimodifikasi pada tahap tersebut, atau pada tahap awal atau lambat, untuk memasukkan ukuran kontrol. 3. Menetapkan Batas Kritis ( s ) Menetapkan batas kritis ( s ) yang harus dipenuhi untuk memastikan PKC berada di bawah kendali. Sumber informasi tentang batas kritis meliputi :

9 Data publikasi ilmiah / penelitian Persyaratan peraturan dan pedoman Ahli ( otoritas proses termal misalnya, konsultan, ilmuwan pangan, mikrobiologi, produsen peralatan, sanitarian, akademisi ) Studi Eksperimental ( misalnya eksperimen in- house, studi laboratorium kontrak ) Jika informasi yang dibutuhkan untuk menetapkan batas kritis tidak tersedia, nilai konservatif harus dipilih atau batas regulasi yang digunakan. Dasar Pemikiran dan referensi bahan yang digunakan harus dicatat. Bahan-bahan menjadi bagian dari dokumentasi mendukung rencana HACCP. 4. Pemantauan Pemantauan merupakan pengukuran atau pengamatan terjadwal seorang kerabat PKC terhadap batas kritisnya. Prosedur pemantauan harus dapat menemukan kehilangan kendali pada TKK. Oleh karena itu, penting untuk menentukan sepenuhnya bagaimana, kapan dan oleh siapa pemantauan yang akan dilakukan. Pemantauan adalah proses yang bergantung pada produsen untuk menunjukkan bahwa rencana HACCP sedang diikuti. Ini menyediakan produsen dengan catatan akurat memungkinkan produsen untuk menunjukkan bahwa kondisi produksi telah sesuai dengan rencana HACCP. Tujuan dari monitoring adalah sebagai berikut : Untuk mengukur tingkat kinerja operasi sistem di PKC ( analisis kecenderungan ) Untuk menentukan kapan tingkat kinerja sistem menyebabkan hilangnya kontrol pada CCP, misalnya bila ada penyimpangan dari batas kritis. Untuk menetapkan catatan yang mencerminkan tingkat kinerja operasi sistem di PKC untuk mematuhi rencana HACCP 5. Tindakan Perbaikan Karena alasan utama untuk menerapkan HACCP adalah untuk mencegah masalah dari terjadi, tindakan perbaikan harus diambil untuk mencegah penyimpangan pada CCP. Tindakan perbaikan harus diambil setelah penyimpangan untuk menjamin keamanan produk dan untuk mencegah terulangnya penyimpangan.

10 Prosedur tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menentukan penyebab masalah, mengambil tindakan untuk mencegah kekambuhan dan menindaklanjuti dengan pemantauan dan penilaian ulang untuk memastikan bahwa tindakan yang diambil efektif. Jika tindakan perbaikan tidak mengatasi akar penyebab penyimpangan, penyimpangan bisa kambuh. Penilaian ulang analisis bahaya atau modifikasi rencana HACCP mungkin diperlukan untuk menghilangkan kejadian lebih lanjut. Program tindakan perbaikan produser harus mencakup sebagai berikut : Investigasi untuk menentukan penyebab penyimpangan Tindakan-tindakan efektif untuk mencegah terulangnya penyimpangan Verifikasi efektifitas tindakan perbaikan yang dilakukan 6. Verifikasi Pedoman Codex mendefinisikan verifikasi sebagai "penerapan metode, prosedur, tes dan evaluasi lainnya, selain pemantauan untuk menentukan kesesuaian dengan rencana HACCP". Metoda audit dan verifikasi, prosedur dan pengujian, termasuk random sampling dan analisis, dapat digunakan untuk menentukan apakah sistem HACCP bekerja dengan benar. Persiapan yang cermat dari rencana HACCP dengan definisi yang jelas dari semua item yang diperlukan tidak menjamin efektivitas rencana tersebut. Prosedur verifikasi yang diperlukan untuk menilai efektivitas rencana dan untuk mengkonfirmasi bahwa sistem HACCP mematuhi rencana. Verifikasi memungkinkan produsen untuk menantang tindakan pengendalian dan untuk memastikan bahwa ada, adalah kontrol yang cukup untuk semua kemungkinan, misalnya, verifikasi dapat memastikan bahwa rencana kontingensi prosedur yang memadai di tempat ketika batas kritis terlampaui pada CCP. Verifikasi harus dilakukan oleh seorang individu dengan kualifikasi yang sesuai atau individu yang mampu mendeteksi kekurangan dalam rencana atau pelaksanaannya. Verifikasi harus dilakukan pada penyelesaian studi HACCP, setiap kali ada perubahan produk, bahan, proses, dll, ketika terjadi penyimpangan, dalam hal bahaya yang baru diidentifikasi, dan secara berkala teratur.

11 Kegiatan pemantauan rutin untuk batas kritis tidak harus bingung dengan metode verifikasi, prosedur atau kegiatan. Setiap rencana HACCP harus mencakup prosedur verifikasi bagi individu CCP dan untuk rencana keseluruhan. Rencana HACCP diharapkan untuk berkembang dan meningkatkan dengan pengalaman dan informasi baru. Verifikasi periodik membantu meningkatkan rencana dengan mengekspos dan memperkuat kelemahan dalam sistem dan menghilangkan langkahlangkah pengendalian yang tidak perlu atau tidak efektif. Kegiatan verifikasi meliputi: Rencana HACCP validasi Audit sistem HACCP Peralatan kalibrasi Target pengambilan sampel dan pengujian Validasi rencana HACCP Validasi adalah tindakan menilai apakah rencana HACCP untuk produk tertentu dan proses secara memadai mengidentifikasi dan kontrol bahaya keamanan pangan semua signifikan atau mengurangi mereka ke tingkat yang dapat diterima. Rencana validasi HACCP harus mencakup: Review dari analisis bahaya Penentuan CCP Pembenaran untuk batas kritis, misalnya berdasarkan pada ilmu pengetahuan yang baik saat ini dan persyaratan peraturan Penentuan apakah kegiatan pemantauan, tindakan perbaikan, prosedur pencatatan dan kegiatan verifikasi sesuai dan memadai Validasi melibatkan memastikan bahwa rencana HACCP didasarkan pada ilmu pengetahuan yang baik saat ini dan informasi terkini dan sesuai untuk produk yang sebenarnya dan proses. Sebuah tinjauan ilmiah dan teknis dilakukan untuk memastikan bahwa ada dasar ilmiah dan teknis suara untuk keputusan mengenai bahaya yang sedang dikendalikan, yang bahaya tidak dikendalikan dan bagaimana bahaya yang teridentifikasi sedang

12 dikendalikan. Ulasan ini bisa menggabungkan penggunaan informasi ilmiah baru dan data yang dikumpulkan untuk tujuan verifikasi. Proses validasi rencana HACCP yang ada juga harus mencakup: Ulasan dari laporan audit HACCP Ulasan dari perubahan terhadap program HACCP dan alasan untuk perubahan tersebut Ulasan laporan validasi masa lalu Ulasan laporan penyimpangan Penilaian efektivitas tindakan perbaikan Review informasi tentang keluhan konsumen Ulasan keterkaitan antara rencana HACCP dan GMP program 7. Dokumentasi Catatan penting untuk meninjau kecukupan rencana HACCP dan kepatuhan dari sistem HACCP dengan rencana HACCP. Dokumentasi menunjukkan sejarah proses, pemantauan, penyimpangan dan tindakan perbaikan ( termasuk disposisi produk ) yang terjadi pada diidentifikasi PKC. Ini mungkin dalam bentuk apapun, misalnya bagan pengolahan, catatan tertulis, rekaman komputerisasi. Pentingnya catatan untuk sistem HACCP tidak bisa terlalu ditekankan. Sangat penting bahwa produsen memelihara catatan lengkap, saat ini, diajukan dengan benar dan akurat. Jenis catatan harus disimpan sebagai bagian dari program HACCP : Dukungan dokumentasi untuk mengembangkan rencana HACCP Rekaman yang dihasilkan oleh sistem HACCP Dokumentasi metode dan prosedur yang digunakan Rekaman program pelatihan karyawan D. Pedoman Penerapan Sistem HACCP Sebelum penerapan HACCP untuk setiap sektor rantai pangan, sektor tersebut harus beroperasi sesuai dengan Prinsip Umum Higiene Pangan dari Codex, Codex Kode tepat Berlatih, dan undang-undang keamanan pangan yang tepat. Komitmen manajemen adalah penting untuk menerapkan sistem HACCP yang efektif. Selama identifikasi bahaya, evaluasi, dan operasi berikutnya dalam merancang dan menerapkan sistem HACCP, pertimbangan harus diberikan kepada dampak dari bahan baku, bahan, praktek manufaktur makanan, peran proses manufaktur untuk

13 mengendalikan bahaya, kemungkinan akhir penggunaan produk, kategori konsumen menjadi perhatian, dan bukti epidemiologi relatif terhadap keamanan pangan. Maksud dari sistem HACCP adalah untuk memfokuskan kontrol pada CCP. Perancangan kembali operasi harus dipertimbangkan jika bahaya yang harus dikendalikan, tetapi tidak ditemukan TKK. HACCP harus diterapkan untuk setiap operasi tertentu secara terpisah. TKK yang diidentifikasi dalam setiap contoh yang diberikan dalam setiap Codex Code of Practice Higienis mungkin bukan satu-satunya yang diidentifikasi untuk aplikasi tertentu atau mungkin dari sifat yang berbeda. Aplikasi HACCP harus ditinjau ulang dan perubahan yang diperlukan dibuat ketika modifikasi dibuat dalam produk, proses, atau langkah apapun. Hal ini penting ketika menerapkan HACCP untuk menjadi fleksibel di mana tepat, mengingat konteks aplikasi, dengan mempertimbangkan sifat dan ukuran dari operasi E. Penerapan Prinsip HACCP Penerapan prinsip-prinsip HACCP terdiri dari tugas-tugas berikut sebagaimana tercantum dalam Logic tahap penerapan HACCP. Logika urutan untuk penerapan HACCP 1. Merakit Tim HACCP Operasi pangan harus menjamin bahwa pengetahuan khusus produk yang sesuai dan keahlian yang tersedia untuk pengembangan rencana HACCP yang efektif. Secara optimal, hal ini dapat dicapai dengan merakit tim multidisiplin. Dimana keahlian tersebut tidak tersedia di situs, saran ahli harus diperoleh dari Sumber lain. Ruang lingkup rencana HACCP harus diidentifikasi. Lingkup tersebut harus menggambarkan yang segmen rantai makanan terlibat dan kelas umum bahaya yang akan dibahas ( misalnya tidak meliputi semua kelas bahaya atau kelas yang dipilih ). 2. Jelaskan produk Penjelasan lengkap dari produk harus dibuat termasuk informasi yang relevan seperti : komposisi, fisik / struktur kimia ( termasuk Aw, ph, dll), kemasan, daya tahan dan kondisi penyimpanan dan metode distribusi. 3. Mengidentifikasi tujuan penggunaan Tujuan penggunaan harus didasarkan pada penggunaan yang diharapkan dari produk oleh pengguna akhir atau konsumen. Dalam kasus-kasus tertentu,

14 kelompok rentan dari populasi, misalnya makan kelembagaan, mungkin harus dipertimbangkan. 4. Membangun diagram alir Diagram alir harus dibangun oleh tim HACCP. Diagram alir harus mencakup semua langkah dalam operasi. Ketika menerapkan HACCP pada suatu operasi tertentu, harus dipertimbangkan tahapan sebelum dan sesudah operasi tersebut. 5. On-site verifikasi diagram alir Tim HACCP harus mengkonfirmasikan operasional produksi terhadap diagram alur selama semua tahap dan jam operasi dan mengubah diagram aliran mana yang tepat. 6. Daftar semua bahaya potensial yang terkait dengan setiap langkah, melakukan analisis bahaya, dan mempertimbangkan langkah-langkah untuk mengendalikan bahaya diidentifikasi ( lihat Prinsip 1 ) Tim HACCP harus daftar semua bahaya yang mungkin cukup diharapkan terjadi pada setiap langkah dari produksi primer, pengolahan, manufaktur, dan distribusi sampai titik konsumsi. Tim HACCP harus mengadakan analisis bahaya untuk mengidentifikasi rencana HACCP yang bahaya adalah seperti alam bahwa penghapusan atau pengurangan ke tingkat yang dapat diterima adalah penting untuk produksi makanan yang aman. Dalam melakukan analisis bahaya, sedapat mungkin berikut harus disertakan : Kemungkinan terjadinya bahaya dan tingkat keparahan efek samping mereka kesehatan ; Evaluasi kualitatif dan / atau kuantitatif dari keberadaan bahaya ; Kelangsungan hidup mikroorganisme-mikroorganisme yang menjadi perhatian ; Produksi terus menerus toksin-toksin pangan, bahan kimia atau agen fisik, dan Kondisi yang mengarah ke atas. Tim HACCP kemudian harus mempertimbangkan apa tindakan pengendalian, jika ada, ada yang dapat diterapkan untuk setiap bahaya. Lebih dari satu tindakan pengendalian mungkin diperlukan untuk mengontrol bahaya tertentu ( s ) dan lebih dari satu bahaya dapat dikendalikan oleh ukuran kontrol tertentu.

15 7. Tentukan Critical Control Points (lihat Prinsip 2). Sejak publikasi pohon keputusan oleh Codex, penggunaannya telah diterapkan berkali-kali untuk tujuan pelatihan. Dalam banyak kasus, sementara pohon ini telah berguna untuk menjelaskan logika dan kedalaman pemahaman diperlukan untuk menentukan CCP, itu tidak spesifik untuk semua operasi makanan, misalnya pembantaian, dan karena itu harus digunakan dalam hubungannya dengan pertimbangan profesional, dan dimodifikasi dalam beberapa kasus. Mungkin ada lebih dari satu PKC di mana kontrol diterapkan untuk mengatasi bahaya yang sama. Penentuan CCP dalam sistem HACCP dapat difasilitasi oleh aplikasi dari pohon keputusan [ lihat Gambar ] yang menunjukkan pendekatan logika penalaran. Penerapan pohon keputusan harus fleksibel, tergantung apakah operasi tersebut produksi, penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, distribusi atau lainnya. Ini harus digunakan untuk bimbingan ketika menentukan CCP. Ini contoh pohon keputusan mungkin tidak dapat diterapkan pada semua situasi, pendekatan lain dapat digunakan. Pelatihan penerapan pohon keputusan dianjurkan. Contoh pohon keputusan untuk mengidentifikasi titik kontrol kritis. Jika bahaya telah diidentifikasi pada langkah mana kontrol diperlukan untuk keselamatan, dan tidak ada ukuran kontrol ada di langkah, atau lainnya, maka produk atau proses harus dimodifikasi pada tahap tersebut, atau pada tahap lebih awal atau lambat, untuk termasuk ukuran kontrol. 8. Menetapkan batas kritis untuk setiap CCP ( lihat Prinsip 3 ) Batas Optical harus spesifik dan divalidasi apabila mungkin untuk setiap Critical Control Point. Dalam beberapa kasus lebih dari satu batas kritis akan diuraikan pada suatu tahap tertentu. Kriteria yang sering digunakan mencakup pengukuran suhu, waktu, tingkat kelembaban, ph, Aw, keberadaan chlorine, dan parameter sensorik seperti tampilan visual dan tekstur. 9. Membangun sistem monitoring untuk setiap CCP ( lihat Prinsip 4 ) Pemantauan merupakan pengukuran atau pengamatan terjadwal seorang kerabat PKC terhadap batas kritisnya. Prosedur monitoring harus mampu mendeteksi melemparkan kontrol di PKC. Selanjutnya, pemantauan idealnya memberikan Informasi ini di waktu untuk melakukan penyesuaian untuk

16 memastikan pengendalian proses untuk mencegah pelanggaran dari batas kritis. Bila memungkinkan, penyesuaian proses harus dilakukan ketika hasil pemantauan menunjukkan kecenderungan kearah kehilangan kendali pada PKC. Penyesuaian harus dilakukan sebelum terjadi penyimpangan. Data yang diperoleh dari pemantauan harus dievaluasi oleh orang yang ditunjuk dengan pengetahuan dan kewenangan untuk carryout tindakan perbaikan jika diperlukan. Jika pemantauan tidak kontinu, maka jumlah atau frekuensi pemantauan harus cukup untuk menjamin PKC d dalam kontrol. Sebagian besar prosedur pemantauan untuk TKK perlu dilaksanakan secara cepat, karena berhubungan dengan proses on-line dan tidak akan ada waktu untuk pengujian analisis yang panjang. Pengukuran fisik dan kimia seringkali lebih disukai untuk pengujian mikrobiologi karena mereka dapat dilakukan dengan cepat dan sering dapat menunjukkan pengendalian mikrobiologi dari produk. Semua catatan dan dokumen yang terkait dengan pemantauan CCP harus ditandatangani oleh orang ( s ) melakukan monitoring dan oleh pejabat meninjau bertanggung jawab ( s ) dari perusahaan. 10. Menetapkan tindakan perbaikan ( lihat Prinsip 5 ) Tindakan perbaikan yang spesifik harus dikembangkan untuk setiap TKK dalam sistem HACCP agar dapat menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan harus memastikan bahwa PKC telah dikendalikan, Tindakan -tindakan harus mencakup disposisi yang tepat dari produk yang terpengaruh. Deviasi dan produk prosedur disposisi harus didokumentasikan dalam HACCP pencatatan. 11. Menetapkan prosedur verifikasi ( lihat Prinsip 6 ) Menetapkan prosedur verifikasi. Metoda audit dan verifikasi, prosedur dan pengujian, termasuk random sampling dan analisis, dapat digunakan untuk menentukan apakah sistem HACCP bekerja dengan benar Frekuensi verifikasi harus cukup untuk mengkonfirmasikan bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif. Contoh kegiatan verifikasi meliputi: Review dari sistem HACCP dan catatannya ; Ulasan penyimpangan dan disposisi produk ; Konfirmasi bahwa apakah TKK dalam kendali. Bila memungkinkan, kegiatan validasi harus mencakup tindakan untuk mengkonfirmasi kemanjuran semua elemen dari rencana HACCP.

17 12. Menetapkan dokumentasi dan pencatatan ( lihat Prinsip 7 ) Efisien dan akurat pencatatan sangat penting untuk penerapan sistem HACCP. Prosedur HACCP harus didokumentasikan. Dokumentasi dan pencatatan harus sesuai dengan sifat dan ukuran dari operasi. Contoh Dokumentasi adalah : Analisa Hazard Penentuan CCP Penentuan batas kritis. Contoh catatan adalah : Kegiatan pemantauan CCP Penyimpangan dan tindakan perbaikan yang terkait Modifikasi sistem HACCP.

18 BAB III Penutup A. Kesimpulan Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis,kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan. Prinsip keamanan pangan : 1. Analisis bahaya dalam makanan pada tahap operasi 2. Identifikasi titik-titik dalam operasi di mana bahaya dapat terjadi 3. Menentukan titik kritis untuk menjamin keamanan pangan 4. Identifikasi dan implementasi prosedur pengawasan dan pemantauan secara efektif pada titik kritis 5. Memeriksa sistem secara berkala Tahap pengawasan keamanan pangan produksi bahan mentah dan bahan penolong penanganan bahan mentah pengola han ditribu si pemasa ran konsu men Berdasarkan gambar di atas, HACCP merupakan tahap penanganan bahan mentah, pengolahan dan konsumen dari program pengawasan keamanan pangan. Prinsip-prinsip HACCP adalah : 1. Analisis bahaya (Hazard) 2. Penentuan Titik Kendali Kritis (CCP)

19 3. Penentuan batas kritis 4. Pemantauan 5. Tindakan perbaikan 6. Verifikasi 7. Dokumentasi B. Saran Dalam produksi pangan harus menerapkan sistem pangan agar produsen dapat mengidentifikasi dan mengawasi segala resiko jalannya produksi sampai ke pihak konsumen. Seperti yang dikutip oleh Forsythe and Hayes (1998), tujuan utama peraturan keamanan pangan adalah pemilik perusahaan disyaratkan dapat mengidentifikasikan dan mengawasi resiko keamanan pangan pada semua tahap persiapan dan penjualan makanan menggunakan analisa bahaya.

20 Daftar Pustaka Website - Food and Agliculture Organization (FAO) of United Nation : 1 history and background of the haccp system (Sabtu, 30 November Pukul 13:25 WIB) Fathonah, Siti Hygiene dan Sanitasi Makanan. UNNES PRESS : Semarang.

Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya

Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya Standar Nasional Indonesia SNI 01-4852-1998 Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya Badan Standardisasi i Nasional - BSN Standar ini merupakan adopsi secara

Lebih terperinci

HACCP DAN PENERAPANNYA DALAM INDUSTRI PANGAN

HACCP DAN PENERAPANNYA DALAM INDUSTRI PANGAN HACCP DAN PENERAPANNYA DALAM INDUSTRI PANGAN MAKALAH Disusun guna memenuhi penugasan individu mata kuliah Hygiene, Sanitasi dan Keselamatan Kerja Disusun oleh : Nama : Aris Handoyo NIM : 5401413073 Jurusan

Lebih terperinci

The Hazard Analysis and Critical Control Point System

The Hazard Analysis and Critical Control Point System The Hazard Analysis and Critical Control Point System HACCP merupakan metode yang rasional & alamiah untuk penjaminan mutu makanan. Sistem ini terdiri atas identifikasi serta pengkajian yang sistematis

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN

TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

PRINSIP PENERAPAN HACCP DI INDUSTRI PANGAN SIAP SAJI

PRINSIP PENERAPAN HACCP DI INDUSTRI PANGAN SIAP SAJI PRINSIP PENERAPAN HACCP DI INDUSTRI PANGAN SIAP SAJI BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Pedoman

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt Disusun Oleh : Yatin Dwi Rahayu 1006578 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan 1. Jaminan Mutu Mutu didefinisikan sebagai keseluruhan gabungan karakteristik produk dan jasa dari pemasaran, rekayasa, pembuatan, dan pemeliharaan

Lebih terperinci

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN ISO 22000 ISO 14001 ISO 17025 OHSAS Budaya Kerja 5S/5R Budaya Kerja K3 Sistem Manajemen Halal ISO 9001 Konsumen/Masyarakat IMPLEMENTASI ISO 9001:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 01/MEN/2007 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut

Gambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut A. Penerapan Cara Peoduksi Perikanan laut yang Baik (GMP/SSOP/HACCP) HACCP merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol setiap tahapan proses yang rawan terhadap risiko bahaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan usaha yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1799/Menkes/Per/XII/2010 tentang Industri Farmasi adalah badan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai

I. PENDAHULUAN. mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsumen masa kini lebih cerdas dan lebih menuntut, mereka mengharapkan produk pangan yang lebih mudah disiapkan, mengandung nilai gizi yang tinggi, harga terjangkau, rasa

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017

- 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 - 1 - PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PERMEN-KP/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN MUTU TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P

2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia.

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Makanan merupakan suatu kebutuhan pokok manusia, dimana persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. Syarat-syarat makanan yang baik diantaranya

Lebih terperinci

HANS PUTRA KELANA F

HANS PUTRA KELANA F KAJIAN SISTEM MANAJEMEN TERPADU (ISO 9001:2000 DAN ISO 22000:2005) DI PERUSAHAAN GULA RAFINASI MELALUI MAGANG DI PERUSAHAAN JASA KONSULTASI, PREMYSIS CONSULTING, JAKARTA HANS PUTRA KELANA F24104051 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, sebab ikan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk, di samping itu

Lebih terperinci

CODES OF PRACTICE. Dokumen: Codes of Practice Edisi / Rev: 1 / 2 Tanggal: 03 April 2017 Hal : Hal 1 dari 7

CODES OF PRACTICE. Dokumen: Codes of Practice Edisi / Rev: 1 / 2 Tanggal: 03 April 2017 Hal : Hal 1 dari 7 1. Pendahuluan Codes of Practice ini telah ditulis sesuai dengan persyaratan badan akreditasi nasional dan dengan persetujuan PT AJA Sertifikasi Indonesia yang saat ini beroperasi. PT. AJA Sertifikasi

Lebih terperinci

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt.

Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Quality Control (QC) dan Quality Assurance (QA) Mata Kuliah : Rancangan Produk Industri (2 SKS) Dosen : Kuni Zu aimah B.,S.Farm., M.Farm., Apt. Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan..

BAB I KETENTUAN UMUM. peraturan.. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.19/MEN/2010 TENTANG PENGENDALIAN SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

Training Modules on Food Safety Practices for Aquaculture. Penerapan Keamanan Pangan pada Perikanan Budidaya

Training Modules on Food Safety Practices for Aquaculture. Penerapan Keamanan Pangan pada Perikanan Budidaya Training Modules on Food Safety Practices for Aquaculture Penerapan Keamanan Pangan pada Perikanan Budidaya Pengantar Modul ini adalah bagian dari program pelatihan penerapan keamanan pangan untuk Industri

Lebih terperinci

Sistem Manajemen Keamanan pangan Persyaratan untuk organisasi dalam rantai pangan

Sistem Manajemen Keamanan pangan Persyaratan untuk organisasi dalam rantai pangan Standar Nasional Indonesia Sistem Manajemen Keamanan pangan Persyaratan untuk organisasi dalam rantai pangan Food safety management system Requirements for any organization in the food chain (ISO 22000:2005,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL

KATA PENGANTAR QUALITY CONTROL KATA PENGANTAR Assalamu alaikum, wr, wb, Segala Puji senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT beserta junjungan kita Nabi Besar Muhammad Rasulullah S.A.W yang telah melimpahkan rahmat, berkah, dan

Lebih terperinci

Q # Pertanyaan Audit Bukti Audit 4 Konteks Organisasi 4.1 Memahami Organisasi dan Konteksnya

Q # Pertanyaan Audit Bukti Audit 4 Konteks Organisasi 4.1 Memahami Organisasi dan Konteksnya Q # Pertanyaan Audit Bukti Audit 4 Konteks Organisasi 4.1 Memahami Organisasi dan Konteksnya 4.1q1 Bagaimana organisasi menentukan masalah eksternal dan internal yang relevan dengan tujuan dan arah strategis?

Lebih terperinci

Nur Hidayat Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang

Nur Hidayat Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang Nur Hidayat Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang http://nurhidayat.lecture.ub.ac.id Materi Sosialisasi GMP dan Keamanan Pangan 11/17/2011 1 HACCP

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 3. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu penilaian program kelayakan dasar (pre requisite program), evaluasi penerapan program Hazard Analysis Critical

Lebih terperinci

CODES OF PRACTICE. 1. Pendahuluan

CODES OF PRACTICE. 1. Pendahuluan 1. Pendahuluan Codes of Practice ini telah ditulis sesuai dengan persyaratan badan akreditasi nasional dan dengan persetujuan PT AJA Sertifikasi Indonesia yang saat ini beroperasi. PT. AJA Sertifikasi

Lebih terperinci

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL Oleh: TIMOR MAHENDRA N C 34101055 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini peredaran rumah makan berbasis ayam goreng kian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini peredaran rumah makan berbasis ayam goreng kian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini peredaran rumah makan berbasis ayam goreng kian menjamur. Berbagai variasi bumbu dan metode penyajian pun dapat dijumpai. Seiring dengan perkembangan jaman,

Lebih terperinci

Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point)

Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) Pengantar HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) 1 Pendahuluan Teknologi Dampak positip pengawetan peningkatan tampilan peningkatan gizi kecepatan penyajian > Dampak pengiring?? 2 Kemungkinan selama

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik)

CPOB. (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB { (Cara Pembuatan Obat yang Baik) CPOB (Cara Pembuatan Obat Yang Baik) 2006 atau GMP (Good Manufacturing Practices) 2006 adalah suatu pedoman pembuatan obat berdasarkan berbagai ketentuan dalam CPOB

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Obat Jadi dan Industri Bahan Baku Obat. Definisi dari obat jadi yaitu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Industri Farmasi 1. Pengertian Industri Farmasi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245/MenKes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin

Lebih terperinci

MAKALAH STANDARISASI MUTU PANGAN

MAKALAH STANDARISASI MUTU PANGAN MAKALAH STANDARISASI MUTU PANGAN Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Konsumen Oleh : 1. Avida Ayu Pramesti (5402411052) 2. Rana Bella (5402411053) 3. Inayatul Munawaroh (5402411054) 4.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu

BAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di era globalisasi ini perkembangan zaman yang diingiringi dengan inovasi-inovasi dalam bidang pangan khususnya. Pola konsumsi masyarakat terhadap suatu produk makanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

I. PENDAHULUAN. Salah satu dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, globalisasi bisnis serta pertumbuhan ekonomi dunia adalah makin meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

B. Tujuan Tujuan Qualiy Assurance adalah untuk memastikan bahwa obat dihasilkan dengan mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. PEMASTIAN MUTU (QUALITY ASSURANCE/QA) A. Pendahuluan Industri farmasi bertujuan untuk menghasilkan obat yang harus memenuhi persyaratan khasiat (efficacy), keamanan (safety) dan mutu (quality). Berdasarkan

Lebih terperinci

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian

Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Tekn. Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi Risiko Risiko merupakan ketidakpastian (risk is uncertainty) dan kemungkinan terjadinya hasil yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri

BAB I PENDAHULUAN. Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Toko Daging & Swalayan Sari Ecco merupakan salah satu industri berbasis rumah tangga yang bergerak dalam bidang pengolahan bahan pangan asal ternak dan supermarket.

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN RISIKO KEAMANAN PANGAN DI INDUSTRI

Lebih terperinci

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran

III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI A. Kerangka Pemikiran Perbaikan kualitas udang melalui rantai pengendalian mutu perlu melibatkan unit pengadaan bahan baku, unit penyediaan bahan baku, unit pengolahan, dan laboratorium

Lebih terperinci

(SMKP) ELEMEN 6 DOKUMENTASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN PERTAMBANGAN (SMKP) MINERAL DAN BATUBARA

(SMKP) ELEMEN 6 DOKUMENTASI SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN PERTAMBANGAN (SMKP) MINERAL DAN BATUBARA Sistem Manajemen Keselamatan Pertambangan (SMKP) ELEMEN 6 DOKUMENTASI Perbaikan Berkesinambungan Dokumentasi 2 Dari 78 6.1 MANUAL SMKP 6.2 Pengendalian Dokumen 6.3 Pengendalian Rekaman 6.4 Dokumen dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG PEMBENTUKAN OTORITAS KOMPETEN KEAMANAN PANGAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM

LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM LAMPIRAN 1 TATA CARA PENYUSUNAN SMK3 KONSTRUKSI BIDANG PEKERJAAN UMUM BAGI PENYEDIA JASA Elemen-elemen yang harus dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL

PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL PERATURAN DEPARTEMEN AUDIT INTERNAL Bab I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Tujuan Peraturan ini dibuat dengan tujuan menjalankan fungsi pengendalian internal terhadap kegiatan perusahaan dengan sasaran utama keandalan

Lebih terperinci

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012

Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT. oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012 Sosialisasi PENYUSUNAN SOP SAYURAN dan TANAMAN OBAT oleh: Tim Fakultas Pertanian UNPAD, Bandung, 14 Maret 2012 Issue : Kemampuan petani didalam menjamin mutu dan keamanan pangan segar yg dihasilkan relatif

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER. 05/MEN/1996 TENTANG

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER. 05/MEN/1996 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER. 05/MEN/1996 TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA MENTERI TENAGA KERJA Menimbang Mengingat a. Bahwa

Lebih terperinci

Sistem manajemen mutu Persyaratan

Sistem manajemen mutu Persyaratan SNI ISO 9001-2008 Standar Nasional Indonesia Sistem manajemen mutu Persyaratan ICS 03.120.10 Badan Standardisasi Nasional SNI ISO 9001-2008 Daftar isi Daftar isi... i Prakata... iv Pendahuluan... vi 0.1

Lebih terperinci

-1- DOKUMEN STANDAR MANAJEMEN MUTU

-1- DOKUMEN STANDAR MANAJEMEN MUTU -1- LAMPIRAN VII PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DOKUMEN STANDAR MANAJEMEN MUTU 1. Lingkup Sistem Manajemen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri obat jadi dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Industri Farmasi 2.1.1 Pengertian Industri Farmasi Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 245/Menkes/SK/V/1990 terdiri dari industri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri farmasi sebagai industri penghasil obat, dituntut untuk dapat menghasilkan obat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Industri farmasi diwajibkan menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.43/MENKES/SK/II/1988 tentang CPOB dan Keputusan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TENTANG GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR3 TAHUN2017 TENTANG PEMBENTUKAN OTORITAS KOMPETENSI KEAMANAN PANGAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 13 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia kuliner saat ini di Indonesia khususnya di Semarang mengalami kemajuan yang cukup pesat. Jenis-jenis industri kuliner yang ada di Semarang sangat beraneka ragam

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1 Audit Internal Audit ini meliputi semua departemen. Coordinator audit/ketua tim audit ditentukan oleh Manajemen Representative dan kemudian ketua tim audit menunjuk tim

Lebih terperinci

SOP-6 PENELAAHAN MUTU. Halaman 1 dari 12

SOP-6 PENELAAHAN MUTU. Halaman 1 dari 12 SOP-6 PENELAAHAN MUTU Halaman 1 dari 12 Histori Tanggal Versi Pengkinian Oleh Catatan 00 Halaman 2 dari 12 KETENTUAN 1.1 Penelaahan Mutu dilakukan untuk memastikan pelaksanaan kerja oleh Penilai telah

Lebih terperinci

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu

Tugas Individu Farmasi Industri. Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Tugas Individu Farmasi Industri Uraian Tugas Kepala Bagian Produksi, Pengawasan Mutu dan Pemastian Mutu Disusun Oleh : Eka Wahyu Lestari 14340004 Dosen : Drs. Kosasih, M.Sc., Apt. Program Profesi Apoteker

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN FASILITAS DAN KEGIATAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN FASILITAS DAN KEGIATAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN FASILITAS DAN KEGIATAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PEDOMAN MUTU PT YUSA INDONESIA. Logo perusahaan

PEDOMAN MUTU PT YUSA INDONESIA. Logo perusahaan PEDOMAN MUTU PT YUSA INDONESIA Logo perusahaan DISETUJUI OLEH: PRESIDEN DIREKTUR Dokumen ini terkendali ditandai dengan stempel DOKUMEN TERKENDALI. Dilarang mengubah atau menggandakan dokumen tanpa seizing

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS PROYEK

MANAJEMEN KUALITAS PROYEK MANAJEMEN KUALITAS PROYEK 1. Manajemen Mutu Proyek Proyek Manajemen Mutu mencakup proses yang diperlukan untuk memastikan bahwa proyek akan memenuhi kebutuhan yang dilakukan. Ini mencakup "semua aktivitas

Lebih terperinci

KEBIJAKAN ALKOHOL DAN OBAT TERLARANG PT BENING TUNGGAL MANDIRI

KEBIJAKAN ALKOHOL DAN OBAT TERLARANG PT BENING TUNGGAL MANDIRI KEBIJAKAN ALKOHOL DAN OBAT TERLARANG PT BENING TUNGGAL MANDIRI Kami PT Bening Tunggal Mandiri berkomitmen untuk melaksanakan kegiatan bisnis perusahaan berdasarkan aspek HSE. PT Bening Tunggal Mandiri

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, DRAFT PERBAIKAN RAPAT KEMKUMHAM TANGGAL 24 SEPT 2010 RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

DWI PURNOMO FTIP - UNPAD

DWI PURNOMO FTIP - UNPAD Manajemen Mutu Terpadu DWI PURNOMO FTIP - UNPAD Biaya dan Pangsa Pasar Hasil yang diperoleh dari Pasar Perbaikan reputasi Peningkatan volume Peningkatan harga Perbaikan Mutu Peningkatan Laba Biaya yang

Lebih terperinci

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /SEOJK.03/2016 TENTANG LEMBAGA PEMERINGKAT DAN PERINGKAT YANG DIAKUI OTORITAS JASA KEUANGAN

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /SEOJK.03/2016 TENTANG LEMBAGA PEMERINGKAT DAN PERINGKAT YANG DIAKUI OTORITAS JASA KEUANGAN Yth. 1. Direksi Bank Umum Konvensional; dan 2. Direksi Bank Umum Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 37 /SEOJK.03/2016 TENTANG LEMBAGA PEMERINGKAT DAN PERINGKAT YANG DIAKUI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari proses pengolahan yang aman mulai dari bahan baku, produk setengah

BAB I PENDAHULUAN. dari proses pengolahan yang aman mulai dari bahan baku, produk setengah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produk pangan yang bergizi tinggi, sehat dan aman dapat dihasilkan bukan hanya dari bahan baku yang pada dasarnya bermutu baik, namun juga dari proses pengolahan yang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 2 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BOGOR DENGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P

2015, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH P LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Industri Farmasi. Industri farmasi menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor. 245/Menkes/V/1990 adalah industri obat jadi dan industri bahan baku obat. Industri

Lebih terperinci

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.534, 2011 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Keselamatan Operasi Reaktor Nondaya. Prosedur. Pelaporan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. TEMPAT DAN WAKTU Penelitian terhadap kecukupan Sistem Keamanan Pangan untuk Industri Jasa Boga dilakukan dengan pengambilan data di beberapa instansi terkait yaitu Direktorat

Lebih terperinci

Pengendalian Mutu Produk Agroindustri KULIAH PENGANTAR AGROINDUSTRI

Pengendalian Mutu Produk Agroindustri KULIAH PENGANTAR AGROINDUSTRI Pengendalian Mutu Produk Agroindustri KULIAH PENGANTAR AGROINDUSTRI Latar Belakang Pengembangan agroindustri memandang pengendalian mutu sangat strategis karena : Mutu terkait dengan kepuasan konsumen

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv vii xiv xx BAB I BAB II PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER. 05/MEN/1996 TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER. 05/MEN/1996 TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER. 05/MEN/1996 TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA MENTERI TENAGA KERJA Menimbang : a. bahwa terjadinya kecelakaan di tempat kerja sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) adalah salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK) adalah salah satu jurusan yang ada di Fakultas Pendidikan Teknik dan Kejuruan (FPTK) UPI. Jurusan PKK mempunyai tiga

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 66/KEP-BKIPM/2017 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 66/KEP-BKIPM/2017 TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 66/KEP-BKIPM/2017 TENTANG SKEMA SERTIFIKASI LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI PENGENDALI HAMA PENYAKIT DAN MUTU IKAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN PERATURAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SELAKU OTORITAS

Lebih terperinci

Sistem manajemen mutu Persyaratan

Sistem manajemen mutu Persyaratan Standar Nasional Indonesia Sistem manajemen mutu Persyaratan ICS 03.120.10 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... iv Pendahuluan... vi 0.1 Umum... vi 0.2 Pendekatan proses...

Lebih terperinci

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi

Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi Dokumentasi SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) S P O Sanitasi HANDOUT MATA KULIAH : REGULASI PANGAN (KI 531) OLEH : SUSIWI S JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA F P M I P A UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

Lebih terperinci

2013, No BAB I PENDAHULUAN

2013, No BAB I PENDAHULUAN 2013, No.233 6 LAMPIRAN PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN ARSIP ELEKTRONIK BAB I PENDAHULUAN A. Umum Kemajuan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS, TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH. menetapkann. Sistem

BUPATI BANYUMAS, TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH. menetapkann. Sistem BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 64 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUMAS DENGAN N RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek Oleh: Arrigo Dirgantara

Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek Oleh: Arrigo Dirgantara Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek 2012 Oleh: Arrigo Dirgantara 1106069664 Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Indonesia 2012 Pertanyaan:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan terpenting bagi manusia sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memperoleh tubuh yang sehat. Mulai dari melakukan olah raga, hidup secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KEAMANAN PANGAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. KEAMANAN PANGAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. KEAMANAN PANGAN Menurut UU RI No. 7 tahun 1996, pangan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan

Lebih terperinci

DOKUMENTASI

DOKUMENTASI DOKUMENTASI PENDAHULUAN Dokumentasi adalah suatu bukti yang dapat dipercaya pada penerapan/pemenuhan CPOTB. Mutu yang direncanakan adalah satu-satunya solusi untuk mengatasi keluhan yang terkait dengan

Lebih terperinci

PENERAPAN PRINSIP HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) PADA PABRIK PENGOLAHAN CRACKER DENGAN KAPASITAS TEPUNG TERIGU 100 KG PER HARI

PENERAPAN PRINSIP HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) PADA PABRIK PENGOLAHAN CRACKER DENGAN KAPASITAS TEPUNG TERIGU 100 KG PER HARI PENERAPAN PRINSIP HACCP (HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT) PADA PABRIK PENGOLAHAN CRACKER DENGAN KAPASITAS TEPUNG TERIGU 100 KG PER HARI MAKALAH KOMPREHENSIF OLEH : ANITA LUGITO (6103006007) PROGRAM

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 30 2010 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan maupun pengolahan merupakan suatu cara ataupun tindakan untuk mempertahankan mutu dan kualitas bahan pangan, termasuk di sektor perikanan. Menurut data Dirjen

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian adalah suatu proses berfikir dari menemukan masalah, mengumpulkan data, baik melalui tinjauan pustaka maupun melalui studi lapangan, melakukan pengolahan

Lebih terperinci

A. KRITERIA AUDIT SMK3

A. KRITERIA AUDIT SMK3 LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEDOMAN PENILAIAN PENERAPAN SMK3 A. KRITERIA AUDIT SMK3 1 PEMBANGUNAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN NASIONAL SERTIFIKASI PROFESI NOMOR : 3 / BNSP / III / 2014 TENTANG PEDOMAN KETENTUAN UMUM LISENSI LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI

PERATURAN BADAN NASIONAL SERTIFIKASI PROFESI NOMOR : 3 / BNSP / III / 2014 TENTANG PEDOMAN KETENTUAN UMUM LISENSI LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI PERATURAN BADAN NASIONAL SERTIFIKASI PROFESI NOMOR : 3 / BNSP / III / 2014 TENTANG PEDOMAN KETENTUAN UMUM LISENSI LEMBAGA SERTIFIKASI PROFESI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA BADAN NASIONAL SERTIFIKASI

Lebih terperinci

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93

2016, No Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2154, 2016 KEMEN-KP. Sertifikat Kelayakan Pengolahan. Penerbitan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72/PERMEN-KP/2016 TENTANG

Lebih terperinci

SKEMA SERTIFIKASI TEKNISI PEMASANGAN INSTALASI BIOGAS KONSTRUKSI SERAT KACA UNTUK PEMBAKARAN SKALA RUMAH TANGGA

SKEMA SERTIFIKASI TEKNISI PEMASANGAN INSTALASI BIOGAS KONSTRUKSI SERAT KACA UNTUK PEMBAKARAN SKALA RUMAH TANGGA 2016 LSP ENERGI TERBARUKAN SKEMA SERTIFIKASI TEKNISI PEMASANGAN INSTALASI BIOGAS KONSTRUKSI SERAT KACA UNTUK PEMBAKARAN SKALA RUMAH TANGGA Skema Sertifikasi Teknisi Pemasangan Instalasi Biogas Konstruksi

Lebih terperinci