ANALISIS KESESUAIAN DAN PERENCANAAN TAPAK KAWASAN SITU PENGASINAN SEBAGAI KAWASAN PARIWISATA KOTA PRIMA JIWA OSLY

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KESESUAIAN DAN PERENCANAAN TAPAK KAWASAN SITU PENGASINAN SEBAGAI KAWASAN PARIWISATA KOTA PRIMA JIWA OSLY"

Transkripsi

1 ANALISIS KESESUAIAN DAN PERENCANAAN TAPAK KAWASAN SITU PENGASINAN SEBAGAI KAWASAN PARIWISATA KOTA PRIMA JIWA OSLY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Kesesuaian dan Perencanaan Tapak Kawasan Situ Pengasinan Sebagai Kawasan Pariwisata Kota adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2008 PRIMA JIWA OSLY NRP. A

3 ABSTRACT PRIMA JIWA OSLY. Land Evaluation and The Planning of The Lake Area Site for Urban Tourism Area. Under Direction of KOMARSA GANDASASMITA and RIADIKA MASTRA. Significantly, tourism in Depok has not yet developed because tourism variety and object are still lacking there. Lake area which is potential to become tourism area has not yet been developed for tourism object. This research intends to plan the lake area called Pengasinan as an ecologically sound urban tourism area. The analysis used GIS (Geographic Information System) technology, a software ArcView version 3.30 which implements an intercept overlay method. Spatial analysis used weighted and scoring method by which appereance of object in space quantified. Evaluation is divided into location suitability (macro area) and zone suitability (micro area). Certainty of location and zone can be seen through the accumulationof scoring value. Result of analysis reveal that location of Pengasinan lake is physically worth to be developed as tourism area. Micro area analysis divides the area into 3 tourism zones, which consist of main zone (village view tourism), rest zone and supporting zone (water and shopping tourism). The site planning at each zone can satisfy the needs for facility and infrastucture there. The analysis result can also provide development direction as well as investment pattern and area development. Keyword : lake area, suitability analysis, site planning, GIS, tourism

4 RINGKASAN PRIMA JIWA OSLY. Analisis Kesesuaian Dan Perencanaan Tapak Kawasan Situ Pengasinan Sebagai Kawasan Pariwisata Kota. Oleh KOMARSA GANDASASMITA dan RIADIKA MASTRA Secara signifikan, pariwisata Kota Depok belum berkembang karena variasi dan obyek wisata masih kurang. Beberapa kawasan situ terutama kawasan situ Pengasinan yang berpotensi menjadi kawasan wisata dan seharusnya telah menjadi obyek wisata ternyata belum dikembangkan dan dikelola. Penelitian ini bertujuan merancang kawasan situ Pengasinan sebagai kawasan pariwisata kota bernuansa lingkungan. Proses analisis menggunakan teknologi SIG (Sistem Informasi Geografis), software ArcView versi 3.30 dengan cara melakukan overlay intersept. Analisis keruangan menggunakan metode pembobotan dan skoring, yaitu metode kuantifikasi kenampakan setiap obyek pada ruang. Penilaian dibagi menjadi penilaian kesesuaian lokasi (makro kawasan) dan kesesuaian zona (mikro kawasan). Ketentuan lokasi dan zona akan terlihat melalui akumulasi nilai skor. Penggunaan parameter dalam menentukan lokasi kawasan wisata ditentukan berdasarkan pengharkatan terhadap infrastruktur, status lahan, view dan Land Cover/Land Use. Lokasi terpilih merupakan kombinasi antara keseluruhan parameter diatas. Pemilihan lokasi dalam kawasan yang paling sesuai merupakan kombinasi antara aksesibilitas yang mudah, status lahan yang memiliki tingkat resistensi yang rendah, pemandangan yang bagus dan Land Cover/Land Use yang sesuai dengan tema obyek wisata yang akan dibangun. Sedangkan untuk penetapan zona, kriteria yang digunakan untuk menetapkan suatu lahan menjadi sesuai sebagai sebuah tapak kawasan wisata adalah menggunakan parameter lahan yang dianggap paling berpengaruh terhadap content (isi) tapak kawasan tersebut. Parameter tersebut kemudian ditentukan bobot kepentingannya terhadap masingmasing zona dengan melihat besaran kepentingan nilai di atasnya terhadap nilai di bawahnya. Ditinjau dari data sebaran kesesuaian lokasi yang diperoleh dari hasil analisis, maka secara umum kondisi lahan pada daerah penelitian memiliki tingkat kesesuaian sedang sampai sesuai, yaitu mencakup 85,44% dari keseluruhan daerah penelitian. Ini berarti bahwa kondisi lahan daerah penelitian cukup dapat dikembangkan untuk kawasan wisata. Zona A sebagai zona utama memiliki tingkat kesesuaian lahan yang cukup untuk dikembangkan menjadi sebuah kawasan wisata desa. Dengan luas area sesuai sebesar 35% dari luas kawasan, zona ini relatif lebih mudah dikembangkan. Komposi penyebaran daerah kesesuaian yang merata pada bagian barat kawasan juga menjadikan zona ini lebih mudah untuk dikembangkan menjadi satu tema. Zona B sebagai zona istirahat memiliki tingkat kesesuaian lahan yang cukup untuk dikembangkan menjadi sebuah kawasan yang berisi bangunan-bangunan pendukung kegiatan wisata. Dengan luas area sesuai sebesar 60% dari luas kawasan, zona ini relatif lebih mudah dikembangkan. Komposi penyebaran daerah kesesuaian yang merata pada bagian utara - selatan kawasan juga menjadikan zona ini lebih mudah untuk dikembangkan menjadi satu tema. Zona C sebagai zona pendukung memiliki tingkat kesesuian lahan yang kurang cukup untuk dikembangkan menjadi sebuah

5 kawasan yang berisi bangunan-bangunan pendukung kegiatan wisata. Dengan luas area yang sesuai sebesar 16% dari luas kawasan, zona ini relatif agak sulit dikembangkan. Komposi penyebaran daerah kesesuaian yang hampir merata pada bagian timur kawasan menjadikan zona ini sedikit lebih mudah untuk dikembangkan menjadi satu tema. Hasil analisis menunjukkan bahwa lokasi situ Pengasinan layak secara fisik untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata. Analisis mikro kawasan membagi kawasan menjadi 3 zona wisata, yaitu zona utama (wisata desa), zona istirahat dan zona pendukung (wisata air dan belanja). Perancangan tapak pada masing-masing zona sudah memenuhi kebutuhan akan sarana dan prasarana pada zona tersebut. Hasil analisis juga memberikan arahan pengembangan serta pola investasi dan pengembangan kawasan. Kata kunci : kawasan situ, analisis kesesuaian, rencana tapak, SIG, wisata

6 Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindung Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

7 ANALISIS KESESUAIAN DAN PERENCANAAN TAPAK KAWASAN SITU PENGASINAN SEBAGAI KAWASAN PARIWISATA KOTA PRIMA JIWA OSLY Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : DR. Ir. Setia Hadi, MS

9 Judul Tesis Nama NIM : Analisis Kesesuaian dan Perencanaan Tapak Kawasan Situ Pengasinan Sebagai Kawasan Pariwisata Kota : Prima Jiwa Osly : A Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSc Ketua Dr. Ir. IDK. Riadika Mastra, MEng Anggota Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS Tanggal Ujian : 4 September 2008 Tanggal Lulus :

10 Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata. Untuk menjadi pengajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat) Allah (Q.S. 50:7-8) Dan Kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami limpahkan berkat kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri itu (jarak-jarak) perjalanan. Berjalanlah kamu di negeri-negeri itu pada malam dan siang hari dengan aman (Q.S. 34:18) Yang mulia: Ayahanda dan Ibunda Prof. DR. Ir. H. Osly Rachman, MS Hj. Nursahati, SH Yang tercinta: Isteriku Puspita Sari, ST Yang tersayang: Putriku Azumi Sultanikha (Zee)

11 PRAKATA Assalamu alaikum Wr. Wb Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunianya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2008 sampai Juli 2008 ini adalah perencanaan dan perancangan tapak kawasan situ agar dapat menjadi sebuah kawasan wisata yang berisi berbagai macam obyek wisata. Berdasarkan tema diatas, karya ilmiah ini diberi judul Analisis Kesesuaian dan Perencanaan Tapak Kawasan Situ Pengasinan Sebagai Kawasan Pariwisata Kota. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Dr. Ir. Ernan Rustiadi selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) IPB. 2. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSC selaku Dosen Pembimbing Utama. 3. Dr. Ir. IDK. Riadika Mastra, MEng, selaku Dosen Pembimbing Anggota. 4. Prof. DR. Ir. Osly Rachman, MS, ayah sekaligus mentor. 5. Puspita Sari, ST dan Azumi Sultanikha, istri dan anakku tersayang. 6. Fakultas Teknik Universitas Pancasila, Jakarta, selaku sponsor. 7. Mahasiswa Pasca Sarjana IPB, khususnya Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) IPB, khususnya Program Reguler Angkatan Semua pihak yang membantu dalam penulisan rencana penelitian ini. Akhir kata semoga karya ilmiah ini, baik dalam pemaknaan substansi maupun ekspresi penulisan dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Wassalamu alaikum Wr. Wb. Bogor, Agustus 2008 Prima Jiwa Osly

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor, pada tanggal 16 Desember 1976 dari Ayah yang bernama Osly Rachman dan Ibu yang bernama Nursahati. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Penulis sudah menikah pada 31 Agustus 2003 dengan Puspita Sari dan telah dikaruniai seorang putri bernama Azumi Sultanikha. Tahun 1995 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Bogor, dan pada tahun yang sama melanjutkan ke Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Pancasila Jakarta, dan lulus pada tahun Tahun 2006, penulis diterima di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Fakultas Teknik Universitas Pancasila Jakarta. Penulis bekerja sebagai staf pengajar Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Pancasila Jakarta sejak 2000 sampai sekarang.

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... v I. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Identifikasi Masalah... 3 Tujuan Penelitian... 4 Ruang Lingkup Penelitian... 5 Kontribusi Penelitian... 5 II. TINJAUAN PUSTAKA... 6 Pengertian Pariwisata... 6 Potensi dan Pasar Wisata... 7 Konsep Pengembangan Kawasan Wisata... 9 Pengembangan Kawasan Tepi Air (Waterfront Development) Perencanaan Tapak Sistem Informasi Geografis (SIG) III. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pikir Penelitian Lokasi Penelitian Waktu Penelitian Pengumpulan dan Pengolahan Data Penyusunan Basis Data dan Pengolahan Data Digital Zona Dan Parameter Penyusun Rencana Tapak Metode Analisis Keruangan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Biofisik Lokasi Penelitian Analisis Dan Perancangan Tapak Pemetaan Kesesuaian Lokasi Dan Zona Perancangan Tapak Arahan Prima Jiwa Osly/A i

14 V. PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA Prima Jiwa Osly/A ii

15 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Persentase Penggunaan Lahan Kota Depok... 2 Tabel 2. Kemampuan SIG dalam Pariwisata Tabel 3. Jenis data dan metode pengumpulannya Tabel 4. Content masing-masing zona dalam kawasan Tabel 5. Pemeringkatan kesesuaian lokasi yang digunakan Tabel 6. Pemeringkatan kesesuaian infrastruktur yang ada Tabel 7. Pemeringkatan kesesuaian status lahan Tabel 8. Pemeringkatan kesesuaian Land Cover dan Land Use Tabel 9. Pemeringkatan kesesuaian untuk View dengan Buffer 100 m Tabel 10. Parameter dan bobot untuk penentuan lokasi dalam zona Tabel 11. Pemeringkatan kesesuaian zona Tabel 12. Skoring Land Cover dan Land Use dalam zona A (Village Zone) Tabel 13. Skoring Aksesibilitas Mikro dalam zona A (Village Zone) Tabel 14. Skoring View dalam zona A (Village Zone) Tabel 15. Skoring Vegetasi dalam zona A (Village Zone) Tabel 16. Skoring Slope dalam zona A (Village Zone) Tabel 17. Skoring Land Cover dan Land Use dalam zona B (Rest Area) Tabel 18. Skoring Aksesibilitas Mikro dalam zona B (Rest Area) Tabel 19. Skoring View dalam zona B (Rest Area) Tabel 20. Skoring Water Body dalam zona B (Rest Area) Tabel 21. Skoring Land Cover dan Land Use dalam zona C (Water Zone) Tabel 22. Skoring Aksesibilitas Mikro dalam zona C (Water Zone) Tabel 23. Skoring Water Body dalam zona C (Water Zone) Tabel 24. Skoring Vegetasi dalam zona C (Water Zone) Tabel 25. Luas Land Cover dan Land Use Tabel 26. Tabel panjang jaringan jalan dalam lokasi Tabel 27. Tabel luas status lahan pada lokasi Tabel 28. Tabel luas kesesuaian untuk lokasi Tabel 29. Tabel luas kesesuaian untuk Zona A (Village Zone) Tabel 30. Tabel luas kesesuaian untuk Zona B (Water Zone) Prima Jiwa Osly/A iii

16 Tabel 31. Tabel luas kesesuaian untuk Zona C (Water Zone) Tabel 32. Tabel luas untuk masing-masing zona Tabel 33. Kebutuhan Ruang Fasilitas Tabel 34. Tingkat kepentingan untuk kegiatan pembangunan fasilitas Prima Jiwa Osly/A iv

17 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Pola morfologi pada area Waterfront Gambar 2. Proses perencanaan tapak Gambar 3. Kerangka pikir penelitian Gambar 4. Lokasi penelitian Gambar 5. Prosedur penentuan kesesuaian lokasi Gambar 6. Prosedur penentuan kesesuaian untuk Zona A (Village Zone) Gambar 7. Prosedur penentuan kesesuaian untuk Zona B (Rest Area) Gambar 8. Prosedur penentuan kesesuaian untuk Zona C (Water Zone) Gambar 9. Prosedur penentuan posisi zona terhadap kawasan Gambar 10. Pembagian wilayah kota Depok Gambar 11. Lokasi penelitian Gambar 12. Peta elevasi lahan lokasi penelitian Gambar 13. Peta kemiringan lahan lokasi penelitian Gambar 14. Peta hidrologi lokasi penelitian Gambar 15. Peta jaringan jalan wilayah penelitian Gambar 16. Pola ruang kawasan Gambar 17. Pencapaian wilayah penelitian dalam konstelasi regional Gambar 18. Peta jaringan jalan dalam kawasan Gambar 19. Peta kesesuaian lokasi Gambar 20. Peta kesesuaian untuk zona A (Village Zone) Gambar 21. Peta kesesuaian untuk zona B (Rest Area) Gambar 22. Peta kesesuaian untuk zona C (Water Zone) Gambar 23. Peta zonasi Gambar 24. Skema pengelolaan air bersih kawasan Gambar 25. Skema pengelolaan air kotor kawasan Gambar 26. Rancangan tapak Zona A Gambar 27. Perancangan suasana pada Zona A Gambar 28. Rancangan tapak Zona B Gambar 29. Suasana pos sepeda Gambar 30. Amphi Theatre Prima Jiwa Osly/A v

18 Gambar 31. Pusat kerajinan dan cinderamata Gambar 32. Suasana toko cinderamata dan kerajinan Gambar 33. Rancangan tapak Zona C Gambar 34. Pusat belanja tanaman Gambar 35. Suasana belanja tana Gambar 36. Kondisi dermaga untuk wisata air Prima Jiwa Osly/A vi

19 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Peran sektor pariwisata terasa semakin penting dalam perekonomian daerah, baik sebagai sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah) maupun sebagai kesempatan kerja serta kesempatan berusaha. Dalam rancangan pembangunan nasional, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, pengembangan pariwisata harus dilakukan dan ditingkatkan dengan memperluas dan memanfaatkan sumber serta potensi pariwisata. Pemasukan (devisa) dari sektor pariwisata Indonesia adalah sebesar Rp 125 trilyun dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 7,52 juta orang (DEPBUDPARRI, 2006). Meningkatnya jumlah wisatawan akan menciptakan industri pariwisata (angka pertumbuhan nasional sebesar 2% per tahun). Dalam kasus kota Depok, tahun 2006 sektor pariwisata menyumbang 25,4% bagi PAD dan 8,8% dari keseluruhan restribusi pendapatan Jawa Barat dari sektor pariwisata. Peningkatan tersebut didorong oleh tiga hal, yakni pertama, penampilan eksotis daerah, dalam arti bahwa setiap pariwisata tentu ingin menampilkan sesuatu yang belum ada di mana-mana. Kedua, kebutuhan orang modern dengan hiburan waktu senggang atau relaksasi (keluar dari rutinitas). Ketiga, mendatangkan keuntungan sebesar-besarnya bagi daerah yang dijadikan tujuan wisata. Depok memiliki posisi sebagai daerah peresapan air dan hal ini dituangkan dalam Keppres No. 114 Pasal 2 tahun 1999 tentang Penataan Ruang Bogor-Puncak- Cianjur). Dalam Keppres tersebut salah satu fungsi penting kawasan adalah sebagai peresapan air bagi keseluruhan kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Praktek peresapan air itu dilakukan melalui perlindungan ekologi kawasan hijau dan danau (bahasa lokal disebut situ). Saat ini, sebanyak 12 dari 26 situ di Depok dalam keadaan rusak. Kualitas air berkurang karena sedimentasi, tumbuhnya gulma air yang tak terkendali, limbah domestik, kerusakan bangunan air pendukung situ (tanggul, pintu air) sehingga menyebabkan penyempitan luas permukaan situ secara terus menerus. Dengan semakin besarnya kerusakan ekosistem situ, kegiatan konservasi air di kota Depok saat ini dalam kondisi mengkhawatirkan (Rosnila, 2004). Sebesar 40% total curah Prima Jiwa Osly/A

20 hujan kota depok menjadi air permukaan sehingga menyebabkan volume air resapan menjadi berkurang. Dibandingkan dengan wilayah Bogor, air hujan yang menjadi air permukaan berkisar 20%. Peningkatan jumlah air permukaan ini utamanya disebabkan makin meningkatnya permukiman penduduk (Anon, 2004). Hal ini berhubungan dengan perencanaan pengembangan kota Depok yang lebih diarahkan untuk menjadi daerah pemukiman. PEMKOT (Pemerintah Kota) Depok sadar bahwa daerahnya menjadi pilihan bagi para pekerja yang mencari nafkah di Jakarta. Pertambahan jumlah penduduk yang relatif pesat mengakibatkan kebutuhan akan perumahan meningkat pula. Saat ini, penggunaan tanah Depok untuk permukiman mencapai 66% dari total wilayah Depok sedangkan wilayah hutan kurang dari 10% (Tabel 1). Salah satu solusi yang dapat ditawarkan untuk tetap menjaga keberadaan situ dan diharapkan dapat memperbaiki situ-situ yang rusak adalah dengan mengelola kawasan sekitar situ untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata. Tabel 1. Persentase Penggunaan Lahan Kota Depok No Jenis Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase 1 Hutan Kota % 2 Sungai/Danau/Situ % 3 Pertanian % 4 Permukiman % 5 Pendidikan % 6 Perkantoran % 7 Pusat Pelayanan % 8 Industri % 9 Perdagangan dan Jasa % TOTAL Sumber : Peta RTRW Depok % Pada dasarnya keberadaan situ tersebut merupakan potensi besar di bidang pariwisata, khususnya wisata air. Sedikitnya 22 situ di wilayah penyangga Ibu Kota Negara bagian selatan ini sudah disiapkan untuk dikembangkan. Ke-22 situ yang tersebar pada wilayah tersebut antara lain Cilangkap, Rawa Kalong, Pedongkelan, Tipar, Jatijajar, Patinggi, Baru, Gadog, Sidomukti, Cilodong. Lalu, Pengarengan, Bahar, Pitara, Asih Pulo, Rawa Besar Citayam, UI, Pladen, Bojong Sari, Pengasinan, Pasir Putih, Cinere dan Krukut. Hal ini juga ditunjang dengan keinginan masyarakat Depok yang menghendaki adanya kawasan wisata di dalam Prima Jiwa Osly/A

21 kota Depok, sehingga masyarakat tidak perlu untuk mencari obyek-obyek wisata yang berada di luar kota Depok (Media Indonesia, 11 Januari 2005). Dengan adanya potensi kawasan dan pasar yang potensial maka diharapkan kawasan situ dapat dibangun menjadi sebuah kawasan wisata. Berdasarkan masalah-masalah yang ada diatas maka perlu dilakukan penelitian untuk membangun sebuah kawasan wisata yang dapat menjamin keberadaan situ sebagai kawasan konservasi tanah dan air, mengakomodir keinginan masyarakat Depok dalam berwisata dan mendatangkan keuntungan bagi pemerintah. Identifikasi Masalah Perkembangan Depok sebagai kota yang relatif baru dapat dikatakan cukup pesat. Pengembangan kota dari Kota Administratif menjadi Kota membuat Depok berbenah diri. Depok pada awalnya direncanakan sebagai kota satelit kemudian berubah menjadi kota dormitory. Hal ini mengakibatkan pertumbuhan penduduk menjadi sangat cepat (pertumbuhan penduduk 3,70% per tahun, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan penduduk nasional 3,2% per tahun). Untuk mengantisipasi hal tersebut maka dilakukan pembangunan fasilitas-fasilitas utama yang membangun struktur kota yaitu permukiman, perdagangan dan sosial. Di sisi lain, pertambahan penduduk juga berpengaruh terhadap berbagai hal dalam keinginan beraktivitas, termasuk aktivitas wisata. Keterbatasan kawasan wisata termasuk variasi dan obyek wisata di kota Depok membuat masyarakat mencari obyek wisata yang ada di daerah lain seperti Bogor dan Jakarta (Susilowati et al., 2005). Sebagai salah satu wilayah dalam daerah konservasi tanah dan air (KEPPRES no 114 tahun 1999), Depok memiliki situ-situ yang keberadaannya belum dimanfaatkan secara maksimal oleh pemerintah kota dan usaha swasta. Sama seperti kota-kota lainnya yang sedang berkembang, perubahan penggunaan lahan dari pertanian menjadi non pertanian menjadi konsekwensi perkembangan kota. Perubahan penggunaan lahan ini akan mempengaruhi perilaku dan fungsi air permukaan. Keadaan ini juga berpengaruh terhadap keberadaan situ. Apabila kondisi ini tidak dikendalikan maka keberadaan situ akan menciut dan bahkan Prima Jiwa Osly/A

22 hilang. Pengelolaan dan pengembangan kawasan situ menjadi alternatif yang logis untuk menjaga keberadaan situ tersebut. Perencanaan kawasan situ sebagai kawasan wisata merupakan salah satu solusi yang dapat ditawarkan untuk mengelola dan mengembangkan kawasan situ. Pengembangan kawasan ini diharapkan akan menghasilkan multiplier effect bagi seluruh komponen kota. Saat ini, situ Pengasinan belum ditangani secara serius oleh Pemerintah Kota dan belum dikembangkan menjadi kawasan dengan fungsi konservasi dan sekaligus wisata walaupun RENSTRA Kantor Pariwisata, Seni dan Budaya Depok Tahun telah mengamanatkan pengembangan dan pembangunan obyek wisata situ Pengasinan sebagai salah satu program dalam penataan kawasan wisata Kota Depok. Namun perencanaan secara detil terhadap kawasan tersebut belum pernah dilakukan. Melihat potensi yang ada di sekitar kawasan situ Pengasinan seperti, kondisi alam yang masih terjaga, sedikitnya jumlah bangunan di sekitar situ dan terjaganya kondisi air, memberikan inspirasi untuk mengembangkan kawasan ini menjadi kawasan wisata. Kawasan wisata ini diharapkan tidak hanya dapat dinikmati oleh masyarakat Depok namun juga masyarakat di kota-kota sekitar Depok. Berdasarkan uraian diatas maka dapat di identifikasikan pokok-pokok permasalahan yang ada, yaitu : 1. Pertambahan penduduk mengakibatkan meningkatnya keinginan penduduk untuk variasi dan obyek wisata, 2. Beberapa kawasan situ terutama kawasan situ Pengasinan yang berpotensi menjadi kawasan wisata dan seharusnya telah menjadi obyek wisata ternyata belum dikembangkan dan dikelola, dan 3. Belum adanya perencanaan detil terhadap kawasan situ Pengasinan untuk menjadi kawasan wisata. Tujuan Penelitian Tujuan Utama Tujuan utama penelitian ini adalah merencanakan dan merancang kawasan Situ Pengasinan, Sawangan menjadi kawasan pariwisata kota bernuansa lingkungan dan dapat menjadi ciri utama pariwisata Depok. Prima Jiwa Osly/A

23 Tujuan Khusus 1. Menentukan kesesuaian kawasan sekitar situ untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata berdasarkan potensi fisik, 2. Menentukan jenis obyek-obyek wisata pada kawasan terbangun, 3. Mengintegrasi obyek-obyek wisata dan mengatur sirkulasi sehingga menjadi sebuah kawasan pariwisata, 4. Memberikan arahan dan strategi promosi bagi pengelola dan calon pengelola kawasan. Ruang Lingkup Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka ruang lingkup penelitian ini hanya merencanakan berdasarkan potensi fisik dan merancang sebuah kawasan wisata pada kawasan sekitar situ Pengasinan dan mencoba menawarkannya sebagai sebuah kawasan pariwisata kota yang dapat menjadi ciri utama pariwisata Depok. Studi kelayakan secara sosial dan ekonomi untuk kawasan terbangun tidak akan dibahas sepintas dalam penelitian ini. Kontribusi Penelitian Kontribusi dari penelitian ini adalah : 1. Acuan bagi Pengambil Kebijakan (Pemerintah Kota Depok c/q Kantor Pariwisata, Seni dan Budaya Kota Depok) untuk menetapkan pembangunan Kawasan Situ Pengasinan, Sawangan 2. Sebagai salah satu model pembangunan kawasan wisata yang berwawasan lingkungan 3. Sebagai salah satu landasan ilmiah dalam mempromosikan pariwisata Depok Prima Jiwa Osly/A

24 II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pariwisata World Trade Organization (WTO) mendefinisikan pariwisata sebagai the activities of persons travelling to and staying in places outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, business and other purposes atau segala macam aktivitas dari manusia yang melakukan perjalanan dan menetap di sebuah tempat selain lingkungan tempat hidupnya selama tidak lebih dari satu tahun untuk keperluan mengisi waktu senggang, bisnis dan atau keperluan lainnya. Definisi wisata menurut Swabrooke et al., 2003 adalah Tourism can be defined as the theories and practice of travelling and visiting places for leisure related purpose atau pariwisata dapat diartikan sebagai teori dan praktek dari perjalanan mengunjungi obyek-obyek tertentu untuk mendapatkan kesenangan. UU nomor 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan mendefinisikan wisata sebagai kegiatan perjalanan atau sebagian dari kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Sehingga berdasarkan definisi diatas dapat diartikan bahwa seluruh jenis perjalanan yang dilakukan dapat dikatakan sebagai wisata apabila dalam melakukan perjalanan tersebut seseorang mendapatkan kesenangan. Secara relasional, pariwisata merupakan hubungan antara obyek dan manusia. Obyek memberikan sesuatu yang dapat mengakibatkan manusia terpuaskan hasrat keinginannya, manusia akan memberikan sesuatu pula terhadap obyek tersebut. Berdasarkan pengertian diatas maka pariwisata mempunyai ciri-ciri (1) pelaku (individu atau kelompok), (2) yang melakukan perjalanan, (3) bersifat sementara, (4) untuk mencari kebahagian, kepuasaan atau kenikmatan. Sehingga, secara kontekstual, perjalanan yang dilakukan manusia dari tempat asal menuju tempattempat yang disukai dalam waktu sementara dengan tujuan rekreasi dan bersenang-senang identik dengan kegiatan wisata. Prima Jiwa Osly/A

25 Potensi dan Pasar Wisata Kriteria Penilaian Potensi Skala perencanaan untuk wisata dapat dibedakan atas tiga skala, yaitu: (1) skala situs (site scale); (2) skala daerah tujuan wisata (destination scale); dan (3) skala regional (regional scale). Skala situs berhubungan dengan pengalokasian ruang daerah-daerah tujuan wisata sesuai dengan tujuan obyek wisata seperti tempat parkir, taman, ruang peristirahatan, hotel, restoran, obyek wisata utama dan pelengkap. Skala destinasi melihat keterkaitan antara beberapa obyek wisata di suatu daerah tujuan wisata yang saling melengkapi dan menunjang dalam memberikan variasi wisata, sedangkan skala regional melihat keterpaduan kawasan wisata dalam lingkup yang lebih luas misalnya dalam satu propinsi. Metode yang sering diterapkan dalam perencanaan wilayah wisata yaitu mengidentifikasi, menyeleksi, mengevaluasi situs atau wilayah dan mengukur potensi wisata. Elemen pengembangan pariwisata terdiri dari atraksi, transportasi, akomodasi, fasilitas pendukung dan infrastruktur. Pemetaan dan overlay peta menjadi alat yang penting untuk menampilkan potensi-potensi tersebut sehingga layak untuk dikembangkan. Kriteria penilaian potensi obyek wisata bersifat obyektif yang berarti heterogenitas wilayah akan menentukan obyek-obyek wisata yang dapat dikembangkan pada wilayahnya masing-masing. Kriteria-kriteria penilaian potensi obyek wisata ini dikembangkan oleh para ahli dengan penelitian dan studi kasus. Beberapa kriteria yang dapat digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah yang dikembangkan oleh Coppock et al. (1971), Swarbrooke et al. (2003), White (2004) dan Erik and Usul (2004). Coppock et al. (1971) melakukan penelitian untuk mengidentifikasi faktorfaktor bentang alam, air dan pemandangan yang dapat dimanfaatkan sebagai obyek wisata. Penelitian yang dilakukan menghasilkan obyek-obyek wisata yang didasarkan atas faktor-faktor tersebut. Faktor bentang lahan diperuntukkan bagi aktivitas wisata (1) berkemah, karavan, dan piknik (2) berkuda dengan kelengkapan untuk jalur-jalur jalan dan pengekang kuda; (3) Hiking atau jalanjalan, dengan kelengkapan jalur untuk jalan kaki; (4) menembak, semua wilayah dengan penilaian khusus olahraga menembak, dan (5) panjat tebing. Faktor Prima Jiwa Osly/A

26 bentangan air untuk (1) kegiatan memancing pada sungai, kanal dan danau/genangan air yang tidak ada polusi, (2) aktifitas olahraga air, dengan syarat air tidak terpolusi, panjang minimal satu kilometer, lebar 200 meter dan atau luas 20 hektar; (3) Rekreasi pendidikan yang berorientasi ke air, dan (4) aktivitas sepanjang pantai, pantainya bersih, berpasir, dan badan pantai berjarak minimal 400 meter dengan jalan. Faktor pemandangan alam dapat ditambahkan kedalam kedua faktor diatas sebagai faktor pendukung atau menjadi obyek wisata tersendiri yaitu obyek wisata pada daerah dataran rendah dengan ketinggian 500 meter dpl (di atas permukaan laut). Plato lebih dari meter dpl, bukit 500 sampai dengan meter dpl, pegunungan lebih dari meter dpl. Swarbrooke et al. (2003) mengadakan studi kasus terhadap potensi wisata yang ada diseluruh dunia antara lain Maroko, Afrika Selatan dan Namibia untuk Benua Afrika, Inggris, Spanyol dan Norwegia untuk Benua Eropa, Florida untuk Benua Amerika, Vietnam dan Thailand untuk Benua Asia serta New Zealand untuk Benua Australia. Studi kasus yang dilakukan adalah untuk menentukan potensi wisata, segmentasi pasar dan prospek pengembangan jenis wisata. White (2004) menentukan kriteria-kriteria penilaian potensi untuk jenis wisata alam yang berada di perkotaan. Wisata alam yang dikembangkan adalah taman kota dan Education Center. Erkin and Usul (2007) mengadakan kajian mengenai lokasi-lokasi yang cocok untuk obyek-obyek wisata alam antara lain camping, biking, caravan dan grass skiing. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan pendekatan elevasi, pola ruang, pola network dan pemandangan. Analisis yang dilakukan menggunakan overlay (tumpang tindih) data-data Russian Topograhic Maps, LANDSAT Image, RADAR Image dan IKONOS Image. Segmentasi Pasar Dalam menghubungkan antara konsep atau teori mengenai aktivitas dan fasilitas wisata serta pengalaman berwisata pengunjung diperlukan sebuah konsep atau teori yang menjelaskan keberadaan dari pengunjung tersebut yang terkait dengan konsep pasar. Konsep ini berguna dalam menganalisa kebutuhan wisatawan atau pengunjung pada suatu destinasi. Konsep pasar merupakan alat untuk menemukenali karakteristik wisatawan atau pengunjung, karena dengan mengenali karakteristiknya dapat diketahui tanggapan dari wisatawan atau Prima Jiwa Osly/A

27 pengunjung ketika beraktivitas wisata dan menggunakan fasilitas wisata. Mill and Morrison (1992) menyatakan bahwa pembagian golongan pasar (Market Segmentation) didefinisikan sebagai proses dari manusia yang memiliki kesamaan kebutuhan, keinginan dan karakteristik berkumpul bersama sehingga membentuk sebuah organisasi yang dapat menggunakan ketelitian tinggi dalam melayani dan berkomunikasi dan memilih sebagai pengguna. Secara garis besar, terdapat empat metode untuk menentukan pembagian golongan, yaitu : 1. Golongan berdasarkan demografi (Demographic Segmentation) yaitu sekelompok orang yang memiliki karakteristik yang dapat terhitung seperti umur, jenis kelamin, pendapatan, pekerjaan dsb 2. Golongan berdasarkan geografi (Geographic Segmentation) yaitu memperhitungkan pasar kedalam lokasi yang secara geografis berbeda seperti negara, provinsi, kota, kabupaten dsb 3. Golongan berdasarkan psikografis (Psychographic Segmentation) yaitu kelompok orang yang memiliki kepribadian dan gaya hidup seperti kesamaan gaya hidup, hobi, aktivitas dsb 4. Golongan berdasarkan kelakuan (Behaviour Segmentation) yaitu menggolongkan pasar kedalam sebuah kumpulan yang faktanya memiliki kebiasaan membeli dan memilih seperti petualang akhir pekan, pelanggan yang royal, pencari keuntungan dsb Konsep Pengembangan Kawasan Wisata Konsep Daya Dukung (Carrying Capacity Concept) Kawasan pariwisata adalah kawasan yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata. Pembangunan kawasan pariwisata tidak mengurangi areal tanah pertanian dan dilakukan di atas tanah yang mempunyai fungsi utama untuk melindungi sumber daya alam warisan budaya. Erkin and Usul (2007) menyatakan bahwa kawasan pariwisata pada negara-negara berkembang biasanya adalah kawasan-kawasan yang tidak berkembang namun memiliki keindahan panorama dan ekosistem yang beragam. Saat ini, pariwisata selalu mendapatkan porsi besar dalam perencanaan pengembangan kota dan wilayah karena sektor pariwisata telah menjadi salah satu sektor penting dalam Prima Jiwa Osly/A

28 ekonomi. Namun pengembangan yang diharapkan adalah pengembangan kawasan yang tidak merusak ekosistem. Untuk dapat mengembangkan sebuah kawasan wisata maka diperlukan sebuah konsep dasar yang dapat menentukan batasan penggunaan lahan untuk kepentingan wisatawan dan penggunaan lahan untuk optimalisasi sumberdaya pariwisata. Konsep tersebut dikenal sebagai Konsep Daya Dukung (Carrying Capacity Concept). Caneday and Farris (2005) menyatakan Konsep Daya Dukung (Carrying Capacity) adalah sebuah konsep yang lahir pada bidang pertanian dan pengelolaan taman margasatwa. Konsep daya dukung ini dikenal sebagai cara untuk mendefinisikan jumlah dan tipe binatang yang dapat di dukung oleh lingkungannya (habitat). Dalam konteks diatas, daya dukung didefinisikan sebagai jumlah maksimum dan kepadatan dari binatang pada luas lahan tertentu yang dapat mendukung kehidupannya tanpa merusak ekosistem. Pada tahun 1964, J.A. Wagar dalam The Carrying Capacity of Wild Lands for Recreation memperkenalkan sebuah konsep yang dikenal sebagai Daya Dukung Rekreasi (Recreational Carrying Capacity) yang merupakan penerapan dari prinsip teori diatas kedalam sebuah kawasan rekreasi. Diantara prinsip tersebut adalah : (1) pengkarakteristikan daya dukung berfungsi sebagai kepemilikan yang melekat pada sebuah lokasi yang dapat ditentukan, daya dukung bukan merupakan suatu nilai yang tetap, (2) Daya dukung tergantung pada kebutuhan dan nilai dari manusia dan hanya dapat ditentukan dalam hubungannya dengan tujuan pengelolaan, (3) Kebutuhan yang melebihi batas dapat dikurangi dengan melakukan tindakan pengelolaan seperti zonasi, tindakan persuasif dan pengelolaan komunitas. Berdasarkan hal diatas maka dalam kawasan wisata, Konsep Daya Dukung didefinisikan sebagai jumlah maksimal dari sejumlah orang yang dapat menggunakan sebuah kawasan tanpa adanya perubahan yang tidak dapat diterima terhadap kondisi lingkungan dan tanpa penurunan yang tidak dapat diterima terhadap kualitas dari pengalaman yang akan didapat wisatawan. Konsep ini terdiri atas beberapa kriteria, yaitu : a. Fisik, berhubungan dengan jumlah lahan yang tersedia, yang cocok untuk fasilitas, termasuk batas kapasitas dari fasilitas tersebut. Prima Jiwa Osly/A

29 b. Psikologis, persepsi wisatawan terhadap kawasan yang dinilai dari tingkat kepuasan wisatawan. c. Biologis, kapasitas biologis dari suatu tempat bila kerusakan lingkungan terjadi. d. Sosial, pemikiran dari daya dukung sosial didasarkan pada community based tourism planning (perencanaan pariwisata berbasis komunitas) dan sustainability (keberlanjutan) yang mana mencoba untuk mendefinisikan level pengembangan agar dapat diterima masyarakat lokal dan pengusaha. e. Ekonomi, keuntungan ekonomi yang dapat diterima. f. Infrastruktur, manfaat prasarana bagi masyarakat lokal dan wisatawan. Berdasarkan karakteristik dan jenis aktivitas, Konsep Daya Dukung dapat dibedakan menjadi 2 kategori analisis, yaitu : 1. Pertimbangan rekreasi, membedakan interaksi dari jenis menggunakan parameter (ukuran) seperti level penggunaan, tipe, variasi ruang dan sementara, tingkah laku pengguna, persepsi kualitas sumberdaya. 2. Pertimbangan ekologi, proses alam dan dampak manusia terhadap lingkungan, air, tanah, fauna dan lain-lain. Penggunaan sebuah kawasan yang melebihi kapasitasnya akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Namun, dampak negatif dapat dikurangi dengan menerapkan beberapa metode sehingga keberlanjutan dapat dijaga. Tahapan untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat over capacity tersebut adalah dengan cara, antara lain : 1. Membatasi akses, membatasi jumlah mobil parkir, mencegah akses dengan mobil masuk, pengenaan biaya yang tinggi dan lain-lain. 2. Membatasi fasilitas, membatasi pembangunan jalan yang tidak perlu, fasilitas akomodasi, dan lain-lain. 3. Membagi lahan kawasan wisata berdasarkan jenis aktivitas, memisahkan antara aktivitas yang tenang, jalan-jalan dan lain-lain. 4. Penjadwalan, menjadwalkan aktivitas wisatawan dalam waktu yang berbeda dalam sehari, seminggu, sebulan/setahun. 5. Mengembangkan kawasan wisata alternatif yang sejenis. Prima Jiwa Osly/A

30 Sarana dan Prasarana Wisata Dalam upaya memuaskan kebutuhan dan selera wisatawan, lahirlah unsur baru yang perlu diperhatikan oleh pengelola kawasan wisata yaitu unsur pelayanan. Persiapan atas jasa atau produk diharapkan sesuai dengan kebutuhan wisatawan. Hal ini mengakibatkan timbulnya spesialisasi pelayanan yang akhirnya membentuk suatu distribusi pelayanan pada pendukung industri wisata (Wibowo, 2006). Menurut Gamal (1997) sarana wisata dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu : 1. Sarana Pokok Kepariwisataan, yang terdiri atas Obyek wisata (keindahan alam, iklim, pemandangan, flora dan fauna, hutan, landmark dsb) Atraksi wisata (festival, kesenian, pesta ritual, upacara keagamaan dsb) Fasilitas rekreasi dan olahraga (golf course, tennis court, pemandian, kuda tunggangan dsb) 2. Sarana Pelengkap Pariwisata, yang terdiri atas Restoran, Prasarana umum (jalan raya, jembatan, listrik, telekomunikasi, dsb) 3. Sarana Penunjang Kepariwisataan, yang terdiri atas : Transportasi wisata (darat, laut dan udara), Biro perjalanan umum dan agen wisata, Sarana lainnya (nightclub, toko cinderamata, panti pijat dsb) Pengembangan Kawasan Tepi Air (Waterfront Development) Wrenn and Douglas (1983) mendefinisikan Waterfront is interface between land and water. Pengertian interface diatas adanya kegiatan aktif yang memanfaatkan pertemuan daratan dan perairan Selain itu Wrenn and Douglas (1983) juga mengemukakan definisi Urban Waterfront yaitu suatu lingkungan perkotaan yang berada di tepi atau dekat wilayah perairan, seperti misalnya lokasi di sekitar area sungai besar di kota metropolitan.. Dari kedua definisi diatas dapat dikatakan bahwa waterfront adalah suatu daerah atau area yang terletak di dekat/berbatasan dengan kawasan perairan dimana terdapat satu atau beberapa Prima Jiwa Osly/A

31 kegiatan dan aktivitas pada area pertemuan tersebut. Sedangkan Waterfront Development adalah konsep pengelolaan kawasan tepi air dengan memberikan muatan kegiatan aktif pada pertemuan air dan daratan. Berdasarkan tipe proyeknya, waterfront dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu konservasi, pembangunan kembali (redevelopment), dan pengembangan (development). Konservasi adalah penataan waterfront kuno atau lama yang masih ada sampai saat ini dan menjaganya agar tetap dinikmati masyarakat. Redevelopment adalah upaya menghidupkan kembali fungsi-fungsi waterfront lama yang sampai saat ini masih digunakan untuk kepentingan masyarakat dengan mengubah atau membangun kembali fasilitas-fasilitas yang ada. Development adalah usaha menciptakan waterfront yang memenuhi kebutuhan kota saat ini dan masa depan. Berdasarkan fungsinya, Breen and Rigby (1996) menyatakan bahwa waterfront dapat dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu mixed-used waterfront, recreational waterfront, residential waterfront, dan working waterfront. Mixed-used waterfront adalah waterfront yang merupakan kombinasi dari perumahan, perkantoran, restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau tempat-tempat kebudayaan. Recreational waterfront adalah semua kawasan waterfront yang menyediakan sarana-sarana dan prasarana untuk kegiatan rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat pemancingan, dan fasilitas untuk kapal pesiar. Residential waterfront adalah perumahan, apartemen, dan resort yang dibangun di pinggir perairan. Working waterfront adalah tempat-tempat penangkapan ikan komersial, reparasi kapal pesiar, industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuhan. Kriteria dan Aspek Perencanaan Prabudiantoro dalam Soesanti et al. (2006) menyatakan kriteria umum dari penataan dan pendesainan waterfront adalah : Berlokasi dan berada di tepi suatu wilayah perairan yang besar (laut, danau, sungai, dan sebagainya). Prima Jiwa Osly/A

32 Biasanya merupakan area pelabuhan, perdagangan, permukiman, atau pariwisata. Memiliki fungsi-fungsi utama sebagai tempat rekreasi, permukiman, industri, atau pelabuhan. Dominan dengan pemandangan dan orientasi ke arah perairan. Pembangunannya dilakukan ke arah vertikal horisontal. Dalam perencanaan kawasan tepi air terdapat dua aspek dominan, yaitu : 1. Aspek geografis, yaitu hal-hal menyangkut geografis kawasan yang akan menentukan jenis serta pola penggunaan kawasam tersebut. Termasuk dalam aspek ini adalah : Kondisi perairan (jenis, dimensi dan konfigurasi, pasang surut serta keadaan air) Kondisi daratan (ukuran, konfigurasi, daya dukung tanah dan kepemilikan) Iklim (musim, temperature, angin dan curah hujan) 2. Aspek Perkotaan, merupakan faktor-faktor yang akan memberikan identitas sebagai kota yang bersangkutan serta menetukan hubungan antara kawasan tepian air yang direncanakan dengan bagian kota terkait. Aspek ini juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan waterfront tersebut. Termasuk dalam aspek ini adalah : Pemakai, penduduk sekitar yang tinggal, bekerja, berwisata atau hanya sekedar memiliki kawasan tersebut sebagai sarana publik Sejarah dan budaya Pencapaian dan sirkulasi, yaitu akses dari dan menuju tapak serta perencanaan sirkulasi di dalam kawasan Karakter visual, hal-hal yang akan memberi ciri pembeda kawasan. Kedua aspek diatas menjadi penting untuk menciptakan suatu kawasan tepian air yang hidup dan dapat dinikmati Prima Jiwa Osly/A

33 Elemen Penting Perencanaan Waterfront Perencanaan waterfront meliputi proses pembentukan zona, pengaturan zona-zona fungsi, akses transportasi/sirkulasi, pengolahan ruang publik (public space), tatanan massa bangunan, dan pengolahan limbah (sanitasi). Menurut Wrenn and Douglas (1983), pola penyusunan dan perkembangan tata letak yang merupakan proses pembentukan suatu area waterfront adalah sebagai berikut : Awalnya berkembang dari arah perairan, yaitu dengan dibangunnya beberapa sarana yang menunjang fungsi utama dari area waterfront. Ketika area waterfront mulai ramai dikunjungi dan ditempati orang maka terjadilah perluasan lokasi dan penyebaran ke arah daratan. Pertambahan penduduk yang tinggal mendorong munculnya beberapa sarana penunjang lainnya, seperti dermaga kecil, jalur sirkulasi tambahan, dan sebagainya. Seiring pertambahan penduduk dan aktivitas yang semakin banyak maka dibuatlah beberapa saluran kanal di area waterfront. Hal ini bertujuan untuk tetap mempertahankan ikatan visual dan karakter pada area waterfront, dan membuat pemisah buatan yang memisahkan secara jelas fungsi fungsi yang ada pada site. Pola susunan massa dan ruang pada zona-zona yang berada di area waterfront harus mengacu dan berorientasi ke arah perairan. Apabila hal ini tidak diterapkan maka area tersebut akan kehilangan ciri khas dan karakternya sebagai area waterfront. Zona-zona yang ada di area waterfront tercipta karena area waterfront merupakan suatu area yang menjadi tempat bertemu dan berintegrasinya beberapa fungsi kegiatan menjadi satu. Pada umumnya, zona yang berada langsung berbatasan dengan daerah perairan utama mempunyai fungsifungsi kegiatan utama yang bersifat publik sehingga dapat diakses dari segala arah oleh semua orang. Setelah zona utama terbentuk barulah kemudian di sekitarnya dibangun zona-zona ruang yang lebih kecil yang berisi fungsi-fungsi penunjang kawasan utama tersebut atau berisi daerah permukiman penduduk. Sirkulasi atau jaringan jalan merupakan elemen kawasan yang penting. Sirkulasi adalah lahan yang digunakan sebagai prasarana penghubung antara Prima Jiwa Osly/A

34 zona-zona di dalam kawasan dan akses dengan kawasan lainnya. Sirkulasi pada area waterfront ada dua jenis, yaitu sirkulasi darat dan sirkulasi air. Idealnya kedua sirkulasi tersebut mempunyai jumlah dan luas yang sama besarnya. Selain itu, penataan sirkulasi pada area waterfront dikatakan baik apabila jaringan jalannya berpola lurus dan sejajar dengan sisi perairannya. Penataan ini memudahkan semua orang untuk menikmati view ke arah perairan. Sedangkan penataan sirkulasi darat yang tidak berdekatan dengan area perairan mengakibatkan salah orientasi dan hilangnya citra dari waterfront itu sendiri. Ruang-ruang pada suatu area waterfront terbentuk sesuai dengan bentuk dan morfologi dari kawasannya. Pola morfologi yang umum pada area waterfront adalah linear, radial, konsentrik dan branch seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. (A) Pola linear biasanya menyebar dan memanjang sepanjang garis tepi air seperti pantai dan sungai. (B) Pola radial adalah pola susunan ruang dan massanya mengelilingi suatu wilayah perairan seperti danau dan teluk. (C) Pola konsentrik merupakan pengembangan dari bentuk radial yang menyebar secara linear ke arah belakang dari pusat radial. (D) Pola branch terbentuk jika ada anak-anak sungai dan kanal-kanal. Gambar 1. Pola morfologi pada area Waterfront (Soesanti et al., 2006) Ruang-ruang utama yang terbentuk dengan ukuran yang besar umumnya merupakan suatu area publik yang diletakkan berbatasan langsung dengan perairan Perencanaan Tapak Perencanaan tapak (site planning) adalah seni menata lingkungan buatan manusia dan lingkungan alamiah guna menunjang kegiatan manusia. Mendesain sebuah tapak juga merupakan sebuah seni untuk menata fasilitas dalam tapak untuk mendukung pemenuhan kebutuhan akan aktivitas. Pemberian bentuk untuk Prima Jiwa Osly/A

35 sebuah tapak berguna untuk mengakomodasi fasilitas dengan meminimalisasi kerusakan lingkungan dan memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi pengguna tapak. Perencanaan tapak juga mengaplikasikan sistem buatan manusia (termasuk konstruksi) kedalam sebuah sistem lingkungan dan ekologi dengan mempertimbangkan peluang dan hambatan yang akan dihadapi. Pengkajian perencanaan tapak sering tersusun dalam dua komponen yang berhubungan, yaitu faktor lingkungan alam dan faktor lingkungan buatan manusia. Faktor lingkungan alam merupakan suatu sistem ekologi dari air, udara, energi, tanah, tumbuhan (vegetasi), dan bentuk-bentuk kehidupan yang saling mempengaruhi dan membentuk suatu komunitas yang saling menyesuaikan diri dan berkembang bila lingkungan berubah. Kegiatan manusia merupakan bagian penting dari sistem ekologi ini. Karena itu dalam pembangunan yang menjadi persoalan ialah bagaimana mempertahankan keselarasan dan tidak melampaui kapasitas alam dari sistem tersebut guna menunjang kegiatan manusia. Suatu rancangan tapak yang baik akan meningkatkan kegiatan manusia disamping menonjolkan potensi tapak yang alami. Faktor lingkungan buatan manusia terdiri dari bentuk elemen dan struktur kota yang dibangun, meliputi struktur fisik dan pengaturan ruang serta pola-pola perilaku sosial, politik, dan ekonomi yang membentuk lingkungan fisik. Kedua perspektif ini saling mrmpengaruhi. Seringkali dalam tata lingkungan terjadi pelanggaran faktor lingkungan alam yang disengaja. Kota memiliki berbagai sistem prasarana yang luas untuk air, energi listrik, transportasi, saluran pembuangan air hujan, sanitasi lingkungan dan sebagainya. Dalam perencanaan dan perancangan tapak dikaji bagaimana kesesuaian suatu tapak dengan berbagai sistem lingkungan binaan manusia ini. Jadi perencanaan dan perancangan tapak meliputi hubungan dengan sistem alam maupun dengan sistem buatan manusia, di perkotaan maupun di area yang jauh dari perkotaan. Proses Perencanaan Tapak Dalam perencanaan tapak diperlukan proses yang rasional dan kritis. Walaupun proses yang diperlihatkan disini tampaknya linear tapi dalam kenyataannya proses ini berulang. Contohnya, sekalipun klien menentukan Prima Jiwa Osly/A

36 sasaran atau tujuan pokok, hal ini dapat berubah sampai analisa tapak bangunan diselesaikan dengan diidentifikasikannya potensi-potensi tapak, kendala-kendala, dan disusunnya konsep-konsep rancangan. Secara bersamaan, analisa tapak baru dapat dilaksanakan sesudah sasaran atau tujuan pokok ditetapkan. Demikian pula analisa tapak dan pengembangan program sesuai tujuan sampai penyusunan konsep setelah alternatif terpilih berkaitan secara keseluruhan. Proses perencanaan tapak dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Proses perencanaan tapak (Evelin, 2004) Prima Jiwa Osly/A

37 Analisa Program Pengembangan program didasarkan atas pemahaman kebutuhan semua kelompok sehubungan dengan kegiatan yang akan disesuaikan (syarat-syarat ruang dalam dan luar), dan hubungan ruang dan waktu antara kegiatan-kegiatan dan prasarana dan sarana fisik (jalan setapak, jalan lingkungan dan jalan raya) yang diperlukan guna menyusun program pengembangan ini. Proses pemrograman tapak proyek merupakan dasar dari pemrograman arsitektur yang meliputi penentuan secara sistematis pola kegiatan yang dikehendaki dan tanggapan fisik atau fungsional terhadap pola-pola itu. Pola-pola program dianalisa dan disajikan dalam bentuk diagram hubungan program dan dikembangkan serta diperinci dalam matriks hubungan program ruang bersamaan dengan analisa tapak dan lingkungan. Analisa Tapak Analisa tapak merupakan sebuah proses pemahaman akan kualitas-kualitas tapak yang dimiliki, faktor-faktor yang menentukan suatu karakter tapak, maksud yang terkandung dalam tiap faktor, lokasi masing-masing faktor dan mengkategorikan tiap faktor kedalam proses perencanaan. Semua ruang, baik ruang dalam dan ruang luar, dirancang untuk menunjang satu atau beberapa kegiatan. Perilaku manusia yang merupakan suatu kegiatan spesifik akan mempengaruhi bentuk yang diwadahi oleh ruang. Sebaliknya, bentuk ruang mempengaruhi persepsi masyarakat tentang ruang dan kemudian cara mereka memakainya. Jadi terdapat hubungan keseluruhan antara perilaku, persepsi, dan bentuk. Analisa dan rancangan tapak proyek terfokus pada hubungan-hubungan ini dalam tapak komunitas. Analisa terhadap tapak juga membutuhkan pemahaman terhadap kondisi dalam tapak (on site) dan luar tapak (off site). Analisa tapak membahas secara sistematis tiga konteks tersebut: 1. Konteks ruang tapak (faktor-faktor alami dan buatan) 2. Konteks perilaku (pola-pola kegiatan sosial dan ekonomis dari tapak dan konteks lingkungannya, serta kebijakan pemerintah yang mempengaruhi pembangunan tapak). 3. Konteks persepsi (persepsi manusia dan penggunaan ruang). Prima Jiwa Osly/A

ANALISIS KESESUAIAN DAN PERENCANAAN TAPAK KAWASAN SITU PENGASINAN SEBAGAI KAWASAN PARIWISATA KOTA PRIMA JIWA OSLY

ANALISIS KESESUAIAN DAN PERENCANAAN TAPAK KAWASAN SITU PENGASINAN SEBAGAI KAWASAN PARIWISATA KOTA PRIMA JIWA OSLY ANALISIS KESESUAIAN DAN PERENCANAAN TAPAK KAWASAN SITU PENGASINAN SEBAGAI KAWASAN PARIWISATA KOTA PRIMA JIWA OSLY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Prima Jiwa Osly/A

II. TINJAUAN PUSTAKA. Prima Jiwa Osly/A II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pariwisata World Trade Organization (WTO) mendefinisikan pariwisata sebagai the activities of persons travelling to and staying in places outside their usual environment

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Redevelopment atau yang biasa kita kenal dengan pembangunan kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara mengganti sebagian dari,

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG

APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG APLIKASI KONSEP EKOWISATA DALAM PERENCANAAN ZONA PEMANFAATAN TAMAN NASIONAL UNTUK PARIWISATA DENGAN PENDEKATAN RUANG (Studi Kasus Wilayah Seksi Bungan Kawasan Taman Nasional Betung Kerihun di Provinsi

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pariwisata sekarang sudah merupakan suatu tuntutan hidup dalam zaman modern ini. Permintaan orang-orang untuk melakukan perjalanan wisata, dari tahun ke tahun terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan perekonomian dan pembangunan di Indonesia yang didukung kegiatan di sektor industri sebagian besar terkonsentrasi di daerah perkotaan yang struktur dan infrastrukturnya

Lebih terperinci

POLA PENATAAN ZONA, MASSA, DAN RUANG TERBUKA PADA PERUMAHAN WATERFRONT (Studi Kasus : Perumahan Pantai Indah Kapuk)

POLA PENATAAN ZONA, MASSA, DAN RUANG TERBUKA PADA PERUMAHAN WATERFRONT (Studi Kasus : Perumahan Pantai Indah Kapuk) POLA PENATAAN ZONA, MASSA, DAN RUANG TERBUKA PADA PERUMAHAN WATERFRONT (Studi Kasus : Perumahan Pantai Indah Kapuk) Siska Soesanti dan Alexander Sastrawan Staf Pengajar Jurusan Arsitektur Universitas Katolik

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

RIVERWALK SEBAGAI RUANG TERBUKA ALTERNATIF DI KAWASAN FLAMBOYAN BAWAH KOTA PALANGKA RAYA

RIVERWALK SEBAGAI RUANG TERBUKA ALTERNATIF DI KAWASAN FLAMBOYAN BAWAH KOTA PALANGKA RAYA Volume 6 / No.2, Desember 2011 Jurnal Perspektif Arsitektur RIVERWALK SEBAGAI RUANG TERBUKA ALTERNATIF DI KAWASAN FLAMBOYAN BAWAH KOTA PALANGKA RAYA Herwin Sutrisno, ST., MT 1 Abstrak Semakin padatnya

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481)

KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) KAJIAN PROSPEK DAN ARAHAN PENGEMBANGAN ATRAKSI WISATA KEPULAUAN KARIMUNJAWA DALAM PERSPEKTIF KONSERVASI TUGAS AKHIR (TKP 481) Oleh : GITA ALFA ARSYADHA L2D 097 444 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman flora, fauna dan gejala alam dengan keindahan pemandangan alamnya merupakan anugrah Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DANAU 1. Latar Belakang Sebagai modal dasar untuk mengembangkan kepariwisataannya yaitu alam dan budaya tersebut meliputi alam dengan segala isi dan bentuknya baik berupa

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ

STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ STRATEGI PENGELOLAAN PARIWISATA PESISIR DI SENDANG BIRU KABUPATEN MALANG PROPINSI JAWA TIMUR MUHAMMAD ZIA UL HAQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

Strategi Pengembangan Pariwisata ( Ekowisata maupun Wisata Bahari) di Kabupaten Cilacap.

Strategi Pengembangan Pariwisata ( Ekowisata maupun Wisata Bahari) di Kabupaten Cilacap. Strategi Pengembangan Pariwisata ( Ekowisata maupun Wisata Bahari) di Kabupaten Cilacap. Bersyukurlah, tanah kelahiran kita Cilacap Bercahaya dianugerahi wilayah dengan alam yang terbentang luas yang kaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Propinsi Lampung merupakan wilayah yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan keanekaragaman kondisi fisik yang tersebar di seluruh Kabupaten, Hal ini menjadikan Propinsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan

TINJAUAN PUSTAKA. meskipun ada beberapa badan air yang airnya asin. Dalam ilmu perairan TINJAUAN PUSTAKA Danau Perairan pedalaman (inland water) diistilahkan untuk semua badan air (water body) yang ada di daratan. Air pada perairan pedalaman umumnya tawar meskipun ada beberapa badan air yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan Pariwisata dikenal sebagai suatu bentuk rangkaian kegiatan kompleks yang berhubungan dengan wisatawan dan orang banyak, serta terbentuk pula suatu sistem di dalamnya.

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan di Indonesia tahun terakhir ini makin terus digalakkan dan ditingkatkan dengan sasaran sebagai salah satu sumber devisa andalan di samping

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Semarang sebagai sebuah kota yang terletak pada kawasan pantai utara Jawa memiliki berbagai potensi yang belum sepenuhnya dikembangkan. Sesuai dengan Peraturan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan 1.1 Latar Belakang Perencanaan BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, hal ini dilihat dari banyaknya pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya yaitu 17.504

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata.

I. PENDAHULUAN. andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka percepatan pembangunan daerah, salah satu sektor yang menjadi andalan untuk memperoleh pendapatan asli daerah adalah sektor pariwisata. Pariwisata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan hidup manusia semakin berkembang sejalan dengan modernisasi yang tidak pernah terhenti terjadi di bumi. Aktifitas yang dilakukan oleh manusia semakin kompleks

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan dunia yang terus bergerak dinamis dan kecenderungan wisatawan untuk melakukan perjalanan pariwisata dalam berbagai pola yang berbeda merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah selayaknya kawasan-kawasan yang berbatasan dengan laut lebih menekankan

BAB I PENDAHULUAN. sudah selayaknya kawasan-kawasan yang berbatasan dengan laut lebih menekankan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Seiring dengan di galakkannya kembali pemberdayaan potensi kelautan maka sudah selayaknya kawasan-kawasan yang berbatasan dengan laut lebih menekankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut yang saling berinteraksi sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 17.506 pulau besar dan kecil, dengan total garis pantai yang diperkirakan mencapai 81.000 Km, Indonesia

Lebih terperinci

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan.

mempertahankan fungsi dan mutu lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepariwisataan saat ini sangat ramai dibicarakan karena berkembangnya sektor pariwisata maka pengaruh terhadap sektor lainnya sangat besar, oleh karena itu permintaan

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBERADAAN SITU (STUDI KASUS KOTA DEPOK) ROSNILA

PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBERADAAN SITU (STUDI KASUS KOTA DEPOK) ROSNILA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KEBERADAAN SITU (STUDI KASUS KOTA DEPOK) Oleh : ROSNILA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR B O G O R 2 0 0 4 ABSTRAK Rosnila. Perubahan Penggunaan

Lebih terperinci

Wisata Alam di Kawasan Danau Buyan,Buleleng, Bali. BAB 1 PENDAHULUAN

Wisata Alam di Kawasan Danau Buyan,Buleleng, Bali. BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai alasan pemilihan judul dalam latar belakang, rumusan masalah dari permasalahan yang ingin dipecahkan, tujuan serta metode penelitian yang digunakan.

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN

ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN ANALISIS KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG EKOWISATA BAHARI PULAU HARI KECAMATAN LAONTI KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA ROMY KETJULAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian

METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian METODE PENELITIAN Pendekatan Penelitian Upaya untuk penentuan satuan kawasan wisata merupakan suatu pengalokasian beberapa obyek wisata untuk pengembangan wilayah. Dimana hakekatnya SKW merupakan pengelompokan

Lebih terperinci

TINJAUAN PULO CANGKIR

TINJAUAN PULO CANGKIR BAB II TINJAUAN PULO CANGKIR II.1 GAMBARAN UMUM PROYEK Judul Proyek : Kawasan Rekreasi Kampung Pulo Cangkir dan Sekitarnya. Tema : Arsitektur Tradisional Sunda. Kecamatan : Kronjo. Kelurahan : Pulo Cangkir

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM 111 VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM Rancangan strategi pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna merupakan langkah terakhir setelah dilakukan beberapa langkah analisis, seperti analisis internal

Lebih terperinci

3. Pelayanan terhadap wisatawan yang berkunjung (Homestay/Resort Wisata), dengan kriteria desain : a) Lokasi Homestay pada umumnya terpisah dari

3. Pelayanan terhadap wisatawan yang berkunjung (Homestay/Resort Wisata), dengan kriteria desain : a) Lokasi Homestay pada umumnya terpisah dari BAB 5 KESIMPULAN 5.1. Kriteria desain arsitektur yang sesuai untuk masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan Setelah mengkaji desa labang secara keseluruhan dan melihat teori -teori pengembangan tentang

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.7 Latar Belakang Banda Aceh merupakan salah satu kota yang dilanda bencana alam Tsunami pada Desember Tahun 2004. Pasca bencana Tsunami, kota Banda Aceh kembali di bangun oleh Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya raya akan sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati. Negara ini dikenal sebagai negara megabiodiversitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan Intruksi Presiden nomor 16 tahun 2005 tentang Kebijakan

Lebih terperinci

HOTEL RESORT DI DAGO GIRI, BANDUNG

HOTEL RESORT DI DAGO GIRI, BANDUNG I.1 LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Dalam kurun lima tahun terakhir pertumbuhan perekonomian kota Bandung terus terdongkrak naik. Penyebab kondisi yang tengah dialami kota Bandung tidak hanya karena saat ini

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN DAERAH KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 JUDUL Menganti Resort Hotel

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 JUDUL Menganti Resort Hotel BAB I 1.1 JUDUL Menganti Resort Hotel PENDAHULUAN 1.2 LATAR BELAKANG Saat ini, berwisata sudah menjadi kebutuhan yang cukup penting dalam kehidupan manusia. Jumlah pengunjung tempat wisata semakin meningkat

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR Oleh : M. KUDRI L2D 304 330 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL Rencana Lanskap Berdasarkan hasil analisis data spasial mengenai karakteristik lanskap pemukiman Kampung Kuin, yang meliputi pola permukiman, arsitektur bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan dan pembenahan sebuah kota sekarang ini tidak hanya berfokus pada daerah pusat kota saja, hal ini disebabkan tanah kosong di pusat perkotaan sudah mulai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan perekonomian Indonesia yang semakin membaik ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Peningkatan pertumbuhan ekonomi salah satunya didorong oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:www.google.com, 2011.

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1 Peta wilayah Indonesia Sumber:www.google.com, 2011. BAB I PENDAHULUAN AQUARIUM BIOTA LAUT I.1. Latar Belakang Hampir 97,5% luas permukaan bumi merupakan lautan,dan sisanya adalah perairan air tawar. Sekitar 2/3 berwujud es di kutub dan 1/3 sisanya berupa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor pariwisata bagi suatu negara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal, yaitu Objek Wisata Alam Pemandian Air Panas. Penelitian ini akan dilakukan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LANSKAP KAWASAN BERTEMA (THEME PARK) DI DUNIA FANTASI TAMAN IMPIAN JAYA ANCOL JAKARTA UTARA DKI JAKARTA. Oleh: PUTERA RAMADHON A

PENGELOLAAN LANSKAP KAWASAN BERTEMA (THEME PARK) DI DUNIA FANTASI TAMAN IMPIAN JAYA ANCOL JAKARTA UTARA DKI JAKARTA. Oleh: PUTERA RAMADHON A PENGELOLAAN LANSKAP KAWASAN BERTEMA (THEME PARK) DI DUNIA FANTASI TAMAN IMPIAN JAYA ANCOL JAKARTA UTARA DKI JAKARTA Oleh: PUTERA RAMADHON A34204046 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata dan Ekowisata Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah memilikikontribusi ekonomi yang cukup penting bagi kegiatan pembangunan. Olehkarenanya, sektor ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Manusia khususnya di daerah perkotaan sibuk dengan pekerjaannya yang terlalu menyita waktu. Akibatnya mereka berusaha mencari kegiatan yang dapat melepaskan keletihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan kaya akan potensi sumber daya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan kaya akan potensi sumber daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sangat luas dan kaya akan potensi sumber daya alam. Dengan demikian, Indonesia memiliki potensi kepariwisataan yang tinggi, baik

Lebih terperinci

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

Penataan Bukit Gombel, Semarang dengan Bangunan multifungsi Penekanan pada Green Architecture

Penataan Bukit Gombel, Semarang dengan Bangunan multifungsi Penekanan pada Green Architecture LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Penataan Bukit Gombel, Semarang dengan Bangunan multifungsi Penekanan pada Green Architecture Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

Wahana Wisata Biota Akuatik BAB I PENDAHULUAN

Wahana Wisata Biota Akuatik BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dimana sebagian besar dari seluruh luas Indonesia adalah berupa perairan. Karena itu indonesia memiliki potensi laut yang besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang memiliki banyak ragam pariwisata dan budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Mulai dari tempat wisata dan objek wisata

Lebih terperinci

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif

: Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan. b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif MINGGU 7 Pokok Bahasan Sub Pokok Bahasan : Pendekatan ekologi terhadap tata guna lahan : a. Permasalahan tata guna lahan b. Pemakaian Lahan Kota Secara Intensif Permasalahan Tata Guna Lahan Tingkat urbanisasi

Lebih terperinci

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH

ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH ANALISIS PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN JERUK (Citrus nobilis var. microcarpa) DI KABUPATEN TAPIN ANISAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRAK ANISAH, Analisis Prospek Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Judul Hotel Resort Pantai Wedi Ombo Gunung Kidul dengan pendekatan arsitektur tropis.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Judul Hotel Resort Pantai Wedi Ombo Gunung Kidul dengan pendekatan arsitektur tropis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Judul Hotel Resort Pantai Wedi Ombo Gunung Kidul dengan pendekatan arsitektur tropis. 1.2 Pengertian Judul Hotel adalah suatu bangunan atau sebagian daripadanya yang khusus disediakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3Perubahan tutupan lahan Jakarta tahun 1989 dan 2002. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi geografis daerah kajian Kota Jakarta merupakan ibukota Republik Indonesia yang berkembang pada wilayah pesisir. Keberadaan pelabuhan dan bandara menjadikan Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Evvie Ariantya Wulandari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Evvie Ariantya Wulandari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kontribusi pariwisata dalam hal penzonasian pengaturan ruang suatu kawasan wisata sangatlah besar.pariwisata sangat memperhatikan sekali hal hal yang menyangkut suatu

Lebih terperinci

HOTEL WISATA DI KAWASAN MARITIM KOTA BAU-BAU (DI SEKITAR PANTAI LAKEBA)

HOTEL WISATA DI KAWASAN MARITIM KOTA BAU-BAU (DI SEKITAR PANTAI LAKEBA) Tugas Akhir PERIODE 108 LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR HOTEL WISATA DI KAWASAN MARITIM KOTA BAU-BAU (DI SEKITAR PANTAI LAKEBA) Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada

TINJAUAN PUSTAKA. Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada TINJAUAN PUSTAKA Ekowisata Ecotouris, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ekowisata. Ada juga yang menterjemahkan sebagai ekowisata atau wisata-ekologi. Menurut Pendit (1999) ekowisata terdiri

Lebih terperinci

MAKALAH. PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI PENDEKATAN DAERAH TANGKAPAN AIR ( Suatu Pemikiran Untuk Wilayah Jabotabek ) Oleh S o b i r i n

MAKALAH. PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI PENDEKATAN DAERAH TANGKAPAN AIR ( Suatu Pemikiran Untuk Wilayah Jabotabek ) Oleh S o b i r i n MAKALAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI PENDEKATAN DAERAH TANGKAPAN AIR ( Suatu Pemikiran Untuk Wilayah Jabotabek ) Oleh S o b i r i n J U R U S A N G E O G R A F I FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI

ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI ANALISIS KETERKAITAN PERMASALAHAN TATA RUANG DENGAN KINERJA PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus Kota Bandar Lampung) ENDANG WAHYUNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingginya tingkat urbanisasi sangat berperan besar dalam meningkatnya jumlah penduduk di kota-kota besar. DKI Jakarta, sebagai provinsi dengan kepadatan penduduk tertinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan bentuk industri pariwisata yang belakangan ini menjadi tujuan dari sebagian kecil masyarakat. Pengembangan industri pariwisata mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

JURNAL UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN HOTEL RESORT DI WISATA PANTAI ALAM INDAH. Disusun Oleh :

JURNAL UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN HOTEL RESORT DI WISATA PANTAI ALAM INDAH. Disusun Oleh : JURNAL UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN HOTEL RESORT DI WISATA PANTAI ALAM INDAH Disusun Oleh : Nama : M. Edi Kurniawan NPM : 20303058 Fakultas : Teknik Sipil dan Perencanaan

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO Sabua Vol.7, No.1: 383 388, Maret 2015 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO Verry Lahamendu Staf Pengajar JurusanArsitektur,

Lebih terperinci

Pengembangan Kawasan Wisata Waduk Jatibarang Kota Semarang 1 BAB I PENDAHULUAN

Pengembangan Kawasan Wisata Waduk Jatibarang Kota Semarang 1 BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata dunia yang meliputi transportasi, restoran, rekreasi, dan sektor jasa lainnya dalam dua dekade terakhir mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Nasional Undang-undang No. 5 Tahun 1990 menyatakan bahwa taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang

Lebih terperinci

PUSAT PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA AGRO PAGILARAN BATANG JAWA TENGAH Dengan Tema Ekowisata

PUSAT PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA AGRO PAGILARAN BATANG JAWA TENGAH Dengan Tema Ekowisata LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PUSAT PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA AGRO PAGILARAN BATANG JAWA TENGAH Dengan Tema Ekowisata Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Berlakunya Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah, memiliki implikasi yang sangat luas dan menyeluruh dalam kebijaksanaan dan pengelolaan daerah. Wilayah

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR Oleh : MUKHAMAD LEO L2D 004 336 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara kepulauan yang begitu kaya, indah dan menakjubkan. Kondisi kondisi alamiah seperti letak dan keadaan geografis, lapisan tanah yang subur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan World

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan World BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Berbagai organisasi internasional antara lain PBB, Bank Dunia dan World Tourism Organization (WTO), telah mengakui bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAN ANALISIS DAERAH RAWAN TANAH LONGSOR SERTA UPAYA MITIGASINYA MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang, Provinsi

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA PONTIANAK ISKANDAR ZULKARNAIN

ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA PONTIANAK ISKANDAR ZULKARNAIN ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA PONTIANAK ISKANDAR ZULKARNAIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK ISKANDAR ZULKARNAIN. Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii

ABSTRAK. Kata Kunci: ekowisata pesisir, edukasi, hutan pantai, konservasi, perencanaan. iii ABSTRAK Devvy Alvionita Fitriana. NIM 1305315133. Perencanaan Lansekap Ekowisata Pesisir di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Dibimbing oleh Lury Sevita Yusiana, S.P., M.Si. dan Ir. I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI V. 1. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempegaruhi pengembangan produk wisata bahari dan konservasi penyu di Kabupaten

Lebih terperinci