PERANAN PRAJURU DESA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEREBUTAN TANAH KUBURAN (SETRA)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANAN PRAJURU DESA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEREBUTAN TANAH KUBURAN (SETRA)"

Transkripsi

1 PERANAN PRAJURU DESA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEREBUTAN TANAH KUBURAN (SETRA) (STUDI KASUS DI DESA PAKRAMAN KEROBOKAN DAN DESA PAKRAMAN PADANG SAMBIAN) I Made Dedy Priyanto, I Wayan Suandi, Dewi Bunga, I Wayan Novy Purwanto Abstrak Salah satu penyebab konflik adat di Bali disebabkan karena perebutan tanah kuburan/ setra. Sampai saat ini, konflik tersebut masih terjadi di beberapa desa pakraman, namun di Desa Pakraman Kerobokan dan Desa Pakraman Padang Sambian ditemukan fakta menarik yaitu diselesaikannya konflik penggunaan setra secara damai. Permasalahan dalam penelitian ini meliputi 1) bagaimanakah format ideal penyelesaian sengketa perebutan tanah kuburan (setra) dan 2) bagaimanakah peranan prajuru desa (pengurus desa) dalam mencegah dan menyelesaikan sengketa perebutan tanah kuburan (setra)? Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris yang. Sumber data berasal dari data primer yang diperoleh melalui observasi dan wawancara dan data sekunder yang dikumpulkan melalui teknik studi kepustakaan. Data dianalisis dan disajikan secara deskriptif kualitatif. Format ideal penyelesaian sengketa perebutan tanah kuburan (setra) mendahulukan tipe penyelesaian konflik yang berbasis kearifan lokal yakni dengan metode negosiasi dan mediasi. Penyelesaian konflik didasarkan pada hukum nasional dan hukum adat (awig-awig) yang berlaku. Prajuru desa (pengurus desa) memiliki peranan dalam mencegah dan menyelesaikan sengketa perebutan tanah kuburan (setra) yakni dalam mengkomunikasikan dan mereduksi potensi konflik. Dalam menyelesaikan konflik adat tersebut, prajuru adat berperan dalam memimpin musyawarah dengan mengakomodasikan kepentingan para pihak yang bersengketa. Dengan demikian peranan prajuru adat dalam menyelesaikan sengketa perebutan tanah kuburan perlu direvitalisasi. Kata Kunci : Prajuru desa, Sengketa, Tanah Kuburan (setra). Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal 445

2 PENDAHULUAN Kehidupan masyarakat Bali yang semakin kompleks tidak dapat terhindar dari nuansa konflik. Konflik di satu sisi dapat menjadi media pembelajaran untuk berbenah diri, namun di sisi lain dapat menimbulkan penderitaan yang sistemik. Wayan P. Windia mencatat, konflik adat muncul akibat adanya pelanggaran terhadap norma agama Hindu dan adat Bali. Lebih lanjut dikatakan, bahwa konflik adat sebenarnya bukanlah hal yang baru melainkan sudah berlanjut sejak dulu sampai sekarang, namun sejak tahun 1999 konflik semakin marak (I Wayan Sudantra dan A.A. Gede Oka Parwata (ed), tanpa tahun edisi: 134). Hingga kini konflik adat menjadi masalah krusial dalam tatanan kehidupan di Bali. Konflik adat di Bali, salah satunya disebabkan oleh perebutan tanah kuburan (setra) antara desa pakraman. Permasalahan ini sesungguhnya cukup sering terjadi dan menimbulkan korban termasuk korban jiwa. Bentrokan di Desa Kemoning dan Desa Budaga, Kecamatan Semarapura, Kabupaten Klungkung, Bali dipicu dari adanya perebutan Pura Dalem, kuburan (setra), dan pura di dalam kuburan (Prajapati) dan memunculkan pengerahan massa dua desa tersebut. Kejadian dimulai sejak warga Kemoning membawa pelang wewengkon atau tapal batas ke Jalan Flamboyan ( Bentrokan tersebut mengakibatkan seorang warga tewas dan puluhan lainnya terluka. Potensi konflik antara Desa Kemoning dan Desa Budaga sebenarnya telah terdeteksi sejak pertengahan Saat itu berbagai pihak yakni Pemerintah Kabupaten Klungkung, Polres, dan Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali telah berusaha mendamaikan dan mencarikan jalan yang terbaik. Upaya tersebut rupanya tidak mampu mereduksi konflik adat ini. Fakta-fakta yang terjadi di dua desa pakraman di atas ternyata berbanding terbalik dengan fakta yang ada di desa pakraman lain di Bali. Desa Pakraman Kebrobokan dan Desa Pakraman Padang Sambian menggunakan setra bersama-sama secara damai. Kedua desa pakraman ini dapat 446 Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal

3 menjadi contoh dalam menghindari konflik adat akibat perebutan setra. Di Bali hingga kini tercatat desa pakraman, bertambah dibanding sepuluh tahun sebelumnya yang tercatat desa tersebar di delapan kabupaten dan satu kota ( Adat.yang.Tak.Pernah.Tuntas) Desa pakraman mempunyai potensi dan sumber daya yang menjadi modal bagi pembangunan yakni dalam menunjang pelaksanaan otonomi, aspek pemerintahan, aspek sosial budaya dan aspek agama yang terintegrasi di dalam hukum adat atau yang dikenal dengan istilah awig-awig (I Nyoman Sirtha, 2008: 20). Oleh sebab itu konflik adat antara desa pakraman ini tidak dapat dibiarkan secara berlarut-larut. Prajuru desa (pengurus desa pakraman) memiliki peranan penting dalam menanggulangi sengketa perebutan setra. Secara normatif, prajuru desa memiliki tugas-tugas dalam mengusahakan perdamaian dan penyelesaian sengketa-sengketa adat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 8 c Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 yang telah diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun Revitalisasi peran prajuru adat dalam menanggulangi sengketa perebutan setra merupakan implementasi konsep penyelesaian sengketa berbasis kearifan lokal. Konflik adat di Bali menjadi salah satu katalisator disintegrasi bangsa sehingga potensi pemicu konflik adat harus segera diredam. Revitalisasi peranan prajuru desa menjadi kunci dalam upaya pencegahan dalam mereduksi konflik adat sebab prajuru desa merupakan tokoh yang disegani oleh krama desa (anggota desa pakraman). Mereka adalah pihak yang pertama mengetahui adanya potensi konflik sehingga dengan adanya advokasi mengenai peranan prajuru desa, prajuru desa dapat memposisikan dirinya sebagai tokoh yang mampu mereduksi potensi konflik, bukan yang memprovokasi krama desa. Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal 447

4 METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian empiris. Penelitian empiris mengandalkan pada data baik data primer maupun data sekunder. Dalam penelitian empiris digunakan dua jenis data yakni data primer dan data sekunder. Data primer yang dicari berupa data potensi konflik adat di Bali dan data mengenai penggunaan setra secara bersama-sama antara desa pakraman yang bersumber dari observasi langsung di Desa Pakraman Padang Sambian dan Desa Pakraman Kerobokan dan wawancara tidak terstruktur kepada Bendesa. Data sekunder ini terdiri dari instrumen hukum dalam menyelesaikan sengketa adat di Bali, literatur-literatur yang relevan dengan topik yang dibahas, baik literatur hukum (bukubuku teks (textbook) yang ditulis para ahli yang berpengaruh (de herseende leer)), hasil penelitian, pendapat para pakar, jurnal dan artikel-artikel yang diperoleh dalam media elektronik. Penelitian ini dimulai dari tahap persiapan yakni dengan melakukan pengumpulan data sekunder dan prasurvei untuk menentukan lokasi penelitian. Setelah menentukan lokasi penelitian maka dilakukan kajian komparatif antara desa pakraman yang dapat menggunakan tanah kuburan (setra) dengan cara damai dan yang tidak dapat melakukannya. Fakta tersebut menjadi dasar untuk menemukan format ideal penyelesaian sengketa perebutan tanah kuburan (setra) dan peranan prajuru desa dalam mencegah dan menyelesaikan sengketa perebutan tanah kuburan (setra). Format ideal penyelesaian sengketa perebutan tanah kuburan (setra) dan keberhasilan peranan prajuru desa dalam mencegah dan menyelesaikan sengketa perebutan tanah kuburan (setra) menjadi rekomendasi bagi desa pakraman yang berkonflik akibat perebutan desa pakraman. Teknik pengolahan data adalah kegiatan merapikan data hasil dari pengumpulan data sehingga siap dipakai untuk dianalisis secara kualitatif. Setelah melalui proses pengolahan yang selektif, kemudian data tersebut dijabarkan secara deskriptif analisis, yaitu dijabarkan 448 Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal

5 dalam bentuk uraian uraian yang nantinya dapat menjawab permasalahan yang dibahas. HASIL DAN PEMBAHASAN Format Ideal Penyelesaian Sengketa Perebutan Tanah Kuburan (Setra) Konflik adat dalam sengketa perebuatan setra (tanah kuburan) terjadi di sejumlah wilayah di Bali. Konflik antara desa pakraman dalam perebutan tanah kuburan (setra) disebabkan karena otonomi yang dimiliki oleh desa pakraman. Dalam menyelenggarakan pemerintahannya sendiri, desa pakraman harus memiliki harta kekayaan sebagai modal dalam melaksanakan pemerintahannya itu. Pasal 9 ayat (1) Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Desa Pakraman menyebutkan bahwa harta kekayaan desa pakraman adalah harta yang menjadi milik desa pakraman. Tanah kuburan (setra) adalah salah satu harta kekayaan desa yang menunjukkan eksistensi desa pakraman sebagai kesatuan masyarakat hukum adat yang ada di Bali. Hal ini menjadi salah satu pemicu perebutan setra yang sebelumnya digunakan secara bersama-sama. Menurut Surojo Wignjodipuro, dalam hukum adat, ada dua hal yang menyebabkan tanah itu memiliki kedudukan yang sangat penting yaitu: a. Karena sifatnya. Yakni merupakan satu-satunya benda kekayaan yang meskipun mengalami keadaan yang bagaimanapun juga, toh masih bersifat tetap dalam keadaannya, bahkan kadangkadang malahan menjadi lebih menguntungkan. Contohnya : sebidang tanah itu dibakar, di atasnya bom-bom misalnya, tanah tersebut tidak akan lenyap; setelah api padam ataupun setelah pemboman selesai sebidang tanah tersebut akan muncul kembali tetap berwujud tanah seperti semula. Kalau dilanda banjir misalnya, malahan setelah airnya surut muncul kembali sebagi sebidang tanah yang lebih subur dari semula. Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal 449

6 b. Karena fakta : Yaitu suatu kenyataan, bahwa tanah itu : - Merupakan tempat tinggal persekutuan. - Memberikan penghidupan kepada persekutuan. - Merupakan tempat dimana para warga persekutuan yang meninggal dunia dikebumikan. - Merupakan pula tempat tinggal kepada dayang-dayang pelindung persekutuan dan roh para leluhur persekutuan (Surojo Wignjodipuro, 1982: 197). Latar belakang terjadinya konflik adat juga disebabkan oleh adanya perubahan sosial yang tampak pada perubahan perilaku warga masyarakat dan terjadinya pergeseran nilai budaya (I Nyoman Sirtha, 2008: 75). Di masa lalu mereka selalu berpegang pada filosofi Tat Twam Asi (aku adalah kamu), sehingga menyakiti orang lain sama dengan menyakiti diri sendiri. Namun seiring dengan perkembangan zaman, nilai-nilai itu semakin memudar. Budaya komunal sedikit demi sedikit berubah menjadi budaya individualis. Apabila terjadi sengketa perebutan tanah kuburan/ setra maka permasalahan ini harus segera diselesaikan. Penyelesaian sengketa perebutan tanah kuburan (setra) antara desa pakraman lebih baik jika diselesaikan melalui metode penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau alternative dispute resolution (ADR). Penyelesaian sengketa melalui alternative dispute resolution (ADR) kini menjadi the first resort yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Altschul mengartikan ADR sebagai a trial of a case before a private tribunal agreed to by the parties so as to save legal costs, avoid publicity and avoid lengthy trial delays (Joni Emerzon, 2004: 37). Penyelesaian sengketa di luar pengadilan menjamin kerahasiaan perkara, menghemat uang, menghindari publikasi media dan menghindari penundaan penyelesaian konflik. Berdasarkan Undangundang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif 450 Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal

7 Penyelesaian Sengketa, penyelesaian di luar pengadilan dapat dilakukan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Dalam penyelesaian sengketa perebutan tanah kuburan maka ada dua metode yang dapat ditempuh yakni dengan negosiasi atau dengan cara mediasi. Negosiasi diartikan sebagai komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun berbeda (Suyud Margono, 2000: 59). Penyelesaian sengketa dengan metode negosiasi dilakukan oleh kedua belah pihak tanpa bantuan pihak ketiga yang netral sedangkan mediasi menurut Kovact adalah facilitated negotiation, it process by which a neutral third party, the mediator, assist disputing parties in reaching a mutually satisfaction solution (Suyud Margono, 2000: 59). Mediasi merupakan mekanisme penyelesaian sengketa dengan bantuan pihak ketiga yang netral. Pihak ketiga yang netral tersebut adalah mediator. Mediator akan lebih baik jika berasal dari organisasi yang dihormati, misalnya dalam sengketa perebutan tanah kuburan maka yang dapat diajukan sebagai mediator adalah Majelis Umum Desa Pakraman yang membawahi desa pakraman se-bali. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan baik dengan cara negosiasi atau mediasi diselesaikan melalui musyawarah dan mufakat. Mengenai musyawarah mufakat ini Koesnoe mengemukakan : Di dalam masyarakat adat, istilah ini mengandung suatu pengertian yang isinya primair sebagai suatu tindakan seseorang bersama orang-orang lain untuk menyusun suatu pendapat bersama yang bulat atas sesuatu permasalahan yang dihadapi oleh seluruh masyarakatnya. Dari itu musyawarah selalu menyangkut soal hidupnya masyarakat yang bersangkutan. Sebagai suatu ajaran musyawarah menegaskan bahwa di dalam hidup bermasyarakat, segala persoalan yang menyangkut hajat hidup dan kesejahteraan bersama harus dipecahkan bersama- Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal 451

8 sama oleh para anggauta-anggautanya atas dasar kebulatan kehendak mereka bersama (Moh. Koesnoe, 1979: 45). Apabila penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berhasil maka desa pakraman dapat menyelesaikannya melalui pengadilan. Pada sidang pertama di pengadilan maka agenda yang dilakukan adalah mediasi. Peranan Prajuru Desa Dalam Mencegah dan Menyelesaikan Sengketa Perebutan Tanah Kuburan (Setra) Prajuru desa memiliki peranan dalam mencegah terjadi sengketa. Pencegahan dapat dilakukan dengan sikap reponsif terhadap indikatsi-indikasi timbulnya konflik yakni dengan berkoordinasi antara prajuru desa dengan warganya dan antara prajuru desa dengan prajuru desa. Keberadaan prajuru adat sebagai pengurus desa pakraman berfungsi sebagai negosiator dalam penyelesaian permasalahan adat. Kewenangan prajuru desa ini merupakan implementasi dari otonomi desa pakraman. Wirtha Griadhi dan Widnyana mengemukakan bahwa otonomi desa pakraman meliputi: (1) Kewenangan menetapkan aturan hukumnya sendiri yang disebut awig-awig; (2) Kewenangan menyelenggarakan pemerintahan desa pakraman secara mandiri; serta (3) Mempunyai kewenangan persoalan-persoalan hukum (wicara) yang terjadi di lingkungan wilayahnya, baik yang berupa pelanggaran hukum maupun sengketa (I Ketut Sudantra dan AA Gede Oka Parwata (ed), tanpa tahun edisi: 38.) Pendekatan antara prajuru desa ini merupakan kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat adat. Dilihat dari karakteristik sengketa pun, sengketa adat lebih efektif jika diselesaikan melalui hukum adat. Dibandingkan hukum nasional yang state law itu, 452 Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal

9 hukum lokal yang folklaw itu memang tak mempunyai strukturstrukturnya yang politik, namun kekuatan dan kewibawaannya memang tidak tergantung dari struktur-struktur yang politik itu melainkan dari imperativa-imperativanya yang moral dan kultural. Maka dalam bingkai-bingkai kesatuan politik kenegaraan yang satu dan bersatu dalam konteks-konteksnya yang nasional, tetap tertampakkanlah pluralitas dan keragaman yang kultural dalam konteks-konteksnya yang lokal dan subnasional ( Selanjutnya Bushar Muhammad memberikan pengertian hukum adat sebagai berikut: Hukum adat sebagai hukum yang mengatur tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungan satu sama lain baik yang merupakan keseluruhan kelaziman, kebiasaan dan kesusilaan yang benar-benar hidup di masyarakat adat karena dianut dan dipertahankan oleh anggota masyarakat itu, maupun yang merupakan keseluruhan peraturan-peraturan mengenai sanksi atas pelanggaran yang ditetapkan dalam keputusan para penguasa adat (mereka yang mempunyai kewibawaan dan berkuasa memberi keputusan dalam masyarakat adat itu yaitu dalam keputusan lurah, penghulu, wali tanah, kepala adat dan hakim.) (Bushar Muhammad, 1984: 27) Secara filosofi, penyelesaian sengketa oleh prajuru adat adalah implementasi dari filosofi Tri Hita Karana. Ajaran ini terdiri dari parahyangan (hubungan antara manusia dengan Tuhan), pawongan (hubungan antara manusia dengan manusia) dan palemahan (hubungan antara manusia dengan alam) yang semuanya harus berlangsung secara serasi dan selaras. Tri Hita Karana mengajarkan bahwa adanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan Hyang Widhi Wasa (Tuhan yang Maha Esa), antara manusia dengan wilayah tempat pemukiman dan alam sekitarnya, serta antara manusia dengan sesamanya, akan memungkinkan mereka untuk menikmati kesejahteraan dan kebahagiaan yang dimaksud moksha Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal 453

10 dan jagatdhita (I Wayan Surpha, 2002: 17). Dalam konteks ini, penyelesaian sengketa perebutan tanah kuburan secara damai merupakan upaya untuk menjaga keharmonisan hubungan antara manusia dengan manusia (ranah pawongan). Secara yuridis, penyelesaian sengketa alternatif atau penyelesaian sengketa non litigasi ((Out of Court Settlement) didasarkan pada Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Desa Pakraman. Praktik ADR sebelum diundangkannya Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa didasarkan pada Pasal 615 sampai dengan Pasal 651 Reglemen Acara Perdata (Reglement op de Rechtsvordering, Staatsblad 1847:52) dan Pasal 377 Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (Het Herziene Indonesisch Reglement, Staatsblad 1941:44) dan Pasal 705 Reglemen Acara Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Rechtsreglement Buitengewesten, Staatsblad 1927:227) serta dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun Sengketa adat merupakan objek perkara yang dapat diselesaikan melalui ADR sebagaimana yang diatur melalui beberapa ketentuan dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Pada dasar menimbang disebutkan bahwa berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku, penyelesaian sengketa perdata di samping dapat diajukan ke peradilan umum juga terbuka kemungkinan diajukan melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Selanjutnya dalam Pasal 2 disebutkan bahwa: Undang-undang ini mengatur penyelesaian sengketa atau beda pendapat antar para pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu yang telah mengadakan perjanjian arbitrase yang secara tegas menyatakan bahwa semua sengketa atau beda pendapat yang timbul atau yang mungkin timbul dari hubungan hukum tersebut akan diselesaikan dengan cara arbitrase atau melalui alternatif penyelesaian sengketa. 454 Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal

11 Dalam Pasal 6 ayat (1) dikatakan Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri. Pasal 6 huruf a Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Desa Pakraman menyebutkan bahwa Desa Pakraman mempunyai wewenang sebagai berikut: a. menyelesaikan sengketa adat dan agama dalam lingkungan wilayahnya dengan tetap membinan kerukunan dan toleransi antar krama desa sesuai dengan awig-awig dan adat kebiasaan. Secara sosiologis, prajuru adat adalah tokoh-tokoh adat yang begitu dihormati oleh masyarakat. Secara psikologi krama desa akan lebih patuh pada penyampaian-penyampaian oleh prajuru desa daripada pihak kepolisian yang bertugas meredam konflik. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh I Ketut Sudantra disebutkan bahwa penyelesaian kasus-kasus perkara adat melalui kelembagaan adat dengan mekanisme awig-awig umumnya lebih efektif jika dibandingkan mekanisme lain. Hal ini disebabkan karena faktorfaktor sebagai berikut: (1) Pada umumnya warga desa pakraman sangat patuh kepada awig-awig; (2) Penyelesaian secara musywarah mufakat yang menjadi ciri penyelesaian sengketa adat masih dapat mengakomodasikan kepentinga-kepentingan para pihak, sehingga secara logis lebih menguntungkan bagi para pihak yang bersengketa (I Ketut Sudantra dan AA Gede Oka Parwata (ed), tanpa tahun edisi: 45). Meskipun sebagian besar penggunaan tanah kuburan (setra) oleh beberapa desa pakraman menuai konflik, namun hal ini tidak terjadi di Desa Pakraman Kerobokan dan Desa Pakraman Padang Sambian yang menggunakan Setra Batu Paras secara bersama-sama. Tanah kuburan ini dipergunakan oleh Banjar Uma Klungkung dan Banjar Kerobokan dari Desa Pakraman Kerobokan serta Banjar Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal 455

12 Pagutan dan Banjar Batu Paras dari Desa Pakraman Padang Sambian. Kedua desa pakraman ini berada pada wilayah kabupaten yang terpisah, dimana Desa Pakraman Kerobokan masuk ke dalam wilayah Kabupaten Badung, sedangkan Desa Pakraman Padang Sambian masuk ke dalam wilayah Kota Denpasar. Isu tentang sengketa perebutan tanah kuburan setra antara Desa Pakraman Padang Sambian dan Desa Pakraman Kerobokan sesungguhnya telah ada sejak tahun 1999 dan muncul kembali di tahun Menanggapi isu tersebut, prajuru desa masing-masing desa pakraman menggunakan metode negosiasi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Jeremy G. Thorn mengemukakan pada umumnya negosiasi bila: a. kedua belah pihak akan melakukan suatu perjanjian; b. terdapat perjanjian atau konflik di antara beberapa pihak; c. terdapat variable untuk dipertukarkan melalui konsesi; d. kedua pihak mempunyai wewenang untuk mengubah syaratsyarat mereka; e. apabila sesuatu yang luar biasa terjadi (I Ketut Sudantra dan AA Gede Oka Parwata (ed), tanpa tahun edisi: 45). Negosiasi dilakukan sebanyak tiga kali. Hasil negosiasi dilaporkan ke Pasamuhan Agung. Dalam negosiasi tersebut, prajuru desa menyepakati bahwa setra Batu Paras tetap dipergunakan secara bersama-sama. Tanah kuburan seluas 17 are tersebut dibagi menjadi dua yakni di bagian utara dipergunakan oleh Desa Pakraman Kerobokan dan bagian selatan dipergunakan oleh Desa Pakraman Padang Sambian. Pihak Desa Pakraman Kerobokan dapat menggunakan Pura Prajapati (Pura yang wajib ada di wilayah setra) yang sudah ada dan Desa Pakraman Padang Sambian bersedia untuk membuat Pura Prajapati dalam waktu kurang dari 40 hari sejak hari kesepakatan. Kesepakatan antara dua desa pakraman ini diambil dengan penuh rasa tenggang rasa dan didasarkan atas kekeluargaan. Dilihat 456 Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal

13 dari sejarahnya, kedua desa pakraman ini sesungguhnya adalah bersaudara. Bendesa Desa Pakraman Padang Sambian, I Gusti Putu Gede Suwira menjelaskan, pada abad ke 17, 12 orang warga Kerobokan (dahulu bernama Lambih Kauh) dititipkan di wilayah Padang Sambian (dahulu bernama Lambih Kangin) untuk menjaga soroh kayu selem dari serangan Badung. Atas dasar inilah masingmasing desa pakraman mengurangi masing-masing ego demi mencari solusi bersama. Kesepakatan tersebut kemudian dilaporkan ke Pesamuan Agung Desa Kesepakatan penggunaan setra Batu Paras secara bersama-sama oleh Desa Pakraman Krobokan dan Desa Pakraman Padang Sambian dituangkan dalam kesepakatan tertulis yang berbentuk pararem penepas wicara. KESIMPULAN Format ideal penyelesaian sengketa perebutan tanah kuburan (setra) Batu Paras mendahulukan tipe penyelesaian konflik yang berbasis kearifan lokal yakni dengan metode musyawarah untuk mencapai mufakat, dalam hukum nasional hal ini dikenal dengan negosiasi dan mediasi. Kearifan lokal haruslah diutamakan dibandingkan format penyelesaian sengketa lainnya, hal ini sejalan dengan hukum nasional yang mengedepankan penyelesaian sengketa alternatif (non litigasi) dibandingkan format penyelesaian melalui badan peradilan (litigasi). Penyelesaian konflik tanah kuburan (setra) Batu Paras didasarkan pada hukum nasional dan hukum adat (awig-awig) yang berlaku, dalam hal ini Prajuru desa memiliki peranan dalam mencegah dan menyelesaikan sengketa perebutan tanah kuburan (setra) yakni dalam merespon, mengkomunikasikan dan mereduksi potensi konflik. Dalam menyelesaikan konflik adat tersebut, prajuru adat berperan dalam memimpin musyawarah dengan mengakomodasikan kepentingan para pihak yang bersengketa. Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal 457

14 Dengan demikian peranan prajuru adat dalam menyelesaikan sengketa perebutan tanah kuburan perlu direvitalisasi. DAFTAR PUSTAKA Bushar Muhammad, 1984, Asas-asas Hukum Adat Suatu Pengantar. Jakarta, Pradnya Paramita Joni Emerzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan. Jakarta, Gramedia Pustaka Utama. Koesnoe, Moh, 1979, Catatan-catatan Terhadap Hukum Adat Dewasa Ini, Surabaya. Airlangga University Press. Sirtha, I Nyoman, 2008, Aspek Hukum Dalam Konflik Adat Bali. Denpasar, Udayana University. Sudantra, I Wayan dan A.A. Gede Oka Parwata (ed), tanpa tahun edisi, Wicara Lan Pamidanda: Pemberdayaan Desa Pakraman dalam Penyelesaian Perkara di Luar Pengadilan, Edisi Revisi. Denpasar, Udayana University Press. Surojo Wignjodipuro, 1982, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat. Jakarta, PT. Agung. Surpha, I Wayan, 2002, Seputar Desa Pakraman dan Adat Bali, Denpasar, Bali Post. Suyud Margono, 2000, ADR dan Arbitrase, Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum. Jakarta, Ghalia Indonesia. Antara, 2011, Bentrokan di Kemoning dan Budaga Tewaskan Warga < -di-kemoning-dan-budaga-tewaskan-warga> Soetandyo Wignjosoebroto, Masalah Budaya Dalam Pembentukan Hukum Nasional, < Sutika, I Ketut, 2011, Konflik Adat yang Tak Pernah Tuntas, < lik.adat.yang.tak.pernah.tuntas> Nama Peneliti : I Made Dedy Priyanto,SH.,M.Kn (Peneliti Utama) 458 Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal

15 Instansi I Made Dedy Priyanto, I Wayan Suandi, Prof.Dr.I Wayan Suandi, Drs, SH.,M.Hum, Dewi Bunga,SH.,M.H I Wayan Novy Purwanto,SH.,M.Kn : Universitas Udayana Telp/HP : (0361) / imadededy@rocketmail.com Menggagas Pencitraan Berbasis Kearifan Lokal 459

PENYELESAIAN SENGKETA ADAT BERBASIS KEARIFAN LOKAL DALAM KONSTRUKSI MASYARAKAT YANG IDEAL

PENYELESAIAN SENGKETA ADAT BERBASIS KEARIFAN LOKAL DALAM KONSTRUKSI MASYARAKAT YANG IDEAL PENYELESAIAN SENGKETA ADAT BERBASIS KEARIFAN LOKAL DALAM KONSTRUKSI MASYARAKAT YANG IDEAL Dr. LUH NILA WINARNI, S.H., M.H. 7 Dosen Program Magister Ilmu Hukum Universitas Ngurah Rai Email: nilawinarnihukum@gmail.com

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA DI LUAR PENGADILAN DI DALAM KONDISI DUALISME PEMERINTAHAN DESA Oleh : Luh Putu Yandi Utami. Wayan P. Windia Ketut Sudantra

PENYELESAIAN PERKARA DI LUAR PENGADILAN DI DALAM KONDISI DUALISME PEMERINTAHAN DESA Oleh : Luh Putu Yandi Utami. Wayan P. Windia Ketut Sudantra PENYELESAIAN PERKARA DI LUAR PENGADILAN DI DALAM KONDISI DUALISME PEMERINTAHAN DESA Oleh : Luh Putu Yandi Utami Wayan P. Windia Ketut Sudantra Bagian Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERKARA OLEH LEMBAGA ADAT MENGENAI PERKELAHIAN ANTAR SESAMA KRAMA DESA YANG TERJADI DI DESA PAKRAMAN SARASEDA

PENYELESAIAN PERKARA OLEH LEMBAGA ADAT MENGENAI PERKELAHIAN ANTAR SESAMA KRAMA DESA YANG TERJADI DI DESA PAKRAMAN SARASEDA PENYELESAIAN PERKARA OLEH LEMBAGA ADAT MENGENAI PERKELAHIAN ANTAR SESAMA KRAMA DESA YANG TERJADI DI DESA PAKRAMAN SARASEDA oleh : Ida Bagus Miswadanta Pradaksa Sagung Putri M.E Purwani Bagian Hukum dan

Lebih terperinci

Oleh: I Nyoman Adi Susila I Ketut Wirta Griadhi A.A. Gde Oka Parwata. Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh: I Nyoman Adi Susila I Ketut Wirta Griadhi A.A. Gde Oka Parwata. Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Udayana PENYELESAIAN SENGKETA ADAT DI BALI (STUDI KASUS SENGKETA TANAH SETRA ANTARA DESA PAKRAMAN CEKIK DENGAN DESA PAKRAMAN GABLOGAN, KECAMATAN SELEMADEG, KABUPATEN TABANAN) Oleh: I Nyoman Adi Susila I Ketut

Lebih terperinci

SENGKETA TANAH SETRA DAN PENYELESAIANNYA (STUDI KASUS SENGKETA BANJAR ADAT AMBENGAN DENGAN BANJAR ADAT SEMANA UBUD KABUPATEN GIANYAR)

SENGKETA TANAH SETRA DAN PENYELESAIANNYA (STUDI KASUS SENGKETA BANJAR ADAT AMBENGAN DENGAN BANJAR ADAT SEMANA UBUD KABUPATEN GIANYAR) SENGKETA TANAH SETRA DAN PENYELESAIANNYA (STUDI KASUS SENGKETA BANJAR ADAT AMBENGAN DENGAN BANJAR ADAT SEMANA UBUD KABUPATEN GIANYAR) oleh I Gusti Ayu Sri Haryanti Dewi Witari I Ketut Wirta Griadhi A.A

Lebih terperinci

KOORDINASI ANTARA DESA DINAS DAN DESA PAKRAMAN DALAM DINAMIKA PENANGANAN TERHADAP PENDUDUK PENDATANG DI BALI

KOORDINASI ANTARA DESA DINAS DAN DESA PAKRAMAN DALAM DINAMIKA PENANGANAN TERHADAP PENDUDUK PENDATANG DI BALI KOORDINASI ANTARA DESA DINAS DAN DESA PAKRAMAN DALAM DINAMIKA PENANGANAN TERHADAP PENDUDUK PENDATANG DI BALI Oleh: A.A Gede Raka Putra Adnyana I Nyoman Bagiastra Bagian Hukum Dan Masyarakat ABSTRACT The

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum normatif mengkaji data-data sekunder di bidang

Lebih terperinci

Abstract. Balinese society are bound by two village system, they are village

Abstract. Balinese society are bound by two village system, they are village MENINGKATNYA INTENSITAS KONFLIK DESA PAKRAMAN DI BALI Anak Agung Istri Ngurah Dyah Prami Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana 1021005005 E-mail: dyahprami@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sebagai makhluk sosial manusia harus hidup bermasyarakat dan berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini tidak lepas

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PASAL 6 UU NO. 30 TAHUN 1999 DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH WARISAN ADAT

IMPLEMENTASI PASAL 6 UU NO. 30 TAHUN 1999 DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH WARISAN ADAT IMPLEMENTASI PASAL 6 UU NO. 30 TAHUN 1999 DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH WARISAN ADAT (Studi di Desa Batuan, kecamatan Sukawati, kabupaten Gianyar, Bali) ARTIKEL ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 5/Juni/2015 KLAUSUL ARBITRASE DAN PENERAPANNYA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS 1 Oleh : Daru Tyas Wibawa 2 ABSTRAK Dari segi tipe penelitian, maka penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang menurut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI

Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI Peranan Dinas Tenaga Kerja Dalam Penyelesaian Hubungan Industrial Di Kota Pematangsiantar Christian Daniel Hermes Dosen Fakultas Hukum USI Abstrak Beragam permasalahan melatarbelakangi konflik Hubungan

Lebih terperinci

PENEGAKAN AWIG-AWIG LARANGAN BERBURU BURUNG DI DESA PAKRAMAN KAYUBIHI, KECAMATAN BANGLI, KABUPATEN BANGLI

PENEGAKAN AWIG-AWIG LARANGAN BERBURU BURUNG DI DESA PAKRAMAN KAYUBIHI, KECAMATAN BANGLI, KABUPATEN BANGLI PENEGAKAN AWIG-AWIG LARANGAN BERBURU BURUNG DI DESA PAKRAMAN KAYUBIHI, KECAMATAN BANGLI, KABUPATEN BANGLI Oleh : Pande Putu Indra Wirajaya I Gusti Agung Mas Rwa Jayantiari I Gusti Ngurah Dharma Laksana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha

BAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses

Lebih terperinci

A. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan

A. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan A. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan Litigasi atau jalur pengadilan merupakan suatu proses gugatan atas suatu konflik yang diritualisasikan yang menggantikan konflik sesungguhnya, dimana para pihak

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A.

BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A. BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 6 M E D I A S I A. Pengertian dan Karakteristik Mediasi Mediasi berasal dari bahasa Inggris mediation atau penengahan, yaitu penyelesaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sengketa tanah adalah sengketa yang timbul karena adanya konflik kepentingan atas

I. PENDAHULUAN. Sengketa tanah adalah sengketa yang timbul karena adanya konflik kepentingan atas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sengketa tanah adalah sengketa yang timbul karena adanya konflik kepentingan atas tanah. Sengketa tanah tidak dapat dihindari dizaman sekarang, ini disebabkan karena berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan

BAB I PENDAHULUAN. sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan BAB I PENDAHULUAN Pada dasarnya tidak ada seorang pun yang menghendaki terjadinya sengketa dengan orang lain. Tetapi di dalam hubungan bisnis atau suatu perbuatan hukum, masing-masing pihak harus mengantisipasi

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : I Gusti Ngurah Adhi Pramudia Nyoman A Martana I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati Bagian Hukum

Lebih terperinci

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA Terintegrasinya mediasi dalam proses acara pengadilan adalah untuk memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu

Lebih terperinci

NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SUBAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Lembaga Subak sebagai bagian dari budaya Bali merupakan organisasi

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA 1 of 27 27/04/2008 4:06 PM UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kualitatif penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. kualitatif penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut: 82 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan dan dipadukan dengan data yang diperoleh dari kepustakaan, kemudian dianalisis dengan cara kualitatif penulis dapat mengambil

Lebih terperinci

PERAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN MELALUI MEKANISME MEDIASI

PERAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN MELALUI MEKANISME MEDIASI PERAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN MELALUI MEKANISME MEDIASI Oleh : Made Yudha Wismaya I Wayan Novy Purwanto Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract

Lebih terperinci

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47

Ditulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47 Pengertian Mediasi Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

Business Law PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS (ALTERNATIF DISPUTE RESOLUTION (ADR) DAN ARBITRASE) ANDRI HELMI M, SE., MM 1

Business Law PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS (ALTERNATIF DISPUTE RESOLUTION (ADR) DAN ARBITRASE) ANDRI HELMI M, SE., MM 1 Business Law PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS (ALTERNATIF DISPUTE RESOLUTION (ADR) DAN ARBITRASE) ANDRI HELMI M, SE., MM 1 Definisi dan jenis penyelesaian sengketa bisnis Bipartit Mediasi adalah proses penyelesaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya tradisi-tradisi yang telah dijalankan dari masa ke masa yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. adanya tradisi-tradisi yang telah dijalankan dari masa ke masa yang bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Konflik dengan agenda adat yang terjadi di Bali banyak dipicu adanya ketidaksepakatan mengenai tata cara pelaksanaan keadatan dan hubungan sosial masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil.

BAB I PENDAHULUAN. bernegara, agar tercipta kehidupan yang aman, tertib, dan adil. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum (Pasal 1 ayat (3). Ketentuan tersebut merupakan landasan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 38 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG BALE MEDIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terhindar dari sengketa. Perbedaan pendapat maupun persepsi diantara manusia yang menjadi pemicu

Lebih terperinci

Manusia dalam kehidupannya selalu dihadapkan pada masalah/konflik, hal ini tidak dapat

Manusia dalam kehidupannya selalu dihadapkan pada masalah/konflik, hal ini tidak dapat Oleh: I Nyoman Gede Remaja Abstrak: Dalam kehidupan sehari-hari masalah atau konflik atau sengketa kerap kali akan muncul. Hal ini tidak akan bisa dihindari selama manusia hidup berinteraksi dengan orang

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman akan tradisi dan budayanya. Budaya memiliki kaitan yang erat dengan kehidupan manusia, di mana

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga peradilan merupakan salah satu lembaga penyelesaian sengketa yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman

Lebih terperinci

KEDUDUKAN DAN TUGAS KEPALA DESA SEBAGAI HAKIM PERDAMAIAN DESA DI DESA PAKRAMAN TAMAN-TANDA KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN

KEDUDUKAN DAN TUGAS KEPALA DESA SEBAGAI HAKIM PERDAMAIAN DESA DI DESA PAKRAMAN TAMAN-TANDA KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN KEDUDUKAN DAN TUGAS KEPALA DESA SEBAGAI HAKIM PERDAMAIAN DESA DI DESA PAKRAMAN TAMAN-TANDA KECAMATAN BATURITI KABUPATEN TABANAN Dewa Nyoman Anom Rai Putra I Nyoman Wita Hukum Dan Masyarakat, Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang biak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perjalanan hidup setiap manusia di dunia ini dipastikan tidak akan berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perjalanan hidup setiap manusia di dunia ini dipastikan tidak akan berjalan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perjalanan hidup setiap manusia di dunia ini dipastikan tidak akan berjalan dengan baik dan sempurna. Manusia sebagai makhluk sosial tentu akan selalu berinteraksi

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sosial yang dialami, setiap manusia memiliki kepentingankepentingan tertentu yang berkaitan dengan kebutuhan dan keinginannya untuk mempertahankan

Lebih terperinci

2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d

2016, No objek materiil yang jumlahnya besar dan kecil, sehingga penyelesaian perkaranya memerlukan waktu yang lama; e. bahwa Mahkamah Agung d No.2059, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Ekonomi Syariah. Penyelesaian Perkara. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN PERKARA EKONOMI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN,PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN,PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2001 TENTANG PEMBERDAYAAN,PELESTARIAN DAN PENGEMBANGAN ADAT ISTIADAT DAN LEMBAGA ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataan sehari-hari permasalahan waris muncul dan dialami oleh

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kenyataan sehari-hari permasalahan waris muncul dan dialami oleh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kenyataan sehari-hari permasalahan waris muncul dan dialami oleh seluruh lapisan masyarakat. Berbagai kasus yang menyangkut sengketa waris tidak pernah

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI LUAR PENGADILAN MELALUI ARBITRASE 1 Oleh : Hartarto Mokoginta 2

PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI LUAR PENGADILAN MELALUI ARBITRASE 1 Oleh : Hartarto Mokoginta 2 PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI LUAR PENGADILAN MELALUI ARBITRASE 1 Oleh : Hartarto Mokoginta 2 ABSTRAK Arbitrase merupakan suatu bentuk peradilan yang diselenggarakan oleh dan berdasarkan kehendak serta

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM YANG DITIMBULKAN DARI WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN AUTENTIK SEWA-MENYEWA TANAH

AKIBAT HUKUM YANG DITIMBULKAN DARI WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN AUTENTIK SEWA-MENYEWA TANAH AKIBAT HUKUM YANG DITIMBULKAN DARI WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN AUTENTIK SEWA-MENYEWA TANAH Oleh : A.A. Dalem Jagat Krisno Ni Ketut Supasti Dharmawan A.A. Sagung Wiratni Darmadi Bagian Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Bouman, mengungkapkan bahwa manusia baru menjadi manusia. adanya suatu kepentingan (Nurnaningsih Amriani, 2012: 11).

BAB I PENDAHULUAN. yaitu Bouman, mengungkapkan bahwa manusia baru menjadi manusia. adanya suatu kepentingan (Nurnaningsih Amriani, 2012: 11). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial ( zoon politicon) yang berarti bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

Alternative Dispute Resolution dalam Sengketa Bisnis

Alternative Dispute Resolution dalam Sengketa Bisnis Alternative Dispute Resolution dalam Sengketa Bisnis P R E P A R E D B Y : I R M A M. N A W A N G W U L A N, M B A M G T 4 0 1 - H U K U M B I S N I S S E M E S T E R G A N J I L 2 0 1 4 U N I V E R S

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas

BAB I PENDAHULUAN. tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hampir setiap hari surat kabar maupun media lainnya memberitakan tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas selalu menjadi bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

Alternative Dispute Resolution (Alternatif Penyelesaian Sengketa, APS)

Alternative Dispute Resolution (Alternatif Penyelesaian Sengketa, APS) Alternative Dispute Resolution (Alternatif Penyelesaian Sengketa, APS) Miko Kamal S.H., Bung Hatta LL.M., Deakin Ph.D Macquarie ireformbumn (institut untuk Reformasi Badan Usaha Milik Negara) Anggrek Building

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kasus tindak pidana ringan yang terjadi di Indonesia dan sering menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan ancaman hukuman

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 93 TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 93 TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 93 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PERSELISIHAN KERJASAMA DAERAH DENGAN PIHAK KETIGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum

PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL. Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum Pendahuluan PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : Gunarto, SH, SE, Akt,MHum Sebagai seorang mahasiswa yang bercita-cita menjadi advokat maka ketika ada sebuah permasalahan di bidang hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. mana masyarakat itu berada serta pergaulan masyarakatnya. 2 Kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah salah satu tahap penting dalam kehidupan manusia. Perkawinan dapat merubah status kehidupan manusia dari belum dewasa menjadi dewasa atau anak muda

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan tanah yang jumlahnya tetap (terbatas) mengakibatkan perebutan

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberadaan tanah yang jumlahnya tetap (terbatas) mengakibatkan perebutan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara Konstitusional dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 pada pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa: Bumi dan air dan kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Awig-awig pesamuan adat Abianbase, p.1

BAB I PENDAHULUAN. 1 Awig-awig pesamuan adat Abianbase, p.1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Permasalahan 1.1.1. Latar Belakang Desa pakraman, yang lebih sering dikenal dengan sebutan desa adat di Bali lahir dari tuntutan manusia sebagai mahluk sosial yang tidak mampu hidup

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 33 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK

KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK 1 KONSEP TRI HITA KARANA DALAM SUBAK oleh Ni Putu Ika Nopitasari Suatra Putrawan Bagian Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Tri Hita Karana is a basic concept that have been

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PAPUA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PERADILAN ADAT DI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI PAPUA, Menimbang : a. bahwa pemberian Otonomi

Lebih terperinci

EKSISTENSI OTONOMI DESA PAKRAMAN PADA MASYARAKAT ADAT DI BALI

EKSISTENSI OTONOMI DESA PAKRAMAN PADA MASYARAKAT ADAT DI BALI EKSISTENSI OTONOMI DESA PAKRAMAN PADA MASYARAKAT ADAT DI BALI Kadek Yudhi Pramana A.A Gede Oka Parwata A.A Istri Ari Atu Dewi Hukun dan Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Desa Pakraman

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambaha

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambaha No.1775, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DJSN. Kode Etik. Majelis Kehormatan. PERATURAN DEWAN JAMINAN SOSIAL NASIONAL NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG KODE ETIK DAN MAJELIS KEHORMATAN DEWAN JAMINAN SOSIAL

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Kesimpulan ini merupakan inti pembahasan yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian yang dikaji. Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian

Lebih terperinci

Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan Di Luar Pengadilan

Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan Di Luar Pengadilan Beberapa Cara Penyelesaian Sengketa Perburuhan Di dalam Dan Di Luar Pengadilan Kelelung Bukit Fakultas Hukum Program Studi Hukum Administrasi Negara Universitas Sumatera Utara Pendahuluan Sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kekayaan alam atau sumber daya alam yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia adalah tanah. Manusia hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menentukan arah/kebijakan pembangunan. 2

BAB I PENDAHULUAN. menentukan arah/kebijakan pembangunan. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pulau Bali sebagai daerah yang terkenal akan kebudayaannya bisa dikatakan sudah menjadi ikon pariwisata dunia. Setiap orang yang mengunjungi Bali sepakat bahwa

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015

Lex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015 PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara

Lebih terperinci

EKSISTENSI ASAS OPORTUNITAS DALAM PENUNTUTAN PADA MASA YANG AKAN DATANG

EKSISTENSI ASAS OPORTUNITAS DALAM PENUNTUTAN PADA MASA YANG AKAN DATANG EKSISTENSI ASAS OPORTUNITAS DALAM PENUNTUTAN PADA MASA YANG AKAN DATANG oleh Mazmur Septian Rumapea I Wayan Sutarajaya I Ketut Sudjana Bagian Hukum Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sengketa atau konflik tersebut timbul disebabkan karena adanya hubungan antara satu manusia dengan manusia lain sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri

Lebih terperinci

KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap

KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap KODE ETIK MEDIATOR Drs. H. HAMDAN, SH., MH. Pendahuluan. Terwujudnya keadilan yang cepat, sedarhana dan biaya ringan merupakan dambaan dari setiap pencari keadilan dimanapun. Undang-Undang Nomor 48 Tahun

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PURA AGUNG BESAKIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PURA AGUNG BESAKIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN PURA AGUNG BESAKIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa Kawasan Pura Agung Besakih

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS

MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa Disusun Oleh: Raden Zulfikar Soepinarko Putra 2011 200 206 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI

EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI EKSISTENSI DESA ADAT DAN KELEMBAGAAN LOKAL: KASUS BALI Oleh : Agus Purbathin Hadi Yayasan Agribisnis/Pusat Pengembangan Masyarakat Agrikarya (PPMA) Kelembagaan Desa di Bali Bentuk Desa di Bali terutama

Lebih terperinci

BEBERAPA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN DI DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN

BEBERAPA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN DI DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN BEBERAPA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PERBURUHAN DI DALAM DAN DI LUAR PENGADILAN Pendahuluan Sejalan dengan perkembangan zaman era globalisasi sudah barang tentu tuntutan perkembangan penyelesaian sengketa

Lebih terperinci

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No.

Pengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No. Pengertian Mediasi Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa

Lebih terperinci

TINJAUAN TERHADAP DISKRESI PENYIDIK KEPOLISIAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN RESOR BADUNG)

TINJAUAN TERHADAP DISKRESI PENYIDIK KEPOLISIAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN RESOR BADUNG) TINJAUAN TERHADAP DISKRESI PENYIDIK KEPOLISIAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM (STUDI KASUS DI KEPOLISIAN RESOR BADUNG) Oleh : Kadek Setia Budiawan I Made Tjatrayasa Sagung Putri M.E Purwani

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI. Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS.

PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI. Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS. PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS. FILOSOFI : Asas Musyawarah Mufakat (Pembukaan UUD 1945). Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan (UU). FAKTA/KENYATAAN

Lebih terperinci

KEDUDUKAN SUAMI ISTRI TERHADAP HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM HAL TERJADI PERCERAIAN: PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DAN HUKUM ADAT BALI

KEDUDUKAN SUAMI ISTRI TERHADAP HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM HAL TERJADI PERCERAIAN: PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DAN HUKUM ADAT BALI KEDUDUKAN SUAMI ISTRI TERHADAP HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM HAL TERJADI PERCERAIAN: PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PERKAWINAN DAN HUKUM ADAT BALI Oleh Luh Putu Diah Puspayanthi I Ketut Sudantra Fakultas Hukum

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DANA NASABAH YANG DISIMPAN PADA LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DANA NASABAH YANG DISIMPAN PADA LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP DANA NASABAH YANG DISIMPAN PADA LEMBAGA PERKREDITAN DESA (LPD) Oleh Putu Hartawiguna Yasa Dewa Gde Rudy A.A. Gede Agung Dharma Kusuma Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MELALUI ASPEK HUKUM PERDATA

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MELALUI ASPEK HUKUM PERDATA PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN MELALUI ASPEK HUKUM PERDATA Oleh Made Nikita Novia Kusumantari I Made Udiana Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This writing is titled Enforcement

Lebih terperinci

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene

2015, No tidaknya pembuktian sehingga untuk penyelesaian perkara sederhana memerlukan waktu yang lama; d. bahwa Rencana Pembangunan Jangka Mene No.1172, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Gugatan Sederhana. Penyelesaian. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN GUGATAN SEDERHANA DENGAN

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL ASING DI BALI

PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL ASING DI BALI PENYELESAIAN SENGKETA PENANAMAN MODAL ASING DI BALI Oleh Ni Komang Desi Miari I Wayan Wiryawan I Ketut Westra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Judul dari penelitian hukum ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya

BAB I PENDAHULUAN. Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan 1. Latar Belakang Tiap-tiap hukum merupakan suatu sistem yaitu peraturan-peraturannya merupakan suatu kebulatan berdasarkan atas kesatuan alam pikiran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikaruniakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PRUSEDUR PENCEGAHAN KONFLIK, PENGHENTIAN KONFLIK DAN PENYELESAIAN KONFLIK SOSIAL

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI GORONTALO dan GUBERNUR GORONTALO MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI GORONTALO dan GUBERNUR GORONTALO MEMUTUSKAN: GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYIARAN BERLANGGANAN TELEVISI MELALUI KABEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh: EFEKTIFITAS PERJANJIAN DAMAI DALAM PENGADILAN (AKTA VAN DADING) TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN WANPRESTASI DALAM PENEGAKAN HUKUM PERDATA (STUDI PADA PENGADILAN NEGERI MEDAN) SKRIPSI Diajukan Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kredit macet merupakan masalah yang sangat penting dalam sejarah perbankan Indonesia terutama pada tahun 1999-2004. Banyaknya bank yang dilikuidasi sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci