BAB I PENDAHULUAN. Perjalanan hidup setiap manusia di dunia ini dipastikan tidak akan berjalan dengan
|
|
- Agus Hardja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perjalanan hidup setiap manusia di dunia ini dipastikan tidak akan berjalan dengan baik dan sempurna. Manusia sebagai makhluk sosial tentu akan selalu berinteraksi dengan sesamanya dalam setiap sendi kehidupan. Setiap langkah yang diambil tentunya akan membawa konsekuensi logis dimana semua harus menerima dan menjalani dengan ikhlas. Permasalahan yang dialami oleh manusia, tentu akan membutuhkan sebuah proses penyelesaian. Diantara banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh manusia yaitu permasalahan hukum. Permasalahan hukum merupakan satu diantara sekian banyak permasalahan yang membutuhkan ketepatan dalam menyelesaiakannya. Penyelesaiannya terkadang sangat melelahkan karena memerlukan waktu yang panjang dan biaya tidak murah. Proses mencari kebenaran tersebut, sesungguhnya adalah proses menurut versi para pihak masing-masing dimana kebenarannya akan sangat subyektif. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan secara tegas dan jelas bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara yang berdasarkan hukum. Setiap kehidupan yang ada di negeri ini
2 2 dengan segala aspeknya harus berlandaskan dan berdasarkan pada aturan hukum yang telah ditetapkan. Perkembangan hukum Indonesia dari zaman penjajahan, zaman kemerdekaan sampai zaman reformasi ini cenderung tertinggal dari perkembangan kehidupan masyarakat Indonesia. Kalau diibaratkan kendaraan, hukum yang ada di negeri ini berjalan dengan kecepatan 50 km/jam, sedangkan perkembangan masyarakat mampu berjalan dengan kecepatan 100 km/jam. Perkembangan aturan hukum yang ada di negeri ini jauh tertinggal dari perkembangan kehidupan sosial masyarakat. Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang memiliki keragaman etnis atau suku yang sangat banyak jumlahnya. Indonesia saat ini masih banyak terdapat permasalahan mengenai hak-hak hidup masyarakatnya. Keberadaan aturan hukum yang jelas dan nyata diharapkan mampu memberikan solusi permasalahan yang terjadi di negeri ini. Aturan hukum yang ada ternyata belum mampu memberikan kepastian dan kemanfaatan dalam masyarakat. Dinamika hukum senantiasa berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan masyarakat yang harmonis dan teratur. Perubahan cepat yang terjadi dalam masyarakat menjadi masalah berkaitan dengan hal yang tidak atau belum di atur dalam suatu aturan hukum, karena tidak mungkin suatu aturan hukum dapat mengatur segala kehidupan manusia secara tuntas, sehingga hampir dapat dipastikan hukum selalu tertinggal dibanding dengan dinamika masyarakat. Indonesia sebagai sebuah negara hukum, memiliki kewajiban untuk mendasarkan semua kehidupan berbangsa dan bernegaranya sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, termasuk dalam hal penyelesaian masalah atau penyelesaian sengketa baik
3 3 berupa publik maupun privat. Sengketa perdata yang merupakan sengketa dalam ranah privat, membutuhkan proses penyelesaian yang setidaknya memerlukan waktu cukup lama. Sengketa perdata yang dialami oleh masyarakat dewasa ini semakin meningkat dan beragam seiring dengan perkembangan kehidupan manusia. Sengketa perdata yang terjadi mengharuskan masyarakat mencari jalan keluar terbaik untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan berbagai latar belakang dan pertimbangan. Dalam penyelesaian sengketa perdata, telah lama dikenal ada dua model penyelesaiaannya yakni penyelesaian secara litigasi dan penyelesaian secara non litigasi. Penyelesaian sengketa perdata melalui jalur litigasi merupakan cara penyelesaian sengketa yang menggunakan proses peradilan atau persidangan di pengadilan. Proses secara litigasi ini menempatkan para pihak yakni pihak penggugat dan pihak tergugat berhadap-hadapan yang mengharuskan menempuh proses yang panjang dan rumit. Proses yang sedemikian panjang tersebut, kadangkala mengakibatkan tersanderanya hak maupun kewajiban para pihak dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari. Permasalahan lain yang muncul tentunya adalah permasalahan mahalnya biaya dalam proses penyelesaian perkara, dimana para pihak harus menyiapkan atau mengalokasikan biaya yang menurut sebagian masyarakat tidak terjangkau. Biayabiaya yang keluar tersebut diantaranya adalah biaya dalam proses persidangan, biaya untuk membayar penasehat hukum atau advokat, biaya transportasi serta biaya-biaya lain yang nilainya cukup besar. Hal tersebut menjadi sebuah ironi dimana masyarakat dipaksa untuk mengeluarkan biaya yang relatif banyak untuk menyelesaikan perkara
4 4 yang sebenarnya nilai atau nominal tidak terlalu besar dan bahkan dalam suatu peristiwa, biaya penyelesaian perkara lebih besar dari pada nilai atau nominal yang diperkarakan. Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan bahwa peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan memberikan landasan kepada badan peradilan di Indonesia untuk menyelesaikan setiap proses peradilan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Kenyataannya, pelaksanaan Pasal 2 ayat (4) tersebut jauh dari apa yang diharapkan. Penjelasan mengenai asas yang terkandung dalam Penjelasan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman 1 tersebut aplikasinya masih jauh dari apa yang dicita-citakan. Penyelesaian sengketa perdata memalui jalur litigasi yang bagi sebagian orang sangat rumit, memerlukan waktu yang lama, dan memerlukan biaya yang cukup mahal membuat masyarakat beralih ke proses penyelesaian sengketa perdata melalui jalur non-litigasi. Proses ini cukup menjanjikan dimana pelaksanaannya dipandang tidak membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang ringan. Mulai berkembangnya kesadaran hukum masyarakat dalam penyelesaian sengketa perdata melalui jalur non 1 Lihat Penjelasan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan sederhana adalah pemeriksaan dan penyelesaian perkara dilakukan dengan cara efesien dan efektif. Biaya ringan adalah biaya perkara yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Asas sederhana, cepat, dan biaya ringan dalam pemeriksaan dan penyelesaian perkara di pengadilan tidak mengesampingkan ketelitian dan kecermatan dalam mencari kebenaran dan keadilan.
5 5 litigasi merupakan sebuah sinyal positif bagi perkembangan hukum di Indonesia. Pelaksanaannya yang memangkas birokrasi proses peradilan di pengadilan diharapkan mampu memberikan terobosan hukum untuk memperoleh keadilan yang sebenarbenarnya. Alternatif Penyelesaian Sengketa atau yang lebih dikenal dengan Alternative Dispute Resolution adalah salah satu mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi. Penyelesaian sengketa menggunakan cara ini diharapkan mampu menjadi pilihan masyarakat dalam setiap permasalahan yang dihadapinya. Proses yang lebih tidak birokratif seperti di persidangan pengadilan diharapkan akan mampu memenuhi rasa keadilan dalam masyarakat. Selain mampu mempercepat penyelesaian sengketa, proses ini diharapkan akan mampu mengurangi tunggakan perkara di Mahkamah Agung. Dalam hal legalitas, Indonesia telah memiliki peraturan tentang alternatif penyelesaian sengketa yang termuat dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Alternatif Penyelesaian Sengketa secara umum dapat dimaknai sebagai sebuah proses penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dimana para pihak dapat menempuh penyelesaian tanpa melibatkan pihak pengadilan. Dalam pelaksanaannya, Alternatif Penyelesaian Sengketa dipandang mampu memberi solusi bagi penegakan hukum di Indonesia. Alternatif Penyelesaian Sengketa yang dikenal dengan Alternative Dispute Resolution sering diartikan sebagai alternative to litigation, seringkali juga diartikan
6 6 sebagai alternative to adjudication. Apabila pengertian pertama yang menjadi acuan (alternative to litigation), maka seluruh mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan, termasuk arbitrase merupakan bagian dari Alternative Dispute Resolution dan apabila Alternative Dispute Resolution (diluar litigasi dan arbitrase) merupakan bagian dari Alternative Dispute Resolution maka pengertian Alternative Dispute Resolution sebagai alternative to adjudication dapat meliputi mekanisme penyelesaian sengketa yang bersifat konsensual atau kooperatif seperti halnya negosiasi, mediasi, dan konsiliasi. 2 Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa memberikan pengertian tentang Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian diluar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Meskipun telah diatur namun pada kenyataannya, pelaksanaan Pasal 1 angka 10 tersebut masih perlu ditelaah lagi. Alternatif Penyelesaian Sengketa yang didalamnya termasuk mediasi, memberikan harapan tersendiri bagi para pencari keadilan. Mediasi yang merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa dianggap lebih efisien dan tidak memakan waktu dibandingkan proses pengadilan ternyata menimbulkan beberapa permasalahan lain. Mediasi juga diharapkan mampu untuk mengurangi beban 2 Suyud Margono, 2010, Penyelesaian Sengketa Bisnis Alternative Dispute Resolutions (ADR), Ghalia Indonesia, Bogor, hlm. 30.
7 7 tanggungan perkara yang terdapat di pengadilan. Tertundanya keinginan para pencari keadilan untuk mendapatkan penyelesaian perkaranya secara sederhana, cepat dan biaya ringan sangat disadari oleh Mahkamah Agung akan berdampak pada terjadinya krisis kepercayaan terhadap lembaga peradilan dari tingkat bawah sampai peradilan tertinggi yaitu Mahkamah Agung. 3 Lahirnya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan sebagai penyempurnaan dari Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2003, memberikan sebuah harapan bagi masyarakat untuk mendapatkan keadilan melalui mediasi di pengadilan. Hadirnya peraturan Mahkamah Agung tersebut merupakan penjabaran dari Pasal 79 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung yang menyebutkan bahwa: Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam undang-undang ini. Lahirnya Peraturan Mahkamah Agung tersebut memberikan pemahaman bahwa Mahkamah Agung akan memaksimalkan upaya mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa di pengadilan. Fakta yang ada, pada tahun 2012 terdapat perkara yang di diperiksa Mahkamah Agung, perkara merupakan sisa perkara tahun 2011 yang 3 I Made Sukadana, 2012, Mediasi Peradilan, Mediasi Dalam Sistem Peradilan Perdata Indonesia Dalam Rangka Mewujudkan Proses Peradilan Yang Sederhana, Cepat, Dan Biaya Ringan, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, hlm. 123.
8 8 harus diselesaikan. 4 Wilayah hukum Pengadilan Tinggi Yogyakarta yang meliputi lima pengadilan tingkat pertama yakni : Pengadilan Negeri Yogyakarta, Pengadilan Negeri Sleman, Pengadilan Negeri Bantul, Pengadilan Negeri Wates, dan Pengadilan Negeri Wonosari tentunya juga memiliki jumlah sengketa perdata yang cukup banyak. Berdasarkan Laporan Tahunan Pengadilan Negeri Wates tahun didapatkan data bahwa pengadilan tersebut menangani atau menerima sengketa perdata atau perkara perdata gugatan baru sejumlah 26 perkara, sedangkan dari Laporan Tahunan Pengadilan Negeri Yogyakarta tahun menerima sengketa perdata atau perkara perdata gugatan baru sebanyak 239 perkara. Pengadilan Negeri Wonosari pada Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun diperoleh data tentang sengketa perdata atau perkara perdata gugatan baru yang masuk adalah 34 perkara. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Pengadilan Negeri Sleman Tahun diperoleh data tentang sengketa perdata atau perkara perdata gugatan baru yang ditangani sejumlah 232 perkara, sedangkan dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Pengadilan Negeri Bantul Tahun 4 Lihat Laporan Tahunan Mahkamah Agung Republik Indonesia Tahun 2012, diakses pada tanggal 22 September Laporan Tahunan Pengadilan Negeri Wates tahun 2012, diakses pada tanggal 10 Maret Laporan Tahunan Pengadilan Negeri Yogyakarta tahun 2012, diakses pada tanggal 9 Maret Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah tahun 2012, diakses pada tanggal 11 Maret Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah tahun 2012, diakses pada tanggal 15 Maret 2014.
9 terdapat 82 sengketa perdata atau perkara perdata gugatan baru yang masuk. Mahkamah Agung sebagai sebuah lembaga peradilan tertinggi sangat berharap bahwa tunggakan perkara di Mahmakah Agung setiap tahunnya mampu dikurangi. Berkurangnya jumlah tunggakan tentu akan membawa dampak baik bagi penegakan hukum di Indonesia, serta dapat memberi dampak positif kepercayaan masyarakat terhadap pengadilan. Penyelesaian sengketa perdata di pengadilan negeri dengan lahirnya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tersebut wajib dilakukan mediasi terlebih dahulu dengan mediator yang dipilih oleh para pihak termasuk hakim. 10 Kewajiban seorang hakim untuk menawarkan proses penyelesaian sengketa perdata sesungguhnya merupakan pelaksanaan dari Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang terdapat pada Pasal 2 ayat (2), (3), dan (4) yang menyebutkan : (2) Setiap hakim, mediator, dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi yang diatur dalam Peraturan ini. (3) Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum. (4) Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediator untuk perkara yang bersangkutan. 9 Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah tahun 2012, diakses pada tanggal 15 Maret Lihat Pasal 8 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
10 10 Ketentuan dari Pasal 2 ayat (3) tersebut diatas melahirkan sebuah kewajiban baru untuk hakim dimana hakim di pengadilan negeri yang menangani perkara perdata wajib untuk melakukan atau menempuh prosedur mediasi dan apabila tidak dijalankan merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan/atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan semua putusan perkara perdata yang tidak didahului terlebih dulu dengan proses mediasi adalah batal demi hukum. Secara umum, diundangkannya Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan ini merupakan hal yang positif bagi masyarakat secara umum, advokat, penegak hukum, serta hakim itu sendiri dalam memahami mediasi. Semua sengketa perdata yang masuk ke pengadilan negeri wajib terlebih dahulu melalui proses mediasi sebelum diperiksa sesuai acara perdata kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha. Kesadaran akan pentingnya sistem hukum di Indonesia untuk menyediakan akses seluas mungkin kepada pihak yang bersengketa untuk memperoleh keadilan tampaknya menjadi landasan dalam proses mediasi di pengadilan. Kewajiban hakim mediator dalam pelaksanaan proses mediasi tidak hanya sekedar formalitas menawarkan perdamaian kepada para pihak, tetapi hakim mediator juga memiliki kewajiban untuk memberikan pengertian dan
11 11 pemahaman yang baik kepada para pihak mengenai kelebihan mediasi dibandingkan dengan proses sidang di pengadilan. Kelebihan hakim sebagai mediator berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan adalah penggunaan jasa mediator hakim tidak dipungut biaya. Hal tersebut sering menjadi pertimbangan bagi para pihak untuk memilih hakim sebagai mediator dibandingkan memilih mediator non-hakim dalam proses mediasi. Kelemahan hakim sebagai mediator diantaranya adalah: pertama, hakim pengadilan negeri pada umumnya telah memiliki beban pekerjaan yang relatif banyak. Kedua, masih banyak hakim pengadilan negeri yang belum memiliki kemampuan untuk menjadi mediator yang baik. Ketiga, para hakim terbiasa memutus perkara dengan menang-kalah, artinya ada yang menang dan ada yang kalah karena tidak menempatkan diri sebagai penengah. Proses mediasi yang diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan hanya memberikan waktu 40 hari kerja dan dapat diperpanjang atas dasar kesepakatan para pihak dalam waktu paling lama 14 hari merupakan permasalahan tersendiri dalam pelaksanaan mediasi di pengadilan. Keberadaan kaukus, hakim mediator bersertifikat dan advokat dalam proses mediasi sengketa perdata di pengadilan negeri tersebut merupakan parameter lain tentang eksistensi mediasi dalam sengketa perdata oleh hakim mediator. Melihat jumlah sengketa perdata, waktu pelaksanaan mediasi yang begitu singkat, keberadaan kaukus, keberadaan hakim mediator bersertifikat, serta
12 12 keberadaan advokat menjadi faktor yang sangat menarik untuk diteliti secara komprehensif. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik dan mempunyai keinginan untuk mengkaji dan menganalisis lebih mendalam mengenai permasalahan tersebut dalam sebuah penelitian ilmiah yang memiliki judul Eksistensi Mediasi oleh Hakim Mediator dalam Sengketa Perdata di Lingkungan Pengadilan Negeri di Wilayah Pengadilan Tinggi Yogyakarta. B. Rumusan Permasalahan Penelitian ini terdapat beberapa permasalahan yang berusaha dipecahkan oleh peneliti diantaranya adalah : 1. Bagaimanakah eksistensi mediasi oleh hakim mediator dalam sengketa perdata di lingkungan pengadilan negeri di wilayah Pengadilan Tinggi Yogyakarta berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan? 2. Apakah kebutuhan hakim mediator dalam mediasi sengketa perdata di lingkungan pengadilan negeri di wilayah Pengadilan Tinggi Yogyakarta oleh hakim mediator sudah mencukupi?
13 13 3. Apakah faktor pendukung dan penghambat mediasi dalam sengketa perdata di lingkungan pengadilan negeri di wilayah Pengadilan Tinggi Yogyakarta oleh hakim mediator? C. Keaslian Penelitian Permasalahan dalam penelitian ini sepanjang pengetahuan dan penelusuran, belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Sebelum penelitian ini dilakukan, ditemukan beberapa penulisan hukum atau karya tulis yang mengangkat tema mediasi perkara perdata di pengadilan negeri antara lain adalah : 1. Tesis dengan judul Mediasi Perkara Perdata di Pengadilan Negeri Klas IB Bangko karya Muhtar Dahri tahun 2011, Mahasiswa Program Studi Magister Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang. Tesis tersebut menitikberatkan pada prosedur pelaksanaan mediasi di Pengadilan Negeri Klas IB Bangko 11. Permasalahan dalam penelitian Muhtar Dahri tersebut adalah: 1. Bagaimana proses pelaksanaan mediasi perkara perdata di Pengadilan Negeri Klas IB Bangko?, 2.Bagaimana efektifitas mediasi untuk pengurangan beban perkara 11 Pengadilan Negeri Klas IB Bangko adalah Pengadilan Negeri di Kabupaten Merangin yang merupakan wilayah dari Pengadilan Tinggi Jambi.
14 14 di Pengadilan Negeri Klas IB Bangko?, 3. Kendala pelaksanaan mediasi untuk pengurangan beban perkara di Pengadilan Negeri Klas IB Bangko dan upaya mengatasinya?. Hasil penelitian dari Tesis Muhtar Dahri tersebut adalah proses pelaksanaan mediasi di pengadilan meliputi tahapan-tahapan yang pengaturanya bersifat umum dan tidak rinci : pendaftaran gugatan oleh pihak dengan membayar biaya perkara dan penentuan hakim dan pemanggilan para pihak : pada tahap pra mediasi majelis hakim menjelaskan tentang mediasi dan dilanjutkan penentuan mediator dan tahap proses mediasi penyerahan resume dan menerima opsi perdamaian dari mediator dan dilanjutkan dengan sesi pertemuan atau kaukus, tahapan akhir mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian atau gagal. Penyebab tidak efektivnya mediasi karena keterbatasan tenaga mediator, fasilitas, dan kurangnya dukungan dari para pihak, upaya yang dijalankan agar pelaksanaan mediasi berjalan efektif dengan kriteria penentuan mediator dan penyediaan ruangan untuk mediasi. 2. Tesis dengan judul Peran Hakim dalam Penyelesaian Sengketa Perdata Melalui Lembaga Mediasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2008 karya Fransiskus Holo Piran tahun 2013, Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Rumusan permasalahan dalam tesis tersebut adalah 1. Bagaimanakah peran hakim dalam penyelesaian sengketa perdata melalui lembaga mediasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat?, 2. Faktor-faktor apakah yang menjadi kendala/penghambat dalam
15 15 menjalankan peran hakim sebagai mediator dalam penyelesaian sengketa perdata melalui lembaga mediasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa peran hakim dalam penyelesaian sengketa perdata melalui lembaga mediasi mencakup beberapa hal : (a). menyarankan atau menghimbau para pihak yang bersengketa untuk menempuh jalur mediasi, yang dilakukan pada saat tahap pra mediasi, (b). Memberi saran dalam pemilihan seorang mediator baik yang disediakan pengadilan maupun di luar pengadilan, (c). Melakukan pemantauan terhadap proses mediasi, (d). Melakukan pengesahan akta perdamaian yang telah mendapat kesepakatan antar pihak yang bersengketa. Faktor-faktor yang menjadi kendala pelaksanaan peran Hakim dalam penyelesaian sengketa perdata melalui lembaga mediasi yakni : (a). kurangnya itikad baik dari para pihak yang bersengketa, (b). Anjuran perdamaian Hakim lebih bersifat formalitas, (c). Keterbatasan keahlian mediator, (d). Koordinasi administrasi yang kurang lancar, dan (e). Keterbatasan sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan proses mediasi. 3. Tesis dengan judul Efektifitas Mediasi dalam Penyelesaian Perkara Perdata Gugatan di Pengadilan Negeri Pekalongan karya Khudhori Azis tahun 2008, Mahasiswa Program Studi Magister Hukum Konsentrasi Hukum Bisnis Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Tesis yang menggunakan pendekatan yuridis normatif tersebut memiliki beberapa permasalahan antara lain : 1. Apakah mediasi yang diperintahkan oleh Mahkamah Agung sebagaimana tertuang dalam PERMA No. 2 Tahun 2003 tersebut sudah
16 16 dilaksanakan di Pengadilan Negeri Pekalongan, 2. Hal-hal apa saja yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan suatu mediasi?, dan 3. Apakah mediasi itu memang efektif dapat menyelesaiakan suatu sengketa/gugatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan mediasi di Pengadilan Negeri Pekalongan tidak sejak berlakunya PERMA RI No. 2 Tahun 2003, yaitu tanggal 11 September 2003 tapi sejak tanggal 29 Agustus Penyebab gagalnya mediasi adalah kurangnya penjelasan terutama tentang kelebihan atau keuntungan mediasi baik oleh majelis maupun mediator, kurangnya sosialisasi tentang mediasi di masyarakat, karakter masyarakat setempat yang lebih mengedepankan harga diri sehingga kalau mau berdamai dianggap suatu kekalahan. Implementasi PERMA No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, di Pengadilan Negeri Pekalongan telah dilaksanakan menurut aturan PERMA No. 2 Tahun 2003 tersebut, tapi dari 84 (delapan puluh empat) perkara yang dimediasi yang berhasil mencapai perdamaian ada 1 (satu) perkara atau hanya 0,011 per seratus. Karena persentase keberhasilan hanya persen, maka artinya bahwa mediasi di Pengadilan Negeri Pekalongan tidak efektif untuk menyelesaikan perkara perdata gugatan. 4. Tesis dengan judul Efektivitas Peran dan Fungsi Hakim Sebagai Mediator dalam Proses Mediasi Sengketa Bisnis di Pengadilan Negeri karya Indrawan Pardomuan Tanjung tahun 2010, Mahasiswa Program Studi Magister Hukum Konsentrasi Hukum Bisnis Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
17 17 Tesis tersebut menggunakan metode penelitian gabungan antara yuridis normatif dan yuridis empiris dengan rumusan permasalahan : 1. Bagaimanakah efektifitas mediasi di Pengadilan Negeri sebagai suatu cara penyelesaian sengketa bisnis?, dan 2. Bagaimanakah pelaksanaan peran dan fungsi mediator hakim dalam mediasi sengketa bisnis di pengadilan negeri. Hasil penelitian menyebutkan : bahwa efektivitas mediasi di pengadilan negeri untuk menyelesaikan sengketa bisnis masih belum optimal, hal ini dapat dilihat dari masih minimnya jumlah sengketa bisnis yang berhasil diselesaikan melalui mediasi di pengadilan negeri. Mediator hakim dalam pelaksanaan peran dan fungsinya ada yang telah melaksanakan ketentuan PERMA No. 1 Tahun 2008 dan kode etik mediator, namun ada juga yang belum melaksanakannya. 5. Tesis dengan judul Efektifitas Mediasi Berdasarkan PERMA No. 1 Tahun 2008 Sebagai Sarana Penyelesaian Sengketa Di Pengadilan Dalam Semua Tingkat Pengadilan karya I Gusti Agung Sumanatha tahun 2011, Mahasiswa Program Studi Magister Hukum Konsentrasi Hukum Bisnis Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Tesis ini menggunakan metode yuridis normatif, dimana peneliti menitik beratkan penelitiannya kepada studi kepustakaan yang memiliki rumusan permasalahan: 1. Efektifitas penggunaan mediasi sebagai sarana dalam menyelesaikan sengketa di semua tingkat pengadilan?, dan 2. Apakah penggunaan sarana mediasi di semua tingkat pengadilan, baik tingkat banding, kasasi, dan peninjauan kembali tidak bertentangan dengan sistem hukum yang ada di Indonesia?. Hasil penelitian tersebut
18 18 menghasilkan beberapa kesimpulan yaitu : (1). Efektifitas mediasi sebagai sarana alternatif penyelesaian sengketa sangat tergantung pada upaya memberdayakan PERMA No. 1 Tahun 2008 dengan cara sosialisasi, Skilled Mediator, institusionalisasi, peran hakim, peran pengacara dan fleksibilitas mediasi, (2). Hukum acara mediasi yang dipakai adalah hukum acara perdata (HIR, Het Herziene Indonesich Reglement) dan Rbg (Rechtsreglement Buingesesten) sebagai payung, sedangkan secara teknis dan operasional digunakan PERMA No. 1 Tahun 2008 karena masalah yang dimediasi adalah masalah-masalah keperdataan dan karenanya tidak bertentangan dengan sistem hukum acara di Indonesia. 6. Penelitian dengan judul Analisis Kebutuhan Hakim Mediator Dalam Pemeriksaan Perkara Perdata di Pengadilan Negeri Sleman karya Tata Wijayanta tahun 2014, Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Penelitian yang menggunakan metode normatif empiris ini memiliki rumusan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah jumlah hakim mediator di Pengadilan Negeri Sleman sudah memenuhi dibandingkan dengan jumlah sengketa perdata (gugatan) yang harus diperiksa dan diputus oleh pengadilan?; 2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi Pengadilan Negeri Sleman untuk memenuhi kebutuhan hakim mediator dalam sengketa perdata (gugatan) di pengadilan?; 3. Bagaimana alternatif solusi pemecahan terhadap jumlah Hakim Mediator yang tidak memenuhi kebutuhan dibandingkan dengan jumlah sengketa perdata (gugatan) yang harus diselesaikan oleh
19 19 pengadilan?; dan 4. Berapakah seharusnya jumlah hakim mediator dalam satu pengadilan? Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah : 1. Di Pengadilan Negeri Sleman, komposisi jumlah hakim mediator tidak sebanding dengan jumlah perkara perdata (gugatan). Dalam rentang waktu terdapat sejumlah 802 perkara perdata (gugatan) dengan hanya empat hakim mediator bersertifikat. 2. Kendala yang dihadapi pengadilan dalam memenuhi komposisi jumlah hakim mediator yang ideal yaitu (a) terbatasnya anggaran pemerintah (Mahkamah Agung Republik Indonesia) untuk mengirimkan hakim pengadilan yang belum memiliki sertifikat mediator dalam pelatihan mediator, (b) mutasi atau perpindahan tugas seorang hakim relatif cepat. Hal ini dapat menyebabkan hakim pengadilan yang telah memperoleh sertifikat mediator dipindahtugaskan ke pengadilan lain sementara hakim penggantinya adalah hakim yang tidak memiliki sertifikat mediator, dan (c) adanya ketentuan dalam Pasal 9 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Perma RI) Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang memberikan kewenangan ketua pengadilan negeri untuk menunjuk salah seorang hakim untuk menjadi mediator meskipun hakim tersebut tidak mempunyai sertifikat mediator. 3. Alternatif solusi pemecahan terhadap jumlah hakim mediator yang dirasakan tidak memenuhi kebutuhan dibandingkan dengan jumlah sengketa perdata yang harus diselesaikan oleh Pengadilan Negeri Sleman yaitu dengan menerapkan ketentuan Pasal 9 ayat (3) Perma RI dan menggunakan mediator bukan hakim yang terdaftar di pengadilan, serta 4.
20 20 Mendasarkan pada jumlah perkara perdata (gugatan) yang harus diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Negeri Sleman maka jumlah hakim mediator yang ideal di Pengadilan Negeri Sleman adalah delapan orang. Saran dalam penelitian tersebut adalah : 1. Perlunya komposisi jumlah hakim mediator yang seimbang dengan jumlah perkara perdata (gugatan) yang harus diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Negeri Sleman. 2. Perlunya menyelesaikan kendala yang dihadapi oleh pengadilan dalam memenuhi jumlah hakim mediator yang ideal yaitu (a) mengajukan rencana anggaran kepada pemerintah (Mahkamah Agung Republik Indonesia) untuk keperluan pengiriman bagi hakim pengadilan yang belum memiliki sertifikat mediator dalam pelatihan mediator bersertifikat, (b) dalam mutasi atau perpindahan tugas seorang hakim perlu memperhatikan komposisi dan jumlah hakim mediator yang ada. Dalam arti bahwa sekiranya yang dipindahtugaskan adalah hakim mediator maka idealnya pengganti hakim tersebut adalah seorang hakim mediator juga. 3. Perlunya mencari solusi lain untuk memenuhi jumlah komposisi hakim mediator di suatu pengadilan dengan tidak hanya menerapkan ketentuan Pasal 9 ayat (3) Perma, dan 4. Perlunya menambah jumlah hakim mediator di Pengadilan Negeri Sleman dari sekarang yang hanya empat orang menjadi delapan orang hakim mediator karena jumlah hakim mediator yang ada sekarang ini tidak sebanding dengan jumlah perkara perdata (gugatan) yang harus diperiksa. Perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian sebelumnya adalah terletak pada fokus penelitian, yaitu eksistensi mediasi oleh hakim mediator dalam sengketa
21 21 perdata di lingkungan pengadilan negeri di wilayah Pengadilan Tinggi Yogyakarta, kebutuhan hakim mediator dalam proses mediasi sengketa perdata di lingkungan pengadilan negeri di wilayah Pengadilan Tinggi Yogyakarta oleh hakim mediator, serta faktor-faktor pendukung dan penghambat mediasi dalam sengketa perdata di lingkungan pengadilan negeri di wilayah Pengadilan Tinggi Yogyakarta oleh hakim mediator, sedangkan pada penelitian sebelumnya, fokusnya hanya meneliti pada peran dan fungsi hakim, efektifitas mediasi, serta prosedur mediasi dan tidak melihat pada eksistensi mediasi oleh hakim mediator. Fokus penelitian ini adalah pada eksistensi mediasi oleh hakim mediator dimana yang bertindak sebagai mediator adalah hakim, bukan mediator yang lain seperti yang disebutkan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian tentang Eksistensi Mediasi oleh Hakim Mediator dalam Sengketa Perdata di Lingkungan Pengadilan Negeri di Wilayah Pengadilan Tinggi Yogyakarta ini antara lain : 1. Untuk mengkaji dan menganalisis eksistensi mediasi oleh hakim mediator dalam sengketa perdata di lingkungan pengadilan negeri di wilayah Pengadilan Tinggi Yogyakarta berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.
22 22 2. Untuk mengkaji dan menganalisis kebutuhan hakim mediator dalam mediasi sengketa perdata di lingkungan pengadilan negeri di wilayah Pengadilan Tinggi Yogyakarta oleh hakim mediator. 3. Untuk mengkaji dan menganalisis faktor pendukung dan penghambat mediasi dalam sengketa perdata di lingkungan pengadilan negeri di wilayah Pengadilan Tinggi Yogyakarta oleh hakim mediator. E. Manfaat Penelitian Apabila tujuan penelitian ini dapat dicapai dengan baik, maka setidaknya terdapat beberapa manfaat penelitian yang diperoleh diantaranya : 1. Manfaat teoritis : Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap perkembangan ilmu hukum khususnya mengenai mediasi sengketa perdata di pengadilan negeri. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi kepentingan akademis dan sebagai tambahan bahan kepustakaan. 2. Manfaat Praktis : Hasil penelitian ini dapat diharapkan mampu memberi kontribusi atau dapat memberikan masukan terhadap kepentingan praktik hukum bagi pihak-pihak yang
23 23 memerlukan baik akademisi, praktisi, aparat penegak hukum, maupun masyarakat secara umum.
BAB I PENDAHULUAN. lembaga Pengadilan dalam penyelesaian sengketa, di samping Pengadilan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengintegrasian mediasi dalam proses beracara di pengadilan dapat menjadi salah satu instrument efektif mengatasi kemungkinan meningkatnya akumulasi perkara
Lebih terperinciBAB IV. A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada
BAB IV ANALISA TERHADAP PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BANGKALAN DITINJAU DARI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kredit macet merupakan masalah yang sangat penting dalam sejarah perbankan Indonesia terutama pada tahun 1999-2004. Banyaknya bank yang dilikuidasi sebagai
Lebih terperinciPANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?
PANDUAN WAWANCARA Mediator: 1. Apa saja model-model Pendekatan Agama dalam proses mediasi terhadap perkara perceraian? a. Bagaimana cara menerapkan model-model pendekatan agama dalam proses mediasi terhadap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sebagai makhluk sosial manusia harus hidup bermasyarakat dan berinteraksi dengan sesamanya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, hal ini tidak lepas
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang dalam kehidupan sehari-hari saling membutuhkan satu sama lainnya. Dengan adanya suatu hubungan timbal balik, bukan tidak
Lebih terperinciPengertian Mediasi. Latar Belakang Mediasi. Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan adalah Peraturan Mahkamah Agung RI No.
Pengertian Mediasi Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah
Lebih terperinciKETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG
Lebih terperinciDitulis oleh Administrator Jumat, 05 Oktober :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 05 Oktober :47
Pengertian Mediasi Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah
Lebih terperinciPENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu)
PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Pendahuluan Lahirnya Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga peradilan merupakan salah satu lembaga penyelesaian sengketa yang berperan selama ini. Keberadaan lembaga peradilan sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman
Lebih terperinciDalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja telah melakukan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan proses penyusunan revisi PERMA tersebut.
MEDIASI Pengertian Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah
Lebih terperinciKETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keperdataan. Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang sedang berperkara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain merupakan makhluk individu, juga berperan sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk dapat melakukan kerjasama dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia hidup diatas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan mendayagunakan. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu kekayaan alam atau sumber daya alam yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang sangat dibutuhkan bagi kehidupan manusia adalah tanah. Manusia hidup
Lebih terperinciMEDIASI. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
MEDIASI Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN Dasar Hukum : Pasal 130 HIR Pasal 154 RBg PERMA No. 1 tahun 2016 tentang Prosedur
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian
Lebih terperinciA. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi
BAB IV ANALISIS A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dapat diketahui bahwa secara umum mediasi diartikan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membuat keseimbangan dari kepentingan-kepentingan tersebut dalam sebuah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sosial yang dialami, setiap manusia memiliki kepentingankepentingan tertentu yang berkaitan dengan kebutuhan dan keinginannya untuk mempertahankan
Lebih terperincidengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3).
MAKALAH : JUDUL DISAMPAIKAN PADA : MEDIASI DAN GUGAT REKONPENSI : FORUM DISKUSI HAKIM TINGGI MAHKAMAH SYAR IYAH ACEH PADA HARI/ TANGGAL : SELASA, 7 FEBRUARI 2012 O L E H : Dra. MASDARWIATY, MA A. PENDAHULUAN
Lebih terperinciLex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015
PENYELESAIAN PERKARA MELALUI CARA MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Elty Aurelia Warankiran 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan bertuan untuk mengetahui bagaimana prosedur dan pelaksanaan mediasi perkara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar BelakangMasalah Penelitian Sengketa merupakan suatu hal yang sangat wajar terjadi dalam kehidupan ini. Sengketa merupakan sebuah situasi dimana dua pihak atau lebih dihadapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULAN. seseorang adalah hal penting yang kadang lebih utama dalam proses
BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai metode penyelesaian sengketa secara damai, mediasi mempunyai peluang yang besar untuk berkembang di Indonesia. Dengan adat ketimuran yang masih mengakar,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dikodratkan oleh sang pencipta menjadi makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Dari sifat manusia inilah maka akan timbul suatu interaksi antara manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terhindar dari sengketa. Perbedaan pendapat maupun persepsi diantara manusia yang menjadi pemicu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat adat yang tersebar di seluruh Indonesia. Hal ini terlihat dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Mediasi sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan sengketa sebenarnya sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Dalam berbagai kepercayaan dan
Lebih terperinciMahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan. wewenang yang dimiliki Pengadilan Agama yaitu memeriksa, mengadili,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peradilan Agama merupakan salah satu badan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang berfungsi untuk melaksanakan kekuasaan kehakiman dalam lingkup khusus. 1 Kekhususan
Lebih terperinciBAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA. memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu para pihak
BAB III PENYELESAIAN SENGKETA DENGAN SYSTEM COURT CONNECTED MEDIATION DI INDONESIA Terintegrasinya mediasi dalam proses acara pengadilan adalah untuk memfasilitasi, berusaha dengan sungguh-sungguh membantu
Lebih terperinciDRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN
DRAFT REVISI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN 1. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : ----- TAHUN ---------- TENTANG
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Nomor : 02 Tahun 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pengintegrasian
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Mediasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sengketa yang terjadi diantara para pihak yang terlibat pun tidak dapat dihindari.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pesatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat melahirkan berbagai macam bentuk kerjasama di bidang bisnis. Apabila kegiatan bisnis meningkat, maka sengketa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem hukum Indonesia lembaga kepailitan bukan merupakan hal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem hukum Indonesia lembaga kepailitan bukan merupakan hal yang baru, karena pengaturan mengenai kepailitan di Indonesia telah diwariskan pada zaman Hindia
Lebih terperinciPERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA,
PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2003 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. * Dosen Pembimbing I ** Dosen Pembimbing II *** Penulis. A. Latar Belakang
Adapun metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum normatif mengkaji data-data sekunder di bidang
Lebih terperinciSURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA
SURAT KESEPAKATAN PERDAMAIAN TERINTEGRASI DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA I. PENDAHULUAN Bahwa dalam beracara di Pengadilan Agama tidak mesti berakhir dengan putusan perceraian karena ada beberapa jenis
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010
1 PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI DALAM PERKARA WARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajad Sarjana Hukum dalam
Lebih terperinciOleh Helios Tri Buana
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PEWARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA (Studi Kasus Perkara Nomor : 168/Pdt.G/2013/PN.Ska) Jurnal Ilmiah Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi
Lebih terperinciEFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
EFEKTIVITAS PELAKSANAAN MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : I Gusti Ngurah Adhi Pramudia Nyoman A Martana I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati Bagian Hukum
Lebih terperinciPENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI. Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS.
PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF MELALUI MEDIASI Oleh : Prof. Rehngena Purba, SH., MS. FILOSOFI : Asas Musyawarah Mufakat (Pembukaan UUD 1945). Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan (UU). FAKTA/KENYATAAN
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh:
EFEKTIFITAS PERJANJIAN DAMAI DALAM PENGADILAN (AKTA VAN DADING) TERHADAP PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN WANPRESTASI DALAM PENEGAKAN HUKUM PERDATA (STUDI PADA PENGADILAN NEGERI MEDAN) SKRIPSI Diajukan Untuk
Lebih terperinciMEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS
MEDIASI ATAU KONSILIASI DALAM REALITA DUNIA BISNIS Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Alternatif Penyelesaian Sengketa Disusun Oleh: Raden Zulfikar Soepinarko Putra 2011 200 206 UNIVERSITAS
Lebih terperinciBAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BONDOWOSO 4 TAHUN SESUDAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008
Edited with the trial version of 61 BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BONDOWOSO 4 TAHUN SESUDAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 A. Analisis Pelaksanaan Mediasi
Lebih terperinciA. Proses Mediasi dalam Pembatalan Pekawinan di Pengadilan Agama Lamongan (Studi Kasus Putusan Nomor 1087/Pdt.G/2012/Pa.Lmg)
BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGGUNAAN MEDIASI DALAM PERKARA PEMBATALAN PERKAWINAN DI PENGADILAN AGAMA LAMONGAN Perkara Nomor: 1087/Pdt.G/2012/PA. Lmg A. Proses Mediasi dalam Pembatalan Pekawinan
Lebih terperinciLex Administratum, Vol. III/No.3/Mei/2015
PENERAPAN ASAS PERADILAN CEPAT DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI 1 Oleh : Ambrosius Gara 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Kegiatan usaha
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses
Lebih terperinciIMPLIKASI MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI TERHADAP ASAS PERADILAN SEDERHANA, CEPAT, DAN BIAYA RINGAN
IMPLIKASI MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA DI PENGADILAN NEGERI TERHADAP ASAS PERADILAN SEDERHANA, CEPAT, DAN BIAYA RINGAN Netty Herawati Fakultas Hukum Universitas Islam Kadiri Kediri e-mail: netty_uniska@yahoo.co.id
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 DENGAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2016 PADA PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA TUBAN
BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 DENGAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2016 PADA PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA TUBAN A. Analisis Perbedaan PERMA No. 1 Tahun 2008 dengan PERMA No. 1 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masa kerja maupun karena di putus masa kerjanya. Hukum ketenagakerjaan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum ketenagakerjaan bukan hanya mengatur hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha dalam pelaksanaan hubungan kerja tetapi juga termasuk seorang yang akan mencari
Lebih terperinciEKSISTENSI DAN KEKUATAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh : Wiska W. R Rahantoknam 2
EKSISTENSI DAN KEKUATAN MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh : Wiska W. R Rahantoknam 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memngetahui bagaimana eksistensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan berdirinya lembaga-lembaga perekonomian yang menerapkan prinsip syari ah tidak mungkin dihindari akan terjadinya konflik. Ada yang berujung sengketa
Lebih terperinciBAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG 6 M E D I A S I A.
BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 6 M E D I A S I A. Pengertian dan Karakteristik Mediasi Mediasi berasal dari bahasa Inggris mediation atau penengahan, yaitu penyelesaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paling baik untuk memperjuangkan kepentingan para pihak. Pengadilan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Setiap perbuatan dan tindakan yang dilakukan oleh warga negara haruslah didasarkan pada hukum. Penegakan hukum berada diatas
Lebih terperinciPEMBAHARUAN SISTEM HUKUM ACARA PERDATA Oleh: Dwi Agustine * Naskah diterima: 11 Juni 2017; disetujui: 15 Juni 2017
PEMBAHARUAN SISTEM HUKUM ACARA PERDATA Oleh: Dwi Agustine * Naskah diterima: 11 Juni 2017; disetujui: 15 Juni 2017 Hukum acara perdata atau yang sering juga disebut hukum perdata formal adalah sekumpulan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga telah memicu terbentuknya skema-skema persaingan yang ketat dalam segala
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dinamika sosial yang terjadi dewasa ini terus berkembang demikian pesat sehingga telah memicu terbentuknya skema-skema persaingan yang ketat dalam segala aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hampir setiap hari surat kabar maupun media lainnya memberitakan tentang kecelakaan lalu lintas, bahkan pemberitaan tentang kecelakaan lalu lintas selalu menjadi bahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu Bouman, mengungkapkan bahwa manusia baru menjadi manusia. adanya suatu kepentingan (Nurnaningsih Amriani, 2012: 11).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial ( zoon politicon) yang berarti bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri dan saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya.
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Dari uraian bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan. 1. Tata cara di Pengadilan Agama Purwodadi dalam melaksanakan mediasi
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut : 1. Tata cara di Pengadilan Agama Purwodadi dalam melaksanakan mediasi sudah sesuai
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan tugas dan wewenang yang diberikan oleh UUPK, BPSK Kota Semarang
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap hasil penelitian, dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut: 1. Berdasarkan tugas dan wewenang yang diberikan oleh
Lebih terperinciLex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh: Agung Akbar Lamsu 2
TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI PENGADILAN 1 Oleh: Agung Akbar Lamsu 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan tentang
Lebih terperinciPENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN. Karakteristik Pengadilan Negeri. Penyelesaian Sengketa Melalui Litigasi 11/8/2014
PENYELESAIAN SENGKETA PERDAGANGAN Ada dua bentuk penyelesaian sengketa perdagangan yakni melalui jalur litigasi (lembaga peradilan) dan jalur non litigasi (di luar lembaga peradilan) Penyelesaian sengketa
Lebih terperinciBest practice dalam Penyelesaian Sengketa Kesehatan
Best practice dalam Penyelesaian Sengketa Kesehatan *drg. suryono, SH, Ph.D Abstract Perbedaan antara harapan dan hasil sering menjadi pemicu ketidak puasaan dari pasien atau keluarga pasien terhadap dokter
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
Lebih terperinciMEDIASI DI PENGADILAN DAN ASAS PERADILAN
MEDIASI DI PENGADILAN DAN ASAS PERADILAN SEDERHANA, CEPAT DAN BIAYA RINGAN Oleh Drs. Siddiki Dengan ditetapkannya Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (Perma) Nomor 01 Tahun 2008 tentang Prosedur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang menentukan tingkah laku. Situasi yang demikian membuat kelompok itu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bersosialisasi dengan sesamanya merupakan kebutuhan mutlak manusia yang kemudian membentuk kelompok-kelompok tertentu dengan sesamanya tersebut. Tentulah kita
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN
I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam masyarakat diselesaikan secara musyawarah mufakat. Peradilan sebagai
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perselisihan atau pertengkaran (sengketa) merupakan suatu keadaan yang lazimnya tidak dikehendaki oleh setiap orang, namun pada dasarnya perselisihan dalam masyarakat diselesaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem hukum Islam mediasi dikenal dengan Musyawarah, yang dimaksudkan musyawarah disini adalah urusan peperangan dan hal-hal yang bersifat duniawiyah, seperti
Lebih terperinciBAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA
BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA A. Kewenangan Pengadilan Agama Indonesia 1. Kewenangan Relatif Kewenangan relatif (relative competentie) adalah kekuasaan dan wewenang yang diberikan
Lebih terperinciBAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN
BAB IV PAPARAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian Pengadilan Agama Tulungagung sebelum merdeka yakni berkisar pada tahun 1882 sampai 1945 berada dalam naungan Depertemen Van Justitie yang
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS. A. Analisis Implementasi PERMA No.1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi
53 BAB IV ANALISIS A. Analisis Implementasi PERMA No.1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dalam Perkara Perceraian (Studi di Pengadilan Agama Kota Semarang) Sesuai dengan Pasal 130 HIR/154
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sengketa atau konflik hakekatnya merupakan bentuk aktualisasi dari suatu perbedaan dan atau pertentangan antara dua pihak atau lebih. Sebagaimana dalam sengketa perdata,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Eksekusi adalah pelaksanaan isi putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap dengan cara paksa dan
Lebih terperinciEFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI
EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM PERKARA PERDATA BERDASARKAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 01 TAHUN 2008 (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Boyolali) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Memperoleh
Lebih terperinciRANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI
RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI I. UMUM Tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi telah menimbulkan kerusakan dalam berbagai sendi kehidupan
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAHAN KULIAH KD 3 HUKUM ACARA PERDATA. Hukum Acara Perdata, FH UNS
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAHAN KULIAH KD 3 HUKUM ACARA PERDATA PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN Dasar Hukum : Pasal 130 HIR Pasal 154 RBg PERMA No. 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi Di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu-membantu untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia mempunyai sifat, watak dan kehendak sendiri-sendiri. Namun di dalam masyarakat manusia mengadakan hubungan satu sama lain, mengadakan kerjasama, tolong
Lebih terperinciBAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN
BAHAN KULIAH ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA DAGANG Match Day 11 PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN A. Pengertian dan Bentuk-bentuk Sengketa Konsumen Perkembangan di bidang perindustrian dan perdagangan telah
Lebih terperinciPENERAPAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO. 01 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR
PENERAPAN PERATURAN MAHKAMAH AGUNG NO. 01 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR Universitas Muslim Indonesia Email : angraenyarief@gmail.com Abstract This research was conducted
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dialami oleh para pelaku hubungan industrial di belahan dunia mana pun. Pekerja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perselisihan hubungan industrial merupakan hal yang umumnya dapat dialami oleh para pelaku hubungan industrial di belahan dunia mana pun. Pekerja atau buruh sering kali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konsekuensi perubahan-perubahan yang begitu cepat di masyarakat ditandai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era baru perlindungan konsumen di Indonesia sebagai salah satu konsekuensi perubahan-perubahan yang begitu cepat di masyarakat ditandai dengan lahirnya Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. namun demikian keberadaan badan peradilan dalam menyelesaikan. sengketa di masyarakat terkadang dirasakan belum mampu memberikan
BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Pengadilan merupakan lembaga yang memiliki tugas dan wewenang untuk menyelesaikan persoalan atau sengketa yang terjadi di masyarakat, namun demikian keberadaan badan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kasus tindak pidana ringan yang terjadi di Indonesia dan sering menjadi sorotan masyarakat karena diproses secara hukum dengan menggunakan ancaman hukuman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai pertanahan tidak pernah surut. Seiring dengan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan mengenai pertanahan tidak pernah surut. Seiring dengan berkembangnya suatu masyarakat, kebutuhan akan tanah baik sebagai tempat tinggal maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan keadilan, Sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan merupakan salah satu kebutuhan dalam hidup manusia. kedudukan peradilan dianggap sebagai pelaksanaan kehakiman yang berperan sebagai katup penekan atas segala
Lebih terperinci1. Contoh Akta Perdamaian/Putusan Perdamaian :
1. Contoh Akta Perdamaian/Putusan Perdamaian : AKTA PERDAMAIAN Pada hari ini :, tanggal, dalam persidangan Pengadilan Negeri Sragen yang terbuka untuk umum yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara
Lebih terperinciBAB III TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA PANDEGLANG
BAB III TAHAPAN DAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA PANDEGLANG A. Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Pandeglang Berdasarkan hasil wawancara dengan Nuning selaku Panitera di Pengadilan Agama Pandeglang
Lebih terperinci2012, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Ta
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.985, 2012 KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA. Mediasi Penyelenggaraan. Pedoman. Draft terbarmperaturan KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA NOMOR 59 A/KOMNAS HAM/X/2008
Lebih terperincimkn Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Pengadilan Tinggi Agama Ambon Tahun
BAB I mkn PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan mengacu kepada pasal 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, maka Pengadilan Tinggi Agama Ambon adalah merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Pelaksanaan perlindungan hukum atas produk tas merek Gendhis adalah sebagai
98 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka penulis memberikan kesimpulan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan perlindungan hukum atas produk tas merek Gendhis adalah sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keadaan yang menunjukan hal yang luar biasa. 1 Apabila sebagai contoh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang sudah aman, tertib atau teratur, hukum tidak akan membiarkan orang bertindak sesuka hatinya, pengecualian
Lebih terperinciBAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pada bagian ini penulis akan menguraikan hasil analisa terhadap masalah yang diteliti, yaitu mengenai hasil analisa yuridis terhadap kasus sengketa perdata menyangkut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat bagi pihak awam hukum, baik jasa untuk mewakili klien
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jasa advokat merupakan kebutuhan yang tak dipungkiri mengalami perkembangan pesat bagi pihak awam hukum, baik jasa untuk mewakili klien dalam pengadilan maupun di luar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan berkembangnya kehidupan manusia dalam bermasyarakat, banyak sekali terjadi hubungan hukum. Hubungan hukum tersebut, baik peristiwa hukum maupun perbuatan
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN. A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN A. Latar Belakang Lahirnya Prosedur Mediasi di Pengadilan Mediasi sebagai pilihan penyelesaian sengketa yang telah berkembang pesat
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS TERHADAP KEDUDUKAN DAN TUGAS MEDIATOR DAN HAKAM DALAM TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM
68 BAB IV ANALISIS TERHADAP KEDUDUKAN DAN TUGAS MEDIATOR DAN HAKAM DALAM TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Analisis Terhadap Kedudukan Hakam Setelah Berlakunya Perma No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sehingga ke tahap yang lebih besar dan kompleks seiring dengan perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup berinteraksi satu dengan yang lainnya.interaksi sosial ini dimulai dari tingkat yang paling sederhana sehingga ke tahap yang
Lebih terperinci