BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab 2 ini peneliti akan memaparkan fakta-fakta yang diperoleh dari berbagai sumber terkait variabel penelitian. Pada bab sebelumnya, telah disebutkan bahwa peneliti akan menganalisa hubungan gaya komunikasi orangtua terhadap perilaku asertif. Analisa ini akan diperkuat dengan teori-teori dan pendapat-pendapat para ahli yang ada pada bab 2. Maka pada bab ini, peneliti akan membahas mengenai variabel gaya komunikasi orangtua dan perilaku asertif. Tujuan dari bab ini adalah untuk mengidentifikasi dan menjabarkan konseptualisasi dari variabel penelitian. 2.1 Perilaku Asertif Perilaku asertif adalah perilaku interpersonal individu yang berupa pernyataan mengenai apa yang dirasakan oleh individu tersebut, yang bersifat jujur dan relatif langsung (Rimm & Master dalam Marini, 2005). Perilaku asertif juga meliputi berbagai aspek multidimensi dari ekspresi manusia, seperti aspek perilaku, aspek kognisi, dan aspek afeksi. Perilaku asertif inilah yang memungkinkan manusia untuk mengekspresikan emosi mereka, tidak mudah dipengaruhi oleh orang lain sehingga mereka mampu mencapai apa yang menjadi tujuan mereka, serta membentuk hubungan yang baik dengan orang lain (Herzberger, Chan & Katz dalam Fung Lan Young, 2010). Alberti & Emmons (Rakos, 1991) menyebutkan bahwa perilaku asertif ini jugalah yang memungkinkan seseorang untuk dapat berperilaku sesuai dengan apa yang mereka inginkan tanpa menyakiti perasaan orang lain, mempertahankan diri tanpa perlu merasa cemas dan takut, mengekspresikan perasaan dengan jujur dan nyaman, serta menggunakan hak pribadi tanpa melanggar hak orang lain. Definisi-definisi perilaku asertif atau asertivitas berdasarkan pendapat para ahli adalah sebagai berikut : a. Davis (1981), perilaku asertif adalah perilaku yang mengarah langsung kepada tujuan, jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya. Sedangkan

2 b. Mulvani (1989), perilaku asertif adalah perilaku pribadi menyangkut emosi yang tepat, jujur, relatif terus terang, tanpa perasaan cemas pada orang lain. c. Calhoun (1990), perilaku asertif adalah bertahan pada hak-hak pribadi dan mengekspresikan pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan keyakinan secara langsung, lujur, dan tepat. d. Weaver (Susanto, 1997) mengartikan perilaku asertif sebagai kemampuan untuk mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran dan perasaan dengan yakin dan mampu. e. Perilaku asertif seseorang pada hakekatnya mencakup tiga klasifikasi umum perilaku, yaitu tepat dalam cara menolak permintaan orang lain, ekspresi yang tepat dari pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan seria ekspresi yang tepat dari keinginan-keinginan yang dimiliki (Wood dan Mallinekrodt dalam Prabana, 1997). Berdasarkan dari definisi-definisi menurut para tokoh diatas, dapat disimpulkan bahwa individu yang mempunyai perilaku asertif adalah individu yang dapat berperilaku sesuai dengan apa yang mereka inginkan tanpa menyakiti perasaan orang lain,dapat menolak apa yang tidak ia sukai, secara jujur, nyaman, dan tanpa mengambil hak orang lain Komponen Perilaku Asertif Menurut Eisler, Miller dan Hersen, Johnson dan Pinkton (dalam Martin & Poland, 1980) ada beberapa komponen dari asertivitas, antara lain adalah: 1) Compliance Berkaitan dengan usaha seseorang untuk menolak atau tidak sependapat dengan orang lain. Yang perlu ditekankan di sini adalah keberanian seseorang untuk mengatakan tidak pada orang lain jika memang itu tidak sesuai dengan keinginannya. Lioyd (1991) juga mengatakan salah satu karakteristik individu yang berperilaku asertif adalah mampu mengatakan tidak dengan sopan dan tegas, individu tersebut mampu menyatakan tidak ketika ada keinginan dari orang lain ataupun pandangannya.

3 2) Duration of Reply lamanya waktu bagi seseorang untuk mengatakan apa yang dikehendakinya, dengan menerangkannya pada orang lain. Eisler dkk (dalam Martin & Poland, 1980) menemukan bahwa orang yang tingkat asertifnya tinggi memberikan respons yang lebih lama (dalam arti lamanya waktu yang digunakan untuk berbicara) daripada orang yang tingkat asertifnya rendah. 3) Loudness Berbicara dengan lebih keras biasanya lebih asertif, selama seseorang itu tidak berteriak. Berbicara dengan suara yang jelas merupakan cara yang terbaik dalam berkomunikasi secara efektif dengan orang lain (Eisler dkk dalam Martin & Poland, 1980). 4) Request for New Behavior Meminta munculnya perilaku yang baru pada orang lain, mengungkapkan tentang fakta ataupun perasaan dalam memberikan saran pada orang lain, dengan tujuan agar situasi berubah sesuai dengan yang kita inginkan.lioyd (1991) mengatakan salah satu karakteristik individu yang berperilaku aserrtif adalah individu yang mampu mengekspresikan perasaan jujur, individu tersebut tidak menyangkal perasaan atau keinginannya terhadap orang lain. bersikap realistis, individu tersebut tidak melebih-lebihkan, mengecilkan sesuatu hal. 5) Affect Afek berarti emosi; ketika seseorang berbicara dalam keadaan emosi maka intonasi suaranya akan meninggi. Pesan yang disampaikan akan lebih asertif jika seseorang berbicara dengan fluktuasi yang sedang dan tidak berupa respons yang monoton ataupun respons yang emosional. 6) Latency of Response Adalah jarak waktu antara akhir ucapan seseorang sampai giliran kita untuk mulai berbicara.kenyataannya bahwa adanya sedikit jeda sesaat sebelum menjawab secara umum lebih asertif daripada yang tidak terdapat jeda. 7) Non Verbal Behavior Serber (dalam Martin & Poland, 1980) menyatakan bahwa komponenkomponen non verbal dari asertivitas antara lain:

4 a. Kontak Mata secara umum, jika kita memandang orang yang kita ajak bicara maka akan membantu dalam penyampaian pesan dan juga meningkatkan efektifitas pesan. Akan tetapi jangan pula sampai terlalu membelalak ataupun juga merunduk kepala. b. Ekspresi Muka Perilaku asertif yang efektif membutuhkan ekspresi wajah yang sesuai dengan pesan yang di sampaikan. Misalnya, pesan kemarahan akan disampaikan secara langsung tanpa senyuman, ataupun pada saat gembira tunjukkan dengan wajah senang. c. Jarak Fisik Sebaiknya berdiri atau duduk dengan jarak sewajarnya. Jika kita terlalu dekat dapat mengganngu orang lain dan terlihat seperti menantang, sementara terlalu jauh akan membuat orang lain susah untuk menangkap apa maksud dari perkataan kita. d. Sikap Badan Sikap badan yang tegak ketika berhadapan dengan orang lain akan membuat pesan lebih asertif. Sementara sikap badan yang tidak tegak dan terlihat malas-malasan akan membuat orang lain menilai kita mudah mundur atau melarikan diri dari masalah. e. Isyarat Tubuh Pemberian isyarat tubuh dengan gerakan tubuh yang sesuai dapat menambah keterbukaan, rasa percaya diri dan memberikan penekanan pada apa yang kita katakana, misalnya dengan mengarahkan tangan ke luar. Sementara yang lain seperti menggaruk leher, dan menggosok-gosok mata.mendapatkan apa yang diinginkannya, jujur, terbuka, dan memberikan penghargaan pada orang

5 2.1.2 Ciri-Ciri Perilaku Asertif Orang asertif adalah orang yang penuh semangat, menyadari siapa dirinya, dan apa yang diinginkannya (Fensterheim & Baer, 1980). Selanjutnya dikatakan bahwa pribadi yang asertif memiliki ciri-ciri: a) Merasa bebas untuk mengemukakan dirinya, artinya ia bebas menyatakan perasaan, pikiran dan mampu menolak hal-hal yang tidak sesuai dengan dirinya seperti permintaan dan gagasan, b) Dapat berkomunikasi dengan semua orang, artinya dengan orang yang telah maupun dengan yang belum dikenalnya, c) Mempunyai pandangan aktif tentang hidupnya, artinya berusaha untuk lain tanpa menyakiti atau mengesampingkan ataupun mengecilkan arti orang lain, d) Bertindak dengan cara yang dihormatinya, artinya dengan menerima keterbatasannya sehingga kegagalan tidak membuatnya kehilangan harga diri Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Asertivitas a. Jenis Kelamin Lioyd (1991) mengatakan perilaku asertif dipengaruhi oleh jenis kelamin karena semenjak kanak-kanak, peran dan pendidikan laki-laki dan perempuan telah dibedakan oleh masyarakat, sejak kecil telah dibiasakan bahwa anak laki-laki harus tegas dan kompetitif dan anak perempuan harus pasif menerima perintah dan sensitif. Hal ini berakibat laki-laki akan berperilaku lebih asertif dibandingkan anak perempuan. Menurut Arsante dan Gudykunst (Syarani, 1995) menyatakan bahwa pada umumnya pria banyak memiliki sifat-sifat maskulin yaitu kuat, asertif, kompetitif, dan ambisius.penelitian Bee (Yogaryjantono, 1991) menambahkan laki-laki cenderung lebih mandiri, tidak mudah terpengaruh, dan lebih tenang.perempuan lebih mudah terpengaruh dan lebih bersifat mendidik. Budiman dalam Widodo (1998) memperkuat pendapat Bee, dengan mengatakan bahwa laki-laki lebih aktif dan lebih rasional, sedangkan perempuan lebih pasif, lebih emosional, dan lebih submisif.

6 b. Harga Diri Alberti dan Emmons (Hidayati, 1987) mengatakan bahwa orang-orang yang asertif diasumsikan memiliki konsep diri yang positif. Orang yang memiliki konsep diri positif dengan sifat-sifat penerimaan diri, evaluasi diri yang positif dan harga diri yang tinggi, akan membuat mereka merasa aman dan memiliki rasa percaya diri yang tinggi dalam ranah sosial. c. Pola Asuh Orang Tua dan Lingkungan Kualitas perilaku asertif seseorang sangat dipengarahi pengalaman masa kanak-kanaknya (Andu, 1993). Pengalaman tersebut, yang kebanyakan berupa interaksi dengan orangtua maupun anggota keluarga lainnya, sangat menentukan pola respon seseorang dalam menghadapi berbagai masalah setelah ia menjadi dewasa kelak. Menurut Baumrind (dalam Maccoby, 1982) pola asuh adalah interaksi antara orangtua dengan remaja yang meliputi proses mendidik, membimbing, mendisiplinkan dan melindungi remaja untuk mencapai kedewasaan yang sesuai dengan norma-norma yang ada pada masyarakat. Pola asuh dianggap sebagai pengalaman yang sangat penting yang dapat merubah individu secara emosional, sosial dan intelektual. Hersey & Blanchard (1978) juga menyatakan bahwa parenting styletipe participating mengembangkan kerjasama antara orangtua dan anak dalam menyelesaikan suatu masalah. Disini anak dapat mengatakan apa yang mereka ingin sampaikan kepada orangtua mereka, baik saran, pendapat maupun kritikan, selain itu anak juga tidak merasa terkekang ataupun merasa terlalu dibebaskan dalam berbagai hal. d. Kebudayaan Setiap kebudayaan mempunyai aturan yang berbeda-beda, perbedaan ini dapatmempengaruhi pembentukan pribadi masing-masing individu terutama dalam perilaku asertifnya. e. Tingkat Pendidikan Caplow (Yogaryiantono, 1991) mengatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin ada kecenderungan untuk sukses dalam bekerja. Semakin orang berpendidikan akan semakin

7 mengenal dirinya secara lebih baik,termasuk kelebihan dan kekurangannya, sehingga mereka cenderung mempunyai rasapercaya diri. f. Kondisi Sosial Ekonomi dan Intelegensi Faktor sosial dan intelligence seseorang mempengaruhi tinggi rendahnya asertivitas ditunjukkan oleh hasil peneiitian Sehartz dan Gottman (Retnaningsih, 1992)-menunjukkan bahwa individu yang memiliki status sosial ekonomi dan intelegensi yangtinggi pada umumnya tinggi pula nilai asertivitasnya. Jika dilihat dari pembahasan mengenai perilaku asertif, memang tidak semua orang mempunyai perilaku asertif. Perilaku asertif adalah individu yang dapat berperilaku sesuai dengan apa yang mereka inginkan tanpa menyakiti perasaan orang lain,dapat menolak apa yang tidak ia sukai, secara jujur, nyaman, dan tanpa mengambil hak orang lain. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi individu dapat berperilaku asertif, seperti contohnya jenis kelamin, harga diri, pola asuh orangtua, kebudayaan, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan lama kerja, dan kondisi sosial ekonomi. Dengan adanya faktor-faktor tersebut bisa memungkinkan bahwa perilaku asertif itu sebenarnya bisa di bentuk, misalnya dengan pembiasaan yang dilakukan oleh orangtua dengan cara pola asuh orangtua kepada anak sejak kecil. 2.2 Gaya Komunikasi Komunikasi sangat penting dalam kehidupan kita sehari-hari sehingga menjadi komunikasi yang efektif, di mana kedua belah pihak (yaitu antara komunikator dan komunikan) ada feedback. Gaya komunikasi orang tua dalam mengatasi masalah kenakalan remaja menjadi penting karena dengan kesalahan kecil dalam mendidik anak dengan menggunakan gaya komunikasi dapat menyebabkan anak melakukan perilaku yang menyimpang. Setiap orang mempunyai karakteristik yang berbeda-beda untuk menyampaikan pesan kepada orang lain. Hal tersebut mempengaruhi seseorang dalam cara berkomunikasi baik dalam bentuk perilaku maupun perbuatan atau tindakan. Cara berkomunikasi tersebut disebut gaya komunikasi. Gaya komunikasi adalah cara atau pola yang ditampilkan oleh komunikator untuk mengungkapkan sesuatu (menyampaikan pesan, ide, gagasan) baik melalui sikap, perbuatan, dan

8 ucapannya ketika berkomunikasi dengan komunikan (Suryadi, 2004:33). Gaya komunikasi dapat dilihat dan diamati ketika seseorang berkomunikasi baik secara verbal (bicara) maupun nonverbal (ekspresi wajah, gerakan tubuh dan tangan serta gerakan anggota tubuh lainnya). Berbagai gaya komunikasi yang digunakan orang tua berbeda-beda, meskipun terkadang ada persamaan. Proses sosialisasi anak dalam lingkungan sosial sangat dipengaruhi oleh pola komunikasi yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya. Orang tua yang mempunyai komunikasi yang baik dengan anaknya maka dapat menciptakan hubungan yang harmonis di dalam keluarga sehingga perkembangan kepribadian anak baik. Proses komunikasi yang dilakukan orang tua-nya untuk mendidik anaknya dipengaruhi oleh gaya komunikasi. Gaya komunikasi adalah suatu kekhasan yang dimiliki setiap orang dan gaya komunikasi antara orang yang satu dengan orang lainnya berbeda. Perbedaan antara gaya komunikasi antara satu orang dengan yang lain dapat berupa perbedaan dalam ciri-ciri model dalam berkomunikasi, tata cara berkomunikasi, cara berekspresi dalam berkomunikasi dan tanggapan yang diberikan atau ditunjukkan pada saat berkomunikasi Jenis-Jenis Gaya Komunikasi Gaya komunikasi menurut Heffer (dalam The Language Of Jury Trial, 2005) ada tiga macam yaitu: 1. Gaya Komunikasi Pasif Gaya komunikasi ini lebih mendahulukan hak orang lain tanpa melihat pendapat kita atau hak kita agar menghindari konflik, gaya komunikasi ini lebih merendahkan diri sendiri ketika berkomunikasi. 2. Gaya Komunikasi Asertif Gaya asertif ini lebih mempertahankan hak atau pendapat kita untuk mempertahankan posisi dan kehormatan pendapat kita atas orang lain. 3. Gaya Komunikasi Agresif Gaya agresif ini lebih kepada mempertahankan dan memaksa pendapat atau hak pribadi pada orang lain tetapi dengan perlawanan bahkan dengan melakukan kekerasan fisik.

9 Selain gaya komunikasi di atas, menurut Effendy (1989) dominasi gaya komunikasi seseorang tergantung pada keadaan komunikasi yang berasal dari pola sikap, yaitu ada pendapat yang sama mengenai gaya komunikasi sebagai berikut: 1. Pasif Gaya komunikasi yang lebih memilih untuk menuruti apapun respon orang lain agar menghindari konflik yang akan timbul. Gaya ini biasanya digunakan untuk menghadapi situasi yang sulit atau tidak menyenangkan dengan orang lain (perbedaan pendapat, tidak senang terhadap perilaku orang lain, membutuhkan bantuan, tetangga sangat berisik, dan sebagainya). Gaya komunikasi ini sangat tidak efektif dan tidak menguntungkan dalam perkembangan hubungan selanjutnya, apapun bentuk responnya. 2. Agresif Gaya komunikasi yang berusaha mendominasi dalam interaksi dengan orang lain baik secara verbal maupun nonverbal, komunikasi ini juga sangat tidak efektif karena ada pemaksaan hak pada orang lain. 3. Asertif Gaya komunikasi ini lebih mengembangkan pada hubungan antarpribadi atau interpersonal yang sifatnya member (menyatakan hubungan, perasaan dan pikiran secara langsung, jujur dan dalam kesempatan yang tepat), dan sekaligus juga menerima (mendengarkan secara aktif apa yang menjadi kebutuhan, pikiran, dan perasaaan orang lain). Tujuan dari perilaku asertif adalah membuat proses komunikasi berjalan lancar dan membangun hubungan yang baik, saling menghormati. Perilaku ini juga merupakan bentuk pemecahan masalah (problem solving).

10 Ada beberapa pendapat mengenai gaya komunikasi menurut Gamble (2005) ada tiga macam gaya komunikasi: 1. Gaya Komunikasi Nonasertif Gaya komunikasi ini lebih menunjukkan perasaan takut dan bimbang kepada perilaku yang mengingkari diri dan gaya komunikasi ini lebih tidak efektif karena dapat memberikan keuntungan kepada orang lain. 2. Gaya Komunikasi Agresif Gaya yang menyatakan perasaan dan harga diri, dan berjuang untuk memperoleh keuntungan orang lain dengan cara tidak adil atau berbuat curang. 3. Gaya Komunikasi Asertif Sikap yang mampu mengekspresikan perasaan dan harga diri yang berdasarkan pikiran yang etis. Pikiran tersebut adalah pikiran yang menghargai dan menganggap bahwa melanggar hak asasi orang lain adalah tidak benar sehingga dalam mengekspresikan diri ataupun diperlakukan dengan memberi perhatian martabat dan rasa hormat. Jika kita lihat dari beberapa tokoh yang menyatakan tentang gaya komunikasi orangtua Heffer [2005], Effendy [1989], dan Gamble [2005], ada kesamaan antara ketiga gaya komunikasi yang di kemukakan oleh ketiganya. Gaya komunikasi asertif adalah gaya komunikasi yang yang bersifat dua arah, komunikator dan komunikan ada feedback, antara kedua belah pihak saling di untungkan; gaya komunikasi pasif yaitu gaya komunikasi yang lebih cenderung merugikan salah satu pihak untuk mengikuti apa yang menjadi keinginan salah satu agar terhindar dari konflik; sedangkan gaya komunikasi agresif (nonasertif) jenis komunikasi yang berusaha untuk mendapatkan keinginan salah satu pihak dengan cara pemaksaan hak pada orang lain Gaya Komunikasi yang Efektif Komunikasi dikatakan efektif jika menimbulkan lima hal, yaitu pengertian kesenangan, berpengaruh pada perubahan sikap, hubungan semakin baik, dan tindakan yang dilakukan semakin positif (Stewart L.Tubbs & Sylvia Moss,1974: 9-13).

11 1). Pengertian Penerimaan yang cermat dari isi stimuli seperti yang dimaksud oleh komunikator. Orang tua sering bertengkar hanya karena pesan yang disampaikan diartikan lain oleh anak/remaja yang diajak bicara. Kegagalan menerima isi pesan secara cermat disebut kegagalan komunikasi primer (primary breakdown in communication).jika orang tua dan anak remaja mengalami gangguan hubungan yang ditimbulkan oleh salah pengertian disebut kegagalan komunikasi sekunder (secondary breakdown communication). 2). Kesenangan Jika orang tua berkomunikasi dengan anak perlu dipikirkan apakah isi pesan disampaikan membuat mereka senang. Komunikasi dilakukan untuk mengupayakan agar mereka sama-sama merasa senang. Sebagaimana yang disebut pada analisis transaksional (Eric Berne, 1982) sebagai Saya Oke - Kamu Oke ( I am oke - You are oke ). Komunikasi ini disebut Komunikasi Fatis (Phatic Communication), dimaksudkan untuk menimbulkan kesenangan.komunikasi inilah yang menjadikan hubungan antara orang tua dengan anaknya menjadi harmonis (hangat, akrab, dan menyenangkan). 3). Mempengaruhi Sikap Orang tua melakukan komunikasi dengan anaknya bertujuan untuk mempengaruhinya, inilah yang disebut komunikasi persuasif.komunikasi persuasif memerlukan pemahaman tentang faktorfaktor pada diri orang tua dan pesan yang menimbulkan efek pada anak remaja. Persuasisi di definisikan sebagai "proses mempengaruhi pendapat, sikap, dan tindakan orang dengan menggunakan manipulasi psikologis sehingga orang tersebut bertindak seperti atas kehendaknya sendiri". 4). Hubungan sosial yang baik Komunikasi ditujukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Manusia yang merupakan makhluk individu dan sosial, mempunyai kebutuhan sosial yaitu ingin berhubungan dengan orang lain secara

12 positif. Kebutuhan sosial ini hanya dapat dipenuhi dengan komunikasi interpersonal yang efektif. 5). Tindakan Komunikasi ditujukan untuk mendorong seseorang bertindak.persuasi sebagai komunikasi ditujukan untuk mempengaruhi sikap, dan melahirkan tindakan yang dikehendaki.meskipun sangat sulit untuk mempengaruhi seseorang bertindak, namun dengan komunikasi yang efektif dan hubungan interpersonal yang baik antara orang tua anak remaja maka perbuatan untuk tindakan yang positif bisa terwujud Aspek Komunikasi Ibu dan Anak Terdapat lima aspek komunikasi yang terjadi pada komunikasi ibu dan anak (De Vito, dalam Widuri, 2011): 1. Keterbukaan Keterbukaan yang ada memberikan ruang bagi anak untuk menyampaikan isi dari pikiran dan perasaan yang dirasakan sehingga komunikasi bisa dilakukan secara jujur dan bertanggung jawab. Keterbukaan anak akan membuat ibu lebih memahami anakterutama ketika anak mula remaja. 2. Empati Kemampuan dalam merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Dalam halini adalah ibu yang mencoba memahami apa yang dirasakan oleh anaknya. Begitu pula pada anak yang memahami apa yang dirasakan oleh ibunya. Tanpa anak maupun ibu menghilangkan perannya masing-masing.sehingga tumbuh perasaan nyaman dan peduli dalam diri ibu dan anak. Rasa nyaman dan peduli yang dirasakan oleh anak akan membuat anak mampu menghadapi tekanan dalam perkembangannya. Empati yang mampu dirasakan oleh ibu terhadap anak dan begitu pula sebaliknya akan mengakrabkan hubungan ibu dan anak juga menumbuhkan anak yang memiliki sifat peduli. 3. Dukungan Komunikasi ibu dan anak bersifat deskriptif daripada evaluatif hingga dalam mengemukakan pemikirannya dan perasaanya anak tidak perlu

13 merasa takut. Ibu yang melakukan komunikasi dengan evaluative akan lebih menyalahkan segala yang menjadi pikirannya dan perasaan anak apabila tidak sesuai dengan keinginan ibu maka anak akan merasa tidak dihargai dan tidak mendaptkan toleransi. Keadaan seperti ini yang membuat anak enggan untuk mencurahkan segala perasaan dan pikirannya (Widuri, 2011). 4. Sifat Positif Komunikasi ibu dan anak baiknya mengandung nilai-nilai penghargaan dan pujian apa yang disampaikan anak kepada ibunya. Pujian dapat meningkatkan rasa percaya diri anak dalam mengemukakan pendapat yang dirasakan dan dipikirkan anak dan membuat anak lebih menghargai dirinya, dan anak akan merasa hidupnya lebih bermakna. 5. Kesetaraan Komunikasi Keluarga dengan Remaja Komunikasi di dalam keluarga sangat penting bagi para remaja.komunikasi dalam keluarga mempengaruhi formasi identitas dan kemampuan memilih peran bagi remaja.(cooper et al, dalam Barnes 1985).Dinyatakan remaja yang mendapatkan dukungan dari keluarga lebih bebas dalam menyelami permasalahan identitasnya.holstein dan Stanly (dalam Barnes, 1985) menemukan bahwa diskusi yang dilakuka antara anak dan orang tua secara signifikan memfasilitasi perkembangan moral pada remaja. Grotevant dan Cooper (dalam Barnes, 1985) mempelajari peran dari komunikasi sebagai proses pemisahan diri remaja dari lingkungan keluarga. Mereka menggaris bawahi pentingnya komunikasi dalam membantu anggota keluarga untuk menciptkan keseimbangan antara keterpisahan dengan keterhubungan antara anggota keluarga satu sama lainnya (Barnes, 1985).

14 2.3 Remaja Definisi Remaja Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11 hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 20 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka. Pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan. Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah.sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organtubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai denganmampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia & Olds, 2001) Pembagian Masa Remaja Masa remaja dikelompokan lagi menjadi : 1. Remaja awal (early adolescence) Sub-tahap ini ditunjukan untuk individu yang berusia tahun. Umumnya sama dengan siswa yang duduk di bangku sekolah menengah pertama dan individu ini tengah mengalami banyak perubahan untuk pubertas. 2. Remaja akhir (late adolescence) Sub tahap ini ditunjukan untuk individu yang berusia tahun. Umumnya sama dengan siswa yang duduk di sekolah menengah atas

15 atau mahasiswa pada awal tahun perkuliahan. Dalam sub-tahap ini muncul minta lebih nyata untuk karir, pacaran, dan eksplorasi identitas (Santrock, 2003) Dimensi perkembangan remaja Perkembangan Kognitif Mengacu pada teori milik Piaget, remaja berusia 11 hingga 15 tahun berada pada tahap operasional formal. Pada tahap ini, individu bergerak melebihi dunia pengalaman yang aktual dan konkrit, serta berpikir secara abstrak dan logis. Sebagai bagian dari kemampuan berpikir abstrak, remaja mengembangkan citra tentang hal yang ideal. Remaja mulai berpikir mengenai kemungkinan tentang masa depan dan terpesona dengan apa yang mungkin mereka capai. Dalam memecahkanmasalah,pemikiran operasional lebih sistematis, mengembangkan hipotesis tentang bagaimana satu hal dapat terjadi (Santrock, 2003). Perkembangan Sosial Pada teori Erikson, usia remaja yang berada antara 10 sampai 20 tahun berada pada tahap identity versus identity confusion. Remaja di hadapkan pada pertanyaan siapakah diri mereka sebenarnya, apakah mereka, dan hendak kemana mereka menuju dalam hidupnya.remaja di hadapkan pada peran baru dan status dewasa yang berkaitan dengan pekerjaan dan asrama.orang tua seharusnya memberikan kesempatan pada remaja untuk mengeksplorasi peran yang berbeda dan jalan yang berbeda dalam peran tertentu. Bila remaja mengeksplorasi peran tersebut dalam cara yang baik dan mendapatkan jalan yang positif untuk diikuti dalam hidupnya, identitas positif akan terbentuk. Jika remaja kurang mengeksplorasi peran yang berbeda dan jalan ke masa depan yang positif tidak ditentukan maka kekacauan identitas akan terjadi (Santrock, 2003). Banyak remaja memandang teman sebaya adalah aspek terpenting dalam kehidupan mereka. Beberapa remaja akan melakukan apapun supaya menjadi anggota dalam sebuah kelompok. Bagi remaja dikucilkan berarti stress, frustasi dan kesedihan.sullivan (dalam Santrock, 2003) alasan remaja memilih teman adalah mereka yang memiliki kesensitifan terhadap

16 hubungan yang lebih akrab dan menciptakan persahabatan dengan teman sebaya yang dipilih (Santrock, 2003). 2.4 Kerangka Berfikir Berdasarkan fenomena bullying yang peneliti temukan di masyrakat, salah satunya masyarakat Indonesia sejak kurang lebih tahun 2005 dan sampai saat ini tahun 2015 masih sering terdengar, kasus bullying biasanya sering terjadi di kalangan sekolah, pada banyak kasus bullying yang sudah di survey pada peneliti, biasanya bullying dilakukan oleh senior kepada juniornya atau dilakukan oleh seseorang yang memiliki kekuasaan atas siswa/siswi yang lebih lemah, secara berulang-ulang dengan tujuan untuk menyakiti orang tersebut. Dalam kasus bullying biasanya ada karakteristik anak yang di bully, dan karakteristik anak yang mem-bully. Pada kasus bullying yang peneliti temui di masyarakat, biasanya anak yang tidak memiliki perilaku asertif memiliki kecenderung menjadi korban bully. Berdasarkan kesimpulan hasil wawancara singkat yang dilakukan oleh peneliti kepada 10 orang mahasiswa/i yang berusia tahun dan 10 remaja di Jakarta yang berusia tahun 80% diantaranya mengatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi anak berperilaku asertif atau tidak asertif karena pengaruh komunikasi yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak. Gaya komunikasi orangtua yang efektif harus menimbulkan lima kriteria yaitu, pengertian, kesenangan, mempengaruhi sikap, hubungan sosial yang baik, dan tindakan. dengan adanya hal tersebut, dapat dilihat melalui ketiga jenis gaya komunikasi (gaya komunikasi agresif, gaya komunikasi pasif dan gaya komunikasi asertif) mana yang paling efektif yang dapat mempengaruhi anak dapat berperilaku asertif atau tidak asertif.

17 Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA. dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA. dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi BAB 2 TINJUAN PUSTAKA 2.1 Kepribadian Secara umum kepribadian (personality) suatu pola watak yang relatif permanen, dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi perilaku

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, SARAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan diskusi mengenai hasil-hasil yang diperoleh dalam penelitian. Selain itu, juga terdapat saran-saran yang dapat dipertimbangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab pertama, akan terdapat pemaparan mengenai latar belakang permasalahan dan fenomena yang terkait. Berikutnya, rumusan masalah dalam bentuk petanyaan dan tujuan dilakukannya penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu berinteraksi dengan manusia lainnya. Masing-masing individu yang berinteraksi akan memberikan respon yang berbeda atas peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam masa perkembangan negara Indonesia, pendidikan penting untuk kemajuan pembangunan. Salah satu lembaga pendidikan yang penting adalah perguruan tinggi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak dan masa dewasa (Wong dkk, 2001). Menurut Erik Erikson (Feist &

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak dan masa dewasa (Wong dkk, 2001). Menurut Erik Erikson (Feist & BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa (Wong dkk, 2001). Menurut Erik Erikson (Feist & Feist, 2006), remaja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Pengertian Perilaku Asertif Perilaku assertif adalah perilaku antar perorangan yang melibatkan aspek kejujuran dan keterbukaan pikiran dan perasaan. Perilaku assertif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi

I. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya manusia merupakan mahkluk sosial, sehingga tidak mungkin manusia mampu menjalani kehidupan sendiri tanpa melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Asertif. jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Perilaku asertif adalah perilaku yang mengarah langsung kepada tujuan, jujur, terbuka, penuh percaya diri, dan teguh pendiriannya (Davis, 1981).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Asertif menurut Corey (2007) adalah ekspresi langsung, jujur dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang tanpa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sah (Sarwono, 2005). Mu tadin (2002) mengatakan bahwa prilaku seksual

BAB II LANDASAN TEORI. sah (Sarwono, 2005). Mu tadin (2002) mengatakan bahwa prilaku seksual BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Definisi Prilaku Seksual Pranikah Prilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual yang dilakukan oleh dua orang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah dengan Assertif BAB I PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari pelaporan penelitian yang membahas tentang latar belakang penelitian yang dilakukan, adapun yang menjadi fokus garapan dalam penelitian ini adalah masalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. PERILAKU ASERTIF 1. Pengertian Perilaku Asertif Kata asertif berasal dari bahasa Inggris assertive yang berarti tegas dalam pernyataannya, pasti dalam mengekspresikan dirinya atau

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN tahun yang duduk di kelas 7-12 dan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler

BAB 3 METODE PENELITIAN tahun yang duduk di kelas 7-12 dan mengikuti kegiatan ekstrakurikuler BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Subyek Penelitian & Teknik Sampling 3.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah siswa dan siswi Pesantren X dengan rentang usia 13-17 tahun yang duduk di

Lebih terperinci

PERBEDAAN ASERTIVITAS REMAJA DITINJAU DARI POLA ASUH ORANG TUA

PERBEDAAN ASERTIVITAS REMAJA DITINJAU DARI POLA ASUH ORANG TUA PSIKOLOGIA Volume I No. 2 Desember 2005 PERBEDAAN ASERTIVITAS REMAJA DITINJAU DARI POLA ASUH ORANG TUA Liza Marini dan Elvi Andriani P S. Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Intisari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi dan dapat memberikan dampak terhadap tiap-tiap individu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi dan dapat memberikan dampak terhadap tiap-tiap individu yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Asertif Perawat 2.1.1 Pengertian Perawat Perawat adalah profesi yang sifat pekerjaannya selalu berada dalam situasi yang menyangkut hubungan antarmanusia, terjadi proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, disadari atau tidak remaja akan kehilangan hak-hak pribadi

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku asertif, disadari atau tidak remaja akan kehilangan hak-hak pribadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa dimana seorang anak memiliki keinginan untuk mengetahui berbagai macam hal serta ingin memiliki kebebasan dalam menentukan apa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. artinya ia akan tergantung pada orang tua dan orang-orang yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia terlahir dalam keadaan yang lemah, untuk memenuhi kebutuhannya tentu saja manusia membutuhkan orang lain untuk membantunya, artinya ia akan tergantung

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran dan emosi BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Asertif 2.1.1. Pengertian Perilaku Asertif Menurut Smith (dalam Rakos, 1991) menyatakan bahwa perilaku asertif merupakan hak setiap individu untuk menentukan sikap, pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alrefi, 2014 Penerapan Solution-Focused Counseling Untuk Peningkatan Perilaku Asertif

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alrefi, 2014 Penerapan Solution-Focused Counseling Untuk Peningkatan Perilaku Asertif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa awal remaja adalah masa seorang anak memiliki keinginan untuk mengetahui berbagai macam hal serta ingin memiliki kebebasan dalam menentukan apa yang ingin dilakukannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membahas mengenai kualitas komunikasi yang dijabarkan dalam bentuk pengertian kualitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terbagi atas empat sub bab. Sub bab pertama membahas mengenai komunikasi sebagai media pertukaran informasi antara dua orang atau lebih. Sub bab kedua membahas mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan-perubahan fisik, kognitif, dan psikososial (Papalia,

Lebih terperinci

SIKAP ASERTIF DAN PERAN KELUARGA TERHADAP ANAK

SIKAP ASERTIF DAN PERAN KELUARGA TERHADAP ANAK SIKAP ASERTIF DAN PERAN KELUARGA TERHADAP ANAK Alief Budiyono Dosen Tetap Jurusan Dakwah STAIN Purwokerto Abstract Assertiveness is a behavior of a person to be able to express opinions, desires, feelings

Lebih terperinci

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN LATAR BELAKANG Lerner dan Hultsch (1983) menyatakan bahwa istilah perkembangan sering diperdebatkan dalam sains. Walaupun demikian, terdapat konsensus bahwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan pendapatnya, berani tampil di muka umum, memiliki kepedulian sosial, dan memiliki kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescere)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescere) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja A. 1. Pengertian Remaja Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescere) (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap perilakunya seseorang perlu mencari tahu penyebab internal baik fisik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap perilakunya seseorang perlu mencari tahu penyebab internal baik fisik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku seseorang adalah hasil interaksi antara komponen fisik, pikiran, emosi dan keadaan lingkungan. Namun, untuk memperkuat kontrol manusia terhadap perilakunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Komunikasi 1. Definisi Komunikasi Secara etimologis, istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu communication, yang akar katanya adalah communis, tetapi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, remaja berasal dari kata Latin adolensence yang berarti tumbuh atau

BAB I PENDAHULUAN. etimologis, remaja berasal dari kata Latin adolensence yang berarti tumbuh atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa yang penuh dengan dinamika. Dikatakan demikian karena memang masa remaja adalah masa yang sedang dalam tahap pertumbuhan. Ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk hidup sosial, seorang individu sejak lahir hingga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk hidup sosial, seorang individu sejak lahir hingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk hidup sosial, seorang individu sejak lahir hingga sepanjang hayat senantiasa berhubungan dengan individu lainnya atau dengan kata lain melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapat, aktivitas, atau gerak-gerik. Perilaku juga bisa diartikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendapat, aktivitas, atau gerak-gerik. Perilaku juga bisa diartikan sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asertifitas 2.1.1 Pengertian Asertif Manusia dalam kehidupan sehari-hari sering mendengar istilah perilaku, perilaku adalah semua respon baik itu tanggapan, jawaban, maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Asertivitas adalah kemampuan mengkomunikasikan keinginan, perasaan,

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Asertivitas adalah kemampuan mengkomunikasikan keinginan, perasaan, BAB II TINJAUN PUSTAKA 2.1.1. Asertivitas Asertivitas adalah kemampuan mengkomunikasikan keinginan, perasaan, dan pikiran kepada orang lain tanpa rasa cemas, dengan tetap menjaga dan menghargai hakhak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komunikasi Interpersonal Individu Dengan Ciri-ciri Avoidant

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Komunikasi Interpersonal Individu Dengan Ciri-ciri Avoidant BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Interpersonal Individu Dengan Ciri-ciri Avoidant 1. Definisi Komunikasi Interpersonal Individu Dengan Ciri-ciri Avoidant Komunikasi interpersonal (interpersonal communication)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam mengekspresikan perasaan, sikap, keinginan, hak, pendapat secara langsung,

BAB II LANDASAN TEORI. dalam mengekspresikan perasaan, sikap, keinginan, hak, pendapat secara langsung, BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perilaku Asertif Alberti & Emmons (1990) mendefinisikan bahwa perilaku asertif merupakan perilaku kompleks yang ditunjukan oleh seseorang dalam hubungan antar pribadi, dalam mengekspresikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa SMA berada pada usia remaja yaitu masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis. Dengan adanya

Lebih terperinci

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJA PANTI ASUHAN SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PERILAKU ASERTIF DITINJAU DARI POLA ASUH ORANG TUA PADA REMAJA YANG MEMILIKI CLIQUE. Shilmi Khalisah dan Rahmi Lubis

PERBEDAAN PERILAKU ASERTIF DITINJAU DARI POLA ASUH ORANG TUA PADA REMAJA YANG MEMILIKI CLIQUE. Shilmi Khalisah dan Rahmi Lubis PERBEDAAN PERILAKU ASERTIF DITINJAU DARI POLA ASUH ORANG TUA PADA REMAJA YANG MEMILIKI CLIQUE Shilmi Khalisah dan Rahmi Lubis Fakultas Psikologi Universitas Medan Area ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

Pengertian psikologi dan psikologi komunikasi_01. Rahmawati Z, M.I.Kom

Pengertian psikologi dan psikologi komunikasi_01. Rahmawati Z, M.I.Kom Pengertian psikologi dan psikologi komunikasi_01 Rahmawati Z, M.I.Kom kontrak perkuliahan TUGAS : 40 % MID : 30 % UAS : 30 % KEAKTIFAN : BONUS NILAI TAMBAHAN TUGAS DIKUMPULKAN ON TIME darumzulfie@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang diselenggarakan di dalamnya.

Lebih terperinci

POLA ASUH ORANG TUA DAN PERKEMBANGAN SOSIALISASI REMAJA DI SMA NEGERI 15 MEDAN

POLA ASUH ORANG TUA DAN PERKEMBANGAN SOSIALISASI REMAJA DI SMA NEGERI 15 MEDAN POLA ASUH ORANG TUA DAN PERKEMBANGAN SOSIALISASI REMAJA DI SMA NEGERI 15 MEDAN Dewi Sartika Panjaitan*, Wardiyah Daulay** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan **Dosen Departemen Keperawatan Jiwa dan Komunitas

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh menjadi dewasa. Menurut Hurlock (2002:108) bahwa remaja. mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja seringkali diartikan sebagai masa transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, yang dimasuki pada usia kira-kira 10 hingga 12 tahun

Lebih terperinci

PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA AWAL MADE CHRISTINA NOVIANTI DR. AWALUDDIN TJALLA ABSTRAKSI

PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA AWAL MADE CHRISTINA NOVIANTI DR. AWALUDDIN TJALLA ABSTRAKSI PERILAKU ASERTIF PADA REMAJA AWAL MADE CHRISTINA NOVIANTI DR. AWALUDDIN TJALLA ABSTRAKSI Masa awal remaja adalah masa dimana seorang anak memiliki keinginan untuk mengetahui berbagai macam hal serta ingin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bullying 1. Definisi Bullying Bullying adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang lebih kuat terhadap individu atau kelompok yang lebih lemah, yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Kompetensi Interpersonal Kompetensi interpersonal yaitu kemampuan melakukan komunikasi secara efektif (DeVito, 1989). Keefektifan dalam

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Komunikasi Rakhmat (1992) menjelaskan bahwa komunikasi berasal dari bahasa latin communicare, yang berarti berpartisipasi atau memberitahukan. Thoha (1983) selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Pengertian Remaja Haditono (2001) menyebutkan bahwa anak remaja tidak mempunyai tempat yang jelas, ia tidak termasuk golongan anak tetapi tidak pula termasuk golongan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, HIPOTESIS A. Pola Asuh 1. Definisi Pola Asuh Baumrind (dalam Bee & Boyd, 2007) menyatakan bahwa para orangtua tidak boleh menghukum dan mengucilkan anak, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Menghadapi lingkungan yang memiliki perbedaan pola pikir, kepribadian serta kebutuhan memungkinkan terjadinya konflik dan tekanan yang dapat menimbulkan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk pertama kalinya belajar berinteraksi atau melakukan kontak sosial

BAB I PENDAHULUAN. untuk pertama kalinya belajar berinteraksi atau melakukan kontak sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak. Anak untuk pertama kalinya belajar berinteraksi atau melakukan kontak sosial dengan orang lain dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP

TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP Dra. Aas Saomah, M.Si JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMP A. Pengertian

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Cinta dan seksual merupakan salah satu permasalahan yang terpenting yang dialami oleh remaja saat ini. Perasaan bersalah, depresi, marah pada gadis yang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya. perubahan penampilan pada orang muda dan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya. perubahan penampilan pada orang muda dan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah periode perkembangan selama dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, biasaya antara usia 13 dan 20 tahun.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1.Latar Belakang Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat dari sekolah bagi siswa ialah melatih kemampuan akademis siswa,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Perbedaan Kecerdasan..., Muhammad Hidayat, FPSI UI, 2008

I. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Perbedaan Kecerdasan..., Muhammad Hidayat, FPSI UI, 2008 I. PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional yang rendah berhubungan dengan meningkatnya penggunaan obat-obatan terlarang dan kekerasan, terutama pada laki-laki

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi disebut juga dengan komunikasi interpersonal (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal,

Lebih terperinci

BULLYING. I. Pendahuluan

BULLYING. I. Pendahuluan BULLYING I. Pendahuluan Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap

Lebih terperinci

GAMBARAN KETERBUKAAN DIRI (Studi Deskriptif pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 48 Jakarta) Dwiny Yusnita Sari 1 Wirda Hanim 2 Dharma Setiawaty R.

GAMBARAN KETERBUKAAN DIRI (Studi Deskriptif pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 48 Jakarta) Dwiny Yusnita Sari 1 Wirda Hanim 2 Dharma Setiawaty R. 51 GAMBARAN KETERBUKAAN DIRI (Studi Deskriptif pada siswa kelas VIII di SMP Negeri 48 Jakarta) Dwiny Yusnita Sari 1 Wirda Hanim 2 Dharma Setiawaty R. 3 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. didapatkan 10 siswa termasuk dalam kategori sangat rendah dan rendah yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. didapatkan 10 siswa termasuk dalam kategori sangat rendah dan rendah yang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Salatiga. Subjek dalam penelitian ini adalah kelas IX A dan Kelas IX B yang berjumlah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

KAITAN ANTARA POLA ASUH PERMISIF DENGAN PERILAKU ASERTIF

KAITAN ANTARA POLA ASUH PERMISIF DENGAN PERILAKU ASERTIF KAITAN ANTARA POLA ASUH PERMISIF DENGAN PERILAKU ASERTIF NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: DINA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini masih terdapat orang - orang tidak mampu untuk menyatakan pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berpacaran merupakan hal yang lazim dilakukan oleh manusia di dalam kehidupan sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

TINJAUAN PUSTAKA Remaja TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescent yang mempunyai arti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I ini menguraikan inti dari penelitian yang mencakup latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Sosial. Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Sosial 1. Pengertian Penyesuaian Sosial Manusia adalah makhluk sosial.di dalam kehidupan sehari-hari manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Lebih terperinci

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI

ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI ASERTIVITAS DALAM PEMILIHAN STUDI LANJUT SISWA KELAS XII SMA DITINJAU DARI PERSEPSI TERHADAP POLA ASUH ORANGTUA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya perkembangan pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan yang terjadi tersebut menuntut

Lebih terperinci

SPESIALISASI UTAMA DALAM PSIKOLOGI

SPESIALISASI UTAMA DALAM PSIKOLOGI Psikologi Umum 1 SPESIALISASI UTAMA DALAM PSIKOLOGI Ursa Majorsy C A B A N G F O K U S U T A M A Psikologi Klinis Psikologi Konseling Psikologi Perkembangan Psikologi Pendidikan Psikologi eksperimen Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Manusia sepanjang rentang kehidupannya memiliki tahap-tahap perkembangan yang harus dilewati. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perkembangan Sosial 2.1.1 Pengertian Perkembangan Sosial Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Menjadi orang yang mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010).

BAB II KAJIAN TEORI Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal. individu maupun kelompok. (Diah, 2010). BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Kecemasan Komunikasi Interpersonal 2.1.1. Pengertian Kecemasan Komunikasi Interpersonal Burgoon dan Ruffner (1978) kecemasan komunikasi interpersonal adalah kondisi ketika individu

Lebih terperinci