Teknik Pemintalan Elektrik untuk Pembuatan Nanoserat: dari Pemodelan hingga Eksperimen

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Teknik Pemintalan Elektrik untuk Pembuatan Nanoserat: dari Pemodelan hingga Eksperimen"

Transkripsi

1 Jurnal Nanosains & Nanoteknologi ISSN Edisi Khusus, Agustus 2009 Teknik Pemintalan Elektrik untuk Pembuatan Nanoserat: dari Pemodelan hingga Eksperimen Khairurrijal a,#, Muhammad M. Munir b,1, Sahrul Saehana a,2, Ferry Iskandar c, dan Mikrajuddin Abdullah a a Kelompok Keahlian Fisika Material Elektronik, b Kelompok Keahlian Fisika Teoretik Energi Tinggi dan Instrumentasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung Jalan Ganesa 10, Bandung 40132, Indonesia; c Departemen Teknik Kimia, Universitas Hiroshima, Kagamiyama, Higashi Hiroshima , Jepang # krijal@fi.itb.ac.id Diterima Editor : 20 Mei 2009 Diputuskan Publikasi : 26 Mei 2009 Abstrak Kemajuan mutakhir dalam bidang pemintalan elektrik telah direview sekilas dengan fokus pada riset yang telah dilakukan oleh kelompok kami. Bagian pertama memperkenalkan prinsip dasar pemintalan elektrik. Kemudian, pemodelan dan simulasi proses pemintalan elektrik dijelaskan di bagian kedua. Bagian terakhir, prosedur eksperimental umum untuk menghasilkan nanoserat polimer khususnya nanoserat poly(vinyl pyrrolidone) (PVP) dan nanoserat keramik/komposit seperti nanoserat indium tin oxide (ITO) serta sejumlah masalah teknis yang sering ditemui dalam pemintalan elektrik juga didiskusikan. Kata Kunci: Pemintalan elektrik (electro spinning), nanoserat, poly(vinyl pyrrolidone), indium tin oxide. 1. Pengantar Nanoserat (nanofiber), yang merupakan salah satu bentuk jenis material satu dimensi (1D) di samping nanokawat (nanowire), nanotabung (nanotube), nanosabuk (nanobelt), dan nanospiral, dapat dihasilkan dari beragam prekursor polimer maupun keramik dan memiliki luas permukaan spesifik yang sangat tinggi karena jejari kecilnya. Karakteristik ini disertai fungsionalitas dari beragam polimer dan keramik sendiri mengakibatkan nanoserat dengan beragam sifat dapat digunakan untuk beragam aplikasi maju. Sejumlah besar metoda fisika dan kimia, yang kebanyakan didasarkan pada pendekatan-pendekatan dasar-atas (bottom-up approache dan pola (template), telah ditunjukkan berhasil membuat nanostruktur 1D dengan berbagai komposisi dengan mengontrol prosesproses nukleasi dan pertumbuhan [1-3]. Pendekatanpendekatan puncak-bawah (top-down approache seperti litografi foton (photolithography), litografi lunak (soft lithography), dan pemintalan elektrik (electrospinning) telah juga digunakan untuk menghasilkan nanostruktur 1D [4-10]. Saat ini, di antara berbagai pendekatan puncak-bawah tersebut, teknik pemintalan elektrik adalah yang paling langsung menghasilkan nanoserat kontinu dalam skala besar, cepat, dan mudah serta jejari nanoserat dapat diatur dari skala nanometer hingga mikrometer. Sesungguhnya teknik pemintalan elektrik telah dipatenkan pada tahun 1934 [11]. Namun demikian, teknik ini belum dikenal dengan baik hingga diperkenalkan pada dekade lalu [12-13]. Beberapa ulasan kritis tentang nanoserat yang dihasilkan dengan teknik pemintalan elektrik dan berbagai aplikasinya dalam rekayasa jaringan, membran, katalis, konduktor transparan, fotoluminesens, dan lain-lain telah dipublikasikan [5], [7-10], [14-30]. Makalah ini menyajikan secara singkat kemajuan mutakhir dalam bidang ini dengan fokus pada riset yang telah dilakukan oleh kelompok kami. Setelah memperkenalkan prinsip dasar pemintalan elektrik, makalah ini mengupas pemodelan dan simulasi proses pemintalan elektrik serta prosedur eksperimental umum untuk menghasilkan nanoserat polimer dan keramik/komposit. Sejumlah masalah atau kesulitan teknis yang sering ditemui dalam pemintalan elektrik juga akan didiskusikan. 2. Cara Kerja Pemintalan Elektrik Seperti kebanyakan proses pemintalan konvensional yang digunakan di industri serat, pemintalan elektrik juga melibatkan pelepasan jet larutan kental atau lelehan dari sebuah saluran kecil (orifice). Penarikan dan pemadatan jet tersebut membentuk serat tipis dan seragam. Namun demikian, tidak seperti proses-proses pemintalan konvensional yang menggunakan gaya mekanis untuk proses penarikan, proses penarikan pada pemintalan elektrik menggunakan interaksi elektrostatik. Desain generik sebuah sistem pemintalan elektrik, seperti ditunjukkan dalam Gambar 1, terdiri dari 3 komponen utama:. Sebuah spinneret, yang biasanya terbuat dari logam hipodermik,. Sebuah catu daya tegangan tinggi, dan (c). Sebuah kolektor yang konduktif secara listrik, yang biasanya menggunakan lembaran aluminium. Larutan untuk pemintalan tersebut 1

2 J. Nano Saintek. Edisi Khusus, Agust ditempatkan dalam sebuah syringe plastik, yang dihubungkan ke logam tersebut. Syringe tersebut dihubungkan ke sebuah pompa syringe sehingga laju aliran larutan dapat dijaga untuk mendapatkan mutu serat hasil pemintalan. Dalam beberapa kasus, seperti untuk nanoserat keramik, kondisi lingkungan seperti kelembaban dan temperatur harus juga dijaga sehingga proses pemintalan harus dalam sebuah kotak tertutup. Bentuk dan ragam material kolektor dapat beragam, yang bergantung pada penggunaan akhir serat hasil. Syringe Pompa Syringe Sumber Tegangan Tinggi Pelat logam serat spinneret Gambar 1 Skema sistem pemintalan elektrik dengan komponen utama: spinneret untuk menghasilkan jet larutan, sumber tegangan tinggi untuk memberi muatan listrik dan menarik jet tesebut, dan kolektor untuk mengumpulkan serat-serat hasil. Sebuah kuantitas sangat penting dari nanoserat adalah jejarinya. Telah ditunjukkan sebelumnya bahwa jejari nanoserat dipengaruhi oleh tegangan permukaan dan laju aliran larutan [31] serta arus listrik [31], [32]. Oleh karena itu, pengontrolan arus listrik yang mengalir selama proses pemintalan elektrik menjadi hal yang utama. USB/RS-232 USB/RS-232 Syringe Pompa Syringe Sumber Teg. Tinggi Gambar 2. Otomasi pengontrolan arus selama proses pemintalan elektrik. Komponen sistem kontrol adalah pengontrol yang dilakukan komputer, aktuator oleh sumber tegangan tinggi, plant berupa dua pelat logam dan jet serta serat di antara keduanya, dan umpan balik yang dilakukan oleh ADC. jet USB AIN0 MUX ADC Kolektor FPGA AIN7 USB controller & CPU AGND Gambar 2 memberikan skema perangkat keras untuk menjaga arus listrik konstan selama proses pemintalan elektrik. Sistem tersebut membentuk kontrol lup tertutup, yang terdiri dari: pengontrol, aktuator, plant, dan umpan balik. Komputer dengan bertindak sebagai pengontrol. Aksi kontrol yang digunakan adalah proportional-integral-derivative (PID), yang berupa sebuah program yang disimpan di komputer. Sumber tegangan tinggi yang dilengkapi saluran komunikasi RS- 232 atau USB sebagai aktuator. Dua pelat logam beserta jet dan nanoserat di antar kedua pelat tersebut adalah plant yang hendak dikontrol. Arus yang dibaca oleh ADC yang dilengkapi saluran komunikasi RS-232 atau USB berlaku sebagai umpan balik dalam proses pengontrolan tersebut. Komunikasi antara komputer dan pompa syringe untuk memberikan laju pengeluaran konstan larutan dari syringe. Telah didapatkan bahwa arus listrik yang mengalir dalam plant tersebut stabil. Dengan sistem pengontrolan PID tersebut, arus yang diinginkan dapat dicapai dalam waktu sekitar 2 detik untuk berbagai nilai arus yang diinginkan seperti ditunjukkan dalam Gambar 3. Untuk arus yang diinginkan antara 45 hingga 100 na, tegangan tinggi yang dicatu ke plant adalah antara 8 hingga 15 kv. Stabilitas arus yang dinginkan sangat tinggi seperti telah dilaporkan sebelumnya [33]. Tegangan (kv) (c) (d) Waktu ( (e) (f) (g) Arus (na) Gambar 3. Arus dan tegangan sebagai fungsi waktu untuk berbagai arus yang diinginkan. Arus yang diinginkan I ref dicapai dalam waktu sekitar 2 detik. I ref = 100 na, I ref = 45 na, (c) I ref = 55 na, (d) I ref = 65 na, (e) I ref = 75 na, (f) I ref = 85 na, dan (g) I ref = 95 na. Akibat pemberian tegangan tinggi tersebut, larutan yang keluar dari ujung lubang (orifice) membentuk jet larutan dan bermuatan listrik. Jet yang masih bersentuhan dengan lubang ujung berbentuk kerucut dan disebut sebagai jet kerucut (cone jet) atau kerucut Taylor (Taylor cone) dan bagian yang lebih jauh

3 J. Nano Saintek. Edisi Khusus, Agust disebut jet saja seperti dijelaskan oleh Gambar 4. yang diambil dengan menggunakan kamera CCD. Dalam perjalanan di antara kedua pelat logam tersebut, jet larutan mengalami pemadatan karena penguapan dan tiba di kolektor sebagai serat-serat yang bertumpukan. Dengan SEM (scanning electron microscope) serat-serat yang terkumpul di kolektor tersebut diperiksa dan contoh citranya diperlihatkan dalam Gambar 4.. Homogenitas jejari nanoserat yang dihasilkan dengan sistem pengontrolan arus di atas sangat tinggi seperti telah dilaporkan baru-baru ini [34]. Jet kerucut Jet 2 µm Gambar 4.. Anatomi jet yang keluar dari lubang ujung (orifice). Bagian jet yang paling dekat dengan ujung adalah jet kerucut sesuai dengan bentuknya dan yang lebih jauh dinamakan jet saja.. Citra SEM nanoserat hasil yang terkumpul di kolektor. Jejari nanoserat tersebut seragam. 3. Model dan Simulasi Pemintalan Elektrik Salah satu tujuan pemodelan dan simulasi suatu proses adalah untuk membantu eksperimen proses tersebut di laboratorium. Dalam kasus proses pemintalan elektrik, pemodelan dan simulasi dilakukan untuk menentukan pengaruh parameter-parameter terhadap proses tersebut, membantu mengatasi masalah ketidakstabilan pembengkokan jet, dan mencari parameter optimum untuk fabrikasi nanoserat dengan proses tersebut. Seperti penyemprotan elektrik (electrospray), pemintalan elektrik adalah sebuah teknik yang berbasis interaksi elektrostatik. Bila sebuah tegangan tinggi diterapkan ke spinneret tersebut, tetesan kecil (droplet) larutan di lubang ujung (orifice) tersebut menjadi bermuatan listrik sangat tinggi dan mengalami perubahan bentuk menjadi bentuk kerucut karena gaya tolak elektrostatik antara dua muatan permukaan dan gaya tarik elektrostatik dari kolektor. Sekali tegangan tersebut telah melampaui sebuah nilai ambang, gaya-gaya elektrostatik tersebut dapat mengatasi tegangan permukaan tersebut dan mendorong pelepasan sebuah jet larutan dari lubang ujung tersebut. Jet yang diberi muatan tersebut kemudian mengalami sebuah proses pendorongan dan pembengkokan di mana jet larutan tersebut secara terus menerus ditarik menjadi panjang (elongated) dan mulur (stretched) oleh gaya-gaya tolak elektrostatik, yang mengarah ke pembentukan benang (thread) panjang, tipis, dan seragam. Tidak seperti proses-proses pemintalan konvensional, proses penarikan dan penipisan serat di dalam pemintalan elektrik dicapai melalui tolakan-tolakan elektrostatik muatan-muatan pada jet larutan itu sendiri. Karena pelarut tersebut cepat menguap selama proses pemintalan tersebut, jejari benang tersebut berkurang terus menerus, yang mengarah ke pembentukan serat sangat tipis. Akhirnya, serat yang dimuati tersebut dideposisi pada kolektor yang ditanahkan tersebut karena gaya tarik elektrostatik. Bergantung pada sifat-sifat reologis larutan tersebut dan parameter-parameter pemintalan lain, jejari serat hasil dapat diubah dari beberapa puluh nanometer hingga beberapa mikrometer. Tiga parameter yang mempengaruhi morfologi serat hasil, yaitu: kekentalan, tegangan permukaan, dan rapat muatan dari larutan tersebut [8,35]. Gaya tegangan permukaan tersebut selalu cenderung mengubah jet larutan tersebut menjadi satu atau lebih tetesan kecil (droplet) untuk meminimumkan energi permukaannya. Sebaliknya, gaya tolak elektrostatik antara dua muatan permukaan pada jet tersebut cenderung menaikkan luas permukaannya dan karena itu mengarah pembentukan jet tipis bukan bulir-bulir (bead. Gaya viskoelastik juga menahan perubahan bentuk yang cepat. Adalah interaksi ketiga gaya utama ini yang menentukan morfologi akhir dari serat hasil. Intensitas relatif gaya-gaya ini bisa berubah selama proses pemintalan karena pemanjangan jet dan penguapan larutan tersebut. Secara khusus, karena jet tersebut melemah, tegangan permukaan bisa menjadi sangat dominan dari dua gaya lainnya dan mengarah ke pembentukan bulir-bulir. Obyek yang dimodelkan dalam proses pemintalan elektrik adalah jet larutan yang berada setelah kerucut jet seperti ditunjukkan oleh Gambar 4.. Secara fisis jet tersebut dibagi menjadi sejumlah besar segmen jet. Setiap segmen jet direpresentasikan oleh sebuah simpul (node) diskret dengan muatan listrik Q dan massa M, sebuah pegas untuk menyatakan sifat elastik larutan, dan (c) sebuah peredam (dashpot) yang menyatakan kekentalan larutan, seperti diilustrasikan pada Gbr. 5. Kedudukan dari setiap simpul dipengaruhi oleh gaya resultan yang bekerja pada simpul tersebut. Beberapa asumsi yang digunakan dalam memodelkan dinamika gerakan jet: a) medan listrik yang digunakan adalah medan listrik searah (DC), b) serat adalah insulator sempurna dengan kerapatan muatan listrik konstan dan terdistribusi di permukaan karena jejari serat sangat kecil, c) jet larutan bersifat viskoelastik dengan modulus elastik, tegangan permukaan, dan viskositas konstan, dan d) penguapan tidak terjadi selama proses perjalanan dari ujung lubang menuju kolektor.

4 J. Nano Saintek. Edisi Khusus, Agust Tegangan permukaan antara simpul i+1 dan i Tegangan permukaan antara simpul i dan i-1 Pegas menggambarkan sifat elastisitas larutan Simpul i Peredam menggambarkan sifat kekentalan larutan Gambar 5. Jet dimodelkan sebagai rangkaian segmen jet. Setiap segmen jet terdiri dari sebuah simpul bermassa M dan bermuatan listrik Q serta sebuah pegas beserta peredamnya. Dengan asumsi-asumsi tersebut, maka dinamika segmen jet tersebut dinyatakan oleh seperangkat tiga persamaan yang merepresentasikan model Maxwellian, yaitu peregangan viskoelastik, kekekalan massa dan momentum [36]. Kekekalan viskoelastik σ( 1 λ( G = G σ( t λ( t µ dengan σ adalah tegangan longitudinal (longitudinal stres, G adalah modulus Young, µ adalah kekentalan, λ parameter peregangan (dalam koordinat kurvilinear ξ diberikan oleh λ = dξ/dt, dan s parameter Lagrangian. Kekekalan massa D 2 [ λ( s ) πa ( ] = 0 Dt dengan D Dt = t + V. adalah turunan konvektif, V dalah vektor kecepatan, dan a adalah jejari serat. Kekekalan Momentum ρλ ( πa 2 DV ( ( Dt 2 2 = λ ( πa ( q λ( s ) πa s 0 ( s ) a( s, s ) r( r( s ) C ds 3 r( r( s ) r( r( s ) λ( πa ( q Φ + πa ( σ ( u( s 2 [ ] (1) (2) + [ πa ( αu( ] (3) s dengan ρ adalah massa jenis (massa per satuan volum) fluida, r adalah vektor koordinat, q adalah muatan per satuan volum, C adalah fungsi cut off daerah yang sangat dekat untuk interaksi Coulomb, a adalah jejari rata-rata, Φ adalah potensial listrik yang diberikan, u adalah vektor satuan sepanjang segmen serat dan α adalah tegangan permukaan (surface tension). Empat suku gaya di sebelah kanan tanda sama dengan dalam Persamaan (3) berasal dari gaya Coulomb, gaya medan listrik, gaya viskoelastik, dan gaya tegangan permukaan, secara berurut. Tabel 1. Parameter-parameter yang digunakan dalam simulasi. Parameter Nilai Tegangan permukaan (α) N/m Tegangan (V) 5 kv Viskositas (µ) 10 Ns/m 2 Modulus elastik Young (G) 10 5 N/m 2 Jejari ujung (a o ) 1, m Rapat massa (ρ) kg/m 3 Jarak ujung -kolektor m Laju aliran 10-8 m 3 /s Amplitudo gangguan (ε) Panjang simpul awal (l o ) 10-4 m Seperangkat tiga persamaan di atas diselesaikan dengan menggunakan metoda beda hingga. Pembahasan lebih lengkap penyelesaian tersebut diberikan di tempat lain [37]. Dengan menggunakan parameter-parameter yang diberikan dalam Tabel 1, gerakan jet menuju kolektor untuk berbagai waktu ditunjukkan dalam Gambar 6. Terlihat bahwa jumlah simpul (N) bertambah sejalan dengan waktu dan ketidakstabilan jet berkembang lambat. Dalam waktu t = 0, detik jet mencapai kolektor. Gambar 7 melukiskan gerakan jet untuk ujung hampir 0,1 kali lebih kecil dari yang diberikan dalam Tabel 1 tetapi parameter-parameter lain tetap. Terlihat bahwa ketidakstabilan jet juga meningkat sejalan waktu dan jejari rata-rata nanoserat yang dihasilkan adalah 213 nm dapat dihasilkan. 4. Eksperimen Dengan menggunakan teknik pemintalan elektrik, beragam nanoserat seperti nanoserat polimer, keramik, dan komposit dapat dibuat. Di sini, kami akan membahas eksperimen pembuatan nanoserat polimer, poly(vinyl pyrrolidone) (PVP) khususnya, dan nanoserat keramik seperti oksida transparan dan konduktif (transparent conductive oxide/tco).

5 J. Nano Saintek. Edisi Khusus, Agust stabil yang mempengaruhi kualitas serat yang dihasilkan. c. Polimer yang digunakan harus mempunyai berat molekul yang sesuai. Pada prinsipnya, semakin besar berat molekul polimer yang digunakan kemungkinan hasil pemintalan elektrik menjadi serat yang sempurna semakin besar. Semakin kecil berat molekul yang digunakan, semakin besar konsentrasi yang diperlukan untuk membuat larutan dengan kekentalan yang sesuai. (c) (d) Gambar 6. Simulasi gerakan jet pada berbagai waktu. t = 0, detik, t = 0, detik, (c) t = 0, detik, dan (d) t = 0, detik [37]. 4.1 Pembuatan nanoserat PVP Prekursor yang digunakan untuk membuat nanoserat poly(vinyl pyrrolidone) (PVP) adalah polimer poly(vinyl pyrrolidone) (PVP K90), DMF dan etanol. Larutan PVP diperoleh dengan mencampurkan serbuk PVP ke dalam campuran DMF dan etanol dengan perbandingan berat PVP/DMF/etanol = 1,8/4,1/4,1 (18%). Campuran tersebut kemudian diaduk dengan pengaduk magnet sampai larutan tersebut bening dan kental. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyiapkan larutan adalah sebagai berikut: a. Larutan yang digunakan harus cukup kental karena jika kurang kental hasil pemintalan elektrik belum tentu menghasilkan serat yang sempurna dan seragam, namun dapat menghasilkan bulir-bulir atau campuran antara bulir-bulir dengan serat. b. Larutan yang digunakan juga tidak boleh terlalu kental karena jika terlalu kental pada saat proses pemintalan elektrik larutan tersebut akan cepat kering dan mengahalangi aliran larutan di dalam ujung lubang sehingga ujung lubang tersebut tersumbat dan membuat kerucut jet tidak Gambar 7. Hasil simulasi dengan ukuran ujung 10-5 m dan parameter-parameter lain sama dengan yang diberikan dalam Tabel 1. lintasan jet, histogram dan distribusi LogNormal jejari nanoserat yang dihasilkan. Larutan tersebut kemudian dimasukan ke dalam syringe yang ditempatkan secara mendatar di atas pompa syringe. Dalam pembuatan nanoserat PVP ini, laju aliran larutan yang digunakan sebesar 16 µl/min, sedangkan arus antara ujung dengan kolektor dibuat tetap dan stabil. Besar jejari nanoserat dikontrol dengan mengatur arus yang tetap pada kisaran na. Jarak antara ujung dan kolektor dalam eksperimen ini dibuat tetap 14 cm. Salah satu hal yang sangat mempengaruhi hasil nanoserat dengan teknik pemintalan elektrik adalah jarak antara spinneret dengan kolektor. Jika terlalu dekat maka waktu penguapan untuk pembentukan serat padat terlalu singkat sehingga bentuk serat yang dihasilkan tidak sempurna dan tidak seragam. Sebaliknya jika terlalu jauh maka diperlukan sumber tegangan tinggi yang lebih besar. Oleh karena itu perlu dicari jarak optimum antara spinneret dengan kolektor.

6 J. Nano Saintek. Edisi Khusus, Agust Hal lain yang mempengaruhi pembentukan serat adalah kondisi lingkungan (temperatur dan kelembaban). Perbedaan kondisi lingkungan akan menghasilkan bentuk dan ukuran serat yang berbeda. Oleh karena itu untuk menghasilkan nanoserat yang sempurna, seragam dan reproducible, kontrol keadaan lingkungan selama proses pemintalan elektrik sangat penting dilakukan. Dalam pembuatan nanoserat PVP, keadaan lingkungan selama eksperimen dibuat tetap pada temperatur (22±2) ºC dan kelembaban (55±5) %. Karakterisasi dengan SEM bertujuan untuk melihat bentuk dan ukuran serat nano yang dihasilkan. Karakterisasi dilakukan menggunakan field emission SEM (FE-SEM) (misalnya, Hitachi S-5000 FE-SEM) untuk memperoleh citra yang sangat baik. Dalam ketiadaan FE-SEM, SEM biasa bisa juga dicoba untuk menghasilkan citra SEM meskipun kualitasnya kurang begitu baik. Pengubahan arus listrik yang diberikan selama proses pemintalan elektrik akan mengubah panjang kerucut jet seperti diperlihatkan dalam Gambar 8. Dari gambar tersebut didapatkan bahwa panjang kerucut jet berkurang sejalan dengan kenaikan arus. Kerucut jet menghilang bila arus yang diberikan di atas 75 na. mengecil dengan kenaikan arus. Hasil eksperimen ini bersesuaian dengan teori yang dikembangkan Fridrikh, dkk. [31]. dn/dlog(d f ) D f = 810 σ f = Fiber Diameter d f (nm) Gambar 9. Citra SEM nanoserat PVP dan distribusi ukurannya yang dibuat dari larutan PVP dengan konsentrasi 18%, laju aliran 16 µl/min, dan arus listrik 75 na L jet Jet L jet kerucut jet L jet L jet (c) Jejari Serat (nm) Teori Eksperimen Arus Listrik (na) (d) Gambar 8. Panjang kerucut jet Ljet dari larutan PVP dengan konsentrasi 18% dan laju aliran 16 µl/min pada berbagai arus listrik: 45, 55, (c) 65, (d) 75 (e) 85, dan (f) 95 na. L jet makin menurun sejalan dengan kenaikan arus listrik dan jet kerucut menghilang untuk arus listrik di atas 75 na. Citra SEM yang ditampilkan dalam Gambar 9 adalah nanoserat PVP yang dihasilkan dari larutan PVP dengan konsentrasi 18%, laju aliran 16 µl/min, dan arus listrik 75 na. Distribusi ukurannya pun sangat sempit sehingga dapat dikatakan ukuran nanoserat PVP tersebut dengan keseragaman yang tinggi dan jejari rata-ratanya sekitar 820 nm. Gambar 10 menunjukkan ukuran jejari rata-rata nanoserat PVP yang dihasilkan untuk berbagai nilai arus yang diberikan selama proses pemintalan elektrik. Ari gambar tersebut terlihat bahwa jejari rata-rata nanoserat (e) (f) Gambar 10. Jejari nanoserat PVP sebagai fungsi arus listrik yang dibuat dari larutan PVP dengan konsentrasi 18% dan laju aliran 16 µl/min. 4.2 Pembuatan nanoserat keramik ITO Salah satu serat keramik adalah oksida yang transparan dan konduktif (transparent conductive oxide/tco) untuk aplikasi sel surya, sensor, papan tampilan, LCD, dan lain-lain. Di antara beragam TCO yang ada, material indium tin oxide (ITO) adalah yang terkenal. Prekursor yang digunakan untuk membuat nanoserat ITO adalah indium chloride tetrahydrate [InCl3 4H2O, kemurnian > 99.95%], tin chloride pentahydrate [SnCl4 5H2O, kemurnian > 98.0%], poly(vinyl pyrrolidone) (PVP K90), DMF, dan etanol. Larutan A diperoleh dengan mencampurkan indium chloride tetrahydrate dan tin chloride pentahydrate di dalam etanol, dilanjutkan dengan pengadukan menggunakan pengaduk magnetik sampai diperoleh larutan yang bening. Konsentrasi total larutan A dibuat 3 mol/l, dengan perbandingan molar Sn:In sebesar 1:9.

7 J. Nano Saintek. Edisi Khusus, Agust Larutan B diperoleh dengan mencampurkan serbuk PVP ke dalam campuran DMF dan etanol. Perbandingan berat komponen larutan B adalah PVP/DMF/etanol = 1:4:4. Kemudian larutan A dan B dicampur dan diaduk pada temperatur 40 o C sehingga diperoleh larutan yang bening dan kental. Perbandingan berat larutan A dan B adalah 1/6. Dalam pembuatan serat keramik/komposit, biasanya menggunakan prekursor-prekursor garam. Garam-garam tersebut ketika dilarutkan dengan pelarut akan menghasilkan ion-ion dan berinteraksi dengan polimer dan zat-zat larut lainnya. Untuk mendapatkan larutan keramik yang siap dibuat nanoserat menggunakan pemintalan elektrik, komposisi dan jenis dari garam, polimer dan pelarut yang digunakan perlu diperhatikan. Jika hasil larutannya terlalu konduktif dan tegangan permukaannya terlalu besar, sering kali larutan tersebut tidak memungkinkan untuk dipintal elektrik. Hal lain yang harus diindahkan adalah kecepatan penguapan dari larutan ketika dipintal elektrik. Seringkali karena larutannya cepat menguap, ketika dipintal elektrik spinneret kering dan tersumbat. Setelah larutan untuk membuat nanoserat ITO disiapkan, larutan tersebut dimasukan ke dalam syringe dan pompa syringe diatur sehingga menghasilkan laju aliran tetap sebesar 8µL/min. Jarak antara ujung dengan kolektor (ram kawat) dibuat tetap pada jarak 8 cm. Arus diatur sehingga kerucut jet stabil. Setelah nanoserat terkumpul di atas kolektor ram kawat, nanoserat dipindahkan ke atas substrat gelas. Nanoserat dan substrat kemudian dipanaskan pada temperatur antara o C untuk menghilangkan komponen organik dan mendapatkan nanoserat ITO yang murni. Diagram cara pembuatan nanoserat keramik ditunjukkan oleh Gambar 11. Selama proses pemintalan elektrik nanoserat keramik, hal yang harus diperhatikan adalah keadaan lingkungan (temperatur dan kelembaban). Karena nanoserat dari prekursor keramik ini sangat peka terhadap uap air, maka kelembaban harus diatur serendah mungkin. Jika tidak, maka morfologi nanoserat akan rusak karena bereaksi dengan uap air. Gambar 11. Cara pembuatan nanoserat keramik. Nanoserat ITO yang dihasilkan kemudian dikarakaterisasi. Untuk melihat dan mengukur bentuk nanoserat ITO digunakan SEM. Karakterisasi transmission electron microscope (TEM) dan X-ray diffractometer (XRD) digunakan untuk menguji komposisi dan kekristalan keramik yang didapat, secara berurutan. Untuk menguji kualitas nanoserat ITO, pengukuran konduktivitas dan transmitansi dilakukan dengan teknik four-point probe dan spektrofotometer UV- Vis, secara berurutan. Gambar 12 memperlihatkan bentuk nanoserat ITO sebelum dan sesudah dipanaskan. Dari gambar tersebut ditunjukkan bahwa nanoserat yang dihasilkan sangat seragam dan sempurna. Setelah dipanaskan, ukuran nanoserat mengecil karena dekomposisi komponen organik. Dari pengujian XRD dan TEM diperoleh bahwa nanoserat ITO terdiri dari kristalin tunggal dan komposisi kimianya murni. Pengujian optik dan elektrik menunjukkan nanoserat ITO yang diperoleh adalah konduktor dan transparan pada cahaya tampak dan sangat berpotensi untuk diterapkan pada sel surya, sensor dan penyaring gelombang elektromagnetik. 50 nm 1 µm 50 nm 1 µm Gambar 12. Citra SEM nanoserat keramik ITO sebelum dan sesudah dipanaskan. 5. Kesimpulan Kami telah menyajikan secara singkat kemajuan mutakhir dalam bidang pemintalan elektrik dengan fokus pada riset yang telah dilakukan oleh kelompok kami. Prinsip dasar pemintalan elektrik telah diperkenalkan. Pemodelan dan simulasi proses pemintalan elektrik telah dijelaskan. Prosedur eksperimental umum untuk menghasilkan nanoserat polimer khususnya nanoserat PVP dan keramik/komposit seperti ITO serta sejumlah masalah teknis yang sering ditemui dalam pemintalan elektrik juga telah didiskusikan Ucapan Terima Kasih Riset ini secara parsial didanai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional melalui Hibah Fundamental tahun Dua dari para penulis (Khairurrijal dan M.Abdullah) mengucapkan terima kasih kepada Prof. K. Okuyama yang telah mengundang sebagai Profesor Tamu di Departemen Teknik Kimia, Universitas Hiroshima, Jepang pada tahun 2007 dan a b

8 J. Nano Saintek. Edisi Khusus, Agust Sedang menempuh program doktor di Departemen Teknik Kimia, Universitas Hiroshima, Jepang. 2 Alamat tetap: Jurusan Pendidikan Fisika, FKIP, Universitas Tadulako, Palu. Referensi [1] M. Law, J. Goldberger, and P. Yang, Annu. Rev. Mater. Res. 34, 83 (2004). [2] Z. L. Wang, Annu. Rev. Phys. Chem. 55, 159 (2004). [3] Y. Xia, P. Yang, Y. Sun, Y. Wu, B. Mayers, B. Gates, Y. Yin, F. Kim, and H. Yan, Adv. Mater. 15, 353 (2003). [4] Y. Yin, B. Gates, and Y. Xia, Adv. Mater. 12, 1426 (2000). [5] W. E. Teo and S. Ramakrishna, Nanotechnology 17, R89 (2006). [6] Y. Sun, D. Y. Khang, F. Hua, K. Hurley, R. G. Nuzzo, and J. A. Rogers, Adv. Funct. Mater. 15, 30 (2005). [7] T. Subbiah, G. S. Bhat, R. W. Tock, S. Pararneswaran, and S. S. Ramkumar, J. Appl. Polym. Sci. 96, 557 (2005). [8] D. Li and Y. Xia, Adv. Mater. 16, 1151 (2004). [9] A. Frenot and I. S. Chronakis, Curr. Opin. Colloid Interf. Sci. 8, 64 (2003). [10] Z.-M. Huang, Y.-Z. Zhang, M. Kotaki, and S. Ramakrishna, Compos. Sci. Technol. 63, 2223 (2003). [11] A. Formhals, US Patent (1934). [12] D. H. Reneker dan I. Chun, Nanotechnology 7, 216 (1996). [13] J. Doshi dan D. H. Reneker, J. Electrostat. 35, 151 (1995). [14] A. Greiner and J. H. Wendorff, Angew. Chem. Int. Ed. 46, 5670 (2007). [15] D. Li, J. T. McCann, Y. Xia, and M. Marquez, J. Am. Ceram. Soc. 89, 1861 (2006). [16] J. Kameoka, D. Czaplewski, H. Liu, and HG Craighead, J. Mater. Chem. 14, 1503 (2004). [17] K. Jayaraman, M. Kotaki, Y. Zhang, X. Mo, and S. Ramakrishna, J. Nanosci. Nanotech. 4, 52 (2004). [18] M. Bognitzki, W. Czado, T. Frese, A. Schaper, M. Hellwig, M. Steinhart, A. Greiner, and J. H. Wendorff, Adv. Mater. 13, 70 (2001). [19] A. B. Suryamas, M. M. Munir, F. Iskandar, and K. Okuyama, J. Appl. Phys. 105, (2009) [20] H. Widiyandari, M. M. Munir, Ferry Iskandar, and Kikuo Okuyama, Mater. Chem. Phys. 116, 169 (2009). [21] M. M. Munir, F. Iskandar, K. M. Yun, K. Okuyama, and M. Abdullah, Nanotechnology 19, (2008). [22] M. M. Munir, H. Widiyandari, F. Iskandar, and K. Okuyama, Nanotechnology 19, (2008). [23] R. S. Barhate and S. Ramakrishna, J. Membrane Sci. 296, 1 (2007). [24] P. Gibson, H. Schreuder-Gibson, and C. Pentheny, J. Coated Fabrics 28, 63 (1998). [25] U. Boudriot, R. Dersch, A. Greiner, and J. H. Wendorff, Artif. Organs 30, 785 (2006). [26] D. Liang, B. S. Hsiao, and B. Chu, Adv. Drug Deliver. Rev. 59, 1392 (2007). [27] C. P. Barnes, S. A. Sell, E. D. Boland, D. G. Simpson, and G. L. Bowlin, Adv. Drug Deliver. Rev. 59, 1413 (2007). [28] S. Sell, C. Barnes, M. Smith, M. McClure, P. Madurantakam, J. Grant, M. McManus, and G. Bowlin, Polym. Int. 56, 1349 (2007). [29] J. Lannutti, D. Reneker, T. Ma, D. Tomasko, and D. Farson, Mater. Sci. Eng. C 27, 504 (2007). [30] S. Liao, B. Li, Z. Ma, H. Wei, C. Chan, and S. Ramakrishna, Biomed. Mater. 1, R45 (2006). [31] S.V. Fridrikh, J. H. Yu, M. P. Brenner, and G. C. Rutledge, Phys. Rev. Lett. 90, (2003). [32] R. Samatham and K. J. Kim, Polym. Eng. Sci. 46, 954 (2006). [33] M. M. Munir, F. Iskandar, Khairurrijal, and K. Okuyama, Rev. Sci. Instrum. 79, (2008). [34] M. M. Munir, F. Iskandar, Khairurrijal, and K. Okuyama, Rev. Sci. Instrum. 80, (2009). [35] H. Fong, I. Chun, and D. H. Reneker, Polymer 40, 4585 (1999). [36] T. A. Kowalewsky, S. Blonski, and S. Barral, Bul. Pol. Tech. 53, 385 (2005). [37] S. Saehana, M. Abdullah, dan Khairurrijal, J. Nano Saintek. 2, 74 (2009).

Simulasi Geometri Nanoserat Hasil Pemintalan Elektrik

Simulasi Geometri Nanoserat Hasil Pemintalan Elektrik Jurnal Nanosains & Nanoteknologi ISSN 1979-0880 Edisi Khusus, Agustus 2009 Simulasi Geometri Nanoserat Hasil Pemintalan Elektrik Sahrul Saehana (a), Mikrajuddin Abdullah, dan Khairurrijal (b) Kelompok

Lebih terperinci

Pembuatan Jaring Serat Komposit PET/TiO2 Menggunakan Teknik Ekstrusi Rotasi

Pembuatan Jaring Serat Komposit PET/TiO2 Menggunakan Teknik Ekstrusi Rotasi Jurnal Nanosains & Nanoteknologi ISSN 1979-0880 Edisi Khusus, Agustus 2009 Pembuatan Jaring Serat Komposit PET/TiO2 Menggunakan Teknik Ekstrusi Rotasi Ade Yeti Nuryantini (a), Mikrajuddin Abdullah, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Membran adalah sebuah penghalang selektif antara dua fase. Membran memiliki ketebalan yang berbeda- beda, ada yang tebal dan ada juga yang tipis. Ditinjau dari bahannya,

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Polyvinyl alcohol (PVA) merupakan salah satu polimer yang banyak digunakan di kalangan industri. Dengan sifatnya yang tidak beracun, mudah larut dalam air, biocompatible

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanopartikel magnetik adalah partikel yang bersifat magnetik, berukuran dalam kisaran 1 nm sampai 100 nm. Ukuran partikel dalam skala nanometer hingga mikrometer identik

Lebih terperinci

Pembuatan Fiber Dengan Menggunakan Teknik Ekstrusi Rotasi

Pembuatan Fiber Dengan Menggunakan Teknik Ekstrusi Rotasi Jurnal Nanosains & Nanoteknologi ISSN 1979-0880 Vol. 2 No.2, Juli 2009 Pembuatan Fiber Dengan Menggunakan Teknik Ekstrusi Rotasi Ade Yeti Nuryantini, Adi Bagus Suryamas, Mikrajuddin Abdullah, dan Khairurrijal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia teknologi berkembang tidak dapat terlepas dari Ilmu pengetahuan. Teknologi sendiri merupakan penerapan ilmu pengetahuan untuk menyediakan barang maupun jasa yang

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Riset nanoteknologi mengalami perkembangan yang pesat, baik di bidang material dan manufaktur, elektronik, energi (Lieber dan Wang, 2007), sains, dan pengobatan (Das

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi alternatif telah mendorong minat yang besar pada device dan material dengan skala nanometer beberapa tahun terakhir ini. Material berskala nano

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanoteknologi merupakan ilmu dan rekayasa dalam pembuatan material dan struktur fungsional maupun piranti dalam skala nanometer (Abdullah, et al., 2008). Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanoteknologi adalah ilmu dan rekayasa dalam menciptakan material, struktur fungsional, maupun piranti alam skala nanometer. Material berukuran nanometer memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri baterai merupakan salah satu sektor industri yang penting dan sangat strategis. Berbagai industri lain memanfaatkan baterai sebagai sumber tegangan. Industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Material yang diubah ke dalam skala nanometer tidak hanya meningkatkan sifat alaminya, tetapi juga memunculkan sifat baru (Wang et al., 2009). Nanofiber yang memiliki

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Saat ini nanomaterial seperti nanotubes, nanowires, nanofibers, dan nanobelts banyak mendapatkan perhatian karena nanomaterial tersebut dapat diaplikasikan di berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pada abad sekarang perkembangan teknologi semakin cepat berkembang. Kebutuhan manusia yang semakin meningkat dan beragam memacu para peneliti dari bidang akademik

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian 28 Bab III Metodologi Penelitian III.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terbagi dalam empat tahapan kerja, yaitu : Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan film tipis ZnO yang terdiri

Lebih terperinci

Disusun Oleh : ALIF NUR WIDODO

Disusun Oleh : ALIF NUR WIDODO PENGARUH KONSENTRASI ALOE VERA TERHADAP SIFAT TARIK MEMBRAN SERAT NANO POLIVINIL ALKOHOL (PVA)/ALOE VERA TUGAS AKHIR Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Strata-1 Pada Prodi Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang semakin maju dalam beberapa dekade ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang semakin maju dalam beberapa dekade ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang semakin maju dalam beberapa dekade ini mengalami peralihan dari teknologi mikro (microtechnology) ke generasi yang lebih kecil yang dikenal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN BAB I. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN BAB I. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanofiber merupakan fiber (serat) berukuran submikron hingga skala nanometer. Sebagai bidang riset yang baru, teknologi nanofiber memiliki potensi aplikasi sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang nano atau yang lebih dikenal dengan nanosains dan nanoteknologi, mengalami perkembangan yang sangat signifikan diberbagai bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Limbah dari berbagai industri mengandung zat pewarna berbahaya, yang harus dihilangkan untuk menjaga kualitas lingkungan. Limbah zat warna, timbul sebagai akibat langsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan sumber energi merupakan masalah yang harus segera diselesaikan oleh masing-masing negara termasuk Indonesia. Untuk itu perlu dikembangkan suatu teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan yang ekstensif pada bahan bakar fosil menyebabkan terjadinya emisi polutan-polutan berbahaya seperti SOx, NOx, CO, dan beberapa partikulat yang bisa mengancam

Lebih terperinci

F- 1. PENGARUH PENYISIPAN LOGAM Fe PADA LAPISAN TiO 2 TERHADAP PERFORMANSI SEL SURYA BERBASIS TITANIA

F- 1. PENGARUH PENYISIPAN LOGAM Fe PADA LAPISAN TiO 2 TERHADAP PERFORMANSI SEL SURYA BERBASIS TITANIA PENGARUH PENYISIPAN LOGAM Fe PADA LAPISAN TiO 2 TERHADAP PERFORMANSI SEL SURYA BERBASIS TITANIA Rita Prasetyowati, Sahrul Saehana, Mikrajuddin Abdullah (a), dan Khairurrijal Kelompok Keahlian Fisika Material

Lebih terperinci

Distribusi Celah Pita Energi Titania Kotor

Distribusi Celah Pita Energi Titania Kotor Jurnal Nanosains & Nanoteknologi ISSN 1979-0880 Edisi Khusus, Agustus 009 Distribusi Celah Pita Energi Titania Kotor Indah Nurmawarti, Mikrajuddin Abdullah (a), dan Khairurrijal Kelompok Keahlian Fisika

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Listrik merupakan kebutuhan esensial yang sangat dominan kegunaannya

BAB I PENDAHULUAN. Listrik merupakan kebutuhan esensial yang sangat dominan kegunaannya λ Panjang Gelombang 21 ω Kecepatan Angular 22 ns Indeks Bias Kaca 33 n Indeks Bias Lapisan Tipis 33 d Ketebalan Lapisan Tipis 33 α Koofisien Absorpsi 36 Frekuensi Cahaya 35 υ BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Alat Penelitian 1. Mesin electrospinning, berfungsi sebagai pembentuk serat nano.

BAB III METODE PENELITIAN Alat Penelitian 1. Mesin electrospinning, berfungsi sebagai pembentuk serat nano. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Bahan penelitian Bahan penelitian yang digunaka dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. PVA gohsenol (polyvinyl alcohol). 2. Aquades. 3. Nano emulsi kitosan ukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Graphene merupakan susunan atom-atom karbon monolayer dua dimensi yang membentuk struktur kristal heksagonal menyerupai sarang lebah. Graphene memiliki sifat

Lebih terperinci

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

16! 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Chitosan dan Larutan Chitosan-PVA Bahan dasar yang digunakan pada pembuatan film adalah chitosan. Menurut Khan et al. (2002), nilai derajat deasetilasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

Copyright all right reserved

Copyright  all right reserved Latihan Soal UN Paket C 2011 Program IP Mata Ujian : Fisika Jumlah Soal : 20 1. Pembacaan jangka sorong berikut ini (bukan dalam skala sesungguhnya) serta banyaknya angka penting adalah. 10 cm 11 () 10,22

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa dalam penerapan nanosains dan nanoteknologi di dunia industri. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa dalam penerapan nanosains dan nanoteknologi di dunia industri. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan sains dan teknologi pada bidang material dewasa ini sedang mengarah pada revolusi nanopartikel dimana dalam periode ini tejadi percepatan luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bidang material nanokomposit akhir-akhir ini mendapatkan perhatian yang serius dari para ilmuwan. Berbagai penelitian dengan sangat cermat terus menerus dilakukan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nanoparticle (Serpone, 2013), nanowire (Wang, 2003), nanotube (Monthioux, 2011), hingga

BAB I PENDAHULUAN. nanoparticle (Serpone, 2013), nanowire (Wang, 2003), nanotube (Monthioux, 2011), hingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan material nano di dunia memiliki potensi yang menjanjikan, dimulai dari nanoparticle (Serpone, 2013), nanowire (Wang, 2003), nanotube (Monthioux, 2011),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Serat alam dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, yaitu serat alam yang berasal dari tanaman dan hewan. Indonesia memiliki wilayah yang kondisi iklimnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi rekayasa zat dalam skala nano selalu menjadi daya tarik di kalangan peneliti. Hal ini dikarenakan nanoteknologi akan sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. perlakuan panas atau annealing pada lapisan sehingga terbentuk butiran-butiran

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. perlakuan panas atau annealing pada lapisan sehingga terbentuk butiran-butiran BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen dengan membuat lapisan tipis Au di atas substrat Si wafer, kemudian memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya baru

Lebih terperinci

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si SEMINAR TUGAS AKHIR Add Your Company Slogan STUDI AWAL FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) MENGGUNAKAN EKSTRAKSI BUNGA SEPATU SEBAGAI DYE SENSITIZERS DENGAN VARIASI LAMA ABSORPSI

Lebih terperinci

Tegangan Listrik dan Jarak Nozzle-Kolektor

Tegangan Listrik dan Jarak Nozzle-Kolektor Optimasi Parameter Pemintalan Elektrik Menggunakan Teknik Algoritma Genetika: Abstrak Tegangan Listrik dan Jarak Nozzle-Kolektor S. Saehana, F. Iskandar, M. Abdullah, dan 1 Khairurrijal Kelompok Keahlian

Lebih terperinci

PEMBUATAN KONDUKTOR TRANSPARAN THIN FILM SnO2 DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SPRAY PYROLYSIS

PEMBUATAN KONDUKTOR TRANSPARAN THIN FILM SnO2 DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SPRAY PYROLYSIS PEMBUATAN KONDUKTOR TRANSPARAN THIN FILM SnO2 DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK SPRAY PYROLYSIS Syuhada, Dwi Bayuwati, Sulaiman Pusat Penelitian Fisika-LIPI, Kawasan Puspiptek Serpong Tangerang 15314 e-mail: hadda212@yahoo.com

Lebih terperinci

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

BATERAI BATERAI ION LITHIUM BATERAI BATERAI ION LITHIUM SEPARATOR Membran polimer Lapisan mikropori PVDF/poli(dimetilsiloksan) (PDMS) KARAKTERISASI SIFAT SEPARATOR KOMPOSIT PVDF/POLI(DIMETILSILOKSAN) DENGAN METODE BLENDING DEVI EKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi adalah ilmu yang mempelajari, menciptakan dan merekayasa material berskala nanometer dimana terjadi sifat baru. Kata nanoteknologi berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

Deskripsi METODE UNTUK PENUMBUHAN MATERIAL CARBON NANOTUBES (CNT)

Deskripsi METODE UNTUK PENUMBUHAN MATERIAL CARBON NANOTUBES (CNT) 1 Deskripsi METODE UNTUK PENUMBUHAN MATERIAL CARBON NANOTUBES (CNT) Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan metode untuk penumbuhan material carbon nanotubes (CNT) di atas substrat silikon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nanopartikel logam merupakan material dengan ukuran yang sangat kecil yaitu berkisar antara 10 nm sampai 1 µm. Hal tersebut menyebabkan tingginya rasio luas permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi cahaya (foton) menjadi energi listrik tanpa proses yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. energi cahaya (foton) menjadi energi listrik tanpa proses yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sel surya merupakan suatu piranti elektronik yang mampu mengkonversi energi cahaya (foton) menjadi energi listrik tanpa proses yang menyebabkan dampak buruk terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Deskripsi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI yang beralamat di Jl. Dr. Setiabudi No.229 Bandung. Untuk

Lebih terperinci

Gambar 5.1 Hasil Mikroskop nanofiber PEO 5 wt%

Gambar 5.1 Hasil Mikroskop nanofiber PEO 5 wt% BAB V PEMBAHASAN Pada bab ini akan diuraikan hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan. Pada pembuatan nanofiber Poly(ethylene oxide)(peo)/tio 2, ada beberapa proses yang harus dilewati.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Perkembangan nanopartikel saat ini sangat pesat. Dalam beberapa puluh tahun terakhir berbagai negara di Eropa, Amerika, Australia dan sebagian Asia mengarahkan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SIFAT OPTIK LAPISAN TIPIS ZnO:Al PADA SUBSTRAT GELAS UNTUK JENDELA SEL SURYA

KARAKTERISASI SIFAT OPTIK LAPISAN TIPIS ZnO:Al PADA SUBSTRAT GELAS UNTUK JENDELA SEL SURYA GANENDRA, Vol. V, N0.2 ISSN 1410-6957 KARAKTERISASI SIFAT OPTIK LAPISAN TIPIS ZnO:Al PADA SUBSTRAT GELAS UNTUK JENDELA SEL SURYA Wirjoadi, Yunanto, Bambang Siswanto, Sri Sulamdari, Sudjatmoko Puslitbang

Lebih terperinci

FISIKA 2015 TIPE C. gambar. Ukuran setiap skala menyatakan 10 newton. horisontal dan y: arah vertikal) karena pengaruh gravitasi bumi (g = 10 m/s 2 )

FISIKA 2015 TIPE C. gambar. Ukuran setiap skala menyatakan 10 newton. horisontal dan y: arah vertikal) karena pengaruh gravitasi bumi (g = 10 m/s 2 ) No FISIKA 2015 TIPE C SOAL 1 Sebuah benda titik dipengaruhi empat vektor gaya yang setitik tangkap seperti pada gambar. Ukuran setiap skala menyatakan 10 newton. Besar resultan gayanya adalah. A. 60 N

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dibayar oleh umat manusia berupa pencemaran udara. Dewasa ini masalah lingkungan kerap

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih metode eksperimen. 3.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 33 Bab IV Hasil dan Pembahasan Pada bab ini dilaporkan hasil sintesis dan karakterisasi dari senyawa yang disintesis. Senyawa disintesis menggunakan metoda deposisi dalam larutan pada temperatur rendah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan eksperimental yang dilakukan di laboratorium Fisika Material, Jurusan pendidikan fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 - Juni 2011 di Laboratorium Biofisika dan Laboratorium Fisika Lanjut, Departemen Fisika IPB.

Lebih terperinci

Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell

Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell Uji Kekerasan Material dengan Metode Rockwell 1 Ika Wahyuni, 2 Ahmad Barkati Rojul, 3 Erlin Nasocha, 4 Nindia Fauzia Rosyi, 5 Nurul Khusnia, 6 Oktaviana Retna Ningsih Jurusan Fisika, Fakultas Sains dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Proses pembangunan disegala bidang selain membawa kemajuan terhadap kehidupan manusia, tetapi juga akan membawa dampak negative bagi lingkungan hidup. Industrialisasi

Lebih terperinci

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Getaran atom dalam zat padat dapat disebabkan oleh gelombang yang merambat pada Kristal. Ditinjau dari panjang gelombang yang digelombang yang digunakan dan dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang yang kaya akan radiasi matahari yang tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang yang kaya akan radiasi matahari yang tinggi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang yang kaya akan radiasi matahari yang tinggi, sudah seharusnya Indonesia memanfaatkannya sebagai energi listrik dengan menggunakan sel surya.

Lebih terperinci

III. PROSEDUR PERCOBAAN. XRD dilakukan di Laboratorium Pusat Survey Geologi, Bandung dan

III. PROSEDUR PERCOBAAN. XRD dilakukan di Laboratorium Pusat Survey Geologi, Bandung dan 29 III. PROSEDUR PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan Desember 2012, di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Lampung. Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI

BAB V ANALISIS HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI BAB V ANALISIS HASIL PERCOBAAN DAN DISKUSI Dari hasil percobaan dan uji sampel pada bab IV, yang pertama dilakukan adalah karakterisasi reaktor. Untuk mewakili salah satu parameter reaktor yaitu laju sintesis

Lebih terperinci

2014 PEMBUATAN BILAYER ANODE - ELEKTROLIT CSZ DENGAN METODE ELECTROPHORETIC DEPOSITION

2014 PEMBUATAN BILAYER ANODE - ELEKTROLIT CSZ DENGAN METODE ELECTROPHORETIC DEPOSITION BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan listrik dunia semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini tentu disebabkan pertumbuhan aktivitas manusia yang semakin padat dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan nanoteknologi telah mendapat perhatian besar dari para ilmuwan dan peneliti. Nanoteknologi secara umum dapat didefinisikan sebagai teknologi perancangan,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. Secara umum penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan: 1. Tahapan

Lebih terperinci

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dye-Sensitized Solar Cells (DSSC) Perkembangan sel surya atau photovoltaic menjadi penelitian yang dikembangkan pemanfaatannya sebagai salah satu penghasil energi. Salah satu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH ILMU MATERIAL UMUM THERMAL PROPERTIES

TUGAS MATA KULIAH ILMU MATERIAL UMUM THERMAL PROPERTIES TUGAS MATA KULIAH ILMU MATERIAL UMUM THERMAL PROPERTIES Nama Kelompok: 1. Diah Ayu Suci Kinasih (24040115130099) 2. Alfiyan Hernowo (24040115140114) Mata Kuliah Dosen Pengampu : Ilmu Material Umum : Dr.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kimia yang dibantu oleh cahaya dan katalis. Beberapa langkah-langkah fotokatalis

I. PENDAHULUAN. kimia yang dibantu oleh cahaya dan katalis. Beberapa langkah-langkah fotokatalis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah berkembang suatu mekanisme fotokatalis yang menerapkan pemanfaatan radiasi ultraviolet dan bahan semikonduktor sebagai fotokatalis, umumnya menggunakan bahan TiO2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ilmu rekayasa material menjadi suatu kajian yang sangat diminati akhir - akhir ini. Pemanfaatan material yang lebih dikembangkan saat ini adalah polimer. Polimer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksplorasi minyak bumi yang berlebihan dan kebutuhan akan energi menciptakan masalah baru bagi keberlangsungan bumi, terutama makhluk hidup yang bergantung padanya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lapisan tipis merupakan suatu lapisan dari bahan organik, anorganik, metal,

I. PENDAHULUAN. Lapisan tipis merupakan suatu lapisan dari bahan organik, anorganik, metal, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lapisan tipis merupakan suatu lapisan dari bahan organik, anorganik, metal, maupun campuran metal-organik yang dapat memiliki sifat-sifat sebagai konduktor, semikonduktor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oksida konduktif transparan atau transparent conductive oxide (TCO)

BAB I PENDAHULUAN. Oksida konduktif transparan atau transparent conductive oxide (TCO) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Oksida konduktif transparan atau transparent conductive oxide (TCO) adalah semikonduktor yang memiliki lebar celah pita energi antara 2,5 4,5 ev (Dengyuan, 2005).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi peradaban

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi peradaban BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi peradaban manusia di abad ini. Sehingga diperlukan suatu kemampuan menguasai teknologi tinggi agar bisa

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Riset bidang material skala nanometer sangat pesat dilakukan di seluruh dunia saat ini. Jika diamati, hasil akhir dari riset tersebut adalah mengubah teknologi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi terus mengalami perkembangan dengan semakin besar manfaat yang dapat dihasilkan seperti untuk kepentingan medis (pengembangan peralatan baru untuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat.

Gambar 4.1 Hasil Formulasi Nanopartikel Polimer PLGA Sebagai Pembawa Deksametason Natrium Fosfat. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organoleptis Nanopartikel Polimer PLGA Uji organoleptis dilakukan dengan mengamati warna, bau, dan bentuk nanopartikel PLGA pembawa deksametason natrium fosfat. Uji organoleptis

Lebih terperinci

(Fuel cell handbook 7, hal 1.2)

(Fuel cell handbook 7, hal 1.2) 15 hidrogen mengalir melewati katoda, dan memisahkannya menjadi hidrogen positif dan elektron bermuatan negatif. Proton melewati elektrolit (Platinum) menuju anoda tempat oksigen berada. Sementara itu,

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Kelompok Keilmuan (KK) Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA Institut Teknologi Bandung. Penelitian dimulai dari

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK NANOGENERATOR PIEZOELEKTRIK ZnO DOPING

KARAKTERISTIK NANOGENERATOR PIEZOELEKTRIK ZnO DOPING KARAKTERISTIK NANOGENERATOR PIEZOELEKTRIK ZnO DOPING Co3O4 Lukman Nulhakim Program Studi Teknik Mesin Politeknik Enjinering Indorama Email: lukman.mesin@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

MATERIAL FOSFOR KARBON NANODOT DAN SIFAT LUMINESCENCE

MATERIAL FOSFOR KARBON NANODOT DAN SIFAT LUMINESCENCE MATERIAL FOSFOR KARBON NANODOT DAN SIFAT LUMINESCENCE Ridwan Setiawan (1127030058) Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung Tahun 2014 Email: setiawan.ridwan@student.uinsgd.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini penggunaan material berbasis karbon sangat luas aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini penggunaan material berbasis karbon sangat luas aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini penggunaan material berbasis karbon sangat luas aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh beberapa aplikasi dalam bidang lingkungan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini dunia elektronika mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini dunia elektronika mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini dunia elektronika mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini terlihat dari banyaknya komponen semikonduktor yang digunakan disetiap kegiatan manusia.

Lebih terperinci

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN FISIKA SMA NEGERI 78 JAKARTA

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR MATA PELAJARAN FISIKA SMA NEGERI 78 JAKARTA DAN MATA PELAJARAN FISIKA SMA NEGERI 78 JAKARTA FISIKA 1 (3 sks) responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai bangsa dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat 28 BAB III METODE PENELITIAN 1.1 Metode yang Digunakan Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat SOFC.

Lebih terperinci

Kisi kisi Pedagogi dan Profesional Mapel Fisika SMA

Kisi kisi Pedagogi dan Profesional Mapel Fisika SMA Kisi kisi Pedagogi dan Fisika SMA Pedagogik 1. 1. Menguasai peserta didik dari aspek fisik,moral, spiritual, sosial, kultural,emosional, dan intelektual. 1.2 Mengidentifikasi potensi peserta didik dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanopatikel merupakan partikel mikroskopis yang memiliki ukuran dalam skala nanometer yaitu < 100 nm. Nanopartikel menjadi kajian yang sangat menarik, karena ketika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanopartikel saat ini menjadi perhatian para peneliti untuk pengembangan dalam

I. PENDAHULUAN. Nanopartikel saat ini menjadi perhatian para peneliti untuk pengembangan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nanopartikel saat ini menjadi perhatian para peneliti untuk pengembangan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahan material dalam skala nano yang dapat meningkatkan

Lebih terperinci

ARUS LISTRIK. Di dalam konduktor / penghantar terdapat elektron bebas (muatan negatif) yang bergerak dalam arah sembarang (random motion)

ARUS LISTRIK. Di dalam konduktor / penghantar terdapat elektron bebas (muatan negatif) yang bergerak dalam arah sembarang (random motion) ARUS LISTRIK Di dalam konduktor / penghantar terdapat elektron bebas (muatan negatif) yang bergerak dalam arah sembarang (random motion) Konduktor terisolasi Elektron-elektron tersebut tidak mempunyai

Lebih terperinci

PERANCANGAN PEMBANGKIT TEGANGAN TINGGI DIRECT CURRENT PADA SISTEM ELECTROSPINNING

PERANCANGAN PEMBANGKIT TEGANGAN TINGGI DIRECT CURRENT PADA SISTEM ELECTROSPINNING PERANCANGAN PEMBANGKIT TEGANGAN TINGGI DIRECT CURRENT PADA SISTEM ELECTROSPINNING Junaedi*, Donny Nurmayady** *Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir BATAN **Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir BATAN ABSTRAK PERANCANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Nanopartikel merupakan suatu partikel dengan ukuran nanometer, yaitu sekitar 1 100 nm (Hosokawa, dkk. 2007). Nanopartikel menjadi kajian yang sangat menarik, karena

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tiga jenis bahan pembuat gigi yang bersifat restorative yaitu gigi tiruan berbahan

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. tiga jenis bahan pembuat gigi yang bersifat restorative yaitu gigi tiruan berbahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, kesehatan mulut dan gigi telah mengalami peningkatan, namun prevalensi terjadinya kehilangan gigi tetap menjadi masalah klinis yang signifikan. Kehilangan

Lebih terperinci

SIMAK UI Fisika

SIMAK UI Fisika SIMAK UI 2016 - Fisika Soal Halaman 1 01. Fluida masuk melalui pipa berdiameter 20 mm yang memiliki cabang dua pipa berdiameter 10 mm dan 15 mm. Pipa 15 mm memiliki cabang lagi dua pipa berdiameter 8 mm.

Lebih terperinci