KONSEP ETIKA PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF BURHANUDDIN AL-ZARNUJI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KONSEP ETIKA PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF BURHANUDDIN AL-ZARNUJI"

Transkripsi

1 1 KONSEP ETIKA PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF BURHANUDDIN AL-ZARNUJI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Oleh : Eka Fitriah Anggraini PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG April, 2009

2 2 KONSEP ETIKA PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF BURHANUDDIN AL-ZARNUJI SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Malang untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Strata Satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Oleh : Eka Fitriah Anggraini PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG April, 2009

3 3 KONSEP ETIKA PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF BURHANUDDIN AL-ZARNUJI SKRIPSI Oleh : Eka Fitriah Anggraini Telah disetujui Pada Tanggal 31 Maret 2009 Oleh : Dosen Pembimbing Drs. H. Bakhruddin Fannani, MA. NIP Mengetahui, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Drs. Moh. Padil, M.Pd.I NIP

4 4 KONSEP ETIKA PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF BURHANUDDIN AL-ZARNUJI SKRIPSI Dipersiapkan dan disusun oleh Eka Fitriah Anggraini ( ) telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 13 April 2009 dengan nilai B+ dan telah dinyatakan diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada tanggal: 13 April Panitia Ujian Ketua Sidang, Sekretaris Sidang, Drs. H. Bakhruddin Fannani, MA. Drs. H. Asma un Sahlan, M. Ag. NIP NIP Pembimbing, Penguji Utama, Drs. H. Bakhruddin Fannani, MA. Dr. M. Zainuddin, MA. NIP NIP Mengesahkan, Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang Prof. Dr. H. M. Djunaidi Ghony NIP HALAMAN PERSEMBAHAN

5 5 Skripsi ini aku persembahkan untuk yang selalu hidup dalam jiwaku dan menemaniku dalam setiap hela nafas: Allah SWT dan Rasul-Nya Yang telah membuka hati dan fikiranku, memberiku kemudahan dan kelancaran. Terima Kasih Ya Rahman, Ya Rahim Ya Lathif, perjalanan ini memang sulit tapi dengan-mu tidak ada yang sulit dan tidak ada yang tidak mungkin. Alhamdulillah Ala Kulli Ni amik. Burhanuddin Al-Zarnuji yang karyanya telah memberiku inspirasi untuk melakukan pengkajian ini. Semoga dapat memberi manfaat padaku. Amin Dua insan yang ku cintai dan ku sayangi setelah Allah dan Rasul-Nya Ummy tercinta (Yasminah ) dan Abah Tersayang (Anisul Muttaqin ) yang tanpa kenal lelah memberikan kasih sayang, motivasi serta dukungan demi keberhasilan puterinya untuk mewujudkan cita-citanya dan mencapai ridha Allah. Semoga amal Abah, Ummy diterima dan menjadi ahli surga. Amin Ya Rabbal 'Alamin. Kholidatul Imaniyah, malaikat kecilku yang beranjak dewasa, yang selalu berdoa semoga kakak bahagia dan berhasil. Terima kasih atas semangat yang adik tularkan pada kakak. Semoga Allah menyiapkan masa depan yang indah buat Adik. Seluruh Masyayikh dan Pahlawan tanpa tanda jasaku (Guru- Guruku) di Ma had Tercinta Nurul Jadid Probolinggo dan Ma had Sunan Ampel Al-Ali serta Dosen-Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang terutama Dosen pembimbing Drs. H. Bakhruddin Fannani, MA, yang telah memberiku ilmu sebagai bekal dalam melakukan pengkajian ini. Sahabat-sahabat dekatku (Mbak Anis, Mbak Lilis, Mbak Chikma dan Ashief) yang telah membuat hari-hariku begitu indah, terima kasih atas jalinan persaudaran ini. Semoga kita bisa sama-sama memperoleh kebahagiaan. Dimanapun nantinya kita, ingatlah bahwa kita pernah satu. I LOVE U ALL. Teman-teman MAK Nurul Jadid angkatan 10 (Adz-DZikr dan Madhzab Community) Diamanapun kalian, terimakasih atas bantuan do a dan dukungan yang belum bisa kubalas, semoga Allah jadikan kita Ibad-Nya yang selalu bersyukur atas nikmat yang yang telah diberikan oleh-nya. Seluruh pencari dan pecinta ilmu, yang tak pernah lelah dalam belajar dan mengkaji. Semoga Allah mengangkat derajat kita dengan ilmu yang kita miliki.

6 6 MOTTO # #

7 7 Drs. H. Bakhruddin Fannani, MA. Dosen Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang NOTA DINAS PEMBIMBING Hal : Skripsi Eka Fitriah Anggraini Malang, 31 Maret 2009 Lamp. : 5 (Lima) Eksemplar Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah UIN Malang Di Malang Assalamu`alaikum Wr. Wb. Sesudah melakukan beberapa kali bimbingan, baik dari segi isi, bahasa maupun teknik penulisan, dan setelah membaca skripsi mahasiswa tersebut di bawah ini: Nama : Eka Fitriah Anggraini NIM : Jurusan : Pendidikan Agama Islam (PAI) Judul Skripsi : Konsep Etika Peserta Didik Dalam Perspektif Burhanuddin Al-Zarnuji Maka selaku Pembimbing, kami berpendapat bahwa skripsi tersebut sudah layak diajukan untuk diujikan. Demikian, mohon dimaklumi adanya. Wassalamu`alaikum Wr. Wb. Pembimbing, Drs. H. Bakhruddin Fannani, MA. NIP

8 8 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan, bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar rujukan. Malang, 31 Maret 2009 Eka Fitriah Anggraini

9 9 KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah yang telah memberikan pertolongan-nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Setelah itu, shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad sang Reformis, yang telah diutus untuk membawa risalah dan membebaskan umat Islam dari belenggu kebodohan. Selanjutnya, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam terselesaikannya skripsi ini, di antara mereka adalah: 1. Bapak Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, selaku rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. 2. Bapak Prof. Dr. H. M. Djunaidi Ghony, selaku dekan Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. 3. Bapak Drs. Moh. Padil M.Pd.I, selaku ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. 4. Bapak Drs. H. Bakhruddin Fannani, MA. selaku dosen pembimbing yang telah mencurahkan semua pikiran dan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan bagi penulisan skripsi ini. 5. Dr. H.Mudjab, selaku dosen wali akademik, terimakasih atas ketulusan hati dan kesabaran serta arahan-arahan yang telah diberikan selama proses perkuliahan di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. 6. Abah dan Ummy tercinta yang selalu memberikan dukungan moril maupun materiil selama mununtut ilmu dari awal hingga akhir. 7. Adikku yang tersayang yang selalu memberikan dukungan dan motivasi 8. Keluarga besar Nurul Ma rifah atas ketulusan do a sehingga penulis lancar dalam penyelesaian skripsi ini. 9. Semua guru-guruku, dosen-dosenku yang selama ini memberikan ilmunya padaku untuk kecerahan masa depanku. 10. Staf Perpustakaan, BAK, Bag. Keuangan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang telah mencurahkan tenaganya untuk memberikan pelayanan terbaik, sehingga penulis dapat menjalankan studi dengan lancar.

10 Seluruh Dewan Pengasuh, Murabbi, dan teman-teman Musyrif/ah Ma had Jami ah Sunan Ampel Al-Aly UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, atas segala do a dan semangat yang tak pernah henti. Terimakasih. 12. Teman Kamar (Mbak Fitro, Mbak Mudha, Icha, dan Dek Fida )yang selalu menenangkanku dikala sedihku, membuatku tertawa dikala kalutku, memberiku semangat di keterpurukanku. Terimakasih. Semoga Allah selalu kabulkan permintaan dan impian-impian kita. 13. Teman-Teman angkatan 10 (Iis dan Ifa) atas do a dan dukungannya, Kakak-kakak kelas MAK (Mbak Rohil, Mbak Izza, Mbak NQ, Mbak Fitri, Mbak Aisyah, Kak Idil, Kak Musthofa) atas bantuannya dan semangat yang telah diberikan dan adik-adik kelas MAK NJ (Farih, Fir, Rinta dan Linda) atas do anya. Moga Allah membalasnya dengan balasan yang sempurna. 14. Segenap sahabat/i dan semua pihak yang telah banyak memberikan dukungan. Semoga Allah membalas kebaikan mereka dengan sebaik-baik balasan, amin Sebagai manusia yang tak pernah luput dari kesalahan, penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi diri penulis dan pembaca. Amin Malang, 31 Maret 2009 Peneliti

11 11 DAFTAR ISI COVER... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv HALAMAN PERSEMBAHAN... v HALAMAN MOTTO... vi HALAMAN NOTA DINAS PEMBIMBING... vii HALAMAN PERNYATAAN... viii KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiii ABSTRAK... xiv BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Fokus Penelitian... 7 C. Tujuan Penelitian... 8 D. Manfaat Penelitian... 8 E. Penegasan Istilah... 9 F. Batasan Masalah G. Tinjauan Pustaka H. Desain Penulisan I. Sistematika Pembahasan BAB II: KAJIAN PUSTAKA A. Etika Pengertian Etika Aliran-aliran Etika Ruang Lingkup Etika Macam-Macam Etika Metode Etika B. Peserta Didik dalam Pendidikan Islam Pengertian Peserta Didik Etika Peserta Didik Hakikat Pendidikan Islam Tugas dan Fungsi Pendidikan Islam a. Tugas Pendidikan Islam b. Fungsi Pendidikan Islam Tujuan Pendidikan Islam BAB III: BIOGRAFI SYEKH BURHAN AL-ISLAM AL-ZARNUJI A. Riwayat Hidup dan Kepribadiannya.79

12 12 B. Situasi Pendidikan pada Zaman Al-Zarnuji...83 C. Sekilas Tentang Ta lim al-muta allim D. Latar Belakang Penulisan Ta lim al-muta allim BAB IV: HASIL PENELITIAN A. Paparan Tentang Isi Ta lim al-muta allim B. Etika Peserta Didik dalam Perspektif Burhanuddin al-zarnuji Etika Peserta Didik Terhadap Tuhan Etika Peserta Didik Terhadap Orang Tua Etika Peserta Didik Terhadap Guru Etika Peserta Didik Terhadap Teman Etika Peserta Didik Terhadap Kitab Etika Peserta Didik Terhadap Dirinya Etika Peserta Didik Ketika Belajar C. Relevansi Konsep Etika Peserta Didik Perspektif Burhanuddin al- Zarnuji dengan Konteks Pendidikan Masa Kini BAB V: PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran-saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

13 13 DAFTAR LAMPIRAN 1. Bukti Konsultasi 2. Kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum. 3. Biodata Peneliti.

14 14 ABSTRAK Anggraini, Eka Fitriah. Konsep Etika Peserta Didik Dalam Perspektif Burhanuddin Al-Zarnuji. Skripsi, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah, Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Drs. H. Bakhruddin Fannani, MA. Peserta didik merupakan salah satu komponen dari pendidikan. Peserta didik memiliki potensi-potensi yang mapan untuk dikembangkan. Adapun faktor yang dapat pengembangkan potensi diri peserta didik adalah dirinya sendiri dan faktor diluar dirinya yang meliputi orang tua, lingkungan dan pendidikan. Fakta pendidikan yang tergambar saat ini menunjukkan adanya keterpurukan moral yang dimiliki oleh peserta didik. Hal ini dapat pula disebabkan oleh faktor interen peserta didik atau faktor diluar dirinya. Kenyataan tersebut merupakan tugas besar yang harus diselesaikan oleh pendidikan Islam. Pendidikan Islam memiliki tugas untuk menciptakan peserta didik mengerti akan tujuan penciptaannya (Ibad) dan memahami tugasnya di bumi (Khalifah). Oleh karenanya pendidikan Islam seharusnya tidak hanya bersifat teoritik dan dogmatik, akan tetapi adanya pengenalan secara konseptual. Terutama hal-hal yang berkaitan dengan etika kehidupan yang harus dimiliki oleh peserta didik tersebut. Mengingat sangat urgennya peran pendidikan bagi terbentuknya tabiat seorang peserta didik. Maka menjadi keharusan kepada seluruh elemen yang memegang kuasa pada sebuah instansi pendidikan untuk melibatkan pendidikan akhlak atau etika, baik secara teori terlebih dalam praktik. Karena sesungguhnya tujuan pendidikan Islam, adalah mencetak insan kaamil yang memiliki kecerdasan kognitif dan memiliki ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Mengingat betapa penciptaan etika bukanlah hal yang kecil dan mudah tercapai, maka muncullah konsep etika peserta didik yang dituangkan dari pemikiran atau ide tentang hal-hal yang berkaitan dengan etika peserta didik yang diuangkapkan oleh banyak tokoh muslim, salah satunya adalah pengarang kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum, Burhanuddin al-zarnuji. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian library research, dengan sumber data primer Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum karya al-zarnuji. Sedangkan sumber data sekundernya adalah Pengantar Study Etika, karangan M. Yatim Abdullah, Filsafat Pendidikan Islam, karangan Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam karya Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Etika Pendidikan Islam, karangan KH. M. Hasyim Asy ari. Dan data-data lain yang berupa jurnal-jurnal, majalah dan data-data lain yang membicarakan tentang tema yang dituliskan dalam skripsi ini. Hasil penelitian ini diharapkan mampu menggugah kesadaran umat Islam akan kesesuaian pemikiran tokoh pendidikan Islam dan mengilhami munculnya penelitian yang lebih mendalam dan integral tentang etika peserta didik. Key word : Etika, Peserta Didik.

15 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama yang selalu memperhatikan semua urusan manusia, baik secara khusus maupun umum. Selalu mengontrolnya dengan memberi petunjuk dan mengevaluasi serta mengarahkan renik-renik kehidupannya, baik yang kecil maupun besar. Berperan serta mengatur permasalahanpermasalahan pribadi dengan penuh arahan dan perbaikan, sebagaimana halnya Islam memperhatikan urusan-urusan kemanusiaan secara global atas dasar persamaan. Meyakinkan manusia dalam hal ini bahwa masyarakat yang baik berasal dari individu yang baik dan bangsa yang maju adalah mereka yang mendasarkan kehidupannya pada kemajuan, peradaban dan keunggulan. Karena itu, sudah menjadi maklum apabila seorang anak (peserta didik) dalam agama Islam telah mendapatkan haknya dari pemeliharaan, perhatian dan pendidikan. Hal ini telah ditegaskan dalam firman Allah dalam surat Maryam: 12, bahwa pendidikan perlu dimulai sejak kecil. Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguhsungguh, dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanakkanak.

16 16 Ayat tersebut juga menjadi isyarat untuk memberikan pengajaran Al- Qur an dan hikmah (pemahaman dan kedalaman agama) terhadap anak-anak. 1 Kesadaran akan urgensi ilmu pengetahuan dan pendidikan di kalangan umat Islam tidak muncul secara spontan dan mendadak, namun kesadaran ini merupakan efek dari sebuah proses panjang yang dimulai pada masa awal Islam yaitu masa kerasulan Muhammad saw. 2 Dalam sejarah pendidikan kita mencatat, paling kurang ada lima tahap pertumbuhan dan perkembangan dalam bidang pendidikan Islam. Pertama, pendidikan pada masa Rasulullah saw. ( H), kedua, pendidikan pada masa Khulafaur Rasyidin ( M), ketiga, pendidikan pada masa Bani Umayyah di Damsyik ( M), keempat, pendidikan pada masa kekuasaan Abbasiyah di Baghdad ( M) dan kelima, pendidikan pada masa jatuhnya kekuasaan Khalifah di Baghdad (1250-sekarang). 3 Dari perkembangan pendidikan yang sudah berlangsung lama ini, sudah menciptakan generasi-generasi yang pada setiap masanya memiliki keunikan dan keberagaman pengetahuan. Pendidikan yang merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju taklif (kedewasaan), baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban sebagai seorang hamba 1 Muhammad Khair Fatimah, Etika Muslim Sehari-hari (Jakarta: Pustaka al-kautsar, 2002), hlm Aria Nuruliman, Pendidikan Indonesia, (http: diakses 6 Januari 2009) 3 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri Kajian Filsafat Pendididikan Islam (Jakarta: Raja Garfindo Persada, 2003), hlm. 105

17 17 abd (Q.S Al-Dzariyaat 51:56), Khaliq-nya (Q.S Al-Baqarah 02:30) dan pengemban amanah memakmurkan kehidupan di dunia(q.s Huud11:16). 4 Pendidikan yang dilandasi oleh kehendak untuk hidup bermakna (the will to meaning) menuju dambaan utama manusia untuk meraih kehidupan yang bermakna (the meaningfull life) dalam setiap keadaan, termasuk dalam penderitaan sekalipun, mempunyai tujuan akhir membentuk pribadi peserta didik (manusia) agar sesuai dengan fitrah keberadaannya. Hal ini meniscayakan adanya kebebasan gerak bagi setiap elemen dalam dunia pendidikan terutama peserta didik untuk mengembangkan diri dan potensi yang dimilikinya secara maksimal. Karena secara alami, manusia dikaruniai tiga nilai yang merupakan sumber makna hidup yang disebut; creative values (nilai-nilai kreatif), experiental values (nilai-nilai penghayatan), attitudinal values (nilai-nilai bersikap). Sungguhpun demikian, ketiga nilai tersebut baru akan menjadi sumber daya yang potensial bila diolah dan dikembangkan dengan tepat. Sumbersumber makna hidup tadi baru bisa menghasilkan individu dan masyarakat yang berkualitas bila dibarengi dengan pendidikan yang ideal, yaitu sebuah pendidikan yang mempertimbangkan faktor mentalitas, faktor spiritualitas dan tentunya faktor tingkat intelegensia. Ketiga faktor tadi jika dikonsep dengan baik maka akan menghasilkan apa yang disebut dengan kecerdasan intelektual atau IQ (Intelligent Quotient), kecerdasan emosi atau EQ (Emotional 4 Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis,(Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hlm

18 18 Quotient) dan kecerdasan spiritual atau dalam istilah modern disebut dengan SQ (Spiritual Quotient). Kecerdasan intelektual terlahir ketika seseorang mau berkreasi atau saat nilai-nilai kreatif dimanifestasikan dengan cara berkarya. Adapun kecerdasan emosi bisa ditemukan manakala seseorang mampu memanage kadar emosinya dengan seimbang atau ketika nilai-nilai penghayatan diterapkan dalam kehidupan yaitu dengan cara memahami kepribadian. Sementara itu, kecerdasan spiritual dapat terwujud ketika nilai-nilai bersikap diimplementasikan dengan cara menerima dan menyikapinya dengan bijak terhadap proses kehidupan bagaimanapun bentuknya. 5 Apabila ketiga konsep tersebut diabaikan, maka sesungguhnya pendidikan Islam belum dapat menuai hasil sempurna, atau bisa dikatakan belum sampai pada tujuannya, yaitu pembentukan manusia seutuhnya yang memiliki kecerdasan intelegensi, emosi dan spiritual. Dampak yang akan ditimbulkan nantinya adalah keruntuhan bangsa yang dihuni oleh generasi Islam yang hanya memiliki kesempurnaan dalam berfikir, tapi tidak dalam akhlak dan kekuatan spiritualnya. Dalam Al-Qur an surat al-tahrim: 06, Allah berfirman, Wahai orang-orang yang beriman, periharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. 6 5 Aria Nuruliman, op, cit., 6 Al-Qur an dan Trejemahannya, op.cit. hlm. 560.

19 19 Dari ayat ini sahabat Ali Radhiyallahu Anhu menafsirkan ayat tersebut dengan Ajarilah dan didiklah dirimu dan keluargamu akan kebaikan. Kebaikan disini di identikkan dengan pemberian kecerdasan spiritual kepada peserta didik. Dengan ini kemudian menjadi sesuatu yang wajib bagi para pendidik untuk tidak hanya mengajarkan materi-materi yang bersifat akademis semata, akan tetapi keharusan untuk mendidik dengan akhlaqul karimah, yang salah satunya dengan membiasakan hidup dengan penuh etika. 7 Melihat harapan pendidikan Islam yang begitu utuh tersebut, banyak sekali pakar-pakar pendidikan yang kemudian memiliki perhatian yang intens terhadap peserta didik, khususnya dalam hal etika. Salah satunya Burhanuddin al-zarnuji, dengan karya monumentalnya Ta lim al-muta alim Tariq al- Ta allum. Latar belakang Pemilihan al-zarnuji dalam penelitian ini sesungguhnya didasarkan pada kepiawaian al-zarnuji dalam menyampaikan konsep pendidikan yang ditawarkan dengan bahasa yang sangat aplikatif dan penuh etika. Disamping itu, melihat kondisi pendidikan kita saat ini, peserta didik tidak lagi memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, bahkan mereka tidak lagi dapat memanfaatkan ilmu yang telah dimilikinya, kondisi ini merupakan gambaran yang sama dengan yang terjadi pada masa Burhanuddin al-zarnuji. Selain karena fenomena tersebut, kehadiran kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum layaknya membuka pintu baru bagi pendidikan Islam. Kitab tersebut sudah menjadi kitab suci di instansi-instansi pendidikan Islam, 7 Muhammad Khair Fatimah. loc. cit.,

20 20 terutama dalam pesantren. Di dalamnya al-zarnuji memaparkan beberapa hal yang berkaitan dengan etika peserta didik serta konsekuensi jika etika tersebut ditinggalkan. Hal tersebut disikapi positif oleh para pemikir muslim dan Barat. Karyanya menjadi bahan referensi di berbagai penelitian, terlebih dalam dunia pendidikan. Sebut saja G. E. Von Grunebaum, salah satu ilmuan Barat yang kagum dengan pemikiran yang dituangkan oleh Burhanuddin al-zarnuji dalam kitabnya Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum. 8 Oleh sebab itu, menjadi sangat menarik jika konsep etika peserta didik yang ditawarkan oleh al-zarnuji kembali kita ungkap dalam penelitian ataupun penulisan-penulisan yang nantinya menjadi rujukan bagi kelangsungan pendidikan, terutama pendidikan Islam. Karena pemikiran yang berkembang kemudian adalah, jika dengan adanya etika dalam menuntut ilmu, maka akan terbentuk akhlak yang baik pada peserta didik, dan hal ini akan menumbuhkan generasi yang tidak hanya memiliki ilmu dan kecerdasan akademik saja, akan tetapi dengan adanya pembiasaan etika yang baik dalam menuntut ilmu maka akan tercipta internalisasi perbuatan baik yang nantinya dapat ditularkan pada kehidupan sehari-hari. Meminjam istilah yang dipakai oleh Ibnu Arabi dengan Insan Kamilnya. Dan Al-Ghazali dengan tazkiyah an-nafsnya. Maka dengan adanya etika peserta didik dalam menuntut ilmu, niscaya akan tercipta generasi baik yang akan membangun negara dengan baik pula. 8 Abuddin Nata. op.cit. hlm. 105.

21 21 Dengan latar belakang yang telah terpapar sebelumnya, maka merupakan suatu alasan yang mendasar apabila peneliti membahas permasalahan tersebut dalam penelitian yang berjudul: KONSEP ETIKA PESERTA DIDIK DALAM PERSPEKTIF SYEKH BURHANUDDIN AL-ZARNUJI dengan mencoba melakukan suatu analisis terhadap konsep pemikiran Syekh Burhanuddin al-zarnuji dengan karya monumentalnya Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum. Topik yang peneliti angkat di atas, bukanlah satu-satunya tulisan yang membincangkan tentang pemikiran syekh Burhanuddin al-islam al-zarnuji, akan tetapi telah banyak peneliti-peneliti lain yang juga meneliti kitab yang beliau tulis. Hanya saja sejauh peneliti ketahui, dari sekian banyak penelitian yang telah dilakukan belum secara penuh menuliskan tentang etika peserta didik yang diungkapkan oleh Syekh Burhanuddin al-islam al-zarnuji yang kemudian di selaraskan dengan fenomena pendidikan yang terjadi saat ini. Di samping itu peneliti menganggap kajian ini relevan dengan perkembangan pemikiran dan konsep pendidikan Islam pada masa sekarang, terutama pada institusi pendidikan Islam di Indonesia yang sangat merindukan dan membutuhkan sosok pelajar dan praktisi pendidikan yang pintar dan juga beretika. B. Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, maka fokus penelitian yang akan diteliti adalah:

22 22 1. Bagaimana konsep etika peserta didik dalam perspektif Syekh Burhanuddin al-zarnuji? 2. Bagaimana relevansi konsep etika peserta didik dalam perspektif Syekh Burhanuddin al-zarnuji dengan konteks pendidikan masa kini? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Memahami konsep etika peserta didik perspektif Syekh Burhanuddin al- Zarnuji. 2. Telaah kritis terhadap konsep etika peserta didik dalam pendidikan Islam menurut Syekh Burhanuddin al-zarnuji dan relevansinya dalam pendidikan Islam dewasa ini. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan peneliti dalam penelitian skripsi ini adalah: 1. Manfaat bagi peneliti: a. Mendapatkan data dan fakta yang sahih mengenai pokok-pokok konsep etika peserta didik menurut Syekh Burhanuddin al-zarnuji dalam Kitab monumentalnya Ta lim al-muta alim Tariq al- Ta allum, sehingga dapat menjawab permasalahan secara komprehensif terutama yang terkait dengan etika peserta didik. b. Menjadi pengetahuan baru yang akan memberikan manfaat bagi kehidupan peneliti kedepan, terlebih ketika peneliti terjun di dunia pendidikan.

23 23 2. Manfaat bagi lembaga: a. Menambah perbendaharaan referensi di perpustakaan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, terutama Fakultas Tarbiyah jurusan Pendidikan Agama Islam. b. Merupakan sumber referensi bagi Fakultas Tarbiyah, yang akan meneliti lebih lanjut mengenai konsep etika peserta didik perspektif Burhanuddin al-zarnuji. 3. Manfaat bagi Masyarakat: a. Memberikan masukan bagi para pakar di bidang pendidikan mengenai keunggulan dan originalitas konsep etika Burhanuddin al-zarnuji, yang nantinya diharapkan dapat ditransfer ke dalam dunia pendidikan Islam Indonesia pada umumnya dan Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang pada khususnya. b. Memberikan sumbangan bagi perkembangan khazanah ilmu pengetahuan terutama bagi kemajuan ilmu pendidikan, khususnya menyangkut konsep etika peserta didik dalam pendidikan Islam. E. Penegasan Istilah Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang arah penelitian skripsi ini, ada baiknya peneliti menjelaskan terlebih dahulu kata kunci yang terdapat dalam pembahasan ini, sekaligus penggunaan secara operasional. 1. Etika Etika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang segala kebaikan diseluruh aspek hidup manusia, mengenai gerak-gerik

24 24 pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan perasaan sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan. Etika ini tidak mempelajari atau membahas kebiasaan semata-mata yang berdasarkan tata adab, melainkan membahas tata sifat-sifat dasar, atau adat-istiadat yang terkait dengan baik dan buruk dalam tingkah laku manusia. Ahmad Amin menyatakan etika sebagai sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat Peserta Didik Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis. Peserta didik adalah orang yang berhak bercocok tanam dan memanfaatkan sawahnya (potensi). Peserta didik adalah orang yang selalu mencari informasi untuk mengambangkan potensi yang dimilikinya Perspektif Dalam kamus ilmiah populer perspektif berarti suatu peninjauan atau tinjauan terhadap suatu hal Burhanuddin Al-Zarnuji Nama lengkap Burhanuddin al-zarnuji adalah Syeikh Ibrahim bin Ismail al-zarnuji. Abuddin Nata dalam bukunya menyebutkan nama 9 Ahmad Amin, Etika (Ilmu akhlak), Terj. KH. Farid Ma ruf, judul asli al-akhlaq. Cet.3 (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), hlm Samsul Nizar, op.cit., hlm Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkoala, 1994), hlm. 592

25 25 lengkap al-zarnuji adalah Burhanuddin al-islam al-zarnuji. 12 Nama al- Zarnuji adalah penyandaran kepada negerinya yaitu Zarnuj (Zurnuj) salah satu daerah di Turki, Zurnuj termasuk dalam wilayah Ma Wara a al-nahar (Transoxinia). 13 Beliau adalah seorang ulama ahli fiqih yang bermadzhab Hanafi dan sangat berpegang teguh pada mazhabnya. Hal ini tampak jelas di dalam kitab karangannya yang berisikan dalil-dalil atau ucapan-ucapan ulama dikalangan Hanafi yakni kitab Ta lim al-muta allim Tariq al- Ta allum. F. Batasan Masalah Agar lebih jelas dan tidak terjadi kesalah pahaman dalam penelitian skripsi ini, maka peneliti perlu menjelaskan batasan pembahasannya. Dalam skripsi ini peneliti akan membahas mengenai etika peserta didik dalam perspektif Syekh Burhanuddin al-zarnuji. Sebelum jauh membicarakan masalah etika peserta didik, maka peneliti menguraikan tentang makna etika dan peserta didik,serta hakikat, tugas, fungsi, dan tujuan pendidikan yang diambil dari pemikiran beberapa tokoh pendidikan. Yang mana pada akhir penelitian ini akan diungkapkan pemikiran Syekh Burhanuddin al-zarnuji tentang etika peserta didik dan relevansinya dengan pendidikan masa kini. 12 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri Kajian Filsafat Pendididikan Islam, op. cit, hlm MN. Ary B, Uraian Terhadap Buku Ta lim Muta allim (http///

26 26 Dalam pembahasan nanti yang akan menjadi bahasan pokok adalah etika dan peserta didik yang diungkapkan oleh Syekh Burhanuddin al-zarnuji dalam kitabnya Ta lim al-muta llim Tariq al- Ta allum. G. Tinjauan Pustaka Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, peneliti penemukan ada beberapa peneliti yang sebelumnya telah memperbincangkan pemikiran Syekh Burhanuddin al-zarnuji dari kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum yang beliau karang. Kajian ini dimaksudkan untuk melengkapi kajian-kajian yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya yang telah banyak membahas tentang beberapa aspek pendidikan yang diangkat dari pendapat Syekh Burhanuddin al-zarnuji. Di alenia berikut ini akan dipaparkan beberapa kajian dan penelitian yang telah dilakukan sebelum peneliti melakukan penelitian ini. 1. RELEVANSI SISTEM PENDIDIKAN TRADISIONAL DI ERA KONTEMPORER (Study kritis Kitab Ta lim al-muta allim Tariq al- Ta allum karya Syekh al-zarnuji). 14 Skripsi ini dikarang oleh Istambul Arifin, pada tahun Dalam penelitian ini menjelaskan tentang sistem belajar dan pengajaran yang ditawarkan oleh Syekh al-zarnuji dan relevansinya dengan sistem pendidikan yang berjalan pada masa kontemporer. 14 Istambul Arifin, Relevansi Sistem Pendidikan Tradisional Di Era Kontemporer (Study kritis Kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum karya Syekh Al-Zarnuji, Skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN Malang, Hlm. xiii.

27 27 Penelitian ini dilakukan untuk menyikapi pengaplikasian konsep yang ditawarkan oleh al-zarnuji pada pendidikan masa kini dalam hubungan antara guru dan peserta didik yang dirasa tidak terlalu harmonis dalam pembelajaran, dikarenakan siswa harus merasa pasif dalam pembelajaran. Hal ini akan menyebabkan pendidikan mengalami ketidak berhasilan dalam mencetak manusia yang benar-benar memiliki kecerdasan yang utuh baik kognitif, psikomotik, dan afektik. 2. KONSEP PENDIDIKAN ISLAM DALAM PERSPEKTIF SYEKH AL-ZARNUJI (Study Kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum). 15 Penelitian yang ditulis oleh Unun Zumairoh Asr Himsyah pada tahun Penelitian ini mengungkap tentang Konsep Pendidikan menurut Al- Zarnuji secara umum, mulai dari konsep ilmu, peserta didik, pendidik hingga 13 pasal dalam kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum. Dalam penelitian tersebut, diungkapkan bahwa konsep pendidikan al- Zarnuji terdiri dari 13 pasal yang mana dalam penelitiannya dipengaruhi oleh kondisi budaya, politik, dan pendidikan yang berjalan pada masa Burhanuddin al-zarnuji hidup. Hasil penelitian yang disampaikan dalam skripsi ini merupakan salah satu revisi konsep pendidikan dari konsep al- Zarnuji dan merupakan salah satu dari permasalahan kebobrokan moral pelajar pada saat ini. 3. PEMIKIRAN PENDIDIKAN SYEKH AL-ZARNUJI (Study Tentang Kedudukan dan Hubungan antara Guru dan Peserta didik dalam Kitab 15 Unun Zamriroh Asr Himsyah, Konsep Pendidikan Islam Dalam Perspektif Syekh Al- Zarnuji (Study Kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum), Skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN Malang, 2006

28 28 Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum). 16 Penelitian ini ditulis oleh Suprihatin pada tahun Dalam penelitiannya dia mengungkap tentang hubungan dan kedudukan guru yang diungkap oleh Syekh al-zarnuji dalam kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum. Skripsi tersebut menyikapi tentang kedudukan guru yang diungkapkan oleh al-zarnuji dalam kitabnya. Di samping itu al-zarnuji memandang peserta didik itu hanya sebagai objek atau sasaran dalam pendidikan. Oleh karena itu, seorang peserta didik harus tunduk dan patuh terhadap semua hal yang dikehendak guru. Dari sederetan penelitian terdahulu yang telah terpapar sebelumnya. Belum ada penelitian yang secara a whole (menyeluruh) membahas tentang etika peserta didik. Oleh sebab itu, pada penelitian ini peneliti akan mengangkat judul konsep etika peserta didik dalam perspektif Burhanuddin al-zarnuji dan di relevansikan dengan pendidikan masa kini. Selain sebagai pelengkap dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penelitian ini juga bertujuan agar konsep yang disampaikan oleh al-zarnuji tentang etika peserta didik dapat tersampaikan secara menyeluruh dan dapat dijadikan bahan referensi bagi dunia pendidikan. 16 Suprihatin, Pemikiran Pendidikan Syekh Al-Zarnuji (Study Tentang Kedudukan dan Hubungan antara Guru dan Peserta didik dalam Kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum), Skripsi, Fakultas Tarbiyah UIN Malang, 2004.

29 29 H. Desain Penelitian 1. Metode dan Jenis Penelitian Metode adalah prosedur atau cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah merujuk pada metode yang dikembangkan oleh Jujun Suriasumantri 17 yaitu deskriptif analitis kritis. Menurut Suriasumantri, metode ini merupakan pengembangan dari metode deskriptif atau yang dikenal dengan sebutan deskriptif analitis, yang mendeskripsikan gagasan manusia tanpa suatu analisis yang bersifat kritis. Menurut Suriasumantri, metode ini kurang menonjolkan aspek kritis yang justru sangat penting dalam mengembangkan sintesis. Karena itu, menurut Jujun seharusnya yang lengkap adalah metode deskriptis analisis kritis atau disingkat menjadi analitis kritis. Metode analitis kritis bertujuan untuk mengkaji gagasan primer mengenai suatu ruang lingkup permasalahan yang diperkaya oleh gagasan sekunder yang relevan. Adapun fokus penelitian analitis kritis adalah mendeskripsikan, membahas dan mengkritik gagasan primer yang selanjutnya dikonfrontasikan dengan gagasan primer yang lain dalam upaya melakukan studi berupa perbandingan, hubungan dan pengembangan model 17 Jujun S. Sumantri, Penelitian Ilmiah, Kefilsafatan dan Keagamaan: Mencari Paradigma Bersama dalam Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tinjauan antar Disiplin Ilmu (Bandung: Nuansa bekerjasama dengan Pusjarlit Press,1998), hlm

30 30 Selain ini sebagai suatu analisis filosofis terhadap pemikiran seorang tokoh dalam waktu tertentu dimasa yang lampau, maka secara metodologis penelitian ini menggunakan pendekatan historis (historical research). Pendekatan tersebut mengingat salah satu jenis penelitian sejarah adalah penelitian biografis, yaitu penelitian terhadap kehidupan seorang tokoh dan pemikirannya dalam hubungannya dengan masyarakat, sifat-sifat, watak, pengaruh pemikiran, ide-ide serta corak pemikirannya. 18 Proses penelitian dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan digunakan dalam penelitian. Asumsi dan aturan berpikir tersebut selanjutnya diterapkan secara sistematis dalam pengumpulan dan pengolahan data untuk memberikan penjelasan dan argumentasi berupa pengumpulan dan penyusunan data, serta analisis dan penafsiran data tersebut untuk menjelaskan fenomena dengan aturan berpikir ilmiah yang diterapkan secara sistematis. Dalam penjelasannya lebih menekankan pada kekuatan analisis data pada sumber-sumber data yang ada. Sumber-sumber tersebut diperoleh dari berbagai buku-buku dan tulisan-tulisan lain dengan mengandalkan teori yang ada untuk diinterpretasikan secara jelas dan mendalam untuk menghasilkan tesis dan anti tesis Muhammad Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Galia Indonesia, 1988), hlm Soejono dan Abdurrahman. Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapannya ( Jakarta: Reneka Cipta, 1999). hlm. 25. penelitian kualitatif deskriptif secara khusus bertujuan untuk (1). Memecahkan masalah-masalah aktual yang dihadapi sekarang ini dan (2) mengumpulkan data atau informasi untuk disusun, dijelaskan dan dianalisis. Lihat S. Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan. (Jakarta: PT Asdi Mahasatya, 2000) cet. Ke-2. hal. 8.

31 31 Studi ini mendasarkan kepada studi pustaka (library research), di mana peneliti menggunakan penelitian deskriptif dengan lebih menekankan pada kekuatan analisis sumber-sumber dan data-data yang ada dengan mengandalkan teori-teori dan konsep-konsep yang ada untuk diintepretasikan dengan berdasarkan tulisan-tulisan yang mengarah kepada pembahasan 2. Sumber Data Sumber data berasal dari buku-buku, jurnal, dan karya ilmiah lain yang relevan dengan pembahasan yang tentunya merupakan komponen dasar. Dalam penelitian karya ilmiah ini, peneliti menggunakan personal document sebagai sumber data penelitian ini, yaitu dokumen pribadi yang berupa bahan-bahan tempat orang yang mengucapkan dengan kata-kata mereka sendiri. 20 Personal Document sebagai sumber dasar atau data primernya, dalam hal ini adalah buku-buku yang berkaitan dengan Konsep Etika Peserta Didik Dalam perspektif Burhanuddin Al-Zarnuji dalam Kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum dan relevansinya dalam Pendidikan Islam Modern serta sumber-sumber lain dalam penelitian ini. Sumber data tersebut dapat di bagi dalam: a. Sumber primer terdiri dari karya yang di tulis oleh Burhanuddin Al- Zarnuji dalam kitabnya Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum dan terjemahannya. 20 Arief Furqan. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), hlm

32 32 b. Sumber sekunder, mencakup publikasi ilmiah yang dan buku-buku lain yang diterbitkan oleh studi selain bidang yang dikaji yang membantu peneliti, yang berkaitan dengan konsep bidang yang dikaji. Diantaranya adalah: Pengantar Study Etika, karangan M. Yatim Abdullah, Filsafat Pendidikan Islam, karangan Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam karya Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir Etika Pendidikan Islam, karangan KH. M. Hasyim Asy ari. Dan data-data lain yang berupa jurnal-jurnal, majalah dan data-data lain yang membicarakan tentang tema yang dituliskan dalam skripsi ini. Data yang diperlukan dalam penelitian pustaka (library research) pada penelitian ini bersifat kualitatif tekstual dengan menggunakan pijakan terhadap statemen dan proporsi-proporsi ilmiah yang dikemukakan oleh Burhanuddin Al-Zarnuji dalam kitabnya Ta lim al-muta allim Tariq al- Ta allum dan para pakar pendidikan dan akhlaq yang erat kaitannya dengan pembahasan. 3. Teknik Pengumpulan Data Sebelum peneliti menjelaskan tehnik pengumpulan data dari penelitian ini, perlu diketahui bahwa penelitian ini bersifat kepustakaan (Library Research). Karena bersifat Library Research maka dalam pengumpulan data peneliti menggunakan tehnik dokumentasi, artinya data dikumpulkan dari dokumen-dokumen, baik yang berbentuk buku, jurnal, majalah, artikel maupun karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh peneliti, yakni tentang etika peserta didik dalam

33 33 pendidikan Islam perspektif Syekh Burhanuddin Al-Zarnuji dan relevansinya dengan pendidikan Islam masa kini. 4. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, setelah data terkumpul maka data tersebut dianalisis untuk mendapatkan kongklusi, bentuk-bentuk dalam teknik analisis data sebagai berikut: a. Metode Analisis Deskriptif Metode analisis deskriptif yaitu usaha untuk mengumpulkan dan menyusun suatu data, kemudian dilakukan analisis terhadap data tersebut. 21 Pendapat tersebut diatas diperkuat oleh Lexy J. Moloeng, Analisis Data deskriptif tersebut adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar bukan dalam bentuk angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif, selain itu semua yang dikumpulkan kemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. 22 Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. b. Content Analysis atau Analisis Isi Menurut Weber, Content Analisis adalah metodologi yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang shoheh dari sebuah dokumen. Menurut Hostli bahwa Content Analysis 21 Winarno Surachman, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, Teknik (Bandung: Tarsita, 1990) hlm Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002) Cet. Ke-16, hlm. 6.

34 34 adalah teknik apapun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha untuk menemukan karekteristik pesan, dan dilakukan secara objektif dan sistematis. 23 Noeng Muhajir mengatakan bahwa Content Analysis harus meliputi hal-hal berikut : objektif, sistematis, dan general. 24 Untuk mempermudah dalam penelitian ini, maka sangat diperlukan pendekatan-pendekatan, di antaranya: 1) Induksi Metode induktif adalah berangkat dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa khusus dan kongkrit, kemudian digeneralisasikan menjadi kesimpulan yang bersifat umum. 25 2) Deduksi Metode deduksi adalah metode yang berangkat dari pengetahuan yang bersifat umum itu hendak menilai sesuatu kejadian yang sifatnya khusus. 26 3) Komparasi Metode komparasi adalah meneliti faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki 23 Ibid, hal Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Surasin, 1996) edisi ke-iii, Cet. Ke-7. Hlm Sutrisno Hadi, Metode Research I, Afsed, Yogyakata, hlm Ibid. hlm.36

35 35 dan membandingkan satu faktor dengan yang lain, dan penyelidikan bersifat komparatif. 27 I. Sistematika Pembahasan Dalam membahas penelitian ini, peneliti akan menyusun dalam lima Bab, Bab I Pendahuluan, Bab II Kajian Pustaka, Bab III Biografi Syekh Burhanuddin al-zarnuji, Bab IV hasil penelitian dan Bab V Penutup. 1. Bab Pertama: Pendahuluan, yang berfungsi untuk mengantarkan secara metodologis penelitian ini, berisi latar belakang masalah, Fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, Penegasan Istilah, Batasan masalah, penelitian terdahulu, desain penelitian dan sistematika pembahasan. 2. Bab Kedua: Kajian Pustaka. Dalam kajian pustaka ini, peneliti akan menjelaskan definisi etika, ruang lingkup etika, objek etika, pokok bahasan, metode etika dan macam-macamnya, pengertian peserta didik, Adab dan Tugas Peserta didik, Hakikat Pendidikan Islam, Fungsi dan Tugas Pendidikan serta Tujuan Pendidikan. 3. Bab Ketiga: Biografi Syekh Burhanuddin al-zarnuji. Memaparkan biografi al-zarnuji, situasi pendidikan pada masanya, sekilas tentang kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum dan latar belakang penulisan kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum. 4. Bab Keempat: Hasil penelitian. Dalam bab ini, peneliti akan melakukan analisis lebih mendalam konsep etika peserta didik dalam 27 Winarno Surachmad, op.cit., hlm. 142

36 36 pendidikan Islam, diawali dengan pemaparan isi Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum secara penyeluruh kemudian pada sub bab selanjutnya adalah paparan tentang etika peserta didik yang diungkpakan oleh al- Zarnuji dalam kitabnya, disertai dengan kutipan-kutipan menggunakan bahasa yang digunakan al-zarnuji dalam kitabnya. Dalam bab IV ini juga akan diungkapkan relevansi konsep yang ditawarkan oleh al-zarnuji dengan pendidikan kekinian. 5. Bab Kelima: Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran.

37 37 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Etika 1. Pengertian Etika Menurut bahasa (etimologi) istilah etika berasal dari bahasa Yunani, yaitu ethos yang berarti adat istiadat (kebiasaan), perasaan batin, kecendrungan hati untuk melakukan perbuatan. Dalam kajian filsafat, etika merupakan bagian dari filsafat yang mencakup metafisika, kosmologi, psikologi, logika, hukum, sosiologi, ilmu sejarah, dan estetika. Etika juga mengajarkan tentang keluhuran budi baik-buruk. 28 Banyak istilah yang menyangkut etika, dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti, yaitu tempat yang biasa, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara pikir. Dalam bentuk jamak kata ta-etha artinya kebiasaan. Arti ini menjadi bentuk dalam penjelasan etika yang oleh Aristoteles sudah dipakai untuk menunjukkan istilah etika. Jadi, jika dibatasi asal-usul kata ini, etika berarti ilmu tentang apa yang bisa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Akan tetapi menelusuri arti etimologi ini saja belum menunjukkan arti yang mendalam. Etika termasuk ilmu pengetahuan tentang asas-asas tingkah laku yang berarti juga: hlm M. Yatimin Abdullah, Pengantar Study Etika, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006),

38 38 a. Ilmu tentang apa yang baik, apa yang buruk, tentang hak-hak dan kewajiban. b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan tingkah laku manusia. c. Nilai mengenai benar-salah, halal-haram, sah-batal, baik-buruk dan kebiasaan-kebiasaan yang dianut suatu golongan masyarakat. Etika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang segala kebaikan diseluruh aspek kehidupan manusia, mengenai gerakgerik pikiran dan rasa yang merupakan pertimbangan perasaan sampai mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan. Ilmu etika ini tidak mempelajari atau membahas kebiasaan sematamata yang berdasarkan tata adab, melainkan membahas tata sifat-sifat dasar, atau adat-istiadat yang terkait dengan baik dan buruk dalam tingkah laku manusia. Jadi, etika menggunakan refleksi dan metode pada tugas manusia untuk menemukan nilai-nilai itu sendiri ke dalam etika dan menerapkan pada situasi kehidupan konkret. 29 Secara terminologi para ahli berbeda pendapat mengenai definisi etika yang sesungguhnya. Masing-masing mempunyai pandangan sebagai berikut: a. Ahmad Amin mengartikan etika sebagai ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam 29 Ibid, hlm.5, Lihat Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, Pus Wilayah, 1996), hlm. 62.

39 39 perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat. 30 b. Soegarda Poerbakawatja mengartikan etika sebagai filsafat nilai, kesusilaan tentang baik dan buruk, berusaha mempelajari nilai-nilai dan merupakan pengetahuan tentang nilai-nilai itu sendiri. 31 c. Frans Magnis Susenuo mengartikan etika sebagai usaha manusia untuk memakai budi dan daya untuk memecahkan masalah bagaimana ia harus hidup apabila ia menjadi baik. 32 d. M. Amin Abdullah mengartikan etika sebagai ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk. Jadi, bisa dikatakan etika berfungsi sebagai teori perbuatan baik dan buruk (ethics atau ilm al-akhlakal alkarimah), praktiknya dapat dilakukan dalam disiplin filsafat. 33 Dalam salah satu artikel yang ditulis oleh Gumgum Gumilar, menyatakan bahwa Etika dan moral lebih kurang sama pengertiannya, tetapi dalam kegiatan sehari-hari terdapat perbedaan, yaitu moral atau moralitas untuk penilaian perbuatan yang dilakukan, sedangkan etika adalah untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang berlaku. Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu: a. Susila (Sansekerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). 30 Ahmad Amin, loc. Cit., 31 Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedi Pendidikan (Jakarta: Gunung Agung, 1979), hlm M. Sastra Praja, Kamus Istilah Pendidikan Umum (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), hlm M. Amin Abdullah, Filsafat Etika Islam (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 15.

40 40 b. Akhlak (Arab), berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak. 34 Meskipun pemakaian istilah etika sering disamakan dengan pengertian ilmu akhlak, namun apabila diteliti secara seksama, maka sebenarnya antara keduanya mempunyai segi-segi perbedaan dan persamaan. Persamaannya terletak pada objeknya, baik objek material maupun formal. Keduanya sama-sama membahas baik-buruk tingkah laku manusia. Sedangkan perbedaannya, etika menentukan baik-buruk tingkah laku manusia dengan tolok ukur akal pikiran, sedangkan ilmu akhlak menentukannya dengan tolak ukur ajaran agama (Al-Qur an dan Hadits). 35 Filusuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelaskan tentang pembahasan etika, sebagai berikut: a. Terminius Techicus Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau tindakan manusia. b. Manner dan Custom Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human nature) yang terikat dengan pengertian "baik dan buruk" suatu tingkah laku atau perbuatan manusia Gumgum Gumilar, Artikel, Etika Pergaulan, (http: Diakses 9 Februari 2009). 35 Huznithoyar, Etika Belajar Menurut al-zarnuji, (http: www. blogspot.com diakses tanggal 12 Februari 2009). 36 Gumgum Gumilar, Etika Pergaulan, op. cit.,

41 41 2. Aliran-Aliran Etika Sebelum membahas secara terperinci pokok-pokok bahasan etika secara luas, terlebih dahulu dapat dilihat pandangan tentang filsafat etika yang berkembang pada saat ini. Pada umumnya pendangan-pandangan mengenai perkembangan dunia etika dikelompokkan menjadi tiga golongan, yaitu: a. Etika Hedonisme, aliran ini ditemukan sekitar s.m, oleh Aristippos dari Kyrene salah satu murid Sokrates. Menurut aliran ini manusia menuruti kodratnya untuk mencari kesenangan dan berupaya menghindari ketidaksenangan. Etika menurut aliran ini mengarahkan kepada keperluan untuk menghasilkan sebanyak-banyaknya kesenangan bagi manusia. 37 b. Etika Eudemonisme, aliran ini berasal dari Yunani besar oleh Aristoteles sekitar tahun s.m. Dalam aliran ini menegaskan bahwa dalam setiap kegiatannya manusia mengejar suatu tujuan. Makna terakhir hidup manusia adalah kebahagiaan (eudaimonia), akan tetapi jika semua orang mudah menyepakati kebahagiaan sebagai tujuan akhir kehidupan manusia, dirasa belum memecahkan semua kesulitan, karena dengan kebahagiaan mereka mengerti banyak hal yang berbeda-beda. Ada sebagian orang yang berangkapan bahwa kekayaan adalah sebuah kebahagiaan, dan sebagian yang lain beranggapan bahwa kesenangan adalah sebuah kebahagiaan. Menurut 37 K. Bertens, Etika, (Jakarta: Penerbit PT Pustaka Utama, 2002) hlm

42 42 Aristoteles, semua hal itu tidak bisa diterima sebagai tujuan akhir. Aristoteles menambahkan bahwa seseorang akan mencapai tujuan akhirnya dengan menjalankan fungsinya secara baik. Orang yang bahagia menurut aliran ini adalah orang yang baik dalam arti moral selalu mengadakan pilihan-pilihan rasional yang tepat dalam perbuatan-perbuatan moralnya dan mencapai keunggulan dalam penalaran intelektual. 38 c. Etika Utilitaristik, sebuah aliran yang berasal dari tradisi pemikiran moral United Kingdom dan kemudian berpengaruh hingga keseluruh kawasan yang berbahasa Inggris. Dipelopori oleh Filsuf Skotlandia, David Hume ( M) menurut aliran ini, mengoreksi aliran sebelumnya dengan menambah bahwa kesenangan atau kebahagiaan dihasilkan oleh etika yang baik dan merupakan kebahagiaan bagi sebanyak mungkin orang. 39 d. Etika deontologis, yaitu etika yang memandang bahwa sumber bagi perbuatan etis adalah kewajiban. Baik buruknya sebuah perbuatan dilihat dari konsekuensi yang ditimbulkan ketika perbuatan tersebut dilaksanakan. 40 Selanjutnya pokok-pokok pembahasan etika diperjelas secara luas dengan mengemukakan pandangan-pandangan beberapa filosof etika, sebagai berikut: 38 Ibid, hlm Ibid, hlm Ibid, hlm. 254.

43 43 a. Teori etika yang bersifat fitri. Teori ini dikemukakan oleh ahli filasafat Yunani klasik, yaitu Sokrates. Selanjutnya dikemukakan oleh muridnya Plato. Teori ini menyatakan bahwa etika bersifat fitri. Yaitu, pengetahuan tentang baik dan buruk atau dorongan berbuat baik sesungguhnya telah ada pada sifat alami pembawaan manusia. b. Teori etika empiris klasik, Aristoteles ( SM) murid Plato, yang lebih dikenal sebagai ahli logika, tokoh peletak landasan prifatisme. Sang guru berpendapat bahwa etika merupakan suatu keterampilan semata dan tidak ada kaitannya sama sekali dangan alam idea platonik yang bersifat supranatural. Keterampilan tersebut didapat dari hasil latihan dan pengajaran. Artinya, seseorang harus berlatih dan belajar untuk berbuat baik, maka ia pun akan menjadi orang yang beretika baik. Penadapat Aristoteles ( SM) lebih dikenal dengan teori modorasi. Ia mengatakan bahwa etika baik sesungguhnya identik dengan memilih sesuatu yang bersifat tengah-tengah. Artinya, etika pada dasarnya perbuatan yang bersifat netral. Hakikatnya ketakutan tidaklah jelek, begitupun dengan keberanian. Keberanian goa adalah keberanian tidak mutlak. Demikian ketakutan tidak mutlak buruk, keduanya bisa disebut baik jika menempatkan posisinya. c. Teori etika modernisme. Awal pemikiran filosof modernisme ditandai dengan pemikiran Descartes pada pertengahan abad ke-15. Dalam permasalahan etika, corak pemikiran modernisme berbeda dari dua teori di atas, tetapi pada saat yang sama mereka justru mempunyai

44 44 suatu etika yang bersifat rasional, absolut, dan universal yakni bisa disepakati oleh sesama Muslim. d. Teori etika Emmanuel Kant. Pandangan Immanuel Kant mengenai etika tidak kalah menariknya. Menurutnya, etika bersifat fitri meskipun demikian sumbernya tidak bersifat rasional. Bahkan, ia bukanlah urusan nalar murni. Justru apabila manusia menggunakan nalarnya dan berusaha merumuskan etika, ia dengan sendirinya tidak akan sampai pada etika yang sesungguhnya. Di samping akan berselisih satu sama lain mengenai makna baik dan makna buruk, etika yang bersifat rasional bukan lagi etika melainkan bisa terjebak ke dalam perhitungan untung dan rugi. e. Teori Bertrand Russell. Berbeda dengan Emmanuel Kant, Bertrand Russell berpendapat bahwa perbuatan etika bersifat rasional. Artinya, justru karena rasional, ia melihat perlunya bertindak secara etis yang pada akhirnya pasti mendukung pencapaian intertis (kepentingan) sang pelaku. Baik intertis material maupun nonmaterial, dengan istilah lain nilai-nilai etis bersifat pragmatis dan utilitaristik. f. Teori etika posmodernisme. Secara umum etika posmodernisme dapat dicirikan dengan hilangnya kepercayaan terhadap narasi-narasi besar yang merincikan modernisme. Para tokoh posmodernisme berpendapat bahwa kebenaran bersifat relatif, terhadap waktu, tempat, dan budaya. Teori-teori yang memiliki keberlakuan terbatas bukan saja narasinarasi besar, bukan memiliki kebenaran yang bisa menyesatkan,

45 45 pemaksaan untuk menjelaskan berbagai fenomena secara indiskriminatif mengandung potensi menindas. Ada pemakasaan agar objek disesuaikan dengan teori termasuk di dalamnya tentang hukum, ekonomi, sejarah, ataupun etika. g. Filsafat etika Islam. Setelah membahas berbagai wacana etika, maka pada item ini merupakan pembahasan etika Islam. Perlu dipahami bahwa upaya perumusan etika di dalam sejarah Islam dilakukan oleh berbagai pemikiran dari berbagai cabang pemikiran termasuk di dalamnya ulama, hukum, para teolog, para mestikus, dan pada filosof. Islam berpihak para teori tentang etika yang bersifat fitri. 41 Artinya, semua manusia pada hakikatnya baik. Muslim maupun bukan, memiliki pengertian fitri yang baik dan buruk. Di sinilah titik temu dari filsafat Islam dengan berpegang teguh pada pandangan filsafat Yunani era Sokrates, Plato dan Emmanuel Kant dari masa modern. Tampaknya pemikir Islam dari berbagai pendekatan sama sepakatnya mengenai hal ini. Muslim pada umumnya percaya bahwa manusia mampu memperoleh pengertian tentang etika yang benar dari pemikiran rasional mereka. Etika Islam didasarkan pada keadilan, yakni menempatkan segala sesuatu pada posisinya. Di sini tampak 41 Al-Qur an mengatakan: Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sessungguhnya rugilaho orang yang mengotorinya (Q.S. Asy-Syams 8-10).

46 46 kesejalanan antara teori Aristoteles tentang moderasi (hadd alwasath) 42 tanpa merelatifkan etika itu sendiri. 43 Setelah melihat dari beberapa pemikiran aliran etika tersebut dapat terbaca bahwa Burhanuddin al-zarnuji mengikuti aliran filsafat yang menyatakan bahwa sesungguhnya manusia pada hakikatnya baik, dan dapat menyadari serta memilih perbuatan yang berdampak baik pada dirinya dan orang lain. Selain mendukung pemikiran yang dipelopori oleh Sokrates, Burhanuddin al-zarnuji menyetujui pendapat Aristoteles dengan empiris klasiknya. Aristoteles berpendapat bahwa etika merupakan suatu keterampilan semata dan tidak ada kaitannya sama sekali dangan alam idea platonik yang bersifat supranatural. Keterampilan tersebut didapat dari hasil latihan dan pengajaran. Hal ini terbaca sekali dalam penulisan kitabnya yang diutarakan dengan bahasa aplikatif dan sarat dengan latihan atau pembiasaan 44 yang tidak hanya timbul dari kesadaran pribadi, akan tetapi pengaruh dari luar dirinya. 3. Ruang Lingkup Etika Dalam bukunya M. Yatimin Abdullah menyatakan, etika menurutnya menyelidiki segala perbuatan manusia menetapkan hukum dan baik. Akan tetapi, tidaklah semua perbuatan itu dapat diberi hukum. 42 Sesuai dengan ajaran Nabi saw., bahwa urusan yang terbaik adalah pertengahan. 43 M. Yatimin Abdullah, Op. Cit. hlm Pembiasaan yang dimaksud adalah timbulnya perilaku manusia (peserta didik) yang tidak spontan, ada pengaruh atau stimulus dari luar dirinya yang membuat pribadi peserta didik menyadari bahwa hal yang dinyakini dihatinya (supranatural) adalah baik, dengan adanya pengenalan melalui media mengajaran dan latihan. Baik dilakukan oleh diri sendiri aaupun orang lain.

47 47 Perbuatan manusia ada yang timbul bukan karena kehendak, seperti bernapas, detak jantung, dan memicingkan mata dengan tiba-tiba waktu berpindah dari gelap ke cahaya. Hal tersebut bukan persoalan etika dan tidak dapat dihukumi etika. Etika menaruh perhatian pada prinsip pembenaran tentang keputusan yang telah ada. Etika tidak akan memberikan kepada manusia arah yang khusus atau pedoman yang tegas dan tetap tentang individu hidup dengan kebaikan. Etika menaruh perhatian pada pembicaraan mengenai prinsip pembenaran tentang keputusan yang telah ada. Ruang lingkup etika tidak memberikan arahan yang khusus atau pedoman yang tegas terhadap pokok-pokok bahasannya, tetapi secara umum ruang lingkup etika adalah sebagai berikut: a. Etika menyelidiki sejarah dalam berbagai aliran, lama dan baru tentang tingkah laku manusia. b. Etika membahas tentang cara-cara menghukum, menilai baik dan buruknya suatu pekerjaan c. Etika menyelidiki faktor-faktor penting yang mencetak, memengaruhi, dan mendorong lahirnya tingkah laku manusia, meliputi faktor manusia itu sendiri, fitrahnya (nalurinya), adat istiadatnya, lingkungannya, kehendak, cita-citanya, suara hatinya, motif yang mendorong berbuat dan masalah pendidikan etika d. Etika menerangkan mana yang baik dan mana pula yang buruk. Menurut ajaran Islam etika yang baik itu harus bersumber pada al-

48 48 Qur an dan Hadist Nabi Muhammad. Ini tidak dapat ditawar-tawar lagi, karena jika etika didasarkan pada pemikiran manusia (filsafat) hasilnya sebagian selalu bertentangan dengan fitrah manusia e. Etika mengajarkan cara-cara yang perlu ditempuh, juga untuk meningkatkan budi pekerti ke jenjang kemuliaan, misalnya dengan cara melatih diri untuk mencapai perbaikan bagi kesempurnaan pribadi. Latihan adalah cara yang sangat tepat untuk membiasakan manusia beretika luhur bukan hanya teori saja, tetapi benar-benar mengakar dalam hati sanubari setiap insan f. Etika menegaskan arti dan tujuan hidup yang sebenarnya, sehingga dapatlah manusia terangsang secara aktif mengerjakan kebaikan dan menjauhkan segala kelakuan yang buruk dan tercela Macam- Macam Etika Dalam membahas etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia disebut etis, jika manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara rohani dengan jasmaninya, dan antara sebagai makhluk berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai-nilai atau norma- 45 M. Yatimin Abdullah, op. cit, hlm.12

49 49 norma yang dikaitkan dengan etika. Terdapat dua macam etika sebagai berikut: 46 a. Etika Deskriptif Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis. b. Etika Normatif Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi Etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat. Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat diklasifikasikan menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut: 46 Gumgum Gumilar, op. cit.,

50 50 1) Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia. 2) Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan baik buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Definisi tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena adanya ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih bersifat sosiologik. 3) Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan dan merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif, direktif dan reflektif. 47 Di literatur lain disebutkan, etika hanya mengadakan kajian terhadap sistem nilai atau moralitas. Sehingga macam etika ditentukan oleh obyek kajian yang dilakukan. Burhanuddin Salam menyebutkan beberapa macam etika yang meliputi: a. Algedonsic Ethics (Etika yang memperbincangkan masalah kesenangan dan penderitaan). b. Business Ethics (Etika yang berlaku dalam perhubungan dagang). 47 Gumgum Gumilar, op, cit.,

51 51 c. Educational Ethics (Etika yang berlaku dalam perhubungan pendidikan). d. Hedonistic Ethics (Etika yang hanya mempersoalkan masalah kesenangan dengan cabang-cabangnya). e. Humanistic Ethics (Etika kemanusiaan, membicarakan norma-norma hubungan antara manusia atau antar bangsa). f. Idealistic Ethics (Etika yang membicarakan sejumlah teori-teori etika yang pada umumnya berdasarkan psikologi dan filsafat). g. Materialistic Ethics (Etika yang mempelajari segi-segi etik ditinjau dari segi yang materialistik, lawan dari etika yang idealistik). h. Epicuranism Ethics (Etika aliran epicurian, hampir sama ajarannya dengan aliran materialistik). i. Islamic Ethics, Cristian Ethics, Buddism Ethics dan sebagainya yang membicarakan tentang etika agama. j. Etika pendidikan Islam (Islamic educational ethics) adalah sub sistem dari etika pendidikan (educational ethics) dan etika Islam (Islamic ethics) Metode Etika a. Metode Pembinaan Etika Metode pembinaan etika berarti suatu kegiatan yang menyangkut pembinaan siswa, yang berhubungan dengan perkembangan kognitif, afektif dan psikomotorik siswa, yaitu supaya siswa berpengetahuan, 48 Burhanuddin Salam, Etika Individual : Pola Dasar Filsafat Moral, Rineka Cipta, Jakarta,2000, hal. 21.

52 52 cakap, berfikir kritis, sistematis, objektif, dan terampil dalam mengerjakan sesuatu. Ki Hajar Dewantara mengatakan, metode pembinaan etika ialah salah satu bagian dari proses pendidikan, yaitu dengan cara memberikan ilmu etika melalui pengetahuan dan kecakapan. Jadi, pembinaan etika merupakan suatu usaha dalam membina etika siswa sehingga tercipta kepribadian yang utama terhadap perkembangan jasmani dan rohani bagi siswa. Banyak metode yang dapat digunakan dalam metode pembinaan etika, diantaranya: 1) Metode Syariat (Doktrin) Seorang peserta didik yang daya berfikir dan penalarannya masih dalam perkembangan diperlukan adanya doktrin-doktrin yang membiasakan perilaku agar anak menjadi baik. Doktrin yang dimaksudkan adalah ajaran-ajaran agama yang sifatnya mengikat dan harus dilakukan oleh anak. Maka di sini sebenarnya diperlukan model atau contoh dari orang-orang yang ada di dekatnya. 2) Metode Dialog Anak dilahirkan dengan membawa berbagai macam potensi, termasuk potensi etika yang dibawanya dari ibu dan ayahnya. Potensi yang ada tersebut masih bersifat dasar, maka pengembangannya dapat dilakukan dengan cara berdialog untuk

53 53 menggugah dan menyadarkan berdasarkan potensi yang dimilikinya. 3) Metode Keteladanan Pada diri manusia terutama pada usia anak-anak dan remaja sifat menirunya sangat dominan. Di usia dewasa pun pengaruh keteladanan dalam diri seseorang masih dapat ditemukan. Sehingga Allah swt., mengutus Nabi Muhammad saw.,dengan tugas utama memperbaiki etika manusia. Metode utama yang dilakukan Nabi Muhammad saw., dalam berdakwah adalah dengan keteladanan. Dengan Metode inilah nabi mendapatkan keberhasilan dalam mengemban tugas mulianya. 49 b. Metode Kritik dalam Etika Franz Magnis Suseno dalam Etika Dasar menekankan bahwa etika pada hakekatnya mengamati realitas moral secara kritis. Etika tidak memberikan ajaran, melainkan memeriksa kebiasaankebiasaan, nilai-nilai, norma-norma dan pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika akan selalu menuntut setiap pemberlakuan sistem moral dengan pertanggungjawaban. Berbagai pandangan dalam metode etika, yang dituntut adalah sebuah pendekatan kritis. Pendekatan kritis ini akan menjadikan kajian-kajian tentang sistem nilai dan moralitas semakin progresif. Metode progresif ini pulalah yang selama ini dipakai dalam banyak kajian fisafat etika, 49 Ibid, hlm

54 54 yang juga oleh para filosuf terkemuka seperti sokrates dan Plato selalu dijadikan sebagai metode berfilsafat. 50 B. Peserta Didik dalam Pendidikan Islam 1. Pengertian Peserta Didik Di antara komponen terpenting dalam pendidikan Islam adalah peserta didik. Dalam perspektif pendidikan Islam, peserta didik merupakan subjek dan objek. Oleh karenanya, aktivitas kependidikan tidak akan terlaksana tanpa keterlibatan peserta didik di dalamnya. Pengertian yang utuh tentang konsep peserta didik merupakan salah satu faktor yang perlu diketahui dan dipahami oleh seluruh pihak, terutama pendidik yang terlibat langsung dalam proses pendidikan. Tanpa pemahaman yang utuh dan komprehensif terhadap peserta didik, sulit rasanya bagi pendidik untuk dapat menghantarkan peserta didiknya ke arah tujuan pendidikan yang diinginkan. Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Di sini, peserta didik merupakan makhluk Allah swt., yang memiliki fitrah jasmani maupun rohani yang belum mencapai taraf kematangan baik bentuk, ukuran, maupun perimbangan pada bagianbagian lainnya. Dari segi rohaniah, ia memiliki bakat, memiliki kehendak, perasaan, dan pikiran yang dinamis dan perlu dikembangkan Tabi in, Etika peserta didik Perspektif K.H. Hasyim Asy ary (Tela ah Kritis Ktab Adab Li a lim waa Muta lim), Skripsi, Fakultas Tarbiyah, hlm Lihat Anton Bakker, Metodemetode Filsafat, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984, hal Samsul Nizar, op. cit.,hlm. 47.

55 55 Abuddin Nata dalam bukunya menyatakan, dilihat dari kedudukannya peserta didik adalah makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan dan pertumbuhan menurut fitrahnya masing-masing. Mereka memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya. 52 Dalam pandangan yang lebih modern, peserta didik tidak hanya dianggap sebagai objek atau sasaran pendidikan sebagaimana disebutkan di atas, melainkan juga harus diperlakukan sebagai subjek pendidikan. Hal ini antara lain dilakukan dengan cara melibatkan mereka dalam memecahkan masalah proses belajar mengajar. 53 Dalam Bahasa Indonesia ada tiga sebutan untuk orang yang sedang menuntut ilmu atau peserta didik, yaitu dikenal dengan sebutan murid, anak didik dan peserta didik. Peralihan-peralihan sebutan ini, melihat dari buku Ahmad Tasir bahwa ada perbedaan prosentase yang dimiliki ketiganya. Disebut guru-murid jika pengajaran 100 % menjadi milik guru (teacher centred) dan 0 % dari murid. Sedangkan penyebutan guru-anak didik, maka 75 % pengajaran berpusat pada guru dan 25 % pada anak didik, dan penggunaan istilah peserta didik, maka prosentase pengajaran 50 % untuk guru dan 50 % untuk peserta didik 54 Sedangkan dalam bahasa Arab, dikenal tiga istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan pada peserta didik. Tiga istilah tersebut 52 Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997) hlm Ibid. hlm, Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan Manusia, Bandung: Rosdakarya Offset, 2006, H

56 56 adalah murid yang secara harfiah berarti orang yang menginginkan atau membutuhkan sesuatu; tilmidz (jamaknya) talamidz yang berarti peserta didik, dan thalib al-ilm yang menuntut ilmu, peserta didik, atau mahasiswa. 55 Ketiga istilah tersebut seluruhnya mengacu kepada seseorang yang tengah menempuh pendidikan. Perbedaanya hanya terletak pada penggunaannya. Pada sekolah yang tingkatannya rendah seperti Sekolah Dasar (SD) digunakan istilah murid dan al-tilmidz, sedangkan pada sekolah yang tingkatannya lebih tinggi seperti SLTP. SMA dan Perguruan Tinggi digunakan istilah thalib al-ilm. 56 Kata al-tilmidz tidak mempunyai akar kata dan berarti peserta didik. Kata ini digunakan untuk menunjuk kepada peserta didik yang belajar di madrasah. Istilah ini digunakan antara lain oleh ahmad tsalabi. Selanjutnya terdapat pula kata al-mudarris, berasal dari bahasa Arab, darrasa berarti orang yang mempeserta didiki sesuatu. Kata ini dekat dengan kata madrasah dan seharusnya digunakan untuk arti peserta didik pada suatu madrasah, namun dalam praktiknya tidak demikian. Istilah ini antara lain digunakan oleh Anwar al-juhdi. Ketiga kata tersebut (murid-al-tilmidz-dan al-mudarris) kelihatannya digunakan untuk menunjukan pada peserta didik tingkat dasar dan lanjutan. Karena semuanya itu menggambarkan sebagai orang yang baru belajar, belum memiliki wawasan dan masih amat bergantung kepada guru dan belum menggambarkan kemandirian. 55 Mahmud Yunus,Kamus Arab-Indonesia, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990) hlm. 79 dan Abuddin Nata, op. cit.,hlm

57 57 Istilah lain yang berkenan dengan peserta didik (peserta didik) adalah althalib kata ini berasal dari bahasa arab, thalaba, yathlubu, thalaban, thaliban yang berarti orang yang mencari sesuatu. Pengertian ini dapat dipahami karena seorang peserta didik adalah orang yang tengah mencari ilmu pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan pembentukan kepribadiannnya untuk bekal kehidupannya di masa depan agar berbahagia dunia dan akhirat. Sebagaimana yang diungkap sebelumnya, bahwa penggunaan istilah ini banyak digunakan untuk peserta didik di perguruan tinggi yang disebut mahasiswa. Penggunaan mahasiswa untuk perguruan tinggi dapat dimengerti karena seorang mahasiswa sudah memiliki bekal pengetahuan dasar yang ia peroleh dari tingkat pendidikan dasar dan lanjutan, terutama pengetahuan tentang membaca, menulis dan berhitung. Dengan bekal pengetahuan dasar ini, ia diharapkan memiliki bekal untuk mencari, menggali dan mendalami bidang kelimuan yang diminatinya dengan cara membaca, mengamati, memilih bahan-bahan bacaan, seperti buku, surat kabar, majalah, fenomena sosial melalui berbagai peralatan dan saran pendidikan lainnya, terutama bahan bacaan. Bahan bacaan tersebut setelah dibaca, ditelaah dan dianalisa kemudian dituangkan dalam berbagai karya ilmiah seperti artikel, makalah, skripsi, tesis, disertasi, laporan penelitian dan sebagainya. Dengan demikian dalam arti al-thalib seorang peserta didik lebih bersifat aktif, mandiri, kreatif dan tidak banyak bergantung kepada guru. Bahkan dalam beberapa hal ia dapat meringkas, mengkritik dan menambahkan

58 58 informasi yang disampaikan oleh guru atau yang lebih dikenal sebagai dosen atau supervisor. Dalam konteks ini seorang dosen harus bersikap demokratis, memberi kesempatan dan menciptakan suasana kelas yang bebas untuk mendorong mahasiswa memecahkan masalah yang mereka hadapi. Kesempatan belajar yang diciptakan dosen adalah agar merangsang para mahasiswa belajar, berpikir, melakukan penalaran yang memungkinkan para mahasiswa dan dosen tercipta hubungan sebagai mitra belajar. Minat dan pemahaman, timbal balik antara dosen dan mahasiswa ini akan memperkaya kurikulum dan kegiatan belajar mengajar pada kelas bersangkutan. Istilah thalib selanjutnya banyak digunakan oleh para ahli pendidikan Islam sejak zaman klasik sampai dengan zaman sekarang. Diantara yang menggunakan istilah al-thalib adalah imam Al-Ghazali Dalam hubungan ini ia mengatakan bahwa al-thalib adalah bukan kanak-kanak yang belum bisa berdiri sendiri, dan dapat mencari sesuatu, melainkan ditujukan kepada orang yang memiliki keahlian, berpengetahuan, mencari jalan dan mendahulukan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya. Bahwasanya ia adalah seseorang yang telah mencapai usia dewasa dan telah dapat bekerja dengan baik dengan menggunakan akal pikirannya. Ia adalah seorang yang sudah dapat dimintakan pertanggungjawabannya dalam melaksanakan kewajiban agama yang dibebankan kepadanya sebagai fardhu ain. Seorang al-thalib adalah manusia yang telah memiliki kesanggupan memilih jalan kehidupan, menentukan apa yang dinilainya baik dan tidak pula dibebankan kepadanya

59 59 untuk berusaha mendapatkan ilmu dan sungguh-sungguh dalam mencarinya, sebagaimana yang demikian itu dapat ia nilai sebagai yang buruk untuk ditinggalkan dan menyucikan dirinya. Pendapat al-ghazali tersebut sejalan dengan ibnu jama ah sebagaimana dikemukakan Dr. Abd al-amir Syams al-din yaitu bahwa yang dimaksud dengan al-thalib adalah orang yang telah mencapai tingkatan dalam kecerdasan, dapat berpikir dengan baik dan berusaha sejalan dengan kepribadian dan kecerdasannya dalam memilih jalan dalam mendapatkan ilmu dan upaya-upaya untuk mencapainya. Semua ini dihubungkan dengan upaya pada setiap sesuatu yang diatur kearah tercapainya tujuan dan keharusan, baik yang bersifat fisik, pemikiran, kehidupan, dan budi pekerti. Istilah lainnya yang berhubung dengan peserta didik adalah almuta allim. Kata ini berasal bahasa Arab allama, yuallimu, ta liman yang berarti orang yang mencari ilmu pengetahuan. Istilah ini termasuk yang paling banyak digunakan para ulama pendidikan dalam menjelaskan pengertian peserta didik, dibandingkan dengan istilah lainnya, salah satunya Burhanuddin al-zarnuji. Kemudian jika merujuk kepada Al-Qur an dan Al-Hadits dapat dijumpai tentang penggunaan kata al-muta allim untuk arti peserta didik atau orang yang menuntut ilmu pengetahuan. Dalam al-qur an misalnya dijumpai kata allama pada ayat 30 surat al-baqarah dan 5 ayat surat al-alaq. Kata allama ini serumpun dengan kata muta allim. Ayat-ayat tersebut misalnya:

60 60 Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat (QS. Al- Baqarah, 2; 31) 57 Pada ayat tersebut Allah swt., bertindak sebagai yang mengajar ( al- Mua llim) dan Nabi Adam berada dalam posisi sebagai yang belajar ( Muta allim). Terdapat juga dalam ayat berikut: Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. ( QS. Al-Alaq, 1-5) 58 Pada ayat tersebut lagi-lagi Allah swt., bertindak sebagai pengajar atau pemberi ilmu, sedangkan manusia berada pada posisi sebagai yang diberi peserta didik (al-mutaallim). Selanjutnya jika dibandingkan dengan istilah-istilah yang mengacu pada pengertian peserta didik sebagaimana yang disebutkan diatas, tampaklah bahwa penggunaan kata al-muta alim jauh lebih banyak digunakan dibandingkan kata peserta didik, tilmidz atau istilah lainnya. Hal ini dapat dipahami mengingat kata al-muta alim lebih bersifat universal, yaitu mencakup semua orang yang menuntut ilmu pada semua 57 Al-Quran dan Terjemahannya, (Semarang: Menara Kudus,2006), hlm Ibid, hlm. 597.

61 61 tingkatan, mulai dari tingkatan dasar sampai dengan tingkat perguruan tinggi. Dengan kata lain istilah al-muta alim mencakup istilah pengertian peserta didik, tilmidz, mudaris, thalib dan sebagainya. Sedangkan istilahistilah lainnya bersifat spesifik dan terbatas. 59 Berdasarkan pengertian di atas, maka peserta didik dapat dicirikan sebagai orang yang tengah memerlukan pengetahuan atau ilmu, bimbingan, dan pengarahan. 60 Dalam Kitab Ta lim al-muta allim Tariq al- Ta allum, Syekh Burhanuddin Al-Zarnuji menyebut peserta didik dengan sebutan muta allim sebagaimana dipaparkan sebelumnya. 61 Dalam pandangan Islam, hakikat ilmu berasal dari Allah swt., sedangkan proses memperolehnya dilakukan melalui belajar kepada guru. Karena ilmu berasal dari Allah swt., maka membawa konsekuensi perlunya seorang peserta didik mendekatkan diri kepada Allah swt., atau menghiasi diri dengan akhlak yang mulia yang disukai Allah swt., dan sedapat mungkin menjauhi perbuatan yang tidak disukai Allah swt.. Dalam hubungan ini muncullah aturan normatif tentang perlunya kesucian jiwa, yang menurut istilah yang di paparkan Al-Ghazali adalah tazkiyah an-nafs. Sebagai orang yang menuntut ilmu hal ini perlu dimiliki. Karena ia sedang mengharapkan ilmu yang merupakan anugerah Allah swt.. Hal ini dapat dipahami dari ucapan Imam Syafi i sebagai berikut: 59 Abuddin nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru Peserta didik PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, op. cit., hlm Burhan al-din al-zarnuji, Tanpa tahun, Ta lim al-muta aliim, cetakan Indonesia (Surabaya: Dar al-ilm).

62 62 Aku mengadukan masalahku kepada guruku bernama Waki, karena kesulitan dalam mendapatkan ilmu (sulit menghafal). Guruku itu menasehatiku agar menjauhi perbuatan maksiat. Ia lebih lanjut mengatakan bahwa ilmu itu cahaya, dan cahaya Allah swt., it tidak akan diberikan kepada orang yang berbuat maksiat. 62 Samsul Nizar menegaskan dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, ada beberapa diskripsi tentang hakikat peserta didik dan implikasinya terhadap pendidikan Islam, yaitu: a. Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa akan tetapi memiliki dunianya sendiri. Hal ini sangat penting untuk dipahami agar perlakuan terhadap mereka dalam proses kependidikan tidak disamakan dengan pendidikan orang dewasa, baik dalam aspek metode mengajar, materi yang akan diajarkan, sumber bahan yang digunakan, dan lain sebagainya. b. Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi priodesiasi perkembangan dan pertumbuhan. Pemahaman ini cukup perlu untuk diketahui agar aktifitas kependidikan Islam disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang umumnya dilalui oleh peserta didik. Hal ini sangat beralasan, karena kadar kemampuan peserta didik ditentukan oleh faktor usia dan periode perkembangan atau pertumbuhan potensi yang dimilikinya. c. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi. 62 Abuddin Nata, op. cit, hlm.

63 63 Di antara kebutuhan tersebut adalah kebutuhan biologis, kasih sayang, rasa aman, harga diri, realisasi diri, dan lain sebagainya. Kesemuanya itu perlu dipahami oleh pendidik agar tugas-tugas kependidikan dapat berjalan secara baik dan lancar. d. Peserta didik adalah makhluk Allah swt., yang memiliki perbedaan individual (differensiasi individual), baik yang disebabkan oleh faktor pembawaan maupun lingkungan di mana dia berada. Pemahaman tentang differensiasi individual peserta didik perlu untuk dipahami oleh seorang pendidik. Hal ini disebabkan karena menyangkut bagaimana pendekatan yang perlu dilakukan pendidik dalam menghadapi ragam sikap perbedaan tersebut dalam suasana yang dinamis, tanpa harus mengorbankan kepentingan salah satu pihak atau kelompok. e. Peserta didik merupakan resultan dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani. Unsur jasmani memiliki daya fisik yang menghendaki latihan dan pembiasaan yang dilakukan melalui proses pendidikan. Sementara unsur rohaniah memiliki dua daya, yaitu daya akal dan daya rasa. Untuk mempertajam daya akal, maka proses pendidikan hendaknya diarahkan untuk mengasah daya intelektualitasnya melalui ilmu-ilmu rasional. Adapun untuk mempertajam daya rasa dapat dilakukan melalui pendidikan akhlak dan Ibadah. f. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat dikembangkan dan berkembang secara dinamis. Di sini tugas

64 64 pendidik adalah membantu mengembangkan dan mengarahkan perkembangan tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan yang diinginkan, tanpa melepaskan kemanusiaanya; baik secara vertical maupun horizontal. Ibarat sebidang sawah, peserta didik adalah orang yang berhak bercocok tanam dan memanfaatkan sawahnya (potensi). Sementara pendidik (termasuk orang tua) hanya bertugas menyirami dan mengontrol tanaman agar tumbuh subur sebagaimana mestinya, sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku. 63 Peserta Didik sebagai subjek pendidikan Islam, sebagaimana diungkapkan Asma Hasan Fahmi, sekurang-kurangnya harus memperhatikan empat hal berikut: a. Seorang peserta didik harus membersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum melakukan proses belajar, karena belajar dalam Islam merupakan ibadah yang menuntut adanya kebersihan hati. b. Peserta didik harus menanamkan dalam dirinya bahwa tujuan menuntut ilmu adalah meraih keutamaan akhlak, mendekatkan diri kepada Allah swt., bukan untuk bermegah-megahan atau bahkan mencari kedudukan. c. Seorang peserta didik harus memiliki ketabahan dan kesabaran dalam mencari ilmu, dan bila perlu melakukan perjalanan merantau untuk mencari guru, atau apa yang disebut rihlah ilmiyyah. d. Seorang peserta didik wajib menghormati gurunya, dan berusaha 63 Samsul Nizar, op. cit, hlm

65 65 semaksimal mungkin meraih kerelaannya dengan berbagai macam cara yang terpuji Etika Peserta Didik Dalam beberapa literatur yang menuliskan tentang peserta didik, menyatakan etika peserta didik dengan istilah tugas dan kewajiban. Akan tetapi kebanyakan literatur yang peneliti baca, mengistilahkan tugas dan kewajiban peserta didik dengan etika belajar. Salah satu literatur yang menyebutkan etika peserta didik dengan sebutan tugas dan kewajiban adalah seperti yang diungkapkan oleh Asma Hasan Fahmi, yang dikutip oleh Samsul Nizar dalam bukunya filsafat pendidikan Islam pendekatan historis, teoritis dan praktis, mengungkapkan bahwa, di antara tugas dan kewajiban peserta didik yang perlu diperhatikan oleh peserta didik: a. Peserta didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu. Hal ini disebabkan karena belajar adalah ibadah dan tidak sah ibadah kecuali dengan hati yang bersih. b. Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk menghiasi ruh dengan berbagai sifat keutamaan. c. Memiliki kemauan yang kuat untuk mencari ilmu diberbagai tempat. d. Menghormati pendidiknya. e. Belajar secara sungguh-sungguh dan tabah. 65 Selanjutnya ditambahkan oleh Al-Abrasyi bahwa di antara tugas dan kewajiban peserta didik adalah: 64 Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam (Yogyakarta: Ar-Ruz, 2006) hlm Samsul Nizar, op. cit., hlm. 51

66 66 a. Sebelum belajar, hendaknya terlebih dahulu membersihkan hatinya dari segala sifat yang buruk. b. Niat belajar hendaknya ditujukan untuk mengisi jiwa dengan berbagai fadhilah. c. Tidak terlalu sering menukar guru, kecuali dengan pertimbangan yang matang. d. Tidak melakukan suatu aktivitas dalam belajar kecuali atas petunjuk dan izin pendidik. e. Memaafkan guru (pendidik) apabila mereka bersalah, terutama dalam menggunakan lidahya. f. Saling mengasihi dan menyayangi di antara sesamanya, sebagai wujud untuk memperkuat rasa persaudaraan. g. Bergaul dengan baik terhadap guru-gurunya. h. Senantiasa mengulang pelajaran dan menyusun jadwal belajar yang baik guna meningkatkan kedisiplinan belajarnya. i. Menghargai ilmu dan bertekad untuk terus menuntut ilmu sampai akhir hayat. 66 Kesemua hal di atas cukup penting untuk disadari oleh setiap peserta didik. Di samping yang telah terpapar diatas, dalam kitab adab al- Alim wa Al-Muta llim karya KH. Hasyim Asy ari yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, menambahkan bahwa selain memiliki etika yang 66 Samsul Nizar op. Cit,, hlm

67 67 terpapar oleh tokoh-tokoh sebelumnya, peserta didik setidaknya memiliki beberapa etika berikut: 67 a. Sebelum mengawali proses mencari ilmu, seorang peserta didik hendaknya membersihkan hati terlebih dahulu dari berbagai macam kotoran dan penyakit hati, seperti kebohongan, prasangka buruk, hasut (dengki) serta akhlak-akhlak atau akidah yang tidak terpuji. Yang demikian itu sangat dianjurkan demi menyiapkan diri peserta didik yang bersangkutan di dalam menerima, menghafal, serta memahami ilmu pengetahuan secara lebih baik dan mendalam. b. Membangun niat yang luhur. Yakni, mencari ilmu pengetahuan demi semata-mata mencari ridho Allah swt., serta bertekad mengamalkannya setelah ilmu itu diperoleh, mengembangkan syari at Islam, mencerahkan mata hati (batin), dan mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah swt. Oleh karena itu, dalam upaya mencari ilmu pengetahuan seorang peserta didik tidak sepantasnya menanamkan motivasi demi mencari kesenangan-kesenangan duniawi seperti pangkat atau jabatan, kekayaan, pengaruh, reputasi dan sebagainya. c. Menyegerakan diri dan tidak menunda-nunda waktu dalam mencari ilmu pengetahuan. Mengingat bahwa waktu (kesempatan) yang telah berlalu mustahil akan terulang kembali. Mengesampingkan segala aktivitas lain yang dapat mengurangi kesempurnaan dan kesungguhannya dalam mempelajari sebuah ilmu pengetahuan. 67 KH. M Hasyim Asy ari, Etika Pendidikan Islam, terj.,mohamad Kholil (Yogjakarta: Penebit Titian, 2007), hlm

68 68 d. Rela, sabar, dan menerima keterbatasan (keprihatinan) dalam masa-masa pencarian ilmu, baik yang menyangkut makanan, pakaian, dan sebagainya. Imam Syafi i mengungkapkan Tidaklah beruntung orang yang dalam mencari ilmu pengetahuan selalu mengedepankan kemuliaan dirinya dan hidup dalam keserba mewahan. Akan tetapi, orang yang beruntung dalam mencari ilmu pengetahuan adalah mereka yang senantiasa rela dan sabar dalam menjalankan kehinaan, kesusahan hidup, dan melayani kepada ulama (guru) e. Membagi dan memanfaatkan waktu serta tidak menyia-nyiakannya, karena setiap sisa waktu (yang terbuang sia-sia) akan menjadi tidak bernilai lagi. Mengetahui waktu-waktu yang terbaik (tepat) dalam melakukan berbagai aktifitas belajar. Dalam hal ini perlu diketahui bahwa waktu terbaik untuk menghafal pelajaran adalah saat sahur (menjelang shubuh). Sedangkan waktu terbaik untuk membahas pelajaran adalah pagi hari. Adapun siang hari merupakan saat yang sangat tepat untuk beraktifitas menulis. Kemudian untuk kegiatan muthola ah (mengkaji pelajaran) dan muzakarah (berdiskusi) akan sangat efektif jika dilakukan pada malam hari. Selain soal waktu, peserta didik juga perlu memperhatikan masalah tempat belajar. f. Tidak berlebihan (terlampau kenyang) dalam mengonsumsi makanan dan minuman. Karena, mengonsumsi makanan dan minuman terlalu banyak dapat menghalangi seseorang dari melakukan ibadah kepada Allah swt. Suatu syair menyatakan:

69 69 Sungguh kebanyakan penyakit yang biasa kita temui disebabkan oleh faktor makanan dan minuman. Di sisi lain, sedikit mengonsumsi makanan dan minuman juga dapat menjadikan hati seseorang terbebas dari aneka macam penyakit hati. g. Bersikap wara (waspada) dan berhati-hati dalam setiap tindakan. Seseorang yang sedang mencari ilmu pengetahuan sangat dianjurkan selalu berusaha memperoleh segala sesuatunya dengan cara yang halal, baik menyangkut makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya. Sungguh, yang demikian itu perlu untuk diperhatikan demi menjaga cahaya hati agar senantiasa cemerlang dalam menerima ilmu pengetahuan dan kemanfaatannya. Di samping itu, seorang peserta didik juga hendaknya mengambil rukhshah (kemudahan-kemudahan hukum yang diberikan Allah swt.,) dalam segala hal yang memang telah diperkenankan oleh Allah swt., melaksanakan rukhshah tersebut. Karena sesungguhnya Allah swt., sangat senang apabila rukhshah-nya dilaksanakan oleh hamba-nya sebagaimana ia melaksanakan azimah (perintah-perintah)-nya. h. Tidak mengonsumsi jenis-jenis makanan yang dapat menyebabkan akal (kecerdasan) seseorang menjadi tumpul (bodoh) serta melemahkan kekuatan organ-organ tubuh (panca indera). Jenis-jenis makanan tersebut di antaranya adalah: buah apel yang rasanya kecut (asam), aneka kacangkacangan, air cuka, dan sebagainya.

70 70 i. Tidak terlalu lama tidur yakni selama itu membawa dampak negatif bagi kesehatan jasmani maupun rohaninya. Idealnya, dalam sehari semalam seorang peserta didik tidur tidak lebih dari 8 jam. Namun demikian, apabila memungkinkan dan kiranya tidak terlalu memberatkan, tidur kurang dari 8 jam dalam sehari semalam itu akan jauh lebih baik baginya. j. Menjauhkan diri dari pergaulan yang tidak baik. Lebih-lebih dengan lawan jenis. Efek negatif dari pergaulan semacam itu adalah, banyaknya waktu yang terbuang sia-sia serta hilangnya rasa keagamaan seseorang yang diakibatkan seringnya bergaul dengan orang-orang yang bukan ahli agama. Oleh karenanya, apabila seorang peserta didik ingin bergaul (berinteraksi) dengan orang lain, hendaknya ia memilih orang-orang yang shohih, taat agama, bertaqwa kepada Allah swt., wara, bersih, memiliki banyak kebaikan, mempunyai reputasi (harga diri) yang baik, tidak suka memusuhi orang lain, serta mau menasehati dan menolong orang lain. Selanjutnya, dalam hubungan dengan akhlak seorang peserta didik khusunya dengan penghormatan terhadap guru, dijelaskan lebih lanjut oleh Ali bin Abi Thalib sebagai berikut: Sebagian dari hak guru itu janganlah seorang peserta didik banyak bertanya kepadanya, dan jangan pula memaksanya agar menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan kepadanya. Selain itu seorang peserta didik jangan pula banyak meminta sesuatu pada saat guru sedang letih, jangan menarik

71 71 kainnya jika ia sedang bergerak, jangan membuka rahasianya, jangan mencela orang di depannya, jangan membuat ia jatuh atau terhina di depan orang lain, dan kalau guru itu bersalah sebaiknya segera dimaafkan. Seorang peserta didik wajib menghormati atau memuliyakannya, selama guru itu tidak melanggar perintah Allah swt., atau melalaikannya. Selanjutnya seorang peserta didik jangan pula duduk di depan guru, dan jika ia membutuhkan sesuatu maka segeralah berlomba-lomba untuk membantunya. 68 Sejalan dengan itu, al-abadari, sebagaimana dikutip Asma Hasan Fahmi, mengatakan agar seorang peserta didik tidak mengganggu gurunya dengan cara memperbanyak pertanyaan, terutama pada saat gurunya itu sedang dalam keadaan letih, dan jangan pula berlari-lari di belakang guru yang sedang berjalan. 69 Penghormatan peserta didik terhadap guru dijelaskan pula oleh al- Ghazali. Menurutnya seorang peserta didik hendaknya mendahului mengucapkan salam kepada gurunya dan jangan banyak berkata-kata di depanya, dan jangan pula menyampaikan pendapat orang lain di hadapan gurunya, dengan maksud mengadu domba antara gurunya dengan orang lain. Selanjutnya etika peserta didik itu dijelaskan oleh Thasyi Kubra Zadah, seorang peserta didik tidak boleh menilai rendah sedikitpun terhadap pengetahuan-pengetahuan yang tidak diketahuinya. Sebaliknya, ia harus 68 Abuddin Nata, op. cit, hlm., Lihat Al-Namiri Al-Qurthubi, Jami al Bayan al-ilm wa Fadlihi, Juz I, Hlm Abuddin Nata, loc. Cit, Lihat Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam (terjemahan Ibrahim Husen dari Mabadi al-tarbiyah al-islamiyah,) Jakarta: Bulan Bintang, 1974, cet ke-1, Hlm. 175.

72 72 menganggap bahwa ilmu yang tidak dikuasainya itu sama manfaatnya dengan ilmu yang dikuasainya. Lebih lanjut Zadah mengatakan, seharusnya peserta didik tidak mengikuti teman-temannya yang bodoh yang suka ilmuilmu yang tidak dikuasainya, seperti filsafat. Selain itu ia harus pula bertekad untuk belajar sampai akhir hayatnya, mau merantau ke negerinegeri jauh untuk mencari ilmu. Dengan cara demikian, ilmu yang dimilikinya akan berkembang dan ia akan memiliki wawasan yang luas serta tidak berpandangan sempit atau menganggap benar terhadap ilmu yang dimilikinya saja. Selain itu terdapat pula pendapat Athiyah al-abrasy yang mengungkapkan beberapa hal penting sebagaimana disebutkan di atas, juga menambahkan hal-hal sebagai berikut: Pertama, seorang peserta didik hendaknya tekun belajar bergadang (bangun) di waktu malam. Kedua, ia harus saling menyanyangi dengan sesama temannya, sehingga merupakan satu persaudaraan yang kokoh. Ketiga, seorang peserta didik harus tekun belajar, mengulangi pelajaran di waktu senja dan menjelang subuh. Waktu di antara isya dan sahur adalah waktu yang penuh berkah. 70 Sejalan dengan beberapa pendapat di atas, Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, menambahkan tentang kode etik seorang peserta didik yang beliau sadur dari pendapat al-ghozali dan dikutip oleh Fathiyah Hasan Sulaiman dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam menyebutkan, seorang 70 Al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam,(terjemahan Bustami A. Ghani dan Djohar Bahry dari Al-Tarbiyah al-islamiyah, 1974), cet ke-2, hlm. 141.

73 73 peserta didik setidaknya memiliki beberapa kode etik dan sifat-sifat yang baik, di antara kode etik tersebut adalah: a. Belajar dengan niat ibadah dalam rangka taqarrub kepada Allah swt., sehingga dalam kehidupan sehari-hari peserta didik dituntut untuk menyucikan jiwanya dan akhlak yang rendah dan watak yang tercela (takhalli) dan mengisi dengan akhlak yang terpuji (tahalli) sesuai dengan firman Allah swt., dalam Q.S Al-An am: 162, dan Al-Dzariyat: 56. b. Mengurangi kecendrungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrowi (Q.S Adh-Dhuha: 4). Dan Sesungguhnya hari Kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang (permulaan). 71 Artinya, belajar tak semata-mata untuk mendapatkan pekerjaan, tapi juga belajar ingin berjihad melawan kebodohan demi mencapai derajat kemanusiaan yang tinggi, baik di hadapan manusia terlebih di hadapan Allah swt. c. Bersikap Tawadhu (rendah hati) dengan cara meninggalkan kepentingan pribadinya untuk kepentingan pendidiknya. Sekalipun ia cerdas, tetapi ia bijak dalam menggunakan kecerdasan itu pada pendidiknya, termasuk juga bijak kepada teman-temannya yang IQ-nya lebih rendah dari padanya. 71 Ibid, hlm. 596.

74 74 d. Menjaga pikiran dan pertentangan yang timbul dari berbagai aliran, sehingga ia terfokus dan dapat memperoleh satu kompetensi yang utuh dan mendalam dalam belajar. e. Mempelajari ilmu-ilmu yang terpuji (mahmudah), baik untuk ukhrowi maupun untuk duniawi, serta meninggalkan ilmu-ilmu yang terscela (madzmumah). Ilmu terpuji dapat mendekatkan diri kepada Allah swt., sementara ilmu tercela akan menjauhkan dirinya dari Allah swt., dan mendatangkan permusuhan antar sesamanya. f. Belajar dengan bertahap atau berjenjang dengan memulai pelajaran yang mudah (konkret) kepada pelajaran yang sukar (abstrak) atau dari ilmu yang fardlu ain menuju ilmu yang fardlu kifayah (Q.S. al-insyiqaq: 19). Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). 72 g. Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga peserta didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara mendalam. Dalam konteks ini, spesialisasi jurusan diperlukan agar peserta didik memiliki keahlian dan kompetensi khusus (Q.S. al- Insyirah: 7). h. Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu pengetahuan yang dipelajari, sehingga mendatangkan objektivitas dalam memandang suatu masalah. i. Memprioritaskan ilmu diniyah yang terkait dengan kewajiban sebagai makhluk Allah swt., sebelum memasuki ilmu duniawi 72 Ibid,hlm.596.

75 75 j. Mengenal nilai-nilai pragmatis sebagai suatu ilmu pengetahuan, yaitu ilmu yang bermanfaat dapat membahagiakan, menyejahterakan, serta memberi keselamatan hidup dunia akhirat k. Peserta didik harus tunduk pada nasihat pendidik sebagaimana tunduknya orang sakit terhadap dokternya, mengikuti segala prosedur dan metode madzab yang dianjurkan oleh pendidik-pendidik pada umumnya (selama tidak bertentangan dengan syari at yang diperintahkan oleh Allah), serta diperkenankan bagi peserta didik untuk mengikuti kesenian yang baik. 73 Lebih lanjut menurut Ibnu Jama ah yang dikutip oleh Abd al-amir Syams al-din, etika peserta didik terbagi atas tiga macam, yaitu: (1) terkait dengan diri sendiri, meliputi membersihkan hati, memperbaiki niat atau motivasi, memiliki cita-cita dan usaha yang kuat untuk sukses, zuhud (tidak materialis), dan penuh kesederhanaan; (2) terkait dengan pendidik, meliputi patuh dan tunduk secara utuh, memuliakan, dan menghormatinya, senantiasa melayani kebutuhan pendidik dan menerima segala hinaan atau hukuman darinya; (3) terkait dengan pelajaran, meliputi berpegang teguh secara utuh pada pendapat pendidik, senantiasa mempelajarinya tanpa henti, mempraktekkan apa yang dipelajari dan bertahap dalam menempuh suatu ilmu Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hlm , lihat fathiyah Hasan Sulaiman, al-madzhab al-tarbawi inda al- Ghazali, (Cairo, Maktabah Misriyah, 1964), hlm Ibid, hlm. 115, lihat Abd al-amir Syams al-din, al-madzhab al-tarbawi inda Ibn Jama ah (Beirut: Dar Iqra, 1984), hlm

76 76 Ali bin Abi Thalib memberikan syarat bagi peserta didik dengan enam macam, yang merupakan kompetensi mutlak dan dibutuhkan demi tercapainya tujuan pendidikan. Syarat yang dimaksud sebagaimana dalam syairnya yang dituliskan oleh Syekh al-islam Burhanuddin Al-Zarnuji dalam kitab Ta lim al-muta allim fi Thariq al-ta allum, yaitu: Ingatlah! Engkau tidak akan bisa memperoleh ilmu kecuali karena enam syarat: aku akan menjelaskan keenam syarat itu padamu, yaitu:kecerdasan, hasrat atau motivasi yang keras, sabar, modal (sarana), petunjuk guru, dan masa yang panjang (kontinu) Dari syair tersebut dapat dipahami bahwa syarat-syarat para pencari ilmu, yang juga merupakan etika peserta didik adalah mencakup enam hal, yaitu: Memiliki kecerdasan (dzaka ), Memiliki Hasrat (hirsh), Bersabar dan Tabah, Mempunyai seperangkat modal dan sarana (bulghah), Petunjuk pendidik (irsyad ustadz) dan masa yang panjang (thuwl al-zaman). Nadham tersebut juga dituliskan dalam kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum oleh Burhanuddin al-zarnuji Hakikat Pendidikan Islam Pendidikan Islam pada dasarnya adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya, mengembangkan seluruh potensi manusia baik yang berbentuk jasmani maupun rohani. Menumbuh suburkan hubungan yang harmonis setiap pribadi dengan Allah, manusia, dan alam semesta. Potensi jasmaniah manusia adalah yang berkenaan 75 Ibid, hlm

77 77 dengan seluruh organ-organ fisik manusia. Sedangkan potensi rohaniah manusia meliputi kekuatan yang terdapat di dalam batin manusia, yakni akal, nafsu, roh, fitrah. Asy-Syaibani menyatakan bahwa manusia itu memiliki potensi yang meliputi badan, akal dan roh, ketiga-tiganya persis seperti segitiga yang sama panjang sisi-sisinya. 76 Sedangkan Hasan Langgulung menyebutkan potensi manusia itu meliputi fitrah, roh, kemauan bebas, dan akal. 77 Potensi ini semua ada pada batin manusia sejak manusia itu lahir ke dunia dan telah build in alam pribadi manusia. Secara garis besar Pendidikan Islam merupakan suatu proses pembentukan individu berdasarkan ajaran ajaran Islam yang diwahyukan Allah SWT kepada Nabi Muhammmad melalui proses di mana individu dibentuk agar dapat mencapai derajat yang tinggi sehingga ia mampu menunaikan tugasnya sebagai kholifah di muka bumi, yang dalam rangka lebih lanjut mewujudkan kebahagiaan dunia dan akhirat. 78 Tegasnya, sebagaimana yang dikemukakan Ahmad D. Mariba bahwa Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam Ibid, hlm. 3. Lihat Asy-Syaibani, Umar Muhammad at-taumy, Falsafah at Tarbiyah al- Islamiyah, (Tabulus: Asy-Syirkah al-ammah, 1975). 77 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21, (Jakarta: Pustaka Al- Husna, 1988) hlm, Hasan Langgulung. Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam (Bandung: Al- Ma'arif, 1980) Hal Ahmad D. Marimba. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: Al-Ma'arif, 1980) hal. 23.

78 78 M.Kanal Hasan sebagaimana dikutip Syamsul Nizar mendefinisikan pendidikan Islam adalah suatu proses yang komprehensif dari pengembangan kepribadian manusia secara keseluruhan yang meliputi aspek intelektual, spiritual, emosi, dan fisik. Sehingga seorang muslim disiapkan dengan baik untuk melaksanakan tujuan kehadirannya di sisi Allah sebagai abd dan khalifah-nya dimuka bumi. 80 Atas dasar itulah, apabila dikaitkan hakikat pendidikan yang berperan untuk mengembangkan potensi manusia maka sudah pada tempatnyalah seluruh potensi manusia itu dikembangkan semaksimal mungkin. Bertolak dari potensi manusia tersebut di atas maka paling tidak ada beberapa aspek pendidikan yang perlu dididikkan kepada manusia yaitu aspek pendidikan ketuhanan dan akhlak, pendidikan akal dan ilmu pengetahuan, pendidikan kejasmanian, kemasyarakatan, kejiwaan, keindahan, dan keterampilan. Kesemuanya diaplikasikan secara seimbang. Seluruh aspek yang perlu diajarkan pada peserta didik tersebut di atas, sesungguhnya mengaju pada pembelajaran dan ajaran-ajaran pada masa Rasulullah saw., yang dapat menciptakan masyarakat Madani. Menurut Nurcholis, masyarakat madani itu adalah masyarakat yang mengacu kepada masyarakat Madinah yang berada di bawah pimpinan Rasulullah saw., ketika Rasulullah saw., hijrah ke Madinah. Beliau membangun tatanan kehidupan masyarakat yang berperadapan. Jika masyarakat Madinah di bawah pimpinan Rasulullah saw., yang menjadi acunan dari keinginan 80 Syamsul Nizar, Op. Cit., Hlm.93-94

79 79 pendidikan untuk kembali menciptakan generasi yang dapat menciptakan negara madani, maka perlulah diketahui beberapa ciri-ciri dari masyarakat Madinah tersebut. Pertama, masyarakat Rabbaniyah, semangat berketuhanan dilandasi tiga pilar, yaitu aqidah, syari ah dan akhlak. Ketiga pilar menyatu menjadi satu ibarat tali berpilin tiga yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain dan saling memengaruhi antara satu dengan yang lainnya pula. Di zaman Rasulullah saw., setiap pribadi muslim memanisfestasikannya dalam pribadi masing-masing. Kedua, Masyarakat yang demokratis, di mana Rasullullah saw., dan para sahabatnya mentradisikan musyarawah dalam segala persoalan dan Rasullullah saw., tidak berkeberatan menarik pendapatnya apabila ada pendapat yang lebih baik. Masyarakat egalitarian, memandang sama manusia di depan hukum, bahkan beliau pernah bersabda Seandainya Fatimah mencuri, niscaya akan kupotong tangannya. Masyarakat demokrasi dan egalitarian itu juga tercermin dalam sikap kaum muslimin, dicerminkan dengan pemilihan khalifah yang tidak berdasarkan kepada sistem monarki, tetapi lebih condong kepada sistem demokrasi yang dilakukan oleh negara-negara modern sekarang, termasuk Indonesia. Ketiga, masyarakat yang toleran, masyarakat Madinah adalah masyarakat yang plural, dari segi suku mereka terdiri dari berbagai etnik. Qabilah Auz dan Khazraj adalah suku guru dari kelompok Ansor, sedangkan suku Quraish yang berasal dari Makkah adalah orang-orang Muhajirin. Dari

80 80 sisi agama, selain dari Islam ada juga Yahudi dan lain sebagainya. Kehidupan toleran itu diikat oleh Rasulullah saw., dalam satu ikatan yang disebut dengan Constitution of Madinah (Piagam Madinah atau Mistaqul Madinah). Piagam ini mengatur tanggung jawab seluruh warga Madinah untuk terciptanya persatuan dan kesatuan di kalangan mereka. Beberapa isi terpenting Piagam Madinah adalah: a. Nabi Muhammad pemimpin bagi semua penduduk Madinah b. Semua penduduk Madinah tidak boleh bermusuhan c. Semua penduduk Madinah bebas mengamalkan agamanya masingmasing d. Semua penduduk Madinah hendaknya bekerja sama dalam bidang ekonomi dan pertahanan e. Keselamatan orang Yahudi terjamin selagi mereka taat kepada perjanjian yang tercatat pada Piagam Madinah. Keempat, Berkeadilan, Al-Qur an dalam banyak tempat menjelaskan tentang keadilan. Karena begitu pentingnya keadilan sampai-sampai Al- Qur an menjelaskan bahwa keadilan itu mendekati takwa, firman-nya dalam Q.S. Al-Maidah: 8. Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu

81 81 lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Kelima, masyarakat berilmu, ilmu merupakan salah satu pilar yang ditegakkan Rasulullah saw., dalam membangun mayarakat Madinah. Penerapan masyarakat berilmu ini telah dimulai oleh Rasulullah saw., dengan memberantas buta aksara di kalangan kaum muslimin dengan cara membebaskan tawanan perang yang mampu mengajari kaum muslimin menulis dan membaca sebagai tebusannya. Semangat keilmuwan ini pulalah yang mendorong kaum muslimin yang terdiri dari sahabat-sahabat Rasul untuk menimba ilmu aqliyah (IPTEK) tatkala mereka menaklukkan wilayah-wilayah yang menjadi pusatpusat peradaan Yunani di Asia, yakni wilayah Syam, (Syiria), Irak, dan Iran. 81 Dengan semangat Rasulullah saw., tersebut, dan peradaban yang telah dibangun oleh Rasullullah saw., pada masa kenabiannya, maka sesungguhnya hakikat dari pendidikan Islam adalah mencetak generasigenerasi Muslim untuk kembali bisa seperti pada masa Rasulullah saw., dengan cara memberikan fasilitas yang memadai dan mendukung untuk perkembangan seluruh potensi yang telah dimiliki oleh anak didik. 4. Tugas dan Fungsi Pendidikan a. Tugas Pendidikan Secara umum tugas pendidikan Islam adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap 81 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam Dalam SIstem Pendidikan Nasional di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006). Hlm

82 82 kehidupannya sampai mencapai tingkat kemampuan optimal. Sementara fungsinya adalah menyediakan fasilitas yang dapat memungkinkan tugas pendidikan berjalan dengan lancar. Pendidikan Islam adalah suatu proses yang berlangsung secara kontinyu dan berkesinambungan. Berdasarkan hal ini, maka tugas dan fungsi yang perlu diemban oleh pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya dan berlangsung sepanjang hayat. Konsep ini bermakna bahwa tugas dan fungsi pendidikan memiliki sasaran pada peserta didik yang senantiasa tumbuh berkembang secara dinamis, mulai dari kandungan sampai akhir hayatnya. 82 Dalam sebuah hadist Nabi saw., pendidikan yang terus menerus ini dikenal dengan istilah Min al-mahdi Ila al-lahd (dari buaian sampai liang lahad) atau dalam istilah lain: long life education (pendidikan sepanjang hayat dikandung badan). Dalam surat al-hijr ayat 99 Allah berfirman: 83 Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). 84 Menurut Ibnu Taimiyah, sebagaimana yang dikutip oleh Majid Irsan al-kaylani, 85 tugas pendidikan Islam pada hakikatnya tertumpu pada dua aspek, yaitu pendidikan tauhid dan pendidikan pengembangan tabiat 82 M. Arifin, filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hlm Samsul Nizar, op. Cit, hlm Al-Quran dan Terjemahannya,op, cit., hlm Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, loc. It. Lihat, Majid Irsan al-kaylani,al-fikr al- Tarbawi inda Ibn taymiyah, (al-madinah aal-munawwarah: Maktabah Dar al-tarats, 1986), hlm

83 83 peserta didik. Pendidikan tauhid dilakukan dengan pemberian pemahaman terhadap dua kalimat syahadat, pemahaman terhadap jenis-jenis tauhid (rububiyah, uluhiyah, sifat dan asma); ketundukan, kepatuhan, dan keikhlasan menjalankan Islam; dan menghindarkan dari segala bentuk kemusyrikan. Sedang pendidikan pengembangan tabiat peserta didik adalah mengembangkan tabiat itu agar mampu memenuhi tujuan penciptaanya, yaitu beribadah kepada Allah swt., dan menyediakan bekal untuk beribadah, seperti makan dan minum. Menurut Ibnu taimiyah manusia yang sempurna adalah mereka yang senantiasa beribadah baik beribadah diniyyah maupun beribadah kauniyah. Ibadah diniyyah adalah ibadah yang berhubungan dengan Pencipta (ta abbudi) dan sesama manusia (ijtima i). Sedangkan ibadah kauniyah adalah ibadah manusia kepada Allah swt., setelah memahami hukumhukum alam dan hukum-hukum sosial kemasyarakatan. Tela ah liter di atas, dapat difahami bahwa, tugas pendidikan Islam setidaknya dapat dilihat dari tiga pendekatan. Ketiga pendekatan tersebut adalah: pendidikan Islam sebagai pengembangan potensi, proses pewarisan budaya serta interaksi antara potensi dan budaya. Sebagai pengembangan potensi, tugas pendidikan Islam adalah menemukan dan mengembangkan kemampuan dasar yang dimiliki peserta didik, sehingga dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari Hasan Langgulung, op,cit, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1988) hlm, 57.

84 84 Sementara sebagai pewaris budaya, tugas pendidikan Islam adalah alat tranmisi unsur-unsur pokok budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya, sehingga identitas umat tetap terpelihara dan terjamin dalam tantangan zaman. Adapun sebagai interaksi antara potensi dan budaya, tugas pendidikan Islam adalah sebagai proses transaksi (memberi dan mengadopsi) antara manusia dan lingkungannya. Dengan proses ini, peserta didik (manusia) akan dapat menciptakan dan mengembangkan keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengubah atau memperbaiki kondisi-kondisi kemanusiaan dan lingkungannya. Untuk menjamin terlaksananya tugas pendidikan Islam secara baik, hendaknya terlebih dahulu dipersiapkan situasi kondisi pendidikan yang bernuansa elastis, dinamis, dan kondusif yang memungkinkan bagi pencapaian tugas tersebut. Hal ini berarti bahwa pendidikan Islam dituntut untuk dapat menjalankan fungsinya, baik secara struktural maupun institusional. Selain itu, menurut Abd al-rahman al-bani,yang dikutip al-nahlawi, 87 dalam buku yang ditulis oleh Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir menyebutkan bahwa, tugas pendidikan Islam adalah menjaga dan memelihara fitrah peserta didik, mengembangkan dan mempersiapkan segala potensi yang dimiliki, dan mengarahkan fitrah dan potensi tersebut menuju kebaikan dan kesempurnaan, serta merealisasikan program secara bertahap. 87 Abd Mujib dan Jusuf Mudzakkir, op. cit, hlm 57 Lihat Abd al-rahman al-nahlawi,ushul al-tarbiyah al-islamiyah wa Asalibuhan,(Beirut: Dar al-fikr, 1979), hlm. 13.

85 85 Menanggapi hal tersebut, Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir menuliskan dalam bukunya, pengembangan berbagai potensi manusia (fitrah) dapat dilakukan dengan kegiatan belajar, yaitu melalui berbagai institusi. Belajar yang dimaksud tidak terfokus melalui pendidikan di sekolah saja, tetapi juga dapat dilakukan di luar sekolah, baik dalam keluarga, masyarakat, maupun lewat institusi sosial keagamaan yang ada. Menurut pendapat ahli sosiologi, secara sosiologis, institusi-institusi sosial itu dapat dikelompokkan menjadi delapan macam, yaitu keluarga, keagamaan, pengetahuan, ekonomi, politik, kebudayaan, keolahragaan, dan media massa. Setiap institusi ini mempunyai simbol, identitas fisik, dan nilai-nilai hidup yang menjadi pedoman perilaku anggotanya. 88 b. Fungsi Pendidikan Fungsi pendidikan Islam adalah menyediakan segala fasilitas yang dapat memungkinkan tugas-tugas pendidikan Islam tersebut tercapai dan berjalan dengan lancar. Penyediaan fasilitas ini mengandung arti dan tujuan yang bersifat struktural dan institusional. Arti dan tujuan struktural adalah menuntut terwujudnya struktur organisasi pendidikan yang mengatur jalannya proses kependidikan, baik dilihat dari segi vertikal maupun horizontal. Faktor-faktor pendidikan bisa berfungsi secara interaksional (saling mempengaruhi) yang bermuara pada tujuan pendidikan yang diinginkan. Sebaliknya, arti tujuan institusional mengandung implikasi bahwa proses kependidikan yang terjadi di dalam 88 Ibid, hlm. 58.

86 86 organisasi itu dilembagakan untuk menjamin proses pendidikan yang berjalan secara konsisten dan berkesinambungan yang mengikuti kebutuhan dan perkembangan manusia dan cenderung ke arah tingkat kemampuan yang optimal. Oleh karena itu, terwujudlah berbagai jenis dan jalur kependidikan yang formal, informal, dan nonformal dalam masyarakat. 89 Menurut Kurshid Ahmad, yang dikutib Ramayulis, 90 fungsi pendidikan Islam adalah sebagai berikut: 1) Alat untuk memelihara, memperluas dan menghubungkan tingkattingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial, serta ide-ide masyarakat dan bangsa. 2) Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi dan perkembanagn yang secara garis besarnya melalui pengetahuan dan skill yang baru ditemukan, dan melatih tenaga-tenaga manusia yang produktif untuk menemukan perimbangan perubahan sosial dan ekonomi. 5. Tujuan Pendidikan Dalam adagium ushuliyah dinyatakan bahwa al-umur bi maqashidiha, bahwa tindakan dan aktivitas harus berorentasi pada tujuan atau rencana yang telah ditetapkan. Adagium ini menunjukkan bahwa pendidikan seharusnya berorentasi pada tujuan yang ingin dicapai, bukan semata-mata berorentasi pada sederetan materi. Karena itulah, tujuan pendidikan Islam menjadi komponen pendidikan yang harus dirumuskan M. Arifin, op.cit., hlm Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 1990), hlm. 19-

87 87 terlebih dahulu sebelum merumuskan komponen-komponen pendidikan yang lain. Tujuan merupakan standar usaha yang dapat ditentukan, serta mengarahkan usaha yang akan dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain. Di samping itu, tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha, agar kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan, dan yang terpenting lagi adalah dapat memberi penilaian atau evaluasi pada usaha-usaha pendidikan. Perumusan tujuan pendidikan Islam harus berorentasi pada hakikat pendidikan yang meliputi beberapa aspeknya, misalnya tentang: Pertama, tujuan dan tugas hidup manusia. Manusia hidup bukan karena kebetulan dan sia-sia. Ia diciptakan dengan membawa tujuan dan tugas hidup tertentu. Seperti yang di firmankan oleh Allah swt., dalam (Q.S. al-imran:191). Tujuan diciptakan manusia hanya untuk mengabdi kepada Allah swt.. Indikasi tugasnya berupa ibadah (sebagai abd Allah) dan tugas sebagai wakil-nya di muka bumi (khalifah Allah), sebagaimana firman Allah swt., Q.S. al-an am: 162 Kedua, memerhatikan sifat-sifat dasar (nature) manusia, yaitu konsep tentang manusia sebagai makhluk unik yang mempunyai beberapa potensi bawaan, seperti fitrah, bakat, minat, sifat, dan karakter, yang berkecendrungan pada al-hanief (rindu akan kebenaran dari Tuhan) berupa

88 88 agama Islam (Q.S. al-kahfi: 29) sebatas kemampuan, kapasitas, dan ukuran yang ada. 91 Ketiga, tuntutan masyarakat. Tuntutan ini baik berupa pelestarian nilainilai yang telah melembaga dalam kehidupan suatu masyarakat, maupun pemenuhan terhadap tuntutan kebutuhan hidupnya dalam mengantisipasi perkembangan dunia modern. Keempat, dimensi-dimensi kehidupan ideal Islam. Dimensi kehidupan dunia ideal Islam mengandung nilai yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup manusia di dunia untuk mengelola dan memanfaatkan dunia sebagai bekal kehidupan di akhirat, serta mengandung nilai yang mendorong manusia berusaha keras untuk meraih kehidupan di akhirat yang lebih membahagiakan, sehingga manusia dituntut agar tidak terbelenggu oleh rantai kekayaan duniawi atau materi yang dimiliki. Namun demikian, kemelaratan dan kemiskinan di dunia harus diberantas, sebab kemelaratan dunia menjadikan ancaman yang menjerumuskan manusia pada kekufuran. Dalam hadits disebutkan: kada al-faqr an yakuna kufran, kemelaratan itu hampir saja mendatangkan kekafiran. Dimensi tersebut dapat memadukan antara kepentingan hidup duniawi dan ukhrowi (Q.S. al-qashash:77). Keseimbangan dan keserasian antara kedua kepentingan hidup ini menjadi daya tangkal terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari berbagai gejolak kehidupan yang bersifat spiritual, sosial, kultural, ekonomi, maupun ideologis dalam hidup pribadi manusia. 91 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisis Psikologis dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka al-husna, 1989), hlm. 33.

89 89 Menurut Omar Muhammad Al-Toumy al-syaibani, bahwa yang dimaksud dengan konsep tujuan pendidikan Islam adalah: Perubahan yang diinginkan dan diusahakan pencapaiannya oleh proses pendidikan, baik pada tingkah laku individu dan pada kehidupan masyarakat dan pada kehidupan alam sekitar tentang individu itu hidup, atau pada proses pendidikan sendiri dan proses pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi sebagai proporsi di antara profesi-profesi asasi dalam masyarakat. 92 Bertitik tolak dari pengertian tersebut maka tujuan yang dipaparkan oleh Omar Muhammad al-taomy al-syaibani mencakup beberapa perubahan yang diinginkan dalam tiga aspek. Di antaranya: a. Tujuan Individual yang berkaitan dengan individu, pelajaran dengan pribadi-pribadi mereka. Perubahan yang diinginkan meliputi: tingkah laku, aktivitas dan pencapaiannya, pertumbuhan pribadi mereka serta persiapan untuk kehidupan di dunia dan akhirat. b. Tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat, baik tingkah laku masyarakat umumnya, maupun pertumbuhan, memperkaya pengalaman dan kemajuan-kemajuan yang diinginkan. c. Tujuan Profesional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, seni, profesi, dan sebagai suatu aktifitas di antara aktivitasaktivitas. 93 Sedangkan dalam buku Ilmu pendidikan Islam karangan Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, menyebutkan bahwa komponen tujuan akhir dari pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: Omar Muhammad Al-Toumy al-syaibani, Falsafah Tarbiyah al-islamiyah, alih bahasa Hasan Langgulung (Jakarta: Bulan Bintang: 1979), hlm Ridlwan Nasir, Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal pondok pesantren ditengah Arus Perubahan. ( Yogjakarta: Pustaka Belajar, 2005). hlm. 63.

90 90 a. Tujuan normatif. Tujuan yang ingin dicapai berdasarkan norma-norma yang mampu mengkristalisasikan nilai-nilai yang hendak diinternalisasi, misalnya: 1) Tujuan formatif yang bersifat memberi persiapan dasar yang korektif 2) Tujuan selektif yang bersifat memberikan kemampuan untuk membedakan hal-hal yang benar dan yang salah 3) Tujuan determinatif yang bersifat memberi kemampuan untuk mengarahkan diri pada sasaran-sasaran yang sejajar dengan proses kependidikan. 4) Tujuan integratif yang bersifat memberi kemampuan untuk memadukan fungsi psikis (pikiran, perasaan, kemauan, ingatan, dan nafsu) ke arah tujuan akhir. 5) Tujuan aplikatif yang bersifat memberikan kemampuan penerapan segala pengetahuan yang telah diperoleh dalam pengalaman pendidikan. b. Tujuan fungsional. Tujuan yang sasarannya diarahkan pada kemampuan peserta didik untuk memfungsikan daya kognitif, afeksi, dan psikomotorik dari hasil pendidikan yang diperoleh, sesuai dengan yang ditetapkan. Tujuan ini meliputi: 95 1) Tujuan individual, yang sasarannya pada pemberian kemampuan individual untuk mengamalkan nilai-nilai yang telah diinternalisasikan ke dalam pribadi berupa moral, intelektual dan skill. 94 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, op, cit. hlm. 76, 95 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir,op, cit. hlm ,

91 91 2) Tujuan sosial, yang sasarannya pada pemberian kemampuan pengamalan nilai-nilai ke dalam kehidupan sosial, interpersonal, dan interaksional dengan orang lain dalam masyarakat. 3) Tujuan moral, yang sasarannya pada pemberian kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan moral atas dorongan-dorongan sosial (sosiogenetis), dorongan psikologis (psikogenetis), dan dorongan biologis (biogenetis). 4) Tujuan profesional, yang sasarannya pada pemberian kemampuan untuk mengamalkan keahliannya, sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. c. Tujuan Operasional. Tujuan yang mempunyai sasaran teknis manajerial. Menurut Langeveld, tujuan ini dibagi menjadi enam macam, yaitu: 1) Tujuan umum (tujuan total). Menurut Kohnstam dan Guning, tujuan ini mengupayakan bentuk menusia kaamil. Yaitu manusia yang dapat menunjukkan keselarasan dan keharmonisan antara jasmani dan rohani, baik dalam segi kejiwaan, kehidupan individu, maupun untuk kehidupan bersama yang menjadikan integrasi ketiga inti hakikat manusia. 2) Tujuan khusus. Tujuan ini sebagai indikasi tercapainya tujuan umum, yaitu tujuan pendidikan yang disesuaikan dengan keadaan tertentu, baik berkaitan dengan cita-cita pembangunan suatu bangsa, tugas dari suatu badan atau lembaga pendidikan, bakat kemampuan peserta didik, seperti memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada

92 92 peserta didik untuk bekal hidupnya setelah ia tamat, dan sekaligus merupakan dasar persiapan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya. 3) Tujuan tidak lengkap. Tujuan ini berkaitan dengan kepribadian manusia dari suatu aspek saja, yang berhubungan dengan nilai-nilai hidup tertentu, misalnya kesusilaan, keagamaan, keindahan, kemasyarakatan, pengetahuan, dan sebagainya. Setiap aspek ini mendapat giliran penanganan (prioritas) dalam usaha pendidikan atau maju bersama-sama secara terpisah. 4) Tujuan insedental (tujuan seketika). Tujuan ini timbul karena kebetulan, bersifat mendadak, dan bersifat sesaat, misalnya mengadakan sholat jenazah ketika ada orang yang meninggal. 5) Tujuan sementara. Tujuan yang ingin dicapai pada fase-fase tertentu dari tujuan umum, seperti fase anak yang tujuan belajranya adalah dapat membaca dan menulis, sedangkan pada fase manula yang tujuannya adalah membekali diri untuk menghadap Ilahi, dan sebagainya. 6) Tujuan intermedier. Tujuan yang berkaitan dengan penguasaan suatu pengetahuan dan keterampilan demi tercapainya tujuan sementara, misalnya anak belajar membaca dan menulis, berhitung, dan sebagainya Arifin HM, op. cit, hlm

93 93 BAB III BIOGRAFI SYEKH BURHANUDDIN AL-ISLAM AL-ZARNUJI A. Riwayat Hidup dan Kepribadiannya Nama lengkap Burhanuddin al-zarnuji adalah Syekh Ibrahim bin Ismail al-zarnuji. Abuddin Nata dalam bukunya menyebutkan nama lengkap al- Zarnuji adalah Burhanuddin al-islam al-zarnuji. 97 Nama al-zarnuji adalah penyandaran kepada negerinya yaitu Zarnuj (Zurnuj) salah satu daerah di Turki, Zurnuj termasuk dalam wilayah Ma Wara a al-nahar (Transoxinia). 98 Burhan al-din adalah gelar al-zarnuji. Burhan al-din artinya adalah dalil agama. Adapula yang menyebut gelarnya dengan Burhan al-islam (Dalil Islam). Gelar ini mirip dengan Hujjat al-islam yang disandang oleh Imam Abu Hamid al-ghazali. 99 Daerah Ma Wara a al-nahar adalah suatu daerah yang terletak dibalik sungai Jaihun di daerah Kurasan Iran memiliki tanah subur dan berpanorama indah. Kota tersebut ditaklukkan olah al-hajaj bin Yusuf atas perintah khalifah Abdul Malik bin Marwan al-hakam. Al-Zarnuji adalah seorang ulama ahli fiqih bermadzhab Hanafi yang berpegang teguh pada madzhabnya. Hal ini tampak jelas di dalam kitab karangannya yang berisikan dalil-dalil atau 97 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, op. Cit,hlm MN. Ary B, Uraian Terhadap Buku Ta lim al-muta aliim (http: diakses 9 februari 2009). 99 Al-Zarnuji: Loyalis Madzhab Hanafi, Buletin Istinbat, 02 Mei 2004/Shafar (http: www. Sidogiri.com. diakses 19 Februari 2009).

94 94 ucapan-ucapan ulama dikalangan Hanafi yakni kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum. 100 Mengenai riwayat pendidikannya, dapat diketahui dari keterangan yang dikemukakan para peneliti. Djudi misalnya, mengatakan bahwa al-zarnuji menuntut ilmu di Bukhara dan Samarkand. Yaitu kota yang menjadi pusat kegiatan keilmuan dan pengajaran. Masjid-masjid di kedua kota tersebut dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan ta lim yang diasuh oleh beberapa ulama seperti Burhanuddin al-marginani, Syamsuddin Abd al-wajidi Muhammad bin Muhammad bin Abd as-sattar al-amidi. Selain itu, Burhanuddin al-zarnuji juga belajar kepada Rukhuddin al- Firginani, seorang ahl Fiqh, sastrawan, dan penyair yang wafat tahun 594 H/ 1196 M; Hammad bin Ibrahim, seorang ahli ilmu kalam yang wafat tahun 594 H; Rukn al-islam Muhammad bin Abi Bakar yang dikenal dengan nama Khawahir Zada, seorang mufti Bukhara dan ahli dalam bidang fiqih, sastra dan syair yang wafat tahun 573 H/1171 M. 101 Kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum tersebut merupakan satusatunya kitab yang ditulis oleh al-zarnuji dalam bidang pendidikan. Bersamaan dengan itu, yang ditulis oleh orientalis Barat Plesser di dalam kitabnya al-mausurah al-islamiah bahwa kitab Ta lim al-muta allim Tariq al- Ta allum adalah satu-satunya kitab karangan al-zarnuji yang tersisa, mendorong pemahaman bahwa di sana terdapat karangan-karangan yang lain hasil karya al-zarnuji akan tetapi hilang atau lenyap, akibat dari serangan 100 Elok Tsuroyyah Imron, Analisis Komparasi KonsepBelajar dan Pembelajaran Menurut Al-Ghozaly dan al-zarnuji, op, cit., hlm Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, op. cit, hlm. 104

95 95 tentara Mongol yang terjadi di masa akhir kehidupan al-zarnuji yang juga terjadi di negerinya yang memungkinkan menjadi penyebaba hilangnya karangan al-zarnuji selain kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum. 102 Dalam tulisan akhir-akhir ini yang membahas al-zarnuji disebutkan bahwa tahun kematiannya adalah pada tahun 591 H/593 H/597 H. Akan tetapi pernyataan tersebut tanpa disertai bukti kuat, ada juga yang menyebutkan bahwa al-zarnuji hidup di abad ke 6 H, tanpa menyebutkan secara jelas tahun berapa. Di kalangan para ulama belum ada kepastian mengenai tanggal kelahirannya. Adapun mengenai kewafatannya, setidaknya ada dua pendapat yang dikemukakan di sini. Pertama, pendapat yang mengatakan bahwa al- Zarnuji wafat pada tahun 591 H/1195 M. Sedangkan pendapat yang kedua, mengatakan bahwa ia wafat tahun 840 H/1243 M. Sementara itu ada pula yang mengatakan bahwa al-zarnuji hidup semasa dengan Rida ad-din an-nasaiburi yang hidup antara tahun H. 103 Al-Wart menyebutkan bahwa wafatnya al-zarnuji di tahun 620 H/1223 M dikuatkan oleh al-qursy di dalam kitab al- Jawahir al-mudhiah bahwa al-zarnuji sezaman dengan al-luqman bin Ibrahim pengarang kitab al-muadha yang wafat tahun 640 H/ 1242 M, jadi ada kemungkinan wafat pada tahun tersebut, kalaupun tidak ada kemungkinan kematiannya di tahun itu karena dia sezaman dengan an-nu man. 104 Kitabnya dikarang sekitar abad pertengahan. Tidak ada informasi yang jelas tentang tahun penciptaannya. Data yang ditemukan hanya menyebut tahun penerbitannya, yaitu 1203 M. 102 Elok Tsuroyyah Imron, op,cit. Lihat kitab Jawahirul Mudhiah juz 2, hlm Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, op. cit, hlm Elok Tsuroyyah Imron, op. cit, hlm. 65

96 96 Berdasarkan informasi tentang jenjang pendidikan seorang al-zarnuji, diperoleh kesimpulan bahwa al-zarnuji selain ahli pendidikan, dia juga ahli dalam bidang tasawwuf, sastra, fiqh, dan ilmu kalam. Sekalipun belum diketahui pasti bahwa untuk bidang tasawwuf ia memiliki seorang guru. Namun, dapat diduga bahwa dengan memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang fiqh dan ilmu kalam disertai jiwa sastra yang halus dan mendalam, seseorang telah memperoleh akses yang tinggi untuk masuk ke dalam dunia tasawwuf. 105 Selain karena faktor latar belakang pendidikan dan keilmuan yang dimiliki oleh al-zarnuji, faktor situasi sosial dan perkembangan masyarakat juga mempengaruhi pola pikirnya. Dalam muqoddimah kitabnya, al-zarnuji menyatakan bahwa latar belakang penulisan kitab tersebut semata-mata memberikan pengetahuan tentang tata cara belajar yang dirasa belum dimiliki oleh generasi berilmu di masanya. Al-Zarnuji memandang situasi yang terjadi ketika zamannya, dimana seseorang yang pintar tidak mampu mengamalkan ilmu yang dimiliki, padahal hal tersebut merupakan hal terpenting. Karena seseorang akan dikatakan berilmu jika benar-benar dapat memberikan manfaat pada orang lain dengan ilmu yang dimilikinya. Berangkat dari kenyataan yang terjadi pada masanya, muncullah keinginan pada diri al-zarnuji untuk menuliskan karyanya tersebut. Untuk lebih jelasnya pengakuan dan tujuan penulisan kitabnya yang dikatakan oleh bahasa al- Zarnuji sendiri peneliti tulis secara khusus pada akhir bab III. 105 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan...op,cit,. hlm. 104

97 97 Selain itu Al-Zarnuji seperti manusia pada umumnya yang selalu mengikuti zamannya dan lingkungannya, di dalam pemikiran-pemikirannya, keilmuwan dan keyakinannya ia juga seperti semua bangsawan atau peneliti yang terpengaruh dengan kejadian yang terjadi di lingkungannya baik secara politik, kemasyarakatan, ilmu pengetahuan dan peradaban. 106 Oleh sebab itu, perlu sekali ditinjau kembali apakah konsep al-zarnuji tersebut masih relevan dengan dunia pendidikan kekinian, yang kemudian peneliti tuliskan beberapa konsep yang perlu ditinjau relevansinya di akhir Bab IV. Dengan seperti itu dapat terlihat konsep apa saja yang masih dapat diterapkan di dunia pendidikan saat ini, dan konsep apa saja milik al-zarnuji yang membutuhkan inovasi. B. Situasi Pendidikan pada Zaman al-zarnuji Selain karena faktor latar belakang pendidikan, faktor situasi sosial dan perkembangan masyarakat juga mempengaruhi pola pikir seseorang. Untuk itu peneliti juga akan mengemukakan situasi pendidikan pada zaman al-zarnuji. Dalam sejarah pendidikan ada lima tahap pertumbuhan dan perkembangan dalam bidang pendidikan Islam. 107 Adapun tahapan-tahapan itu adalah: a. Pendidikan pada masa Nabi Muhammad SAW ( M) b. Pendidikan pada masa Khulafaur Rasyidin ( M) c. Pendidikan pada masa Bani Umayyah di Damasyik ( M) d. Pendidikan pada masa kekuasaan Abbasiyah di Baghdad ( M) 106 Elok Tsuroyyah Imron, op. cit., mengutip dari tulisan Ajjeb Fiella, Mengembangkan Pesantren Riset, Mihrab,Edisi II, th III, Nov 2005, hlm Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta: Bumi Aksara 1992), hlm. 7

98 98 e. Pendidikan pada masa jatuhnya kekuasaan kholifah di Baghdad (1250- sekarang) Al-Zarnuji hidup sekitar akhir abad ke-12 dan awal abad ke-13 ( H/ M). Dari kurun waktu tersebut diketahui bahwa al-zarnuji hidup pada masa ke empat dari periode pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam yaitu antara tahun M. Dalam catatan sejarah periode ini merupakan zaman keemasan/kejayaan peradaban Islam pada umumnya dan pendidikan pada khususnya. 108 Pada masa tersebut kebudayaan Islam berkembang dengan pesat yang ditandai dengan munculnya pelbagai lembaga pendidikan, mulai dari tingkat dasar sampai dengan pendidikan tingkat tinggi. Di antara lembaga-lembaga tersebut adalah Madrasah Nizhamiyah yang didirikan oleh Nizham al-muluk (457 H/106 M), Madrasah An-Nuriyah al-kubra yang didirikan oleh Nuruddin Mahmud Zanki pada tahun 563 H/1167 M. Sekolah yang di sebut terakhir ini dilengkapi dengan pelbagai fasilitas yang memadai. Selain ketiga madrasah tersebut, masih banyak lagi lembaga-lembaga pendidikan yang tumbuh berkembang pesat pada zaman al-zarnuji hidup. Dengan memperhatikan informasi di atas dapat kita ketahui bahwa al-zarnuji hidup pada masa ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam tengah mencapai puncak kejayaan dan keemasan. Kondisi pertumbuhan dan perkembangan tersebut diatas amat menguntungkan bagi pembentukan al-zarnuji sebagai seorang ilmuwan/ ulama 108 Suprihatin, Pemikiran Pendidikan Syekh Al-Zarnuji (Study Tentang Kedudukan dan Hubungan antara Guru dan Peserta didik dalam Kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum), op, cit., hlm. 31

99 99 yang luas pengetahuannya. Atas dasar ini tidak mengherankan jika Hasan Langgulung menilai bahwa al-zarnuji termasuk seorang filosof yang memiliki system pemikiran tersendiri dan dapat disejajarkan dengan tokoh-tokoh seperti Ibnu Sina, Al-Ghozali dan lain sebagainya. 109 C. Sekilas tentang Kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum. Alinea-alinea berikut ini akan membahas tentang kitab Ta lim al- Muta allim tariq al-ta allum serta keistimewaan yang dimiliki oleh Burhanuddin al-zarnuji. Untuk memberikan catatan tentang kitab Ta lim al-muta allim Tariq al- Ta allum akan digunakan beberapa sumber. Hal ini untuk menggali lebih banyak informasi mengenai kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum yang merupakan karya monumental dari Burhanuudin al-zarnuji. Dari beberapa sumber belum di dapatkan keterangan mengenai tahun penerbitan kitab yang terdiri dari tiga belas bab itu, menurut H. Kholifah kitab tersebut telah di beri catatan komentar (syarah) oleh Ibnu Ismail, yang diterbitkan pada tahun 996 H. Kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum juga pernah diterjemahkan ke dalam bahasa turki oleh Abdul Madjid bin Nusuh bin Israil dengan judul Irsyad al-ta lim fi Ta al Muta allim. Dalam sebuah seminar (sekitar tahun ), Ghozal Said mengemukakan bahwa daerah ma waraa a al-nahar 109 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad ke-21, op, cit, hlm. 99.

100 100 (lembah sungai Anurdaya atau Transoxinia), tempat ini merupakan tempat dimana al-zarnuji menyusun kitabnya. 110 Sumber penting lain dalam hal ini adalah genechiche der arabischen litteratur (GAL), dari data yang ada di beberapa perpustakaan, tertulis bahwa kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum pertama kali diterbitkan di Musidabad pada tahun Kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum memuat lebih dari 126 bait syair yang dikutib dari sekitar 50 ulama. 111 Pada bagian kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum, al-zarnuji menjelaskan tentang hakikat ilmu, keutamaan belajar, metode belajar dan etika santri. Pandangan al-zarnuji tentang ilmu memang tidak sepadan dari sudut filosofis dengan pandangan tokoh lain semisal Imam Al-Ghozali. Al-Zarnuji membicarakan dalam kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allumnya tentang beberapa hal yang berkaitan dengan dunia pendidikan. Secara keseluruhan pembahasannya meliputi kewajiban mempelajari ilmu dengan mempriotiskan kebutuhan yang primer dan esensial. Selain itu dengan mengutip pandangan Imam Abu Hanifah merupakan dasar yang mempengaruhi idenya tentang semua aspek yang berkaitan dengan metode belajar, seperti aspek guru, teman, buku, dan lingkungan. 112 Untuk menegaskan bahwa menuntut ilmu wajib, al-zarnuji mengutib hadits Nabi Muhammad saw. 110 Admin, Konsep Tarbiyah al-zarnuji,(http: www. Sidogiri. Com. Diakses 19 Februari 2009). 111 Suprihatin, op.cit, hlm Suprihatin, loc,cit.

101 101 Menuntut ilmu adalah fardlu ain (kewajiban individu) bagi setiap muslim dan muslimat. (al-hadist). Dijelaskan bahwa ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap pribadi muslim adalah ilmu yang berkaitan langsung dengan kebutuhan esensial secara individual, baik dalam konteks ibadah maupun muamalah, yang di istilahkan dengan ilmu hall. Dengan menekankan prinsip fungsional ilmu itu al-zarnuji menegaskan bahwa tidak setiap ilmu harus dipelajari oleh setiap muslim. Al- Zarnuji menegaskan bahwa awal sebagai perilaku yang berdasarkan ilmu akan memiliki nilai utama jika bersifat fungsional, sejalan dengan keperluan yang esensial seperti ditegaskan dalam pernyataan Afdhal al-amal Hifzh al-hal. Pandangannya kemudian dikembangkan dengan mengaitkan kewajiban setiap muslim dan hubungannya dengan puasa, zakat, haji dan pekerjaan lain seperti perdagangan (jual-beli). Menurutnya shalat wajib dikerjakan oleh setiap muslim dan karenanya wajib bagi setiap muslim untuk mengetahui dan memahami ikhwal pekerjaan shalat itu. Ilmu yang menjadikan kebutuhan primer dalam pelaksanaan tugas-tugas peribadatan dikategorikan sebagai ilmu al-hal. Pandangan demikian dirumuskan atas dasar prinsip bahwa sesuatu usaha yang mutlak diperlukan dalam mengerjakan tugas kewajiban dengan sendirinya menjadi wajib untuk dilakukan. Dalam arti sesuatu yang menjadi pengantar sesuatu yang wajib, maka pada hakikatnya menjadi wajib pula untuk dipelajari dan dilaksanakan. Menggambarkan konsekuensi dari pandangan itu, al-zarnuji merujuk pada pendapat Muhammad bin Hasan tentang kewajiban zuhud dengan pengertian mencegah dari perkara syubhat dan makruh dalam setiap lapangan kehidupan.

102 102 Dalam konteks ini al-zarnuji ingin menempatkan zuhud sebagai sikap yang mutlak inheren dalam bidang profesi apapun, karena itu seperti sikap tawakkal, inabah, khasyah dan ridla, sikap zuhud termasuk dalam kategori kebutuhan primer yang menyangkut hati nurani yang di istilahkan dengan ilm ahwal al-qalb. 113 Perhatiannya terhadap eksistensi diri manusia lebih nampak ketika ia menghubungkan ilmu dengan kehidupan. Menurutnya ilmu sangat penting untuk menumbuhkan akhlak yang terpuji sekaligus bisa menghindar dari akhlak yang tercela. Sejalan dengan kewajiban memelihara tingkah laku hidup, al-zarnuji menekankan untuk mempelajari ilmu akhlak sehingga membedakan antara perilaku yang baik dan yang buruk, kemudian mengaplikasikannya secara tepat, merupakan kewajiban bagi setiap pribadi muslim. 114 Pada penjelasan berikutnya al-zarnuji mulai memperhatikan hubungan ilmu dengan kebutuhan yang bersifat temporal dalam pengertian individual, tapi bersifat vital dalam konteks kemasyarakatan, bersifat temporal karena usaha pemenuhan kebutuhannya adalah suatu keharusan. Al-Zarnuji menggambarkan secara praktis dengan memperlihatkan perbedaan kebutuhan makan dan pengobatan. Kebutuhan yang pertama dikategorikan sebagai kebutuhan primer yang harus dipenuhi karena memang dirasakan oleh setiap muslim dalam situasi apapun. Sementara kebutuhan yang kedua harus 113 Ghozali KH, Terjemah Kitab al- Muta aliim (Kiat sukses dalam Menuntut Ilmu), (Jakarta: Rika Grafika, 1994), hlm Ma ruf Asrori,Etika Belajar Bagi Penuntut ILmu, Terjemah Ta lim al-muta aliim (Surabaya: al-miftah, 1996), hlm. 8.

103 103 dipenuhi oleh pribadi tertentu yang menanggung sakit. Dengan demikian al- Zarnuji menegaskan bahwa mempelajari ilmu yang berkaitan dengan kebutuhan temporal menjadi kewajiban muslim secara kolektif, atau dalam bahasa yang diungkapkan dalam kitabnya adalah ilmu yang bersifat Fardlu Kifayah, dan yang bersifat primer pada individual dibahasakan dengan bahasa Fardlu Ain. Al-Zarnuji kemudian menguraikan tentang ilmu dan fiqh, dua konsep yang memang amat pelik untuk dibedakan. Dengan ilmu, apapun akan menjadi jelas, ilmu di sini agaknya sebagai media penjelasan. Sedangkan fiqh menurutnya mengandung pengetahuan yang benar. Dalam pandangan Abu Hanifah sebagaimana dikutib oleh al-zarnuji, fiqh adalah pengetahuan seseorang tentang hak dan kewajibannya. Lebih jauh dikemukakan bahwa ilmu hanya akan berarti jika diaplikasikan dengan amal yang lebih mengutamakan hasil abadi daripada yang sesaat. 115 Dalam fasl-fasl selanjutnya, al-zarnuji menuliskan dalam kitabnya tentang etika peserta didik yang disampaikan dengan bahasa yang sangat aplikatif dan sarat dengan kehati-hatian. Semisal sikap pada guru/pendidik dan etika ketika akan mengawali belajar, ketika dan waktu mengakhiri belajar. Dapat dibuktikan dengan pemilihan bahasa labudda dan yanbaghi yang keduanya memiliki arti (seyogyanya atau seharusnya). Dari alinea-alinea didalam kitab yang telah terungkap di atas, menggambarkan kesungguhan al-zarnuji yang sangat menginginkan adanya 115 Ibid, hlm 9

104 104 sikap beretika dalam setiap perilaku yang dilakukan oleh peserta didik. Selain itu, pada fasl kesembilan al-zarnuji juga menekankan peserta didik untuk saling menyayangi dan profesional dalam penggunaan waktu. Berangkat dari seluruh keistimewaan yang dimiliki kitab Ta lim al- Muta allim Tariq al-ta allum karya al-zarnuji yang disebutkan di atas, serta popularitas yang dimiliki oleh kitab tersebut, terutama di instansi-instansi pendidikan Islam (Pondok Pesantren). Banyak sekali penelitian-penelitian yang mengkaji kitab tersebut, termasuk salah satunya adalah skripsi ini. D. Latar Belakang Penulisan Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum. Dalam catatan sejarah, belum ada kejelasan tahun berapa tepatnya kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum ini ditulis. Di dalam syarah kitab yang ditulis oleh Syekh Ibrahim bin Ismail hanya memaparkan tentang latar belakang penelitian kitab ini. Kitab ini di tulis oleh al-zarnuji sebagai wujud dari keprihatinannya terhadap keadaaan para penuntut ilmu di masanya. Ia melihat banyak orang yang telah lama menuntut ilmu dan mempunyai ilmu banyak akan tetapi tidak dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan ilmu tidak mempunyai arti dalam kehidupan mereka. Dalam hal ini dijelaskan oleh al- Zarnuji dalam kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum sebagai berikut:

105 105 Artinya: Setelah saya amati banyak pencari ilmu (pelajar, santri dan mahasiswa) pada generasi saya, ternyata mereka banyak mendapatkan ilmu tetapi tidak dapat mencapai manfaat dan buahnya, yaitu pengamalan dan penyebarannya. Hal ini disebabkan oleh kesalahan mereka menempuh jalan dan mengabaikan syarat-syarat menuntut ilmu, padahal setiap orang yang salah jalan, maka ia akan tersesat dan tidak dapat mencapai tujuannya, baik sedikit maupun banyak. Oleh karenanya, dengan senang hati saya akan menjelaskan kepada mereka mengenai metodologi belajar berdasarkan apa yang saya pelajari dalam beberapa buku dan petunjuk-petunjuk yang saya dengar dari para guruku yang cerdik cendekia. Penyusunan buku ini mendapat kebahagiaan dan keselamatan pada hari kiamat nanti. Buku ini saya susun setelah memohon petunjuk kepada Allah swt. 116 Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa pada saat itu al-zarnuji banyak menemui para pelajar yang gagal dalam menuntut ilmu, dengan kata lain ilmu yang mereka miliki tidak dapat memberi kemanfaatan bagi dirinya sendiri, terlebih kemanfaatannya bagi orang lain. Hal ini dikarenakan mereka salah jalan dan meninggalkan syarat-syarat yang menjadi keharusan di dalam menuntut ilmu. Di antara keharusan yang harus dipenuhi oleh setiap penuntut ilmu menurut al-zarnuji adalah keharusan seorang peserta didik untuk mengagungkan dan memuliakan seorang guru, selektif dalam memilih teman, memiliki niat yang baik karena Allah, dan banyak lagi. 116 Ibid, hlm 1-2.

106 106 BAB IV HASIL PENELITIAN Pada bab ke empat ini merupakan inti dari penelitian skripsi, di dalamnya akan disampaikan secara penyeluruh tentang etika peserta didik dalam perspektif Burhanuddin al-zarnuji. Namun untuk memperjelas, maka pada sub bab item pertama ini akan digambarkan terlebih dahulu keseluruhan isi dari kitab Ta lim al- Muta allim Tariq al-ta allum. Paparan yang akan ditulis berikut ini merupakan isi dari kitab Ta lim al- Muta allim Tariq al-ta allum terbitan Dar-al Ilm Surabaya tanpa tahun, dan terjemahan bahasa Indonesia oleh Drs. A. Ma ruf Asrori dengan judul Etika Belajar Bagi penuntut Ilmu, yang diterbitkan oleh al-miftah Surabaya. Meskipun tidak menutup kemungkinan ada beberapa judul buku terjemahan lain, namun peneliti menggunakan buku tersebut sebagai acuan penelitian ini setelah kitab asli. A. Paparan Tentang Isi Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum Pada hakikatnya, dalam khazanah Islam, kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum bukanlah saru-satunya kitab yang membahas tentang etika peserta didik, ada beberapa kitab yang memiliki kecendrungan sama dengan kitab tersebut, bahkan lebih dahulu dituliskan daripada kitab Ta lim al- Muta allim Tariq al-ta allum. Sebut saja misalnya, al-targhib fi al-ilm karya Ismail al-muzani (wafat 264 H), Bidayat al-hidayah dan Minhaj al- Muta allim karya al-ghazali (wafat 505 H). Namun, Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum jauh lebih mengakar di kalangan pesantren dibanding kitab-kitab tentang etika mencari ilmu yang lain, sekalipun periode

107 107 penyusunannya jauh lebih dahulu dibanding Ta lim al-muta allim Tariq al- Ta allum. Bandingkan antara Ta lim yang disusun pada akhir abad ketujuh Hijriyah dengan al-targhib fi al-ilm yang dikarang pertengahan abad ketiga. 117 Firman Allah dalam surat al-nur ayat 35, menyatakan: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada Pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakanakan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya- Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaanperumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. 118 Pada ayat tersebut di atas dengan jelas dinyatakan bahwa Allah dapat membimbing seseorang untuk mendapatkan cahaya-nya itu jika Dia menghendakinya. Bertolak dari keyakinan bahwa itu datang dari Allah, maka muncullah etika tentang mendekatkan diri kepada Allah yang harus dilakukan oleh seorang pelajar yang ingin mendapatkan ilmu-nya. Bagian inilah yang nantinya akan membawa kepada penjelasan tentang sikap jiwa seorang pelajar. Dalam bahasa yang ditawarkan oleh al-zarnuji adalah adanya sikap 117 Admin, Konsep Tarbiyah al-zarnuji: Metodologi atau Pesan?, Buletin Istinbat, 2 Mei 2004, (http: www. Sidogiri. Com. Diakses 4 Maret 2009). 118 Al-Qur an dan Terjemahannya, op, cit., hlm. 354.

108 108 tawakkal, iffah, sabar dan tabah untuk mendapatkan ilmu yang nantinya di ridhoi oleh Allah. Karena seorang pelajar yang ingin mendapatkan ilmu itu memerlukan bimbingan, pengarahan, dan petunjuk dari guru, kemudian muncullah etika peserta didik terhadap gurunya. Bagian ini yang kemudian menampilkan adanya konsep etika peserta didik terhadap pendidik (guru) serta konsekuensi apabila etika tersebut tidak lagi dilaksanakan. Selain hal tersebut, seorang peserta didik tidak hanya membutuhkan adanya guru, dia juga membutuhkan seorang teman tempat berbagi rasa dan belajar bersama. Teman tersebut memiliki pengaruh yang signifikan, karena kebiasaaan yang sering sekali dilakukan oleh seorang teman tidak menutup kemungkinan akan dilaksanakan pula oleh seorang peserta didik. Berangkat dari hal tersebut kemudian muncul etika memilih teman, dan etika yang harus dilakukan antara sesama pelajar. Selanjutnya, karena seorang yang tengah menuntut ilmu memerlukan kesiapan fisik yang prima, akal yang sehat, pikiran yang jernih, dan jiwa yang tenang, maka perlu adanya upaya pemeliharaan yang sungguh-sungguh terhadap potensi dan alat indra, fisik, dan mental yang diperlukan untuk mencari ilmu. Oleh sebab itu, muncullah aturan yang berkenaan dengan cara menjaganya, dengan beristirahat, makan yang bergizi, menjauhi makanan dan minuman yang memabukkan dan membawa mudharat terhadap perkembangan potensi dan kesehatan yang dimiliki oleh peserta didik Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, op. cit., hlm

109 109 Berdasarkan filosofi di atas maka sangat tepat sekali jika dalam kajian ini mengangkat tentang etika bagi peserta didik yang dituliskan dalam kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum, karena disamping memuat segala yang terpapar di atas, Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum juga memiliki kupasan-kupasan yang bersifat aplikatif. Dalam kitab yang terdiri dari muqaddimah dan 13 fasl tersebut, al-zarnuji menuliskan tentang beberapa hal yang berkaitan dengan etika peserta didik terhadap dirinya sendiri, orang lain, guru dan kitab atau buku pelajarannya. Di samping itu, al-zarnuji juga memaparkan tentang beberapa hal yang harus dijauhi selama menuntut ilmu dan beberapa hal yang harus dilakukan ketika seorang mencari ilmu. Dalam Muqaddimah kitabnya, al-zarnuji memaparkan tentang kondisi generasi pelajar pada masanya, yang kemudian menjadi latar belakang penulisan karyanya tersebut. Kemudian disusul dengan 13 fasl yang diawali dengan pembahasan tentang pembagian ilmu. Paparan di atas akan dijelaskan satu-persatu dalam bentuk sub bab berikut, agar tidak timbul kerancuan dalam pemahaman, dan dengan adanya klasifikasi berikut, maka akan sangat terbaca beberapa hal yang termasuk etika peserta didik terhadap Tuhan, Orang tua, guru, buku dan teman sebayanya, dirinya, dan etika ketika belajar. Fasl 01: Hakekat ilmu dan fiqh serta keutamaannya Penulisan fasl awal dalam kitabnya, al-zarnuji memulai dengan hadist Nabi tentang kewajiban mencari ilmu:

110 110 Menuntut ilmu adalah fardlu ain (kewajiban individu) bagi setiap muslim dan muslimat (al-hadits). Lebih lanjut dalam kitabnya, dinyatakan bahwa menuntut ilmu tidak diharuskan untuk segala macam ilmu. Akan tetapi lebih kepada ilmu-ilmu hall (ilmu yang menyangkut kewajiban sehari-hari sebagai muslim, seperti ilmu tauhid, akhlak, dan fiqh). Dan sebaik-baik amal adalah menjaga hall. 120 Di samping itu, manusia juga diwajibkan mempelajari ilmu yang diperlukan setiap saat. Karena manusia diwajibkan shalat, puasa dan haji, maka ia juga diwajibkan mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan kewajiban tersebut. Sebab apa yang menjadi perantara pada perbuatan wajib, maka wajib pula hukumnya. Demikian pula, manusia wajib mempelajari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan berbagai pekerjaan atau kariernya. Seseorang yang sibuk dengan tugas kerjanya (misalnya dagang), maka ia wajib mengetahui bagaimana cara menghindari yang haram. Di samping itu, manusia juga diwajibkan mempelajari ilmu ahwal al-qalb, seperti tawakkal, ridla dan sebagainya. 121 Mempelajari ilmu yang kegunaannya hanya dalam waktu-waktu tertentu, hukumnya fardlu kifayah, sedangkan mempelajari ilmu yang tidak ada manfaatnya atau bahkan membahayakan adalah haram hukumnya Ma ruf Asrori, Etika Belajar Bagi Penuntut Ilmu, op, cit., hlm Ibid, hlm Ibid, hlm

111 111 Fasl 02: Niat di waktu belajar Belajar hendaknya diniati untuk mencari ridla Allah, memperoleh kebahagiaan akhirat, berusaha memerangi kebodohan sendiri dan orang lain, mengembangkan dan melestarikan Islam serta mensyukuri nikmat akal dan badan yang sehat. Niat tidak boleh dilakukan semata-mata untuk mencari pengaruh, kenikmatan duniawi atau kehormatan di hadapan orang lain. Sebuah syair Abu Hanifah yang didapatkan al-zarnuji dari Syaikh Al-Imam Al-Ajall Ustaz Qawam Ad-Din Hammad Ibnu Ibrahim Ibnu Isma'il Ash-Shaffar Al-Anshari menyebutkan: Barangsiapa mencari ilmu untuk tujuan akhirat, maka beruntunglah ia dengan keutamaan dari petunjuk Allah, dan sungguh amat merugi orang yang mencari ilmu hanya untuk mendapatkan keuntungan dari hamba Allah (manusia). 123 Disamping itu seorang peserta didik sebaiknya tidak merendahkan (menghinakan) dirinya dengan mengharapkan sesuatu yang tidak semestinya dan menghindari hal-hal yang dapat menghinakan ilmu dan ahli ilmu. 124 Fasl 03: Memilih ilmu, pendidik, teman dan ketabahan dalam mempelajari ilmu Peserta didik hendaknya memilih ilmu yang terbaik dan ilmu yang dibutuhkan dalam kehidupan agamanya dan masa depan. Peserta didik perlu mendahulukan ilmu tauhid dan ma'rifat beserta dalilnya. Karena keimanan secara taklid (mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui dalilnya), 123 Ibid, hlm Ibid, hlm. 19

112 112 meskipun sah menurut kita, tetapi tetap berdosa, karena tidak berusaha mengkaji dalilnya. Demikian pula, perlu memilih ilmu 'atiq (kuno). 125 Dalam memilih pendidik hendaknya mengambil yang lebih wara', alim, berlapang dada dan penyabar. Peserta didik harus sabar dan tabah dalam belajar kepada pendidik yang telah dipilihnya serta sabar dalam menghadapi berbagai cobaan. 126 Selain itu seorang peserta didik juga harus memiliki minat yang besar, dan bekal yang cukup dalam menuntut ilmu. Seorang penyair mengatakan: Ingatlah! Engkau tidak akan bisa memperoleh ilmu kecuali karena enam syarat: aku akan menjelaskan keenam syarat itu padamu, yaitu: kecerdasan, hasrat atau motivasi yang keras, sabar, modal (sarana), petunjuk guru, dan masa yang panjang (kontinyu) Selanjutnya, dalam memilih seorang teman, Peserta didik hendaknya memilih teman yang tekun, wara', jujur dan mudah memahami masalah. Menjauhi pemalas, banyak bicara, penganggur, pengacau dan pemfitnah. Dalam kitab tersebut, terdapat salah satu syair dengan menggunakan bahasa persi menyatakan: Teman yang buruk lebih berbahaya daripada ular berbisa. Demi Allah dzat Yang Maha Benar dan Maha Suci. Teman yang buruk mengantar menuju neraka jahim. Teman yang baik mengantar menuju syurga na im. 125 Ibid, hlm Ibid, hlm

113 113 Disamping itu, al-zarnuji juga menganjurkan pada peserta didik agar bermusyawarah dalam segala hal yang dihadapi. Karena ilmu adalah perkara yang sangat penting serta sulit, maka bermusyawarah disini menjadi lebih penting dan diharuskan pelaksanaannya. 127 Fasl 04: Menghormati ilmu dan orang yang berilmu Al-Zarnuji mengatakan bahwa seorang peserta didik tidak akan dapat meraih ilmu dan memanfaatkan yang ia dapat kecuali dengan menghormati ilmu dan ahlinya serta menghormati dan mengagungkan gurunya. Oleh sebab itu dalam fasl yang keempat, al-zarnuji menuliskan tentang kewajiban menghormati ilmu dan ahlinya. Al-Zarnuji mengikut sertakan dalam kitabnya salah satu ungkapan yang diucapkan oleh Ali karrama Allah wajhahu berkata Aku adalah hamba sahaya bagi orang yang mengajarku, walaupun satu huruf saja. Bila ia bermaksud menjualku, maka ia bisa menjualku. Bila ia bermaksud memerdekakanku, maka ia bisa memerdekakanku dan bila ia bermaksud memperbudakku, maka ia bisa memperbudakku. 128 Cara menghormati pendidik diantaranya adalah tidak berjalan didepannya, tidak menempati tempat duduknya, tidak memulai mengajaknya bicara kecuali atas izinnya, tidak bicara macam-macam di depannya, tidak menanyakan suatu masalah pada waktu pendidiknya lelah, memelihara waktu yang sudah ditentukan untuk belajar, tidak mengetuk pintu rumahnya, tetapi sabar menunggu hingga pendidik itu keluar dari rumahnya, menghormati putera dan semua orang yang ada hubungan dengannya dan tidak duduk terlalu dekat dengannya sewaktu belajar kecuali karena terpaksa. Pada 127 Ibid, hlm Ibid, hlm. 35.

114 114 prinsipnya, peserta didik harus melakukan hal-hal yang membuat pendidik rela, menjauhkan amarahnya dan mentaati perintahnya yang tidak bertentangan dengan agama Allah. 129 Termasuk menghormati ilmu adalah menghormati pendidik dan kawan serta memuliakan kitab. Oleh karena itu, peserta didik hendaknya tidak mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci. Demikian pula dalam belajar, hendaknya dalam keadaan suci. Al-Zarnuji menyarankan kepada peserta didik yang akan memulai belajar dengan berwudhu. Sebab ilmu adalah cahaya, wudlupun cahaya, maka akan semakin bersinarlah cahaya ilmu itu dengan wudlu. 130 Peserta didik hendaknya juga memperhatikan catatan, yakni selalu menulis dengan rapi dan jelas, agar tidak terjadi penyesalan di kemudian hari. Disamping itu, peserta didik hendaknya dengan penuh rasa hormat, selalu memperhatikan secara seksama terhadap ilmu yang disampaikan padanya, sekalipun telah diulang seribu kali penyampaiannya. 131 Fasl 05: Kesungguhan dan kontinyu dalam belajar Peserta didik harus sungguh-sungguh di dalam belajar dan mampu mengulangi pelajarannya secara kontinyu sesuai dengan anjuran yang Allah firmankan dalam surat al-ankabut: Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. dan Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik Ibid, hlm Ibid, hlm Ibid, hlm Ibid, hlm. 47.

115 115 Di dalam kitabnya,al-zarnuji menuliskan bahwa peserta didik lebih baik belajar pada awal waktu malam dan di akhir malam, yakni waktu antara maghrib dan Isya dan setelah waktu sahur, sebab waktu-waktu tersebut kesempatan yang memberkahi. Selain itu, al-zarnuji juga mengisyaratkan bahwa kemalasan disebabkan oleh lendir dahak yang cukup banyak, yang disebabkan dengan terlalu banyak makan dan minum. Cara menguranginya bisa dengan menghayati manfaat dari makan sedikit yang di antaranya adalah badan menjadi sehat, terhindar dari badan yang haram dan ikut memikirkan nasib orang lain. Bersiwak juga dapat mengurangi lendir dahak, di samping dapat memperlancar hafalan dan kefasihan lisan serta termasuk sunnah Nabi saw., yang bisa memperbesar pahala shalat dan membaca Al-Quran. 134 Dalam fasl ini pula, al-zarnuji menganjurkan kepada peserta didik untuk memiliki cita-cita yang luhur dan berusaha keras melawan kemalasan yang disebabkan dengan banyaknya lendir sebagaimana yang dituliskan sebelumnya, karena menurutnya seseorang akan terbang dengan cita-citanya sebagaimana burung yang terbang dengan kedua sayapnya. Abu Thayyib berkata: 133 Al-Qur an dan Terjemahannya, op, cit., hlm Ibid, hlm

116 116 Cita-cita akan tercapai sejauh orang-orang akan bercita-cita. Kemuliaan akan tercapai sejauh seseorang berbuat mulia. Sesuatu yang kecil akan tampak besar bagi orang-orang yang bercita-cita kecil. Dan sesuatu yang besar akan tampak kecil bagi orang-orang yang bercita-cita besar. 135 Fasl 06: Permulaan belajar, kadar belajar dan urutan ilmu yang dipelajari Belajar hendaknya dimulai pada hari Rabu. Syaikh Burhan Ad-Din, Imam Abu Hanifah dan Syaikh Abu Yusuf Al-Hamadani memulai perbuatan baiknya, termasuk belajar pada hari Rabu. Dalam hal ini al-zarnuji menyebutkan salah satu hadist Nabi yang melandasi pemikirannya, Rasulullah bersabda: Tidak ada sesuatu yang dimulai pada hari rabu kecuali akan berakhir sempurna. Sebab hari itu Allah menciptakan nur (cahaya), hari sialnya orang kafir yang berarti hari berkahnya orang mukmin. 136 Bagi pemula hendaknya mengambil pelajaran yang sekiranya dapat dikuasai dengan baik setelah di ulangi dua kali. Kemudian tiap hari ditambah sedikit demi sedikit, sehingga apabila telah banyak masih mungkin dikuasai secara baik dengan mengulanginya dua kali, seraya ditambah sedikit demi sedikit lagi. Apabila pada awalnya telah mempelajari banyak dan memerlukan pengulangan sepuluh kali, maka untuk seterusnya juga harus dilakukan seperti itu. Demikianlah Abu Hanifah menjelaskan apa yang diperolehnya dari Syaikh Al-Qadli Imam Umar Ibnu Abu Bakr Az-Zanjiyyi. Selain itu, untuk pemula hendaknya memilih kitab-kitab yang kecil, sebab dengan begitu akan lebih mudah dimengerti dan dikuasai dengan baik serta tidak menimbulkan 135 Ibid, hlm Ibid, hlm. 65.

117 117 kebosanan. Ilmu yang telah dikuasai dengan baik, hendaknya dicatat dan diulangi berkali-kali. Jangan sampai menulis sesuatu yang tidak dipahami, sebab hal itu bisa menumpulkan kecerdasan dan waktupun hilang dengan sia-sia belaka. 137 Al-Zarnuji juga menganjurkan untuk saling mengingat pelajaran (mudzakarah), dan berdiskusi (munadzarah) bagi seluruh peserta didik. Manfaat diskusi lebih besar daripada sekedar mengulangi pelajaran sendiri, sebab dalam diskusi, selain mengulangi juga menambah ilmu pengetahuan. Al-Zarnuji juga mengingatkan agar diskusi dilaksanakan dengan penuh kesadaran serta menghindari hal-hal yang membawa akibat negatif. Karena diskusi dilaksanakan guna mencari kebenaran, maka tidak akan berhasil bila disertai kekerasan dan berlatar belakang tidak baik. Peserta didik hendaknya membiasakan diri untuk memikirkan dengan sungguh-sungguh pada pelajaran yang sulit disetiap waktu. Disamping itu, ia juga perlu pandai-pandai mengambil pelajaran dari siapapun. Ibnu Abbas ketika ditanyai mengenai cara dia mendapatkan ilmu maka dijawabnya bahwa ia mendapatkan ilmu dengan lisan banyak bertanya dan hati selalu berpikir. 138 Peserta didik hendaknya selalu bersyukur kepada Allah, baik dengan hati, lisan, badan maupun harta. Hanya dari Allahlah kepahaman, ilmu dan tauhid datang. Dan kepada-nya pula, hendaknya peserta didik bertawakkal jangan sampai mengandalkan akal dan kemampuan diri semata Ibid, hlm Ibid, hlm Ibid, hlm. 78.

118 118 Selain itu peserta didik hendaknya membiasakan diri senang membeli kitab. Sebab hal itu bisa memudahkan ia belajar dan menelaah pelajarannya. Oleh karena itu, hendaknya peserta didik berusaha sedapat mungkin menyisihkan uang sakunya untuk membeli kitab. Menurut Al-Zarnuji perserta didik di masa dahulu belajar bekerja dulu, baru kemudian belajar, sehingga tidak tamak kepada harta orang lain. Ada ungkapan bahwa barang siapa mencukupi diri dengan harta orang lain, berarti ia melarat. 140 Selain yang telah disebutkan di atas, al-zarnuji menganjurkan pada peserta didik untuk selalu mempelajari ulang pelajaran-pelajaran yang telah lalu dengan cara berikut: (1) Pelajaran yang kemarin diulang sebanyak lima kali, (2) Pelajaran dua hari kemarin maka diulang sebanyak empat kali, (3) Pelajaran tiga hari kemarin diulang sebanyak tiga kali, (4) Pelajaran empat hari kemarin diulang sebanyak dua kali, dan pelajaran lima hari kemarin diulang sekali. Peserta didik tidak diperbolehkan membiasakan diri belajar dengan suara yang terlalu pelan, karena sesungguhnya belajar akan semakin baik jika dilakukan dengan semangat, tetapi juga tidak dilakukan dengan suara yang begitu keras hingga mengganggu. Bagi al-zarnuji sesuatu yang dilakukan dengan penuh kekurangan merupakan sesuatu yang kurang sempurna, sedangkan apabila dikerjakan dengan berlebihanpun menjadi tidak baik dan berdampak tidak baik pula pada peserta didik. Oleh sebab itu, al-zarnuji 140 Ibid, hlm

119 119 menganjurkan peserta didik melakukan setiap sesuatu tengah-tengah saja, tidak terlalu berlebihan begitu pula sebaliknya. 141 Fasl 07: Tawakkal Dalam belajar, Peserta didik harus tawakkal kepada Allah dan tidak tergoda oleh urusan-urusan rizki. Tidak digelisahkan oleh urusan duniawi, karena kegelisahan tidak bisa mengelakkan musibah, bergunapun tidak, bahkan membahayakan hati, akal, badan dan merusak perbuatan-perbuatan yang baik. Oleh karena itu, hendaknya peserta didik berusaha untuk mengurangi urusan duniawi. Abu Hanifah meriwayatkan dari Abdullah bin Hasan az-zubaidi, seorang sahabat Rasulullah saw., Rasulullah Bersabda: Barangsiapa mendalami agama Allah, maka Allah akan mencukupi kebutuhannya dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangkanya (Hadist diriwayatkan oleh Abu Hanifah dari Abdullah bin Hasan al-zubaidi). Peserta didik harus sanggup menanggung segala kesulitan dan keprihatinan pada saat merantau mencari ilmu. Sebagaimana pernah diucapkan oleh Nabi Musa as., tentang bepergian mencari ilmu: Aku benar-benar menemui kesulitan dalam bepergianku ini. Ucapan ini tidak pernah terdengar darinya dalam masalah selain bepergian mencari ilmu. Hal ini agar disadari bahwa merantau mencari ilmu itu tidak akan pernah lepas dari kesulitan karena mencari ilmu merupakan sesuatu yang agung, lebih agung daripada perang menurut beberapa ulama Ibid, hlm Ibid, hlm

120 120 Peserta didik hendaknya bersabar dalam perjalanannya mempelajari ilmu. Perlu disadari bahwa perjalanan mempelajari ilmu itu tidak akan terlepas dari kesulitan sebagaimana dituliskan sebelumnya, sebab mempelajari ilmu adalah suatu perbuatan yang menurut kebanyakan ulama lebih utama dari pada berperang membela agama Allah. Siapa yang bersabar menghadapi kesulitan dalam mempelajari ilmu, maka ia akan merasakan lezatnya ilmu melebihi segala kelezatan yang ada di dunia. 143 Fasl 08: Masa mencapai ilmu Masa belajar adalah semenjak buaian hingga masuk ke liang lahat. Masa yang cemerlang untuk belajar adalah awal masa muda. Waktu afdhal dalam Belajar adalah waktu sahur dan antara maghrib dan Isya'. Namun sebaiknya peserta didik memanfaatkan seluruh waktunya untuk belajar. Bila telah merasa bosan mempelajari suatu ilmu hendaknya mempelajari ilmu yang lain. Muhammad Ibnu Al-Hasan tidak tidur semalaman untuk mempelajari buku-bukunya. Apabila ia telah jenuh mempelajari suatu ilmu, maka berpindah ke ilmu yang lain. Iapun menyediakan air untuk menghilangkan kantuknya, sebab ia berpendapat bahwa kantuk itu dari panas maka untuk menghilangkannya harus dengan air dingin. 144 Fasl 09: Kasih sayang dan nasehat Seseorang yang memiliki ilmu hendaknya memiliki rasa kasih sayang, mau memberi nasehat dan tidak disertai dengan rasa hasud, karena hasud tidak mendatangkan kebaikan bahkan akan mendatangkan bahaya. Menurut Syaikh 143 Ibid, hlm Ibid, hlm

121 121 Burhanuddin, Para ulama banyak yang berkata bahwa putera guru dapat menjadi seorang yang alim, karena guru selalu menghendaki murid-muridnya menjadi ulama dalam bidang Al-Qur an. Lantas karena berkah dan i tikadnya serta kasih sayangnya, maka puteranya menjadi seorang yang alim seperti dirinya. 145 Peserta didik hendaknya selalu berusaha menghiasi dirinya dengan akhlak mulia. Menjauhi adanya perselisihan dan permusuhan, berprasangka buruk, karena hal tersebut hanya akan menyia-nyiakan waktu. Lebih lanjut al- Zarnuji menyatakan bahwa setiap kebaikan pasti akan dibalas dengan kebaikan, begitu pula sebaliknya. Seorang penyair berkata: Jika engkau inginkan musuhmu mati terhina terbunuh susah, terbakar derita. Maka caranya capailah mulia, tambahlah ilmu. Sebab orang dengki akan semakin susah apabila seseorang yang didengki bertambah ilmunya. 146 Peserta didik juga harus menjauhi berprasangka buruk terhadap sesamanya, terlebih pada guru. Karena sangkaan buruk bisa terjadi karena niat jelek dan hati yang jahat. Sebuah syair yang dikemukakan oleh Abu Thayyib yang dituliskan oleh al-zarnuji menyatakan: Apabila buruk laku perbuatan seseorang, maka akan buruk pula prasangkanya. Ia akan membenarkan apa yang diangankannya. Ia memusuhi orang yang menyintainya dan menuduh memusuinya. Pada tengah malam ia diliputi gelapnya kebimbangan hingga pagi hari Ibid, hlm Ibid, hlm Ibid, hlm. 99.

122 122 Fasl 10: Mengambil pelajaran (istifadah) Peserta didik hendaknya dapat mengambil pelajaran (Istifadah) dan memanfaatkan semua kesempatannya untuk belajar, hingga dapat mencapai keutamaan. Caranya dengan menyediakan alat tulis disetiap saat untuk mencatat hal-hal ilmiah yang diperolehnya. Ada ungkapan: Hafalan akan dapat sirna tetapi tulisan akan tetap tegak. Zain Al-Islam pernah menyampaikan bahwa suatu ketika Hilal Ibnu Yasar berkata: Kulihat Nabi saw., mengemukakan sepatah ilmu dan hikmah kepada sahabat-sahabat beliu lalu usulku : Wahai Rasulullah saw., ulangilah apa yang telah kau jelaskan kepada mereka. Rasulullah saw., lalu bertanya kepadaku: Apakah engkau mempunyai seperangkat alat tulis? Aku menjawab: Aku tidak mempunyai seperangkat alat tulis, Nabi saw., lalu bersabda: Wahai Hilal, janganlah kamu terpisahkan dari seperangkat alat tulis, karena di dalamnya terdapat kebaikan, juga bagi orang yang membawanya sampai hari kiamat. 148 Al-Zarnuji mengingatkan bahwa umur itu pendek dan ilmu itu banyak. Oleh karena itu peserta didik jangan sampai menyia-nyiakan waktunya, hendaklah ia selalu memanfaatkan waktu-waktu malamnya dan saat-saat yang sepi untuk terus belajar. Dan hendaknya bagi peserta didik untuk selalu mengambil pelajaran dari orang yang lebih tua. Seorang tokoh Islam yang telah lanjut usia menasehati: Sering aku bertemu dengan orang yang lanjut usia yang mulia ilmu dan amalnya, tetapi saya tidak pernah mengambil pelajaran darinya. Atas kejadian ini kuungkapkan sebait syair: Betapa aku sangat menyesal tidak mendapat apa-apa. Apa yang telah berlalu tidak mungkin didapat. Ali ra., berkata: Jika kamu menghadapi suatu masalah, maka hadapilah (pecahkanlah) masalah itu. Berpaling dari ilmu Allah akan 148 Ibid, hlm

123 123 membuatmu terhina dan menyesal. Mohonlah perlindungan kepada Allah siang dan malam. Selain itu, merupakan keharusan bagi peserta didik untuk menanggung derita selama menuntut ilmu. Serta kewajiban untuk mempertajam ilmu melalui diskusi dengan guru, teman, dan banyak mengulangi pelajaran yang telah dipelajari. Seorang ahli mengatakan: Sesungguhnya ilmu itu mulia dan tidak menyimpan kehinaan, maka ilmu tidak akan didapatkan kecuali dengan perjuangan dan menghinakan nafsumu. 149 Fasl 11: Wara di waktu belajar Di waktu belajar hendaknya peserta didik berlaku wara', sebagaimana hadits Nabi, Barangsiapa tidak wara ketika belajar, maka Allah akan mengujinya dengan salah satu dari tiga perkara: dimatikan ketika muda, diletakkan di kalangan orang-orang bodoh, atau diberi cobaan menjadi pelayan para penguasa. Dengan wara maka ilmu yang didapatkan akan lebih bermanfaat, lebih besar faedahnya dan belajarpun lebih mudah. 150 Sedangkan yang termasuk perbuatan wara' antara lain adalah menjaga diri dari terlalu kenyang, terlalu banyak tidur dan terlalu banyak membicarakan hal-hal yang tidak bermanfaat. Selain itu bila memungkinkan juga menghindari makanan masak di pasar yang diperkirakan lebih mudah terkena najis dan kotoran, jauh dari dzikir, dan diketahui orang-orang fakir, sementara mereka tidak mampu membelinya yang akhirnya berduka lara, sehingga berkahnyapun menjadi hilang karena hal-hal tersebut. 149 Ibid, hlm Ibid, hlm. 106.

124 124 Hendaknya bagi peserta didik dapat menjauhkan diri dari penganggur, perusak dan pelaku maksiat, sebab pergaulan itu besar pengaruhnya. Selain itu, menghadap kiblat waktu belajar, bercerminkan diri dengan Sunnah Nabi, mohon didoakan oleh ulama ahli kebajikan dan menghindari doa tidak baiknya orang teraniaya, kesemuanya itu juga termasuk wara'. Peserta didik hendaknya menjaga diri dari ghibah dan bergaul dengan orang yang terlalu banyak bicara agar waktunya tidak habis dengan sia-sia belaka. Disamping itu, jangan sampai mengabaikan adab kesopanan dan perbuatan-perbuatan sunnah. Hendaknya memperbanyak sholat dan melaksanakannya secara khusyuk, sebab hal itu akan membantunya dalam mencapai keberhasilan studinya. Dalam hal ini Al-Zarnuji juga mengingatkan kembali agar peserta didik selalu membawa buku untuk dipelajari dan alat tulis untuk mencatat segala pengetahuan yang didapatkannya. Ada ungkapan bahwa barang siapa tidak ada buku di sakunya maka tidak ada hikmah dalam hatinya. Lebih utama bila (lembaran-lembaran) buku itu berwarna putih. 151 Fasl 12: Penyebab hafal dan lupa Yang paling kuat menyebabkan mudah hafal adalah kesungguhan, kontinyu, mengurangi makan, melaksanakan shalat malam, membaca Al-Qur an, banyak-banyak membaca shalawat Nabi dan berdoa sewaktu mengkaji buku serta seusai menulis. Selain itu, bersiwak, minum madu, memakan kandar (sejenis susu, yang hanya ada di Turki yang dicampur 151 Ibid, hlm

125 125 dengan gula) dan minum dua puluh satu zabib merah setiap hari dengan penuh syukur. Sedangkan apapun yang dapat menambah lendir dan dahak adalah hal yang menyebabkan lupa, dan apapun yang dapat mengurangi dahak dan lendir, maka merupakan hal yang dapat memperkuat hafalan. 152 Adapun penyebab mudah lupa antara lain adalah perbutan maksiat, banyak dosa, gelisah karena urusan-urusan duniawi dan terlalu sibuk dengan urusan-urusan duniawi. Demikian pula makan ketumbar, buah apel masam, melihat salib, membaca tulisan pada nisan, berjalan di sela-sela iringan unta, membuang kutu yang masih hidup ke tanah dan berbekam pada tengkuk. 153 Fasl 13: Penyebab bertambah dan berkurangnya rizqi dan hal yang menambah serta mengurangi umur Dalam menunutut ilmu bagi peserta didik tentulah membutuhkan makanan. Oleh sebab itu, maka menjadi keharusan bagi peserta didik untuk mengetahui apa saja yang mendatangkan rezeki yang banyak, dan apa saja hal-hal yang dapat menambah panjang usia dan tetap sehat, agar dapat menyelesaikan dengan baik masa belajarnya. 154 Rasulullah saw., bersabda: Hanya do a yang dapat mengubah takdir dan hanya taqwa yang dapat menambah usia. Seseorang yang terhalang rizkinya adalah karena dosa yang diperbuatnya. Dari hadits ini dapat disimpulkan bahwa perbuatan dosa menjadi sebab terhalangnya rizki, terlebih berdusta Ibid, hlm Ibid, hlm Ibid, hlm Ibid, hlm. 123.

126 126 Selain yang tertera di atas, berikut merupakan beberapa hal yang menyebabkan berkurangnya rizki, di antaranya: Tidur diwaktu subuh, Tidur telanjang, kencing telanjang, makan dalam keadaan junub, membiarkan sisa makanan berserakan, membakar kulit kerambang dan dasun, menyapu lantai dengan kain atau di waktu malam, membiarkan sampah berserakan, lewat di depan pini sepuh, memanggil orang tua tanpa gelar (seperti pak, bu, mas dan lain sebagainya), membersihkan selilit gigi dengan benda kasar, melumurkan tanah atau debu dengan tangan, duduk di beranda pintu, bersandar pada kaki gawang pintu, berwudlu di tempat orang beristirahat, menjahit pakaian yang sedang dipakai, menyeka muka dengan kain, membiarkan sarang lebah berada di rumah, meremehkan ibadah shalat, bergegas keluar masjid setelah shalat shubuh, terlalu pagi berangkat ke pasar, membeli rerontokan makanan dari pengemis, mendoakan buruk kepada anak, membiarkan wadah tidak tertutupi, mematikan lampu dengan meniup, menulis dengan pena rusak, menyisir rambut dengan sisir rusak, tidak mendoakan baik kepada kedua orang tua, memakai serban sambil duduk, memakai celana sambil berdiri, kikir, terlalu hemat atau terlalu berlebihan dalam membelanjakan harta, bermalas-malasan, menunda-nunda dan mudah menyepelekan suatu perkara. Sedangkan apabila seorang peserta didik dapat bangun di pagi hari serta mampu menulis yang baik juga merupakan kunci memperoleh rizki. Wajah berseri-seri, bertutur kata yang manis dan banyak bersedekah juga bisa menambah rizki. Adapun penyebab yang paling kuat untuk memperoleh rizki

127 127 adalah shalat dengan ta zhim, khusyu, sempurna rukun, wajib, sunnah dan adatnya. Demikian pula melakukan shalat dluha, membaca surat Al-Waqi'ah, khususnya di malam hari saat orang-orang tidur, surat Al-Mulk, Al-Muzammil, Al-Lail dan Al-Insyirah. Selain itu juga datang ke masjid sebelum azan, shalat Fajr, shalat witir di rumah dan berbagai macam doa untuk dikaruniai rizki. Selain itu, jangan terlalu banyak bergaul dengan lawan jenis, kecuali bila ada keperluan yang baik. Dan jangan omong kosong yang tidak berguna untuk agama dan dunianya, sebab barang siapa yang disibukkan oleh perbuatan yang tanpa guna bagi dirinya, maka yang semestinya akan berguna, menjadi terlewatkan darinya. 156 Selanjutnya, al-zarnuji menuliskan tentang beberapa hal yang menyebabkan bertambahnya umur. Salah satunya: berbuat kebajikan, tidak menyakiti orang lain, menghormati sesepuh, bersilaturrahim, memotong pepohonan yang masih hidup kecuali terpaksa, berwudlu secara sempurna, menunaikan shalat dengan ta'zhim dan haji serta memelihara kesehatan. Menurut Al-Zarnuji, Peserta didik Juga harus belajar ilmu kesehatan dan dapat memanfaatkannya dalam menjaga kesehatan dirinya. Demikianlah deskripsi isi kitab Ta'lim Al-Muta'allim karya Al-Zarnuji. Dia menulis kitab seperti itu, karena di masanya dia mengetahui banyak peserta didik yang telah belajar dengan sungguh-sungguh, tetapi tidak bisa mendapatkan manfaat dan hasilnya, yakni mengamalkan dan menyiarkannya. 156 Ibid, hlm

128 128 Menurut Al-Zarnuji hal tersebut dikarenakan mereka salah jalan dan meninggalkan syarat-syarat yang seharusnya mereka penuhi. Oleh karena itu, dia menulis kitab Ta'lim Al-Muta'allim dengan maksud menjelaskan kepada para peserta didik tentang cara yang seharusnya mereka tempuh agar tidak salah jalan, sehingga studi yang ditempuhnya bisa berhasil secara optimal dan bermanfaat. Sebagaimana yang dituliskannya dalam muqoddimah. B. Etika Peserta Didik dalam Perspektif Burhanuddin al-zarnuji Pada alinea berikut ini, merupakan pemaparan tentang buah pemikiran al-zarnuji tentang beberapa etika peserta didik dalam menuntut ilmu yang dituangkan dalam tulisannya di kitab Ta lim al-muta allim Tariq al- Ta allum. Karena dalam kitab Ta'lim Al-Muta'allim tidak ada suatu bab yang khusus membahas masalah etika peserta didik, maka untuk mendeskripsikan pemikiran-pemikiran al-zarnuji tentang masalah tersebut, peneliti menggunakan cara dengan mengambil pemikiran-pemikiran al-zarnuji dari berbagai bab yang ada dalam kitab Ta'lim Al-Muta'allim, yang ada kaitannya dengan masalah etika peserta didik. Setelah itu, agar lebih mudah difahami, maka pemikiran-pemikiran tersebut peneliti klasifikasikan menjadi beberapa bagian, sebagai berikut: 1. Etika Peserta Didik Terhadap Tuhan Dalam kitab al-muta allim Tariq al-ta allum al-zarnuji tidak mengungkapkan secara khusus tentang etika peserta didik terhadap Tuhannya. Namun dalam beberapa fasl di dalam kitabnya al-zarnuji

129 129 mengungkapkan ada beberapa hal yang berkaitan dengan etika seorang peserta didik terhadap Tuhannya, diantaranya: mengharap Ridho-Nya, bertawakkal, dan Wara. Akan tetapi dalam kitabnya al-zarnuji tidak mengungkapkan secara jelas pengertian dari beberapa item tersebut. Agar dapat dipahami tentang makna ketiganya, maka peneliti disini akan mencantumkan pengertian ketiganya dari beberapa literatur yang menerangkan tentang ketiganya. a. Wara Kata al-wara secara bahasa berarti saleh, menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Kata ini selanjutnya mengandung arti menjauhi hal-hal yang tidak baik. Dalam pengertian sufi, al-wara adalah meninggalkan segala sesuatu yang di dalamnya terdapat keragu-raguan antara halal dan haram (Syubhat). Yunus bin 'Ubaid rahimahullah menyatakan bahwa wara' yang sebenarnya adalah keluar dari semua yang syubhat dan muhasabah (introfeksi) terhadap diri sendiri di setiap kedipan mata. Sikap seseorang untuk menjauhi hal-hal yang syubhat. Hadist Nabi Muhammad saw, yang artinya barang siapa yang terbebas dari syubhat, maka sesungguhnya dia telah terbebas dari yang haram ( H.R. Bukhori). 157 Di antara tanda-tanda sifat wara' adalah: 158 1) Sangat berhati-hati dari yang haram dan syubhat. 157 M. Solihin dan M. Rosyid Anwar, Akhlak Tasawwuf (Manusia, Etika, dan Makna Hidup), Bandung: Penerbit Nuansa, 2005, H Mahmud Muhammad al-khazandar, Sifat Wara, Terj. Team Indonesia, Eko Haryanto Abu Ziyad, (http: diakses 14 Januari 2009)

130 130 2) Membuat pembatas di antaranya dan yang dilarang. 3) Menjauhi semua yang diragukan. 4) Tidak berlebihan dalam persoalan yang boleh. 5) Tidak memberikan fatwa tanpa berdasarkan ilmu. 6) Meninggalkan perkara yang tidak berguna. Sedangkan menurut Al-Zarnuji, salah satu perbuatan wara adalah menjauhkan diri dari perut terlalu kenyang, banyak tidur dan banyak bicara yang tidak ada gunanya. Menjauhi makan makanan pasar. 159 b. Ridha Kata al-ridha secara bahasa berarti rela, suka, dan senang. Harun Nasution mengatakan, ridha berarti tidak berusaha menentang qadha dan qadar Tuhan. Seseorang yang bersikap ridha akan menerima qadha dan qadar dengan hati senang. Dia mampu menghilangkan kebencian dari hati sehingga yang tertinggal di dalamnya hanya perasaan senang dan gembira. Dia merasa senang menerima malapetaka sebagaimana merasa senang menerima nikmat. Tidak meminta syurga dari Allah dan tidak meminta dijauhkan dengan neraka. Dia tidak berusaha sebelum turunnya qadha dan qadar, dan tidak merasa pahit dan sakit sesudah turunnya qadha dan qadar. Seseorang yang bersikap ridho justru perasaan cintanya bergelora di waktu menerima bala (cobaan yang berat) Burha al-din Al-Zarnuji, Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum, op, cit., hlm Solihin, op. cit., hlm. 188

131 131 Selain itu, dia juga rela berjuang di jalan Allah, rela menghadapi segala kesukaran, rela membela kebenaran, rela berkorban harta, jiwa dan sebagainya. Semua itu bagi seorang sufi dipandang sebagai sifatsifat yag terpuji dan akhlak yang bernilai tinggi, bahkan dianggap sebagai ibadah karena mengharapkan keridhaan Allah. Dalam hadist qudsi, Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya Aku ini Allah, tiada Tuhan selain Aku. Barang siapa yang tidak bersabar atas cobaan-ku, tidak bersyukur atas segala nikmat-ku, serta tidak rela terhadap keputusan-ku, maka hendaknya dia keluar dari kolong langit dan mencari Tuhan selain Aku. c. Tawakal Kata al-tawakkal atau secara bahasa berarti menyerahkan diri. Menurut Sahal bin Abdullah, orang yang bertawakkal di hadapan Allah adalah ibarat bangkai di hadapan orang yang memandikannya. Dia pasrah pada apapun yang dilakukan orang yang memandikannya. Dia tidak dapat bergerak dan bertindak apapun. Hamdun al-qashshar mengatakan, tawakal adalah berpegang teguh kepada Dzat Allah. Al-Qusyairi lebih lanjut mengatakan bahwa tawakal tempatnya di dalam hati, dan timbulnya gerak dalam perbuatan tidak mengubah tawakal yang ada di dalam hati itu. Hal ini terjadi setelah seorang hamba menyakini bahwa segala sesuatu hanya didasarkan pada ketentuan Allah. Dia menganggap bahwa segala kesulitan merupakan takdir dari Allah Solihin, op, cit., hlm

132 132 Sebagai contoh dapat dikemukakan kemenangan kaum muslimin dalam perang Badar. Jumlah kaum musyrikin Quraisy tiga kali lipat dari tentara kaum muslimin. Persenjataannya pun jauh lebih lengkap. Menurut perhitungan akal sehat, bisa dipastikan pasukan kaum muslimin akan hancur. Tapi pada saat-saat yang menentukan, justru kemenangan berada di pihak pasukan Islam. Salah satu senjatanya yang paling ampuh adalah sikap tawakkal, yakni maju ke medan perang dengan gagah dan berani sambil berserah diri kepada Allah, setelah segala daya dan upaya dilaksanakan. 162 Tawakkal yang demikian ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Harun Nasution, menurutnya tawakal adalah menyerahkan diri kepada takdir dan keputusan Allah. Seseorang yang bersikap tawakal, selamanya dalam keadaan tenteram, jika mendapat anugerah, dia berterima kasih, dan jika mendapat musibah, dia selalu sabar dan pasrah kepada takdir Allah. Seseorang yang bertawakal tidak memikirkan hari esok, cukup dengan apa yang ada untuk hari ini. Dia tidak mau makan, jika ada orang lain yang lebih berhajat daripadanya. Dia percaya kepada janji Allah. Dia menyerah kepada Allah. Dia selalu merasa hidup dengan Allah dan karena Allah. 163 Firman Allah dalam surat Ali Imron ayat 159 menegaskan tentang kewajiban kita sebagai hamba-nya untuk bertawakkal. 162 Jiddan, Artikel Media Muslim, (http: myqalbu.wordpress.com diakses 14 Januari 2009). 163 Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah, Analisis, dan Perbandingan, cet ke-2, Jakarta: Universitas Indonesia, 1997.

133 133 Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang bertawakkal kepada-nya.(qs.ali Imran : 159) Etika Peserta Didik Terhadap Orang Tua Sebetulnya dalam kitabnya tidak tertuang secara khusus tentang etika peserta didik terhadap orang tuanya. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa peran orang tua sangatlah penting dalam proses pembelajaran seorang peserta didik. Dalam fasl kelima, al-zarnuji menegaskan bahwa di dalam menuntut ilmu tidak hanya diperlukan kesungguhan dari peserta didik semata, akan tetapi dibutuhkan pula kesunggguhan hati seorang pendidik dan orang tua. 165 Dari sini dapat dilihat bahwa kewajiban orang tua sama dengan pendidik, bahkan melebihi dari sekedar mendidik. Karena orang tua merupakan orang pertama yang mengenalkan anak didik tentang banyak hal sebelum pendidik. Oleh sebab itu selayaknya bagi seorang peserta didik wajiblah melaksanakan apa-apa yang dilakukan terhadap guru, juga menjadi kewajiban untuk dilakukan terhadap orang tuanya. Selanjutnya pada fasl ke-13, dikatakan bahwa salah satu penyebab fakir adalah berjalan di depan orang tua dan memanggil orang tua dengan 164 Pengertian Tawakkal, Lembar Risalah An-Natijah, No. 18 (http: diakses 14 Januari 2009). Al-Qur an dan Terjemahannya, op, cit., hlm Ma ruf Asrori, op. cit., hlm. 47.

134 134 sebutan namanya. 166 Pernyataan dari al-zarnuji tersebut sejalan dengan salah satu ayat Al-Qur an surat al-isro ayat 23: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia Etika Peserta Didik Terhadap Pendidik Dalam kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum, al-zarnuji mengungkapkan banyak hal tentang etika peserta didik terhadap pendidiknya, al-zarnuji mengkhususkan pembahasan tentang etika peserta didik terhadap pendidiknya pada fasl ketiga dan keempat. Pada fasl ketiga al-zarnuji menganjurkan kepada peserta didik untuk memilih guru yang alim (pandai), wara (menjaga harga diri) dan lebih tua. Karena jika peserta didik tidak selektif dalam memilih pendidik maka akan berdampak tidak baik pada dirinya. Kewajiban memilih orang yang pandai memang harus dilakukan, karena apabila seorang pendidik tidak pandai maka tidak akan dapat memberikan pelajaran yang banyak dan bermanfaat pada peserta didik. Begitu juga wara dan lebih tua dari padanya Ma ruf Asrori, op. cit., hlm Al-Qur an dan Terjemahannya, op, cit., hlm Ma ruf Asrori, op. cit., hlm. 24.

135 135 Lebih lanjut al-zarnuji menyarankan kepada peserta didik untuk menghormati guru, sebagaimana menghormati kedua orang tua. Dan menurut al-zarnuji peserta didik akan kurang berhasil dan kurang memperoleh ilmu yang bermanfaat, kecuali jika mau mengagungkan ilmu, orang yang berilmu dan menghormati keagungan pendidiknya. 169 Dalam hal ini al-zarnuji memberikan beberapa cara untuk menghormati pendidik, diantaranya adalah tidak berjalan di depannya, tidak menempati tempat duduknya yang biasa digunakan mengajar, tidak memulai bicara kecuali atas izinnya, tidak bicara macam-macam di depannya, tidak menanyakan suatu masalah ketika pendidiknya lelah, memelihara waktu yang sudah ditentukan untuk belajar, tidak mengetuk pintu rumahnya, menghormati putra dan semua orang yang ada hubungan dengannya, baik famili maupun temannya, dan tidak duduk terlalu dekat dengan pendidik sewaktu belajar, kecuali terpaksa. Pada prinsipnya, peserta didik harus melakukan hal-hal yang membuat pendidik rela, menjauhkan amarahnya dan mentaati perintahnya yang tidak bertentangan dengan agama Allah Etika Peserta Didik terhadap Teman Masalah akhlak peserta didik kepada temannya tidak luput dari perhatian al-zarnuji. Dalam hal ini nampaknya al-zarnuji sangat menyadari adanya pengaruh teman serta lingkungan pada umumnya. Sebagaimana diuangkapkan pada permulaan bab IV ini, bahwa bukan saja 169 Ma ruf Asrori, op. cit., hlm Ma ruf Asrori, op. cit., hlm. 35.

136 136 orang tua, guru atau tabiat, seorang akan berubah. Akan tetapi adanya teman juga lingkungan sangatlah mempengaruhi perubahan sikap serta kebiasaan yang akan dilakukan oleh seorang peserta didik. Oleh sebab itu, al-zarnuji menyatakan dan menyarankan kepada peserta didik untuk selektif memilih teman sebagaimana ketika dia memilih seorang pendidik. Dituliskan sebuah syair berbahasa persi sebagai berikut: "Teman yang durhaka lebih berbahaya dari pada ular yang berbisa Demi Allah Yang Maha Tinggi dan Suci teman buruk membawamu ke Neraka Jahim teman baik membawamu ke Surga Na im." 171 Oleh sebab itu, al-zarnuji menganjurkan kepada peserta didik untuk memilih teman yang tekun, wara, bertabiat lurus serta tanggap. Menghindari berteman dengan seseorang yang malas, pengangguran, pembual, suka berbuat onar, dan suka memfitnah, karena tidak menggambarkan seorang teman yang memiliki sikap saling mengasihi dan menyayangi. Selain itu teman yang memiliki sifat-sifat di atas hanya membawa pada permusuhan dan perselisihan yang tidak akan memberi manfaat terhadap peserta didik dan menuruti hal-hal tersebut hanya membuang waktu Etika Peserta Didik Terhadap Kitab Adalah termasuk menghormati pendidik, menghormati ilmu yang diajarkannya. Adapun cara menghormati ilmu antara lain dengan 171 Ma ruf Asrori, op. cit., hlm Ma ruf Asrori, op. cit., hlm. 97.

137 137 menghargai nilai buku, memperhatikan segala ilmu dan hikmah serta mencatatnya dengan baik dan rapi. Oleh karena itu, peserta didik hendaknya tidak mengambil kitab kecuali dalam keadaan suci. Dikisahkan dari al-khulwani, ia berkata: Sesungguhnya aku dapat memperoleh ilmu hanya dengan mengagungkannya, aku tidak meraih kertas belajarku kecuali dalam keadaaan suci. Ilmu adalah cahaya, wudlupun cahaya, maka akan semakin bersinarlah cahaya ilmu itu dengan wudlu. Demikian pula, sebaiknya peserta didik tidak membentangkan kakinya ke arah kitab, kecuali bila hal itu tidak bermaksud meremehkan Etika Peserta Didik Terhadap Dirinya Selain membicarakan tentang etika peserta didik terhadap Tuhan, orang tua, pendidik, teman serta kitab. Al-Zarnuji juga menuliskan dalam kitabnya beberapa sifat yang harus dimiliki oleh peserta didik sebagai wujud dari etika terhadap dirinya sendiri. Adapun beberapa sifat yang dianjurkan al-zarnuji tersebut, adalah sebagai berikut: a. Sifat Tawadlu. Menurut al-zarnuji para pencari ilmu dianjurkan untuk memiliki sifat tawadlu dan tidak tamak terhadap harta benda, dalam arti lebih memiliki perhatian terhadap urusan akhirat daripada urusan duniawi. Dalam kitabnya al-zarnuji mengungkapkan: Ma ruf Asrori, op. cit., hlm Al-Zarnuji, op. cit., hlm. 12.

138 138 Tawadlu adalah salah satu tanda orang yang bertaqwa. Dengan bersifat tawadlu, orang yang bertaqwa akan semakin tinggi martabatnya. Keberadaannya menakjubkan orang-orang bodoh yang tidak bisa membedakan antara orang yang beruntung dengan orang yang celaka. b. Anjuran untuk senantiasa tawakkal, pada pembahasan tawakkal ini, al-zarnuji menuliskan dalam kitabnya satu fasl khusus yang membahas tentang pembahasan ini. Pada sub item etika peserta didik terhadap Tuhannya telah disebutkan, bahwa penanaman sifat tawakkal sangat dianjurkan oleh al-zarnuji. Selain sebagai wujud ketaqwaan kepada Allah, sifat tawakkal juga merupakan salah satu sifat yang harus ditanamkan pada jiwa peserta didik. Di samping tidak boleh patah semangat, ketika para peserta didik menghadapi masalah, peserta didik juga dianjurkan untuk bertawakkal, yaitu menyerahkan segala keputusan akhir kepada Allah, setelah usaha yang dilakukan dianggap sempurna. 175 Adalah keharusan bagi seorang peserta didik untuk bertawakkal (berserah diri kepada Allah) di dalam menuntut ilmu. Tidak perlu merasa susah karena masalah rezeki dan hatinya jangan selalu disibukkan dengan urusan rezeki. 176 c. Memiliki sifat berani, selain sabar dan tekun, al-zarnuji menganjurkan pula kepada seluruh peserta didik untuk memiliki sifat berani, dalam arti keberanian juga kesabaran dalam menghadapi. 175 Ma ruf Asrori, op. cit., hlm Al-Zarnuji, op. cit,. hlm. 34

139 139 Keberanian menghadapi kesulitan dan penderitaan. Dalam kitabnya al- Zarnuji mengungkapkan: Keberanian adalah kesabaran mengahadapi kesulitan dan penderitaan. d. Selalu berprasangka baik, dalam kitabnya al-zarnuji menganjurkan peserta didik untuk selalu berprasangka baik dan melarang untuk berprasangka buruk baik pada diri sendiri terlebih pada sesama muslim. 178 Janganlah berprasangka buruk terhadap orang mukmin, karena hal itu sumber permusuhan dan hal tersebut tidak boleh. e. Bersikap wara, wujud dari sikap wara tersebut dengan menghindari makan banyak, terutama makanan pasar, sehingga menyebabkan banyak dahak dan lender sehingga menyebabkan kemalasan, menghindari orang yang banyak bicara, dan menjauhi hal-hal duniawi yang menjauhkan diri pada Allah. Al-Zarnuji menambahkan bahwa dengan menanamkan rasa wara, maka ilmu yang diperoleh akan bermanfaat dan belajar akan lebih mudah serta akan mendapatkan banyak faedah. 179 Maka menuntut ilmu yang disertai wara, ilmunya akan berguna, belajarnya menjadi mudah dan mendapatkan pengetahuan yang banyak Al-Zarnuji, op. cit., hlm Al-Zarnuji, op. cit., hlm Al-Zarnuji, op. cit., hlm. 39.

140 140 f. Menghindari perselisihan dan menanamkan rasa saling menyayangi, seorang peserta didik seharusnya memiliki sikap saling menyayangi dan kasih sayang antar sesama, selalu menghindari adanya perselisihan. Al-Zarnuji mengatakan bahwa perselisihan hanya akan menyebabkan permusuhan dan hal tersebut hanya akan menyianyiakan waktu. Al-Zarnuji menuliskan dalam kitabnya: 180 Orang yang berilmu hendaknya saling mengasihi dan saling menasehati tanpa iri atau dengki, karena sesungguhnya dengki akan membawa pada kemudharatan yang tidak mendatangkan manfaat. 7. Etika Peserta Didik ketika Belajar Dalam kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum al-zarnuji menganjurkan banyak hal tentang etika peserta didik ketika belajar. Ada beberapa etika peserta didik dalam belajar, diantaranya: a. Menganjurkan peserta didik untuk selalu belajar. Dalam kitabnya al-zarnuji mengutip syair dari Muhammad al-hasan bin Abdullah yang menganjurkan keharusan peserta didik untuk terus belajar, karena menurut beliau ilmu adalah pengias bagi pemiliknya. Syair tersebut sebagaimana berikut: Al-Zarnuji, op. cit., hlm Al-Zarnuji, op. cit., hlm. 6.

141 141 Belajarlah! Sebab ilmu itu adalah penghias bagi pemiliknya. Jadikanlah hari-harimu untuk menambah ilmu. Dan berenanglah di lautan ilmu yang berguna. Belajarlah ilmu agama, karena ia adalah ilmu yang paling unggul, ilmu yang dapat membimbing menuju kebaikan dan taqwa. Ilmu yang lurus untuk dipelajari, dialah ilmu yang menunjukkan kepada jalan yang lurus, yakni jalan petunjuk. Tuhan yang dapat menyelamatkan manusia dari segala keresahan. Oleh karena itu, orang yang ahli agama dan bersifat wara lebih berat bagi setan daripada menggoda seribu orang ahli tapi bodoh. Dalam bait-bait tersebut tidak hanya menganjurkan untuk belajar, akan tetapi juga menganjurkan untuk banyak mempelajari ilmu agama. b. Kewajiban mempelajari akhlak terpuji dan tercela. Dalam kitabnya, al-zarnuji juga menganjurkan pada peserta didik tidak hanya mempelajari akhlak terpuji, tapi juga akhlak tercela. Lebih lanjut al- Zarnuji mengatakan: Orang Islam wajib mengetahui dan mempelajari berbagai akhlak yang terpuji dan tercela, seperti watak murah hati, kikir, penakut, pemberani, merendah hati, congkak, menjaga diri dari keburukan, israf (berlebihan), bakhil dan lain-lain. c. Larangan mempelajari ilmu perdukunan. Selain menganjurkan untuk mengetahui beberapa akhlak yang terpuji dan tercela. Al-Zarnuji juga melarang peserta didik untuk mempelajari ilmu perdukunan. Dalam kitabnya al-zarnuji membahasakan ilmu nujum (meramalkan sesuatu berdasarkan perbintangan atau astrologi). Menurut al-zarnuji hal tersebut tidak mendatangkan manfaat, dan dengan mempelajari ilmu tersebut menunjukkan bahwa seseorang tersebut telah lari dari Al-Zarnuji, op. cit., hlm. 8.

142 142 ketentuan yang telah ditentukan oleh Allah. Dalam kitabnya al-zarnuji mengatakan: Adapun ilmu nujum hukumnya haram, sebab ilmu tersebut berbahaya dan tidak mendatangkan manfaat. Lari dari ketentuan dan takdir Allah jelas tidak mungkin d. Kewajiban untuk berniat yang baik. Dalam kitabnya al-zarnuji mengkhususkan fasl tentang niat. Menurut beliau, peserta didik harus menata niat pada masa-masa belajar, karena niat merupakan sesuatu yang sangat fundamental dan signifikan. Dalam kitabnya al-zarnuji mengatakan: Kemudian seyogyanya bagi peserta didik untuk berniat pada masamasa menuntut ilmu. Karena niat merupakan pokok dalam segala hal. Pernyataan al-zarnuji tersebut berdasarkan pada hadist Nabi Muhammad saw., Sesungguhnya syahnya amal itu tergantung pada niatnya. Lebih lanjut al-zarnuji menegaskan bahwa: (1) Niat harus ikhlas untuk mengharap ridho Allah, (2) Niat itu dimaksudkan untuk mensyukuri nikmat akal dan kesehatan badan, (3) Niat untuk upaya mendapatkan kedudukan dimasyarakat diperbolehkan dengan catatan harus dimanfaatkan untuk melakukan amar ma ruf nahi munkar. e. Memilih ilmu yang baik. Disamping melarang untuk mempelajari ilmu perdukunan, al-zarnuji juga menganjurkan peserta didik untuk 183 Al-Zarnuji, op. cit., hlm Al-Zarnuji, op. cit., hlm. 10.

143 143 mempelajari ilmu yang baik untuk kehidupannya, terutama dalam kehidupan agamanya. Terlebih lagi ilmu tentang ketuhanan dan akhlakul karimah. Bagi setiap pelajar hendaknya memilih ilmu yang terbaik baginya dan ilmu yang dibutuhkannya dalam urusan agama pada masa sekarang. f. Sungguh-sungguh dalam belajar. Al-Zarnuji mengkhususkan fasl tersendiri untuk sub item ini, dalam fasl tentang kesungguhan (aljiddu), ketekunan (al-muwadzabah), dan cita-cita (al-himmah) al- Zarnuji mengatakan: Dan peserta didik harus bersungguh-sungguh dalam belajar harus tekun dalam menunutut ilmu, dan hal tersebut telah di firmankan oleh Allah. Barang siapa bersungguh-sungguh dalam mencari sesuatu tentu akan mendapatkannya, dan barang siapa saja yang mengetuk pintu dan maju terus, tentu bisa masuk. g. Memiliki cita-cita yang luhur. Selain menganjurkan untuk sungguhsugguh dalam belajar, al-zarnuji juga menganjurkan peserta didik untuk memiliki cita-cita yang luhur. Dalam kitabnya dia mengatakan: Seharusnya bagi peserta didik memiliki cita-cita yang luhur. h. Memulai pelajaran pada hari rabu. Al-Zarnuji menganjurkan 187 peserta didik untuk memulai belajar pada hari rabu. Al-Zarnuji 185 Al-Zarnuji, op. cit.,hlm Al-Zarnuji, op. cit., hlm Al-Zarnuji, op. cit., hlm. 23.

144 144 berlandaskan sebuah hadits sebagai pijakan pendapatnya. Rasulullah saw., bersabda: Tidak ada sesuatu yang dimula pada hari rabu kecuali akan berakhir sempurna. 188 i. Memulai belajar dengan sesuatu yang mudah dipahami. Selanjutnya al-zarnuji pada fasl ketujuh dalam kitabnya menganjurkan kepada peserta didik untuk memulai pelajaran dengan sesuatu yang mudah dipahami. Karena dengan memulai dengan pelajaran yang mudah dipahami maka tidak akan timbul kebosanan ketika mempelajarinya. Dalam kitabnya al-zarnuji mensuliskan: 189 Dan sebaiknya bagi peserta didik memulai pelajaran dengan sesuatu yang mudah dipahami. j. Berfikir sebelum berbicara. Al-Zarnuji menganjurkan peserta didik untuk berfikir terlebih dahulu sebelum berbicara. Karena perkataan bagaikan anak panah sehingga harus dipikirkan terlebih dahulu agar tepat pada sasaran. Al-Zarnuji mencantumkan salah satu syair yang artinya: Bila kamu mau mendengar dan mengikuti orang yang memberi nasehat, maka kusarankan lima hal dalam menyusun ucapan: yaitu jangan kau lupakan sebab suatu ucapan, kapan mengucapkannya, dan dimana mengucapkannya. 190 k. Membiasakan untuk bermusyawarah. Al-Zarnuji menganjurkan bagi peserta didik untuk selalu bermusyawarah dalam belajar, karena 188 Al-Zarnuji, op. cit., hlm Ibid. 190 Al-Zarnuji, op. cit., hlm. 30.

145 145 menurut al-zarnuji mencari ilmu merupakan hal yang luhur dan perkara yang sulit. Oleh sebab itu adanya musyawarah akan mempermudah dalam memahami suatu ilmu. Dalam kitabnya al-zarnuji menulisnya: 191 Mencari ilmu adalah perbuatan yang luhur, dan perkara yang sulit, maka bermusyawarah dengan mereka yang lebih mengetahui itu merupakan suatu keharusan. l. Sabar, tekun dan tabah. Al-Zarnuji menganjurkan agar para pelajar memiliki kesabaran atau ketabahan dan tekun dalam mencari ilmu. Al- Zarnuji menegaskan dalam kitabnya: 192 Ketahuilah, bahwa kesabaran dan ketabahan adalah pokok dari segala urusan. m. Selalu mengambil pelajaran (istifadah). Dalam kitab al-muta allim Tariq al-ta allum al-zarnuji menegaskan kepada peserta didik untuk selalu mengambil pelajaran (istifadah) dimanapun, kapanpun dan kepada siapapun. Selama ilmu tersebut tidak menjauhkan pada Allah dan bermanfaat bagi kehidupannya. Al-Zarnuji dalam kitabnya menuliskan: 193 Seharusnya bagi seorang peserta didik untuk selalu mengambil pelajaran (Istifadah) disetiap saat sehingga memperoleh kemuliaan n. Mencermati keterangan guru. Dalam upaya meningkatkan pemahaman pada peserta didik dan mengurangi adanya ketidak 191 Al-Zarnuji, op. cit., hlm Al-Zarnuji, op. cit., hlm Al-Zarnuji, op. cit., hlm. 38.

146 146 pahaman atau bahkan kesalahan dalam memahami sebuah ilmu, maka al-zarnuji menganjurkan pada peserta didik untuk mencermati keterangan dari guru. Dalam kitabnya al-zarnuji mengatakan: Seyogyanya bagi peserta didik untuk sungguh-sungguh memahami apa yang diterangkan oleh gurunya. o. Anjuran untuk berusaha sambil berdoa. Usaha saja tidaklah cukup bagi seorang peserta didik tanpa disertai dengan doa. Demikian pula doa tidak akan berarti tanpa disertai dengan usaha. Anjuran berdoa ini untuk mengimbangi adanya usaha yang telah dilakukan oleh seorang peserta didik dan merupakan wujud tawakkal kepada Allah. Al-Zarnuji menyatakan dalam kitabnya: Seharusnyalah bagi seorang peserta didik untuk berusaha memahami pelajarannya sambil berdo a kepada Allah p. Anjuran untuk berdiskusi. Diskusi atau belajar bersama adalah sesuatu yang signifikan bagi seorang peserta didik dalam memahami materi-materi pelajaran yang diberikan oleh seorang pendidik. Oleh sebab itu, al-zarnuji dalam kitabnya menyatakan: Merupakan keharusan bagi peserta didik untuk saling mengingatkan pelajaran, berdiskusi dan memecahkan masalah bersama. Hal tersebut hendaknya dilakukan dengan tenang dan penuh penghayatan, serta menghindari keonaran Al-Zarnuji, op. cit., hlm Ibid. 196 Al-Zarnuji, op. cit., hlm. 30.

147 147 q. Anjuran untuk senantiasa bersyukur. Al-Zarnuji memberi nasihat agar para peserta didik senantiasa bersyukur, akan tetapi bersyukur yang harus dilakukan oleh peserta didik meliputi syukur atas kesehatan badan serta kecerdasan yang telah dikaruniakan oleh Allah terhadap dirinya. 197 Seharusnya bagi para pelajar untuk selalu bersyukur kepada Allah, baik dengan menggunakan lisan, hal, tindakan nyata, maupun harta. r. Memperbanyak sholat. Seorang peserta didik yang sedang mencari ilmu disarankan untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah, salah satunya dengan sholat. Oleh sebab itu, mendekatkan diri kepada Allah menjadi hal yang wajib untuk dilakukan oleh peserta didik. Dalam kitabnya al-zarnuji menuliskan: 198 Seharusnya bagi penuntut ilmu untuk memperbanyak sholat, dan hendaknya melaksanakan sholat dengan cara yang khusyu karena dengan demikian akan membantu keberhasilan belajar. Sholat disini tidak hanya sholat fardlu akan tetapi al-zarnuji menganjurkan pula pada para peserta didik untuk selalu bangun dimalam hari dan melaksanakan sholat. Al-Zarnuji mengungkapkan dalam kitabnya: Keharusan bagi peserta didik untuk selalu bangun malam Al-Zarnuji, op. cit., hlm Al-Zarnuji, op. cit., hlm Al-Zarnuji, op. cit., hlm. 21.

148 148 C. R elevansi Konsep Etika Peserta Didik Perspektif Syekh al-zarnuji dengan Konteks Pendidikan Masa Kini Berangkat dari pemikiran Konsep Al-Zarnuji tentang etika peserta didik yang telah dipaparkan pada sub item sebelumnya. Peneliti akan mencoba menganalisis relevansi konsep etika peserta didik yang ditawarkan al-zarnuji terhadap pendidikan kontemporer sekarang ini. Dari beberapa aspek diatas, meliputi etika peserta didik terhadap Tuhan, orang tua, guru, kitab, teman, diri sendiri dan etika dalam belajar, terdapat beberapa konsep al-zarnuji yang masih relevan dengan pendidikan kekinian, dan terdapat pula beberapa yang tidak lagi relevan serta membutuhkan inovasi. Untuk lebih memperjelas relevansi etika peserta didik yang telah ditawarkan oleh al-zarnuji dengan pendidikan masa kini, maka pada alineaalinea berikut ini akan peneliti paparkan satu-persatu. 1. Etika Peserta Didik terhadap Tuhan. Dalam etika peserta didik yang terdiri dari tiga hal diatas, yang meliputi mengharap Ridha-Nya, Bertawakkal, dan Wara masih relevan dengan kehidupan pendidikan saat ini. Karena bagaimanapun, tujuan akhir dari pendidikan Islam adalah semata-mata membentuk insan sempurna yang memiliki jiwa ketaqwaan yang tinggi terhadap Allah, dan menyadari akan tugasnya sebagai Ibad dan khalifah- Nya. Berangkat dari kenyataan yang demikian maka adanya konsep etika

149 149 peserta didik terhadap Tuhannya yang ditawarkan oleh al-zarnuji masih sangat relevan untuk diterapkan pada dunia Pendidikan Islam saat ini. 2. Etika Peserta Didik Terhadap Orang Tua. Pada sub item pembahasan sebelumnya, telah dituliskan bahwa etika peserta didik terhadap orang tuanya tidak dipaparkan secara khusus oleh al-zarnuji dalam kitabnya, tidak seperti etika peserta didik terhadap gurunya yang dituliskan dalam dua fasl di Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum. Akan tetapi al- Zarnuji mengungkapkan bahwa peran orang tua tidak berbeda dengan peran guru dalam mencetak moral peserta didik. Oleh sebab itu, penghormatan yang dilakukan oleh peserta didik terhadap gurunya menjadi wajib untuk dilakukan terhadap orang tuanya. Lebih lanjut al- Zarnuji mengungkapkan bahwa memanggil orang tua dengan sebutan namanya dan berjalan di depannya merupakan salah satu penyebab faqir. Meskipun terkesan teknik strategi akan tetapi hal tersebut tetap relevan dengan pendidikan kekinian. Karena jika seorang peserta didik melakukan kedua hal tersebut akan tetap dinilai buruk oleh masyarakat, terlebih masyarakat muslim. Dengan kenyataan tersebut, maka konsep peserta didik terhadap orang tuanya masih dapat dilakukan dalam dunia pendidikan kita saat ini. 3. Etika Peserta Didik Terhadap Gurunya. Pada pembahasan ini, al-zarnuji sangat banyak mengungkapkan dalam kitabnya. Salah satu bagian dari petuah-petuah kitab ini yang paling berpengaruh dan berkaitan dengan

150 150 etika peserta didik untuk menghormati gurunya, adalah ungkapan Sayidina Ali, ana abdu man allamani harfan wahidan, in sya`a ba a, wa in sya`a a taqa wa in sya a istaqarra (Saya adalah hamba orang yang pernah mengajarkan satu huruf kepada saya, apabila ia mau maka dia berhak menjualku, memerdekakanku, atau tetap memperbudakku). Al-Zarnuji juga menuturkan beberapa cara menghormati guru, antara lain peserta didik tidak diperkenankan berjalan di hadapan guru, tidak diperkenankan duduk di tempat duduknya, tidak boleh mendahului berbicara tanpa izinnya. Tidak boleh banyak berbicara dengannya, tidak boleh menanyakan hal-hal yang gurunya sudah jenuh, tidak boleh mengetuk pintunya tetapi mesti menunggu sampai keluar sendiri sebagaimana yang telah dituliskan sebelumnya. Hasil akhir adalah peserta didik harus selalu mencari kerelaan gurunya (tidak menyakiti hatinya) dan mematuhi segala perintahnya, sepanjang hal itu tidak termasuk maksiat. Keterangan ini, sepertinya menimbulkan persepsi penyerahan total seorang peserta didik kepada gurunya. Apalagi bila diingat adanya bayang-bayang, ilmunya tidak akan bermanfaat apabila ia pernah berbeda pendapat (I tiradh) dengan gurunya atau pernah menyakiti hatinya. Persepsi ini, meski mempunyai nilai positif, namun tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan dampak yang kurang diinginkan. Sebab, peserta didik akan terkesan pasif dan harus bersikap menerima tanpa berani bersikap kritis. Maka pada item ini konsep al-zarnuji dirasa kurang relevan jika diterapkan dalam pendidikan masa kini, yang mana

151 151 tuntutan masyarakat pada pendidikan adalah keharusan untuk melahirkan peserta didik yang kritis dan aktif dalam menyikapi gejala-gejala yang terjadi di masyarakat sekitar. Hal ini menjadi sulit terwujud jika pembelajaran hanya berpusat pada guru, dan peserta didik hanya menjadi pendengar tanpa bisa menyalurkan pendapatnya dan menerima segala keputusan guru yang mungkin tidak selamanya benar. 4. Etika Peserta Didik Terhadap Teman. Sebagaimana yang telah dituliskan pada awal bab IV, bahwa bukan hanya orang tua dan guru yang dapat mempengaruhi kepribadian peserta didik, akan tetapi lingkungan dan teman juga memiliki kompetensi untuk merubah kepribadian dan watak seorang peserta didik. Berangkat dari kenyataan ini, al-zarnuji menganjurkan kepada peserta didik untuk hati-hati dalam memilih teman, ditegaskan dengan salah satu syair yang diungkap oleh al-zarnuji dalam kitabnya dengan menggunakan bahasa persi yang artinya: Teman yang durhaka lebih berbahaya dari pada ular yang berbisa Demi Allah Yang Maha Tinggi dan Suci teman buruk membawamu ke Neraka Jahim teman baik membawamu ke Surga Na im. Dari sini, dapat dilihat bahwa konsep al-zarnuji tentang memilih teman dan bersikap kasih sayang serta menghindari adanya perselisihan masih sangat relevan dan bisa tetap digunakan. Agar tidak lagi terjadi halhal buruk yang mencoreng nama baik peserta didik dan instansi sekolah, semisal perkelahian antar sekolah atau keoanaran-keonaran yang sering sekali terjadi hanya karena hal kecil dan bersifat pribadi.

152 Etika Peserta Didik Terhadap Kitab. Pada item ini, al-zarnuji mengungkapkan dalam kitabnya bahwa salah satu cara menghormati guru adalah menghormati kitab, yaitu dengan tidak mengambilnya kecuali dalam keadaan suci. Jika melihat pendidikan Islam masa kini, konsep tersebut masih sangat relevan terutama dikalangan pesantren. Karena hampir diseluruh pesantren, terlebih pesantren salaf masih sangat memperhatikan keharusan memiliki wudhu dalam setiap proses belajar pembelajaran yang dilakukan. 6. Etika Peserta Didik Terhadap Dirinya. Dalam paparan sebelumnya dikemukakan bahwa ada beberapa sifat yang harus dimiliki oleh seorang peserta didik. Adapun sifat-sifat yang menjadi wujud etika peserta didik terhadap dirinya adalah: tawadlu, tawakkal, memiliki sifat berani (berani menghadapi tantangan dalam mencari ilmu), tidak berprasangka buruk, wara, menghindari perselisihan, dan saling menyayangi. Dari semua sifat-sifat tersebut masih sangat relevan dengan pendidikan masa kini. Karena sifat-sifat tersebut merupakan sifat-sifat yang patut untuk dimiliki oleh peserta didik. 7. Etika Peserta Didik Ketika Belajar. Ada beberapa etika peserta didik ketika belajar yang diungkapkan oleh al-zarnuji. Adapun beberapa etika tersebut adalah: selalu belajar, mempelajari akhlak terpuji dan tercela, tidak mempelajari ilmu perdukungan, berniat baik, memilih ilmu yang baik, sungguh-sungguh dalam belajar, memiliki cita-cita yang luhur, memulai pelajaran pada hari rabu, memulai belajar dengan sesuatu yang

153 153 mudah dipahami, berfikir sebelum berbicara, membiasakan bermusyawarah, selalu mengambil pelajaran, mencermati keterangan guru, anjuran untuk selalu berdoa, berdiskusi, selalu bersyukur, tidak mudah putus asa, dan memperbanyak sholat. Dari semua etika tersebut masih dapat dikatakan relevan jika diterapkan pada pendidikan saat ini. Karena sesungguhnya etika-etika yang ditawarkan al-zarnuji memiliki tujuan terciptanya peserta didik yang benar-benar beretika, sebagaimana yang diinginkan oleh pendidikan Islam sekarang ini. Meskipun penyampaikan bahasa kitab al-zarnuji sangat aplikatif dan sarat dengan pelarangan adanya inovasi. Namun, sesugguhnya terkantung bagaimana pendidikan saat ini menerapkan sesuai dengan kemampuan instansi dan kebutuhan masyarakat sekitar. Dari sini, dapat diambil kesimpulan bahwa sesungguhnya konsepkonsep etika yang disampaikan oleh al-zarnuji dalam kitabnya patut untuk dijadikan bahan referensi bagi dunia pendidikan Islam saat ini. Hal ini untuk menanggulangi adanya peserta didik yang hanya memiliki kecerdasan intelegensia namun tidak memiliki etika dalam setiap perbuatan yang dilakukan. Dengan menerapkan konsep etika yang diungkapkan oleh al- Zarnuji, sesungguhnya merupakan satu langkah untuk mewujudkan internalisasi nilai-nilai akhlaqul karimah yang diajarkan dalam Islam, yang nantinya akan dijadikan pedoman bagi kehidupan peserta didik

154 154 selanjutnya. Dengan ini maka tujuan dari pendidikan Islam dalam penciptaan manusia yang memiliki ketaqwaan dan akhlakul karimah akan terwujud. Selain itu, peserta didik akan mengerti manfaat perbuatan baik yang dilakukan dan selalu merasa penting untuk melakukan hal tersebut kembali.

155 155 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Pada bagian akhir dari pembahasan skripsi ini, penulis mengambil sebuah kongklusi yang diperoleh berdasarkan analisis yang disesuaikan dengan tujuan pembahasan skripsi ini. Penulis juga memberikan saran-saran yang dirasa relevan dan perlu, dengan harapan dapat menjadi sebuah kontribusi pikiran yang berharga bagi dunia pendidikan. Dalam kesimpulan ini peneliti akan menuliskan secara singkat jawaban dari fokus penelitian pada penelitian ini, adapun kesimpulannya adalah: 1. Dalam kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum sebetulnya al-zarnuji tidak saja secara intens membahas tentang etika peserta didik, dia juga membahas tentang keutamaan ilmu dan kewajiban menunututnya. Dari 13 fasl (bab) dalam kitabnya dapat disimpulkan bahwa etika peserta didik dalam perspektif al-zarnuji meliputi tujuh hal. Diantaranya: Etika peserta didik terhadap Tuhan, orang tua, guru, kitab, teman, diri sendiri, dan etika dalam belajar. 2. Wujud relevansi dari beberapa konsep yang ditawarkan oleh al-zarnuji tentang etika peserta didik dengan kondisi pendidikan saat ini adalah tidak sepenuhnya dapat digunakan. Ada beberapa konsep yang dirasa perlu adanya inovasi, terlebih dalam hubungan guru-peserta didik yang terkesan bersifat searah. Sehingga menciptakan pembelajaran berpusat pada guru saja. Hal ini perlu adanya perubahan agar pendidikan Islam tidak hanya

156 156 melahirkan peserta didik yang memiliki kemampuan hafalan yang kuat terhadap tema-tema pelajaran yang diterima, tetapi kekuatan berfikir kritis juga dapat dimilikinya. Yaitu dengan membiarkannya berfikir bebas tetapi tetap terarah oleh guru. B. Saran-Saran 1. Bagi Pendidik Dari kajian tentang pemikiran Burhanuddin al-zarnuji tentang etika peserta didik diharapkan menjadi wacana baru bagi peningkatan kualitas pendidikan Islam di Indonesia, hal ini dapat terwujud dengan mensyaratkan pembelajaran pendidikan Islam tidak hanya berorientasi pada dogma yang sekedar berorientasi pada pengetahuan dan kepandaian dengan menggunakan sistem hafalan, serta ranah kognitif yang dijadikan acuan dan prioritas, akan tetapi bagaimana proses pembelajaran pendidikan Islam ini dapat dikembangkan pada nalar pengetahuan yang dilengkapi dengan nalar moral yang beretika sehingga pada akhirnya mampu menciptakan peserta didik yang memiliki multiple intelegen. Di samping itu diharapkan bagi para pendidik untuk tidak sekedar mentransfer knowledge (pengetahuan), tapi juga transfer value (nilai), serta uswah hasanah (teladan) bagi peserta didiknya, jika hal ini dapat dilaksanakan maka hal ini bisa membantu terwujudnya tujuan pendidikan yang sejak lama hanya tertulis di undang-undang dan buku-buku pendidikan.

157 Bagi Lembaga Pendidikan Lembaga pendidikan yang berfungsi sebagai fasilitas dimana terdapat interaksi antara pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran, maka dalam hal ini lembaga pendidikan dituntut untuk bersikap terbuka terhadap lingkungan disekitarnya, baik dari perkembangan zaman maupun dari tuntutan masyarakat, karena tidak dapat dipungkuri bahwa adanya lembaga pendidikan sesungguhnya berfungsi sebagai lembaga investasi manusiawi yang memberikan kontribusi bagi perkembangan dan kemajuan masyarakat. Oleh sebab itu, lembaga pendidikan harus bekerjasama dengan masyarakat, dengan harapan mampu mengakomudir berbagai kebutuhan masyarakat serta tanggap terhadap perkembangan zaman 3. Bagi Masyarakat Masyarakat diharapkan dapat berfungsi sebagai patner atau mitra yang sama-sama peduli terhadap keberlangsungan pendidikan, karena hubungan masyarakat dengan sekolah pada hakikatnya merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan menumbuh kembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di lembaga pendidikan. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Bahwa hasil dari analisis tentang kajian etika peserta didik dalam perspektif Burhanuddin al-zarnuji yang peneliti ambil dari karya monumentalnya berjudul Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum ini belum sepenuhnya bisa dikatakan final dan sempurna, sebab tidak menutup kemungkinan masih banyak kekurangan di dalamnya sebagai akibat dari

158 158 keterbatasan waktu, sumber rujukan, metode serta pengetahuan dan ketajaman analisis yang dimiliki, oleh karena itu diharapkan terdapat peneliti baru yang mengkaji ulang dari hasil penelitian ini secara lebih komprehensif dan kritis.

159 159 DAFTAR PUSTAKA Abdullah, A. Amin Filsafat Etika Islam. Bandung: Mizan. Abdullah, M.Yatimin Pengantar Study Etika. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Al-Abrasyi, Attiya Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam.terj. Bustami A. dkk. Al-Qur an dan Terjemahannya Semarang: Menara Kudus. Al-Syaibani. Omar Muhammad Al-Toumy Falsafah Tarbiyah al- Islamiyah. terj. Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang. Al-Zarnuji, Burhanuddin. Ta lim Muta allim Tariq al-ta allum. Surabaya: dar alilm. Amin, Ahmad Etika (ilmu akhlak). terj. Farid Ma ruf. Jakarta: Bulan Bintang. Arifin, M Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bina Aksara. Arifin, Istambul Relevansi Sistem Pendidikan Tradisional di Era Kontemporer (Study Kritis Kitab Ta lim Muta allim Tariq al-ta allum). Skripsi Fakultas Tarbiyah UIN Malang. Asrori. Ma ruf Etika Belajar Bagi Penuntut Ilmu (Terjemah Talim Muta allim Taruq al-ta allum). Surabaya: al-miftah. Asy ari, M. Hasyim Etika Pendidikan Islam. terj. Mohammad Kholil. Yogjakarta: Penerbit Titian. Buletin Istinbat. Al-Zarnuji: Loyalis Madzhab Hanafi. 02 Mei 2004/Shafar http/// Diakses 19 Februari Bertens, K Etika. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Daulay, Haidar Putra Pendidikan Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta: Kencana. Fatimah, Muhammad Khair Etika Muslim Sehari-hari. Jakarta: Pustaka al- Kausar. Furqon, Arief Pengantar Metode Penelitian Kualitatif. Surabaya: Usaha Nasional.

160 160 Ghozali Terjamah Kitab Ta lim al-muta allim (Kiat Sukses Dalam Menuntut ilmu). Jakarta: Rifa Grafika. Hadi, Sutrisno Metode Research I. Yogjakarta: Afsed. Himsyah, Unun Zamriroh. A Konsep Pendidikan Islam Dalam Perspektif Syekh al-zarnuji (Study Kitab Ta lim al-muta alim Tariq al-ta allum). Skripsi fakultas Tarbiyah UIN Malang. Huznithoyar. Etika Belajar Menurut al-zarnuji. http. Diakses 12 Februari Jiddan, Artikel Media Muslim. http. Diakses tanggal 14 Januari Langgulung, Hasan Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam. Bandung: al-ma arif Pendidikan Islam Menghadapi abad ke-21. Jakarta: Pustaka al-husna Manusia dan Pendidikan; Suatu Analisis Psikologi dan Pendidikan. Jakarta: Kencana. Marimba. Ahmad. D Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: al- Ma arif. Muhajir, Noeng Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogjarakarta: Rake Surasin. Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakkir Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media. Moleong. Lexy J Metodologi Penelitian Kualitatif Bandung: Rosdakarya. Muhammad Mahmud al-khazandar. Sifat Wara. Terj. Team Indonesia, Eko Haryanto Abu Ziyad. http. Diakses 14 Januari Nata, Abuddin Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru dan Peserta Didik. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam Seri kajian Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

161 161 Nasir, Ridlwan Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan. Yogjakarta: Pustaka Belajar. Nazir, Muhammad Metode Penelitian. Jakarta: Galia Indonesia. Nizar,Samsul Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis. Jakarta: Ciputat Pres. Nuruliman, Aria Pendidikan Indonesia. http. Diakses 19 Februari Poedjawijatna Etika Filsafat Tingkah Laku. Jakarta: PT. Bina Aksara. Poerbakawatja, Soegarda Ensiklopedi Pendidikan. Jakarta:Gunung Agung. Praja, M. Sastra Kamus Istilah Pendidikan Umum. Surabaya. Usaha Nasional. Risalah an-natijah n0.18. Pengertian Tawakkal. http. Diakses tanggal 14 Februari Rapar, Hendrik Pengantar Filsafat. Yogjakarta: Kanisius, Pus Wilayah. Salam, Burhanuddin Etika Sosial, Asas Moral dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: Rineka Cipta Etika Individual: Pola Dasar Filsafat Moral. Jakarta: Rineka Cipta Shiddiq, Aufa Noor. Pedoman Belajar Pelajar dan Santri (Tarjamah Ta lim al- Muta allim Tariq al-ta allum). Surabaya: Al-Hidayah. Suharto, Toto Filsafat Pendidikan Islam. Yogjakarta: Ar-Ruz. Sumantri, Jujun S Penelitian Ilmiah, Kefilsafatan dan Keagamaan: Mencari Paradigma Bersama dalam Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: Tinjauan antar Disiplin Ilmu (Bandung: Nuansa bekerjasama dengan Pusjarlit Press. Suprihatin Pemikiran Pendidikan Syekh Burhanuddin al-zarnuji (Study Tentang Kedudukan dan Hubungan Antara Guru dan Peserta Didik dalam Kitab Ta lim al-muta allim Tariq al-ta allum). Skripsi Fakultas Tarbiyah UIN Malang. Surachman Winarno Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode,dan Teknik. Bandung: Tarsita.

162 162 Soejono dan Abdurrahman Metode Penelitian Suatu Pemikiran dan Penerapannya. Jakarta: Reneka Cipta. Solihin, M dan Rosyid Anwar Akhlak Tasawwuf (Manusia, Etika, dan Makna Hidup). Bandung: Penerbit Nuansa. Tabi in, Ahmad Etika Peserta Didik Perspektif K.H. Hasyim Asy ari (Tela ah Kritis Kitab adab li A lim wa al-muta allim). Skripsi Tarbiyah UIN Malang. Tafsir, Ahmad Filsafat Pendidikan Islam, Integrasi Jasmani, Rohani, dan Kalbu Memanusiakan Manusia. Bandung: Rosdakarya Offset. Yunus, Mahmud Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung. Zuhairini Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

163 163 DEPARTEMEN AGAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG FAKULTAS TARBIYAH JL.Gajayana 50 Dinoyo Malang BUKTI KONSULTASI NAMA NIM/Jurusan Dosen Pembimbing Judul Skripsi : Eka Fitriah Anggraini : /Pendidikan Agama Islam : Drs. H. Bahruddin Fannani, MA. : Konsep Etika Peserta Didik Dalam Perspektif Burhanuddin Al-Zarnuji NO Tanggal Materi Tanda Tangan Februari 2009 Konsultasi BAB I Februari 2009 ACC BAB I Konsultasi BAB II,III Februari 2009 Pengajuan BAB II,III Februari 2009 Pengajuan Revisi BAB II, III Februari 2009 ACC BAB II,III 06 2 Maret Maret 2009 Pengajuan Keseluruhan Skripsi Pengajuan revisi Keseluruhan Skripsi Maret 2009 ACC Keseluruhan Malang, 31 Maret 2009 Dekan Fakultas Tarbiyah Prof. Dr. H.M. Djunaidi Ghony NIP BIODATA PENULIS

BAB III METODE PENELITIAN. harus mengacu pada metode-metode yang relevan dengan objek yang diteliti. Hal ini

BAB III METODE PENELITIAN. harus mengacu pada metode-metode yang relevan dengan objek yang diteliti. Hal ini BAB III METODE PENELITIAN Untuk mencapai hasil yang memuaskan, maka kerangka kerja setiap penelitian harus mengacu pada metode-metode yang relevan dengan objek yang diteliti. Hal ini dilakukan agar dalam

Lebih terperinci

KORELASI ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII PADA MATA PELAJARAN PAI DI SMPN 1 NGUNUT TAHUN 2014/2015

KORELASI ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII PADA MATA PELAJARAN PAI DI SMPN 1 NGUNUT TAHUN 2014/2015 KORELASI ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII PADA MATA PELAJARAN PAI DI SMPN 1 NGUNUT TAHUN 2014/2015 SKRIPSI OLEH DEWI ZAHROTUL INAYAH NIM. 3211113055 JURUSAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM HAL TREND JILBAB PERSPEKTIF TEORI KONSUMSI ISLAM

ANALISIS PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM HAL TREND JILBAB PERSPEKTIF TEORI KONSUMSI ISLAM ANALISIS PERILAKU KONSUMEN MUSLIM DALAM HAL TREND JILBAB PERSPEKTIF TEORI KONSUMSI ISLAM (studi kasus pada mahasiswi Fakultas Syari ah Jurusan Ekonomi Islam angkatan 2009 IAIN Walisongo Semarang) SKRIPSI

Lebih terperinci

ADAB MURID TERHADAP GURU DALAM PERSPEKTIF KITAB BIDAYATUL HIDAYAH KARANGAN IMAM GHAZALI

ADAB MURID TERHADAP GURU DALAM PERSPEKTIF KITAB BIDAYATUL HIDAYAH KARANGAN IMAM GHAZALI ADAB MURID TERHADAP GURU DALAM PERSPEKTIF KITAB BIDAYATUL HIDAYAH KARANGAN IMAM GHAZALI Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode yang Digunakan 1. Deskriptif Kualitatif Kritis Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian Deskriptif kualitatif-kritis. Proses penelitian dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam mengatur segala aspek kehidupan manusia dari hal yang terkecil sampai hal yang terbesar. Dari keseluruhan ajaran Islam, akhlak menempati kedudukan yang sangat

Lebih terperinci

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN KARAKTER RELIGIUS PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 SUMBERGEMPOL TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN KARAKTER RELIGIUS PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 SUMBERGEMPOL TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM PEMBINAAN KARAKTER RELIGIUS PESERTA DIDIK DI SMP NEGERI 2 SUMBERGEMPOL TAHUN PELAJARAN 2014/2015 SKRIPSI OLEH: MASTURI NIM. 3211113120 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Lebih terperinci

SKRIPSI. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI)

SKRIPSI. untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI) PENDAPAT M. YUNAN NASUTION TENTANG KEKUATAN DOA TERHADAP PERKEMBANGAN ROHANIAH DALAM BUKU PEGANGAN HIDUP (ANALISIS MATERI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM) SKRIPSI untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam. Pedoman dalam mengajarkan ajarannya yaitu berupa Al-Qur an. Al-

BAB I PENDAHULUAN. alam. Pedoman dalam mengajarkan ajarannya yaitu berupa Al-Qur an. Al- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam mempunyai pedoman ajaran yag sempurna dan rahmat bagi seluruh alam. Pedoman dalam mengajarkan ajarannya yaitu berupa Al-Qur an. Al- Qur an merupakan kitab

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan 1. Secara Umum Konsep pendidikan yang Islami menurut Mohammad Natsir menjelaskan bahwa asas pendidikan Islam adalah tauhid. Ajaran tauhid manifestasinya

Lebih terperinci

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DALAM MENUMBUHKAN MOTIVASI BELAJAR DI SMKN 1 BANDUNG TULUNGAGUNG SKRIPSI

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DALAM MENUMBUHKAN MOTIVASI BELAJAR DI SMKN 1 BANDUNG TULUNGAGUNG SKRIPSI UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DALAM MENUMBUHKAN MOTIVASI BELAJAR DI SMKN 1 BANDUNG TULUNGAGUNG SKRIPSI Oleh: JOHAN EKA SAPUTRA NIM. 3211113099 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah seluruh aktivitas atau upaya secara sadar yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah seluruh aktivitas atau upaya secara sadar yang dilakukan BAB I PENDAHULUAN Pendidikan adalah seluruh aktivitas atau upaya secara sadar yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik terhadap semua aspek perkembangan kepribadian baik jasmani maupun rohani,

Lebih terperinci

BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I

BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I BERSETUBUH SEBAGAI HAK SUAMI DALAM PERKAWINAN MENURUT IMAM MUHAMMAD BIN IDRIS AL SYAFI I Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Program Strata

Lebih terperinci

IMPLIKASI KONSEP MANUSIA TERHADAP KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM

IMPLIKASI KONSEP MANUSIA TERHADAP KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM IMPLIKASI KONSEP MANUSIA TERHADAP KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM (Telaah Teoritis Atas Pemikiran Hasan Langgulung) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam. Akhlak dapat merubah kepribadian muslim menjadi orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Islam. Akhlak dapat merubah kepribadian muslim menjadi orang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhlak dan kepribadian merupakan kebutuhan penting yang harus ditanamkan pada diri manusia. Akhlak mendapat derajat yang tinggi dalam Islam. Akhlak dapat merubah

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN AKHLAQ TERHADAP PEMBENTUKAN KECERDASAN SPIRITUAL SISWA MTS NU SALATIGA TAHUN AJARAN 2010/2011 SKRIPSI

PENGARUH PENDIDIKAN AKHLAQ TERHADAP PEMBENTUKAN KECERDASAN SPIRITUAL SISWA MTS NU SALATIGA TAHUN AJARAN 2010/2011 SKRIPSI PENGARUH PENDIDIKAN AKHLAQ TERHADAP PEMBENTUKAN KECERDASAN SPIRITUAL SISWA MTS NU SALATIGA TAHUN AJARAN 2010/2011 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah Swt. menciptakan makhluk-nya tidak hanya wujudnya saja, tetapi dilengkapi dengan perangkat lain yang menunjang segala kehidupan makhluk- Nya di muka bumi.

Lebih terperinci

MODEL PEMBELAJARAN PAI DI RUMAH PINTAR TRESNO ASIH SEMARANG SKRIPSI

MODEL PEMBELAJARAN PAI DI RUMAH PINTAR TRESNO ASIH SEMARANG SKRIPSI MODEL PEMBELAJARAN PAI DI RUMAH PINTAR TRESNO ASIH SEMARANG SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Tarbiyah Oleh : SUKRON MAKMUN NIM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha yang bisa dilakukan oleh orang dewasa untuk memberi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha yang bisa dilakukan oleh orang dewasa untuk memberi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu usaha yang bisa dilakukan oleh orang dewasa untuk memberi pengaruh dalam rangka mengembangkan potensi manusia menuju kepada kedewasaan diri agar mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan Allah swt. Semata. Al-Qur an juga mengandung nilai-nilai dan. ajaran-ajaran yang harus dilaksanakan oleh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan Allah swt. Semata. Al-Qur an juga mengandung nilai-nilai dan. ajaran-ajaran yang harus dilaksanakan oleh manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Qur an adalah kalamullah (firman Allah SWT) yang diturunkan melalui Jibril kepada Rasulullah SAW. Allah menguraikan segala sesuatu yang belum jelas di dalam Al-Qur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sebagai usaha membina dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sebagai usaha membina dan mengembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia, baik menyangkut aspek ruhaniah dan jasmaniah. Tidak heran bila suatu kematangan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Amzah, 2007), hlm Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur an,

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Amzah, 2007), hlm Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur an, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin, yang mana dalam agama Islam

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE HALAQAH DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN DI PESANTREN (Studi Kasus di Lembaga Tinggi Pesantren Luhur Malang) SKRIPSI

PENERAPAN METODE HALAQAH DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN DI PESANTREN (Studi Kasus di Lembaga Tinggi Pesantren Luhur Malang) SKRIPSI PENERAPAN METODE HALAQAH DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN DI PESANTREN (Studi Kasus di Lembaga Tinggi Pesantren Luhur Malang) SKRIPSI Oleh: Abdul Choliq 07110155 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN

Lebih terperinci

STUDI DESKRIPTIF PENDIDIKAN KARAKTER DI PANTI ASUHAN ALHIKMAH POLAMAN MIJEN SEMARANG SKRIPSI

STUDI DESKRIPTIF PENDIDIKAN KARAKTER DI PANTI ASUHAN ALHIKMAH POLAMAN MIJEN SEMARANG SKRIPSI STUDI DESKRIPTIF PENDIDIKAN KARAKTER DI PANTI ASUHAN ALHIKMAH POLAMAN MIJEN SEMARANG SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat guna Memeperoleh Gelar Sarjana dalam Pendidikan Agama Islam

Lebih terperinci

KONSEP KEADILAN MENURUT IBNU KHALDUN DAN RELEVANSINYA BAGI KEHIDUPAN SOSIAL MODERN SKRIPSI

KONSEP KEADILAN MENURUT IBNU KHALDUN DAN RELEVANSINYA BAGI KEHIDUPAN SOSIAL MODERN SKRIPSI KONSEP KEADILAN MENURUT IBNU KHALDUN DAN RELEVANSINYA BAGI KEHIDUPAN SOSIAL MODERN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud) Dalam Ilmu Aqidah

Lebih terperinci

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM SURAT AL-FATIHAH

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM SURAT AL-FATIHAH NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM SURAT AL-FATIHAH SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Dalam Ilmu Tarbiyah Oleh: ANNA FATIHA NIM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu pada hakikatnya adalah akhlak, karakter yang baik disebut akhlak alkarimah,

BAB I PENDAHULUAN. itu pada hakikatnya adalah akhlak, karakter yang baik disebut akhlak alkarimah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karakter adalah kecenderungan hati (sikap, attiude) dalam mereaksi sesuatu serta bentuk perilakunya (behavior). Dalam bahasa agama, karakter itu pada hakikatnya adalah

Lebih terperinci

KELUARGA ADALAH MINIATUR PERILAKU BUDAYA. Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar Dosen : Muhammad Burhan Amin

KELUARGA ADALAH MINIATUR PERILAKU BUDAYA. Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar Dosen : Muhammad Burhan Amin KELUARGA ADALAH MINIATUR PERILAKU BUDAYA Mata Kuliah : Ilmu Budaya Dasar Dosen : Muhammad Burhan Amin i Topik Makalah Keluarga Adalah Miniatur Perilaku Budaya Kelas : 1-ID08 Tanggal Penyerahan Makalah

Lebih terperinci

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S.1) Dalam Ilmu Syari ah

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S.1) Dalam Ilmu Syari ah ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN KECELAKAAN KERJA (Studi Implementatif Pasal 9 UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja di PT Abadi Jaya Manunggal Kendal) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

KORELASI ANTARA PERHATIAN ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR ISMUBA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH NGAWEN KABUPATEN GUNUNGKIDUL

KORELASI ANTARA PERHATIAN ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR ISMUBA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH NGAWEN KABUPATEN GUNUNGKIDUL KORELASI ANTARA PERHATIAN ORANG TUA DENGAN PRESTASI BELAJAR ISMUBA SISWA KELAS XI SMK MUHAMMADIYAH NGAWEN KABUPATEN GUNUNGKIDUL SKRIPSI Oleh : DWI YULIANTI NPM 20090720214 FAKULTAS AGAMA ISLAM JURUSAN

Lebih terperinci

PENGARUH METODE ACTIVE LEARNING TERHADAP PRESTASI BELAJAR AQIDAH AKHLAK PADA SISWA KELAS VIII SMP DAARUL QUR AN COLOMADU TAHUN PELAJARAN 2011/2012

PENGARUH METODE ACTIVE LEARNING TERHADAP PRESTASI BELAJAR AQIDAH AKHLAK PADA SISWA KELAS VIII SMP DAARUL QUR AN COLOMADU TAHUN PELAJARAN 2011/2012 PENGARUH METODE ACTIVE LEARNING TERHADAP PRESTASI BELAJAR AQIDAH AKHLAK PADA SISWA KELAS VIII SMP DAARUL QUR AN COLOMADU TAHUN PELAJARAN 2011/2012 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Tugas dan

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS PENDAPAT MUHAIMIN IQBAL TENTANG DINAR DAN DIRHAM SEBAGAI MATA UANG. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat

STUDI ANALISIS PENDAPAT MUHAIMIN IQBAL TENTANG DINAR DAN DIRHAM SEBAGAI MATA UANG. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat STUDI ANALISIS PENDAPAT MUHAIMIN IQBAL TENTANG DINAR DAN DIRHAM SEBAGAI MATA UANG Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Mmperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Syari ah Oleh : MOCH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan tujuan yang berbeda dari disiplin ilmu yang lain. Bahkan sangat

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dan tujuan yang berbeda dari disiplin ilmu yang lain. Bahkan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan agama Islam sebagai suatu disiplin ilmu, mempunyai karakteristik dan tujuan yang berbeda dari disiplin ilmu yang lain. Bahkan sangat mungkin berbeda sesuai

Lebih terperinci

STRATEGI PEMASARAN PRODUK ASURANSI PENDIDIKAN DI AJB BUMIPUTERA SAYARI AH CABANG PEKALONGAN TUGAS AKHIR

STRATEGI PEMASARAN PRODUK ASURANSI PENDIDIKAN DI AJB BUMIPUTERA SAYARI AH CABANG PEKALONGAN TUGAS AKHIR STRATEGI PEMASARAN PRODUK ASURANSI PENDIDIKAN DI AJB BUMIPUTERA SAYARI AH CABANG PEKALONGAN TUGAS AKHIR Diajukan Kepada STAIN Pekalongan Dalam Rangka Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

HALAMAN PERSEMBAHAN. karya tulis ini untuk: Bapak Ibuku yang telah menumbuhkembangkanku. Para Guruku yang telah ikhlas mendidikku

HALAMAN PERSEMBAHAN. karya tulis ini untuk: Bapak Ibuku yang telah menumbuhkembangkanku. Para Guruku yang telah ikhlas mendidikku MOTTO مي ين ر س وال م ن ھ م ي ت ل و ع ل ي ھ م ء اي ات ه و ي ز كيھ م ھ و ال ذ ي ب ع ث ف ي األ و ي ع ل م ھ م ال ك ت اب و ال ح ك م ة و إ ن ك ان وا م ن ق ب ل ل ف ي ض ال ل م ب ين Dia-lah yang mengutus kepada

Lebih terperinci

ADAB MURID TERHADAP GURU MENURUT IMAM AL-GHAZALI, SYEKH AZ-ZARNUJI DAN ABDULLAH NASHIH ULWAN OLEH RAHMATULLAH

ADAB MURID TERHADAP GURU MENURUT IMAM AL-GHAZALI, SYEKH AZ-ZARNUJI DAN ABDULLAH NASHIH ULWAN OLEH RAHMATULLAH ADAB MURID TERHADAP GURU MENURUT IMAM AL-GHAZALI, SYEKH AZ-ZARNUJI DAN ABDULLAH NASHIH ULWAN OLEH RAHMATULLAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN 2017 M/1438 H ADAB MURID TERHADAP GURU MENURUT

Lebih terperinci

INTERNALISASI NILAI-NILAI AGAMA ISLAM TERHADAP SISWA MELALUI KEGIATAN EKSTRA KURIKULER IMAN DAN TAQWA (IMTAQ) (Studi di SMP Negeri 13 Kota Malang)

INTERNALISASI NILAI-NILAI AGAMA ISLAM TERHADAP SISWA MELALUI KEGIATAN EKSTRA KURIKULER IMAN DAN TAQWA (IMTAQ) (Studi di SMP Negeri 13 Kota Malang) INTERNALISASI NILAI-NILAI AGAMA ISLAM TERHADAP SISWA MELALUI KEGIATAN EKSTRA KURIKULER IMAN DAN TAQWA (IMTAQ) (Studi di SMP Negeri 13 Kota Malang) SKRIPSI Oleh: RIFA I AZAR NIM. 06110033 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

STUDI PEMIKIRAN DAKWAH K.H. MUSTOFA BISRI DALAM BUKU MEMBUKA PINTU LANGIT

STUDI PEMIKIRAN DAKWAH K.H. MUSTOFA BISRI DALAM BUKU MEMBUKA PINTU LANGIT STUDI PEMIKIRAN DAKWAH K.H. MUSTOFA BISRI DALAM BUKU MEMBUKA PINTU LANGIT SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.) Jurusan Komunikasi dan Penyiaran

Lebih terperinci

INOVASI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA PERILAKU SISWA DI SMP NEGERI 1 DURENAN TRENGGALEK (TAHUN AJARAN ) SKRIPSI

INOVASI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA PERILAKU SISWA DI SMP NEGERI 1 DURENAN TRENGGALEK (TAHUN AJARAN ) SKRIPSI INOVASI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBINA PERILAKU SISWA DI SMP NEGERI 1 DURENAN TRENGGALEK (TAHUN AJARAN 2015 2016) SKRIPSI OLEH : LIA RAHMAWATI NIM 2811123128 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS

Lebih terperinci

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN BELAJAR SISWA DI SMK NEGERI I BANDUNG TULUNGAGUNG TAHUN AJARAN SKRIPSI

KOMPETENSI PROFESIONAL GURU AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN BELAJAR SISWA DI SMK NEGERI I BANDUNG TULUNGAGUNG TAHUN AJARAN SKRIPSI KOMPETENSI PROFESIONAL GURU AGAMA ISLAM DALAM MENINGKATKAN BELAJAR SISWA DI SMK NEGERI I BANDUNG TULUNGAGUNG TAHUN AJARAN 2014-2015 SKRIPSI Oleh: KOKO SUMANTRI NIM. 3211113102 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMATIF DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DI PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PLN) PERSERO AREA MALANG SKRIPSI.

HUBUNGAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMATIF DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DI PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PLN) PERSERO AREA MALANG SKRIPSI. HUBUNGAN KEPEMIMPINAN TRANSFORMATIF DENGAN MOTIVASI KERJA KARYAWAN DI PT PERUSAHAAN LISTRIK NEGARA (PLN) PERSERO AREA MALANG SKRIPSI Oleh: ANGGUN NUR HABSARI 08410051 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amzah, 2007), hlm. 55. Pemikiran dan Kepribadian Muslim, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 150.

BAB I PENDAHULUAN. Amzah, 2007), hlm. 55. Pemikiran dan Kepribadian Muslim, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 150. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan zaman dan teknologi yang sangat maju pesat banyak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan yang dapat merusak keimanan. Ini terjadi disebabkan oleh akhlaq

Lebih terperinci

NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA KISAH NABI YUSUF DALAM AL-QUR AN

NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA KISAH NABI YUSUF DALAM AL-QUR AN NILAI PENDIDIKAN AKHLAK PADA KISAH NABI YUSUF DALAM AL-QUR AN SKRIPSI Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM. Oleh: Hambali ABSTRAK

HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM. Oleh: Hambali ABSTRAK HAKIKAT DAN TUJUAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM Oleh: Hambali ABSTRAK Manusia adalah makhluk yang sangat penting, karena dilengkapi dengan pembawaan dan syarat-syarat yang diperlukan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL ASWAJA/KE-NU-AN DI MTS AS SYAFI IYAH POGALAN, TRENGGALEK TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SKRIPSI

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL ASWAJA/KE-NU-AN DI MTS AS SYAFI IYAH POGALAN, TRENGGALEK TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SKRIPSI PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL ASWAJA/KE-NU-AN DI MTS AS SYAFI IYAH POGALAN, TRENGGALEK TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Oleh:

SKRIPSI. Diajukan Oleh: TANGGUNG JAWAB ANAK PEREMPUAN DALAM KELUARGA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP SISTEM KEWARISAN (Kajian Terhadap Adat Perpatih Masyarakat Rembau, Negeri Sembilan) SKRIPSI Diajukan Oleh: SITI AMINAH BINTI MOHD

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui Nabi Muhammad SAW. Menurut ajaran Islam, kepada tiap-tiap golongan umat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di era modern ini, begitu pentingnya nilai dalam menjaga keharmonisan

BAB I PENDAHULUAN. Di era modern ini, begitu pentingnya nilai dalam menjaga keharmonisan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era modern ini, begitu pentingnya nilai dalam menjaga keharmonisan dan menyelaraskan pembangunan dan kemajuan, maka nilai akhlak harus tetap dilestarikan dan ditanamkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak ada sekat secara tidak langsung menciptakan batas batas moralitas

BAB I PENDAHULUAN. tidak ada sekat secara tidak langsung menciptakan batas batas moralitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan masyarakat di era modern dengan mengglobalnya budaya yang tidak ada sekat secara tidak langsung menciptakan batas batas moralitas semakin tipis. Semisal agama

Lebih terperinci

ANALISIS MATERI DAN METODE PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM UNTUK MENANAMKAN AKHLAK ANAK DI KELOMPOK BERMAIN AISIYAH AR-ROSYID BALEHARJO WONOSARI GUNUNGKIDUL

ANALISIS MATERI DAN METODE PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM UNTUK MENANAMKAN AKHLAK ANAK DI KELOMPOK BERMAIN AISIYAH AR-ROSYID BALEHARJO WONOSARI GUNUNGKIDUL ANALISIS MATERI DAN METODE PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM UNTUK MENANAMKAN AKHLAK ANAK DI KELOMPOK BERMAIN AISIYAH AR-ROSYID BALEHARJO WONOSARI GUNUNGKIDUL SKRIPSI Oleh: WAHIDA ASRONI NPM: 20070720131 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemahaman yang mereka miliki dan mereka butuhkan.

BAB I PENDAHULUAN. pemahaman yang mereka miliki dan mereka butuhkan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan pembelajaran sangatlah dibutuhkan oleh setiap manusia. Pendidikan dan pembelajaran dapat diberikan ketika masih kecil sampai ketahap dewasa dan

Lebih terperinci

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR BAHASA ARAB ANTARA YANG MENGGUNAKAN MULTIMEDIA DAN TANPA MENGGUNAKAN MULTIMEDIA

PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR BAHASA ARAB ANTARA YANG MENGGUNAKAN MULTIMEDIA DAN TANPA MENGGUNAKAN MULTIMEDIA PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR BAHASA ARAB ANTARA YANG MENGGUNAKAN MULTIMEDIA DAN TANPA MENGGUNAKAN MULTIMEDIA (Studi Komparatif di Kelas 3 SDIT Ar-Risalah Surakarta Tahun Pelajaran 2009/2010) SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

Oleh: AJI ABDUL MAJID NIM:

Oleh: AJI ABDUL MAJID NIM: PENDIDIKAN KARAKTER YANG TERKANDUNG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DAN RELEVANSINYA DENGAN PENCAPAIAN KURIKULUM 2013 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan

Lebih terperinci

STRATEGI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI SMK ISLAM 1 DURENAN KABUPATEN TRENGGALEK SKRIPSI

STRATEGI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI SMK ISLAM 1 DURENAN KABUPATEN TRENGGALEK SKRIPSI STRATEGI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) DI SMK ISLAM 1 DURENAN KABUPATEN TRENGGALEK SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Tulungagung Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM) yang berdaya tahan kuat dan perilaku yang handal. Kualitas. oleh sumber daya alamnya saja, melainkan SDM-nya juga.

BAB I PENDAHULUAN. manusia (SDM) yang berdaya tahan kuat dan perilaku yang handal. Kualitas. oleh sumber daya alamnya saja, melainkan SDM-nya juga. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi menuntut setiap bangsa memiliki sumber daya manusia (SDM) yang berdaya tahan kuat dan perilaku yang handal. Kualitas SDM sangat penting, karena kemakmuran

Lebih terperinci

STUDI ANALISIS PEMAKSAAN MENIKAH MENURUT HUKUM ISLAM

STUDI ANALISIS PEMAKSAAN MENIKAH MENURUT HUKUM ISLAM STUDI ANALISIS PEMAKSAAN MENIKAH MENURUT HUKUM ISLAM SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata I dalam Ilmu Syari ah Oleh ERNA SUSANTI NIM 1210019

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Jurusan Pendidikan Agama Islam.

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Jurusan Pendidikan Agama Islam. PENINGKATAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MAPEL PAI MATERI POKOK IMAN KEPADA RASUL MELALUI PENERAPAN PENDEKATAN CTL (Studi PTK pada Siswa Kelas V SDN 1 Sijeruk Kecamatan Kendal Kabupaten Kendal

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010)

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010) TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG AHLI WARIS BEDA AGAMA (Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 16K/AG/2010) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses penciptaan manusia. Agar dapat memahami hakikat pendidikan maka. dibutuhkan pemahaman tentang hakikat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. proses penciptaan manusia. Agar dapat memahami hakikat pendidikan maka. dibutuhkan pemahaman tentang hakikat manusia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pendidikan merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dari proses penciptaan manusia. Agar dapat memahami hakikat pendidikan maka dibutuhkan pemahaman

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE MUWAHHADAH DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENERJEMAH AL-QUR'AN (Studi Kasus di SMP Al-Hikmah Surabaya)

IMPLEMENTASI METODE MUWAHHADAH DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENERJEMAH AL-QUR'AN (Studi Kasus di SMP Al-Hikmah Surabaya) IMPLEMENTASI METODE MUWAHHADAH DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENERJEMAH AL-QUR'AN (Studi Kasus di SMP Al-Hikmah Surabaya) SKRIPSI Diajukan Kepada Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi

Lebih terperinci

WACANA ARGUMENTASI DALAM RUBRIK OPINI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN PEMANFAATANNYA DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA KRITIS DI SMA SKRIPSI

WACANA ARGUMENTASI DALAM RUBRIK OPINI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN PEMANFAATANNYA DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA KRITIS DI SMA SKRIPSI WACANA ARGUMENTASI DALAM RUBRIK OPINI PADA SURAT KABAR HARIAN JAWA POS DAN PEMANFAATANNYA DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA KRITIS DI SMA SKRIPSI Oleh Winarti NIM 070210402096 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA

Lebih terperinci

RELEVANSI KONSEP RUJUK ANTARA KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN PANDANGAN IMAM EMPAT MADZHAB SKRIPSI. Oleh : MUNAWWAR KHALIL NIM : 06210009

RELEVANSI KONSEP RUJUK ANTARA KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN PANDANGAN IMAM EMPAT MADZHAB SKRIPSI. Oleh : MUNAWWAR KHALIL NIM : 06210009 RELEVANSI KONSEP RUJUK ANTARA KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN PANDANGAN IMAM EMPAT MADZHAB SKRIPSI Oleh : MUNAWWAR KHALIL NIM : 06210009 JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARI AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

Lebih terperinci

BAB I. Aaditama, 1998), hlm Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: PT. Al-Ma arif, 1989), hlm. 15

BAB I. Aaditama, 1998), hlm Nasruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: PT. Al-Ma arif, 1989), hlm. 15 BAB I A. Latar Belakang Masalah Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ANAK USIA 0-10 TAHUN (TELAAH BUKU ISLAMIC PARENTING KARYA SYAIKH JAMAL ABDURRAHMAN)

PENDIDIKAN ANAK USIA 0-10 TAHUN (TELAAH BUKU ISLAMIC PARENTING KARYA SYAIKH JAMAL ABDURRAHMAN) PENDIDIKAN ANAK USIA 0-10 TAHUN (TELAAH BUKU ISLAMIC PARENTING KARYA SYAIKH JAMAL ABDURRAHMAN) SKRIPSI Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah) Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

MODEL PENELITIAN AGAMA

MODEL PENELITIAN AGAMA MODEL PENELITIAN AGAMA Diajukan Sebagai Tugas Makalah Dalam Mata Kuliah Metodologi Studi ISlam DOSEN PEMBIMBING Fitri Oviyanti, M.Ag DISUSUN OLEH Lismania Nina Lingga Sari FAKULTAS TARBIYAH JURUSAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

POLIGAMI TANPA PERSETUJUAN ISTRI (Studi Komparasi Metode Ijtihad antara Hasbullah Bakri dengan Pasal 5 UU NO.1/1974 Jo.

POLIGAMI TANPA PERSETUJUAN ISTRI (Studi Komparasi Metode Ijtihad antara Hasbullah Bakri dengan Pasal 5 UU NO.1/1974 Jo. POLIGAMI TANPA PERSETUJUAN ISTRI (Studi Komparasi Metode Ijtihad antara Hasbullah Bakri dengan Pasal 5 UU NO.1/1974 Jo. Pasal 58 KHI) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai makhluk sosial. Dalam hidup bermasyarakat, manusia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai makhluk sosial. Dalam hidup bermasyarakat, manusia sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dilahirkan di muka bumi ini selain menjadi makhluk individu juga sebagai makhluk sosial. Dalam hidup bermasyarakat, manusia sebagai makhluk sosial harus

Lebih terperinci

NOTA PEMBIMBING. Saifurrohman, S. Ag, M. Pd

NOTA PEMBIMBING. Saifurrohman, S. Ag, M. Pd NOTA PEMBIMBING Lamp : 3 (tiga) Eksemplar Hal : Naskah Skripsi Sdri. Nurul Maziyah Kepada Yang Terhormat Dekan Fakultas Syari ah UNISNU Jepara di- Tempat Assalamu alaikum Wr. Wb Setelah membaca, meneliti

Lebih terperinci

PENGARUH HARGA, PELAYANAN DAN LOKASI TERHADAP LOYALITAS KONSUMEN PADA TOKO OLI SUMBER REJEKI SUKOHARJO SKRIPSI

PENGARUH HARGA, PELAYANAN DAN LOKASI TERHADAP LOYALITAS KONSUMEN PADA TOKO OLI SUMBER REJEKI SUKOHARJO SKRIPSI PENGARUH HARGA, PELAYANAN DAN LOKASI TERHADAP LOYALITAS KONSUMEN PADA TOKO OLI SUMBER REJEKI SUKOHARJO SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan

Lebih terperinci

PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM DI PANTI ASUHAN DARUNNAJAH MRANGGEN DEMAK

PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM DI PANTI ASUHAN DARUNNAJAH MRANGGEN DEMAK PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM DI PANTI ASUHAN DARUNNAJAH MRANGGEN DEMAK SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEDIA POWER POINT DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMK SORE TULUNGAGUNG SKRIPSI

PENGGUNAAN MEDIA POWER POINT DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMK SORE TULUNGAGUNG SKRIPSI PENGGUNAAN MEDIA POWER POINT DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMK SORE TULUNGAGUNG SKRIPSI Oleh MOH. ARDHAN NABAWI NIM. 2811123148 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU

Lebih terperinci

HIERARKI PRIORITAS PENDIDIKAN PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN (SEBUAH KAJIAN TAFSIR TAHLILI QS. LUQMAN AYAT 12-15)

HIERARKI PRIORITAS PENDIDIKAN PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN (SEBUAH KAJIAN TAFSIR TAHLILI QS. LUQMAN AYAT 12-15) HIERARKI PRIORITAS PENDIDIKAN PADA ANAK USIA 6-12 TAHUN (SEBUAH KAJIAN TAFSIR TAHLILI QS. LUQMAN AYAT 12-15) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S.1) Dalam Ilmu

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPAT AS-SYIRAZI DALAM KITAB AL-MUHAZZAB TENTANG HAK HADHANAH KARENA ISTERI MURTAD DAN RELEVANSINYA DENGAN KOMPILASI HUKUM ISLAM

ANALISIS PENDAPAT AS-SYIRAZI DALAM KITAB AL-MUHAZZAB TENTANG HAK HADHANAH KARENA ISTERI MURTAD DAN RELEVANSINYA DENGAN KOMPILASI HUKUM ISLAM ANALISIS PENDAPAT AS-SYIRAZI DALAM KITAB AL-MUHAZZAB TENTANG HAK HADHANAH KARENA ISTERI MURTAD DAN RELEVANSINYA DENGAN KOMPILASI HUKUM ISLAM PROPOSAL SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP HASIL BELAJAR MATA PELAJARAN AL-QUR AN HADITS PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER 1 MADRASAH TSANAWIYAH RAUDLATUL MA ARIF JUWANA PATI TAHUN PELAJARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muda untuk memperoleh serta meningkatkan pengetahuannya. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. muda untuk memperoleh serta meningkatkan pengetahuannya. suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Suatu lembaga pendidikan akan berhasil menyelenggarakan kegiatan jika ia dapat mengintegrasikan dirinya ke dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan. 1 Pada umumnya

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN PESANTREN BERBASIS AKHLAK PLUS WIRAUSAHA DI PESANTREN DAARUT TAUHIID BANDUNG

IMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN PESANTREN BERBASIS AKHLAK PLUS WIRAUSAHA DI PESANTREN DAARUT TAUHIID BANDUNG IMPLEMENTASI MODEL PENDIDIKAN PESANTREN BERBASIS AKHLAK PLUS WIRAUSAHA DI PESANTREN DAARUT TAUHIID BANDUNG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS SANTRI PONDOK MODERN DARUL HIKMAH TAWANGSARI TULUNGAGUNG

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS SANTRI PONDOK MODERN DARUL HIKMAH TAWANGSARI TULUNGAGUNG PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS SANTRI PONDOK MODERN DARUL HIKMAH TAWANGSARI TULUNGAGUNG SKRIPSI Oleh MUHAMMAD KHOIRI NIM. 3211083100 PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM JURUSAN TARBIYAH

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MADRASAH ALIYAH NEGERI SRONO BANYUWANGI TAHUN PELAJARAN 2016/2017 SKRIPSI

IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MADRASAH ALIYAH NEGERI SRONO BANYUWANGI TAHUN PELAJARAN 2016/2017 SKRIPSI IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF PADA MATA PELAJARAN FIQIH DI MADRASAH ALIYAH NEGERI SRONO BANYUWANGI TAHUN PELAJARAN 2016/2017 SKRIPSI Oleh: Ellys Wahyu Ningsih NIM. 084 121 004 INSTITUT AGAMA

Lebih terperinci

LAILI NUR KHOLIFAH NIM

LAILI NUR KHOLIFAH NIM STRATEGI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI) UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA DI MTs SYEKH SUBAKIR NGLEGOK BLITAR SKRIPSI Oleh: LAILI NUR KHOLIFAH NIM. 3211103087 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rini Dwi Susanti, Strategi Pembelajaran Bahasa, NORA MEDIA ENTERPRISE, Kudus, 2011, hal. 83

BAB I PENDAHULUAN. Rini Dwi Susanti, Strategi Pembelajaran Bahasa, NORA MEDIA ENTERPRISE, Kudus, 2011, hal. 83 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran pada hakikatnya adalah suatu proses interaksi antara anak dengan anak, anak dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan pembelajaran

Lebih terperinci

UPAYA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI SISWA KELAS VII DI SMP ISLAM TERPADU UKHUWAH BANJARMASIN

UPAYA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI SISWA KELAS VII DI SMP ISLAM TERPADU UKHUWAH BANJARMASIN UPAYA GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENYESUAIAN DIRI SISWA KELAS VII DI SMP ISLAM TERPADU UKHUWAH BANJARMASIN OLEH MAULIDAH INSTITTUT AGAMA ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN

Lebih terperinci

STUDI PEMIKIRAN MOHAMMAD NATSIR TENTANG ISLAM SEBAGAI DASARA NEGARA SKRIPSI

STUDI PEMIKIRAN MOHAMMAD NATSIR TENTANG ISLAM SEBAGAI DASARA NEGARA SKRIPSI STUDI PEMIKIRAN MOHAMMAD NATSIR TENTANG ISLAM SEBAGAI DASARA NEGARA SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Memeperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Dalam Ilmu Syari ah dan Hukum

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S 1) dalam Pendidikan Agama Islam.

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S 1) dalam Pendidikan Agama Islam. IMPLEMENTASI PENILAIAN AUTENTIK PADA PEMBELAJARAN PAI DAN BUDI PEKERTI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII DI SMP NEGERI 18 SEMARANG TAHUN AJARAN 2014/2015 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi

Lebih terperinci

KOMPETENSI GURU AL-QUR AN HADITS DALAM EVALUASI HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII SEMESTER GASAL. TAHUN PELAJARAN 2013 ( SMP Muhammadiyah 5 Surakarta )

KOMPETENSI GURU AL-QUR AN HADITS DALAM EVALUASI HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII SEMESTER GASAL. TAHUN PELAJARAN 2013 ( SMP Muhammadiyah 5 Surakarta ) KOMPETENSI GURU AL-QUR AN HADITS DALAM EVALUASI HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII SEMESTER GASAL TAHUN PELAJARAN 2013 ( SMP Muhammadiyah 5 Surakarta ) Skripsi Disusun untuk Memenuhi Sebagian dari Tugas dan

Lebih terperinci

STUDI MANAJEMEN MUTU PENGAWAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ROUDLOTUL ATHFAL/MADRASAH IBTIDAIYAH DI KABUPATEN BATANG

STUDI MANAJEMEN MUTU PENGAWAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ROUDLOTUL ATHFAL/MADRASAH IBTIDAIYAH DI KABUPATEN BATANG STUDI MANAJEMEN MUTU PENGAWAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ROUDLOTUL ATHFAL/MADRASAH IBTIDAIYAH DI KABUPATEN BATANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat Guna memperoleh gelar Sarjana Strata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berwawasan, hal ini tentu dilatarbelakangi oleh mutu Pendidikan. yang terus berkembang sesuai tuntutan zaman.

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berwawasan, hal ini tentu dilatarbelakangi oleh mutu Pendidikan. yang terus berkembang sesuai tuntutan zaman. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan Ilmu Pengetahuan yang begitu cepat telah melahirkan manusia yang berwawasan, hal ini tentu dilatarbelakangi oleh mutu Pendidikan yang terus berkembang sesuai

Lebih terperinci

SKRIPSI FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

SKRIPSI FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG PENERAPAN METODE INQUIRY DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR ALQURAN HADIS\\\\\\\\ PADA SISWA KELAS IV MADRASAH IBTIDAIYYAH NEGERI SUMURREJO TAHUN AJARAN 2010/2011 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (bacalah) yang tertera dalam surat al- Alaq ayat 1-5. manusia dari segumpal darah melalui proses yang telah ditetapkan oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. (bacalah) yang tertera dalam surat al- Alaq ayat 1-5. manusia dari segumpal darah melalui proses yang telah ditetapkan oleh Allah BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Sejak manusia lahir ke dunia, telah dibekali Allah SWT dengan adanya rasa ingin tahu. Adapun wujud dari keingintahuan ini adalah adanya akal. Dengan akal, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di antara makluk-nya yang lain. Allah memberi banyak kelebihan kepada

BAB I PENDAHULUAN. di antara makluk-nya yang lain. Allah memberi banyak kelebihan kepada BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Allah menciptakan manusia dengan penciptaan yang paling sempurna di antara makluk-nya yang lain. Allah memberi banyak kelebihan kepada manusia, salah satunya yang

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman

Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman Filsafat Ilmu dalam Perspektif Studi Islam Oleh: Maman Suratman Berbicara mengenai filsafat, yang perlu diketahui terlebih dahulu bahwa filsafat adalah induk dari segala disiplin ilmu pengetahuan yang

Lebih terperinci

PESAN DAKWAH USTADZ JEFRI AL-BUCKHARI TENTANG GENERASI RABBANI DI TVONE

PESAN DAKWAH USTADZ JEFRI AL-BUCKHARI TENTANG GENERASI RABBANI DI TVONE 1 PESAN DAKWAH USTADZ JEFRI AL-BUCKHARI TENTANG GENERASI RABBANI DI TVONE SKRIPSI untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SUMBER BELAJAR PADA MATA PELAJARAN PAI (STUDI KASUS PADA KELAS 4 DI SD ISLAM SULTAN AGUNG 4 SEMARANG)

PEMANFAATAN SUMBER BELAJAR PADA MATA PELAJARAN PAI (STUDI KASUS PADA KELAS 4 DI SD ISLAM SULTAN AGUNG 4 SEMARANG) PEMANFAATAN SUMBER BELAJAR PADA MATA PELAJARAN PAI (STUDI KASUS PADA KELAS 4 DI SD ISLAM SULTAN AGUNG 4 SEMARANG) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana S1 Pada

Lebih terperinci

PEMIKIRAN MAHMUD SYALTUT TENTANG PERSAKSIAN NONMUSLIM DALAM PEMBUKTIAN SKRIPSI. Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu. Disusun Oleh : Abduloh Muslimin

PEMIKIRAN MAHMUD SYALTUT TENTANG PERSAKSIAN NONMUSLIM DALAM PEMBUKTIAN SKRIPSI. Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu. Disusun Oleh : Abduloh Muslimin PEMIKIRAN MAHMUD SYALTUT TENTANG PERSAKSIAN NONMUSLIM DALAM PEMBUKTIAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu Disusun Oleh : Abduloh Muslimin 122211014

Lebih terperinci

STUDI KOMPARATIF KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT RADEN AJENG KARTINI DAN PENDIDIKAN ISLAM

STUDI KOMPARATIF KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT RADEN AJENG KARTINI DAN PENDIDIKAN ISLAM STUDI KOMPARATIF KONSEP PENDIDIKAN PEREMPUAN MENURUT RADEN AJENG KARTINI DAN PENDIDIKAN ISLAM SKRIPSI Oleh: RIMA RAHMAWATI ASH-SHIDDIEQY NIM: 243 00 2075 Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama

Lebih terperinci

Agung Cahyono NIM. G

Agung Cahyono NIM. G HUBUNGAN KEMAMPUAN HAFALAN AL-QUR'AN DENGAN PRESTASI PELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS I MTs AL IRSYAD TENGARAN TAHUN PELAJARAN 2005/2006 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN MUSLIM PADA SISWA DI SDN KACANGAN II TAHUN 2015 SKRIPSI

UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN MUSLIM PADA SISWA DI SDN KACANGAN II TAHUN 2015 SKRIPSI UPAYA GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MEMBENTUK KEPRIBADIAN MUSLIM PADA SISWA DI SDN KACANGAN II TAHUN 2015 SKRIPSI OLEH AMINATUS SHOLIKAH NIM. 3211113037 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH

Lebih terperinci

PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM

PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM PENDIDIK DAN PESERTA DIDIK DALAM PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Dr. Sukring, M.Pd.I. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak

Lebih terperinci

METODE FULL COSTING DALAM PENETAPAN HARGA JUAL PADA USAHA KERUPUK RAMBAK DWIJOYO DESA PENANGGULAN KECAMATAN PEGANDON KABUPATEN KENDAL

METODE FULL COSTING DALAM PENETAPAN HARGA JUAL PADA USAHA KERUPUK RAMBAK DWIJOYO DESA PENANGGULAN KECAMATAN PEGANDON KABUPATEN KENDAL METODE FULL COSTING DALAM PENETAPAN HARGA JUAL PADA USAHA KERUPUK RAMBAK DWIJOYO DESA PENANGGULAN KECAMATAN PEGANDON KABUPATEN KENDAL SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberbagai belahan dunia terutama Negara-negara yang sedang berkembang banyak

BAB I PENDAHULUAN. diberbagai belahan dunia terutama Negara-negara yang sedang berkembang banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan yang begitu pesat akibat dari pengaruh globalisasi yang melanda diberbagai belahan dunia terutama Negara-negara yang sedang berkembang banyak menimbulkan

Lebih terperinci

PLURALISME AGAMA MENURUT NURCHOLISH MADJID

PLURALISME AGAMA MENURUT NURCHOLISH MADJID PLURALISME AGAMA MENURUT NURCHOLISH MADJID SKRIPSI Disusun untuk Memenuhi Tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ushuluddin (S.Ud) pada Progam Studi Perbandingan Agama (Ushuluddin) Oleh

Lebih terperinci