II. TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanfaatan Tapioka dan Ampok sebagai Bahan Baku Pembuatan Biofoam Pati merupakan produk pertanian yang memiliki potensi tinggi untuk bahan baku pembuatan kemasan ramah lingkungan. Pati dapat diperoleh dari berbagai hasil pertanian baik dari umbi, batang maupun biji-bijian, tersedia melimpah, dapat diperbaharui, dapat dimodifikasi serta memiliki kemampuan mengembang atau berekspansi. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa ada peluang untuk menghasilkan kemasan pangan yang mampu menjadi alternatif pengganti styrofoam yang disebut dengan biofoam. Produk ini terbuat dari campuran pati, serat dan air yang diperoleh melalui proses ekstrusi dan menghasilkan produk pelet yang disebut dengan peanut foam atau loose fill foam (Bhatnagar dan Hanna, 1996; Fang dan Hanna, 2000). Selain itu, pembuatan biofoam juga dapat dilakukan dengan teknik lain yaitu dengan thermopressing (Glenn dan Orts, 2001; Glenn et al., 2001; Shey et al., 2006; Shogren et al., 1998; Shogren et al., 2002; Soykeabkaew et al., 2004). Proses lain yang juga dapat digunakan untuk menghasilkan biofoam adalah dengan teknologi microwave-assisted moulding. Penggunaan microwave untuk membantu proses pembuatan moulded starch foam sudah mulai dilakukan dengan menggunakan pelet hasil ekstrusi (Zhou, 2004). Proses ini meliputi perubahan bentuk dari pati menjadi pelet dengan proses ekstrusi dan selanjutnya pelet tersebut digelembungkan dengan menggunakan microwave. Pati merupakan bahan yang heterogen yang secara kimia terdiri dari amilosa yang berantai lurus serta amilopektin yang memiliki rantai bercabang. Secara fisik, pati memiliki daerah yang bersifat kristalin dan amorf (French, 1984). Struktur linier dari amilosa menyebabkan pati memiliki karakteristik yang mendekati polimer sintetis. Sementara struktur bercabang pada amilopektin cenderung mengurangi mobilitas dari rantai polimer dan berhubungan dengan semakin kuatnya ikatan hidrogen yang ada. Hampir semua pati alami merupakan semi kristalin dengan tingkat kristalinitas 20-45%. Amilosa dan titik percabangan

2 8 dari amilopektin membentuk daerah amorf, sementara percabangan pendek dari amilopektin membentuk daerah kristalin (Yu dan Chen, 2009). Biodegradable foam yang dihasilkan dengan menggunakan pati sebagai bahan bakunya dilaporkan memiliki sifat fisik dan mekanis yang belum menggembirakan. Produk biofoam tersebut sangat sensitif terhadap kelembaban serta memiliki sifat mekanis yang rendah (Glenn et al., 2001). Hal tersebut disebabkan karena sifat alami pati yang bersifat hidrofilik sehingga mudah menyerap air dari lingkungan sekitarnya. Air yang terserap tersebut selanjutnya akan menyerang ikatan hidrogen sehingga kekuatan ikatan tersebut berkurang dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kekuatan mekanis dari biofoam (Guan dan Hanna, 2006). Beberapa peneliti lain mencoba untuk memperbaiki karakteristik biofoam dengan melakukan penambahan serat (Shogren et al., 2002); Cinelli et al., 2006; Pimpa et al., 2007; Carmen et al.,2009; Canigueral et al., 2009; Mali et al., 2010 serta Benezet et al., 2011). Menurut Averous et al. (2001), penambahan serat selulosa hingga 15% dapat meningkatkan ketahanan terhadap air sekaligus meningkatkan kekuatan tariknya. Hal tersebut juga didukung oleh penelitian Streekumar et al. (2010) yang menyatakan bahwa penambahan serat sisal dapat meningkatkan sifat mekanik dari biokomposit. Penambahan serat juga berpengaruh terhadap peningkatan sifat hidrofobik biofoam seperti yang dilaporkan oleh Lawton et al. (2004); Guan dan Hanna ( 2006) ; serta Salgado et al.(2008). Penurunan tingkat sensitivitas terhadap air ini disebabkan oleh kemampuan serat dalam menyerap air yang lebih kecil dibandingkan dengan pati (Benezet et al., 2011) Tapioka Salah satu sumber pati potensial di Indonesia adalah tapioka yang berasal dari tanaman ubi kayu (Manihot esculenta). Berbeda dengan jenis pati lainnya, tapioka memiliki kandungan lemak, protein, abu serta kadar amilosa yang rendah. Kandungan protein dan lemak yang sangat rendah tersebut yang membedakan tapioka dari pati serealia (Breuninger et al., 2009). Pada saat proses gelatinisasi, tapioka akan membentuk pasta yang kental dengan warna yang jernih sehingga

3 9 banyak digunakan sebagai pengental pada industri pangan (Muadklay dan Charoenrein, 2008). Selain itu, dengan berkembangnya teknologi modifikasi pati maka penggunaan tapioka juga sudah meluas sebagai bahan baku pembuatan kemasan ramah lingkungan, lapisan film, maupun bahan termoplastik (Biliaderis, 1992). Tapioka umumnya memiliki kandungan amilosa yang hampir sama untuk semua jenis yaitu berkisar 17-20%. Hal ini agak berbeda dengan jagung maupun beras yang memilliki variasi kandungan amilosa cukup besar (0-70%) untuk jagung dan (0-40%) untuk beras. Tapioka umumnya memiliki granula yang mulus permukaannya, berbentuk bulat dengan diameter (4-35µm). Bila dipanaskan dengan kondisi air berlebih, tapioka akan mengalami proses gelatinisasi pada suhu sekitar 64,3 0 C dan viskositas puncak akan dicapai pada suhu sekitar 67,6 0 C. Komposisi pati yang cukup tinggi pada tapioka yang dikombinasikan dengan berat molekul amilosa yang tinggi menyebabkan tapioka menjadi sumber pati yang unik yang dapat langsung digunakan sebagai bahan baku industri, namun juga merupakan bahan baku yang baik untuk dilakukan proses modifikasi (Breuninger et al., 2009). Tapioka memiliki kemampuan untuk berkontribusi pada proses puffing dan popping bila dipanaskan menggunakan microwave. Kemampuan tersebut dimanfaatkan untuk menghasilkan produk pangan berupa snack melalui proses ekstrusi. Menurut Seibel dan Hu (1994), suhu die dan lama waktu tinggal merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kemampuan ekspansi tapioka. Pada tahapan selanjutnya, kemampuan ekspansi tersebut dimanfaatkan untuk menghasilkan produk biofoam baik yang berbentuk butiran maupun cetakan. Beberapa penelitian sebelumnya telah mencoba memanfaatkan tapioka sebagai bahan baku pembuatan biofoam (Bhatnagar dan Hanna, 1996; Soykeabkaew et al., 2004). Namun demikian, penggunaan tapioka yang belum dimodifikasi sebagai bahan baku biofoam belum menghasilkan karakteristik biofoam yang memuaskan. Oleh sebab itu, peneliti selanjutnya mencoba memodifikasi tapioka tersebut ataupun dengan menambahkan serat serta polimer sintetis (Salgado et al., 2008; Schmidt dan Laurindo, 2010; Vercelheze et al., 2012).

4 Ampok Serat dapat diperoleh dari produk maupun limbah pertanian. Salah satu sumber serat yang memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan baku biofoam adalah ampok. Ampok merupakan produk samping industri penggilingan jagung yang terdiri dari pericarp, tipcap, lembaga dan sebagian endosperm. Bagianbagian tersebut masih memiliki kandungan gizi yang tinggi sehingga umumnya digunakan sebagai campuran pakan ternak. Ampok sebenarnya juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan alternatif dengan terlebih dahulu melakukan modifikasi. Adapun bentuk produk yang dapat dihasilkan dengan memanfaatkan ampok antara lain produk cereal breakfast ataupun juga berbentuk wafer. Biji jagung umumnya terdiri atas tiga bagian utama yaitu 1) pericarp yang merupakan lapisan luar yang tipis dan berfungsi mencegah embrio dari organisme pengganggu dan kehilangan air, 2) endosperm yang merupakan cadangan makanan dan beratnya mencapai 75% dari bobot biji jagung. Endosperm ini mengandung 90% pati dan 10% protein, 3) lembaga atau germ yang merupakan embrio tanaman yang terdiri dari plamule, akar radikal, scutelum dan koleoptil (Hardman dan Gunsolus, 1998 dalam Nur Aini, Selain itu biji jagung juga mengandung tip cap yaitu bagian yang menghubungkan biji dengan tongkol (Gambar 1). Gambar 1. Struktur biji jagung Pericarp atau sering pula disebut sebagai hull atau bran, merupakan lapisan pelindung biji serta mencegahnya dari penetrasi air. Pada saat pericarp ini

5 11 rusak maka air akan masuk dengan cepat ke dalam biji. Pericarp ini mengalami perubahan yang cepat selama proses pembentukan biji. Pada waktu masih muda, pericarp memiliki sel-sel yang kecil dan tipis tetapi dengan bertambahnya umur biji lapisan tersebut menjadi semakin menebal dan membentuk membran yang kemudian dikenal sebagai kulit biji atau pericarp. Menurut Hoseney (1998) berat pericarp ini mencapai 5-6% dari bobot kernel. Pericarp tersebut selain terdiri dari selulosa juga masih mengandung protein sebesar 10% (Subekti et al., 2007). Endosperm merupakan bagian terbesar dari biji jagung yang hampir seluruhnya terdiri atas karbohidrat dari bagian yang lunak (floury endosperm) dan bagian yang keras (horny endosperm). Proporsi amilosa dan amilopektin pada biji jagung sangat bervariasi tergantung kepada varietasnya. Jagung dengan kadar amilopektin tinggi dikenal dengan nama waxy corn sedangkan yang kadar amilosa tinggi disebut dengan non waxy corn. Pada endosperm yang transparan, granula pati berbentuk poligonal dan saling berikatan satu sama lain oleh matrik protein yang mengandung zein, sedangkan pada endosperm yang berwarna keruh atau opak, granula pati berbentuk lonjong dan diliputi oleh matrik protein yang tidak mengandung zein (Hoseney, 1998). Zein merupakan fraksi protein dengan proporsi terbesar pada endosperm jagung (Laszrity, 1986). Lembaga atau germ merupakan bagian biji jagung dengan proporsi yang cukup besar. Pada jagung tipe dent, lembaga, meliputi 11,5% dari bobot biji jagung keseluruhan. Lembaga tersusun atas dua bagian yaitu scutelum dan poros embrio. Lembaga memiliki kadar lemak yang tinggi yaitu 33,2%, protein 18,4% dan mineral 10,5% (Shukla dan Cheryan, 2001). Adapun komposisi biji jagung dan fraksinya selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1. Jagung dapat diproses lebih lanjut menjadi berbagai aneka produk pangan dan non pangan diantaranya tepung jagung, minyak jagung, pati jagung dan bioetanol. Bahkan limbahnya seperti tangkai, tongkol, daun dan juga klobot atau kulit jagung juga sudah mulai dimanfaatkan.

6 12 Tabel 1. Komposisi Biji Jagung dan Fraksinya Fraksi Kernel (%) Pati (%) Protein (%) Lemak (%) Gula (%) Abu (%) Biji utuh Endosperm Germ Bran Tipcap Sumber : Inglett, 1970 Jagung terdiri dari beberapa jenis tergantung pada komposisi bahan penyusunnya. Jagung dengan soft endosperm umumnya digunakan dalam proses wet milling untuk menghasilkan pati jagung yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan pemanis, produk pangan, dan bioetanol. Jagung dengan hard endosperm umumnya digunakan dalam proses dry milling dimana dihasilkan bahan baku untuk pembuatan produk ekstrusi dan pakan (Rooney dan Suhendro, 2001). Proses pembuatan tepung jagung biasanya dilakukan dengan cara penggilingan kering (dry milling) (Yuan dan Flores, 1996). Penggilingan jagung metode kering ini sendiri dibedakan lagi menjadi tiga metode yaitu 1) proses degerming tempering; 2) stone ground process atau non degerming dan 3) proses pemasakan secara alkali (nixtamalization). Ketiga proses tersebut akan menghasilkan tepung jagung dengan karakteristik dan nilai gizi yang berbeda. Proses degerming tempering merupakan metode yang paling umum digunakan karena menghasilkan tepung jagung yang berukuran paling halus (Hansen dan Van der Sluis, 2004 dalam Nur Aini, 2009). Pada prinsipnya penggilingan biji jagung menjadi tepung jagung adalah proses pemisahan pericarp, endosperm dan lembaga dan dilanjutkan dengan proses pengecilan ukuran. Pericarp harus dipisahkan karena kandungan seratnya yang tinggi sehingga menyebabkan tepung jagung bertekstur kasar. Pemisahan lembaga juga dilakukan karena lembaga mengandung kadar lemak yang tinggi yang dapat menyebabkan tepung mudah tengik. Tip cap juga harus dipisahkan

7 13 karena dapat membuat tepung menjadi kasar dan terlihat bintik-bintik hitam yang merusak warna tepung jagung. Proses penggilingan jagung dengan metode kering menghasilkan limbah yang terdiri dari campuran pericarp, sebagian endosperm, lembaga dan tip cap. Pada proses penggilingan, bagian-bagian tersebut sebagian menjadi hancur dan kemudian dipisahkan melalui proses penampian. Sisa tampian yang disebut dengan ampok biasanya digunakan sebagai campuran pakan ternak dan dijual dengan harga yang sangat murah. Bila dianalisa kandungan gizinya, sebenarnya ampok masih dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan maupun diolah lebih lanjut sehingga dapat diperoleh nilai tambah yang lebih tinggi. Kandungan protein dan karbohidrat yang masih tinggi dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan bergizi tinggi seperti cereal breakfast atau sebagai sumber dietary fibre karena kandungan seratnya juga cukup tinggi. Namun demikian tentunya masih diperlukan proses modifikasi untuk memperbaiki sifat fisikokimianya. Kandungan serat yang ada pada ampok terutama berasal dari bagian pericarp dan tipcap. Menurut Hu et al. (2008) kandungan pericarp atau bran ini 40% terdiri dari hemiselulosa, disusul selulosa, asam fenolik, lignin dan bahan lainnya (protein, abu, dan lain lain). Hemiselulosa ini umumnya tidak larut air dan terikat dengan kuat pada dinding sel dan selulosa oleh ikatan hidrogen. Hemiselulosa yang umumnya terdapat pada jagung adalah arabinoxilan yang memiliki lima dan enam atom karbon. Arabinoxilan ini biasanya berbentuk polimer yang lengket sehingga dapat digunakan sebagai bahan perekat, pengental maupun bahan tambahan pada pembuatan plastik (Gaspar et al., 2005). Ampok yang masih mengandung karbohidrat, protein berupa zein dan serat juga punya potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku pembuatan bioplastik dan biofoam pengganti plastik dan styrofoam yang bersumber dari minyak bumi.

8 Teknologi Proses Produksi Biofoam Pati memiliki beberapa sifat khas atau unik yang timbul karena pengaruh panas atau gesekan seperti pembengkakan (swelling), gelatinisasi, melting, kristalisasi dan dekomposisi (Paes et al., 2008). Pati juga memiliki kemampuan untuk mengembang atau berekspansi. Sifat ini terlihat jelas pada produk-produk ekstrusi seperti yang biasa digunakan sebagai makanan selingan. Fenomena ekspansi pati kemudian mendorong para peneliti untuk memanfaatkan pati untuk menghasilkan biofoam berbentuk butiran atau sering disebut dengan loose fill foam atau peanut foam ( Lacourse dan Altieri, 1989 ) Proses pembuatan loose fill foam atau peanut foam dilakukan dengan menggunakan prinsip pembuatan produk ekstrudat seperti produk snack. Penggunaan ekstruder akan menghasilkan panas dan gaya gesek yang mengakibatkan pati mengalami gelatinisasi dan mencair. Pati yang mencair tersebut akan mendapat tekanan yang besar saat melewati lubang kecil pada die sehingga uap air yang ada akan menimbulkan bubble effect yang menyebabkan cairan pati tersebut mengembang. Selanjutnya kontak dengan udara luar yang lebih rendah suhunya akan menyebabkan produk yang sudah mengembang tersebut mengeras hingga diperoleh produk yang mengembang jauh lebih besar dibandingkan bahan bakunya (Lawton et al., 2004). Energi panas yang dihasilkan pada proses ekstrusi yang disertai dengan gesekan akan menyebabkan pati beserta bahan campuran lainnya akan mengalami perubahan fisikokimia. Menurut Kaletunc dan Breslauer (2003), suhu tinggi dan gesekan selama proses ekstrusi mampu mengubah campuran pati dan protein pada pati jagung menjadi bahan yang bersifat viskoelastis. Bahan ini selanjutnya akan mengembang dan mengeras membentuk partikel padat berbentuk busa atau foam. Kemampuan ekspansi produk ekstrusi ditentukan oleh banyak faktor yang merupakan kombinasi antara kondisi proses dan kualitas bahan baku. Beberapa penelitian sebelumnya telah mencoba melihat pengaruh dari variabel kondisi proses seperti suhu tangki, kecepatan screw, dimensi die nozzle, konfigurasi screw, ukuran tangki dan kelembaban (Bhattacharyya dan Hanna, 1987; Barres et al., 1990). Beberapa penelitian mengenai karakteristik bahan baku dan

9 15 pengaruhnya terhadap karakteristik bahan baku juga sudah banyak dilakukan (.Shogren et al., 1998; Salgado et al., 2008; Benezet et al., 2011; Vercelheze et al., 2012.). Adapun karakteristik bahan baku yang diamati antara lain komposisi bahan baku, komposisi lemak, protein, serat dan pati serta rasio amilosa terhadap amilopektin. Hal tersebut dilakukan karena semua faktor tersebut akan mempengaruhi reologi dan kekentalan dari pati (Chinnaswamy dan Hanna, 1988). Aplikasi teknologi ekstrusi pada pembuatan biofoam diawali oleh. Chinnaswamy dan Hanna (1993) yang mengembangkan biofoam dengan mencampurkan 70% pati dengan plastik. Sementara itu, Neumann dan Seib (1993) juga mencoba menghasilkan biofoam dengan menggunakan bahan baku yang berasal dari pati jagung. Namun demikian, produk biofoam yang dihasilkan memiliki sifat hidrofilik dan rapuh sehingga harus ditambahkan dengan beberapa bahan lainnya. Selanjutnya, beberapa peneliti lain juga mencoba melakukan hal yang sama dengan menggunakan berbagai sumber pati dan mencampurkannya dengan polimer sintetik (Bhatnagar dan Hanna, 1996; Wang et al.,1995; Wang dan Shogren, 1997; Fang dan Hanna, 2000; Peng et al., 2005; Jiang et al., 2006; Pushpadass et al., 2010). Namun, kurangnya kompatibilitas antara pati dengan polimer sintetik akibat perbedaan tingkat polaritas menyebabkan produk biofoam yang dihasilkan belum memuaskan. Untuk itu, beberapa peneliti lainnya mencoba menambahkan plastisizer, agen pendispersi dan kompatibilizer serta cross linking agent (Wang et al., 2004; Zou et al., 2007). Seiiring dengan berkembangnya gaya hidup, kebutuhan akan biofoam yang dapat dibentuk sesuai fungsinya mendorong berkembangnya teknologi thermopressing. Teknologi tersebut menggunakan prinsip pembuatan wafer dimana adonan dicetak pada suhu dan tekanan tertentu. Kadar air yang ada pada adonan akan menguap karena adanya panas yang kemudian berfungsi sebagai blowing agent. Selama proses pencetakan, uap air tersebut akan mendorong proses ekspansi dari adonan pati hingga terbentuk biofoam sesuai dengan bentuk cetakan yang digunakan (Shogren et al., 1998).

10 16 Teknologi ini pertama kali diperkenalkan melalui penelitian Tiefenbacher (1993) dan dilanjutkan oleh Shogren et al. (1998) yang menghasilkan biofoam dengan bahan baku pati jagung dan pati gandum yang ditambahkan dengan guar gum dan magnesium stearat. Bila diamati struktur morfologinya dengan menggunakan SEM, terlihat bahwa biofoam memiliki struktur seperti sandwich dimana pada bagian luar memiliki struktur yang lebih padat sedang bagian dalamnya berongga. Menurut Shogren et al.(1998), bagian luar dari biofoam berbentuk lebih padat karena bagian tersebut yang menempel pada cetakan yang memiliki tingkat panas lebih tinggi. Akibatnya adonan akan mengering dengan cepat sehingga proses ekspansi tidak berjalan sempurna. Sementara itu, bagian dalam berbentuk rongga besar dengan sel yang terbuka yang merupakan jalan keluar dari uap panas yang bertekanan tinggi pada pembuatan biofoam. Seperti halnya biofoam berbentuk butiran, biofoam yang dihasilkan dengan teknologi wafer ini juga masih memillki sifat mekanis yang rendah serta tingkat sensitivitas yang tinggi terhadap kelembaban. Teknologi lainnya yang dapat digunakan untuk membuat biofoam adalah proses puffing dengan menggunakan bahan baku pati dengan kelembaban rendah. Proses ini seperti halnya pada pembuatan popcorn, dimana jagung dengan kadar air 10-15% dipanaskan pada suhu sekitar C hingga mencapai ukuran maksimum (Hoseney et al., 1983). Proses puffing dengan sistem eksplosi ini juga dapat dikembangkan untuk produk biji-bijian yang tidak bisa mengembang secara alami ketika dipanaskan (Sullivan dan Craig, 1984). Teknologi ini dapat menghasilkan biofoam berbasis pati dengan densitas yang rendah dalam beberapa detik saja. Namun demikian, teknologi ini kurang sesuai untuk membuat produk biofoam dengan bentuk tertentu seperti yang diinginkan. Selanjutnya dalam perkembangannya, teknologi lain yang juga dapat digunakan untuk menghasilkan biofoam adalah dengan microwave assisted moulded. Saat ini penggunaan microwave untuk membantu proses pembuatan moulded starch foam sudah mulai dilakukan dengan menggunakan pelet hasil ekstrusi (Zhou, 2004). Proses ini meliputi perubahan bentuk dari pati menjadi pelet dengan proses ekstrusi dan selanjutnya pelet tersebut digelembungkan dengan menggunakan bantuan microwave.

11 17 Dari berbagai teknik serta jenis produk yang dapat dihasilkan pada pembuatan biofoam, tampaknya teknologi thermopressing yang paling mudah aplikasinya karena tidak memerlukan peralatan yang canggih seperti ekstruder. Namun demikian, umumnya semua produk yang dihasilkan dengan berbagai teknik tersebut masih memiliki sifat fisik dan mekanis yang belum menggembirakan. Produk biofoam yang dihasilkan memiliki sifat rapuh, kaku, dengan sifat mekanis yang rendah (Glenn et al., 2001) Karakteristik Biofoam Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memperbaiki karakteristik biofoam diantaranya seperti yang dilakukan oleh Cinelli et al. (2006), dengan membuat kemasan habis pakai berupa piring yang dibuat dari pati kentang yang dicampur dengan serat jagung dan PVOH. Penambahan serat jagung ternyata dapat meningkatkan ketahanan terhadap airnya (water resistance), namun demikian sifat serat jagung tersebut juga dapat menurunkan kekuatan mekanis dari kemasan biofoam yang dihasilkan. Penambahan serat pada pembuatan tray biofoam juga dilakukan oleh Shogren et al.( 2002) dengan menggunakan serat yang berasal kayu lunak sebagai reinforcing fillers. Adapun bahan baku utama yang digunakan yaitu pati kentang dengan kadar amilopektin tinggi yang ditambahkan dengan pati jagung amilosa tinggi. Selain itu ditambahkan pula dengan polimer sintetik PVOH dan aspen fiber serta monostearil sitrat. Penambahan monostearil sitrat dimaksudkan untuk meningkatkan ketahanan terhadap air. Sementara untuk mencegah adonan lengket pada cetakan dilakukan penambahan magnesium stearat. Beberapa penelitian lain yang juga menambahkan serat dalam pembuatan biofoam diantaranya dilakukan oleh Mali et al. (2010) dengan menambahkan serat yang berasal dari ampas bagas tebu. Sementara itu, Benezet et al. (2011) menggunakan serat yang berasal dari tangkai gandum dan kapas. Menurut Ruggiero et al. (2006), penambahan serat selain berfungsi meningkatkan sifat mekanis juga berkontribusi besar pada kelestarian lingkungan mengingat sifatnya yang tidak mengandung bahan berbahaya, mudah didaur ulang serta murah. Penambahan serat juga dapat mempercepat proses degradasi oleh mikroorganisme

12 18 yang menyukai komponen lignoselulosik yang ada pada serat (Chiellini et al. (2009). Selanjutnya Pimpa et al. (2007) menggunakan pati sagu yang ditambahkan dengan PVOH dan PVP kemudian diiradiasi. Hasilnya menunjukkan bahwa campuran sagu dan PVOH hasil iradiasi lebih baik dibandingkan campuran sagu dan PVP karena produk foam yang dihasilkan lebih fleksibel. Upaya perbaikan lainnya dilakukan oleh Salgado et al. (2008) dengan menggunakan tapioka sebagai bahan utamanya dengan campuran protein bunga matahari dan serat selulosa. Penambahan protein dan serat tersebut untuk memperbaiki sifat fisik dan mekanis biofoam yang dihasilkan. Peningkatan konsentrasi serat dapat meningkatkan sifat mekanis produk serta mengurangi kadar air produk setelah di proses pencetakan. Peningkatan konsentrasi protein dapat mengurangi kadar air setelah pencetakan, kapasitas penyerapan air serta laju kerusakan. Hasil terbaik dari penelitian ini adalah dengan menggunakan campuran serat 20% dan protein 10%. Selain penambahan serat, penambahan polimer sintetik salah satunya PVOH sebagai bahan campuran dalam pembuatan kemasan ramah lingkungan semakin meningkat karena PVOH memiliki kompatibilitas yag tinggi dengan polimer alami seperti pati. Penambahan PVOH akan mempermudah proses pembuatan kemasan ramah lingkungan serta hasil pencampurannya dapat meningkatkan karakteristik biokomposit yang dihasilkan (Follain et al., 2005; Russo et al., 2009). Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa pencampuran PVOH dengan pati akan menghasilkan komposit yang sinergis dan kuat. Hal tersebut disebabkan karena adanya gugus hidroksil yang ada akan membentuk ikatan hidrogen diantara molekul pati dan PVOH ( He et al., 2004; Rahmat et al., 2009). Campuran ini juga akan terdispersi secara homogen dalam larutan pada pembuatan film bila diamati dengan Scanning Electron Microscope (SEM) (Tudorachi et al., 2000). Pencampuran antara pati, serat serta polimer sintetik seringkali terkendala oleh rendahnya kompatibilitas di antara ke tiga bahan tersebut. Hal ini akan berakibat pada rendahnya sifat mekanis dari biofoam tersebut. Oleh karena itu

13 19 beberapa peneliti mencoba menambahkan kompatibilizer, agen pendispersi, dan plastisizer. Menurut Wang et al. (2004), plastisizer dapat berperan sebagai pendispersi yang mampu mengurangi terjadinya aglomerasi sehingga dapat meningkatkan kuat tarik pada komposit pati dan plastik LDPE. Sementara itu, menurut Zhou et al. (2007), penambahan gliserol juga mampu menurunkan daya serap air sehingga dapat meningkatkan sifat hidrofobisitas komposit. Penambahan plastisizer juga akan membantu pergerakan inter dan antar rantai molekul (Willet et al., 1995) sehingga viskoelastisitas bahan akan meningkat.. Upaya selanjutnya yang dilakukan untuk memperbaiki karakteristik biofoam adalah dengan penambahan bahan hidrofobik seperti wax, atau polimer sintetik untuk meningkatkan hidrofobisitasnya (Shogren et al., 1998; Andersen et al., 1999). Selain itu, penggunaan pati modifikasi juga dapat memperbaiki karakteristik biofoam yang dihasilkan seperti yang telah dilakukan oleh Matsui et al. (2004); Laratonda et al. (2005); Xu et al. (2005); Schmidt dan Laurindo (2009). Pati yang sering digunakan sebagai bahan baku pembuatan kemasan biodegradable adalah pati asetat dengan nilai DS >1 karena memiliki kemampuan termoplastis dan juga bersifat hidrofobik (Aburto et al., 1999; Guan et al., 2004). Asetilasi merupakan salah satu jenis modifikasi pati yang dilakukan secara kimia dan tergolong pada proses esterifikasi. Esterifikasi pati yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan suhu gelatinisasi, stabilitas termal dan mengurangi kecenderungan retrogradasi. Pati asetat banyak dimanfaatkan pada berbagai macam aplikasi seperti bahan pengental pada berbagai produk pangan, sebagai bahan pengisi pada industri tekstil dan kertas serta sebagai bahan perekat. Umumnya untuk produk pangan dibutuhkan Derajat Substitusi (DS) yang rendah berkisar 0,01-0,2, namun untuk aplikasi sebagai bahan kemasan dibutuhkan pati asetat dengan nilai DS yang cukup tinggi (>2) (Junistia et al., 2008). Pati asetilasi DS rendah biasanya diperoleh melalui proses esterifikasi pati alami dengan asetat anhidrat pada medium air dengan katalis dari golongan alkali. Sementara itu, pati asetilasi DS tinggi umumnya memiliki kemampuan termoplastis dan juga bersifat hidrofobik. Pati asetilasi DS tinggi ini umumnya

14 20 digunakan untuk pengikat tablet, perekat panas, filter rokok dan bahan kemasan Aburto et al. (1999). Sementara menurut Guan et al. (2004), pati asetilasi bernilai DS tinggi (>1) umumnya bersifat hidrofobik sehingga dapat digunakan sebagai bahan kemasan seperti biofoam. Nilai DS pati modifikasi sangat bervariasi tergantung pada sumber pati, rasio amilosa dan amilopektin, jumlah bahan kimia yang ditambahkan serta lamanya waktu reaksi. Proses asetilasi merupakan upaya untuk menghasilkan material yang bersifat tahan air. Namun demikian, proses asetilasi tersebut tergolong mahal dan menyebabkan kemampuan bioplastik untuk terurai menjadi berkurang (Rivard et al., 1995). Dengan demikian penggunaan pati asetat harus dilakukan seoptimum mungkin agar tidak mengurangi kemampuan degradasi dari biofoam. Selain pati dan selulosa, produk pertanian lain juga menghasikan berbagai bentuk polisakarida lain seperti guar gum, tepung konjac, yang dapat berfungsi sebagai pengikat atau binder pada proses pembuatan biofoam. Menurut Poovarodom (2006), penambahan binder dapat mengurangi penyerapan air serta meningkatkan ketahanan terhadap minyak. Penambahan protein dapat meningkatkan sifat fisik dan mekanis dari biofoam mengingat protein sendiri juga merupakan polimer alami yang mampu membentuk matrik polimer. Beberapa protein alami yang untuk meningkatkan sifat mekanis biofoam diantaranya penambahan zein (Gaspar et al., 2005); putih telur (Wongsasulak et al., 2006; 2007) serta protein biji matahari (Salgado et al., 2008). Salgado juga menyebutkan bahwa penambahan protein tidak hanya meningkatkan sifat mekanis tetapi juga dapat mengurangi sensitivitas terhadap air. Namun demikian menurut Poovarodom (2006), penambahan protein >5% dapat menyebabkan produk biofoam yang dihasilkan menjadi rusak akibat menjadi gosong dan lengket pada cetakan. Produk pertanian lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan biofoam adalah lemak. Walaupun bukan digunakan sebagai bahan baku utama, lemak umumnya dibutuhkan sebagai bahan pembantu khususnya sebagai demolding agent, untuk membantu mempermudah produk tidak lengket pada

15 21 cetakan. Penambahan lemak juga diyakini mampu menurunkan sensitivitas terhadap air mengingat sifat lemak yang hidrofobik. Lemak dan produk turunannya juga dapat berfungsi sebagai plastisizer yang berguna untuk meningkatkan fleksibilitas produk serta memudahkan pada proses pelepasan dari cetakan. Bahan lainnya lagi adalah lateks. Bahan ini digunakan sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan viskoelastisitas dari foam sehingga produk yang dihasilkan memiliki tingkat kelenturan yang tinggi yang dibutuhkan apabila foam digunakan sebagai shock absorber. Selain itu penambahan lateks juga mampu meningkatkan ketahanan terhadap air karena sifatnya yang hidrofobik ( Cienelli et al., 2009; Shey et al., 2006) Sebenarnya masih banyak produk pertanian lain yang juga bisa dimanfaatkan dalam pembuatan biofoam seperti chitosan yang merupakan hasil perikanan (Kaisangsri et al., 2011); putih telur yang merupakan hasil ternak (Wongsasulak et al., 2006) serta wax yang diperoleh dari peternakan madu. Belum lagi bila ke dalam adonan biofoam ditambahkan bahan aktif yang diekstrak dari berbagai tanaman untuk meningkatkan ketahanannya terhadap kerusakan akibat mikroorganisme ataupun sebagai pewarna alami. Bahan aditif lain yang umumnya digunakan pada pembuatan biofoam adalah demolding agent atau lubricant untuk memudahkan pengeluaran produk dari cetakan. Umumnya bahan yang digunakan adalah magnesium stearat seperti yang dilakukan pada penelitian (Onteniente et al., 2000.). Penambahan hidrokoloid seperti guar gum dapat berfungsi sebagai nucleating agent ataupun penstabil. Sementara penambahan agar berfungsi sebagai binder. Meski sudah banyak penelitian yang dilakukan untuk menghasilkan produk biofoam, namun yang sudah komersial dan dipasarkan masih terbatas. Hal ini disebabkan karena produk biofoam masih memiliki beberapa kelemahan seperti tidak kedap air, serta sifat mekanik yang rendah. Untuk itu penelitian ini masih terus dilanjutkan dengan menggunakan berbagai sumber pati, serat, polimer serta melakukan modifikasi pati agar dapat menghasilkan produk biofoam yang dapat bersaing dengan styrofoam.

I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Gaya hidup manusia yang kian praktis mendorong makin meningkatnya konsumsi plastik dalam berbagai sisi kehidupan. Akibatnya ketergantungan manusia terhadap kemasan plastik

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PRODUK BIODEGRADABLE FOAM BERBAHANBAKU CAMPURAN TAPIOKA DAN AMPOK EVI SAVITRI IRIANI

PENGEMBANGAN PRODUK BIODEGRADABLE FOAM BERBAHANBAKU CAMPURAN TAPIOKA DAN AMPOK EVI SAVITRI IRIANI PENGEMBANGAN PRODUK BIODEGRADABLE FOAM BERBAHANBAKU CAMPURAN TAPIOKA DAN AMPOK EVI SAVITRI IRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik adalah bahan yang banyak sekali di gunakan dalam kehidupan manusia, plastik dapat di gunakan sebagai alat bantu yang relative kuat, ringan, dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Polimer Polimer (poly = banyak, meros = bagian) merupakan molekul besar yang terbentuk dari susunan unit ulang kimia yang terikat melalui ikatan kovalen. Unit ulang pada polimer,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ampok Jagung (Corn Hominy) Jagung merupakan serealia nomor dua setelah padi di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik (2010), produksi jagung nasional pada tahun 2009 mencapai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. BAHAN DAN ALAT Bahan baku pembuatan biodegradable foam terdiri atas tapioka komersial yang dapat diperoleh di pasar dan ampok jagung yang diperoleh dari sisa pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. Komposisi utama pati adalah amilosa dan amilopektin yang mempunyai sifat alami berbeda-beda.

Lebih terperinci

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi

POLISAKARIDA. Shinta Rosalia Dewi POLISAKARIDA Shinta Rosalia Dewi Polisakarida : polimer hasil polimerisasi dari monosakarida yang berikatan glikosidik Ikatan glikosidik rantai lurus dan rantai bercabang Polisakarida terbagi 2 : Homopolisakarida

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Air air merupakan parameter yang penting pada produk ekstrusi. air secara tidak langsung akan ikut serta menentukan sifat fisik dari produk seperti kerenyahan produk dan hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Saat ini pemanfaatan polimer telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Sebagai contoh yang sering kita jumpai sehari-hari adalah plastik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun.

I. PENDAHULUAN. tahun. Menurut data FAO (2008), pada tahun konsumsi kentang. di Indonesia adalah 1,92 kg/kapita/tahun. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum) merupakan tanaman hortikultura yang mempunyai kandungan kalori dan mineral penting bagi kebutuhan manusia (Dirjen Gizi, 1979). Meskipun kentang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik banyak digunakan untuk berbagai hal, di antaranya sebagai pembungkus makanan, alas makan dan minum, untuk keperluan sekolah, kantor, automotif dan berbagai

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG

PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG Deskripsi PROSES PEMBUATAN BIOPLASTIK BERBASIS PATI SORGUM DENGAN PENGISI BATANG SINGKONG Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan proses pembuatan bioplastik, lebih khusus lagi proses pembuatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 SIFAT MEKANIK PLASTIK Sifat mekanik plastik yang diteliti terdiri dari kuat tarik dan elongasi. Sifat mekanik diperlukan dalam melindungi produk dari faktor-faktor mekanis,

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan plastik semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia, karena memiliki banyak kegunaan dan praktis. Plastik merupakan produk polimer sintetis yang terbuat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini penggunaan plastik di Indonesia sebagai bahan kemasan pangan untuk memenuhi kebutuhan sehari hari sangat besar (mencapai 1,9 juta ton di tahun 2013) (www.kemenperin.go.id),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat

2.6.4 Analisis Uji Morfologi Menggunakan SEM BAB III METODOLOGI PENELITIAN Alat dan Bahan Penelitian Alat DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACK... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... v DAFTAR LAMPIRAN... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR ISTILAH... x BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang...

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Umbi Iles-iles. Umbi Walur

2 TINJAUAN PUSTAKA. Umbi Iles-iles. Umbi Walur 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umbi Walur (Amorphophallus campanulatus var. sylvetris) Amorphopallus campanulatus merupakan tanaman yang berbatang semu, mempunyai satu daun tunggal yang terpecah-pecah dengan tangkai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Dilihat dari karakter fisiknya, murbei merupakan buah yang berasa segar manis

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Dilihat dari karakter fisiknya, murbei merupakan buah yang berasa segar manis I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plastik merupakan suatu bahan yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Banyak peralatan atau produk yang digunakan terbuat dari plastik dan sering digunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. GAMBARAN UMUM MESIN DAN KONDISI PENGOPERASIAN EKSTRUDER Mesin ekstruder yang digunakan di dalam penelitian ini adalah jenis mesin ektruder berulir ganda (Twin Screw Extruder).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

STRUKTUR BIJI JAGUNG. Ada 3 bagian dasar yang menyusun biji yaitu : 1. Embrio

STRUKTUR BIJI JAGUNG. Ada 3 bagian dasar yang menyusun biji yaitu : 1. Embrio STRUKTUR BIJI JAGUNG Produksi jagung nasional meningkat setiap tahun namun hingga kini belum mampu memenuhi kebutuhan domestik sekitar 11 juta ton/tahun, sehingga masih mengimpor dalam jumlah besar yaitu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KOMPOSISI SAMPEL PENGUJIAN Pada penelitian ini, komposisi sampel pengujian dibagi dalam 5 grup. Pada Tabel 4.1 di bawah ini tertera kode sampel pengujian untuk tiap grup

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. bentuk daun-daunan termasuk di dalamnya rumput dan leguminosa. peternak masih bergantung pada hijauan yang berada di lapang.

I PENDAHULUAN. bentuk daun-daunan termasuk di dalamnya rumput dan leguminosa. peternak masih bergantung pada hijauan yang berada di lapang. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hijauan pakan merupakan bahan pakan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-daunan termasuk di dalamnya rumput dan leguminosa. Rumput merupakan hijauan segar sebagai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN KARBOHIDRAT KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati,

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. merupakan problema sampai saat ini. Di musim kemarau hijauan makanan ternak 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Hijauan Pakan Dalam meningkatkan meningkatkan produksi ternak, ketersediaan hijauan makanan ternak merupakan bagian yang terpenting, karena lebih dari 70% ransum ternak terdiri

Lebih terperinci

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB

PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN. Teti Estiasih - THP - FTP - UB PENGGORENGAN, EKSTRUSI, & PEMANGANGGAN 1 PENGGORENGAN 2 TUJUAN Tujuan utama: mendapatkan cita rasa produk Tujuan sekunder: Inaktivasi enzim dan mikroba Menurunkan aktivitas air pada permukaan atau seluruh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR

II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam famili Convolvulaceae. Ubi jalar termasuk tanaman tropis, tumbuh baik di daerah yang memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penilitian, dan

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN

1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULAN BAB 1 PENDAHULAN 1.1. Latar Belakang Pangan yang bersumber dari hasil ternak termasuk produk pangan yang cepat mengalami kerusakan. Salah satu cara untuk memperkecil faktor penyebab kerusakan pangan adalah

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI NAOH SERTA RASIO SERAT DAUN NANAS DAN AMPAS TEBU PADA PEMBUATAN BIOFOAM

PENGARUH KONSENTRASI NAOH SERTA RASIO SERAT DAUN NANAS DAN AMPAS TEBU PADA PEMBUATAN BIOFOAM PENGARUH KONSENTRASI NAOH SERTA RASIO SERAT DAUN NANAS DAN AMPAS TEBU PADA PEMBUATAN BIOFOAM Pamilia Coniwanti *, Roosdiana Mu in, Hendra Wijaya Saputra, M. Andre R.A., Robinsyah * Jurusan Teknik Kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis merupakan polimer alam dengan monomer isoprena. Karet alam memiliki ikatan ganda dalam konfigurasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar belakang. digunakan pada industri antara lain sebagai polimer pada industri plastik cetakan

PENDAHULUAN. Latar belakang. digunakan pada industri antara lain sebagai polimer pada industri plastik cetakan PENDAHULUAN Latar belakang Selulosa asetat merupakan salah satu jenis polimer yang penting dan banyak digunakan pada industri antara lain sebagai polimer pada industri plastik cetakan (moulding), film

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan

I. PENDAHULUAN. Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Pemanfaatan ubi jalar ungu sebagai alternatif makanan pokok memerlukan pengembangan produk olahan dengan penyajian yang cepat dan mudah diperoleh, salah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar mata pencarian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar mata pencarian 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar mata pencarian penduduk adalah petani. Keberlangsungan pada sektor pertanian dipengaruhi oleh sektor-sektor

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PUFFING Menurut Sulaeman (1995), teknik puffing merupakan teknik pengolahan bahan pangan dimana bahan pangan tersebut mengalami pengembangan sebagai akibat pengaruh

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab I akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. konsumsi masyarakat, khususnya untuk plastik kemasan. Berdasarkan data

I. PENDAHULUAN. konsumsi masyarakat, khususnya untuk plastik kemasan. Berdasarkan data 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Produksi plastik di Indonesia mengalami peningkatan seiring dengan kenaikan konsumsi masyarakat, khususnya untuk plastik kemasan. Berdasarkan data INAPLAS

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber energi berbasis fosil (bahan bakar minyak) di Indonesia diperkirakan hanya cukup untuk 23 tahun lagi dengan cadangan yang ada sekitar 9.1 milyar barel (ESDM 2006),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Singkong ( Manihot esculenta) merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomi dan telah banyak dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI

SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI SINTESA DAN UJI BIODEGRADASI POLIMER ALAMI Suryani Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Jl. Banda Aceh Medan Buketrata - Lhokseumawe Email : suryani_amroel@yahoo.com Abstrak Pati (khususnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning

I. PENDAHULUAN. tidak rata karena mata tunas dan warna daging dari putih hingga kuning I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu jenis tanaman hortikultura yang dikonsumsi pada bagian umbi di kalangan masyarakat dikenal sebagai sayuran umbi. Kentang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lidah buaya (Aloe vera) merupakan salah satu jenis tanaman hias yang memiliki ciriciri daun yang memanjang menyerupai lidah dan memiliki duri dibagian pinggirnya. Lidah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Limbah plastik sintetik menjadi salah satu permasalahan yang paling memprihatinkan di Indonesia. Jenis plastik yang beredar di masyarakat merupakan plastik sintetik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah. agar bisa mempertahankan mutunya. Tujuan dari penyimpanan benih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah. agar bisa mempertahankan mutunya. Tujuan dari penyimpanan benih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyimpanan Benih Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah mengkondisikan benih pada suhu dan kelembaban optimum untuk benih agar bisa mempertahankan mutunya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Minyak Nabati Minyak nabati adalah cairan kental yang diambil atau diekstrak dari tumbuhtumbuhan. Komponen utama penyusun minyak nabati adalah trigliserida asam lemak, yang

Lebih terperinci

TANAMAN PENGHASIL PATI

TANAMAN PENGHASIL PATI TANAMAN PENGHASIL PATI Beras Jagung Sagu Ubi Kayu Ubi Jalar 1. BERAS Beras (oryza sativa) terdiri dari dua jenis, yaitu Japonica yang ditanam di tanah yang mempunyai musim dingin, dan Indica atau Javanica

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Snack merupakan suatu jenis produk pangan sebagai makanan selingan yang umumnya dikonsumsi dalam jumlah kecil dan umumnya dikonsumsi di antara waktu makan pagi, siang,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan

BAB I PENDAHULUAN. kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gelatin merupakan salah satu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen alami hewan yang terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, dan jaringan ikat. Sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penggunaan polimer dan komposit dewasa ini semakin meningkat di segala bidang. Komposit berpenguat serat banyak diaplikasikan pada alat-alat yang membutuhkan material

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Pembuatan Pragel Pati Singkong Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar berwarna putih. Rendemen pati yang dihasilkan adalah sebesar 90,0%.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. buah-buahan. Berbagai macam jenis buah tumbuh di Indonesia dan ada beberapa

I. PENDAHULUAN. buah-buahan. Berbagai macam jenis buah tumbuh di Indonesia dan ada beberapa I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keanekaragaman buah-buahan. Berbagai macam jenis buah tumbuh di Indonesia dan ada beberapa yang masih belum dikenal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. air, gas, aroma, dan zat-zat lain dari bahan ke lingkungan atau sebaliknya

I. PENDAHULUAN. air, gas, aroma, dan zat-zat lain dari bahan ke lingkungan atau sebaliknya I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pengemasan merupakan hal terpenting untuk mempertahankan kualitas bahan pangan karena pengemas mampu bertindak sebagai penahan migrasi uap air, gas, aroma, dan zat-zat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cake adalah makanan yang sangat populer saat ini. Rasanya yang manis dan bentuknya yang beragam menjadikannya kian digemari oleh masyarakat. Cake dapat disajikan sebagai

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berbagai produk dan peralatan dihasilkan dari bahan plastik karena dinilai lebih

I. PENDAHULUAN. Berbagai produk dan peralatan dihasilkan dari bahan plastik karena dinilai lebih 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan plastik telah meluas hampir ke seluruh bidang kehidupan. Berbagai produk dan peralatan dihasilkan dari bahan plastik karena dinilai lebih ekonomis, tidak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar merupakan jenis umbi-umbian yang dapat digunakan sebagai pengganti makanan pokok karena mengandung karbohidrat sebesar 27,9 g yang dapat menghasilkan kalori sebesar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

Ahmad Zaki Mubarok Kimia Fisik Pangan. Silika

Ahmad Zaki Mubarok Kimia Fisik Pangan. Silika Ahmad Zaki Mubarok Kimia Fisik Pangan Silika 1 Glass transition adalah transisi yang bersifat reversibel pada bahan amorphous dari keadaan keras/kaku menjadi bersifat cair/plastis. Temperature dimana terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cetak non elastik setelah mengeras akan bersifat kaku dan cenderung patah jika diberi

BAB I PENDAHULUAN. cetak non elastik setelah mengeras akan bersifat kaku dan cenderung patah jika diberi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan cetak dalam kedokteran gigi digunakan untuk mendapatkan reproduksi negatif dari gigi dan jaringan sekitarnya, kemudian akan diisi dengan bahan pengisi untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada lima puluh tahun terakhir, produk-produk yang dibuat dari bahan plastik telah menjadi kebutuhan sehari-hari. Bahan plastik ini mempunyai keunggulan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN Analisa Sensori

4. PEMBAHASAN Analisa Sensori 4. PEMBAHASAN Sorbet merupakan frozen dessert yang tersusun atas sari buah segar, air,gula, bahan penstabil yang dapat ditambahkan pewarna dan asam (Marth & James, 2001). Pada umumnya, frozen dessert ini

Lebih terperinci

PATI ALAMI. Pati adalah salah suatu bahan penyusunan yang paling banyak dan luas terdapat di alam,sebagai karbohidrat cadangan pangan pada tanaman.

PATI ALAMI. Pati adalah salah suatu bahan penyusunan yang paling banyak dan luas terdapat di alam,sebagai karbohidrat cadangan pangan pada tanaman. PATI ALAMI Pati adalah salah suatu bahan penyusunan yang paling banyak dan luas terdapat di alam,sebagai karbohidrat cadangan pangan pada tanaman. Sebagian besar pati di simpan dalam akar,umbi,akar,biji

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi 1 I. PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1,6.) Hipotesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti asam karboksilat, karbokamida, hidroksil, amina, imida, dan gugus lainnya

BAB I PENDAHULUAN. seperti asam karboksilat, karbokamida, hidroksil, amina, imida, dan gugus lainnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Superabsorbent polymer (SAP) merupakan jaringan rantai polimer tiga dimensi dengan ikatan silang ringan yang membawa disosiasi gugus fungsi ionik seperti asam karboksilat,

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT. Pendahuluan. Pertemuan ke : 3 Mata Kuliah : Kimia Makanan / BG 126

KARBOHIDRAT. Pendahuluan. Pertemuan ke : 3 Mata Kuliah : Kimia Makanan / BG 126 Pertemuan ke : 3 Mata Kuliah : Kimia Makanan / BG 126 Program Studi : Pendidikan Tata Boga Pokok Bahasan : Karbohidrat Sub Pokok Bahasan : 1. Pengertian karbohidrat : hasil dari fotosintesis CO 2 dengan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu 4.1.1. Cooking Time Salah satu parameter terpenting dari mi adalah cooking time yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk rehidrasi atau proses

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan tepung beras ketan hitam secara langsung pada flake dapat menimbulkan rasa berpati (starchy). Hal tersebut menyebabkan perlunya perlakuan pendahuluan, yaitu pregelatinisasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhui sebagian persyaratan Guna mencapai

Lebih terperinci

Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Untuk Pembuatan Kertas Seni. Faridah, Anwar Fuadi

Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Untuk Pembuatan Kertas Seni. Faridah, Anwar Fuadi Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Untuk Pembuatan Kertas Seni Faridah, Anwar Fuadi ABSTRAK Kertas seni banyak dibutuhkan oleh masyarakat, kertas seni yang dihasilkan dapat digunakan sebagai kertas

Lebih terperinci

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA 0 KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tongkol jagung merupakan limbah tanaman yang setelah diambil bijinya tongkol jagung tersebut umumnya dibuang begitu saja, sehingga hanya akan meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Satu HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Satu Penentuan Formula Pembuatan Sabun Transparan Penelitian tahap satu merupakan tahap pemilihan formula pembuatan sabun trasnparan. Hasil penelitian tahap satu ini

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TAPIOKA Tapioka adalah pati (amilum) yang diperoleh dari umbi ubi kayu segar (Manihot utilisima atau Manihot usculenta Crantz) melalui pengolahan tertentu (SNI 01-3451-1994). Penggunaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

mempengaruhi atribut kualitas dari produk tersebut (Potter, 1986). Selama proses

mempengaruhi atribut kualitas dari produk tersebut (Potter, 1986). Selama proses I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan pangan seperti produk buah-buahan dan produk hortikultura memiliki sifat yang khas, yaitu tetap mengalami perubahan setelah proses pemanenan sehingga mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung (Zea mays) Menurut Effendi S (1991), jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting selain padi dan gandum. Kedudukan tanaman ini menurut

Lebih terperinci

PRODUKSI CASSAVA SOUR STARCH DENGAN VARIASI MEDIA STARTER BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI

PRODUKSI CASSAVA SOUR STARCH DENGAN VARIASI MEDIA STARTER BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI PRODUKSI CASSAVA SOUR STARCH DENGAN VARIASI MEDIA STARTER BAKTERI ASAM LAKTAT DAN LAMA FERMENTASI SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Pendidikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan industri kelapa sawit yang cukup potensial sebagai penghasil devisa negara menyebabkan luas areal dan produksi kelapa sawit di Indonesia semakin meningkat. Sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pengolahan, penanganan dan penyimpanan (Khalil, 1999 dalam Retnani dkk, 2011).

HASIL DAN PEMBAHASAN. pengolahan, penanganan dan penyimpanan (Khalil, 1999 dalam Retnani dkk, 2011). 22 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Berat Jenis Berat jenis merupakan perbandingan antara massa bahan terhadap volumenya. Berat jenis memegang peranan penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan dan

Lebih terperinci