TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN BERDIMENSI HAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN BERDIMENSI HAM"

Transkripsi

1 Komnas HAM menyambut gembira kian maraknya kepedulian dan komitmen dunia usaha di Indonesia untuk menerapkan parameter-parameter HAM dalam kegiatan bisnis mereka, baik inisiatif-inisiatif dalam menerapkan Accountability 1000 (AA1000), SA 8000 ataupun keterlibatan dalam agenda global, seperti pencapaian Millienium Development Goals ataupun Global Compact Principles. Dengan demikian HAM sebagai komitmen universal sesungguhnya tidaklah harus selalu dipertentangkan dengan dunia usaha atau bisnis. Bisnis yang berdimensi HAM menjadi suatu keniscayaan dalam perspektif bisnis berkelanjutan. Tanggung jawab sosial perusahaan bukan berhenti dalam suatu proyek atau program, tetapi harus kita dorong untuk menjadi sebuah gerakan sosial, yakni suatu gerakan yang memadukan komitmen dari dunia usaha, masyarakat dan pemerintah dalam rangka membangun kehidupan bersama yang lebih baik, membangun Indonesia yang sekarang ini sedang kita cita-citakan, sebagaimana bunyi Pasal 1 Deklarasi Universal HAM: Semua manusia dilahirkan merdeka serta mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikarunia akal budi dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu dengan yang lain dalam semangat persaudaraan. Abdul Hakim Garuda Nusantara Ketua Komnas HAM KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA JL. Latuharhary No. 4B, Menteng, Jakarta Pusat Telp: , Fax: , Website: TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN BERDIMENSI HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal Dan Implementasinya di Indonesia TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN BERDIMENSI HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal Dan Implementasinya di Indonesia KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA 2013

2 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN BERDIMENSI HAM Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal Dan Implementasinya di Indonesia KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

3 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan Tanggungjawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM: Tinjauan Teori dan Prinsip-prinsip Universal Dan Implementasinya di Indonesia Jakarta: Komnas HAM, 2013, 110 hal., 15 cm x 21 cm Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit. Kutipan Pasal 72 Ayat 1 dan 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang hak cipta. Pasal 72: 1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp ,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp ,00 (lima milyar rupiah) 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/denda paling banyak Rp ,00 (lima ratus juta rupiah). 2

4 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN BERDIMENSI HAM Kontributor : Abdon Nababan, Abdul Hakim G. Nusantara, Agung Nugroho, A. Sony Keraf, Fransiscus Welirang, Bambang Wirahyoso, Benny K Harman, George Martin Sirait, Hadi Purnomo, Ign. Wahyu Indrio, Mardiasmo, Sujoko Efferin, Tony A. Prasetyantono, Wahyudi Atmoko Reka Bentuk: Agung Budi Tim Penerbit Cetakan Kedua: 2013 Penanggungjawab : M. Nurkhoiron, Hafid Abbas Koordinator : Banu Abdillah Anggota : Didong Deni Anugrah, Arief Suryadi, Fauzan Faradli, Mira Harti, Kurniasari Novita Dewi, Hari Reswanto Editor : Rusman Widodo Desain Cover Cetakan Kedua: Galih Diterbitkan oleh Komnas HAM Hak Cipta 2006) Komnas HAM Dilarang memperbanyak atau mengutip sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin dari Komnas HAM Cetakan pertama 2006 Cetakan kedua 2013 KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA Jl. Latuharhary 4B Jakarta Telp. (62 21) , Fax. (62 21) ISBN:

5 4 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM

6 DAFTAR ISI Daftar isi Kata Pengantar Ketua Komnas HAM 7 Bab I CSR Berdimensi HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum 11 CSR Berdimensi HAM : Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum HAM dalam Dunia Bisnis 13 Diskursus Pembangunan dan HAM di Indonesia 19 Situasi Yang Terus Berubah 29 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berbasis HAM 39 HAM dalam Dunia Bisnis 43 Corporate Social Responsibility: Mempertanggungjawabkan Mandat Perusahaan dari Masyarakat dan Lingkungan Hidup 49 BAB II Implementasi HAM Dalam Bisnis 57 Implementasi HAM Dalam Bisnis : Studi Kasus di Lima Perusahaan 59 Implementasi HAM Dalam Praktik Bisnis Dari Perspektif Pelaku Usaha 80 5

7 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM Implementasi HAM Dalam Praktik Bisnis Pandangan Pemangku Kepentingan- 87 BAB III Masa Depan CSR Berdimensi HAM Berbagai Catatan Rekomendasi 97 Agenda Yang Diperlukan Untuk Memperkuat Gerakan Ini 99 Aspek Hukum Perlu Disentuh Secara Aktif oleh Pemerintah 102 Mempromosikan CSR Berperspektif HAM Melalui Instrumen Fiskal 104 Lampiran-lampiran 109 6

8 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM BKATA PENGANTAR Ketua Komnas HAM Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi Hak Asasi Manusia Berbicara mengenai tanggung jawab sosial perusahaan, tak bisa dilepaskan dari peran strategis dunia usaha sebagai salah satu poros perubahaan. Dunia usaha telah memberikan kontribusi yang besar dalam kemajuan-kemajuan sosial, ekonomi dan budaya. Namun di sisi lain, dalam aras yang sama kita juga dihadapkan berbagai proses marjinalisasi terhadap sebagian masyarakat akibat pembangunan dan industri aliansi, yang menghadirkan dampak-dampak tidak menguntungkan bagi masyarakat, berupa terabaikannya hak-hak masyarakat, hilangnya sumber-sumber kehidupan masyarakat, atau pada tingkat yang lebih serius terjadinya berbagai pelanggaran HAM di sektor kegiataan korporasi, seperti: kasus hubungan industrial dan hak-hak pekerja, kerusakan lingkungan dan hakhak masyarakat adat, privatisasi sektor publik, dan perlindungan hak-hak ulayat masyarakat adat. Melonjaknya kelompok-kelompok masyarakat rentan tersebut menyebabkan masalah kemiskinan dan kesenjangan ekonomi terus menjadi momok. Berbagai formulasi dilakukan untuk memerangi kemiskinan namun juga 7

9 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM tidak menyelesaikannya. Kita tak perlu berdebat panjang untuk menentukan kriteria kemiskinan mestilah beranjak dari pendekatan berbasis hak. Amartya Sen, seorang ekonom Bank Dunia, yang pantas kita juluki seorang pejuang HAM, menemukan, bahwa persoalan kemiskinan dan kelaparan itu bukan ketidaktersediaan pangan. Persoalan kemiskinan dan kelaparan adalah persoalan keberhakan. Jadi bukan soal kita harus impor beras atau tidak, tetapi yang lebih mendasar adalah bagaimana pembangunan dan kegiatan ekonomi itu diarahkan untuk bisa menjamin hak-hak kodrati manusia, hak untuk mendapatkan pangan, sandang, hak untuk mendapatkan pendidikan dan pekerjaan yang layak, dan lain-lain yang kesemuanya tertuang dan dijamin dalam Konstitusi Negara UUD Hal ini memanglah membutuhkan kesediaan kita semua untuk berdialog. Langkah-langkah ratifikasi berbagai kovenan HAM, serta bagaimana kita menyikapi secara arif pro kontra revisi UU ketenagakerjaan (13/2003) adalah modal sosial kita untuk melanjutkan proses dialog itu. Komnas HAM menyambut gembira kian maraknya kepedulian dan komitmen dunia usaha di Indonesia untuk menerapkan parameterparameter HAM dalam kegiatan bisnis mereka, baik inisiatif-inisiatif dalam menerapkan Accountability 1000 (AA1000), SA 8000 ataupun keterlibatan dalam agenda global, seperti pencapaian Millienium Development Goals ataupun Global Compact Principles. Dengan demikian HAM sebagai komitmen universal sesungguhnya tidaklah harus selalu dipertentangkan dengan dunia usaha atau bisnis. Bisnis yang berdimensi HAM menjadi suatu keniscayaan dalam perspektif bisnis berkelanjutan. Tanggung jawab sosial perusahaan bukan berhenti dalam suatu proyek atau program, tetapi harus kita dorong untuk menjadi sebuah gerakan sosial, yakni suatu gerakan yang memadukan komitmen dari dunia usaha, masyarakat dan pemerintah dalam rangka membangun kehidupan bersama yang lebih baik, membangun Indonesia yang sekarang 8

10 KATA PENGANTAR ini sedang kita cita-citakan, sebagaimana bunyi Pasal 1 Deklarasi Universal HAM : Semua manusia dilahirkan merdeka serta mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikarunia akal budi dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu dengan yang lain dalam semangat persaudaraan. Komnas HAM menaruh komitmen untuk adanya dialog yang intens di antara stakeholders. Semoga buku ini dapat memperkaya khazanah kita dalam melihat implementasi HAM dalam praktik bisnis di Indonesia dan membantu upaya-upaya yang lebih memadai dalam membangun bisnis yang berperspektif HAM. Abdul Hakim Garuda Nusantara Ketua Komnas HAM 9

11 10 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM

12 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM BAB I CSR Berdimensi HAM: Berbagai LATAR BELAKANG & ALASAN TINJAUAN TEORITIS, etis DAN HUKUM 11

13 12

14 BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum DCSR Berdimensi HAM : Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum HAM dalam Dunia Bisnis Oleh : Abdul Hakim G Nusantara Dalam konteks nasional dan internasional dunia bisnis tidak bisa mengabaikan Hak Asasi Manusia (HAM), karena HAM merupakan dasar fundamental dari hukum nasional dan internasional. Dalam konteks Indonesia, HAM tidak saja tertuang dalam UU HAM (UU No. 39 Tahun 1999) dan UUD 1945, tetapi juga dalam berbagai kovenan internasional yang telah diratifikasi oleh Indonesia, antara lain Konvensi Hak Anak, Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial, Konvensi ILO, Kovenan Hak-Hak Sipil dan Politik, Kovenan Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, dan lain sebagainya. Dalam hubungan internasional mitra-mitra dagang utama Indonesia, seperti AS, Canada, Uni Eropa, Jepang, Korea Selatan, merupakan negaranegara yang menjadi negara pihak dalam berbagai kovenan internasional HAM. Baik hukum nasional maupun hukum internasional yang menyangkut HAM meletakkan tanggungjawab utama pemenuhan HAM itu pada negara (pemerintah). Itu berarti mewajibkan negara untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan publik, dalam bentuk UU, PP, PM, dan lain sebagainya yang menjamin pemenuhan HAM. Kebijakan-kebijakan publik ini secara yuridis mengikat para warga termasuk tentunya korporasi. Berbagai 13

15 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM perundang-undangan tentang HAM pada dasarnya merupakan public policies yang dikeluarkan oleh negara yang mewajibkan setiap orang atau sekelompok orang termasuk aparat negara atau mereka yang bergabung dalam korporasi untuk menaatinya. Berkenaan dengan kewajiban dunia bisnis untuk menaati HAM, The UN Norms on The Responsibilities of TNCs And Other Business Enterprises with Regard to Human Rights menyatakan ada 4 (empet) wilayah HAM yang wajib dihormati oleh dunia bisnis, yaitu sebagai berikut : First, Business entities shal ensure equality of opportunity and treatment with a view to eliminating discrimination based on sex, race, religion and other recognized categories of individuals. Second, business entities shall not engage in or benefit from war crimes, crimes againts humanity, genocide, torture, force disappearances, forced or compulsory labour and a range of other abuses og the right of the security of the person. Third, business shall recognize the right to collective bargaining. And Fourth, Obligations with regard to consumer protection and environmental protection. Empat wilayah HAM tersebut substansinya sudah termuat dalam berbagai perundang-undangan UU HAM, UU Pengadilan HAM, UU Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Perlindungan Konsumen, dan lain sebagainya. Walaupun produk UU HAM dan UU Pengadilan HAM tidak menyebut secara eksplisit tanggungjawab korporasi dalam kaitannya dengan pelanggaran HAM. Namun ketentuan yang termuat dalam produk UU itu secara tidak langsung mengikat korporasi. Bukanlah Korporasi itu hakikatnya penjelmaan idea dan kepentingan orang-orang yang mendirikannya. Bukankah policy dan tindakan korporasi itu hasil keputusan orang-orang yang mengkehendakinya? Karena itu pelanggaran HAM yang dilakukan oleh korporasi tidak bisa dilepaskan dari orang-orang yang mengendalikan dan korporasi itu sendiri. Ini tentunya hanya dapat dinilai kasus per kasus. 14

16 BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum Agar dunia usaha dapat menjawab masalah-masalah HAM secara memadai, kini mulai dikembangkan konsep Corporate Accountability (CA) yang substansinya adalah kewajiban-kewajiban korporasi untuk menghormati dan melindungi HAM, yang bila diabaikan dapat membawa konsekuensi merugikan korporasi yang bersangkutan. Konsekuensi itu bisa bersifat ekonomi, sosial dan atau legal. Konsep CA dalam perspektif HAM yang termuat dalam Global Compact 2000 PBB menyatakan : Perusahaan-perusahaan yang mempunyai komitmen HAM akan (would) memastikan : Di Tempat Kerja : i. safe and healthy working conditions; ii. Freedom of association; iii. Non-discrimination in personal practices; iv. No forced or child labour; Rights to basic health, education and housing (bila operasi korporasidi daerah yang tidak tersedia housing). Di luar Tempat Kerja : i. prevert the forcible displacement of individuals, groups or communities; ii. Protect the economic livelihood of local communities; and iii. Contribute to the public debate. Companies have the right and the responsibility to express views on matters Yang mempengaruhi operasi mereka, para pegawai mereka, para customer dan communities di mana mereka menjadi bagiannya. UN Global Compact mengintrodusir konsep Complicity (keterlibatan) korporasi dalam pelanggaran HAM, sebagai berikut : 15

17 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM 1. Direct Complicity (Keterlibatan langsung) terjadi bila sebuah perusahaan secara sadar (Knowingly) membantu suatu negara dalam pelanggaran HAM. Contoh : kasus di mana suatu perusahaan membantu relokasi paksa rakyat dalam keadaan berhubungan dengan kegiatan perusahaan; 2. Beneficial Complicity, sebuah perusahaan mengambil manfaat langsung dari pelanggaran HAM dilakukan orang lain. Contoh, pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat keamanan, seperti penindasan terhadap protes damai terhadap kegiatan perusahaan atau penggunaan langkah respresif dalam menjaga fasilitas perusahaan; 3. Silent complicity yaitu, kegagalan perusahaan untuk menghentikan atau bahkan tidak berbuat apa-apa ketika ada UU atau hukum yang mendiskriminasi terhadap suatu kelompok dalam masyarakat. Secara umum perusahaan diam bahkan membiarkan adanya pelanggaran HAM yang bersifat sistematis. Di Indonesia pengaturan hukum yang lebih tegas berkenaan dengan CA masih dalam perkembangan. UU HAM (UU No. 39 Tahun 1999) dalam Ketentuan Umum menyebutkan pelanggaran HAM dapat terjadi karena : a. Perbuatan orang; ataupun b. Kelompok orang, termasuk aparat negara. Dalam kelompok orang ini mestinya termasuk pula korporasi. UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup memuat Pertanggungjawaban pidana bagi korporasi yang berbuat merusak dan atau mencemarkan lingkungan hidup (Pasal 41 s/d pasal 46). Sebagaimana kita ketahui perusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup itu biasanya menimbulkan pula pelanggaran HAM. Di masa Orde Baru sampai hari ini, bila kita berbicara tentang HAM dalam dunia bisnis, kita menyaksikan potret-potret yang penuh dengan kontradiksi. Pada satu sisi kita menyaksikan dunia bisnis membuka lapangan kerja bagi puluhan, ratusan, ribuan, dan bahkan puluhan ribu orang. Yang berarti sebuah kebijakan dan tindakan untuk memenuhi hak atas pekerjaan. Dunia bisnis melalui program CSR-nya juga memberikan bea siswa, membangun 16

18 BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum fasilitas kesehatan, jaminan sosial dan lain sebagainya. Namun pada sisi yang lain kita menyaksikan berbagai praktik bisnis yang melanggar HAM, seperti, pemaksaan dan penggunaan aparat koersif untuk memaksa penduduk dalam rangka memperoleh sumber daya alam, diskriminasi, sampai bentuk pengupahan dan praktik ketenagakerjaan yang melanggar konvensi ILO. Potret dunia bisnis yang kontrakdiktif tersebut di atas, antara lain disebabkan : a. Kebijakan CSR lebih merupakan kebijakan yang diputuskan secara unilateral oleh manajemen perusahaan, dan bukan merupakan hasil dialog dari semua stakeholders perusahaan itu. Kelaupun ada dialog itu didominasi pemangku kepentingan yang dominan; b. Kebijakan dan tindakan CSR belum sepenuhnya didasarkan pada parameter HAM; c. Dinamika persaingan pasar di tingkat internasional dan nasional tidak diimbangi dengan good governance, mengkondisikan negara (pemerintah) untuk menjalankan kebijakan ekonomi yang tidak berorientasi pada HAM; d. Lemah dan rapuhnya kedaulatan hukum (rules of law); e. Negara dan dunia bisnis masih terbelenggu oleh sistem KKN; f. Tidak adanya supervisi dan mekanisme enforcement CSR yang berperspektif HAM, baik pada tatanan nasional dan internasional. Di tengah ketiadaan konsep dan policy CSR berperspektif HAM, UN Global Compact memawajibkan perusahaan untuk mempromosikan HAM pada ranah di mana perusahaan tersebut mempunyai pengaruh, seperti pemerintah, komunitas lokal, pemasok dan sebagainya. Namun demikian efektifitas Global Compact masih dipertanyakan. Tiadanya peran UN sebagai regulator dan supervisi berarti menyerahkan efektifitasnya pada enforcement dan efektifitasnya pada pemerintah nasional yang acap 17

19 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM mengalah pada tekanan pasar internasional dan kekuatan global lainnya. Di tengtah situasi yang rumit selalu ada upaya dari berbagai pihak untuk membangun CSR berperspektif HAM, misalnya UN Global Compact, Ratifikasi dan Sosialisasi Kovenan Internasional HAM seperti, ICCPR, ICESCR, dan lain sebagainya. Komnas HAM sebagai institusi HAM nasional dapat berperan serta dalam mendorong perkembangan dan pelaksanaan CSR yang berperspektif HAM, melalui program pendidikan dan penyuluhan. Oleh karena perumusan, pengembangan dan pelaksanaan CSR yang berperspektif HAM itu memerlukan partisipasi dan dialog semua stakeholders suatu korporasi, Komnas HAM bersama NGO dan kalangan profesional, dan lain-lain dapat mendorong bagi terwujudnya dialog yang genuine yang diperlukan bagi lahirnya CSR berperspektif HAM itu. Ini tentunya mensyaratkan pengetahuan, skill dan profesionalitas semua pihak, dan lebih dari itu trust dan confidence. 18

20 BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum KDiskursus Pembangunan dan HAM di Indonesia Oleh Ign. Wahyu Indriyo Kata pengembangan (development ) sejak diintroduksi oleh Presiden AS Harry S. Trauman pada 20 Januari 1949, selalu memiliki dua wajah. Wajah pertama, berbicara tentang masa depan yang cerah dari negara-negara yang masuk kategori developed (negara maju) dan wajah berikutnya adalah gambaran buram dari negara-negara yang dikategorikan terbelakng, bekas jajahan (undeveloped atau underdeveloped country). Untuk memerangi kemiskinan dan keterbelakangan di negara-negara yang baru merdeka dan mengalami kehancuran akibat perang, konsep pembangunan memunculkan berbagai macam model pembangunan, dengan karakteristiknya ialah: menekankan akumulasi kapital, yang sifatnya trickle down effect (menetas ke bawah), serta adanya trade off, artinya setiap sasaran ekonomi yang satu cenderung mengabaikan sasaran ekonomi lainnya. Jadi, jangan bicara pemerataan ketika prioritas sasarannya adalah pertumbuhan. Demikian sebaliknya. Doktrin umum yang berlaku, bahwa pembangunan ekonomi hanya dapat berhasil jika didukung oleh instrumen-instrumen ekonomi makro yang baik. Oleh karena itu pengendalian inflasi, anggaran belanja pemerintah serta nilai tukar valuta asing, melalui instrumen moneter dan fiskal selalu 19

21 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM menjadi isu penting. Sasaran berikutnya dari langkah-langkah itu ialah laju pertumbuhan ekonomi dan GNP per kapita yang tinggi, pemenuhan kebutuhan pokok serta perluasan kesempatan kerja. Itulah indikatorindikator penting pembangunan. Hal ini menyebabkan kurang diperhatikannya aspek-aspek lain dalam proses pembangunan, antara lain masalah hak (rights) dalam proses pembangunan itu. Bahkan muncul kesan, bahwa hak asasi manusia itu bertolak belakang dengan pembangunan ekonomi. Satu-satunya deteminan penting bagi pembangunan adalah investasi dan akumulasi modal. Proses pembangunan dan industrialisasi di Indonesia yang diawali rezim orde baru (Pelita I, 1969), menekankan strategi industrialisasi yang dihela oleh upah murah (cheap labor) dan sumberdaya alam (resource based industry) dalam rangka menarik investasi. Strategi ini memang secara bertahap telah meningkatkan perekonomian Indonesia melalui indikasi peningkatan angka GNP yang menembus angka USD per kapita dan memasukkan Indonesia pada peringkat negara berpenghasilan menengah (1995). para ekonom menjuluki Indonesia telah mengalami fase transformasi struktural ekonomi, di mana terjadi pergeseran peran dari sektor agraris digantikan oleh sektor industri. Namun proses tersebut telah menyebabkan munculnya kelompok yang rentan (vulnerable groups) terhadap pembangunan, antara lain posisi kaum buruh dan masyarakat adat (indigenous people) akibat kebijakan pembangunan yang cenderung tidak berpihak dan meminggirkan posisi mereka. Strategi unskilled labor dan cheap labor, menyebabkan maraknya pelanggaran terhadap hak-hak buruh. Politik perburuhan yang dibangun pemerintah melalui Hubungan Industrial Pancasila (1974) hanya menghadirkan harmoni semu, dan justru kian memberi peluang terjadinya eksploitasi dan kesewenang-wenangan penguasa terhadap kaum buruh. Kasus dahsyat yang bisa disebut di sini adalah tragedi Marsinah, seorang buruh PT Catur Putera Surya, Sidoarjo, Jawa Timur (Mei 1993) yang menyisakan kegelapan penyingkapannya hingga kini. Setelah Marsinah masih banyak lagi yang 20

22 BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum lain. Ketika mereka bersuara meminta upah yang layak, mempertanyakan uang lembur, atau meminta hak cuti, mereka ditangkap, dianiaya, beberapa harus kehilangan nyawa dan banyak yang akhirnya kehilangan pekerjaan. Selama lebih 30 tahun pemerintahan otoritarian orde baru, buruh dirampas hak-haknya. Namun berbagai macam bentuk represi harus dihadapi buruh ketika hendak memperjuangkan hak-haknya itu. Berhembusnya gerakan reformasi (1998) memaksa pemerintah untuk memperbaiki kondisi perburuhan. Pada 5 Juni 1998 pemerintahan Habibie meratifikasi Konvensi ILO No. 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak-hak untuk Berorganisasi. Kemudian pemerintahan Abdurahman Wahid mengeluarkan perundang-undangan baru yang memberikan kebebasan buruh berserikat melalui UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Buruh. Hal ini menjadi iklim yang kondusif untuk lahirnya berbagai serikat buruh. Sistem pengupahan pun mengalami perbaikan, yang semua didasarkan Kebutuhan Fisik Minimum kemudian diganti dengan pendekatan Kebutuhan Hidup Minimum yang cakupannya lebih luas. Dengan demikian terjadi peningkatan kesejahteraan bagi buruh yang cukup signifikan. Meski masih menyisakan persoalan, putusan Mahkamah Konstitusi atas hak uji UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketanagakerjaan yang membatalkan beberapa Pasal UU tersebut, patut diakui memberikan angin segar dalam hukum perburuhan. Sektor perburuhan masih terus mengalami pasang surut. Perjuangan terhadap hak-hak buruh dihadapkan pada tegangan menyempitnya lapangan kerja akibat terjadinya fase sunset industry pada sebagian besar industri manufaktur di Indonesia. Industri-industri tersebut telah merelokasi pabrik mereka dari Indonesia akibat iklim investasi yang tidak kondusif lagi. Gelombang PHK pun meningkat tajam di sektor garmen / tekstil, pabrik sepatu, industri elektronik, serta tak ketinggalan juga di sektor industri perkayuan yang merupakan andalan, menyusul kenaikan harga BBM akhir September 2005 lalu. Ironisnya, sektor perburuhan masih dianggap momok bagi investasi. Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menarik investasi dengan menciptakan pasar tenaga kerja yang fleksibel (labor market flexibility) 21

23 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM yang membuka peluang terjadinya praktik outsourcing (buruh kontrak) 1. Akibat dimungkinkannya sistem buruh kontrak ialah hilangnya keamaan kerja dan masa depan buruh (job insecurity) 2. Di sisi lain aksi-aksi protes dan mogok buruh sering digiring menjadi kasus kriminalisasi, perbuatan tidak menyenangkan. Persoalan lain muncul di industri ekstraktif. Sejak awal 1970-an sektor kehutanan dan pertambangan telah menjadi sektor primadona sumber penerimaan devisa terbesar. Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai pengekspor kayu tropis terbesar di dunia (mencapai 79% pangsa pasar dunia). Maraknya eksploitasi sumberdaya alam yang dilakukan 1 Berbagai rujukan dapat menjelaskan hal ini, antara lain : Laporan Lokakarya : Kebijakan Pasar Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial untuk Memperluas Kesempatan Kerja, BAPPENAS, Parthership Electronic Growth, Lembaga Penelitian SMERU, Jakarta 2004, serta Dr. Ir. Bambang Widianto, MA, (Deputi Bidang Industri dan Ketenagakerjaan Bappenas), Fleksibilitas Kebijakan Pasar Kerja untuk Memperluas Kesempatan Kerja, Pusat Kajian Asia Timur, Lembaga Penelitian Atma Jaya, Jakarta Penelitian yang dilakukan Forum Pendamping Buruh Nasional (FPBN) di Jawa Timur dan Jabodetabek (2004) menemukan : Kecenderungan meninglatnya jumlah buruh kontrak daripada buruh tetap (dari survey terhadap buruh, 32% berstatus buruh tetap, 48% buruh kontrak, dan 20% pekerja lepas) Kecenderungan buruh kontrak menerima upah dan jaminan sosial lebih kecil dibandingkan buruh tetap. Kecenderungan buruh kontrak tidak mendapatkan fasilitas dan hak-hak normatif dibandingkan dengan buruh tetap. ISU ISU MUTAKHIR SEKTOR PERBURUHAN INDONESIA : Hak normatif : Upah minimum. Posisi tawar menawar buruh yang lemah menghadapi PHK. Labor market flexibility buruh kontrak. UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI) Trafficking (perdagangan manusia) dan masalah buruh migran. Diskriminasi terhadap pekerja perempuan. Kriminalisasi kasus perburuhan : Perbuatan tidak menyenangkan, Pasal 335 KUHAP. Revisi UU Ketenagakerjaan (No. 13 Tahun 2003). Sumber : Elect & Control Permasalahan Buruh di Empat Kota (Bandar Lampung, Jakarta, Bandung, Surabaya, PPKM Atma Jaya, 2005 dan berbagai sumber lain. 22

24 BAB I CSR BERDIMENSI HAM: Berbagai Latar Belakang & Alasan Tinjauan Teoritis, Etis dan Hukum industri ekstraktif telah memunculkan permasalahan-permasalahan, berupa kerusakan lingkungan hidup dan terpinggirkannya masyarakat adat yang secara turun temurun hidup dari hasil alam dan konservasi kekayaan alam. Kerusakan lingkungan telah berakibat hilangnya mata pencaharian mereka. Proses deforestasi yang sangat dahsyat selama 30 tahun diperkirakan telah menyebabkan hilangnya 75% hutan asli Indonesia, atau kira-kira 2 juta ha. (seluas negara swiss) per tahun 3. Hal ini tentu berdampak signifikan terhadap peri kehidupan masyarakat di sekitar hutan maupun terhadap kondisi lingkungan hidup secara global. Kasus pabrik pulp PT Inti Indorayon di Sumatera Utara yang membuang limbah klorin (pemutih kertas) menyebabkan pencemaran air sungai yang merupakan sumber penghidupan masyarakat setempat. Di sisi lain hak konsesi yang dimiliki perusahaan berbenturan dengan hak ulayat dan memunculkan konflik penguasaan lahan. Pendekatan keamanan digunakan untuk meredam gejolak sosial di kawasan industri pertambangan dan kehutanan yang kerap berujung dengan diberlakukannya DOM (Daerah Operasi Militer). Contoh cukup mutahir ialah pemberlakuan DOM di Papua untuk melindungi kegiatan PT Freeport ( ). Laporan-laporan menyebutkan terjadinya berbagai pelanggaran HAM selama operasi militer tersebut 4. Meski DOM telah dicabut, praktik-praktik represif dan pelanggaran HAM masih terus terjadi di Tanah Papua. Kasus terbunuhnya Theys Hiyo Eluay (2001) hingga kerusuhan Abepura menyusul pengusiran oleh aparat terhadap masyarakat asli yang melakukan penambangan tradisonal di kawasan PT Freeport (Maret 2006). Kebanyakan proyek-proyek industri ekstraktif itu dibiayai oleh Bank Dunia. Akibat menghebatnya kerusakan lingkungan dan pelanggaran HAM di 3 Laporan FAO/GOI Forestry Project. 4 Sumber-sumber yang dapat dirujuk antara lain : Laporan Komnas HAM; Industri Ekstraktif Bukan Jawaban bagi Penghidupan yang Bermartabat dan Berkelanjutan: Pernyataan Ornop Indonesia : WALHI, JATAM dan Seksi Asia Pasifik ACF bagi Review Industri Ekstraktif Bank Dunia (EIR), di Nusa Dua, Bali, 2003; Position Paper Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), 23

25 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Berdimensi HAM industri ekstraktif itu, para stakholder Bank Dunia kemudian merumuskan pedoman yang harus dipenuhi oleh perusahaan-perusahaan industri ekstraktif. Salah satunya ialah : Prinsip Persetujuan Dini (free, prior and informed concern) : Prinsip ini dirumuskan oleh stakeholders Bank Dunia akibat menghebatnya dampak negatif dari proyek pembangunan. Prinsip persetujuan dini mengacu pada Konvensi ILO No. 169 tentang perlindungan hak-hak masyarakat adat (indigenous people) dari dampak-dampak negatif pembangunan atau suatu proyek 5 Prinsip Persetujuan Dini (free, Prior and Informed concern) : Jika ada rencana kegiatan (contoh pertambangan, bendungan, jalan, dan penetapan kawasan konservasi) yang akan dilakukan oleh pihak tertentu di sebuah wilayah, maka harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada masyarakat yang berada di dalam dan di sekitar wilayah yang akan terkena dampak. Jika masyarakat menyetujui, maka pihak pelaksana kegiatan harus melibatkan masyarakat dalam semua tahapan kegiatan (perencanaan, pelaksanaan, monitoring serta evaluasi). Sedangkan jika masyarakat menolak, maka kegiatan tersebut harus dihentikan. Kalangan NGO dan pejuang lingkungan hidup meminta diadopsinya pula prinsip-prinsip Deklarasi Rio de Janiero 1992, seperti Prinsip Kehatihatian (precautionary principle), Prinsip pencemar membayar (Polluters Pay Principle) dan Prinsip pendekatan yang holistik (Holistic Principle) merupakan prinsip keterpaduan siklus-hidup dalam mengambil keputusan yang terkait dengan lingkungan 6. 5 Legal Commentary on the Concept of free, Prior and Informed Consent, UNPO, 2004 dan Shannon Lawrence, Retreat from The Safeguard Policies Recent Trends Undermining Social and Environment Accountability at the World Bank, January Rio Declaration on Environment and Development, The United Nations Conference on Environment and Development,

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN BERDIMENSI HAM

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN BERDIMENSI HAM Komnas HAM menyambut gembira kian maraknya kepedulian dan komitmen dunia usaha di Indonesia untuk menerapkan parameter-parameter HAM dalam kegiatan bisnis mereka, baik inisiatif-inisiatif dalam menerapkan

Lebih terperinci

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian

Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Corporate Social Responsibility (CSR) Bidang Pertanian Perkembangan CSR (1) Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Ir. Indah Widowati, MP. Eko Murdiyanto, SP., M.Si. Pertemuan-3 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS UPN

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perusahaan dapat dikatakan sebagai salah satu aktor ekonomi dalam satu wilayah, baik itu wilayah desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, dan negara. Sebagai salah satu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat banyaknya perusahaan menjadi semakin berkembang, maka pada saat itu pula kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan sekitarnya dapat terjadi, karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini tingkat persaingan antar perusahaan sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi ini tingkat persaingan antar perusahaan sangat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi ini tingkat persaingan antar perusahaan sangat ketat, hal itu juga berdampak pada perubahan tingkat kesadaran masyarakat mengenai perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah. Sudah lama kita ketahui bahwa tujuan umum dari sebuah usaha didirikan adalah untuk mencari keuntungan atau laba, laba sendiri merupakan hasil yang diperoleh

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpijak pada single BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sebuah perusahaan yang baik harus mampu mengontrol potensi finansial maupun potensi non finansial di dalam meningkatkan nilai perusahaan untuk eksistensi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja, serta kerusakan hutan dan lingkungan (Sembiring, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. kerja, serta kerusakan hutan dan lingkungan (Sembiring, 2005). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa adanya perusahaan memberikan keuntungan bagi masyarakat. Dengan adanya perusahaan membuka lapangan pekerjaan dan menyediakan barang dan

Lebih terperinci

Prinsip-Prinsip Perilaku Korporasi

Prinsip-Prinsip Perilaku Korporasi Ditetapkan September 2005 Direvisi April 2012 Direvisi Oktober 2017 Prinsip-Prinsip Perilaku Korporasi Epson akan memenuhi tanggung jawab sosialnya dengan melaksanakan prinsip prinsip sebagaimana di bawah

Lebih terperinci

PERNYATAAN KEBIJAKAN HAK ASASI MANUSIA UNILEVER

PERNYATAAN KEBIJAKAN HAK ASASI MANUSIA UNILEVER PERNYATAAN KEBIJAKAN HAK ASASI MANUSIA UNILEVER Kami meyakini bahwa bisnis hanya dapat berkembang dalam masyarakat yang melindungi dan menghormati hak asasi manusia. Kami sadar bahwa bisnis memiliki tanggung

Lebih terperinci

Makalah. WORKSHOP Memperkuat Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Prospek dan Tantangan

Makalah. WORKSHOP Memperkuat Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Prospek dan Tantangan Makalah WORKSHOP Memperkuat Justisiabilitas Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya : Prospek dan Tantangan Yogyakarta, 13-15 November 2007 Mengembangkan Tanggung Jawab Hak Asasi Manusia Perusahaan Transnasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Tanggungjawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility mungkin

BAB I PENDAHULUAN UKDW. Tanggungjawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility mungkin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tanggungjawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility mungkin masih kurang populer di kalangan pelaku bisnis di Indonesia. Namun, tidak berlaku

Lebih terperinci

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan dalam melakukan kegiatan operasinya selalu berusaha untuk memaksimalkan laba untuk mempertahankan keberlangsungannya. Dalam upaya memaksimalkan laba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan kesejahteraan dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan, dan bidangbidang

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan kesejahteraan dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan, dan bidangbidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang, Indonesia masih perlu merealisasikan pemerataan kesejahteraan dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan, dan bidangbidang lainnya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bidang perkebunan merupakan salah satu bidang yang termasuk ke dalam sumber daya alam di Indonesia yang memiliki peranan strategis dan berkontribusi besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan lingkungan atau Corporate Social Responbility (CSR) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sosial dan lingkungan atau Corporate Social Responbility (CSR) sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sejak DPR dan pemerintah sepakat memasukan tanggung jawab sosial dan lingkungan atau Corporate Social Responbility (CSR) sebagai suatu kewajiban dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. environmental responsibility (Bakdi Soemanto dkk, 2007). Dari penjelasan diatas

BAB I PENDAHULUAN UKDW. environmental responsibility (Bakdi Soemanto dkk, 2007). Dari penjelasan diatas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Of course, the development of the corporation is not only be followed by rising expectations, but also various matters concerning the social and environmental

Lebih terperinci

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 Forum Dunia tentang HAM di Kota tahun 2011 GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21 16-17 Mei 2011 Gwangju, Korea Selatan Deklarasi Gwangju tentang HAM di Kota 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi keuangan saja tidak cukup menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan. Keberlanjutan perusahaan (corporate sustainability) hanya akan terjamin

Lebih terperinci

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH Deklarasi Hak dan Kewajiban Individu, Kelompok dan Badan-badan Masyarakat untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar yang Diakui secara Universal Diadopsi oleh resolusi Majelis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal inilah yang mendorong perubahan paradigma para pemegang saham dan

BAB I PENDAHULUAN. Hal inilah yang mendorong perubahan paradigma para pemegang saham dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era yang sekarang ini, sektor bisnis di Indonesia mulai berkembang. Tentu saja kebanyakan dari mereka masih memfokuskan tujuan utamanya pada pencarian

Lebih terperinci

MENGHORMATI SESAMA DAN MASYARAKAT: PENDEKATAN ANZ TERHADAP HAK ASASI MANUSIA. 1 Oktober 2016.

MENGHORMATI SESAMA DAN MASYARAKAT: PENDEKATAN ANZ TERHADAP HAK ASASI MANUSIA. 1 Oktober 2016. MENGHORMATI SESAMA DAN MASYARAKAT: PENDEKATAN ANZ TERHADAP HAK ASASI MANUSIA 1 Oktober 2016.. DAFTAR ISI Pendahuluan 4 Cara kami menerapkan standar kami 5 Standar-standar kami 5 Karyawan 5 Nasabah 6 Komunitas

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PROGRAM AKSI

KEBIJAKAN DAN PROGRAM AKSI KEBIJAKAN DAN PROGRAM AKSI 1 2012-2013 Kerugian terhadap lapangan kerja akibat krisis finansial dan ekonomi telah menyebabkan kesulitan hidup bagi pekerja perempuan dan laki-laki, keluarga dan komunitas,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan tidak hanya bertanggungjawab kepada investor dan kreditor, tetapi juga

BAB 1 PENDAHULUAN. perusahaan tidak hanya bertanggungjawab kepada investor dan kreditor, tetapi juga 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan sebagai salah satu pelaku ekonomi mempunyai pengaruh yang besar terhadap kehidupan perekonomian dan masyarkat luas, sehingga suatu perusahaan tidak

Lebih terperinci

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Oleh Asep Mulyana Hak atas informasi atau right to know merupakan hak fundamental yang menjadi perhatian utama para perumus DUHAM. Pada 1946, majelis umum Perserikatan

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Umum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan), yang dalam Pedoman ini disebut BADAN, adalah badan hukum publik yang dibentuk dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada waktu itu istilah yang umum dikenal adalah Social Responsibility (SR), hal

BAB I PENDAHULUAN. pada waktu itu istilah yang umum dikenal adalah Social Responsibility (SR), hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejarah perkembangan CSR modern diawali pada tahun 1950-an dimana pada waktu itu istilah yang umum dikenal adalah Social Responsibility (SR), hal ini disebabkan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB NEGARA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI

TANGGUNG JAWAB NEGARA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI TANGGUNG JAWAB NEGARA DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL KORPORASI KURSUS HAM ELSAM - BOGOR, 16 JANUARI 2015 NUR KHOLIS Special Rapporteur on Human Rights and Business INDONESIAN NATIONAL COMMISSION ON HUMAN RIGHTS

Lebih terperinci

MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta PEMERKUATAN PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA UNTUK HAKIM SELURUH INDONESIA Hotel Santika Makassar, 30 Mei 2 Juni 2011 MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONTEKS MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONTEKS MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1. KONTEKS MASALAH Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan yang lain. Kehidupan manusia di bumi ini adalah suatu sistem, yang saling berkaitan satu sama lain,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (TJP) atau Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan sesuai kemampuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. satu sumber daya utama. Tiap perusahaan memiliki tujuan yang berbeda-beda.

BAB 1 PENDAHULUAN. satu sumber daya utama. Tiap perusahaan memiliki tujuan yang berbeda-beda. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era modernisasi dan globalisasi saat ini, kebutuhan informasi dan teknologi semakin meningkat sejalan dengan persaingan semakin ketat pada setiap sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. BAB I PENDAHULUAN Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, terusmenerus, dan terpadu dengan menekankan pendekatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI DALAM

Lebih terperinci

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA Disahkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa tanggal 9 Desember 1998 M U K A D I M A H MAJELIS Umum, Menegaskan kembalimakna penting dari ketaatan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bagian dari perekonomian nasional mempunyai andil yang besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bagian dari perekonomian nasional mempunyai andil yang besar dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan di era globalisasi dan persaingan bebas saat ini, perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Responsibility (selanjutnya disingkat CSR) ini menjadi trend global seiring

BAB I PENDAHULUAN. Responsibility (selanjutnya disingkat CSR) ini menjadi trend global seiring BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesadaran akan pentingnya mempraktikkan Corporate Social Responsibility (selanjutnya disingkat CSR) ini menjadi trend global seiring dengan maraknya kepedulian

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sosial, ekonomi, politik, kesehatan, dan lingkungan makin banyak. Kemajuan

I. PENDAHULUAN. sosial, ekonomi, politik, kesehatan, dan lingkungan makin banyak. Kemajuan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Motivasi utama setiap perusahaan atau industri atau bisnis adalah meningkatkan keuntungan. Logika ekonomi neoklasik adalah bahwa dengan meningkatnya keuntungan dan kemakmuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. corporate governance ini diharapkan ada regulasi serta aturan mengenai

BAB I PENDAHULUAN. corporate governance ini diharapkan ada regulasi serta aturan mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Corporate governance saat ini merupakan kebutuhan vital bagi seluruh pelaku bisnis dan menjadi tuntutan bagi masyarakat dengan adanya corporate governance ini diharapkan

Lebih terperinci

Pengantar. responsibility (CSR).

Pengantar. responsibility (CSR). Pengantar Perusahaan mengejar laba memang sudah menjadi wataknya. Tetapi jika kemudian sebuah perusahaan juga ikut repot-repot melibatkan diri dalam suatu gerakan mencerdaskan bangsa melalui pemberian

Lebih terperinci

Etika & Tanggung Jawab Sosial

Etika & Tanggung Jawab Sosial Manajemen Bisnis Internasional Etika & Tanggung Jawab Sosial Adhiatma Nanda Wardhana Irfan Dwi Nurfianto Etika itu apa ya? Studi atas proses pembelajaran yang melibatkan pemahaman moralitas, sementara

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.

Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna. Perseroan Terbatas (PT) mempunyai tanggung jawab sosial terhadap

BAB I PENDAHULUAN. berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna. Perseroan Terbatas (PT) mempunyai tanggung jawab sosial terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap perusahaan dalam mewujudkan peran aktif perusahaan dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab

BAB I PENDAHULUAN. Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jalal (2013) dalam tulisan artikelnya mengatakan bahwa tanggungjawab sosial perusahaan atau Corporate social responsibility sejak beberapa tahun belakangan seperti

Lebih terperinci

RISALAH KEBIJAKAN. Mendorong Regulasi Penggusuran Sesuai dengan Standar Hak Asasi Manusia

RISALAH KEBIJAKAN. Mendorong Regulasi Penggusuran Sesuai dengan Standar Hak Asasi Manusia RISALAH KEBIJAKAN Mendorong Regulasi Penggusuran Sesuai dengan Standar Hak Asasi Manusia LBH Jakarta November 2015 Tim Penyusun: Alldo Fellix Januardy, Yunita, & Riesqi Rahmadhiansyah RISALAH KEBIJAKAN

Lebih terperinci

Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial

Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial 2 Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan Sosial Naskah Rekomendasi mengenai Landasan Nasional untuk Perlindungan

Lebih terperinci

STRUKTUR PEKERJAAN DAN STRUKTUR SOSIAL

STRUKTUR PEKERJAAN DAN STRUKTUR SOSIAL UNIVERSITAS INDONESIA STRUKTUR PEKERJAAN DAN STRUKTUR SOSIAL SOSIOLOGI INDUSTRI DAN KETENAGAKERJAAN DISUSUN OLEH KELOMPOK 3 AHMAD MUTSLA Z (1206240234) DETANIA SAVITRI (1206210534) FEBRYAN DWI PUTRA (1206210540)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu Negara dapat memberikan dampak

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu Negara dapat memberikan dampak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan pertumbuhan ekonomi di suatu Negara dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi Negara tersebut. Salah satu dampak positif dari pekembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. guna tercapainya visi dan misi perusahaan. Didalam komunikasi ada terbagi

BAB I PENDAHULUAN. guna tercapainya visi dan misi perusahaan. Didalam komunikasi ada terbagi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Komunikasi sebagai penyampaian pesan searah dari seseorang (atau lembaga) kepada seseorang (sekelompok orang) lainnya, baik secara langsung (tatap muka)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan laba yang setinggi-tingginya tanpa memperhatikan dampak yang

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan laba yang setinggi-tingginya tanpa memperhatikan dampak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pandangan dalam dunia usaha dimana perusahaan hanya bertujuan mendapatkan laba yang setinggi-tingginya tanpa memperhatikan dampak yang muncul dalam kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas sehingga terkait satu sama lain. Aliran dana bebas keluar masuk dari satu negara ke negara

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1998 TENTANG PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, Copyright (C) 2000 BPHN UU 5/1998, PENGESAHAN CONVENTION AGAINST TORTURE AND OTHER CRUEL, INHUMAN OR DEGRADING TREATMENT OR PUNISHMENT (KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN

Lebih terperinci

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Oleh Rumadi Peneliti Senior the WAHID Institute Disampaikan dalam Kursus HAM untuk Pengacara Angkatan XVII, oleh ELSAM ; Kelas Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara

BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara BAB II PENGATURAN PEKERJA RUMAHANMENURUT KONVENSI ILO N0. 177 A. Konvensi Sebagai Produk ILO dan daya Ikatnya Bagi Negara-negara Anggota Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) merupakan organisasi perdamaian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Instrumen Pertanggungjawaban Perusahaan: Perbandingan antara OECD Guidelines, ISO26000 & UN Global Compact

Instrumen Pertanggungjawaban Perusahaan: Perbandingan antara OECD Guidelines, ISO26000 & UN Global Compact Instrumen Pertanggungjawaban Perusahaan: Perbandingan antara OECD Guidelines, ISO26000 & UN Global Compact Materi ini adalah terjemahan dari buku Martje Theuws and Mariette van Huijstee, Corporate Responsibility

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 1998 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK-HAK ASASI MANUSIAINDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 1998 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK-HAK ASASI MANUSIAINDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 1998 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK-HAK ASASI MANUSIAINDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Penelitian Governance disini diartikan sebagai mekanisme, praktik, dan tata cara pemerintah dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalahmasalah publik. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak perusahaan swasta kini mengembangkan apa yang disebut Corporate

BAB I PENDAHULUAN. Banyak perusahaan swasta kini mengembangkan apa yang disebut Corporate BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Disaat perusahaan menjadi semakin berkembang, maka pada saat itu pula kesenjangan sosial dan kerusakan lingkungan sekitarnya dapat terjadi, karena itu muncul

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 105 CONCERNING THE ABOLITION OF FORCED LABOUR (KONVENSI ILO MENGENAI PENGHAPUSAN KERJA PAKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA

Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Profil Pekerjaan yang Layak INDONESIA Ringkasan Selama 15 tahun terakhir, Indonesia mengalami perubahan sosial dan politik luar biasa yang telah membentuk latar belakang bagi pekerjaan layak di negeri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran yang mendasari Corporate Social Responsibility yang selanjutnya

I. PENDAHULUAN. Pemikiran yang mendasari Corporate Social Responsibility yang selanjutnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemikiran yang mendasari Corporate Social Responsibility yang selanjutnya disebut CSR sering dianggap inti dari etika bisnis adalah bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai

Lebih terperinci

MAKALAH. HAM dan Kebebasan Beragama. Oleh: M. syafi ie, S.H., M.H.

MAKALAH. HAM dan Kebebasan Beragama. Oleh: M. syafi ie, S.H., M.H. TRAINING OF TRAINER (TOT) PENGEMBANGAN PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA BAGI GADIK SATUAN PENDIDIKAN POLRI Hotel Jogjakarta Plaza, 21 24 Maret 2016 MAKALAH HAM dan Kebebasan Beragama Oleh: M. syafi ie, S.H.,

Lebih terperinci

Prof. Dr. Drs. H. Budiman Rusli, M.S. Isu-isu Krusial ADMINISTRASI PUBLIK KONTEMPORER

Prof. Dr. Drs. H. Budiman Rusli, M.S. Isu-isu Krusial ADMINISTRASI PUBLIK KONTEMPORER Prof. Dr. Drs. H. Budiman Rusli, M.S. Isu-isu Krusial ADMINISTRASI PUBLIK KONTEMPORER 2014 Isu-isu Krusial ADMINISTRASI PUBLIK KONTEMPORER Hak cipta dilindungi undang-undang All rights reserved ISBN :...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini, tanggung jawab sosial perusahaan atau yang lebih dikenal dengan corporate social responsibility (CSR) semakin banyak dibahas di kalangan bisnis.

Lebih terperinci

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon

Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Perbaikan Tata Kelola Kehutanan yang Melampaui Karbon Platform Bersama Masyarakat Sipil Untuk Penyelamatan Hutan Indonesia dan Iklim Global Kami adalah Koalisi Masyarakat Sipil untuk Penyelamatan Hutan

Lebih terperinci

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia

Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia Demokrasi Sebagai Kerangka Kerja Hak Asasi Manusia Antonio Pradjasto Tanpa hak asasi berbagai lembaga demokrasi kehilangan substansi. Demokrasi menjadi sekedar prosedural. Jika kita melihat dengan sudut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan era globalisasi yang terjadi saat ini telah berdampak pada perubahan lingkungan yang menyebabkan semakin ketatnya persaingan dalam dunia industri. Makin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Program tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) pertama kali dikemukakan oleh Howard R. Bowen pada tahun 1953. Setelah itu,csr

Lebih terperinci

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia

Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia Menilai Pekerjaan Layak di Indonesia Sekilas tentang Profil Nasional untuk Pekerjaan Layak Apa itu Pekerjaan Layak? Agenda Pekerjaan Layak, yang dikembangkan Organisasi (ILO) semakin luas diakui sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2009) adalah suatu tindakan

BAB II LANDASAN TEORI. Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2009) adalah suatu tindakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Signaling Theory Isyarat atau signal menurut Brigham dan Houston (2009) adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana

Lebih terperinci

Kode Etik PT Prasmanindo Boga Utama

Kode Etik PT Prasmanindo Boga Utama Kode Etik PT Prasmanindo Boga Utama POL-GEN-STA-010-00 Printed copies of this document are uncontrolled Page 1 of 9 Kode Etik PT PBU & UN Global Compact Sebagai pelopor katering di Indonesia, perusahaan

Lebih terperinci

PENTINGKAH COORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY?

PENTINGKAH COORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY? PENTINGKAH COORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY? Ade Parlaungan Nasution Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas Riau Kepulauan Batam Secara terminology Corporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu

Lebih terperinci

Jakarta, 10 Maret 2011

Jakarta, 10 Maret 2011 SAMBUTAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL DALAM ACARA TEMU KONSULTASI TRIWULANAN KE-1 TAHUN 2011 BAPPENAS-BAPPEDA PROVINSI SELURUH INDONESIA Jakarta,

Lebih terperinci

K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN 1 K-81 Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan

Lebih terperinci

Hak Atas Standar Penghidupan Layak dalam Perspektif HAM. Sri Palupi Peneliti Institute for Ecosoc Rights

Hak Atas Standar Penghidupan Layak dalam Perspektif HAM. Sri Palupi Peneliti Institute for Ecosoc Rights Hak Atas Standar Penghidupan Layak dalam Perspektif HAM Sri Palupi Peneliti Institute for Ecosoc Rights Hak atas standar penghidupan layak Dasar hukum: 1) Konstitusi Pasal 27 (2) 2) Pasal 25 Deklarasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam perkembangan di era globalisasi dan persaingan bebas saat ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam perkembangan di era globalisasi dan persaingan bebas saat ini, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan di era globalisasi dan persaingan bebas saat ini, perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 111 CONCERNING DISCRIMINATION IN RESPECT OF EMPLOYMENT AND OCCUPATION (KONVENSI ILO MENGENAI DISKRIMINASI

Lebih terperinci

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA Penyunting Humphrey Wangke Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia 2011

Lebih terperinci

Konsep Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1

Konsep Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 1 Konsep Pengembangan Masyarakat (Community Development) 1 Pengembangan Masyarakat (Community Development) merupakan konsep yang berkembang sebagai tandingan (opponent) terhadap konsep negarakesejahteraan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember

I. PENDAHULUAN. Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perserikatan Bangsa-Bangsa setelah perang dunia ke-2 tanggal 10 Desember 1984 mengadopsi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang mennunjukan komitmennya untuk

Lebih terperinci

PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE DAN INSTITUTIONAL OWNERSHIP TERHADAP FIRM VALUE

PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE DAN INSTITUTIONAL OWNERSHIP TERHADAP FIRM VALUE PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY DISCLOSURE DAN INSTITUTIONAL OWNERSHIP TERHADAP FIRM VALUE (Survei pada Perusahaan Konstruksi, Properti, dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

Deklarasi Dhaka tentang

Deklarasi Dhaka tentang Pembukaan Konferensi Dhaka tentang Disabilitas & Manajemen Risiko Bencana 12-14 Desember 2015, Dhaka, Bangladesh Deklarasi Dhaka tentang Disabilitas dan Manajemen Risiko Bencana, 14 Desember 2015 diadopsi

Lebih terperinci

4. Metoda penerapan Konvensi No.111

4. Metoda penerapan Konvensi No.111 Diskriminasi dan kesetaraan: 4. Metoda penerapan Konvensi No.111 Kesetaraan dan non-diskriminasi di tempat kerja di Asia Timur dan Tenggara: Panduan 1 Tujuan belajar Mengidentifikasi kebijakan dan tindakan

Lebih terperinci

Kajian Teoritik Hukum dan HAM tentang Surat Edaran Kabaharkam Nomor B/194/I/2013/Baharkam, yang Melarang Satpam Berserikat

Kajian Teoritik Hukum dan HAM tentang Surat Edaran Kabaharkam Nomor B/194/I/2013/Baharkam, yang Melarang Satpam Berserikat Kajian Teoritik Hukum dan HAM tentang Surat Edaran Kabaharkam Nomor B/194/I/2013/Baharkam, yang Melarang Satpam Berserikat Oleh Maruli Tua Rajagukguk, S.H PENDAHULUAN Kebebasan berserikat adalah hak mendasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini dunia usaha semakin berkembang pesat dan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini dunia usaha semakin berkembang pesat dan masing-masing BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi ini dunia usaha semakin berkembang pesat dan masing-masing perusahaan beradu strategi dan inovasi untuk menarik konsumen. Persaingan ketat yang ini

Lebih terperinci

Hotel Le Meridien Jakarta, 25 Juli 2011

Hotel Le Meridien Jakarta, 25 Juli 2011 PENGARUSUTAMAAN AKSES TERHADAP KEADILAN DALAM KEBIJAKAN DISABILLITIES Oleh: Diani Sadiawati Direktur Hukum dan HAM Bappenas Hotel Le Meridien Jakarta, 25 Juli 2011 Latar Belakang dari Pembuatan Akses terhadap

Lebih terperinci

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15A Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15A/ 1 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG

Lebih terperinci