BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres Kerja. yang didalamnya individu menghadapi peluang, kendala (constraints), atau

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres Kerja. yang didalamnya individu menghadapi peluang, kendala (constraints), atau"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres Kerja Menurut Robbins (2006) stres kerja diartikan sebagai kondisi dinamik yang didalamnya individu menghadapi peluang, kendala (constraints), atau tuntutan (demand) yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting. Menurut Mangkunegara (2011) stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami seseorang dalam menghadapi pekerjaan, dan dinamika timbulnya stres kerja ini tampaknya dari simptom (gejala) seperti emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan. Menurut Luthans (2006) dalam bukunya yang berjudul Perilaku Organisasi menjelaskan stres kerja sebagai respons adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan secara fisiologis, psikologis, dan tingkah laku. Menurut Hasibuan (2010) stres kerja diartikan sebagai kondisi ketergantungan yang mempengaruhi emosi dan proses berfikir individu, sehingga menimbulkan perasaan nervous (gugup). 19

2 20 Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat dipahami bahwa stres kerja merupakan suatu kejadian atau peristiwa di mana tuntutan lingkungan dan/atau tuntutan internal (fisiologis dan psikologis) melebihi kemampuan indiividu. Stres kerja juga bisa diartikan sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya terkait dengan apa yang dihasratkan oleh dirinya dan hasilnya dipandang tidak penting. Selanjutnya dalam penelitian ini, penulis menggunakan teori stres kerja dari pendapat Robbins (2006) yang menyatakan bahwa stres kerja diartikan sebagai kondisi dinamik yang didalamnya individu menghadapi peluang, kendala (constraints), atau tuntutan (demand) yang terkait dengan apa yang sangat diinginkannya dan hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting. Alasan penulis menggunakan pendapat Robbins, karena ketiga mekanisme tersebut saling berinteraksi satu sama lain dalam diri individu ketika merespon stres sebagai hasil atau keluaran dari stres yang dialami, sehingga dalam mengkaji masalah stres kerja pada karyawan Sales Promotion Gilr yang bekerja di NU Imej Agency Even and Organizer Yogyakarta bisa terungkap secara optimal. 2. Mekanisme Timbulnya Stres Kerja Ada beberapa pendekatan untuk menjelaskan bagaimana proses terjadinya stres kerja. The General Adaptation Syndrome Model (Model Sindrom Adaptasi Umum) dari Selye (dalam Berry, 1998) Selye mengkonseptualisasikan adanya tanggapan fisiologis terhadap stres, karena stres merupakan tanggapan yang

3 21 bersifat non spesifik terhadap setiap tuntutan yang dikenakan pada seseorang, dan akan muncul reaksi dari semua organisme yang dikenai tuntutan dan muncul reaksi pertahanan tiga fase yang akan dilakukan oleh organisme tersebut ketika muncul stres. Fase-fase reaksi organisme terhadap stres, dalam model Selye (dalam Berry, 1998) dibagi 3 (tiga), yaitu fase sinyal (alarm), fase perlawanan (resistance), dan fase kelelahan (exhaustion): a. Fase pertama, yaitu fase sinyal akan mempengaruhi fisik, karena tejadinya perubahan pada badan. Fase sinyal merupakan mobilisasi awal ketika badan menemui tantangan yang diakibatkan oleh stressor. Pada waktu stressor berhasil diidentifikasi, otak akan mengirimkan pesan yang bersifat biokimia kepada semua sistem dalam tubuh, akibatnya pernafasan akan meningkat, tekanan darah naik, pupil mata membesar, otot menjadi tegang, dan gejalagejala fisiologis lainnya. Dengan kata lain, pada fase ini badan menunjukkan perubahan karakteristik karena adanya stressor. Ketahanan badan pada waktu yang sama juga akan menurun. Contoh pada fase ini adalah ketika ada suatu permintaan oleh seorang manajer untuk mengajukan anggaran dalam waktu yang sangat terbatas. Stressor yang masih terus aktif dan tidak bisa ditanggulangi akan membuat sindrom penyesuaian umum meningkat ke fase kedua;

4 22 b. Fase kedua, yaitu fase perlawanan. Gejala-gejala peralihan dari fase sinyal ke fase perlawanan adalah munculnya keletihan, ketakutan, ketegangan, atau kemarahan. Individu yang berada dalam fase ini sedang berupaya untuk melakukan perlawanan terhadap stressor yang mengenainya. Dalam fase ini dimungkinkan stressor khusus mendapat perlawanan yang lebih tinggi dibandingkan stressor lain. Hal ini diakibatkan karena individu hanya mempunyai sumber energi yang terbatas, konsentrasi yang terbatas, dan keterbatasan kemampuan untuk menghadapi stressor. Individu dalam fase ini akan lebih mudah terserang sakit selama periode terjadinya stres. Contoh fase ini adalah menjadi marah pada suatu pertemuan karena anggaran masih belum dapat diselesaikan. c. Fase terakhir atau fase ketiga dari sindrom penyesuaian umum adalah fase keletihan. Pada fase kedua, ketahanan naik di atas normal. Pada fase ketiga, karena terus menerus terkena stressor yang sama, maka badan akhirnya berusaha menyesuaikan diri, dengan kata lain energi adaptasi dikeluarkan. Sistem penyerangan terhadap stressor berangsur-angsur menjadi lelah. Contoh fase ini adalah munculnya gangguan insomnia, maupun keletihan total secara fisik maupun psikis. Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa dinamika timbulnya stres kerja ditandai ketika individu sudah melalui ketiga fase dalam sindrom

5 23 adaptasi umum tersebut, maka individu akan berakhir pada suatu keadaan ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessnes). Individu yang terus menerus terkena stressor tadi pada akhirnya akan menganggap bahwa stressor yang muncul merupakan hal yang mau tidak mau harus diterima sehingga tidak ada lagi perlawanan yang dilakukan untuk mengatasi atau menghindari stressor. Implementasi di tempat kerja, stressor secara terus menerus akan menimbulkan suatu keadaan pasrah dimana individu menerima tanpa ada usaha untuk menghindari stressor. 3. Gejala-Gejala Stres Kerja Menurut Robbins (2006) karyawan yang mengalami stres pada pekerjaan akan menimbulkan gejala-gejala stres kerja, berikut: a. Gejala Fisiologis, masalah kesehatan fisik mencakup masalah sistem kekebalan tubuh seperti terdapat pengurangan kemampuan untuk melawan rasa sakit dan infeksi, masalah sistem kardiovaskular seperti tekanan darah tinggi, penyakit jantung, masalah sistem muskulosketal (otot dan rangka) seperti sakit kepala, sakit punggung, masalah sistem gastrointestinal (perut) diare dan sembelit. b. Gejala Psikologis, ditandai dengan ketidakpuasan hubungan kerja, tegang, gelisah, cemas, depresi, kebosanan, mudah marah, hingga sampai pada tindakan agresif seperti sabotase, agresi antar pribadi, permusuhan dan keluhan.

6 24 c. Gejala Perilaku, terdapat perubahan perilaku pada produktivitas kerja, ketidakhadiran dalam jadwal kerja, perubahan pada selera makan, meningkatnya konsumsi rokok, alkohol dan obat-obatan, susah tidur, hingga adanya perilaku penyalahgunaan narkoba. Pendapat Cummings dan Worley (2005) dalam buku Organizational Development and Change dijelaskan gejala stres kerja karyawan, meliputi: a. Gejala Subyektif, berupa kekawatiran atau ketakutan, agresi, apatis, rasa bosan, depresi, keletihan, frustasi, kehilangan kendali dan emosi, kesepian, penghargaan diri yang rendah dan sering gugup. b. Gejala Perilaku, berupa mudah mendapat kecelakaan, kecanduan alkohol, penyalahgunaan obat, luapan emosional, makan atau merokok berlebihan, perilaku impulsif, tertawa gugup. c. Gejala Kognitif, berupa ketidakmampuan untuk membuat keputusan yang masuk akal, daya konsentrasi rendah, kurang perhatian, sangat sensitif terhadap kritik, hambatan mental. d. Gejala Fisiologis, berupa kandungan glukosa darah meningkat, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, mulut kering, berkeringat, bola mata melebar, panas dan dingin. e. Gejala Organisasi, berupa angka absensi, omset, produktivitas rendah, terasing dari mitra kerja, serta komitmen organisasi dan loyalitas berkurang.

7 25 Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat dipahami bahwa gejala stres kerja meliputi; gejala fisiologis, psikologis, tingkah laku atau perilaku, subjektivitas, kognitif, dan organisasi yang disesuaikan pada tahap stres yang dialami oleh seseorang. Selanjutnya untuk mengkaji stres kerja pada karyawan (SPG) yang bekerja di NU Imej Agency and Event Organizer Yogyakarta, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan gejala-gejala stres kerja yang dikemukakan oleh Robbins (2006) meliputi; gejala fisiologis, psikologis, dan tingkah laku. Pertimbangan penulis menggunakan pendapat Luthans, karena ketiga gejala stres kerja tersebut berkaitan dengan masalah kesehatan fisik individu, adanya ketidakpuasan individu dalam hubungan kerja, hingga memunculkan perubahan perilaku pada produktivitas kerja. 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja Menurut Greenberg (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja meliputi: a. Faktor efikasi diri, berkaitan dengan kemampuan karyawan untuk mengelola tingkat kecemasan terhadap situasi yang dihadapinya. b. Faktor kecerdasan emosi, secara umum berhubungan dengan tidak stabilnya emosi individu, bahwa individu dengan kadar neuroticism yang tinggi umumnya mudah cemas, khawatir, kurang mampu mengontrol emosinya dan sebaliknya.

8 26 c. Faktor kepribadian, berkaitan dengan tipe kepribadian dan karakteristik individu dalam menghadapi tekanan, misalnya toleransi terhadap hal yang ambiguitas atau ketidak jelasan pola tingkah laku kepribadian. Menurut Robbins (2006) ada tiga kategori penderita stres kerja potensial, yaitu lingkungan, organisasional, dan individual: a. Faktor lingkungan, maksudnya ketidakpastian lingkungan mempengaruhi desain dari struktur organisasi, ketidakpastian itu juga mempengaruhi tingkat stres kerja dikalangan para karyawan dalam organisasi. b. Faktor organisasi, maksudnya banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres kerja. Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam suatu kurun waktu yang terbatas, beban kerja yang berlebihan, serta rekan kerja yang tidak menyenangkan. Faktor-faktor ini dapat dikategorikan pada tuntutan tugas, tuntutan peran, dan tuntutan hubungan antar pribadi, struktur organisasi, kepemimpinan organisasi, dan tingkat hidup organisasi. c. Faktor individual, maksudnya lazimnya individu hanya bekerja 40 sampai 50 jam sepekan. Namun pengalaman dan masalah yang dijumpai karyawan di luar jam kerja yang lebih dari 120 jam tiap pekan dapat melebihi dari pekerjaan, maka kategori ini mencakup faktor-faktor dalam kehidupan pribadi karyawan. Terutama mengenai faktor-faktor ini adalah persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi, dan kateristik kepribadian bawaan.

9 27 Griffin (2002) menyatakan bahwa penyebab-penyebab stres yang berhubungan dengan pekerjaan dapat dikelompokkan ke dalam 4 (empat) kategori, yaitu: a. Tuntutan tugas, terkait dengan tugas itu sendiri. Sejumlah pekerjaan secara alami lebih cenderung menimbulkan stres dibanding pekerjaan-pekerjaan lain. Keharusan membuat keputusan cepat, keharusan membuat keputusan tanpa informasi yang lengkap, dan keharusan membuat keputusan dengan konsekuensi yang serius adalah sejumlah situasi yang bisa menimbulkan stres. b. Tuntutan fisik adalah penyebab-penyebab stres yang terkait dengan lingkungan kerja. Bekerja diluar kantor dengan suhu yang sangat dingin atau panas, atau bahkan di dalam kantor yang tidak ber-ac, bisa menimbulkan stres. Desain kantor yang buruk dan membuat karyawan kurang memiliki privasi atau menghambat interaksi sosial juga bisa menimbulkan stres, begitu juga cahaya yang buruk dan ruang kerja yang sempit. c. Tuntutan peran, stres dapat ditimbulkan baik oleh ambiguitas peran atau konflik peran yang dialami individu dalam kelompok. Ambiguitas peran adalah ketidakpastian tentang perilaku apa yang diharapkan dari seseorang pada peran tertentu, dan konflik peran adalah tuntutan yang tidak sesuai dengan peran yang berbeda. d. Tuntutan interpersonal, merupakan penyebab stres yang terkait dengan hubungan antara pribadi dalam organisasi. Sebagai contoh tekanan kelompok

10 28 menyangkut kepatuhan terhadap norma bisa menimbulkan stres. Gaya kepemimpinan juga bisa menyebabkan stres. Seseorang yang merasa sangat ingin berpartisipasi dalam pembuatan keputusan akan merasa stres jika atasannya menolak untuk menyediakan ruang partisipasi, dan individuindividu yang memiliki konflik kepribadian bisa mengalami stres jika diminta bekerjasama. Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat dipahami bahwa terdapat banyak faktor-faktor stres kerja yang berpotensi mempengaruhi karyawan di tempat kerja, diantaranya: faktor efikasi diri, kecerdasan emosi, kepribadian, lingkungan, organisasi, individual, tuntutan kerja, gaya kepemimpinan, tuntutan peran, tuntutan fisik, tuntutan tugas. Selanjutnya dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendapat Greenberg (2002) mengenai faktor kecerdasan emosi dan faktor efikasi diri. Alasan penulis menggunakan faktor kecerdasan emosi, karena pekerjaan yang dijalani karyawan membutuhkan kemampuan dalam mengendalikan diri dari emosi dan mengatur suasana hati saat bekerja agar tidak stres, sedangkan penggunaan faktor efikasi diri, karena hal ini berkaitan dengan kemampuan karyawan dalam mengontrol perilakunya di lingkungan kerjanya agar tidak stres. 5. Perbedaan Frustasi, Kecemasan dengan Stres Kerja Frustasi merupakan suatu keadaan ketegangan yang tak menyenangkan dipenuhi perasaan dan aktivitas yang semakin meninggi yang disebabkan oleh

11 29 rintangan dan hambatan. Frustasi dapat berasal dari dalam (internal) atau dari luar diri (eksternal) seseorang yang mengalaminya. Sumber yang berasal dari dalam termasuk kekurangan diri sendiri seperti kurangnya rasa percaya diri atau ketakutan pada situasi sosial yang menghalangi pencapaian tujuan, (Kaplan et al, 2010). Menurut Kaplan, et al (2010) kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Kecemasan adalah reaksi yang dapat dialami siapapun. Namun cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan akan menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya. Stres adalah gangguan mental yang dihadapi seseorang akibat adanya tekanan. Tekanan ini muncul dari kegagalan individu dalam memenuhi kebutuhan atau keinginannya. Tekanan ini bisa berasal dari dalam diri, atau dari luar. Stres tidak selalu buruk, walaupun biasanya dibahas dalam konteks negatif, karena stres memiliki nilai positif ketika menjadi peluang saat menawarkan potensi hasil. Sebagai contoh, banyak profesional memandang tekanan berupa beban kerja yang berat dan deadline waktu kerja sebagai tantangan positif yang menaikkan mutu pekerjaan mereka dan kepuasan yang mereka dapatkan dari pekerjaan mereka, (Rollinson, 2005).

12 30 Berdasarkan penjelasan perbedaan antara frustasi, kecemasan, dengan stres, dapat dipahami bahwa frustasi lebih menekankan pada suatu keadaan ketegangan yang tidak menyenangkan dan dipenuhi oleh perasaan dan aktivitas yang semakin meninggi disebabkan adanya rintangan dan hambatan tertentu, misalnya tuntutan kerja melampaui kemampuan karyawan. Kecemasan merupakan respon individu terhadap situasi tertentu yang disertai oleh perkembangan, perubahan, pengalaman individu dalam menghadapi situasi atau perasaan diri sendiri akibat adanya tekanan yang berasal dari dalam diri, atau dari luar hingga menyebabkan individu mengalami stres dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang ditandai adanya gejala fisiologis (tekanan darah tinggi), psikologis (merasa bosan dan mudah marah), dan tingkah laku (menurunnya performa atau produktivitas kerja). Stres adalah gangguan mental yang dihadapi seseorang akibat adanya tekanan. B. Kecerdasan Emosi 1. Pengertian Kecedasan Emosi a. Kecerdasan Giordan, et al (2005) inteligensi atau kecerdasan diartikan sebagai proses belajar untuk memecahkan masalah yang dapat diukur dengan tes inteligensi, dan secara kualitatif suatu cara berpikir dalam membentuk konstruk bagaimana menghubungkan dan mengelola informasi dari luar yang disesuaikan dengan dirinya.

13 31 b. Emosi Walgito (2003) menjelaskan bahwa emosi merupakan keadaan yang ditimbulkan dari situasi tertentu, dan emosi cenderung terjadi dalam kaitannya untuk mengarah atau menghindar terhadap suatu hal yang terjadi disertai adanya ekspresi kejasmanian, sehingga orang lain dapat mengetahui bahwa seseorang mengalami emosi. Setelah memahami uraian perbedaan antara kecerdasan dengan emosi di atas, dapat dipahami bahwa dinamika kecerdasan emosi digambarkan melalui kemampuan individu untuk memotivasi dan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan hubungannya dengan orang lain. Kecerdasan emosi (EQ) semakin perlu dicermati karena kehidupan manusia semakin komplek, karena hal ini dapat membawa dampak yang buruk terhadap kehidupan emosional seseorang. Hasil survey Goleman (2009) menunjukkan kecenderungan yang sama diseluruh dunia, bahwa generasi sekarang lebih banyak mengalami kesulitan emosional dari pada generasi sebelumnya. Mereka lebih kesepian dan murung, lebih kurang menghargai sopan santun, lebih gugup, mudah cemas, lebih meledak-ledak (impulsif dan regresif). Goleman juga menemukan bahwa banyak juga orang yang gagal dalam hidupnya bukan karena rendahnya kecerdasan intelektualnya, karena kurang memiliki kecerdasan emosional, sebaliknya sedikit orang yang berhasil dalam kehidupan meskipun IQ-nya rata-rata saja, tetapi kecerdasan emosionalnya tinggi.

14 32 Menurut Goleman (2009) kecerdasan emosi merupakan kemampuan individu untuk mengendalikan diri, memiliki daya tahan ketika menghadapi suatu masalah, mampu mengendalikan perilaku yang tiba-tiba berubah (impulsif), memotivasi diri, mampu mengatur suasana hati, kemampuan berempati dan membina hubungan dengan orang lain. Menurut Salovey dan Mayer (2004) kecerdasan emosi diartikan sebagai kemampuan individu dalam memantau emosi dirinya maupun emosi orang lain, dan juga kemampuan dalam membedakan emosi dirinya dengan emosi orang lain, di mana kemampuan ini digunakan untuk mengarahkan pola pikir dan perilakunya. Menurut Cooper dan Sawaf (2002) kecerdasan emosi diartikan sebagai kemampuan individu untuk merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan kepekaan emosi sebagai sumber energi, koneksi dan pengaruh yang manusiawi. Menurut Shapiro (1998) kecerdasan emosi diartikan sebagai himpunan suatu fungsi jiwa yang melibatkan kemampuan memantau intensitas perasaan atau emosi, baik untuk diri sendiri maupun pada orang lain. Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat dipahami bahwa kecerdasan emosi merupakan kemampuan individu untuk memahami perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, serta mampu mengelola emosi yang dapat digunakan untuk membimbing pikiran dan tindakan.

15 33 Selanjutnya dalam penelitian ini, penulis mengunakan pengertian kecerdasan emosi dari pendapat Goleman (2009) yang mengatakan bahwa kecerdasan emosi merupakan kemampuan emosi individu untuk mengendalikan dirinya, memiliki daya tahan ketika menghadapi suatu masalah, mampu mengendalikan perilakunya yang tiba-tiba beruba (impulsif), memotivasi dirinya, mampu mengatur suasana hati, berempati, dan membina hubungan dengan orang lain disekitarnya. Alasan penulis menggunakan pendapat Goleman, karena kecerdasan emosi dideskripsikan sebagai kemampuan individu untuk mengendalikan emosi dirinya dan membina hubungan dengan orang lain, sehingga dalam mengkaji seberapa baik atau buruknya kecerdasan emosi pada karyawan bisa terungkap secara optimal. 2. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi Telah ada beberapa aspek yang mengindikasi seseorang memiliki kecerdasan emosi, seperti yang dikemukakan oleh Goleman (2009) bahwa aspekaspek kecerdasan emosi, meliputi: a. Mengenali emosi diri, yaitu kemampuan individu untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu, mencermati perasaan yang muncul dan mengenali emosi dirinya sendiri. b. Mengelola emosi, yaitu kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang timbul

16 34 karena kegagalan. Kemampuan mengelola emosi ini berkaitan juga dengan kemampuan penguasaan diri dan kemampuan menenangkan diri sendiri. c. Memotivasi diri sendiri, yaitu kemampuan untuk mengatur emosi sebagai alat dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Kemampuan ini juga didasari oleh kemampuan mengendalikan emosi atau menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati. d. Mengenali emosi orang lain, yaitu kemampuan empati, adanya kemampuan yang bergantung pada kesadaran diri secara emosional, kemampuan ini merupakan keterampilan dasar dalam bersosial. Orang yang memiliki kemampuan empati akan jauh lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial tersembunyi yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan orang atau dikehendaki orang lain. e. Membina hubungan, yaitu seni membina hubungan sosial keterampilan, mengelola emosi orang lain. Ketrampilan sosial yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan hubungan antar pribadi. Menurut Tridhonanto (2009) aspek-aspek kecerdasan emosi, meliputi: a. Kecakapan pribadi, yaitu kemampuan individu mengelola emosi dirinya sendiri. b. Kecakapan sosial, yaitu kemampuan individu menangani suatu hubungan dilingkungan sekitarnya.

17 35 c. Keterampilan sosial, yaitu kemampuan individu untuk menggugah tanggapan yang dikehendaki orang lain. Berdasarkan penjelasan aspek-aspek kecerdasan emosi di atas, dapat dipahami bahwa terdapat beberapa aspek kecerdasan emosi dalam diri seseorang sebagai kemampuan untuk mengendalikan diri dan memahami lingkungan di sekitarnya. Selanjutnya untuk mengukur kecerdasan emosi pada karyawan dalam penelitian ini, penulis menggunakan aspek-aspek kecerdasan emosi dari pendapat Goleman (2009) meliputi: aspek mengenali emosi diri, aspek mengelola emosi, aspek memotivasi diri sendiri, aspek mengenali emosi orang lain, dan aspek membina hubungan. Alasan penulis menggunakan aspek-aspek kecerdasan emosi tersebut, karena berkaitan dengan seberapa baik atau buruknya kemampuan karyawan untuk mengenali dan mengelola emosi dirinya agar terhindar dari stres kerja. Begitu juga dengan individu yang mampu memotivasi, mengenali emosi lain, dan membina hubungan secara baik di tempat kerja, maka akan cenderung terhindari dari stres di tempat kerjanya. C. Efikasi Diri 1. Pengertian Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) efikasi diri adalah keyakinan individu dengan kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap fungsi dirinya

18 36 dan kejadian dalam lingkungan sebagai penentu bagaimana ia merasa, berfikir, memotivasi diri, dan berperilaku. Menurut Feist (2008) efikasi diri merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau tingkat keyakinan mengenai seberapa besar kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas untuk mencapai hasil. Menurut Alwisol (2009) efikasi diri diartikan sebagai persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu, efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan. Menurut Ghufron dan Rini (2010) individu dengan efikasi diri tinggi percaya bahwa ia mampu melakukan sesuatu untuk mengubah kejadian-kejadian disekitarnya. Berdasarkan uraian penjelasan efikasi diri yang dikemukakan oleh ahli di atas, dapat dipahami bahwa efikasi diri merupakan keyakinan individu dengan kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap fungsi dirinya dan kejadian dalam lingkungan sebagai penentu bagaimana ia merasa, berfikir, memotivasi diri, dan berperilaku. 2. Dimensi-Dimensi atau Aspek-Aspek Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) efikasi diri pada tiap individu dapat dibedakan berdasarkan tiga dimensi, yaitu: a. Tingkat (level), dimensi ini berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu merasa mampu untuk melakukannya. Apabila individu dihadapkan

19 37 pada tugas-tugas yang disusun menurut tingkat kesulitannya, maka efikasi diri individu mungkin akan terbatas pada tugas-tugas yang mudah, sedang, atau bahkan mencakup tugas-tugas yang paling sulit, sesuai dengan batas kemampuan yang dirasakan untuk memenuhi tuntutan perilaku yang dibutuhkan pada masing-masing tingkat. Dimensi ini memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang dirasa mampu dilakukannya dan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas kemampuan yang dirasakannya. b. Kekuatan (strength), dimensi ini berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai kemampuannya. Pengharapan yang lemah, mudah digoyahkan oleh pengalaman-pengalaman yang tidak mendukung. Sebaliknya, pengharapan yang mantap mendorong individu tetap bertahan dalam usahanya. Meskipun mungkin ditemukan pengalaman yang kurang menunjang. Dimensi ini biasanya berkaitan langsung dengan dimensi level, yaitu makin tinggi level taraf kesulitan tugas, makin lemah keyakinan yang dirasakan untuk menyelesaikannya. c. Generalisasi (geneality), dimensi ini berkaitan dengan luas bidang tingkah laku individu yang merasa yakin dengan gagasan pemikiran dan kemampuannya. Individu merasa yakin terhadap kemampuan dirinya. Apakah terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu atau pada serangkain aktivitas dan situasi yang bervariasi.

20 38 Corsini (dalam Susilowati, 2005) memperkuat pendapat Bandura mengenai aspek-aspek efikasi diri, yaitu : a. Aspek Kognitif, Kognitif yaitu kemampuan seseorang memikirkan cara-cara yang di gunakan dan merancang tindakan yang akan diambil untuk mencapai tujuan yang diharapkan. b. Aspek Motivasi, Kemampuan seseorang memotivasi diri melalui pikirannya untuk melakukan suatu tindakan dan keputusan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Motivasi seseorang timbul dari pemikiran optimis dari dalam dirinya untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Setiap orang berusaha memotivasi diri dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan dan merencanakan tindakan yang akan direalisasikan. Motivasi dalam efikasi diri digunakan untuk memprediksi kesuksesan dan kegagalan seseorang. c. Aspek Afeksi, Kemampuan mengatasi perasaan emosi yang timbul pada diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Afeksi terjadi secara alami dalam diri seseorang dan berperan dalam menentukan intensitas pengalaman emosional. Afeksi ditunjukkan dengan mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola pikir yang benar untuk mencapai tujuan. d. Aspek Seleksi, Kemampuan seseorang untuk menyeleksi tingkah laku dan lingkungan yang tepat sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Seleksi tingkah laku ini dapat mempengaruhi perkembangan personal. Asumsi

21 39 yang timbul pada aspek ini yaitu ketidakmampuan individu dalam melakukan seleksi tingkah laku sehingga membuat perasaan tidak percaya diri, bingung, dan mudah menyerah ketika menghadapi situasi sulit. Berdasarkan pendapat Bandura (1997) di atas, dapat dipahami bahwa dimensi efikasi diri meliputi; dimensi tingkat, dimensi kekuatan, dan dimensi generalisasi. Dimensi-dimensi efikasi diri tersebut telah ditegaskan lebih lanjut oleh Bandura (2006) dalam artikelnya yang berjudul Guide For Constructing Self-Efficacy Scale, bahwa ketiga dimensi tersebut paling akurat untuk menjelaskan efikasi diri seseorang. Selanjutnya untuk mengukur efikasi diri pada karyawan, maka dalam penelitian ini penulis menggunakan dimensi-dimensi efikasi diri yang dikemukakan oleh Bandura (1997) meliputi: dimensi tingkat, dimensi kekuatan, dan dimensi generalisasi. Alasan penulis menggunakan dimensi-dimensi tersebut, karena berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika karyawan merasa mampu untuk melakukan dan menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan gagasan pemikiran dan kemampuannya, sehingga menghidari dirinya dari potensi stres di tempat kerja, atau sebaliknya. D. Pengaruh Kecerdasan Emosi terhadap Stres Kerja Berdasarkan pengertian tentang kecerdasan emosi terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan stress kerja, seperti halnya efikasi diri dimaknai sebagai cara individu mengukur kemampuan dirinya.

22 40 Menurut Goleman (2009) kecerdasan emosi seseorang dapat diukur dan dikaji melalui aspek mengenali emosi merupakan kemampuan individu untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu, mencermati perasaan yang muncul dan mengenali diri sendiri. Artinya individu yang mampu mengenali emosinya secara baik maka akan lebih mudah terhindar dari stress kerja. Mengelola emosi merupakan kemampuan individu untuk menghibur diri sendiri, melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang timbul karena kegagalan. Artinya individu yang mampu mengelola mengelola emosi ini berkaitan juga dengan kemampuan penguasan diri dan kemampuan menenangkan diri sendiri, memotivasi diri sendiri merupakan kemampuan individu untuk mengatur emosi sebagai alat dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Kemampuan ini juga didasari oleh kemampuan mengendalikan emosi atau menahan diri terhadap kepuasaan dan mengendalikan dorongan diri. mengenali emosi orang lain merupakan kemampuan empati dan adanya kemampuan yang bergantung pada kedasaran diri secara emosional dalam bersosial. membina hubungan merupakan seni membina hubungan sosial keterampilan, mengelola emosi orang lain. Artinya individu dengan keterampilan sosial yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan hubungan antar pribadi. Karyawan yang mampu mengenali emosi diri sendiri, mengelola emosi diri sendiri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina dan membangunan hubungan kerja yang baik di lingkungan kerjanya akan cenderung

23 41 terhindar dari stres kerja. Sebaliknya karyawan yang tidak mampu mengenali emosi diri sendiri, mengelola emosi diri sendiri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, dan tidak mampu membina dan membangun hubungan kerja yang baik di lingkungan kerjanya, maka ada kecenderungan ia mengalami stres dalam bekerja. Sejalan dengan penjelasan Colquitt, et al (2015) dalam buku Organizational Behaviour bahwa individu yang memiliki kecerdasan emosi secara pribadi lebih efektif, tegas dan mampu menghadapi kekecewaan hidup, memiliki ketahanan terhadap stres, siap untuk mencari dan menerima tantangan sekalipun harus menemui berbagai kesulitan, percaya diri dan yakin akan kemampuannya, dapat dipercaya dan diandalkan, sering mengambil inisiatif serta dapat beradaptasi dan menangani masalah kerjanya. Menurut Ciarrochi, et al (2001) dalam buku Emotional Intelligence in Everyday Life menjelaskan bahwa kecerdasan emosi dapat menjauhkan individu dari stres dan mengarahkan individu tersebut untuk dapat membangun mood yang baik dalam dirinya, karena hal itu merupakan salah satu implikasi dari pencegahan terhadap stres. Hasil penelitian Yen dan Atmadji (2003) yang menyimpulkan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosional dengan stres kerja pada karyawan distributor multi level marketing. Artinya, semakin tinggi kecerdasan emosional, maka semakin rendah stres kerja yang dialami karyawan distributor.

24 42 Sebaliknya jika kecerdasan emosional karyawan rendah, maka akan cenderung menunjukkan tingkat stres yang tinggi. Hal tersebut dipertegas oleh Cooper dan Sawaf (2002) bahwa kecerdasan emosional menyumbang persentase yang lebih besar dalam kemajuan dan keberhasilan individu di masa depan, jika dibandingkan dengan kecerdasan intelektual yang hanya diukur dari kemampuan intelektualnya saja. Berdasarkan uraian pengaruh kecerdasan emosi terhadap stres kerja di atas, dapat dipahami bahwa karyawan yang mampu mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain, serta membina dan membangunan hubungan kerja yang baik di lingkungan kerjanya, maka akan ada kecenderungan karyawan tersebut terhindar dari stres kerja karena kecerdasan emosi merupakan kemampuan karyawan untuk membedakan dan menanggapi situasi kerja sesuai pengaturan diri yang akan menuntun kepada tingkah laku yang tepat. Dengan demikian dapat diketahui bahwa karyawan yang mampu mengelola kecerdasan emosinya dengan baik di tempat kerja, maka akan menghindari dirinya dari stres kerja. Sebaliknya karyawan yang kurang mampu mengendalikan kecerdasan emosinya, maka akan ada kecenderung ia mengalami stres di tempat kerja. Misalnya tidak mampu mengelola perasaan sendiri saat situasi kerja tidak menyenangkan, mudah tersinggung, dan tidak mampu memotivasi diri sendiri untuk mengontrol emosi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Adeyemo dan Ogunyemi (2003) yang

25 43 menyimpulkan bahwa kecerdasan emosi dapat menjauhkan seseorang dari stres dan mengarahkan untuk dapat beradaptasi dengan lebih baik, karena individu memiliki kemampuan untuk mengatur emosinya. E. Pengaruh Efikasi Diri terhadap Stres Kerja Efikasi merupakan keyakinan individu pada kemampuan dirinya sendiri untuk menghadapi atau menyelesaikan tugasnya, mencapai tujuan, dan mengatasi hambatan untuk mencapai hasil dalam situasi tertentu. Menurut Bandura (1997) efikasi diri diartikan sebagai keyakinan individu dengan kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap fungsi diri dan kejadian dalam lingkungan sebagai penentu untuk merasakan, berfikir, memotivasi diri, dan berperilaku. Bandura juga menyebutkan dimensi-dimensi efikasi diri meliputi: 1) dimensi tingkat, berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu merasa mampu untuk melakukannya, 2) dimensi kekuatan, berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai kemampuannya, dan 3) dimensi generalisasi, berkaitan dengan luas bidang tingkah laku individu merasa yakin akan kemampuannya. Keadaan yang menekan secara tidak langsung adalah suatu konsekuensi yang berhubungan dengan kejadian-kejadian di sekitar lingkungan kerja sehingga mengakibatkan suatu ketidakseimbangan antara tuntutan kerja dengan kemampuan kerja individu, baik secara fisik maupun psikologis (Bandura, 1997). Keadaan seperti

26 44 ini tidak hanya berpengaruh terhadap individu, tetapi juga terhadap organisasi dan industri karena setiap aspek di pekerjaan dapat menjadi pembangkit stres. Terdapat pula hal lain yang ikut turut serta menimbulkan stres kerja, seperti adanya tuntutan tugas, beban kerja. Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit merupakan pembangkit stres kerja timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak atau sedikit diberikan kepada karyawan untuk diselesaikan dalam waktu tertentu dan apabila karyawan merasa tidak yakin untuk melaksanakan tugasnya dengan baik, maka akan menyebabkan terjadinya stres kerja, (Thomas, 2000). Hasil penelitian Kusnadi (2014) yang menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara efikasi diri dengan stres kerja pada dosen di Universitas X. Artinya dosen yang memiliki efikasi diri tinggi, maka ia akan yakin dalam melaksanakan pekerjaanya dengan baik, dengan begitu ia dapat menghindari stres kerja. Pada tingkat efikasi diri dosen tinggi karena adanya ketekunan dari dosen dalam menghadapi suatu tugas yang berat. Efikasi diri berperan dalam ketangguhan seseorang untuk bertahan menghadapi tantangan saat berjuang untuk meraih tujuannya. Berdasarkan penjelasan pengaruh efikasi diri terhadap stres kerja di atas, dapat dipahami bahwa pengaruh kontrol yang dimiliki karyawan pada keadaan kerja yang menekan ditentukan oleh keyakinannya terhadap kontrol tersebut. Keyakinan karyawan tentang kemampuan melakukan sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu

27 45 sebagai efikasi diri. Efikasi diri individu pada keadaan kerja yang menekan menunjukkan besarnya keyakinan individu tentang kemampuannya melakukan sesuatu tindakan untuk mengendalikan atau mengatasi keadaan yang sedang dialaminya, terutama dalam hal tekanan dari pekerjaannya yang bisa menimbulkan stres. F. Pengaruh Kecerdasan Emosi dan Efikasi Diri Terhadap Stres Kerja Goleman (2009) menjelaskan secara umum kecerdasan emosi dapat menentukan potensi individu untuk mempelajari keterampilan-keterampilan praktis yang didasarkan pada kesadaran diri, memotivasi diri, pengaturan diri, empati, dan kecakapan dalam membina hubungan dengan orang lain. Bandura (1997) mengartikan efikasi diri sebagai keyakinan individu dengan kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap fungsi diri dan kejadian dalam lingkungan sebagai penentu untuk merasakan, berfikir, memotivasi diri, dan berperilaku. Berdasarkan hasil penelitian Akbar (2013) dengan judul Hubungan antara kecerdasan emosi dengan stress kerja pada perawat. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kecerdasan emosi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi stres kerja pada perawat di RSUD Banjarbaru, di mana perawat yang mempunyai kecerdasan emosi negatif maka stres kerjanya tinggi, perawat yang mempunyai kecerdasan emosi sedang maka stres kerjanya sedang, perawat yang mempunyai kecerdasan emosi positif maka stres kerjanya rendah.

28 46 Hasil penelitian yang dilakukan Agung dan Budiani (2013) dengan judul Hubungan Kecerdasan Emosi dan Self-efficacy dengan Tingkat Stres Mahasiswa yang sedang Mengerjakan Skripsi, menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis data regresi linier berganda diperoleh hasil yang signifikan antara kecerdasan emosi dan self-efficacy dengan tingkat stres mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi. Hal tersebut dapat dilihat nilai signifikan sebesar 0,000 (<0,05) yang menunjukkan bahwa kecerdasan emosi dan self-efficacy secara bersamaan memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat stres, dengan sumbangan yang diberikan oleh kecerdasan emosi dan self efficacy sebesar 69,6%. artinya, sebesar 69,6% tingkat stres dipengaruhi oleh kecerdasan emosi dan self efficacy. Sedangkan sisanya sebesar 30, 4% disebabkan oleh variabel lain yang tidak diukur dalam penelitian ini. Bandura (1997) menjelaskan bahwa pekerja yang mengalami perasaan negatif atau tidak menyenangkan seperti kecemasan yang berhubungan dengan kegiatan tertentu, akan cenderung menafsirkan hal tersebut sebagai indikasi rendahnya kemampuan untuk berhasil melakukan suatu aktivitas dengan konsekuensi penurunan efikasi diri, dan ketika seseorang merasa kurang yakin untuk dapat mengerjakan pekerjaannya, maka akan muncul kondisi stres kerja pada dirinya. Kesimpulan yang dapat diambil, yaitu jika kecerdasan emosi dan efikasi diri tinggi maka stress kerja rendah, begitu juga sebaliknya jika kecerdasan emosi dan efikasi diri rendah maka stress kerja akan tinggi.

29 47 G. Landasan Teori Menurut Robbins (2006) gejala-gejala stres kerja meliputi: 1) fisiologis (berkaitan dengan fisik), 2) psikologis (berkaitan dengan mental), dan 3) perilaku (berkaitan dengan adanya perubahan tingkah laku). Agar terhindar dari gejala stress kerja, maka individu harus memiliki kecerdasan emosi yang baik, hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Goleman (2009) bahwa individu dengan kecerdasan emosi yang tinggi akan memilih melakukan usaha yang lebih besar dan pantang menyerah sehingga mampu secara baik dalam mengelolah kecerdasan emosi dirinya dibandingkan dengan individu yang memiliki kecerdasan emosi rendah. Menurut Goleman aspek-aspek kecerdasan emosi meliputi: 1) mengenali emosi diri, 2) mengelola emosi, 3) memotivasi diri sendiri, 4) mengenali emosi orang lain, dan 5) membina hubungan. Tanpa adanya kecerdasan emosional, maka individu tidak akan mampu menggunakan keterampilan kognitifnya sesuai potensinya, maksudnya adalah kecerdasan emosional akan mempengaruhi perilaku tiap individu dalam mengatasi permasalahan yang muncul pada diri sendiri termasuk dalam permasalahan kerja. Kecerdasan emosional lebih memungkinkan individu mencapai tujuannya. Selain kecerdasan emosi, efikasi diri juga mampu mempengaruhi stress kerja, hal ini sesuai dengan pendapat yang dinyatakan oleh Bandura (1997) individu dengan kemampuannya untuk melakukan suatu bentuk kontrol terhadap fungsi dirinya dan kejadian dalam lingkungan sebagai penentu ia merasakan, berfikir, memotivasi diri,

30 48 dan berperilaku. Bandura juga menyebutkan dimensi-dimensi efikasi diri meliputi: 1) dimensi tingkat, berkaitan dengan derajat kesulitan tugas ketika individu merasa mampu untuk melakukannya, 2) dimensi kekuatan, berkaitan dengan tingkat kekuatan dari keyakinan atau pengharapan individu mengenai kemampuannya, dan 3) dimensi generalisasi, berkaitan dengan luas bidang tingkah laku individu merasa yakin akan kemampuannya. Dimensi tingkat (magnitude), individu yakin dengan tindakan yang akan dilakukannya. Dimensi kekuatan (strength) individu mampu melakukan tindakan sesuai kemampuannya. Dimensi generalisasi (generality) individu memiliki kemampuan dalam menghadapi situasi yang berbeda-beda dilingkungan kerjanya untuk menghidari potensi stress kerja pada dirinya. Individu yang memiliki magnitude yang baik akan melakukan pekerjaannya sesuai dengan prosedur sehingga tidak melakukan kesalahan dalam pekerjaannya. strength, individu mempunyai kepercayaan terhadap dirinya sendiri sehingga tidak terjadi kesalahan dalam kerja. Generality, individu mampu menganalisis tindakan apa yang harus dihadapi selain itu ia mampu menyesuaikan diri dengan siruasi di sekitarnya. Berdasarkan paparan landasan teori di atas, dapat dipahami bahwa stres kerja dapat dipengaruhi oleh faktor kecerdasan emosi dan faktor efikasi diri. Karyawan dengan kecerdasan emosi yang kurang baik dan tidak memiliki keyakinan diri untuk menghadapi permasalahan di lingkungan kerjanya akan cenderung merasakan atau

31 49 mengalami stres kerja. Kecerdasan emosi dideskripsikan sebagai kemampuan karyawan untuk mengelola emosinya agar terhindar dari stres kerja. Efikasi diri dideskripsikan sebagai tingkat kemampuan karyawan untuk menyakinkan dirinya menghadapi masalah agar terhindar dari stres kerja. Penjelasan teori-teori di atas, memberikan pemahaman bahwa fokus dalam penelitian ini melibatkan variabel independen, yaitu kecerdasan emosi (X1) dan efikasi diri (X2) ada pengaruhnya dengan variabel dependen, yaitu stress kerja (Y). Pengaruh variabel independen dengan variabel dependen dapat dilihat pada kerangka teori di bawah ini: Aspek-aspek Kecerdasan Emosi Goleman (2009) Variabel (X1) 1. Mengenal Emosi Diri 2. Mengelola Emosi 3. Memotivasi Diri Sendiri 4. Mengenali Emosi Orang Lain 5. Membina Hubungan. Dimensi-Dimensi Efikasi Diri Bandura (1997) Variabel (X2) 1. Dimensi Tingkat 2. Dimensi Kekuatan 3. Dimensi Generalisasi A B C Gejala Stres Kerja Robbins (2006) Variabel (Y) 1. Gejala Psikologis. 2. Gejala Fisologis. 3. Gejala Perilaku Gambar 2.1. Kerangka Penelitian

32 50 Keterangan: A. Pengaruh antara Kecerdasan Emosi (X1) dan Efikasi Diri (X2) dengan Stres Kerja (Y). B. Pengaruh antara Kecerdasan Emosi (X1) dengan Stres Kerja (Y). C. Pengaruh antara Efikasi Diri (X2) dengan Stres Kerja (Y). : Garis pengaruh secara simultan dari variabel indipenden terhadap variabel dependen. : Garis pengaruh secara parsial dari masing-masing variabel indipenden terhadap variabel dependen. H. Hipotesis Berdasarkan penjelasan latar belakang masalah dan tinjauan pustaka mengenai kecerdasan emosi dan efikasi diri terhadap stres kerja pada karyawan (SPG) yang bekerja di NU Imej Agency and Event Organizer Yogyakarta, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. Hipotesis Mayor Ada pengaruh secara simultan antara kecerdasan emosi dan efikasi diri terhadap stres kerja. 2. Hipotesis Minor a. Terdapat korelasi negatif yang signifikan secara parsial antara kecerdasan emosi dengan stres kerja. Artinya apabila nilai kecerdasan emosi turun satu

33 51 tingkatan, maka stres kerja diprediksi akan mengalami kenaikan. Sebaliknya, jika nilai kecerdasan emosi mengalami penurunan satu tingkatan maka stres kerja diprediksi mengalami kenaikan. b. Terdapat korelasi negatif yang signifikan secara parsial antara efikasi diri dengan stres kerja. Artinya apabila nilai efikasi diri turun satu tingkatan, maka stres kerja diprediksi akan mengalami kenaikan. Sebaliknya, jika nilai efikasi diri mengalami penurunan satu tingkatan maka stres kerja diprediksi mengalami kenaikan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight). BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Definisi Stres Gibson menyatakan bahwa Stres adalah kata yang berasal dari Bahasa Latin, yaitu stringere, yang memiliki arti keluar dari kesukaan (draw tight). Definisi ini menjelaskan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Stres Kerja 2.1.1. Pengertian Stres Menurut Vaughan dan Hogh (2002) stres adalah suatu kondisi psikologis yang terjadi ketika suatu stimulus diterima sebagai suatu hambatan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Tujuan organisasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIK

BAB II LANDASAN TEORITIK BAB II LANDASAN TEORITIK 2.1. Prestasi Belajar Prestasi belajar merupakan gabungan dari prestasi belajar dan pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi. Prestasi dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah persepsi kita terhadap situasi atau kondisi di dalam lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah persepsi kita terhadap situasi atau kondisi di dalam lingkungan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres Kerja Stres merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional dan spiritual manusia yang pada suatu saat dapat

Lebih terperinci

FRUSTRASI & STRESS LIA AULIA FACHRIAL, M.SI

FRUSTRASI & STRESS LIA AULIA FACHRIAL, M.SI FRUSTRASI & STRESS LIA AULIA FACHRIAL, M.SI TUJUAN PEMBELAJARAN Mampu membedakan antara frustrasi dan stress Mengerti gejala stress Mampu menjelaskan terjadinya stress Menguraikan cara-cara mengatasi stress

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja Lazarus (dalam Lahey, 2007) menyatakan bahwa stres dapat dikatakan sebagai keadaan yang menyebabkan kemampuan individu untuk beradaptasi menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peneliti menganggap bahwa penelitian tentang kecerdasan emosional pada mahasiswa yang bekerja sangat penting, karena siapa pun dapat mengalami emosi, tak terkecuali

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Self Efficacy 2.1.1 Pengertian Self Efficacy Self efficacy berasal dari teori Bandura (1997) yaitu teori kognisi belajar sosial. Teori kognisi belajar sosial mengacu pada kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORETIS

BAB II URAIAN TEORETIS 33 BAB II URAIAN TEORETIS A. Penelitian Terdahulu Henny (2007) melakukan penelitian dengan judul " Hubungan Stres Kerja dengan Kepuasan Kerja Karyawan Bagian Customer Care Pada PT Telekomunikasi Indonesia

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan suatu organisasi. Ketika sumber

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan suatu organisasi. Ketika sumber BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset yang sangat berharga dalam suatu organisasi. Sumber daya manusia berfungsi sebagai penggerak atau motor dari sebuah

Lebih terperinci

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress PSIKOLOGI UMUM 2 Stress & Coping Stress Pengertian Stress, Stressor & Coping Stress Istilah stress diperkenalkan oleh Selye pada tahun 1930 dalam bidang psikologi dan kedokteran. Ia mendefinisikan stress

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1

HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN. Skripsi. Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DENGAN STRES KERJA PADA KARYAWAN Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Tiara Noviani F 100 030 135 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Definisi Stres Kerja BAB II LANDASAN TEORI A. STRES KERJA 1. Definisi Stres Kerja Menurut Lazarus & Folkman (dalam Morgan, 1986) stres merupakan suatu keadaan internal yang dapat diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Imatama (2006) yang berjudul Pengaruh Stress Kerja Terhadap kinerja

BAB II URAIAN TEORITIS. Imatama (2006) yang berjudul Pengaruh Stress Kerja Terhadap kinerja BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Imatama (2006) yang berjudul Pengaruh Stress Kerja Terhadap kinerja karyawan Lembaga Pendidikan Perkebunan (LPP) Kampus Medan menyatakan bahwa variabel Stress

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. trading diartikan sistem perdagangan secara online yaitu lewat perangkat teknologi

BAB I LATAR BELAKANG. trading diartikan sistem perdagangan secara online yaitu lewat perangkat teknologi ! "! BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Permasalahan Trading dalam sudut pandang bahasa memiliki arti perdagangan, secara khusus trading diartikan sistem perdagangan secara online yaitu lewat perangkat

Lebih terperinci

Bisma, Vol 1, No. 9, Januari 2017 FAKTOR-FAKTOR STRES KERJA PADA CV SUMBER HIDUP PONTIANAK

Bisma, Vol 1, No. 9, Januari 2017 FAKTOR-FAKTOR STRES KERJA PADA CV SUMBER HIDUP PONTIANAK FAKTOR-FAKTOR STRES KERJA PADA CV SUMBER HIDUP PONTIANAK Hariyanti Email: hariyanti.ng@gmail.com Program Studi Manajemen STIE Widya Dharma Pontianak ABSTRAK Stres merupakan suatu keadaan dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjalankan tugas dan pekerjaanya. SDM merupakan modal dasar pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjalankan tugas dan pekerjaanya. SDM merupakan modal dasar pembangunan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia teknologi yang semakin maju di Indonesia membutuhkan SDM yang memiliki ketrampilan dan kemampuan yang baik dalam menjalankan tugas dan pekerjaanya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penyesuaian Sosial 2.1.1. Pengertian Penyesuaian Sosial Schneider (1964) mengemukakan tentang penyesuaian sosial bahwa, Sosial adjustment signifies the capacity to react affectively

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN STRES KERJA PADA GURU MI 02, MTS, DAN MA MAZRA ATUL ULUM PACIRAN LAMONGAN

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN STRES KERJA PADA GURU MI 02, MTS, DAN MA MAZRA ATUL ULUM PACIRAN LAMONGAN HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN STRES KERJA PADA GURU MI 02, MTS, DAN MA MAZRA ATUL ULUM PACIRAN LAMONGAN Lautry Luthfiya Sari Labib_11410109 Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan dapat dialami oleh para siswa, terutama jika dalam suatu sekolah terjadi proses belajar mengajar yang kurang menyenangkan. Salah satu bentuk kecemasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada setiap fase kehidupan manusia pasti mengalami stres pada tiap fase menurut perkembangannya. Stres yang terjadi pada mahasiswa/i masuk dalam kategori stres

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kecemasan Menghadapi Ujian Nasional 2.1.1 Pengertian Kecemasan Menghadapi Ujian Kecemasan adalah perasaan campuran berisikan ketakutan dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Konflik. tindakan pihak lain. Apabila dua orang individu masing-masing berpegang pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Manajemen Konflik 1. Pengertian Manajemen Konflik Menurut Johnson ( Supraktiknya, 1995) konflik merupakan situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat,

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Emosional 2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional Secara umum kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan dan memahami secara lebih efektif terhadap daya kepekaan

Lebih terperinci

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR Laelasari 1 1. Dosen FKIP Unswagati Cirebon Abstrak Pendidikan merupakan kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbulnya tuntutan efisiensi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbulnya tuntutan efisiensi dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Menambah pengetahuan dengan menghubungkan teori yang didapat dalam perkuliahan dengan kenyataan serta dapat memperdalam pengetahuan penulis dalam bidang manajemen sumber daya manusia. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Subjective well-being Subjective well-being merupakan bagian dari happiness dan Subjective well-being ini juga sering digunakan bergantian (Diener & Bisswass, 2008).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. judul Pengaruh Stres Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Hotel Trio

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. judul Pengaruh Stres Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Hotel Trio 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian ini pernah dilakukan oleh Sindy Pramitasary (2011) dengan judul Pengaruh Stres Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Hotel Trio Indah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karyawan perusahaan sebagai makhluk hidup merupakan sumber daya dinamis yang mempunyai pemikiran, perasaan dan tingkah laku yang beraneka ragam. Jika terjadi pengelolaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian Manajemen Dalam kehidupan sehari-hari, istilah manajemen merupakan istilah yang tidak asing lagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perubahan lingkungan yang cepat, yang ditandai dengan kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perubahan lingkungan yang cepat, yang ditandai dengan kemajuan 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan lingkungan yang cepat, yang ditandai dengan kemajuan informasi, perubahaan selera pasar, perubahan demografi, fluktuasi ekonomi dan kondisi dinamis lain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Menurut pendapat yang dikemukakan oleh Stepen P. Robbins (2003 : 793), bahwa stress kerja adalah kondisi dinamik yang didalamnya individu

Lebih terperinci

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Kecemasan Remaja yang Menjalani Perawatan (Hospitalisasi) Remaja 1. Kecemasan Kecemasan merupakan suatu sinyal yang menyadarkan dan mengingatkan adanya bahaya yang mengancam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kecerdasan dan Emosi Berdasarkan pengertian tradisional, kecerdasan meliputi: kemampuan membaca, menulis, dan berhitung yang merupakan keterampilan

Lebih terperinci

15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional

15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional 15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional Saat ini kecerdasan emosional tidak bisa dipandang sebelah mata. Sejak munculnya karya Daniel Goleman, Emotional Intelligence: Why

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini membahas masalah yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu pengaruh kecerdasan emosional terhadap kepuasan kerja. Hal ini termasuk latar belakang penelitian, rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa, pada dasarnya sebagai generasi penerus. Mereka diharapkan sebagai subyek atau pelaku didalam pergerakan pembaharuan. Sebagai bagian dari masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Inteligensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar. Hakikat inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sama yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang dengan sekelompok

BAB I PENDAHULUAN. sama yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang dengan sekelompok 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi adalah satu sistem, yang terdiri dari pola aktivitas kerja sama yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang dengan sekelompok orang untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Olahraga merupakan aktifitas fisik yang sering kali dilakukan dengan tujuan menunjang kesehatan. Ada pula yang dilakukan dengan tujuan kesenangan atau rekreasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengaruh terhadap kemajuan perusahaan adalah karyawan yang berkualitas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi seperti sekarang ini satu hal yang dijadikan tolak ukur keberhasilan perusahaan adalah kualitas manusia dalam bekerja, hal ini didukung oleh

Lebih terperinci

Keterkaitan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja SDM

Keterkaitan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja SDM KeterkaitanKecerdasanEmosionaldenganKinerjaSDM Oleh: Dra. Maria F.Lies Ambarwati, M.M. Peran sumber daya manusia dalam sebuah organisasi sejak dulu hingga saat ini tidak pernah surut sedikitpun. Teknologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. karyawan memihak pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya,

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Pengertian Komitmen Organisasi. karyawan memihak pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya, 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Komitmen organisasi merupakan suatu keadaan seorang karyawan memihak pada suatu organisasi dan tujuan-tujuannya, serta berniat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 pasal 2 ayat 1 menetapkan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Hal tersebut mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Bullying. ketidaknyamanan fisik maupun psikologis terhadap orang lain. Olweus BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Bullying 1. Pengertian perilaku bullying Randall (2002) berpendapat bahwa Bullying dapat didefinisikan sebagai tindakan atau perilaku agresif yang disengaja untuk menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup senantiasa barada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berakhir ketika individu memasuki masa dewasa awal, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman yang semakin maju menuntut masyarakat untuk semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah satu tujuan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kegiatan perusahaan, karena peran karyawan sebagai subyek

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan kegiatan perusahaan, karena peran karyawan sebagai subyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karyawan merupakan aset penting dan mempunyai peran utama dalam menjalankan kegiatan perusahaan, karena peran karyawan sebagai subyek pelaksanaan operasional (Mulyadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai sektor kehidupan semakin pesat, sebagai dampak dari faktor kemajuan di bidang teknologi

Lebih terperinci

*( Abdul Ghofur Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan

*( Abdul Ghofur Fakultas Ekonomi Universitas Islam Lamongan J u r n a l E K B I S / V o l. X / N o. 1 / e d i s i M a r e t 2 0 1 4 512 TINGKAT PEMAHAMAN AKUNTANSI (STUDI EMPIRIS MAHASISWA AKUNTANSI PADA UNIVERSITAS SWASTA DI LAMONGAN) *( Abdul Ghofur Fakultas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1.1 Pengertian Pengambilan Keputusan. Kegiatan ini memegang peranan penting terutama bila manajer

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 1.1 Pengertian Pengambilan Keputusan. Kegiatan ini memegang peranan penting terutama bila manajer BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengambilan Keputusan 1.1 Pengertian Pengambilan Keputusan Pengambilan keputusan adalah bagian kunci kegiatan manajer. Kegiatan ini memegang peranan penting terutama bila manajer

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun terakhir terjadi perubahan yang semakin pesat dalam berbagai sektor kehidupan. Perubahan tersebut terjadi sebagai dampak dari kemajuan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres pada dasarnya menyerang setiap individual (Noi & Smith, 1994). Noi dan

BAB I PENDAHULUAN. Stres pada dasarnya menyerang setiap individual (Noi & Smith, 1994). Noi dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stres pada dasarnya menyerang setiap individual (Noi & Smith, 1994). Noi dan Smith (1994) mengungkapkan bahwa stres akan terus dialami individual selama masih hidup,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, seseorang tidak pernah lepas dari kehidupan emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam kehidupannya selalu mengadakan aktivitas-aktivitas, salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam kehidupannya selalu mengadakan aktivitas-aktivitas, salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya selalu mengadakan aktivitas-aktivitas, salah satu diantaranya diwujudkan dalam aktifitas kerja, oleh karena itu manusia akan selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia dalam kehidupannya bisa menghadapi masalah berupa tantangan, tuntutan dan tekanan dari lingkungan sekitar. Setiap tahap perkembangan dalam rentang kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres pada Wanita Karir (Guru) 1. Pengertian Istilah stres dalam psikologi menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Operasi adalah tindakan pengobatan yang banyak menimbulkan kecemasan, sampai saat ini sebagian besar orang menganggap bahwa semua pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Semangat Kerja 1. Definisi Semangat Kerja Davis & Newstrom (2000) menyebutkan bahwa semangat kerja adalah kesediaan perasaan maupun perilaku yang memungkinkan seseorang bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama yang tidak dapat digantikan oleh unsur apapun.

BAB I PENDAHULUAN. utama yang tidak dapat digantikan oleh unsur apapun. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam suatu perusahaan unsur manusia merupakan perangkat yang paling menentukan dalam mencapai tujuan kegiatannya, terutama berkaitan erat dengan kebijaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperhatikan, seperti waktu latihan, waktu makan, dan waktu istirahat pun diatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperhatikan, seperti waktu latihan, waktu makan, dan waktu istirahat pun diatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjadi seorang atlet diperlukan kerja keras dari awal sampai akhir, seperti persiapan saat latihan yang keras, mempersiapkan kondisi fisik dan tubuh mereka,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah metode yang digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, pengumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bergerak dalam bidang asuransi. Selama tahun 2007, total pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. bergerak dalam bidang asuransi. Selama tahun 2007, total pendapatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi, pertumbuhan ekonomi khususnya di Indonesia mengalami kemajuan yang cukup pesat. Salah satu perusahaan jasa yang sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami perubahan-perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah lembaga pendidikan yang ada di Indonesia baik negeri maupun

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya jumlah lembaga pendidikan yang ada di Indonesia baik negeri maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Persaingan dalam dunia pendidikan saat ini semakin kompetitif, tidak terkecuali persaingan dalam peningkatan kualitas di Indonesia. Hal itu ditunjukkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahkan melakukan yang terbaik untuk perusahaan. Untuk beberapa pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. bahkan melakukan yang terbaik untuk perusahaan. Untuk beberapa pekerjaan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Di dalam dunia kerja, seseorang dituntut untuk mampu dalam beradaptasi, baik untuk bekerja secara individu maupun tim, menambah nilai perusahaan, dan bahkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi barang atau jasa, serta mempunyai tujuan tertentu yang ingin

BAB I PENDAHULUAN. memproduksi barang atau jasa, serta mempunyai tujuan tertentu yang ingin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan salah satu bentuk organisasi yang didirikan untuk memproduksi barang atau jasa, serta mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Tiap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Yang et al (2000) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga (work family 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konflik Pekerjaan Keluarga (Work-Family Conflict) Perubahan demografi tenaga kerja terhadap peningkatan jumlah wanita bekerja dan pasangan yang keduanya bekerja, telah mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau mengembangkan perilaku yang diinginkan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres Kerja Perawat 1. Pengertian Stres kerja adalah konsekuensi setiap tindakan dan situasi lingkungan yang menimbulkan tuntutan psikologis dan fisik yang berlebihan pada seseorang.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pekerjaan merupakan bagian yang memegang peranan penting bagi kehidupan manusia yang dapat memberikan kepuasan dan tantangan, sebaliknya dapat pula merupakan gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari hari, manusia selalu mengadakan bermacammacam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari hari, manusia selalu mengadakan bermacammacam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari hari, manusia selalu mengadakan bermacammacam aktivitas. Salah satu aktivitas itu diwujudkan dalam gerakan yang dinamakan keija (As'ad, 1991:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial. Pada dasarnya manusia memiliki dorongan untuk berinteraksi satu sama lain dan tidak dapat melepaskan diri dari pengaruh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mohammad Zepi Prakesa, 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mohammad Zepi Prakesa, 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak zaman dahulu, olahraga telah dikenal sebagai aktivitas yang mempunyai berbagai manfaat baik bagi pelaku olahraga maupun orang lain yang menonton. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Beban Kerja 1.1 Defenisi Beban kerja Beban kerja adalah kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan. Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan saat ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan saat ini adalah penanganan terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia. Jumlah sumber daya manusia yang

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II URAIAN TEORITIS BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Rangkuti ( 2009 ) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Iklim Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan pada PT. PLN ( Persero ) wilayah Sumatera cabang Medan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Selain tekanan yang berasal dari lingkungan kerja, lingkungan keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. Selain tekanan yang berasal dari lingkungan kerja, lingkungan keluarga dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan dan tuntutan profesionalitas yang semakin tinggi menimbulkan banyaknya tekanan-tekanan yang harus dihadapi individu dalam lingkungan kerja. Selain tekanan

Lebih terperinci

PENGARUH STRESSOR LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN MELALUI JOB STRESS. ( Studi Pada PT. Sindopex Perotama Sidoarjo ) Ari Suharto

PENGARUH STRESSOR LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN MELALUI JOB STRESS. ( Studi Pada PT. Sindopex Perotama Sidoarjo ) Ari Suharto PENGARUH STRESSOR LINGKUNGAN KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN MELALUI JOB STRESS ( Studi Pada PT. Sindopex Perotama Sidoarjo ) Ari Suharto Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Brawijaya Email : asuharto37@gmail.com

Lebih terperinci

Bab II. Tinjauan Pustaka. karyawan yang dapat mempengaruhi prestasi kerja karyawan perawat Rumah Sakit Saiful Anwar

Bab II. Tinjauan Pustaka. karyawan yang dapat mempengaruhi prestasi kerja karyawan perawat Rumah Sakit Saiful Anwar Bab II Tinjauan Pustaka A. Landasan Penelitian Terdahulu Puspitasari (2005) meneliti pengaruh stres kerja terhadap prestasi kerja perawat Rumah Sakit Saiful Anwar Malang. Tujuan dari penelitian ini untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Self-efficacy Self-efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu. Konsep Self efficacy pertama kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa cemas karena tidak tahu kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan merupakan suatu emosi yang paling sering di alami oleh manusia. Kadang-kadang kecemasan sering disebut sebagai bentuk ketakutan dan perasaan gugup yang dialami

Lebih terperinci

kelas, yang bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi

kelas, yang bukan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan tetapi BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kecemasan Berbicara 1. Pengertian Kecemasan Berbicara Kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan kekhawatiran yang mengeluh bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi.

Lebih terperinci

STRESS DALAM PEKERJAAN. Armaidi Darmawan, dr, M.Epid Bagian Kedokteran Komunitas/Keluarga FKIK Unja

STRESS DALAM PEKERJAAN. Armaidi Darmawan, dr, M.Epid Bagian Kedokteran Komunitas/Keluarga FKIK Unja STRESS DALAM PEKERJAAN Armaidi Darmawan, dr, M.Epid Bagian Kedokteran Komunitas/Keluarga FKIK Unja Definisi STRESS?? Tekanan adalah kekuatan atau perangsang yang menekan individu yang menimbulkan tanggapan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Gaya Kepemimpinan 1.1 Definisi Gaya Kepemimpinan Jones (2007) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai cara seorang pemimpin yang dipersepsikan oleh karyawan dalam memberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep locus of control pertama kali dirumuskan oleh Rotter berdasarkan teori

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep locus of control pertama kali dirumuskan oleh Rotter berdasarkan teori 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Locus Of Control 1. Pengertian Locus of Control Konsep locus of control pertama kali dirumuskan oleh Rotter berdasarkan teori belajar sosial (Effi, 1993). Di dalam teori belajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas

BAB II KAJIAN TEORI. 2010:523) menyatakan bahwa self efficacy mempengaruhi pilihan aktivitas BAB II KAJIAN TEORI A. Self Efficacy 1. Pengertian Self Efficacy Sejarah self efficacy pertama kali diperkenalkan oleh Bandura dalam pembelajaran sosial, dimana self efficacy merupakan turunan dari teori

Lebih terperinci