BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Implementasi KPS melalui Model Pembelajaran

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Implementasi KPS melalui Model Pembelajaran"

Transkripsi

1 BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Implementasi KPS melalui Model Pembelajaran Keterlaksanaan Pembelajaran Berdasarkan hasil observasi KPS melalui pelaksanaan model pembelajaran di kelas VIII SMP Swasta Y kota Salatiga menunjukkan bahwa setiap aspek keterampilan proses sains sudah muncul pada masing-masing pertemuan. Aspek KPS yang muncul bervariasi, hal ini disebabkan karena aspek KPS dipengaruhi oleh sintaks model pembelajaran. Pada saat proses pembelajaran guru telah melakukan kegiatan pembelajaran yang dapat melatih KPS seperti kegiatan praktikum, kegiatan mantel ahli, dan kegiatan role playing. Tabel 3.1 Aspek KPS yang Muncul pada Proses Pembelajaran No Aspek KPS Pertemuan Keterampilan Mengamati - 2 Keterampilan Mengelompokan/ klasifikasi - 3 Keterampilan Menafsirkan (Interpretasi) 4 Keterampilan Memprediksi Keterampilan Komunikasi Keterampilan Mengajukan Pertanyaan - 7 Keterampilan Merumuskan Hipotesis Keterampilan Merencanakan Percobaan Keterampilan Menerapkan Konsep - - Model Pembelajaran Praktik um Mantel Ahli Man tel Ahli Diskusi Role playing Role playing dan ceramah 18

2 Aspek keterampilan mengamati pada proses pembelajaran materi pokok sistem pencernaan. Siswa diminta untuk mengamati perubahan warna yang terjadi pada makanan ketika ditetesi reagen iodine/lugol dan biuret, serta membedakan makanan yang mengandung karbohidrat dan protein. Pada aspek keterampilan klasifikasi muncul ketika siswa diminta guru untuk mencatat hasil pengamatan yang sudah dilakukan, pada materi organ-organ sistem pencernaan guru menjelaskan organ-organ manusia, kemudian siswa dibimbing oleh guru untuk mengelompokkan organ-organ sistem pencernaan manusia dengan menggunakan strategi mantel ahli. Siswa diminta guru untuk merangkai alat-alat yang sudah disediakan guru menjadi serangkaian organ sistem pencernaan, serta siswa dibimbing untuk bermain menggunakan metode role playing tentang organ-organ sistem pencernaan. Pada aspek komunikasi siswa diminta guru untuk mempersentasikan hasil praktikum nutrisi pada makanan didepan, mempersentasikan hasil rangkaian organ-organ sistem pencernaan, dan melakukan kegiatan bermain peran atau role playing tentang organ-organ manusia. Keterampilan mengajukan pertanyaan ditunjukkan melalui kegiatan aktivitas guru bertanya tentang materi yang disampiakan, salah satu contoh pertanyaan yang ditanyakan kepada siswa antara lain 1). Kenapa siswa memilihi makanan hanya karena rasanya bukan karena nutrisi. 2). bagaimana proses makanan dicerna didalam tubuh. Pada aspek keterampilan merumuskan hipotesis, siswa dibimbing guru untuk membuat hipotesis sebelum melakukan kegiatan praktikum nutrisi pada makanan di LKS yang sudah tersedia. Aspek keterampilan merencanakan percobaan, siswa dibimbing oleh guru untuk mengambil alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum nutrisi pada makanan. Pada aspek keterampilan menerapkan konsep, siswa dibimbing guru untuk menjelaskan hal yang baru didapat dan diketahui dari proses kegiatan praktikum, siswa menjelaskan organ-organ sistem pencernaan pada manusia dengan bimbingan guru melalui kegiatan menggunakan mantel ahli dan bermain peran atau role playing Wawancara Terhadap Guru Berdasarkan wawancara dengan guru IPA Biologi di SMP Swasta Y kota Salatiga guru telah menggunakan metode dan model pembelajaran yang tidak bersifat teacher centered. Pada materi pokok 19

3 sistem pencernaan, guru menerapkan model pembelajaran discovery learning. Metode yang digunakan guru adalah diskusi, ceramah, tanya jawab, dan praktikum. Respon siswa dalam penggunaan model dan metode pembelajaran yang digunakan dapat terlaksana karena siswa kelas VIII sangat aktif ketika praktikum. Saat berlangsungnya kegiatan praktikum siswa antusias dalam melakukan uji makanan yang mengandung karbohidrat dan protein, juga dapat membedakan warna makanan yang diuji. Pada pertemuan ke 5 guru mengadakan role playing tentang organ sistem pencernaan dimana siswa sangat menyiapkan peralatan yang akan digunakan pada saat role paying. Siswa didorong untuk menghafalkan materi pada saat kegiatan role playing. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru dapat melatih keterampilan proses sains siwa sehinggah pembelajaran biologi berjalan efektif. Keterampilan yang muncul pada saat praktikum meliputi keterampilan mengamati, klasifikasi/mengelompokkan, membuat hipotesis, menerapkan konsep, mengajukan pertanyaan dan merencanakan percobaan. Keterampilan siswa dalam kegiatan praktikum sudah memperlihatkan peningkatan pada setiap pertemuannya. namun guru harus tetap mendamping siswa melalui pemberian instruksi mengenai langkah kerja di LKS. 3.2 Profil Keterampilan Proses Sains Siswa Berdasarkan data hasil penelitian KPSdi SMP Y (Swasta) kota Salatiga, KPS siswa yang diukur meliputi aspek keterampilan mengamati, keterampilan klasifikasi/menggolongkan keterampilan mengajukan pertanyaan, keterampilan merumuskan hipotesis, keterampilan merencanakan percobaan, keterampilan menerapkan konsep. Hasil penelitian diperoleh melalui lembar observasi selama proses pembelajaran yang dilakukan oleh 2 observer selama 5 kali pertemuan, wawancara dan angket dilakukan setelah pertemuan terakhir untuk mengetahui respon siswa. 20

4 G Gambar 2. Kriteria Keterampilan Proses Sains siswa berdasarkan Lembar Observasi. Gambar 3. Rata-rata Indikator Keterampilan Proses Sains berdasarkan Lembar Observasi Keterampilan proses sains adalah keterampilan yang berorientasi pada proses belajar mengajar IPA. Keterampilan proses sains bertujuan untuk siswa lebih aktif dalam memahami, menguasai rangkaian yang telah dilakukan. Keterampilan proses melibatkan keterampilan kognitif atau intelektual (Rustaman, 2006). Penting bagi 21

5 guru untuk mengetahui keterampilan proses sains pada siswa agar guru dapat mengembangkan atau meningkatkan proses pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi KPS di salah satu SMP di salatiga, tidak ada siswa yang memperoleh kategori sangat baik, sedangkan 11 siswa (50%) memperoleh kategori baik, 9 siswa (43%) memperoleh ketegori cukup, 1 siswa (4,8%) memperoleh kategori tidak baik. Berdasarkan hasil tersebut profil KPS yang diukur sudah cukup baik pada saat proses pembelajaran. Dalam penelitian Supahar (2010) pentingnya KPS dalam pembelajaran IPA Biologi agar dapat siswa terlibat aktif dalam kegiatan percobaan laboratorium maupun di luar laboratorium dalam wadah pembelajaran outdoor activities. Sedangkan dalam penelitian Solihati dkk (2017) pentingnya KPS dalam pembelajaran IPA Biologi agar dapat memaknai pembelajaran IPA dengan lebih optimal, sehingga pengetahuan yang didapat tidak bersifat sementara. Manfaat KPS dalam pembelajaran dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan dan memberi bekal siswa untuk membentuk konsep sendiri dengan cara bagaimana memperlajari sesuatu (Hanafiah, 2015). Dalam prosesnya, guru dapat mengembangkan KPS melalui kegiatan laboratorium sehingga dapat memberikan interaksi secara langsung dan nyata pada siswa dengan menggunakan panca indera. Selain itu,kegiatan eksperimen dalam laboratorium dapat memberikan pengalaman secara langsung pada diri siswa dalam bentuk keterampilan mengamati, memprediksi, mengklasifikasikan, dan mengukur (Nugroho, dkk, 2013). Hasil observasi KPS yang ditinjau berdasarkan indikator dilakukan dengan menganalisis aspek keterampilan proses sains siswa yang muncul pada saat kegiatan pembelajaran dengan materi pokok sistem pencernaan dan kegiatan praktikum adalah nutrisi pada makanan. Hasil diperoleh melalui observasi yang dilakukan dua observer pada saat kegiatan proses pembelajaran sedang berlangsung. Pada gambar 3. Keterampilan mengkomunikasikan memperoleh kategori sangat baik. Berdasarkan hasil angketmenunjukkan hal sama dengan lembar observasi memperoleh nilai kategori baik (pada lampiran 2). Hasil observasi perindikator KPS menunjukkan bahwa siswa sudah memiliki KPS dengan kriteria penguasaan terbaik pada aspek mengkomunikasikan dan merencanakan percobaan. 22

6 Kemampuan siswa dalam mengamati pada kegiatan praktikum nutrisi pada makanan dengan mengkomunikasikan hasil kegiatan praktikum atau menyusun laporan hasil praktikum. Dalam melaporkan kegiatan praktikum diperlukan sebuah keterampilan yang dikenal keterampilan berkomunikasi. Berkomunikasi diartikan sebagai proses menyampaikan suatu informasi kepada orang lain baik dalam bentuk suara, visual, atau suara visual (Dimyati & Mudjiono, 2006). Kemampuan siswa dalam mengkomunikasi gagasan secara lisan lebih tinggi dibandingkan siswa mengemukakan gagasan dalam bentuk tulisan. Hal ini diperkuat adanya data wawancara yang menyatakan bahwa mereka dengan mengkomunikasikan dan berkelompok dapat mempermudah siswa dalam pembagian tugas mengerjakan kegiatan praktikum dan dengan berkelompok dapat mempermudah memperoleh data serta penjelasan guru sudah cukup jelas. Solihati, ddk (2015) menyatakan bahwa individu yang berbicara paling banyak dalam suatu diskusi kelompok kecil akan merasa puas dan individu yang berpartisipasi paling sedikit merasa paling tidak puas. Bahwa secara umum berbicara lebih menyenangkan dari pada mendengarkan orang lain berbicara. Keterampilan merencanakan percobaan memperoleh kategori sangat baik. Hal ini menunjukkan keterampilan merencanakan percobaan dapat dilakukan siswa dengan sangat baik. Siswa mampu mengambil alat dan bahan yang akan digunakan dalam praktikum karena siswa mengetahui fungsi dari bahan dan alat yang digunakan melalui penjelasan guru. Hal ini diperkuat adanya data wawancara yang menyatakan bahwa siswa tidak mengalami kesulitan karena sudah mendapatakan penjelasan dari guru dan sudah terdapat di LKS langkah kerja praktikum. Sedangkan dalam merencanakan alat dan bahan siswa tidak mengalami kesulitan karena alat dan bahan sudah disediakan oleh guru dan sudah ada pembagian tugas dalam kelompok. Keterampilan merencanakan percobaan dilakukan dengan membuat perencanaan sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan (Yuliati, 2016). Pada keterampilan merencanakan percobaan ini dapat menggunakan model pembelajaran yang berbasis masalah untuk mendorong siswa untuk menemukan sendiri jawaban atas permasalahan yang diberikan serta menuntut siswa lebi aktif dalam proses pembelajaran. Menurut Samatowa (2006) menyatakan bahwa 23

7 pembelajaran melalui discovery learning (penemuan) dapat meningkatkan motovasi belajar IPA siswa. Keterampilan mengamati memperoleh kategori baik. Berdasarkan hasil angket menunjukkan hal sama dengan lembar observasi memperoleh kategori sangat baik (pada lampiran 2). Keterampilan mengamati ditunjukkan dari tabel pengamatan yang harus di isi oleh siswa pada LKS. Berdasarkan jawaban tabel pengamatan dari LKS, pada umumnya siswa dalam semua kelompok dapat mengamati perubahan warna pada makanan yang mengandung karbohidrat dan protein ketika ditetesi reagen biuret serta lugol/iodine. Keterampilan mengamati warna masing-masing sampel ditunjukkan dari kegiatan siswa pada saat melakukan praktikum, yaitu pada saat siswa melakukan pengamatan dan menuliskan perubahan warna sampel dengan benar. Berdasarkan penelitian Kurniawati (2015) mengungkapkan bahwa keterampilan mengamati merupakan kegiatan memilih fakta yang relevan dengan tugas tertentu dari hal-hal yang diamati, atau memilih fakta untuk menafsirkan peristiwa tertentu melalui tanggapan terhadap berbagai objek dan peristiwa alam dengan menggunakan panca indra. Hal ini diperkuat adanya data wawancara yang menyatakan bahwametode yang diterapkan oleh guru, siswa tidak mengalami kesulitan dalam mengamati hasil percobaan karena dalam kegiatan percobaan nutrisi pada makanan dilakukan dengan berkelompok sehingga memudahkan siswa dalam praktikum. Gambar 4. Hasil Pengamatan Siswa pada Praktikum Uji Makanan Pada keterampilan klasifikasi, keterampilan menafsirkan, keterampilan prediksi, keterampilan mengajukan pertanyaan, keterampilan merumuskan hipotesis, dan keterampilan menerapkan konsep dengan kategori cukup. Keterampilan klasifikasi memperoleh 24

8 nilai dengan kategori cukup. Berdasarkan hasil angket menunjukkan hal sama dengan lembar observasi memperoleh nilai kategori cukup (pada lampiran 2). Keterampilan klasifikasi dalam mencatat setiap hasil pengamatan yang dilakukan siswa pada saat kegiatan praktikum, yaitu pada saat siswa memperoleh data dan menuliskan hasil praktikum di LKS yang sudah diberikan guru. Keterampilan klasifikasi dalam membandingkan data pengamatan yaitu pada saat siswa memperoleh data dan membandingkan dengan kelompok lain, siswa tidak melakukannya dan hanya memdandingkan dengan teman satu kelompok. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan klasfikasi dapat dilakukan dengan cukup baik. Hal ini diperkuat adanya data wawancara yang menyatakan bahwa dalam kegiatan pembelajaran mengisi tabel atau data pengamatan siswa tidak mengalami kesulitan karena karena sudah mengerti dan memahami dalam mengisi tabel hasil praktikum, namun pada saat membandingkan data pengamatan siswa mengalami kesulitan karena materi terlalu banyak. Rustaman (2005) menjelaskan keterampilan klasifikasi merupakan aktivitas dalam penggolongan makhluk hidup dilakukan setelah siswa mengenali ciricirinya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2013) menyatakan keterampilan klasifikasi merupakan keterampilan siswa untuk memilah berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat khususnya, sehingga didapatkan golongan/kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud. Keterampilan mengklasifikasi dapat diketahui berdasarkan kemampuan siswa untuk menggolongkan dan mengamati persamaan, perbedaan dan hubungan serta pengelompokkan objek berdasarkan kesesuaian dengan berbagai tujuan. Dengan demikian dalam proses pengelompokan tercakup beberapa kegiatan seperti mencari perbedaan, mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan, dan mencari dasar penggolongan. Berdasarkan observasi secara keseluruhan dalam aspek keterampilan klasifikasi siswa mampu menguasai dengan kategori cukup baik, namun masih ada kekurangan dalam hal membedakan warna sampel makanan yang sudah ditetesi dengan reagen iodine/lugol dan biuret, sehingga dalam proses pembelajaran guru perlu memberikan pemahaman mendalam tentang materi praktikum. 25

9 Keterampilan menafsirkan memperoleh kategori cukup. Berdasarkan observasi melalui lembar observasi dan jawaban siswa pada LKS, beberapa siswa dapat menyimpulkan dengan cukup baik walapun sebagian siswa masih banyak yang belum menyimpulkan hasil pengamatan. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan menafsirkan tidaklah mudah. Dari hasil wawancara dengan siswa didapatkan siswa mengalami kesulitan dalam menyimpulkan hasilkarena dalam menyusun kata-kata terkadang siswa kesusahan dan guru jarang dalam pembelajaran membuat kegiatan menyimpulkan atau meringkas. Rustaman (2005) menjelaskan keterampilan menafsirkan merupakan keterampilan dalam mencatat setiap hasil pengamatan, menghubungkan hasil pengamatan dan menemukan pola atau keteraturan dari satu seri pengamatan. Hasil penelitian Wulandari, dkk (2017) menunjukkan hal serupa bahwa tidak mudah dalam menerapkan keterampilan menafsirkan dalam pembelajaran. Siswa harus mencatat setiap hasil pengamatan dengan lengkap dan sistematis. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan pendapat dalam menganalisis dan menghubungkan hasil pengamatan dengan konsep yang telah dipelajari. Keterampilan menafsirkan dapat ditingkatkan dengan siswa diminta untuk mencatat hasil pengamatan dan meghubungkan hasil pengamatan dengan teori. Pada kegiatan praktikum uji makanan, siswa diminta untuk menyimpulkan jenis makanan dan berdasarkan kandungannya. Gambar 5. Kesimpulan Siswa pada Praktikum Uji Makanan Keterampilan prediksi memperoleh nilai dengan kategori cukup. Hal ini menunjukkan bahwa keterampilan memprediksi dapat dilakukan dengan cukup baik. Rustaman (2005) menjelaskan 26

10 keterempilan memprediksi merupakan aktivitas yang mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan kecenderungan atau pola yang sudah ada.keterampilan prediksi ditunjukkan dengan kemampuan siswa untuk memperkirakan sesuatu akan terjadi berdasarkan suatu kecenderungan atau pola yang sudah ada untuk menjawab pertanyaan (Solihati, dkk, 2015). Nugroho (2013) menyatakan keterampilan memprediksi merupakan keterampilan dalam membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep dan prinsip dalam ilmu pengetahuan. Dalam proses pembelajaran guru jarang dalam meminta siswa untuk memprediksi. Hal ini diperkuat dari data wawancara kepada siswa yang menyatakan pada saat memprediksi hasil percobaan siswa mengalami kesulitan karena masih berorientasi pada hasil tindakan. Keterampilan mengajukan pertanyaan memperoleh nilai dengan kategori cukup. Rustaman (2005) menjelaskan keterampilan mengajukan pertanyaan merupakan keterampilan meminta penjelasan, tentang apa, mengapa, bagaimana, atau menanyakan latar belakang hipotesis. Keterampilan mengajukan pertanyaan mengenai materi yang berkaitan dengan praktikum ditunjukan oleh beberapa siswa yang bertanya pada saat pembelajaran, pada saat guru menyampaikan materi tentang praktikum yang akan akan dilaksanakan. Salah satu contoh pertanyaan siswa yang muncul pada saat kegiatan praktikumdan pada saat proses kegiatan pembelajaran antara lain 1). Apa kegunaan reagen biuret, 2). Apa persamaan galaktosa dan glukosa, 3). Apa yang dimaksud penyakit tentang beriberi. Dalam aspek keterampilan mengajukan pertanyaan siswa cukup aktif bertanya jika ada materi yang mereka kurang dimengerti baik ketika siswa berdiskusi maupun secara individu kepada guru. Hal ini diperkuat dengan data wawancara siswa menyatakan bahwa siswa tidak mengalami kesulitan dalam mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan materi karena tidak malu untuk bertannya tentang materi yang susah dipahami, mudah dan mengerti tentang materi yang dijelaskan guru, sedangkan mengajukan pertanyaan yang bersifat produktif siswa mengalami kesulitan karena materi yang disampaikan sudah cukup jelas dan sudah paham. 27

11 Keterampilan merumuskan hipotesis memperoleh kategori cukup. Berdasarkan hasil angket menunjukkan hal sama dengan lembar observasi memperoleh kategori cukup (pada lampiran 2). Hal ini menunjukan dalam menyusun hipotesis tidaklah mudah, karena dalam membuat hipotesis siswa membutuhkan pengetahuan dasar tentang hal yang akan dikaji, oleh sebab itu siswa harus memahami konsep dasar materi terlebih dahulu dengan cara membaca materi. Keterampilan merumuskan hipotesis melalui kegiatan praktikum dapat ditunjukkan denagn merancang pertanyaan yang ada di LKS. Hal ini didukung dengan data wawancara siswa menyatakan bahwa siswa mengalami kesulitan karena dalam membuat hipotesis susah. Hal ini dikarenakan siswa belum terbiasa dalam membuat hipotesis dan ada siswa yang belum membaca materi yang akan disampaikan guru. Rustaman (2005) menjelaskan keterampilan merumuskan hipotesis merupakan keterampilan yang menyatakan hubungan antara dua variabel, atau mengajukan perkiraan penyebab sesuatu terjadi. Dalam menerapkan keterampilan merumuskan hipotesis kepada diri siswa tidaklah mudah, yang terpenting guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasan pada diri siswa. Dalam merumuskan Hipotesis memperoleh kategori cukup siswa belum terbiasa dalam membuat hipotesis, sehingga guru dapat meningkatkan dengan membiasakan siswa untuk membuat hipotesis sebelum melakukan kegiatan praktikum. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran sains melatihkan bagaimana dalam mengemukakan hipotesis dengan baik. Gambar 6. Merumuskan Hipotesis Siswa pada Kegiatan Praktikum Keterampilan menerapkan konsep memperoleh nilai dengan kategori cukup. Rustaman (2005) menjelaskan keterampilan menerapkan konsep adalah menjelaskan suatu peristiwa dengan menggunakan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru. Hal ini 28

12 diperkuat dari data wawancara siswa yang menyatakan pada saat menjelaskan hasil praktikum dalam menjelaskan peristiwa yang baru diketahui siswa tidak mengalami kesulitan karena sudah terdapat di LKS yang dibagikan guru materinya paham dan telah dijelaskan guru pada saat pemeblajaran dikelas. Pada saat proses pembelajaran siswa diajak untuk menemukan sebuah konsep, sehingga keterampilan menerapkan konsep memperoleh kategori cukup baik. Guru dapat meningkatkan keterampilan menerapkan konsep agar mencapai kategori baik dengan menekankan konsep yang telah dipelajari dan mengaplikasikan konsep kedalam kehidupan sehari-hari. 3.3 Hasil Wawancara Siswa Wawancara terhadap siswa dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui respon siswa terhadap pelaksanaan model pembelajaran yang digunakan guru terhadap keterampilan proses sains siswa. Hasil wawancara terhadap 21 siswa sebagai berikut. Berdasarkan hasil wawancara sebanyak 80% siswa dapat memahami materi dengan metode yang diterapkan guru karena sudah terbiasa dengan metode yang diterapkan oleh guru, cara mengajar guru bervariasi dan menarik, sehingga lebih paham dalam pembelajaran. Sedangkan sebanyak 67% siswa pada saat mengamati hasil percobaan siswa tidak mengalami kesulitan karena dalam kegiatan percobaan nutrisi pada makanan dilakukan dengan berkelompok sehingga memudahkan siswa dalam praktikum. Pada saat kegiatan pembelajaran dalam mengisi tabel atau data pengamatan siswa sebanyak 57% siswa yang tidak mengalami kesulitan karena siswa sudah mengerti dan memahami dalam mengisi tabel hasil praktikum. sedangkan pada saat membandingkan data hasil pengamatan sebanyak 52% siswa yang mengalami kesulitan karena materi terlalu banyak. Pada saat selesai kegiatan praktikum dalam menyimpulkan hasil kegiatan siswa yang mengalami kesulitan sebanyak 67% karena sulit dalam menyusun kata-kata dan guru jarang melakukan kegiatan menyimpulkan pada saat pembelajaran. Sedangkan pada saat mengolah data siswa sebanyak 57% siswa tidak mengalami kesulitan karena penjelasan sudah cukup jelas dan sudah berdiskusi dengan teman sekelompok. 29

13 Pada saat memprediksi hasil percobaan sebanyak 67% siswa mengalami kesulitan karena tidak bisa menentukan apa yang akan terjadi. Sedangkan dalam memprediksi data sebanyak 57% siswa yang mengalami kesulitan karena belum bisa memprediksi sebelum melakukan kegiatan pengamatan. Pada saat menjelaskan hasil praktikum dalam menjelaskan peristiwa yang baru diketahui siswa sebanyak 52% tidak mengalami kesulitan karena sudah terdapat di LKS yang dibagikan guru didalamnya terdapat materi yang mudah dipahami. Sedangkan dalam melakukan percobaan agar sesuai dengan konsep yang telah dipelajari sebanyak 67% siswa tidak mengalami kesulitan karena penjelasan materi pada materi sistem pencernaan ini mudah dipahami. Pada saat menyusun laporan hasil praktikum siswa tidak mengalami kesulitan sebanyak 67% karena telah melakukan kegiatan praktikum dan paham akan penjelasan guru. Sedangkan pada saat berdiskusi dengan kelompok sebanyak 48% siswa tidak mengalami kesulitan, karena dalam kelompok semua anggota kelompok melakukan kegiatan praktikum dan jawaban yang diperoleh sama. Pada saat merencanakan alat dan bahan sebanyak 57% siswa tidak mengalami kesulitan karena alat dan bahan telah disediakan oleh guru dan ada pembagian tugas dalam kelompok. Sedangkan dalam menentukan langkah kerja siswa sebanyak 57% tidak mengalami kesulitan, karena telah mendapatakan penjelasan dari guru dan terdapat di LKS langkah kerja praktikum. Pada saat membuat penjelasan atau kesimpulan sementara sebanyak 62% siswa tidak mengalami kesulitan karena pernah membuat hipotesis. Sedangkan dalam merumuskan hipotesis berdasarkan teori sebanyak 62% siswa mengalami kesulitan karena jawabannya belum ada. Pada saat siswa mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan materi yang dijelaskan guru sebanyak 67% siswa tidak mengalami kesulitan karena tidak malu untuk bertanya tentang materi yang susah dipahami, sedangakan dalam mengajukan pertanyaan yang bersifat produktif sebanyak 57% siswa tidak mengalami kesulitan karena materi yang disampaikan guru cukup jelas dan telah memahami. 30

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pembelajaran media sangat diperlukan karena dapat membantu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pembelajaran media sangat diperlukan karena dapat membantu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) Selama proses pembelajaran media sangat diperlukan karena dapat membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Arsyad (2006:3), media pembelajaran

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Proses pembelajaran merupakan salah satu tahap yang sangat menentukan terhadap keberhasilan belajar siswa. Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) Media pembelajaran merupakan alat bantu yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran kehadiran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, melalui pendekatan inkuiri pada subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Definisi Operasional Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda maka beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap,

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembelajaran IPA khususnya fisika mencakup tiga aspek, yakni sikap, proses, dan produk. Sains (fisika) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

Lebih terperinci

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DENGAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 14 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu Kimia merupakan salah satu ilmu yang memiliki karakteristik yang sama

I. PENDAHULUAN. Ilmu Kimia merupakan salah satu ilmu yang memiliki karakteristik yang sama I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Kimia merupakan salah satu ilmu yang memiliki karakteristik yang sama dengan IPA. Ilmu Kimia adalah ilmu yang mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMAKASIH... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii v viii xii xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Rumusan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka memengaruhi peserta didik agar

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka memengaruhi peserta didik agar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka memengaruhi peserta didik agar mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, sehingga menimbulkan perubahan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA MENGGUNAKAN METODE INKUIRI TERBIMBING BERBASIS PORTOFOLIO SISWA SMA NEGERI 1 PURBOLINGGO.

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA MENGGUNAKAN METODE INKUIRI TERBIMBING BERBASIS PORTOFOLIO SISWA SMA NEGERI 1 PURBOLINGGO. PENGEMBANGAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA MENGGUNAKAN METODE INKUIRI TERBIMBING BERBASIS PORTOFOLIO SISWA SMA NEGERI 1 PURBOLINGGO Triana Asih Pendidikan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Metro

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rumpun ilmu IPA erat kaitannya dengan proses penemuan, seperti yang. dinyatakan oleh BSNP (2006: 1) bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

I. PENDAHULUAN. Rumpun ilmu IPA erat kaitannya dengan proses penemuan, seperti yang. dinyatakan oleh BSNP (2006: 1) bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumpun ilmu IPA erat kaitannya dengan proses penemuan, seperti yang dinyatakan oleh BSNP (2006: 1) bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa 1. Pengertian Lembar Kerja Siswa Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran- lembaran yang berisi tugas yang harus dikerjakan peserta didik. LKS biasanya berupa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan. mengamati, melakukan eksperimen, menafsirkan data

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan. mengamati, melakukan eksperimen, menafsirkan data 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains (KPS) adalah pendekatan yang mengarahkan bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan mengamati, melakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan suatu sistem atau proses membelajarkan siswa yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar siswa dapat mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mata pelajaran Biologi untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang dikemukakan oleh Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2006:443)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan hasil dari aktivitas para ilmuan. Produk sains dapat dicapai dengan pembelajaran yang fokus pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Solving Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan siswa kepada permasalahan yang harus dipecahkan. Pembelajaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga ilmu kimia bukan hanya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Definisi Operasional Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah pengertian dan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terkandung dalam judul penelitian

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa.

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. II. LANDASAN TEORI 1. Inkuiri Terbimbing Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Belajar merupakan proses yang kompleks yang terjadi pada setiap orang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Belajar merupakan proses yang kompleks yang terjadi pada setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan proses yang kompleks yang terjadi pada setiap orang disepanjang hidupnya. Dalam proses belajar melibatkan adanya interaksi antara seseorang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada dasarnya penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada dasarnya penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada dasarnya penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh informasi mengenai pengaruh penggunaan kunci determinasi dalam mengungkap kemampuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ilmu kimia

I. PENDAHULUAN. dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ilmu kimia I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia merupakan cabang dari IPA yang mempelajari struktur, susunan, sifat, dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Ilmu kimia dibangun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keseluruhan dalam proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan

I. PENDAHULUAN. Keseluruhan dalam proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keseluruhan dalam proses pendidikan di sekolah, pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama. Ini berarti bahwa keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Pustaka dan Hasil Penelitian yang Relevan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Pustaka dan Hasil Penelitian yang Relevan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Belajar dan Pembelajaran Biologi a. Belajar Biologi Belajar dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti berusaha memperoleh

Lebih terperinci

Vindri Catur Putri Wulandari, Masjhudi, Balqis Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5

Vindri Catur Putri Wulandari, Masjhudi, Balqis Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PRAKTIKUM UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA KELAS XI IPA 1 DI SMA MUHAMMADIYAH 1 MALANG Vindri Catur Putri Wulandari, Masjhudi, Balqis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran,

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelajaran kimia adalah salah satu dari pelajaran dalam rumpun sains yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran, farmasi, dan lain-lain.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di sekolah saat ini menuntut para guru harus selalu. kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan melalui

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di sekolah saat ini menuntut para guru harus selalu. kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan melalui 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran IPA di sekolah saat ini menuntut para guru harus selalu mengacu pada kurikulum yang telah ditetapkan pada pendidikan di sekolah. Didalam kurikulum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) pandangan dari samping (wajah orang), (b) lukisan (gambar) orang dr

TINJAUAN PUSTAKA. (a) pandangan dari samping (wajah orang), (b) lukisan (gambar) orang dr 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Profil Keterampilan Proses Sains Profil dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki empat pengertian yaitu: (a) pandangan dari samping (wajah orang), (b) lukisan (gambar) orang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Keterampilan Proses Sains a. Pengertian Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains merupakan semua keterampilan yang digunakan untuk menemukan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Devi Esti Anggraeni, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Devi Esti Anggraeni, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses pembelajaran, pengalaman belajar yang didapat oleh siswa merupakan hal yang sangat menentukan dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Agar proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang IPA merupakan pengetahuan yang sistematis dan tersusun secara teratur, berlaku umum (universal) dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen (Carin dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sudah dapat kita rasakan. Menurut pandangan ini, bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi siswa sehingga pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. sudah dapat kita rasakan. Menurut pandangan ini, bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi siswa sehingga pembelajaran BAB I PENDAHULUAN A. Analisis Situasi Pergeseran paradigma pembelajaran konvensional ke arah pembelajaran konstruktivisme sudah dapat kita rasakan. Menurut pandangan ini, pengetahuan tidak begitu saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa sebagai pengalaman yang bermakna. Keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah

BAB I PENDAHULUAN. siswa sebagai pengalaman yang bermakna. Keterampilan ilmiah dan sikap ilmiah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keterampilan proses sains (KPS) adalah pendekatan yang didasarkan pada anggapan bahwa sains itu terbentuk dan berkembang melalui suatu proses ilmiah. Dalam pembelajaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Data Penguasaan Konsep Fluida statis Penguasaan konsep siswa terhadap materi fluida statis diukur dengan tes pilihan ganda sebanyak 15 soal.

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN MENYIMPULKAN PADA MATERI HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA DENGAN INKUIRI TERBIMBING

ANALISIS KEMAMPUAN MENYIMPULKAN PADA MATERI HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA DENGAN INKUIRI TERBIMBING ANALISIS KEMAMPUAN MENYIMPULKAN PADA MATERI HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA DENGAN INKUIRI TERBIMBING Yosi Ermalinda, Ratu Betta Rudibyani, Emmawaty Sofya, Ila Rosilawati. Pendidikan Kimia, Universitas Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata Praktikum Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman merupakan mata praktikum wajib bagi mahasiswa jurusan pendidikan biologi FKIP UMS, berbobot 1 sks.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Muhammad Gilang Ramadhan,2013

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Muhammad Gilang Ramadhan,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagaimana yang tercantum dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menyebutkan bahwa fungsi dan tujuan mata pelajaran fisika di tingkat SMA/MA adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah mutu menjadi sorotan utama dalam dunia pendidikan dalam beberapa tahun terakhir ini. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses pematangan kualitas hidup yang diarahkan pada proses berfungsinya semua potensi siswa secara manusiawi agar mereka menjadi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah laku bahkan pola pikir seseorang untuk lebih maju dari sebelum mendapatkan pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu. Fisika, kimia, dan biologi dikemas dalam satu buku dan dibelajarkan

I. PENDAHULUAN. terpadu. Fisika, kimia, dan biologi dikemas dalam satu buku dan dibelajarkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran IPA di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dilaksanakan secara terpadu. Fisika, kimia, dan biologi dikemas dalam satu buku dan dibelajarkan oleh satu guru.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kosong dari sebagian besar pendidikan, terutama pada akhir abad ke-19

II. TINJAUAN PUSTAKA. kosong dari sebagian besar pendidikan, terutama pada akhir abad ke-19 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Discovery Metode penemuan atau discovery telah berkembang dari berbagai gerakan pendidikan dan pemikiran yang mutakhir, salah satunya dari gerakan pendidikan progresif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara

I. PENDAHULUAN. Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bicara tantangan dan permasalahan pendidikan di Indonesia berarti berbicara tentang pendidikan kita dewasa ini dalam perspektif masa depan. Dalam kenyataannya, pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, membawa hasil dan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa alam dapat dijelaskan dengan menggunakan konsep fisika.

I. PENDAHULUAN. Berbagai peristiwa alam dapat dijelaskan dengan menggunakan konsep fisika. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai peristiwa alam dapat dijelaskan dengan menggunakan konsep fisika. Penggunaan metode eksperimen dapat melibatkan siswa secara langsung untuk menemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan wahana untuk meningkatkan ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan wahana untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Biologi merupakan wahana untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, keterampilan sikap serta bertanggung jawab kepada lingkungan. Biologi berkaitan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam proses pembelajaran siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas diarahkan pada kemampuan siswa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang pada awalnya

I. PENDAHULUAN. Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang pada awalnya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan, namun pada perkembangan selanjutnya kimia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Guide Discovery Guru dapat membantu siswa memahami konsep yang sulit dengan memberikan pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

Lebih terperinci

KETERAMPILAN INFERENSI PADA MATERI KELARUTAN DAN Ksp DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

KETERAMPILAN INFERENSI PADA MATERI KELARUTAN DAN Ksp DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING KETERAMPILAN INFERENSI PADA MATERI KELARUTAN DAN Ksp DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING Yogi Aprianto, Ila Rosilawati, Tasviri Efkar. Pendidikan Kimia, Universitas Lampung yogiaprianto1991@yahoo.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketepatan guru dalam memilih dan menerapkan model pembelajaran pada. banyak menggunakan model pembelajaran yang kurang efektif yang

I. PENDAHULUAN. ketepatan guru dalam memilih dan menerapkan model pembelajaran pada. banyak menggunakan model pembelajaran yang kurang efektif yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya penguasaan materi yaitu proses pembelajaran di kelas, dimana hal ini ditentukan oleh kemampuan dan ketepatan guru dalam memilih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. interaksi antara seseorang dengan lingkungan. Menurut Sugandi, (2004:10), dirinya dengan lingkungan dan pengalaman.

II. TINJAUAN PUSTAKA. interaksi antara seseorang dengan lingkungan. Menurut Sugandi, (2004:10), dirinya dengan lingkungan dan pengalaman. 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Berbasis Laboratorium Belajar adalah suatu proses yang kompleks terjadi pada setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar berlangsung karena adanya interaksi karena

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Pembelajaran Fisika seyogyanya dapat menumbuhkan rasa ingin tahu yang lebih besar untuk memahami suatu fenomena dan mengkaji fenomena tersebut dengan kajian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing).

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Menurut Hamalik (2002:187) dilihat dari besarnya kelas, pendekatan penemuan terbimbing dapat dilaksanakan dengan dua sistem komunikasi yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan

I. PENDAHULUAN. anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendekatan keterampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara

I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan alam berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pola anggapan seperti itu perlu segera dikikis dan dicari solusinya. Kesulitan

BAB I PENDAHULUAN. Pola anggapan seperti itu perlu segera dikikis dan dicari solusinya. Kesulitan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia masih dianggap sulit oleh beberapa siswa (Sirhan, 2007). Pola anggapan seperti itu perlu segera dikikis dan dicari solusinya. Kesulitan dalam memahami ilmu

Lebih terperinci

Pendekatan Keterampilan Proses Sains

Pendekatan Keterampilan Proses Sains Pendekatan Keterampilan Proses Sains Seperti SAPA (Science A Process Approach) pendekatan keterampilan proses sains (KPS) merupakan pendekatgn pembelajaran yang berorientasi kepada proses IPA. Namun dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang besar peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang besar peranannya dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Fisika merupakan salah satu cabang sains yang besar peranannya dalam kehidupan, terlebih di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang berkembang dengan pesat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Meningkatan hasil belajar bagi siswa yang kurang mampu dalam memahami mata pelajaran biologi merupakan penelitian tindakan kelas yang direncanakan pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas keseharian yang berkenaan dengan upaya untuk mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas keseharian yang berkenaan dengan upaya untuk mendapatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktivitas keseharian yang berkenaan dengan upaya untuk mendapatkan informasi, pengetahuan atau keterampilan baru yang belum diketahui termasuk ke dalam proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum dapat dipahami bahwa rendahnya mutu Sumber Daya Manusia (SDM) bangsa Indonesia saat ini adalah akibat rendahnya mutu pendidikan (Tjalla, 2007).

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Table 8. Kategori aktivitas belajar siswa dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Table 8. Kategori aktivitas belajar siswa dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil penelitian Kategori aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran, diklasifikasikan menjadi siswa yang aktif dan siswa yang tidak aktif. Sebagaimana disajikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting yang dikembangkan oleh guru untuk siswa. Pemanfaatan bahan ajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting yang dikembangkan oleh guru untuk siswa. Pemanfaatan bahan ajar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Proses pembelajaran membutuhkan bahan ajar sebagai salah satu komponen penting yang dikembangkan oleh guru untuk siswa. Pemanfaatan bahan ajar seharusnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini diuraikan hasil-hasil penelitian penerapan strategi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bagian ini diuraikan hasil-hasil penelitian penerapan strategi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada bagian ini diuraikan hasil-hasil penelitian penerapan strategi pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain) untuk meningkatkan keterampilan proses sains

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aktivitas usaha dari manusia untuk meningkatkan kepribadian dan juga kecerdasan. Proses usaha tersebut dilakukan dengan membina potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengajar yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Hasil survey PISA tahun 2012 pada aspek sains, Indonesia mendapatkan

I. PENDAHULUAN. mengajar yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Hasil survey PISA tahun 2012 pada aspek sains, Indonesia mendapatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biologi merupakan bagian dari ilmu sains yang mempelajari tentang alam termasuk segala proses yang terjadi di dalamnya. Pembelajaran biologi lebih menekankan pada kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah masih lemahnya proses pembelajaran, siswa kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buldan Abdul Rohman, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Buldan Abdul Rohman, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelajaran kimia adalah salah satu dari pelajaran dalam rumpun sains yang merupakan dasar bagi ilmu pengetahuan yang lain, seperti kedokteran, farmasi, dan

Lebih terperinci

Puspa Handaru Rachmadhani, Muhardjito, Dwi Haryoto Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang

Puspa Handaru Rachmadhani, Muhardjito, Dwi Haryoto Jurusan Pendidikan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Keterampilan Proses Sains Siswa Kelas X-MIA 1 SMA Negeri 1 Gondang Tulungagung Puspa Handaru Rachmadhani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan nilai nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Salah satu tahapan

BAB I PENDAHULUAN. dengan nilai nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan. Salah satu tahapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Potensi peserta didik akan berkembang dengan baik melalui proses pendidikan. Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis dan terus menerus terhadap suatu gejala alam sehingga menghasilkan produk tertentu.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13) 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Keterampilan Berkomunikasi Sains Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses dan sekaligus sebagai produk. Seseorang mampu mempelajari IPA jika

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Learning Cycle Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses pembelajaran yang berpusat pada pembelajar atau anak didik (Hirawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta

BAB I PENDAHULUAN. masalah dalam memahami fakta-fakta alam dan lingkungan serta 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil penelitian Program for International Student Assesment (PISA) 2012 yang befokus pada literasi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mengukuhkan peserta didik

Lebih terperinci

KETERAMPILAN MEMPREDIKSI DAN MENGKOMUNIKASIKAN PADA MATERI KELARUTAN DAN Ksp MENGGUNAKAN INKUIRI TERBIMBING.

KETERAMPILAN MEMPREDIKSI DAN MENGKOMUNIKASIKAN PADA MATERI KELARUTAN DAN Ksp MENGGUNAKAN INKUIRI TERBIMBING. KETERAMPILAN MEMPREDIKSI DAN MENGKOMUNIKASIKAN PADA MATERI KELARUTAN DAN Ksp MENGGUNAKAN INKUIRI TERBIMBING Andri Kasrani, Ila Rosilawati, Nina Kadaritna Pendidikan Kimia, Universitas Lampung andrikas03@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya (Trianto, 2011). Hakekat IPA

BAB I PENDAHULUAN. rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya (Trianto, 2011). Hakekat IPA 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan ilmu yang sangat dekat dengan manusia.

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan ilmu yang sangat dekat dengan manusia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan ilmu yang sangat dekat dengan manusia. Ilmu ini mempelajari alam sekitar beserta isinya, mulai dari benda-benda yang berada di alam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan standar kompetensi lulusan kelompok mata pelajaran sains, tujuan pendidikan pada satuan pendidikan SMA adalah untuk mengembangkan logika, kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu bangsa. Pemerintah terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi

BAB I PENDAHULUAN. Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak ahli mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan implementasi kurikulum, tetapi banyak juga yang mengemukakan bahwa pembelajaran itu sendiri merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Proses belajar mengajar, perlu menekankan adanya keterampilan proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Proses belajar mengajar, perlu menekankan adanya keterampilan proses 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Proses belajar mengajar, perlu menekankan adanya keterampilan proses sains yang dapat memperkuat pemahaman siswa terhadap konsep materi yang disampaikan oleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Inkuiri atau dalam bahasa Inggris inquiry, berarti pertanyaan, pemeriksaan, atau penyelidikan. Inkuiri adalah suatu proses

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagaimana mata dapat melihat? bagaimanakah dengan terjadinya siang

BAB I PENDAHULUAN. Bagaimana mata dapat melihat? bagaimanakah dengan terjadinya siang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagaimana mata dapat melihat? bagaimanakah dengan terjadinya siang dan malam? bagaimana matahari terbit dan tenggelam? bagaimana proses terbentuknya pelangi? Pertanyaan-pertanyaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mata pelajaran fisika pada umumnya dikenal sebagai mata pelajaran yang ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari pengalaman belajar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Praktikum Pratikum berasal dari kata praktik yang artinya pelaksanaan secara nyata apa yang disebut dalam teori. Sedangkan pratikum adalah bagian dari pengajaran yang bertujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Menurut Nuraeni (2010),

II. TINJAUAN PUSTAKA. tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Menurut Nuraeni (2010), 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Menurut Nuraeni (2010), model

Lebih terperinci

Ulya Dewi Annur, Wartono, dan Mudjihartono Universitas Negeri Malang

Ulya Dewi Annur, Wartono, dan Mudjihartono Universitas Negeri Malang UPAYA PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA SMP NEGERI 21 MALANG MELALUI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING PADA MATERI KALOR Ulya Dewi Annur, Wartono, dan Mudjihartono

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum, yaitu gabungan antara fisika, kimia, dan biologi yang terpadu. Materi

BAB I PENDAHULUAN. umum, yaitu gabungan antara fisika, kimia, dan biologi yang terpadu. Materi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata pelajaran IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang dipelajari oleh siswa Sekolah di SMP. Pelajaran IPA di SMP masih bersifat umum, yaitu gabungan antara

Lebih terperinci

Keterampilan Proses Sains. Makalah disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan IPA. oleh Litasari Aldila Aribowo ( )

Keterampilan Proses Sains. Makalah disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan IPA. oleh Litasari Aldila Aribowo ( ) Keterampilan Proses Sains Makalah disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan IPA oleh Litasari Aldila Aribowo (0402517032) PENDIDIKAN IPA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. IPA pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu sikap, proses, produk,

BAB I PENDAHULUAN. IPA pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu sikap, proses, produk, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah IPA pada hakikatnya meliputi empat unsur utama yaitu sikap, proses, produk, dan aplikasi. Empat unsur utama IPA ini seharusnya muncul dalam pembelajaran IPA

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan di kelas V SDN. Cisitu 2

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan di kelas V SDN. Cisitu 2 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang dilakukan di kelas V SDN. Cisitu 2 dilatarbelakangi oleh adanya masalah dalam pembelajaran IPS terutama masalah hasil belajar

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI GAYA GESEK

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI GAYA GESEK Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016) PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI GAYA GESEK Ai Nurhayati 1, Regina Lichteria Panjaitan 2, Dadan Djuanda 3

Lebih terperinci