BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Pustaka dan Hasil Penelitian yang Relevan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Pustaka dan Hasil Penelitian yang Relevan"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Belajar dan Pembelajaran Biologi a. Belajar Biologi Belajar dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Usaha untuk mencapai kepandaian atau ilmu yang dimaksud yaitu usaha manusia untuk mencapai kepandaian yang belum dimiliki sebelumnya, dengan belajar manusia menjadi tahu tentang sesuatu. Baharuddin (2007) menjelaskan bahwa belajar dapat membawa perubahan bagi manusia, baik perubahan pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Perubahan tersebut dapat membantu manusia dalam memecahkan suatu permasalahan dalam hidupnya, sehingga bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannnya. Slameto (2003) memaparkan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan manusia untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Biologi merupakan bagian dari sains yang memiliki pengaruh besar terhadap IPTEK pada abad ke 21. Biologi memiliki beberapa karakteristik antara lain: 1) berasal dari keingintahuan manusia tentang dirinya, lingkungan, dan kelangsungan jenisnya; 2) studi yang mempelajari tentang alam; dan 3) memiliki kekhasan dalam berpikirnya, yaitu mengembangkan berpikir rasional dan logis. Belajar Biologi secara bermakna baru akan dialami siswa apabila siswa terlibat aktif secara intelektual, manual, dan sosial atau melalui keterampilan proses. Belajar Biologi diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Proses pembelajaran Biologi menekankan pada pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi menjelajahi dan memahami alam sekitar secara alamiah. Belajar Biologi bukan hanya sekedar usaha pemahaman terhadap suatu pengetahuan melainkan usaha untuk 5

2 6 menumbuhkembangkan keterampilan berpikir, sikap ilmiah, dan penguasaan Keterampilan Proses Sains (KPS) (Rustaman, 2005). b. Pembelajaran Biologi Pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2006). Arikunto (2010) memaparkan bahwa pembelajaran adalah bantuan pendidikan kepada siswa agar mencapai kedewasaan di bidang pengetahuan, keterampilan dan sikap. Berdasarkan Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 dinyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran Biologi pada hakikatnya merupakan suatu proses untuk menghantarkan siswa ke tujuan belajarnya. Biologi sebagai ilmu dapat diidentifikasikan melalui objek, benda alam, persoalan/gejala yang ditunjukkan oleh alam, serta proses keilmuan dalam menemukan konsepkonsep biologi. Pembelajaran Biologi memiliki ciri khusus yang bertujuan untuk mengembangkan KPS melalui kegiatan yang didesain sedemikian rupa, misalnya: dengan pemecahan masalah melalui kegiatan praktikum. Pembelajaran Biologi yang merupakan pembelajaran sains idealnya mengajak siswa untuk belajar pengetahuan secara prosedural, berupa cara perolehan informasi melalui keterampilan ilmiah, keterampilan berpikir, dan mengembangkan sikap ilmiah, sebagaimana Hakikat Sains yang mencakup aspek produk, proses, sikap, dan teknologi (Cain dan Evans, 1990). Tujuan Pembelajaran pada Kurikulum 2013 salah satunya adalah mengedepankan proses pembelajaran melalui pendekatan saintifik. Pendekatan saintifik berpotensi meningkatkan kinerja siswa selama proses pembelajaran. Pembelajaran saintifik dibangun oleh kegiatan penyelidikan yang didasarkan pada banyak fenomena dan sedikit teori. Pembelajaran saintifik merupakan salah satu proses pembelajaran yang melatih siswa dalam mengkonstruksi konsep melalui berbagai tahapan. Tahapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran terdiri atas mengamati, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data,

3 7 menganalisis data, menarik kesimpulan, dan mengkomunikasikan. Penerapan pendekatan saintifik melibatkan berbagai KPS siswa (Daryono, 2014). c. Teori Belajar 1) Teori Piaget Teori perkembangan Piaget merupakan salah satu teori yang mewakili konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses yang secara aktif membangun sistem makna dan pemahaman realitas anak melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi sosial mereka. Teori Piaget menjelaskan bahwa setiap anak memiliki urutan perkembangan yang sama, dengan kecepatan yang berbeda (Trianto, 2007). Piaget menjelasakan bahwa setiap individu tumbuh mulai dari bayi yang baru dilahirkan sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif. Empat tahap perkembangan kognitif disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Piaget Tahap Rentang Usia Karakter Perkembangan Sensorimotor 0 sampai 2 tahun Proses pematangan motorik, mengembangkan kemampuan persepsi, sentuhan, gerakan, dan belajar mengkoordinasikan tindakannya. Praoperasional 2 sampai 7 tahun Bersifat egosentris, perkembangan kognitif yang intuitif, operasi matematis irreversible. Operasional Konkret 7 sampai 12 tahun Egosentris berkurang dan lebih sosiosentris dalam berkomunikasi, operasi matematis reversible, mengenali masalah dan objek konkret. Operasional Formal 11 tahun sampai dewasa (Sumber: Dahar, 2011) Mampu melakukan pemikiran yang abstrak, kiasan, simbolik, dan memecahkan permasalahan. Teori Piaget dalam model pembelajaran, memusatkan perhatian pada proses berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar pada hasilnya, kemudian siswa dilibatkan secara aktif dalam kegiatan pembelajaran untuk menemukan pengetahuan sendiri, dan dapat menerima adanya kemajuan perkembangan

4 8 sehingga guru perlu membentuk kelompok-kelompok kecil. Tahapan perkembangan proses pembelajaran pada anak rentang usia SMA (16 s/d 18 tahun), dalam teori ini masuk ke dalam tahap operasional formal. Siswa memasuki tahap operasional formal telah memiliki kemampuan memecahkan masalah sendiri, sehingga penerapan pembelajaran discovery learning yang berbasis penemuan di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Banyudono, terutama pada materi Sistem Pertahanan Tubuh Manusia melalui sintaks orientation, hypothesis generation, dan hypothesis testing, sangatlah sesuai. Siswa merumuskan masalah melalui fenomena yang ditampilkan terkait Sistem Pertahanan Manusia, kemudian merumuskan hipotesis dan membuktikan hipotesis. Melalui serangkaian kegiatan tersebut, kemampuan siswa dalam memecahkan masalah berkembang sehingga siswa dapat menemukan konsep dari pengetahuan baru yaitu tentang Mekanisme Pertahanan tubuh Manusia. 2) Teori Bruner Salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari Jerome Bruner yang dikenal dengan belajar penemuan (discovery learning). Belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia, dan dengan sendirinya memberi hasil yang paling baik. Siswa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna (Dahar, 2006). Diperkuat dengan pendapat Trianto (2010), dalam pembelajaran discovery learning siswa akan berproses secara konstruktif tentang suatu peristiwa. Proses konstruktif tersebut ditandai dengan siswa meyusun hipotesis dari sebuah rumusan masalah dan melakukan pengamatan terlebih dahulu kemudian menguji hipotesisnya. Peranan guru harus menciptakan situasi yang mengakibatkan siswa dapat belajar sendiri daripada pemberian informasi. Siswa dapat belajar melalui kegiatan mereka sendiri dengan memasukkan konsep-konsep yang dibantu melalui pengalaman, sehingga menemukan konsep tersebut. Teori belajar Bruner relevan dengan model discovery learning yaitu pada prinsip mementingkan partisipasi aktif dari siswa dan mengenal dengan baik adanya kemampuan peningkatan proses belajar. Kegiatan yang dilakukan

5 9 siswa dalam tahapan-tahapan pembelajaran discovery learning terutama pada sintaks orientation, hypothesis generation, dan hypothesis testing dapat menciptakan lingkungan yang membuat siswa melakukan eksplorasi penemuanpenemuan baru yang belum atau sudah diketahui. Fenomena tentang Sistem Pertahanan Tubuh Manusia yang ditampilkan pada sintaks orientation memantik siswa untuk melakukan kegiatan mengamati. Siswa melakukan eksplorasi terhadap pengetahuan baru yaitu Sistem Pertahanan tubuh Manusia berdasarkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya (Sistem Koordinasi). Siswa mengamati fenomena yang disajikan dalam bentuk gambar pada Lembar Kerja Siswa (LKS) berupa dua gambar orang yang mudah tertular penyakit cacar dan yang tidak mudah tertular penyakit cacar. Kegiatan yang dirancang dalam LKS mendorong siswa untuk melakukan serangkaian proses penemuan mulai dari mengamati, merumuskan hipotesis, dan menguji hipotesis, sehingga siswa dapat menemukan konsep baru yaitu tentang Mekanisme Pertahanan tubuh Manusia. 3) Teori Dewey John Dewey menyebutkan lima langkah yang melandasi proses berpikir siswa menuju ke arah kesimpulan yang definitif, antara lain: 1) mengenali masalah yang datang dari luar diri siswa; 2) menyelidiki, menganalisis kesulitan dan menentukan masalah yang dihadapinya; 3) menghubungkan uraian-uraian hasil analisisnya; 4) menimbang kemungkinan jawaban atau hipotesis; 5) mempraktikkan salah satu kemungkinan pemecahan yang dianggap terbaik. Dewey menganjurkan agar bentuk isi pelajaran hendaknya dimulai dari pengalaman siswa dan berakhir pada pola struktur mata pelajaran. Prinsip dari teori Dewey adalah learning by doing and experiencing, yaitu siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran (pemecahan masalah) dan membiasakan siswa untuk berbuat daripada hanya mengamati (Arends, 2007). Teori Dewey relevan dengan model discovery learning dalam sintaks orientation, hypothesis generation, dan hypothesis testing karena pada tahapan tersebut siswa memperoleh pengalaman langsung dengan melakukan pemecahan masalah melalui kegiatan mengamati fenomena penyakit cacar berkaitan dengan Sistem Pertahanan Tubuh Manusia. Kegiatan pembelajaran

6 10 yang dilakukan secara langsung, membantu siswa dalam memperoleh pengetahuan. 4) Teori Ausubel Ausubel dalam Dahar (2011) menyatakan bahwa belajar terbagi menjadi dua dimensi. Dimensi pertama, informasi materi pembelajaran dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyampaikan informasi langsung maupun melalui belajar penemuan yang mengharuskan siswa menemukan sendiri materi pembelajaran yang diajarkan. Dimensi kedua, yaitu belajar bermakna terjadi apabila siswa dapat menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan yang telah dimilikinya. Teori Ausubel relevan dengan model discovery learning dalam sintaks orientation, hypothesis generation, dan hypothesis testing yang selalu menekankan pada pengetahuan yang sudah dimiliki siswa untuk dikaitkan dengan pengetahuan baru. Materi yang didapatkan siswa berkaitan dengan apa yang telah diketahui sebelumnya dapat mengakomodasi siswa untuk belajar bermakna, sehingga tidak belajar secara hafalan. Belajar bermakna dapat dilakukan siswa dengan cara terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Melalui kegiatan mengamati fenomena penyakit cacar yang ditampilkan, siswa terlibat langsung dalam menemukan pemecahan permasalahan. Siswa melakukan rangkaian kegiatan pembelajaran mengamati, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, dan menguji hipotesis secara langsung. Proses yang dialami sendiri oleh siswa menjadikan konsep yang telah ditemukan tertanam kuat, sehingga pembelajaran menjadi bermakna. 2. Model Pembelajaran Discovery Learning 1) Pengertian Model Pembelajaran Discovery Learning Discovery learning merupakan model pembelajaran yang menekankan pada kegiatan siswa dalam menemukan konsep. Siswa belajar seperti para ilmuwan dalam menemukan ilmu pengetahuan (Cruickshank, Jenkins, & Metcalf, 2009). Ilahi (2012) menyatakan discovery learning menekankan kegiatan aktif siswa meliputi mengumpulkan, mengorganisasi, mengolah dan

7 11 menganalisis data ya ng ditemukan. Siswa melakukan kegiatan penemuan yang dirancang sendiri. Guru tidak menyampaikan materi pelajaran secara langsung, tetapi memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan pemecahan masalah terkait materi yang dipelajari. Siswa berusaha sendiri untuk menemukan pemecahan sebuah masalah dan pengetahuan yang melandasi sehingga dapat menghasilkan pengetahuan yang bermakna dan mudah diingat (Dahar, 2011). Discovery learning lebih mengutamakan pada kerja siswa yang dirancang dan dialami sendiri dalam memperoleh pengetahuan (Cohen, 2008). Siswa mengeksplorasi, memecahkan masalah, dan mensintesis pengetahuan baru (Castronova, 2013). Kegiatan yang dilakukan siswa dalam discovery learning dapat mengembangkan KPS siswa. Siswa mengamati fenomenafenomena yang terjadi, memberikan penilaian terhadap sebuah kondisi untuk mendapatkan pengalaman belajar. Pembelajaran inquiry pada discovery learning mendorong siswa untuk berpikir melalui partisipasi dan melakukan interaksi lebih banyak, tantangan bagi siswa adalah menemukan sesuatu bagi diri sendiri tanpa diberi jawaban oleh guru, sehingga siswa merasa diberdayakan dan bekerja. Discovery learning menganut teori konstruktivistik yang menekankan pada kegiatan siswa dalam membangun konsep sendiri. Discovery learning memiliki tujuan terkait keefektifan kegiatan belajar siswa melalui penemuan. Ketercapaian tujuan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh keterlaksanaan sintaks discovery yang dialami oleh siswa (Cruickshank, Jenkins & Metcalf, 2009). 2) Karakteristik Pembelajaran Discovery Learning Discovery learning merupakan pembelajaran menggunakan pendekatan scientific yang berpotensi meningkatkan kinerja siswa selama proses pembelajaran (Akanmu & Fajemidagba, 2013). Karakteristik discovery learning menurut Cruickshank, Jenkins, & Metcalf (2009) adalah sebagai berikut : 1) guru mengatur proses pembelajaran sehingga siswa dapat menemukan pengetahuan; 2) guru mengapresiasi kegiatan eksplorasi dan kemandirian belajar siswa; 3) siswa terlibat dalam pengalaman-pengalaman belajar dalam menemukan

8 12 pengetahuan; 4) terjadi partisipasi dan interaksi antar siswa yang tinggi. Karakteristik discovery learning dapat dituangkan ke dalam proses pembelajaran. Proses penerapan discovery learning mencakup tiga hal pokok yaitu : 1) Guru menentukan tujuan pembelajaran dan materi pelajaran yang berupa konsep, fakta, teori. Guru mengumpulkan referensi sumber belajar dan bahan-bahan yang dapat digunakan oleh siswa. Guru merencanakan skenario pembelajaran dimana siswa melakukan kegiatan penemuan dengan metode ilmiah (scientific methods); 2) Guru memancing rasa ingin tahu siswa dengan bertanya tentang sebuah situasi dan fenomena baik yang bersifat nyata maupun kemungkinan. Pertanyaan mengarahkan siswa untuk menemukan jawaban. Pertanyaan dapat berupa konsep, fakta, dan sebuah kesimpulan. Guru membimbing siswa dalam menentukan langkah-langkah pemecahan masalah/pertanyaan secara tepat. Guru melakukan kegiatan monitoring ketika siswa melakukan pengamatan, mengkoleksi dan mengolah data; 3) Guru membimbing siswa merumuskan kesimpulan dari hasil/data yang telah dikumpulkan dari pengamatan dan percobaan. Guru memberikan tugas/soal untuk mengetes kemampuan siswa tentang pengetahuan yang telah ditemukan. 3) Sintaks Pembelajaran Discovery Learning Discovery learning dapat diterapkan melalui beberapa langkah. Langkah-langkah pembelajaran discovery learning disajikan pada Tabel 2.3 Tabel 2.3 Sintaks Discovery Learning No. Sintaks Kegiatan Belajar 1. Orientation Siswa mengeksplorasi dan membangun pengetahuan awal tentang konsep materi. Siswa melakukan kegiatan seperti mempelajari materi sebelumnya yang berkaitan, mengidentifikasi variabelvariabel, merumuskan masalah berdasarkan topik materi yang dipilih. 2. Hypothesis generation 3. Hypothesis testing Siswa merumuskan hipotesis berupa keterkaitan antar variabel yang dipilih. Siswa melakukan kajian literatur dan berpikir secara deduktif dalam menyusun hipotesis. Siswa menguji hipotesis dengan pengamatan terhadap objekyang diteliti dan melakukan eksperimen. Selanjutnya menginterpretasikan data yang diperoleh.

9 13 Lanjutan Tabel 2.3 Sintaks Discovery Learning No. Sintaks Kegiatan Belajar 4. Conclusion Siswa menyimpulkan proses pengujian hipotesis. 5. Regulation Kegiatan mengevaluasi proses dan kegiatan penemuan yang telah dilakukan. (Sumber : Veermans, 2003) Pembelajaran discovery diawali dari siswa menggunakan pengetahuan awal dan pengalaman yang pernah dialami untuk menemukan fakta dan keterkaitan dengan teori (Jiang & Perkins, 2013). Guru membimbing siswa untuk membangun konsep berdasarkan fakta-fakta dan fenomena di lapangan (Kyriasis, Psycharis, & Korres, 2009). 4) Kelebihan dan Kekurangan Discovery Learning Kelebihan discovery learning dalam proses pembelajaran sebagaimana penelitian yang telah dilakukan Balim (2009) tentang dampak penerapan discovery learning pada tahun di Turki, menunjukkan bahwa penerapan discovery learning berpengaruh positif terhadap kemampuan menemukan konsep, prestasi akademik, interpretasi masalah, dan daya ingat siswa terhadap pengetahuan yang telah ditemukan sendiri. Discovery learning mampu mengakomodasi siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi atau berpikir kritis melalui proses mengkonstruksi pengetahuan yang dipelajari (Cruickshank, Jenkins & Metcalf, 2009). Discovery learning dipandang sebagai cara belajar yang menjanjikan karena beberapa alasan, yang utama adalah bahwa keterlibatan aktif siswa dengan domain kognitif, psikomotorik, dan afektif, sehingga menghasilkan pengetahuan dasar yang lebih terstruktur dalam diri siswa (Van Joolingen, 1999). Discovery learning menurut Zhang, Chen, and Reid (2000) dianggap sebagai proses penalaran ilmiah yang melibatkan kegiatan menyusun hipotesis dan menguji hipotesis melalui bukti yang dikumpulkan. Kekurangan discovery learning diungkapkan oleh Cruickshank, Jenkins and Metcalf (2009) yaitu siswa membutuhkan waktu yang banyak untuk

10 14 menemukan pengetahuan yang kompleks, selain itu discovery learning kurang mengakomodasi materi yang terlalu luas. 3. Keterampilan Proses Sains a. Pengertian KPS Dahar (2011) mendefinisikan KPS sebagai kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan, dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sebagai acuan yang digunakan siswa dalam menerapkan metode ilmiah untuk mengembangkan sains serta diharapkan dapat memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki. KPS menurut Rustaman (2005) meliputi keterampilan-keterampilan: mengobservasi, menggunakan alat, mengklasifikasi, menginterpretasi, mengkomunikasikan, memprediksi, berhipotesis, dan merencanakan penyelidikan. b. Karakteristik KPS Di dalam melatihkan KPS melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif, manual, dan sosial. Keterampilan kognitif menjadi bagian dari keterampilan proses, karena dengan melakukan keterampilan proses siswa melibatkan pikiran atau aspek kognitif. Keterampilan manual menjadi bagian dari keterampilan proses karena melibatkan penggunaan alat dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Keterampilan sosial dimaksudkan bahwa siswa berinteraksi dengan sesama dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan keterampilan proses, misalnya mendiskusikan hasil pengamatan (Rustaman, et al., 2005). Kartikasari (2011) menyatakan bahwa terdapat empat alasan penerapan pendekatan KPS dalam proses pembelajaran, yaitu: 1) perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlangsung semakin cepat sehingga tidak mungkin lagi guru mengajarkan semua konsep dan fakta pada siswa; 2) ada kecenderungan bahwa siswa lebih memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh yang konkret; 3) penemuan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak berifat mutlak tetapi bersifat relatif; 4) pengembangan konsep tidak terlepas dari pengembangan

11 15 sikap dan nilai dalam diri anak didik selama proses belajar mengajar. Diperkuat Indarwati (1999) yang mengemukakan bahwa KPS perlu dilatihkan dan dikembangkan dalam proses pembelajaran karena KPS mampu membantu siswa belajar mengembangkan pemikirannya. c. Klasifikasi dan Indikator KPS Dimyati dan Mudjiono (2010) mengemukakan bahwa berbagai keterampilan proses dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu keterampilan proses dasar (basic skill) dan keterampilan terintegrasi (integrated skill). Keterampilan proses dasar meliputi mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan, dan mengkomunikasikan. Keterampilan dasar dalam keterampilan keterampilan proses menjadi landasan untuk keterampilan proses terintegrasi. Keterampilan terintegrasi merupakan keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk melakukan penelitian. Keterampilan proses terintegrasi terdiri dari mengidentifikasi dan mengontrol variabel, memformulasikan dan menguji hipotesis, membuat definisi operasional atau mendefinisikan pelaksanaan secara detail, melaksanakan eksperimen, dan mengintrepretasikan data. Nur (2011) menambahkan bahwa keterampilan mengkomunikasikan merupakan keterampilan dalam menyampaikan hasil keterampilan proses lain baik secara lisan maupun tulisan berbentuk rangkuman, grafik, tabel, gambar, poster dan lain-lain. Klasifikasi aspek KPS yang diterapkan antara lain: 1) Keterampilan Mengamati Keterampilan mengamati yaitu keterampilan mengumpulkan informasi yang diperoleh dari objek dan fenomena alam dengan menggunakan satu atau lebih indera yang dimiliki. Informasi yang diperoleh dari keterampilan mengamati dapat menuntut keingintahuan, mempertanyakan, memikirkan, melakukan interpretasi tentang lingkungan dan meneliti lebih lanjut. Kemampuan mengamati merupakan keterampilan paling dasar dalam proses memperoleh ilmu pengetahuan untuk mengembangkan keterampilan proses yang lain (Dimyati dan Mudjiono, 1999). Keterampilan mengamati dapat berupa pengamatan kualitatif maupun kuantitatif. Pengamatan kualitatif berupa

12 16 deskripsi tanpa menggunakan angka, misalnya pengamatan terhadap warna, tekstur, rasa, atau suara. Pengamatan kuantitatif terdapat unsur angka. Pengamatan kuantitatif menggunakan panca indera dan menggunakan peralatan lain yang memberikan informasi khusus dan tepat (Nur, 2011). 2) Keterampilan Menyusun Hipotesis Keterampilan menyusun hipotesis yaitu keterampilan memberikan penjelasan yang konsisten sesuai dengan hasil pengamatan. Keterampilan berhipotesis dititikberatkan pada perkiraan atas penyebab sebuah fenomena. Keterampilan berhipotesis melibatkan proses penjelasan sesuatu yang relevan dengan ide dari penelitian-penelitian yang sudah ada (Rustaman, 2005) 3) Keterampilan Memprediksi Keterampilan memprediksi meliputi keterampilan mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi berdasarkan suatu pola yang sudah ada. Keterampilan memprediksi didefinisikan sebagai menyusun ramalan atau perkiraan tentang hal atau kejadian yang terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan hubungan antara fakta, konsep dan prinsip dalam ilmu pengetahuan. Salah satu cara untuk melakukan prediksi adalah dengan cara mencari atau menemukan pola berdasarkan bukti yang ada atau pengalaman masa lalu (Nur, 2011). Keterampilan memprediksi menjadi salah satu dasar dan bekal yang dilakukan siswa. Prediksi didasarkan pada observasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan dari hubungan variabel-variabel yang diamati. Prediksi yang tidak didasarkan dari observasi awal, hanya dikatakan sebagai dugaan. Observasi dan pengukuran diperlukan untuk mendapatkan prediksi yang akurat (Dimyati dan Mudjiono, 1999). 4) Keterampilan Interpretasi Keterampilan interpretasi atau menafsirkan data pengamatan diartikan sebagai keterampilan menghubung-hubungkan hasil pengamatan dengan keadaan lingkungan sekitar yang saling mempengaruhi. Kegiatan yang dapat digolongkan dalam keterampilan interpretasi adalah mendiskusikan data atau informasi yang telah diperoleh, membandingkan penemuan dengan prediksi

13 17 yang telah dibuat. Contoh dari kegiatan interpretasi adalah menghubungkan hasil pengamatan tentang bentuk alat gerak dengan habitatnya (Rustaman, 2005). 5) Keterampilan Mengajukan Pertanyaan Keterampilan mengajukan pertanyaan mencakup keterampilan bertanya meminta penjelasan menggunakan kata tanya apa, mengapa, dan bagaimana. Pertanyaan-pertanyaan mengarah pada jawaban yang berupa penjelasan proses dan pembahasan suatu peristiwa. Contoh dari kegiatan keterampilan mengajukan pertanyaan diantaranya mengajukan pertanyaan mengenai latar belakang suatu hipotesis. Pertanyaan meminta penjelasan latar belakang suatu hipotesis menunjukkan bahwa siswa yang mengajukan pertanyaan telah memiliki gagasan atau perkiraan untuk menguji atau koreksi. Keterampilan bertanya tidak hanya sekedar mengajukan pertanyaan tetapi juga melibatkan aspek kognitif atau berpikir (Rustaman, 2005). 6) Keterampilan Mengkomunikasikan Keterampilan mengkomunikasikan merupakan keterampilan untuk menyampaikan fakta, konsep dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual atau suara visual (Dimyati dan Mudjiono, 1999). Nur (2011) menyatakan bahwa komunikasi dapat disampaikan secara lisan, maupun secara tertulis. Keterampilan menkomunikasikan berguna pada saat ilmuwan dituntut untuk menguraikan secara jelas dan cermat tentang kegiatan yang dilakukan sehingga dapat diuji oleh ilmuwan lain. Keterempilan mengkomunikasikan secara tulisan dapat diamati melalui kegiatan siswa dalam melaporkan hasil percobaan secara sistematis, mendiskusikan, dan menggambarkan hasil pengamatan baik dalam bentuk tabel, grafik, maupun diagram. Menggambarkan data empiris dengan grafik, tabel, atau diagram juga termasuk keterampilan mengkomunikasikan. Dimyati dan Mudjiono (1999) memberikan contoh kegiatan keterampilan mengkomunikasikan secara lisan yaitu kegiatan mendiskusikan suatu masalah, membaca peta, dan mempresentasikan hasil diskusi.

14 18 B. Kerangka Berpikir Hakikat pembelajaran biologi merupakan pembelajaran sains yang mencakup tiga aspek pokok penilaian yaitu aspek proses, aspek produk, dan aspek sikap. Pembelajaran sains yang baik adalah pembelajaran yang mampu melibatkan keterampilan proses dalam proses belajar mengajar. Siswa dalam proses pembelajaran berperan sebagai subjek dan objek sedangkan guru berperan sebagai motivator. Siswa dituntut untuk terlibat dalam proses menemukan materi yang dipelajari kemudian menghubungkan dengan situasi kehidupan nyata sehingga siswa dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran Biologi di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Banyudono menunjukkan bahwa KPS siswa belum optimal. KPS siswa yang rendah diketahui dari hasil observasi, siswa tidak terlibat dalam proses pembelajaran. Keberhasilan dalam proses pembelajaran tidak hanya dilihat dari aspek kognitif tetapi juga aspek psikomotor dan afektif. Aspek KPS lebih ditekankan karena pembelajaran yang telah berjalan selalu mengutamakan aspek produk dan mengesampingkan keterampilan proses. Keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah model pembelajaran yang diterapkan guru. Penggunaan model pembelajaran yang kurang bervariasi dan kurang melibatkan siswa menyebabkan siswa menjadi pasif dan kurang tertarik terhadap materi yang diajarkan. Proses pembelajaran yang mengacu pada produk menyebabkan materi yang disampaikan oleh guru tidak bermakna pada diri siswa. Solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan di kelas XI IPA 1 SMA N 1 Banyudono adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang mampu melatihkan KPS siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat mengakomodasi KPS siswa adalah model pembelajaran discovery learning. Discovery learning dapat meningkatkan KPS siswa dari berbagai aspek. Discovery learning menekankan pada kerja siswa secara mandiri dalam menemukan konsep yang dipelajari. Penerapan discovery learning berdasarkan teori konstruktivistik diyakini mampu meningkatkan kualitas siswa dalam proses belajar. Penerapan discovery learning menuntut siswa belajar sendiri dalam menemukan konsep. Siswa menggunakan KPS seperti mengamati,

15 19 berhipotesis, memprediksi, interpretasi, mengajukan pertanyaan, mengkomunikasikan dan menyimpulkan. Berdasarkan uraian di atas, dilakukan kolaborasi bersama guru Biologi siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Banyudono untuk meningkatkan KPS siswa. Kolaborasi diwujudkan dalam proses pembelajaran Biologi melalui Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menerapkan model pembelajaran discovery learning. Alur kerangka berpikir dalam melaksanakan kegiatan penelitian secara sederhana disajikan pada Gambar 2.1

16 20 Fakta Siswa cenderung pasif KPS siswa rendah (Mengamati 57,95%; Mengajukan pertanyaan 51,72%; Berhipotesis 41,38%; Memprediksi 51,72%; Interpretasi 51,72%; Mengkomunikasikan 51,72%) Pembelajaran belum mengakomodasi KPS Ideal Tuntutan kurikulum 2013, siswa dituntut aktif dalam pembelajaran, melalui pendekatan saintifik Tuntutan abad 21, siswa dituntut memiliki soft skills dan hard skill Tuntutan kurikulum 2013, model pembelajaran yang digunakan yang dapat mengakomodasi KPS. Akar permasalahan, yaitu: 1) Model pembelajaran yang belum efektif 2) Proses pembelajaran kurang mendorong siswa untuk mengembangkan KPS SOLUSI Diperlukan Model pembelajaran yang mangakomodasi KPS Sintaks Discovery Learning Orientation Hypothesis generation Hypothesis testing Conclusion Regulation Discovery learning: cara belajar yang efektif karena ada keterlibatan aktif siswa pada aspek kognitif, psikomotorik, dan afektif, shg menghasilkan pengetahuan yg terstruktur (Van Joolingen, 1999). Penerapan Model Discovery Learning Didukung dengan Teori Belajar yang relevan: Piaget (Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran: hypothesis testing) Bruner (Pembelajaran berbasis penemuan, siswa melakukan eksplorasi penemuan-penemuan baru: orientation, hypothesis generation, hypothesis testing) Dewey (Siswa memperoleh pengalaman dengan mencoba langsung: orientation, hypothesis generation, hypothesis testing KPS Siswa meningkat 20% (Mengamati, Mengajukan pertanyaan, Berhipotesis, Memprediksi, Interpretasi, Mengkomunikasikan) Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

17 21 C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan tinjauan pustaka yang dihubungkan dengan permasalahan yang ada pada proses pembelajaran biologi, dirumuskan hipotesis tindakan yaitu penerapan model discovery learning dapat meningkatkan KPS siswa di kelas XI IPA1 SMA Negeri I Banyudono.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, membawa hasil dan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hakikat Belajar Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memeperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Kemampuan Berpikir Kritis Kemampuan berpikir merupakan salah satu kebutuhan vital untuk menyelesaikan permasalahan di seluruh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (a) pandangan dari samping (wajah orang), (b) lukisan (gambar) orang dr

TINJAUAN PUSTAKA. (a) pandangan dari samping (wajah orang), (b) lukisan (gambar) orang dr 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Profil Keterampilan Proses Sains Profil dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki empat pengertian yaitu: (a) pandangan dari samping (wajah orang), (b) lukisan (gambar) orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mata pelajaran fisika pada umumnya dikenal sebagai mata pelajaran yang ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari pengalaman belajar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Proses pembelajaran merupakan salah satu tahap yang sangat menentukan terhadap keberhasilan belajar siswa. Belajar yang efektif dapat membantu siswa untuk meningkatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang bertujuan agar siswa mendapat kesempatan untuk menguji dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Praktikum Pratikum berasal dari kata praktik yang artinya pelaksanaan secara nyata apa yang disebut dalam teori. Sedangkan pratikum adalah bagian dari pengajaran yang bertujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Inkuiri atau dalam bahasa Inggris inquiry, berarti pertanyaan, pemeriksaan, atau penyelidikan. Inkuiri adalah suatu proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut teori belajar konstruktivis, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut teori belajar konstruktivis, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Belajar Konstruktivis Menurut teori belajar konstruktivis, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah .

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah . BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakangMasalah Biologi adalah ilmu sains yang mempelajari makhluk hidup mulai dari mikroskopis hingga makroskopis, termasuklingkungan yang berada disekitarnya. Biologi sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Guide Discovery Guru dapat membantu siswa memahami konsep yang sulit dengan memberikan pengalaman langsung menggunakan eksperimen. Belajar harus bersifat menyelidiki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah laku bahkan pola pikir seseorang untuk lebih maju dari sebelum mendapatkan pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif,

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan generasi emas, yaitu generasi yang kreatif, inovatif, produktif, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia yang cerdas, kreatif, dan kritis menjadi faktor dominan yang sangat dibutuhkan dalam menghadapi era persaingan global. Sementara itu proses pendidikan

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa.

II. LANDASAN TEORI. Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode. bimbingan atau petunjuk cukup luas kepada siswa. II. LANDASAN TEORI 1. Inkuiri Terbimbing Pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) yaitu suatu metode pembelajaran inkuiri yang dalam pelaksanaannya guru menyediakan bimbingan atau petunjuk cukup

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Solving Model pembelajaran problem solving merupakan model pembelajaran yang menghadapkan siswa kepada permasalahan yang harus dipecahkan. Pembelajaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal

II. TINJAUAN PUSTAKA. saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses interaksi (hubungan timbal II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Inquiri Terbimbing Pembelajaran merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan. Dalam kegiatan pembelajaran terjadi proses

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan IPA (Sains) adalah salah satu aspek pendidikan yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan khususnya pendidikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) Media pembelajaran merupakan alat bantu yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam kegiatan pembelajaran kehadiran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan. mengamati, melakukan eksperimen, menafsirkan data

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan. mengamati, melakukan eksperimen, menafsirkan data 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains (KPS) adalah pendekatan yang mengarahkan bahwa untuk menemukan pengetahuan memerlukan suatu keterampilan mengamati, melakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Menurut Glasersfeld (Sardiman, 2007) konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan industri, sains, dan teknologi yang pesat di abad 21 membawa konsekuensi besar bagi kehidupan manusia. Manusia dituntut untuk mampu beradaptasi dengan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Siti Maemunah, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Siti Maemunah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan memahami bagaimana siswa belajar. Perilaku yang menandakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Problem Solving Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan suatu masalah dan memecahkannya berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keterampilan Proses Sains 2.1.1 Hakikat Sains Kata sains atau Science menurut Wonorahardjo (2010) dilihat dari sudut bahasa berasal dari bahasa latin, yaitu dari kata Scientia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses dengan cara-cara tertentu agar seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Proses pembelajaran dengan model pembelajaran berbasis praktikum, melalui pendekatan inkuiri pada subkonsep faktor-faktor yang mempengaruhi fotosintesis dilakukan dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Problem-Based Learning a. Pengertian Problem-Based Learning Problem-Based Learning merupakan model pembelajaran yang menjadikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains merupakan ilmu berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa

Lebih terperinci

Keterampilan Proses Sains. Makalah disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan IPA. oleh Litasari Aldila Aribowo ( )

Keterampilan Proses Sains. Makalah disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan IPA. oleh Litasari Aldila Aribowo ( ) Keterampilan Proses Sains Makalah disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Dasar-Dasar Pendidikan IPA oleh Litasari Aldila Aribowo (0402517032) PENDIDIKAN IPA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori 1. Pemahaman Konsep BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori Pemahaman menurut kamus bahasa Indonesia berasal dari kata paham yang artinya pengertian, pendapat atau pikiran, aliran atau pandangan dan mengerti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA. menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri dalam Pembelajaran IPA Model Pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pembelajaran media sangat diperlukan karena dapat membantu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Selama proses pembelajaran media sangat diperlukan karena dapat membantu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) Selama proses pembelajaran media sangat diperlukan karena dapat membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Arsyad (2006:3), media pembelajaran

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Pengelolaan sumber daya alam dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Slavin (Nur, 2002) bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil konstruksi (bentukan) kita sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi, tidak memungkinkan bagi guru bertindak sebagai satu-satunya

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi, tidak memungkinkan bagi guru bertindak sebagai satu-satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mengingat percepatan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi, tidak memungkinkan bagi guru bertindak sebagai satu-satunya orang yang menyalurkan semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Problem Solving Model pembelajaran problem solving adalah model pembelajaran yang menyajikan materi dengan menghadapkan siswa kepada persoalan yang harus dipecahkan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan

I. PENDAHULUAN. Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan IPA yang sering disebut sebagai produk dari sains, merupakan hasil dari aktivitas para ilmuan. Produk sains dapat dicapai dengan pembelajaran yang fokus pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Fisika berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga fisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah mutu menjadi sorotan utama dalam dunia pendidikan dalam beberapa tahun terakhir ini. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13)

II. TINJAUAN PUSTAKA. keterampilan-keterampilan tertentu yang disebut keterampilan proses. Keterampilan Proses menurut Rustaman dalam Nisa (2011: 13) 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Keterampilan Berkomunikasi Sains Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebagai proses dan sekaligus sebagai produk. Seseorang mampu mempelajari IPA jika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran merupakan proses untuk membantu siswa memperoleh informasi, ide, nilai, cara berpikir, keterampilan, dan cara-cara belajar bagaimana belajar. Aunurahman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Pembelajaran dianggap dapat berhasil apabila proses dan hasil belajarnya baik. Efektivitas berasal dari kata efektif. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagaimana mata dapat melihat? bagaimanakah dengan terjadinya siang

BAB I PENDAHULUAN. Bagaimana mata dapat melihat? bagaimanakah dengan terjadinya siang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagaimana mata dapat melihat? bagaimanakah dengan terjadinya siang dan malam? bagaimana matahari terbit dan tenggelam? bagaimana proses terbentuknya pelangi? Pertanyaan-pertanyaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perilakunya karena hasil dari pengalaman. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar Banyak ahli pendidikan yang mengungkapkan pengertian belajar menurut sudut pandang mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli pendidikan tentang

Lebih terperinci

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING TERHADAP PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA POKOK BAHASAN ENZIM 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu faktor yang menunjang kemajuan dari suatu bangsa karena bangsa yang maju dapat dilihat dari pendidikannya yang maju pula

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Masalah pada dasarnya merupakan hal yang sangat sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Masalah dapat terjadi pada berbagai aspek

Lebih terperinci

PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENDEKATAN LINGKUNGAN DALAM PENERAPAN PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR MATERI PENGHEMATAN ENERGI

PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENDEKATAN LINGKUNGAN DALAM PENERAPAN PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR MATERI PENGHEMATAN ENERGI PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENDEKATAN LINGKUNGAN DALAM PENERAPAN PEMBELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR MATERI PENGHEMATAN ENERGI OLEH REZIANA AMALIA MARIA 201591005 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan kurikulum pendidikan yang digunakan mengacu pada sistem pendidikan nasional. Pada saat penelitian ini dilakukan, kurikulum yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terbuka, artinya setiap orang akan lebih mudah dalam mengakses informasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan teknologi dan era globalisasi yang terjadi memberikan kesadaran baru bahwa Indonesia tidak lagi berdiri sendiri. Indonesia berada di dunia yang terbuka,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Dalam Bab II ini akan diuraikan kajian teori yang merupakan variabel dalam penelitian yang dilakukan yaitu hasil belajar, pendekatan CTL, dan alat peraga. 2.1.1 Hasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konstruktivisme Konstruktivisme merupakan landasan berpikir pendekatan kontekstual, bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak rintangan dalam masalah kualitas pendidikan, salah satunya dalam program pendidikan di Indonesia atau kurikulum.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL)

BAB II KAJIAN TEORI. A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) 10 BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) 1. Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) Menurut Suprijono Contextual Teaching and Learning (CTL)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keterampilan Proses Sains Keterampilan proses sains dapat diartikan sebagai keterampilan intelektual, sosial maupun fisik yang diperlukan untuk mengembangkan lebih lanjut pengetahuan

Lebih terperinci

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Pembelajaran Fisika seyogyanya dapat menumbuhkan rasa ingin tahu yang lebih besar untuk memahami suatu fenomena dan mengkaji fenomena tersebut dengan kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu tujuan dari pendidikan pada era modern saat ini adalah untuk mengajarkan siswa bagaimana cara untuk mendapatkan informasi dari suatu penelitian, bukan hanya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing).

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing. arah (ceramah reflektif) dan sistem dua arah (penemuan terbimbing). II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Menurut Hamalik (2002:187) dilihat dari besarnya kelas, pendekatan penemuan terbimbing dapat dilaksanakan dengan dua sistem komunikasi yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri sendiri dan alam sekitar

Lebih terperinci

1 Muhibbin Syah., Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm

1 Muhibbin Syah., Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1995), hlm BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PRAKTIKUM INKUIRI TERBIMBING PAD A TOPIK SEL ELEKTROLISIS

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA PRAKTIKUM INKUIRI TERBIMBING PAD A TOPIK SEL ELEKTROLISIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ilmu kimia merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam yang berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga ilmu kimia bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar adalah proses perubahan perilaku sebagai hasil dari sesuatu yang dilihat, diketahui atau didengar. Belajar merupakan aktivitas manusia yang penting dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari mengenai alam dan fenomena alam yang terjadi, yang berhubungan dengan benda hidup maupun benda tak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Menurut Nuraeni (2010),

II. TINJAUAN PUSTAKA. tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Menurut Nuraeni (2010), 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Menurut Nuraeni (2010), model

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Pembelajaran IPA di SD 1. Pembelajaran Pembelajaran ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.

Lebih terperinci

2015 PENGEMBANGAN ASSESMEN KINERJA UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI SISWA PADA KONSEP EKOSISTEM

2015 PENGEMBANGAN ASSESMEN KINERJA UNTUK MENILAI KETERAMPILAN PROSES SAINS TERINTEGRASI SISWA PADA KONSEP EKOSISTEM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Biologi merupakan salah satu cabang dari ilmu sains. Sains banyak dipandang orang sebagai kumpulan pengetahuan. Sains mengandung proses dan produk. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 Bab I Pasal I Ayat 1 menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam peningkatan sumber daya manusia dan salah satu kunci keberhasilan dalam pembangunan nasional di Indonesia.

Lebih terperinci

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K

Skripsi OLEH: REDNO KARTIKASARI K PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) DENGAN METODE EKSPERIMEN UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA KELAS VIII C SMP NEGERI 14 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Denok Norhamidah, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika merupakan salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang mempelajari gejala-gejala alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan berupa fakta, konsep,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kurikulum Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang artinya tempat berpacu. Istilah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting yang dikembangkan oleh guru untuk siswa. Pemanfaatan bahan ajar

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting yang dikembangkan oleh guru untuk siswa. Pemanfaatan bahan ajar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Proses pembelajaran membutuhkan bahan ajar sebagai salah satu komponen penting yang dikembangkan oleh guru untuk siswa. Pemanfaatan bahan ajar seharusnya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan tersebut mengalami perubahan, sehingga fungsi intelektual semakin BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku individu dari tidak tahu menjadi tahu dari tidak bisa menjadi bisa sebagi akibat dari latihan dan pengalaman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No.41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Pendidikan menyebutkan bahwa proses pembelajaran pada setiap satuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing Belajar merupakan aktivitas manusia yang penting dan tidak dapat dipisahkan, dari kehidupan manusia, bahkan sejak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era globalisasi saat ini membawa perubahan hampir di semua aspek kehidupan sehingga dibutuhkan sumber daya manusia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan model pembelajaran yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan model pembelajaran yang 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing (Guided Inquiry) Inkuiri terbimbing (guided inquiry) merupakan model pembelajaran yang dapat melatih keterampilan siswa dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. KAJIAN TEORI 1. Pembelajaran Matematika a. Pembelajaran Matematika di SD Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan standar kompetensi lulusan kelompok mata pelajaran sains, tujuan pendidikan pada satuan pendidikan SMA adalah untuk mengembangkan logika, kemampuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendekatan Konstruktivisme Menurut Von Glasersfeld dalam Sardiman ( 2007 ) konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemahaman terhadap informasi yang diterimanya dan pengalaman yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemahaman terhadap informasi yang diterimanya dan pengalaman yang BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Pada hakekat belajar diartikan sebagai proses membangun makna atau pemahaman terhadap informasi yang diterimanya dan pengalaman yang dialaminya sehingga terjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. apa yang sedang dipelajarinya dalam proses pembelajaran. LKS juga

II. TINJAUAN PUSTAKA. apa yang sedang dipelajarinya dalam proses pembelajaran. LKS juga II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lembar Kerja Siswa (LKS) LKS merupakan lembaran tempat siswa mengerjakan sesuatu terkait dengan apa yang sedang dipelajarinya dalam proses pembelajaran. LKS juga merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis,

BAB I PENDAHULUAN. (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan mata pelajaran Biologi untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang dikemukakan oleh Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas (2006:443)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis

BAB I PENDAHULUAN. Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisika dan sains secara umum terbentuk dari proses penyelidikan secara sistematis dan terus menerus terhadap suatu gejala alam sehingga menghasilkan produk tertentu.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Learning Cycle Learning Cycle adalah suatu kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan proses pembelajaran yang berpusat pada pembelajar atau anak didik (Hirawan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran.

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbedaan Gain yang signifikan antara keterampilan proses sains awal. dengan keterampilan proses sains setelah pembelajaran. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Efektivitas pembelajaran merupakan suatu ukuran yang berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran. Pembelajaran dikatakan efektif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan, melainkan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Konstruktivisme Secara sederhana konstruktivisme merupakan konstruksi dari kita yang mengetahui sesuatu. Pengetahuan itu bukanlah suatu fakta yang tinggal ditemukan,

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PERUBAHAN WUJUD BENDA

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PERUBAHAN WUJUD BENDA Jurnal Pena Ilmiah: Vol. 1, No. 1 (2016) PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI PERUBAHAN WUJUD BENDA Gina Rosarina 1, Ali Sudin, Atep Sujana 3 123 Program

Lebih terperinci