Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia"

Transkripsi

1 Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia Laporan Final 6 September 2

2 Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia Daftar Isi Ringkasan Eksekutif Pendahuluan Analisis Lanskap Proses Kajian Negara Situasi Gizi di Indonesia... Situasi Gizi dan Kesehatan Anak di Indonesia... Situasi Gizi dan Kesehatan Ibu di Indonesia... 3 Pemberian Makanan pada Kehamlan dan Anak dan Anak Usia Dini di Indonesia 6 4. Temuan pada Analisis Lanskap Kajian Negara dan analisis Persepsi permasalahan Kebijakan mengenai gizi dan kegiatan yang kini dipraktikkan Koordinasi Gizi Sumber Daya Manusia bagi Gizi Perencanaan, Anggaran dan Pembiayaan System Informasi Gizi... 3 Ringkasan Temuan Rekomendasi Tujuan Keseluruhan Koordinasi Gizi dan Pertanggungjawaban Anggaran dan Pembiayaan Perencanaan dan desain Program Sumber Daya Manusia Pengadaan Jasa Sistem Informasi Gizi Langkah Berikutnya... 4 Lampiran. Metodology Kajian Negara Lampiran 2. Program Gizi Indonesia berorientasi pengentasan kemiskinan... Klaster Bantuan Sosial dan Program Perlindungan... Program Raskin... Transfer Uang Tunai... Asuransi Kesehatan... Klaster 2 Program Pemberdayaan Masyarakat... PNPM Mandiri (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat)... PNPM Generasi (Transfer Uang Tunai untuk Kesehatan dan Generasi Cerdas)... Pemberdayaan Usaha Micro dan Kecil...7 Lampiran 3. Rangka Kerja Kebijakan dan Program Intervensi Gizi Esensial... Lampiran 4. Keamanan Pangan dan Pemetaan Kerawanan dari WFP... 2

3 Gambar dan Tabel Gambar : Penempatan waktu kegagalan pertumbuhan anak balita di negara sedang berkembang... 6 Gambar 2: Rangka Kerja Konseptual Gizi UNICEF... 8 Gambar 3: Fungsi Sistem Gizi yang membantu mendefinisikan Komitmen dan Kapasitas... Gambar 4: Prevalensi bobot kurang pada anak balita di Indonesia... Gambar 5: Stunting dan penyiaan (wasting) berdasarkan Propinsi di Indonesia (Riskesdas 27)... 2 Tabel : Cakupan Intervensi Gizi Lancet di Indonesia

4 Ringkasan Eksekutif Meski pendapatan nasional brutto telah tumbuh kelipatan lima sejak tahun delapan puluhan, kemajuan dalam nutrisi telah terbatas pada 37% anak Indonesia yang masih menderita stunting. Kepedulian mengenai situasi stunting dan dibutuhkannya untuk suatu pengkajian yang memadai mengenai kapasitas sistem gizi pemerintah di dalam administrasi desentralisasi yang baru, Badan Perencanaan Nasional dan Kementrian Kesehatan Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk melaksanakan proses Pengkajian Negara Analisis Lanskap agar mengkaji kesiapan mereka untuk bertindak untuk mempercepat pengurangan kehamilan dan kurang gizi. Suatu analisis situasi gizi mengungkapkan bahwa meskipun prevalensi anak kurang bobot telah berkurang di Indonesia dan telah dicapainya Tujuan Pembangunan Jangka Menengah dan Tujuan Pembangunan Milenium untuk pengurangan kelaparan, Indonesia tetap mempunyai permasalahan serius mengenai stunting dan wasting pada anak muda. Masih terdapat banyak kehamilan kurang gizi, yang berkontribusi terhadap bobot kelahiran rendah yang relatif tinggi demikian pula yang menderita stunting. Cakupan program gizi yang ada mungkin wajar untuk beberapa kegiatan, namun cakupan lebih besar perlu dicapai terhadap intervensi nutrisi esensial yang lebih preventif yang dapat membantu pengurangan kehamilan kurang gizi dan kurang gizi itu sendiri, termasuk promosi dan memberikan nasihat mengenai pemberian asi dan pemberian makanan komplementer, pemberian suplemen zat besi-folat kepada ibu, menghilangkan penyakit cacingan dari ibu dan anak, pemberian suplemen protein dan energi kepada ibu hamil yang miskin, perawatan diare dengan zat seng, dan cakupan fortifikasi makanan dan program fortifikasi di tempat tinggal. Temuan dari Pengkajian Negara adalah bahwa meskipun komitmen untuk bertindak bagi gizi cukup kuat, kemampuan untuk bertindak bagi gizi masih perlu diperkuat. Komitmen kuat yang ada untuk bertindak bagi gizi adalah salah arah dalam berupaya untuk mengatasi permasalahan gizi yang akut daripada meletakkan sistem dan intervensi pada tempatnya untuk mencegah anak dan ibu kekurangan gizi, yang sebagian besar karena yang hal yang disebutkan terakhir itu secara umum tidak dipandang sebagai suatu permasalahan. Komitmen untuk mengatasi permasalahan mengenai stunting makin tumbuh pada tingkat nasional, namun di tingkat propinsi dan kabupaten dimana semua tindakan diputuskan dan dilaksanakan, permasalahan gizi masih besar disamakan dengan gizi buruk dan/atau kepada kurangnya makanan. Mekanisme untuk koordinasi kebijakan, identifikasi prioritas dan mengatur tujuan dan sasaran adalah lemah atau bahkan tidak ada di semua tingkatan. Kemampuan untuk bertindak bagi gizi perlu diperkuat kalau pengurangan stunting harus tercapai. Pengadaan jasa sebagian besar berkisar mengenai pemantauan pertumbuhan anak dan salah arah terhadap balita daripada terpusat pada anak dibawah usia dua tahun dimana intervensi gizi dapat mempunyai efek yang lebih besar. Prioritas kurang diberikan kepada kegiatan pencegahan yang terkait dengan pemberian nasihat kepada ibu mengenai anak usia dini dan anak muda daripada memberikan fungsi penyembuhan dalam mendeteksi dan merawat penyakit wasting. Koordinasi antar sector mengenai pelaksanaan perlu diperkuat. Meskipun ahli gizi yang cukup banyak sedang diberikan pelatihan, kurikulumnya sudah kedaluarsa atau tidak lengkap. Mereka kurang mendapatkan pekerjaan di dalam sistem tersebut, dan terutama dalam pelaksanaan pemberian jasa. Sedikit ataupun samasekali tidak terjadinya pelatihan mengenai gizi 4

5 ditempat kerja. Penggunaan data pemantauan untuk membuat keputusan atau data evaluasi untuk belajar dari pengalaman program adalah hal yang tidak biasa. Rekomendasi dibuat mengenai bidang : Koordinasi dan Tanggungjawab Gizi; Anggaran dan Pembiayaan; Perencanaan dan Disain Program; Sumber Daya Manusia; Pengadaan Pelayanan; Sistem Informasi Gizi. Sebagai ringkasan, prioritas harus diberikan untuk menciptakan mekanisme yang mempromosikan pengembangan Rencana Tindakan Gizi yang seirama di tingkat Propinsi dan Kabupaten berdasarkan rencana nasional, keputusan dan arah kebijakan, demikian pula untuk mengembangkan mekanisme koordinasi antar sector untuk pengawasan dan pemantauan pelaksanaannya. Agar meningkatkan pembiayaan yang efektif, pengarahan dan insentif harus diberikan kepada kabupaten agar diprioritaskan pada intervensi berdasarkan pembuktian terhadap kelompok rawan pra-hamil, ibu hamil dan menyusui dan anak dibawah usia dua tahun. Ukuran panjangnya anak dibawah usia dua tahun dan anemia dalam kehamilan harus diberikan tekanan dan prioritas yang meningkat untuk mengukur keefektifan gizi demikian juga program pengentasan kemiskinan pada semua tingkatan. Secara bersamaan dengan hal ini, deskripsi pekerjaan perlu dimutakhirkan untuk mencerminkan arahan program baru (misalnya, pengukuran stunting dan kesehatan/anemia kehamilan) bagi semua staf yang terlibat di dalam gizi di semua tingkatan dalam system. Suatu peta sumber daya manusia bagi ahli gizi dan pekerja kesehatan lainnya harus dikembangkan agar dapat mengindentifikasi kesenjangan dalam penugasan serta kompetensi, dan mengembangkan rencana nasional untuk suatu pendekatan pelatihan untuk mengajar kompetensi gizi bagi sukarelawan, perawat dan bidan, dan untuk memberikan pemutakhiran teknis bagi dokter dalam ilmu pengetahuan. Sejalan dengan ini, skala pelaksanaan (sesuai tergantung kondisi lokal), dari paket Intervensi Gizi Esensial (ENI) harus secara progresif dilaksanakan dimulai dengan beberapa kabupaten dan propinsi dan secara bertahap memperluas sehingga dalam waktu lima tahun sebagian besar ibu dan anak tercakup oleh ENI sebagai suatu kelanjutan perawatan dari masa pre-konsepsi, konsepsi sampai usia dua tahun. Panduan pemantauan dan evaluasi harus dimodifikasi untuk mencerminkan fokus program baru dan indikator yang terkait. 5

6 . Pendahuluan Sementara ekonomi Indonesia telah tumbuh secara mengesankan selama empat dekade, tingkat kurang gizi anak meskipun berkurang, masih tetap bertahan tinggi. Pendapatan Nasional Bruto telah tumbuh lima kali lipat sejak tahun delapan puluhan, tetapi tingkat anak kurang bobot sedikit lebih dari separoh pada periode yang sama, dan 8% anak Indonesia masih mengalami hal ini. Mungkin aspek yang sangat menghawatirkan dalam hal ini, bahwa 37% anak Indonesia masih mengalami stunting. Stunting pada anak diterima secara luas sebagai salah satu alat prediksi mengenai modal sumber daya manusia, mempengaruhi kinerja akademik potensial dan kemampuan memperoleh pendapatan sebagai suatu bangsa. Stunting sama juga disebabkan oleh defisiensi dalam lingkungan intra-uterin dari janin demikian juga kesehatan dan gizi anak selama kehidupan pasca natal dini. Seperti dapat dilihat pada Gambar dibawah ini, di Negara yang terkena oleh kurang gizi dalam kehamilan dan anak, kegagalan pertumbuhan panjangnya sudah dapat ditentukan pada saat kelahiran dan terjadi setiap sejak kelahiran sampai usia dua tahun 2. Setelah usia dua tahun, anak dari semua Negara mempunyai pertumbuhan yang sama, sedemikian pada ukuran tinggi pada usia dua tahun banyak menentukan tingginya nanti pada saat dewasa 3. Gambar : Penempatan waktu gagal-tumbuh pada anak balita di negara sedang berkembang Pada dekade terakhir Indonesia telah diubah dari pemerintahan yang paling sentralistik menjadi pemerintah yang paling terdesentralisasi di dunia. Desentralisasi telah tercapai dengan beberapa urutan peraturan yang diberlakukan di tahun 2 dan dialihkannya tanggungjawab penyampaian pelayanan umum kepada kabupaten atau pemerintahan daerah. Undang-undang desentralisasi Indonesia tahun 9 Victora CG, Adair L, Fall C, Hallal PC, Martorell M, Richter L, Sachdev HS for the Maternal and Child Undernutrition Study Group (28) Maternal and child undernutrition: consequences for adult health and human capital. The Lancet 37: Victora CG, de Onis M, Hallal PC, Blössner M, Shrimpton R. 2 Worldwide timing of growth faltering: revisiting implications for interventions. Pediatrics. 25(3):e Cole T. 2. Secular trends in growth. Proc. Nut Soc. 59:

7 memperkenankan pembagian propinsi, kabupaten dan kabupaten kota menjadi unit yang lebih kecil demi kepentingan penyampaian pelayanan yang lebih baik, distribusi sumber daya yang lebih merata dan pemerintahan yang lebih terwakili. Dengan adanya desentralisasi jumlah kabupaten telah dilaporkan meningkat dari 292 dalam tahun 8 sampai 497 pada awal tahun 29 dan masih terus meningkat. Area kompetensi yang dipertahankan pada tingkat pusat termasuk Urusan Luar Negeri, Pertahanan, Fiskal dan Moneter, Peradilan dan Agama. Untuk yang lain termasuk Kesehatan, Pertanian dan Pendidikan, peranan pemerintahan di tingkat pusat terbatas pada pengaturan standard dan norma, pemantauan dan evaluasi dan pengendalian, sementara pemerintah propinsi mempunyai peran pengawasan dan pemberian fasilitas 4. Selanjutnya terlihat bahwa kurangnya perbaikan terhadap kurang gizi anak sejak perputaran abad, yang terkait awalnya dengan krisis ekonomi, telah dihubungkan dengan makin hancurnya kemampuan pemberian pelayanan dalam program gizi yang disebabkan oleh desentralisasi. Antara tahun 5 dan 26, jumlah penyedia kesehatan seperti dokter dan spesialis, bidan dan perawat telah meningkat secara signifikan namun fokusnya terhadap peningkatan jumlah pekerja, dengan kurangnya perhatian terhadap kualitas. Hasil awal dari laporan WHO/RI mengenai kajian rumah sakit terhadap kualitas perawatan anak yang dilakukan di enam propinsi 5 menunjukkan bahwa prosentase standard keberhasilan kasus pengelolaan kurang gizi adalah rerata 3% atau kurang dari 6%, merupakan suatu angka jelas yang secara kuat menyarankan dibutuhkannya perbaikan. Hasil terendah diamati di Jawa Timur (23%) dan keberhasilan tertinggi dicapai di NTT (43%). Suatu analisis kausal mengenai angka ini dibutuhkan untuk mengungkapkan sejauh mana dan sifat dari defisiensi tersebut, demikian pula untuk mengkaji pengetahuan dan praktik terhadap perawatan gizi oleh ahli kesehatan dan gizi professional di masyarakat. Sebagaimana pemerintahan kabupaten berupaya untuk menyamakan keterampilan sumber daya manusianya dengan kekuasaan yang baru diperoleh, demikian pula perencana dan pembuat keputusan ditingkat pusat dan propinsi menghadapi tantangan baru dalam koordinasi, pemantauan dan standardisasi. Hasil akhir adalah bahwa kurangnya kapasitas gizi pada tingkat kabupaten digabung dengan tantangan untuk koordinasi dan kepemimpinan pada tingkat pusat dan propinsi telah berakibat hancurnya program gizi secara umum. 6 Kepedulian mengenai situasi stunting dan dibutuhkannya pengkajian yang memadai mengenai kapasitas sistem gizi pemerintah dalam administrasi desentralisasi yang baru, Badan Perencanaan Nasional dan Departemen Kesehatan Republic Indonesia telah memutuskan untuk menjalankan proses Analisis Lanskap Pengkajian Negara yang telah dikembangkan oleh PBB dan badan internasional lainnya dibawah 4 Suwandi M 2. Pendekatan Top down dibandingkan bottom up approaches terhadap desentralisasi (pengalaman Indonesian). Jakarta: Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah. 5 Kajian dilakukan di tiga rumah sakit masing di Jambi, Sulawesi Tenggara, Jawa Timur, NTT, Maluku Utara dan Kalimantan Tengah. Hasil menunjukkan bahwa pengelolaan kasus diare, demam dan batuk/sulit bernapas adalah dibawah 6% (WHO, 29. Laporan kajian rumah sakit mengenai kualitas perawatan kesehatan anak di 6 propinsi, Februariy) 6 Friedman J, Heywood PF, Marks G, Saaday F, Choi Y. 26.Desentralisasi Sektor Kesehatan dan Program Gizi Indonesia: Peluang dan Tantangan. Report No IND. Washington: World Bank. 7

8 kepemimpinan WHO 7. Kajian Negara tersebut (CA) mempunyai sasaran untuk membantu negara untuk mengkaji kesiapan mereka bertindak untuk mempercepat pengurangan kurang gizi kehamilan dan anak. Kesiapan diakui sebagai fungsi komitmen dan kapasitas dan dipengaruhi faktor yang beroperasi pada semua tingkatan penyebab seperti tertera pada Rangka Kerja Konseptual Gizi UNICEF (UNICEF Nutrition Conceptual Framework Lihat Gambar 2 dibawah). Komitmen dapat diukur dengan adanya kebijakan dan besarnya sumber daya yang diterapkan pada masalah tersebut, sedangkan kapasitas tercermin pada tingkat dasarnya dalam arti kecukupan dalam penyampaian pelayanan. Gambar 2: Rangka Kerja Konseptual Gizi UNICEF 2. Proses Analisis Lanskap Kajian Negara (CA) Tujuan keseluruhan dari CA adalah untuk membantu menciptakan kapasitas dan komitmen lebih besar untuk meningkatkan situasi gizi agar mempercepat berkurangnya kurang gizi anak dan dalam kehamilan. Untuk tujuan ini, dengan dukungan yang diberikan badan PBB terutama yang terlibat, suatu tim nasional telah dibentuk dengan perwakilan dari Kementrian Kesehatan demikian juga dari BAPPENAS bersama dengan perwakilan tingkat propinsi dari kantor dinas perencanaan dan kesehatan dari tiga propinsi dimana CA dilakukan. Inisiatif Mikronutrien, Helen Keller International, dan institusi akademis termasuk Universitas Indonesia juga terlibat. Metodologi secara penuh bersama dengan kuestioner, jadwal wawancara dan orang yang diwawancarai terdapat dalam Lampiran, dan prosesnya diringkas lebih lanjut disini. 7 Nishida, N Shrimpton R, Darnton-Hill I 29. Analisis Lanskap terhadap kesiapan Negara untuk mempercepat aksi dalam gizi. SCN News 37: 4-9. Geneva: SCN. 8

9 Panduan rasional keseluruhan proses CA diturunkan dari pengertian yang disetujui pada Sesi ke 35 UN Standing Committee on Nutrition. 8. Telah diakui bahwa sasaran efektif terhadap ibu dan anak dari masa konsepsi sampai usia dua tahun ( jendela kesempatan ) dari suatu perangkat intervensi yang datang dari Lancet Nutrition Series (LNS) 9 mengenai bagaimana untuk mempercepat pengurangan kurang gizi anak dan dalam masa kehamilan dapat mencegah paling sedikit seperempat kematian anak dibawah usia 36 bulan dan mengurangi prevalensi stunting sebesar sepertiga pada masa jangka pendek. Metodologi pengkajian yang digunakan untuk CA Indonesia bersifat kualitatif. Kuesioner yang diturunkan dari yang disediakan oleh WHO Geneva diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia dan selanjutnya disempurnakan oleh tim nasional untuk memenuhi persyaratan Indonesia bagi pembuatan keputusan pada tingkat nasional, propinsi dan kabupaten. Pemangku kepentingan yang diwawancarai pada tingkat pusat termasuk pejabat dari kementerian yang terkait dengan perencanaan, kesehatan, urusan dalam negeri, industri, pertanian, pendidikan, kesejahteraan sosial, demikian juga perwakilan dari parlemen, badan donor, lembaga swadaya masyarakat internasional dan nasional serta unversitas. Tim wawancara nasional telah dibagi untuk mengunjungi tiga propinsi, dan termasuk anggota yang datang dari kantor dalam negeri propinsi, kesehatan, pertanian, berbagai kantor negara lainnya dan LSM. Pemangku kepentingan yang diwawancarai pada tingkat propinsi sama dengan tingkat nasional, namun pada tingkat kabupaten, kepala pusat kesehatan dan ahli gizi demikian juga bidan desa dan kader posyandu juga termasuk. Penempatan waktu berbagai kegiatan Analisis Lanskap adalah sebagai berikut: 3 Maret: Persiapan logistic berbagai kunjungan lapangan demikian pula pelatihan pewawancara dalam penggunaan kuesioner; 3 Maret: Peluncuran Nasional dari Analisis Lanskap Kajian Negara; 5 Maret: Peluncuran tingkat propinsi dan wawancara dengan pemangku kepentingan di Aceh, Jawa Tengah dan NTT; 6 8 Maret: Pertemuan dan wawancara dengan pemangku kepentingan tingkat Kabupaten di Aceh Timur, Aceh Besar, Kota Semarang, Banyumas, Sikka dan Belu; 9 Maret: Sesi umpan balik tingkat propinsi; Maret: Wawancara tingkat nasional; 24 Maret: Konsolidasi hasil wawancara dari tingkat kabupaten, propinsi dan nasional; 25 Maret: Pengembangan konsep temuan dan rekomendasi; 26 Maret: Presentasi dan diskusi mengenai konsep temuan dan rekomendasi dengan pemangku kepentingan tingkat nasional. Langkah pertama dalam analisis kuesioner adalah untuk meringkas tanggapan dari wawancara tingkat nasional, propinsi dan kabpaten dengan menggunakan judul yang mengelompokkan berbagai pertanyaan. Suatu matriks analitik, yang diturunkan dari 8 SCN 28. Rekomendasi dari Sesi 35 th : "MEMPERCEPAT PENGURANGAN KURANG GIZI MASA KEHAMILAN DAN ANAK" tersedia pada (Accessed 9/7/9) 9 The Lancet Series on Maternal and Child Undernutrition 28. Available at URL: (Accessed 5//9) 9

10 yang digunakan dalam Kajian Negara lainnya, menunjukkan berbagai indikator mengenai komitmen demikian pula kapasitas untuk dapat bertindak, juga digunakan untuk membantu lebih lanjut dalam meringkas hasil kuesioner. Matriks ini termasuk empat unsur sistem nutrisi/gizi seperti diusulkan dalam Lancet Nutrition Series (LNS) (lihat Gambar 3 dibawah), dimana Komitmen untuk Bertindak terkait dengan Pengurusan dan Fungsi Sumber Daya dan Kapasitas untuk Bertindak terkait dengan fungsi Kapasitas dan Penyediaan Pelayanan COMMITTMENT CAPACITY Gambar 3: Fungsi Sistem Gizi yang membantu mendefinisikan Komitmen dan Kapasitas Tidak semua empat fungsi ini beroperasi secara penuh pada semua tingkatan. Fungsi Penyediaan Pelayanan hanya terdapat pada tingkat kabupaten, dimana Pengurusan dan fungsi Kapasitas lebih dilaksanakan pada tingkat nasional dan propinsi. Sumber daya pada dasarnya penting diterapkan pada semua tingkat, meskipun pengendaliannya di Indonesia sekarang secara dominan terdapat pada tingkat kabupaten. 3. Situasi Gizi di Indonesia 2 Situasi Gizi dan Kesehatan Anak di Indonesia Situasi gizi anak di Indonesia, seperti terukur oleh bobot kurang, telah membaik secara signifikan. Di tahun 989 prevalensinya 3% dan data terakhir dari 27 3 menunjukkan angka sekarang adalah 8.4%. Ini adalah suatu penurunan hampir 3% Chopra M, Pelletier D, Witten C, Dietrich M. 29. Assessing countries readiness: Methodology for in-depth country assessment. SCN News 37:7-22 Morris SS, Cogill B, Uauy R, et al Effective international action against undernutrition: why has it proven so difficult and what can be done to accelerate progress? Lancet. 37(962): Data tersedia dari yang terkini digunakan dalam seluruh pembahasan ini, yang di sebagian besar kasus berasal dari survairiskesdas data dari Susenas dan data 27 dari Riskesdas, semua dalam standard WHO.

11 Percent Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia selama 8 tahun; sekitar.7% poin per tahun. Seperti terlihat pada Gambar 4 mengenai prevalensi bobot kurang dibawah ini, penurunan khusus ditandai pada tahun an, dimana saat itu telah turun (jatuh) sekitar %. Namun, terjadi suatu periode stagnasi, meski terdapat sedikit kenaikan prevalensi antara tahun 2 dan 25. Antara tahun 25 dan 27 terdapat penurunan cepat yang sedikit lebih dari 6% poin. Penurunan dramatis bobot kurang ini dapat mencerminkan suatu pengurangan sesungguhnya dalam prevalensi bobot kurang atau perbedaan dalam metodologi survai antara Susenas 25 dan Riskesdas 27, meski kedua survai tersebut menggunakan rangka pengambilan sampel yang sama. Sasaran MDG sebesar 8.5% telah tercapai oleh RISKESDAS di tahun 27 oleh karena sasarannya adalah pengurangan 5% dari 37.5 % bobot kurang di tahun 989. Sasaran rencana pembangunan jangka menengah juga telah tercapai. Trend in Underweight Prevalence of Under Five Children 4, 37,5 35,5 3, 3,2 28,3 3,6 29,5 26,4 24,6 26, 27,3 27,5 28,2 28, Target RPJM 29 2, 2, 9, 8,3 7, 9,8 9,3 9,2 9,6 9,2 8,4 2 8,5, 6,3 7,2,6,5 8, 7,5 6,3 8, 8,3 8,6 8,8 5,4 3, Target MDG 25, Severe Maln. Moderate Maln Malnourished Target Source : Susenas(989-25), Riskesdas 27 (WHO standard) Gambar 4: Prevalensi bobot kurang pada anak balita di Indonesia Sebagai kontras, kurang gizi anak terukur oleh penderita stunting dan wasting anak tetap, menjadi suatu permasalahan yang signifkan. Data perwakilan mengenai stunting anak terbatas, dengan Susenas 5 yang melaporkan prevalensi stunting sebesar 46.9% berdasarkan acuan pertumbuhan NCHS. Dalam tahun 27, RISKESDAS menemukan 36.8% dari semua anak balita di Indonesia mengalami stunting dengan menggunakan standard pertumbuhan WHO sebagai acuan dan selanjutnya 3.6% mengalami wasting. Data nasional ini mencerminkan variasi propinsi yang signifikan sebagamana ditunjukkan pada Gambar 5 dibawah ini untuk stunting dan wasting berdasarkan Propinsi.

12 % Papua W Papua N Maluku Maluku W Sulawesi Gorontalo SE Sulawesi S Sulawesi C Sulawesi N Sulawesi E Kalimantan S Kalimantan C Kalimantan W Kalimantan E Nusa Tenggara W Nusa Tenggara Bali Banten E Java DI Yogyakarta C Java W Java DKI Jakarta Kepulauan Riau Bangka Lampung Bengkulu S Sumatra Jambi Riau W Sumatra N Sumatra Aceh Analisis Lanskap Kajian Negara Indonesia Stunting and Wasting by Province in Indonesia (Riskesdas 27) Stunting Wasting Gambar 5: Stunting dan wasting berdasarkan propinsi di Indonesia (Riskesdas 27) 2

13 Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah propinsi dengan tingkat prevalensi tertinggi mengenai stunting di Indonesia dengan angka 46.7%, dan terdapat Sembilan propinsi dengan prevalensi stunting melebihi 4%, yang dikategorikan oleh WHO sebagai sangat tinggi. Tingkat wasting juga tinggi, oleh karena prevalensinya lebih dari 5%, dianggap situasi darurat denga persyaratan untuk program pemberian makanan suplemen. Delapanbelas dari 33 propinsi di Indonesia mempunyai prevalensi wasting diatas 5%. Lebih lajut secara nasional, 6.2% anak menderita wasting ini sangat serius yang meletakkan mereka pada risiko tinggi kematian. Penyakit pada anak tetap menjadi masalah yang berpengaruh terhadap status gizi di Indonesia. Diare dan ARI tetap menjadi penyebab utama kematian anak usia dini dan anak balita. 4 Prevalensi penyakit ini juga tinggi. % dan 3% anak telah menderita ARI dan demam dalam dua minggu mengawali DHS 27 dan hanya untuk 65.9% dilakukan perawatan atau diperoleh saran dari suatu fasilitas atau penyedia kesehatan. 3.7% dari anak menderita diare dalam dua minggu sebelum DHS dan 6.9% telah menerima suatu bentuk rehydrasi oral. Tingkat imunisasi juga rendah hanya 46.2% anak berusia 2-23 bulan ditemukan telah lengkap vaksinasinya (Riskesdas 27). Kelihatan kecenderungan bahwa tingkat tinggi penyakit infeksi akan berkontribusi terhadap tingkat tingginya wasting pada anak muda, dan kemungkinan besar merupakan cerminan praktik pemberian makan kepada anak yang kurang baik dan kondisi higiene yang didiskusikan lebih lanjut. Dengan demikian secara keseluruhan, sementara prevalensi bobot kurang telah dapat dikurangi di Indonesia dan Pembangunan Jangka Menengah dan Tujuan Pembangunan Milenium telah tercapai, Indonesia tetap mempunyai permasalahan stunting dan wasting yang serius, dengan hampir dua lipat prebedaan prevalensi yang terlihat diantara propinsi. Tingkat stunting dan wasting diikuti oleh tingginya tingkat penyakit infeksi diantara anak balita. Situasi Gizi dan Kesehatan Ibu di Indonesia WHO mencatat bahwa bobot anak pada saat lahir terpengaruh secara langsung oleh tingkat kesehatan dan gizi ibu secara umum sebelum dan selama kehamilan 5, dan bahwa kelahiran prematur adalah penyebab utama bobot kurang pada kelahiran di masyarakat industri, di negara sedang berkembang hal ini secara predominan disebabkan oleh hambatan pertumbuhan intra-uterin 6. Riskesdas 27 data menunjukkan bahwa 3.6% ibu mempunyai defisiensi energi kronis sebagaimana dapat terukur dari lingkaran lengan bagian atas yang <23.5 cm. Hal ini merupakan penurunan prevalensi dari tingkat tahun 23 sebesar 6.7%. Namun, prevalensi tetap lebih besar dari 5% di delapan propinsi. Menurut WHO 7, suatu prevalensi antara -9% dianggap sebagai prevalensi menengah yang menunjukkan situasi gizi yang buruk. 4 Riskesdas 27 5 Kramer M 987. Determinants of low birth weight: methodological assessment and meta-analysis. Bulletin of the World Health Organization 65: Villar J and Belizan JM The relative contribution of prematurity and foetal growth retardation to low birth weight in developing and developed societies. Am J Obstetrics & Gynaecology 43: Physical status: the use and interpretation of anthropometry. Report of a WHO Expert Committee. Technical Report Series No URL: (accessed 7 June 2) 3

14 Data mengenai bobot diwaktu lahir meskipun terbatas tentu menunjukkan adanya suatu permasalahan. Meskipun hanya separoh bayi ditimbang pada saat kelahiran,.5% dari jumlah tersebut mempunyai bobot kelahiran dibawah 2.5kg 8. Meskipun data dari DHS 27 menunjukkan proporsi lebih rendah bobot lahir anak (5.5%), kelihatannya sekitar 35% dari bobot anak baru lahir telah dikumpulkan dari kartu kesehatan anak selama DHS, sementara kartu tersebut digunakan sebagai sumber informasi sekitar 5% anak selama Riskesdas 27. Dapat dicatat bahwa menurut DHS 27 lebih dari 9% ibu telah dipantau berat badannya selama masa kehamilan, meskipun tidak jelas bila dukungan tertentu dan nashat diberikan untuk memastikan bahwa ibu memperoleh peningkatan bobot yang cukup selama masa kehamilan. Total penambahan bobot selama masa kehamilan ditemukan kurang memadai disekitar 8% ibu dalam study berdasarkan populasi di pedesaan di Jawa Tengah 9, yang menunjukkan bahwa lebih banyak dapat dilakukan untuk meningkatkan penambahan bobot. Percobaan pemberian makanan suplemen selama masa kehamilan di Jawa, selain meningkatkan bobot kelahiran, seterusnya menuju kepada pengurangan 2% penderita stunting pada anak balita 2. Meskipun perwakilan data anemia secara nasional pada kaum ibu terbatas dan diberi tanggal, anemia masih menjadi permasalahan. Survai Kesehatan Rumah Tangga Nasional di tahun 2 menunjukkan bahwa 27.9% dari ibu dalam masa reproduktif dan 4.% ibu hamil menderita anemia. Data Riskesdas 27 menunjukkan bahwa di perkotaan 9.7% ibu dalam masa reproduktif menderita anemia, dan 24.5% menderita anemia diwaktu masa kehamilan. Terdapat pembuktian lain bahwa status zat besi adalah terbatas, sedemikian sehingga selama waktu krisis financial 7/8 kaum ibu adalah yang pertama untuk menunjukkan tanda kurang gizi sebagaimana tercermin pada peningkatan penderita wasting dan tingkat anemia yang terkait dengan pengurangan konsumsi makanan berkualitas tinggi 2. Suatu studi yang terkini telah mengusulkan bahwa 2% dari kematian neonatal di Indonesia dapat disebabkan oleh kekurangan suplemen zat besi dan asam folat selama masa kehamilan 22. Banyak informasi terdapat mengenai praktik kesehatan kehamilan selama masa kehamilan dan sekitar waktu kelahiran, yang jauh dari keterbatasan dalam kontennya. Riskesdas 27 telah melaporkan bahwa 84.5% kaum ibu telah menerima suatu pemeriksaan kehamilan, dan bahkan di pedesaan dan diantara lingkungan yang ekonominya paling buruk, hampir 8% kaum ibu mendapatkan pemeriksaan kehamilan. 97.% dari kaum ibu ini melaporkan menerima tiga atau lebih intervensi selama kunjungan mereka. Mayoritas kaum ibu menerima pengukuran tekanan darah, pemeriksaan ketinggian fundal, imunisasi tetanus toxoid dan pengukuran bobot. Namun hanya 33.8% menerima tes hemoglobin dan hanya 36.4% mendapatkan tes urine. DHS 27 juga mempunyai data mengenai jenis rawatan ibu hamil selama 8 Riskesdas 27 9 Winkvist A, Stenlund H, Hakimi M, Nurdiati DS, and Dibley MJ. 22. Weight-gain patterns from prepregnancy until delivery among women in Central Java, Indonesia. Am J Clin Nutr 75: Kusin JA, Kardjati S, Houtkooper JM, Renqvist UH. 2. Energy supplementation during pregnancy and postnatal growth. Lancet 34(882): Block SA, Kiess L, Webb P, Kosen S, et al. 24. Macro shocks and micro-outcomes: child nutrition during Indonesias crisis. Ecn Hum Biol 2(): Titaley CR, Dibley MJ, Roberts CL, Hall J & Aghod K 29. Iron and folic acid supplements and reduced early neonatal deaths in Indonesia. Bull World Health Organ 87: 23. 4

15 masa kehamilan: 93.3% dari kaum ibu menerima ANC dari penyedia yang terlatih dan 75.3% kaum ibu mendapatkan kunjungan ANC yang pertama, kurang dari empat bulan, dengan hasil bahwa rerata selama kehamilan dari kunjungan pertama berlangsung 2.7 bulan. 8.5% kaum ibu mendapatkan total lebih dari empat kali kunjungan dan hanya 4.2% kaum ibu tidak mendapatkan kunjungan. 46.% dari kaum ibu melaksanakan kelahiran dalam fasilitas kesehatan, mayoritas dalam fasilitas pribadi, dan 53% kaum ibu melaksanakan kelahiran di rumah. 79.4% kelahiran dibantu oleh penyedia yang terampil, mayoritas oleh seorang perawat, bidan atau bidan desa. Namun demikian mortalitas kehamilan ibu tetap tinggi di Indonesia dan tidak makin baik. Meski cakupan ANC yang tinggi terhadap perawatan anemia selam masa kehamilan, rupanya tidak begitu efektif. Meskipun sebagian kaum ibu menerma suplemen, mereka tidak mengkonsumsi jumlah yang cukup. Riskesdas 27 telah temukan bahwa 92.2% kaum ibu menerima suplemen zat besi dan asam folat selama kehamilan yang terakhir yang sedikit berbeda dari DHS 27 yang melaporkan bahwa hanya 79.3% kaum ibu telah menerima suplemen zat besi selama masa kehamilan. Lebih penting lagi adalah bahwa Riskesdas melaporkan bahwa hanya 29.2% kaum ibu telah mengkonsumsi 9+ tablet selama masa kehamilan yang terakhir sesuai yang direkomendasikan 23, Kesuburan di Indonesia telah jatuh pada 2.6 kelahiran per ibu meski tetap lebih tinggi secara signifikan di beberapa propinsi seperti NTT dan Maluku. Usia menengah pada kelahiran pertama adalah 2.5 tahun dengan sedikit variasi, meskipun hal ini sedikit lebih rendah di daerah pedesaan (2.6 yrs), diantara mereka tanpa pendidkan (9.6 tahun) dan mereka dari tingkat kekayan terendah (2.7 yrs). Sebagai akibat, prosentase remaja yang telah mulai mempunyai anak (5-9 tahun) secara relatif rendah pada tingkat 8.5%. Tingkat kesuburan yang rendah paling tidak disebabkan pada fakta bahwa 6% dari ibu yang saat ini telah menikah sedang menggunakan suatu bentuk keluarga berencana (57.4% menggunakan metode modern) pada saat koleksi data 24 dengan kebutuhan yang tak terpenuhi terhadap keluarga berencana hanya sebesar 9.% diantara ibu yang saat ini telah menikah. Dapat disimpulkan bahwa meskipun terbatasnya informasi yang tersedia, terdapat cukup banyak kurang gizi masa kehamilan yang kemungkinan cenderung berkontribusi terhadap bobot kelahiran rendah yang relatif tingkat tinggi demikian juga untuk stunting. Sementara kelihatan bahwa kaum ibu mendapatkan rawat kesehatan yang wajar selama masa kehamilan dan kelahiran jika diukur dalam istilah penempatan waktu kunjungan pertama, frekwensi kunjungan dan kelahiran oleh petugas terampil, intervensi berorientasi nutrisi/gizi dapat diperbaiki. Kunjungan lebih awal dalam trimester pertama lebih menjadi pilihan, demikian pula tes darah lebih dan tes urine dilakukan untuk identifikasi faktor risiko seperti anemia dan infeksi urine. Juga terlalu sedikit kaum ibu mengkonsumsi jumlah tablet zat folat yang disyaratkan dalam kehamilan untuk melindungi terhadap anemia. 23 Riskesdas DHS 27 5

16 Pemberian makanan pada Ibu dan Anak usia dini dan Anak muda di Indonesia Praktik pemberian makanan anak usia dini dan anak muda di Indonesia adalah jauh dari kecukupan. Menurut DHS 27, hanya 32.4% anak usia kurang dari enam bulan diberi asi eksklusif. Hal ini merpakan net pengurangan dari tingkat 4% di tahun 22 dan tentunya disebabkan oleh peningkatan tajam dari praktik pemberian makanan dengan botol dari 7% sampai 28% dantara anak dibawah usia enam bulan selama periode yang sama. Data Susenas menunjukkan kecenderungan yang sama mengenai praktik pemberian asi. Dalam propinsi yang keadaannya paling buruk (misalnya, Kepulauan Riau, Jakarta dan Bali) pemberian asi eksklusif bermanfaat kepada kurang dari 5% anak. Oleh karena susu ibu adalah sumber optimal nutrisi untuk anak, hal ini meletakkan anak kepada posisi sangat tidak beruntung secara nutrisi dan untuk pencegahan penyakit. Sebagai tambahan adalah fakta bahwa hanya 43.9% anak mulai makan asi dalam satu jam setelah kelahiran dan 64.6% menerima makanan pre-lakteal. Anak muda di Indonesia juga menerima makanan pelengkap terlalu dini: pada usia 4-5 bulan lebih dari separoh (52.9%) menerima makanan bentuk padat atau semi padat, dan dibawah dua bulan, 33.4% menerima formula untuk anak. Pemberian makanan pelengkap harus dimulai dari sekitar enam bulan dan anak harus menerima tiga atau lebih kelompok makanan suatu jumlah minimum menurut kelompok usia selain asi. Data DHS 27 menunjukkan bahwa hanya 52.5% diberi makanan secara optimal dengan cara ini. Area utama kelemahan pada anak usia dini dan anak muda adalah frekwensi pemberian makanan (hanya 67% menawarkan makanan pelengkap minimum per kelompok usia per hari sebagai tambahan selain asi) tetapi hanya 75% mengkonsumsi jumlah kelompok makanan yang cukup, misalnya, diet yang diversifikasi. 25 Praktik pemberian makanan yang buruk: pemberian asi kurang cukup, penggunaan formula anak secara berlebihan, pemberian makanan pelengkap secara dini dan kualitas buruk dan frekwensi pemberian makanan pelengkap setelah enam bulan, tidak disangsikan lagi adalah berkontribusi kepada wasting dan stunting. Praktik pemberian makanan secara buruk juga berkontribusi terhadap kekurangan atau defisiensi mikronutrien. Hanya 87.4% dan 69.7% dari anak usia 6-35 bulan dilaporkan menerima vitamin A dan makanan kaya akan zat besi dalam 24 jam terakhir, menurut DHS (27). Sedikit data tersedia mengenai konsumsi makanan bagi ibu hamil kecuali data DHS 27, yang melaporkan bahwa sekitar 75% kaum ibu dengan anak dibawah usia tiga tahun telah menyantap daging atau ikan dalam 24 jam terakhir ini; konsumsi makanan kaya zat besi adalah serupa. Rekomendasi nasional untuk konsumsi karbohidrat dan protein, diterbitkan tahun 24 untuk penduduk secara umum oleh National Workshop on Food and Nutrition VIII (WKNPG), adalah untuk sebanyak 2, kilo-kalori per kapita per hari untuk karbohidrat dan 52 gram per kapita per hari untuk protein. Pada tingkat nasional,735 kilokalori dari karbohidrat dan 55.5 gram protein dikonsumsi per hari perkapita 26. Hanya Jawa Timur yang memenuhi rekomendasi nasional untuk konsumsi karbohidrat pada tingkat propinsi. Namun, semua kecuali enam propinsi 25 DHS 27 Table 4.5, page Riskesdas 27 6

17 memenuhi atau melebihi persyaratan nasional untuk protein, yang menunjukkan, secara umum, suatu lingkungan makanan yang aman untuk kaum ibu dan anak. Konsumsi buah-buahan dan sayuran dianggap tidak mencukupi untuk penduduk secara umum. Riskesdas telah temukan 93.6% penduduk tidak konsumsi buahbuahan dan sayuran yang mencukupi, misalnya, mereka mengkonsumsikan kurang dari lima porsi sehari. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi buah-buahan dan sayuran tentu dibawah 4 g per hari yang direkomendasikan oleh WHO 27 untuk pencegahan penyakit kronis yang terkait diet atau kebiasaan yang dimakan seperti obesitas, diabetes, penyakit kardio-vaskular dan kanker. Sebagai kesimpulan, praktik pemberian makanan untuk kaum ibu hamil dan anak usia dini serta anak muda secara umum buruk, dengan pemberian asi eksklusif bertingkat rendah dalam enam bulan pertama dan pemberian makanan pelengkap yang kurang memadai diantara anak muda. Sementara konsumsi makanan dari penduduk secara umum sangat cukup dari perspektif kuantitatif, tapi secara kualitatif buruk. Praktik pemberian makanan yang buruk, termasuk jumlah makanan padat-nutrien diantara kaum ibu dan anaknya berkontribsi terhadap konsumsi diet karena kekurangan mikronutrien. Gizi dan Program terkait Gizi di Indonesia Gizi adalah komponen penting dari program pemerintah Pusat. Total anggaran untuk gizi komunitas masyarakat adalah Rupiah 244 milyar (sekitar US$ 26 juta) dari pemerintah Pusat dan tambahan Rp 48 milyar tersedia dari pendanaan khusus termasuk pinjaman. 6% dari pendanaan ini dipertahankan di tingkat Pusat dan sisanya disediakan bagi propinsi sebagai anggaran de-sentralisasi berdasarkan jumlah penduduk dan prevalensi bobot kurang. 28 Pada tingkat kabupaten, pendanaan untuk gizi datang dari pendanaan kabupaten (APBD II), kantor kesehatan propinsi dari anggaran propinsi (APBD II) dan pendanaan peralihan dari tingkat pusat (APBN) dan hibah khusus. Proposal diajukan untuk kegiatan dimana pendanaan dibutuhkan tetapi process pembahasan dari proposal tersebut sangat panjang dan berbelit dan kegiatan gizi dapat saja dihilangkan dari perencanaan kabupaen karena keterbatasan anggaran atau apabila perwakilan Kantor Kesehatan Kabupaten tidak dapat membenarkannya kepada pembuat keputusan mengenai anggaran kabupaten Bappeda, DPRD dan Kantor Kesehatan Kabupaten. Suatu proses serupa juga terjadi pada tingkat propinsi. Sejak desentralisasi diadopsi di tahun 9, tanggungjawab untuk pemberian pelayanan kesehatan umum telah berpindah pada tingkat kabupaten. Namun Standard Pelayanan Umum (SPM) telah diterbitkan dibawah Peraturan Departemen Dalam Negeri mengenai Panduan Teknis dalam Memformulasikan dan Menetapkan Standard Pelayanan Minimum yang diperuntukkan Departemen Pemerintah. SPM memastikan bahwa pemerintah daerah menyediakan pelayanan dasar dan memastikan konsistensi antar kabupaten. Peraturan Menteri Dalam Negeri tahun 28 mengenai Standard Pelayanan Minimum Wajib mensyaratkan pelayanan dasar berikut ini dan 27 WHO, 22. Diet, Nutrition and the prevention of chronic diseases. Report of a joint WHO/FAO expert consultation. Geneva. 28 Pangaribuan R. 2 Deskripsi Penyampaian Sistem Kesehatan dan Kebijakan Gizi, Program dan Inisiatif dalam Persiapan Analisis Lanskap. Laporan disiapkan untuk UNICEF Jakarta 7

18 mensyaratkan pihak yang berwenang setempat untuk memantau apakah standard tersebut dipenuhi. Cakupan ANC untuk ibu hamil (sedikitnya empat kunjungan), termasuk suplemen zat besi dan asam folat: 95% pada tahun 25 Cakupan pelayanan kesehatan postpartum, termasuk suplemen vitamin A : 9% pada tahun 25 Imunisasi anak universal: % pada tahun 2 Cakupan pelayanan kesehatan anak usia dini, termasuk suplemen vitamin A : sasaran 9% pada tahun 2 Cakupan pelayanan kesehatan anak, termasuk suplemen vitamin A dan untuk pertumbuhan dan pemantauan perkembangan: sasaran 9% pada tahun 2 Cakupan pemberian makanan suplemen dari anak usia 6-24 bulan dari keluarga miskin: % pada tahun 2 Cakupan perawatan anak yang gizi sangat buruk: % by 2 Berdasarkan SPM diatas dan tradisi intervensi gizi di Indonesia, intervensi utama yang dilaksanakan untuk menjawab kurang gizi tingkat tinggi adalah pemantauan pertumbuhan berdasarkan komunitas (dibanding fasilitas) di pos kesehatan posyandu. Kebijakannya adalah bahwa semua anak balita harus secara teratur ditimbang di posyandu, lebih baik sekali sebulan 29, bahwa bobot gambarkan pada Kartu Menuju Sehat atau KMS gambar pertumbuhan atau gambar di buku KIA (kesehatan ibu dan anak) dan bahwa ibu dari anak yang menderita makin lemah harus diberi nasihat. Sebagai tambahan, anak dari keluarga miskin diberikan makanan suplemen di posyandu dalam bentuk makanan fortifikasi bagi usia 6- bulan dan biskuit fortifikasi untuk yang berusia 2-23 bulan. Jika seorang anak belum meningkat bobotnya dalam dua bulan berturut-turut atau telah jatuh dibawah 3SD (jatuh dibawah garis merah) anak tersebut harus dirujuk ke fasilitas kesehatan setempat. Fasilitas kesehatan tersebut harus menyediakan pemeriksaan lebih lanjut, termasuk kajian bobot-tinggi untuk memastikan kurang gizi buruk akut dan pemeriksaan kesehatan. Berdasarkan kepada hasilnya, anak tersebut harus diberikan perawatan : apakah dengan pemberian makanan suplemen atau pemberian makanan terapi. Namun dalam kenyataannya, di tahun 27 hanya 45.4% anak balita ditimbang sedikitnya 4 kali dalam enam bulan sebelumnya 3. Di beberapa propinsi seperti NTT dan Yogyakarta prosentase lebih tinggi (misalnya, diatas 65%) tetapi di lainnya seperti Sumatera Utara dan Jambi adalah 3% atau kurang. 25.5% anak balita tidak ditimbang dalam enam bulan terakhir. Selanjutnya, telah diamati bahwa sedikit sekali kaum ibu yang anaknya gagal dalam pertumbuhan menerima pemberian nasihat. Pada tingkat terbaiknya, pendekatan pemantauan berdasarkan komunitas adalah lebih menyembuhkan daripada pencegahan. Sebagaimana dipraktikkan di Indonesia, fokus terbesar pada masalah menimbang dan tidak mengenai intervensi pencegahan dan dukungan yang dimaksudkan untuk sebenarnya menjawab masalah kurang gizi. 29 According to the Nutrition Plan of Action at Central Level (Rencana aksi pembinaan gizi masyarakat, 2-24), 8% of all preschoolers are to be weighed at Posyandu. 3 Riskesdas 27 8

19 Suatu intervensi utama lainnya adalah suplemen vitamin A. Dibawah desentralisasi, semua kabupaten diharapkan untuk mengadakan pasokan suplemen vitamin A yang memadai untuk anak usia 6-59 bulan dan ibu post partum. Suplemen untuk anak dimaksudkan untuk didistribusikan melalui posyandu di bulan Februari dan Agustus dengan kegiatan mobilisasi dan sosialisasi yang diperlukan untuk dilaksanakan sebelum distribusi untuk memberi semangat agar hadir pada hari distribusi. Anak yang tidak hadir akan dilanjutkan kegiatannya ke rumahnya. Menurut DHS 27 hanya 68.5% dilaporkan menerima kapsul vitamin A dalam enam bulan terakhir. Riskesdas 27 telah melaporkan angka yang serupa of 7.5%. Kaum ibu menerima suplemen vitamin A setelah melahirkan selama kunjungan post partum atau ketika mereka membawa anak baru lahir mereka untuk imunisasi. Namun, DHS 27 temukan bahwa hanya 44.6% kaum ibu yang telah menerima suplemen. Intervensi utama gizi masa kehamilan adalah suplemen zat besi dan asam folat untuk ibu hamil. Namun sebagaimana dilaporkan diatas, hanya sekitar 3% kaum ibu menerima 9+ tablet sebagaimana dimaksudkan; pemenuhan tidak direkam. Beberapa intervensi lainnya yang terkait dengan kesehatan masa kehamilan dan kesehatan anak memberi dampak terhadap status gizi, seperti juga, misalnya, akses ke air dan sanitasi dan keamanan makanan. Indonesia juga mengoperasikan beberapa program pengentasan kemiskinan utama yang dapat diharapkan untuk mempunyai dampak yang signifikan terhadap kurang gizi anak dan masa kehamilan. Misalnya, suatu program yang bernama RASKIN mendistribusikan beras subsidi kepada kaum miskin dan suatu program transfer uang tunai bersyarat (PKH Program Keluarga Harapan) mempunyai sasaran untuk mengurangi mortalitas masa kehamilan dan anak dengan menyediakan transfer uang tunai kepada keluarga dengan syarat mengakses pelayanan seperti perawatan antenatal dan postnatal, suplemen zat besi kehamilan, bantuan kelahiran, imunisasi anak, pemantauan pertumbuhan dan pemberian suplemen vitamin A. PKH juga bekerjasama dengan program lain Generasi PNPM yang menyediakan hibah block kepada orang pedesaan untuk membantu mereka meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan dan pendidikan. Suatu deskripsi lebih lengkap mengenai program pengentasan kemiskinan yang berorientasi kepada gizi terdapat dalam Lampiran 2. Di tahun 28 suatu analisis utama oleh Lancet 3 telah identifikasi 4 intervensi layak dan efektif dimana terdapat cukup bukti dalam pelaksanaan di semua 36 negara dengan 9% anak penderita stunting, termasuk Indonesia. Lancet juga telah identifikasi intervensi lanjut, dimana terdapat cukup bukti untuk pelaksanaan dalam konteks spesifik dan situasional. Tabel berikut ini meringkas cakupan di Indonesia dari intervensi gizi esensial. Analisis lebih rinci yang menunjukkan kebjakan dan legislasi kini untuk setiap intervensi tersebut, termasuk dalam Lampiran 3. Data menunjukkan bahwa terdapat beberapa promosi dan pemberian nasihat mengenai pemberian asi dan pemberian makanan pelengkap, suplemen zat besi folat bagi kaum ibu, perawatan penyakit cacingan pada ibu dan anak, suplemen protein dan energi pada ibu hamil miskin, perawatan penyakit diare dengan zat seng, dan cakupan yang lebih baik mengenai fortifikasi makanan dan program fortifikasi di rumah. 3 The Lancet Series on Maternal and Child Undernutrition 28. Available at URL: (Accessed 5//9) 9

20 Lancet merekomendasikan suatu suplemen zat besi folat dan suplemen mikronutrien ganda, tanpa menunjukkan yang mana untuk dipergunakan di dalam paket intervensinya. Kebijakan nasional Indonesia adalah untuk menyediakan suplemen zat besi folat kepada semua ibu hamil, tetapi mikronutrien ganda di program pilotkan kepada dua propinsi. Percobaan dari mikronutrien ganda tersebut dibandingkan dengan suplemen zat besi folat yang dijalankan di Indonesia telah menunjukkan seefektif sebagaimana zat besi folat tersebut dalam memperbaiki status anemia 32 dan untuk mengurangi mortalitas anak usia dini 9-hari hampir sebesar 2% dibandingkan suplemen zat besi folat 33. Tabel : Cakupan Intervensi Gizi Lancet di Indonesia Intervensi dengan cukup bukti untuk pelaksanaan di semua 36 negara Cakupan Intervensi terkini di Acuan dan Catatan Indonesia Hasil masa kehamilan dan kelahiran Suplemen zat besi folat 29.2% DHS hari Suplemen mikronutrien masa kehamilan Yodium masa kehamilan melalui garam beryodium Intervensi untuk mengurangi konsumsi tembakau dan polusi udara dalam Gedung Bayi baru lahir Promosi pemberian asi (pemberian nasihat untuk individual dan kelompok) Anak usia dini dan anak Promosi pemberian asi (pemberian nasihat untuk individual dan kelompok) Komunikasi perobahan perilaku untuk pemberi makanan pelengkap yang lebih baik Zat Seng dalam pengelolaan diare % 62.8% 97% N/A N/A N/A N/A Kebijakan di Indonesia adalah untuk memberikan zat besi folat selam kehamilan. MNS sedang di proyek pilotkan di dua propinsi dengan dukungan UNICEF. Riskesdas jumlah rumahtangga yang konsumsi garam beryodium cukup (titrasi) DHS - % kaum ibu yang tidak gunakan tembakau. Namun 87.8% pria gunakan tembakau. Data mengenai polusi udara dalam Gedung tidak tersedia (N/A) Hal ini adalah kebijakan namun data tidak tersedia mengenai cakupan. Suplementasi Vitamin A 68.5% - 7.5%. DHS 27 dan Riskesdas 27 Garam beryodium universal 62.8% Riskesdas jumlah rumah tangga 32 Sunawang, Utomo B, Hidayat A, Kusharisupeni, Subarkah. 29. Preventing low birthweight through maternal multiple micronutrient supplementation: a cluster-randomized, controlled trial in Indramayu, West Java. Food Nutr Bull. 3 (4 Suppl):S Supplementation with Multiple Micronutrients Intervention Trial (SUMMIT) Study Group, Shankar AH, Jahari AB, Sebayang SK, Aditiawarman, Apriatni M, Harefa B, Muadz H, Soesbandoro SD, Tjiong R, Fachry A, Shankar AV, Atmarita, Prihatini S, Sofia G. 28. Effect of maternal multiple micronutrient supplementation on fetal loss and infant death in Indonesia: a double-blind cluster-randomised trial. Lancet. 37(968):

21 Cuci tangan atau intervensi hygiene 23.2% dan 7.% Perawatan kurang gizi buruk akut N/A Intervensi dengan cukup bukti untuk pelaksanaan dalam konteks spesifik dan situasional Hasil masa kehamilan dan kelahiran Suplemen energi dan protein yang seimbang pada masa kehamilan** Perawatan cacingan pada masa kehamilan Suplemen calcium masa kehamilan Intermittent preventative treatment of malaria* yang konsumsi cukup garam beryodium (titrasi) Riskesdas - % penduduk usia lebih dari tahun dengan perilaku yang benar dalam mencuci tangan dan buang air besar % Bukan kebijakan di Indonesia % N/A N/A Kelambu yang diberi insektisida* 2.3% Bayi baru lahir Suplemen vitamin A neonatal % Penjepitan usus ari-ari (korda umbilicus) Anak usia dini dan anak Program transfer tunai bersyarat (dengan pendidikan nutrisi)** Kebijakan Indonesia tidak memperkenankan perawatan cacingan secara massal dalam masa kehamilan. Tidak ada kebijakan meski terdapat adanya beberapa pelaksanaan Planned in the new Mid-Term Development Plan but not yet implemented DHS - % ibu hamil yang tidur dibawah kelambu yang diberi insektisida tidur semalam sebelum survai Belum menjadi rekomendasi WHO dan tidak ada kebijakan di Indonesia % Tidak ada kebijakan di Indonesia.% Perawatan Cacingan*** % Program fortifikasi dan suplementasi*** % Kelambu yang diberi insektisida* 3.3% *Di area dengan keberadaan malaria ** Untuk kaum ibu dan anak dari keluarga miskin Di tahun 29 program transfer tunai bersyarat mencakup 72, rumah tangga. Kebijakan nasional merekomendasikan perawatan cacingan untuk anak usia dua sampai lima tahun dan anak usia sekolah tergantung dari prevalensinya:: >5% -- perawatan cacingan massal 2x/tahun 2 5% -- perawatan cacingan massal x/tahun <2% -- perawatan cacingan tersasar Namun, data cakupan, jarang ada. Fortifikasi tepung terigu dengan zat besi adalah wajib di Indonesia dan mendekati % dari semua tepung terigu difortifikasi meskipun tidak diketahui berapa banyak tepung terigu yang dikonsumsikan anak. DHS - % anak balita yang tidur dibawah kelambu yang diberi insektisida semalaman sebelum survai. 2

22 *** Di area dengan keberadaan infestasi cacing tinggi dan/atau anemia Sebagai kesimpulan meskipun prevalensi anak berbobot kurang telah dikurangi di Indonesia dan Pembangunan Jamgka Menengah dan Tujuan Pembangunan Milenium telah tercapai, Indonesia tetap mempunyai permasalahan yang serius dengan stunting dan wasting pada anak muda. Terdapat banyak kurang gizi pada masa kehamilan yang cenderung berkontribusi terhadap bobot kurang pada kelahiran yang relatif cukup tinggi demikian juga untuk stunting. Cakupan program menunjukkan bahwa cakupan lebih tinggi perlu dicapai mengenai intervensi gizi esensial yang dapat membantu mempercepat pengurangan kurang gizi masa kehamilan dan anak, termasuk promosi dan pemberian nasihat mengenai pemberian asi dan pemberian makanan pelengkap, suplementasi zat besi folat bagi kaum ibu, perawatan cacingan kaum ibu dan anak, suplementasi protein dan energi bagi ibu hamil yang miskin, perawatan diare dengan zat seng, dan cakupan yang lebih baik mengenai fortifikasi makanan dan program fortifikasi di rumah. 4. Temuan dari Analisis Lanskap Kajian Negara dan analisis 34 Persepsi permasalahan Persepsi umum di propinsi dan kabupaten adalah bahwa masalah gizi berupa penyakit wasting yang buruk. Sedikit sekali pengakuan mengenai stunting atau kurang gizi masa kehamilan sebagai permasalahan. Pada tingkat nasional terdapat lebih besar serta meluasnya tumbuhnya pengertian mengenai permasalahan stunting. Pada tingkat sub-nasional, stunting yang mempunyai status kecil umumnya disebabkan karena masalah genetika karena mempengaruhi sebagian besar penduduk. Persepsi in dapat dimengerti: selama dua dekade terakhir, kesadaran dan advokasi mengenai gizi terutama telah terfokus kepada penyakit wasting buruk. Advokasi secara nasional di tahun 8 selama krisis ekonomi Asia telah berdampak terhadap program lanjutan mengenai pengelolaan kurang gizi akut pada semua tingkat. Konsep ini telah dimajukan selama bertahun-tahun sebagaimana tercermin dalam kebijakan dan strategi gizi yang ada sekarang: Keputusan Presiden No. 74 yang terbit tahun 28, yang memberikan panduan mengenai standard pelayanan kesehatan minimum 35 (SPM) untuk dicapai di tahun 25, yang memberikan rehabilitasi % anak yang menderita bobot kurang yang serius sebagai salah satu sasaran gizi utama bagi kabupaten. Panduan ini tercermin dalam tujuan dari program kesehatan dan gizi sekarang ini dari beberapa propinsi (RPJMD 29-23) demikian sehingg NTT yang terdapat tujuan mengenai eliminasi kelaparan serius. Dalam kaitan terhadap gizi masa kehamilan, Keputusan No. 74 merekomendasikan bahwa 95% dari ibu hamil untuk dicakup dengan 4 kali kunjungan perawatan antenatal, termasuk 9+ tablet zat besi folat. SPM tidak termasuk persyaratan untuk pencegahan kurang gizi anak dan masa 34 Temuan terkait terutama pada tiga propinsi yang dikunjungi yang meskipun memberikan bahasan representative dari tiga lingkungan dan situasi berbeda, tidak dapat dipandang sebagai mewakili diversitas sepenuhnya dari Indonesia. 35 SPM adalah acuan yang digunakan untuk definisikan sasaran perencanaan program pada tingkat kabupaten dan kota. 22

23 kehamilan secara umum seperti pemberian nasihat mengenai pemberian makanan anak usia dini atau gizi selama masa kehamilan. Terdapat suatu perjanjian pada tingkat nasional bahwa ketersediaan makanan bukanlah suatu penyebab utama dari kurang gizi, meskipun banyak orang berpikir bahwa kemiskinan menghambat akses terhadap makanan cukup, berkualitas di beberapa komunitas masyarakat. Atlas Keamanan Makanan dan Kerawanan Indonesia menunjukkan bahwa ketersediaan makanan 36 adalah sebenarnya hanya suatu defisit di Papua, Maluku, Riau, Jambi, Bangka Belitung, West Sumatera dan Kalimantan Tengah. Sebaliknya ketika akses diperhitungkan, disebabkan kemiskinan atau kurang infrastruktur misalnya, kerawanan terhadap keamanan pangan meningkat secara signifikan. Secara keseluruhan, dengan mengambil ketersediaan makanan, akses dan pemanfaatan diperhitungkan, analisis tersebut telah identifikasi kabupaten, dari 346 dimana terdapat data, sebagaimana menjadi prioritas tinggi (prioritas, 2 dan 3). kabupaten ini adalah rumah bagi sejumlah 25 juta penduduk. 2 kabupaten prioritas terkonsentrasi di Papua, NTT dan Papua Barat. Sehingga, sementara orang sering menyatakan penyebab kurang gizi karena keamanan pangan, terutama pada tingkat kabupaten, dalam kenyataan, akses pangan disebabkan kemiskinan adalah lebih sering kali menjadi penyebabnya, daripada defisit sebenarnya pada ketersediaan pangan. Suatu diskusi lebih rinci mengenai Keamanan Pangan dan pengawasannya dijelaskan dalam Lampiran 4. Defisiensi mikronutrien tidak begitu dikenal baik oleh responden diluar tingkat nasional. Hal ini memberi dampak, misalnya, terhadap alokasi anggaran kabupaten untuk membeli kapsul vitamin A untuk anak muda. Namun, meskipun hal ini tidak disebutkan secara khusus sebagai permasalahan gizi utama oleh yang diwawancarai, defisiensi zat besi diakui sebagai kepentingan umum oleh beberapa pemangku kepentingan pada tingkat sub nasional/propinsi. Selama Kajian Negara (CA), tablet zat besi/asam folat ditemukan di sebagian besar puskesmas yang dikunjungi. Misalnya, di propinsi Aceh, semua puskesmas dan posyandu yang dikunjungi selama LA sudah mempunyai stok tablet zat besi folat. Di tingkat puskesmas, makanan suplemen mikronutrien fortifikasi juga ditemukan. Defisiensi yodium telah diberikan sedikit perhatian selama beberapa tahun terakhir diluar tingkat nasional yang kemungkinan besar masyarakat menganggap bahwa Indonesia telah mencapai tingkat garam beryodium universal. Riskesdas 27 menunjukkan bahwa suatu estimasi sebesar 92% rumah tangga mengkonsumsi garam beryodium. Namun, hanya 63% mengkonsumsi garam beryodium yang cukup (>5ppm yodium). Obesitas tidak dipandang sebagai suatu permasalahan pada tingkat manapun yang mencerminkan fakta bahwa bobot lebih dan obesitas hanya muncul baru-baru ini di Indonesia. Sementara, dalam Rencana Nasional mengenai Pangan dan Gizi (26-2), terdapat pilar mengenai perbaikan berkehidupan sehat yang termasuk kegiatan untuk membahas bobot lebih dan obesitas. Pelaksanaan kegiatan yang terkait dengan komponen tersebut terbatas. 36 As measured by ratio of per capita normative consumption to net cereal production. Map 2.. Page 35. GOI and WFP. A Food Security and Vulnerability Atlas of Indonesia, 29 23

24 Kebijakan gizi dan kegiatan yang kini dipraktikkan Kegiatan gizi difokuskan kepada pemantauan pertumbuhan (untuk identifikasi gagal tumbuh), perawatan kurang gizi atau Gizi Buruk, dan, terhadap yang kurang dari itu, yaitu mengenai pemberian makanan suplemen. Temuan ini diharapkan untuk memberi panduan yang disediakan oleh Keputusan Presiden No 74 yang disebutkan diatas mengenai standard minimal untuk pelayanan kesehatan (SPM); hanya terdapat daftar suplemen mikronutrien, pemantauan pertumbuhan, pemberian makanan suplemen dan perawatan anak berkesehatan sangat buruk sebagai pelayanan dasar bagi gizi. Salah satu pelayanan dasar yang disyaratkan adalah cakupan pelayanan kesehatan, termasuk suplementasi vitamin A dan pemantauan pertumbuhan dan pengembangan. Data yang digunakan untuk melaporkan indicator ini (misalnya, proporsi anak yang menerima pelayanan kesehatan) tidak perlu untuk mencerminkan pelaksanaan semua komponen. Agar dapat menghitung cakupan pelayanan kesehatan anak balita (anak usia 2-59 bulan), seorang hanya perlu mengukur jumlah total anak yang telah menghadiri pemantauan pertumbuhan paling tidak delapan kali selama suatu waktu tertentu di satu area dan membagi angka tersebut oleh total jumlah bayi yang lahir selama periode yang sama. Dengan demikian, pelaksanaan terbatas (atau tidak sama sekali) dari beberapa intervensi gizi seperti pendidikan gizi atau pemberian nasihat dapat disebabkan kepada kenyataan bahwa tidak perlu secara khusus melaporkannya. Jika tidak diukur ataupun dilaporkan, bisa dianggap sebagai tidak esensial atau perlu untuk dilaksanakan. Departemen Kesehatan (DepKes)) adalah penanggungjawab tunggal bagi suplementasi mikronutrien (misalnya, zat besi folat untuk ibu hamil dan suplementasi vitamin A untuk anak usia 6-59 bulan dan ibu post-partum) dan pemberian makanan pelengkap. Namun DepKes membagi tanggung jawab untuk intervensi gizi lainnya yang terkait bersama kementerian lainnya sebagai berikut: fortifikasi makanan Departemen Dalam Negeri/DepDagri, BPOM, MoI); pendidikan gizi -MoE, MONE, MWE dan lainnya; promosi asi eksklusif Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Program Pangan - DepDagri dan Departemen Sosial. Posyandu itu sendiri dibawah Departemen Dalam Negeri. Dengan demikian, banyak kegiatan gizi dilaksanakan atau dikendalikan diluar sektor kesehatan dan aspek penentuan sasaran, pelaksanaan dan koordinasi mungkin tidak terjadi secara optimal agar mencapai hasil gizi yang terbaik. Konsep paket intervensi dan suatu kelanjutan perawatan dari konsepsi sampai usia dua tahun tidak begitu dimengerti dengan baik meski fakta bahwa standard minimum dan panduan teknis merupakan upaya yang berharga untuk menyediakan panduan dan pengetahuan demikian di arah itu. Panduan tersebut memberikan indikasi pelayanan kesehatan untuk diberikan selam masa kehamilan, periode neonatal, tahun pertama kehidupan dan periode dari 2-59 bulan. Ha ini mempunyai kecenderungan bahwa rasio untuk standard minimum dan panduan teknis tidak dimengerti secara penuh oleh pengguna potensial. Hal ini dapat menjelaskan mengapa tidak dilaksanakan sepenuhnya, meskipun kebijakan, protokol, buku petunjuk dan panduan untuk pelaksanaan intervensi gizi sudah tersedia di struktur kesehatan seperti puskesmas, Terdapat upaya baru untuk memasukkan kelanjutan perawatan untuk ibu dan anak kedalam Buku KIA, yang digunakan di posyandu dan puskesmas, tetapi kelihatannya penggunaan buku tersebut tidak optimal. 24

25 Suatu hambatan lainnya terhadap pelaksanaan paket intervensi gizi efektif melalui konsep lanjutan perawatan kelihatannya adalah kurangnya kesadaran dari penyedia kesehatan mengenai pentingnya dan keefektifannya. (Sumber daya manusia akan didiskusikan di seksi lain) Anak yang menderita penyakit wasting sangat buruk atau bahkan anak yang sangat berbobot kurang. Sebagai contoh, pemberian makanan suplemen diberikan untuk suatu periode waktu tertentu, biasanya 9 hari, tanpa memperhatikan apakah status gizi anak sudah cukup meningkat atau tidak. Kelihatan juga sedikit sekali pengertian mengenai perbedaan dalam pentingnya, penyebabnya serta perawatan dari bobot kurang dan penyakit wasting yang buruk. Rencana Nasional untuk Pembangunan 2-24 (RPJMN) terfokus kepada stunting dan paket Intervensi Gizi Esensial dari Lancet Nutrition Series. Meskipun rencana propinsi dan kabupaten seharusnya mengacu pada RPJMN ketika mendefinisikan rencana mereka sendiri, terdapat putus hubungan antara proses perencanaan pada tingkat pusat dan tingkat sub-nasional. Sebagai kelanjutannya, meskipun beberapa sasaran didefinisikan di dalam RPJMN yang baru atau bahkan di dalam Keputusan Menteri baru ini No. 74 mengenai SPM dan Keputusan Menteri No. 838 di dalam panduan teknis, dengan dinyatakannya periode perencanaan yang berbeda antara pusat (2-24) dan tingkat sub-nasional (29-23 untuk NTT; untuk Aceh; untuk Jawa Tengah), sasaran dan indicator yang terpasang pada tingkat pusat, propinsi atau kabupaten mungkin berbeda. Misalnya, dalam RPJMN yang kini, satu tujuannya adalah mengurangi bobot kurang dari 8% sampai kurang dari 5% di tahun 25. Di dalam RPJMD NTT, sasarannya adalah untuk mencapai 3% di tahun 23, sementara kurang dari 5% di tahun 22 di RPJMD Aceh. Selanjutnya, RPJMD Jawa Tengah tidak termasuk sasaran untuk bobot kurang dan memfokus hanya kepada pengurangan penyakit wasting buruk sampai kurang dari.82%. Contoh lainnya terkait dengan panduan teknis mengenai pelaksanaan standard pelayanan kesehatan minimum. Dalam dokumen tersebut, dinyatakan bahwa 95% ibu hamil akan menerima empat kali kunjungan antenatal sampai pada tahun 25. Oleh karena hal ini termasuk suplementasi zat besi folat, seorang dapat menganggap bahwa cakupan suplemen juga akan diatur pada 95%. Sementara, sasaran NTT untuk cakupan zat besi folat adalah 9% pada tahun dimana sasarannya diatur pada 85% 38 di Aceh dan 8% di Jawa Tengah 39. Rencana Aksi Nasional untuk Pangan dan Gizi (RANPG) selama periode lima tahun 2-25 kini dalam pengembangan. Hal ini akan didasarkan pada RPJMN Nasional yang sebenarnya pada tingkat national maupun propinsi. Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi stunting sebesar lima persen dalam lima tahun yang berikutnya (dari 37% sampai 32%). Dengan jelas, telah ada banyak komitmen politis mengenai gizi pada tingkat nasional di Indonesia selama beberapa dekade yang lalu, sebagaimana terbukti dalam dokumen kebijakan seperti RPJMN yang kini berlaku. Rencana program gizi dan terkait gizi pada tingkat kabupaten juga ditemukan sebagai bagian dari Rencana Propinsi Jangka Menengah Daerah (RPJMD dari propinsi NTT, RPJMD dari 37 RPJMD NTT RPJMD Aceh 28-22, Bab II 39 Rencana Strategi Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah

26 propinsi Aceh, RPJMD Jawa Tengah)termasuk kesehatan, pendidikan dan pertanian. Namun, meski adanya rencana nasional dan propinsi, program gizi skala besar pada tingkat propinsi dan kabupaten pada Rencana Strategi Kesehatan (Renstra) tidak dibiayai dengan cukup.sebagaimana disebutkan sebelumnya, kurangnya pengetahuan mengenai perencana sektor mengenai penyebab dan implikasi dari kurang gizi dan pentingnya sebagai penentu tentu dapat menjadi hambatan. Pemeriksaan semua program yang terkait gizi di-negara sendiri juga menunjukkan bahwa banyak kegiatan terkait gizi yang dijalankan oleh sektor non-kesehatan. Misalnya, sector pendidikan mendistribusikan pangan kepada anak pra-sekolah sebagai bagian dari program pengembangan perawatan anak usia dini (PAUD). Badan Keamanan Pangan mempunyai program pemberian pangan pelengkap di beberapa tapak proyeknya di NTT. Makanan kecil di sekolah (PMT-AS) disediakan untuk meningkatkan pendaftaran dan mencegah putus sekolah dari perempuan khususnya, dan meningkatkan proses pembelajaran. Terdapat komitmen kuat dari pemerintah nasional untuk meningkatkan cakupan dan dampak dari program ini. Program seperti program transfer tunai tak bersyarat (PKH) dan program pro-miskin lainnya mempunyai potensial untuk memperbaiki gizi secara signifikan. Program ini dapat menjadi sangat synergik dengan intervensi gizi langsung, apabila dilaksanakan dalam cara terkoordinasi, dengan tujuan dan indikator yang umum. Namun, apabila terjadi pemutusan hubungan dapat terjadi risiko menghamburkan sumber daya keuangan yang dapat digunakan lebih efektif jika sasaran diarahkan kepada akar penyebab permasalahan gizi di negaranya. Misalnya, jika program RASKIN bisa lebih diarahkan kesasaran kepada mereka dengan ketersediaan pangan nyata dan permasalahan akses, beberapa kurang gizi yang disebabkan oleh kerawanan pangan, dapat dibahas. Dengan cara serupa, jika program transfer tunai bersyarat mewajibkan keluarga untuk mengakses pelayanan dan mempraktikkan perilaku yang telah diidentifikasikan sebagai intervensi esensial oleh RANPG, dan bila sistem telah terpasang untuk menjamin kondisi yang perlu terpenuhi sebelum transfer tunai dilakukan, cakupan intervensi esensial tentu akan meningkat secara signifikan. Pada saat yang sama, DepKes harus berkolaborasi dengan program PKH untuk menjamin bahwa pelayanan yang disyaratkan dalam PKH tersedia dengan kualitas yang tinggi di area program. Koordinasi Gizi Terdapat perasaan kuat dan meluas bahwa koordinasi mempunyai kekurangan dalam memperbaiki gizi lintas sektor, didalam sektor, di semua tingkat pemerintahan, dan di PBB. Pada tingkat pemerintah, mungkin hal ini disebabkan kenyataan bahwa gizi dibawah urusan kesehatan dan telah diberikan prioritas lebih rendah dalam istilah koordinasi. Pada tingkat nasional koordinasi dibutuhkan untuk pengembangan strategi dan kebijakan, sementara pada tingkat sub-nasional (kabupaten dan sub-kabupaten) koordinasi dibutuhkan untuk pelaksanaan. Pada tingkat pusat, BAPPENAS memberikan banyak upaya untuk menjamin koordinasi program kesehatan dan gizi melalui pendirian Direktorat Kesehatan dan Gizi yang mengawasi kegiatan dibawah kerjasama UNICEF-RI.Terdapat juga suatu Dewan Keamanan Pangan yang diketuai oleh Presiden Republic Indonesia (RI) dengan menteri dari kementerian terkait sebagai anggota. Suatu Badan serupa terdapat pada tingkat sub-nasional yang diketuai oleh Gubernur dan Bupati. Selanjutnya, 26

27 beberapa Task Force/Komite telah diciptakan untuk maksud memperbaiki koordinasi. Demikian juga, terdapat task force gizi dibawah Dewan Keamanan Pangan pada tingkat pusat, propinsi dan kabupaten. Namun, kelihatannya bahwa tidak terdapat suatu definisi yang jelas mengenai peranan dan tanggungjawab diantara berbagai badan ini. Ketidak adanya suatu rencana kerja menciptakan suatu tantangan yang membatasi efisiensinya. Hal ini berkontras terhadap kolaborasi baik antara pemerintah local dan LSM/LSMI yang bekerja dalam kegiatan nutrisi pada semua tingkat. Pada tingkat kabupaten, dirasakan adanya vakum dalam kepemimpinan gizi lokal dan pemerintahan. Meskipun upaya yang berbeda telah dibuat, kelihatannya terdapat mekanisme koordinasi yang tidak kuat untuk meningkatkan koordinasi kegiatan dari sektor dan mitra yang menuju kepada fragmentasi kegiatan dan akibat. Misalnya, meskipun 79.4% kelahiran dibantu oleh petugas kelahiran yang terampil, inisiasi dini pemberian asi eksklusif dipraktikkan oleh kaum ibu dalam 44% kasus. Selanjutnya, hanya 45% dari ibu post-partum yang menerima kapsul vitamin A selama 42 hari pertama setelah melahirkan. Meskipun DepKes dilihat mempunyai peranan utama dalam gizi, pertanyaan telah dikemukakan apakah harus atau tidak menjadi koordinatornya. Hal ini mungkin karena kenyataan bahwa masalah gizi masih dipandang oleh banyak orang sebagai hal yang terkait dengan kekurangan pangan. Dari perspektif ini, kementerian lainnya (misalnya Kementerian Pertanian berwenang terhadap keamanan pangan) dilihat sebagai yang mempunyai peran lebih besar untuk dimainkan dengan demikian menghilangkan wewenang relative dari Departemen Kesehatan sebagai koordinator. Hal ini juga sering sulit untuk satu sector untuk mengkordinasikan yang lain; peran ini mungkin perlu diambil oleh seseorang diatas sektor secara individual. Rencana Aksi Pangan dagizi propinsi atau kabupaten tidak terdapat disetiap propinsi dan kabupaten; demikian pula tidak adanya sasaran gizi yang konsisten dalam Rencana yang ada. Terdapat pengecualian: di propinsi NTT demikian juga di Kabupaten Belu, kegiatan gizi dan sasaran terdapat rencana strategis kesehatan yang mencakup periode 29-23; Program propinsi Aceh mengenai gizi mempunyai sasaran gizi seperti dapat disebutkan yaitu pengurangan prevalensi bobot kurang dan perbaikan pemberian asi eksklusif. Rencana strategis propinsi Jawa Tengah mempunyai sasaran untuk pengurangan IDD, anemia diantara ibu hamil dan postpartum, wasting sangat buruk, dan kurang gizi energi diantara ibu hamil. Terdapat kecenderungan bahwa upaya untuk memperbaiki gizi melalui kemitraan yang sedang berlangsung antara UNICEF, badan lainnya dan LSM dengan Pemerintah dalam propinsi ini (dan di beberapa kabupaten) telah terjadi dampak terhadap perencanaan dan anggaran untuk gizi. Sumber Daya Manusia untuk Gizi Meski data menyarankan bahwa sejumlah ahli gizi yang cukup dilatih di Indonesia, mereka tidak dipekerjakan ataupun di tugaskan secara efektif, terutama di lapangan : dengan demikian hanya 3% puskesmas atau pusat kesehatan mempunyai ahli gizi Diploma 3-tahun (D3). Sebagian besar ahli gizi dilatih oleh salah satu dari 33 Akademi Gizi yang terakreditasi yang tersebar diseluruh negeri dan diawasi oleh Pemerintah. Berdasarkan tahunan, lebih dari seribu ahli gizi lulus dari akademi ini. Sebagai tambahan terhadap lulusan Akademi, dokter dapat juga menjalankan pelatihan Gizi (2-4 tahun tambahan terhadap kurikulumnya) untuk menjadi ahli gizi klinik atau ahli diet komunitas. Setelah pelatihan pra-layanan, ahli gizi dan ahli diet 27

28 melamar pekerjaan kemana saja yang diinginkan. Seperti di Negara lain, sebagian besar memilih bekerja di daerah perkotaan karena kondisi kehidupan yang lebih baik di daerah itu. Sebagai konsekwensinya, distribusi ahli gizi tidak merata di Indonesia. Di tahun 27, terdapat.7 ahli gizi per puskesmas di Yogyakarta sementara di Papua dan NTT, rasio adalah masing.2 dan.5 berturutan per puskesmas. Selanjutnya, sebagaimana ditunjukkan oleh Bank Dunia 4, pendekatan sebenarnya untuk alokasi staf pada tingkat kabupaten berdasarkan standard nasional untuk menentukan anggota staf yang tidak harus cocok dengan kebutuhan yang ketat. Ahli gizi sering kali bertanggungjawab atas program lain. Tentunya bahwa kurangnya kejelasan deskripsi pekerjaannya (Deskripsi pekerjaan untuk ahli gizi di puskesmas dikembangkan lebih dari satu dekade yang lalu) menuju kepada ahli gizi yang mempunyai kesulitan dalam menterjemahkan pekerjaan mereka atau memprioritaskan tanggungjawab mereka. Lebih lanjut, meskipun beberapa kegiatan gizi akan dilaksanakan pada tingkat kabupaten sebagaimana ditunjukkan oleh SPM, patut dicatat bahwa ahli gizi jarang disebut bertanggungjawab atas pelaksanaan intervensi gizi, yang justeru sebaliknya yang terjadi pada bidan dan dokter. Bahkan, praktiknya adalah untuk merujuk kepada ahli gizi hanya bila menghadapi masalah yang terkait dengan rehabilitasi anak yang menderita kurang gizi buruk, untuk pemberian makanan suplemen bagi anak dari keluarga miskin, dan pengelolaan pengadaan pasokan gizi. Tidak disebutkan perlunya untuk merujuk kepada ahli gizi untuk meminta nasihat mengenai pemberian asi dan pemberian makanan pelengkap atau untuk suplemen mikronutrien bagi anak dan ibu. Hal ini dapat menjelaskan mengapa professional kesehatan lainnya seperti bidan dan perawat mempunyai lebih banyak tanggungjawab dalam istilah intervensi gizi meskipun mereka mungkin kurang dalam pengetahuan dan keahlian teknis yang relevan. Misalnya, kurikulum pelatihan pra-layanan untuk bidan di Aceh termasuk 2 jam yang didedikasikan pada gizi anak yang seimbang (usia pra dan sekolah). Sebagai tambahan, enam jam dihabiskan pada perawatan post-partum, yang temasuk pemberian asi eksklusif, gizi umum, suplementasi vitamin A, dan hygiene bayi. Hal ini adalah pelatihan yang tidak memadai, meskipun menuju kepada pertanyaan mengenai gunanya merekrut ahli gizi di lapangan atau menugaskan ahli gizi sama bertanggungjawab terhadap program. Tentu juga menjelaskan mengapa Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten sering berjuang untuk meyakinkan Bupati untuk mempekerjakan ahli gizi. Dengan ditambahkannya kepada permasalahan dengan penugasan ahli gizi, adalah tantangan bagi ahli gizi yang kurang cukup berkualifikasi meski diantara yang sudah terlatih. Kualitas pelatihan gizi pra-layanan (D3) tidak konsisten di semua Akademi. Terdapat beberapa yang masih menggunakan kurikulum 7 yang menekankan teori dibandingkan kurikulum 23 yang mempunyai komponen lebih kuat pada praktik. Di tahun 29, kurikulum telah dimutakhirkan tetapi masih belum secara konsisten digunakan untuk pelatihan pra-layanan. Berdasarkan pembahasan kurikulum Akademi Gizi di Aceh, kelihatannya tidak terdapat komponen khusus mengenai praktik pemberian makanan anak usia dini dan anak muda ataupun gizi masa kehamilan. Sebenarnya, sekitar 7% isi dari kurikulum Akademi telah distandardisasi, yang 4 World Bank/GoI, 29. Indonesia s doctors, midwives and nurses: Current stock, increasing needs, future challenges and options. January, World Bank, Jakarta, Indonesia. 28

29 menyisakan pengenalan topik baru seperti praktik pemberian makanan anak usia dini dan anak muda kepada diskresi setiap institusi untuk memenuhi yang tinggal 3%. Pusat pelatihan propinsi Aceh untuk pekerja kesehatan akan menjadi yang pertama untuk menambahkan IYCF kedalam kurikulum gizi. Selain Akademi, terdapat institusi swasta yang dapat melaksanakan kurikulum baru. Kualitas dari latihan pralayanan di dalam institusi ini bervariasi, meski belum pernah dilakukan pengkajian. Selanjutnya, sebagai contoh mengenai kualitas pelatihan ahli gizi, meskipun puskesmas mempunyai seorang ahli gizi, prevalensi kurang gizi mungkin masih menjadi perhatian dan hal ini, meski kuantitasnya stafnya memadai. Misalnya, di kota Semarang sebagian besar puskesmas (4/8) mempunyai seorang ahli gizi, tetapi indikator gizi masih buruk, misalnya 38% menderita stunting. Akhirnya, seperti dijelaskan diatas, faktor lain seperti pengetahuan terbatas mengenai gizi diantara professional kesehatan lainnya dan distribusi ahli gizi secara geografis tidak merata juga berkontribusi kepada kurangnya sumber daya manusia yang cukup berkualifikasi dalam bidang gizi, khsusnya didaerah terpencil. Selain kelemahan yang dijelaskan dalam pelatihan pra-layanan, Kajian Negara juga temukan bahwa pelatihan dalam-layanan (in-service) mengenai gizi tidak mencukupi. Sebagian besar staf yang diwawancarai selama CA mengakui bahwa mereka tidak menerima pelatihan dalam-layanan selama dua tahun terakhir. Terdapat semangat diantara pejabat kabupaten yang berwenang untuk lebih banyak kelibatan relawan masyarakat. Lebih dari dua juta relawan atau kader yang melayani 26. posyandu di 48 kabupaten. Kader adalah anggota organisasi PKK (Pemberdayaan Keluarga untuk Kesejahteraan), yaitu organisasi perempuan yang terkenal di Indonesia. Kemampuan dan kompetensi dari relawan ini bervariasi dan tergantung terhadap perhatian dari pemerintah setempat untuk pelathan dan pelathan kembali. Kurangnya pemantauan dan pengawasan juga membahayakan motivasi sumber daya manusia dan kualitas pelayanan. Akhirnya, mengenai professional kesehatan lainnya seperti bidan dan perawat, proses akreditasi ahli gizi mungkin tidak seiring dengan kemandirian standard internasional, kredibilitas dan keterbukaan terhadap publik, yang juga berdampak terhadap kualitas anggota staf. Perencanaan, Anggaran dan Pembiayaan Seperti disorot dalam bagian sebelumnya mengenai gizi dan program/kegiatan terkait gizi, terdapat sumber daya yang signifikan dialokasikan untuk gizi dan kegiatan terkait gizi pada tingkat Pusat, termasuk pengentasan kemiskinan dan program jaringan keselamatan. Namun, sebagian besar sumber daya ini bukan dibawah wewenang Departemen Kesehatan. Banyak sumber pembiayaan tersedia untuk kegiatan terkait pangan dan gizi pada tingkat kabupaten tetapi rumit karena keterbatasan dan kendala waktu. Sebagai tambahan, proses kompleks antara alokasi anggaran, persetujuan dan pelaksanaan karena pembatasan birokrasi serta seleksi skala prioritas seringkali menghambat pelaksanaan intervensi gizi. Meski adanya potensial dalam ketersediaan dana, sangat sedikit pendanaan yang kenyataanya menjadi termasuk dalam anggaran gizi pada tingkat sub-nasional dan apa 29

30 yang ada kemungkinan tidak memadai bagi sasaran gizi yang termasuk dalam rencana kerja Propinsi dan Kabupaten. Misalnya, di kabpaten Belu di propinsi NTT, salah satu tujuan rencana kerja adalah untuk mengurangi prevalensi kurang gizi dari 4% di tahun 28 sampai 2% di tahun 22, namun hanya 8% dari anggaran kesehatan kabupaten yang digunakan untuk kegiatan gizi. Selanjutnya, khususnya pada tingkat lebih rendah, sebagian besar anggaran digunakan untuk administrasi (gaji) dan infrastruktur, dengan dana sangat terbatas untuk kegiatan program: di NTT 7% dari anggaran 29 (APBD II)digunakan untuk gaji dan tunjangan sisanya 3% digunakan untuk semua sektor dengan 8% kepada kesehatan dan separohnya untuk infrastruktur. Dalam anggaran salah satu kabupaten di propinsi Aceh, dari total Rp yang digunakan untuk kesehatan, hanya.2% adalah untuk gizi. Alokasi rendah untuk gizi jelas terhubung kepada persepsi bahwa gizi bukan menjadi masalah utama. Selanjutnya, lebih dari 65% (dari.2% ini) dialokasikan untuk pangan bagi Wanita hamil dan anak balita dan kepada rehabilitasi anak yang kesehatannya sangat buruk. Suatu alokasi rendah untuk gizi juga telah diamati di Kota Semarang di Jawa Tengah, dimana gizi hanya mencakup 2% dari total anggaran kesehatan. Sebagian besar dana dibelanjakan pada pemberian makanan suplemen dan perawatan penyakit wasting buruk. Di kabupaten Banyumas, anggaran kabupaten teah menderita suatu pemotongan efektif sebesar 7% disebabkan oleh peningkatan mendadak posisi gaji, karena anggota staf yang sebelumnya bersifat honorer, kemudian diangkat menjadi pegawai tetap dengan gaji resmi. Hal ini hampir tidak menyisakan anggaran untuk program kesehatan dan gizi. Putus hubungan tersebut antara perencanaan dan persetujuan anggaran dan alokasi diamati pada semua tingkat. Terdapat suatu budaya umum dengan perencanaan berdasar anggaran dari pada perencanaan berdasar cakupan/hasil. Ketersediaan pembiayaan tidak dialokasikan kepada intervensi yang paling efektif. Perencanaan, anggaran dan pembiayaan program dan kegiatan gizi sejalan dengan persepsi permasalahan gizi demikian juga dengan isi kebijakan, strategi dan panduan yang ada untuk menjawab situasi dan proses perencanaan saat kini. Dengan diberikannya pengertian yang makin tumbuh dan meluas mengenai gizi (termasuk masalah stunting pada tingkat nasional) hal ini juga menjelaskan mengapa lebih banyak sunber daya dialokasikan pada tingkat nasional daripada tingkat sub-nasional mengenai gizi dan kegiatan terkait gizi, termasuk pengentasan kemiskinan yang utama dan program jaringan keselamatan. Hal ini juga menyoroti putus hubungan dengan kegiatan gizi pada tingkat Kabupaten. Program gizi seperti untuk vitamin A dipandang menjadi tanggungjawab tingkat Pusat. Sebagai konsekwensinya, anggaran untuk pengadaan kapsul vitamin A tidak selalu dimasukan dalam anggaran subnasional. Demikian juga dimana mitra pembangunan yang mendanai berbagai program gizi, dana tidak selalu dibelanjakan pada intervensi yang paling efektif. Sistem Informasi Gizi Jumlah besar data tersedia, termasuk yang berasal dari laporan rutin dan survai nasional. Namun, informasi mengenai indikator dasar tertentu tidak tersedia secara teratur, demikian juga data tersedia tidak selalu lengkap dan akurat (misalnya, data anemia ibu hamil tidak secara teratur dikumpulkan ataupun dilaporkan). Data SKDN (S=anak balita yang ada di posyandu, K=bagi yang mempunyai kartu pertumbuhan, D=bagi yang datang untuk ditimbang bulan sebelumnya, dan N=bagi 3

31 yang tumbuh) dikumpulkan secara rutin di tingkat posyandu dan dikirim keatas. Meskipun jumlah banyak waktu staf yang kelihatannya dihabiskan untuk mengumpulkan informasi ini dan melaporkannya ke atas, jarang sekali digunakan untuk program peningkatan, menentukan sasaran, evaluasi, dsb. Satu alasan adalah bahwa denominator seringkali tidak dilaporkan bersam numerator. Hal lain adalah bahwa tidak terdapat pemicu untuk tindakan (misalnya, mengambil tindakan jika prevalensi melebihi x%) dan hal ini tidak jelas tindakan apa harus diambil berdasarkan data. Data mengenai pemberian asi, konsumsi garam beryodium, suplementasi vitamin A dan status gizi diantara keluarga sadar gizi dikumpulkan melalui Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi atau SKPG (Sistem pengawasan pangan dan gizi). Data mengenai suplemen zat besi/folat pada ibu hamil juga dikumpulkan. Perangkat data ini dikirimkan ke Puskesmas berdasarkan setiap bulan. Namun, hal ini tidak jelas mengenai bagaimana semua data digunakan untuk pembuatan keputusan dan/atau dalam pembahasan pengawasan. Data survai digunakan secara cukup baik untk advokasi pada tingkat nasional dan propinsi. Sebagai contoh, dengan diberikan prevalensi stunting tinggi seperti ditunjukkan oleh Riskesdas 27 dan dengan diberikannya dampak yang diakui mengenai pemgembangan, pemerintah telah memutuskan untuk membahas masalah ini selama lima tahun berikut ini. Sedemikian, pengurangan prevalensi stunting telah menjadi sasaran penting dari RPJMN 2-25 dan tujuan utama dari Perencanaan Nasional mengenai Pangan dan Gizi SPM dimaksudkan menuntun kabupaten mengenai intervensi dasar apa yang mereka harus sediakan dan untuk memberikan sasaran yang harus mereka capai dan laporkan. Untuk bagian besarnya, indikator SPM tidak dgunakan untk pemantauan. Namun, terdapat pengecualian. Di Jawa Tengah, SPM dipergunakan secara penuh. Hal ini termasuk indikator mengenai (i) Kasus kurang gizi buruk yang akut yang dirawat, (ii) cakupan distribusi dan penggunaan MP-ASI, (iii) cakupan vitamin A, dan (iv) cakupan zat besi / folat. Namun, keterbatasan dalam pemantauan hanya empat indikator ini adalah bahwa penekanan program nutrisi kabupaten adalah hanya mengenai intervensi yang terkait. Terdapat jumlah program evaluasi yang kurang memadai; terdapat data yang kurang memadai untuk menunjukkan apakah upaya yang dilakukan mendapatkan dampak yang diharapkan misalnya suplemen zat besi folat yang sedang dikonsumsikan dan bila demikian, apakah hal ini memperbaiki status zat besi pada ibu hamil atau apakah fortifikasi tepung terigu mengkontribusikan terhadap peningkatan status mikronutrien. Pembiayaan untuk pemantauan dan evaluasi adalah tugas dan tanggungjawab pemerintah setempat yang berwenang terhadap anggaran. Kelihatannya prioritas rendah diberikan terhadap pengawasan, pemantauan dan evaluasi program gizi. Ringkasan Temuan Komitmen untuk bertindak bagi gizi cukup kuat, tetapi salah arah dalam mencoba untuk mengatasi masalah gizi akut dari pada meletakkan system dan intervensi untuk mencegah anak dan kaum ibu terhadap penyakit kurang gizi. Komitmen untuk mengatasi masalah stunting makin bertumbuh pada tingkat nasional, tetapi pada tingkat propinsi dan kabupaten dimana semua tindakan diputuskan dan dilaksanakan, 3

32 permasalahan gizi dipersamakan dengan gizi buruk dan/atau terhadap kurang makanan. Di beberapa kabupaten (misalnya, di Aceh dan Jawa Tengah) gizi tidak lagi dipandang sebagai masalah yang berat. Banyak sumber daya kelihatannya dikeluarkan terhadap distribusi pangan disebabkan kebingungan mengenai sejauh mana ketersediaan pangan dan untuk menjawab kemiskinan. Dalam realitas distribusi pangan mungkin merupakan intervensi yang biasa karena secara politis tidak popular, daripada menjawab masalah aktual kemiskinan, ketersediaan pangan dan gizi. Mekanisme untuk koordinasi kebijakan, identifikasi prioritas dan pengaturan tujuan dan sasaran adalah lemah atau tidak ada samasekali pada tingkat nasional. Kapasitas untuk bertindak bagi kebutuhan gizi perlu diperkuat. Penyediaan pelayanan sebagian besar berkisar sekitar pemantauan pertumbuhan anak dan disalah arahkan kepada anak balita daripada terfokus kepada anak usia dibawah dua tahun dimana intervensi gizi dapat mempunyai efek lebih besar.prioritas lebih rendah diberikan pada kegiatan pencegahan yang terkait dengan pemberian nasihat pada kaum ibu mengenai pemberian makanan pada anak daripada fungsi penyembuhan dalam mendeteksi dan merawat penyakit wasting. Ketika pemberian nasihat (counseling), hal ini dilakukan oleh kader posyandu berdasarkan komunitas terlatih minimal. Perhatian terhadap gizi masa kehamilan terbatas pada distribusi tablet zat besi/folat dengan sedikit prioritas atau promosi. Koordinasi antar sector mengenai pelaksanaan perlu untuk diperkuat. Meskipun ahli gizi berjumlah cukup sedang dilatih, kurikulumnya sudah kedaluarsa atau tidak lengkap. Mereka tidak cukup dipekerjakan dalam system, dan khususnya dalam pelaksanaan pelayanan. Sedikit ataupun tidak terjadinya pelatihan ditempat pelayanan dibidang gizi. Penggunaan data pemantauan untuk membuat keputusan atau data evaluasi untuk belajar dari pengalaman program adalah hal yang biasa. 5. Rekomendasi 4 Tujuan Keseluruhan Untuk mempercepat pengurangan kurang gizi masa kehamilan dan anak dan berkontribusi terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium, 4, 5, dan 6. Bagian pertama dbawah menyampaikan rekomendasi yang dapat diprioritaskan dalam pelaksanaan selama beberapa tahun berikutnya. Rekomendasi lainnya yang dapat juga dilaksanakan tetapi tidak dianggap sebagai prioritas juga disarankan dalam bagian kedua. Rekomendasi dengan huruf ditebalkan dianggap sebagai inovasi. Untuk semua rekomendasi, suatu rangka waktu disarankan. Rekomendasi yang disarankan untuk diproritaskan pada Jangka Menengah Koordinasi Gizi & Tanggungjawab 4 Rekomendasi diprioritaskan dibawah setiap judul sehingga yang diberikan terlebih dahulu (dalam huruf tebal) adalah yang terpenting, dan harusdipertimbangkan untuk pelaksanaan segera. (Dalam kasus Sumber Daya manusia, dua yang pertama diprioritaskan.) Rekomendasi kedua dan ketiga juga penting, dan harus dilaksanakanesecond and thir di jangka menengah atau jangka panjang. 32

33 . Pada tingkat Sub-nasional: Harmonisasikan Rencana Aksi Pangan dan Gizi di tingkat Propinsi dan Kabupaten berdasarkan rencana nasional, keputusan dan panduan, serta mengembangkan mekanisme koordinasi antar sector untuk mengawasi dan memantau pelaksanaannya. Hal ini melengkapi struktur desemtralisasi mengenai pembuatan keputusan di Propinsis dan Kabupaten, sementara pada saat yang sama mempertahankan penyatuan tujuan dan strategi keseluruhan yang dipresentasikan dalam Rencana Nasional. Masukan antar sector dibutuhkan untuk mencerminkan dan mengorganisir masukan dari berbagai pemangku kepentingan dalam keamanan gizi. 2. Pada tingkat Nasional : Menetujui Peraturan Pemerintah, yang memberlakukan prinsip Hukum Internasional pada Pemasaran Pengganti ASI dan mengembangkan suatu mekanisme untuk pemantauan dan penegakan. Pengendalian pemasaran pengganti asi membutuhkan upaya nasional karena pentingnya masalah dan lingkup sumber daya yang disalurkan kedalam pemasaran formula instan dan pengganti lainnya. Rekomendasi ini menarik perhatian terhadap penurunan yang menghawatirkan pada tingkat EBF, dan mendorong perlunya mendefinisikan cara untuk memantau dan menegakkan Peraturan. Anggaran dan Pembiayaan. Pada semua tingkat: Meningkatkan keefektifan biaya pembiayaan dengan memilih intervensi berdasar bukti yang diberi sasaran pada kelompok rawan pre-hamil, hamil dan ibu menyusui serta anak dibawah usia dua tahum. Data mutakhir dari kalkulasi Bank Dunia 42 megenai biaya gizi efektif dan intervensi kesehatan dapat tentunya digunakan sebagai acuan untuk hal tersebut. Selanjutnya, dana penyerta tingkat Pusat dengan panduan yang jelas dan wajib mengenai bagaimana untuk menggunakannya. Dalam teta mengikuti strategi Lancet Nutrition Series,hal ini adalah untuk mendukung pembuat keputusan setempat yang ingin melakukan hal yang benar dan berhenti membayar untuk intervensi lain yang tanpa bukti keefektifan. Dengan menentukan sasaran kepada kelompokrawan (misalnya, ibu pra-hamil, hamil dan menyusui, serta anak dibawah usia dua ahun) akan meningkatkan dampak pembiayaan oleh karena kelompok ini adalah yang paling tertinggi tingkat kurang gizinya.. 2. Pada tingkat pusat: Bekerja dengan DepKes dan BAPPENAS untuk mengatur panduan untuk kalkulasi proporsi anggaran yang didedikasikan kepada nutrisi berdasarkan definisi baru Indeks Kurang Gizi Masa Kehamilan dan Anak (misalnya, menggunakan stunting dan anemia pada ib hamil sebagai indikator). Rekomendasi ini mengakui bahwa masalah utama membiayai intervensi terkait gizi adalah tanpa kehadiran atau kurangnya sumber daya financial yang cukup, tetapi alokasinya di tingkat Propinsi dan 42 Horton, S., Shekar, M., McDonald, C., Mahal, A., brooks, J.K. 2. Scaling up nutrition: What will it cost? The World Bank. Washington, D.C., USA. 33

34 Kabupaten. Pengembangan suatu indeks, dengan menggunakan nilai bagi dua indicator kunci, akan memperkenankan pemerintah setempat untuk membuat keputusan yang diinformasikan mengenai dimana untuk mengalokasikan dana ke area dengan kebutuhan terbesar untuk dampak yang terbesar. Hal ini juga memfokus perhatian pada masalah stunting dan anemia yang saat ini menerima pengakuan yang tidak cukup. Perencanaan dan Disain Program. Pada semua tingkat: Mengukur panjang semua anak <2 tahun usia setiap enam bulan selama bulan distribusi vitamin A; Mengukur anemia pada ibu hamil sebagai bagian dari ANC; Melanjutkan mengukur bobot anak sebagai kegiatan regular dari posyandu tetapi memprioritaskan menimbang anak dibawah usia dua tahun. Panjang tidak perlu diukur sesering bobot oleh karena inkremen perobahan adalah kurang dan kurang begitu terlihat pada dasar dari bulan ke buan. Acara pengukuran komunitas harus dilakukan secara periodic (setiap enam bulan) yang membuatnya layak ubagi suatu tim terlatih dar puskesmas untuk melakukan pengukuran dan mengurangi ketidak telitian. Jika terdapat sosialisasi sebelumnya, ini harus termask semua anak, terutama karena akan dihubungkan dengan distribusi vitamin A. Datanya akan memeberikan bukti yang kat mengenai sukses dari intervensi berdasarkan komunitas yang ditujukan kepada pengurangan stunting. Anemia dalam kehamilan adalah indkator status gizi ibu, aksesnya kepada perawatan kesehatan berkualitas (misalnya, infeksi antar-arus sepertiinfeksi saluran urine, tuberkulosis, parasite usus-perut, atau malaria dapat juga menyebabkan anemia), dan statusnya dalam keluarga dan komunitas sebagai cerminan bagaimana baiknya ia dirawat. Hal ini harus dilakukan pada setiap kehamilan. Penimbangan anak dapat berlanjut sebagai suatu bagian yang popular dan penting dari kegiatan posyandu tetapi kader harus memusatkan perhatian pada anak <2 tahun usia karena ini adalah usia dimana sebagian besar gagal tumbuh terjadi. 2. Pada tingkat Nasional: Sasaran program gizi terhadap semua ibu hamil dan anak usia dini dan anak usia 2 tahun agar dapat (i) fokus pada jendela kesempatan, (ii) menggunakan lebih sedikit sumber daya secara lebih efisien, dan (iii) meningkatkan waktu pemberian nasihat kepada ibu dan anak muda dan ibu hamil. Pergeseran menentukan sasaran pada anak usia dibawah dua tahun dan ibu hamil selama masa kehamilan akan membebaskan waktu pengukuran anak yang lebih tua (dimana potensial dampak gizi adalah kurang) dan memperkenankan petugas kesehatan untuk memfokus lebih banyak terhadap pengajaran dan pemberian nasihat ibu danperempuan, terutama ibu hami dan bagi mereka yang merencanakan kehamilan, di Puskesmas dan posyandu. 34

35 3. Pada semua tingkat: Mengembangkan materi advokasi untuk anggota sector nonkesehatan mengenai pentingnya gizi untuk pengembangan aspek sosial, ekonomi, kognitif, dan pengembangan fisik. DepKes/DepDagri untuk mengembangkan bahan advokasi gizi untuk mempengaruhi kampanye Bupati yang ikut pilkada. Terdapat banyak sector non-kesehatan yang terkibat dalam gizi tetapi tidak semua terinformasi dengan lenkap mengenai dampak intervensi berdasar bukti, atau penting sepenuhnya dari perbaikan gizi. Selanjutnya, Bupati kadang terkendala oleh janji kampanye untuk mendukung kegiatan yang diluar gizi. Dengan memastikan bahwa tujuan nutris menjadi bagian dari kampanye Bupati, terdapat lebih besar kemungkinan bahwa tujuan ini akan dikejar setelah pemilihan. Sumber Daya Manusia. Pemutakhiran deskripsi pekerjaan yang ada dan termasuk arah program baru (misalnya pengukuran stunting dan kesehatan/anemia masa kehamilan) untuk semua staf yang terkibat dalam gizi disetiap kementerian/departemen. Deskripsi pekerjaan, dimana adanya, sudah kedaluarsa dan tidak selalu mencerminkan ketrampilan dan praktik yang perlu dalam lingkungan yang berubah-ubah. Pengaturan pekerjaan ahli gizi adalah untuk memenuhi tujuan gizi baru dan intervensi diperlukan. 2. Mengembankan suatu peta sumber daya manusia untuk ahli gizi dan petugas kesehatan lainnya agar dapat identifikasi kesenjangan penugasan dan kompetensi. Peta ini untuk digunakan bagi advokasi dengan pembuat keputusan tingkat senior. (misalya, Presiden, Gubernur, Bupati) dan Kementerian (misalnya, PAN). Gunakanlah pet sumber daya ini untuk mengembangkan rencana nasional untuk suatu pendekatan pelatihan untuk mengajar kompetensi gizi bagi Relawan, Perawat dan Bidan, dan untuk menyediakan pemutakhiran teknis bagi dokter dalam ilmu pengetahuan gizi. Sebagaiman disebutkan dalam Kajian Negara (CA), banyak posisi gizi di Kabupaten tidak diisi oleh ahli gizi yang berkualifikasi (D3). Dengan mengetahui bahwa sumber daya dibutuhkan adalah langkah pertama dalam mengisi kesenjangan tersebut. Sementara kesenjangan geografis sedang dikaji, upaya harus dilakukan untuk memastikan kesenjangan kompetensijuga. Semua pekerja/petugas keseatan harus dimasukkan dalam kajian ini. 3. Insentif harus diperluas yang sekarang ditawarkan kepada dokter untuk juga termasuk ahli gizi yang bekerja di area yang tak terlayani. Anggota staf perlu insentif untuk bekerja di lingkungan yang lebih menantang; hal ini diakui dalam penempatan dokter. Dalam mengakui pentingnya gizi bagi kesehatan dan pengembangan, insentif yang sama perlu untuk menarik dan mempertahankan staf gizi yang berkualitas di area yang bertantangan, yang seringkali menjadi yang paling membutuhkan. 4. Mendirikan persyaratan dan prosedur akreditasi (termasuk kualifikasi pelatihan untuk ahli gizi disemua tingkat) untuk dikenal dan dilaksanakan oleh Asosiasi Ahli Gizi (PERSAGI) dengan pengakuan dari asosiasi professional lainnya. 35

36 Hal ini menghubungkan deskripsi pekerjaan yang direvisi dan dimutakhirkan (disebutkan diatas) sebagai cara untuk meningkakan profil professional dari ahli gizi dan standardisasi pengetahuan dan kinerja merekasekitar intervensi berdasar bukti yang di gariskan didalam literaturnya. 5. Akademi dan Universitas Gizi agar menstandardisasi dan memutakhirkan kurikulumnya, kompetensi dan akreditasi untuk pra-layanan dan pelatihan dalam layanan terhadap ahli gizi kesehatan umum, termasuk penekanan program baru mengenai stunting dan nutrisi masa kehamilan; menambahkan atau memperkuat gizi pada pelatihan pra-layanan mengenai gizi kepada semua Dokter, Bidan, Perawat; Pendidikan gizi perlu dimutakhirkan dan diperluas untuk memasukkan konsep baru dan riset baru ini dalam pelatihan pra-layanan dari semua prefesional kesehatan dangizi; lembaga akademis juga penting dalam menyediakan pelatihan dalam-layanan. 6. Menjamin penyediaan kelanjutan perawatan kesehatan dan gizi dari konsepsi sampai usia dua tahun, melalui penyampaian layanan berdasar fasilitas terorganisir secara baik, jangkauan secara periodic dan berdasar komunitas. 43. Stuntingadalah contoh sempurna dari suatu hasil gizi yang tak dikehendaki yang setara hasilnya dengan defisiensi dalam kehidupan intra-uterin dan kondisi post-natal. Gagal dalam mendekati permasalahan dari kelanjutan perspektif perawatan tidak akan mengurangi stunting yang nyata dari sifat bertahannya selama decade yang lalu yang mencerminkan pendekatan yang memberi sasaran pada anak ketika mereka sudah menderita stunting; tidak ada perhatian yang diberikan kepada penyebab intra-uterin dari permaslahannya. Selanjutnya, jika ibu hamil menjadi sasaran dalam trimester pertama, perhatian harus diberikan kepada perempuan muda sebelum dia menjadi hamil, (dan terhadap perempuan muda yang pertumbuhannya sendiri harus dilindungi dari kehamilan yang prematur). Sistem Informasi Gizi. Pemutakhiran SPM untuk mencerminkan fokus program baru dan indicator relevan. Indikator standard harus sejalan dengan tujuan program terkini jika kemajuan harus dibuat dan diukur menuju kepada tujuan baru seperti stunting dan gizi masa kehamilan.. 2. NIS untuk mengukur indikator yang terdaftar di Rencana Aksi Pangan dan Gizi yang dapat digunakan untuk mengkaji kinerja dan untuk pengawasan. Indikator harus diukur dan digunakan dalam pembuatan keputusan lebih besar daripada yang dipraktikkan saat ini. Pengukuran keluaran dan hasil praktik dilapangan akan memperkenankan 43 Kerber KJ, de Graft-Johnson JE, Bhutta ZA, Okong P, Starrs A, Lawn JE. 27 Continuum of care for maternal, newborn, and child health: from slogan to service delivery. Lancet 37:

37 pengawas untuk identifikasi individual dan fasilitas yang melakukan pekerjaan berkualitas tinggi. Fasilitas ini akan memenuhi syarat bagi hadiah kinerja. Bagi mereka yang tidak berkinerja baik dapat diarahkan untuk berpartisipasi dalam kelas pendidikan yang berkelanjutan untuk meningkakan ketrampilan, pengetahuan, dan praktk.. Rekomendasi yang disarankan untuk diprioritaskan pada jangka panjang Penyediaan Pelayanan. Pelaksananaan dengan skala (sebagaimana sesuai tergantung kondisi lokal), paket Intervensi Gizi Esensial (ENI) yang sasaran efektifnya adalah terhadap ibu dan anak sejak dari konsepsi sampai usia dua tahun. Pemaketan intervensi kunci menjamin bahwa semua komponen yang perlu untuk suatu kehidupan yang sehat dan bergizi sedang disediakan pada waktu yang sama dan dalam tempat yang sama dengan cara yang dapat menuju kepada hasil terbaik. Pelaksanaan intervensi individual secara terpisah dan tempat yang berbeda (misalnya, memberikan Vitamin A tanpa memberikan tablet untuk penyakit cacingan) adalah sia-sia demikian juga tidak efektif oleh karena keduanya tidak akan seefektif bila dipergunakan sendiri masingmasing. Pelaksanaan paket ini dapat mencegah paling tidak seperempat kematian anak dibawah usia 36 bulan, dan mengurangi prevalensi stunting sebesar sepertiga dalam jangka pendek Sistem Informasi Gizi. Sebagai tujuan jangka lebih panjang, menciptakan kelompok kerja, diketuai oleh BPS, untuk mempertimbangkan berapa jumlah survai nasional (misalnya RISKESDAS, DHS, IFLS) dapat dikurangi dan dirasionalisasikan. Kegiatan survai sangat mahal meski biayanya seringkali dibesarkan bila dipergunakan untuk keputusan kritis dalam focus program pembuatan keputusan, sasaran terhadap penduduk, dan sebagainya. Namun terdapat juga sejumlah besar survai nasional yang mengumpulkan data yang kadangkala bersifat duplikasi. Hal ini harus dirasionalisasikan sehingga hanya satu atau dua survai dibutuhkan untuk menyediakan semua informasi yang dibutuhkan pembuat keputusan untuk meningkatkan kinerja program. Langkah pertama dalam melakukan hal ini adalah untuk mendefinisikan keputusan sebenarnya yang perlu diambil, data yang diperlukan untuk membuat keputusan, sumber data tersebut, dan metode pengumpulannya. Rekomendasi lainnya yang dapat dilaksanakan pada jangka menengah 44 The Lancet Series on Maternal and Child Undernutrition 28. Available at URL: (Accessed 3/3/) 45 SCN 28. Recommendations from the SCN 35 th Session: "ACCELERATING THE REDUCTION OF MATERNAL AND CHILD UNDERNUTRITION" Available at (Accessed 9/7/) 37

38 Koordinasi & Tanggungjawab Gizi. Pada tingkat Nasional: Menciptakan mekanisme koordinasi tingkat nasional untuk mengawasi dan koordinasi pelaksanaan Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional dengan mengubah nama dari Dewan Keamanan Pangan Nasional menjadi Dewan Pangan dan Gizi Nasional, atau menciptakan suatu badan baru dengan tanggung jawab koordinasi gizi nasional. Dengan menambahkan kata dan Gizi, Keamanan Pangan dikenal sebagai bagian vital dari tujuan lebih besar dari Keamanan Gizi. Dewan kemudian diberi mandat untuk melaksanakan Rencana Pangan dan Gizi Nasional, yang mempunyai sasaran mencapai Keamanan Gizi melalui berbagai pendekatan, yang satunya adalah Keamanan Pangan. Dewan ini dengan demikian akan memenuhi peran yang sangat diperlukan yaitu mengkoordinasikan tindakan keamanan nutrisi yang keberadaannya kini sangat dipertanyakan. NB, jika lingkup dari Dewan diperluas untuk memasukkan juga keamanan gizi, mungkin perlu untuk menempatkan Dewan dibawah kantor Presiden untuk diketahui karena lingkupnya yang lebih besar. Perencanaan dan Desain Program. Pada tingkat Nasional: Mengembangkan dan melaksanakan strategi untuk menjangkau perempuan pra-hamil dalam kelompok usia 8-24 tahun dengan paket pelayanan kesehatan dan gizi dengan bekerja bersama staf yang terlibat dalam keluarga berencana dan tokoh agama komunitas selama kunjungan pra-perkawinan, dsb. Mendirikan suatu pengawasan atau sistem pemantauan untuk memantau cakupan perempuan pra-hamil dengan paket ini. Trimester pertama sekarang dikenal sebagai suatu kunci kepentingan untuk pertumbuhan janin dalam panjangnya dan pertumbuhan otak, dan status mikronutrien sekitar konsepsi adalah kunci untuk mencegah terjadinya beberapa cacat pada kelahiran. Dengan demikian untuk memastikan bahwa protein, energi dan mikronutrien mereka cukup dan bahwa mereka terbebas dari penyakit yang bersaing terhadap nutrien pada trimester pertama, mereka perlu dijangkau sebelum menjadi hamil atau sedini mungkin setelah konsepsi. 2. Pada tingkat Nasional: Memperkuat program fortifikasi pangan nasional dengan memutakhirkan standard fortifkas untuk gandum, membuat fortifikasi minyak menjadi wajib, dan memperbaiki penegakan undang-undang fortifikasi garam. Program fortifikasi pangan nasional merupakan cara efektif, biaya efektif dan cara penting untuk menambah status mikronutrien dari penduduk yang mengkonsumsi kendaraan pengan. Hal ini dapat meningkatkan konsumsi dari kaum perempuan sebelum mereka menjadi hamil, pada anak dibawah umur dan pada kaum pria; semua kelompok yang umumnya bukan sasaran atau dapat terjangkau oleh intervensi mikronutrien lainnya seperti suplementasi. Keefektifan program fortifikasi tepung terigu perlu ditingkatkan dengan pemutakhiran SNI sejalan dengan rekomendasi WHO secara global, fortifikasi minyak sedang terjadi tetapi membutuhkan untuk dibuat 38

39 Sumber Daya Manusia wajib agar mendapatkan dampak optimal terhadap kesehatan umum dan penegakan hokum fortifikasi garam untuk menjamin semua garam diberi yodium dan sistem jaminan mutu ditingkatkan.. Menggunakan keberhasilan tinggi untuk mengurangi stunting, anemia dalam kehamilan, dan perbaikan pada pemberian asi secara dini dan eksklusif sebagai dasar bagi tambahan hadiah kinerja kepada puskesmas dan posyandu. Insentif kinerja dapat dalam bentuk hadiah financial ataunon-finansial. Jika dihadiahkan kepada fasilitas yang berkinerja baik (bukan terhadap individu) hal ini dapat menyemangati kerja tim yang lebih baik, efisiensi, dan pelayanan komunitas. Rekomendasi lain yang dapat dilaksanakan di jangka panjang Anggaran dan Pembiayaan. Pada semua tingkat: Melaksanakan proses untuk identifikasi cara untuk memperkuat program pengentasan kemiskinan bagi dampak yang ditingkatkan terhadap kurang gizi anak dan masa kehamilan. Dibawah naungan Tim Nasional untuk Mempercepat Pengentasan Kemiskinan (TNP2K), diketuai oleh Wakil Presiden, inisiasi proses untuk membahas setiap program pengentasan kemiskinan untuk identifikasi bagaimana hal itu dapat diadaptasi untuk berkontribusi terhadap peningkatan dalam prioritas dan intervensi utrisi yang sejalan dengan Rencana Pembangunan Jamgka Menengah Nasional dan Rencana Pangan dan Gizi Nasional. Melaksanakan perobahan ini melalui TNP2K pada tingkat propinsi dan kabupaten. Bilamana belum juga, untuk memasukkan indikator gizi seperti prevalensi stunting anak sebagai indikator dampak pada program sebagai adanya pengakuan dekatnya hubungan antara kemiskinan dengan gizi anak. Perencanaa dan Desain Program. Memfokus tujuan program pemberian makanan pada peningkatan pendaftaran sekolah dan retensi, dan, jika sumber daya merupakan factor yang membatasi, memprioritaskan program pada sekolah menengah pertama di area yang lebih miskin sebagai insentif untuk perempuan tetap disekolah.. Anak usia sekolah bukanlah yang paling rawan gizi; sehingga mereka tidak mendapat manfaat secara signifikan dari program pemberian makanan di sekolah. Pemberian makanan di sekolah dapat menyediakan insentif, dalam keadaan tertentu, untuk meningkatkan pendaftaran sekolah dan retensi anak di sekolah. Dimana hal ini menjadi kepentingan besar adalah pada anak perempuan dibawah umur yangakan ditekan untuk berhenti sekolah secara prematur, khususnya dalam keluarga yang tidak mempunyai keadaan financial yang mencukupi.dalam kasus demikian, pangan menjadi lebih kepada suplemen ekonomi dan bukan yang bersifat nutrisi saja, meskipun dampak gizi akan terasa jika perempuan tetap disekolah lebih lama 39

40 oleh karena hal ini terkait dengan usia perkawinan nanti, dan usia selanjutnay (melebihi anak dibawah umur) pada kehamilan yang pertama. Sumber Daya Manusia.Menyediakan bantuan teknis dalam pengembangan modul pembelajaran jarak jauh untuk pelatihan dalam layanan dari staf gizi yang terkait dengan akreditasi dan hadiah kinerja untuk selesainya pelatihan secara sukses dan pencapaian nilai yang lebih tinggi. Pembelajaran jarak jauh dengan pemberian hadiah memberikan cara yang lebih murah untuk mempertahankan pelatihan dan pengetahuan staf dilapangan. Teknik baru yang menjamin kerahasiaan dan memantau partisipasi memperkenankan kursus untuk dilakukan secara tidak mahal dalam lingkungan aman. 6. Langkah Berikutnya Mendapatkan persetujuan final dari laporan LA dari DepKes pada tingkat Pusat dan, khususnya, dari Departemen Gizi Masyarakat. Terjemahan dari laporan LA dalam Bahasa Indonesia Mendesain dan mencetak laporan LA dalam dua bahasa (Inggris dan Bahasa Indonesia) Mengatur pertemuan di DepKes pada tingkat Pusat antar semua departemen terkait terutama Komunitas Gizi, Kesehatan Masa Kehamilan dan Kesehatan Anak untuk diseminasikan laporan LA. Pertemuan ini dapat diorganisir oleh Direktur General Kesehatan Masyarakat di DepKes. Disseminasi laporan LA oleh DepKes/Bappenas pada tingkat Pusat kepada semua mitra yang relevan termasuk donor, kementerian, badan PBB, LSM, dsb. Integrasi rekomendasi prioritas dalam Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional Hal ini dapat dilakukan melalui proses pengembangan rencana Nasional yang akan berlanut sampai Desember 2. Selanjutnya, dengan menggunakan rekomendasi prioritas dari Analisis Lanskap Kajian Negara, mengidentifikasi aksi jangka pendek yang dapat dilaksanakan untuk 2, dan kegiatan lebih lama yang akan membutuhkan undang-undang dan peraturan baru, dsb. Mempresentasikan hasil Anaisis Lanskap Kajian Negara pada tingkat propinsi. Menggunakan kesempatan ini untuk mulai proses harmonisasi mengenai tujuan dan sasaran atara tingkat nasional dan sub-nasional demikian juga untuk advokasi lebih banyak anggaran nutrisi pada tingkat sub-nasional. Menginisiasi pelaksanaan Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional di satu (atau dua) kabupaten disetiap tiga propinsi dan selanjutnya menyempurnakan dan memfokus sistem posyandu mengikuti rekomendasinya. Hal ini akan termasuk Bidan dan Kader yang bekerja lebih banyak dengan kelompok ibu yang menyiapkan mereka untuk menjadi hamil tanpa anemia, dsb. Hal ini akan termasuk melengkapi 4

41 puskesmas untuk melakukan pengukuran yang perlu dan bekerja terhadap prosedur, dsb, mengembangkan materi IEC, dsb. Sebagai ringkasan, rekomendasi dibuat mengenai area : Kordinasi Gizi & Tanggungjawab; Anggaran dan Pembiayaan; Perencanaan dan Desain Program; Sumber Daya Manusia; Penyediaan Pelayanan; Sistem Informasi Gizi. Prioritas harus diberikan untuk menciptakan Mekanisme yang mempromosikan pengembangan Rencan Aksi Pangan dan Gizi yang harmonis pada tingkat Propinsi dan Kabupaten berdasarkan rencana, keputusan dan panduan nasional, demikian pula untuk mengembangkan Mekanisme koordinasi antar sector untuk mengawasi dan memantau pelaksanaannya. Agar meningkatkan efektif biaya dalam pembiayaan, panduan dan insentif harus disediakan kepada kabupaten agar mereka dapat memberi prioritas pada intervensi berdasar bukti yang diberi sasaran pada kelompok rawan pra-hamil, ibu hamil dan menyusui dan anak usia dibawah dua tahun. Panjang anak dibawah dua tahun dan anemia masa kehamilan harus diberikan penekanan yang meningkat dan diprioritaskan untuk pengukuran keefektifan dari program gizi dan pengentasan kemiskinan pada semua tingkat. Secara bersamaan terhadap pekerjaan ini, deskripsi pekerjaan perlu dimutakhirkan untuk mencerminkan arah program baru (misalnya, pengukuran stunting dan kesehatan/anemia masa kehamilan) untuk semua staf yang terlibat dalam gizi pada semua tingkat dalam sistem. Suatu peta sumber daya manusia untuk ahli gizi dan pekerja kesehatan lainnya harus dekembangkan agar dapat identifikasi kesenjangan penugasan dan kompetensi, dan mengembangkan rencana nasional untukpendekatan pelatihan untuk mengajar kompetensi gizi bagi relawan, perawat dan bidan, serta menyediakan pemutakhiran teknis bagi dokter dalam bidang ilmu pengetahuan gizi. Secara bersamaan dengan hal ini pelaksanaan pada skala (sebagaimana sesuai tergantung kondisi local), dari paket Intervensi Gizi Esensial (ENI) harus secara progresif dilaksanakan mulai di beberapa kabupaten dan propinsi dan secara bertahap meluas sehingga dalam lima tahun sebagian kaum ibu dan anak tercakup oleh ENI sebagai perawatan kelanjutan dari sejak konsepsi sampai usia dua tahun. Panduan pemantauan dan evaluasi harus dimodifikasi untuk mencerminkan fokus program baru dan indikator yang relevan. 4

42 Lampiran. Metodologi Kajian Negara Lingkup Kajian Negara dari analisis lanskap Visi Keselurhan: Pemerintah dan petugas kesehatan Kabupaten yang berwenang mempunyai komitmen dan kapasitas untuk menjamin cakupan tinggi intervensi gizi efektif agar mempercepat pengurangan kurang gizi masa kehamilan dan anak. Intervensi gizi efektif adalah yang diidentifikasi oleh Lancet Nutrition Series. Komitmen dan kapasitas pemerintah kabupaten akan dijamin panduan dari tingkat Pusat ke pemerintah dan pejabat kesehatan kabupaten mengenai intervensi gizi efektif dan membangun kapasitas mereka untuk melaksanakan perencanaan mikro untuk mencapai cakupan tinggi dan pelaksanaan berkualitas. Pemerintah dan pejabat kesehatan propinsi akan menyediakan pengawasan dan dukungan jaminan kualitas. Intervensi gizi efektif akan dilaksanakan melalui sistem kesehatan yang ada dan akan didukung oleh dan secara sinergi dengan kebijakan dan inisiatif nasional mengenai kesehatan, gizi, pengembangan pertanian, pengentasan kemiskinan dan jaringan keselamatan, yang secara berhasil disebarkan pada tingkat setempat. Pada semua tingkat, Kajian Negara (CA) akan focus pada mengidentifikasi kelemahan dan kesempatan untuk memperbaiki tujuh tantangan yang teridentifikasi oleh Lancet Series berikut ini:. Meletakkan gizi di agenda nasional, 2. Melakukan hal yang benar, 3. Tidak melakukan hal yang salah, 4. Melakukan hal berdasarkan skala, 5. Menjangkau kepada yang membutuhkan, 6. Menggunakan data bagi pembuatan keputusan untuk gizi, 7. Membangun kapasitas strategi dan operasional. Pada tingkat kabupaten, Kajian Negara (CA) akan focus pada berikut ini:. Bagaimana untuk meningkatkan kapasitas kabupaten terhadap rencana mikro dan melaksanakan intervensi gizi esensial 2. Bagaimana kebijakan dan panduan nasional disampaikan kepada dan digunakan oleh kabupaten 3. Bagaimana pelaksanaan kabupaten mengenai intervensi gizi esensial dapat difasilitasi dan didukung oleh pejabat propinsi yang berwenang 4. Bagaimana Mekanisme pembiayaan dan sumber daya dapat lebih baik diakses untuk meningkatkan cakupan dan kualitas intervensi gizi esensial 5. Bagaimana program dan inisiatif nasional termasuk jaringan keselamatan dan program pro-miskin dapat menjadi lebih sinergi dengan dan lebih mendukung pelaksanaan kabupaten terhadap intervensi gizi esensial. 6. Data apa yang dibutuhkan dan bagaimana dapat lebih baik digunakannya pada tingkat kabupaten untuk memfasiltasi pelaksanaan berkualitas pada cakupan yang tinggi dari intervensi gizi esensial. 42

43 Daftar anggota tim untuk kajian Negara (CA) disetiap propinsi dan kabupaten Propinsi Aceh Propinsi Jawa Tengah Propinsi NTT Roger Shrimpton Stephen Atwood Karen Codling Sonia Blaney (UNICEF) Anna Winoto (UNICEF) Ninik Sukotjo (UNICEF) Rufina Pardosi (UNICEF) Armunanto (UNICEF) Helena S Ndolu (UNICEF) Rachmi Untoro (Ahli MoH) Ineu (MoH) Dini Latief (Ahli MoH ) Darmiati (Bappeda) zid (PHO) Henny Tomasoa (PHO) Setyawati, SKM, MPH Budi Setiana (Bappeda) Djoese (Bappeda) Arifin Ahmad (Poltekkes Gizi) Diah Utari (FKM-UI) Maria Catharina (WFP) Sugeng Irianto (WHO) Elviyanti Martini (HKI) Rosnani (konsultan local) Eko Prihastono (MoH) Yosi Tresnawati (Bappenas) Eman Sumarna (MoH) Mardewi (FKM-UI) Bariadi (MoH) Ichwan Arbie (MoH) Wawancara Kabupaten Aceh Besar Aceh Timur Kota Semarang Banyumas Sikka Belu Roger Sonia Anna Steve Rosnani Karen Codling Rufina Setyawati Elvi Armunanto Helena Ninik Arifin Darmiati zid Budi Setiana Henny Djoese Mardewi Eko Ineu Arbie Maria Bariadi Wawancara Propinsi Wawancara Propinsi Wawancara Propinsi Rachmi Untoro Yosi Dini Latief Sugeng Diah Eman Sumarna 43

44 Jadwal pelaksanaan Landscape Analysis atau Kajian dan Analisa Pemetaan Program Gizi dan Program Terkait Lainnya s/d 26 Maret 2 Hari pertama: Jakarta, Maret 2 Venue: Jasmine Room, Intercontinental Hotel Sambutan Depkes DR Minarto, Direktur Bina Gizi Masyarakat Latar belakang Roger Shrimpton, UNICEF Pengalaman pelaksanaan LA di negara lain Rencana pelaksanaan Landscape Analysis di Indonesia DR Minarto, Direktur Bina Gizi Masyarakat Metodologi Roger Shrimpton, UNICEF Analisa/pelaporan 9.3. Hasil telaah awal Rosnani Pangaribuan..3 Diskusi/Tanya jawab.3.45 Rehat kopi.45. Pembagian kelompok (berdasarkan daerah)..45 Review kuesioner & 2 (diskusi kelompok) Diskusi pleno International team Makan siang Review kuesioner 3 & 4 (diskusi kelompok) Diskusi pleno International team Review kuesioner 5 & 6 (diskusi kelompok) Rehat kopi Diskusi pleno International team Finalisasi kuesioner Hari ke-2: Jakarta, 2 Maret 2 Venue: Jasmine Room, Hotel Intercontinental Registrasi Sambutan UNICEF Kepala Perwakilan UNICEF Indonesia Pengarahan dan pembukaan Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, Depkes Prioritas program gizi dalam RPJMN 2-24 Deputi SDM dan Kebudayaan, Bappenas Kebijakan program gizi di Indonesia Direktur Bina Gizi Latar belakang dan pengalaman pelaksanaan Landscape Analysis di negara lain Masyarakat, Depkes Roger Shrimpton UNICEF.5.3 Rehat kopi.3.5 Diskusi & tanya jawab Moderator: Direktur Bina Gizi Masyarakat.5.3 Penutupan Direktur Bina Gizi Masyarakat 44

45 .3 3. Makan siang Review kuesioner Hari ke-3: Jakarta, 3 Maret 2 Venue: Jasmine Room, Hotel Intercontinental Pelaksanaan pengumpulan data di Rosnani Pangaribuan lapangan Praktek wawancara Ninik Sukotjo Makan siang Persiapan akhir untuk kunjungan lapangan Anna Winoto Hari ke-4-: Kunjungan Lapangan, 4 2 Maret 2 Hari ke-4 (4 Maret) Hari ke-5 (5 Maret) Hari ke-6 (6 Maret) Hari ke-7-8 (7-8 Maret) Hari ke-9 (9 Maret) Hari (2 Maret) Perjalanan tim ke propinsi terpilih Pertemuan propinsi dengan seluruh stakeholders (termasuk kabupaten) untuk mempresentasikan tujuan kajian; dilanjutkan dengan wawancara kepada stakeholder di tingkat propinsi Perjalanan ke Kabupaten Pelaksanaan Wawancara di tingkat Kabupaten; dan konsolidasi hasil wawancara- hari terakhir Perjalanan kembali ke Propinsi; Pertemuan Propinsi untuk diseminasi draft hasil kajian Perjalanan tim Pusat ke Jakarta Propinsi Kabupaten Propinsi Hari ke-2-6: Jakarta, Maret 2 Hari 2-3 (22-23 Maret) Hari 4 (24 Maret) Hari 5 (25 Maret) Hari 6 (26 Maret) Wawancara Stakeholders di tingkat Pusat Konsolidasi hasil wawancara/kajian di tiga propinsi di tingkat pusat, penyusunan kesimpulan dan rekomendasi awal oleh tim kecil Tim Kecil menyusun draft awal dan presentasi power point Diseminasi hasil Kajian dan Analisa Pemetaan Program Gizi dan Program Terkait Lainnya yang dihadiri oleh seluruh tim Pusat dan Propinsi dan Kabupaten terpilih Tim akan berkumpul di kantor UNICEF pada pukul 8. setiap pagi sebelum melaksanakan wawancara (Alamat: Wisma Metropolitan II Lt. 2) Kantor UNICEF Wisma Metropolitan II Lt. 2 Kantor UNICEF Wisma Metropolitan II Lt. 2 Jasmine Room, Intercontinental Hotel 45

46 22 March 2 LA interviews Schedule at Central Level 23 March 2 46

47 List of interviewees Aceh province, Aceh Timur and Aceh Besar Districts No Name Title Institution Remarks Jamil Rusaleh Bidang Pelayanan dan Rehabilitasi Dinas Sosial Aceh Province Sosial 2 Khairani Staf Pelayanan Anak Dinas Sosial Aceh Province 3 dr. Hasnani Kasie KIA dan Gizi Dinas Kesehatan Aceh Province 4 drg. Efi Syafrida Kabid Pembinaan Kesehatan Dinas Kesehatan Aceh Province 5 dr.ni Kepala Dinas Dinas Kesehatan Aceh Province 6 Azhari Kabid Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Aceh Province 7 M. Yunus Ilyas, SE, M.Si Sekretaris Fraksi Komisi F DPRA Province 8 Nasir Kabid Industri Kimia Agro Dinas Perindustrian, Perdagangan, Province Koperasi & UKM Aceh 9 Dewi Mutia Kasie Kimia Afro Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi & UKM Aceh Isnaidi Kasie Logam Mesin Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi & UKM Aceh Parabi Kabid Anak Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh Province Province Province 2 M. Nur Kabid Ketahanan Pangan Mukim Dinas Pemberdayaan Masyarakat Province dan Gampong Aceh 3 Ellya Kasubbid Motivasi dan Swadaya Dinas Pemberdayaan Masyarakat Province Aceh 4 Buchari Kasubbid Pengembangan Sumber Dinas Pemberdayaan Masyarakat Province Daya Tradisi dan Budaya Aceh 5 Aripin Ahmad Kajur Gizi Poltekes Aceh Poltekes NAD Province 6 Ir. Rusli Kepala Bidang Konsumsi & Badan Ketahanan Pangan Aceh Province Keamaanan Pangan 7 Cut Sumarni Kepala Bidang Distribusi Badan Ketahanan Pangan Aceh Province 8 Erisna Bagian Keanekaragaman Konsumsi Badan Ketahanan Pangan Aceh Province Pangan 9 Kabid Tanaman Pangan Dinas Pertanian Aceh Besar District Aceh Besar 2 Sekretaris Dinas Pertanian Aceh Besar District Aceh Besar 2 Kasie Tanaman Pangan Dinas Pertanian Aceh Besar District Aceh Besar 22 Kepala Bidang Penguatan Kelembagaan Masyarakat Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong Aceh Besar District Aceh Besar 23 Kepala Badan Badan Ketahanan Pangan dan District Aceh Besar Penyuluhan Aceh Besar 24 Kabid Ketahanan Pangan Badan Ketahanan Pangan dan District Aceh Besar Penyuluhan Aceh Besar 25 Sekretaris Badan Ketahanan Pangan dan District Aceh Besar Penyuluhan Aceh Besar 26 Kepala Bappeda Aceh Besar District Aceh Besar 47

48 27 Hasanudin Kasubbid Pengembangan SDM & Bappeda Aceh Besar District Aceh Besar Keistimewaan Aceh 28 Kepala Dinas Dinas Kesehatan Aceh Besar District Aceh Besar 29 Program Officer KIA Dinas Kesehatan Aceh Besar District Aceh Besar 3 Program Officer P2P Dinas Kesehatan Aceh Besar District Aceh Besar 3 Komisi E DPRK Aceh Besar District Aceh Besar 32 Kepala Puskesmas Puskesmas Indrapuri District Aceh Besar 33 Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas Indrapuri District Aceh Besar 34 Bidan Koordinator Puskesmas Indrapuri District Aceh Besar 35 Bidan Desa Puskesmas Indrapuri District Aceh Besar 36 Kader Posyandu Puskesmas Indrapuri District Aceh Besar 37 Kepala Puskesmas Puskesmas Darul Imarah Aceh District Aceh Besar Besar 38 Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas Darul Imarah Aceh District Aceh Besar Besar 39 Bidan Desa Lheu Blang Puskesmas Darul Imarah Aceh District Aceh Besar Besar 4 Kader Posyandu Lheu Blang Puskesmas Darul Imarah Aceh District Aceh Besar Besar 4 Kepala bidang BPMG (Badan Kantor BPM-PKS District Aceh Timur Pemberdayaan Masyarakat Gampong) 42 DPRK, Komisi E Kantor DPRK District Aceh Timur 43 Dr Hambali, Agustina and Kepala Puskesmas, TPG dan Bidan Puskesmas Bireum Bayeun District Aceh Timur Marlita Koordinator 44 Bupati Aceh Timur dan Bupati dan Sekretaris Kantor Bupati Distritc Aceh Timur Bpk. Syanfanmur 45 Ir. Irham, MT Kepala Bappeda Kantor Bappeda District AcehTimur 46 Bidan Desa dan Kader Posyandu of Desa Alue Buloh District Aceh Timur 47 Ayubi, SKM dan Amir, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Kesehatan District Aceh Timur SKM Bidang Pelayanan Kesehatan 48 Kabid Hortikultura Dinas Pertanian District Aceh Timur 49 Badan Ketahanan Pangan Kantor Ketahanan Pangan District Aceh Timur 5 BPM-PKS Kepala Pemberdayaan Kantor BPM-PKS District Aceh Timur Masy, Perempuan & Keluarga Sejahtera Bidan Desa dan Kader Posyandu Camar Laut-Desa Blang District Aceh Timur 5 Qlumpang Kepala Puskesmas, TPG dan Bidan Puskesmas Idi Rayeuk District Aceh Timur 52 Koordinator 48

49 Central Java province, Kota Semarang and Banyumas district No Name, Title Institution Remarks Bambang Setyobudi (Kabid), Dwi Arminingsih (staf), Bidang Ratna Kesra Widyarini (staf) Province 2 Dr. Mardiyatmo, SP RAD (Kepala Dinas) Dinas Kesehatan Province 3 Dr. Retno Budiastuti (Kasubdit nkes) Dinas Kesehatan Province 4 Dr. Djoko Mardijanto, Mkes (Kabid. P2PL) Dinas Kesehatan Province 5 Dr. Yuswanti (Kasie Kesga Gizi) Dinas Kesehatan Province 6 Achmad Syaifudin (Ka.Perencanaan) Dinas Kesehatan Province 7 Dr. Messy Widiastuti, MARS (Komisi E) DPRD Province 8 Ir. Suyatno, Mkes (Wadek III, staf Jur. Gizi) FKM Undip bagian gizi Province 9 Ir. Basuki Sigit (Ka. Jur) Poltekkes Gizi Province Surati Dinas Pendidikan Province Drs. Ali hya, MPd Bapermas Province 2 Mery Zuliana (anggota Pokja IV) PKK Province 3 Munawir, SH (Bid. Kemandirian Pangan, bid. Ketersediaan Badan Ketahanan Pangan) Pangan Province 4 Hari Sutjahyo (Sie. Industri Kimia Bid. Industri Agro Dinas Kimia Perindag dan Hasil Hutan) Province 5 F. Himawan E.W. (Kasie. Pengembangan SDM & Dinas Kelembagaan) Pertanian Province 6 Moch Junaedi (Kasie. Potensi Sumber Kesejahteraan Dinas Sosial) Province 7 Dra. Diana Susilowati (Kasubid. Perlindungan Anak BP3AKB bid. Kesejahteraan dan Perlindungan Province Anak) 8 Dyah Siti Sundari (Diklat) BKKBN Province 9 Hernowo Budi Luhur (Kabid Perencanaan Sosbud)Bidang Sosbud Kota Semarang 2 Dr. Tatik Suyarti (Kadinkes) Dinas Kesehatan Kota Semarang 2 Dr Susi Herawati (Kasubdit Kesga) Dinas Kesehatan Kota Semarang 22 Dr Widoyono (Kabid P2ML) Dinas Kesehatan Kota Semarang 23 Purwanti (Kasie Gizi) Dinas Kesehatan Kota Semarang 24 Drg Lusi Suryani (Kasie Perencanaan Subbag) Dinas Kesehatan Kota Semarang 25 Tenaga Gizi Puskesmas Pandanaran Kota Semarang 26 Retno (bidan) Posyandu Setialsulu Kota Semarang 27 Ismoyowati, Ani (kader) Posyandu Setiasulu Kota Semarang 28 Kepala Puskesmas Puskesmas Srondol Kota Semarang 29 Bidan Puskesmas Srondol Kota Semarang 3 Ahli gizi Puskesmas Srondol Kota Semarang 3 Drs Hidayatullah (Kasie TS SD) Dinas Pendidikan Kota Semarang 32 Dra. Hayu & Lilik Haryanto Bapermas Kota Semarang 33 Dra. Wijayanti (Pokja IV) TP PKK Kota Semarang 34 S. Kiswanti (Kasie Konsumen & Ketahanan Pangan) Badan & Diana Ketahanan Hidayati Pangan (staff) Kota Semarang 35 Agus Guntoro (Seksi Agro Kimia & Hasil Hutan) Dinas Perindag Kota Semarang 36 Ir Komara Irawati (Kasie Agroindustri Pangan & Hortikultura) Dinas Pertanian Kota Semarang 37 Dra Dahlia Gombiarti MSI (Kabid PMKS) Dinas Sosial Kota Semarang 38 Mardjoko (Bupati) Bupati Kab Banyumas 39 Ir Wahyu Budi Saptono M.Si (Kepala) Bappeda Kab Banyumas 4 Ir Achmad Wahyudi (Kabid Pemb.) Bappeda Kab Banyumas 4 Bagus Abimanyu (Kasubid Kesmas) Bappeda Kab Banyumas 42 dr Widayanto (Kadinkes) Dinas Kesehatan Kab Banyumas 43 dr Supraptini (Kabid nkes) Dinas Kesehatan Kab Banyumas 44 Baharudin SKM (Seksi Gizi) Dinas Kesehatan Kab Banyumas 45 Suwanseno (Kasie Palawija) Dinas Pertanian Kab Banyumas 46 Puji Rahardjo (Seksi pengendalian mutu) Dinas Pendidikan Kab Banyumas 47 Suwarno (Kasie Bappeluh) Badan Ketahanan Pangan Kab Banyumas 48 Suharyanto (Bidang kelembagaan) Bapermades Kab Banyumas 49

50 NTT province, Sikka and Belu districts No Title Institution Remarks Representative DPRD Province 2 Representative Dinas Sosial Province 3 Representative Badan Ketahanan Pangan and Penyuluhan Province 4 Representative BPMPD Province 5 Representative AusAid - AIPMNH project Province 6 Representative Bappeda Province 7 Representative Lembage Perlindungan Anak Province 8 Representative Dinas Kesehatan Province 9 Representative Dinas Pendidikan, Permuda and Olahraga Province Representative Dinas Perindustrian and Perdagangan Province Representative Dinas Pertanian and Perkebunan Province 2 Representative Biro Pemberdayaan Perempuan Province 3 Bupati Kabupaten District Sikka 4 Representative DPRD District Sikka 3 Head of Office BAPPEDA SIKKA Sikka District 4 Head of social politic unit Sikka District 5 Head of survey Sikka District 6 Vice Bupati District Government of Sikka Sikka District 8 Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Daerah (BPMD) Sikka District Community Empowerment 9 Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB (BP2&KB) Sikka District 2 Kepala of Family planning unit Women Empowerment and Family Planning Sikka District 2 Kepala of family welfare unit Sikka District 22 Kepala of women empowerment and child protection Sikka District 23 Staff of planning section Education Sikka District 24 Kepala Trade and Industry Sikka District 25 Secretary Social and work force Sikka District 26 Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Sikka District 27 Kepala District Health Office Sikka District 28 Staff of Puskesmas Puskesmas Waipare Sikka District 29 Village Midwife and BF Counselor Village Midwife Post of Geliting - Puskesmas Waipare Sikka District 3 Acting head of Puskesmas Puskesmas Kopeta Sikka District 3 Village Midwife and BF Counselor Village Midwife Post of Nangamarang - Puskesmas Kopeta Sikka District 32 Bupati District Government of Belu Belu District 33 Representative Dinas Sosial Belu District 34 Representative Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Belu District 35 Representative BPMPD Belu District 36 Representative LSM Lokal (PPSE and spem) Belu District 37 Representative Bappeda Belu District 38 Representative Lembaga Perlindungan Anak Belu District 39 Representative Dinas Kesehatan Belu District 4 Representative Dinas Pendidikan, Pemuda and Olahraga Belu District 4 Representative Dinas Perindustrian and Perdagangan Belu District 42 Representative Dinas Pertanian and Perkebunan Belu District 5

51 Questionnaires Preface Overview of the Landscape Country Assessment Tool The Landscape Analysis Country Assessment Tool consists of eight main questionnaires and checklists for assessing commitment and capacity to accelerate actions to reduce maternal and child undernutrition at national and various subnational levels. In Indonesia, only questionnaires to 6 were used for the country assessment. Questionnaire 2 was used for the NGOs interviews instead of questionnaires 7 and 8. Core package of questionnaires and checklists includes: Level National Regional / Provincial District Facility Field Existing tools:. Semi-structured interview tool for national level stakeholders (government agencies and other stakeholders such as UN agencies, donors and NGOs) 2. Semi-structured interview tool for provincial level stakeholders (provincial government agencies and regional based NGOs and other organizations) 3. Semi-structured interview tool for district level management staff 4. Semi-structured interview tool for the facility manager and nutrition responsible 5. Facility checklist 6. Structured questionnaire for health workers in posyandu, puskesmas and polindes 7. Semi-structured interview tool for manager of implementing NGOs 8. Semi-structured interview tool for nutrition coordinator in NGOs The original tools were have been developed by the Medical Research Council of Cape Town, South Africa for the WHO Department of Nutrition for Health and Development and adapted throughout the first six Landscape Assessments in Madagascar, Burkina Faso, Ghana, Guatemala, Peru and South Africa. Each of these countries has further enhanced the tools, adapting them to their respective national situations. A major revamp was done by the South African country team to allow a nation-wide large scale assessment where a total of almost, questionnaires were completed. To facilitate computer based analysis of this amount of questionnaires, coding fields were added. Due to the high focus on nutrition and HIV in South Africa, an additional set of tools were developed for use in the ARV clinics (Forms 9 and ). Preparations As part of the preparations for the Landscape Analysis Country Assessment, the country team has reviewed the tools, select which ones to use and adapt them to the 5

52 national situation. The country team also determined the scope of the assessment, including scheduling interviews and planning field visits. The Word document questionnaires can be obtained from WHO Department of Nutrition for Health and Development, by contacting 52

53 Form. Pemangku Kepentingan Tingkat Pusat Wawancara semi terstruktur untuk instansi pemerintah dan pemangku kepentingan yang lain (misalnya: Badan-badan PBB, Donor, LSM) di tingkat pusat ID: ID: Tanggal kunjungan Tgl Bln Thn Diisi oleh: Nasional: Instansi: Responden: Nama: Jabatan: Nama: Jabatan: Nama: Jabatan: 53

54 Bagian. Situasi dan Prioritas Gizi. Menurut pandangan anda, apa saja tiga masalah utama dalam hal gizi di Indonesia? (Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama) Apakah anda merasa bahwa masalah yang teridentifikasi mendapat perhatian dan ditangani secara memadai dalam rencana aksi, strategi dan kebijakan gizi nasional? Jelaskan alasan anda: Tidak Tidak tahu.3 Menurut pandangan anda, apa yang menyebabkan timbulnya masalah gizi ini? (Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama) Menurut pandangan anda, apa yang menjadi kendala utama dalam meningkatkan skala program gizi (atau yang terkait masalah gizi)? (Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama)

55 .5 Menurut pandangan anda, peluang (opportunity) utama apa saja yang dapat digunakan untuk meningkatkan skala program aksi gizi? (Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama) Bagian 2. Sistem Koordinasi Gizi 2. Menurut pandangan anda, apa kekuatan/di dalam yang ada saat ini dalam hal koordinasi program gizi di Indonesia? (Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama) Menurut pandangan anda, aspek-aspek utama apakah yang perlu ditingkatkan dalam hal koordinasi program gizi atau terkait gizi lainnya? (Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama)

56 5. Bagian 3. Kebijakan dan kegiatan Gizi di Instansi 3. Program/kegiatan spesifik apa, bila ada, yang dilakukan oleh instansi anda berkenaan dengan program yang terkati dengan gizi? 3.2 Jelaskan bentuk kegiatan / dukungan yang diberikan oleh instansi anda di berbagai tingkatan sebagai berikut: Tingkat Tindakan dan dukungan Nasional Propinsi Komunitas 3.3 Di instansi anda, apakah ada kebijakan yang mendukung program/kegiatan ini? Tidak Tidak tahu Bila ya, jelaskan. 3.4 Menurut anda, strategi dan program gizi apa yang sekiranya menjadi prioritas untuk ditingkatkan skala programnya? 3.5 Bagaimana/seberapa jauh instansi anda memberikan dukungan pada program gizi atau terkait gizi? 56

57 Bagian 4. Anggaran dan pendanaan 4. Berapakah kira-kira anggaran tahunan di instansi anda yang dialokasikan untuk program gizi atau yang terkait dengan gizi? Tahun ini: Tahun lalu: 4.2 Menurut anda, kira-kira berapa persen dari seluruh total anggaran yang dialokasikan untuk program gizi (atau terkait gizi) di instansi anda? Tahun ini: Tahun lalu: 4.3 Berasal dari mana saja sumber dana untuk program gizi (atau terkait gizi) di instansi anda? 2 3 % % % 4 5 % % 4.4 Menurut pendapat anda apakah terdapat cukup dana untuk menangani masalah gizi? Jelaskan alasannya. 4.5 Bila tidak, menurut anda apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan anggaran/pendanaan tersebut? 57

58 Bagian 5. Sumber daya manusia untuk Gizi 5. Menurut anda apakah terdapat cukup staf yang bertanggung jawab untuk program gizi di instansi anda? 5.2 Bila tidak, apa yang menurut anda sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan jumlah di bidang gizi di Indonesia? 5.3 Apakah instansi anda memiliki staf yang ditempatkan khusus atau bertanggung-jawab untuk melaksanakan kegiatan program gizi? Tidak Tidak tahu 5.3. Bila ya, sebutkan berapa orang: dan perkiraan jumlah staf paruh waktu atau purna waktu di berbagai tingkatan yang berbeda? Tingkat Purna waktu Paruh waktu Propinsi Berapa dari mereka yang memiliki gelar minimum D3 Gizi? 5.4 Menurut anda apakah terdapat cukup petugas yang bertanggung jawab untuk program gizi di Indonesia? 5.5 Bila tidak, apa yang menurut anda sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan jumlah petugas gizi di Indonesia? 58

59 5.4 Apa saja pelatihan jangka pendek, jangka panjang dan program magang yang telah diikuti oleh staf anda dalam dua tahun terakhir terkait dengan gizi? Jumlah staf Tingkat yang dilatih Topik Pelatihan Internasional Nasional 5.5 Bila tidak ada staf yang telah mengikuti pelatihan terkait dengan program gizi dalam dua tahun terakhir, mengapa? Bagian 6. Sistem Informasi Gizi 6. Jenis data gizi apa saja yang anda gunakan secara rutin? 6.2 Bagaimana dan siapa yang mengambil dan mengumpulkan data-data tersebut di atas? Gali lebih dalam: survei, monitoring/laporan rutin, evaluasi/penelitian, dll. 6.3 Bagaimana instansi anda menggunakan data-data tersebut dan bagaimana anda menyebarluaskan hasil tersebut? Bagian 7. Gizi dan krisis harga pangan 7. Sebutkan tiga kelompok (misalnya pedesaan vs perkotaan; konsumen vs produsen; wilayah propinsi, dll.) yang anda anggap paling terkena imbas kenaikan harga pangan di propinsi anda? 59

60 Tindakan-tindakan apakah yang diambil oleh pemerintah propinsi untuk meringankan imbas dari krisis itu? Bagian 8. Gizi dalam keadaan darurat (bencana alam) 8. Kelompok manakah yang menurut anda paling parah terkena imbas bencana alam? Tindakan-tindakan apa yang diambil oleh pemerintah propinsi anda untuk meringankan efek/ imbas dari keadaan darurat untuk kelompok tsb? (berhubungan dgn pangan & gizi) Bagian 9. Advokasi dan Peningkatan Skala 9. Dari pengalaman anda, informasi atau pesan khusus apakah yang dapat memudahkan kerjasama di kalangan mitra gizi (Stakeholders) di propinsi anda? 9.2 Apakah anda telah menggunakan indikator pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) dalam program gizi ini? Bila ya, jelaskan: Tidak Tidak tahu 6

61 9.3 Apakah anda telah mengacu pada UU 23 tahun 22 tentang Perlindungan Anak dalam upaya ini? Bila ya, jelaskan: Tidak Tidak tahu 9.4 Apakah anda telah menggunakan perangkat advokasi? Bila ya, jelaskan: Tidak Tidak tahu 9.5 Apa intervensi atau dukungan yang dapat dilakukan oleh instansi/ Departemen/ unit untuk peningkatan cakupan program gizi? Bila instansi/departemen/ unit anda hanya dapat melaksanakan satu hal dalam meningkatkan skala untuk peningkatan cakupan program gizi apakah itu? Bagian. Pertanyaan penutup. Menurut pendapat anda, apa tiga prioritas utama kebutuhan dalam rangka mempercepat penurunan gizi kurang pada ibu & baduta (anak di bawah dua tahun)? Jangan mengarahkan (Prompt) ke opsi berikut; buat peringkat sebagaimana disebutkan oleh responden atau pihak yang diwawancara. Peringkat (, 2, 3) 6

62 Sumber daya manusia (lebih banyak staf, gaji yang lebih baik, pergantian staf yang sering) Pelatihan (lebih banyak pelatihan, modul pelatihan atau trainer yang lebih baik) Persediaan barang (obat dan sistem logistik yang lebih baik) Infrastruktur (ruangan yang lebih luas, peralatan/fasilitas yang lebih baik) Sumber daya keuangan (anggaran yang lebih besar, pendanaan eksternal/dari luar yang lebih banyak) Lain-lain.2 Apakah ada hal lain yang ingin anda sampaikan agar kami memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai situasi gizi di Indonesia? 62

63 Form 2. Pemangku Kepentingan Tingkat Propinsi Wawancara semi terstruktur untuk instansi pemerintah dan pemangku kepentingan yang lain (misalnya: Badan-badan PBB, Donor, LSM) di tingkat propinsi Tanggal kunjungan Tgl Bln Thn Diisi oleh: Propinsi: Instansi: Responden: Nama: Jabatan: Nama: Jabatan: Nama: Jabatan: 63

64 Bagian. Situasi dan Prioritas Gizi. Menurut pandangan anda, apa saja tiga masalah utama dalam hal gizi di Propinsi anda? (Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama) Apakah anda merasa bahwa masalah yang teridentifikasi mendapat perhatian dan ditangani secara memadai dalam rencana aksi, strategi dan kebijakan gizi nasional atau propinsi? Jelaskan alasan anda: Tidak Tidak tahu.3 Menurut pandangan anda, apa yang menyebabkan timbulnya masalah gizi ini? (Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama) Menurut pandangan anda, apa yang menjadi kendala utama dalam meningkatkan skala program gizi (atau yang terkait masalah gizi) di propinsi anda? (Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama)

65 .5 Menurut pandangan anda, peluang (opportunity) utama apa saja yang dapat digunakan untuk meningkatkan skala program aksi gizi? (Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama) Bagian 2. Sistem Koordinasi Gizi 2. Menurut pandangan anda, apa kekuatan/di dalam yang ada saat ini dalam hal koordinasi program gizi di Indonesia? (Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama) Menurut pandangan anda, aspek-aspek utama apakah yang perlu ditingkatkan dalam hal koordinasi program gizi atau terkait gizi lainnya? (Tuliskan berdasarkan urutan dari yang paling utama)

66 5. Bagian 3. Kebijakan dan kegiatan Gizi di Instansi 3. Program/kegiatan spesifik apa, bila ada, yang dilakukan oleh instansi anda berkenaan dengan program yang terkati dengan gizi? 3.2 Jelaskan bentuk kegiatan / dukungan yang diberikan oleh instansi anda di berbagai tingkatan sebagai berikut: Tingkat Tindakan dan dukungan Propinsi Kabupaten/ Kota Komunitas 3.3 Di instansi anda, apakah ada kebijakan yang mendukung program/kegiatan ini? Tidak Tidak tahu Bila ya, jelaskan. 3.4 Menurut anda, strategi dan program gizi apa yang sekiranya menjadi prioritas untuk ditingkatkan skala programnya? 3.5 Bagaimana/seberapa jauh instansi anda memberikan dukungan pada program gizi atau terkait gizi? 66

67 Bagian 4. Anggaran dan pendanaan 4. Berapakah kira-kira anggaran tahunan di instansi anda yang dialokasikan untuk programgizi atau yang terkait dengan gizi? Tahun ini: Tahun lalu: 4.2 Menurut anda, kira-kira berapa persen dari seluruh total anggaran yang dialokasikan untuk program gizi (atau terkait gizi) di instansi anda? Tahun ini: Tahun lalu: 4.3 Berasal dari mana saja sumber dana untuk program gizi (atau terkait gizi) di instansi anda? 2 3 % % % 4 5 % % 4.4 Menurut pendapat anda apakah terdapat cukup dana untuk menangani masalah gizi di propinsi anda Jelaskan alasannya. 4.5 Bila tidak, menurut anda apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan anggaran/pendanaan tersebut? 67

68 Bagian 5. Sumber daya manusia untuk Gizi 5. Menurut anda apakah terdapat cukup staf yang bertanggung jawab untuk program gizi di instansi anda? 5.2 Bila tidak, apa yang menurut anda sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan jumlah di bidang gizi di Indonesia? 5.3 Apakah instansi anda memiliki staf yang ditempatkan khusus atau bertanggung-jawab untuk melaksanakan kegiatan program gizi? Tidak Tidak tahu 5.3. Bila ya, sebutkan berapa orang: dan perkiraan jumlah staf paruh waktu atau purna waktu di berbagai tingkatan yang berbeda? Tingkat Purna waktu Paruh waktu Propinsi Berapa dari mereka yang memiliki gelar minimum D3 Gizi? 5.4 Menurut anda apakah terdapat cukup petugas yang bertanggung jawab untuk program gizi di seluruh propinsi anda? 5.5 Bila tidak, apa yang menurut anda sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan jumlah petugas gizi di propinsi anda? 68

69 5.4 Apa saja pelatihan jangka pendek, jangka panjang dan program magang yang telah diikuti oleh staf anda dalam dua tahun terakhir terkait dengan gizi? Jumlah staf Tingkat yang dilatih Topik Pelatihan Internasional Nasional propinsi 5.5 Bila tidak ada staf yang telah mengikuti pelatihan terkait dengan program gizi dalam dua tahun terakhir, mengapa? Bagian 6. Sistem Informasi Gizi 6. Jenis data gizi apa saja yang anda gunakan secara rutin? 6.2 Bagaimana dan siapa yang mengambil dan mengumpulkan data-data tersebut di atas? Gali lebih dalam: survei, monitoring/laporan rutin, evaluasi/penelitian, dll. 6.3 Bagaimana instansi anda menggunakan data-data tersebut dan bagaimana anda menyebarluaskan hasil tersebut ke tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/kota dan pemangku kepentingan yang lain di bidang gizi? 69

70 Bagian 7. Gizi dan krisis harga pangan 7. Sebutkan tiga kelompok (misalnya pedesaan vs perkotaan; konsumen vs produsen; wilayah propinsi, dll.) yang anda anggap paling terkena imbas kenaikan harga pangan di propinsi anda? Tindakan-tindakan apakah yang diambil oleh pemerintah propinsi untuk meringankan imbas dari krisis itu? Bagian 8. Gizi dalam keadaan darurat (bencana alam) 8. Kelompok manakah yang menurut anda paling parah terkena imbas bencana alam? Tindakan-tindakan apa yang diambil oleh pemerintah propinsi anda untuk meringankan efek/ imbas dari keadaan darurat untuk kelompok tsb? (berhubungan dgn pangan & gizi) Bagian 9. Advokasi dan Peningkatan Skala 9. Dari pengalaman anda, informasi atau pesan khusus apakah yang dapat memudahkan kerjasama di kalangan mitra gizi (Stakeholders) di propinsi anda? 7

71 9.2 Apakah anda telah menggunakan indikator pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) dalam program gizi ini? Bila ya, jelaskan: Tidak Tidak tahu 9.3 Apakah anda telah mengacu pada UU 23 tahun 22 tentang Perlindungan Anak dalam upaya ini? Bila ya, jelaskan: Tidak Tidak tahu 9.4 Apakah anda telah menggunakan perangkat advokasi? Bila ya, jelaskan: Tidak Tidak tahu 9.5 Apa intervensi atau dukungan yang dapat dilakukan oleh instansi/ Departemen/ unit untuk peningkatan cakupan program gizi? Bila instansi/departemen/ unit anda hanya dapat melaksanakan satu hal dalam meningkatkan skala untuk peningkatan cakupan program gizi apakah itu? 7

72 Bagian. Pertanyaan penutup. Menurut pendapat anda, apa tiga prioritas utama kebutuhan propinsi dalam rangka mempercepat penurunan gizi kurang pada ibu & baduta (anak di bawah dua tahun)? Jangan mengarahkan (Prompt) ke opsi berikut; buat peringkat sebagaimana disebutkan oleh responden atau pihak yang diwawancara. Sumber daya manusia (lebih banyak staf, gaji yang lebih baik, pergantian staf yang sering) Pelatihan (lebih banyak pelatihan, modul pelatihan atau trainer yang lebih baik) Persediaan barang (obat dan sistem logistik yang lebih baik) Infrastruktur (ruangan yang lebih luas, peralatan/fasilitas yang lebih baik) Sumber daya keuangan (anggaran yang lebih besar, pendanaan eksternal/dari luar yang lebih banyak) Lain-lain Peringkat (, 2, 3).2 Apakah ada hal lain yang ingin anda sampaikan agar kami memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai situasi gizi di propinsi anda? 72

73 Form 3. Staf Manajemen di tingkat Kabupaten/ Kota Wawancara semi terstruktur ID: Tanggal kunjungan Tgl Bln Thn Dilengkapi oleh: Propinsi: Kabupaten: Dinas di kabupaten: Dinas Kesehatan 2 Dinas Pertanian 3 Badan Ketahanan Pangan 4 Bappeda Lain-lain: Responden: Kepala 2 Program officer bagian gizi 3 Program officer Kesehatan Ibu dan Anak 4 Pekerja kesehatan masyarakat 5 Relawan/ pendamping non profesi 77 Lain-lain: 73

74 Bagian Kegiatan dan Program Gizi. Apa saja kegiatan utama yang paling penting di bidang gizi yang tercakup dalam rencana aksi kabupaten saat ini?.2 Apa saja kegiatan gizi berbasis masyarakat yang dipromosikan untuk dilaksanakan di kabupaten anda? Bacakan satu persatu di bawah ini dan tanyakan kegiatan apa saja yang dilakukan.2. Gizi ibu:.2.2 Pemberian ASI:.2.3 Pemberian MP ASI:.2.4 Pencegahan kekurangan gizi mikro:.2.5 Penurunan prevalensi anak pendek (stunting).2.5 Identifikasi dan manajemen gizi buruk dan gizi kurang:.2.6 Pencegahan dan Penanggulangan Diare pada anak:.2.7 Pemberian ASI oleh ibu yang menderita HIV/AIDS:.2.8 Pola makan dan kegiatan fisik (olah raga) untuk mencegah kelebihan berat badan: 74

75 .2.9 Pencegahann kecacingan pada anak dan ibu hamil (PHBS, dan program pencegahan kecacingan.2. Pencegahan malaria pada anak-anak dan ibu hamil (mis, intermittent treatment, distribusi kelambu).2.2 Pencegahan penyakit menular untuk balita dan ibu (WUS?) (mis. Imunisasi).2.3 Keluarga Berencana.2.4 Lain-lain.3 Sebutkan tiga kelompok (pedesaan vs perkotaan; konsumen vs produsen; wilayah tertentu, dll.) yang anda anggap paling terkena imbas kenaikan harga pangan di kabupaten anda? Tindakan-tindakan apakah yang diambil oleh pemerintah pusat, propinsi/ kabupaten untuk meringankan imbas dari krisis di kabupaten anda?.5 Dengan cara apa kabupaten memberlakukan Internasional Pemasaran PASI (Produk Pengganti ASI) atau International Code of Marketing of Breast-milk Substitutes?.6 Berapa jumlah fasilitas kesehatan di kabupaten anda yang mendapatkan sertifikat Rumah Sakit Sayang Bayi atau Baby-Friendly Hospital Initiative (BFHI)?.7 Berapa jumlah fasilitas kesehatan yang dalam proses -menjadi Rumah Sakit Sayang Bayi? 75

76 .8 Menurut anda, apakah pesan-pesan gizi yang dikomunikasikan di tingkat masyarakat?.8. Penurunan Anemia Ibu.8.2 Pemberian ASI eksklusif Pemberian MP ASI yang optimal Suplementasi Zink untuk penanganan diare Suplementasi Vitamin A untuk balita Suplementasi Vitamin A untuk ibu nifas Konsumsi garam beryodium Penurunan angka anak pendek Penanganan gizi buruk dan gizi kurang Pencegahan dan perawatan diare pada anak Pemberian ASI dalam konteks HIV/AIDS Pola makan sehat dan kegiatan fisik/olah raga untuk mencegah kelebihan berat badan Lain-lain: Bila, bagaimana pesanpesan itu dikomunikasikan? Tidak Bagian 2. Tanggung Jawab dan Koordinasi 2. Dalam tim kabupaten/ Kota, siapa yang memiliki tanggung jawab utama untuk program gizi? Kepala Dinas 2 Kepala bidang 3 Kepala Seksi 77 Lain-lain: Tahu Tahu Tahu 76

77 77 Lain-lain: Tahu 2.2 Pelatihan apakah yang telah diikuti oleh penanggung jawab utama (di atas) yang berkaitan dengan gizi? 2.3 Bila ada, tanggung jawab terkait non-gizi apakah yang dimiliki oleh orang tersebut? 2.3 Dalam kalangan pemerintah, apakah ada pihak lain yang mengurus masalah gizi di kabupaten anda? Siapa? Sebutkan kegiatan gizi yang telah mereka laksanakan 2.4 Bagaimana kegiatan gizi dikoordinasikan di kabupaten? Bagaimana susunan kelembagaan yang ada dan seberapa sering pertemuan/ rapat diselenggarakan? 2.5 Siapa yang menyusun dan mengembangkan rencana dan strategi gizi di kabupaten, dan apakah ini sudah disusun? Bagian 3. Anggaran dan Pendanaan 3. Dapatkan anda memperkirakan berapa anggaran tahunan di instansi anda yang dialokasikan untuk program gizi ini? Tahun ini: 77

78 Tahun lalu: 3.2 Menurut perkiraan, jumlah yang dianggarkan ini berapa persen dari keseluruhan total anggaran? Tahun ini: % Tahun lalu: % 3.3 Sumber pendanaan kegiatan gizi apa dan dari mana saja yang diimplementasikan oleh instansi anda untuk kegiatan gizi? 2 3 % % % 4 5 % % 3.4 Menurut pendapat anda, apakah terdapat cukup pendanaan untuk menangani keadaan gizi di kabupaten anda? Jelaskan alasan anda. 3.5 Bila tidak, apakah anda mempunyai rencana atau gagasan untuk meningkatkan pendanaan? Bagian 4. Sumber daya manusia untuk Gizi 4. Menurut anda apakah terdapat cukup staf yang bertanggung jawab untuk program gizi di instansi anda? 78

79 4.2 Bila tidak, apa yang menurut anda sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan jumlah di bidang gizi di Indonesia? 4.3 Apakah instansi anda memiliki staf yang ditempatkan khusus atau bertanggung-jawab untuk melaksanakan kegiatan program gizi? Tidak Tidak tahu 4.3. Bila ya, sebutkan berapa orang: dan perkiraan jumlah staf paruh waktu atau purna waktu di berbagai tingkatan yang berbeda? Tingkat Purna waktu Paruh waktu Propinsi Berapa dari mereka yang memiliki gelar minimum D3 Gizi? 4.4 Menurut anda apakah terdapat cukup petugas yang bertanggung jawab untuk program gizi di seluruh propinsi anda? 4.5 Bila tidak, apa yang menurut anda sebaiknya dilakukan untuk meningkatkan jumlah petugas gizi di propinsi anda? 4.6 Apa saja pelatihan jangka pendek, jangka panjang dan program magang yang telah diikuti oleh staf anda dalam dua tahun terakhir terkait dengan gizi? Jumlah staf Tingkat yang dilatih Topik Pelatihan Internasional Nasional propinsi 4.7 Bila tidak ada staf yang telah mengikuti pelatihan terkait dengan program gizi dalam dua tahun terakhir, mengapa? 79

80 Bagian 5. Pelatihan 5. Pelatihan mengenai gizi apa saja yang telah ada / dilaksanakan di kabupaten anda dalam dua tahun terakhir? A. Pelatihan (Judul, organisasi penyelenggara) B. Partisipan (jumlah peserta dan asal instansi) 5.2 Bagaimana pelatihan dipantau dan ditindaklanjuti? Gali juga informasi mengenai keberadaan pelatihan penyegaran dan pelatihan di lokasi. Uraikan: Bagian 6. Sistem Manajemen Informasi 6. Data/laporan gizi paling penting apakah yang secara rutin dikumpulkan di tingkat kabupaten/kota? 6.2 Bagaimana anda menggunakan laporan ini? 8

81 6.3 Apakah anda pernah menerima umpan balik mengenai laporan gizi yang anda kirimkan ke tingkat propinsi atau nasional? Tidak Tidak Tahu 6.4 Bila ya, apakah umpan balik tersebut berguna? Dan bagaimana anda menggunakan umpan balik ini? Bagian 7. Sistem Manajemen, Supervisi dan dukungan 7. Seberapa sering orang yang bertanggung jawab atas gizi mengunjungi fasilitas kesehatan dan/atau masyarakat untuk memberikan dukungan program gizi? Setiap hari 2 Setiap minggu 3 Setiap bulan 4 Tidak terlalu sering 7.2 Dalam kaitannya dengan kegiatan gizi, bagaimana caranya pemerintah daerah berkomunikasi 7.2. dengan Mitra (pemerintah dan non pemerintah) di kabupaten: dengan kantor di tingkat propinsi dan di pusat 7.3 Dukungan apa yang telah diterima oleh kabupaten anda selama dua tahun terakhir agar tim gizi mampu melaksanakan pembuatan program, perencanaan gizi dan implementasinya? Untuk pelatihan, dukungan anggaran, penelitian dan kunjungan lapangan, gali lebih dalam. 8

82 Bagian 8. Pertanyaan Penutup 8. Menurut pendapat anda, apa tiga prioritas utama kebutuhan kabupaten dalam rangka mempercepat penurunan kekurangan gizi? Jangan mengarahkan ke opsi berikut, buat peringkat sebagaimana disebutkan oleh responden atau pihak yang diwawancara. Sumber daya manusia (lebih banyak staf, gaji yang lebih baik, minimalnya pergantian staf) Pelatihan (lebih banyak pelatihan, modul pelatihan atau trainer yang lebih baik) Persediaan barang (obat dan sistem logistik yang lebih baik) Infrastruktur (ruangan yang lebih luas, peralatan yang lebih baik) Sumber daya keuangan (anggaran yang lebih besar, pendanaan eksternal yang lebih banyak) Lain-lain Peringkat (, 2, 3) 8.2 Apakah ada hal lain yang ingin anda sampaikan agar kami memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai situasi gizi di kabupaten anda? 82

83 Form 4. Manajer Fasilitas Kesehatan dan Pengelola dan Penanggung jawab Program Gizi Wawancara Kelompok semi terstruktur ID: Tanggal kunjungan Tgl Bln Thn Dilengkapi oleh: Propinsi: Kabupaten: Fasilitas Kesehatan: Pusat Kesehatan Masyarakat 77 Lain-lain: Unit: Unit Rawat Jalan 2 Unit bersalin/ kebidanan 3 Bangsal Anak 4 Rawat Inap 5 Management 77 Lain-lain: Responden : ) Manajer Fasilitas 2) Penanggung jawab program gizi Ada Tidak ada Hadir: Kepala Puskesmas Tidak ada 2 Dokter/Dokter Gigi 3 Perawat 4 Perawat pembantu 5 Bidan 6 Ahli gizi/ Ahli Diet 7 Petugas Gizi/ Penasihat /Penyuluh 83

84 Gizi/Pembantu Ahli Gizi 8 Petugas kesehatan masyarakat (Jurim/Sanitarian) 9 Relawan/ Honorer Petugas administrasi/ karyawan 77 Lainlain: Bagian Kegiatan Gizi dan Pengintegrasian ke Program Lain. Kegiatan utama terkait gizi apa saja yang dilaksanakan di puskesmas ini?.2 Apakah puskesmas anda melaksanakan kegiatan gizi berikut ini di masyarakat? (Bacakan/tanyakan sesuai list di bawah ini).2.. Suplementasi tablet besi folat bagi ibu hamil.2.2. Suplementasi multivitamin dan mineral bagi ibu hamil.2.3. Suplementasi tablet kalsium bagi Ibu hamil.2.4. Promosi Pemberian ASI.2.5. Promosi pemberian makanan pendamping ASI lokal.2.6. Suplementasi kapsul Vitamin A bagi balita.2.7. Suplementasi Vitamin A bagi ibu nifas.2.8. Suplementasi tabur gizi (Vitalita/Mix Met/Taburia) untuk balita.2.9. Distribusi makanan tambahan (mis. bubur/biskuit berfortifikasi, dll) untuk balita.2.. Distribusi makanan tambahan (mis Mie berfortifikasi) untuk ibu hamil.2.. Suplementasi tablet zink untuk balita (bagian dari penanganan diare).2.2. Promosi garam beryodium.2.3. Promosi dan pemantauan tumbuh kembang anak Tahu Tahu Tahu Tahu Tahu Tahu Tahu Tahu Tahu Tahu Tahu Tahu Tahu 84

85 .2.4. Penanganan gizi kurang pada balita Tahu.2.5. Penanganan gizi buruk pada balita.2.6. Penyuluhan/promosi pemberian makan bagi anak sakit.2.7. Promosi cuci tangan dengan sabun.2.8. Promosi Pemberian tablet cacing (untuk anak dan ibu hamil).2.9. Promosi kelambu berobat.2.2. Pengobatan malaria pada saat kehamilan.2.2. Pemberian ASI dalam konteks` HIV/AIDS.2.22.Pola hidup sehat dan gizi seimbang untuk mencegah kelebihan berat badan.2.23 Keluarga Berencana Lain-lain: Tahu Tahu Tahu Tahu Tahu Tahu Tahu Tahu Tahu Tahu.3 Bagaimana gizi diintegrasikan ke program atau kegiatan pelayanan kesehatan dasar? Untuk menggali lebih dalam: Bagaimana gizi diintegrasikan ke dalam MTBS (Management Terpadu Balita Sakit), Kesehatan ibu, kesehatan remaja, HIV/AIDS dll..4 Jelaskan bagaimana penyuluhan dan konseling gizi dijalankan di puskesmas ini. Untuk menggali lebih dalam: Siapa yang bertanggung jawab, kapan dan dimana kegiatan itu dilangsungkan. materi yang diberikan.5 Bagaimana pendapat bapak/ibu terhadap program dan pelayanan gizi di puskesmas ini?.6 Siapa yang biasanya memberikan pelayanan gizi di fasilitas kesehatan ini? (Jangan dibacakan list di bawah ini) 85

86 . Kepala Puskesmas Tidak Tahu 2. Dokter/Dokter Gizi 3. Perawat 4. Perawat pembantu 5. Bidan Tidak Tahu Tidak Tahu Tidak Tahu Tidak Tahu 6. Ahli gizi/ ahli diet 7. Penyuluh / Petugas Gizi /Pembantu Ahli Gizi 8. Petugas program lain Tidak Tahu Tidak Tahu Tidak Tahu 9. Petugas kesehatan masyarakat Tidak Tahu. Relawan/ Honorer Tidak Tahu. Petugas administrasi 77. Lainlain: Tidak Tahu Tidak Tahu 86

87 Bagian 2. Pelatihan, Bahan dan Sumber daya 2. Di puskesmas ini, siapa saja yang telah mendapatkan menerima pelatihan terkait gizi dua tahun terakhir? (Jangan Bacakan List di bawah ini) Kod e. Kepala Puskesmas 2. Dokter/Dokter Gigi 3. Perawat 4. Perawat pembantu 5. Bidan 6. Ahli gizi/ ahli diet 7. Penyuluh / Petugas Gizi 8. Petugas program lain 9. Pekerja kesehatan masyarakat. Relawan/ penyuluh non profesi. Petugas administrasi 77. Lainlain: Tidak Tahu Tidak Tahu Tidak Tahu Tidak Tahu Tidak Tahu Tidak Tahu Tidak Tahu Tidak Tahu Tidak Tahu Tidak Tahu Tidak Tahu Tidak Tahu 2.2 Berapa banyak dari staf di atas yang telah menerima pelatihan gizi itu masih bekerja di sini? Semua 2 Sebagian besar 3 Beberapa 4 ada 77 Lain-lain tahu 2.3 Untuk masing-masing bidang berikut, apakah ada dari staf puskesman yang telah menerima pelatihan dan /atau memberikan pelatihan ke pihak lainnya? 2.3. Gizi ibu Konseling Pemberian ASI Pelatihan (dukungan dan manajemen Pemberian ASI) Konseling pemberian MP-ASI Suplementasi Zink untuk penanganan diare Menerima Menerima Menerima Menerima Menerima 2 Memberi 2 Memberi 2 Memberi 2 Memberi 2 Memberi 3 Keduanya 3 Keduanya 3 Keduanya 3 Keduanya 3 Keduanya Tidak sama sekali Tidak sama sekali Tidak sama sekali Tidak sama sekali Tidak sama sekali 87

88 Suplementasi Kapsul Vitamin A bagi balita Suplementasi Kapsul Vitamin A bagi bufas Pemberian tabur gizi (vitalita/mix Me/Taburia) untuk balita Pemberian tablet multivitamin dan mineral untuk bumil dan bufas Pemantauan dan promosi tumbuh kembang 2.3. Penanganan gizi kurang Penanganan Gizi buruk Pencegahan dan perawatan untuk anak diare Pemberian ASI dalam konteks Konseling HIV/ AIDS Kegiatan fisik dan makan sehat untuk mencegah kelebihan berat badan. Pencegahan Kecacingan Pencegahan Penyakit Menular lainnya. Sebutkan Menerima Menerima Menerima Menerima Menerima Menerima Menerima Menerima Menerima Menerima Menerima Menerima 2 Memberi 2 Memberi 2 Memberi 2 Memberi 2 Memberi 2 Memberi 2 Memberi 2 Memberi 2 Memberi 2 Memberi 2 Memberi 2 Memberi 3 Keduanya 3 Keduanya 3 Keduanya 3 Keduanya 3 Keduanya 3 Keduanya 3 Keduanya 3 Keduanya 3 Keduanya 3 Keduanya 3 Keduanya 3 Keduanya Tidak sama sekali Tidak sama sekali Tidak sama sekali Tidak sama sekali Tidak sama sekali Tidak sama sekali Tidak sama sekali Tidak sama sekali Tidak sama sekali Tidak sama sekali Tidak sama sekali Tidak sama sekali Keluarga Berencana Pencegahan Malaria pada ibu hamil Lain-lain: Menerima 2 Memberi 3 Keduanya Tidak sama sekali 2.4 Apakah ada pemantauan atau tindak lanjut dari kegiatan pelatihan gizi yang dilakukan dalam dua tahun terakhir di puskesmas ini. 88

89 Bila, jelaskan: Bagian 3. Dukungan Masyarakat 3. Bagaimana puskesmas bekerjasama/melibatkan dengan masyarakat untuk meningkatkan: (Dibacakan Satu Persatu) Pertanyaan untuk menggali: peran kader, suami, dukun, tokoh agama/ masyarakat dll. 3.. Gizi Ibu 3..2 Pemberian ASI: 3..3 Pemberian Makanan Pendamping ASI lokal 3..4 Pencegahan Kekurangan Gizi Mikro (misalnya Vitamin A untuk balita dan Ibu Nifas, supplementasi multivitamin & mineral untuk Ibu Hamil, tabur gizi balita, garam beryodium): 3..5 Identifikasi dan penanganan gizi kurang 3..6 Pengidentifikasian dan penanganan gizi buruk 3..7 Pencegahan dan perawatan balita diare 89

90 3..8 Pemberian ASI (Menyusui) dalam konteks HIV/AIDS 3..9 Pola hidup sehat (Kegiatan fisik dan gizi seimbang) untuk mencegah kelebihan berat badan 3.. Pencegahan Kecacingan 3.. Pencegahan Malaria (Pengobatan, dan distribusi kelambu) 3..2 Pemberian Imunisasi 3..3 Keluarga Berencana Lain-Lain, Sebutkan: 3.2 Selain posyandu, apakah ada kegiatan sosmob (mobilisasi masyarakat) terkait gizi yang sudah diprakarsai oleh puskesmas dalam dua tahun terakhir? 3.3 Menurut pendapat bapak/ibu, bagaimana agar masyarakat dapat mendukung pemberian ASI (eksklusif dilanjutkan hingga dua tahun dengan makanan pendamping) secara lebih baik? Pertanyaan untuk menggali: peran relawan, suami, Bidan, pemuka masyarakat, tokoh agama dll. 9

91 Bagian 4. Dukungan 4. Seberapa sering pertemuan/rapat formal diadakan dengan staf gizi kabupaten? Setiap hari 2 Setiap minggu 3 Setiap bulan 4 Jarang 5 Tidak Pernah 4.2 Seberapa sering pertemuan/rapat diadakan dengan staf gizi propinsi setahun terakhir? Setiap hari 2 Setiap minggu 3 Setiap bulan 4 Jarang 5 Tidak Pernah 4.3 Apakah anda merasa bahwa anda menerima dukungan yang memadai dari staf gizi di tingkat kabupaten dalam setahun terakhir? 4.3a Bila, jelaskan: 4.3b Bila tidak, berikan alasan dan apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan / memperbaiki keadaan ini. Berikan contoh spesifiknya. Bagian 5. Pengelolaan program Gizi 5. Siapa yang mengelola program gizi di puskesmas ini? Kepala Puskesmas 2 Dokter/Dokter Gigi 3 Perawat 4 Perawat pembantu 5 Bidan 6 Ahli gizi/ Ahli Diet 7 Petugas Gizi/ Penasihat /Penyuluh Gizi/Pembantu Ahli Gizi 9

92 8 Petugas kesehatan masyarakat (Jurim/Sanitarian) 9 Relawan/ Honorer Petugas administrasi/ karyawan 77. Lain-lain: 5.2 Sebutkan porsi waktu yang dihabiskan untuk memberikan konseling/penyuluhan gizi dalam sebulan terakhir? Proporsi: % Tidak tahu 5.4 Apakah Tenaga Pelaksana Gizi di Puskesmas ini memiliki latar belakang pendidikan formal gizi? 5.5 Apakah Tenaga Pengelola Gizi di Puskesmas ini pernah menerima pelatihan mengenai gizi dalam dua tahun terakhir? 5.4 Bila ya, pelatihan gizi apakah yang dia ikuti? Bagian 6. Rujukan dan konseling Gizi 6. Siapa yang melaksanakan konseling/penyuluhan di fasilitas kesehatan ini? Staf terlatih dalam gizi 2 Staf tidak secara resmi terlatih dalam gizi Bila jawabannya atau 2, sebutkan: Tidak tahu 6.2 Apakah ada ruang yang dikhususkan untuk konseling gizi? 92

93 6.3 Apakah ada hari khusus di tiap minggu atau bulan dimana pelayanan konseling gizi dapat dilakukan dengan memesan waktu? 6.4 Berapa jumlah rata-rata pasien per bulan yang mendapatkan konseling gizi? 6.5 Kasus apa yang paling umum dirujuk? 93

94 Bagian 7. Pertanyaan Penutup 7. Menurut pendapat anda, apa tiga prioritas utama kebutuhan puskesmas dalam rangka mempercepat penurunan kekurangan gizi? Jangan mengarahkan ke opsi berikut, buat peringkat sebagaimana disebutkan oleh responden atau pihak yang diwawancara. Sumber daya manusia (lebih banyak staf, gaji yang lebih baik, minimnya rotasi staf) Pelatihan (lebih banyak pelatihan, modul pelatihan atau trainer yang lebih baik) Persediaan barang (obat dan sistem supply yang lebih baik) Infrastruktur (ruangan yang lebih luas, peralatan yang lebih baik) Sumber daya keuangan (anggaran yang lebih besar, pendanaan yang lebih banyak) Lain-lain Peringkat (, 2, 3) 7.2 Apakah ada hal lain yang menurut pendapat anda ingin anda sampaikan ke kami agar kami memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai situasi gizi di puskesmas anda? 94

95 Formulir 5 Daftar Tilik Puskesmas ID: Tanggal kunjungan Tgl Bln Thn Diisi oleh: Propinsi: Kabupaten/Kota: Fasilitas Kesehatan: Puskesmas 77 Lain-lain: Unit: Bagian Rawat Jalan 2 Bagian Rawat Inap 3 Unit bersalin/ kebidanan 4 Bangsal Anak 77 Lain-lain: Responden: Kepala Puskesmas 2 Dokter/Dokter Gigi 3 Perawat 4 Perawat pembantu 5 Bidan 6 Ahli gizi/ Ahli Diet 7 Petugas Gizi/ Penasihat /Penyuluh Gizi/Pembantu Ahli Gizi 8 Petugas kesehatan masyarakat (Jurim/Sanitarian) 9 Relawan/ Honorer Petugas administrasi/ karyawan 77 Lain-lain: 95

96 Bagian. Ketersediaan Bahan Program Gizi Minta petugas untuk menunjukkan Buku/Pedoman Bahan Program Gizi Bahan / Buku Ketersediaan Keterangan Pedoman/Protap Suplementasi Tablet Besi Folat bagi Ibu Pedoman/Protap Suplementasi Multivitamin dan Mineral bagi Ibu Hamil Pedoman/Protap Suplementasi Kalsium bagi Ibu Pedoman/Protap Konseling Menyusui/ASI langkah Keberhasilan Menyusui Pedoman/Protap Penyuluhan tentang MP ASI.7 Pedoman/Protap Suplementasi vitamin A bagi Balita.8.9. Pedoman/Protap Suplementasi vitamin A bagi Bufas Pedoman/Protap Suplementasi Zink bagi anak (Reguler atau Selama Diare) Pedoman/Protap Pemantauan dan Promosi Tumbuh Kembang Anak. Pedoman/Protap Penanganan Gizi Kurang.2 Pedoman/Protap Penanganan Gizi Buruk.3 Register/Laporan Penanganan Gizi Buruk.4 Pedoman/Protap Pemberikan Makan Anak Sakit Manual MTBS Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Pedoman/Protap Pemberian Makan Bayi dalam Konteks HIV/AIDS Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) 96

97 .8 Laporan Informasi Kesehatan Bulanan.9 Lain-lain: Bagian 2. Ketersediaan Bahan KIE Gizi (Poster/Lembar Balik/Pamflet) ** Minta Petugas untuk menunjukkan KIE Materi/Bahan Ketersediaan Keterangan 2. Gizi selama kehamilan 2.2 Anemia pada WUS dan Ibu Hamil 2.3 Pemberian ASI Ekslusif 2.4 Pemberian MP ASI yang Optimal 2.5 Suplementasi Vitamin A bagi Balita 2.6 Suplementasi Vitamin A bagi Bufas 2.7 Suplementasi Zink bagi Balita (secara reguler dan pada saat diare) 2.8 Pemberian tabur gizi (vitalita/mixme/taburia) untuk balita 2.9 Konsumsi garam beryodium 2. Penanganan/Manajemen Gizi Kurang 2. Penanganan/Manajemen Gizi Buruk 2.2 Pemberian Makan bagi Anak Sakit 2.3 Cuci Tangan dengan Sabun 2.4 Pemberian Obat Cacing (ibu hamil dan anak) 2.5 Penggunaan kelambu berobat 97

98 Pemberian ASI dalam Konteks HIV/AIDS Kegiatan Fisik dan Makan Sehat untuk mencegah Kelebihan Berat Badan Panduan Pangan dan Materi Pendidikan Gizi yang lainnya. 2.9 Keluarga Berencana 2.2 Buku KIA 2.2 Imunisasi 2.22 Lain-lain : Bagian 3. Ketersediaan Obat-obatan dan Barang / Pasokan lain Barang Ketersediaan Keterangan(misal jenis, dosis, jumlah tidak cukup, tanggal kedaluwarsa, disimpan/ ditempatkan atau di secara tepat dan memadai) 3. Tablet Besi Folat 3.2 Tablet Multivitamin dan Mineral untuk bumil/bufas 3.3 Tablet Kalsium 3.4 Tabur Gizi: (Vitalita/Mixme/Taburia)untuk Balita 3.5 Kapsul Vitamin A,IU 3.6 Kapsul Vitamin A 2,IU 3.7 Tablet Zink 3.8 Timbangan Bayi yang masih berfungsi 3.9 Timbangan Orang Dewasa yang masih berfungsi 3. Papan ukur panjang badan 3. Papan ukur tinggi badan 3.2 KMS/Buku KIA 3.3 Pita LILA 98

99 Makanan terapeutik F-75 (Formula untuk Pemula) Makanan Terapeutik F- (Catch-up formula) Makanan Terapeutik Siap Pakai (Ready-to-Use Therapuetic Food - RUTF)/Plumpy Nut 3.7 Bubur/Biskuit pabrikan (MP-ASI) Paket Makanan Tambahan (misalnya paket makanan untuk dibawa pulang) Larutan Rehidrasi Oralit (Oral Rehydration Solution -ORS) 3.2 Lain-lain:

100 Form 6A. Petugas Kesehatan (Bidan Desa) Kuesioner Wawancara Terstruktur bagi yang memberikan pelayanan kepada Ibu hamil atau anak-anak ID: Tanggal kunjungan Tgl Bln Thn Diisi oleh: Propinsi: Kabupaten/Kota: Fasilitas Kesehatan: Pos Kesehatan Desa 6 Klinik bersalin/ Polindes 7 Posyandu 77 Lain-lain: Unit: Bagian Rawat Jalan 2 Klinik bersalin/ kebidanan 3 Bangsal Anak 77 Lain-lain: Responden:. Bidan Desa 77. Lain-lain: :

101 Bagian. Latar belakang dan pelatihan. Dalam dua tahun terakhir, apakah anda sudah dilatih dalam bidang berikut (Jangan dibacakan):.. Gizi ibu..2 Penyuluhan tentang Pemberian ASI (Menyusui)..3 Pelatihan BFHI (Rumah Sakit Sayang Bayi)..4 Konseling/Penyuluhan Pemberian MP-ASI..5 Suplementasi Zink untuk Penanganan Diare...6 Suplementasi Vitamin A bagi Balita..7 Suplementasi Vitamin A bagi bufas Pemberian tabur gizi (Vitalita/MixMe/Taburia) untuk balita Pemberian Multivitamin dan Mineral untuk ibu hamil Pemantauan dan Promosi Tumbuh Kembang.. Penanganan gizi kurang..2 Penanganan gizi buruk..3 Pencegahan dan perawatan diare pada balita Pemberian ASI (Menyusui) dalam Konteks Konseling HIV/AIDS Kegiatan fisik dan makan sehat untuk mencegah kelebihan berat badan Pencegahan Kecacingann dan Pemberian Obat Cacing..7 Pencegahan Penyakit Menular..8 Pelayanan KB..9 Pencegahan dan Pengobatan Malaria..2 Lain-lain:

102 Bagian 2. Pengetahuan tentang Pedoman/Protap Gizi 2. Suplemen gizi mikro apakah yang hendaknya diterima oleh ibu hamil? Lingkari sesuai jawaban Tidak ada 2 Zat Besi Folat 3 Kalsium 4 Multiple vitamin dan minera 5 Lainnya, Tidak tahu 2.2 Kapan seorang bayi seharusnya diletakkan di dada ibunya setelah lahir? Lingkari sesuai jawaban Dalam waktu jam 2 Dalam waktu 6 jam 3 Dalam waktu 24 jam 4 Setelah ibu pulih Tidak tahu 2.3 Kapan anak pertama kali diperkenalkan/diberikan makanan pendamping? Lingkari sesuai jawaban Pada usia 4-6 bulan 2 Pada usia 6 bulan 3 Pada usia 8 bulan 4 Ketika gigi anak sudah tumbuh Tidak tahu 2.4 Kapan bayi/balita hendaknya menerima kapsul vitamin A? Setiap bulan sampai usia 6 bulan. 2 Setiap enam bulan sejak lahir 3 Setiap enam bulan sejak bayi usia 6 bulan sampai berusia lima tahun 4 Sekali setahun 5 Ketika sakit Tidak tahu Untuk Pertanyaan di bawah ini, berikan jawaban benar atau salah. 2.5 Suplemen Zink hendaknya diberikan ke semua anak yang menderita diare. Benar 2 Salah Tahu 2.6 Semua anak di semua negara memiliki potensi yang sama untuk tumbuh dari sejak lahir sampai berusia 5 tahun. Benar 2 Salah Tahu 2.7 Anak yang menderita gizi buruk mengalami defisiensi gizi mikro dan oleh karena itu hendaknya segera menerima tablet besi dan vitamin & mineral lainnya. Benar 2 Salah Tahu 2.8 Anak yang disusui secara eksklusif yang menderita diare mungkin memerlukan sejumlah air untuk mengganti cairan tubuh yang hilang. ` Benar 2 Salah Tahu 2

103 2.9 Perempuan dengan HIV yang menyusui hendaknya secara berangsur-angsur berhenti menyusui setelah beberapa bulan ketika anak berusia sekitar enam bulan. Benar 2 Salah Tahu 2. Seberapa segera setelah persalinan tali pusat bayi hendaknya dipotong? Segera 2 Setelah satu menit 3 Setelah tiga menit 4 Setelah satu jam Tidak tahu Bagian 3. Implementasi Program OBSERVASI PADA SAAT KEGIATAN POSYANDU, APA SAJA YANG DILAKUKAN/KEGIATAN APA SAJA YANG ADA, DAN APAKAH MEREKA (BIDAN/KADER) MELAKUKANNYA DENGAN TEPAT Bagian 4. Dukungan Pemberian ASI 4. Seberapa sering anda memberikan pendampingan/konseling pada ibu menyusui? Setiap hari 2 Setiap minggu 3 Setiap bulan 4 Kurang sering 5 Tidak pernah tahu 4.2 Seberapa sering anda memberikan pendampingan/konseling pada ibu dengan HIV untuk pemberian makan bayinya? Setiap hari 2 Setiap minggu 3 Setiap bulan 4 Kurang sering 5 Tidak pernah tahu 4.3 Apakah polindes/posyandu anda pernah menerima sampel susu formula gratis/ pamflet/ poster atau alat tulis/ blok-note dari perusahaan pembuat formula bayi? Bila ya, jelaskan. Tidak Tahu Bagian 5. Keterlibatan Masyarakat dan Kelompok Dukungan 5. Apakah ada kelompok pendukung ASI di masyarakat? Tahu 3

104 5.2 Seberapa sering mereka bertemu? Setiap hari 2 Setiap minggu 3 Setiap bulan 4 Kurang sering 5 Tidak pernah tahu Bagian 6. Saran Perbaikan 6. Menurut pendapat anda, bagaimana program gizi ini dapat ditingkatkan? 6.2 Menurut anda, pelatihan gizi apa saja yang perlu ditingkatkan? Bila, jelaskan jenis pelatihan itu: Tidak Bagian 7. Dukungan/ Bantuan 7. Kepada siapa anda berkonsultasi bila anda perlu dukungan teknis yang berkenaan dengan gizi? (Dukungan teknis mencakup bantuan manakala ditemukan kasus konseling yang sulit, informasi mengenai kemajuan perkembangan terkini di bidang gizi) 7.2 Apakah anda memiliki waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas-tugas terkait gizi?, kadang-kadang 2, selalu Tidak pernah 7.3 Apakah ada hal lain yang ingin anda tambahkan dalam implementasi pelayanan gizi di wilayah kerja anda? 4

105 Form 6B. Petugas Kesehatan (Kader) ID: Tanggal kunjungan Tgl Bln Thn Diisi oleh: Propinsi: Kabupaten/Kota: Fasilitas Kesehatan: Pos Kesehatan Desa 6 Klinik bersalin/ Polindes 7 Posyandu 77 Lain-lain: Unit: Bagian Rawat Jalan 2 Klinik bersalin/ kebidanan 3 Bangsal Anak 77 Lain-lain: Responden:. Bidan Desa 77. Lain-lain: : 5

106 Bagian. Latar belakang dan pelatihan. Dalam dua tahun terakhir, apakah anda sudah dilatih dalam bidang berikut (Jangan dibacakan):.. Gizi ibu..2 Penyuluhan tentang Pemberian ASI (Menyusui)..3 Pelatihan BFHI (Rumah Sakit Sayang Bayi)..4 Konseling/Penyuluhan Pemberian MP-ASI..5 Suplementasi Zink untuk Penanganan Diare...6 Suplementasi Vitamin A bagi Balita..7 Suplementasi Vitamin A bagi bufas Pemberian tabur gizi (Vitalita/MixMe/Taburia) untuk balita Pemberian Multivitamin dan Mineral untuk ibu hamil Pemantauan dan Promosi Tumbuh Kembang.. Penanganan gizi kurang..2 Penanganan gizi buruk..3 Pencegahan dan perawatan diare pada balita Pemberian ASI (Menyusui) dalam Konteks Konseling HIV/AIDS Kegiatan fisik dan makan sehat untuk mencegah kelebihan berat badan Pencegahan Kecacingann dan Pemberian Obat Cacing..7 Pencegahan Penyakit Menular..8 Pelayanan KB..9 Pencegahan dan Pengobatan Malaria..2 Lain-lain: 6

107 Bagian 2. Pengetahuan tentang Pedoman/Protap Gizi 2. Suplemen gizi mikro apakah yang hendaknya diterima oleh ibu hamil? Lingkari sesuai jawaban Tidak ada 2 Zat Besi Folat 3 Kalsium 4 Multiple vitamin dan minera 5 Lainnya, Tidak tahu 2.2 Kapan seorang bayi seharusnya diletakkan di dada ibunya setelah lahir? Lingkari sesuai jawaban Dalam waktu jam 2 Dalam waktu 6 jam 3 Dalam waktu 24 jam 4 Setelah ibu pulih Tidak tahu 2.3 Kapan anak pertama kali diperkenalkan/diberikan makanan pendamping? Lingkari sesuai jawaban Pada usia 4-6 bulan 2 Pada usia 6 bulan 3 Pada usia 8 bulan 4 Ketika gigi anak sudah tumbuh Tidak tahu 2.4 Kapan bayi/balita hendaknya menerima kapsul vitamin A? Setiap bulan sampai usia 6 bulan. 2 Setiap enam bulan sejak lahir 3 Setiap enam bulan sejak bayi usia 6 bulan sampai berusia lima tahun 4 Sekali setahun 5 Ketika sakit Tidak tahu Untuk Pertanyaan di bawah ini, berikan jawaban benar atau salah. 2.5 Suplemen Zink hendaknya diberikan ke semua anak yang menderita diare. Benar 2 Salah Tahu 2.6 Semua anak di semua negara memiliki potensi yang sama untuk tumbuh dari sejak lahir sampai berusia 5 tahun. Benar 2 Salah Tahu 2.7 Anak yang menderita gizi buruk mengalami defisiensi gizi mikro dan oleh karena itu hendaknya segera menerima tablet besi dan vitamin & mineral lainnya. Benar 2 Salah Tahu 2.8 Anak yang disusui secara eksklusif yang menderita diare mungkin memerlukan sejumlah air untuk mengganti cairan tubuh yang hilang. ` Benar 2 Salah Tahu 7

108 2.9 Perempuan dengan HIV yang menyusui hendaknya secara berangsur-angsur berhenti menyusui setelah beberapa bulan ketika anak berusia sekitar enam bulan. Benar 2 Salah Tahu 2. Seberapa segera setelah persalinan tali pusat bayi hendaknya dipotong? Segera 2 Setelah satu menit 3 Setelah tiga menit 4 Setelah satu jam Tidak tahu Bagian 3. Implementasi Program OBSERVASI PADA SAAT KEGIATAN POSYANDU, APA SAJA YANG DILAKUKAN/KEGIATAN APA SAJA YANG ADA, DAN APAKAH MEREKA (BIDAN/KADER) MELAKUKANNYA DENGAN TEPAT Bagian 4. Dukungan Pemberian ASI 4. Seberapa sering anda memberikan pendampingan/konseling pada ibu menyusui? Setiap hari 2 Setiap minggu 3 Setiap bulan 4 Kurang sering 5 Tidak pernah tahu 4.2 Seberapa sering anda memberikan pendampingan/konseling pada ibu dengan HIV untuk pemberian makan bayinya? Setiap hari 2 Setiap minggu 3 Setiap bulan 4 Kurang sering 5 Tidak pernah tahu 4.3 Apakah polindes/posyandu anda pernah menerima sampel susu formula gratis/ pamflet/ poster atau alat tulis/ blok-note dari perusahaan pembuat formula bayi? Bila ya, jelaskan. Tidak Tahu Bagian 5. Keterlibatan Masyarakat dan Kelompok Dukungan 5. Apakah ada kelompok pendukung ASI di masyarakat? Tahu 8

109 5.2 Seberapa sering mereka bertemu? Setiap hari 2 Setiap minggu 3 Setiap bulan 4 Kurang sering 5 Tidak pernah tahu Bagian 6. Saran Perbaikan 6. Menurut pendapat anda, bagaimana program gizi ini dapat ditingkatkan? 6.2 Menurut anda, pelatihan gizi apa saja yang perlu ditingkatkan? Bila, jelaskan jenis pelatihan itu: Tidak Bagian 7. Dukungan/ Bantuan 7. Kepada siapa anda berkonsultasi bila anda perlu dukungan teknis yang berkenaan dengan gizi? (Dukungan teknis mencakup bantuan manakala ditemukan kasus konseling yang sulit, informasi mengenai kemajuan perkembangan terkini di bidang gizi) 7.2 Apakah anda memiliki waktu yang cukup untuk melaksanakan tugas-tugas terkait gizi?, kadang-kadang 2, selalu Tidak pernah 7.3 Apakah ada hal lain yang ingin anda tambahkan dalam implementasi pelayanan gizi di wilayah kerja anda? 9

110 Lampiran 2. Program pengentasan kemiskinan berorientasi gizi Indonesia Terdapat beberapa metoda yang digunakan untuk mengidentifkasi kemiskinan Indonesia. Salah satu sistem yang paling umum dipergunakan adalah sebagai berikut. Pada tahun 25 pemerintah Pusat, dibantu oleh BPS, telah mengadakan sensus untuk memetakan keluarga miskin di daerah kota dan pedesaan. Sensus tersebut dinamakan Sosial Ekonomi Penduduk 25 (PSE5). Rumah tangga dikategorikan oleh 4 kriteria. Sekali diidentifikasikan sebagai miskin, rumah tangga tersebut menerima Kartu Kompensasi Energi (Kartu Kompensasi KKB). Pada saat yang sama, beberapa program termasuk proses dimana rumah tangga miskin dididentifikasi oleh yang berwenang dipedesaan berdasarkan pada 4 krteria yang sama (lihat dibawah). Sekali diidentifkasi oleh pedesaan, daftar tersebut dibahas dan diverifikasi oleh petugas BPS setempat. Kantor BPS setempat tersebutlah yang menyetujui daftar final dari penerima terhadap program manapun. Jumlah dan daftar yang miskin yang dibangkitkan oleh proses bawah keatas dipergunakan terutama oleh program pengentasan kemiskinan untuk mengidentifkasi penerima dan peserta terhadap program. Sebagai tambahan, Survai Sosial Ekonomi (Susenas) tahunan mengukur tingkat kemiskinan. Data ini digunakan oleh pemerintah nasional dan badan internasional untuk pemantauan tingkat kemiskinan di Indonesia dan mengembangkan startegi makro sosial dan ekonomi. Garis kemiskinan pendapatan nasional sekitar PPP US$.55. Tingkat kemiskinan Indonesia telah berangsur menurun sejak krisis politik dan social di tahun an. Kenaikan besar telah dilihat antara tahun 3 dan 8 disebabkan Krisis Finansial Asia dan perobahan mengenai bagaimana kemiskinan diukur. Sejak itu telah menurun lagi sampai tingkat 4.8% di tahun 29 yang hampir ekivalen dengan tingkat sebelum/pra krisis sebesar 3.7% pada tahun 3. Penurunan yang terjadi teratur Kecenderungan Tingkat Kemiskinan, Jmlh Miskin Miskin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan Afrika belum mampu mendekatinya. Indonesia masih terus berupaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan Afrika belum mampu mendekatinya. Indonesia masih terus berupaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Millenium Development Goal (MDG) sudah dicanangkan pada September 2000. Upaya memperbaiki kesehatan ibu dan anak ditargetkan tercapai pada tahun 2015. Berapa negara

Lebih terperinci

GRAFIK KECENDERUNGAN CAKUPAN IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (Fe3) DI INDONESIA TAHUN

GRAFIK KECENDERUNGAN CAKUPAN IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (Fe3) DI INDONESIA TAHUN GRAFIK KECENDERUNGAN CAKUPAN IBU HAMIL MENDAPAT 90 TABLET TAMBAH DARAH (Fe3) DI INDONESIA TAHUN 2005-2014 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 83.3 85.0 82.0 85.1 60.0 64.5 68.7 71.2 57.5 48.1 2005 2006 2007

Lebih terperinci

PNPM Generasi. Generasi Sehat Dan Cerdas SEKOLAH DASAR TUNAS BANGSA POSYANDU ANGGREK POSYANDU ANGGREK. Info Kit

PNPM Generasi. Generasi Sehat Dan Cerdas SEKOLAH DASAR TUNAS BANGSA POSYANDU ANGGREK POSYANDU ANGGREK. Info Kit PNPM Generasi Generasi Sehat Dan Cerdas SEKOLAH DASAR TUNAS BANGSA POSYANDU ANGGREK POSYANDU ANGGREK Info Kit PNPM Generasi Ringkasan PNPM Generasi Generasi Sehat Dan Cerdas Tujuan Pengembangan Tujuan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi

KATA PENGANTAR. Semoga Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini bermanfaat. Jakarta, September 2013 Kepala Pusat Data dan Informasi KATA PENGANTAR Peta Kesehatan Indonesia Tahun 2012 ini disusun untuk menyediakan beberapa data/informasi kesehatan secara garis besar pencapaian program-program kesehatan di Indonesia. Pada edisi ini selain

Lebih terperinci

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) I. Pendahuluan II. III. IV. Pangan dan Gizi Sebagai Investasi Pembangunan Analisis Situasi Pangan dan Gizi

Lebih terperinci

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI. Hari Anak-Anak Balita 8 April SITUASI BALITA PENDEK

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI. Hari Anak-Anak Balita 8 April SITUASI BALITA PENDEK ISSN 2442-7659 InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI 13 12 11 10 9 8 7 Hari Anak-Anak Balita 8 April 6 5 4 3 SITUASI 2 BALITA PENDEK BALITA PENDEK Pembangunan kesehatan dalam periode

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa kekurangan gizi, terutama pada usia dini akan berdampak pada

Lebih terperinci

Nutrition program priorities in dealing with maternal and child undernutrition in Indonesia

Nutrition program priorities in dealing with maternal and child undernutrition in Indonesia KEMENTERIAN KESEHATAN Nutrition program priorities in dealing with maternal and child undernutrition in Indonesia Direktur Bina Gizi Masyarakat 1 Overview Nutrition problems (trends, causal) Evidences

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI GORONTALO TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Gorontalo

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan

Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status gizi merupakan indikator dalam menentukan derajat kesehatan bayi dan anak. Status gizi yang baik dapat membantu proses pertumbuhan dan perkembangan anak untuk

Lebih terperinci

LAUNCHING RENCANA AKSI NASIONAL PANGAN DAN GIZI (RAN-PG) TAHUN

LAUNCHING RENCANA AKSI NASIONAL PANGAN DAN GIZI (RAN-PG) TAHUN SAMBUTAN Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Prof. Dr. Armida S. Alisjahbana, MA LAUNCHING RENCANA AKSI NASIONAL PANGAN DAN GIZI (RAN-PG) TAHUN 2011-2015 Jakarta, 28 Februari 2011

Lebih terperinci

BULETIN 1 MEI 2013 PERKEMBANGAN GERAKAN 1000 HPK PERIODE EMAS PADA 1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN DATA KUNCI

BULETIN 1 MEI 2013 PERKEMBANGAN GERAKAN 1000 HPK PERIODE EMAS PADA 1000 HARI PERTAMA KEHIDUPAN DATA KUNCI PERKEMBANGAN GERAKAN 1000 HPK BULETIN 1 MEI 2013 PENERAPAN DAN PENYELARASAN PROGRAM Sebuah kerangka umum untuk menyela-raskan berbagai sektor dan para pemangku kebijakan untuk fokus pada Periode Emas Pada

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Apa Kabar Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia?

Apa Kabar Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia? Apa Kabar Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia? Di beberapa negara terutama negara berkembang, kesehatan ibu dan anak masih merupakan permasalahan besar. Hal ini terlihat dari masih tingginya angka kematian

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI KALIMANTAN UTARA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERBAIKAN GIZI I. PENJELASAN UMUM Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang terdiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk mencapainya, faktor

Lebih terperinci

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia :

ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Indonesia : 255.461.686 Sumber : Pusdatin, 2015 ESTIMASI JUMLAH PENDUDUK PROVINSI BANTEN TAHUN 2015 Estimasi Jumlah Penduduk Banten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu indikator keberhasilan pembangunan sumber daya manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dimana Indonesia sekarang berada pada peringkat 108

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia balita merupakan masa di mana proses pertumbuhan dan perkembangan terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup dalam jumlah

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945, pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat,

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat dilakukan. pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka mencapai Indonesia Sehat 2010-2015 dilakukan pembangunan di bidang kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan bangsa. Pemerintah memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah yang masih terjadi pada wanita khusunya ibu hamil. Prevalensi anemia pada ibu hamil di seluruh dunia adalah 41,8%. Kejadian anemia diseluruh

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

Lampiran Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Kesehatan Keluarga TA 2016

Lampiran Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Kesehatan Keluarga TA 2016 Lampiran Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Kesehatan Keluarga TA 2016 Lampiran Perjanjian Kinerja Direktur Kesehatan Keluarga dengan Dirjen Kesehatan Masyarakat. Lampiran, Cakupan Indikator Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat

Lebih terperinci

Food 1000 HPK. for Kids. Warisan untuk Anak Cucu. Asal... Luar Biasa! 1000 HPK. Kehamilan Usia 1 Tahun Usia 2 Tahun. GEN CERDAS Bisa Diturunkan,

Food 1000 HPK. for Kids. Warisan untuk Anak Cucu. Asal... Luar Biasa! 1000 HPK. Kehamilan Usia 1 Tahun Usia 2 Tahun. GEN CERDAS Bisa Diturunkan, Edisi 1 Januari Vol 4 2016 Food for Kids I N D O N E S I A KIAT MEMPERSIAPKAN 1000 HPK Peran Ayah pun Luar Biasa! Kehamilan Usia 1 Tahun Usia 2 Tahun 270 Hari 365 Hari 365 Hari GEN CERDAS Bisa Diturunkan,

Lebih terperinci

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014

PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014 PROFIL SINGKAT PROVINSI MALUKU TAHUN 2014 1 Jumlah kabupaten/kota 8 Tenaga Kesehatan di fasyankes Kabupaten 9 Dokter spesialis 134 Kota 2 Dokter umum 318 Jumlah 11 Dokter gigi 97 Perawat 2.645 2 Jumlah

Lebih terperinci

Strategi Penanggulangan Masalah Gizi Melalui Desa Siaga. Arum Atmawikarta Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas

Strategi Penanggulangan Masalah Gizi Melalui Desa Siaga. Arum Atmawikarta Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas Strategi Penanggulangan Masalah Gizi Melalui Desa Siaga Arum Atmawikarta Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas Disampikan pada Pertemuan Pembahasan Penanggulangan Masalah Gizi di Propinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah stunting masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Stunting pada balita bisa berakibat rendahnya produktivitas dan kualitas sumber daya manusia

Lebih terperinci

PENANGANAN STUNTING TERPADU TAHUN 2018

PENANGANAN STUNTING TERPADU TAHUN 2018 PENANGANAN STUNTING TERPADU TAHUN 2018 Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Jakarta, 16 Januari 2018 1 1 Outline 1 2 3 Kondisi Stunting di Indonesia Evaluasi Efektivitas dan Efisiensi

Lebih terperinci

EVALUASI DAMPAK PENERAPAN PNPM GENERASI

EVALUASI DAMPAK PENERAPAN PNPM GENERASI 1 Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat http://pnpm support.org/generasi impact 2011 EVALUASI DAMPAK PENERAPAN PNPM GENERASI (JUNI 2011) SERI RINGKASAN STUDI 2 Apa yang Dimaksud Dengan Pnpm

Lebih terperinci

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia

ISSN InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI. di Indonesia. 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia ISSN 2442-7659 InfoDATIN PUSAT DATA DAN INFORMASI KEMENTERIAN KESEHATAN RI SITUASI GIZI di Indonesia 25 Januari - Hari Gizi dan Makanan Sedunia Pembangunan kesehatan dalam periode tahun 2015-2019 difokuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi buruk (malnutrisi) merupakan masalah utama dalam bidang kesehatan, khususnya di berbagai negara berkembang (WHO, 2004). The United Nations Children s Fund (UNICEF)

Lebih terperinci

22,02%, 23,48% dan 22,45% (Sarminto, 2011). Kejadian anemia di Provinsi DIY pada tahun 2011 menurun menjadi 18,90%. Berbeda dengan provinsi, kejadian

22,02%, 23,48% dan 22,45% (Sarminto, 2011). Kejadian anemia di Provinsi DIY pada tahun 2011 menurun menjadi 18,90%. Berbeda dengan provinsi, kejadian 2 22,02%, 23,48% dan 22,45% (Sarminto, 2011). Kejadian anemia di Provinsi DIY pada tahun 2011 menurun menjadi 18,90%. Berbeda dengan provinsi, kejadian anemia di Kota Yogyakarta meningkat menjadi 25,38%

Lebih terperinci

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI)

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) Apa latarbelakang perlunya KADARZI? Apa itu KADARZI? Mengapa sasarannya keluarga? Beberapa contoh perilaku SADAR GIZI Mewujudkan keluarga cerdas dan mandiri Mengapa perlu

Lebih terperinci

Rintisan Model Penanggulangan Stunting Community-based Health and Nutrition to Reduce Stunting

Rintisan Model Penanggulangan Stunting Community-based Health and Nutrition to Reduce Stunting Rintisan Model Penanggulangan Stunting Community-based Health and Nutrition to Reduce Stunting All figures, numbers and dates stated in our presentation are tentative, subject to change, based on our best

Lebih terperinci

PEMBERIAN MAKAN PADA KELOMPOK RENTAN DALAM SITUASI DARURAT

PEMBERIAN MAKAN PADA KELOMPOK RENTAN DALAM SITUASI DARURAT PEMBERIAN MAKAN PADA KELOMPOK RENTAN DALAM SITUASI DARURAT (yuniz) I. PENDAHULUAN Salah satu situasi kedaruratan yang sering menimbulkan banyak korban, adalah kejadian bencana, yang merupakan suatu keadaan

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

Buku Saku Desa dalam Penanganan Stunting

Buku Saku Desa dalam Penanganan Stunting Buku Saku Desa dalam Penanganan Stunting Kata Sambutan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Assalamu alaik um warahmatullahi wa barak atuh Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak umur bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, terutama penyakit infeksi (Notoatmodjo, 2011). Gangguan kesehatan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gizi merupakan salah satu masalah kesehatan di berbagai negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Masalah gizi ini diikuti dengan semakin bertambahnya

Lebih terperinci

PROGRAM PERBAIKAN GIZI MAKRO

PROGRAM PERBAIKAN GIZI MAKRO PROGRAM PERBAIKAN GIZI MAKRO RINGKASAN Keadaan gizi meliputi proses penyediaan dan penggunaan gizi untuk pertumbuhan, perkembangan, dan pemeliharaan serta aktifitas. Keadaan kurang gizi dapat terjadi dari

Lebih terperinci

Masalah Gizi di Indonesia dan Posisinya secara Global

Masalah Gizi di Indonesia dan Posisinya secara Global Masalah Gizi di Indonesia dan Posisinya secara Global Endang L. Achadi FKM UI Disampaikan pd Diseminasi Global Nutrition Report Dalam Rangka Peringatan Hari Gizi Nasional 2015 Diselenggarakan oleh Kementerian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kehidupan manusia dimulai sejak di dalam kandungan ibu. Sehingga calon ibu perlu mempunyai kesehatan yang baik. Kesehatan dan gizi ibu hamil merupakan kondisi yang sangat diperlukan

Lebih terperinci

Program Perlindungan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat untuk Mengatasi Masalah Malnutrisi

Program Perlindungan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat untuk Mengatasi Masalah Malnutrisi Program Perlindungan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat untuk Mengatasi Masalah Malnutrisi Elan Satriawan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Jakarta, Februari 2015 TIM NASIONAL PERCEPATAN

Lebih terperinci

Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Bina Kesmas Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 23 Nopember 2010

Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Bina Kesmas Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 23 Nopember 2010 PENCAPAIAN DAN UMPAN BALIK PELAPORAN INDIKATOR PEMBINAAN GIZI MASYARAKAT 2010 Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Bina Kesmas Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 23 Nopember 2010 SASARAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan Indonesia diselenggarakan dalam upaya mencapai visi Indonesia Sehat 2010. Tujuan pembangunan kesehatan 2005 2009 diarahkan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. http ://digilip.unimus.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. http ://digilip.unimus.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang belum pernah tuntas ditanggulangi di dunia. 1 Organisasi kesehatan dunia memperkirakan bahwa sekitar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan atau perkembangan fisik dan mental anak. Seseorang yang sejak didalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dan atau perkembangan fisik dan mental anak. Seseorang yang sejak didalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan potensi dasar dan alami dari setiap individu yang sangat diperlukan pada awal kehidupan dan pertumbuhan manusia. Apabila unsur dasar tersebut tidak

Lebih terperinci

BAB IV. PENCAPAIAN MDG s DI INDONESIA Hasil Pencapaian Tujuan Pertama: Penanggulangan Kemiskinan dan

BAB IV. PENCAPAIAN MDG s DI INDONESIA Hasil Pencapaian Tujuan Pertama: Penanggulangan Kemiskinan dan BAB IV PENCAPAIAN MDG s DI INDONESIA 4.1. Hasil Pencapaian Tujuan Pertama: Penanggulangan Kemiskinan dan Kelaparan Sejak pengambilan komitmen terkandung dalam Deklarasi Milenium tahun 2000 terkait dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau konsentrasi hemoglobin dibawah nilai batas normal, akibatnya dapat

BAB I PENDAHULUAN. atau konsentrasi hemoglobin dibawah nilai batas normal, akibatnya dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia yakni suatu kondisi dimana jumlah dan ukuran sel darah merah atau konsentrasi hemoglobin dibawah nilai batas normal, akibatnya dapat mengganggu kapasitas darah

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

Dr.dr. Bondan Agus Suryanto, SE, MA, AAK

Dr.dr. Bondan Agus Suryanto, SE, MA, AAK Dr.dr. Bondan Agus Suryanto, SE, MA, AAK Millennium Development Goals (MDGs) Komitmen Negara terhadap rakyat Indonesia dan global Komitmen Indonesia kepada masyarakat Suatu kesepakatan dan kemitraan global

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MASALAH GIZI DAN PENGUATAN PELAYANAN GIZI DALAM PENCEGAHAN STUNTING DI INDONESIA

PERKEMBANGAN MASALAH GIZI DAN PENGUATAN PELAYANAN GIZI DALAM PENCEGAHAN STUNTING DI INDONESIA PERKEMBANGAN MASALAH GIZI DAN PENGUATAN PELAYANAN GIZI DALAM PENCEGAHAN STUNTING DI INDONESIA Direktur Bina Gizi Ditjen Bina Gizi dan KIA Kementerian Kesehatan RI Disampaikan pada Launching Proyek Kesehatan

Lebih terperinci

Better Prepared And Ready to Help

Better Prepared And Ready to Help Mengukur dan Memahami Kerawanan Pangan di Indonesia: Pengalaman WFP Emergency Retno Sri Handini Preparedness VAM Officer Mission Nepal Yogyakarta, 10 Desember 2015 Outline 1. Program WFP di Indonesia 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagian negara berkembang di dunia termasuk Indonesia menjadi salah satu negara yang belum memperlihatkan kemajuan signifikan dalam mencapai tujuan Milenium

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mencapai tujuan Nasional Bangsa Indonesia sesuai Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena membutuhkan gizi yang cukup 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012). 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

Memperkenalkan indikator pemberian makan pada bayi dan anak-anak (IYCF) ke dalam sistem pengawasan gizi nasional: pelajaran dari Vietnam

Memperkenalkan indikator pemberian makan pada bayi dan anak-anak (IYCF) ke dalam sistem pengawasan gizi nasional: pelajaran dari Vietnam Memperkenalkan indikator pemberian makan pada bayi dan anak-anak (IYCF) ke dalam sistem pengawasan gizi nasional: pelajaran dari Vietnam Vernanda Alvionita Puspitasari 201232133 Hajeebhoy_et_al-2013-Maternal_&_Child_Nutrition

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan gizi masih menjadi masalah yang serius. Kekurangan gizi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan gizi masih menjadi masalah yang serius. Kekurangan gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan gizi masih menjadi masalah yang serius. Kekurangan gizi menjadi penyebab dari sepertiga kematian anak di dunia. Gizi buruk dan juga gizi lebih masih menjadi

Lebih terperinci

4203002 2 Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2012 PROFIL KESEHATAN ffiu DAN ANAK 2012 Profil Kesehatan Ibu dan Anak 2012 ISSN: 2087-4480 No. Publikasi: 04230.1202 Katalog BPS: 4203002 Ukuran Buku: 18,2 cm x

Lebih terperinci

Pokok-Pokok Kebijakan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG)

Pokok-Pokok Kebijakan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) Pokok-Pokok Kebijakan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) Subandi Sardjoko Deputi Menteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Disampaikan pada Lokakarya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Masyarakat (IPM). IPM terdiri dari tiga aspek yaitu pendidikan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Masyarakat (IPM). IPM terdiri dari tiga aspek yaitu pendidikan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indikator keberhasilan pembangunan suatu bangsa dinilai dengan Indeks Pembangunan Masyarakat (IPM). IPM terdiri dari tiga aspek yaitu pendidikan, ekonomi dan kesehatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan yang penting karena menjadi penyebab pertama kematian balita di Negara berkembang.setiap tahun ada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam hal perkembangan otak dan pertumbuhan fisik yang baik. Untuk memperoleh

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam hal perkembangan otak dan pertumbuhan fisik yang baik. Untuk memperoleh BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas,

Lebih terperinci

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 24 TAHUN 2006 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP

KATA PENGANTAR. Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan. dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS NIP KATA PENGANTAR Keberhasilan pembangunan kesehatan membutuhkan perencanaan yang baik yang didasarkan pada data dan informasi kesehatan yang tepat dan akurat serta berkualitas, sehingga dapat menggambarkan

Lebih terperinci

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN

BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN BAB 28 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG BERKUALITAS Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat, yaitu hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang. Stunting menurut WHO Child Growth Standart didasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak balita adalah penerus masa depan kita, anak balita juga menentukan masa depan bangsa, anak balita sehat akan menjadikan anak balita yang cerdas. Anak balita salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan terganggu, menurunnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat nasional cukup kuat. Hal ini dirumuskan dalam Undang-Undang No.17

BAB I PENDAHULUAN. tingkat nasional cukup kuat. Hal ini dirumuskan dalam Undang-Undang No.17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Landasan kebijakan program pangan dan gizi dalam jangka panjang di tingkat nasional cukup kuat. Hal ini dirumuskan dalam Undang-Undang No.17 tahun 2007 tentang Rencana

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilannya dalam Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status gizi adalah ekspresi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. cerdas dan produktif. Indikatornya adalah manusia yang mampu hidup lebih lama

BAB 1 PENDAHULUAN. cerdas dan produktif. Indikatornya adalah manusia yang mampu hidup lebih lama BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan pembangunan suatu bangsa sangat bergantung pada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat secara global baik di negara berkembang maupun negara maju. Anemia terjadi pada semua tahap siklus kehidupan dan termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu Negara. Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kesehatan ibu merupakan salah satu tujuan Millenium Development

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kesehatan ibu merupakan salah satu tujuan Millenium Development BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan kesehatan ibu merupakan salah satu tujuan Millenium Development Goal s (MDG s) Sesuai target Nasional menurut MDGs yaitu menurunkan Angka Kematian Ibu sebesar

Lebih terperinci

TUJUAN 4. Menurunkan Angka Kematian Anak

TUJUAN 4. Menurunkan Angka Kematian Anak TUJUAN 4 Menurunkan Angka Kematian Anak 51 Tujuan 4: Menurunkan Angka Kematian Anak Target 5: Menurunkan angka kematian balita sebesar dua pertiganya, antara 1990 dan 2015. Indikator: Angka kematian balita.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hasil analisis data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas 2005) menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan gizi kurang pada anak usia sekolah yaitu

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 27 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 272 TAHUN 2008 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DI KABUPATEN SERDANG

Lebih terperinci

RingkasanKajian. Masalah gizi, khususnya anak pendek, Gizi Ibu & Anak. Isu-isu penting. unite for children UNICEF INDONESIA OKTOBER 2012

RingkasanKajian. Masalah gizi, khususnya anak pendek, Gizi Ibu & Anak. Isu-isu penting. unite for children UNICEF INDONESIA OKTOBER 2012 UNICEF INDONESIA OKTOBER 2012 RingkasanKajian Gizi Ibu & Anak Isu-isu penting Masalah gizi, khususnya anak pendek, menghambat perkembangan anak muda, dengan dampak negatif yang akan berlangsung dalam kehidupan

Lebih terperinci

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi masih menjadi perhatian di negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini dapat terlihat di dalam rumusan Millennium Development Goals (MDGs) goal pertama

Lebih terperinci

Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2015: Versi Rangkuman

Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2015: Versi Rangkuman Fighting Hunger Worldwide Fighting Hunger Worldwide Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2015: Versi Rangkuman Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia 2015 Copyright @ 2015 Dewan Ketahanan

Lebih terperinci

Efikasi terhadap penyebab kematian ibu

Efikasi terhadap penyebab kematian ibu 203 Efikasi terhadap penyebab kematian ibu Intervensi Efikasi (%) Perdarahan (ante partum) PONED 90 PONEK 95 Perdarahan (post partum) Manajemen aktif kala tiga 27 PONED 65 PONEK 95 Eklamsi/pre- eklamsi

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

BAB IX PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB IX PENUTUP. A. Kesimpulan BAB IX PENUTUP A. Kesimpulan Desa Pecuk, Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah dengan lingkungan rentan giz, karena pendapatan masyarakatnya yang relatif rendah, pendidikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007)

BAB 1 PENDAHULUAN. anemia pada masa kehamilan. (Tarwoto dan Wasnidar, 2007) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi dan pangan merupakan masalah yang mendasar karena secara langsung dapat menentukan kualitas sumber daya manusia serta derajat kesehatan masyarakat. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa kehamilan adalah periode kritis sekaligus unik dari seluruh daur hidup manusia. Ibu dan janin merupakan satu kesatuan yang erat, sejak konsepsi hingga masa kelahiran.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Visi pembangunan bidang kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010, diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Visi pembangunan bidang kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010, diharapkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Visi pembangunan bidang kesehatan yaitu Indonesia Sehat 2010, diharapkan akan menjadikan masyarakat Indonesia untuk dapat hidup dalam lingkungan sehat dan berperilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desentralisasi fiskal sudah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 2001. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

RingkasanKajian. MDG, Keadilan dan Anak-anak: Jalan ke depan bagi Indonesia. Gambaran umum Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) berusaha mengangkat

RingkasanKajian. MDG, Keadilan dan Anak-anak: Jalan ke depan bagi Indonesia. Gambaran umum Tujuan Pembangunan Milenium (MDG) berusaha mengangkat UNICEF INDONESIA OKTOBER 2012 RingkasanKajian MDG, Keadilan dan Anak-anak: Jalan ke depan bagi Indonesia MDG dan Keadilan Bagi Anak-anak di Indonesia: Gambaran umum Mencapai MDG dengan Keadilan: tantangan

Lebih terperinci

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 1 LATAR BELAKANG Setiap tahun, lebih dari 10 juta anak di dunia meninggal sebelum Latar mencapai Belakang usia 5 tahun Lebih dari setengahnya akibat dari 5 Latar Belakang

Lebih terperinci