BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

Prarancangan Pabrik Biodiesel dari Biji Tembakau dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

PROSES TRANSESTERIFIKASI MINYAK BIJI KAPUK SEBAGAI BAHAN DASAR BIODIESEL YANG RAMAH LINGKUNGAN

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES

Sintesis Metil Ester dari Minyak Goreng Bekas dengan Pembeda Jumlah Tahapan Transesterifikasi

Sunardi 1, Kholifatu Rosyidah 1 dan Toto Betty Octaviana 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

III. METODOLOGI PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN A DATA BAHAN BAKU

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. ANALISIS GLISEROL HASIL SAMPING BIODIESEL JARAK PAGAR

METANOLISIS MINYAK KOPRA (COPRA OIL) PADA PEMBUATAN BIODIESEL SECARA KONTINYU MENGGUNAKAN TRICKLE BED REACTOR

Oleh : PABRIK BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG DENGAN PROSES TRANSESTERIFIKASI (METODE FOOLPROOF)

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

SKRIPSI PEMBUATAN KALSIUM KARBONAT DARI BIJI DURIAN MENGGUNAKAN H 2 SO 4 DAN H 2 C 2 O 4 DISUSUN OLEH : ANDI TRIAS PERMANA

4 Pembahasan Degumming

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Prarancangan Pabrik Dietil Eter dari Etanol dengan Proses Dehidrasi Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan konsumsi minyak goreng meningkat. Selain itu konsumen

PEMANFAATAN ABU TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT SEBAGAI KATALIS BASA PADA REAKSI TRANSESTERIFIKASI DALAM PEMBUATAN BIODIESEL

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, kebutuhan masyarakat untuk mengkonsumsi bahan bakar sangat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT

Pembuatan produk biodiesel dari Minyak Goreng Bekas dengan Cara Esterifikasi dan Transesterifikasi

Staf Pengajar Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang, Semarang 2

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

PENGGUNAAN CANGKANG BEKICOT SEBAGAI KATALIS UNTUK REAKSI TRANSESTERIFIKASI REFINED PALM OIL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODOLOGI A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan a. Bahan Baku b. Bahan kimia 2. Alat B. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Biodiesel

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Biodiesel Dari Minyak Nabati

Bab III Pelaksanaan Penelitian

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 BIODIESEL Biodiesel merupakan sumber bahan bakar alternatif pengganti solar yang terbuat dari minyak tumbuhan atau lemak hewan [21]. Biodiesel bersifat ramah terhadap lingkungan karena biodegradable, nontoxic, dan rendah emisi. Sifatnya bervariasi tergantung pada bahan baku minyak dan alkohol yang digunakan tetapi selalu dapat digunakan sebagai pengganti langsung untuk bahan bakar diesel [22]. Biodiesel umumnya disintesis melalui transesterifikasi dengan menggunakan katalis basa seperti natrium dan kalium hidroksida, atau natrium dan kalium karbonat [23]. Bahan baku untuk proses transesterifikasi harus memiliki angka asam lemak bebas < 0,5% [9]. Jika kadar asam lemak bebas tinggi akan mengakibatkan reaksi transesterifikasi terganggu akibat terjadinya reaksi penyabunan antara katalis dengan asam lemak bebas sehingga menurunkan yield biodiesel [24]. Pada kasus demikian, minyak nabati atau lemak hewani yang mengandung asam lemak bebas tinggi harus diesterifikasi terlebih dahulu. Asam lemak bebas dan alkohol dapat dikonversi menjadi ester dan air dengan katalis asam [25]. Keuntungan penggunaan biodiesel yaitu memiliki bilangan setana (cetane number) yang tinggi dibandingkan bahan bakar dari petroleum, tidak mengandung bahan aromatik, mengandung oksigen sekitar 10 sampai 11% berat, mengurangi emisi CO (karbon monoksida), HC (hidrokarbon), dan beberapa bahan lainnya pada gas hasil pembakaran [22]. Kerugian penggunaan biodiesel yaitu biaya bahan baku yang tinggi, kualitas dari bahan dapat berubah seiring dengan lama penyimpanan karena reaksi oksidatif dan hidrolitik, serta dalam beberapa kasus, emisi gas buang NOx lebih tinggi [26]. 7

Persyaratan kualitas biodiesel menurut SNI dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Persyaratan Kualitas Biodiesel Menurut SNI [27] No Parameter Standar 1 Densitas pada 40 o C, kg/m 3 850 890 2 Viskositas kinematik pada 40 o C, cst 2,3 6,0 3 Angka setana min 51 4 Titik nyala, o C min 100 5 Titik kabut, o C maks 18 6 Korosi lempeng tembaga (3 jam pada 50 o C) nomor 1 7 Residu karbon - dalam percontoh asli, % massa maks 0,05 atau - dalam 10% ampas distilasi, % massa maks 0,30 8 Air dan sedimen, % volume maks 0,05 9 Temperatur distilasi 90%, o C maks 360 10 Abu tersulfatkan, % massa maks 0,02 11 Belerang, mg/kg maks 100 12 Fosfor, mg/kg maks 10 13 Angka asam, mg-koh/g maks 0,60 14 Gliserol bebas, % massa maks 0,02 15 Gliserol total, % massa maks 0,24 16 Kadar ester metil, % massa min 96,50 17 Angka iodium, g-i 2 /100g maks 115 18 Kestabilan oksidasi Periode induksi metode rancimat, menit 360 atau Periode induksi metode petro oksi, menit 27 2.2 LEMAK SAPI Lemak sapi merupakan salah satu bahan sisa dari rumah pemotongan hewan yang tujuan utamanya adalah industri sabun, tapi ketika pasar ini kelebihan bahan, lemak biasanya dibakar atau dibuang. Dalam kedua kasus ada dampak polutan yang ditimbulkan. Dengan demikian lemak sapi dapat dijadikan alternatif baru sebagai bahan baku pembuatan biodiesel untuk meminimalkan dampak lingkungan [6]. Kadar asam lemak bebas lemak sapi adalah 4% [7]. Populasi hewan ternak per ekor tahun 2008-2012 di Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.2. 8

Tabel 2.2 Populasi Hewan Ternak per Ekor Tahun 2008-2012 di Indonesia [28] No Jenis Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 1 Sapi potong 12.257 12.750 13.582 14.824 16.034 2 Sapi perah 458 475 488 597 622 3 Kerbau 1.931 1.933 2.000 1.305 1.378 4 Kambing 15.147 15.815 16.620 16.946 17.862 5 Domba 9.605 10.199 10.725 11.791 12.768 6 Babi 6.838 6.975 7.477 7.525 7.831 7 Kuda 393 399 419 409 422 8 Kelinci 748 887 834 760 794 9 Ayam Buras 243.423 249.963 257.544 264.340 285.227 10 Ayam ras petelur 107.955 111.418 105.210 124.636 130.539 11 Ayam ras pedaging 902.052 1.026.379 986.872 1.177.991 1.266.903 12 Itik 39.840 40.676 44.302 43.488 46.990 Yang tergolong sebagai lemak sapi adalah lemak rongga badan dan lemak keras yang menempel pada daging. Sebuah riset di Denpasar menunjukkan, seekor sapi bali berbobot 300-350 kg menghasilkan 4%-5% lemak. Bila setiap hari dipotong 150 ekor sapi, maka akan dihasilkan 1-2 ton lemak sapi [29]. Komposisi asam lemak dalam lemak sapi dapat dilihat pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak dalam Lemak Sapi [6] Asam Lemak % Komposisi Miristat 2,72 Pentadekanoat 0,86 Palmitoleat 2,02 Palmitat 25,33 Heptadekanoat 1,67 Linoleat 0,75 Oleat 29,87 Elaidat 1,82 Stearat 34,70 Arasidat 0,26 2.3 ALKOHOL Metanol adalah alkohol yang umum digunakan untuk produksi Fatty Acid ester untuk digunakan sebagai biodiesel [30]. Metanol juga dikenal sebagai metil alkohol, wood alcohol atau spiritus, adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CH 3 OH. Metanol merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada keadaan atmosfer, metanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, 9

mudah terbakar, dan beracun dengan bau yang khas (berbau lebih ringan daripada etanol). Metanol digunakan sebagai bahan pendingin anti beku, pelarut, bahan bakar dan sebagai bahan aditif bagi etanol industri [31]. Di Amerika Serikat, harga metanol adalah setengah harga etanol. Di beberapa negara, terutama Brazil, bahan baku dan teknologi yang tersedia memungkinkan produksi etanol lebih ekonomis melalui fermentasi, menghasilkan produk yang lebih murah daripada metanol. Etanol juga digunakan dalam produksi biodiesel untuk percobaan di negara Amerika Serikat dimana etanol dibuat dari fermentasi pakan kaya pati [30]. Selain metanol dan etanol, alkohol lainnya seperti propanol dan butanol juga dapat digunakan dalam reaksi transesterifikasi. Metanol lebih banyak dipilih karena berharga lebih murah daripada alkohol lainnya dan merupakan senyawa polar berantai karbon terpendek sehingga bereaksi lebih cepat dengan trigliserida [32] dan juga merupakan turunan alkohol yang memiliki berat molekul paling rendah sehingga kebutuhannya untuk proses alkoholisis relatif sedikit dan lebih stabil [14]. Sifat-sifat fisika dan kimia metanol dapat dilihat pada tabel 2.4. Tabel 2.4 Sifat-Sifat Fisika dan Kimia Metanol [33] Berat molekul 32,04 g/mol Wujud cairan tidak berwarna Titik didih 64,5 o C (148,1F) Titik leleh -97,8 o C (-144F) Spesific gravity 0,7915 Kelarutan dalam air Mudah larut 2.4 KATALIS HETEROGEN Katalis yang sering digunakan dalam produksi biodiesel adalah katalis homogen (KOH dan NaOH). Namun, penggunaan katalis tersebut memiliki kelemahan yaitu pemisahan katalis dari produknya cukup rumit. Sisa katalis homogen tersebut dapat mengganggu pengolahan lanjut biodiesel yang dihasilkan [34]. Selain itu, katalis homogen tersebut dapat bereaksi dengan asam lemak bebas membentuk sabun sehingga akan mempersulit pemurnian serta menurunkan yield biodiesel [35]. 10

Penggunaan katalis heterogen dalam produksi biodiesel dapat mengatasi beberapa kelemahan yang dimiliki oleh katalis homogen. Pemisahan katalis heterogen dari produknya cukup sederhana yaitu dengan menggunakan penyaringan [36]. Beberapa contoh katalis heterogen misalnya CaO, MgO, SrO, Zeolit, Al 2 O 3, ZnO, TiO 2, dan ZrO telah digunakan dalam proses transesterifikasi. Di antara katalis ini, logam alkali oksida (misalnya MgO, CaO, dan SrO) memiliki aktivitas tinggi untuk digunakan dalam proses transesterifikasi. Dari beberapa logam alkali oksida ini, CaO lebih mudah ditemukan di lingkungan. Umumnya, Ca(NO 3 ) 2, CaCO 3, atau Ca(OH) 2 adalah bahan baku untuk memproduksi katalis CaO. Ada beberapa sumber kalsium alam yang berasal dari limbah untuk mensintesis katalis CaO seperti kulit telur, kulit moluska dan tulang. Alasan dipilih CaO dari limbah kulit telur ayam ini karena jumlahnya yang berlimpah di lingkungan dan tidak hanya menghilangkan biaya pengelolaan limbah, tetapi juga katalis dengan efektivitas tinggi dapat secara bersamaan dicapai untuk industri biodiesel [13]. Komposisi kimia dari kulit telur dapat dilihat pada tabel 2.5. Elemen Tabel 2.5 Komposisi Kimia dari Kulit Telur [37] Kulit Telur Ayam Kampung Kulit Telur Ayam Ras % Berat Kulit Telur Bebek kampung Kulit Telur Bebek Ras CaCO 3 96,48 96,48 96,48 95,99 S 2,31 3,59 1,24 1,92 Mg 0,404 0,440 0,996 0,927 P 0,501 0,469 0,508 0,481 Al - - - 0,309 K - - 0,0839 0,00957 Sr 0,0737 0,0734 0,118 0,093 CaO yang dihasilkan dari CaCO 3 harus diaktivasi terlebih dahulu dengan kalsinasi pada suhu tinggi [18]. CaCO 3 yang telah dikalsinasi akan terdekomposisi menjadi kalsium oksida (CaO) dan karbondioksida (CO 2 ) [14]. CaO merupakan oksida basa kuat yang memiliki aktivitas katalitik yang cukup tinggi dibandingkan Ca(OH) 2 dan CaCO 3 sehingga dapat digunakan sebagai katalis [15]. 11

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jazie, et al., kondisi optimum proses kalsinasi CaO dari limbah kulit telur ayam diperoleh pada suhu 900 o C dan waktu 2 jam [10]. 2.5 ESTERIFIKASI Bahan baku yang memiliki kadar asam lemak bebas tinggi harus dilakukan perlakuan awal sebelum masuk ke tahap transesterifikasi [38]. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghilangkan asam lemak bebas adalah mereaksikan asam lemak bebas dengan alkohol dengan bantuan katalis asam sulfat. Reaksi ini dikenal dengan esterifikasi [39]. Esterifikasi merupakan reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol menghasilkan metil ester dan air. Asam karboksilat yang digunakan dapat berasal dari asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak nabati atau lemak hewani. Reaksinya adalah sebagai berikut [40] : RCOOH + CH 3 OH RCOOCH 3 + H 2 O Asam Lemak Metanol Metil Ester Air Reaksi esterifikasi merupakan reaksi bolak-balik yang relatif lambat. Untuk mempercepat jalannya reaksi dan meningkatkan hasil, proses dilakukan dengan pengadukan yang baik, penambahan katalis dan pemberian reaktan berlebih agar reaksi bergeser ke kanan. Reaksi esterifikasi berlangsung dengan bantuan katalis seperti H 2 SO 4, HCl, HF dan H 3 PO 4 [40]. Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi esterifikasi antara lain : a. Katalisator. Katalisator berfungsi untuk mengurangi tenaga aktivasi pada suatu reaksi sehingga pada suhu tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin besar. Pada reaksi esterifikasi yang sudah dilakukan biasanya menggunakan konsentrasi katalis antara 1-4% berat sampai 10% berat tiap gram FFA yang terkandung dalam minyak [22, 31]. b. Suhu reaksi. Semakin tinggi suhu yang dioperasikan maka semakin banyak konversi yang dihasilkan, hal ini sesuai dengan persamaan Archenius. Bila suhu naik maka harga k makin besar sehingga reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin besar [31]. Pada dasarnya, reaksi dilakukan dekat dengan titik didih metanol 12

(60-70 o C) pada tekanan atmosfer. Semakin meningkatnya temperatur, akan ada kemungkinan metanol yang hilang di dalam reaksi [41]. c. Waktu reaksi. Semakin lama waktu reaksi maka kemungkinan kontak antar zat semakin besar sehingga akan menghasilkan konversi yang besar. Jika kesetimbangan reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan menguntungkan karena tidak memperbesar hasil [31]. Pada dasarnya, reaksi dilakukan dengan waktu reaksi 1 jam [12]. d. Pengadukan. Pengadukan akan menambah frekuensi tumbukan antara molekul zat pereaksi dengan zat yang bereaksi sehingga mempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna [31]. 2.6 TRANSESTERIFIKASI Tahapan reaksi transesterifikasi merupakan salah satu tahapan yang penting untuk mempercepat jalannya produksi metil ester dan gliserol [42]. Transesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan. Untuk mendorong reaksi agar bergerak ke kanan maka perlu digunakan alkohol dalam jumlah berlebih sehingga dihasilkan metil ester (biodiesel) [43]. Metanol lebih umum digunakan untuk proses transesterifikasi karena harganya lebih murah dan cepat bereaksi dengan trigliserida [44]. Bahan baku untuk proses transesterifikasi harus memiliki angka asam lemak bebas < 0,5% [9]. Jika angka asam lemak bebas melebihi jumlah ini, pembentukan sabun akan menghambat pemisahan ester dari gliserol dan juga mengurangi tingkat konversi ester [45]. 13

Reaksi transesterifikasi trigliserida menggunakan CaO dapat dilihat pada gambar 2.1. Step 1 R-OH R-O - H + Ca O Step 2 R1-C-O-R O-R O CH 2 -O-C-R1 CH 2 -O-C-R1 CH 2 -O O R-O - H + O CH-O-C-R1 CH-O-C-R1 CH-O-C-R1 O Ca O O O CH 2 -O-C-R1 CH 2 -O-C-R1 CH 2 -O-C-R1 O O O Step 3 CH 2 -O CH 2 -O-H H + CH-O-C-R1 CH-O-C-R1 O Ca O O Ca O CH 2 -O-C-R1 CH 2 -O-C-R1 O O Gambar 2.1 Reaksi Transesterifikasi Trigliserida Menggunakan CaO [4] Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi transesterifikasi katalis heterogen antara lain : a. Molar rasio (minyak:alkohol). Reaksi transesterifikasi katalis heterogen memerlukan rasio mol untuk alkohol:minyak lebih tinggi seperti 12:1 dan 30:1 [12]. Semakin tinggi rasio mol alkohol:minyak akan meningkatkan yield biodiesel karena reaksi bersifat reversible [11]. b. Katalis yang digunakan. Reaksi transesterifikasi katalis heterogen akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 2-20%-b [12]. Semakin tinggi jumlah katalis akan meningkatkan yield biodiesel tetapi biodiesel yang dihasilkan 14

bersifat lebih kental sehingga diperlukan daya yang tinggi untuk pengadukan [15]. c. Suhu reaksi. Pada dasarnya, reaksi transesterifikasi katalis heterogen dilakukan dekat dengan titik didih metanol (60-70 o C) pada tekanan atmosfer. Semakin meningkatnya temperatur, akan ada kemungkinan metanol yang hilang di dalam reaksi sehingga menurunkan yield biodiesel [12]. d. Waktu reaksi. Pada dasarnya, reaksi transesterifikasi katalis heterogen dilakukan dengan waktu reaksi 3-24 jam [12]. Semakin lama waktu reaksi akan mengurangi yield biodiesel karena adanya reaksi balik yaitu metil ester yang terbentuk kembali menjadi trigliserida [46]. e. Kandungan asam lemak dan air dalam minyak atau lemak. Bahan baku untuk proses transesterifikasi harus memiliki angka asam lemak bebas < 0,5% [9]. Jika angka asam lemak bebas melebihi jumlah ini, pembentukan sabun akan menghambat pemisahan metil ester dari gliserol dan juga mengurangi tingkat konversi metil ester [45]. 2.7 ANALISIS EKONOMI Lemak sapi merupakan salah satu bahan sisa dari rumah pemotongan hewan yang tujuan utamanya adalah industri sabun, tapi ketika pasar kelebihan bahan, lemak biasanya dibakar atau dibuang. Kemudian populasi sapi potong dari tahun ke tahun semakin meningkat, sehingga lemak sapi dapat dijadikan alternatif baru dan memiliki potensi besar sebagai bahan baku pembuatan biodiesel untuk meminimalkan dampak lingkungan. Karena memiliki potensi yang cukup besar, lemak sapi diharapkan dapat menjadi sumber alternatif bahan baku untuk pembuatan biodiesel guna mencukupi kebutuhan bahan bakar dalam negeri yang semakin tinggi. Adapun peluang untuk mengembangkan potensi biodiesel sendiri di Indonesia cukup besar terutama untuk substitusi minyak solar mengingat saat ini penggunaan minyak solar mencapai sekitar 40% dari total penggunaan BBM untuk sektor transportasi. Sementara penggunaan solar pada industri dan PLTD adalah sebesar 74% dari total penggunaan BBM pada kedua sektor tersebut. 15

Untuk itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi biodiesel dari lemak sapi. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual biodiesel. Biaya bahan baku untuk 9 run : Biaya pembelian limbah lemak sapi = Rp 5.000/kg / (750 ml/kg) = Rp 6.700 L Biaya listrik pembuatan CaO = 230 V x 30 A x 2 jam / 1000 x Rp 1.352 = Rp 18.658 [47] Biaya pembelian metanol = 667 ml (1 L Rp 15.000) = Rp 10.005 [48] Biaya listrik pada hot plate = 500 W / 1000 x 3210 mnt / 60 x Rp 1.352 = Rp 36.166 [47] Biaya pembelian asam sulfat = 5 ml (2,5 L Rp 396.000) = Rp 792 [48] Total biaya bahan baku = Rp 72.321 Harga jual biodiesel untuk 9 run : Rp 7.895 / liter x 0,84 L = Rp 6.632 [49] Dapat dilihat bahwa, harga jual bahan baku pembuatan biodiesel dari limbah lemak sapi berada di bawah harga jual bahan baku dari CPO (Crude Palm Oil) yaitu sekitar Rp 7.500/liter [50]. Tentu hal ini membawa nilai ekonomis dalam pembuatan biodiesel dari lemak sapi. Dengan adanya kebijakan pemerintah yang ditetapkan oleh peraturan menteri ESDM, penetapan harga jual biodiesel sendiri bisa fleksibel mengikuti harga bahan baku serta biaya produksi saat ini yang ditutupi dengan subsidi, sehingga produksi biodiesel menggunakan bahan baku lemak sapi berpotensi untuk menjadi industri alternatif yang berkembang ke depannya menjadikan Indonesia sebagai penghasil terbesar biodiesel dan pelaku ekspor biodiesel di dunia. 16