BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai April 2016 di Laboratorium Jurusan Biologi dan Sub Laboratorium Kimia Fakultas MIPA Sebelas Maret Surakarta. B. Alat Penelitian 1. Alat ekstraksi dan KLT (Kromatografi Lapis Tipis) Alat untuk pembuatan ekstrak bunga melati (J. sambac Ait.) yaitu kain hitam, corong, blender, gelas ukur, gelas beker, spatula, pipet ukur, oven, kain, rotary evaporator, alumunium foil, erlenmeyer, chamber, Lampu, dan Lampu. 2. Alat uji toksisitas dengan metode BSLT Alat untuk uji toksisitas dengan metode BSLT yaitu flakon, aerator, lampu pijar, pipet tetes, gelas ukur 50 ml, mikropipet, yellow tip, wadah penetas telur A. salina Leach., spatula (pengaduk), vortek, neraca analitik, dan kipas angin. C. Bahan Penelitian 1. Bahan utama Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bunga melati putih (J. sambac Ait.) sebanyak ± 3 Kg. 29
30 2. Bahan ekstraksi Bahan yang digunakan untuk ekstraki adalah Kloroform, etil asetat, etanol. 3. Bahan KLT Bahan yang digunakan untuk uji KLT adalah fase diam plat silika GF254, fase gerak kloroform : metanol : air (65 : 35 : 5), Reagen Dragendorf. 4. Bahan uji toksisitas dengan metode BSLT Bahan yang digunakan untuk uji toksisitas dengan metode BSLT adalah Telur A. salina Leach., suspensi ragi (Fermipan ) dengan konsentrasi 3 mg/10 ml air laut, kontrol pelarut, air laut, DMSO 1 %. D. Cara Kerja 1. Pengambilan sampel (bahan uji) Bahan uji yang digunakan adalah bunga melati putih (J. sambac Ait.) yang dibeli di pasar Kembang Jl. Dr. Radjiman Surakarta sebanyak ± 3 Kg. 2. Pengeringan dan pembuatan serbuk Bunga telah dibersihkan kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari secara tidak langsung dengan cara ditutup dengan kain hitam selanjutnya dioven pada suhu 60 C selama 24 jam, kemudian dihaluskan dengan cara manual (diblender) hingga berbentuk serbuk. 3. Estraksi Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi. Serbuk dimaserasi dengan menggunakan pelarut kloroform dan ditutup rapat dengan kapas dan alumunium foil. Proses maserasi disertai pula dengan pengadukan agar meningkatkan efisiensi
31 metode maserasi (Cannel, 1998) sehingga kejenuhan pelarut terjadi lebih cepat dan maserat yang diperoleh lebih homogen. Setelah 48 jam, ampas dan filtrat dipisahkan melalui penyaringan. Bagian ampas tahap ekstraksi kloroform kemudian direndam dengan pelarut etil asetat, dan dimaserasi kembali selama 24 jam dan disaring hingga diperoleh filtrat dan ampas etil asetat. Selanjutnya ampas kedua ini direndam lagi dengan pelarut ketiga berupa etanol kemudian dimaserasi selama 24 jam dan disaring hingga diperoleh filtrat etanol. Masing-masing filtrat kemudian dievaporasi hingga diperoleh ekstrak kloroform, ekstrak etil asetat dan ekstrak etanol yang akan digunakan pada tahap berikutnya (Darusman dkk., 1995). Filtrat yang didapat dari proses maserasi diuapkan pelarutnya menggunakan rotary evaporator dengan suhu 50 0 C. Jika suhu yang digunakan lebih dari titik didih, dikhawatirkan kandungan senyawa dalam ekstrak akan rusak dan dapat ikut menguap bersama menguapnya pelarut. Ekstrak yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam water bath dengan suhu 50 0 C hingga berbentuk pasta kental. 4. Uji Pendahuluan Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan pelarut optimal yang digunakan dalam uji BSLT. Pelarut yang digunakan adalah kloroform (pelarut nonpolar), etil asetat (pelarut semipolar), dan etanol (pelarut polar). Hasil optimal yang didapat digunakan untuk menentukan pelarut optimal yang selanjutnya akan diuji dengan konsentrasi yang lebih kecil.
32 5. Uji Toksisitas dengan metode BSLT Senyawa uji dikatakan toksik jika mempunyai harga < 1000 μg/ml (Meyer dkk., 1982). Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan pengujian awal dengan metode BSLT dengan konsentrasi 1000, 500, 250, 100 dan 50 μg/ml pada masing-masing isolate dan 0 μg/ml sebagai kontrol. Uji dilakukan dengan 3 replikasi, masing-masing replikasi menggunakan 5 flakon untuk tiap konsentrasi dan hal ini juga dilakukan terhadap kontrol. a. Preparasi Sampel Membuat larutan stok dari masing-masing bahan uji dengan cara melarutkan 1 gr sampel dalam 100 ml pelarut (kloroform / etil asetat / metanol) sehingga diperoleh larutan stok dengan konsentrasi 1000 μg/ml. Seri konsentrasi sampel uji dibuat dengan pengambilan volume tertentu dari larutan stok menggunakan mikropipet dan dimasukkan ke dalam flakon. Pembuatan kontrol uji dilakukan dengan memasukkan pelarut tanpa sampel ke dalam flakon. Kontrol tersebut diperlukan untuk mengevaluasi kemungkinan timbulnya efek karena pelarut yang belum menguap sempurna dan pengaruh lain selain pelarut terhadap uji yang dilakukan. Flakon yang telah diisi sampel dan kontrol diangin-anginkan hingga kering dan tidak berbau pelarut lagi. b. Penetasan telur A. salina Leach. Penetasan telur A. salina dilakukan dengan memasukkan air laut ke dalam wadah, serta diaerasi menggunakan aerator dan diberi pencahayaan lampu. Sejumlah telur A. salina Leach. dimasukkan ke dalam wadah. Telur akan menetas
33 kira-kira setelah 24 jam menjadi larva. Larva yang berumur 48 jam dapat digunakan untuk uji toksisitas (McLaughlin, 1991). c. Pengujian Sampel Pengujian sampel dilakukan dengan cara memasukkan masing-masing sampel ke dalam flakon yang kemudian diuapkan dengan diangin-anginkan hingga pelarutnya hilang. Flakon di isi DMSO sebanyak 50 μl untuk melarutkan sampel dan di tambahkan air laut 1 ml kemudian divortex kurang lebih selama 1 menit untuk menghomogenkan sampel. Sepuluh ekor A. salina Leach. umur 48 jam yang sehat (bergerak aktif) dipilih secara acak, dimasukkan ke dalam flakon yang berisi sampel yang bebas pelarut menggunakan pipet tetes kemudian ditambahkan air laut sampai 5 ml. Satu tetes suspensi ragi Saccharomyces cerevicease (3 mg/10 ml air laut) ditambahkan ke dalamnya sebagai makanan A. salina Leach. Flakon diletakkan di bawah lampu penerangan selama 24 jam dan dihitung jumlah larva A. salina Leach. yang mati (tidak bergerak lagi). Selanjutnya dihitung persentase larva A. salina yang mati setelah 24 jam, dibandingkan dengan kontrol dan hasilnya dianalisis untuk menentukan nilai. Setiap kadar uji dilakukan pengujian dengan replikasi tiga kali. Uji toksisitas dianalisis dengan menghitung jumlah A.salina yang mati dengan rumus:
34 Berdasarkan hasil tersebut, nilai dapat dihitung dengan membuat persamaan garis regresi linier. Bila ada kematian pada kontrol dapat dikoreksi dengan rumus Abbot s yaitu: Meyer et al. (1982), menyatakan bahwa bila harga di bawah 1000 μg/ml, dinyatakan toksik dan memiliki aktivitas antikanker menurut uji BSLT. 6. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Plat KLT yang mengandung silika gel dengan ukuran 1,5 X 10 cm dengan jarak pengembang 8 cm disiapkan, kemudian sampel yang telah diencerkan ditotolkan 1 cm dari ujung plat dengan menggunakan pipet kapiler. Kolom chamber diisi dengan fase gerak kloroform : metanol : air (65 : 35 : 5) (Chaudhary et al., 2003). Plat KLT dibiarkan sesaat, kemudian dimasukkan ke dalam chamber yang sudah jenuh dengan uap pelarut. Plat silika yang dimasukan dielusi sampai tanda. Plat tersebut diambil dan diangin-anginkan, kemudian plat diperiksa di bawah lampu dan kemudian dideteksi dengan pereaksi semprot spesifik yaitu Dragendorff. Selanjutnya dihitung nilai Rf berdasarkan oleh jarak rambat senyawa dari titik awal dan jarak rambat fase gerak dari titik awal.
35 E. Analisis Data Efek toksisitas terhadap A. salina Leach. ditentukan berdasarkan analis probit melalui tabel probit dan dibuat persamaan regresi linier. y = bx + a dimana : y = angka probit, dan x = log konsentrasi Persamaan tersebut dapat digunakan untuk mengetahui nilai komponen Bunga melati (Jasminum sambac Ait.) dengan memasukkan nilai probit 5 (50% kematian) ke persamaan tersebut sehingga diperoleh konsentrasi yang menyebabkan 50% kematian.