BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang petani perlu mempertimbangkan beberapa hal sebelum menyelenggarakan usahataninya, misalnya tujuan keluarga, sumberdaya yang tersedia, kendala yang dihadapi, pilihan teknologi, dan keadaan pasar. Dalam melaksanakan proses produksi usahatani, petani dihadapkan pada masalah intern dan ekstern.masalah intern adalah keterbatasan faktor produksi, baik kualitas maupun kuantitas. Petani harus pandai memilih jenis-jenis tanaman yang menguntungkan serta mengkombinasikan faktor produksi yang ada, sehingga dapat menghasilkan pendapatan yang maksimal. Sedangkan masalah ekstern adalah kondisi alam atau musim serta serangan hama dan penyakit. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi, seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2008). Usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat menghasilkan pendapatan untuk membayar semua biaya dan alat yang diperlukan. Keberhasilan suatu usahatani berkaitan erat dengan pendapatan dan biaya yang dikeluarkan. Tanaman kedelai (Glycine max. L) merupakan tanaman yang dikembangkan di lahan sawah dan lahan kering. Budidaya kedelai menerapkan sistem produksi atau sistem usahatani yang sesuai dengan kondisi agroekologi dan kondisi sosial ekonomi daerah setempat. Kedelai merupakan komoditas tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kedelai merupakan salah satu komoditi pangan utama yang menyehatkan karena mengandung protein tinggi dengan kadar kolesterol yang rendah. Kedelai diolah terlebih dahulu menjadi tempe, tahu, tauco dan tauge untuk dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Sementara dalam bidang industri, kedelai diolah menjadi aneka bahan makanan susu kedelai dan minuman sari kedelai yang kemudian dikemas dalam botol dengan berbagai variasi rasa. Kedelai menjadi salah satu komoditas yang menjadi perhatian pemerintah karena tingkat konsumsi masyarakat akan kedelai sangat besar, tetapi tingkat 1
produksinya rendah. Kebutuhan akan komoditi kedelai terus meningkat dari tahun ke tahun baik sebagai bahan pangan utama, pakan ternak maupun sebagai bahan baku industri skala besar (pabrikan) hingga skala kecil (rumah tangga). Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap kedelai, Rajasa dalam Sutianto (2013) menilai bahwa langkah impor kedelai merupakan solusi jangka pendek untuk memenuhi stok dalam negeri. Dikatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional yaitu sebanyak 2,3 juta ton per tahun, dengan jumlah produksi dalam negeri hanya mencapai 700 ribu-800 ribu ton, pemerintah harus mengimpor kedelai dari luar negeribesarnya impor tersebut menyebabkan kehilangan devisa negara yang cukup besar dan sangat rentan terhadap Ketahanan Pangan Nasional. Perkembangan jumlah produksi, konsumsi, impor serta persentase impor terhadap konsumsi kedelai di Indonesia Tahun 1995 2010 dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Produksi, Konsumsi, Impor serta Persentase Impor terhadap Konsumsi Kedelai di Indonesia Tahun 1995 2010 Tahun Produksi Konsumsi Impor Persentase Impor (Ton) (Ton) (Ton) Terhadap Konsumsi (%) 1995 1.709.000 2.431.000 722.000 29,69 1996 1.565.000 2.365.000 800.000 33,82 1997 1.680.000 2.287.000 607.000 26,54 1998 1.517.000 2.263.000 746.000 32,96 1999 1.357.000 1.973.000 616.000 31,22 2000 1.304.950 1.649.000 344.050 20,86 2001 1.382.848 2.684.000 1.301.000 48,48 2002 1.017.634 2.264.000 1.276.366 53,38 2003 826.932 1.960.000 1.133.068 57,81 2004 673.056 2.017.000 1.343.944 66,63 2005 671.600 2.016.000 1.344.000 66,69 2006 723.483 2.015.000 1.291.517 64,10 2007 808.353 1.987.000 1.086.177 54,65 2008 747.611 2.022.516 1.078.420 53,32 2009 592.534 2.059.000 1.199.839 58,27 2010 775.710 2.059.000 1.371.465 65,46 Sumber: www.litbangdeptan.go.id (2011) 2
B. Permasalahan Petani menjadi peran utama dalam pembangunan pertanian karena berpartisipasi dalam peningkatan produksi pertanian. Keputusan petani dalam mengusahakan peningkatan produksi kedelai mendukung perubahan kondisi sosial dan ekonomi di Indonesia ke arah yang lebih baik. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan upaya yang mengatur tidak hanya secara teknis melainkan adanya kebijakan yang memungkinkan harga jual kedelai yang lebih terjamin. Menurut Tuhana dan Novo (2004) beberapa faktor yang menyebabkan produksi kedelai Indonesia rendah adalah cara bercocok tanam dan pemeliharaan kurang intensif, mutu benih kurang baik dan daya tumbuh rendah, varietas lokal yang digunakan tidak mempunyai daya produksi tinggi, suatu areal yang sempit sering ditanami beberapa varietas kedelai yang berbeda, serta pencegahan hama yang belum intensif. Namun menurut Agranoff dalam Hasanuddin (2012), kualitas kedelaiindonesia jauh lebih baik dibandingkan kedelai impor asal Amerika Serikat. Keunggulan kedelai Indonesia adalah tidak modifikasi genetik, organik, sangat enak, dan memiliki air rendaman kedelai yang jernih. Ada 14 jenis kedelai lokal yang berkualitas dari Indonesia, yakni Wilis, Argomulyo, Burangrang, Anjasmoro, Kaba, Tanggamus, Sinabung, Panderman, Detam-1, Detam-2, Grobogan, Gepak Ijo, Gepak Kuning, SHR/Wil-60. Agranoff dalam Hasanuddin (2012) menyatakan bahwa kedelai lokal lebih menguntungkan dibandingkan kedelai impor. Satu kilogram kedelai Anjasmoro bisa menghasilkan 1,74 kilogram tempe. Sementara satu kilogram kedelai AS hanya menghasilkan 1,59 kilogram. Kebijakan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 133/PMK.011/2013 menyatakan bahwa pemerintah mengenakan tarif bea masuk sebesar nol persen atas impor barang berupa kacang kedelai. Kebijakan tersebut ditetapkan pemerintah sebagai upaya menjaga stabilitas harga kacang kedelai di dalam negeri. Kebijakan tersebut membutuhkan adanya informasi tentang keunggulan komparatif usahatani kedelai dalam negeri sebagai bahan evaluasi. Menurut Ghulamahdi (2012), dalam kondisi darurat saat iniupaya membebaskan bea masuk impor dapat digunakan untuk menekan harga kedelai impor. Namun upaya 3
demikian tidak baik diterapkan dalam waktu lama karena akan mengancam keberlangsungan hidup para petani. Berdasarkan uraian di atas maka mendorong peneliti untuk mengkaji tentang keunggulan komparatif usahatani kedelai dengan mengambil lokasi di salah satu daerah sentra produksi kedelai di Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu Kabupaten Bantul. Berdasarkan hal-hal tersebut munculahpertanyaan antara lain : 1. Faktor-faktor produksi apa yang mempengaruhi produksi kedelai di Kabupaten Bantul? 2. Bagaimanakah kelayakan, titik BEP (Break Even Point) dan titik Shut Down Pointusahatani kedelai di Kabupaten Bantul? 3. Bagaimanakah keunggulan komparatif usahatani kedelai di Kabupaten Bantul? C. Tujuan Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini antara lain: 1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kedelai di Kabupaten Bantul. 2. Mengetahui kelayakan, titik BEP (Break Even Point) dan Shut Down Point usahatani kedelai di Kabupaten Bantul. 3. Mengetahui keunggulan komparatif usahatani kedelai di Kabupaten Bantul. 4
D. Kegunaan Kegunaan pelaksanaan penelitian ini antara lain: 1. Bagi peneliti, penelitian ini dilakukan sebagai syarat penyelesaian Program Sarjana S1 Unversitas Gadjah Mada. 2. Bagi pemerintah dan pihak-pihak yang terkait dengan usahatani komoditas kedelai, hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi bahan pertimbangan untuk membuat kebijakan-kebijakan yang terkait dengan komoditas kedelai. 3. Bagi masyarakat hasil penelitian ini diharapkan memberikan tambahan pengetahuan dan wacana sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan usahatani kedelai. 4. Bagi mahasiswa, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi tambahan wacana sebagai calon pengambil keputusan dan pengelola negara di masa mendatang. 5