III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN 23 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian meliputi dua tahapan: Tahap pertama kajian pustaka dimulai periode Juni 2005 hingga Desember 2005. Tahap kedua pengumpulan, pengolahan, analisis, interpretasi, kalibrasi dan verifikasi data serta penulisan laporan dimulai Januari 2006 hingga Juli 2007 di Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas MIPA- IPB dan di Laboratorium Perencanaan Lanskap-Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian-.IPB. Wilayah kajian melingkupi JABOTABEK (tiga provinsi: DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten) seperti terlihat pada Gambar 5. Wilayah JABOTABEK seperti yang tersaji pada Gambar 5 meliputi empat kota besar Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi dan tiga Kabupaten yakni, Bogor, Tangerang dan Bekasi. Jadi secara administrasi meliputi tujuh wilayah otonomi (termasuk Depok). Wilayah JABOTABEK meliputi 6 752 km 2, merupakan metropolitan terbesar di Indonesia. Membentang dari pantai utara hingga pegunungan di selatan. Terbagi menjadi tiga bentuk lahan, pesisir pantai, dataran dan kawasan perbukitan. Kawasan pesisir pantai dengan topografi landai berada pada ketinggian 0-25 m dpl di sebelah utara meliputi pantai Utara Jakarta hingga Jakarta Selatan, kabupaten Bekasi di sebelah Timur dan kabupaten Tangerang di sebelah barat. Kawasan dataran dengan topografi bergelombang dengan ketinggian antara 25-200 m dpl meliputi, bagian tengah meliputi kota Tangerang, Depok dan Bekasi. Serta kawasan perbukitan dengan topografi berbukit/bergunung dengan ketinggian lebih dari 200 m dpl sebelah selatan meliputi kota dan kabupaten Bogor. Berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang, maka wilayah kota ditetapkan harus memiliki 30% RTH, dengan proporsi 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Proporsi 30 (tiga puluh) persen merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan sistem mikroklimat, maupun sistem ekologis lain, yang selanjutnya akan meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota. Ruang terbuka hijau publik
24 merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Termasuk ruang terbuka hijau publik, antara lain, adalah taman kota, taman pemakaman umum, dan jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai. Termasuk ruang terbuka hijau privat, antara lain, adalah kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pemukiman, perdagangan, jasa, industri, dan wisata kota, Bogor wilayah kota bagi pemukiman, jasa dan perdagangan, sehingga mempertahankan RTH pada batas minimal sesuai ketentuan UU No. 26 tahun 2007. Kota Tangerang diarahkan bagi kawasan industri, perdagangan, jasa dan pemukiman serta Bekasi bagi pemukiman, jasa dan perdagangan. Sementara wilayah kabupaten baik Bogor, Tangerang maupun Bekasi bagi kawasan industri, pertanian tanaman pangan, dan wisata alam secara tidak langsung akan memiliki luasan RTH lebih dari 30%. Sehingga ciri kota dan kabupaten didasarkan pada luasan RTH akan semakin nyata. Gambar 5. Wilayah studi 3.2. Alat dan Bahan
25 Seperangkat PC sebagai instrumen untuk menganalisis dan mengekstrak data NDVI, RTH, suhu permukaan, neraca energi, suhu udara dan THI. Bahan bahan yang digunakan antara lain: Citra Landsat path/raw : 122/64-65 (JABOTABEK) akuisisi 1 Juli 1991, 20 Juli 1997 serta 23 Juli 2004 digunakan sebagai bahan untuk diektraks menjadi data NDVI, RTH, suhu permukaan, neraca energi, suhu udara, serta THI. Sebagai penelitian lanjutan pemilihan Landsat mengikuti penelitian terdahulu yakni 1972, 1983, 1991, dan 1997. Untuk Landsat 1972 dan 1983 belum mempunyai kanal termal sehingga ekstraksi suhu permukaan, suhu udara dan THI tidak dapat dilakukan. Sebagai tambahan data adalah Landsat 2004, merupakan tahun terakhir dari data Landsat yang tersedia (saat penelitian berlangsung). Tahun 1991 menjadi tahun awal bagi perkembangan pesat wilayah JABOTABEK sehingga diduga menggambarkan kondisi awal terjadinya peningkatan suhu udara akibat RTH mulai berkurang. Tahun 1997 merupakan kondisi terakhir perkembangan pesat JABOTABEK akibat krisis ekonomi yang melanda. Sedangkan tahun 2004 adalah data terbaru pada periode pengolahan data penelitian yang dapat diekstrak, diharapkan memberikan gambaran tentang kondisi terakhir bagi peningkatan suhu udara dan juga laju pengurangan RTH pasca kebangkitan Indonesia dari krisis ekonomi. Bulan Juli dipilih, karena pada bulan tersebut kondisi perawanan di JABOTABEK pada titik terendah sehingga ekstraksi Landsat bagi kajian suhu udara dan klasifikasi lahan menjadi lebih mudah secara visual dengan akurasi yang lebih baik. Peta spasial administrasi JABOTABEK skala 1: 25.000 digunakan sebagai bahan cropping atau pemotongan wilayah kajian. Data jumlah penduduk dan kendaraan di JABOTABEK periode 1970-2004 digunakan sebagai input data analisis regresi berganda. Data suhu udara periode 1970-2004 wilayah JABOTABEK sebagai data referensi dan kalibrasi hasil estimasi suhu udara luaran ekstrak Landsat, serta data suhu udara 2005 sebagai bahan verifikasi model. Stasiun yang tersedia di wilayah JABOTABEK meliputi 12 stasiun iklim: No. Nama Stasiun Elevasi Posisi Lintang-Bujur
(m dpl) 1. Tanjung Priok 2.4 06 06 S-106 53 T 2. Jakarta Obs. 8.0 06 09 S-106 51 T 3. Cengkareng 14.0 06 11 S-106 06 T 4. Halim Perdana Kusuma 26.0 06 16 S-106 49 T 5. Ciledug 26.2 02 54 S-104 o 42 T 6. Curug, Tangerang 46.0 06 14 S-106 39 T 7. Cibinong 125.0 06 24 S-106 49 T 8. Atang Sanjaya 161.4 06 33 S-106 46 T 9. Cimanggu 240.0 06 34 S-106 47 T 10. Darmaga 250.0 06 30 S-106 45 T 11. Kampus Baranangsiang 250.0 06 35 S-106 48 T 12. Muara 260.0 06 40 S-106 47 T 26 3.3. Metodologi Penelitian Berdasarkan tiga tujuan yang ingin dicapai, maka disusun langkah-langkah penelitian, dengan uraian sebagai berikut: 3.3.1. Menentukan Bentuk Hubungan RTH dan Suhu Udara Untuk mempermudah memahami langkah-langkah penelitian maka pada setiap tahapan disajikan bentuk diagram alir pada Gambar 6 berikut:
27 Citra Landsat Koreksi citra Peta administrasi Kanal 3,4 Cropping wilayah JABOTABEK Kanal 6 Kanal 1,2,3 NDVI Neraca Energi Ts Persamaan NDVI dan RTH Ta Dugaan Ta Observasi tidak RTH bangkitan Kalibrasi ya RTH Ta terkalibrasi tidak Penentuan bentuk hubungan tidak ya Persamaan Terpilih tidak Validasi ya Aplikasi Gambar 6. Diagram alir penentuan bentuk hubungan RTH dan suhu udara Pada Gambar 6 dapat diuraikan sebagai berikut:
28 Data Citra Landsat 5 akuisisi 1 Juli 1991, Landsat 5 akuisisi 20 Juli 1997 serta Landsat 7 akuisisi 23 Juli 2004, dilakukan pemulihan citra (image restoration) meliputi koreksi radiometrik dari pengaruh atmosfer dengan cara membentangkan nilai digital number (DN) dikenal juga sebagai grey value pada nilai terendah pada angka nol dan nilai tertinggi pada angka 255, dengan cara melihat nilai histogram setiap kanal (band). Dari histogram dapat diketahui nilai terendah pixel yang tidak merespon spektral atau paling lemah dalam merespon spektral harusnya bernilai nol, apabila tidak maka nilai penambahan (offset) tersebut dipandang sebagai hasil dari hamburan atmosfer. Koreksi dilakukan dengan mengurangkan semua nilai dengan besarnya offset tersebut. Lalu dilakukan koreksi geometrik agar distorsi saat pengambilan citra dapat dikoreksi dan sesuai dengan sistem ordinat di bumi. Ada dua cara koreksi geometrik, pertama dikenal sebagai Regristrasi yakni mengoreksi citra dengan citra yang telah dikoreksi dan kedua dikenal dengan Rektifikasi yaitu mengoreksi citra dengan peta sebagai acuan, pada penelitian dipilih cara kedua. Ditentukan sekitar 10 titik GCP (Ground Control Point) yang tersebar merata mewakili setiap sudut citra baik atas, bawah, kanan dan kiri serta tengah. Kemudian bila nilai RMS (Root Mean Square) di bawah 0.5 proses koreksi selesai. Koreksi terakhir dilakukan penajaman citra (image enhanchement) meliputi penajaman kontras, pewarnaan semu, dan penapisan agar mudah melakukan interpretasi secara visual. Pemotongan citra dengan menggunakan peta digital administrasi JABOTABEK 1991, 1997 dan 2004 sesuai dengan data citra yang akan dipotong. Pada kanal 3 dan 4 dilakukan ekstraksi nilai NDVI dengan menerapkan Rumus: NDVI=(NIR - R) / (NIR + R). Berdasarkan Persamaan yang didapatkan Zain (2002): Persen RTH = 382.4 NDVI + 20.793, data RTH (%) dibangkitkan sebagai peubah prediktor. Pada kanal 1, 2 dan 3 diekstrak neraca energi sehingga didapatkan nilainilai Rs in, Rs out dan Rl in, Rl out sehingga didapat Rn. Berdasarkan Rn
29 didapatkan G, H dan LE, secara rinci diterangkan pada akhir bab metodologi berikut rumus-rumus yang digunakan. Pada kanal 6 diekstrak nilai suhu permukaan, secara rinci diterangkan pada akhir bab metodologi berikut rumus-rumus yang digunakan. Berdasarkan suhu permukaan dan fluks energi H diekstrak nilai suhu udara (Ta). Agar sesuai dengan data observasi dari 12 stasiun iklim dilakukan kalibrasi terhadap suhu udara hasil ekstraksi, dengan cara analisis regresi. Data RTH bangkitan dan Ta yang telah terkalibrasi diekspor menjadi data tabel untuk diolah lebih lanjut, yakni penentuan bentuk hubungan. Penentuan bentuk hubungan suhu udara dan RTH dengan mencari model persamaan kedua peubah tersebut apakah linier, kuadratik atau kubik. Sebagai dasar pemilihan model persamaan adalah melihat pola penyebaran data yang paling mendekati garis model persamaan, nilai koefisien determinasi terkoreksi (R 2 adj) dan standar deviasi model (S). Koefisien determinasi terkoreksi merupakan koefisien determinasi yang telah memperhitungkan jumlah variabel yang dimasukkan kedalam model, sehingga dianggap lebih peka. Koefisien determinasi terkoreksi menunjukkan besarnya ragam atau variasi peubah respon yang dapat dijelaskan oleh peubah prediktor. Makin tinggi nilai R 2 adj maka makin baik model. Sebaliknya standar deviasi model, merupakan gambaran besarnya penyimpangan model, makin kecil nilai S (mendekati nol), makin baik model (Drapper dan Smith, 1992). Setelah persamaan terpilih dilakukan uji regresi baik konstanta (slope) maupun koefisien persamaan. Dilanjutkan validasi persaman untuk mengetahui output nilai dugaan dengan data observasi. Setelah validasi persamaan yang terpilih dapat diaplikasikan atau direkomendasikan. Adapun tahapan dan rumus-rumus yang digunakan untuk mendapatkan data suhu udara adalah sebagai berikut:
30 (1) Pendugaan Suhu Permukaan (Surface Temperature) Estimasi suhu permukaan dari citra Landsat menggunakan kanal enam pada kisaran panjang gelombang 10.40 hingga 12.50μm, dikenal sebagai kanal thermal infrared. Meliputi tahap-tahap sebagai berikut: (a) Konversi Digital Number (DN) ke nilai Spectral Radiance Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai spektral radiance dari nilai DN, dirumuskan USGS (2003): ( QCAL QCAL ) L max min min λ = L L.....(1) max λ min λ L + λ QCAL QCAl max min Keterangan: L λ = Spectral radiance pada kanal ke- λ (Wm -2 sr -1 μm -1 ) QCAL = Nilai digital number kanal ke- λ L minλ = Nilai minimum spectral radiance kanal ke- λ L maxλ = Nilai maksimum spectral radiance kanal ke- λ i QCAL min = Minimum pixel value 1 (LPGS Products) 0 (NLAPS Products) QCAL max = Maksimum pixel value (255) (Semua nilai Lmin, Lmax, QCALmin dan QCALmax untuk setiap kanal baik untuk Landsat TM maupun ETM+ terdapat pada Landsat User Handbook, USGS 2003) (b) Konversi nilai spectral radiance (L λ ) ke Brightness Temperature (T B ) Persamaan menggunakan dua konstanta kalibrasi, K 1 = 666.09 Wm -2 sr - 1 μm -1 dan K 2 = 1282.71K untuk Landsat ETM sedangkan untuk Landsat TM, K 1 = 607,76 Wm -2 sr -1 μm -1 dan K 2 = 1260.56K, dirumuskan Planck: T B = K2 K + 1 ln 1 L λ....... (2) (c) Konversi Brightness Temperature (T B ) ke suhu permukaan (Ts) Persamaan yang digunakan merupakan persamaan yang ditentukan pertama kali oleh Artis dan Canahan (1982) serta Weng (2001):
31 TB Ts =...(3) λtb 1+ xlnε Keterangan: T S = Suhu permukaan (K) Panjang gelombang dari radiasi yang dipancarkan sebesar 11,5 µm nilai tengah λ = dari kanal 6 = hc/σ (besarnya =1.438 x 10-2 mk) h = Konstanta Planck's (6.26x10-34 J sec) c = Kecepatan cahaya (2.998 x 10 8 m.sec -1 ) σ = Konstanta Stefan-Boltzman (1.38 x 10-23 JK -1 ) Emisivitas objek, untuk lahan RTH=0.95 sedangkan non-rth=0.92 ε = (Weng, 2001) = Suhu kecerahan (brightness temperature) T B 2. Penentuan Neraca Energi: (a). Radiasi Netto dan Albedo Radiasi netto (Rn) merupakan selisih antara gelombang pendek matahari dan gelombang panjang yang datang ke permukaan bumi dengan gelombang pendek dan gelombang panjang yang keluar. Dituliskan dalam persamaan sebagai berikut: Rn = R in R out + R in R out......(4) Diuraikan menjadi: s s l 4 2 4 ( 1 α) Rsin + ε aσta 0.7(1 + 0.17N ) εσts l Rn =...(5) Keterangan: Rn : Radiasi netto (Wm -2 ) R s in : Radiasi gelombang pendek yang datang (Wm -2 ) ekstraksi Landsat R s out : Radiasi gelombang pendek yang keluar (Wm -2 ) R l in : Radiasi gelombang panjang yang datang (Wm -2 ) R l out : Radiasi gelombang panjang yang keluar (Wm -2 ) α : Albedo permukaan (diturunkan dari ekstraksi Landsat) T s : Suhu permukaan (K) (diturunkan dari ekstraksi Landsat) T a : Suhu udara (K) (diduga dari ekstraksi Landsat) ε : Emisivitas permukaan (Weng, 2001) ε a : Emisivitas udara (0.938 x 10-5 T 2 a K -2 ) σ : Tetapan Stefan-Bolztman (5.67 x 10-8 Wm -2 K -4 ) N : Faktor keawanan (%), pada kondisi cerah=0 ( out R s Energi radiasi gelombang pendek yang dipantulkan oleh suatu permukaan ), dapat diduga dari sensor satelit yang menerima kisaran panjang
32 gelombang pendek. Pada citra Landsat kisaran panjang gelombang pendek diterima oleh kanal visible (1,2 dan 3). Persamaan yang digunakan mengikuti persamaan 1 dengan nilai QCAL, L min dan L max untuk kanal 1,2 dan 3. Albedo (α ) merupakan perbandingan radiasi gelombang pendek yang dipantulkan permukaan dengan radiasi radiasi gelombang pendek yang datang pada permukaan tersebut dirumuskan sebagai: Rsout α =......(6) R in s Pendugaan albedo dari citra Landsat dalam USGS (2003) dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti: Jarak astronomi bumi-matahari (d), rata-rata nilai solar spectral irradiance pada kanal tertentu ( ESUN ), Spektral Radiance (L λ ), dan sudut zenith matahari (Cosθ ), dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan : 2 π. Lλ. d α =.........(7) ESUN. Cosθ λ Untuk menghitung nilai d 2 perlu diketahui JD (Julian Day) artinya jumlah hari dalam satu tahun yang dihitung dari tanggal 1 Januari sampai tanggal akuisisi data citra satelit pada tahun yang bersangkutan. Persamaan yang digunakan: λ ( 1 0.01674 Cos(0.9856( 4 ) 2 d 2 = JD ))... (8) Pada data satelit, diketahuinya nilai albedo dan jumlah energi radiasi gelombang pendek yang di pantulkan oleh suatu permukaan. Sehingga besarnya Radiasi gelombang pendek yang diterima permukaan dapat dirumuskan berdasarkan persamaan berikut: Rsout R sin =... (9) α Satuan untuk total energi radiasi gelombang pendek masih dinyatakan dalam satuan Wm -2 steradian -1 μm -1. Hal ini menyatakanan laju perpindahan energi (W, Watts) yang terekam oleh sensor per m -2 luas permukaan, untuk 1 steradian
33 (sudut tiga dimensi dari sebuah titik di permukaan bumi ke sensor satelit) per-unit panjang gelombang dalam satu kali pengukuran. Langkah selanjutnya mengkonversi Wm -2 steradian -1 μm -1 menjadi satuan energi Wm -2, agar dapat dilakukan perhitungan lanjut dengan parameter lainnya. Untuk mengembalikan nilai menjadi radiasi yang tidak tergantung pada sifat lengkung permukaan bumi, maka nilai radiasi adalah fungsi dari nilai irradians yang terbebas dari besaran arah dan disebut sebagai radiasi Isotopic. Fungsi perhitungan adalah integral terhadap dω yang menghasilkan persamaan berikut: 2 E = πd........( 10) Keterangan: E = Energi (Wm -2 μm -1 ) π = 3.14 d = Jarak bumi matahari dalam satuan astronomi. Untuk menghilangkan unsur panjang gelombang (μm -1 ) maka perlu dikalikan dengan nilai tengah panjang gelombang dari masing-masing kanal. Radiasi gelombang panjang yang dipantulkan (R lout ) dapat diturunkan dari persamaan Stefan-Boltzman, dimana ε = emisivitas, T s merupakan Suhu permukaan objek (K) dan σ =Tetapan Stefan-Boltzmann (5.67x10-8 Wm -2 K -4 ): R = εσ...... (11) 4 lout T s Radiasi gelombang panjang yang datang (R lin ) merupakan emisi dari atmosfer, uap air dan awan diperhitungkan dengan menggunakan persamaan: 2 R = ε σt 0.7(1 0.17N ) dapat juga menggunakan persamaan Stull (1995): lin a a + R lin = R netto R = 98.5(1 0.1σ H 0.3σ M 0.6σ L) R l lout Di mana σh, σm dan σl adalah persentase penutupan awan tinggi, menengah dan rendah. Karena data Landsat yang diolah cerah tanpa awan, sehingga persamaan menjadi: R =. 5 98...(12) lin R lout Di mana 98.5 adalah konstanta dengan satuan Wm -2. b. Fluks Panas Tanah (Soil Heat Flux) Fluks panas tanah adalah sejumlah energi radiasi surya yang sampai pada permukaan tanah dan digunakan untuk berbagai proses fisik dan biologi tanah. lout
34 Secara umum FAO (1998), menghitung nilai G pada saat siang hari sebesar 0.1Rn, sementara Allen et al (2001) dan Chemin (2003) menghitung soil heat flux dari radiasi netto, suhu permukaan, albedo dan nilai NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) sebagai berikut: G R n Ts 2 = (0.0038α + 0.0074α )(1 0.98NDVI α 4 ). 13) Keterangan: G : Fluks energi untuk memanaskan permukaan secara konduksi (Wm -2 ) R n : Radiasi netto (Wm -2 ) T s : Suhu permukaan (K) (diturunkan dari ekstraksi Landsat) α : Albedo permukaan (diturunkan dari ekstraksi Landsat) NDVI : Normalized Difference Vegetation Index (diturunkan dari ekstraksi Landsat) c. Fluks Panas Udara (Sensible Heat Flux) Fluks panas udara adalah sejumlah energi dari radiasi netto yang digunakan untuk memanaskan udara, dikenal sebagai sensible heat flux disingkat fluks H. Dihitung berdasarkan persamaan neraca energi permukaan R n = H + G + λe H dan persamaan Bowen ratio β = λe, sehingga diperoleh: β ( Rn G) H =...........(14) 1+ β (d) Fluks Panas Laten Fluks panas laten adalah sejumlah energi radiasi netto yang digunakan bagi proses penguapan dari permukaan dikenal sebagai latent heat flux, disingkat fluks LE. Berdasarkan persamaan R n = H + G + λe, fluks panas laten dapat ditentukan nilainya mengikuti rumusan berikut: λ E = Rn G H............ (15) 3. Penentuan Suhu Udara Suhu udara dapat diduga dari nilai sensible heat flux (Montheith dan Unsworth 1990):
35 aircp( Ts Ta ) H = ρ........(16) r ah Berdasarkan persamaan 17, dapat ditentukan persamaan untuk menduga suhu udara (T a ) sebagai: T a = T Keterangan: s H rah ρair C p... (17) H = Fluks pemanasan udara (Wm -2 ) ρ air = Kerapatan udara lembab (1.27 kg m -3 ) C P = Panas spesifik udara pada tekanan konstan (1004 J Kg -1 K -1 ) T s = Suhu permukaan (K) T a = Suhu udara (K) r ah = Tahanan aerodinamik (sm -1 ) Rosenberg (1974): 0.96 r ah = 31.9 u u: kecepatan angin normal pada ketinggian 1-2 m untuk RTB=1.79 ms -1 dan RTH=1.41 ms -1 3.3.2. Kontribusi RTH, Kepadatan Populasi, RTB, dan Kepadatan Kendaraan terhadap UHI Tahap ini dilakukan untuk menguji apakah fenomena UHI dominan disebabkan oleh RTH atau selain RTH, dengan menggunakan model persamaan regresi berganda. Nilai UHI didapatkan dari persamaan berikut: UHI = (Ta urban -Ta suburban/rural dalam o C).(18) Di mana: Peubah UHI dianalisis dari empat kota: Ta urban meliputi: Kota Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi Ta suburban meliputi kabupaten Bogor, Tangerang dan Bekasi Sehingga dapat dilihat intensitas UHI terbesar pada empat wilayah kota, dengan pembanding wilayah kabupaten (rata-rata nilai tiga kabupaten) yang sama. Penentuan peubah prediktor RTH(%), kepadatan populasi (KPop), luasan ruang terbangun (RTB:%) dan kepadatan kendaraan (KKdr) berdasarkan hasil kajian pustaka bahwa secara terpisah ke-empat peubah tersebut mempunyai keterkaitan yang erat dengan UHI. Adapun bentuk model persamaan regresi berganda sebagai berikut: Yi=f(X 1i, X 2i,..., X ni, ε i )...(19) Di mana Yi merupakan peubah respon (UHI), merupakan fungsi dari peubah prediktor (X) satu hingga ke n (n=4), dan ε i (sisaan atau error). Adapun penentuan bentuk akhir persamaan regresi ditetapkan melalui langkah-langkah pengujian:
36 a. Uji plot tebaran data (scatterplot matrix) dilakukan secara simultan sehingga tidak hanya pola hubungan antara Y dengan masing-masing Xi tetapi juga pola hubungan antar peubah Xi. Plot kebebasan antar Xi pada regresi berganda perlu diketahui apakah peubah-peubah bebasnya tidak saling berkorelasi (multicolinearity). Karena ada korelasi nyata antara peubah prediktor dilakukan metode Principal Components Analysis (PCA) sebuah metode statistika yang mengubah peubahpeubah prediktor asal menjadi peubah prediktor baru, lebih sederhana karena jumlah peubah lebih sedikit, namun mampu menjelaskan total ragam peubah-peubah prediktor asal semaksimal mungkin, dikenal oleh Hotelling (1935). Kemudian dilakukan rotasi varimax, untuk mengetahui kontribusi peubah prediktor. b. Langkah-langkah analisis komponen utama meliputi delapan tahap (Haan, 1979; Siswadi dan Raharjo, 1998; von Storch and Zwiers, 1999) sebagai berikut: 1. Penghitungan matriks korelasi R peubah asal (RTH, KPop, RTB dan KKdr yang berbeda besaran satuannya) dengan rumusan: ( x' x) R =......(20) ( n 1) di mana: R : matrix korelasi x : matrix data asal yang sudah distandardisasi x : matrix transpose (berbentuk vektor) n : banyaknya data tiap variabel 2. Penghitungan akar ciri (eigen value) λ j dengan rumusan: R λ I = 0...(21) j di mana: R : ordo matrix korelasi λ j : nilai akar ciri (eigen value) untuk komponen j I : matrix identitas yang berordo sama R- λ j I : determinasi dari matrix R- λ j I 3. Penghitungan persentase keragaman peubah asal ke-i yang diterangkan oleh komponen utama ke-j 2 2 s λ 100%...(22) XiZj = a ij j
37 di mana: s 2 XiZj : ragam dari peubah asal x ke-i yang dijelaskan oleh komponen utama (PCA) ke-j a 2 ij : elemen ke-i dari vektor eigen ke-j : nilai akar ciri (eigen value) untuk komponen j λ j 4. Penentuan komponen utama penting, dengan dasar bila nilai akar ciri > 1 atau bila persentase keragaman kumulatif mencapai 80%. 5. Penghitungan koefisien korelasi (factor loading), dengan rumusan: L ij = Aλ......(23) 0.5 j di mana: L ij : matrix loading (koefisien korelasi) antara peubah asal x ke-i dengan PCA ke-j A : matrix eigen (matrix yang elemen-elemen merupakan elemen vektor eigen : matrix akar nilai akar ciri (eigen value) ke-j λ j 0.5 6. Rotasi koefisien korelasi berdasarkan persamaan: L * = LT...(24) di mana: L* : matrix loading (korelasi) yang telah dirotasi L : matrix loading asal T : matriz orthogonal dengan sifat T T=I I (matrix Identitas) atau matrix ortogonal yang merotasi matrix L 7. Penghitungan koefisien pembobot (characteristic vector) persamaan: a dengan ' j ( R λ ji) a j = 0...(25) di mana: R : matrix korelasi λ j : nilai akar ciri (eigen value) untuk komponen ke-j I : matrix identitas yang berordo sama : koefisien pembobot untuk komponen ke-j a j 8. Penentuan skor komponen utama Z, dengan rumusan: Z = AX...(26)
di mana: Z : matrix PCA A : matrix akar ciri (nilai eigen) X : matrix data asal 38 Delapan tahapan tersebut dilakukan dengan bantuan PC, secara lengkap analisis komponen utama diuraikan pada Lampiran 1. c. Menentukan persamaan antara peubah respon dengan peubah prediktor yakni antara UHI dengan peubah prediktor hasil rotasi serta uji paramater baik konstanta maupun koefisien persamaan. Menghitung kontributusi dominan setiap peubah prediktor terhadap UHI, pada ke empat kota. Sehinga diperoleh gambaran tantang karakteristik setiap kota. d. Simulasi dan validasi, bertujuan untuk melihat kecenderungan UHI di masa mendatang yaitu tahun 2005, 2015 dan 2025. Untuk simulasi tahun 2005 dapat dilakukan sekaligus validasi dengan membandingkan antara nilai simulasi hasil dugaan yang didapatkan dari persamaan dengan hasil pengukuran (observasi lapang) pada lokasi dan tahun yang sama. Validasi dilakukan dengan cara visual dengan membandingkan nilai dugaan dengan nilai observasi pada sistem ordinat sumbu x dan y, serta ditentukan besarnya korelasi atau koefisien determinasi antara keduanya. Bila hasil validasi baik dicirikan oleh besarnya nilai korelasi atau koefisien determinasi maka persamaan terpilih dapat diaplikasikan dan direkomendasikan pada berbagai pihak terkait. Secara grafis uraian metodologi tujuan dua disajikan pada Gambar 7.
39 Penentuan Peubah Respon dan Prediktor UHI RTH KPop RTB KKdr (Y) (X 1 ) (X 2 ) (X 3 ) (X 4 ) Uji korelasi ya PCA dan Rotasi Varimax Peubah prediktor hasil rotasi tidak tidak Regresi Berganda Kontribusi prediktor terhadap UHI Simulasi dan Validasi ya Aplikasi dan Rekomendasi Gambar 7. Diagram alir kajian kontribusi RTH, kepadatan populasi, RTB dan kepadatan kendaraan terhadap UHI 3.3.3. Kajian Dampak UHI terhadap THI dan Neraca Energi Untuk mencapai tujuan ketiga, selain melakukan kajian terhadap dampak fenomena UHI terhadap indeks kenyamanan (THI dalam o C), dan neraca energi khususnya untuk latent heat flux atau menguapkan air ke atmosfer (fluks LE dalam Wm -2 ) dan sensible heat flux untuk memanaskan udara secara konveksi (fluks H dalam Wm -2 ). Untuk mendapatkan data THI diturunkan dari data kelembaban udara (RH) dan suhu udara mengikuti persamaan-persamaan sebagai berikut: 1. Pendugaan Kelembaban Relatif (RH)
40 Kelembaban udara ditentukan oleh jumlah uap air yang terkandung di dalam udara. Umumnya kelembaban udara dinyatakan dengan kelembaban relatif (RH), dengan persamaan: RH Keterangan: = e e a s 100 RH = Kelembaban relatif (%) e a = Tekanan uap aktual (kpa) e s = Tekanan uap jenuh (kpa)......(27) Tekanan uap jenuh (e s ) merupakan fungsi dari suhu udara (Allen, et.al,1998), secara empiris dapat dituliskan: 17.27T a e s = 0.6108exp...(28) Ta + 237.3 Keterangan: T a = Suhu udara ( o C) e s = Tekanan uap jenuh (kpa) Tekanan uap aktual (e a ) dapat dihitung dari titik embun (T d ) yang secara empiris dapat dituliskan sesuai persamaan 29, dengan T a diganti T d. 17.27T d e a = 0.6108exp...(29) Td + 237.3 2. Pendugaan THI (Temperature Humidity Index) Penentuan THI dapat ditentukan dari nilai suhu udara dan kelembaban (RH) dengan persamaan (Nieuwolt 1975): ( RH Ta ) THI = 0,8T a +...(30) 500 Keterangan: THI = Temperature Humidity Indeks ( o C) T a = Suhu udara ( o C) RH = Kelembaban relatif udara (%) 3. Pendugaan Neraca Energi Permukaan
41 Prosedur untuk mendapatkan neraca energi (lihat pada prosedur ekstraksi citra Landsat kanal 1,2 dan 3) menggunakan persamaan 4 hingga 16. Setelah radiasi netto didapatkan, dilanjutkan dengan penghitungan setiap bagian energi berturut-turut G (untuk memenasakan permukaan secara konduksi), H (untuk memanaskan udara secara konveksi) dan LE (untuk menguapkan air permukaan). 4. Penentuan Dampak UHI terhadap THI dan Neraca Energi Untuk mendapatkan bentuk hubungan dampak UHI terhadap THI dan neraca energi adalah dengan analisis regresi. Penentuan persamaan terpilih dengan melihat nilai koefisien determinasi dan standar deviasi model persamaan. Dilanjutkan simulasi dan validasi persaman untuk melihat kecenderungan nilai THI dan fluks LE dan H di masa mendatang (2015 dan 2025) sekaligus membandingkan output nilai dugaan dengan data observasi atau membandingkan dengan hasil penelitian lain untuk tahun 2005. Bila hasil validasi dianggap baik persamaan dapat diaplikasikan dan direkomendasikan kepada berbagai pihak terkait. Metodologi untuk mencapai tujuan ketiga secara grafis disajikan pada Gambar 8.
42 Kajian dampak UHI Peubah prediktor (X 1 ) Ekstrak nilai RH Ekstraks neraca energi Rumus THI Penentuan fluks LE dan H THI (Y 1 ) LE (Y 2 ) H (Y 3 ) Menentukan bentuk hubungan UHI dan THI serta LE dan H Persamaan terpilih tidak Simulasi dan Validasi ya Aplikasi dan Rekomendasi Gambar 8. Diagram alir dampak UHI terhadap THI, fluks LE dan H