BAB I PENDAHULUAN. Bagi negara berkembang, dimana terdapat labour surplus economy. suatu keunggulan. Di dalam meninjau jumlah penduduk sebagai modal

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

Kinerja Ekspor Nonmigas Bulan Februari 2011 Terus Menguat Menuju Pencapaian Target Ekspor

Analisis Perkembangan Industri

V. PERKEMBANGAN MAKROEKONOMI INDONESIA. dari waktu ke waktu. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi merupakan proses

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

BAB I PENDAHULUAN. Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Foreign Direct Investment (FDI) sebagai komponen yang meningkatkan

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010

I. PENDAHULUAN. moneter terus mengalami perkembangan. Inisiatif kerjasama mulai dikembangkan

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dapat diatasi dengan industri. Suatu negara dengan industri yang

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ekonomi terbesar di dunia pada tahun Tujuan pemerintah tersebut

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

IV. GAMBARAN UMUM INDIKATOR FUNDAMENTAL MAKRO EKONOMI NEGARA ASEAN+3

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

BAB I PENDAHULUAN. yang disebut perdagangan internasional. Hal ini dilakukan guna memenuhi

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

BAB I PENDAHULUAN. Dengan masih besarnya pengaruh Cina terhadap perekonomian dunia, maka

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

SIARAN PERS Pusat HUMAS Kementerian Perdagangan Gd. I Lt. 2, Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Telp: /Fax:

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan dan pariwisata atau dalam istilah tertentu pariwisata memimpin

BAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM Perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA) tahun ke tahun mengalami pertumbuhan yang sangat fluktuatif (Gambar 4.1).

Kinerja Ekspor Non-migas Awal 2011: Memberikan Sinyal Positif yang Berlanjut untuk Mencapai Target 2011

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

BAB V KESIMPULAN. Tulisan ini telah menunjukkan analisis terhadap alasan-alasan di balik peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

2 masing-masing negara masih berhak untuk menentukan sendiri hambatan bagi negara non anggota. 1 Sebagai negara dalam kawasan Asia Tenggara tentunya p

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. A. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Indonesia

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA PADA ACARA PERESMIAN PABRIK PT. INDO KORDSA, TBK JAKARTA, 06 JANUARI 2015

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menutup diri terhadap

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. setiap negara bertujuan agar posisi ekonomi negara tersebut di pasar internasional

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemasaran barang dan jasa. Dalam merebut pangsa pasar, kemampuan suatu

Kinerja Ekspor Nonmigas Periode Juli 2011 Tetap Kuat, Namun Perlu Mewaspadai Pelemahan Perekonomian Global

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk salah satu negara yang sedang berkembang yang dalam

BAB I PENDAHULUAN. kebangkitan kembali sektor manufaktur, seperti terlihat dari kinerja ekspor maupun

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

Perekonomian Suatu Negara

Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

BAB I PENDAHULUAN. cara yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

P D R B 7.24% 8.50% 8.63% 8.60% 6.52% 3.05% -0.89% Sumber : BPS Kepulauan Riau *) angka sementara **) angka sangat sementara

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari kegiatan perdagangan antar negara. Perdagangan antar negara

CUPLIKAN LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011, TANGGAL 20 MEI 2011 TENTANG

Herdiansyah Eka Putra B

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini hampir semua negara-negara di dunia menganut sistem pasar bebas

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi suatu negara merupakan salah satu tolak ukur untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

BAB I PENDAHULUAN. dari negara-negara maju, baik di kawasan regional maupun kawasan global.

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

Ekspor Bulan Juni 2011 Mencapai Rekor Baru Mendukung Tercapainya US$ 200 Miliar Tahun 2011

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu bangsa. Industrialisasi dapat diartikan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian Indonesia pernah mengalami goncangan besar akibat krisis

BAB I PENDAHULUAN. Entrepreneurship capital..., Eduardus Chrismas P., FE UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara sebagian anggota masyarakat internasional masuk dalam blokblok

I. PENDAHULUAN. Isu globalisasi sering diperbincangkan sejak awal tahun Globalisasi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagi negara berkembang, dimana terdapat labour surplus economy jumlah penduduk yang tinggi sebagai sumber daya manusia diharapkan menjadi suatu keunggulan. Di dalam meninjau jumlah penduduk sebagai modal pembangunan, masalah pertumbuhan ekonomi tidak bisa diabaikan. Antara dinamika jumlah penduduk dan proses pertumbuhan ekonomi terdapat hubungan timbal balik yang sangat erat. Hubungan tersebut dicerminkan dalam hal bahwa penduduk merupakan faktor dinamika pokok pertumbuhan ekonomi di satu pihak dan proses pertumbuhan ekonomi memberikan pengaruh aktif terhadap dinamika bersarnya penduduk di lain pihak, sehingga pada saat tertentu akan terjadi suatu keseimbangan rasional antara jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Pengaruh yang berarti dari pertumbuhan penduduk terhadap suatu perekonomian diberikan oleh penduduk yang berperan sebagai sumber-sumber tenaga kerja. Dalam pengertian ini tinggi rendahnya kualitas tenaga kerja akan sangat mempengaruhi kualitas perekonomian suatu daerah, khususnya produktivitas dari output yang dihasilkannya. Produktivitas tenaga kerja di suatu daerah dapat dilihat melalui keadaan nilai produksi daerah yang diperoleh dari perbandingan nilai PDRB (harga konstan) dengan jumlah tenaga kerja yang bekerja sesuai dengan lapangan usaha yang ada di daerah yang bersangkutan. Berdasarkan data yang diperoleh dari laporan Kajian Regional Ekonomi Sumatera Utara Triwulan III Tahun 2015, didapati jumlah tenaga kerja di Sumatera Utara pada tahun 2015 meningkat sekitar 1,4% dibanding tahun lalu. 1

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) tercatat meningkat dari 67,07% menjadi 67,28%. Berdasarkan lapangan kerja utama yakni dalam peningkatan Perdagangan, Rumah Makan, dan Akomodasi serta Kategori Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan. Hal tersebut sejalan dengan kinerja kategori perdagangan, penyediaan akomodasi dan makan minum serta jasa-jasa dalam PDRB Sumut yang masih tumbuh positif. Sumber: BPS, diolah Gambar 1.1 Perkembangan Ketenagakerjaan Sumut Melihat kebelakang ketika krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada awal Juli 1997, yakni melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, menyebabkan harga-harga naik drastis. Banyak perusahaan-perusahaan dan pabrik-pabrik yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara besarbesaran. Jumlah pengangguran meningkat dan bahan-bahan sembilan bahan pokok semakin langka. Sejak terjadinya krisis ekonomi, Indonesia terus berusaha melakukan berbagai bentuk reformasi dalam ekonomi dalam rangka pemulihan kondisi perekonomian di Indonesia yang terbilang cukup panjang dan menyita perhatian 2

dunia. Di masa depan, reformasi struktural tetap penting guna memperkuat daya saing, meningkatkan sentimen investor dan prospek lapangan kerja, serta pertumbuhan. Dalam peningkatan produktivitas, sumber daya manusia memegang peranan utama yang menguntungkan bagi suatu daerah, karena teknologi dan produksi merupakan hasil karya manusia. Produktivitas dapat diartikan secara sederhana dengan peningkatan kualitas dan kuantitas, bisa juga diartikan bekerja secara efektif dan efisien. Karena itu antara produktivitas, efektif, efisien, dan kualitas sangat berdekatan artinya. Sumber-sumber ekonomi yang digerakkan secara efektif memerlukan keterampilan organisatoris dan teknis sehingga mempunyai tingkat hasil guna yang tinggi. Artinya, hasil ataupun output yang diperoleh seimbang dengan masukan (sumber-sumber ekonomi) yang diolah (Sinungan, 1995). Keterbukaan ekonomi sendiri berarti terciptanya hambatan yang minimum, memegang arti penting bagi perkembangan sektor-sektor ekonomi (Tambunan, 2004). Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong perekonomian berbagai negara di dunia semakin menyatu. Keterbukaan perdagangan luar negeri dan keterbukaan finansial adalah akibat dari keterbukaan perekonomian ini. Keterbukaan perdagangan luar negeri menggambarkan semakin berkurangnya hambatan perdagangan antarnegara dan semakin tingginya pangsa perdagangan. Sedangkan keterbukaan finansial menggambarkan semakin lancarnya aliran modal masuk atau ke luar negeri. Semakin terbuka suatu daerah (dalam konteks ekspor dan impor) maka semakin tinggi pula tingkat investasi serta aliran barang dan jasa pada daerah tersebut. Hubungan khusus antara sumber daya tenaga kerja, modal, dan sumber daya daerah akan terkoordinasi secara sempurna oleh mekanisme 3

pasar di mana perdagangan memainkan peran utamanya sebagai multiplier effect dalam pertumbuhan ekonomi daerah. Secara teori keterbukaan ekonomi menjanjikan keuntungan bagi semua negara yang terlibat di dalamnya. Keuntungan dari perdagangan internasional di antaranya berupa pembukaan akses pasar yang lebih luas, pencapaian tingkat efisiensi dan daya saing ekonomi yang lebih tinggi, serta peluang penyerapan tenaga kerja yang lebih besar. Sementara itu, keterbukaan di sektor finansial dapat mendorong masuknya modal asing (capital inflow), serta mempercepat terjadinya akumulasi modal dan transfer teknologi (Salvatore, 1997). Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang telah lama menerapkan sistem perekonomian terbuka. Hal ini terbukti dari keikutsertaan Indonesia dalam beberapa kesepakatan kawasan perdagangan bebas atau free trade agreement, salah satu di antaranya adalah ASEAN Free Trade Area (AFTA) pada 28 Januari 1992 di Singapura pada saat berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV. Kesepakatan yang dibentuk oleh negaranegara ASEAN untuk menciptakan suatu zona perdagangan bebas dengan tujuan meningkatkan daya saing ekonomi negara-negara ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi pasar dunia, untuk menarik investasi dan meningkatkan perdagangan antar anggota ASEAN. Adanya AFTA telah memberikan kemudahan kepada negara-negara ASEAN untuk memasarkan produk-produk mereka di pasar ASEAN dibandingkan dengan negara-negara non- ASEAN. 4

Untuk pasar Indonesia, kemampuan negara-negara ASEAN dalam melakukan penetrasi pasar kita bahkan masih lebih baik dari China. Hal ini terlihat dari kenaikan pangsa pasar ekspor negara ASEAN ke Indonesia yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan pangsa pasar China di Indonesia. Pada tahun 2001 pangsa pasar ekspor negara-negara ASEAN di Indonesia mencapai 17,6 persen. Implementasi AFTA telah meningkatkan ekspor negara-negara ASEAN ke Indonesia. Akibatnya, pangsa pasar ASEAN di Indonesia meningkat dengan tajam. Dan pada tahun 2005 pangsa pasar negara-negara ASEAN di Indonesia mencapai 29,5 persen. Keterbukaan ekonomi kian menjanjikan pertumbuhan dalam perekonomian di Indonesia, kemudian dilanjutkan dengan beberapa kesepakatan lainnya seperti ASEAN China FTA (ACFTA), ASEAN Korea FTA (AKFTA), ASEAN Australia dan New Zealand (AANZFTA), ASEAN India FTA (AIFTA), ASEAN Jepang CEP (AJCEP) dan Indonesia Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA). Sistem perekonomian terbuka yang dijalankan di Indonesia ditandai dengan adanya perpindahan arus barang dan jasa (ekspor-impor) serta modal/investasi dan atau portofolio sehingga secara langsung akan berpengaruh kepada sistem perekonomian dunia. Keterbukaan dalam perdagangan dan arus masuk penanaman modal asing memberikan dampak besar pada pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Arus penanaman modal asing ke negara-negara emerging Asia telah meningkat pesat sejak awal tahun 1990-an. Namun demikian, kenaikan aliran modal masuk penanaman modal asing ke Indonesia masih relatif terbatas. Sebagai bentuk aliran modal yang bersifat jangka panjang dan relatif 5

tidak rentan terhadap gejolak perekonomian, aliran masuk penanaman modal asing sangat diharapkan untuk membantu mendorong pertumbuhan investasi yang berkelanjutan di Indonesia. Penanaman modal asing telah diakui sebagai faktor yang meningkatkan pertumbuhan dalam penerimaan investasi negara tuan rumah. Investasi asing bukan hanya mengalirkan modal tetapi juga memperkenalkan teknologi canggih yang dapat meningkatkan kemampuan teknologi perusahaan sehingga menghasilkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan bagi tenaga kerja sendiri seperti dalam penelitian Temenggung (2006), pengetahuan teknologi baru dapat digunakan di negara manapun untuk memproduksi dengan lebih efisien atau barang dengan kualitas tinggi. Spillovers tersebut meningkatkan produktivitas tenaga kerja dari negara yang mengadopsinya. Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Penanaman Modal dan Promosi (BPMP) Provinsi Sumut Investasi asing di Sumatera Utara masih mendominasi dibandingkan investasi dalam negeri dan nilainya terus mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun, di antaranya seperti negara Singapura, negara lain yang mendominasi menanamkan investasinya di provinsi ini yaitu Malaysia dengan total investasi Rp 2,52 triliun, kemudian Jepang Rp1,73 triliun berdasarkan data investasi asing pada tahun 2015. Sementara untuk total investasi PMA yang sudah masuk mencapai Rp 11,74 triliun, sementara untuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) hanya sebesar Rp 3,09 triliun. Berdasarkan sektornya, hingga September 2015, investasi pembangkit listrik menjadi penopang utama nilai realisasi terutama pada kuartal I/2015 dan kuartal III/2015. Untuk PMA, sektor tersebut meraup total investasi 6

Rp2,42 triliun, di bawah industri kimia Rp4,86 triliun. Sementara itu, untuk PMDN, realisasi investasinya mencapai Rp562,61 miliar, di bawah industri kimia Rp1,56 triliun. Selain listrik, realisasi investasi industri kimia juga cukup diminati baik investasi baru maupun ekspansi. Dewi mencontohkan, banyak investor yang berminat terhadap pengolahan CPO, karet dan kopi. Selain peranan Investasi asing yang meningkat, kebijakan berupa peningkatan efisiensi, persaingan dan orientasi ekspor membuat peranan ekspor juga meningkat. Sebelum pertengahan tahun 80-an, migas merupakan primadona ekspor Indonesia, sehingga peranan minyak bumi dan gas Indonesia sangat menonjol dalam perdagangan internasional. Seiring waktu, ketergantungan Indonesia pada ekspor minyak bumi dan gas dari tahun ke tahun semakin berkurang, ini dikarenakan adanya penurunan harga minyak pada tahun 1982 yang menimbulkan masalah neraca pembayaran. Sehingga pemerintah mulai mendorong ekspor non-minyak bumi, terutama ekspor produk industri manufaktur yang tidak memiliki daya saing di pasar internasional. Kebijakan penurunan persentase tarif nominal yang menyangkut semua kategori dan perombakan perdagangan dengan pemberian kesempatan kepada eksportir untuk memperoleh input dengan harga internasional (Wie, 1994). Hubungan positif antara kegiatan ekspor dan produktivitas dari beberapa negara menunjukkan adanya hubungan langsung. Dengan kata lain, ini dapat menunjukkan adanya self-selection di dalam pasar ekspor yang berati hanya perusahaan lebih produktif yang mampu untuk melakukan ekspor ke dalam pasar ekspor atau terdapat dampak learning-byexporting, yaitu perusahaan yang melakukan ekspor dapat memperoleh manfaat 7

berupa pengetahuan baru dan keahlian setelah memasuki pasar ekspor dan meningkatkan produktivitasnya dibandingkan rata-rata perusahaan di bidang industri yang sama. Keterbukaan Sumatera Utara terhadap pasar perdagangan berdasarkan kinerja ekspor dapat dikatakan cukup tinggi dengan total perdagangan mencapai >70% dari output yang dihasilkan. Namun, semakin menurunnya pangsa dari aktivitas perdagangan terhadap perekonomian menjadi hal yang perlu diperhatikan karena menurunnya keterbukaan perdagangan dapat berpengaruh pada kapabilitas industri pada masa mendatang. Daerah yang lebih terbuka memiliki kecenderungan untuk menangkap teknologi terbaru dari negara/daerah lain dengan lebih cepat. Selain itu, keterbukaan perdagangan turut mendorong adanya efisiensi seiring dengan kompetisi yang berasal dari pasar domestik maupun internasional. Beberapa studi justru menyatakan bahwa keterbukaan perdagangan berpengaruh signifikan bagi pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Seiring dengan terjadinya penurunan keterbukaan perdagangan, produktivitas ekspor juga mengalami stagnasi pasca era commodity boom yang terjadi hingga sebelum tahun 2012. Stagnannya produktivitas ekspor terutama disebabkan oleh menurunnya produktivitas ekspor luar negeri dan stagnannya ekspor antar daerah. Penurunan produktivitas ini juga tercermin dari pertumbuhan ekonomi yang cenderung melambat. 8

Gambar 1.2 Openess to Trade dan Export Productivity Sumatera Utara Gambar 1. 3 Klasifikasi Teknologi Ekspor Sumut Berdasarkan jumlahnya, perusahaan industri besar dan sedang di Sumatera Utara didominasi oleh Industri Makanan, Minuman dan Tembakau (43%), Industri Kimia, Batu Bara, Karet dan Plastik (20%) serta Industri Kayu dan Perabot Rumah Tangga (13%). Produk industri dikelompokkan berdasarkan klasifikasi United Nations Industrial Development Organization (Slamet, 1997), yaitu: produk berbasis sumber daya, produk industri berteknologi rendah, produk industri berteknologi menengah dan produk industri berteknologi tinggi. Dari 9

hasil pengklasifikasian tersebut, produk industri di Sumatera Utara diklasifikasikan sebagai industri dengan ketergantungan teknologi moderat dengan kapabilitas industri yang rendah. Rendahnya kapabilitas industri Sumut disebabkan oleh dominasi produk berbasis sumber daya alam sehingga teknologi pengolahan dan nilai tambah yang dihasilkan relatif terbatas. Produk unggulan Sumut yang didominasi oleh produk berbasis sumber daya alam sangat bergantung pada perkembangan industri manufaktur mitra dagang. Seiring dengan menurunnya industri manufaktur negara mitra dagang, daya saing produk unggulan relatif mengalami penurunan di pasar global, kecuali produk tembakau dan alkohol. Di tengah penurunan daya saing, Sumut justru memiliki tingkat konsentrasi ekspor yang cenderung meningkat meski masih dalam level yang cukup rendah. Pelaku usaha di Sumut justru meningkatkan nilai penjualan produk unggulan dibandingkan melakukan diversifikasi ekspor, meski secara permintaan dan harga sedang mengalami penurunan. Suatu konsekuensi yang cukup wajar mengingat kapabilitas industri yang ada saat ini memang cukup rendah sehingga belum memiliki kemampuan untuk menghasilkan produk turunan dengan kompleksitas teknologi yang lebih tinggi. Padahal, bagi kelompok negara berkembang, peningkatan penjualan produk baru maupun penjualan ke pasar baru sangat kritikal untuk mendorong perkembangan ekspor dan ketenagakerjaan dibandingkan dengan pendalaman pasar agar dapat bertahan di pasar global. Hal itu didasarkan pada tantangan hambatan perdagangan yang lebih dinamis dibandingkan dengan negara maju, baik dari sisi efisiensi penetrasi pasar, sumber 10

daya yang lebih terbatas, kebijakan perdagangan dan lainnya. Dengan demikian, dukungan dari pemerintah dibutuhkan agar pelaku industri mau mendobrak pasar industri melalui produk berteknologi yang dihasilkan secara efisien agar mampu bersaing di pasaran. Saat ini Indonesia sedang berada pada Era Pasar Bebas Asean yang memungkinkan intensitas lintas modal, barang, jasa dan sumber daya manusia semakin tinggi dan persaingan tenaga kerja menjadi sangat terbuka secara regional/ internasional; dengan potensi aneka masalah, friksi dan konflik. Untuk itu kita harus mempersiapkan diri menghadapi pasar bebas tersebut dengan cara memperbaiki dan menggali lagi sumber daya manusia maupun sumber daya alam supaya dapat bersaing dengan negara Asia Tenggara lainnya. Permasalahan pada tahun 2016 adalah kesiapan bangsa indonesia menghadapi pasar bebas asean, Agar tidak banyak SDM Indonesia yang menganggur atau kalah bersaing dengan SDM asing. Dalam mengkaji tentang hubungan antara keterbukaan ekonomi dengan produktivitas tenaga kerja De'murger (2000), dalam penelitiannya menyelidiki hubungan antara FDI dan pertumbuhan di 24 provinsi China selama 1985-1996, memperkirakan sistem persamaan di mana baik pertumbuhan dan FDI secara bersamaan ditentukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa FDI memberikan kontribusi positif dan signifikan terhadap pertumbuhan PDB, dan bahwa pertumbuhan GDP masa lalu membantu menjelaskan FDI. Adanya hubungan dua arah antara FDI dan pertumbuhan pada tingkat nasional di Cina juga ditemukan dalam penelitian Zhang (1999). 11

Sama halnya dengan penelitian DaCosta dan Carroll (2001) yang menemukan peran positif keterbukaan perdagangan dalam menentukan tingkat pertumbuhan regional di Cina. Dalam studi mereka variabel keterbukaan juga menangkap efek dari faktor-faktor lain (seperti FDI dan UKM) yang mempromosikan pertumbuhan yang lebih cepat di daerah tertentu. Yao dan Zhang (2001), dengan menggunakan kerangka data panel, menemukan bahwa transportasi dan keterbukaan dua variabel yang memiliki efek signifikan pada pendapatan daerah di Cina. Hu dan Owen (2003) menunjukkan pola yang sangat beragam dari pembangunan ekonomi daerah dan berbagai tingkat keterbukaan di seluruh provinsi di China sejak pertengahan 1980-an. Analisis regresi mereka menunjukkan bahwa efek spillover dari perdagangan dan FDI sangat terlokalisasi, baik di dalam provinsi atau di sub-kelompok regional. Wang dan Gao (2003) pertama membangun komponen eksogen keterbukaan untuk FDI dan perdagangan berdasarkan atribut geografis dan budaya provinsi Cina, dan kemudian menggunakannya untuk mendapatkan variabel instrumental (VI) perkiraan dampak FDI dan perdagangan pada pendapatan dan pertumbuhan. Mereka menemukan efek positif dari FDI pada pendapatan dan pertumbuhan. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini merupakan replikasi penelitian yang dilakukan oleh Yanqing Jiang (2011) dimana penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan data panel dinamis untuk menguji dampak keterbukaan pada pertumbuhan produktivitas tenaga kerja di provinsi Cina selama periode 1984-2008 untuk melihat adakah hubungan antara keterbukaan ekonomi yang diukur dengan aliran masuk penanaman modal asing dan keterbukaan 12

perdagangan yang terdiri dari ekspor dan impor terhadap produktivitas tenaga kerja. Maka penelitian ini berjudul: Analisis Pengaruh Keterbukaan Ekonomi Terhadap Produktivitas Tenaga Kerja Di Sumatera Utara 1.2 Rumusan Masalah Dengan demikian permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja? 2. Apakah keterbukaan perdagangan berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai jawaban atas rumusan masalah yang dipaparkan di atas yaitu: 1. Untuk mengetahui pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap produktivitas tenaga kerja. 2. Untuk mengetahui pengaruh keterbukaan perdagangan terhadap produktivitas tenagakerja. 1.3.2 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut: 1. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan pemerintah baik itu pusat maupun daerah, mengenai 13

faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja suatu daerah. Di samping itu menjadi pertimbangan bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan ekonomi daerahnya. 2. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi perusahaan sebagai pembuat kebijakan terkait dengan masalah investasi luar negeri yang masuk ke dalam perusahaannya. 3. Bagi akademisi, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah wawasan, pengetahuan, referensi, acuan pembanding dan bahan masukan dalam penelitian selanjutnya terutama penelitian yang berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja dan diharapkan penelitian berikutnya dapat menyempurnakan kelemahan dalam penelitian ini. 4. Bagi peneliti, melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi peneliti dalam disiplin ilmu yang peneliti ditekuni. 14