I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pertumbuhan ekonomi di wilayah perkotaan dan pedesaan yang tidak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

Antar Kerja Antar Daerah (AKAD)

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI MIGRASI KE PROVINSI DKI JAKARTA SEBAGAI BAGIAN DARI INVESTASI SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) HAIRUL H

PERTUMBUHAN PENDUDUK 1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Propinsi (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tujuan utama pembangunan ekonomi di negara berkembang adalah

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung

BAB I PENDAHULUAN. yang dilaksanakan oleh sejumlah negara miskin dan negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. positif. Migrasi dianggap sebagai proses alami di mana surplus tenaga kerja

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat menggambarkan bahwa adanya peningkatan

VIII. SIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis deskripsi, estimasi dan simulasi kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. Luas keseluruhan dari pulau-pulau di

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SOLUSI MASALAH IBU KOTA JAKARTA. Sebuah Pemikiran Alternativ dari Perspektif Demografi Sosial

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

Visi, Misi Dan Strategi KALTIM BANGKIT

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang, Indonesia dihadapkan pada berbagai. dari tahun ke tahun, hal tersebut menimbulkan berbagai masalah bagi

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP TINGKAT MIGRASI KE PROPINSI DKI JAKARTA OLEH MOCHAMAD HENRY KURNIAWAHYUDI H

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan, BPS (2007). Kemiskinan dipengaruhi oleh berbagai fakor antara lain,

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah (regional development) pada dasarnya adalah

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. DESKRIPSI PERKEMBANGAN MIGRASI, PASAR KERJA DAN PEREKONOMIAN INDONESIA. penting untuk diteliti secara khusus karena adanya kepadatan dan distribusi

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB 2 ANALISIS LINGKUNGAN MAKRO

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

BAB I PENDAHULUAN. pada kebijakan kependudukan. Dinamika kependudukan yang terjadi karena adanya dinamika

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengenai faktor-faktor yang tidak hanya berasal dari faktor demografi saja

BAB VI PENUTUP. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh ketimpangan

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

GAMBARAN UMUM PROVINSI DKI JAKARTA Keadaan Geografis dan Kependudukan

BAB I PENDAHULUAN. Isu mengenai ketimpangan ekonomi antar wilayah telah menjadi fenomena

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (self balance), ketidakseimbangan regional (disequilibrium), ketergantungan

2

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pembangunan adalah kenyataan fisik sekaligus keadaan mental (state

PEDESAAN DAN KEPENDUDUKAN. Oleh Agustina Bidarti, S.P, M.Si. dan M. Arby, S.P., M.Sc

BAB I PENDAHULUAN. telah resmi dimulai sejak tanggak 1 Januari Dalam UU No 22 tahun 1999

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Thomas Maltus mengatakan dalam bukunya yang berjudul Essay on the

PREVALENSI BALITA GIZI KURANG BERDASARKAN BERAT BADAN MENURUT UMUR (BB/U) DI BERBAGAI PROVINSI DI INDONESIA TAHUN Status Gizi Provinsi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses di mana Pemerintah

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk Indonesia saat ini diperkirakan sekitar 1,2

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencakup berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan masalah klasik yang belum tuntas terselesaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PENGARUH PDB DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP KEMISKINAN DI INDONESIA PERIODE

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

BAB I PENDAHULUAN. Mobilitas penduduk tentunya mempunyai kaitan yang sangat erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengartikan pembangunan ekonomi. Secara tradisional, pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kerja. Biasanya semakain tinggi pertumbuhan ekonomi cenderung

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

PERTEMUAN 5 : Ir. Darmawan L. Cahya, MURP, MPA

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusiinstitusi

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK

BAB 1 PENDAHULUAN. kemakmuran antar daerah. Namun kenyataan yang ada adalah masih besarnya distribusi

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

SUPPLY-SIDE ECONOMICS DAN PERTUMBUHAN EKONOMI BABEL Sebuah Tinjauan Teoritis dan Proposal Tahun Investasi di Babel

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data

BERITA RESMI STATISTIK

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di wilayah perkotaan dan pedesaan yang tidak seimbang menimbulkan berbagai dampak positif dan negatif yang seharusnya mendapat perhatian serius dari pemerintah dan berbagai pihak, terutama dikaitkan dengan isu kemiskinan dan pemerataan. Salah satu isu yang sering disoroti adalah tingginya arus migrasi terutama desa ke kota yang semakin meningkat intensitasnya (Sunario, 1999). Dalam mencapai tujuan di bidang ekonomi secara efisien mengharuskan adanya alokasi sumberdaya secara optimal, baik sumberdaya modal (seperti gedung, uang, mesin), sumberdaya manusia dan sumberdaya alam. Migrasi adalah salah satu bentuk realokasi sumberdaya modal manusia. Seperti halnya sumberdaya modal, sumberdaya manusia cenderung memilih ke daerah yang memberikan imbalan relatif lebih tinggi. Penawaran akan suatu keahlian di suatu wilayah relatif tinggi terhadap permintaan yang ada, sehingga balas jasa untuk pemilik keahlian itu menjadi rendah. Dengan mutu yang sama, orang tersebut dapat memperoleh balas jasa yang lebih tinggi apabila ia pindah ke daerah lain yang permintaan akan jasanya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan penawaran yang ada di daerah asalnya (Artika, 2003). Pembangunan yang tidak seimbang dan disparitas antar daerah menyebabkan perpindahan penduduk yang dapat menimbulkan masalah baik di daerah yang ditinggalkan maupun daerah yang dituju. Daya tarik kota seperti, kesempatan memperoleh pendidikan, pekerjaan, wiraswasta dan penawaran jasa

2 lainnya, sebagai bagian dari proses modernisasi, merupakan komponen yang dapat memotivasi sehingga memperbesar arus perpindahan itu baik untuk tujuan menetap, sementara, atau mungkin perpindahan sirkuler (Artika, 2003). Selain itu menurut Hauser et al (1985) arus penduduk dari desa ke kota sebagian besar akibat daya tarik upah yang lebih tinggi berkat daya produksi yang lebih tinggi di kota. Penggunaan teknologi pada abad XX untuk pembangunan ekonomi ternyata melahirkan tata industri yang bersifat padat modal bukan yang bersifat padat karya, sehingga kebijakan ini cenderung mendorong buruh petani ke perkotaan. Di bidang industri ternyata mengalami keterbatasan penyerapan tenaga kerja. Dengan demikian, mungkin saja arus penduduk dari desa ke kota tetap berjalan terus dan semakin cepat, sementara kesempatan kerja di kota tetap terbatas sehingga akan menimbulkan permasalahan. Menurut Todaro dan Smith (2004), kebijakan yang dijalankan pada dekade yang lalu, yang lebih mengutamakan modernisasi industri, kecanggihan teknologi, dan pertumbuhan metropolis, jelas telah menciptakan ketimpangan geografis dalam penyebaran kesempatan atau peluang-peluang ekonomi, sekaligus menjadi penyebab utama perpindahan secara besar-besaran penduduk desa ke kota yang terus menerus. Kebijakan pemerintah sering kali bias kota, yaitu dengan lebih mementingkan investasi industri dan mengabaikan sektor pertanian. Pemerintah mementingkan investasi industri untuk bidang sarana umum yang dibangun di kota dengan alasan kota adalah pusat kegiatan ekonomi (Manning dan Effendi, 1985). Sektor non pertanian di pedesaan hampir tidak berkembang, keadaan sebaliknya bisa terjadi di perkotaan, yaitu luasnya kesempatan untuk dapat

3 bekerja di sektor non pertanian. Hal ini membuat adanya keterkaitan masyarakat desa pergi ke kota untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan penghasilan yang lebih tinggi yang tidak diperoleh selama mereka tinggal di desa (Suharso, 1994). Migrasi umumnya dilakukan untuk memperbaiki taraf hidup secara ekonomi. Salah satu daya tarik kota yaitu banyaknya peluang kerja di luar sektor pertanian. Adanya migrasi desa kota berakibat pada pergeseran mata pencaharian penduduk dari sektor pertanian ke sektor non pertanian di kota (Erwindo et al, 1992) Menurut Manning dan Effendi (1985), migrasi desa-kota merupakan suatu faktor utama yang mendorong pesatnya pertumbuhan kota di negara berkembang. Namun dalam hal ini migrasi yang terlalu cepat dan tidak teratur menyebabkan penduduk desa yang berbondong-bondong mencari pekerjaan di kota mengalami kekecewaan karena besarnya jumlah mereka yang mencari pekerjaan itu sendiri. Hal ini akan membuat persaingan di antara mereka ditambah dengan persaingan dari penduduk kota. Para migran yang berasal dari desa rata-rata umumnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan keterampilan yang dimiliki juga terbatas. Tapi adanya persaingan di dunia kerja mengharuskan mereka untuk memiliki kemampuan yang lebih dari orang lain. DKI Jakarta merupakan kota yang menarik bagi para pengangguran di desa untuk mengadu nasib. Meskipun hidup mereka dalam keterbatasan namun mereka tetap yakin bahwa dirinya lebih baik berada di kota dari pada sebelumnya di desa. Meskipun pendapatan yang mereka dapatkan kecil tapi itu lebih baik dibandingkan dengan pendapatan mereka di desa. Selain itu, maraknya gengsi atau aktualisasi diri yang merasa hebat ketika mereka berada di kota

4 menyebabkan masyarakat desa cenderung pindah ke kota. Berbagai masalah mulai timbul akibat semakin tingginya tingkat kepadatan penduduk di Jakarta. Salah satu masalah fisik yang dihadapi adalah adanya rumah liar dan pemukimanpemukiman kumuh yang hadir di Jakarta. Bagi pelaku mobilitas penduduk, kota besar seperti Jakarta merupakan daerah tujuan utama bagi mereka. Pada tahun 1990 hingga 2000 migran masuk DKI Jakarta mengalami peningkatan sebesar 380.875 jiwa atau naik sebesar 12,13 persen. Namun pada tahun 2005 migran masuk DKI Jakarta turun sebesar 448.313 jiwa atau sekitar 14,5 persen. Selain karena turunnya angka fertilitas, migrasi keluar DKI Jakarta (utamanya ke kota-kota sekitarnya) diperkirakan menjadi faktor utama penurunan tingkat migrasi ini dan terlihat dalam jumlah migran keluar Jakarta meningkat sebesar 198.066 jiwa dari tahun 2000 ke 2005 atau sebesar 10,7 persen (BPS, 2010). Tabel 1.1. menjelaskan bahwa meski jumlah migran keluar DKI Jakarta tiap lima tahun meningkat namun jumlah migran masuk DKI Jakarta masih cukup tinggi yaitu sebesar 3.072.238 jiwa pada tahun 2005. Hal ini semakin menunjukkan bahwa tujuan utama bagi pelaku mobilitas penduduk adalah DKI Jakarta. masuk seumur hidup ke DKI Jakarta pada tahun 2005 di dominasi oleh mereka yang berasal dari Jawa Tengah (41,47 persen), Jawa Barat (24,21 persen), dan Jawa Timur (9,83 persen). Selanjutnya, tiga provinsi di Pulau Sumatra, yaitu Sumatra Utara, Sumatra Barat dan Sumatra Selatan juga memberikan kontribusi yang besar pada migran masuk seumur hidup ke DKI Jakarta.

5 Tabel 1.1. Masuk dan Keluar DKI Jakarta Menurut Tempat Lahir (Lifetime s), 1990, 2000, dan 2005 dalam jiwa Tempat Lahir/ Tempat Tinggal sekarang Sumatra utara Sumatra Barat Masuk 1990 2000 2005 Keluar Masuk Keluar Masuk Keluar 200.135 14.096 230.137 19.640 174.847 20.456 154.485 15.107 152.966 16.485 141.249 24.354 Riau 22.237 11.992 24.179 22.329 26.968 17.006 Sumatra 93.088 16.752 65.565 11.955 56.174 19.502 Selatan Lampung 24.184 16.954 52.293 17.582 55.818 15.439 Prop. Lain 34.855 11.798 80.274 13.967 39.096 7.537 di Sumatra Jawa Barat 859.938 794.987 924.020 1.515.672 743.558 1.680.538 Jawa 1.139.985 67.492 1.277.549 85.250 1.274.304 99.986 Tengah DIY 90.339 19.342 126.889 25.692 124.229 30.863 Jawa Timur 301.476 34.710 355.270 46.852 302.093 56.339 Bali 9.027 3.535 10.007 8.487 4.779 6.487 Nusa 21.248 3.422 26.378 4.639 15.200 9.026 Tenggara Kalimantan 88.722 17.343 85.368 22.993 87.672 22.517 Sulawesi 80.031 16.604 86.804 18.812 14.816 18.766 Maluku+ 19.926 7.036 22.852 6.309 11.435 5.914 Irja Jumlah 3.139.676 1.051.170 3.520.551 1.836.664 3.072.238 2.034.730 Sumber: BPS (1992, 2001, 2006) Selain jumlah migrasi masuk Jakarta yang masih relatif besar, kepadatan penduduk Provinsi DKI Jakarta juga semakin padat. Dari Tabel 1.2. dapat dilihat bahwa pada tiap lima tahun kepadatan penduduk DKI Jakarta semakin meningkat sehingga menjadikan Jakarta sebagai provinsi terpadat dibandingkan dengan provinsi lain yang ada di Indonesia.

6 Tabel 1.2. Distribusi Kepadatan Penduduk Menurut Provinsi, 2000, 2005 dan 2010 (per km 2 ) Provinsi Kepadatan Penduduk (per km 2 ) 2000 2005 2010 Aceh 68 78 77 Sumatra utara 160 169 178 Sumatra Barat 101 106 115 Riau 45 52 64 Sumatra Selatan 68 73 81 Lampung 194 201 219 DKI Jakarta 12.592 13.344 14.440 Jawa Barat 1.010 1.126 1.216 Jawa Tengah 952 982 987 DIY 996 1.049 1.102 Jawa Timur 727 757 784 Bali 545 601 673 Nusa Tenggara Barat 199 208 242 Nusa Tenggara Timur 81 90 96 Kalimantan Barat 27 28 30 Kalimantan Tengah 12 12 14 Kalimantan Selatan 69 75 94 Kalimantan Timur 11 12 17 Sulawesi Utara 131 139 164 Gorontalo 68 75 92 Sulawesi Tengah 35 36 43 Sulawesi Selatan 153 85 172 Sulawesi Tenggara 48 51 59 Maluku 25 27 33 Papua 5 7 9 Sumber: BPS, 2010 1.2. Perumusan Masalah Salah satu masalah di bidang kependudukan di Indonesia adalah penyebaran penduduk dan tenaga kerja yang tidak merata. Disatu pihak Pulau Jawa memiliki kepadatan penduduk yang sangat tinggi, sementara itu beberapa daerah lain seperti Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan dan Pulau Irian Jaya memiliki kepadatan penduduk yang jarang. Tidak meratanya penyebaran

7 penduduk dan tenaga kerja antar daerah di Indonesia ini akan memengaruhi laju pembangunan di masing-masing daerah. Di sisi lain, keterlambatan dan ketidakmerataan pembangunan ekonomi di daerah luar Jakarta mengakibatkan masyarakat daerah bermigrasi ke Jakarta untuk mencari pendapatan yang lebih tinggi. Akibatnya terjadi kepadatan penduduk dan pengangguran yang tinggi di Jakarta. Dampak kepadatan dan pengangguran ini menimbulkan berbagai masalah, baik masalah sosial maupun masalah ekonomi, diantaranya kriminalitas meningkat, pemukiman kumuh timbul dimana-mana, kemacetan tinggi, menurunnya tingkat pelayanan dan prasarana perkotaan, yang pada akhirnya mengurangi tingkat kesejahteraan penduduk Jakarta. Besarnya jumlah penduduk yang melakukan migrasi ke Jakarta tidak terlepas dari kelemahan pembangunan di daerah luar Jakarta. Hal ini terlihat dari rendahnya tingkat upah di daerah dibandingkan dengan tingkat upah di Jakarta. Pertumbuhan jumlah migrasi ke Jakarta setiap tahun yang relatif besar di dorong oleh keinginan untuk memperbaiki kesejahteraan hidup di Jakarta sementara jumlah lapangan kerja tak mampu lagi menyerap lapangan kerja. Setiap tahun DKI kedatangan sekitar 200.000-250.000 penduduk baru yang masuk bersama pemudik pasca lebaran yang sangat besar (Dinas Kependudukan, 2005). Sedangkan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah tidak bertambah, bahkan sebaliknya, terutama ketersediaan lapangan pekerjaan. Jumlah migrasi masuk ke DKI Jakarta relatif paling tinggi dibandingkan dengan wilayah provinsi lainnya. Jumlah penduduk DKI Jakarta murni pada tahun 2005 sebesar 8.860.000 jiwa, namun jika ditambah dengan para tenaga kerja dari sekitar Jakarta bisa mencapai 12 juta orang. Jumlah migran yang masuk tahun 2005

8 sebesar 3.072.238 jiwa. Padahal pertumbuhan penduduknya yang murni sangat rendah yaitu 0,17 persen per tahun, dilihat dari kepadatan penduduk Jakarta menempati posisi tertinggi yaitu 13.344 orang per kilometer persegi pada tahun 2005 (BPS, 2010) Pada tahun 2010 jumlah penduduk DKI Jakarta murni sebesar 9.588.200 jiwa, meningkat dari tahun 2005 yang mencapai 728.200 jiwa. Adapun mengenai laju pertumbuhan penduduk masih relatif rendah yaitu sebesar 1,39 persen per tahun. Dilihat dari kepadatan penduduk Jakarta pada tahun 2010, sebesar 14.440 orang per kilometer persegi yang tetap menempati posisi tertinggi dalam tingkat kepadatan penduduk (BPS, 2010). Di sisi tingkat UMR daerah DKI Jakarta memiliki peringkat paling tinggi dibandingkan provinsi lainnya di Indonesia yaitu sebesar Rp 1.118.009. Sedangkan jumlah seluruh Pendapatan Regional Domestik Bruto sebesar 862.158.910 rupiah pada tahun 2010 (BPS, 2010). Berdasarkan uraian di atas, maka ada permasalahan yang menarik untuk dikaji lebih lanjut, yaitu faktor-faktor ekonomi dan non ekonomi apakah yang mendorong penduduk untuk melakukan migrasi ke DKI Jakarta. 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dibahas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi migrasi ke DKI Jakarta sebagai bagian dari investasi sumber daya manusia.

9 1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik bagi penulis maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan. Manfaat yang diharapkan tersebut antara lain adalah: 1. Bagi pemerintah atau instansi pengambil keputusan terkait diharapkan dapat memberikan masukan dan bahan pertimbangan baik dalam perencanaan maupun dalam pengambilan keputusan terkait dengan efisiensi penyebaran penduduk dan tenaga kerja ke DKI Jakarta. 2. Bagi pembaca diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan masukan dalam penelitian-penelitian selanjutnya. 3. Bagi penulis diharapkan dapat menjadi tempat untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan sekaligus menambah pengalaman selama menuntut ilmu di Institut Pertanian Bogor.