BAB I PENDAHULUAN. Havinghurst (dalam Hurlock, 1999) menyatakan bahwa individu dewasa

dokumen-dokumen yang mirip
PERBEDAAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING ANTARA WANITA MENOPAUSE YANG BEKERJA DAN TIDAK BEKERJA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. dimulai dari masa anak-anak, remaja, dewasa, dan usia lanjut. Setiap peristiwa

BAB I. Masa madya merupakan periode yang panjang dalam rentang kehidupan. manusia. Gallagher, Lachman, Lewkowictz, & Peng (2001), menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. hubungan yang baik antara dirinya dan lingkungan (Kristiyani, 2001). Penyesuaian diri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan hal yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menopause merupakan masa berhentinya menstruasi yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan. Pada permulaan hidup perubahan itu kearah pertumbuhan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan. Seseorang yang usia lanjut akan mengalami adanya perubahan yang. pada remaja, menstruasi dan menopause pada wanita

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh karyawan lebih dari sekedar kegiatan yang berhubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Peningkatan usia harapan hidup bangsa Indonesia diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BABI PENDAHULUAN. menjelang saat-saat kematian, rasa cemas kerap kali singgah dalam diri manusia.

BAB I PENDAHULUAN. pada wanita paruh baya. Kadar FSH dan LH yang sangat tinggi dan kadar

BAB I PENDAHULUAN. Wanita karir didefinisikan sebagai wanita yang berkecimpung dalam kegiatan

BAB I. yang pasti dihadapi dan harus dilalui dalam perjalanan hidup normal. seorang wanita dan suatu proses alamiah. Berdasarkan hasil studi

BAB I PENDAHULUAN. adalah datangnya menopause. Menopause merupakan keadaan biologis yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang dapat dicapai oleh individu. Psychological well-being adalah konsep keberfungsian

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena melajang pada era modern ini menjadi sebuah trend baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. cantik, tidak lagi bugar dan tidak lagi produktif. Padahal masa tua

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu akan mengalami perubahan pada dirinya baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak tahu kehidupan macam apa yang akan dihadapi nanti (Rini, 2008). Masa

`BAB I PENDAHULUAN. akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Perkembangan bukan sekedar

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita

Ditandai dg penurunan kekuatan fisik & daya ingat Dibagi dlm 2 bagian :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

Hubungan Pengetahuan Tentang Menopause Dengan Tingkat Stres Pada Wanita Usia Subur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. bekerja. Tanggapan individu terhadap pekerjaan berbeda-beda dengan

Eni Yulianingsih F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

DESAIN SISTEM PAKAR IDENTIFIKASI GEJALA MENOPAUSE ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Masa menopause merupakan suatu transisidimana ditandai. perubahan siklus menstruasi yang sebelumnya regular, siklik, bisa

1. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Tahapan siklus kehidupan manusia, mulai dari bayi, kanak-kanak, remaja,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Diagnosis menopause dibuat setelah terdapat amenorea sekurang kurangnya satu

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. dan ini dapat dijadikan petunjuk terjadinya menopause. Ada 3 periode menopause,

Fase Penuaan KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA. Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun)

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERBEDAAN KECEMASAN DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE ANTARA IBU BEKERJA DENGAN IBU TIDAK BEKERJA

BAB 1 PENDAHULUAN. menurut WHO meliputi: usia pertengahan (45 59 tahun), lanjut usia (60 74

BAB I PENDAHULUAN. beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Menopause merupakan suatu tahap kehidupan yang dialami. wanita yang masih dipengaruhi oleh hormon reproduksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. tahap-tahap perkembangan mulai dari periode pranatal sampai pada masa usia lanjut

BAB I PENDAHULUAN. Pada perjalanan kehidupan, manusia berada dititik- titik yang berbeda dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

GAMBARAN KEPUASAN PERNIKAHAN PADA ISTRI YANG TELAH MENIKAH TIGA TAHUN DAN BELUM MEMILIKI ANAK KEUMALA NURANTI ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. umum dan pola hidup. Penelitian Agoestina, (1982) di Bandung (dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mengandung dan melahirkan adalah hal yang diharapkan dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Kekhawatiran ini berawal dari pemikiran bahwa dirinya akan menjadi tidak sehat,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. progresteron berkurang (Siswono, 2004). menyikapi perubahan itu secara negatif karena mereka tidak terima dengan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu akan melewati tahap-tahap serta tugas perkembangan mulai dari lahir

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. dengan bertambahnya usia. Semakin bertambahnya usia maka gerak-gerik, tingkah

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Masa Dewasa Madya Perkembangan Fisik, Kognitif, Karir dan Religiusitas. Psikologi Perkembangan Unita Werdi Rahajeng

BAB I PENDAHULUAN. Dampak perubahan tersebut salah satunya terlihat pada perubahan sistem keluarga dan

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

BAB I PENDAHULUAN. bekerja merupakan suatu kesempatan dimana seseorang dapat. mengembangkan dirinya, mencapai prestise, memperoleh suatu jabatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daripada psikologis yang berfungsi positif (Ryff, 1989).

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap pasangan yang telah menikah tentu saja tidak ingin terpisahkan baik

BAB I PENDAHULUAN. umur. Pada saat terjadi menopause, indung telur (ovarium) tidak berespon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan dan pertumbuhan adalah tahapan alami yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. upaya-upaya dalam rangka mendapatkan kebebasan itu. (Abdullah, 2007

Rina Setya Utami F

BAB I PENDAHULUAN. menopause seorang wanita akan mengalami gejala-gejala, baik gejala fisik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. yang menjadi perhatian individu (Moustafa, 2015). Kualitas hidup yang di

BAB 1 PENDAHULUAN. Menopause bukanlah suatu penyakit ataupun kelainan dan terjadi pada akhir siklus

Selamat Membaca dan Memahami Materi e-learning Rentang Perkembangan Manusia II Oleh Dr Triana Noor Edwina DS, M.Si

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

Hamilton Depression Rating Scale (HDRS)

BAB I PENDAHULUAN. lebih banyak dari pada penduduk berjenis kelamin laki-laki. Sejalan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan perkembangan seseorang, semakin meningkatnya usia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dewasa madya merupakan masa transisi dari dewasa awal menuju masa lanjut usia. Dewasa madya atau yang sering diistilahkan usia paruh baya dialami oleh individu yang berusia antara 40 sampai 60 tahun. Secara spesifik masa ini terbagi ke dalam dua subbagian, yaitu: usia madya dini yang membentang antara usia 40 hingga 50 tahun dan usia madya lanjut yang membentang antara usia 50 hingga 60 tahun (Hurlock, 1999). Havinghurst (dalam Hurlock, 1999) menyatakan bahwa individu dewasa madya memiliki sejumlah tugas perkembangan yang harus diselesaikannya sepanjang rentang kehidupan. Salah satu tugas perkembangan tersebut adalah penyesuaian terhadap perubahan fisik yang tentunya akan terjadi seiring dengan meningkatnya usia yaitu menopause yang terjadi pada wanita dan andropause pada pria (Papalia, Olds dan Feldman, 2007). Dibandingkan dengan menopause, andropause pada pria umumnya terjadi perlahan dan sangat lambat sehingga seringkali gejala fisik dan psikologis yang muncul tidak terlalu kelihatan ataupun terkadang bagi beberapa pria tidak menimbulkan gejala. Selain itu, Kebanyakan wanita relatif lebih sulit menyesuaikan diri terhadap perubahan pola hidup yang datang bersamaan dengan masa menopause dibandingkan pria (Hurlock, 1999). Menopause merupakan peristiwa alamiah yang pasti akan dialami setiap wanita dan tidak dapat dihindari. Namun bagi sebagian wanita, menopause 1

2 dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan. Kekhawatiran ini mungkin berawal dari pemikiran bahwa dirinya akan menjadi tidak sehat, tidak bugar, dan tidak cantik lagi. Munculnya kekhawatiran yang berlebihan itu menyebabkan wanita sulit menjalani masa ini. Pada masa ini, wanita memasuki masa transisi yaitu peralihan dari periode reproduktif menuju non-reproduktif dan wanita dapat dikatakan mengalami menopause bila siklus menstruasinya telah berhenti selama satu tahun (Kasdu, 2002). Usia wanita memasuki masa menopause cukup bervariasi antara usia 45 tahun sampai 55 tahun dengan rata-rata usia 51 tahun dan datangnya menopause juga merupakan pertanda terjadinya masa transisi yang biasanya diiringi dengan perubahan fisik dan psikologisnya (Jones, 2007). Perubahan yang terjadi selama masa transisi inilah yang membutuhkan penyesuaian dan tidak semua wanita dapat menyesuaikan diri dengan baik selama menopause. Menurut Ibrahim (2005) sebagian orang memandang menopause sebagai masa kritis karena pada masa ini wanita mengalami penurunan jumlah hormon estrogen yang nantinya akan menyebabkan perubahan-perubahan fisik yang bersifat eksternal. Perubahan-perubahan fisik yang bersifat eksternal dapat dilihat dari perubahan penampilan kewanitaan yang menurun seperti payudara tidak kencang, bibir dan kulit menjadi kering dan kurang halus, rambut beruban, menipis dan mudah rontok, selaput bening mata menjadi lebih kering, lekuk tubuh menjadi rata, dan tubuh relatif menjadi lebih gemuk (Maspaitella, 2006). Selain mengalami perubahan fisik, menurut Gulli (dalam Longe, 2002) beberapa wanita juga merasakan gejala-gejala fisik yang menyertai menopause seperti rasa panas (hot flush) yang biasanya terjadi pada leher, wajah serta bagian

3 atas dada, keluarnya keringat yang terlalu berlebih, sulit tidur, iritasi pada kulit, kekeringan vagina, mudah lelah, sakit kepala, dan jantung berdebar kencang. Perubahan dan gejala fisik yang terjadi ketika menopause seringkali juga disertai dengan beberapa gejala psikologis. Papalia (2007) mengungkapkan bahwa gejala-gejala psikologis yang muncul dapat meliputi stres, frustasi, dan adanya penolakan terhadap menopause. Hurlock (1999) juga menyatakan bahwa pada masa menopause wanita menjadi lebih mudah tersinggung, tertekan, gelisah, gugup, kesepian, tidak sabar, gangguan konsentrasi, tegang, cemas, bahkan depresi. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Maartens (dalam Novi & Ross 2007) yang menyatakan bahwa dari hasil self report yang berkaitan dengan depressed mood pada wanita menopause ditemukan bahwa 36% wanita premenopause, 47% wanita perimenopause, dan 46% postmenopause mengalami depressed mood. Penelitian yang dilakukan oleh Robertson (dalam Christiani, 2000) di Menopause Clinic Australia juga menemukan bahwa dari 300 pasien usia menopause terdapat 31,3 % pasien mengalami kecemasan dan depresi. Kecemasan dan depresi yang dialami wanita menopause umumnya berkaitan dengan kesulitan-kesulitan emosi yang mereka alami pada saat menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan hormon dan psikologis yang terjadi selama menopause (Becker, Orr, Weizman, 2007). Simptom depresi yang terjadi selama menopause berkaitan juga dengan sikap yang negatif terhadap menopause yang berujung pada rendahnya harga diri pada wanita. Wanita yang memiliki sikap negatif terhadap menopause seperti merasa tua, kurang menarik, dan tidak

4 nyaman dengan gejala menopause yang muncul seringkali dikaitkan dengan munculnya banyak keluhan selama menopause dibandingkan dengan wanita dengan sikap positif. Begitu juga wanita dengan harga diri yang rendah menunjukkan penyesuaian diri yang lebih sulit terhadap menopause dibandingkan dengan wanita dengan harga diri yang tinggi. Mereka lebih sering mengalami kecemasan terkait dengan gejala-gejala menopause. Selain itu, mereka juga kurang percaya diri dan lebih sering mengeluhkan berbagai perubahan yang terjadi pada dirinya (Lee, Kim, Park, Yang, Ko, dan Joe 2010). Berger (1999) mengungkapkan bahwa saat ini masih banyak orang yang menganggap menopause sebagai suatu masalah terkait dengan munculnya berbagai gejala fisik dan psikologisnya. Bagi beberapa wanita yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan baik selama menopause, kondisi ini akan mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraannya. Kesejahteraan sering diistilahkan dengan well-being. Pimenta (2011) melalui hasil penelitiannya tentang menopause dan well-being pada 1003 wanita menopause menemukan bahwa depressive mood yang merupakan simptom menopause secara signifikan berkaitan dengan penurunan well-being seseorang. Selain itu stress dan pengalaman hidup yang negatif terkait krisis usia paruh baya juga memberi pengaruh yang besar terhadap well-being seseorang. Well-being sendiri diartikan sebagai fungsi optimal yang dimiliki individu (Ryan & Deci, 2001). Menurut Ryff (1989), well-being itu sendiri terkait dengan fungsi psikologi positif yang selanjutnya disebut sebagai psychological wellbeing. Psychological well-being merupakan realisasi dan pencapaian penuh dari

5 potensi individu dimana individu dapat menerima masa lalunya dengan segala kelebihan dan kekurangannya, menunjukkan sikap mandiri, mampu membina hubungan yang positif dengan orang lain, dapat menguasai lingkungannya, memiliki tujuan dalam hidup, serta mampu mengembangkan pribadinya. Menurut Keyes, Shmotkin & Ryff (2002), psychological well-being juga tidak hanya sebatas adanya kepuasan hidup dan keseimbangan antara afek positif dan negatif, namun juga berkaitan dengan pengalaman-pengalaman hidupnya. Psychological well-being pada seseorang dapat dilihat dari keenam dimensinya yaitu memiliki penerimaan terhadap diri sendiri, mandiri, memiliki hubungan yang positif dengan orang lain, penguasaan terhadap lingkungan, memiliki tujuan dan arti hidup serta mampu mengembangkan potensi dalam dirinya (Ryff dalam Papalia, 2007) Kenyataannya, tidak semua wanita yang mengalami menopause merasakan dampak negatif dari berbagai gejala fisik dan psikologis seperti yang disebutkan sebelumnya. Beberapa wanita menganggap menopause sebagai hal yang normal dalam hidupnya. Mereka justru menemukan kesenangan selama menopause, salah satunya dengan memperkuat benteng agama. Wanita menunjukkan perhatian yang lebih pada masalah agama dan persiapan menghadapi kematian (Ibrahim, 2002). Hal yang sama juga diungkapkan Lock (dalam Papalia, 2007) melalui penelitiannya terhadap wanita menopause yang menyatakan bahwa wanita-wanita jepang tidak menunjukkan penolakan terhadap menopause. Mereka memandang menopause sebagai masa perpaduan antara integritas, keseimbangan, kebebasan, dan kepercayaan diri.

6 Hal di atas menunjukkan bahwa beberapa wanita memiliki sikap yang positif terhadap menopause sehingga dapat menerima datangnya menopause dengan baik. Hal ini menunjukkan mereka memiliki psychological well-being yang baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Ryff (1995) yang mengungkapkan bahwa salah satu kriteria seseorang dapat dikatakan memiliki psychological wellbeing yang baik jika seseorang dapat menerima keadaan dirinya, dimana seseorang itu mampu mengakui dan menerima berbagai aspek dalam dirinya baik yang positif maupun negatif, memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, dan memandang positif kehidupan yang dijalani sekarang dan juga masa lalunya. Tingkat well-being pada tiap orang berbeda. Menurut Keyes, Ryff dan Shmotkin (2002) well-being setiap orang itu berbeda karena dipengaruhi oleh faktor usia, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi dan ciri kepribadian. Selain faktor yang telah disebutkan diatas, kepercayaan terhadap peran yang mereka jalankan juga memiliki pengaruh yang besar terhadap psychological well-being seseorang. Sollie dan Leslie (dalam Strong dan Devault, 1989) menjelaskan bahwa Peran yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari erat kaitannya dengan psychological well-being seseorang. Sebagain besar wanita yang menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga lebih menunjukkan gejala-gejala distress dan ketidakpuasan hidup dibandingkan dengan wanita yang bekerja. Hal ini dikarenakan peran sebagai ibu rumah tangga sering dikarakteristikkan sebagai pekerjaan yang rutin dan monoton. Kondisi ini terkadang membuat mereka bosan dan mengurangi kesempatan untuk menjalin hubungan yang lebih luas dengan orang yang berasal dari latar belakang yang berbeda (Berger, 1999).

7 Hal yang berbeda dirasakan wanita yang bekerja, bagi mereka yang memiliki pekerjaan yang memungkinkan baginya untuk mengembangkan diri dan karirnya merasakan kebahagiaan dan meningkatnya harga diri (Azar dan Vasudeva, 2006). Bekerja juga memungkin bagi wanita untuk menjalin hubungan yang lebih luas dengan orang-orang yang berbeda dalam dunia kerja. Seperti yang diungkapkan Berger (1999) yang menyatakan bahwa wanita menopause yang bekerja bisa berbagi solusi terhadap berbagai masalah seputar menopause dengan teman-teman kantornya hal ini memberikan kesempatan bagi wanita untuk memperluas komunikasi yang dapat membantu mereka mampu menangani berbagai masalah sehingga mengurangi resiko stres dan penyakit serta meningkatkan kepuasan diri dan pekerjaan. Selain itu bekerja juga membuat wanita dapat menjadi lebih mandiri dan tidak bergantung pada suami. Sejumlah peneliti yang mempelajari wanita pada paruh kehidupan juga telah menemukan bahwa pekerjaan memainkan peranan penting dalam kesehatan psikologis wanita (Baruch dan Barnett dalam Santrock, 2002). Kesehatan wanita selama masa menopause seringkali dipengaruhi oleh kepercayaan mereka akan peran-peran yang mereka yakini. Wanita menopause yang merasakan kepuasan dalam pekerjaanya dikaitkan secara positif dengan tidak adanya gejala-gejala somatic dan psikologis selama menopause. wanita bekerja juga menunjukkan sedikitnya gejala-gejala menopause yang dialaminya dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja (Dennerstein, Dudley, Guthrie, dan Barret, 2000; Lee, Kim, Park, Yang, Ko, dan Joe 2010).

8 Griffiths, MacLennan, & Wong, (2010) juga menyatakan bahwa wanita menopause yang bekerja lebih positif memandang datangnya menopause dan mampu menerima kondisinya dengan segala perubahan fisik dan psikologis. Mereka merasakan kepercayaan diri yang meningkat karena merasa masa ini merupakan pertanda mereka semakin matang dan dewasa serta dihormati oleh rekan kerja. Mereka juga menganggap menopause sebagai keadaan yang justru membuat mereka merasa bebas karena tidak direpotkan lagi dengan menstruasi setiap bulannya. Beberapa dari mereka juga merasa bahwa berhenti menopause bukanlah akhir dari segalanya tetapi merupakan tahapan yang menyenangkan karena mereka umumnya mereka memiliki karir yang bagus pada masa ini (Jones, 2007). Menurut Griffiths, MacLennan, & wong (2010) wanita bekerja umumnya mampu mandang positif aktivitas sehari-harinya dan keterlibatan mereka dengan rekan kerja lainnya. Hal ini juga mendorong mereka untuk merasa lebih yakin terhadap dirinya dan mampu menghadapi menopause dengan lebih baik. Selain itu, Carr (1996) melalui penelitiannya mengungkapkan bahwa kesuksesan dalam pekerjaan memberi pengaruh yang positif bagi psychological well-being khususnya tujuan hidup dan kondisi psikologisnya. Wanita yang memiliki kepuasan dengan pekerjaannya diusia paruh bayanya umumnya lebih mampu menyesuaikan diri dengan berbagai keadaan. Namun tidak demikian halnya bagi wanita yang tidak bekerja, mereka umumnya memiliki kualitas hidup yang lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang bekerja. Rendahnya kualitas hidup pada wanita menopause yang tidak bekerja bisa dikarenakan adanya perasaan

9 terjadinya perubahan sosial dalam hidupnya yang dikaitkan dengan penuaan dan perubahan pada tubuh yang dialaminya (Jacob, Hyland dan Ley, 2000). Kenyataannya tidak semua wanita yang bekerja merasakan hal positif, Beberapa wanita yang bekerja juga merasakan hal yang negatif terhadap menopause. Mereka beranggapan bahwa menopause dan simptom-simptomnya menyebabkan mereka malu, cemas, dan kehilangan kontrol dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Misalnya, munculnya rasa panas di tubuh saat bekerja ataupun saat berada disekitar rekan kerja membuat mereka merasa tidak nyaman dan kurang dapat fokus pada pekerjaan yang nantinya dapat berdampak pada kompetensi dan profesionalisme mereka dalam bekerja. Selain itu beberapa wanita yang bekerja juga mengalami simptom menopause lainnya seperti gangguan mood, mudah lelah, konsentrasi menurun, dan kemampuan mengingat yang berkurang sehingga membuat mereka kurang percaya diri dalam menunjukkan performanya saat bekerja (Griffiths, MacLennan, & Wong, 2010). Namun demikian, kondisi lingkungan kerja yang kondusif seperti rekan kerja, atasan, ruang kerja yang mendukung dapat membuat wanita bekerja menjadi lebih nyaman dan mampu menjalami masa ini dengan baik (Paul, 2003). Selain itu peran ganda sebagai ibu rumah tangga dan wanita bekerja juga dapat memberikan tekanan. Beberapa wanita usia madya masih memiliki anak yang belum dewasa sehingga mereka masih memiliki tanggung jawab sebagai ibu, istri dan wanita bekerja (Lindsay dalam Elgar & Chester, 2007). Berger (1999) mengungkapkan bahwa ketidakpuasan peran dikarenakan peran ganda ataupun ketidakmampuan untuk memenuhi peran utamanya inilah yang dapat menjadi

10 konflik dan menimbulkan berbagai tekanan yang akan menyulitkan wanita menopause saat bekerja. Akan tetapi, keberadaan suami yang bisa memahami berbagai perubahan fisik dan psikologis yang di alami selama masa menopause serta dukungan suami dan orang-orang di sekitar akan membantu wanita bekerja mengatasi berbagai masalah yang dihadapi sehingga mampu melewati masa ini dan menjalani kehidupan rumah tangga dan pekerjaannya dengan lebih baik Perubahan zaman saat ini telah mendorong terjadinya perubahan dalam bentuk keluarga. Sekarang ini banyak ditemukan bentuk keluarga dimana suami dan istri sama-sama bekerja di luar rumah. Terbukanya kesempatan bagi wanita untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik juga telah mendorong meningkatnya jumlah wanita yang terjun dalam dunia kerja.wanita yang bekerja umumnya termotivasi karena kebutuhan ekonomi. Tuntutan ekonomi yang begitu besar mendorong mereka bekerja agar dapat menambah penghasilan keluarga. Namun selain karena alasan ekonomi, sebagian besar wanita bekerja juga termotivasi karena alasan psikologis seperti harga diri dan kontrol diri. Alasan lainnya adalah dengan bekerja wanita mendapatkan dukungan sosial, pengakuan dan apresiasi dari tempatnya bekerja yang terkadang belum tentu mereka dapatkan di rumah (Hochschild dalam Strong & De Vault, dan Cohen 2011). Tidak bisa dipungkiri bahwa dengan bekerja, wanita juga mendapat dukungan sosial dari rekan kerjanya. Menurut Berger (1999) wanita yang bekerja dapat membentuk jaringan sosial yang mendukungnya dan bisa berbagi seputar masalah yang dihadapi salah satunya menopause. Orang-orang dalam lingkungan kerja seringkali juga memberikan berbagai informasi yang dapat membantu

11 wanita memandang menopause dengan lebih positif dibandingkan dengan wanita yang jauh dari dunia kerja dan semua waktunya dihabiskan hanya untuk menjadi istri dan ibu rumah tangga saja. Menariknya, wanita yang bekerja dilaporkan memiliki simptom menopause yang lebih sedikit dibandingkan dengan wanita yang hanya menjadi ibu dan istri saja pada masa dewasa madya. Selain itu adanya sense of control pada wanita bekerja dalam menyeimbangkan antara pekerjaan dan rumah tangga juga dapat membantu wanita untuk memandang hidupnya lebih positif sehingga mengarah pada kondisi psikologis yang lebih baik (Ahrens & Ryff, 2006). Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa menopause menimbulkan berbagai gejala fisik dan psikologis yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis (psychological well being) wanita. Kesejahteraan psikologis wanita menopause juga erat kaitannya dengan peran mereka. Beberapa wanita yang bekerja memilki kondisi psikologis yang lebih baik dibandingkan wanita yang hanya menjadi ibu rumah tangga. Namun, disisi lain beberapa wanita menopause yang bekerja juga mengeluhkan gejala menopause yang dapat mempengaruhi performa mereka dalam bekerja dan well-being. Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui apakah perbedaan psychological well-being pada wanita menopause ditinjau dari status bekerja.

12 B. RUMUSAN MASALAH Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini diajukan melalui pertanyaan: Apakah ada perbedaan psychological well-being pada wanita menopause ditinjau dari status bekerja? C. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan data secara langsung mengenai apakah ada perbedaan psychological well-being pada wanita menopause ditinjau dari status bekerja. D. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik yang bersifat teoritis maupun praktis 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang bersifat pengembangan ilmu psikologi, khususnya Psikologi Perkembangan mengenai psychological well-being pada wanita menopause ditinjau dari status bekerja dan dapat dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Beberapa manfaat praktis yang dapat diberikan dari penelitian ini: a. Memberi informasi mengenai gambaran psychological well-being wanita menopause dari sudut pandang wanita yang bekerja dan tidak bekerja.

13 b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan rujukan atau referensi untuk penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan psychological well-being. E. SISTEMATIKA PENULISAN Penelitian ini disajikan dalam beberapa bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB I :Pendahuluan berisikan uraian mengenai latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II :Landasan teori berisi teori-teori yang berkaitan dengan variabel yang diteliti dan hubungan antara variabel dan hipotesa penelitian. BAB III :Metode penelitian berisi uraian mengenai metodelogi penelitian yang terdiri dari: identifikasi variabel, definisi variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, prosedur penelitian, dan metode analisis data. BAB IV :Analisis data dan pembahasan yang berisi mengenai gambaran mengenai subjek penelitian, laporan hasil penelitian, hasil uji asumsi meliputi hasil uji asumsi normalitas dan homogenitas, hasil utama penelitian, dan pembahasan. BAB V : Kesimpulan dan saran yang berisi kesimpulan dari penelitian ini dan saran-saran untuk pengembangan penelitian dan saran praktis yang ditujukan bagi wanita.