BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI 3.1 Tempat dan waktu penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Metode pemupukan lanjutan

Respon Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba) terhadap Pemupukan Lanjutan (NPK)

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang dialami oleh setiap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. yang dihasilkan dari proses-proses biosintesis di dalam sel yang bersifat

I. PENDAHULUAN. Keinginan untuk berswasembada kedelai telah beberapa kali dicanangkan, namun

Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, April 2010, hlm ISSN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN

PENGAIRAN DAN PEMELIHARAAN SALURAN PENGAIRAN TANAMAN JAGUNG

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PEMBERIAN NITROGEN DAN KOMPOS TERHADAP KOMPONEN PERTUMBUHAN TANAMAN LIDAH BUAYA (Aloe vera)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN

TIGA PILAR UTAMA TUMBUHAN LINGKUNGAN TANAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang termasuk dalam famili Cruciferae dan berasal dari Cina bagian tengah. Di

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: pertumbuhan tanaman bayam cabut (Amaranthus

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman okra adalah sebagai berikut: Tanaman okra merupakan tanaman terna tahunan dengan batang yang tegak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pemberian Kotoran Kambing Terhadap Sifat Tanah. Tabel 4.1. Karakteristik Tanah Awal Penelitian

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

BAB. V HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan pada pemberian pupuk organik kotoran ayam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pengamatan dan analisis sidik ragam tinggi tanaman jagung hibrida

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

VII. KEHARAAN DAN PEMUPUKAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan

BAB VI PEMBAHASAN. lambat dalam menyediakan unsur hara bagi tanaman kacang tanah, penghanyutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman tumbuhtumbuhan,

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KARYA ILMIAH TENTANG. Oleh SUSI SUKMAWATI NPM

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman Jati. daun, luas daun, berat segar bibit, dan berat kering bibit dan disajikan pada tabel

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. menunjukan hasil pertumbuhan pada fase vegetatif. Berdasarkan hasil sidik ragam

III. BAHAN DAN METODE. laut, dengan topografi datar. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei 2015 sampai

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

HASIL DAN PEMBAHASAN

RESPON TANAMAN SAWI (Brassica juncea L.) TERHADAP PEMBERIAN KOMPOS SAMPAH KOTA

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

Volume 11 Nomor 2 September 2014

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil percobaan menujukkan bahwa pemberian sludge limbah tapioka dan pupuk

PENDAHULUAN BAHAN DAN METODE

MATERI DAN METODE. Urea, TSP, KCl dan pestisida. Alat-alat yang digunakan adalah meteran, parang,

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

PEMELIHARAAN TANAMAN I. PEMELIHARAAN TANAMAN MUDA

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

BAHAN METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (lampiran 7.1) menunjukkan

PELAKSANAAN PENELITIAN

PENGARUH PERBEDAAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT PADA TAHAP PRE NURSERY. Aang Kuvaini. Abstrak

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

KAJIAN PEMBERIAN KOMPOS BATANG PISANG DAN PUPUK NPK PADA PEMBIBITAN TANAMAN JATI

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

50,85 a B 50,98 b B. 53,32 b A

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Pertumbuhan tanaman jabon pada lahan dengan kondisi drainase baik, kondisi drainase buruk, dan kondisi di bawah naungan Pertumbuhan jabon pada kondisi drainase baik, kondisi drainase buruk, dan kondisi di bawah naungan diperoleh dari hasil pengukuran rata-rata tinggi, diameter, jumlah cabang, dan jumlah ruas jabon pada tiga kondisi lingkungan tersebut. Gambar 4 menyajikan perbandingan pertumbuhan tinggi jabon pada kondisi drainase baik, kondisi drainase buruk, dan kondisi di bawah naungan. Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa pertumbuhan tinggi rata-rata jabon pada kondisi drainase baik adalah sebesar 980 cm; (n = 5), dan pada kondisi drainase buruk tinggi rata-rata jabon sebesar 578 cm; (n = 5), sedangkan pada kondisi di bawah naungan tinggi rata-rata jabon hanya mencapai 193 cm; (n = 5). Diperoleh hasil pertumbuhan tinggi tanaman jabon pada kondisi drainase buruk 59 %, dan pada kondisi di bawah naungan hanya 20 % terhadap pertumbuhan tingi jabon pada kondisi drainase baik. Gambar 4 Diagram Perbandingan Pertumbuhan Tinggi Jabon (Anthocephalus cadamba) pada Kondisi Drainase Baik, Kondisi Drainase Buruk, dan Kondisi di Bawah Naungan dengan (n = 5). Gambar 5 menyajikan perbandingan pertumbuhan diameter jabon pada kondisi drainase baik, kondisi drainase buruk, dan kondisi di bawah naungan.

Pada kondisi drainase baik, pertumbuhan rata-rata diameter jabon sebesar 20 cm; (n = 5), pada kondisi drainase buruk pertumbuhan rata-rata diameter jabon adalah sebesar 13,65 cm; (n = 5), sedangkan pada kondisi di bawah naungan pertumbuhan rata-rata diameter jabon hanya mencapai 2, 43 cm; (n = 5). Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa pertumbuhan rata-rata diameter jabon pada kondisi lahan dengan drainase baik lebih tinggi bila dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata diameter jabon pada kondisi drainase buruk dan kondisi di bawah naungan. Pertumbuhan diameter jabon pada kondisi drainase buruk 68 %, dan pada kondisi dibawah naungan 12 % terhadap pertumbuhan diameter jabon pada kondisi drainase baik. Gambar 5 Diagram Perbandingan Pertumbuhan Diameter Jabon (Anthocephalus cadamba) pada Kondisi Drainase Baik, Kondisi Drainase Buruk, dan Kondisi di Bawah Naungan dengan (n = 5). Perbandingan pertumbuhan jumlah cabang tanaman jabon pada kondisi lahan dengan drainase baik, kondisi drainase buruk, dan kondisi di bawah naungan dapat dilihat pada Gambar 6. Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa pertumbuhan rata-rata jumlah cabang jabon pada kondisi drainase baik adalah sebesar 34; (n = 5), sedangkan pada kondisi drainase buruk besarnya pertumbuhan rata-rata jumlah cabang jabon mencapai 38; (n = 5), dan pada kondisi di bawah naungan besar pertumbuhan rata-rata jumlah cabang jabon hanya mencapai 4; (n = 5). Pada kondisi drainase baik pertumbuhan jumlah cabang jabon mencapai 113

% terhadap pertumbuhan jumlah cabang jabon pada kondisi drainase baik, dan pada kondisi di bawah naungan pertumbuhan jumlah cabangnya 93 % terhadap pertumbuhan jumlah cabang jabon pada kondisi drainase baik. Pertumbuhan rata-rata jumlah ruas pada kondisi drainase baik, kondisi drainase buruk, dan kondisi di bawah naungan disajikan pada Gambar 7. Berdasarkan Gambar 7, dapat dilihat bahwa pertumbuhan rata-rata jumlah ruas jabon pada kondisi drainase baik adalah sebesar 29; (n = 5), dan pada kondisi drainase buruk pertumbuhan rata-rata jumlah ruas jabon sebesar 33; (n = 5), sedangkan pada kondisi di bawah naungan besarnya pertumbuhan rata-rata jumlah ruas jabon adalah 27; (n = 5). Pertumbuhan rata-rata jumlah ruas jabon pada kondisi drainase buruk lebih besar apabila dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata jumlah ruas pada kondisi drainase baik dan pada kondisi di bawah naungan. Pada kondisi drainase buruk pertumbuhan jumlah ruasnya 144 % terhadap pertumbuhan jumlah ruas jabon pada kondisi drainase baik, dan pada kondisi di bawah naungan pertumbuhan jumlah ruas jabon hanya 11 % terhadap pertumbuhan jumlah ruas jabon pada kondisi drainase baik. Gambar 6 Diagram Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Cabang Jabon (Anthocephalus cadamba) pada Kondisi Drainase Baik, Kondisi Drainase Buruk, dan Kondisi di Bawah Naungan dengan (n = 5).

Gambar 7 Diagram Perbandingan Pertumbuhan Jumlah Ruas Jabon (Anthocephalus cadamba) pada Kondisi Drainase Baik, Kondisi Drainase Buruk, dan Kondisi di Bawah Naungan dengan (n = 5). 5.1.2 Pertumbuhan tinggi tanaman jabon pada kondisi drainase buruk Hasil sidik ragam (Tabel 2) menunjukkan bahwa pemupukan lanjutan tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan tinggi tanaman jabon pada kondisi drainase buruk, pada taraf uji 0,05. Tinggi tanaman jabon A 0, A 1, dan A 2 pada awal pengukuran berturut-turut adalah 311,67 cm; (n = 30), 345 cm; (n = 30), dan 317,5 cm; (n = 30). Tinggi tanaman jabon A 0, A 1, dan A 2 pada akhir pengukuran berturut-turut adalah 347,53 cm; (n = 30), 385,83 cm; (n = 30), dan 366,5 cm; (n = 30). Tabel 2 Hasil sidik ragam pengaruh dosis pupuk lanjutan terhadap pertumbuhan tinggi tanaman jabon (Anthocephalus cadamba) pada kondisi drainase buruk Sumber Keragaman Db Jk KT F-Hit Pr > F Model 2 20509,2062 10254,6031 1,15 ns 0,3215 Error 87 775944,9720 8918,9077 Total 89 796454,1782 Keterangan: ns = tidak berpengaruh nyata pada taraf uji F 0,05.

Gambar 8 Diagram Pertumbuhan Tinggi Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba) pada Kondisi Drainase Buruk (n = 30). Gambar 8 menyajikan pertumbuhan tinggi tanaman jabon pada kondisi drainase buruk setiap pengamatan. Pengamatan pertumbuhan tinggi dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 8 minggu (5 kali pengukuran). Gambar 8 menunjukkan bahwa (A 0 ) perlakuan kontrol, (A 1 ) NPK dosis 100 gram, dan (A 2 ) NPK dosis 150 gram. Peningkatan tinggi pada tanaman kontrol (A 0 ) pada minggu ke-2 adalah sebesar 15,67 cm, peningkatan tinggi pada pengukuran minggu ke 4 adalah 19,33 cm, peningkatan tinggi pada minggu ke-6 sebesar 27,23 cm, dan peningkatan tinggi pada minggu ke-8 adalah sebesar 35,86 cm. Peningkatan tinggi jabon perlakuan A 1 pada pengukuran minggu ke-2 adalah 17,97 cm, peningkatan tinggi pada minggu ke-4 adalah 23,9 cm, peningkatan tinggi pada minggu ke-6 sebesar 32,03 cm, dan peningkatan tinggi A 1 pada pengukuran minggu ke-8 adalah sebesar 40,8 cm. Peningkatan tinggi tanaman A 2 pada minggu ke-2 adalah sebesar 22,77 cm, peningkatan tinggi pada minggu ke-4 adalah sebesar 29,23 cm, peningkatan tinggi pada minggu ke-6 sebesar 39,63 cm, dan peningkatan tinggi pada minggu ke-8 adalah sebesar 49 cm. 5.1.3 Pertumbuhan Diameter tanaman jabon pada kondisi drainase buruk Pengaruh pemupukan lanjutan terhadap pertumbuhan diameter tanaman jabon pada kondisi drainase buruk dapat dilihat pada Tabel 3. Pengamatan pertumbuhan diameter dilakukan setiap 1 bulan sekali, sehingga pengukuran

pertumbuhan diameter yang dilakukan selama 8 minggu sebanyak 3 kali pengukuran diameter tanaman jabon. Tabel 3 Hasil sidik ragam pengaruh pupuk lanjutan terhadap pertumbuhan diameter tanaman jabon (Anthocephalus cadamba) pada kondisi drainase buruk Sumber Keragaman Db Jk KT F-Hit Pr > F Model 2 35,4985383 17,7492691 3,28* 0,0424 Error 87 471,1952121 5,4160369 Total 89 506,6937504 Keterangan: * : perlakuan berpengaruh nyata pada taraf uji F 0,05. Hasil sidik ragam pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pemberian pupuk lanjutan memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter tanaman jabon pada kondisi drainase buruk, pada taraf uji 0,05. Untuk mengetahui perlakuan yang terbaik maka dilakukan uji Duncan (Tabel 4). Tabel 4 Hasil uji Duncan pengaruh pemberian pupuk lanjutan terhadap pertumbuhan diameter tanaman jabon (Anthocephalus cadamba) pada kondisi drainase buruk Perlakuan Diameter (cm) Peningkatan terhadap kontrol (%) A0 (0 gr) 6,6580 b 0 A1(100 gr) 8,1257 a 22,04 A2 (150 gr) 6,9926 ab 5,02 Keterangan: huruf sama dibelakang angka menunjukkan pengaruh yang tidak berbeda nyata pada taraf uji F 0,05. Berdasarkan hasil uji Duncan pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa perlakuan pupuk NPK dengan dosis 100 gram (A 1 ) menghasilkan rata-rata pertumbuhan diameter yang paling besar yaitu 8,12 cm jika dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pupuk NPK dengan dosis 0 gram (A 0 ) menghasilkan rata-rata pertumbuhan diameter terkecil yaitu 6,67 cm sedangkan pemberian pupuk NPK dengan dosis 150 gram (A 2 ) menghasilkan rata-rata pertumbuhan diameter sebesar 6,99 cm. Pada Tabel diatas dapat ditunjukkan bahwa perlakuan dosis NPK 0 gram (A 0 ) memberikan pengaruh nyata dengan perlakuan dosis NPK 100 gram (A 1 ) sedangkan perlakuan dosis NPK 0 gram (A 0 ) tidak memberikan pengaruh

nyata dengan perlakuan dosis NPK 150 gram (A 2 ). Tabel 4 juga menunjukkan bahwa perlakuan dosis NPK 100 gram (A 1 ) memberikan peningkatan terhadap kontrol tertinggi dibandingkan dengan kedua dosis NPK lainnya yaitu sebesar 22,04 % sedangkan pemberian pupuk NPK sebesar 150 gram (A 2 ) hanya memberikan peningkatan terhadap kontrol sebesar 5,02 %. Gambar 9 menyajikan pertumbuhan diameter tanaman jabon pada kondisi drainase buruk setiap pengamatan. Rata-rata diameter jabon perlakuan A 0, A 1, dan A 2 pada awal pengukuran berturut-turut adalah 6,58 cm; (n = 30), 7,78 cm; (n = 30), dan 6,64 cm; (n = 30). Rata-rata diameter jabon A 0, A 1, dan A 2 pada akhir pengukuran berturut-turut adalah 6,74 cm; (n = 30), 8,45 cm; (n = 30), dan 7,36 cm; (n = 30). Dari Gambar 9 dapat diketahui besarnya peningkatan pertumbuhan diameter jabon untuk perlakuan A 0, A 1, dan A 2 berturut-turut pada minggu ke-4 yaitu 0,06 cm, 0,35 cm, dan 0,34 cm. Dan peningkatan diameter tanaman perlakuan A 0, A 1, dan A 2 berturut-turut pada minggu ke-8 yaitu 0,16 cm, 0,67 cm, dan 0,72 cm. Gambar 9 Diagram Pertumbuhan Diameter Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba) pada Kondisi Drainase Buruk (n = 30). 5.1.4 Pertumbuhan jumlah ruas tanaman jabon pada kondisi drainase buruk Pengaruh pemberian pupuk lanjutan terhadap pertumbuhan jumlah ruas tanaman jabon pada kondisi drainase buruk ditunjukkan pada Tabel 5.

Pengamatan pertumbuhan jumlah ruas dilakukan setiap 1 bulan sekali, sehingga pengukuran pertumbuhan jumlah ruas tanaman jabon yang dilakukan selama 8 minggu sebanyak 3 kali pengukuran. Tabel 5 Hasil sidik ragam pengaruh pupuk lanjutan terhadap pertumbuhan jumlah ruas tanaman jabon (Anthocephalus cadamba) pada kondisi drainase buruk Sumber Keragaman Db Jk KT F-Hit Pr > F Model 2 7,2913580 3,6456790 0,50 ns 0,6093 Error 87 636,5555557 7,3167305 Total 89 643,8469137 Keterangan: ns = Perlakuan tidak berpengaruh nyata pada taraf uji F 0,05. Hasil sidik ragam pada Tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian pupuk lanjutan tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan jumlah ruas tanaman jabon pada kondisi drainase buruk pada taraf uji 0,05. Gambar 10 Diagram Pertumbuhan Jumlah Ruas Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba) pada Kondisi Drainase Buruk (n = 30). Gambar 10 menunjukkan pertumbuhan jumlah ruas tanaman jabon pada kondisi drainase buruk setiap pengamatan. Jumlah ruas tanaman jabon perlakuan A 0, A 1, dan A 2 pada awal pengukuran berturut-turut adalah 23; (n = 30), 22; (n = 30), dan 23; (n = 30). Sedangkan jumlah ruas tanaman perlakuan A 0, A 1, dan A 2

pada akhir pengukuran berturut-turut adalah 25; (n = 30), 25; (n = 30), dan 25; (n = 30). Dari Gambar 10 dapat diketahui besarnya rata-rata pertumbuhan jumlah ruas pada minggu ke-4 dan minggu ke-8. Pada minggu ke-4 peningkatan jumlah ruas pada tanaman A 0 adalah sebesar 1, begitu juga dengan tanaman A 1 dan A 2. Dan pada minggu ke-8 terjadi peningkatan jumlah ruas pada tanaman A 0, A 1, dan A 2 sebesar 2. 5.1.5 Pertumbuhan jumlah cabang tanaman jabon pada kondisi drainase buruk Pengaruh pemberian pupuk lanjutan terhadap pertumbuhan jumlah cabang tanaman jabon ditunjukkan pada Tabel 6. Pengamatan pertumbuhan jumlah cabang dilakukan setiap 1 bulan sekali, sehingga pengukuran pertumbuhan jumlah cabang tanaman jabon yang dilakukan selama 8 minggu sebanyak 3 kali pengukuran. Tabel 6 Hasil sidik ragam pengaruh pupuk lanjutan terhadap pertumbuhan jumlah cabang tanaman jabon (Anthocephalus cadamba) pada kondisi drainase buruk Sumber Keragaman Db Jk KT F-Hit Pr > F Model 2 116,780247 58,390123 1,75ns 0,1797 Error 87 2901,788889 33,353895 Total 89 3018,569136 Keterangan: ns = tidak berpengaruh nyata pada taraf uji F 0,05. Hasil sidik ragam pada Tabel 5 menunjukkan bahwa pemberian pupuk lanjutan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan jumlah cabang tanaman jabon pada kondisi drainase buruk pada taraf uji 0,05.

Gambar 11 Diagram Pertumbuhan Jumlah Cabang Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba) pada Kondisi Drainase Buruk (n = 30). Gambar 11 menunjukkan pertumbuhan jumlah cabang tanaman jabon pada kondisi drainase buruk setiap pengamatan. Jumlah cabang tanaman perlakuan A 0, A 1, dan A 2 pada awal pengukuran berturut-turut adalah 16; (n = 30), 17; (n = 30), dan 16; (n = 30). Dan pada akhir pengukuran, jumlah cabang tanaman perlakuan A 0, A 1, dan A 2 berturut-turut adalah 16; (n = 30), 17; (n = 30), dan 16; (n = 30). Dari Gambar 11 dapat diketahui besarnya peningkatan jumlah cabang tanaman jabon pada minggu ke-4 dan minggu ke-8. Pada minggu ke-4 terjadi peningkatan jumlah cabang pada tanaman A 0, A 1, dan A 2 masing-masing sebesar 1; 2; dan 1. Sedangkan pada minggu ke-8 peningkatan jumlah cabang yang terjadi pada tanaman A 0, A 1, dan A 2 berturut-turut adalah 0; 2; dan 0. Pada minggu ke-8 jumlah cabang tidak mengalami peningkatan jumlah tetapi mengalami penurunan jumlah cabang. Penurunan jumlah cabang terjadi dengan sendirinya pada tanaman jabon karena tanaman jabon memiliki keunikan dapat melakukan pemangkasan sendiri secara alami (self pruning).

A B C Gambar 12 Kondisi Tanaman Jabon Sebelum Pemupukan (A), Serangan Kepik pada Pucuk Jabon (B), dan Serangan Ulat pada Daun Jabon (C) pada Lahan dengan Kondisi Drainase Buruk. A B Gambar 13 Pohon Jabon (Anthocephalus cadamba) pada Kondisi Drainase Baik (A) dan Pohon Jabon di bawah Naungan (B). Gambar 13 adalah perbandingan pohon jabon pada kondisi drainase baik dan pohon jabon di bawah naungan. Jabon pada kondisi drainase baik memiliki rata-rata tinggi sebesar 980 cm; (n = 5) sedangkan pohon jabon di bawah naungan rata-rata tingginya hanya mencapai 193 cm; (n = 5). Tanaman jabon pada kondisi drainase baik ditanam dengan sistem tumpang sari dengan jarak tanam 3 x 3, tanaman tumpang sari yang ditanam adalah talas dan singkong. Kedalaman air tanah pada kondisi drainase baik adalah ± 100 cm dari permukaan tanah. Beberapa tanaman jabon tumbuh di bawah naungan pohon salam (Eugenia

polyantha), nangka (Artocarpus heterophyllus), rambutan (Nephelium lappaceum), menteng (Baccaurea racemosa) dan melinjo (Gnetum gnemon), yang sudah ada pada saat jabon belum ditanam, namun jumlahnya tidak banyak. Tabel 7 merupakan hasil pengukuran kedalaman air tanah pada kondisi drainase buruk yang diukur pada empat sumur di setiap sudut lokasi penelitian. Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui kedalaman air tanah pada lubang ke-1 adalah 15 cm, kedalaman air tanah pada lubang ke-2 adalah 20 cm, kedalaman air tanah pada lubang ke-3 adalah 30 cm, dan kedalaman air tanah pada lubang ke-4 adalah 20 cm. Sehingga diperoleh rata-rata kedalaman air tanah pada kondisi drainase buruk sebesar 21,25 cm; (n = 4). Tabel 7 Kedalaman air pada kondisi drainase buruk (kebun I) No Kedalaman (cm) Lubang 1 15 Lubang 2 20 Lubang 3 30 Lubang 4 20 Rata-rata 21,25 5.2 Pembahasan Untuk meningkatkan produktivitas tegakan dalam kegiatan pengusahaan tanaman kehutanan seperti jabon (Anthocephalus cadamba) menyusun suatu program pemeliharaan sangat penting. Melalui penyusunan program pemeliharaan ini kegiatan seperti penyiangan, pendangiran dan pemupukan dapat dilakukan secara berkelanjutan. Penelitian yang berjudul Pertumbuhan Tanaman Jabon (Anthocephalus cadamba Roxb. Miq.) pada Kondisi Lingkungan Kurang Optimum dan Respon terhadap Pemupukan Lanjutan oleh Surahman dan Irdika Mansur adalah penelitian pertama tentang pemupukan lanjutan pada jabon yang merupakan rangkaian kegiatan dalam kegiatan pemeliharaan. Penelitian ini awalnya hanya ingin mengetahui mengenai pemupukan lanjutan. Akan tetapi, beberapa minggu setelah pemupukan lanjutan dilakukan, ditemukan adanya indikasi bahwa pertumbuhan jabon di lokasi penelitian mengalami gangguan akibat drainase yang buruk. Oleh karena itu, dilakukan pengukuran pertumbuhan

jabon pada kondisi drainase baik, kondisi drainase buruk dan kondisi di bawah naungan sebagai perbandingan. Pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan unsur hara dalam tanah. Melalui pemupukan, unsur hara dalam tanah dapat dipenuhi. Pada penelitian pemupukan lanjutan ini digunakan pupuk NPK dengan perbandingan 15:15:15. Sebelum dilakukan pemupukan lanjutan, kondisi tanaman jabon di lapangan sebagian daun tanaman berwarna kuning berlubang-lubang, coklat dan kering. Hal ini disebabkan oleh serangan kepik yang menyerang pucuk tanaman dan ulat yang menerang daun. Selain itu, banyak tumbuh rumput (gulma) di bawah tegakannya sehingga sebelum pemupukan dilakukan kegiatan penyiangan dan pendangiran pada 90 tanaman jabon terlebih dahulu. Tujuan dari penyiangan dan pendangiran ini selain untuk mempermudah proses pemberian pupuk juga bertujuan agar pupuk yang diberikan akan diserap secara efisien oleh tanamantanaman jabon yang ada. Kegiatan penyiangan dilakukan dengan cara membersihkan rumput yang berada di bawah tegakan, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan pendangiran dengan membuat gundukan pada sekeliling bagian bawah tanaman yang tujuannya agar tanah disekitar tanaman menjadi lebih gembur, mengkokohkan batang tanaman jabon, dan memperlancar pertukaran udara dalam tanah (aerasi). Pupuk NPK mengandung unsur Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Kalium (K). Unsur Nitrogen (N) bagi tanaman berguna untuk membantu proses pembentukan klorofil, fotosintesis, protein, lemak, dan persenyawaan organik lainnya. Volume Nitrogen di udara sekitar 78 %. Unsur Fosfor (P) sangat berguna untuk pembentukan akar tanaman, bahan dasar protein, memperkuat batang tanaman serta membantu asimilasi dan respirasi. Sedangkan unsur Kalium (K) berguna untuk membantu pembentukan protein dan karbohidrat, memperkuat jaringan tanaman, serta membentuk antibody tanaman melawan penyakit dan kekeringan. Selain itu, untuk mengatur berbagai fungsi fisiologi tanaman seperti menjaga kondisi air di dalam sel dan jaringan, mengatur turgor, menutup stomata, mengatur akumulasi dan translokasi karbohidrat yang baru terbentuk Simamora dan Salundik (2006) dalam Pristyaningrum (2010).

Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa dari 4 parameter pertumbuhan yang diamati terdapat satu parameter yang menunjukkan adanya pengaruh nyata pada pemberian pupuk lanjutan yaitu berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter batang tanaman jabon. Dari ketiga dosis pupuk NPK yang diberikan dalam pemupukan lanjutan ini dosis yang paling bagus dalam membantu pertumbuhan diameter tanaman jabon ini adalah pupuk NPK dengan dosis 100 gram (A 1 ). Pemberian pupuk lanjutan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi, pertumbuhan jumlah cabang, dan pertumbuhan jumlah ruas tanaman jabon pada kondisi drainase buruk. Hal ini terjadi karena peningkatan pertumbuhan tinggi, jumlah cabang, dan jumlah ruas pada tanaman jabon yang telah dipupuk rata-rata hampir sama. Selain itu, pemberian pupuk juga dipengaruhi oleh beberapa faktor luar selain pupuk anorganik yang diberikan. Menurut Daniel et al. (1979) dalam Handayani (2010) pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh proses fisiologis yang terjadi di dalam tubuh tanaman seperti proses fotosintesis, respirasi, translokasi, dan penyerapan air serta mineral. Sedangkan proses fisiologis pada tanaman, dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti sinar matahari, tanah, angin, dan cuaca. Pemberian pupuk lanjutan yang diamati selama 8 minggu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan diameter tanaman jabon pada kondisi drainase buruk. Hal ini dapat diketahui dari hasil sidik ragam diameter batang tanaman jabon, dimana nilai dari p-value lebih kecil dari α (0.05). Pemberian dosis NPK 100 gram (A 1 ) dapat meningkatkan pertumbuhan diameter sebesar 22,04 % terhadap kontrol, sedangkan pemberian dosis NPK 150 gram (A 2 ) hanya mampu meningkatkan pertumbuhan diameter tanaman jabon sebesar 5,02 % terhadap kontrol. Pemupukan lanjutan memberikan pengaruh yang tidak signifikan terhadap pertumbuhan tinggi, pertumbuhan jumlah cabang, dan pertumbuhan jumlah ruas tanaman jabon pada kondisi drainase buruk. Hal ini disebabkan karena rata-rata setiap peningkatan pertumbuhan masing-masing parameter tersebut hasilnya hampir sama sehingga pada taraf uji 0,05 tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Noviani (2010) yang berjudul Pengaruh Pemberian Pupuk NPK dan Kompos Terhadap Pertumbuhan

Semai Jabon pada Media Tanah Bekas Tambang Emas (tailing) diperoleh bahwa semai jabon dapat tumbuh pada media tanah bekas tambang emas dengan tingkat pertumbuhan yang berbeda-beda. Dosis pupuk NPK 15 gram memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan tinggi semai jabon. Perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini untuk pupuk NPK masing-masing dosis yang diberikan adalah 0 gram, 5 gram, 10 gram, dan 15 gram. Sedangkan hasil dari kombinasi antara pupuk NPK dan Bokasi yang terbaik adalah NPK dosis 15 gram dan Bokasi 10 gram. Pemberian pupuk Bokasi yang dilakukan masing-masing sebesar 0 gram, 10 gram, 20 gram, dan 30 gram. Pada bulan Mei 2009 telah dilakukan penelitian di lokasi yang sama mengenai pemupukan jabon dengan menggunakan dua jenis pupuk yaitu pupuk NPK dan Bokasi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pristyaningrum (2009) diperoleh tinggi tanaman rata-rata perlakuan A 0 (kontrol) 81,47 cm; (n = 30), tinggi tanaman perlakuan A 1 (NPK dosis 50 gram) adalah 90,67 cm; (n = 30), dan tinggi tanaman perlakuan A 2 (NPK dosis 100 gram) adalah 93,03 cm; (n=30), kemudian diperoleh peningkatan tinggi sebesar 23,59 % (A 2 ) dan peningkatan diameter sebesar 18,70 % (A 2 ) terhadap kontrol. Pada saat dilakukan penelitian lanjutan ini diperoleh hasil pengukuran awal untuk tinggi tanaman jabon A 0 sebesar 311,67 cm; (n = 30), untuk perlakuan A 1 (NPK dosis 100 gram) memiliki tinggi sebesar 345,03 cm; (n = 30), dan tinggi perlakuan A 2 (NPK dosis 150 gram) adalah 317,5 cm; (n = 30). Tinggi tanaman jabon A 0, A 1, dan A 2 pada akhir pengukuran berturut-turut adalah 347,53 cm; (n = 30), 385,83 cm; (n = 30), dan 366,5 cm; (n = 30). Pada pemupukan lanjutan ini, peningkatan tinggi yang terjadi pada tanaman A 0, A 1, dan A 2 berturut-turut adalah 35,86 cm; 40,8 cm; dan 49 cm. Pada penelitian sebelumnya, pemberian pupuk NPK 100 gram dapat meningkatkan pertumbuhan diameter jabon sebesar 14 % apabila dibandingkan dengan pemberian pupuk NPK 50 gram. Sedangkan untuk pemupukan lanjutan terjadi peningkatan diameter sebesar 22,04 % terhadap kontrol untuk perlakuan A 1 (NPK dosis 100 gram). Penelitian pemupukan lanjutan ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya, dimana pemberian dosis NPK pada penelitian sebelumnya terdiri menggunakan dosis 0 gram, 50 gram, dan 100 gram. Sedangkan pada pemupukan lanjutan ini digunakan

dosis NPK 0 gram, 100 gram, dan 150 gram dengan menggunakan layout pemberian pupuk yang sama dengan pemberian pupuk sebelumnya. Pada akhir kegiatan penelitian di ukur lima pohon terbaik di lokasi penelitian yang memiliki drainase buruk. Berdasarkan hasil pengukuran lima pohon terbaik ini dapat diketahui pertumbuhan tinggi tanaman jabon dan jarak antar ruasnya. Hasil pengukuran panjang ruas pada batang jabon, pada bagian pangkal batang jarak antar ruas umumnya panjang, sehingga dapat dijadikan sebagai indikasi bahwa pada saat itu pertumbuhan jabon baik. Begitu juga sebaliknya, jarak antar ruas batang jabon yang berukuran pendek-pendek mengindikasikan bahwa pertumbuhan jabon pada saat itu kurang baik. Kondisi drainase yang buruk di lokasi penelitian dapat menghambat pertumbuhan tinggi tanaman jabon. Hasil pengukuran kedalaman air tanah di lokasi dengan drainase buruk rata-rata adalah 21, 25 cm. Tinggi tanaman jabon umur 14 bulan pada kondisi drainase buruk rata-rata sebesar 578 cm; (n = 5), sedangkan tinggi tanaman jabon pada kondisi drainase baik dengan umur yang sama rata-rata tingginya mencapai 980 cm; (n = 5). Pada kondisi drainase baik, kedalaman air tanahnya ± 100 cm. Menurut Mansur dan Tuheteru (2010) jabon yang ditanam di lahan yang memiliki kedalaman air tanah dangkal atau di tempat yang tergenang biasanya pertumbuhannya akan terganggu meskipun tidak sampai menyebabkan kematian. Genangan air bisa menyebabkan pertumbuhan jabon menjadi tidak produktif, daun menguning dan rontok, serta jarak antar ruas menjadi pendek dan cabang berkumpul di bagian pucuk pohon. Lahan yang digunakan sebagai lokasi penelitian ini merupakan bekas area persawahan yang sebelumnya memiliki saluran irigasi yang baik. Sehingga pada saat musim hujan air di lokasi tersebut dapat diatur sesuai dengan kebutuhan yang diinginkan. Namun, setelah lahan ini beralih fungsi menjadi lokasi yang ditanami pohon jabon, saluran irigasi menjadi tersumbat oleh rumput dan sampah karena tidak ada pemeliharaan saluran irigasi. Sehingga air dilokasi penelitian tidak mengalir dengan lancar melalui saluran irigasi yang ada. Karena lokasi penelitian merupakan dataran rendah, maka pada samping guludan tanaman jabon pada saat musim hujan akan digenangi oleh air dan bertahan dalam waktu yang lama. Adanya pengaruh drainase yang buruk mengakibatkan daun jabon berwarna

kuning dan mudah rontok seperti gejala tanaman yang layu. Namun, hal ini tidak mengakibatkan kematian. Buktinya pada saat volume air yang tergenang sedikit berkurang, tanaman akan terlihat segar kembali. Kejadian seperti ini berlanjut secara terus menerus selama saluran irigasi dilokasi tersebut tidak diperhatikan. Air merupakan bahan untuk fotosintesis, tetapi hanya 0,1 % dari total air yang digunakan untuk fotosintesis. Air yang digunakan untuk transpirasi tanaman sebanyak 99% dan yang digunakan untuk hidrasi 1% termasuk untuk memelihara dan menyebabkan pertumbuhan yang lebih baik. Selama pertumbuhan, tanaman memerlukan sejumlah air yang tepat. Kekurangan dan kelebihan air mengakibatkan tanaman mengalami stress. Brewster dan Witch (1990) dalam Hidayat (2000) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara air, aktifitas fotosintesis dan kelarutan garam-garam di dalam tanah. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa laju transpirasi, fotosintesis dan perkembangan tanaman jabon akan menurun dengan meningkatnya jumlah air tanah. Air dibutuhkan tanaman pada berbagai fungsi yaitu: (1) air merupakan bagian yang esensil bagi protoplasma dan membentuk 80 90 % bobot segar jaringan yang tumbuh aktif, (2) air adalah pelarut, didalamnya terdapat gas-gas, garam-garam, dan zat-zat terlarut lainnya, yang bergerak keluar masuk sel, dari organ ke organ dalam proses transpirasi, (3) air adalah pereaksi dalam fotosintesis dan pada berbagai proses hidrolisis, dan (4) air esensil untuk menjaga turgiditas, diantaranya dalam pembesaran sel, pembukaan stomata dan menyangga bentuk (morfologi) daun-daun muda atau struktur lainnya yang berlignin sedikit (Hardjadi dan Yahya 1988). Kondisi air yang berlebihan di lokasi penelitian menyebabkan teganggunya proses pertumbuhan tanaman jabon, sehingga tidak semua tanaman jabon dapat tumbuh dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata diameter tanaman jabon yang paling buruk setelah ditanam selama 14 bulan pada kondisi air tanah dangkal adalah sebesar 2.85 cm; (n = 5) dengan ratarata tinggi 160 cm; (n = 5). Dalam penelitian ini, disajikan perbandingan pertumbuhan jabon pada kondisi drainase baik, pada kondisi drainase buruk, dan pada kondisi di bawah naungan. Pada kondisi drainase baik, rata-rata pertumbuhan tinggi, diameter, jumlah cabang, dan jumlah ruas berturut-turut adalah 980 cm; (n = 5), 20 cm; (n =

5), 34; (n = 5), dan 29; (n = 5). Sedangkan rata-rata pertumbuhan tinggi, diameter, jumlah cabang, dan jumlah ruas jabon pada kondisi dengan air tanah dangkal berturut-turut adalah 578 cm; (n = 5), 13,65 cm; (n = 5), 39; (n = 5), dan 33; (n = 5). Apabila dibandingkan antara keduanya, maka rata-rata pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman jabon pada kondisi drainase baik lebih besar dari pada tanaman jabon yang berada pada kondisi drainase buruk. Sedangkan rata-rata pertumbuhan jumlah cabang dan jumlah ruas tanaman jabon pada kondisi drainase buruk lebih besar dari pada tanaman jabon pada kondisi drainase baik. Tanaman jabon pada kondisi drainase buruk memiliki jarak antar ruas yang pendek dan cabang berkumpul pada pucuk pohon. Tanaman jabon pada kondisi drainase buruk ditanam dengan sistem tumpang sari dengan jarak tanam 3 x 3, dimana jenis tanaman tumpang sari yang ditanam adalah talas dan singkong. Kedalaman air tanah pada lokasi ini ± 100 cm. Beberapa tanaman jabon tumbuh di bawah naungan pohon salam (Eugenia polyantha), nangka (Artocarpus heterophyllus), rambutan (Nephelium lappaceum), menteng (Baccaurea racemosa) dan melinjo (Gnetum gnemon), yang sudah ada pada saat jabon belum ditanam, namun jumlahnya tidak banyak. Ratarata pertumbuhan tinggi, diameter, jumlah cabang, dan jumlah ruas tanaman jabon pada kondisi di bawah naungan berturut-turut adalah 193 cm; (n = 5), 2,432 cm; (n = 5), 7; (n = 5) dan 27; (n = 5). Angka ini tentunya sangat jauh apabila dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan jabon pada kondisi drainase baik dan pada kondisi drainase buruk. Hal ini dapat terjadi karena jabon merupakan jenis tanaman yang sangat membutuhkan cahaya matahari. Menurut Mulyana et al. (2010) cahaya matahari yang konstan sangat dibutuhkan jabon untuk pertumbuhannya. Proses fotosintesis yang menghasilkan sumber energi untuk pertumbuhan jabon dipengaruhi oleh cahaya matahari. Jika jabon ditanam pada lokasi yang ternaungi, pertumbuhan jabon akan terhambat (bentuk pohon tinggi, tetapi kurus). Oleh karena itu, jabon sangat cocok ditanam pada areal terbuka. Mengacu pada hasil perbandingan pertumbuhan tanaman jabon pada kondisi drainase baik, pada kondisi drainase buruk, dan pada kondisi di bawah naungan, maka kriteria pemilihan lahan yang sesuai untuk budidaya jabon perlu diperhatikan. Agar pertumbuhan jabon lebih optimum maka kondisi lahan yang

dipilih untuk lokasi penanaman jabon seharusnya memiliki persyaratan sebagai berikut: 1) Kedalaman air tanah ±100 cm dari permukaan tanah; 2) Pilih lokasi yang mendapat sinar matahari penuh karena jabon merupakan jenis light demanding yang sangat membutuhkan cahaya.