BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Konsumen Menurut Engel (1994) mendefinisikan perilaku konsumen adalah sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk, dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Perilaku konsumen merupakan kegiatan-kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barangbarang dan jasa-jasa, termasuk di dalamnya proses pengambilan keputusan pada persiapan dan penentuan kegiatan-kegiatan tersebut. Definisi perilaku konsumen menurut Sumawarman (2003). Menekankan dua elemen penting yakni proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik yang melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, dan mempergunakan barang-barang dan jasa-jasa ekonomis. Dari definisi-definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah suatu proses pengambilan keputusan oleh individu atau organisasi yang bertindak secara langsung dalam merencanakan, mencari, membeli dan mempergunakan barang atau jasa sebagai akibat dari adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Perilaku konsumen memiliki lima komponen utama yang membentuk inti permasalahan studi: unit pembelian, proses pertukaran, 8
9 strategi pemasar, pengaruh individu dan lingkungan. Unit pembelian (buying units) adalah para konsumen untuk produk, jasa, pengalaman, ide, yang ditawarkan oleh pemasar. Mereka berhubungan dengan para pemasar melalui hubungan pertukaran. Unit pembelian ini terdiri dari individu, keluarga, atau kelompok yang memutuskan untuk membeli. Selanjutnya unit pembelian dapat berupa konsumen (seperti individu, dan rumah tangga) atau organisasi pencari laba/nirlaba yang melakukan pembelian. Kesimpulannya, prinsip perilaku konsumen diterapkan baik pada pemasaran bisnis dengan bisnis (business to business) maupun pemasaran bisnis dengan konsumen (business to consumer). Strategi pemasaran (marketing strategy) diimplementasikan dengan penciptaan tujuan segmentasi dan pemosisian produk yang organisasi atau individu harapkan akan dipertukarkan dengan konsumen. Segmentasi mengacu pada pembagian pasar bisnis menjadi bagian konsumen yang homogen dengan kebutuhan dan keinginan yang hampir sama. Positioning mengacu pada bagaimana mempengaruhi pandangan konsumen tentang karakteristik merek relatif terhadap penawaran yang kompetitif. Agar terjadi pertukaran dan mencapai tujuan segmentasi serta positioning, para pemasar mengembangkan bauran pemasaran bukan hanya terdiri dari produk saja, tetapi juga bagaimana produk tersebut diterapkan harganya, dipromosikan dan didistribusikan. Untuk mengembangkan strategi pemasaran, para manajer melakukan studi analisis lingkungan guna mengantisipasi kemungkinan
10 adanya dampak dari pengaruh lingkungan, dan kemudian menggunakan riset pasar untuk mendapatkan informasi tentang masing-masing konsumen berdasarkan analisis dari riset ini, mereka menciptakan strategi positioning dan segmentasi serta mengimplementasikannya melalui bauran pemasaran. 2.2. Keputusan Pembelian Swastha dan Irawan (2008) menyatakan bahwa keputusan pembelian adalah pemahaman konsumen tentang keinginan dan kebutuhan akan suatu produk dengan menilai sumber-sumber yang ada dan menetapkan tujuan pembelian serta mengidentifikasi alternatif, sehingga pengambilan keputusan untuk membeli disertai dengan perilaku setelah melakukan pembelian. Wibowo dan Karimah (2012) menyatakan keputusan pembelian merupakan proses dimana konsumen membuat keputusan untuk membeli berbagai produk dan merek. Swastha dan Irawan (2008) menyatakan bahwa keputusan pembelian adalah pemahaman konsumen tentang keinginan dan kebutuhan akan suatu produk dengan menilai sumber-sumber yang ada dan menetapkan tujuan pembelian serta mengidentifikasi alternatif, sehingga pengambilan keputusan untuk membeli disertai dengan perilaku setelah melakukan pembelian. Wibowo dan Karimah (2012) menyatakan keputusan pembelian merupakan proses dimana konsumen membuat keputusan untuk membeli berbagai produk dan merek. Keputusan pembelian yang dilakukan konsumen sangat bervariasi, ada yang sederhana dan komplek. Kotler & Keller (2012) mengemukakan
11 bahwa proses pengambilan keputusan pembelian dapat dibagi menjadi lima tahapan sebagai berikut: 1) Pengenalan kebutuhan Proses pembelian diawali dengan pengenalan masalah atau kebutuhan. Kebutuhan dapat timbul ketika pembeli merasakan adanya rangsangan eksternal atau internal yang mendorong dirinya untuk mengenali kebutuhan. Rangsangan internal timbul dari dalam diri manusia itu sendiri, sedangkan dorongan eksternal berasal dari luar diri manusia atau lingkungan. Kebutuhan mempunyai tingkat intensitas tertentu. Makin besar tingkat intensitasnya, maka akan semakin kuat dorongan yang timbul untuk menguranginya dengan jalan mencari objek baru yang dapat memuaskan kebutuhannya. 2) Pencarian Informasi Konsumen yang merasakan rangsangan akan kebutuhannya kemudian akan terdorong untuk mencari dan mengumpulkan informasi sebanyakbanyaknya. Rangsangan tersebut dibagi dalam dua level. Level pertama adalah penguatan perhatian dimana pada level ini orang hanya sekedar lebih peka terhadap informasi produk. Level selanjutnya adalah pencarian informasi secara aktif dimana pada level ini orang mulai mencari bahan bacaan, menelepon teman, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tertentu. Sumber informasi konsumen dapat digolongkan menjadi empat kelompok, yaitu sumber pribadi, sumber komersial, sumber publik, dan sumber eksperimental. Melalui
12 pengumpulan informasi yang didapat dari berbagai sumber tersebut, konsumen kemudian dapat mempelajari merekmerek yang bersaing beserta fitur merek tersebut. 3) Evaluasi alternatif Setelah menerima banyak informasi, konsumen akan mempelajari dan mengolah informasi tersebut untuk sampai pada pilihan terakhir. Terdapat banyak proses evaluasi atau penilaian konsumen terhadap produk. Namun model yang terbaru adalah orientasi kognitif yang memandang konsumen sebagai pembuat pertimbangan mengenai produk terutama berlandaskan pada pertimbangan yang standar dan rasional. 4) Keputusan pembelian Jika keputusannya adalah membeli, maka konsumen harus mengambil keputusan menyangkut merek, harga, penjual, kuantitas, waktu pembelian dan cara pembayaran. Keputusan tersebut tidak terpaku harus dilakukan melalui proses urutan seperti diatas, dan tidak semua produk memerlukan proses keputusan tersebut. Misalnya barang keperluan sehari-hari seperti makanan tidak perlu perencanaan dan pertimbangan membeli. 5) Perilaku pasca pembelian Setelah membeli suatu produk, konsumen akan mengalami kepuasan atau ketidakpuasan, hal ini akan mempengaruhi tindakan setelah pembelian. Apabila konsumen memperoleh kepuasan maka sikap konsumen terhadap produk tersebut menjadi lebih kuat atau sebaliknya.
13 Para pemasar dapat melakukan sesuatu dari konsumen yang merasa puas misalnya dengan memasang iklan yang menggambarkan perasaan puas seseorang yang telah memilih salah satu merek atau lokasi belanja tertentu.bagi konsumen yang tidak puas, pemasar dapat memperkecil ketidakpuasan tersebut dengan cara menghimpun saran pembeli untuk penyempurnaan produk, maupun pelayanan tambahan terhadap konsumen dan sebagainya. Kotler & Keller (2012). Dari uraian di atas, maka keputusan pembelian dapat didefinisikan sebagai hasil pemilihan konsumen terhadap dua atau lebih alternatif pilihan produk suatu perusahaan. Menurut Kotler (2012) ada empat indikator keputusan pembelian, yaitu : 1. Kemantapan pada sebuah produk. 2. Kebiasaan dalam membeli produk. 3. Memberikan rekomendasi kepada orang lain. 4. Melakukan pembelian ulang. 2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Keputusan Pembelian Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian menurut Kotler dan Keller (2008) terdiri dari: 2.3.1. Faktor Budaya Budaya adalah susunan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan, dan perilaku yang dipelajari anggota suatu masyarakat dari keluarga dan institusi penting lainnya. Setiap kelompok atau masyarakat
14 memiliki budaya, dan pengaruh budaya pada perilaku pembelian sangat beraneka ragam di tiap negara. 2.3.1.1. Country of Origin Kotler, Philip dan Keller (2009) menyebutkan bahwa persepsi COO adalah asosiasi mental dan keyakinan yang dipicu oleh suatu Negara. Pembeli memiliki sikap dan keyakinan yang berbeda terhadap merek dari berbagai Negara. Persepsi tersebut bisa saja mempengaruhi atribut dalam prosess pengambilann keputusan. Merek yang sukses di pasar global memberikan kredibilitas dan rasa hormat pada konsumennya. Menurut Shamidra dan Saroj (2011), Country of Origin sering dikaitkan dengan kualitas produk. Konsumen akan menggunakan Country of Origin sebagai standar kualitas suatu produk sebelum produk tersebut dibeli. Country of Origin mempengaruhi persepsi dan image di benak konsumen. Konsumen cenderung memiliki kesan tertentu terhadap suatu produk yang didihasilkan oleh suatu negara. Konsumen menganggap produk yang berasal dari Amerika merupakan produk yang prestisius, produk yang berasal dari Jepang merupakan produk yang inovatif sedangkan produk yang berasal dari China merupakan produk yang murah.
15 Menurut (Listiana,2012) efek lain dari Country of Origin sebagai efek made in yang dimaksud adalah persepsi konsumen mengenai dimana suatu produk dihasilkan atau diproduksi. Penelitian COO dari waktu ke waktu semakin memperluas konsep-konsep COO yang ada. Sebelumnya, COO hanya dikaitkan dengan label made in dimana proses produksi dari awal sampai akhir hanya di satu negara tertentu. Namun kenyataannya saat ini, barang yang berlabelkan made in negara tertentu belum tentu proses produksi dari awal sampai akhirnya di negara tersebut. Contohnya saja, sebuah produk dengan label made in China bisa saja proses produksi dan perakitannya saja di China, namun asal mereknya (country of brand origin) dari Amerika. Menurut Abdi dalam Hananto (2015) Country of Origin merupakan identitas dalam atribut produk yang mempengaruhi evaluasi konsumen dalam mengidentifikasi asal negara suatu produk. Pada perilaku pembelian dalam keputusan pembelian, konsumen dapat menentukan keberhasilan strategi perusahaan di dalam negeri dan pasar luar negeri. Dalam beberapa penelitian disepakati bahwa konsumen mempunyai persepsi tertentu mengenai lokasi atau negara tempat suatu produk dihasilkan. Ketika konsumen hanya
16 mempunyai informasi lokasi suatu produk dihasilkan, maka dalam pengambilaan keputusan pembelian akan dipengaruhi oleh persepsi konsumen akan negara tersebut. Beberapa istilahistilah yang lahir dari konsep Country of Origin adalah country of design, country of manufacture, country of assembly, dan country of part dimana semua istilah tersebut menunjukkan bahwa beberapa perusahaan global dan transnasional tidak lagi melakukan keseluruhan rangkaian produksi di negaranya. Rangkaian produksi dilakukan di negara lain, tetapi tetap mengacu pada negara asalnya. Misalnya, perancangan dilakukan di Jepang, perakitannya dilakukan di Indonesia dan komponennya didatangkan dari Jepang. Menurut Setianingsih (2016) Country of Origin merupakan negara asal suatu merek yang mempengaruhi niat pembelian yang merupakan elemen penting dalam mempengaruhi minat beli suatu produk. Konsumen akan teliti dalam mengevaluasi darimana produk tersebut berasal. Suatu produk yang diproduksi pada suatu Negara dapat membawa suatu hambatan perdagangan barang dan jasa di dalam atau diluar negara. Preferensi konsumen untuk produk-produk dalam dan luar negeri dapat dipengaruhi oleh trust pada perusahaan asing, consumer ethnocentrisme dan perasaan negatif terhadap negara tertentu.
17 Menurut Hsieh et al. dalam Setianingsih (2016) pada dasarnya, citra negara dalam perspektif pemasaran dapat didefinisikan pada tiga tingkat, yaitu : 1) Overall country image (citra negara keseluruhan) Merupakan keseluruhan kepercayaan, ide dan kesan dari suatu negara tertentu sebagai hasil evaluasi konsumen atas persepsinya tentang kelebihan dan kelemahan negara tersebut. 2) Aggregate product country image (citra negara asal produk keseluruhan) Merupakan keseluruhan perasaan kognitif yang diasosiasikan dengan produk dari negara tertentu atau kesan terhadap keseluruhan kualitas produk yang berasal dari suatu negara tertentu. 3) Specific product country image (citra negara asal dilihat pada kategori produk tertentu) Merupakan keseluruhan perasaan kognitif yang diasosiasikan dengan spesifikasi produk dari negara tertentu. Indikator-indikator Country of Origin menurut Yasin, Nasser dan Osman (2007) yaitu: 1) inovasi negara dalam berproduksi, 2) tingkat kemajuan teknologi negara asal merek, 3) desain produksi,
18 4) kreativitas berproduksi, 5) kualitas produksi, 6) prestise yang dimiliki negara asal merek, dan 7) citra negara asal merek sebagai negara maju. 2.3.2. Produk Produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, dipakai, dimiliki, atau dikonsumsikan sehingga dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Salah satunya yaitu Brand Image. 2.3.2.1. Brand Image Citra merek atau Brand Image adalah segala ssuatu yang berkaitan dengan pemikiran atau persepsi konsumen tehadap merek dari sebuah produk. Pemikiran konsumen seperti ini tercipta karena memori yang kuat setelah menerima kegunaan atau manfaat dari produk. Citra merek yang kuat serta didorong oleh produk yang berkuaitas baik nanti yang akan menguasai pasar. Brand Image adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dan melekat dibenak konsumen menurut Rangkuti (2004). Sedangkan menurut Ferrinadewi (2008) berpendapat bahwa: Brand Image adalah persepsi tentang merek yang merupakan refleksi memori konsumen akan asosiasinya pada merek tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa Brand Image
19 merupakan konsep yang diciptakan oleh konsumen karena alasan subyektif dan emosi pribadinya. Oleh karena itu dalam konsep ini persepsi konsumen menjadi lebih penting daripada keadaan sesungguhnya. Kotler dan Amstrong (2008) mengatakan bahwa citra merek yang kuat mampu menarik dan mempertahankan pelanggan. Kesimpulannya Brand Image (citra merek) merupakan gambaran atau kesan yang ditimbulkan oleh suatu merek dalam benak pelanggan. Penempatan citra merek dibenak konsumen harus dilakukan secara terus-menerus agar citra merek yang tercipta tetap kuat dan dapat diterima secara positif. Ketika sebuah merek memiliki citra yang kuat dan positif di benak konsumen maka merek tersebut akan selalu diingat dan kemungkinan konsumen untuk membeli merek yang bersangkutan sangat besar. Faktor- faktor pembentuk Brand Image dijelaskan oleh Keller (2003) sebagi berikut: 1) Keunggulan asosiasi merek (favorability of brand association) Asosiasi merek yang menguntungkan dimana konsumen percaya bahwa atribut dan manfaat yang diberikan oleh merek dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen sehingga konsumen membentuk sikap positif terhadap merek (Keller,
20 2008). Keller mendeskripsikan kesukaan terhadap merek melalui kebaikan dan keburukan suatu merek, atau hal yang disukai atau tidak oleh konsumen terkait dengan atribut dan manfaat merek tersebut 2) Keunikan asosiasi merek (uniqueness of brand association) Inti dari brand positioning adalah merek memiliki keuntungan bersaing yang terus-menerus atau unique selling proposition yang meberikan alasan yang menarik bagi konsumen mengapa harus membeli merek tersebut (Keller, 2008). Oleh karena itu, harus diciptakan keunggulan bersaing yang dapat dijadikan alasan bagi konsumen untuk memilih suatu merek tertentu. 3) Kekuatan asosiasi merek (strength of brand association) Tergantung pada bagaimana informasi masuk ke dalam ingatan konsumen dan bagaimana proses bertahan sebagai bagian dari citra merek. Ketika seseorang konsumen secara aktif menguraikan informasi suatu produk atau jasa maka akan tercipta asosiasi yang semakin kuat dalam ingatan konsumen. Indikator-indikator yang membentuk Brand Image menurut Aaker dan Biel (2009) adalah : a. Citra pembuat (Corporate Image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang
21 membuat suatu barang atau jasa. Meliputi: popularitas, kredibilitas, jaringan perusahaan, serta pemakai itu sendiri. b. Citra produk / konsumen (Product Image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu barang atau jasa. Meliputi: atribut dari produk, manfaat bagi konsumen, serta jaminan. c. Citra pemakai (User Image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu barang atau jasa. Meliputi: pemakai itu sendiri, serta status sosialnya. 2.4. Penelitian Terdahulu 1. Noviayanti (2016) yang melakukan penelitian mengenai Pengaruh merek dan negara asal (Country of Origin) terhadap sikap konsumen dalam memilih laptop pada mahasiswa fakultas ekonomi dan bisnis universitas hasanuddin makassar, menyatakan bahwa merek dan negara asal secara parsial terdapat pengaruh signifikan terhadap sikap konsumen. 2. Armi (2015) yang melakukan penelitian mengenai Analisis Pengaruh Merek Dan Negara Asal (Country of Origin) Terhadap Sikap Konsumen Dalam Memilih Produk Handphone (Studi kasus mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta), menyatakan bahwa merek dan negara asal secara parsial berpengaruh signifikan terhadap sikap konsumen.
22 3. Permana dan Haryanto (2014) yang melakukan penelitian mengenai Pengaruh Country of Origin, Brand Image dan persepsi kualitas terhadap intensi pembelian, menyatakan bahwa Country of Origin, Brand Image dan persepsi kualitas secara parsial berpengaruh terhadap intensi pembelian. 4. Setianingsih (2016) yang melakukan penelitian mengenai Pengaruh Country of Origin, Brand Image, dan persepsi kualitas terhadap minat beli oppo smartphone menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antar Country of Origin dan Brand Image terhadap minat beli. 2.5. Hubungan Antar Variabel 2.5.1. Pengaruh Country of Origin Terhadap Keputusan Pembelian Sikap dan keyakinan pembeli terhadap merek dari suatu Negara mempengaruhi atribut produk dalam proses peng ambilanokeputusan, dalam Kotler dan Keller (2012). Hasil penelitian Shirin dan Kambiz (2011) diperoleh bahwa COO, informasii produk, ddann keterlibatanbproduk mempengaruhi keputusan pembelian.javed dan Hasnu (2013) menemukan pula bahwa COO mempengaruhi keputusan pembelian, namun pengaruh tersebut berbeda untuk setiap kategori produk yang berbeda. 2.5.2. Pengaruh Brand Image Terhadap Keputusan Pembelian Brand Image menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan dalam proses keputusan pembelian ketika konsumen mengevaluasi berbagai alternatif merek yang ada. Brand Image menjadi pengaruh psikologis saat konsumen
23 melakukan keputusan pembelian. Kotler dan Amstrong (2008) mengatakan bahwa citra merek juga memberi tahu konsumen seberapa tinggi kualitas suatu produk. Pembeli yang selalu membeli suatu merek yang sama dapat mengetahui fitur, manfaat, dan kualitas yangisama setiap melakukan keputusan pembelian. Pada penelitian Oladepo dan Adimbola (2015) ditemukan bahwa citra merek dan bauran promosi memiliki pengaruh signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen. 2.5.3. Pengaruh Country of Origin terhadap Brand Image Dalam bukunya, Keegan dan Green (2008) jelas menyebutkan bahwa COO adalah bagian dari citra merek dan berkontribusi terhadap nilai merek, teori tersebut hanya berlaku untuk beberapa jenis produk salah satunya fashion. Cordell dalam Kotabe dan Helsen (2011) juga menyebutkan bahwa konsumen cenderung menggunakan asal Negara jika mereka tidak familiar dengan merek produk karena mereka berpendapat citra merek dapat dilihat dari citra Negara asalnya. Koubaa (2008) mengatakan bahwa faktor internal adalah seperangkat karakteristik pribadi konsumen. Faktor eksternal adalah seperangkat fitur produk dan persepsi citra negara (Umbrella brand-image) (Meenaghan dalam Koubaa, 2008). Umbrella brand-image mengacu pada fakta bahwa persepsi citra merek dibawah persepsi citra negara. Persepsi citra negara (dari mana merek berasal atau diproduksi) terlalu dini untuk dijadikan persepsi citra merek di benak konsumen. Persepsi citra negara datang sebagai payung yang mencakup persepsi citra merek. Untuk beberapa hal, umbrella brand-image
24 telah digambarkan sebagai bagian dari strategi di tingkat negara (Meeaghan dalam Koubaa, 2008). 2.6. Kerangka Pikir berikut: Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai Brand Image (Z) Country of Origin (X) Keputusan Pembelian (Y) Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Pengaruh Country of Origin Terhadap Keputusan Pembelian yang Di Mediasi Oleh Brand Image Pada Produk Smartphone OPPO di Yogyakarta Dari gambar 2.1 tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : variabel Country of Origin (X) merupakan variabel bebas yang dapat berpengaruh signifikan terhadap Keputusan. Brand Image(Z) merupakan variabel intevening yang dapat berpengaruh signifikan terhadap Keputusan Pembelian. Variabel Keputusan Pembelian (Y) merupakan variabel terikat. Country of Origin juga dapat berpengaruh secara langsung terhadap Keputusan
25 Pembelian dan Country of Origin dapat mempengaruhi Keputusan Pembelian melalui Brand Image sebagai variabel intervening. 2.7. Hipotesis Penelitian Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah tersebut dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban yang empirik dengan data. (Sugiyono, 2015). Hipotesis dalam penelitian ini adalah : H1. Ada pengaruh yang signifikan antara variabel Country of Origin terhadap variabel Keputusan Pembelian pada produk Smartphone OPPO di Yogyakarta. H2. Ada pengaruh yang signifikan antara variabel Country of Origin terhadap variabel Brand Image pada produk Smartphone OPPO di Yogyakarta. H3. Ada pengaruh yang signifikan antara variabel Brand Image terhadap variabel Keputusan Pembelian pada produk Smartphone OPPO di Yogyakarta. H4. Ada pengaruh tidak langsung antara variabel Country of Origin terhadap variabel Keputusan Pembelian yang dimediasi oleh Brand Image.