BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

BAB V. KESIMPULAN, DISKUSI, dan SARAN

BAB I PENDAHULUAN hingga (Unicef Indonesia, 2012). Menurut Departemen Sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

Nomor : Usia : PETUNJUK PENGISIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingkat perceraian di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. hal

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. gambaran harga diri (self esteem) remaja yang telah melakukan seks di luar nikah

BAB. I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. proses kultural budaya di masa lalu, kini telah berganti sebab. Di masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. hendak diteliti dalam penelitian ini, yaitu mengenai gambaran psychological wellbeling

BAB I PENDAHULUAN. Membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan harmonis adalah impian

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. watak pada individu. Karena salah satu faktor yang mempengaruhi terbentuknya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PROGRAM PELATIHAN PRA PERNIKAHAN BAGI PASANGAN USIA DEWASA AWAL

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari dan menjalani kehidupan. Era ini memiliki banyak tuntutantuntutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan. Ketika remaja dihadapkan pada lingkungan baru misalnya lingkungan

VI. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai proses ta aruf pasca

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB V PEMBAHASAN MASALAH

MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Kelekatan Orangtua Tunggal Dengan Konsep Diri Remaja Di Kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

Bagan 2. Konflik Internal Subyek. Ketidakmampuan mengelola konflik (E) Berselingkuh

BAB I PENDAHULUAN. Departemen Kesehatan RI pada tahun 2010 jumlah anak usia dini (0-4 tahun) di

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB V PENUTUP. pada bab sebelumnya, maka berbagai kesimpulan yang diberikan penulis antara

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, pernikahan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi manusia banyak dipengaruhi oleh budaya yang diyakini yaitu

BAB II PROFIL INFORMAN. mendasari mengapa penelitian gaya komunikasi manajemen konflik interpersonal

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. yang dikenal dengan istilah adolescence merupakan peralihan dari masa kanakkanak

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perasaan positif yang dimiliki pasangan dalam perkawinan yang memiliki makna

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

LAMPIRAN A PEDOMAN WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, baik jasmani maupun rohani. Kondisi ini adalah kesempurnaan yang

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada bab ini peneliti akan membahas tentang hasil olah data yang sudah di analisis

BAB I PENDAHULUAN. penuh kedamaian, kesejukan, dan ketenangan lahir batin dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. diinginkan karena adanya keterbatasan-keterbatasan, baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB IV ANALISIS DATA. umumnya para remaja, tak terkecuali para remaja Broken Home, baik pada saat

5. PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

BAB IV ANALISIS DATA

BAB V PENUTUP. menjadi tidak teratur atau terasa lebih menyakitkan. kebutuhan untuk menjadi orang tua dan menolak gaya hidup childfree dan juga

BAB VI PENUTUP. diketahui bahwa ketiga subjek mengalami self blaming. Kemudian. secara mendalam peneliti membahas mengenai self blaming pada

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menikmati masa remajanya dengan baik dan membahagiakan, sebab tidak jarang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BLUE PRINT SKALA KEMATANGAN VOKASIONAL. Kematangan vokasional merupakan kesiapan dan kemampuan individu dalam

BAB III HASIL PENELITIAN. Hasil pengolahan data selanjutnya akan digunakan sebagai dasar untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. cinta, seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan individu dewasa.

tersisih ", mengandung pengertian bahwa kaum gay pada akhirnya tetap

PERSEPSI MASYARAKAT MENGENAI HUBUNGAN SEKSUAL PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencapai tujuan. Komunikasi sebagai proses interaksi di antara orang untuk

BAB II LANDASAN TEORI. A. Interaksi Sosial. Walgito (2007) mengemukakan interaksi sosial adalah hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB II LANDASAN TEORI

Transkripsi:

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Integrasi Data Ketiga Subjek Penelitian ini akhirnya dapat memunculkan suatu integrasi data akan konsep diri pada anak perkawinan campur etnis Jawa-Tionghoa. Secara umum, ketiga subjek yang merupakan anak perkawinan campur etnis pernah mengalami masa dimana subjek menolak penampilan fisiknya yang memperlihatkan dua keturunan baik Tionghoa ataupun Jawa. Hal tersebut karena kondisi subjek yang berbeda dari lingkungan sekitarnya dimana mereka berinteraksi dengan sesamanya misalnya seperti di sekolah. Anak perkawinan campur etnis akan mencari solusi untuk mengubah penampilan fisiknya agar ia dapat merasa sama dengan teman-temannya. Namun dengan bertambahnya usia kedewasaan dan kesadaran akan adanya banyak perbedaan di lingkungan sekitarnya, individu akan memutuskan untuk mencoba menerima dirinya. Keputusan setiap subjek untuk menerima dirinya yang berasal dari dua bagian kebudayaan juga berdasarkan pada pengaruh baik dan buruk yang didapat subjek selama masa hidupnya. Pengaruh-pengaruh yang berdampak baik ataupun buruk tersebut adalah hasil dari faktorfaktor yang mempengaruhi konsep diri pada anak perkawinan campur etnis Jawa-Tionghoa. Pada penelitian ini terdapat empat faktor yaitu 104

significant others, reference group, faktor fisik, dan praktek-praktek membesarkan anak. Konsep diri pada anak perkawinan campur etnis terbentuk dari faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu faktor significant others, reference group, fisik, dan praktek-praktek membesarkan anak. Ketiga subjek telah mengalami keempat faktor tersebut, tetapi dengan pengaruh dan jenis yang berbeda-beda. Meskipun ketiga subjek mempunyai pengalaman yang berbeda-beda tetapi terdapat pola yang sama pada setiap subjek. Ketiga subjek sama-sama mendapatkan pengaruh dari faktor significant others yang mempengaruhi faktor praktek-praktek membesarkan anak. Subjek I mendapat penerimaan dari keluarga intinya sehingga kedua orangtuanya mengajarkan kedua budaya baik Jawa maupun Tionghoa kepada subjek. Perilaku diskriminasi oleh keluarga besar ayah dan ibu membuat subjek enggan untuk berhubungan dengan keluarganya dan tidak ingin menerapkan kedua budaya tersebut dalam kehidupan subjek. Subjek II mendapatkan penolakan dari keluarga besar ibu subjek akan keturunan Jawanya dan berusaha untuk mendominasi ajaran budaya Tionghoa pada subjek II. Sedangkan subjek III mendapatkan penerimaan dari kedua keluarga orang tuanya, namun karena intensitas subjek lebih sering bertemu dengan keluarga dari ibunya yang beretnis Jawa sehingga subjek lebih nyaman dan terbiasa dengan tradisi budaya Jawa. Terlebih lagi dengan 105

adanya perkawinan campur etnis yang terjadi di keluarga Tionghoa subjek III membuat pihak keluarga subjek semakin mudah dan terbuka dengan keberadaan subjek III. Persamaan lain yang dialami ketiga subjek yaitu faktor fisik yang mempengaruhi rasa percaya diri dalam diri masing-masing subjek. Faktor ini membuat subjek menolak beberapa bagian fisik yang ada pada tubuh mereka sehingga setiap subjek berusaha untuk mencari solusi merubah penampilan fisik yang tidak dapat mereka terima. Terdapat persamaan dan perbedaan interaksi faktor satu sama lain pada setiap subjek. Pada ketiga subjek faktor fisik ini dipengaruhi oleh faktor reference group. Subjek I menolak penampilan fisiknya karena merasa berbeda dengan teman-teman dimana ia bersekolah. Ia merasa tidak percaya diri dengan bentuk dan warna rambut serta warna kulit yang lain dari teman-temannya di sekolah swasta. Subjek I berhasil mencari solusi untuk mengubah penampilan fisiknya agar terlihat sama seperti teman-temannya yang keturunan Tionghoa. Berbeda dari subjek I, subjek II mengalami ketidapercayaan diri pada penampilan fisiknya yang dipengaruhi oleh faktor significant others dan reference group. Subjek mendapatkan diskriminasi dari keluarga besar ibunya dan merasa minder karena berada di sekolah swasta yang mayoritas teman sekolahnya merupakan etnis Tionghoa. Subjek berusaha mengubah penampilan bentuk rambutnya yang keriting menjadi lurus dan warna kulitnya lebih cerah seperti keturunan Tionghoa. Keluarga besar subjek 106

II meminta ibu subjek untuk membuat subjek II lebih terlihat seperti anak orang Tionghoa karena warna kulit subjek saat kecil sangat gelap seperti ayahnya. Subjek III memiliki kesamaan dengan subjek II dimana faktor fisik subjek dipengaruhi oleh significant others dan reference group. Namun subjek III berbeda dari subjek I dan II yang cenderung menginginkan bentuk fisik layaknya keturunan Tionghoa asli, subjek III justru menginginkan agar penampilan fisiknya terlihat seperti orang Jawa karena budaya Jawa yang dominan dalam kehidupan subjek dan juga ia ingin untuk masuk ke salah satu SMA negeri di Semarang. Faktor-faktor tersebut pada akhirnya mempengaruhi aspek-aspek dalam konsep diri ketiga subjek yaitu diri fisik, diri psikologis, diri sosial, dan diri ideal. Setiap proses pembentukan konsep diri pada ketiga subjek berbeda-beda tergantung dari bagaimana setiap subjek dapat menyikapinya. Aspek-aspek yang telah terpengaruh faktor-faktor di atas membentuk sebuah konsep diri pada masing-masing subjek. B. Pembahasan Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa konsep diri terbentuk dari pengalaman-pengalaman hidup setiap individu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu mengalami berbagai perasaan diterima dan ditolak dalam proses interaksi mereka dengan lingkungannya. 107

Hurlock (2003, h. 235) menjelaskan bahwa penampilan diri yang berbeda dapat membuat remaja merasa rendah diri walaupun perbedaan tersebut menambah daya tarik fisik individu. Subjek I, II, dan III merasa minder dengan perbedaan penampilan fisik mereka di lingkungan sosial masing-masing subjek. Pengalaman tersebut membuat mereka mencari solusi untuk merubah penampilan fisik mereka agar menjadi sama dan merasa diterima di lingkungan sosialnya. Burns (1993, h. 275) menjelaskan konsep diri seorang anak itu merupakan pembelajaran dan kebanyakan proses belajar tersebut datang dari umpan balik orang-orang yang dihormatinya seperti orang tua. Pada penelitian ini orang tua yang berasal dari kedua etnis ada yang memilih untuk menggabungkan kedua budaya mereka dan ada yang mempertahankan salah satu budaya saja. Susetyo dan Widjanarko (2017, h. 16) memaparkan ketika suatu kelompok menghargai jati dirinya sendiri dan memelihara relasi dengan kelompok lain maka hal ini disebut dengan integrasi. Subjek I dan III berhasil mengintegrasikan budaya yang mereka dapatkan dari kedua orang tuanya. Mereka mau menerima dan menerapkan ajaran-ajaran budaya Jawa dan Tionghoa, meskipun pada subjek III lebih dominan budaya Jawa tetapi ia tidak malu dan mau menerapkan budaya Tionghoa dalam kehidupannya. Tak ada paksaan dari orang tua subjek III untuk mengadopsi salah satu budaya saja. Sedangkan subjek II lebih memilih untuk menerima 108

budaya Tionghoa saja dan menghilangkan kebudayaan dari keturunan Jawanya. Sebagaimana peneliti memaparkan sebelumnya, terdapat empat aspek dalam konsep diri setiap individu. Peneliti akan membahas setiap proses yang terjadi pada aspek-aspek konsep diri ketiga subjek. Diri fisik. Ketiga subjek sama-sama menolak penampilan fisik mereka yang berbeda dengan teman-teman di sekolah mereka. Penampilan fisik yang paling menjadi masalah bagi setiap subjek adalah warna kulit mereka, ketiga subjek menginginkan warna kulit yang sama dengan lingkungan sosialnya di sekolah. Subjek I dan II menginginkan warna kulit dan juga bentuk rambut seperti keturunan Tionghoa, sedangkan subjek III menginginkan warna kulit dan ciri fisiknya terlihat seperti keturunan Jawa. Ketiga subjek sama-sama mencari solusi untuk merubah penampilan fisik mereka tersebut dengan berbagai cara, subjek I dan II melakukan perawatan kulit dan menghindari panas dan subjek III yang justru berpanasan agar kulitnya terlihat lebih gelap seperti etnis Jawa. Agustian (2015, h. 69 dan 70) menjelaskan anak semenjak kecil sudah mengenal dan memiliki keingintahuan akan perbedaan yang berkaitan dengan jenis kelamin, warna kulit, tekstur rambut, cacat fisik, dan bahasa orang di sekitarnya. Proses perkembangan kesadaran dan perasaan ingin tahu akan keragaman manusia sangat dipengaruhi oleh budaya dari keluarga serta lebih besar di masyarakat. Ketiga subjek 109

memiliki pola yang sama dalam mengenali diri fisik mereka yaitu dalam mencari persamaan dan perbedaan penampilan fisik mereka melalui lingkungannya dalam keluarga maupun masyarakat. Diri Psikologis. Subjek I dan III menerima keberadaan mereka sebagai anak campuran etnis Jawa-Tionghoa, sedangkan subjek II menolak keberadaaannya. Subjek I dan III bangga menjadi anak perkawinan campur etnis, berbeda dengan subjek II yang merasa pasrah dengan keadaannya karena ia tidak dapat merubah latar belakang etnisnya. Chetri (2014, h. 236) menjelaskan bahwa konsep diri mengacu pada persepsi atau pandangan setiap individu akan dirinya sendiri yang berkaitan dengan persepsi, kepercayaan, perilaku, dan nilai dimana individu mengetahui akan kemampuan dan statusnya di dunia. Individu dengan konsep diri yang baik cenderung lebih mudah diterima oleh lingkungan sekitarnya. Subjek I dan III memandang dirinya sebagai anak perkawinan campur etnis Jawa-Tionghoa, hal ini justru membuat mereka merasa lebih mudah diterima oleh orang-orang di sekitarnya karena mereka bisa beradaptasi dengan kelompok etnis Jawa, kelompok etnis Tionghoa, maupun kelompok etnis campuran seperti mereka. Sama halnya dengan subjek II, namun subjek II tidak ingin latar belakang etnisnya diketahui oleh masyarakat. Hal tersebut menyebabkan subjek II lebih nyaman jika bersosialisasi dengan orang yang sama seperti dia. 110

Hurlock (1992, h.65) menguraikan konsep yang salah, baik yang salah total ataupun yang salah sebagian akan mempengaruhi sikap dan perilaku anak. Jika anak mengembangkan konsep bahwa orang, perilaku atau situasi tertentu adalah buruk tanpa ada alasan yang memadai, mereka akan bereaksi terhadap orang dan situasi tersebut secara negatif. Namun jika konsep mereka lebih tepat dan jika mereka menilai orang atau situasi baik layaknya kebanyakan orang, maka reaksi mereka akan lebih positif. Konsep diri psikologis yang negatif tersebut terlihat pada subjek II dimana ia tidak diberikan pemahaman dan alasan yang tepat untuk menilai orang ataupun situasi tertentu. Keluarga ibunya yang beretnis Tionghoa hanya memberikan ajaran kepada subjek II bahwa orang Jawa banyak memiliki kebiasaan buruk seperti malas dan lumo yang tentunya merugikan diri mereka, serta memberikan didikan akan baiknya menjadi orang Tionghoa. Orang tua subjek II juga tidak mengenalkan budaya Jawa secara mendalam akan baiknya melakukan adat-adat Jawa seperti salim dan tidak perlu malu untuk melakukan adat tersebut. Subjek II merasa malu jika harus melakukan budaya orang Jawa termasuk jika memanggil sebutan keluarga di muka umum. Berbeda dengan subjek III yang memiliki konsep lebih tepat dimana ia dapat bereaksi secara positif akan perbedaan-perbedaan yang ada dan terjadi dalam diri subjek. Misalnya subjek III yang asing dengan panggilan koh merasa baik-baik saja dengan keadaan tersebut meskipun ia lebih nyaman 111

dengan panggilan mas. Subjek III juga mengaku bahwa ia tidak malu jika harus melakukan adat etnis Tionghoa di depan umum. Subjek I mengembangkan sebagian konsep negatif maupun positif. Hal ini karena pengalaman hidup subjek yang menyebabkan penilaian yang tepat maupun buruk contohnya pada keluarga besarnya yang memberikan diskriminasi padanya membuat subjek tidak menyukai orang dengan ciri fisik berjilbab, berwarna kulit gelap, tubuh berisi dan pendek. Diri sosial subjek dapat dilihat dari penjelasan di atas dimana subjek mempunyai lingkup yang nyaman dalam berinteraksi. Subjek I merasa terganggu jika seorang Tionghoa memanggilnya dengan sebutan mbak, namun ia tidak masalah jika orang Jawa yang menggunakan panggilan tersebut. Subjek I mengalami diskriminasi dari kedua keluarga besarnya sehingga ia menghindar dari hubungan keluarga besar. Subjek II juga sangat terganggu dan menolak jika ada orang yang memanggilnya mbak tidak peduli latar belakang etnis orang yang memanggilnya, ia tidak ingin memperlihatkan keturunan Jawa dalam dirinya. Bahkan subjek II menghindar dari hubungan keluarga ayahnya karena malu dengan keturunan Jawanya. Subjek III kurang nyaman namun tetap dapat menerima jika dirinya dipanggil dengan sebutan koh karena budaya Jawa yang lebih dominan dalam diri subjek. Namun, subjek III sama seperti subjek I tidak membatasi dirinya untuk berteman dan tidak membeda-bedakan dalam pencarian pasangan 112

hidup. Dalam kehidupan pernikahan subjek I dan subjek II mempunyai perbedaan dimana subjek I tidak merasa malu akan etnisitasnya dan subjek II masih merasa malu dengan suami maupun keluarga suaminya karena ia pernah mendapatkan perlakuan diskriminasi saat menjalin hubungan dengan mantan kekasihnya. Perbedaan status perkawinan subjek I, II, dan III yaitu subjek I dan II sudah menempatkan anak sebagai orang penting dalam kehidupan mereka,sedangkan subjek III belum. Status mereka yang sudah menikah dan memiliki anak tersebut juga menyebabkan subjek I dan II semakin beralasan untuk menjauh dari hubungan keluarga. Hurlock (1992, h.65) mengungkapkan hubungan sosial sangat dipengaruhi oleh konsep yang salah. Anak-anak yang salah menginterpretasikan apa yang dikatakan dan dilakukan orang lain serta tidak menangkap status dirinya ataupun orang lain dalam kelompok dengan tepat, maka akan sangat terhambat dalam hubungannya dengan anggota kelompok. Akibatnya mereka tidak dapat menikmati penerimaan sosial yang seharusnya diterima, apabila pengertian mereka terhadap orang lain dan diri mereka tepat. Diri ideal. Ketiga subjek memiliki diri ideal yang terpusat pada prestasi mereka dalam tugas perkembangan, meskipun setiap subjek memiliki pandangan yang berbeda dalam pencapaian atau prestasi mereka masing-masing. Hal ini sesuai dengan teori terpusat pada pribadi dari Rogers (dalam Alwisol, 2014, h. 270) tentang ideal self 113

yang mencakup gambaran diri seperti yang dinginkan, bagaimana diri individu seharusnya, sebagai tujuan perkembangan dan prestasi. Subjek I dan III merasa berhasil akan harapan-harapan yang telah dicapai yaitu seperti lulus pendidikan namun tidak dapat diterima di universitas atau jurusan yang diinginkan. Subjek II merasa bersyukur dapat menyelesaikan pendidikan sarjananya tetapi dengan nilai yang kurang memuaskan, begitu juga dengan gaji yang ia dapatkan di tempat bekerja sekarang kurang tinggi. Pada subjek I dan II mempunyai kesamaan dalam harapan yang sudah tercapai yaitu menikah. Ketiga subjek samasama mempunyai harapan baru di masa yang akan datang seperti memiliki rumah, membahagiakan orang tua, menikah, dan sebagainya. Peneliti melihat kelemahan dan keterbatasan pada penelitian ini. Kelemahan dan keterbatasan pada penelitian ini yaitu peran peneliti dalam penelitian kualitatif dapat meningkatkan unsur subjektifitas dalam penelitian. Kedua, peneliti menggunakan peran informan sebagai triangulasi data yang dapat memungkinkan terjadinya bias karena informasi terkesan sangat subjektif. Keseluruhan hasil penelitian konsep diri pada perkawinan campur etnis Jawa-Tionghoa dapat dijelaskan pada bagan yang digambarkan sebagai berikut: 114

Gambar 5. Hasil Penelitian Konsep Diri pada Anak Perkawinan Campur Etnis Jawa- Tionghoa Significant Others: Penerimaan atau penolakan keluarga inti dan keluarga besar Reference Group: penerimaan atau penolakan lingkungan sosial, julukan dan diskriminasi Fisik: persamaan atau perbedaan kondisi fisik subjek dengan teman-teman atau keluarga Praktek Membesarkan Anak: pengajaran budaya Tionghoa atau Jawa KD 1. Diri Fisik: (-) merasa minder dengan penampilan fisiknya yaitu rambut ataupun warna kulit, (-) tidak percaya diri dengan bentuk fisik subjek yang berbeda dari teman-temannya, (+) menerima dan menyukai penampilan fisik subjek, (+) mencari solusi untuk menyukai penampilan fisik subjek 2. Diri Psikologis: (-) menolak keberadaan subjek sebagai anak campuran, (-) menumbuhkan karakter yang negative tanpa disadari, (+) mengenal kelebihan dan kekurangan subjek, (+) menerima diri sebagai anak campuran etnis Jawa-Tionghoa, 3. Diri Sosial: (-) menutup diri dari lingkungan sosial, (-) menolak jika dipanggil mbak, (-) menjauh dari hubungan dengan keluarga besar, (-) diskriminatif dalam memilih jodoh, (+) terbuka dengan lingkungan sosial, (+) mampu beradaptasi dengan lingkungannya, (+) menerima julukan yang diberikan kepada subjek 4. Diri ideal: (-) terpaksa menerima diri sebagai anak campuran etnis, (-) menyesali impian yang tercapai namun tidak sesuai dengan keinginannya, (+) mencapai impian subjek dalam menyelesaikan tugas pendidikan, (+) bangga menjadi anak campuran etnis, (+) memiliki harapan baru Menerima Menolak Positif Positif dan negatif 115 Negatif