BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

Bab III Geologi Daerah Penelitian

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

GEOLOGI DAN EKSPLORASI BATUBARA DAERAH ASAM-ASAM, KABUPATEN TANAH LAUT, KALIMANTAN SELATAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Subsatuan Punggungan Homoklin

BAB IV SIKLUS SEDIMENTASI PADA SATUAN BATUPASIR

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI DAERAH KLABANG

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOLOGI CEKUNGAN TARAKAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III Perolehan dan Analisis Data

I.1 Latar Belakang I.2 Maksud dan Tujuan

Geologi Daerah Penelitian. III Hubungan Stratigrafi

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Adanya cangkang-cangkang mikro moluska laut yang ditemukan pada sampel dari lokasi SD9 dan NG11, menunjukkan lingkungan dangkal dekat pantai.

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB 1. PENDAHULUAN...

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Ciri Litologi

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

KONTROL STRUKTUR GEOLOGI TERHADAP SEBARAN ENDAPAN KIPAS BAWAH LAUT DI DAERAH GOMBONG, KEBUMEN, JAWA TENGAH

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Hubungan dan Kesebandingan Stratigrafi

dalam Zonasi Bolli & Saunders (1985), berdasarkan kandungan plangton tersebut maka kisaran umur satuan batuan ini adalah N21 atau Pliosen Atas.

BAB IV ANALISIS FASIES PENGENDAPAN

Batupasir. Batulanau. Foto 3.15 Bagian dari Singkapan Peselingan Batulanau dengan Batupasir pada Lokasi Sdm.5 di Desa Sungapan

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada gambar di bawah ini ditunjukkan lokasi dari Struktur DNF yang ditandai

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

dan Satuan Batulempung diendapkan dalam lingkungan kipas bawah laut model Walker (1978) (Gambar 3.8).

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV STUDI BATUPASIR NGRAYONG

BAB II GEOLOGI REGIONAL

Foto III.14 Terobosan andesit memotong satuan batuan piroklastik (foto diambil di Sungai Ringinputih menghadap ke baratdaya)

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab II Geologi Regional

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB IV UNIT RESERVOIR

Transkripsi:

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Kondisi geomorfologi suatu daerah merupakan gambaran kondisi dari relief muka bumi. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh proses alam yang terjadi pada daerah tersebut. Proses tersebut berupa proses eksogen dan endogen. Proses eksogen merupakan proses alam yang bersifat destruktif, seperti erosi dan pelapukan. Sedangkan proses endogen merupakan proses alam yang bersifat konstruktif dan hadir dalam bentuk struktur geologi, seperti lipatan, sesar, dan pengangkatan. Daerah penelitian merupakan wilayah operasi pertambangan milik PT Arutmin Indonesia. Secara umum daerah penelitian merupakan daerah perbukitan bergelombang yang terletak tidak terlalu jauh dari garis pantai Kalimantan bagian tenggara. Elevasi tertinggi di daerah ini yaitu 70 meter di atas permukaan laut, berada pada bagian timurlaut daerah penelitian, sedangkan elevasi terendah berada pada -10 meter di atas permukaan laut, berada pada bagian baratdaya daerah penelitian. Morfologi di daerah ini dibentuk oleh perlapisan batuan sedimen yang monoklin dengan jurus ke arah timurlaut-baratdaya dan arah kemiringan batuan secara umum relatif ke arah tenggara. Berdasarkan klasifikasi geomorfologi berdasarkan kemiringan lereng yang dikemukakan oleh van Zuidam (1985), daerah penelitian dibagi menjadi dua satuan geomorfologi, yaitu: 1. Satuan Perbukitan Bergelombang Rendah Satuan ini menempati 45% daerah penelitian dan ditandai dengan warna hijau pada Peta Geomorfologi terlampir (Lampiran C2). Ciri-ciri satuan ini adalah memiliki kontur jarang sampai sedang pada dataran yang luas, memiliki relief halus sampai sedang dengan nilai kemiringan lereng antara 3-25%, dan memiliki elevasi ketinggian antara 5-40 meter di atas permukaan laut (Gambar 6 dan 7). Di dalam satuan ini terdapat sebagian kecil daerah yang telah mengalami ubahan bentuk morfologi berupa depresi (Gambar 8). 13

Hal ini akibat adanya gangguan yang dilakukan oleh manusia berupa aktivitas pertambangan (Gambar 9). B T Gambar 6. Satuan Perbukitan Bergelombang Rendah daerah penelitian dengan ciri kontur jarang U S Gambar 7. Satuan Perbukitan Bergelombang Rendah daerah penelitian, menunjukkan relief yang halus sampai sedang Pada satuan ini terdapat beberapa tinggian berupa bukit yang cukup landai dan memanjang searah timurlaut-baratdaya. Adanya tinggian ini ditafsirkan sebagai adanya perbedaan kekuatan batuan terhadap proses geomorfik yang terjadi. Satuan ini termasuk dalam tahap geomorfik dewasa, kecuali pada daerah yang sedang dilakukan aktifitas pertambangan termasuk dalam tahap geomorfik muda. Proses geomorfik yang terjadi pada satuan ini yaitu 14

pelapukan dan erosi. Adanya aktivitas pertambangan di sebagian kecil bagian juga mengubah kondisi morfologi di daerah ini dengan cukup signifikan. T B Gambar 8. Morfologi terubah pada Satuan Perbukitan Bergelombang Rendah U S Gambar 9. Aktivitas penambangan liar oleh para penduduk mengakibatkan perubahan bentukan morfologi pada Satuan Perbukitan Bergelombang Rendah 2. Satuan Perbukitan Bergelombang Sedang Satuan ini menempati 55% dari daerah penelitian dan ditandai dengan warna coklat pada Peta Geomorfologi terlampir (Lampiran C2). Satuan ini memiliki ciri berupa perbukitan bergelombang yang berjajar dengan arah timurlaut-baratdaya, memiliki elevasi tertinggi pada 75 meter di atas permukaan laut dan elevasi terendah pada 10 meter di atas permukaan laut. 15

Satuan ini memiliki kontur sedang dan relief sedang sampai tinggi dengan kemiringan lereng berkisar antara 15-40% (Gambar 10). Di dalam satuan ini terdapat daerah yang telah mengalami ubahan bentuk morfologi yang cukup besar berupa depresi (Gambar 11) dan juga gundukan (Gambar 12). Bentukan depresi diakibatkan karena adanya gangguan yang dilakukan oleh manusia berupa aktivitas pertambangan, sedangkan gundukan yang ada merupakan hasil buangan lapisan penutup batubara yang ditambang. Satuan ini termasuk dalam tahap geomorfik dewasa, kecuali pada daerah yang sedang dilakukan aktifitas pertambangan termasuk dalam tahap geomorfik muda. Proses geomorfik yang terjadi pada satuan ini yaitu pelapukan dan erosi. B T Gambar 10. Satuan Perbukitan Bergelombang Sedang 16

T B Gambar 11. Morfologi terubah berupa depresi karena aktivitas tambang U S Gambar 12. Morfologi terubah berupa gundukan hasil buangan lapisan penutup batubara 3.2. Stratigrafi Stratigrafi daerah penelitian dibagi berdasarkan satuan litostratigrafi tidak resmi, yaitu penggolongan lapisan batuan secara bersistem menjadi satuan bernama berdasarkan ciri-ciri litologinya, meliputi jenis dan kombinasi batuan, serta kesamaan ciri atau gejala litologi batuan yang dapat diamati di lapangan. Satuan litostratigrafi daerah penelitian dibagi menjadi empat satuan batuan litostratigrafi tidak resmi. Urutan satuan batuan tersebut dari tua ke muda yaitu: Satuan Batulempung A, Satuan Batupasir A, Satuan Batulempung B, dan Satuan Batupasir B. Urutan satuan batuan pada daerah penelitian dapat dilihat pada kolom stratigrafi umum daerah penelitian (Gambar 13). 17

Gambar 13. Kolom stratigrafi umum daerah penelitian 3.2.1. Satuan Batulempung A 3.2.1.1. Penyebaran dan Ketebalan Satuan Batulempung A merupakan satuan tertua di daerah penelitian dan ditandai dengan warna hijau muda pada Peta Geologi (Lampiran C3). Satuan ini menempati sekitar 43% dari daerah penelitian dan terletak pada bagian utara, timur, dan barat daerah penelitian. Satuan ini dapat ditemui pada lokasi singkapan PT-20, PT-21, PT-22, PT-79, PT-80, PT-81, PT-82, PT-83, PT-84, PT-85, PT-86, PT-87, PT-88, PT-89, PT-90, PT-91, PT-92, PT-93, dan PT-94. Hasil rekonstruksi pada penampang geologi memperlihatkan satuan ini memiliki ketebalan lebih dari 1.586 meter. 3.2.1.2. Ciri Litologi Litologi pada satuan ini didominasi oleh batulempung, dengan sisipan batupasir dan batubara. Batulempung, berwarna kelabu dan juga terdapat yang berwarna putih kemerahan, pada beberapa tempat terdapat fragmen berupa karbon (Gambar 14) dan nodul batulempung Fe. Ketebalan lapisan bervariasi antara 0,5 sampai lebih dari 5 meter. 18

Batupasir, berwarna putih kecoklatan, masif (Gambar 15), ukuran butir sangat halus sampai halus, membundar-membundar tanggung, pemilahan baik, porositas baik, non-karbonatan, tidak kompak (loose), terdapat fragmen kuarsa dan karbon (Gambar 17), struktur sedimen yang ditemui berupa laminasi sejajar, silang-siur berukuran mega (Gambar 16), dan menghalus ke atas. Ketebalan lapisan 0,5-4 meter. Berdasarkan analisis petrografi pada conto batupasir di lokasi PT-80 (Lampiran A1) diperoleh hasil bahwa batupasir pada satuan ini merupakan Batupasir Arkosic Arenite (Pettijohn, 1957). Batubara (Gambar 18), berwarna hitam, gores coklat, getas, kilap kacakusam, pecahan sub-conchoidal - conchoidal, resinous, mengandung pirit, dan terdapat struktur kayu. Ketebalan lapisan antara 0,5-3 meter. Fragmen karbon Gambar 14. Fragmen karbon yang terbampatkan membentuk lapisan sendiri pada batulempung PT-93 19

Gambar 15. Batupasir masif pada singkapan PT-86 Gambar 16. Struktur sedimen silang-siur berukuran mega pada PT-94 20

Gambar 17. Fragmen karbon pada batupasir PT-80 Gambar 18. Singkapan batubara pada PT-82 3.2.1.3. Lingkungan Pengendapan Berdasarkan ciri litologi dan struktur sedimen yang ditemui berupa laminasi sejajar dan silang-siur berukuran mega mengindikasikan bahwa satuan ini diendapkan pada arus traksi dan fluvial. Adanya struktur butiran yang menghalus ke atas, tidak dijumpainya batuan yang karbonatan dan mengandung fosil, serta kemunculan lapisan batubara menunjukkan satuan ini berada pada lingkungan yang mengarah ke darat. Berdasarkan analisis granulometri yang telah dilakukan pada sampel PT- 80 (Lampiran B1) menunjukkan model pengendapan dengan mekanisme 21

pengendapan fluvial (Visher, 1969). Oleh penulis, satuan ini diinterpretasikan diendapkan pada lingkungan fluvial (Horne dkk., 1978). 3.2.1.4. Hubungan Stratigrafi Hubungan stratigrafi dengan satuan di bawah Satuan Batulempung A tidak diketahui karena tidak tersingkap pada daerah penelitian. Berdasarkan arah jurus dan kemiringan yang dimiliki oleh satuan ini dengan satuan di atasnya, yaitu Satuan Batupasir A, relatif sama yaitu arah jurus timurlaut-baratdaya dengan kemiringan ke arah tenggara. Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa hubungan Satuan Batulempung A selaras dengan Satuan Batupasir A yang diendapkan di atasnya. 3.2.1.5. Umur Pada daerah penelitian tidak ditemukan adanya fosil, sehingga penentuan umur pada satuan ini mengacu pada kesebandingan umur oleh peneliti terdahulu. Berdasarkan ciri litologinya, Satuan Batulempung A dapat disetarakan dengan Formasi Warukin Atas berumur Miosen Tengah. 3.2.2. Satuan Batupasir A 3.2.2.1. Penyebaran dan Ketebalan Satuan Batupasir A ditandai dengan warna kuning muda pada Peta Geologi terlampir (Lampiran C3). Satuan ini menempati sekitar 30% dari daerah penelitian dan terletak pada bagian tengah daerah penelitian. Satuan ini dapat ditemui pada lokasi singkapan PP-51, PP-52, PP-53, PP-63, PT-23, dan PT-78. Hasil rekonstruksi pada penampang geologi memperlihatkan satuan ini memiliki ketebalan 454 meter. 3.2.2.2. Ciri Litologi Litologi pada satuan ini didominasi oleh batupasir, dengan sisipan batulempung dan batubara. Batupasir, berwarna putih kecoklatan, masif, ukuran butir sangat halus sampai halus, membundar-membundar tanggung, pemilahan baik, porositas baik, non-karbonatan, tidak kompak (loose), terdapat fragmen kuarsa dan karbon, 22

struktur sedimen yang ditemui berupa laminasi sejajar (Gambar 20), silang-siur, dan menghalus ke atas. Ketebalan lapisan 0,5-2 meter. Batulempung, berwarna kelabu dan juga terdapat yang berwarna putih kemerahan, pada beberapa tempat terdapat fragmen berupa karbon dan nodul batulempung Fe (Gambar 19). Ketebalan lapisan bervariasi antara 0,5-3 meter. Batubara, berwarna hitam, gores coklat, getas, kilap kaca-kusam, pecahan sub-conchoidal - conchoidal, resinous, mengandung pirit, dan terdapat struktur kayu. Ketebalan lapisan antara 0,5-2 meter. Gambar 19. Nodul Fe pada lokasi PP-52 Nodul Gambar 20. Batupasir dengan struktur laminasi sejajar pada PT-23 23

3.2.2.3. Lingkungan Pengendapan Pada satuan ini semakin banyak ditemui litologi batupasir, sedangkan batubara dan batulempung hanya dijumpai sebagai sisipan. Berdasarkan ciri litologi dan struktur sedimen laminasi sejajar dan silang siur menunjukkan satuan ini diendapkan pada arus traksi dan berada pada lingkungan yang dekat ke darat. Menurut penulis, satuan ini dapat diinterpretasikan diendapkan pada lingkungan fluvial (Horne dkk, 1978). 3.2.2.4. Hubungan Stratigrafi Kontak satuan ini selaras dengan satuan dibawahnya. Hal ini berdasarkan atas kesamaan arah jurus dan kemiringan yang dimiliki oleh Satuan Batupasir A ini dengan satuan dibawahnya, yaitu Satuan Batulempung A. Sedangkan hubungan stratigrafi dengan satuan diatasnya juga selaras. 3.2.2.5. Umur Pada daerah penelitian tidak ditemukan adanya fosil, sehingga penentuan umur pada satuan ini mengacu pada kesebandingan umur oleh peneliti terdahulu. Berdasarkan ciri litologinya, Satuan Batupasir A dapat disetarakan dengan Formasi Warukin Atas berumur Miosen Tengah. 3.2.3. Satuan Batulempung B 3.2.3.1. Penyebaran dan Ketebalan Satuan Batulempung B (Gambar 21) ditandai dengan warna hijau tua pada Peta Geologi (Lampiran C3). Satuan ini menempati sekitar 12% dari daerah penelitian dan terletak pada bagian selatan daerah penelitian dengan pelaparan memanjang dari arah baratdaya ke timurlaut. Satuan ini dapat ditemui pada lokasi singkapan PP-01, PP-02, PP-03, PP-04, PP-15, PP-16, PP-17, PP-39, PP-42, PP- 43, PP-44, PP-57, PP-62, PP-70, PP-71, dan PP-72. Hasil rekonstruksi pada penampang geologi memperlihatkan ketebalan satuan ini adalah 194 meter. 3.2.3.2. Ciri Litologi Litologi pada satuan ini didominasi oleh batulempung dan batubara, dengan sisipan batupasir. 24

Batulempung, berwarna putih kemerahan dan kelabu (Gambar 23), pada beberapa tempat terdapat fragmen berupa karbon dan nodul batulempung Fe (Gambar 24). Ketebalan lapisan bervariasi antara 0,5 sampai lebih dari 3 meter. Batubara, berwarna hitam, gores coklat, getas, kilap kusam, pecahan subconchoidal, resinous, dan terdapat struktur kayu (Gambar 22). Secara fisik adanya struktur kayu ini menandakan bahwa batubara tersebut masih berumur muda dengan kalori yang tidak tinggi. Ketebalan lapisan antara 0,3-34 meter. Batupasir, berwarna putih kecoklatan-coklat, ukuran butir sangat halus sampai halus, membundar-membundar tanggung, pemilahan baik, porositas baik, non-karbonatan, masif dan tidak kompak (loose) (Gambar 25), terdapat fragmen kuarsa dan karbon, struktur sedimen yang ditemui berupa laminasi sejajar, silangsiur, dan menghalus ke atas (Gambar 26). Ketebalan lapisan 0,5-6 meter. Berdasarkan analisis petrografi yang dilakukan pada conto batupasir di lokasi PP-39 (Lampiran A2) diperoleh hasil berupa Batupasir Arkosic Wacke (Pettijohn, 1957), pada lokasi PP-03 (Lampiran A3) diperoleh hasil berupa Batupasir Quartz Arenite (Pettijohn, 1957), dan pada lokasi PP-42 (Lampiran A4) diperoleh hasil berupa Quartz Arenite (Pettijohn, 1957). Gambar 21. Satuan Batulempung B daerah penelitian 25

Gambar 22. Singkapan batubara PP-42 Gambar 23. Batulempung kelabu pada lokasi PP-01 Gambar 24. Nodul Fe pada batulempung PP-02 26

Gambar 25. Kontak batupasir masif dengan batubara pada lokasi PP-39 Gambar 26. Struktur sedimen menghalus ke atas pada batupasir PP-72 3.2.3.3. Lingkungan Pengendapan Pada satuan ini terdapat lapisan batulempung dan batubara yang tebal dan berlapis-lapis dengan sisipan batupasir. Adanya struktur butiran yang menghalus ke atas pada batupasir, tidak dijumpainya batuan yang karbonatan, dan tidak terdapat fosil, menunjukkan satuan ini berada pada lingkungan rawa. Pada analisis granulometri yang dilakukan pada sampel PP-39 (Lampiran B2), PP-03 (Lampiran B3), dan PP-42 (Lampiran B4) menunjukkan model pengendapan dengan mekanisme pengendapan delta (Visher, 1969). Oleh penulis, satuan ini diinterpretasikan diendapkan pada lingkungan transisi antara lower dan upper delta plain (Horne dkk, 1978). 27

3.2.3.4. Hubungan Stratigrafi Tidak dijumpai batas tegas dengan satuan di bawah Satuan Batulempung B. Diperkirakan satuan ini diendapkan secara selaras diatas Satuan Batupasir A dibawahnya. Hal ini berdasarkan arah jurus dan kemiringan yang relatif sama (arah jurus timurlaut-baratdaya dan kemiringan ke arah tenggara) pada kedua satuan. Sedangkan kontak satuan ini dengan satuan diatasnya adalah selaras, berdasarkan kesamaan arah jurus dan kemiringannya. 3.2.3.5. Umur Pada daerah penelitian tidak ditemukan adanya fosil, sehingga penentuan umur pada satuan ini mengacu pada kesebandingan umur oleh peneliti terdahulu. Berdasarkan persamaan ciri litologi yang terdapat pada Satuan Batulempung B dengan ciri litologi pada stratigrafi regional, maka satuan ini dapat disetarakan dengan Formasi Warukin Atas berumur Miosen Tengah. 3.2.4. Satuan Batupasir B 3.2.4.1. Penyebaran dan Ketebalan Satuan Batupasir B ditandai dengan warna kuning tua pada Peta Geologi terlampir (Lampiran C3). Satuan ini menempati sekitar 15% dari daerah penelitian dan terletak pada bagian selatan daerah penelitian. Satuan ini dapat ditemui pada lokasi singkapan PP-58, PP-59, PP-60, PP-61, dan PP-73. Hasil rekonstruksi pada penampang geologi memperlihatkan satuan ini memiliki ketebalan lebih dari 518 meter. 3.2.4.2. Ciri Litologi Litologi pada satuan ini didominasi oleh batupasir, dengan sisipan batulempung dan batubara. Batupasir (Gambar 27), berwarna putih kemerahan, masif, ukuran butir sangat halus sampai halus, membundar tanggung, pemilahan baik, porositas baik, non-karbonatan, tidak kompak (loose), terdapat fragmen kuarsa. Ketebalan lapisan 0,5-1,5 meter. Berdasarkan analisis petrografi yang dilakukan pada conto batupasir di lokasi PP-61 (Lampiran A5) diperoleh hasil bahwa batupasir pada satuan ini 28

merupakan Batupasir Arkosic Arenite (Pettijohn, 1957) dan pada lokasi PP-60 (Lampiran A6) diperoleh hasil berupa Batupasir Arkosic Arenite (Pettijohn, 1957). Batulempung (Gambar 28), berwarna kelabu, pada beberapa tempat terdapat fragmen berupa karbon. Ketebalan lapisan bervariasi antara 0,5-1 meter. Batubara (Gambar 29), berwarna hitam, gores coklat, getas, kilap kacakusam, pecahan sub-conchoidal - conchoidal, resinous, mengandung pirit. Ketebalan lapisan antara 0,5-1,5 meter. Gambar 27. Singkapan batupasir berwarna putih kemerahan pada PP- 73 Batulempung Batupasir Gambar 28. Kontak batupasir berwarna putih kemerahan dengan batulempung warna kelabu pada PP-59 29

Gambar 29. Kontak batupasir - batubara pada PP-60 Batubara Batupasir 3.2.4.3. Lingkungan Pengendapan Pada satuan ini semakin banyak ditemui litologi batupasir, sedangkan batubara dan batulempung hanya dijumpai sebagai sisipan. Berdasarkan ciri litologi dan struktur sedimen laminasi sejajar menunjukkan satuan ini diendapkan pada arus traksi dan berada pada lingkungan yang semakin mengarah ke darat. Hasil analisis granulometri yang dilakukan pada sampel PP-61 (Lampiran B5) dan PP-60 (Lampiran B2) menunjukkan model pengendapan dengan mekanisme pengendapan pada lingkungan fluvial dan delta (Visher, 1969). Menurut penulis, satuan ini dapat diinterpretasikan diendapkan pada lingkungan upper delta plain (Horne dkk, 1978). 3.2.4.4. Hubungan Stratigrafi Kontak satuan ini diperkirakan selaras dengan satuan dibawahnya. Hal ini berdasarkan atas kesamaan arah jurus dan kemiringan yang dimiliki oleh Satuan Batupasir B ini dengan satuan dibawahnya, yaitu Satuan Batulempung B. Sedangkan hubungan stratigrafi dengan satuan diatasnya tidak diketahui karena tidak tersingkap di daerah penelitian. 3.2.4.5. Umur Pada daerah penelitian tidak ditemukan adanya fosil, sehingga penentuan umur pada satuan ini mengacu pada kesebandingan umur oleh peneliti terdahulu. 30

Berdasarkan ciri litologinya, Satuan Batupasir B dapat disetarakan dengan Formasi Dahor berumur Miosen Akhir. 3.3. Struktur Geologi Struktur yang ditemui pada daerah penelitian adalah kemiringan lapisan. Pada daerah penelitian ini memiliki jurus yang berarah timurlaut-baratdaya dengan kemiringan antara 26 0-35 0 ke arah tenggara. Pola struktur ini sesuai dengan pola struktur yang dihasilkan oleh Pegunungan Meratus yang terletak di utara di bagian luar daerah penelitian. Struktur kemiringan lapisan yang terdapat pada daerah penelitian diinterpretasikan merupakan hasil dari adanya gaya kompresi orogenesa Kompleks Meratus yang memiliki arah tegasan utama baratlaut-tenggara. Gaya kompresi ini terjadi setelah Satuan Batupasir B di daerah penelitian diendapkan pada awal Neogen dengan fragmen Laut Cina Selatan di daerah Kalimantan pada bagian utara. Kemudian pada Miosen Tengah mengalami benturan dengan Pulau Sulawesi pada bagian timur. Adanya proses kompresi inilah yang akhirnya menyebabkan lapisan sedimen yang terdapat di daerah penelitian menjadi miring ke arah tenggara. 3.4. Sejarah Geologi Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada daerah penelitian didapatkan suatu sintesa mengenai ciri litologi pada tiap satuan, lingkungan pengendapan, umur, hubungan stratigrafi, dan pola struktur yang terjadi pada daerah penelitian. Gabungan data tersebut dengan data literatur dari penelitianpenelitian sebelumnya dapat digunakan untuk mengetahui sejarah geologi daerah penelitian. Sejarah geologi daerah penelitian dimulai pada Kala Miosen Tengah saat Satuan Batulempung diendapkan hingga Satuan Batupasir yang paling muda diendapkan pada Kala Miosen Akhir. Pada Kala Miosen Tengah diendapkan satuan tertua pada daerah ini, yaitu Satuan Batulempung A dengan lingkungan pengendapan fluvial. Kemudian secara selaras diendapkan Satuan Batupasir A yang juga memiliki lingkungan 31

pengendapan fluvial. Setelah itu diendapkan Satuan Batulempung B pada lingkungan transisi antara lower dan upper delta plain. Pada masa ini banyak terbentuk endapan batubara yang tebal. Ketiga satuan ini disetarakan dengan Formasi Warukin Atas. Fase yang terjadi pada saat pengendapan kedua satuan ini adalah fase regresi. Fase regresi ini terus berlanjut akibat adanya pengangkatan hasil benturan fragmen Laut Cina Selatan dengan Pulau Kalimantan pada bagian utara dan juga benturan pada Pulau Kalimantan bagian Timur dengan Pulau Sulawesi. Pada Kala Miosen Tengah sampai Miosen Akhir diendapkan Satuan Batupasir B selaras diatas Satuan Batulempung B dengan lingkungan pengendapan upper delta plain. Satuan ini disetarakan dengan Formasi Dahor. Kemudian, pada Kala Pliosen- Pleistosen terjadi aktivitas struktur berupa kompresi. Gaya kompresi yang terjadi mengakibatkan adanya pengangkatan dan menyebabkan banyak struktur geologi yang terbentuk pada masa itu. Gaya kompresi inilah yang membuat struktur kemiringan lapisan ke arah tenggara pada daerah penelitian. 32