PENDAHULUAN Latar Belakang Keterbatasan lahan produktif menyebabkan ekstensifikasi pertanian mengarah pada lahan-lahan marjinal. Lahan gambut adalah salah satu jenis lahan marjinal yang dipilih, terutama oleh perkebunan besar, karena relatif lebih jarang penduduknya sehingga kemungkinan konflik tata guna lahan relatif kecil. Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta hektar, yang tersebar terutama di Sumatera, Kalimantan dan Papua (BB Litbang SDLP, 2008). Namun karena variabilitas lahan ini sangat tinggi, baik dari segi ketebalan gambut, kematangan maupun kesuburannya, tidak semua lahan gambut layak untuk dijadikan areal pertanian. Dari 18,3 juta ha lahan gambut di pulau-pulau utama Indonesia, hanya sekitar 6 juta ha yang layak untuk pertanian (Agus dan Subiksa, 2008). Sesuai dengan arahan Departemen Pertanian (BB Litbang SDLP, 2008), lahan gambut yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan disarankan pada gambut dangkal (<100 cm). Dasar pertimbangannya adalah gambut dangkal memiliki tingkat kesuburan relatif lebih tinggi dan memiliki resiko lingkungan lebih rendah dibandingkan gambut dalam. Lahan gambut dengan kedalaman 1,4-2 m tergolong sesuai marjinal untuk berbagai jenis tanaman pangan. Faktor pembatas utama adalah kondisi media perakaran dan unsur hara yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman. Tanaman pangan yang mampu beradaptasi adalah padi, jagung, kedelai, ubi kayu, kacang panjang dan berbagai jenis sayuran lainnya (Agus dan Subiksa, 2008).
Secara umum permasalahan karakteristik fisik gambut yang penting dalam pemanfaatannya untuk pertanian meliputi kadar air, berat isi (bulk density) yang rendah, daya menahan beban (bearing capacity) yang rendah, penurunan permukaan, dan mengering tidak balik (irriversible drying). Sedangkan karakteristik kimia yaitu lahan gambut umumnya mempunyai tingkat kemasaman yang relatif tinggi dengan kisaran ph 3-5. Di sisi lain kapasitas tukar kation (KTK) gambut tergolong tinggi, sedangkan jumlah basa tukar rendah sehingga kejenuhan basa (KB) menjadi sangat rendah. Selain itu karena adanya beragam asam-asam organik yang sebagian bersifat racun bagi tanaman sehingga juga ikut menurunkan pertumbuhan tanaman. Sebagian lahan gambut di daerah Asahan tergolong ke dalam gambut ombrogen. Menurut tingkat kesuburannya lahan gambut tersebut tidak dipengaruhi oleh pasang surut air laut dan relatif kurang subur dibandingkan dengan gambut topogen. Dari hasil analisis awal menujukan bahwa tanah gambut ombrogen memiliki tingkat kemasaman (ph) 3,78, DHL 0,056 mmhos/cm dan BD 0,13 gram/cm 3 dimana karakteristik fisik dan kimia ini menunjukan bahwa gambut topogen lebih baik. Hasil penelitian Wiratmoko dkk. (2008) menyatakan gambut topogen memiliiki karakteristik fisik dan kimia yang lebih baik, seperti tingkat kemasaman (ph) 3,5-3,6, berat volume 0,31 gram/cm 3, dan kadar abu 15,81%, dibandingkan gambut ombrogen yang memiliki ph 3,2-3,4, berat volume 0,26 gram/cm 3 begitu juga dengan hasil produksi kelapa sawit, pada umur tanaman yang sama gambut topogen mampu meningkatkan produktivitas 19,64-25,53 ton TBS/ha/tahun, sedangkan pada lahan gambut ombrogen hanya 9,93-13,51 ton TBS/ha/tahun. Lahan gambut ombrogen pada awalnya merupakan
vegetasi hutan alami yang belum ada aktifitas manusia. Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan manusia akan pangan, khususnya beras sebagian lahan gambut tersebut dialihfungsikan menjadi sawah, sehingga penduduk melakukan budidaya padi sawah. Rendahnya produktivitas padi di lahan gambut selain karena kandungan asam-asam fenolat yang tinggi sehingga dapat meracuni tanaman, rendahnya kation-kation esensial merupakan faktor penting penyebab rendahnya produktivitas lahan gambut. Secara umum produksi padi menunjukan variasi yang cukup besar berkisar dari 0,2 sampai 4,1 ton/hektar gabah kering panen dan terlihat dengan rata-rata produksi padi sawah pada tanah gambut ketebalan 100 cm dibandingkan dengan ketebalan kurang dari 60 cm menunjukan penuruan 36,7% sedangkan produksi tertinggi tercapai pada ketebalan gambut kurang dari 60 cm (Abdullah, 1997). Hal ini juga sejalan dari hasil penelitian yang melaporkan dengan masih tergolong tingginya jumlah gabah hampa per malai untuk pengujian empat varietas padi yaitu Batang Piaman 23,5 butir, Ciherang 19,7 butir, Cisadane 21,1 butir, dan IR64 16,5 butir (Zulman dan Widodo, 2009). Zeolit merupakan mineral kristalin aluminosilikat terhidrasi dan struktur berongga yang mengandung kation alkali atau alkali tanah dalam kerangka tiga dimensi. Rongga-rongga tersebut diisi oleh kation dan air sehingga zeolit dapat digunakan sebagai penukar ion, penyaring dan penjerap molekul serta katalis. Dengan sifat-sifat tersebut zeolit dapat dimanfaatkan sebagai pengikat hara untuk meningkatakan efisiensi penggunaan pupuk. Dengan melihat sifat mineral zeolit pula maka diharapkan zeolit ini mampu meningkatakan ph tanah gambut yang
rendah dan menurunkan DHL tanah melalui penjerapan garam-garam terlarut terutama Na juga dengan kandungan Al 2 O 3 yang tinggi mampu menetralisir asam-asam organik di tanah gambut. Pemberian mineral bahan induk tanah juga penting di dalam perubahan tanah, memberikan kembali serta memineralisasi tanah yang penting dari rencana pengelolaan tanah gambut. Upaya pemberian mineral bahan induk tanah sebagai alternatif pada tanah gambut adalah dengan pemberian bahan vulkan yang terbentuk dari lapukan materi dari letusan gunung berapi yang subur mengandung unsur hara yang tinggi diantaranya unsur logam Al, Ca, Mg, Si dan Fe. Adanya kation polivalen juga (seperti Al dan Fe) dapat mengurangi efek buruk dari asam-asam organik pada tanah gambut. Dengan sifat ini diharapakan mampu meningkatkan perbaikan sifat fisik maupun kimia serta mampu menurunkan tingkat kemasaman tanah yang tinggi, dan meningkatkan basa-basa tukar pada tanah gambut. Untuk mengatasi berbagai permasalahan rendahnya produktivitas budidaya padi di lahan gambut tersebut salah satu alternatif adalah juga dengan pemberian air laut yang diharapkan dapat meningkatkan basa-basa tukar di tanah gambut dan meningkatkan ph tanah gambut. Beberapa penelitian menunjukan bahwa gambut yang dipengaruhi pasang surut air laut lebih subur. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk meneliti perubahan produktivitas padi sawah yang telah diberi air laut dan zeolit serta bahan vulkan pada tanah gambut.
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh air laut, zeolit dan bahan vulkan serta pemberian pupuk N, P, K dalam memperbaiki kesuburan tanah gambut untuk meningkatkan produktivitas padi sawah. Hipotesis Penelitian a. Pemberian zeolit, bahan vulkan dan air laut dapat memperbaiki sifat-sifat kimia tanah gambut b. Pemberian air laut, zeolit dan bahan vulkan dapat meningkatkan kesuburan tanah gambut dan pertumbuhan padi sawah. Kegunaan Penelitian a. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat digunakan bagi para petani dalam memperbaiki sifat kimia tanah gambut dengan pemberian amelioran untuk meningkatakan produktivitas padi sawah b. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pertanian di Departemen Agroekoteknologi minat Ilmu Tanah Fakultas pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.