BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara dengan GDP terbesar di ASEAN. Menurut McKinsey

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Memasuki abad ke-21, bahan bakar fosil 1 masih menjadi sumber. energi yang dominan dalam permintaan energi dunia.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

Perkembangan Ekspor Indonesia Biro Riset LMFEUI

Neraca Perdagangan Beberapa Negara (juta US$),

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

Anggota Klaster yang terbentuk adalah sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH DESEMBER 2014

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH APRIL 2015

Corruption Perception Index Terus perkuat integritas sektor publik. Dorong integritas bisnis sektor swasta.

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

Meningkatnya Impor Barang Modal Dukung Industri dan Adanya Peningkatan Ekspor ke Pasar Nontradisional

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI MARET 2014

2015 ANALISIS TATA LETAK DI STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UNTUK UMUM PERTAMINA CABANG

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH MEI 2015

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KEHUTANAN Nomor.: P.3/II-KEU/2010 TENTANG

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH DESEMBER 2015

IV. GAMBARAN UMUM NEGARA ASEAN 5+3

Prospek Perekonomian Indonesia dan Regulasi Perpajakan Aviliani 10 Maret 2016

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Inflasi adalah fenomena yang selalu ada di setiap negara dan merupakan

PERKEMBANGAN EKSPOR KALIMANTAN TENGAH SEPTEMBER 2015

KORELASI EKSPOR DAN IMPOR TERHADAP NERACA PERDAGANGAN DAN NERACA PEMBAYARAN DI INDONESIA TAHUN

Disampaikan Dalam Rangka Diskusi Meja Bundar Tinjauan Persiapan Penerapan Standard EURO II Kendaraan Type Baru 2005

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN PMA TRIWULAN I TAHUN 2014

IV. GAMBARAN UMUM Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi di Sektor Pertanian Negara Berkembang dan Maju Periode

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

Masih Perlukah Kebijakan Subsidi Energi Dipertahankan Rabu, 22 Oktober 2014

BAB V GAMBARAN UMUM NEGARA-NEGARA TUJUAN EKSPOR. tersebut juga menjadi tujuan ekspor utama bagi Indonesia.

RINGKASAN EKSEKUTIF KAJIAN PENGEMBANGAN KILANG INDONESIA KEDEPAN

BAB I PENDAHULUAN. Jepang, Singapura, dan Malaysia (bisnis.news.viva.co.id). Perkembangan pasar

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN TENGAH OKTOBER 2012

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 123/PMK.04/2011 TENTANG

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN - PMA TRIWULAN I TAHUN 2017

LAPORAN INDUSTRI PASAR EKSPOR BATUBARA INDONESIA

TABEL 62. PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA KE LUAR NEGERI MENURUT NEGARA TUJUAN D.I YOGYAKARTA TAHUN

Analisis Kinerja Perdagangan Indonesia: Defisit Neraca Perdagangan Mei 2012 Dapat Ditekan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu aspek kunci ketahanan negara, kemampuan untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

IV. METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

BAB 1 PENDAHULUAN. Industri pariwisata dalam beberapa kurun waktu terakhir telah mendapat

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

ASUMSI PERTUMBUHAN EKONOMI APBN Tabel 1. Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, 2011 dan 2012

Oleh : Dr. Hempri Suyatna FISIPOL UGM

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

BERITA NEGARA. No.1193, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Visa. Saat Kedatangan. Perubahan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN-PMA

STRATEGI PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG INVESTASI

Materi Minggu 12. Kerjasama Ekonomi Internasional

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perdagangan internasional semakin besar peranannya terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan tugas wajib bagi negera-negara di dunia

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR KALIMANTAN TENGAH JUNI 2012

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI BENGKULU, JULI 2016

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI INEFISIENSI BBM

BAB I PENDAHULUAN. Harga bahan bakar minyak memegang peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. batasan, asumsi, dan sistematika penulisan laporan.

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SUMATERA UTARA

ULANGAN HARIAN I. : Potensi SDA dan SDM

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara agraris yang mengandalkan sektor pertanian

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mendobrak Pasar Ekspor Melalui Pendekatan Total Football

T0 LAPORAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA. Realisasi Triwulan I 2016

BAB I PENDAHULUAN. Dengan masih besarnya pengaruh Cina terhadap perekonomian dunia, maka

1. BAB I PENDAHULUAN

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR SULAWESI TENGAH

LAPORAN MINGGUAN KONDISI EKONOMI MAKRO & SEKTOR KEUANGAN Maret 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi adalah suatu fenomena yang tidak bisa dielakkan. Globalisasi

Potret Kinerja Migas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ekonomi terbesar di dunia pada tahun Tujuan pemerintah tersebut

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR PROVINSI BENGKULU, AGUSTUS 2016

BAB I PENDAHULUAN. ukuran dari peningkatan kesejahteraan tersebut adalah adanya pertumbuhan

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi bukanlah merupakan hal yang baru bagi kita. Globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan. Salah satu sumber energi utama adalah bahan bakar. Bentuk bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang menimpa kawasan Asia Timur pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012)

REALISASI PENANAMAN MODAL PMDN - PMA TRIWULAN I TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang

Perkembangan Nilai Ekspor dan Impor Industri Pengolahan Tahun 2016

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND PERIODE : JANUARI JULI 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

T0 LAPORAN NERACA PEMBAYARAN INDONESIA. Realisasi Triwulan I 2017

V. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara dengan GDP terbesar di ASEAN. Menurut McKinsey Global Institute, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.1, total GDP Indonesia pada tahun 211 sekitar 4% dari total GDP seluruh negara ASEAN. Total GDP = USD 1848 Milyar (211) 2% 1% 1% % 6% 6% 13% 14% 18% 4% Indonesia Thailand Malaysia Singapura Vietnam Filipina Myanmar Brunei Kamboja Laos Gambar 1.1 Komposisi GDP di ASEAN Sumber: Conference Board Total Economy Database, IMF, World Bank dan Mckinsey Global Institute. Menurut Conference Board Total Economy Database, IMF, World Bank dan Mckinsey Global Institute, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.2, Indonesia juga merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan GDP yang paling cepat dan stabil di dunia. Pertumbuhan GDP Indonesia dekade 2-21 adalah 5.2% hanya kalah dari India 7.7% dan China 11.5%. 1

14% 12% 1% 8% 6% 4% 2% % 11,5% 7,7% Pertumbuhan GDP 2-21 5,2% 4,9% 4,9% 4,2% 4,% 3,9% 3,8% 3,7% 3,6% 3,5% 3,4% 3,1% 3,1% Gambar 1.2 Pertumbuhan GDP 2-21 Sumber: Conference Board Total Economy Database, IMF, World Bank dan Mckinsey Global Institute. Pada tahun 211, menurut World Bank, GDP Indonesia berada di peringkat 16 dengan USD 1131 Milyar dan telah berada di atas Australia, Polandia, Argentina dan Arab Saudi. Pada tahun 23, menurut PWC, GDP Indonesia diprediksi berada di peringkat 11 dengan USD 2912 Milyar dan telah berada di atas Turki, Italia, Korea Selatan, Spanyol, Kanada, Arab Saudi, Australia, Polandia, dan Argentina. Pada tahun 25, menurut PWC, GDP Indonesia diprediksi berada di peringkat 8 dengan USD 6345 Milyar, di atas Jerman, Prancis, Inggris, Turki, Nigeria, Italia, Spanyol, Kanada, Korea Selatan, Arab Saudi, Vietnam, Argentina dan hanya dibawah China, Amerika Serikat, India, Brazil, Jepang, Rusia, Meksiko. Detail mengenai posisi GDP Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.1. 2

No Negara GDP ($ Milyar) Tabel 1.1 Proyeksi GDP 211-23-25 211 23 25 Negara Proyeksi Negara GDP ($Milyar) Proyeksi GDP ($ Milyar) 1 A.S 15,94 China 3,634 China 53,856 2 China 11,347 A.S 23,376 A.S 37,998 3 India 4,531 India 13,716 India 34,74 4 Jepang 4,381 Jepang 5,842 Brazil 8,825 5 Jerman 3,221 Russia 5,38 Jepang 8,65 6 Russia 3,11 Brazil 4,685 Russia 8,13 7 Brazil 2,35 Jerman 4,118 Meksiko 7,49 8 Prancis 2,33 Meksiko 3,662 Indonesia 6,345 9 Inggris 2,287 Inggris 3,499 Jerman 5,822 1 Italia 1,979 Prancis 3,427 Prancis 5,714 11 Meksiko 1,761 Indonesia 2,912 Inggris 5,598 12 Spanyol 1,512 Turki 2,76 Turki 5,32 13 Korea Selatan 1,54 Italia 2,629 Nigeria 3,964 14 Kanada 1,398 Korea Selatan 2,454 Italia 3,867 15 Turki 1,243 Spanyol 2,327 Spanyol 3,612 16 Indonesia 1,131 Kanada 2,148 Kanada 3,549 17 Australia 893 Arab Saudi 1,582 Korea Selatan 3,545 18 Polandia 813 Australia 1,535 Arab Saudi 3,9 19 Argentina 72 Polandia 1,415 Vietnam 2,715 2 Arab Saudi 586 Argentina 1,47 Argentina 2,62 Sumber: World Bank, PWC Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang signifikan akan terus berlangsung didorong oleh permintaan konsumsi domestik. Menurut McKinsey Consumer and Shopper Insight (CSI Indonesia 211), pada tahun 22 diperkirakan terdapat 85 juta orang Indonesia yang menjadi bagian consuming class, naik 4 juta orang dari sebelumnya di tahun 21 hanya 45 juta orang Indonesia yang menjadi bagian consuming class. Selanjutnya pada tahun 23 diperkirakan terdapat 135 juta orang Indonesia yang menjadi bagian consuming class, naik 5 juta orang dari sebelumnya di tahun 22 hanya 85 juta orang Indonesia yang menjadi bagian consuming class. Pertumbuhan ekonomi yang cepat ini akan sejalan dengan kenaikan kebutuhan energi. Minyak bumi akan terus menjadi sumber energi terpenting di 3

MBSD Indonesia hingga 23. Menurut McKinsey Global Institute, nilai pasar energi Indonesia akan naik dari kondisi saat ini yaitu USD 8 Milyar menjadi USD 21 Milyar pada 23 dan kenaikan kebutuhan energi minyak bumi 3% per tahun dengan komposisi pada tahun 23 adalah 27% serta kebutuhan bahan bakar minyak diperkirakan akan meningkat 4% setiap tahunnya. Dengan basis penambahan dua kilang minyak baru dan modernisasi kilang minyak yang ada saat ini, kebutuhan bensin Premium di Indonesia pada tahun 225 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.3 masih defisit 448 MBSD. Tanpa penambahan kilang minyak baru dan modernisasi kilang defisit kebutuhan Premium akan bertambah menjadi 784 MBSD. Kebutuhan Gasoline Tahun 211-225 12 1 8 448 6 237 4 396 177 177 275 259 159 159 2 184 187 193 193 193 211 212 215 22 225 Delta Kebutuhan Gasoline 275 259 396 237 448 Kapasitas Kilang Baru 177 177 Modernisasi Kilang Lama 159 159 Kapasitas Kilang Lama 184 187 193 193 193 Gambar 1.3 Kebutuhan Gasoline di Indonesia 225 Sumber: Pertamina 4

MBSD Sedangkan kebutuhan LPG di Indonesia pada tahun 225 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.4 masih defisit 36 MBSD. Tanpa penambahan kilang minyak baru dan modernisasi kilang defisit kebutuhan LPG akan bertambah menjadi 52 MBSD. 12 1 8 6 4 2 Kebutuhan LPG Tahun 211-225 42 37 36 13 12 13 13 13 211 212 215 22 225 Delta Kebutuhan LPG 42 37 36 28 36 Kapasitas Kilang Baru 5 5 Modernisasi Kilang Lama 11 11 LPG Non Kilang 34 38 38 38 Kapasitas Kilang Lama 13 12 13 13 13 28 36 5 11 5 11 Gambar 1.4 Kebutuhan LPG di Indonesia 225 Sumber: Pertamina Dengan basis penambahan dua kilang minyak baru dan modernisasi kilang minyak yang ada saat ini, kebutuhan Avtur di Indonesia pada tahun 225 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.5 masih defisit 15 MBSD. Tanpa penambahan kilang minyak baru dan modernisasi kilang defisit kebutuhan Avtur akan bertambah menjadi 16 MBSD.Sedangkan kebutuhan Solar di Indonesia pada tahun 225 seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.6 akan surplus 268 MBSD jika dilakukan penambahan dua kilang baru dan modernisasi kilang. Tanpa 5

MBSD MBSD penambahan kilang minyak baru dan modernisasi kilang kebutuhan minyak Diesel/Solar akan defisit menjadi 243 MBSD. 16 14 12 1 8 6 4 2-2 -4 Kebutuhan Avtur Tahun 211-225 74 74 12 14 31 17 17 47 46 45 45 45 211 212 215 22 225 Delta Kebutuhan Avtur 12 14 31-28 15 Kapasitas Kilang Baru 74 74 Modernisasi Kilang Lama 17 17 Kapasitas Kilang Lama 47 46 45 45 45-28 15 Gambar 1.5 Kebutuhan Avtur di Indonesia 225 Sumber: Pertamina Kebutuhan Solar Tahun 211-225 1 8 257 257 6 255 255 4 166 85 135 2 319 345 345 345 345-2 -323-268 -4 211 212 215 22 225 Delta Kebutuhan Solar 166 85 135-323 -268 Kapasitas Kilang Baru 257 257 Modernisasi Kilang Lama 255 255 Kapasitas Kilang Lama 319 345 345 345 345 Gambar 1.6 Kebutuhan Solar di Indonesia 225 Sumber: Pertamina 6

Selain defisit kuantitas produksi dibandingkan kebutuhan, sebagai catatan Refinery Unit IV Cilacap dibangun pada tahun 1976. Tuntutan lingkungan yang semakin ketat serta perkembangan teknologi yang semakin tinggi merupakan daya pendorong bagi kilang minyak untuk menghasilkan produk Gasoline dan Solar yang ramah lingkungan terutama pada aspek kandungan Sulfur. Kandungan Sulfur dalam bensin Premium di Indonesia masih 5 ppm, hanya bensin di Bangladesh yang memiliki kandungan Sulfur yang sama. Sedangkan kandungan Sulfur di bensin negara lain sudah dibawah 5 ppm. Pada tahun 216 diharapkan turun menjadi 15 ppm dan pada tahun 219 kembali turun menjadi 5 ppm. Perbandingan spesifikasi bensin Premium di kawasan Asia Pasifik dapat dilihat di Tabel 1.2 berikut: Tabel 1.2 Spesifikasi Bensin Premium di Asia Pasifik Kandungan Sulfur (ppm) Negara 214 215 216 217 218 219 22 Australia 5 1 1 1 1 1 1 Bangladesh 5 5 5 5 5 5 5 China 15-1 15-1 5-1 5-1 5-1 5-1 5-1 Hongkong 1 1 1 1 1 1 1 India 15-5 5-1 5-1 5-1 5-1 5-1 5-1 Indonesia 5 5 15 15 15 5 5 Jepang <1 <1 <1 <1 <1 <1 <1 Malaysia 5 1 1 1 1 1 1 Selandia Baru 5 1 1 1 1 1 1 Pakistan 15 15 1 1 1 1 1 Filipina 5 5 5 5 5 5 5 Singapura 5 5 5 5 5 5 5 Korea Selatan 1 1 1 1 1 1 1 Sri Lanka 15 15 15 15 15 15 15 Taiwan 1 1 1 1 1 1 1 Thailand 5 1 1 1 1 1 1 Vietnam 15-5 5 1 1 1 1 1 Sumber: Pertamina Kandungan Sulfur dalam Solar di Indonesia masih 35 ppm, paling tinggi dibandingkan dengan negara lain di Asia Pasifik. Pada tahun 216 diharapkan 7

turun menjadi 35 ppm dan pada tahun 219 kembali turun menjadi 5 ppm. Perbandingan spesifikasi Solar di kawasan Asia Pasifik dapat dilihat di Tabel 1.3 berikut: Tabel 1.3 Spesifikasi Solar di Asia Pasifik Kandungan Sulfur (ppm) Negara 214 215 216 217 218 219 22 Australia 1 1 1 1 1 1 1 Bangladesh 5 5 5 5 5 5 5 Brunei 5-1 5-1 5-1 5-1 5-1 5-1 5-1 China 35-1 35-1 5-1 5-1 5-1 5-1 5-1 Hongkong 1 1 1 1 1 1 1 India 35-5 5-1 5-1 5-1 5-1 5-1 5-1 Indonesia 35 35 35 35 35 5 5 Jepang 1 1 1 1 1 1 1 Malaysia 5 1 1 1 1 1 1 Selandia Baru 1 1 1 1 1 1 1 Pakistan 5 5-35 35 35 35 35 35 Filipina 5 5 5 5 5 5 5 Singapura 1 1 1 1 1 1 1 Korea Selatan 1 1 1 1 1 1 1 Sri Lanka 5-35 35 35 35 35 35 35 Taiwan 1 1 1 1 1 1 1 Thailand 5 1 1 1 1 1 1 Vietnam 5 5 5 5 5 5 5 Sumber: Pertamina Untuk pemenuhan kebutuhan kuantitas dan kualitas bensin Premium, LPG, Avtur, dan minyak Diesel/Solar maka diperlukan modernisasi kilang minyak Pertamina termasuk Refinery Unit IV Cilacap yang memiliki kapasitas 348 MBSD setara dengan 4% kapasitas total kilang Pertamina. Modernisasi kilang minyak tersebut akan menambah jumlah produksi bensin Premium 159 MBSD, LPG 11 MBSD, Avtur 17 MBSD dan minyak Diesel/Solar 255 MBSD. Selain itu modernisasi kilang minyak juga akan menurunkan kandungan Sulfur dalam bensin Premium dari 5 ppm menjadi 5 ppm dan menurunkan kandungan Sulfur dalam Solar dari 35 ppm menjadi 5 ppm. 8

I.2 Rumusan Masalah Kilang Refinery Unit IV Cilacap dibangun menggunakan teknologi tahun 197-an. Pada tahun 22 nanti maka kilang-kilang tersebut telah beroperasi selama 5 tahun. Kondisi ini perlu dipertimbangkan untuk kelangsungan operasional. Secara umum harus segera dilakukan upaya peningkatan kehandalan dan memperpanjang umur kilang. Kendala lainnya adalah tuntutan produk-produk yang berwawasan lingkungan dan dengan kualitas yang lebih baik seperti Premium bebas timbal dan rendah aromatik, emisi gas buang (flue gas & flare) rendah Sulfur, produk Solar rendah Sulfur, kebutuhan Naptha rendah Mercury, peningkatan kualitas buangan limbah cair dan pengelolaan sludge sesuai ketentuan baku mutu lingkungan serta keterbatasan dukungan utility akibat pendangkalan sumber air proses yang menyebabkan penurunan jumlah dan mutu air proses, yang mempengaruhi kinerja operasional, kelangsungan dan pengembangan Refinery Unit IV Cilacap. Tuntutan lingkungan yang semakin ketat serta perkembangan teknologi yang semakin tinggi merupakan daya pendorong bagi kilang minyak untuk menghasilkan produk Gasoline dan Diesel yang ramah lingkungan terutama pada aspek kandungan Sulfur. Saat ini standar kualitas BBM produk Refinery Unit IV Cilacap telah mengacu pada spesifikasi Euro 2. Sesuai regulasi dari pemerintah yaitu kandungan Sulfur pada produk Gasoline maksimum 5 ppm dan kandungan 9

Sulfur pada produk Solar maksimum 35 ppm. Untuk menaikkan ON produk Premium sudah tidak menggunakan TEL, tetapi menggunakan HOMC. Untuk memenuhi spek Euro IV untuk bensin Premium diperlukan modernisasi kilang yang ada saat ini dan penambahan unit baru. Begitu juga untuk memenuhi spek Euro IV untuk Solar juga diperlukan modernisasi kilang yang ada saat ini dan penambahan unit baru. Selain itu seiring pesatnya pertumbuhan ekonomi, kecenderungan kebutuhan bahan bakar Indonesia, khususnya jenis Solar dan Gasoline diprediksi akan terus mengalami peningkatan yang signifikan di masa yang akan datang. Pertumbuhan tersebut bila tidak diikuti dengan investasi untuk meningkatkan kemampuan kilang untuk memproduksi tambahan produk tersebut dapat berimplikasi pada peningkatan impor BBM. Pengembangan dan modernisasi kilang Refinery Unit IV Cilacap dengan tujuan utama menekan impor BBM dan meningkatkan efisiensi serta memberikan nilai tambah produk kilang sebagai bagian dari peningkatan kompleksitas di setiap kilang Pertamina agar dapat menjadi kilang yang kompetitif. Modernisasi kilang Refinery Unit IV Cilacap membutuhkan biaya sangat besar. Estimasi biaya yang dibutuhkan untuk modernisasi adalah sebesar USD 5.5 Milyar setara dengan Rp 71.5 Triliun hanya untuk kilang Refinery Unit IV Cilacap saja. Dengan kondisi saat ini dimana Refinery Unit IV Cilacap dimiliki 1% pemerintah maka biaya investasi seharusnya ditanggung sepenuhnya oleh 1

pemerintah. Investasi dapat dilakukan dengan penambahan modal pemerintah atau pengurangan deviden yang disetorkan Pertamina ke pemerintah. Dalam kondisi APBN terutama sisi penerimaan yang terbatas, secara logika penambahan modal pemerintah atau pengurangan deviden dapat menambah defisit anggaran APBN. Jika penambahan defisit tersebut ditutup dengan penerbitan surat utang negara (SUN) maka APBN akan semakin terbebani dengan bunga pinjaman atas SUN tersebut. Hal tersebut yang menyebabkan hingga saat ini modernisasi kilang Refinery Unit IV Cilacap belum terlaksana. Sumber dana lain yang dapat digunakan untuk melakukan modernisasi kilang Refinery Unit IV Cilacap adalah dengan hutang atau penyertaan modal pihak lain. Untuk itu pilihan strategi spin off Refinery Unit IV Cilacap menjadi menarik untuk dikaji lebih lanjut. Usaha kilang minyak adalah usaha yang membutuhkan biaya yang besar dan memiliki resiko yang tinggi sehingga sudah menjadi common practice di dunia sebuah kilang minyak dimiliki tidak oleh satu perusahaan saja. Sebagai salah satu contoh adalah Pertamina dan oil company Russia, Rosneft akan membangun kilang minyak di Tuban, Jawa Timur kapasitas 3. barrel per hari dengan nilai investasi USD 13 Milyar setara dengan Rp 176 Triliun. Penandatangan nota kesepahaman telah dilakukan pada Mei 216. Menurut Menteri BUMN Rini Sumarno, perusahaan patungan akan dibentuk oleh Pertamina dan Rosneft dalam 3 bulan dan kepemilikan saham Pertamina adalah mayoritas yaitu 55%. 11

Untuk modernisasi kilang minyak Cilacap sebagai bagian dari investasi rencana perluasan kilang atau Refinery Development Master Plan (RDMP), Pertamina telah menandatangani Head of Agreement dengan oil company Arab Saudi, Aramco pada November 215. Menurut Direktur Utama Pertamina Dwi Sucipto, pada tahun ini akan diselesaikan penyusunan perusahaan patungan dengan Saudi Aramco. Pertamina akan mengambil porsi kepemilikan 55-6% dalam perusahaan patungan tersebut sedangkan Saudi Aramco akan mengambil sisanya yaitu sekitar 4%. I.3 Pertanyaan Penelitian Pertanyaan penelitian yang akan dianalisa untuk didapatkan solusi/jawaban pada penulisan thesis ini adalah: Apakah strategi spin off Refinery Unit IV Cilacap adalah strategi yang tepat dan layak untuk diterapkan Refinery Unit IV Cilacap dalam usahanya menuju kilang kelas dunia?. I.4 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi dan mengkaji kelayakan strategi spin off untuk dilakukan Refinery Unit IV Cilacap dalam usahanya menuju kilang kelas dunia. 12

I.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak seperti: 1. PT Pertamina (Persero) khususnya manajemen PT Pertamina (Persero), dan manajemen Refinery Unit Cilacap sebagai masukan untuk pengambilan keputusan jika melakukan spin off Refinery Unit IV Cilacap. 2. Pekerja PT Pertamina (Persero) khususnya pekerja Refinery Unit IV Cilacap dan serikat pekerja PT Pertamina (Persero) sebagai informasi alasan dilakukan spin off Refinery Unit IV Cilacap. 3. Pelaku industri migas, dan masyarakat umum sebagai bahan pembelajaran. I.6 Lingkup Penelitian Apabila digambarkan, ruang lingkup dan batasan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.7 berikut ini. Refinery Unit IV Cilacap Potensi Spin Off Analisis Internal Refinery Unit IV Tanpa Spin Off - Value Chain Analisis External Refinery Unit IV Tanpa Spin Off - Five Forces Analisis SWOT Refinery Unit IV Tanpa Spin Off Analisis Internal Refinery Unit IV Jika Spin Off - Value Chain Analisis External Refinery Unit IV Jika Spin Off - Five Forces Analisis SWOT Refinery Unit IV Jika Spin Off Kelayakan Spin Off Gambar 1.7 Ruang Lingkup & Batasan Analisis Penelitian 13

I.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan thesis yang dilakukan adalah sebagai berikut: BAB I Pendahuluan: Dalam bab I ini akan dijelaskan segala hal yang berkaitan dengan latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup atau batasan penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II Landasan Teori: Dalam bab II ini akan dijelaskan segala hal yang berkaitan dengan teori yang digunakan untuk melakukan analisa pada penelitian thesis ini. BAB III Metode Penelitian: Dalam bab III ini akan dijelaskan segala hal yang berkaitan dengan metode penelitian yang dilakukan pada penulisan thesis ini. BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan: Dalam bab IV ini akan dijelaskan hasil analisis data yang telah dilakukan dan evaluasi terhadap hasil analisis data tersebut sehingga dapat menjawab pertanyaan penelitian dari thesis ini. BAB V Kesimpulan dan Saran: Dalam bab V ini akan dijelaskan hasil kesimpulan dari penelitian thesis ini dan akan diberikan saran-saran sebagai hasil tindak lanjut dari kesimpulan thesis ini. 14